BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
A. Latar Belakang Masalah

PANDUAN PELAYANAN RESUSITASI RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA BAB I

PENDAHULUAN. RJP. Orang awam dan orang terlatih dalam bidang kesehatanpun dapat. melakukan tindakan RJP (Kaliammah, 2013 ).

BAB I PENDAHULUAN. akan mengalami penurunan toleransi terhadap aktivitas fisik, penurunan kualitas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Dinamika Kesehatan, Vol. 8 No. 1, Juli 2017 Khalilati, et. al., hubungan tingkat pengetahuan..

BAB I PENDAHULUAN. yang telah ataupun belum terdiagnosis penyakit jantung (AHA, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Angka kematian akibat penyakit kardiovaskular sebanyak 17,3 juta

KEPUTUSAN DIREKTUR RS ROYAL PROGRESS NOMOR /2007 TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN INSTALASI GAWAT DARURAT DIREKTUR RUMAH SAKIT ROYAL PROGRESS

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PROGRAM TRAUMA CENTER

BAB I PENDAHULUAN. kendaraan bermotor di seluruh dunia pada tahun 2013 mencapai 1,2 juta jiwa dan

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR Nomor:000/SK/RSMH/I/2016

BAB 4 STUDI KASUS 4.1 Kasus Posisi Uni versitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dari orang per tahun. 1 dari setiap 18 kematian disebabkan oleh stroke. Rata-rata, setiap

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG WAJIB KERJA DOKTER SPESIALIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA RUMAH SAKIT TK. II dr. SOEPRAOEN NOMOR : / / /2014 TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN INSTALASI GAWAT DARURAT

2017, No Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072); 4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (Lem

BAB I PENDAHULUAN. Pasien yang masuk ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit tentunya

Medical Emergency Response Plan (MERP) / Tanggap Darurat Medis (TDM)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi kegawatdaruratan dapat terjadi dimana saja, kapan saja dan sudah menjadi

2017, No Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tingg

BAB I PENDAHULUAN. aktif dalam mewujudkan derajat kesehatanyang optimal, dalam hal bidang

PROPOSAL

BAB I PENDAHULUAN. (dipengaruhi oleh susunan saraf otonom) (Syaifuddin, 2006). Pembuluh

BAB 1 PENDAHULUAN. Keadaan Gawat Darurat bisa terjadi kapan saja, siapa saja dan dimana saja.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

Perbedaan puskesmas dan klinik PUSKESMAS

PEMERINTAH KABUPATEN MALINAU DINAS KESEHATAN KABUPATEN MALINAU PUSKESMAS MALINAU KOTA

BAB 1 PENDAHULUAN. paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pencegahan

BAB I PENDAHULUAN. Negara tertinggi kasus kecelakaan Indonesia setelah India ( WHO, 2012). Hasil

BAB IV KRSIMPULAN, BATASAN DAN ANGGAPAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menentukan waktu tanggap di sebuah Rumah Sakit. Faktor-faktor tersebut

K E P U T U S A N MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 557/MENKES/SK/VII/2006 TENTANG PEDOMAN PEREKRUTAN PETUGAS KESEHATAN HAJI INDONESIA

TRANSFER PASIEN KE RUMAH SAKIT LAIN UNTUK PINDAH PERAWATAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery

REKOMENDASI RJP AHA 2015

BAB I PENDAHULUAN. data statistik yang menyebutkan bahwa di Amerika serangan jantung. oleh penyakit jantung koroner. (WHO, 2011).

BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP)

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. SL, Cotran RS, Kumar V, 2007 dalam Pratiwi, 2012). Infark miokard

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular dan penyakit kronis. Salah satu penyakit tidak menular

BAB I PENDAHULUAN. Menurut American Heart Association (2015), Penyakit Jantung Bawaan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan World Health Organitation (WHO), di tahun 2008 tercatat

RSUD KOTA DUMAI PELAYANAN GAWAT DARURAT

WALIKOTA BANJARBARU PERATURAN WALIKOTA BANJARBARU NOMOR 48 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang lebih dari delapan dekade terakhir. Hipertensi merupakan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Metode Penelitian. Penelitian ini menggunakan metode penelitian non eksperimental dan

Stroke merupakan penyebab kematian ketiga terbanyak di Amerika Serikat. Pada 2002, stroke membunuh sekitar orang. Jumlah tersebut setara

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dan kapan saja (Muttaqin, 2008). Corwin (2009) menyatakan dalam Buku Saku

NOMOR : 3 TAHUN : 2001 SERI : D NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II ACEH UTARA NOMOR 3 TAHUN 1997 T E N T A N G

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara

BAB I PENDAHULUAN. dua di dunia. Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia dan semakin

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) adalah gangguan fungsi jantung dimana otot

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. jaringannya (DinKes Jawa Timur, 2013). Instalasi Gawat Darurat sebagai gerbang

PERSYARATAN REKRUTMEN PETUGAS KESEHATAN HAJI 1431 H / 2010 M

BAB I PENDAHULUAN. adanya mutu pelayanan prima rumah sakit. Mutu rumah sakit sangat dipengaruhi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di

Adult Basic Life Support

BAB I PENDAHULUAN. dimungkinkan dengan adanya peningkatan prevalensi penyakit kardiovaskuler

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG KLINIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN MALINAU

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi dan malnutrisi, pada saat ini didominasi oleh

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan terdapat 7,5 juta kematian atau sekitar 12,8% dari seluruh total

BAB 1. mempengaruhi jutaan orang di dunia karena sebagai silent killer. Menurut. WHO (World Health Organization) tahun 2013 penyakit kardiovaskular

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.693,2012

BAB I PENDAHULUAN. bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I LATAR BELAKANG

2015 RUMAH SAKIT KHUSUS JANTUNG KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Rumah

METODE CARDIO PULMONARY RESUSCITATION UNTUK MENINGKATKAN SURVIVAL RATES PASIEN POST CARDIAC ARREST. Ifa Roifah STIKes Bina Sehat PPNI Mojokerto

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lakukan untuk mempertahankan kondisi jiwa seseorang pada saat mengalami

PROGRAM ORIENTASI TENAGA BARU KEPERAWATAN DI UNIT KEPERAWATAN RSKB RAWAMANGUN

BAB 1 PENDAHULUAN. Premier Jatinegara, Sukono Djojoatmodjo menyatakan masalah stroke

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan aktivitasnya sehari-hari (Noor, 2001). World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang. menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan terpotongnya suplai oksigen dan nutrisi yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan adalah hipertensi. Hipertensi adalah keadaan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. serta ketidakpastian situasi sosial politik membuat gangguan jiwa menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terabaikan oleh lembaga pemerintahan. Menurut undang-undang no 22 tahun 2009

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA Tn. A DENGAN MASALAH UTAMA KARDIOVASKULER : HIPERTENSI KHUSUSNYA NY. S DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GROGOL SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. menurun sedikit pada kelompok umur 75 tahun (Riskesdas, 2013). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular (World Health Organization, 2010). Menurut AHA (American

B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian E. Keaslian Penelitian

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kasus henti jantung merupakan penyebab kematian utama yang banyak ditemukan di masyarakat sampai saat ini baik itu di negara maju ataupun negara berkembang seperti Indonesia. [1] Sebanyak 60% kematian pada penderita dewasa yang mengalami penyakit jantung koroner disebabkan oleh henti jantung. [1] Kasus henti jantung jika tidak mendapatkan penanganan yang baik dari tenaga medis dapat mengakibatkan kematian. [2] Di berbagai belahan dunia, prevalensi kasus cardiac arrest cukup tinggi. Di Amerika dan Kanada angka kejadian cardiac arrest mencapai 350.000 kasus per-tahun. [3] Sedangkan di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi nasional penyakit jantung yaitu sebesar 7.2 %, namun angka kejadian henti jantung mendadak belum didapatkan. Sebanyak 16 propinsi mempunyai prevalensi penyakit jantung di atas prevalensi nasional salah satunya Provinsi Sumatera Barat. [4] Menurut Goldbelger (2012) lima dari 1000 pasien yang dirawat di rumah sakit di beberapa negara berkembang diperkirakan mengalami henti jantung dan kurang dari 20% dari jumlah pasien tersebut tidak mampu bertahan hingga keluar dari rumah sakit. [5] Berdasarkan data Departemen Kesehatan tahun 2006 prevalensi penderita henti jantung di Indonesia tiap tahunnya belum didapatkan data yang jelas, namun diperkirakan sekitar 10 ribu warga. Ini berarti 30 orang per hari. Dan data di ruang perawatan koroner intensif Rumah Sakit Cipto Mangunkusuma tahun 2006, menunjukkan terdapat 6,7 % pasien mengalami atrial fibrilasi, yang merupakan kelainan irama jantung yang bisa menyebabkan henti jantung. [6] Berdasarkan American Heart Association henti jantung adalah hilangnya fungsi jantung pada seseorang secara tiba-tiba yang mungkin atau yang tidak mungkin telah didiagnosis penyakit jantung. [3] Pada cardiac arrest kematian mendadak terjadi karena malfungsi dari kelistrikan jantung yang menghasilkan irama yang tidak normal, sehingga jantung tiba-tiba berhenti

bekerja. [7] Akibatnya ketika jantung berhenti berdetak, tidak akan ada aliran darah yang mengalir. Jika tidak ada aliran darah, oksigen tidak dapat dialirkan ke seluruh tubuh. Kerusakan otak mungkin terjadi jika cardiac arrest dalam empat sampai enam menit tidak ditangani. Kerusakan otak ini akan menjadi irreversible dalam delapan sampai sepuluh menit. [8] Tatalaksana atau tindakan yang dapat diberikan pada kasus henti jantung untuk dapat bertahan hidup adalah aktifkan chain of survival atau rantai kelangsungan hidup yaitu tindakan saat pertama terjadi henti jantung sampai perawatan setelah terjadi henti jantung berdasarkan American Heart Association (AHA) 2010. [3] Rantai kelangsungan hidup meliputi Basic Cardiac Life Support (BCLS) merupakan bantuan hidup jantung dasar dan Advanced Cardiovascular Life Support (ACLS) merupakan bantuan hidup jantung lanjut yang dapat diberikan pada pasien henti jantung. [11] Basic Cardiac Life Support (BCLS) akan memberikan hasil yang paling baik jika dilakukan dalam lima menit pertama saat pasien diketahui tidak sadarkan diri. Dan tatalaksana bantuan hidup jantung lanjut / Advanced Cardiac Life Support (ACLS) juga merupakan komponen penting, karena pasien henti jantung yang kembali memiliki sirkulasi spontan tetap memiliki resiko kematian yang tinggi. Kematian paling banyak terjadi dalam 24 jam pertama. Sehingga diperlukannya perawatan yang lebih lanjut dan khusus seperti obat-obat atau tatalaksana faktor penyebab henti jantung yang mendasari. Dokter jaga IGD adalah seorang dokter umum yang masih aktif maupun honorer atau volunteer yang ditetapkan oleh surat perintah kepala rumah sakit dan bertanggung jawab dalam pelayanan medis di IGD selama dan atau diluar jam kerja. [9] Dokter jaga IGD harus mempunyai STR dan SIP untuk bisa menjalankan praktik kedokteran di tempatnya bekerja. [10] Selain itu, sekarang dokter jaga IGD juga sangat dianjurkan bahkan diwajibkan untuk mengikuti pelatihan dan mempunyai sertifikat ACLS sebagai bekal untuk bertindak lebih baik di IGD. Menurut Undang-Undang Nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, setiap tenaga kesehatan yang menjalankan praktik, yang dalam ini termasuk dokter jaga IGD, berkewajiban untuk mematuhi

Standar Profesi, Standar Pelayanan Profesi, dan Standar Prosedur Operasional. Standar Profesi dan Standar Pelayanan Profesi ditetapkan oleh organisasi profesi bidang kesehatan dan disahkan oleh menteri, sedangkan Standar Prosedur Operasional ditetapkan oleh fasilitas pelayanan kesehatan. [10] Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah unit rumah sakit yang memberikan pelayanan pertama kepada pasien. Unit ini dipimpin oleh seorang dokter jaga dengan tenaga dokter ahli dan berpengalaman dalam menangani PGD (Pelayanan Gawat Darurat), yang kemudian jika dibutuhkan akan merujuk pasien kepada dokter spesialis tertentu atau rumah sakit yang di tingkat yang lebih tinggi. [12] Prosedur pelayanan di IGD merupakan kunci awal pelayanan petugas rumah sakit dalam melayani pasien. Kualitas pelayanan ditentukan oleh baik atau tidaknya sikap, tanggung jawab dan kesigapan petugas dalam memberikan pelayanan kepada pasien. [13] Oleh karena itu sangat penting untuk meningkatkan kemampuan dokter terutama dokter jaga IGD dalam penanganan cardiac arrest yang salah satunya meliputi pengetahuan dalam penatalaksanaan henti jantung di Rumah Sakit. Rumah Sakit Tipe C merupakan sarana pelayanan kesehatan umum tingkat kabupaten/kota yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis 4 (empat) spesialistik dasar dan 4 (empat) spesialistik penunjang. [14] Keempat pelayanan medis spesialistik dasar ini meliputi Ilmu Penyakit Dalam, Ilmu Kesehatan Anak, Bedah, serta Obstetri dan Ginekologi. [15] Sehingga penulis berasumsi bahwa perlunya pengetahuan yang tepat dalam penanganan kasus ini oleh dokter jaga IGD di Rumah Sakit tersebut dikarenakan tidak adanya spesialistik kardiovaskular dalam pelayanan spesialistik dasar yang dimiliki rumah sakit tipe C ini. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti merumuskan beberapa masalah, antara lain : 1.2.1 Bagaimana karakteristik dokter jaga IGD di Rumah Sakit tipe C se- Sumatera Barat (jenis kelamin, usia, lama kerja di IGD, asal

perguruan tnggi, dan keikutsertaan dalam pelatihan ACLS (Advanced Cardiac Life Support) serta masa berlaku sertifikatnya)? 1.2.2 Bagaimana hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi (usia, lama kerja di IGD, asal perguruan tinggi, dan keikutsertaan dalam pelatihan ACLS (Advanced Cardiac Life Support) dan masa berlaku sertifikatnya) dengan tingkat pengetahuan dokter jaga IGD tentang penatalaksanaan kasus henti jantung di Rumah Sakit tipe C se- Sumatera Barat? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui hubungan faktor-faktor yang berkaitan (usia, lama kerja di IGD, asal perguruan tinggi, dan keikutsertaan dalam pelatihan ACLS (Advanced Cardiac Life Support) dan masa berlaku sertifikatnya) dengan tingkat pengetahuan dokter jaga IGD tentang penatalaksanaan kasus henti jantung di Rumah Sakit tipe C di Sumatera Barat. 1.3.2 Tujuan Khusus a. Mengetahui karakteristik dokter jaga IGD di Rumah Sakit tipe C se-sumatera Barat (jenis kelamin, usia, lama kerja di IGD, asal perguruan tinggi, dan keikutsertaan dalam pelatihan ACLS (Advanced Cardiac Life Support) serta masa berlaku sertifikatnya). b. Mengetahui hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi (usia, lama kerja di IGD, asal perguruan tinggi, dan keikutsertaan dalam pelatihan ACLS (Advanced Cardiac Life Support) serta masa berlaku sertifikatnya) dengan tingkat pengetahuan dokter jaga IGD tentang penatalaksanaan kasus henti jantung di Rumah Sakit tipe C se- Sumatera Barat.

1.4 Manfaat penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Untuk memberikan data ilmiah tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan dokter jaga IGD mengenai penatalaksanaan kasus henti jantung di Rumah Sakit tipe C se-sumatera Barat. 1.4.2 Manfaat Praktis 1.4.2.1 Akademik Manfaat akademik bagi peneliti adalah untuk mendapatkan gelar sarjana kedokteran. 1.4.2.2 Instansi Manfaat bagi Rumah Sakit adalah mendapatkan informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan dokter jaga IGD tentang penatalaksanaan kasus henti jantung. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi dalam meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit terutama dalam penanganan kasus henti jantung. 1.4.2.3 Profesi Manfaat bagi profesi dokter terutama dokter jaga IGD adalah untuk mendapatkan faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan dokter jaga IGD tentang penatalaksanaan kasus henti jantung yang dapat berdampak pada tindakan dokter jaga dalam memberikan pertolongan sehingga dapat menjadi acuan untuk lebih meningkatkan kualitasnya dalam penanganan kasus henti jantung.