BAB III LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. keras lentur bergradasi timpang yang pertama kali dikembangkan di Inggris. Hot

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

BAB III LANDASAN TEORI. perkerasan konstruksi perkerasan lentur. Jenis perkersana ini merupakan campuran

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL

Sumber: Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 (Revisi 3)

BAB III DESAIN DAN METODE PENELITIAN

sampai ke tanah dasar, sehingga beban pada tanah dasar tidak melebihi daya

BAB III LANDASAN TEORI. dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus (well graded)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH LIMBAH BAJA ( STEEL SLAG ) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR NO. ½ DAN NO.8 PADA CAMPURAN HRS-WC TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus

BAB III LANDASAN TEORI. bergradasi baik yang dicampur dengan penetration grade aspal. Kekuatan yang

PENGARUH PENGGUNAAN STEEL SLAG

3. pasir pantai (Pantai Teluk Penyu Cilacap Jawa Tengah), di Laboratorium Jalan Raya Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.4 April 2015 ( ) ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan untuk menunjang dan menggerakkan bidang bidang kehidupan

Islam Indonesia, maka dapat diketahui nilai-nilai yang berpengaruh terhadap

PENGARUH KOMBINASI SEKAM PADI DAN SEMEN SEBAGAI FILLER TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON

lapisan dan terletak di atas tanah dasar, baik berupa tanah asli maupun timbunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan yang berarti. Agar perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH SUHU DAN DURASI TERENDAMNYA PERKERASAN BERASPAL PANAS TERHADAP STABILITAS DAN KELELEHAN (FLOW)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. diperkirakan km. Pembangunan tersebut dilakukan dengan kerja paksa

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

KARAKTERISTIK MARSHALL ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

PENGARUH VARIASI RATIO FILLER-BITUMEN CONTENT PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS PONDASI GRADASI SENJANG

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. aspal keras produksi Pertamina. Hasil Pengujian aspal dapat dilihat pada Tabel 4.1

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP PERILAKU CAMPURAN BETON ASPAL

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP PERILAKU CAMPURAN BETON ASPAL

NASKAH SEMINAR INTISARI

METODOLOGI PENELITIAN

konstruksi lapisan perkerasan dimaksudkan agar tegangan yang terjadi sebagai

melalui daerah berbentuk kerucut di bawah roda yang akan mengurangi tegangan

PEMANFAATAN ABU VULKANIK GUNUNG KELUD PADA CAMPURAN ASPAL BETON

KAJIAN LABORATORIUM PENGGUNAAN MATERIAL AGREGAT BERSUMBER DARI KAKI GUNUNG SOPUTAN UNTUK CAMPURAN BERASPAL PANAS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya (Laboratorium Transportasi FT-UNG, 2013)

PERBANDINGAN PENGARUH PENGGANTIAN AGREGAT KASAR No. 1/2 dan No. 3/8 TERHADAP PARAMETER MARSHALL PADA CAMPURAN HRS-WC 1 Farid Yusuf Setyawan 2

METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1. PENDAHULUAN. Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak diantara

PENGARUH PENAMBAHAN KARET SOL PADA BETON ASPAL YANG TERENDAM AIR LAUT (204M)

BAB III LANDASAN TEORI

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Gambar 4.1. Bagan Alir Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aspal dapat digunakan sebagai wearing course, binder course, base course dan

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.12 Desember 2015 ( ) ISSN:

ANALISIS PENGGUNAAN BATU BARA MUDA SEBAGAI BAHAN PENGGANTI BATU GRANIT UNTUK PERKERASAN JALAN PADA CAMPURAN ASPAL AC-BC

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. penetrasi, uji titik nyala, berat jenis, daktilitas dan titik lembek. Tabel 4.1 Hasil uji berat jenis Aspal pen 60/70

PENGARUH VARIASI KANDUNGAN BAHAN PENGISI TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON-LAPIS ANTARA BERGRADASI HALUS

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan pokok dalam kegiatan masyarakat sehari-hari. Kegiatan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat

PENGARUH KEPIPIHAN DAN KELONJONGAN AGREGAT TERHADAP PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA ABSTRAK

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR

PENGARUH PENGGUNAAN AGREGAT HALUS (PASIR BESI) PASUR BLITAR TERHADAP KINERJA HOT ROLLED SHEET (HRS) Rifan Yuniartanto, S.T.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

PENGARUH PENGGUNAAN MINYAK PELUMAS BEKAS PADA BETON ASPAL YANG TERENDAM AIR LAUT DAN AIR HUJAN

KINERJA CAMPURAN SPLIT MASTIC ASPHALT SEBAGAI LAPISAN WEARING COURSE (WC)

BATU KAPUR BATURAJA SEBAGAI FILLER PADA LAPIS ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) CAMPURAN PANAS. Hamdi Arfan Hasan Sudarmadji

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. dengan variasi sekam padi dan semen sebagai filler, dapat disimpulkan sebagai

Jurnal Sipil Statik Vol.5 No.1 Februari 2017 (1-10) ISSN:

Alik Ansyori Alamsyah Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Malang

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. mengizinkan terjadinya deformasi vertikal akibat beban lalu lintas yang terjadi.

ANALISIS ITS (INDIRECT TENSILE STRENGTH) CAMPURAN AC (ASPHALT CONCRETE) YANG DIPADATKAN DENGAN APRS (ALAT PEMADAT ROLLER SLAB) Naskah Publikasi

METODOLOGI PENELITIAN. untuk campuran lapis aspal beton Asphalt Concrete Binder Course (AC-

PENGARUH PERUBAHAN RASIO ANTARA FILLER DENGAN BITUMEN EFEKTIF TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LASTON JENIS LAPIS AUS

EFEK PEMAKAIAN PASIR LAUT SEBAGAI AGREGAT HALUS PADA CAMPURAN ASPAL PANAS (AC-BC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL

BAB I PENDAHULUAN. agregat, dan agregat berperan sebagai tulangan. Sifat-sifat mekanis aspal dalam

BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang memiliki peranan yang

KAJIAN KINERJA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS ASPAL BETON SEBAGAI LAPIS AUS BERGRADASI KASAR DAN HALUS

VARIASI AGREGAT LONJONG PADA AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) I Made Agus Ariawan 1 1

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

PENGARUH KEPADATAN MUTLAK TERHADAP KEKUATAN CAMPURAN ASPAL PADA LAPISAN PERMUKAAN HRS-WC

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Agus Fanani Setya Budi 1, Ferdinan Nikson Liem 2, Koilal Alokabel 3, Fanny Toelle 4

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat. Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1.

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1.a. Bagan Alir Penelitian

KAJIAN PROPERTIES DARI AGREGAT BATU GUNUNG YANG DIGUNAKAN SEBAGAI MATERIAL CAMPURAN BERASPAL

STUDI PENGGUNAAN PASIR SERUYAN KABUPATEN SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEBAGAI CAMPURAN ASPAL BETON AC WC

METODOLOGI PENELITIAN

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.12 Desember 2016 ( ) ISSN:

BAB II Tinjauan Pustaka TINJAUAN PUSTAKA. A. Perkerasan Jalan

VARIASI AGREGAT PIPIH TERHADAP KARAKTERISTIK ASPAL BETON (AC-BC) Sumiati Arfan Hasan ABSTRAK

Vol.16 No.2. Agustus 2014 Jurnal Momentum ISSN : X

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Pada campuran beton aspal dengan penambahan plastik, karakteristik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Berdasarkan bahan pengikatnya konstmksi perkerasanjalan dapat dibedakan atas:

(Data Hasil Pengujian Agregat Dan Aspal)

DAFTAR ISI UNIVERSITAS MEDAN AREA

Transkripsi:

BAB III LANDASAN TEORI 3. 1. Jenis Konstuksi Perkerasan (Sukirman, 1999) Berdasarkan bahan pengikatnya konstruksi perkerasan jalan dapat dibedakan atas: a. Konstruksi perkerasan lentur (fleksible pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar, b. Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan semen (portland cement) sebagai bahan pengikat. Pelat beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan diatas tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besat dipikul oleh pelat beton, c. Konstruksi perkerasan komposit (composite pavement), yaitu perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur dapat berupa perkerasan lentur di atas perkerasan kaku, atau perkerasan kaku di atas perkerasan lentur. 3. 2. Bahan Penyusun Perkerasan Lentur Bahan pokok yang digunakan pada perkerasan lentur yaitu, agregat kasar (kerikil/batu pecah) dan agregat halus (pasir). Selain menggunakan bahan pokok juga digunakan bahan ikat berupa aspal/bitumen, portland cement dan lain-lain. 17

18 3.2. 1. Aspal beton Aspal merupakan material yang termoplastis yaitu melunak dan menjadi cair jika dipanaskan dan kental kembali menjadi padat jika didinginkan kembali. Aspal merupakan campuran yang terdiri dari bitumen dan mineral, bahan bitumen berwarna cokelat kehitaman mempunyai sifat fisik keras hingga cair, mempunyai sifat larut dalam CS2 ataupun CCL4 dengan sempurna dam mempunyai sifat berlemak serta tidak larut dalam air. Bitumen secara kimiawi terdiri dari gugusan aromat, naphten dan alkan sebagai komponen terpenting dan secara kimia fisika merupakan campuran koloid, dimana butir-butir yang merupakan komponen yang padat (asphaltene) barada dalam fase cair yang disebut malten. (Ismanto, B. 2001). Menurut Bina Marga (2007), Aspal beton merupakan campuran yang homogen antara agregat (agregat kasar, agregat halus dan bahan pengisi atau filler) dan aspal sebagai bahan pengikat yang mempunyai gradasi tertentu, dicampur, dihamparkan dan dipadatkan pada suhu tertentu untuk menerima beban lalu lintas yang tinggi. Aspal yang digunakan pada konstruksi perkerasan jalan berfungsi sebagai (Sukirman, 1999) : 1. bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat serta antara aspal itu sendiri, 2. bahan pengisi, mengisi rongga antar butir-butir agregat dan pori-pori yang ada dari agregat itu sendiri.

19 Tabel 3.1. Persyaratan Campuran Aspal Beton Laston Sifat- sifat Campuran Lapisan Aus Lapisan Antara Pondasi Halus Kasar Halus Kasar Halus Kasar Kadar aspal efektif (%) Min. 5,1 4,3 4,3 4,0 4,0 3,5 Penyerapan aspal (%) Max 1,2 Jumlah tumbukan per bidang 75 112 Rongga dalam campuran Min. 3 (%) Max 5 Rongga dalam agregat (%) Min. 15 14 13 Rongga terisi aspal (%) Min. 65 63 60 Stabilitas marshall (kg) Min. 800 1800 Pelelehan (mm) Min. 2 3 Marshall Quotient Min. 250 300 (kg/mm) Sumber: Dokumen Pelelangan Nasional Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga Tabel 6.3.3.(1c). Spesifikasi Umum 2010 (Revisi 3) 3.2. 2. Agregat Agregat adalah sekumpulan butir- butir batu pecah, kerikil, pasir, atau mineral lainnya baik berupa hasil alam maupun buatan (SNI No: 1737-1989-F). Agregat adalah material granular, misalnya pasir, kerikil, batu pecah yang dipakai bersama-sama dengan suatu media pengikat untuk membentuk suatu beton semen hidraulik atau adukan. Menurut Sukirman, (2003), agregat merupakan butir butir batu pecah, kerikil, pasir atau mineral lain, baik yang berasal dari alam maupun buatan yang berbentuk mineral padat berupa ukuran besar maupun kecil atau fragmenfragmen.

20 Fraksi agregat kasar yaitu tertahan pada saringan #8 (2,36mm), fungsi agregat kasar adalah sebagai berikut : 1. memberikan stabilitas campuran dari kondisi saling mengunci dari masing masing agregat kasar dan dari tahanan gesek terhadap suatu aksi perpindahan, 2. stabilitas ditentukan oleh bentuk dan tekstur permukaan agregat kasar (kubus dan kasar). Tabel 3.2. Persyaratan Pemeriksaan Agregat Kasar No. Pengujian Standar Syarat 1 Keausan dengan mesin Los Angeles SNI 2417:2008 < 40 % 2 Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 2439:2011 > 95% 3 Kekekalan bentuk terhadap natrium SNI 3407:2008 12% 4 Material lolos ayakan no.200 SNI 03-4142:1996 < 2% 5 Partikel pipih dan lonjong ASTM D4791 perbandingan 1:5 < 10% Sumber: Dokumen Pelelangan Nasional Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga Tabel 6.3.2.(1a). Spesifikasi Umum 2010 (Revisi 3). Fraksi agregat halus yaitu lolos saringan #8 dan tertahan #200, fungsi agregat halus adalah sebagai berikut : 1. menambah stabilitas dari campuran dengan memperkokoh sifat saling mengunci dari agregat kasar dan juga untuk mengurangi rongga udara agregat kasar, 2. semakin kasar tekstur permukaan agregat halus akan menambah stabilitas campuran dan menambah kekasaran permukaan, 3. agregat halus pada #8 sampai dengan #30 penting dalam memberikan kekasaran yang baik untuk kendaraan pada permukaan aspal,

21 4. agregat halus pada #30 sampai dengan #200 penting untuk menaikkan kadar aspal, akibatnya campuran akan lebih awet, 5. keseimbangan proporsi penggunaan agregat kasar dan halus penting agar diperoleh permukaan yang tidak licin dengan jumlah kadar aspal yang diinginkan, Tabel 3.3. Persyaratan Pemeriksaan Agregat Halus No. Pengujian Standar Syarat 1 Sand equivalent SNI 03-4428:1997 Min 60% 2 Berat jenis semu SNI 3423:2008 2,5 gr/cc 3 Peresapan terhadap air SNI 03-6877:2002 < 3% Sumber: Dokumen Pelelangan Nasional Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga Tabel 6.3.2.(2a). Spesifikasi Umum 2010 (Revisi 3) Tabel 3.4. Gradasi Agregat Gabungan untuk Campuran Aspal % Berat yang lolos Ukuran Laston (AC) Ayakan (mm) WC BC Base 37,5 - - 100 25-100 90-100 19 100 90-100 76-90 12,5 90-100 75-90 60-78 9,5 77-90 66-82 52-71 4,75 53-69 46-64 35-54 2,36 33-53 30-49 23-41 1,18 21-40 18-38 13-30 0,6 14-30 12-28 10-22 0,3 9-22 7-20 6-15 0,15 6-15 5-13 4-10 0,075 4-9 4-8 3-7 Sumber: Dokumen Pelelangan Nasional Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga Tabel 6.3.2.(3). Spesifikasi Umum 2010 (Revisi 3).

22 3. 3. Pasir Besi Sifat fisik pasir besi yaitu : a. mempunyai pola permukaan yang kasar, dimana hal ini akan mengurangi terjadinya selip pada roda kendaraan pada permukaan aspal, b. berat jenis pasir besi antara 3,2-3,6, c. Penyerapan terhadap air kurang lebih 0,78 %, yang akan mengakibatkan lapisan aspal beton lebih sulit untuk ditembus oleh air. d. mempunyai ketahanan terhadap temperatur panas, sehingga apabila digunakan pada daerah yang beriklim panas perkerasan aspal beton tidak akan mengalami deformasi yang berarti, e. pasir besi juga mempunyai ketahanan terhadap abrasi yang lebih besar dari pada pasir alam biasa sehingga dapat menahan tekanan yang terus menerus. Pasir besi mempunyai karakteristik soundness yang baik dan juga mempunyai ketahanan terhadap tekanan yang lebih besar daripada pasir alam biasa sehingga dapat meningkatkan stabilitas dari perkerasan aspal beton. Kekurangan dari pasir besi yaitu apabila telah dipanaskan maka proses pendinginannya sangat pelan dibandingkan dengan pasir alam biasa sehingga membutuhkan lebih banyak waktu untuk menyelesaikan pekerjaan perkerasan aspal beton dibandingkan dengan menggunakan pasir besi.

23 3. 4. Parameter Marshall Test Dari pengujian Marshall diperoleh parameter-parameter yang disebut karakteristik Marshall (Marshall Properties). Macam-macam dan langkahlangkah yang diperlukan untuk mencari karakteristik Marshall dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Stabilitas Stabilitas adalah kemampuan suatu perkerasan untuk menahan deformasi atau perubahan yang disebabkan oleh beban lalu lintas. Nilai stabilitas didapat dari pembacaan arloji stabilitas yang kemudian dikalibrasi dengan proving ring dan dikoreksi tebal benda uji. S p q... (3-1) dengan: S angka stabilitas, p pembacaan arloji kalibrasi alat, q angka koreksi tebal benda uji. 2. Kelelehan (flow) Kelelehan menunjukan deformasi benda uji akibat pembebanan, nilai flow didapatkan dari pembacaan flowmeter. 3. Kepadatan (density) Density adalah berat campuran yang diukur tiap satuan volume. Nilai density menunjukan kepadatan suatu campuran perkerasan agregat dan aspal. Density dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kualitas bahan, kadar aspal, jumlah

24 tumbukan dan komposisi bahan penyusun. Nilai density (BD) dihitung dengan rumus: c BD g... (3-2). f f d e... (3-3) dengan: c = benda uji sebelum direndam (gr), d = berat benda uji jenuh air (gr), e = volume benda uji di dalam air (gr), f = volume benda uji (ml), BD = g = berat volume benda uji (gr/ml). 4. Void in The Mix (VIM) Void in The Mix (VIM) adalah persentasi rongga udara yang ada terhadap volume pampat suhu campur. Nilai VITM diperoleh dengan suhu : g (n) rongga terissi aspal = 100 (10 )... (3-4) h 100 h... (3-5) % aspal % aspal BJAgregat BJaspal dengan: g = berat isi benda uji, h = berat jenis maksimum teoritis campuran (gr/ml).

25 5. Void Filled Asphalt (VFA) Void Filled With Asphalt (VFA) adalah presentase rongga dalam agregat pampat yang terisi oleh aspal. Nilai (VFA) dihitung dengan rumus: a b 100... (3-6) 100 a b g i... (3-7) BJAspal (100 b) g j BJAgregat... (3-8) l 100 j... (3-9) dengan: a persentase aspal terhadap batuan (%), b persentase aspal terhadap campuran (%), g berat isi benda uji (gr/ml), l persentase rongga terhadap agregat (%), i dan j rumus substitusi. Maka VFWA dapat dihitung dengan rumus: VFWA i 100... (3-10) l 6. Marshall Quotient (QM) Marshall Quotient adalah hasil bagi antara stabilitas dan nilai flow dan digunakan untuk pendekatan terhadap tingkat kekuatan dan fleksibilitas campuran. Nilai QM yang tinggi menunjukkan nilai kekuatan lapis keras yang tinggi dan dapat diperoleh dengan rumus:

26 s QM... (3-11) r dengan: s nilai stabilitas (kg), r nilai kelelehan (mm).