PERATURAN SENAT AKADEMIK

dokumen-dokumen yang mirip
UNIVERSITAS GADJAH MADA KEPUTUSAN SENAT AKADEMIK NOMOR : 07/SK/SA/2004 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB SENAT AKADEMIK

PERATURAN SENAT FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA NOMOR : 02 TAHUN 2012 TENTANG TATA TERTIB SENAT FAKULTAS

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN TATA TERTIB SENAT MAHASISWA KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS GADJAH MADA 2015 BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

KETETAPAN SENAT AKADEMIK INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG Nomor : 019/SK/K01-SA/2002 TENTANG KETENTUAN SENAT AKADEMIK INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

KEPUTUSAN SENAT AKADEMIK INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG Nomor : 10/SK/K01-SA/2009 TENTANG KETENTUAN & TATA KERJA SENAT AKADEMIK INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

AMANDEMEN PERTAMA LAMPIRAN SURAT KEPUTUSAN SENAT AKADEMIK NOMOR 019/SK/K01-SA/2002 TENTANG KETENTUAN SENAT AKADEMIK INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

Memperhatikan : Hasil Sidang Pleno Senat Akademik IPB, tanggal 23 Desember MEMUTUSKAN

RISALAH RAPAT KOMISI KELEMBAGAAN (K II) SENAT AKADEMIK INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

KEPUTUSAN SENAT UNIVERSITAS BAITURRAHMAH No. 329/F/ UNBRAH/VI/2013. Tentang

TIM KOORDINASI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR WILAYAH SUNGAI SADDANG Jl. Sekolah Guru Perawat No. 3 Makassar

KEPUTUSAN SENAT POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA NOMOR: 001/Senat/XII/2014 Tentang TATA TERTIB SENAT POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA

RISALAH RAPAT KOMISI KELEMBAGAAN (K II) SENAT AKADEMIK INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

KETETAPAN MAJELIS WALI AMANAT IPB NOMOR : 62 /MWA-IPB/2007 T E N T A N G

REKTOR UNIVERSITAS GADJAH MADA,

PERATURAN PENGURUS YAYASAN BADAN WAKAF UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS BRAWIJAYA NOMOR 47 TAHUN 2015 TENTANG KEDUDUKAN DAN SUSUNAN SENAT UNIVERSITAS BRAWIJAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH SELAKU KETUA NOMOR 63 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS DIPONEGORO NOMOR 2 TAHUN 2015

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG

K O M I S I I N F O R M A S I

PERATURAN KETUA TIM KOORDINASI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR WILAYAH SUNGAI BODRI KUTO NOMOR : 08 / TKPSDA / III / 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

SENAT AKADEMIK UNIVERSITAS INDONESIA

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT NOMOR : 070/UN8/KP/2013

BADAN PERWAKILAN DESA SIDOMULYO. KEPUTUSAN BADAN PERWAKILAN DESA SIDOMULYO NOMOR: 01/Kep.BPD/2002 TENTANG: TATA TERTIB BADAN PERWAKILAN DESA

PERATURAN SENAT INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR NOMOR : 2728/IT5.4.1/OT/2016

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURAT KEPUTUSAN Nomor : 090.SK/US-BU/P.1/II/2014 tentang ; Tata Cara Pemilihan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Dekan REKTOR UNIVERSITAS SILIWANGI

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS BRAWIJAYA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

TATA TERTIB PERSIDANGAN DAN CARA PENGAMBILAN KEPUTUSAN

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN WONOGIRI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN SENAT INSTITUT SENI INDONESIA PADANGPANJANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS WALI AMANAT UNIVERSITAS HASANUDDIN

PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN RAPAT PADA LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

IKATAN KELUARGA ALUMNI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA

ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA

Bagian Ketiga Tugas dan Wewenang Pasal 71. Bagian Ketiga Tugas dan Wewenang. Pasal 6

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 05 TAHUN 2008 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 17 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN SENAT AKADEMIK NOMOR : 41291/UN4.A/SN.07/2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SENAT AKADEMIK UNIVERSITAS HASANUDDIN

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL NOMOR 7293 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN ALUMNI STEMBAYO

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG

Lampiran I : KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN NGANJUK Nomor : 02/Kpts/KPU-Kab /2012 Tanggal : 7 Mei 2012

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DESA WATUGAJAH, KECAMATAN GEDANGSARI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

PERATURAN SENAT FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA Nomor : 21 /SK-FTP/2011 TENTANG

KEPUTUSAN KONGRES I ISKINDO NOMOR : KEP.003/KONGRES I/VI/2015 TENTANG PENGESAHAN TATA TERTIB KONGRES I ISKINDO

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

PERATURAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG TATA CARA PEMILIHAN DEKAN DAN WAKIL DEKAN. Bismillahirrahmanirrahim

UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1990 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN:

SALINAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN. NOMOR : 11/Kpts/KPU Kab /2010 TENTANG

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 04 TAHUN 2007 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG

KEPPRES 76/1993, PENGESAHAN ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA AKADEMI ILMU PENGETAHUAN INDONESIA

SENAT UNIVERSITAS PALANGKA RAYA

SENAT AKADEMIK UNIVERSITAS HASANUDDIN

PERATURAN SENAT UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN NOMOR : 17 TAHUN 2013

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2006 TENTANG STATUTA UNIVERSITAS AIRLANGGA

BUPATI BULUNGAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

UNDANG UNDANG KELUARGA BESAR MAHASISWA UNIVERSITAS LAMPUNG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN RAYA MAHASISWA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

BADAN PERWAKILAN DESA DESA PADI KECAMATAN GONDANG KABUPATEN MOJOKERTO K E P U T U S A N BADAN PERWAKILAN DESA PADI NOMOR : 01 TAHUN 2001 T E N T A N G

KEPUTUSAN REKTOR UNIVERSITAS GADJAH MADA NOMOR 81/PSK/HKTL/2004 TENTANG TATA CARA PEMILIHAN DAN PENENTUAN ANGGOTA SENAT FAKULTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 152 TAHUN 2000 (152/2000) TENTANG PENETAPAN UNIVERSITAS INDONESIA SEBAGAI BADAN HUKUM MILIK NEGARA

GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT

UNIVERSITAS AIRLANGGA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

PEMERINTAH KABUPATEN KETAPANG

KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KARANGANYAR

M E M U T U S K A N :

KETETAPAN SENAT MAHASISWA FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS DIPONEGORO NO.01 / TAP / SM FEB UNDIP / 2017 TENTANG TATA TERTIB SENAT MAHASISWA

ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI PENDIDIK DAN PENELITI BAHASA DAN SASTRA (APPI-BASTRA) BAB I PENGERTIAN UMUM

2. sar IPB; Lampiran Salinan Keputusan Senat Akademik IPB

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN1990 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P

BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN Pasal 15

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN AGAMA. Institut Agama Islam. IAIN. Organisasi. Ambon.

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TENTANG TATA BERACARA PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN KEHORMATAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

- - PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG MAJELIS KEHORMATAN KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG STATUTA UNIVERSITAS AIRLANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG

Transkripsi:

PERATURAN SENAT AKADEMIK INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PURWOKERTO 2015 i

PERATURAN SENAT AKADEMIK TIM PENYUSUN Penanggung Jawab Dr. H. A. Luthfi Hamidi, M.Ag Ketua Dr. Moh. Roqib, M.Ag Anggota Dr. Jamal, M.Ag Dr. Munjin, M.Pd.I Dr. Rohmad, M.Pd. Dr. Supriyanto Drs. Asdlori, M.Pd.I Dr. Suwito, M.Ag Dr. Hj. Naqiyah, M.Ag Toifur, S.Ag., M.Si. Editor Abdul Wachid B.S., S.S., M.Hum Penerbit Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Purwokerto Jl. Jend. A. Yani No. 40 A Purwokerto Telp. 0281-635624, Fax. 0281-636553 All Right Reserved Hak Cipta dilindungi Undang-Undang ii

KATA PENGANTAR Senat Akademik merupakan badan normatif tertinggi di IAIN Purwokerto dalam bidang akademik yang terdiri dari Rektor, Dekan Fakultas, Guru Besar yang dipilih melalui pemilihan, dan para Wakil Dosen Non-Guru Besar yang dipilih melalui pemilihan, dan unsur yang lain ditetapkan oleh Senat Akademik. Senat Akademik merupakan badan normatif tertinggi di bidang akademik dan bertanggungjawab kepada masyarakat akademik. Sesuai dengan kedudukan tersebut, Senat Akademik bertugas membuat berbagai acuan untuk penyelenggaraan dan pengembangan Satuan Akademik seperti norma, kebijakan dasar, ketentuan umum dan tolak ukur kinerja serta mengawasi pelaksanaannya. Senat Akademik juga bertugas untuk memantau dan memberikan penilaian atas kinerja Pimpinan Institut dalam bidang manajemen akademik dan memberikan hasil penilaiannya, memantau penyelenggaraan kegiatan akademik; dan secara proaktif menjaring dan memperhatikan pandangan masyarakat akademik dan masyarakat umum. Selaku penyusun, kami mohon maaf apabila dalam panduan ini ada kekurangan dan kesalahan. Atas perhatian dan kerjasama semua pihak, kami ucapkan terimakasih. Purwokerto, Oktober 2015 Penyusun iii

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i TIM PENYUSUN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... iv SK REKTOR... 1 BAB I KETENTUAN UMUM... 2 BAB II TUJUAN... 2 BAB III KEDUDUKAN SENAT AKADEMIK... 3 BAB IV SUSUNAN SENAT AKADEMIK... 4 BAB V TUGAS SENAT AKADEMIK... 4 BAB VI WEWENANG SENAT AKADEMIK... 5 BAB VII MASA JABATAN... 6 BAB VIII PEMBERHENTIAN ANGGOTA SENAT AKADEMIK... 6 BAB IX PERGANTIAN ANTAR WAKTU... 7 BAB X PERSIDANGAN... 7 BAB XI ASPIRASI DAN PENGADUAN MASYARAKAT... 14 BAB XII TATA CARA PENGAMBILAN KEPUTUSAN... 15 BAB XIII KETENTUAN PENUTUP... 18 BAB XIV PENUTUP... 19 iv

KEPUTUSAN REKTOR INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PURWOKERTO NOMOR 618 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN SENAT AKADEMIK INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PURWOKERTO TAHUN 2015 REKTOR INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PURWOKERTO Menimbang : Bahwa untuk memberikan pedoman bagi seluruh pelaksanaan kegiatan pada Institut Agama Islam Negeri Purwokerto, sekaligus sebagai alat kontrol bagi kegiatan civitas akademika Institut Agama Islam Negeri Purwokerto, maka perlu menetapkan Peraturan Senat Akademik Institut Agama Islam Negeri Purwokerto Tahun 2015. Mengingat : 1. Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003; 2. Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2012; 3. Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2009; 4. Peraturan Pemerintah RI Nomor 17 Tahun 2010; 5. Keputusan Presiden RI Nomor 139 Tahun 2014; 6. Peraturan Pemerintah RI Tahun Nomor 139 Tahun 2015; 7. Peraturan Menteri Agama RI Tahun Nomor 139 Tahun 2015; 1

8. PMA Nomor 3 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja IAIN Purwokerto. MEMUTUSKAN Menetapkan : Pertama : Peraturan Senat Akademik IAIN Purwokerto Tahun 2015. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. IAIN adalah Institut Agama Islam Negeri Purwokerto; 2. Rektor adalah Rektor IAIN Purwokerto; 3. Senat Akademik yang selanjutnya disingkat SA adalah Senat Akademik IAIN Purwokerto; 4. Dosen adalah dosen IAIN Purwokerto yang berstatus pegawai negeri sipil; 5. Sidang adalah Sidang yang diselenggarakan oleh SA. BAB II TUJUAN Pasal 2 Peraturan ini dibuat dengan tujuan memberikan pedoman pelaksanaan pemberian pertimbangan, pengawasan kebijakan, dan penetapan norma dan ketentuan akademik. 2

BAB III KEDUDUKAN SENAT AKADEMIK Pasal 3 (1) Senat Akademik merupakan unsur penyusun kebijakan yang menjalankan fungsi penetapan dan pertimbangan pelaksanaan kebijakan akademik. (2) Anggota Senat terdiri atas: a. Profesor; b. Wakil Dosen bukan Profesor dari setiap Fakultas; dan c. Rektor, Wakil Rektor, Dekan, dan Direktur sebagai anggota ex-officio. (3) Keanggotaan Senat dari Wakil Dosen bukan Profesor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan dosen tetap yang diusulkan oleh Fakultas dan tidak sedang mendapat tugas tambahan serta tidak dalam Tugas Belajar atau Izin Belajar. (4) Usulan oleh Fakultas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan ketentuan sebagai berikut: a. Anggota Senat dari unsur Dosen paling sedikit 1 (satu) orang dari setiap Fakultas; b. Jika Fakultas memiliki dosen lebih dari 36 (tiga puluh enam) orang, diwakili oleh 2 (dua) orang anggota Senat, dan selanjutnya berlaku kelipatannya; dan c. Jumlah Wakil Dosen setiap Fakultas paling banyak 3 (tiga) orang. (5) Anggota Senat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Lulusan program Doktor (S3) dengan jabatan fungsional paling rendah Lektor atau program Magister (S2) dengan jabatan fungsional paling rendah Lektor Kepala; 3

b. Telah memiliki pengalaman mengajar paling singkat 4 (empat) tahun pada bidangnya; dan memiliki komitmen dan integritas. (6) Anggota Senat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c diangkat untuk masa jabatan 4 (empat) tahun mengikuti masa jabatan Rektor dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan. BAB IV SUSUNAN SENAT AKADEMIK Pasal 4 (1) Senat Akademik terdiri dari: a. Ketua; b. Sekretaris; c. Ketua Komisi; d. Anggota. (2) Komisi terdiri dari: a. Komisi A Bidang Pendidikan dan Pengajaran; b. Komisi B Bidang Penelitian dan Inovasi; c. Komisi C Bidang Pengabdian pada Masyarakat, Kerjasama, SDM dan Alumni. BAB V TUGAS SENAT AKADEMIK Pasal 5 (1) Memberikan pertimbangan calon Rektor; (2) Memberikan pertimbangan kenaikan jabatan fungsional Dosen ke Lektor Kepala dan Profesor; 4

(3) Memberikan pertimbangan pengangkatan pertama dalam jabatan akademik dosen; (4) Menetapkan norma dan ketentuan akademik serta mengawasi penerapannya; (5) Memberikan pertimbangan/masukan kepada Rektor dalam menyusun dan/atau mengubah Rencana Pengembangan Institut atau Rencana Kerja Anggaran dalam bidang akademik; (6) Memberi pertimbangan pada Rektor terkait dengan pembukaan, penggabungan, atau penutupan Fakultas, Jurusan, dan Program Studi; (7) Mengawasi kebijakan dan pelaksanaan tridharma perguruan tinggi yang telah ditetapkan dalam Rencana Pengembangan Institut; dan (8) Mengawasi kebijakan dan pelaksanaan penjaminan mutu pendidikan. BAB VI WEWENANG SENAT AKADEMIK Pasal 6 (1) Mengadakan konsultasi dan koordinasi dengan organ Institut; (2) Meminta pejabat Institut atau warga Institut untuk memberikan keterangan tentang sesuatu hal yang perlu ditangani demi kepentingan Institut; (3) Menyampaikan hasil penyusunan dan perumusan kebijakan, norma, dan peraturan akademik kepada Rektor untuk ditetapkan; (4) Menyampaikan memorandum untuk mengingatkan Pimpinan Institut apabila SA menganggap Pimpinan Institut sungguh melanggar Peraturan Institut di bidang Akademik; 5

(5) Menyampaikan memorandum hasil penilaian atas mutu akademik unit-unit pelaksana akademik kepada Pimpinan Institut untuk ditindaklanjuti; (6) Menyampaikan hasil pembahasannya terhadap Rencana Strategis serta Rencana Kerja dan Anggaran di bidang akademik kepada Pimpinan Institut sebagai masukan. BAB VII MASA JABATAN Pasal 7 Masa jabatan SA adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan. BAB VIII PEMBERHENTIAN ANGGOTA SENAT AKADEMIK Pasal 8 (1) Keanggotaan anggota SA berakhir karena: a. Berakhir masa jabatan; b. Ditugaskan sebagai pejabat negara; c. Mendapat tugas tambahan berdasarkan keputusan Rektor kecuali Kepala Laboratorium dan Studio; d. Berhalangan tetap selama 6 (enam) bulan; e. Mengundurkan diri; f. Melanggar kode etik IAIN Purwokerto; g. Dipidana dengan pidana penjara karena melakukan tidak pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; h. Perubahan organisasi IAIN Purwokerto; i. Meninggal dunia. 6

BAB IX PERGANTIAN ANTAR WAKTU Pasal 9 (1) Keanggotaan SA yang diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 dapat dilakukan penggantian dan pengangkatan anggota SA yang baru; (2) Penagangkatan anggota SA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan anggota SA pengganti antar waktu dan dilkasanakan sesuai dengan ketentuan pasal 5, pasal 6, pasal 7 dan pasal 8 peraturan SA ini; (3) Masa jabatan anggota SA pengganti antar waktu adalah melanjutkan sisa masa jabatan anggota SA yang diberhentikan; (4) Anggota SA pengganti antar waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang meneruskan sisa masa jabatan lebih dari 2,5 (dua setengah) tahun, dihitung sebagai masa jabatan. BAB X PERSIDANGAN Pasal 10 Jenis Sidang SA adalah: a. Sidang Terbuka 1) Wisuda; 2) Dies Natalis; 3) Penganugerahan Gelar Doktor Kehormatan (H.C.); 4) Pengukuhan Jabatan Fungsional Guru Besar. b. Sidang Tertutup 1) Sidang Pleno; 2) Sidang Pimpinan SA; 3) Sidang Komisi; 4) Sidang Gabungan Komisi; 7

5) Sidang Panitia Kerja; 6) Sidang Kerja. Pasal 11 Sidang Pleno adalah Sidang anggota yang dipimpin oleh Pimpinan SA dan merupakan forum tertinggi dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan wewenang SA. Pasal 12 Sidang Pimpinan SA adalah Sidang Pimpinan yang dipimpin oleh Ketua SA. Pasal 13 Sidang Komisi adalah Sidang anggota Komisi yang dipimpin oleh pimpinan Komisi. Pasal 14 (1) Sidang Gabungan Komisi adalah Sidang bersama yang diadakan oleh lebih dari satu Komisi, dihadiri oleh anggota Komisi-Komisi yang bersangkutan dan dipimpin oleh pimpinan Sidang Gabungan Komisi. (2) Pimpinan Sidang Gabungan Komisi merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif serta mencerminkan unsur pimpinan Komisi-Komisi yang bersangkutan. (3) Pimpinan Sidang Gabungan Komisi terdiri atas seorang Ketua dan satu orang atau lebih Wakil Ketua, yang dipilih oleh anggota Komisi-Komisi yang bersangkutan dari pimpinan Komisi-Komisi tersebut, kecuali apabila Pimpinan SA menentukan lain. (4) Pembagian tugas anggota pimpinan Sidang Gabungan Komisi diatur sendiri berdasarkan tugas pimpinan Sidang Gabungan Komisi. 8

(5) Apabila dalam Sidang pimpinan dari Sidang Gabungan Komisi ada anggota pimpinan Sidang Gabungan Komisi yang berhalangan hadir, ia dapat digantikan oleh anggota pimpinan Komisi yang bersangkutan dalam Sidang Gabungan Komisi tersebut. (6) Sidang Pimpinan dari Sidang Gabungan Komisi adalah Sidang pimpinan Sidang Gabungan Komisi yang dipimpin oleh Ketua Sidang Gabungan Komisi. (7) Penggantian anggota pimpinan Sidang Gabungan Komisi dilakukan dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3). Pasal 15 Sidang Panitia Kerja adalah Sidang anggota Panitia Kerja yang dipimpin oleh pimpinan Panitia Kerja. Pasal 16 (1) Sidang Kerja adalah Sidang antara Komisi atau Gabungan Komisi dengan Pimpinan Institut, dalam hal ini Rektor atau Wakil Rektor atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mewakilinya, atas undangan Pimpinan SA, yang dipimpin oleh pimpinan Komisi, pimpinan Sidang Gabungan Komisi. (2) Undangan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan kepada Rektor atau Wakil Rektor dengan mencantumkan persoalan yang akan dibicarakan serta diberikan waktu secukupnya untuk mempelajari persoalan tersebut. Sifat Sidang Pasal 17 (1) Sidang Pleno, Sidang Komisi, Sidang Gabungan Komisi, Sidang Kerja, dan Sidang Dengar Pendapat pada dasarnya bersifat 9

tertutup, kecuali apabila Sidang yang bersangkutan atau Pimpinan SA memutuskan Sidang tersebut bersifat terbuka. (2) Sidang tertutup adalah Sidang yang hanya dihadiri oleh anggota dan undangan. (3) Sidang terbuka adalah Sidang yang dihadiri oleh anggota dan bukan anggota. Pasal 18 (1) Sidang terbuka yang sedang berlangsung dapat diusulkan untuk dinyatakan tertutup, baik oleh Ketua Sidang maupun Rektor/ Wakil Rektor yang menghadiri Sidang tersebut. (2) Apabila dipandang perlu, Sidang dapat ditunda untuk sementara guna memberi waktu kepada pimpinan Sidang maupun Rektor/ Wakil Rektor membicarakan usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Sidang yang bersangkutan memutuskan apakah usul, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disetujui atau ditolak. (4) Apabila Sidang menyetujui usul tersebut, Ketua Sidang menyatakan Sidang yang bersangkutan sebagai Sidang tertutup dan mempersilakan mereka yang bukan anggota meninggalkan ruang Sidang. Pasal 19 (1) Pembicaraan dan keputusan dalam Sidang tertutup bersifat rahasia dan tidak boleh diumumkan apabila dinyatakan secara tegas sebagai rahasia dan tidak dapat diumumkan. (2) Sifat rahasia, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), juga harus dipegang teguh oleh mereka yang mengetahui pembicaraan dalam Sidang tertutup tersebut. (3) Karena sifatnya dan/atau karena hal tertentu, baik atas usul Ketua Sidang maupun atas usul Rektor/ Wakil Rektor yang menghadiri Sidang tersebut, Sidang dapat memutuskan untuk 10

mengumumkan seluruh atau sebagian pembicaraan dalam Sidang tertutup itu. Tata Cara Sidang Pasal 20 (1) Setiap Anggota SA wajib menandatangani daftar hadir. (2) Untuk para undangan disediakan daftar hadir tersendiri. (3) Ketua Sidang membuka Sidang apabila telah hadir separuh jumlah anggota Sidang. (4) Ketua Sidang menunda pembukaan Sidang tersebut paling lama 15 (lima belas) menit apabila pada waktu yang telah ditentukan untuk membuka Sidang. (5) Ketua Sidang dapat membuka Sidang apabila pada akhir waktu penundaan, ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) belum juga terpenuhi. (6) Sidang, sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dapat mengambil keputusan apabila memenuhi kuorum (separuh lebih satu). (7) Setelah Sidang dibuka, Ketua Sidang membahas agenda Sidang yang telah ditetapkan. (8) Ketua Sidang menutup Sidang setelah semua acara yang ditetapkan selesai dibicarakan. (9) Ketua Sidang menunda penyelesaian acara tersebut untuk dibicarakan dalam Sidang berikutnya atau meneruskan penyelesaian acara tersebut atas persetujuan Sidang apabila acara yang ditetapkan untuk suatu Sidang belum terselesaikan. (10)Ketua Sidang mengemukakan pokok-pokok keputusan dan/atau kesimpulan yang dihasilkan oleh Sidang sebelum menutup Sidang. Pasal 21 Apabila Ketua SA berhalangan, Sidang dipimpin oleh Sekretaris SA,dan apabila keduanya berhalangan sidang ditunda. 11

Tata Cara Mengubah Acara Sidang Pasal 22 (1) Rektor/ Warek atau Pimpinan Komisi dapat mengajukan usul perubahan kepada Pimpinan SA mengenai acara Sidang yang telah ditetapkan, baik mengenai perubahan waktu maupun mengenai masalah baru, yang akan diagendakan untuk dibicarakan dalam Sidang Pleno. (2) Usul perubahan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan secara tertulis dengan menyebutkan waktu dan masalah yang diusulkan selambat-lambatnya 1 (satu) hari sebelum acara Sidang yang bersangkutan dilaksanakan. (3) Pimpinan SA mengajukan usul perubahan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pada saat dimulainya Sidang Pleno. (4) Apabila Sidang Pleno tidak menyetujui usul perubahan, Sidang Pleno dilaksanakan dengan acara yang telah ditetapkan sebelumnya. Pasal 23 (1) Dalam keadaan memaksa, Pimpinan SA, Rektor/ Wakil Rektor, atau Pimpinan Komisi dapat mengajukan usul perubahan tentang acara Sidang Pleno yang sedang berlangsung. (2) Sidang yang bersangkutan segera mengambil keputusan tentang usul perubahan acara tersebut. Notulen Sidang Pasal 24 (1) Setiap Sidang dicatat dan ditandatangani oleh pimpinan Sidang. (2) Notulen adalah catatan Sidang yang dibuat secara lengkap dan berisi seluruh jalannya pembicaraan yang dilakukan dalam Sidang serta dilengkapi dengan catatan tentang: a. jenis dan sifat Sidang; 12

b. hari dan tanggal Sidang; c. tempat Sidang; d. acara Sidang; e. waktu pembukaan dan penutupan Sidang; f. Pimpinan dan notulis Sidang; g. jumlah dan nama Anggota yang menandatangani daftar hadir; dan h. undangan yang hadir. (3) Yang dimaksud dengan notulis Sidang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f adalah staf sekretariat SA yang ditunjuk untuk itu. Pasal 25 Sekretaris SA menyusun notulen untuk dibagikan kepada Anggota dalam waktu yang cukup sebelum Sidang berikutnya. Pasal 26 (1) Dalam setiap Sidang Pimpinan SA, Sidang Komisi, dan Sidang Gabungan Komisi dibuat Catatan Sidang yang ditandatangani oleh Ketua dan Sekretaris Sidang yang bersangkutan. (2) Catatan Sidang adalah catatan yang memuat pokok pembicaraan, kesimpulan dan/atau keputusan yang dihasilkan dalam Sidang, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), serta dilengkapi dengan catatan tentang hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24. Undangan Dan Peninjau Pasal 27 (1) Undangan adalah: a. Mereka yang bukan Anggota, yang hadir dalam Sidang SA atas undangan Pimpinan SA; dan 13

b. Anggota yang hadir dalam Sidang alat kelengkapan lainnya atas undangan Pimpinan SA dan bukan anggota alat kelengkapan yang bersangkutan. (2) Peninjau adalah mereka yang hadir dalam Sidang SA dengan mendapatkan persetujuan dari Pimpinan SA atau pimpinan alat kelengkapan yang bersangkutan. (3) Undangan dapat berbicara dalam Sidang atas persetujuan Ketua Sidang, tetapi tidak mempunyai hak suara. (4) Peninjau tidak mempunyai hak suara dan tidak boleh menyatakan sesuatu, baik dengan perkataan maupun dengan cara lain. (5) Untuk undangan dan peninjau disediakan tempat tersendiri. (6) Undangan dan peninjau wajib menaati tata tertib Sidang dan/atau ketentuan lain yang diatur oleh SA. BAB XI ASPIRASI DAN PENGADUAN MASYARAKAT Pasal 28 SA menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan civitas akademika tentang suatu permasalahan yang berada dalam ruang lingkup tugas dan wewenang SA. Pasal 29 (1) Civitas akademika yang datang secara langsung ke SA untuk menyampaikan aspirasi dan/atau pengaduan diterima dan disalurkan oleh Ketua SA kepada Komisi. (2) Dalam menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan civitas akademika, Komisi melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4). 14

(3) Pengaturan lebih lanjut mengenai teknis penyampaian aspirasi dan pengaduan masyarakat yang disampaikan secara langsung diatur lebih lanjut oleh Sekretaris Jenderal dengan sepengetahuan Pimpinan SA. BAB XII TATA CARA PENGAMBILAN KEPUTUSAN Ketentuan Umum Pasal 30 (1) Pengambilan keputusan adalah proses penyelesaian akhir suatu masalah yang dibicarakan dalam setiap jenis Sidang SA. (2) Semua jenis Sidang SA dapat mengambil keputusan. (3) Keputusan Sidang SA, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa persetujuan atau penolakan. Pasal 31 (1) Pengambilan keputusan dalam Sidang SA pada dasarnya diusahakan sejauh mungkin dengan cara musyawarah untuk mencapai mufakat. (2) Apabila cara pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak. Pasal 32 (1) Setiap Sidang SA dapat mengambil keputusan apabila dihadiri oleh setengah plus satu jumlah anggota Sidang. (2) Apabila kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, Sidang ditunda sebanyak-banyaknya dua kali dengan tenggang waktu masing-masing tidak lebih dari 24 (dua puluh empat) jam. 15

(3) Setelah dua kali penundaan, kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum juga tercapai, cara penyelesaiannya diserahkan kepada : a. Seluruh Anggota yang hadir apabila terjadi dalam Sidang Pleno; b. Pimpinan SA apabila terjadi dalam Sidang Komisi, Sidang Gabungan Komisi; dan c. Pimpinan Sidang dengan memperhatikan pendapat Pimpinan SA apabila terjadi dalam Sidang-Sidang lainnya. Pasal 33 Setiap keputusan Sidang SA, baik berdasarkan mufakat maupun berdasarkan suara terbanyak, mengikat semua pihak yang terkait. Keputusan Berdasarkan Mufakat Pasal 34 (1) Pengambilan keputusan berdasarkan mufakat dilakukan setelah Anggota Sidang yang hadir diberikan kesempatan untuk mengemukakan pendapat serta saran, yang kemudian dipandang cukup untuk diterima oleh Sidang sebagai sumbangan pendapat dan pemikiran bagi penyelesaian masalah yang sedang dimusyawarahkan. (2) Untuk dapat mengambil keputusan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ketua Sidang atau panitia yang ditunjuk menyiapkan rancangan keputusan yang mencerminkan pendapat dalam Sidang. Pasal 35 Keputusan berdasarkan mufakat adalah sah apabila diambil dalam Sidang yang dihadiri oleh Anggota dan disetujui oleh semua yang hadir. 16

Keputusan Berdasarkan Suara Terbanyak Pasal 36 Keputusan berdasarkan suara terbanyak diambil apabila keputusan berdasarkan mufakat sudah tidak terpenuhi karena adanya pendapat sebagian Anggota Sidang yang tidak dapat dipertemukan lagi dengan pendapat anggota Sidang yang lain. Pasal 37 (1) Pengambilan keputusan berdasarkan suara terbanyak dapat dilakukan secara terbuka atau secara rahasia. (2) Pengambilan keputusan berdasarkan suara terbanyak secara terbuka dilakukan apabila menyangkut kebijakan. (3) Pengambilan keputusan berdasarkan suara terbanyak secara rahasia dilakukan apabila menyangkut orang atau masalah lain yang dipandang perlu. Pasal 38 (1) Keputusan berdasarkan suara terbanyak adalah sah apabila diambil dalam Sidang yang dihadiri oleh Anggota dan disetujui oleh lebih dari separoh plus satu jumlah Anggota yang hadir. (2) Apabila sifat masalah yang dihadapi tidak tercapai dengan satu kali pemungutan suara, Ketua Sidang mengusahakan agar diperoleh jalan keluar yang disepakati atau melaksanakan pemungutan suara secara berjenjang. (3) Pemungutan suara secara berjenjang, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan untuk memperoleh dua pilihan berdasarkan peringkat jumlah perolehan suara terbanyak. (4) Apabila telah diperoleh dua pilihan, sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemungutan suara selanjutnya dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (5) Pemberian suara secara terbuka untuk menyatakan setuju, menolak, atau tidak menyatakan pilihan (abstain) dilakukan oleh 17

anggota Sidang yang hadir dengan cara lisan, mengangkat tangan, berdiri, tertulis, atau dengan cara lain yang disepakati oleh anggota Sidang. (6) Penghitungan suara dilakukan dengan menghitung secara langsung tiap-tiap anggota Sidang. (7) Anggota yang meninggalkan sidang (walk out) dianggap telah hadir dan tidak mempengaruhi sahnya keputusan. (8) Apabila hasil pemungutan suara tidak memenuhi ketentuan, dilakukan pemungutan ulang yang pelaksanaannya ditangguhkan sampai Sidang berikutnya dengan tenggang waktu tidak lebih dari 24 (dua puluh empat) jam. (9) Apabila hasil pemungutan suara ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (8), ternyata tidak juga memenuhi ketentuan, hasilnya tidak sah. BAB XIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 39 (1) Usul perubahan Peraturan Tata Tertib SA dapat diajukan oleh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) persen jumlah Anggota. (2) Usul perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan penjelasannya, diajukan secara tertulis kepada Pimpinan SA yang disertai dengan daftar nama dan tanda tangan pengusul. (3) Usul perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan paling cepat 6 (enam) bulan terhitung sejak berlakunya Peraturan Tata Tertib ini. 18

Pasal 40 (1) Usul perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 diajukan oleh Pimpinan SA didalam Sidang Pleno untuk diambil keputusan. (2) Dalam hal usul perubahan disetujui, Sidang Pleno menyerahkannya kepada Komisi B untuk melakukan pembahasan. (3) Hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan kepada Sidang Pleno untuk diambil keputusan. BAB XIV PENUTUP Pasal 41 (1) Apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan atau kesalahan dalam Surat Keputusan ini, maka akan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya. (2) Keputusan ini berlaku sejak ditetapkan. Ditetapkan di : Purwokerto Pada Tanggal : 17 Oktober 2015 Rektor, Dr. H. A. Luthfi Hamidi, M.Ag NIP. 19670815 199203 1 003 19