II. TINJAUAN PUSTAKA. dengan pertanyaan bagaimana proses belajar yang dialami siswa sebagai

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pem-belajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. baik. Efektivitas berasal dari kata efektif. Dalam Kamus Besar Bahasa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan mentransformasi informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan

BAB II KAJIAN TEORI. berupa masalah ataupun soal-soal untuk diselesaikan. sintesis dan evaluasi (Gokhale,1995:23). Menurut Halpen (dalam Achmad,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Problem solving adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah belajar sebenarnya telah lama dikenal. Namun sebenarnya apa belajar itu,

PROBLEM SOLVING DALAM PENGEMBANGAN KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI MAHASISWA PGSD FIP UNY

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Slavin (Nur, 2002) bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. sesuatu. Pengetahuan itu bukanlah suatu fakta yang tinggal ditemukan, melainkan

BAB II KAJIAN TEORI. hakekatnya adalah belajar yang berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Masalah pada dasarnya merupakan hal yang sangat sering ditemui dalam kehidupan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan konstruksi

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori Belajar yang Melandasi Problem Based Learning

II. TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

BAB II KAJIAN TEORITIK. A. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. dalam tugas yang metode solusinya tidak diketahui sebelumnya.

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Tinjauan Tentang Problem Based Instruction (PBI)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual,

I. PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) efektif untuk kelompok kecil. Model ini menunjukkan efektivitas untuk berpikir

II. TINJAUAN PUSTAKA. saling berkaitan. Dalam kegiatan pembelajaran terjadi proses interaksi (hubungan timbal

BAB I PENDAHULUAN. kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip

BAB II KAJIAN TEORITIK. sebagai proses dimana pelajar menemukan kombinasi aturan-aturan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI)

II. KERANGKA TEORETIS. kebiasaan yang rutin dilakukan. Oleh karena itu diperlukan adanya sesuatu

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran siswa pada masalah yang nyata sehingga siswa dapat menyusun

II. KERANGKA TEORETIS. 1. Pembelajaran berbasis masalah (Problem- Based Learning)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Nur dalam (Trianto, 2010), teori-teori baru dalam psikologi pendidikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Broblem Based Instruction (PBI) Problem Based Instruction (PBI) (Trianto, 2009:91). Pengajaran Berdasarkan

mengobservasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan dan 3. Aktivitas-aktivitas peserta didik sepenuhnya didasarkan pada pengkajian.

KOLABORASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF LEARNING TYPE JIGSAW DAN PROBLEM BASED LEARNING ( PBL ) Nawir R MTs Negeri Model Palopo

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

BAB I PENDAHULUAN. rendah, gambaran ini tercermin dari beragamnya masalah pendidikan yang terjadi

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

sekolah dasar (SD/MI). IPA merupakan konsep pembelajaran alam dan Pembelajaran IPA sangat berperan dalam proses pendidikan dan juga

II. KERANGKA TEORITIS. Belajar merupakan peristiwa sehari-hari di sekolah. Belajar merupakan hal yang

II. TINJAUAN PUSTAKA

2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTION (PBI) TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP

BAB II KAJIAN TEORITIK

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009:7), belajar merupakan tindakan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model Problem Based Learning dikembangkan oleh Barrows sejak tahun

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan, dan dapat mencapai tujuan

ABSTRAK. Oleh : Noor Janah, Aminuddin P.Putra, Asri Lestari

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, siswa perlu

II. TINJAUAN PUSTAKA. berarti mempunyai efek, pengaruh atau akibat, selain itu kata efektif juga dapat

MODEL PEMBELAJARAN PBL ( PROBLEM BASED LEARNING)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing. arah (ceramah reflektif) dan sistem dua arah (penemuan terbimbing).

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung menggunakan eksperimen. Belajar harus bersifat menyelidiki

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarakan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan : Hasil belajar siswa SMA Negeri 2 Serui Kabupaten Kepulauan Yapen,

ANALISIS KETERLAKSANAAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING

I. PENDAHULUAN. Sasaran pendidikan adalah manusia. Pendidikan bermaksud membantu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang seacara harfiah berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Kimia merupakan mata pelajaran dalam rumpun sains, yang sangat erat kaitannya

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbedaan Gain yang signifikan antara keterampilan proses sains awal. dengan keterampilan proses sains setelah pembelajaran.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku yang diperoleh melalui

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS. Pada kajian teori akan dipaparkan teori dari beberapa ahli yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut. Sehubungan dengan pengertian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Von Glasersfeld dalam Sardiman ( 2007 ) konstruktivisme adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berdasarkan masalah merupakan suatu model

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Sains merupakan ilmu yang dipandang sebagai proses, produk, dan sikap. Untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang diperoleh

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Pengertian Kemampuan Pemahaman Konsep. konsep. Menurut Sudjiono (2013) pemahaman atau comprehension dapat

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivisme. memecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk dirinya sendiri.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Pendidikan juga proses membimbing

TINJAUAN PUSTAKA. sendiri. Belajar dapat diukur dengan melihat perubahan prilaku atau pola pikir

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nur dalam Trianto (2009), menyatakan bahwa menurut teori kontruktivis, satu

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai.

PEMBEKALAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ahmad Mulkani, 2013

II. TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Belajar Konstruktivisme 1. Pengertian Belajar Dalam perjalanan proses pendidikan, belajar merupakan hal yang utama. Ini menunjukkan bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan besar kaitannya dengan pertanyaan bagaimana proses belajar yang dialami siswa sebagai anak didik dan bagaimana guru memandang arti belajar itu sendiri, karena pandangan seseorang tentang belajar akan mempengaruhi tindakan-tindakannya dalam kegiatan belajar. Seorang guru yang mengartikan belajar sebagai kegiatan menghafalkan fakta, akan lain cara mengajarnya dengan guru lain yang mengartikan bahwa belajar sebagai suatu proses penerapan prinsip. Pengertian belajar sudah banyak dikemukakan oleh para ahli psikologi termasuk ahli psikologi pendidikan. Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya. Slameto (2002) mengemukakan bahwa belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

9 2. Teori Belajar Konstruktivisme Teori belajar pada dasarnya merupakan penjelasan mengenai bagaimana terjadinya belajar atau bagaimana informasi diproses di dalam pikiran siswa itu. Berdasarkan suatu teori belajar, diharapkan suatu pembelajaran dapat lebih meningkatkan perolehan siswa sebagai hasil belajar. Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pembelajaran konstruktivis (constructivist theories of learning). Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benarbenar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide. Teori ini berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan informasi, dan teori psikologi kognitif yang lain, seperti teori Bruner (Slavin dalam Nur, 2002). Satu prinsip yang penting dalam psikologi pendidikan menurut teori ini adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan member kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman yang

10 lebih tinggi dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut (Nur, 2002 dalam Trianto 2007) Prespektif kognitif-konstruktivis, yang menjadi landasan PBL, banyak meminjam pendapat Piaget (1954,1963). Prespektif ini mengatakan, seperti yang dikatakan Piaget, bahwa pelajar dengan umur berapapun terlibat secara aktif dalam proses mendapatkan informasi dan mengonstruksikan pengetahuannya sendiri. Pengetahuan tidak statis, tetapi berevolusi dan berubah secara konstan selama pelajar mengonstruksikan pengalaman-pengalaman baru yang memaksa mereka untuk mendasarkan diri pada dan memodivikasi pengetahuan sebelumnya. Keyakinan Piaget ini berbeda dengan keyakinan Vygotsky dalam beberapa hal penting. Bila Piaget memfokuskan pada tahap-tahap perkembangan intelektual yang dilalui anak terlepas dari konteks sosial atau kulturalnya, Vygotsky menekankan pentingnya aspek sosial belajar. Vygotsky percaya bahwa interaksi sosial dengan orang lain memacu pengonstruksian ide-ide baru dan meningkatkan perkembangan intelektual pelajar. Salah satu ide kunci yang berasal dari minat Vygotsky pada aspek sosial pembelajaran adalah konsepnya tentang zone of proximal development. Menurut Vygotsky, pelajar memiliki dua tingkat perkembangan yang berbeda yakni tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial. Tingkat perkembangan aktual, menentukan fungsi intelektual individu saat ini dan kemampuannya untuk mempelajari sendiri hal-hal tertentu. Individu juga memiliki tingkat perkembangan potensial, yang oleh Vygotsky didefinisikan sebagai tingkat yang dapat difungsikan atau dicapai oleh individu dengan bantuan orang lain, misalnya guru, orang tua, atau teman sebayanya yang lebih maju. Zona yang

11 terletak diantara kedua tingkat perkembangan inilah yang disebutnya sebagai zone of proximal development (Arends, 2007). B. Pembelajaran Berbasis Masalah 1. Pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah Pengajaran berbasis masalah (PBM) merupakan istilah yang diadopsi dari Inggris Problem Based Instruction (PBI). Menurut Ratumanan (Trianto, 2010) pengajaran berdasarkan masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks. Pada model pembelajaran berbasis masalah, kelompok-kelompok kecil siswa bekerja sama memecahkan suatu masalah yang telah disepakati oleh siswa dan guru. Dalam hal ini, pembelajaran dimulai dengan menyajikan permasalahan nyata yang penyelesaiannya membutuhkan kerjasama di antara siswa-siswa. Guru memandu siswa menguraikan rencana pemecahan masalah menjadi tahap-tahap kegiatan dan memberikan contoh mengenai penggunaan keterampilan dan strategi yang dibutuhkan supaya tugas-tugas tersebut dapat diselesaikan. Selain itu, guru juga harus mampu menciptakan suasana kelas yang fleksibel dan berorientasi pada upaya penyelidikan oleh siswa (Trianto, 2010).

12 2. Ciri-Ciri Khusus Pengajaran Berbasis Masalah Arends, 2001: 349 (dalam Trianto, 2010) mengungkapkan bahwa pengembangan pengajaran berdasarkan masalah telah memberikan model pengajaran itu memiliki karakteristik sebagai berikut (Krajcik, 1999; Krajcik, Blumenfeld, Marx, & Soloway, 1994; Slavin, Maden, Dolan, & Wasik, 1992; 1994; Cognition & Technology Group at Vanderbilt, 1990). 1) Pengajuan pertanyaan atau masalah. Bukannya mengorganisasikan di sekitar prinsip-prinsip atau keterampilan akademik tertentu, pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang dua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa. Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata autentik, menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi itu. 2) Berfokus pada keterkaitan antardisiplin. Meskipun pembelajaran berdasarkan masalah mungkin berpusat pada pelajaran tertentu (IPA, matematika, dan ilmu-ilmu sosial), masalah yang akan diselidiki telah dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya, siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran. Sebagai contoh, masalah polusi yang dimunculkan dalam pelajaran di Teluk Chesapeake mencakup berbagai subjek akademik dan terapan mata pelajaran seperti biologi, ekonomi, sosiologi, pariwisata, dan pemerintahan. 3) Penyelidikan autentik. Pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, dan membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalisa informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi, dan merumuskan kesimpulan. 4) Menghasilkan produk dan memamerkannya. Pembelajaran berdasarkan masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan masalah yang mereka temukan. Produk tersebut dapat berupa transkrip debat seperti pada pelajaran Roots and Wings. Produk itu dapat juga berupa laporan, model fisik, video maupun program komputer. Karya nyata dan peragaan tersebut, direncanakan oleh siswa untuk mendemonstrasikan kepada teman-temannya yang lain tentang apa yang mereka pelajari dan menyediakan suatu alternatif segar terhadap laporan tradisional atau makalah. 5) Kolaborasi. Pembelajaran berdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu dengan yang lainnya, paling sering secara berpasangan atau dengan kelompok kecil. Bekerja sama menberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berpikir.

13 3. Sintak Pengajaran Berbasis Masalah Sintak suatu pembelajaran berisi langkah-langkah praktis yang harus dilakukan oleh guru dan siswa dalam suatu kegiatan. Pada pengajaran berbasis masalah terdapat 5 (lima) langkah utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Adapun kelima langkah tersebut dijelaskan dalam Tabel 2.1. Ibrahim (Trianto 2010) mengemukakan bahwa di dalam kelas PBI, peran guru dengan kelas tradisional. Peran guru di dalam kelas PBI antara lain sebagai berikut: 1. Mengajukan masalah atau mengorientasikan siswa kepada masalah autentik, yaitu masalah kehidupan nyata sehari-hari; 2. Memfasilitasi/membimbing penyelidikan misalnya melakukan pengamatan atau melakukan eksperimen/percobaan; 3. Memfasilitasi dialog siswa; dan 4. Mendukung belajar siswa.

14 Tabel 1 Sintak Pembelajaran Berbasis Masalah Tahap Tingkah laku guru Tahap-1 Orientasi siswa pada masalah Tahap-2 Mengorganisasi siswa untuk belajar Tahap-3 Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok Tahap-4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Tahap-5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih. Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan. Lebih lanjut Arends (2004) dalam Dasna dan Sutrisno (2004) merinci langkahlangkah yang diperlukan untuk mengimplementasikan PBL dalam pengajaran sebagai berikut: Fase 1. Mengorientasikan siswa pada masalah Dalam hal ini pembelajaran dimulai dengan menjelaskan tujuan pembelajaran dan aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan. Tahapan ini sangat penting dalam penggunaan PBL, dimana guru harus menjelaskan dengan rinci apa yang harus dilakukan oleh siswa dan guru sendiri. Di samping proses yang akan berlangsung, penting juga untuk menjelaskan bagaimana guru akan mengevaluasi proses

15 pembelajaran. Hal ini penting untuk memberikan motivasi agar siswa dapat engage dalam pembelajaran yang dilakukan. Sutrisno (2006) dalam Dasna dan Sutrisno (2006:82) menekankan empat hal penting pada proses ini, yaitu: 1. Tujuan utama pengajaran ini tidak untuk mempelajarai sejumlah informasi baru, tetapi lebih kepada belajar bagaimana menyelidiki masalah-masalah penting dan bagaimana menjadi mahasiswa yang mandiri, 2. Permasalahan dan pertanyaan yang diselidiki tidak mempunyai jawaban mutlak benar, sebuah masalah yang rumit atau kompleks mempunyai banyak penyelesaian dan seringkali bertentangan, 3. Selama tahap penyelidikan (dalam pengajaran ini), mahasiswa didorong untuk mengajukan pertanyaan dan mencari informasi. Guru akan bertindak sebagai pembimbing yang siap membantu, namun siswa harus berusaha untuk bekerja mandiri atau dengan temannya, dan 4. Selama tahap analisis dan penjelasan, siswa akan didorong untuk menyatakan ide-idenya secara terbuka dan penuh kebebasan. Dalam pembelajaran ini, tidak ada ide yang akan ditawarkan oleh guru atau teman sekelas. Semua siswa diberi peluang untuk menyumbang kepada penyelidikan dan menyampaikan ide-ide mereka. Fase 2. Mengorganisasi siswa untuk belajar Pemecahan suatu masalah yang membutuhkan kerjasama dan sharing antar anggota mendorong siswa untuk belajar berkolaborasi. Oleh sebab itu, guru dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok siswa dimana masing-masing kelompok akan memilih dan memecahkan masalah yang berbeda. Prinsip-prinsip pengelompokan siswa dalam pembelajaran kooperatif dapat digunakan dalam konteks ini seperti: kelompok harus heterogen, pentingnya interaksi antar anggota, komunikasi yang efektif, adanya tutor sebaya, dan sebagainya. Hal penting yang dilakukan guru adalah memonitor dan mengevaluasi kerja masing-masing kelompok untuk menjaga kinerja dan dinamika kelompok

16 selama pembelajaran. Selanjutnya guru dan siswa menetapkan subtopik-subtopik yang spesifik, tugas-tugas penyelidikan, dan jadwal. Tahap 3. Membimbing penyelidikan mandiri dan kelompok. Pada fase ini guru membantu siswa dalam mengumpulkan informasi dari berbagai sumber, siswa diberi informasi yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah yang diberikan. Siswa diajarkan untuk menjadi penyelidik yang aktif dan dapat menggunakan metode yang sesuai untuk memecahkan yang dihadapinya, siswa juga perlu diajarkan apa dan bagaimana etika penyelidikan yang benar. Tahap 4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Hasil karya yang dimaksud adalah lebih dari sekedar laporan tertulis, termasuk hal-hal seperti rekaman video yang memperlihatkan situasi yang bermasalah dan solusi yang diusulkan, model-model yang mencakup representasi fisik dari situasi masalah atau solusinya. Tahap 5. Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah. Fase terakhir PBL melibatkan kegiatan-kegiatan yang dimaksudkan untuk membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses berfikirnya sendiri maupun keterampilan investigasi dan keterampilan intelektual yang mereka gunakan. Selama fase ini, guru meminta siswa untuk merekonstruksikan fikiran dan kegiatan mereka selama berbagai fase pembelajaran.

17 Tantangan utama bagi guru dalam tahap ini adalah mengupayakan agar semua siswa aktif terlibat dalam sejumlah kegiatan penyelidikan dan hasil-hasil penyelidikan ini dapat menghasilkan penyelesaian terhadap permasalahan tersebut. I Wayan Dasna dan Sutrisno mengemukakan beberapa alasan baiknya menggunakan PBL dalam pembelajaran antara lain sebagai berikut: 1. Dengan PBL akan terjadi pembelajaran bermakna. Siswa/mahasiswa yang belajar memecahkan suatu masalah maka mereka akan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha mengetahui pengetahuan yang diperlukan. Artinya belajar tersebut ada pada konsep. Belajar dapat semakin bermakna dan dapat diperluas ketika siswa/mahasiswa berhadapan dengan situasi di mana konsep diterapkan; 2. Dalam situasi PBL, siswa/mahasiswa mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan secara simultran dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan. Artinya, apa yang mereka lakukan sesuai dengan keadaan nyata bukan lagi teoritis sehingga masalah-masalah dalam aplikasi sutau konsep atau teori mereka akan temukan sekaligus selama pembelajaran berlangsung; dan 3. PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan ini-siatif siswa/mahasiswa dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok. C. Keterampilan Proses Sains 1. Pengertian Keterampilan Proses Sains Prosedur yang dilakukan para ilmuwan untuk melakukan penyelidikan dalam usaha mendapatkan pengetahuan tentang alam biasa dikenal dengan istilah metode ilmiah. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh para ilmuwan untuk mendapatkan atau menemukan suatu ilmu pengetahuan membutuhkan kecakapan dan keterampilan dasar untuk melakukan kegiatan ilmiah tersebut. Kemampuan dasar tersebut dikenal dengan istilah keterampilan proses IPA/sains. Untuk mengenalkan alam pada siswa, perlu diajarkan bagaimana pengetahuan alam tersebut didapat, dengan melatihkan keterampilan proses IPA pada siswa. Keterampilan proses

18 dapat berkembang pada diri siswa bila diberi kesempatan untuk berlatih menggunakan keterampilan berpikirnya. Dengan keterampilan proses siswa dapat mempelajari IPA sesuai dengan keinginannya. Menurut Gagne (dalam Dahar 1996) keterampilan proses IPA adalah kemampuan-kemampuan dasar tertentu yang dibutuhkan untuk menggunakan dan memahami sains. Setiap keterampilan proses merupakan keterampilan yang khas yang digunakan oleh semua ilmuwan, serta dapat digunakan untuk memahami fenomena apapun juga. Keterampilan proses sains mempunyai cakupan yang sangat luas, sehingga aspek-aspek keterampilan proses sains dapat digunakan dalam beberapa pendekatan dan metode pembelajaran. Demikian halnya dalam model pembelajaran yang dikembangkan yaitu PBL, keterampilan proses sains menjadi bagian yang tidak terpisah dalam kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan. 2. Indikator Keterampilan Proses Sains Keterampilan proses merupakan konsep yang luas. Para ahli banyak yang mencoba menjabarkan keterampilan proses menjadi aspek-aspek yang lebih rinci, seperti yang dikemukakan oleh Funk (dalam Nur 1996) keterampilan proses terdiri dari: Keterampilan proses tingkat dasar yang terdiri dari mengobservasi, mengklasifikasi, mengkomunikasikan, mengukur, meramalkan, menyimpulkan, dan keterampilan proses terpadu yang terdiri dari menentukan variabel, menyusun tabel data, membuat grafik, menghubungkan antar variabel, memproses data, menganalisis penyelidikan, menyususn hipotesis, menentukan variabel, merencanakan penyelidikan, dan bereksperimen.

19 Menurut Dahar (1985) keterampilan proses terdiri dari mengamati, menafsirkan pengamatan, meramalkan, menggunakan alat/bahan, menerapkan konsep, merencanakan penelitian, berkomunikasi, mengajukan pertanyaan. Dan menurut Conny. S (1992) keterampilan proses meliputi mengamati (menghitung, mengukur, mengklasifikasikan, mencari hubungan ruang/ waktu), membuat hipotesis, merencanakan penelitian, mengendalikan variabel, menginterpretasi, menyusun kesimpulan, meramalkan, menerapkan,dan mengkomunikasikan. D. Penguasaan Konsep Menurut Sagala (2003) definisi konsep adalah: Konsep merupakan buah pemikiran seseorang atau sekelompok orang yang dinyatakan dalam definisi sehingga menghasilkan produk pengetahuan yang meliputi prinsip, hukum, dan teori. Konsep diperoleh dari fakta, peristiwa, pengalaman, melalui generalisasi dan berpikir abstrak. Konsep merupakan pokok utama yang mendasari keseluruhan sebagai hasil berpikir abstrak manusia terhadap benda, peristiwa, fakta yang menerangkan banyak pengalaman. Pemahaman dan penguasaan konsep akan memberikan suatu aplikasi dari konsep tersebut, yaitu membebaskan suatu stimulus yang spesifik sehingga dapat digunakan dalam segala situasi dan stimulus yang mengandung konsep tersebut. Jika belajar tanpa konsep, proses belajar mengajar tidak akan berhasil. Hanya dengan bantuan konsep, proses belajar mengajar dapat ditingkatkan lebih maksimal. Penguasaan konsep akan mempengaruhi ketercapaian hasil belajar siswa. Suatu proses dikatakan berhasil apabila hasil belajar yang didapatkan meningkat atau mengalami perubahan setelah siswa melakukan aktivitas belajar, Pendapat ini didukung oleh Djamarah dan Aswan (2002) yang mengatakan bahwa belajar pada

20 hakikatnya adalah perubahan yang terjadi di dalam diri seseorang setelah berakhirnya melakukan aktivitas belajar. Proses belajar seseorang sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah pembelajaran yang digunakan guru dalam kelas, dalam belajar juga dituntut adanya suatu aktivitas yang harus dilakukan siswa sebagai usaha untuk meningkatkan penguasaan materi. Penguasaan terhadap suatu konsep tidak mungkin baik jika siswa tidak meakukan belajar karena siswa tidak akan tahu banyak tentang materi pelajaran. Sebagian besar materi pelajaran. Sebagian besar materi pelajaran yang dipelajari di sekolah terdiri dari konsep-konsep. Semakin banyak konsep yang dimiliki seseorang, semakin banyak alternatif yang dapat dipilih dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya. E. Kerangka Pemikiran Tidak dapat dipungkiri bahwa keberhasilan suatu proses pembelajaran erat kaitannya dengan ketepatan pendidik dalam memilih model pembelajaran. Kemampuan guru untuk memilih dan menerapkan model dan media pembelajaran yang tepat akan menentukan tingkat prestasi belajar siswa terhadap konsep yang diberikan dalam proses pembelajaran. Telah disampaikan sebelumnya bahwa penelitian ini akan meneliti bagaimana efektivitas penguasaan materi pokok asam basa antara pembelajaran berbasis masalah dengan pembelajaran konvensional terhadap penguasaan konsep dan keterampilan mengelompokkan siswa SMAN 1 Natar.

21 Didasarkan pada keterangan dari beberapa ahli yang telah diuraikan sebelumnya bahwa kelebihan yang dimiliki oleh PBL dibandingkan dengan pembelajaran konvensional yakni pembelajaran ini berpusat pada siswa artinya model pembelajaran ini sejalan dengan kurikulum yang ada saat ini, selain itu melalui model ini siswa juga dapat mengembangkan keterampilan dalam memecahkan masalah, siswa termotivasi mempelajari materi dan konsep baru ketika memecahkan masalah, lebih dari itu bahkan siswa juga dapat mengembangkan kemampuan sosial dan keterampilan mengelompokkan yang memungkinkan mereka belajar dan bekerja dalam tim, siswa dapat mengintegrasikan teori dan praktek yang memungkinkan mereka menggabungkan pengetahuan lama dan baru, sehingga pada akhirnya memotivasi guru dan siswa untuk belajar dan membantu siswa untuk belajar sepanjang hayat; serta materi pokok asam basa memiliki banyak hal (masalah) yang dapat ditemui oleh siswa di kehidupan mereka sehari-hari maka peneliti memiliki pemikiran bahwa pembelajaran berbasis masalah akan menghasilkan siswa dengan penguasaan kosep dan keterampilan mengelompokkan pada materi pokok asam-basa yang lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Namun, walaupun pembelajaran berbasis masalah mempunyai beberapa keuntungan, pembelajaran ini juga memiliki keterbatasan (Akinoğlu & Tandoğan, 2007). Keterbatasan-keterbatasan itu antara lain adalah : (1) guru-guru mengalami kesulitan untuk mengubah gaya belajar siswa, (2) diperlukan cukup banyak waktu bagi siswa untuk memecahkan situasi masalah tersebut pertama kali dipresentasikan kepada siswa, (3) kelompok atau individu siswa mungkin mengakhiri pembelajaran lebih cepat atau lebih lambat dari waktu biasanya, (4) pembelajaran

22 berbasis masalah memerlukan hasil-hasil penelitian dari materi ajar (sumbersumber belajar yang kaya, (5) cukup sulit mengimplementasikan model pembelajaran berbasis masalah dalam semua kelas, dan (6) cukup sulit mengakses pembelajaran. Untuk mengatasi beberapa kekurangan tersebut, maka penelitian ini menggunakan LKS (terdapat di lampiran) yang dibuat dengan tujuan menuntun siswa untuk aktif berdiskusi, memecahkan masalah yang diberikan dengan lebih mudah, sehingga diharapkan dapat mengefisiensi waktu yang digunakan siswa untuk memecahkan masalah yang diberikan. F. Anggapan Dasar Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah: 1. Siswa kelas XI IPA 4 dan XI IPA 5 semester genap SMAN 1 Natar T.A. 2010/2011 yang menjadi subyek penelitian mempunyai kemampuan dasar yang sama dalam penguasaan konsep kimia. 2. Tingkat kedalaman dan keluasan materi yang dibelajarkan sama. 3. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi peningkatan penguasaan konsep dan keterampilan mengelompokkan materi pokok asam basa siswa kelas X semester genap SMAN 1 Natar T.A. 2010/2011 diabaikan. 4. Perbedaan gain penguasaan konsep dan keterampilan mengelompokkan siswa pada materi asam-basa; semata-mata terjadi karena perbedaan perlakuan dalam proses pembelajaran.

23 G. Hipotesis Hipotesis umum dalam penelitian ini adalah: a. Pembelajaran berbasis masalah pada materi pokok asam basa akan menghasilkan tingkat penguasaan konsep yang lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. b. Pembelajaran berbasis masalah pada materi pokok asam basa akan menghasilkan tingkat keterampilan mengelompokkan yang lebih baik dibandingkan pembelajaran konvensional.