BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai social asset dan capital asset.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. tanah, padahal luas wilayah negara adalah tetap atau terbatas 1.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pilar-pilar utama dalam penegakan supremasi hukum dan atau. memberikan pelayanan bagi masyarakat dalam bidang hukum untuk

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dalam pelaksanaan administrasi pertanahan data pendaftaran tanah yang

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peranan tanah dalam rangka pembangunan bagi pemenuhan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan jasa notaris, telah dibentuk Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Negara Indonesia adalah negara hukum. Semua Warga Negara

BAB I PENDAHULUAN. Akta Tanah (PPAT) yang berlaku saat ini adalah Peraturan Pemerintah (PP)

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah permukaan bumi yang dalam penggunaannya meliputi juga

BAB I PENDAHULUAN. menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia. tersebut. Sebagai salah satu contoh, dalam hal kepemilikan tanah

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan

BAB I PENDAHULUAN. untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada warga. organ pemerintah yang melaksanakan tugas dan kewenangannya agar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah negara hukum, pernyataan tersebut diatur

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

KEWENANGAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DALAM MEMBUAT AKTA JUAL BELI TANAH BESERTA AKIBAT HUKUMNYA 1 Oleh : Addien Iftitah 2

BAB I PENDAHULUAN. mengatur hidup manusia dalam bermasyarakat. Didalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana

BAB I PENDAHULUAN. maupun hukum tidak tertulis. Hukum yang diberlakukan selanjutnya akan

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Landasan hukum terhadap eksistensi atau keberadaan Pejabat Pembuat

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13.

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam arti hukum, tanah memiliki peranan yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peranan hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat sudah dikenal

BAB I PENDAHULUAN. hukum. Tulisan tersebut dapat dibedakan antara surat otentik dan surat dibawah

BAB I PENDAHULUAN. profesional yang tergabung dalam komunitas tersebut menanggung amanah. yang berat atas kepercayaan yang diembankan kepadanya.

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan akta pemberian hak tanggungan atas tanah. 3 Dalam pengelolaan bidang

BAB I PENDAHULUAN. yang mendasar, karena hampir sebagian besar aktivitas dari kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. jaminan akan kepastian hukum terhadap perbuatan dan tindakan sehari-hari,

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. 2009, hlm Penjelasan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. sosial, tidak akan lepas dari apa yang dinamakan dengan tanggung jawab.

BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 ayat (3). Hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan

BAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang

BAB I PENDAHULUAN. jabatannya, Notaris berpegang teguh dan menjunjung tinggi martabat

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam. kerjasama yang mengikat antara dua individu atau lebih.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. hukum dengan cita-cita sosial dan pandangan etis masyarakatnya. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang berlandaskan Pancasila. Negara Indonesia adalah negara hukum,

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB I PENDAHULUAN. tersebut juga termasuk mengatur hal-hal yang diantaranya hubungan antar

BAB I PENDAHULUAN. untuk membuat akta otentik dan akta lainnya sesuai dengan undangundang

BAB III PENUTUP. 62 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan strategi pembangunan hukum nasional. Profesionalitas dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kegiatannya untuk memenuhi kehidupan sehari-hari tidak

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana pencurian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

BAB I PENDAHULUAN. bukti dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981

FUNGSI MAHKAMAH AGUNG DALAM MENERIMA PENINJAUAN KEMBALI SUATU PERKARA PIDANA 1 Oleh: Eunike Lumi 2

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Notaris sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) disebutkan bahwa y

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan, pertama-tama memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu

BAB I PENDAHULUAN. hukum diungkapkan dengan sebuah asas hukum yang sangat terkenal dalam ilmu

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta

BAB I PENDAHULUAN. hukum menjamin adanya kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia adalah negara bardasarkan hukum bukan

BAB I PENDAHULUAN. seperti jual beli, hibah, dan lain-lain yang menyebabkan adanya peralihan hak milik

BAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 15 Januari Dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 30

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang untuk

BAB I PENDAHULUAN. termasuk bidang hukum, mengingat urgensi yang tidak bisa dilepaskan. melegalkan perubahan-perubahan yang terjadi.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

B A B V P E N U T U P

BAB I PENDAHULUAN. bersamaan dengan berkembangnya perekonomian di Indonesia. Hal ini tentu saja

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris;

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk, sementara disisi lain luas tanah tidak bertambah. mendapatkan kepastian hukum atas tanah yang dimilikinya.

BAB I PENDAHULUAN. tertulis untuk berbagai kegiatan ekonomi dan sosial di masyarakat. Notaris

URGENSI PENETAPAN LIMITASI WAKTU PEMERIKSAAN KESESUAIAN SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH DI KANTOR PERTANAHAN SEBELUM PEMBUATAN AKTA OLEH PPAT

Lex Administratum, Vol. V/No. 6/Ags/2017

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan masyarakat yang berpengaruh terhadap kehidupan sosial

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah mempunyai arti penting dalam kehidupan manusia karena mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai social asset dan capital asset. Sebagai social asset tanah merupakan sarana pengikat kesatuan sosial di kalangan masyarakat Indonesia untuk hidup dan kehidupan, sedangkan sebagai capital asset tanah merupakan faktor modal dalam pembangunan. 1 Kepastian dan perlindungan hukum sangat diperlukan bagi pihak yang telah memiliki, mengelola tanah, agar tanah tersebut dapat diperjualbelikan. Kepastian dan perlindungan hukum akan pertanahan di Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 2 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang mulai berlaku sejak tanggal 24 September 1960 (untuk selanjutnya disebut UUPA). Hadirnya UUPA harapannya dapat memberikan jaminan kepastian hukum bagi masyarakat di Indonesia. Pemberi jaminan kepastian hukum pada bidang pertanahan mempersyaratkan sebagai berikut: 3 1. Tersedianya perangkat hukum tertulis, yang lengkap dan jelas serta dilaksanakan secara konsisten. 2. Penyelenggaraan pendaftaran tanah yang efektif, seperti ditegaskan dalam 1 Supriadi, 2010, Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta, hlm 3. 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Lembaran Negera Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 164 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043. 3 Boedi Harsono, 2008, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang- Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, hlm 69. 1

Pasal 19 ayat (1) UUPA. Penyelenggaraan pendaftaran tanah bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum dan pemberian jaminan kepastian hukum dalam bidang pertanahan khususnya bagi pemegang Hak Atas Tanah. 4 Kegiatan penyelenggaraan pendaftaran tanah erat kaitannya dengan keberadaan Pejabat Pembuat Akta Tanah (untuk selanjutnya disebut PPAT). Hal tersebut berdasarkan pada Peraturan Pemerintah (untuk selanjutnya disebut PP) Nomor 24 Tahun 1997 5 Pasal 5, bahwa pendaftaran tanah diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional (untuk selanjutnya disebut BPN), dan penjelasan lebih lanjut termuat dalam Pasal 6 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997, yang menyebutkan bahwa : Dalam melaksanakan pendaftaran tanah, Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh PPAT dan Pejabat Lain yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu menurut PP ini dan Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan. Pejabat Akta Tanah menurut PP Nomor 24 Tahun 2016 tentang perubahan PP Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) diatur dalam Pasal 1 angka ke 1, menyatakan bahwa : Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT, adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. 4 Irawan Soerodjo, 2003, Kepastian Hukum Pendaftaran Hak Atas Tanah di Indonesia, Arkola, Surabaya, hlm 28. 5 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 59 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3696. 2

Betapa pentingnya peran serta PPAT bagi Negara dan merupakan penilaian yang strategis terhadap tugas yang dibebankan kepada para PPAT. Berbagai perbuatan hukum mengenai tanah harus dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT berdasarkan pada PP Nomor 24 Tahun 2016 tentang Perubahan PP Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan PPAT Pasal 2 angka 2 yaitu : 1. Jual Beli; 2. Tukar menukar; 3. Hibah; 4. Pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng); 5. Pembagian hak bersama; 6. Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Milik; 7. Pemberian Hak Tanggungan; 8. Pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan; Seorang PPAT berhak memutuskan untuk mengabulkan atau menolak permintaan para pihak dalam pembuatan akta tanah yang di inginkan para pihak. Sebagai pejabat umum yaitu PPAT dituntut bertanggung jawab terhadap akta yang dibuatnya. Jika akta yang dibuatnya mengandung cacat hukum dan ini terjadi karena kesalahan PPAT, baik karena kesengajaan maupun lalai maka akan menimbulkan pertanggung jawaban. Akta PPAT merupakan akta otentik yang pada hakekatnya memuat kebenaran formil dan materil. PPAT berkewajiban untuk membuat akta sebagaimana ketentuan yang telah ditetapkan, serta sebelum proses 3

pembuatan akta PPAT mempunyai kewajiban untuk melakukan pengecekan sertifikat suatu bidang hak atas tanah di kantor pertanahan.ppat mempunyai kewajiban untuk membacakan akta sehingga isi akta dapat dimengerti oleh para pihak. Selain itu PPAT juga harus menghadirkan para pihak dan saksi dalam pembuatan akta-akta PPAT. Berdasarkan ketentuan Pasal 38 PP nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah berbunyi : (1) Pembuatan akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dihadiri oleh para pihak yang melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan dan disaksikan oleh sekurang kurangnya 2 (dua) orang saksi yang memenuhi syarat untuk bertindak sebagai saksi dalam perbuatan hukum itu. (2) Bentuk, isi dan cara pembuatan akta-akta PPAT diatur oleh Menteri. Jenis dan bentuk akta yang dapat dibuat oleh PPAT dapat dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal 95 Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Nomor 3 Tahun 1997 6 tentang Ketentuan PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. PPAT juga harus memberikan akses terhadap informasi,termasuk akses terhadap Peraturan Perundang-undangan yang terkait bagi para pihak yang menandatangani akta. oleh karena itu para pihak dapat menentukan dengan bebas untuk menyetujui isi akta PPAT yang akan ditandatanganinya. 7 Selain itu PPAT mempunyai kewenangan untuk menolak membuat akta dapat dijelaskan lebih lanjut termuat dalam Pasal 39 PP Nomor 24 Tahun 1997 6 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. 7 Adjie, Habib, 2012, Bernas-Bernas Pemikiran Di Bidang Notaris Dan PPAT, MandarMaju, Bandung, hlm 5 4

tentang Pendaftaran tanah. Sebagai pejabat publik, tugas dan wewenang yang diberikan oleh Negara harus dilaksanakan oleh PPAT dengan sebaik-baiknya dan setepattepatnya. Kekeliruan dan penyalahgunaan yang dilakukan oleh PPAT dapat menimbulkan terganggunya kepastian hukum seperti tidak jelasnya status akta, kedudukan akta yang akan bermasalah, dan kerugian-kerugian lainnya. Kewajiban PPAT yang satu ini harus dipenuhi berkaitan dengan pendaftaran tanah yaitu pada pasal 40 PP nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah berbunyi : (1) Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal ditandatangani akta yang bersangkutan, PPAT wajib menyampaikan akta yang dibuatnya berikut dokumen-dokumen yang bersangkutan kepada Kantor Pertanahan untuk didaftar. (2) PPAT wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis mengenai telah disampaikannya akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada para pihak yang bersangkutan. Sanksi bagi PPAT yang melanggar pasal 38, pasal 39 dan 40 dalam PP nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah akan dikenakan tindakan administratif berupa teguran tertulis sampai pemberhentian dari jabatannya sebagai PPAT, ketentuan ini berdasarkan Pasal 62 yang berbunyi : PPAT yang dalam melaksanakan tugasnya mengabaikan ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, Pasal 39 dan Pasal 40 serta ketentuan dan petunjuk yang diberikan oleh Menteri atau Pejabat yang ditunjuk dikenakan tindakan administratif berupa teguran tertulis sampai pemberhentian dari jabatannya sebagai PPAT, dengan tidak mengurangi kemungkinan dituntut ganti kerugian oleh pihak-pihak yang menderita kerugian yang diakibatkan oleh diabaikannya ketentuan-ketentuan tersebut. Profesi PPAT tak luput dari permasalahan, baik permasalahan yang 5

timbul antara para pihak yang menginginkan pembuatan akta tanah tersebut, pihak ketiga yang merasa dirugikan dengan adanya pembuatan akta tanah, ataupun permasalahan yang timbul kerena kelalaian PPAT berkaitan dengan proses pembuatan suatu akta. Permasalahan tersebut sering kali tidak dapat diselesaikan melalui musyawarah tetapi penyelesaian masalah di pengadilan. Baik dalam proses pidana, proses perdata dan administrasi negara dapat dilakukan di pengadilan setempat. Berbagai kasus pidana yang mnjadikan PPAT sebagai saksi yang kemudian status saksi itu juga yang mengantarkannya menjadi tersangka dan terpidana menimbulkan polemik yang cukup menarik untuk dikaji secara komprehensif agar terjadi pemahaman secara utuh bahwa antara peraturan yang mengatur PPAT dengan Hukum Pidana adalah sebuah sistem yang tidak terpisahkan. 8 Dalam proses peradilan pidana yang dicari adalah kebenaran materiil sehingga melalui peradilan pidana akan terungkap apakah PPAT ikut terlibat sebagai pelaku utama, ikut secara bersama-sama atau malahan jadi korban ketidakjujuran dari kliennya. Akibat perkembangan masyarakat yang cepat dan perkembangan hubungan hukum bagi kepentingan hukum masyarakat, membawa pengaruh peranan PPAT menjadi sangat kompleks dan bisa sangat berbeda dengan ketentuan yang berlaku, terhadap perbedaan antara das sollen dengan das sein. Kesalahan tersebut baik disengaja maupun tidak disengaja dapat dikenai sanksi kepada 8 Nanda Narendra Putra, Pasal-Pasal Yang Menjerat Profesi Notaris dan PPAT, www.hukumonline.com, Posting pada tanggal 25 Juli 2016 6

PPAT terlebih jika terbukti PPAT tersebut melakukan kesalahan. PPAT hanya menuangkan apa yang terjadi berdasarkan keterangan para pihak bahwa akta PPAT tidak menjamin pihak-pihak atau penghadap berkata benar. Di Palembang terdapat PPAT yang dijadikan sebagai saksi maupun tersangka dalam proses peradilan pidana. Kasus pertama PPAT yang dijadikan saksi dalam perkara pemalsuan surat kuasa di bawah tangan oleh salah satu pihak untuk pembuatan akta hibah. Kasus kedua seorang yang menjabat PPAT telah menggelapkan uang orang lain dan pada akhirnya terbukti bersalah atas kasus penipuan dan di hukum penjara selama 2 tahun. Kasus ketiga PPAT menjadi saksi atas perkara pembuatan Akta Jual Beli yang ternyata penjual bukan merupakan orang yang berhak dalam melakukan perbuatan hukum jual beli. Perkara ini telah dibuktikan bahwa PPAT tidak ikut terlibat dalam penipuan yang dilakukan oleh penjual ini. Dari permasalahan yang terjadi di lapangan ini dapat dilihat dari pelaksanaan KUHAP. Bagaimana perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia dengan perlindungan terhadap kepentingan dan ketertiban masyarakat. Aparat penegak hukum dalam melakukan penegakan hukum harus menghindari perbuatan melawan hukum yang melanggar hak-hak asasi manusia dan setiap saat harus sadar dan berkewajiban untuk mempertahankan kepentingan masyarakat sejalan dengan tugas dan kewajiban menjunjung tinggi martabat manusia (human dignity) dan perlindungan individu (individual protection). 9 9 Andi Hamzah, 2008, Asas-asas Hukum Pidana, PT Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 40 7

Perlindungan hukum yang dimaksud adalah berbagai upaya hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak manapun. Selain perlindungan hukum juga terdapat beberapa asas dalam KUHAP, salah satunya adalah asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence), asas ini disebutkan dalam undangundang nomor 14 Tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman dan juga dalam penjelasan umum butir 3c KUHAP yang berbunyi 10 : Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap. Peraturan yang berkaitan dengan PPAT terjadi kekosongan hukum tentang perlindungan PPAT berkaitan dengan proses peradilan pidana, berbeda dengan notaris yang aturannya telah dibuat sebagai berikut dalam Pasal 66 Undang-undangan Nomor 2 Tahun 2014 11 tentang perubahan atas UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN) dalam Pasal 66 dengan jelas menyebutkan adanya Majelis Kehormatan Notaris yang berfungsi untuk melindungi Notaris. Sedangkan PPAT belum ada peraturan yang mengatur tentang itu. Hanya saja di dalam PP Nomor 24 Tahun 2016 tentang perubahan PP Nomor 38 Tahun 1997 tentang Peraturan Jabatan 10 Andi Hamzah, 1996, Hukum Acara Pidana Indonesia, CV Sapta Artha Jaya, Jakarta, hlm. 12 11 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 3, tambahan Lembaran Negara Nomor 5491. 8

Pejabat Pembuat Akta Tanah mengatur tentang pembelaan diri yang dapat dilakukan oleh seorang PPAT, di mana dalam Pasal 10 ayat (5) angka 6 menyebutkan : Pemberhentian PPAT karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dilakukan setelah PPAT yang bersangkutan diberi kesempatan untuk mengajukan pembelaan diri kepada Menteri. Oleh karena peraturannya tidak lengkap atau tidak jelas, maka harus mencari hukumnya, harus menemukan hukumnya dan harus melakukan penemuan hukum (rechtsvinding). Penegakan dan pelaksanaan hukum sering merupakan penemuan hukum dan tidak sekedar penerapan hukum. Penemuan hukum lazimnya diartikan sebagai proses pembentukan hukum oleh hakim atau petugas-petugas hukum lainnya yang diberi tugas melaksanakan hukum terhadap peristiwa-peristiwa hukum yang konkrit. Metode yang digunakan akan memakai metode Interprestasi penemuan hukum dengan analogi suatu peraturan perundang-undangan diterapkan terhadap suatu peristiwa tertentu yang tidak diatur dalam undang-undang tersebut, tetapi peristiwa itu mirip atau serupa dengan peristiwa yang diatur oleh undang-undang itu. 12 Paradigma yang terjadi khususnya di Kota Palembang, terjadi PPAT yang terlibat dalam proses peradilan pidana, baik sebagai saksi maupun tersangka kurang mendapat perhatian atau perlindungan hukum dari 12 Sudikno Mertokosumo, A. Pitlo, 1993, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Yogyakarta hlm 22. 9

organisasi maupun pengawas PPAT. Terkait dengan hal-hal yang telah disebutkan di atas, penulis ingin mengetahui bagaimana perlindungan hukum bagi seorang PPAT, sehingga penulis menjadi tertarik untuk memilih judul PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DALAM PROSES PERADILAN PIDANA DI KOTA PALEMBANG. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti merumuskan permasalahan-permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana proses peradilan pidana yang melibatkan PPAT menjadi saksi ataupun tersangka di Kota Palembang? 2. Bagaimana perlindungan hukum PPAT dalam proses peradilan pidana di Kota Palembang? C. Tujuan Penelitian Penulisan hukum ini bertujuan : 1. Untuk mengetahui proses peradilan pidana yang melibatkan PPAT di Kota Palembang. 2. Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi PPAT dalam proses peradilan pidana di Kota Palembang. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu hukum, pengembangan hukum pidana pada umumnya 10

tentang Proses peradilan pidana berkaitan dengan PPAT. Hasil penelitian ini juga diharapkan memberikan kontribusi pada pengembangan hukum khususnya di bidang kenotariatan yaitu mengenai perlindungan terhadap PPAT dalam proses peradilan pidana. 2. Manfaat Praktis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi berbagai pihak yang terlibat dalam perlindungan terhadap jabatan PPAT. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar bagi pihak yang berkepentingan dalam bidang kenotariatan, khususnya dalam perlindungan terhadap PPAT yang bermasalah dalam proses peradilan pidana dalam menjalankan tugas dan jabatannya.. E. Keaslihan Penulisan Berdasarkan penelusuran dan pengamatan kepustakaan di Fakultas Hukum Gadjah Mada yang dilakukan oleh penulis, penelitian ini belum pernah dilakukan sebelumnya, namun demikian penulis dalam hal ini menemukan beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian yang hendak penulis tulis, yaitu : 1. Penelitian tesis oleh Andri Setiawan dari Program studi Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada yang berjudul Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Berdasarkan Ketentuan Pasal 50 KUHP Penelitian ini mempunyai unsur judul yang sama dengan penelitian dari Peneliti, akan tetapi apabila ditinjau lebih lanjut terdapat perbedaan 11

yaitu subjek yang diteliti dan rumusan masalahnya yaitu : a. Bagaimana perlindungan hukum notaris berdasarkan Pasal 50 KUHP? b. Bagaimana bentuk pertanggung jawaban notaris terhadap proses pidana sehubungan dengan profesinya? Berdasarkan rumusan masalah tersebut, didapatkan hasil bahwa berdasarkan dari ketentuan Pasal 50 KUHP notaris dalam menjalankan jabatan sebagai pejabat umum sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-undang untuk merangkum suatu peristiwa maupun perbuatan hukum tidak dapat dipidana. Kecuali dalam menjalankan perintah jabatan tersebut seorang Notaris secara sadar melakukan penyimpangan-penyimpangan terhadap jabatan yang diembannya. 2. Penelitian tesis oleh Dita Amelia, Program studi Magister kenotariatan, Universitas Gadjah Mada yang berjudul Pertanggungjawaban Pidana PPAT Dalam Perkara Tindak Pidana Pemalsuan Akta Jual Beli Tanah. Rumusan masalah yang diajukan oleh penelitian tesis tersebut adalah sebagai berikut: a. Bagaimana bentuk keterlibatan dan tanggungjawab PPAT dalam perkara tindak pidana pemalsuan akta jual beli tanah? b. Bagaimanakah upaya PPAT dalam pencegahan terjadinya tindak pidana pemalsuan akta jual beli tanah? c. Bagaimanakah perlindungan hukum bagi PPAT dalam menjalankan tugas dan kewenangannya dalam pembuatan akta 12

jual beli tanah? Berdasarkan rumusan masalah tersebut, didapatkan hasil penelitian bahwa PPAT dikatakan terlibat dalam pemalsuan akta jual beli tanah jika megetahui dan sengaja menggunakan surat tersebut sebagai dasar pembuatan akta jual beli tanah walaupun telah melakukan upaya pengecekan di Kantor Pertanahan mengenai sertifikat tanda bukti kepemilikan hak atas tanah. Hal tersebut dapat diancam dengan sanksi pidana berdasarkan Pasal 263 KUHP. PPAT juga telah memberika edukasi kepada para pihak untuk menggunakan nilai jual obyek tanah yang tidak sesuai dengan nilai sebenarnya. Sedangkan PPAT dikatakan tidak terlibat dan tidak dapat dimitai pertanggungjawaban pidana jika telah memeriksa kelengkapan dan kesesuaian data dalam KTP, surat kuasa menjual, akta perkawinan, dan Kartu Keluarga sebelum dijadikan dasar pembuata akta ual beli tanah. 3. Penelitian tesis oleh Eboy Kiki Haga, dari Program studi Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada yang berjudul Perlindungan Hukum Bagi Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Berkaitan Dengan Akta-Akta Yang Dibuatnya Di Kota Yogyakarta. Pada penelitian ini permasalahan yang dikemukakan oleh penulisnya yaitu : a. Bagaimanakah pembinaan dan pengawasaan yang diberikan kepada PPAT? b. Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum bagi PPAT dalam menjalankan tugasnya sebagai pejabat pembuat akta tanah? 13

c. Bagaimana upaya yang dapat dilakukan oleh PPAT atas sanksi yang dijatuhkan kepadanya? Berdasarkan rumusan masalah tersebut, didapatkan hasil penelitian bahwa pembinaan dan pengawasan bagi PPAT dilakuka oleh Kantor pertanahan dan organisasi PPAT (IPPAT), namun yang dilakukan oleh IPPAT baru berupa pembinaan-pembinaan. Perlindungan hukum yang diperoleh PPAT terkait akta yang dibuatnya adalah melalui teguran atau koreksi dari Kantor Pertanahan untuk menghindari adanya permasalahan hukum terkait akta yang dibuat PPAT, sedangkan perlindungan hukum melalui IPPAT baru berupa bantuan hukum yang bersifat prefentif kepada PPAT jika terjadi permasalahan hukum namun belum memiliki landasan hukum yang kuat. Upaya hukum yang dapat dilakukan adalah dengan mengajukan keberatan kepada Kantor Pertanahan jika menerima teguran lisan. Untuk teguran tertulis belum memiliki upaya hukum, sedangkan untuk pemberhentian dengan hormat dan tidak hormat upaya hukum melalui pengajuan pembelaan diri kepada Menteri. Penelitian-penelitian tersebut berbeda dengan penelitian yang akan diadakan oleh penulis yang akan membahas tentang perlindungan hukum terhadap PPAT dalam proses peradilan pidana dalam akta yang dibuatnya serta tata cara pemanggilan PPAT dalam proses peradilan pidana. Apabila terdapat kesamaan penelitian dengan penelitian terdahulu maka penelitian ini diharapkan dapat menjadi pelengkap. 14