NUR FITRIYANA P

dokumen-dokumen yang mirip
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI: HALUSINASI


ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB III TINJAUAN KASUS

BAB III RESUME KEPERAWATAN. Pengkajian dilaksanakan pada tanggal 3 Desember Paranoid, No Register

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN JIWA. PADA Sdr.W DENGAN HARGA DIRI RENDAH. DI RUANG X ( KRESNO ) RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. 1. Inisial : Sdr.

BAB III TINJAUAN KASUS. Sakit Jiwa Daerah Dr.Aminogondhohutomo semarang, dengan. Skizofrenia berkelanjutan. Klien bernama Nn.S, Umur 25 tahun, jenis

Koping individu tidak efektif

BAB IV PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN. S DENGAN GANGGUAN MENARIK DIRI DI RUANG ABIMANYU RSJD SURAKARTA

BAB II TINJAUAN TEORI. dengan orang lain (Keliat, 2011).Adapun kerusakan interaksi sosial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORI. (DepKes, 2000 dalam Direja, 2011). Adapun kerusakan interaksi sosial

BAB II TINJAUAN TEORI. pengecapan maupun perabaan (Yosep, 2011). Menurut Stuart (2007)

BAB III TINJAUAN KASUS

STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN KEAMANAN DAN KESELAMATAN PADA TN

HESTI CATUR HANDAYANI NIM. P.09081

BAB III TINJAUAN KASUS. Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr.Aminogondhohutomo Semarang, dengan

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku

STUDI KASUS ASUHANKEPERAWATAN PADA Nn. M DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG SRIKANDI RSJD SURAKARTA

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri

BAB II KONSEP DASAR. memelihara kesehatan mereka karena kondisi fisik atau keadan emosi klien

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TUNJAUAN TEORI. orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins, 1993)

BAB II KONSEP DASAR. tanda-tanda positif penyakit tersebut, misalnya waham, halusinasi, dan

PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA DI UNIT RAWAT INAP RS JIWA

BAB II TINJAUAN KONSEP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1966 merupakan

LAPORAN PENDAHULUAN (LP) ISOLASI SOSIAL

STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. P DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI PENGLIHATAN DI RUANG ABIMANYU RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang

BAB III TINJAUAN KASUS. 1. Pengkajian dilakukan pada tanggal di Ruang ketergantungan

BAB III TINJAUAN KASUS

BAB III TINJAUAN KASUS

BAB III TINJAUAN KASUS. dr. Aminogondhohutomo, data diperoleh dari hasil wawancara dengan klien

DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG PRINGGODANI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH

DODY SAKTI OKTAVIANTO P.09013

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Definisi sehat menurut kesehatan dunia (WHO) adalah suatu keadaan

BAB III TINJAUAN KASUS

STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN KEAMANAN PADA SDR. A : HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG SENA RSJD SURAKARTA

PROPOSAL KUNJUNGAN RUMAH (HOME VISITE)

BAB II TINJAUAN TEORI. menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi berkepanjangan juga merupakan salah satu pemicu yang. memunculkan stress, depresi, dan berbagai gangguan kesehatan pada

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S DENGAN GANGGUAN PERILAKU KEKERASAN DI RUANG SHINTA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan. Maka secara analogi kesehatan jiwa pun bukan hanya sekedar bebas dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18. secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari

PROPOSAL KUNJUNGAN RUMAH ( HOME VISIT) TENTANG GANGGUAN SENSORI PERSEPSI HALUSINASI PENDENGARAN DENGAN KELUARGA Ny.

BAB I PENDAHULUAN. serta ketidakpastian situasi sosial politik membuat gangguan jiwa menjadi

STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. J DENGAN PERILAKU KEKERASAN DI RUANG PRINGGODANI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang pesat menjadi stresor pada kehidupan manusia. Jika individu

BAB 1 PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi, atau komunitas. (Stuart, 2007).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun baik stimulus suara,

PENATALAKSANAAN PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI DI RUANG ARIMBI RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Jiwa menurut Rancangan Undang-Undang Kesehatan Jiwa tahun

PENATALAKSANAAN PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH DI RUANG GATHOTKOCO RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG.

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang. menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang

BAB II KONSEP DASAR. orang lain maupun lingkungan (Townsend, 1998). orang lain, dan lingkungan (Stuart dan Sundeen, 1998).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam

STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN KEAMANAN PADA TN. S DENGAN HALUSINASI PENDENGARAN DAN PENGLIHATAN DI RUANG MAESPATI RSJD SURAKARTA

STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN. A DENGAN GANGGUAN ISOLASI SOSIAL : MENARIK DIRI DI BANGSAL AYODYA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN MENARIK DIRI INTERAKSI PERTAMA/AWAL

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MASALAH UTAMA ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG SENA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB II TINJAUAN TEORI. maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung (isolasi diri).

BAB II KONSEP TEORI. Perubahan sensori persepsi, halusinasi adalah suatu keadaan dimana individu

FORMAT PENGKAJIAN PASIEN DI RUMAH SAKIT. Tanggal Masuk RS : 09 Desember 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

PROPOSAL KUNJUNGAN RUMAH (HOME VISIT) PADA KELUARGA NY. A DENGAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN HARGA DIRI RENDAH DAN WAHAM CURIGA

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satunya adalah masalah tentang kesehatan jiwa yang sering luput dari

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi atau komunitas. ANA (American nurses

NURSING CARE PLAN (NCP)

BAB III TINJAUAN KASUS. laki - laki, pendidikan pasien STM, dan tidak bekerja, pasien tinggal di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya

BAB III TINJAUAN KASUS

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dirasakan sebagai ancaman (Nurjannah dkk, 2004). keadaan emosional kita yang dapat diproyeksikan ke lingkungan, kedalam

BAB III TINJAUAN KASUS

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari sudut panang medis. Rentang adaptasi-maladaptasi berasal dari sudut sudut

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya

STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN MENCINTAI DAN MEMILIKI PADA Tn. P DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN DI RUANG ABIMANYU RSJD SURAKARTA

BAB III. ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA Sdr. D DENGAN HARGA DIRI RENDAH. DI RUANG KRESNA ( X ) RSJD dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG

PENDIDIKAN KESEHATAN JUS SELEDRI KOMBINASI WORTEL DAN MADU TERHADAP PENURUNAN TINGKAT HIPERTENSI

LAPORAN KASUS PENGELOLAAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN PADA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah keadaan sehat fisik, mental dan sosial, bukan sematamata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORI. Adapun definisi lain yang terkait dengan halusinasi adalah hilangnya

BAB III TINJAUAN KASUS. Pengkajian dilakukan pada tanggal Desenber Nama Sdr. S, umur 15 tahun, agama islam, pendidikan SLTP, No CM ,

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Menuju era globalisasi manusia disambut untuk memenuhi kebutuhan

Transkripsi:

STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN KEAMANAN DAN KESELAMATAN PADA Tn. S DENGAN HALUSINASI PENDENGARAN DIRUANG SENA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA Karya Tulis Ilmiah Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan DI SUSUN OLEH: NUR FITRIYANA P. 09090 PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2012

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Nur fitriyana NIM : P. 09090 Program studi : DIII Keperawatan Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar-benar hasil karya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai dengan ketentuan akademik yang berlaku. Surakarta, 28 April 2012 NUR FITRIYANA NIM. P.09090

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh : LEMBAR PERSETUJUAN Nama : Nur fitriyana NIM : P. 09090 Program studi : DIII Keperawatan Judul : ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN KEAMANAN DAN KESELAMATAN PADA Tn. S DENGAN HALUSINASI DI RUANG SENA RSJD SURAKARTA. Telah disetujui untuk diajukan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surkarta Ditetapkan di : STIKES Kusuma Husada Surakarta Hari/ Tanggal : Jumat, 11 Mei 2012 Pembimbing : Fakhrudin Nasrul Sani, SKep., Ns NIK. 201185071 (.)

HALAMAN PENGESAHAN Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh : Nama : Nur fitriyana NIM : P. 09090 Program studi : DIII Keperawatan Judul : ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN KEAMANAN DAN KESELAMATAN PADA Tn. S DENGAN HALUSINASI DI RUANG SENA RSJD SURAKARTA Telah diujikan dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta Ditetapkan di : STIKES Kusuma Husada Surakarta Hari/ Tanggal : 11 Mei 2012 DEWAN PENGUJI Penguji I : Fakhrudin Nasrul Sani, S.Kep., Ns (...) NIK. 201185071 Penguji II : Anissa Cindy Nurul Afni, S.Kep.,Ns (.) NIK. 201187086 Penguji III : Siti Mardiyah, S.Kep.,Ns (.) NIK. 201183063 Mengetahui, Ketua Program Studi DIII Keperawatan STIKES Kusuma Husada Surakarta Setiyawan,S.Kep.Ns NIK. 201084050

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat, rahmat dengan judul ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN KEAMANANA DAN KESELAMATAN PADA Tn. S. DENGAN HALUSINASI DI RUANG SENA RSJD SURAKARTA. Dalam penyususnan Karya Tulis Ilmiah ini penuliis banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari bebagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat: 1. Setiyawan,S.Kep.,Ns,selaku Ketua Program studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKES Kusuma Husada Surakarta. 2. Erlina Windyastuti, S.Kep.,Ns, selaku sekertaris Ketua Program studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKES Kusuma Husada Surakarta. 3. Fakhrudin Nasrul Sani, S.Kep.,Ns, selaku dosen pembimbing sekaligus sebagai penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini. 4. Anissa Cindy Nurul Afni, S.Kep.,Ns, selaku dosen penguji yang telah membimbing dengan cermat, member masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.

5. Siti Mardiyah, S.Kep.,Ns, selaku dosen penguji yang telah membimbing dengan cer mat, memberkan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnany studi kasus ini. 6. Semua dosen Program studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya serta ilmu yang bermanfaat. 7. Kedua orangtaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat untuk menyelesaikan pendidikan. 8. Teman-teman Mahasiswa Program studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidk dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual. Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan dan ilmu kesehatan. Amin Surakarta, 28 April 2012 NUR FITRIYANA NIM. P.09090

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL...i PERNYATAAN TIDK... ii LEMBAR PERSETUJUAN...iii LEMBAR PENGESAHAN....iv KATA PENGANTAR.....v DAFTAR ISI.........viii DAFTAR LAMPIRAN... xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 B. Tujuan penulisan....3 C. Manfaat penulisan.. 4 BAB II LAPORAN KASUS A. Pengkajian. 6 B. Perumusan masalah keperawatan....10 C. Perencanaan keperawatan....11 D. Implementasi...14 E. Evaluasi keperawatan...15 BAB III PEMBAHASAN DAN SIMPULAN A. Pembahasan.18 B. Simpulan..28 Daftar pustaka Lampiran Daftar Riwayat Hidup

DAFTAR GAMBAR halaman 1. Gambar 1 Genogram 7 2. Gambar 2 Pohon Masalah 10

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1: Log Book Lampiran 2: Format Pendelegasian Lampiran 3: Surat Keterangan Selesai Pengambilan Data Lampiran 4: Asuhan Keperawtan Lampiran 5: Lembar Konsul

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gangguan kesehatan jiwa merupakan masalah kesehatan masyarakat dan sosial di indonesia dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini dapat mempengaruhi perkembangan seseorang baik fisik, internal dan emosional untuk tercapainya kemampuan menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain dan masyarakat. Seperti yang dijelaskan oleh Stuart dan Sundeen bahwa ketika manusia tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan, maka akan terjadi gangguan kesehatan yaitu kesehatan jiwa atau mental (Upoyo dkk, 2008). Salah satu gangguan jiwa yang umum terjadi adalah skizofrenia. Prevalensi skizofrenia di Indonesia sendiri adalah tiga sampai lima perseribu penduduk. Bila diperkirakan jumlah penduduk sebanyak 220 juta orang akan terdapat gangguan jiwa dengan skizofrenia kurang lebih 660 ribu sampai satu juta orang. Hal ini merupakan angka yang cukup besar serta perlu penanganan yang serius (Sulistyowati dkk, 2006). World Health Organization mengungkapkan bahwa pada tahun 2006 sekitar 26 juta penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa, panik dan cemas merupakan gejala paling ringan. Dari total populasi 26 juta gangguan jiwa, terdapat 12 16% yang mengalami gangguan jiwa serius. Sedangkan

di Indonesia diperkirakan satu sampai dua penduduk atau sekitar dua sampai empat juta jiwa akan mengalami gangguan jiwa (Mubin dkk, 2003). Menurut Abraham Maslow manusia mempunyai lima kebutuhan yang membentuk tingkatan yang dikenal Hierarki Maslow. Lima kebutuhan dasar maslow disusun berdasarkan kebutuhan yang paling penting hingga yang tidak terlalu krusial, adapun kebutuhan yang dimaksud meliputi: kebutuhan fisiologis, keamanan dan keselamatan, kebutuhan cinta dan memiliki, kebutuhan harga diri dan kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan keamanan dan keselamatan meliputi masalah lingkungan, kondisi tempat tinggal, perlindungan, pakaian, bebas dari infeksi dan rasa takut (Mubin dkk, 2003). Individu yang mengalami halusinasi seringkali beranggapan sumber atau penyebab halusinasi berasal dari lingkungan. Rangsangan primer dari halusinasi adalah kebutuhan perlindungan diri secara psikologik terhadap kejadian traumatik sehubungan rasa bersalah, rasa sepi, marah, rasa takut ditinggalkan oleh orang yang dicintai, tidak dapat mengendalikan dorongan ego, pikiran dan perasaannya sendiri (Budi Anna Keliat, 2005). Sedangkan menurut (Stuart & sudeen, 2005) halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indra tanpa adanya rangasangan dari luar yang didapat meliputi semua system pengindraan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh atau baik. Rumah sakit jiwa daerah Surakarta adalah rumah sakit jiwa milik pemerintah yang diklasifikasikan sebagai kelas A dan sebagai pelayanan

kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh semua lapisan masyarakat yang berhubungan dengan perencanaan dari suatu rumah sakit bagi rumah sakit jiwa, dengan berbagai tingkat keparahannya. Hasil survey di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta, gangguan halusinasi yang ada di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta kurang lebih 42% jika dibandingkan dengan gangguan jiwa lainnya. Diantarannya perilaku kekerasan 34%, harga diri rendah 14,5%, defisit perawatan diri 5,6% dan menarik diri 3,9% (catatan Medical Record RSJD Surakarta, 2002). Berdasarkan laporan periode bulan April 2012, pasien yang dirawat di ruang Sena RSJD SURAKARTA didapatkan dari 42 pasien yang mengalami gangguan jiwa, terdapat 15 pasien yang mengalami gangguan persepsi halusinasi rata-rata berumur antara 20 50 tahun. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas penulis merasa perlu untuk melakukan ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN KEAMANAN DAN KESELAMATAN PADA Tn. S DENGAN HALUSINASI DI RUANG SENA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA.. B. Tujuan Studi Kasus 1. Tujuan umum Melaporkan kasus pemenuhan kebutuhan keamanan dan keselamatan pada Tn. S dengan halusinasi di RSJD Surakarta.

2. Tujuan Khusus a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada Tn. S dengan kebutuhan keamanan dan keselamatan. b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Tn. S dengan kebutuhan keamanan dan keselamatan. c. Penulis mampu menyusun rencana Asuhan Keperawatan pada Tn. S dengan kebutuhan dan keselamatan. d. Penulis mampu melakukan implementasi pada Tn. S dengan kebutuhan keamanan dan keselamatan. e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada Tn. S dengan kebutuhan keamanan dan keselamatan. f. Penulis mampu menganalisa kondisi persepsi diri: halusinasi yang terjadi pada Tn. S dengan kebutuhan keamanan dan keselamatan. C. Manfaat Penulisan Manfaat penulisan adalah : 1. Bagi Penulis Dapat meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman nyata penulis dalam memberikan asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan keamanan dan keselamatan pada Tn. S dengan halusinasi.

2. Bagi Profesi Keperawatan Sebagai bahan masukan dan informasi untuk menambah pengetahuan, ketrampilan, dan sikap bagi instansi terkait, khususnya di dalam meningkatkan pelayanan pada Tn.S dengan halusinasi pendengaran. 3. Bagi instansi pendidikan a. RSJD Surakarta Sebagai bahan pertimbangan oleh pihak rumah sakit untuk membuat kebijakan dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan asuhan keperawatan pada klien dengan halusinasi. b. Pendidikan Sebagai sumber bacaan atau referensi untuk meningkatkan kualitas pendidikan keperawatan khususnya pada klien dengan halusinasi dan dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca.

BAB II LAPORAN KASUS A. Pengkajian Hasil pengkajian yang dilakukan penulis tanggal 5 April 2012 jam 10.00 WIB dengan menggunakkan metode aloanamnesa dan autoanamnesa diperoleh identitas klien adalah Tn. S, umur 38 tahun, jenis kelamin laki - laki, agama islam, tingkat pendidikan sekolah dasar (SD), bertempat tinggal di Sidodadi 07/01, Kajang, Laweyan, Surakarta. Tn. S masuk RSJD Surakarta pada tanggal 20 Maret 2012, keluarga yang bertanggung jawab kepada Tn. S adalah Ny. P hubungan dengan Tn. S adalah sebagai adik yang bertempat tinggal di Sido dadi 07/01, Kajang, Laweyan, Surakarta. Riwayat alasan masuk 2 hari sebelum masuk rumah sakit Tn. S mondar - mandir, bicara kasar dan membanting peralatan rumah tangga dan mendengar suara perempuan yang menyuruhnya pergi, bicara sendiri dan terkadang tersenyum sendiri. Saat ini Tn. S dirawat untuk yang ke 4 kalinya dirawat di RSJD. Pengobatan sebelumnya tidak berhasil karena Tn. S tidak minum obat dan tidak kontrol. Tn. S mengatakan belum pernah mendapatkan penganiayaan fisik. Dikeluarga klien tidak ada yang mengalami gangguan jiwa seperti Tn. S. Hasil pemeriksaan fisik yang penulis dapatkan meliputi tanda - tanda vital Tn. S tekanan darah 110/ 70 mmhg, nadi 88x/ mnt, suhu 36

C, respirasi 22x/ mnt. Didapatkan ukuran tinggi badan 160 cm, berat badan 48 kg. Gambar genogram: Daftar Gambar 2.1. Gambar genogram Hasil pengkajian psikososial diperoleh data dari genogram yaitu, Tn. S tinggal bersama ibu dan saudara kandung dari ibu serta ke tiga saudaranya, Tn. S merupakan anak ke - 2 dari 4 bersaudara dan dalam keluarga tidak ada yang menderita gangguan jiwa. Hasil pengkajian pada konsep diri Tn. S mengatakan bagian tubuh yang disukai adalah seluruh tubuh. Identitas diri, Tn. S mengatakan dia seorang laki - laki berumur 38 tahun dan belum menikah Tn. S merupakan anak ke - 2 dari 4 bersaudara. Peran diri Tn. S dalam kegiatan dirumah Tn. S membantu ibunya untuk pekerjaan rumah seperti menyapu dan mencuci, ideal diri Tn. S mengatakan ingin cepat pulang dan berkumpul bersama keluarga. Harga diri Tn. S mengatakan tidak malu dengan keadaan dirinya saat ini. Hubungan sosial, bagi Tn. S adalah orang yang berarti dalam hidupnya adalah ibu dan adik - adiknya, peran serta Tn. S dalam kegiatan masyarakat dan lingkungan Tn. S mengatakan tidak pernah

mengikuti kegiatan dimasyarakat dan lingkungan, Tn. S lebih suka diam dirumah. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain Tn. S jarang berinteraksi dengan teman sekamarnya dan senang menyendiri ditempat tidurnya. Tn. S mengatakan dirinya beragama islam, Tn. S selalu aktif dalam menjalankan sholat 5 waktu, baik di rumah maupun di rumah sakit. Hasil dari pengkajian status mental didapatkan data penampilan Tn. S rambut rapi, pakaian bersih, Tn. S memakai seragam dari rumah sakit, pembicaraan Tn. S pelan, lancar tetapi sampai tujuan (sirkumtansial). Aktivitas motorik Tn. S mengatakan kegiatan sehari hari dirumah sakit merapikan tempat tidur dan mencuci piring, alam perasan Tn. S merasa sedih karena keluarga sudah lama tidak menjenguknya. Afek Tn. S stabil, ada kontak mata, Tn. S jika diberikan stimulus langsung berespon dan merasa senang jika diberi pujian. Persepsi Tn. S mengatakan mendengar suara perempuan yang menyuruhnya pergi pada waktu pagi, siang dan malam dengan frekuensi sebentar, suara itu muncul saat Tn. S diam dan menyendiri, respon Tn. S pada saat suara itu muncul merasa terganggu dan ingin suara itu hilang. Pada proses pikir, apabila ditanya Tn. S langsung menjawab. Isi pikir, Tn. S tidak mengalami isi pikir seperti waham agama, kebesaran, fobia dan lain lain. Pada tingkat kesadaran Tn. S bisa mengorientasikan waktu, tempat, dan tanggal, Tn. S juga bisa membedakan waktu malam dan siang.

Memori jangka pendek, Tn. S dapat mengingat kejadian selama satu minggu terakhir, memori jangka panjang, Tn. S mampu mengingat masa lalu kalau dulu dirinya pernah bekerja sebagai kuli bangunan. Tingkat konsentrasi dan berhitung Tn. S mampu melakukan penambahan dan pengurangan. Hasil pengkajian kebutuhan persiapan pulang didapatkan data bahwa Tn. S mengatakan makan 3 kali sehari sesuai porsi yang diberikan di rumah sakit, dengan menu nasi, sayur, lauk, menu yang disajikan dihabiskan oleh klien. Pola eliminasi BAB, Tn. S mengtakan BAB tidak tentu waktunya kapan, kadang 3 hari baru BAB, sedangkan pola BAK, Tn. S mengatakan BAK tidak tentu, kadang sehari 5 kali dan selalu dikamar mandi. Tn. S mengatakan mandi sehari 2 kali dan selalu menggosok gigi setiap mandi. Dalam berpakaian Tn. S memakai baju dengan rapi. Mekanisme koping pada maladaptif apabila marah Tn. S selalu bicara kasar dan membanting peralatan rumah tangga. Tn. S tidak mau bercerita setiap ada masalah. Mekanisme koping adaptif Tn. S selau membantu ibunya untuk pekerjaan rumah seperti menyapu dan mencuci. Pada pengetahuan Tn. S mengatakan tidak mengetahui penyakit yang dialaminya. Adapun data penunjang yang penulis dapatkan antara lain, Tn. S mendapatkan terapi medis berupa haloperidol 3x5 mg, trihexypenidril 3x2 mg, dan clorpomazine 3x100 mg.

B. Perumusan Masalah Keperawatan Berdasarkan data saat pengkajian didapatkan diagnosa yang pertama adalah gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran. Data subyektif, Tn. S mengatakan mendengar suara perempuan yang menyuruhnya pergi, pada waktu pagi, siang, dan malam dengan frekuensi sebentar, suara itu muncul saat Tn. S diam dan menyendiri, respon Tn. S pada saat mengalami halusinasi itu muncul Tn. S merasa terganggu dan ingin suara itu hilang. Data obyektif, Tn. S tampak tenang, ada kontak mata, bicara sendiri dan kadang tersenyum sendiri. Dari masalah keperawatan yang ada didapatkan pohon masalah sebagai berikut: Resiko perilaku kekerasan akibat Gangguan persepsi sensori halusinasi core problem Isolasi sosial : menarik diri etiologi Daftar gambar 2.2. Pohon Maslah

C. Perencanaan Keperawatan Dari data yang diperoleh pada tanggal 5 7 April 2012 ditemukan dua permasalahan yang menjadi rumusan diagnose keperawatan. Adapun yang menjadi diagnosa pertama yaitu gangguan persepsi sensori: halusinasi, tujuan umum dilakukan tindakan keperawatan pada permasalahan yang dihadapi Tn. S yaitu agar Tn.S dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya. TUK 1: Tn. S dapat membina hubungan saling percaya. kriteria evaluasinya antara lain ekspresi wajah bersahabat, menunjukan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan perawat, bersedia mengungkapkan masalah yang dihadapi. Intervensi: bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapetik, sapa Tn. S dengan ramah baik verbal maupun non verbal, perkenalkan diri dengan sopan, tanyakan nama lengkap Tn. S dengan nama panggilan yang disukai klien, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, tunjukan sikap empati dan menepati janji, beri perhatian dan perhatikan kebutuhan dasr klien, tanyakan perasaan Tn. S dan masalah yang dihadpi klien, dengrkan dengan penuh perhatan ekspresi perasaan klien. TUK 2: klien dapat mengenal halusinasinya. Kriteria evaluasinya antara lain Tn. S dapat mengenal tentang isi halusinasinya, waktu terjadi halusinasi, frekuensi halusinasi, dan situasi dan kondisi yang menimbulkan halusinasi (Marah, takut, sedih, senang, cemas atau jengkel).

Intervensi: adakan kontak sering dan singkat secara bertahap, observasi tingkah laku Tn. S terkait dengan halusinasinya (dengar/ lihat/ penghidu/ raba/ kecap). Jika menentukan Tn. S yang sedang halusinasi tanyakan apakah Tn.S mengalami sesuatu (halusinasi dengar/ lihat/ penghidu/ raba/ kecap), jika Tn. S menjawab ya, tanyakan apa yang sedang dialaminya, katakan bahwa perawat percaya Tn. S mengalami hal tersebut, namun perawat sendiri tidak mengalaminya (dengan nada bersahabat tanpa menuduh atau menghakimi), katakan bahwa ada Tn. S lain yang mengalami hal yang sama, katakan bahwa perawat akan membantu klien, jika Tn. S tidak sedang halusinasi klarifikasi tentang adanya pengalaman halusinasi, diskusikan dengan Tn. S tentang : isi, waktu, dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore, malam atau sering dan kadang kadang) dan situasi, kondisi yang menimbulkan atau tidak menimbulkan halusinasi, diskusikan dengan Tn. S apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi dan beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaanya, diskusikan dengan Tn. S apa yang dilakukannya untuk mengatasi perasaan tersebut, diskusikan tentang dampak yang akan dialaminya bila Tn. S menikmati halusinasinya. TUK 3: Tn.S dapat mengontrol halusinasinya. Kriteria evaluasinya antara lain Tn. S meyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan untuk mengendalikan halusinasinya, Tn. S dapat menyebutkan cara baru mengontrol halusinasinya, Tn. S dapat memilih dan memperagakan cara baru mengontrol halusinasi (dengar/ lihat/ penghidu/ raba/ pengecap), Tn.

S melaksanakan cara yang telah dipilih untuk mengendalikan halusinasinya, Tn. S mengikuti terapi aktivitas kelompok. Intervensi: identifikasi bersama Tn. S cara atau tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi (tidur, marah, menyibukkan diri, dll), diskusikan cara yang digunakan klien, jika cara yang digunakan adaptif beri pujian, jika cara yang digunakan maladaptif diskusikan kerugian cara tersebut, diskusikan cara baru untuk memutus/ mengontrol timbulnya halusinasi, katakan pada diri sendiri bahwa ini tidak nyata ( saya tidak mau dengar/ lihat/ penghidu/ raba/ kecap ) pada saat halusinasi terjadi, bantu Tn. S memilih cara yang sudah dianjurkan dan dilatih untuk mencobanya, beri kesempatan untuk melakukan cara yang dipilih dan dilatih, pantau pelaksanaan yang telah dipilih dan dilatih, jika berhasil beri pujian, anjurkan Tn. S mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi realita, stimulasi persepsi. TUK 4: Tn. S dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya. Kriteria evaluasinya anatara lain Keluarga menyatakan setuju untuk mengikuti pertemuan dengan perawat, keluarga menyebutkan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya halusinasi dan tindakan untuk mengendalikan halusinasi. Intervensi: buat kontrak dengan keluarga untuk pertemuan (waktu, tempat, dan topik), diskusikan dengan keluarga (pada saat pertemuan keluarga/ kunjungan rumah) tentang pengertian halusinasi, tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinya halusinasi, cara yang dilakukan Tn.S dan keluarga untuk memutus halusinasi, obat

obatan halusinasi, cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah (beri kegiatan, jangan biarkan sendirian, makan bersama, bepergian bersama, memantau obat obatan dan cara pemberiannya untuk mengatasi halusinasi), beri informasi waktu control kerumah sakit dan bagaimana cara mencari bantuan jika halusinasi tidak dapat diatasi dirumah. TUK 5: Tn. S dapat memanfaatkan obat dengan baik. Kriteria evaluasinya antara lain Tn. S menyebutkan minum obat, kerugian tidak minum obat, nama, warna, dosis, efek terapi dan efek samping minum obat, Tn. S mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar, Tn. S menyebutkan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dokter. Intervensi: diskusikan dengan Tn. S tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat, nama, dosis, cara, efek terapi dan efek samping obat, pantau Tn. S saat penggunaan obat, beri pujian jika Tn. S menggunakan obat dengan benar, diskusikkan berhenti minum obat tanpa konsultasi dokter, anjurkan Tn. S untuk konsultasi dengan dokter/ perawat jika terjadi hal hal yang tidak diinginkan. D. Implementasi Implementasi keperawatan untuk diagnosa gangguan persepsi sensori: halusinasi yang dilakukan penulis membina hubungan saling percaya dengan klien, mengidentifikasi jenis halusinasi klien, mengidentifikasi frekuensi halusinasi yang dialami klien, mengidentifikasi respon klien, mengajarkan dan melatih cara pertama mengontrol halusinasi

dengan menghardik, berbincang bincang dengan orang lain dengan memasukkan dalam jadwal kegiatan harian. E. Evaluasi Evaluasi keperawatan penulis lakukan pada akhir pertemuan, adapun hasil evaluasi yang penulis dapatkan adalah Tn. S mengatakan senang berkenalan dengan penulis, Tn. S mengatakan masih mendengar suara perempuan yang menyuruhnya pergi, Tn. S mengatakan pergi pergi sambil menutup mata, pada waktu pagi, siang dan malam dengan frekuensi sebentar, suara itu muncul saat Tn. S diam dan menyendiri, respon Tn. S pada saat mengalami halusinasi itu muncul merasa terganggu dan ingin suara itu hilang. Data obyektif, Tn. S dapat mempraktekkan cara mengontrol halusinasi. Berdasarkan data diatas dapat dianalisa Tn. S mampu mempraktekkan cara mengontrol halusinasi yang pertama dengan cara menghardik, secara mandiri. Sehingga planningnya bagi perawat adalah: evaluasi cara (mengahardik) lanjutkan (cara mengontrol halusinasi yang kedua bercakap cakap dengan orang lain), penulis mendelegasikan kepada perawat ruangan untuk memvalidasi cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik dan melanjutkan mengontrol halusinasi dengan cara bercakap cakap dengan orang lain yaitu, bagi perawat, mengevaluasi mengontrol halusinasi, melatih pasian mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap cakap dengan orang lain, menganjurkan pasien memasukkan dalam kegiatan harian. Sedangkan bagi klien, validasi

cara (menghardik), lanjut (cara mengontrol halusinasi yang kedua bercakap cakap dengan orang lain, anjurkan klien memasukkan kejadwal harian.

BAB III PEMBAHASAN DAN SIMPULAN A. Pembahasan Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada obyek atau rangsangan yang nyata (Kusumawati. F, dkk, 2010). Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan, tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, data psikologis, sosial dan spiritual. Data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat dikelompokkan menjadi faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping dan kemampuan koping yang dimiliki klien (Keliat, 2005). Dalam pengkajian keperawatan didapatkan data tentang identitas klien, identitas penanggung jawab, faktor predisposisi, kebutuhan persiapan pulang, mekanisme koping, pengetahuan klien tentang kesehatan dan aspek medik. Data yang diperoleh dapat dikelompokkan menjadi dua macam yaitu data subjektif dan data objektif. Cara penulis melakukan pengkajian pada klien yaitu dengan metode autoanamnesa, alloanamnesa, observasi langsung kepada klien

dan perawat yang merawatnya. Metode autoanamnesa adalah teknik wawancara atau menanyakan secara langsung kepada klien, sedangkan metode wawancara alloanamnesa adalah teknik wawancara dengan mengajukan pertanyaan kepada orang - orang disekitar klien (Nursalam, 2001). Daftar masalah keperawatan diagnosa keperawatan penulis mencantumkan dalam lampiran, antara konsep dengan resume tidak ada kesenjangan yang berarti dikarenakan penulis mengambil data sesuai dengan teori dan realita pada klien saat dikaji. Menurut Kusumawati dkk, (2010), manifestasi klinis halusinasi antara lain yaitu bingung, apatis terhadap lingkungan, pasien tidak dapat membedakan antara realita dan khayalan. Sulit tidur dan konsentrasi menurun, gelisah, agitasi, agresif, destruktif, ekspresi wajah tenang, perasaan tidak aman, curiga, tersinggung, bicara sendiri, berkeringat, nadi cepat, tekanan darah meningkat, halusinasi dengar, klien menyumbat telinga, sikap seperti mendengar sesuatu, tertawa sendiri, terdiam, terengah - engah dalam pembicaraan sulit membuat keputusan. Setelah dilakukan pengkajian pada Tn. S secara garis besar ditentukan data subyektif dan obyektif yang menunjukan karakteristik klien dengan diagnosa gangguan persepsi sensori: halusinasi. Hal ini di dukung dengan data subyektif, Tn. S mengatakan mendengar suara perempuan yang menyuruhnya pergi pada waktu pagi, siang dan malam dengan frekuensi sebentar, saat Tn. S diam dan menyendiri, respon Tn. S pada saat mengalami halusinasi itu muncul merasa terganggu dan ingin

suara itu hilang, data obyektif adalah klien tampak tenang, klien tampak senyum senyum sendiri dan bicara sendiri. Sesuai dengan teori terdapat sebagian manifestasi klinis yang muncul pada Tn. S yaitu ekspresi wajah tenang, bicara sendiri dan senyum senyum sendiri. Jadi kesimpulannya dari manifestasi klinis menurut teori dengan kasus yang ditemukan penulis tidak ada kesenjangan. Berdasarkan tanda dan gejala yang dialami Tn. S maka dapat disimpulkan kebutuhan keamanan dan keselamatan Tn. S terganggu. Menurut Abraham Maslow kebutuhan keamanan dan keselamatan meliputi masalah lingkungan, kondisi tempat tinggal, perlindungan, pakaian, bebas dari infeksi dan rasa takut. Diagnosa keperawatan adalah merupakan suatau pernyataan yang menjelaskan respon manusia terhadap status kesehatan atau resiko perubahan dari kelompok dimana perawat secara accountabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurun, membatasi, mencegah, merubah (Keliat, 2005). Berdasarkan hasil pengkajian yang penulis dapatkan tidak ada kesenjangan antara teori dengan hasil yang ditemukan oleh penulis. Disini penulis akan mencoba menguraikan, penyebab dari pohon masalah dalam teori yaitu gangguan isolasi sosial: menarik diri, berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan penulis pada kasus Tn. S penulis menemukan data yang mendukung bahwa Tn. S mengalami gangguan isolasi sosial: menarik diri, data subyektif, Tn. S mengatakan tidak pernah mengikuti

kegiatan dimasyarakat dan lingkungan, data obyektif, Tn. S tampak diam dan suka menyendiri. Akibat dari pohon masalah dalam teori yaitu gangguan resiko menciderai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan, berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan penulis pada kasus Tn. S penulis menemukan data yang mendukung bahwa Tn. S mengalami gangguan resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan, data subyektif, Tn. S mengatakan selalu bicara kasar dan membanting peralatan rumah tangga, data obyektif, Tn. S tampak muka merah, bicara keras. Sedangkan masalah utama atau core problemnya adalah gangguan persepsi sensori: halusinasi. Didukung dengan data data, data subyektif Tn.S mengatakan mendengar suara perempuan yang menyuruhnya pergi pada waktu pagi, siang dan malam dengan frekuensi sebentar, saat Tn. S diam dan menyendiri, respon Tn. S pada saat mengalami halusinasi itu muncul merasa terganggu dan pengen suara itu hilang, data obyektif, adalah klien tampak tenang, klien tampak senyum senyum sendiri dan bicara sendiri. Berdasarkan hasil pengkajian dibangsal Sena Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta, sesuai dengan analisa data maka ditemukan diagnosa keperawatan gangguan persepsi sensori: halusinasi, menarik diri dan resiko menciderai diri, orang lain dan lingkungan. Penulis mengangkat diagnosa gangguan persepsi sensori: halusinasi sebagai prioritas masalah utama yang penulis angkat karena pada saat pengkajian data - data diatas diagnosa ini yang paling aktual dibandingkan dengan diagnosa gangguan

interaksi sosial: menarik diri dan resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Jadi kesimpulannya dari masalah keperawatan berdasarkan teori dengan kasus yang ditemukan penulis tidak ada kesenjangan. Rencana keperawatan yang penulis lakukan sama dengan landasan teori yang sudah penulis jabarkan dalam BAB II, hal ini karena rencana tindakan keperawatan tersebut telah sesuai dengan SOP (Standart Operasional Prosedur) yang telah ditetapkan. Perencanaan keperawatan terdiri dari tiga aspek yaitu tujuan umum, tujuan khusus dan rencana tindakan keperawatan. Tujuan umum berfokus pada penyelesaian permasalahan (P) dari diagnosa tertentu. Tujuan umum dapat dicapai jika serangkaian tujuan khusus telah dicapai. Tujuan khusus berfokus pada penyelesaian etiologi (E) dari diagnosa tersebut. Tujuan khusus merupakan rumusan kemampuan yang perlu dicapai atau dimiliki klien. Kemampuan ini dapat bervariasi sesuai dengan masalah kebutuhan klien. Umumnya, kemampuan klien pada tujuan khusus dapat menjadi tiga aspek yaitu kemampuan kognitif yang diperlukan untuk menyelesaikan etiologi dari diagnosa keperawatan, kemampuan psikomotor yang diperlukan agar etiologi dapat teratasi dan kemammpuan afektif yang perlu dimiliki agar klien percaya pada kemampuan menyelesaikan masalah (Stuart dan Sudeen, 2005). Rencana tindakan keperawatan yang dilakukan penulis untuk Tn. S adalah, TUK 1: Tn. S dapat membina hubungan saling percaya dengan

kriteria evaluasi: ekspresi wajah bersahabat, menunjukan rasa tenang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan perawat, bersedia mengungkapkan masalah yang dihadapi. Intervensi: bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik: sapa Tn. S dengan ramah baik verbal maupun non verbal, perkenalkan nama, nama panggilan perawat, jelaskan tujuan berkenalan, tanyakan nama panggilan yang disukai, buat kontrak yang jelas, tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali interaksi, tunjukan sikap empati dan menerima apa adanya, beri perhatian kepada Tn. S dan kebutuhan dasar Tn. S, tanyakan perasaan Tn. S dan masalah yang dihadapi Tn. S, dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi Tn. S. TUK 2: Tn. S dapat mengenal halusinasinya dengan kriteria evaluasi: Tn. S menyebutkan isi, waktu, frekuensi, situasi dan kondisi yang menimbulkan halusinasi. Intervensi: observasi tingkah laku Tn. S terkait dengan halusinasinya, tanyakan apakah Tn. S mengalami sesuatu (halusinasi dengar), jika Tn. S menjawab ya, tanyakan apa yang sedang dialami, katakan bahwa perawat percaya Tn. S mengalami halusinasi namun perawat tidak mengalaminya (dengan nada bersahabat), katakan bahwa ada Tn. S yang mengalami hal yang sama namun perawat akan membantu Tn. S, diskusikan dengan Tn. S isi, waktu, frekuensi, situasi dan kondisi yang menimbulkan halusinasi.

TUK 3: Tn. S dapat mengontrol halusinasinya dengan kriteria hasil: Tn. S dapat menyebutkan tindakan untuk mengendalikan halusinasinya, Tn. S mampu menyebutkan cara baru mengontrol halusinasinya, Tn. S dapat memilih dan memperagakan cara mengatasi halusinasinya. Intervensi: identifikasi bersama Tn. S cara atau tindakan yang dilakukan saat terjadi halusinasi, diskusikan cara yang digunakan Tn. S saat halusinasi muncul, jika cara yang digunakan maladaptif diskusikan kerugian cara tersebut, jika cara yang digunakan adaptif beri pujian, diskusikan cara baru untuk mengontrol halusinasi: menghardik, menemui orang lain, melakukan kegiatan harian, minum obat sesuai resep dokter. Beri kesempatan Tn. S mempraktekan cara yang telah dipilih, jika berhasil beri pujian. TUK 4: Tn. S dapat dukungan dari keluarga dalam mengontol halusinasinya. Kriteria evaluasi: keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan gejala halusinasi. Intervensi: buat kontrak dengan keluarga untuk pertemuan, diskusikan dengan keluarga pada saat pertemuan (pengertian halusinasi, tanda dan gejala halusinasi, cara memutuskan halusunasi). TUK 5: Tn. S dapat memanfaatkan obat dengan baik. Kliteria hasil: Tn. S dapat menyebutkan manfaat minum obat, menyebutkan kerugian tidak minum obat, Tn. S dapat menyebutkan nama, warna, dosis, efek terapi dan efek samping obat. Intervensi: diskusikan dengan Tn. S tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat, nama, dosis, cara, efek

terapi dan efek samping penggunaan obat. Pantau Tn. S saat penggunaan obat, beri pujian jika Tn. S menggunakan obat dengan benar, diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter, anjurkan Tn. S untuk konsultasi kepada dokter atau perawat jika terjadi hal - hal yang tidak diinginkan. Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana penerapan yang telah disusun pada tahapan perencanaan. Pada diagnosa gangguan persepsi sensori halusinasi disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan yang terdiri dari, strategi pelaksanaan untuk klien dan strategi pelaksanaan untuk keluarga (Nurjannah, 2005). Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Pada situasi nyata, implementasi seringkali jauh berbeda dengan rencana. Hal itu terjadi karena perawat belum terbiasa menggunakan rencana tertulis dalam melaksanakan tindakan keperawatan, yang biasa dilakukan perawat adalah menggunakan rencana tidak tertulis, yaitu apa yang dipikirkan, dirasakan, itu yang dilaksanakan. Hal itu sangat membahayakan klien dan perawat jika tindakan berakibat fatal, dan juga tidak memenuhi aspek legal. Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat, apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan klien saat ini. Perawat juga menilai diri sendiri, apakah mempunyai kemampuan interpersonal, intelektual dan tehnikal yang diperlukan untuk melaksanakan tindakan. Perawat juga menilai kembali apakah tindakan aman bagi klien. Setelah tidak ada

hambatan maka tindakan keperawatan boleh dilaksanakan. Pada saat akan melaksanakan tindakan keperawatan, perawat membuat kontrak (inform consent) dengan klien yang isinya menjelaskan apa yang akan dilaksanakan dan peran serta yang diharapkan dari klien, dokumentasikan semua tindakan yang telah dilaksanakan beserta respon klien (Direja, 2011). Pada interaksi tersebut penulis melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi tujuan khusus yang pertama, kedua dan ketiga, sesuai dengan strategi pelaksanaan yang penulis buat yaitu pada tujuan khusus yang pertama klien dapat membina hubungan saling percaya, pada tujuan khusus yang kedua, klien dapat mengenal halusinasinya dan pada tujuan khusus yang ketiga klien dapat mengontrol halusinasinya. Hal ini dilakukan karena hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi yang terapeutik antar perawat dengan klien (Rasmun, 2009). Tindakan keperawatan yang terlaksana adalah, membina hubungan saling percaya, mengobservasi tingkah laku Tn. S terkait dengan halusinasinya dengan menanyakan apakah ada suara yang didengar, menanyakan kapan suara itu muncul dan berapa lama, menanyakan pada situasi apa suara itu muncul dan frekuensi munculnya halusinasi, menanyakan perasaan Tn. S saat halusinasi muncul, mendiskusikan cara baru untuk mengontrol halusinasinya, membantu klien memilih dan melatih cara mengontrol halusinasi yang pertama yaitu menghardik, memberikan kesempatan klien untuk mempraktekkan cara yang telah diajarkan, memberikan pujian jika

berhasil, menganjurkan untuk memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian. Kekuatan penulis dalam pencapaian tujuan khusus, pertama, kedua dan ketiga adalah penulis telah mempersiapkan strategi pelaksaan sebagai acuan dalam melakukan implementasi keperawatan serta Tn. S mau berinteraksi dengan penulis dan bersedia mengutarakan masalah yang di hadapinya. Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawtan pada klien, evaluasi dilakukan secara terus menerus pada respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan (Direja, 2011). Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan S.O.A.P, evaluasi pada hari terakhir pada tanggal 6 April 2012 didapatkan data sebagai berikut: Data subyektif Tn.S mengatakan perasaannya tenang, Tn. S mengatakan masih ingat cara menghardik dan sudah mempraktekkannya, Tn. S mau mempraktekkan cara mengontrol halusinasi dengan cara yang kedua bercakap cakap dengan orang lain. Data obyektif, Tn.S mampu mempraktekkan cara mengontrol halusinasi dengan cara kedua bercakap cakap dengan orang lain, klien bercakap cakap dengan temannya. Asessment, Tn. S mampu menyebutkan dua cara mengontrol halusinasi yang telah diajarkan oleh penulis (menghardik dan bercakap cakap dengan orang lain). Planning perawat: Evaluasi SP2 (kemampuan klien

dalam mengontrol halusinasi dengan bercakap cakap, lanjutkan SP 3 dengan cara melaksanakan kegiatan harian Tn. S. Planning klien: anjurkan Tn. S mengenal dan mempraktekkan cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik dan bercakap cakap serta memasukkan kedalam jadwal harian. B. Simpulan Berdasarkan studi kasus asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan keamanan dan keselamatan pada Tn. S dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi yang telah penlis lakukan. Maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Pada kasus Tn. S data yang mendukung penulis menegakkan diagnosa Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran yaitu, Data subyektif, Tn.S mengatakan mendengar suara perempuan yang menyuruhnya pergi pada waktu pagi, siang dan malam dengan frekuensi sebentar, suara itu muncul saat Tn. S diam dan menyendiri, respon Tn. S pada saat mengalami halusinasi itu muncul merasa terganggu dan pengen suara itu hilang. Data obyektif, Tn.S tampak tenang, ada kontak mata, bicara sendiri dan kadang tersenyum sendiri. 2. Rencana tindakan keperawatan yang dilakukan penulis untuk Tn. S TUK 1: Tn. S dapat membina hubungan saling percaya. TUK 2: Tn. S dapat mengenali halusinasinya.

TUK 3: Tn. S dapat mengontrol halusinasinya. TUK 4: Tn. S dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya. TUK 5: Tn. S dapat memanfaatkan obat dengan baik. 3. Implementasi keperawatan untuk diagnosa gangguan persepsi sensori: halusinasi yang dilakukan penulis membina hubungan saling percaya dengan klien, mengidentifikasi jenis halusinasi klien, mengidentifikasi frekuensi halusinasi yang dialami klien, mengidentifikasi respon klien, mengajarkan dan melatih cara pertama mengontrol halusinasi dengan menghardik, berbincang bincang dengan orang lain dengan memasukkan dalam jadwal kegiatan harian. 4. Evaluasi keperawatan penulis lakukan pada akhir pertemuan, adapun hasil evaluasi yang penulis dapatkan adalah Tn.S mengatakan senang berkenalan dengan penulis, Tn.S mengatakan masih mendengar suara perempuan yang menyuruhnya pergi, Tn S mengatakan pergi pergi sambil menutup mata, pada waktu pagi, siang dan malam dengan frekuensi sebentar, suara itu muncul saat Tn. S diam dan menyendiri, respon Tn. S pada saat mengalami halusinasi itu muncul merasa terganggu dan pengen suara itu hilang. Data obyektif, Tn.S dapat mempraktekkan cara mengontrol halusinasi. Berdasarkan data diatas dapat dianalisa Tn. S mampu mempraktekkan cara mengontrol halusinasi yang pertama dengan

cara menghardik, secara mandiri. Sehingga planningnya bagi perawat adalah: evaluasi cara (mengahardik) lanjutkan (cara mengontrol halusinasi yang kedua bercakap cakap dengan orang lain), penulis mendelegasikan kepada perawat ruangan untuk memvalidasi cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik dan melanjutkan mengontrol halusinasi dengan cara bercakap cakap dengan orang lain yaitu, bagi perawat, mengevaluasi mengontrol halusinasi, melatih pasian mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap cakap dengan orang lain, menganjurkan pasien memasukkan dalam kegiatan harian. Sedangkan bagi klien, validasi cara (menghardik), lanjut (cara mengontrol halusinasi yang kedua bercakap cakap dengan orang lain, anjurkan klien memasukkan kejadwal harian. C. Saran 1. Bagi institusi a. Menambah referensi buku tentang masalah keperawatan jiwa khususnya pada masalah gangguan persepsi sensori: halusinasi. b. Memberikan informasi kepada mahasiswa mengenai adanya perumusan diagnose tunggal khususnya pada asuhan keperawatan jiwa gangguan persepsi sensori: halusinasi.

2. Bagi perawat a. Meningkatkan kemampuan dan kualitas dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien khususnya pada masalah gangguan persepsi sensori: halusinasi. b. Melakukan asuhan keperawatan sesuai dengan rencana tindakan keperawatan sesuai dengan SOP (Standart Operasional Prosedure) yang ditetapkan. 3. Bagi rumah sakit a. Meningkatkan mutu dalam memberikan pelayanan keperawatan khususnya pada klien dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi. b. Memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan SOP dan lanjutkan dengan SOAP pada klien khususnya dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi. 4. Bagi klien dan keluarga a. Klien diharapkan mengikuti program terapi yang telah direncanakan oleh dokter dan perawat untuk mempercepat proses kesembuhan klien. b. Keluarga diharapkan mampu memberikan dukungan pada klien dalam mengontrol halusinasi baik di rumah sakit maupun di rumah.