KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Salmon pada Sajian Sashimi Identifikasi Staphylococcus aureus Gambar 3.1 Kerangka Konsep 3.2 Defenisi Operasional 1. Sashimi adalah makanan khas jepang yang terbuat dari bahan dasar berbagai ikan, contohnya ikan salmon. 2. Identifikasi S. aureus S. aureus adalah bakteri gram positif yang berbentuk bulat dan koloninya berbentuk seperti anggur, berwarna abu-abu dengan ukuran 1mm. Identifikasi S. aureus adalah dengan cara: Pewarnaan Gram:Ini adalah teknik pewarnaan yang digunakan untuk mengetahui bentuk bakteri di bawah mikroskop. Uji kultur: Merupakan metode yang dilakukan untuk mengetahui adanya kontaminasi S. aureus pada sashimi dengan mengembangbiakkan bakteri yang kemungkinan ada pada sashimi di laboratorium Mikrobiologi FK USU. Uji biokimia: Merupakan salah satu uji yang dilakukan untuk mengidentifikasi S. aureus. Uji yang dilakukan berupa uji katalase dan uji koagulase Hasil ukur: Karakteristik S. aureus
Tabel 3.1 Hasil uji Biokimia Uji Katalase + Bila terbentuk gelembung udara - Bila tidak terbentuk gelembung udara Uji Koagulase + Bila terbentuk gumpalan - Bila tidak terbentuk gumpalan BAB4
METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Jenis penelitian Jenis penelitian ini merupakan uji laboratorium yang dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui ada atau tidaknya kontaminasi S. aureus pada sashimi di seluruh restoran jepang Kota Medan. 4.2 Waktu dan tempat penelitian 4.2.1 Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus-November 2015. 4.2.2 Tempat Pengumpulan data dilakukan di seluruh restoran jepang yang menyediakan masakan sashimi. Pemilihan tempat ini disebabkan tingginya tingkat konsumsi Sashimi pada mahasiswa dan belum adanya penelitian tentang deteksi S. aureus pada sashimi di restoran jepang Kota Medan. 4.2.3. Tempat Uji Laboratorium Di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara mengingat bahwa laboratorium ini merupakan laboratorium terdekat sehingga mengurangi durasi waktu yang diperlukan untuk pengiriman sampel. 4.3. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah sashimi yang disajikan diseluruh restoran jepang kota medan. Pengambilan sample dalam penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling karena populasi yang diteliti bersifat homogen. Rumus yang digunakan dalam penentuan jumlah sampel adalah sebagai berikut: Namun, jumlah populasi yang kurang dari 100 menyebabkan teknik pengambilan sampel ini tidak dapat digunakan. Dengan demikian, teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah teknik total sampling.
4.4 Metode pengumpulan data Pengumpulan data primer dilakukan dengan observasi secara langsung dengan mengambil sampel sashimi dan melakukan uji laboratorium sehingga diperoleh data jumlah sashimi yang terkontaminasi S. aureus. 4.4.1 Teknik Pengambilan Sampel a. Persiapkan berbagai alat, seperti beaker glass sebagai tempat sampel, yakni sashimi. b. Persiapkan catatan pada formulir pemeriksaan tentang lokasi tempat pengambilan sampel dan tanggal pengambilan. c. Makanan dibeli sebanyak satu porsi tanpa memberikan perlakuan khusus pada sampel guna menghindari pemberian sampel yang berbeda dari yang biasa dijajakan. d. Sampel dimasukkan ke dalam beaker glass yang sudah disterilkan dan diberi kode penanda. e. Sampel dikirim segera ke Laboratorium Mikrobiologi dengan secepatnya, maksimal 24 jam. 4.4.2 Alat dan Bahan 1. Alat Timbangan Blender Labu Erlenmeyer Inkubator suhu 37 C Tabung reaksi Ose Lampu spritus / Bunsen Mikroskop Rak tabunng reaksi Cawan petri
Object glass Spidol 2. Bahan Media Manitol Salt Agar H 2 0 2 Serum Media Blood agar Imvic Aquadest Selenith broth Larutan gentian violet Aceton alkohol Fuchsin air Minyak imersi Spritus 4.4.3 Cara Kerja 1. Isolasi Bakteri A. Timbang sashimi sebanyak 25 gram, dihancurkan atau dicairkan. B. Tambahkan dengan menggunakan aquadest 90 ml. C. 10 ml dari larutan tadi dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer yang sudah dibubuhi selenith broth sebagai media pengayaanya. D. Ambil 5 cc ose cairan tadi dan tanam secara zigzag pada media Manitol Salt Agar dan Blood agar. E. Kemudian diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37 C. F. Amati koloni yang tumbuh. G. Ambil koloni dengan menggunakan ose steril kemudian sapukan pada object glass, kemudian difiksasi dengan lampu bunsen. H. Lakukan pewarnaan Gram. I. Lihat di bawah mikroskop dengan pembesaran 1000x menggunakan minyak imersi untuk identifikasi bakteri.
2. Uji Biokimia Tes Katalase 1. Teteskan satu tetes hidrogen peroksida (H 2 O 2 ) di atas kaca slide yang bersih. 2. Sterilkan ose/sengkelit. 3. Ambil koloni bakteri yang akan diuji. 4. Campurkan koloni yang diambil ke dalam hidrogen peroksida. 5. Interpretasi : Bila terbentuk gelembung udara tes katalase positif. Bila tidak terbentuk gelembung udara tes katalase negatif. Tes Koagulase Terdapat dua cara untuk melakukan tes koagulase yaitu Slide Tes 1. Teteskan satu tetes aquadest diatas kaca slide yang bersih 2. Emulsikan koloni bakteri Staphylococcus sp. pada tetesan aquadest itu. 3. Tambahkan satu sengkelit plasma manusia. 4. Campuran tersebut diaduk menggunakan batang pengaduk. 5. Interpretasi Perhatikan adanya gumpalan. Bila terbentuk gumpalan slide tes (+) : Staphylococcus aureus. Bila gumpalan tidak terbentuk slide tes (-) 4.5 Metode Analisis Data Data yang terkumpul dari uji laboratorium diolah dengan secara manual dan diolah dengan metode statistik deskriptif. BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian 5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di seluruh restoran jepang yang ada di Kota Medan. Di Kota Medan terdapat sepuluh restoran Jepang yang menyajikan hidangan sashimi berbahan dasar ikan salmon. Dari kesepuluh restoran tersebut seluruhnya bersedia dilakukan pemeriksaaan terhadap hidangan sashimi yang disajikan restoran. 5.1.2. Karakteristik Sampel Penelitian Sashimi yang diambil adalah sashimi yang dihidangkan di seluruh restoran jepang di Kota Medan. Waktu pengambilan sampel antara pukul 10.00 WIB 12.00 WIB, kemudian sashimi tersebut langsung dibawa ke Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran USU untuk diidentifikasi bakteri Staphylococcus aureus. Ada beberapa informasi mengenai sample penelitian yang tidak dicantumkan dalam penelitian ini untuk menjaga kerahasiaan data yang diperoleh dari penelitian ini yaitu nama dan alamat restoran. 5.1.3. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Dari pemeriksaan tersebut, didapatkan data bahwa dari 10 sampel sashimi yang diperiksa, 5 sampel (50%) tidak ditemukan adanya pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, hanya 5 sampel (50%) yang ditemukan adanya pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.1 di bawah ini.
Tabel 5.1 Hasil analisis sashimi yang di jual di restoran Jepang Kota Medan tahun 2015 No Kode Mikroskopis/ Identifikasi Hasil identifikasi Sampel pewarnaan gram Tes Katalase Tes Koagulase pada media MSA 1. A - - - - 2. B Coccus gram (+) + + Staphylococcus aureus 3. C - - - - 4. D - - - - 5. E Coccus gram (+) + + Staphylococcus aureus 6. F - - - - 7. G Coccus gram (+) + + Staphylococcus aureus 8. H - - - - 9. I Coccus gram (+) + + Staphylococcus aureus 10. J Coccus gram (+) + + Staphylococcus aureus
5.2. Pembahasan Dari pemeriksaan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran, 10 sashimi yang diperiksa, 5 diantaranya tidak ditemukan adanya Staphylococcus aureus, namun pada sampel tersebut ditemukan adanya pertumbuhan bakteri lain, yaitu Klebsiella, Eschericia coli, Bacilus subtilis. Sedangkan 5 sampel lagi yang ditemukan adanya Staphylococcus aureus juga ditemukan adanya bakteri Klebsiella, Eschericia coli, Bacilus Subtilis. Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang dapat menyebabkan penyakit bawaan pangan, pada dasarnya bakteri ini merupakan flora normal pada permukaan kulit terutama disekitar hidung dan mulut (Pratami, 2013). Bakteri Staphylococcus aureustumbuh dengan mudah pada sebagian besar media bakteriologis dengan kondisi aerob atau mikroaerofilik, bakteri ini tumbuh paling cepat pada suhu 37 C (Jawetz, 2014). Staphylococcus aureus dapat mengkontaminasi makanan atau bahan olahan pangan yang menimbulkan keluhan seperti pusing, muntah-muntah, kram usus, diare berdarah dan berlendir pada beberapa kasus, sakit kepala, kram otot, berkeringat, menggigil, detak jantung lemah, pembengkakan saluran pernafasan. Keluhan tersebut timbul setelah 1-7 jam, namun bisa juga terjadi 2-4 jam setelah mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi. Keracunan oleh Staphylococcus aureus diakibatkan oleh enterotoksin yang tahan panas yang dihasilkan oleh bakteri tersebut (Kusuma, 2009). Selain itu enterotoksin Staphylococcus aureus dapat menimbulkan Sindroma syok toksik (SST) yang timbul secara tiba-tiba dengan gejala demam tinggi, muntah, diare, mialgia, ruam, dan hipotensi, dengan gagal jantung dan ginjal pada kasus yang berat. SST sering terjadi dalam lima hari permulaan haid pada wanita muda yang menggunakan tampon, atau pada anak-anak dan pria dengan luka yang terinfeksi stafilokokus. Staphylococcus aureus dapat diisolasi dari vagina, tampon, luka atau
infeksi lokal lainnya, tetapi praktis tidak ditemukan dalam aliran darah (Jawetz et al.,2014). Keberadaan Staphylococcus aureus dalam bahan pangan erat kaitannya dengan sanitasi pekerja serta kebersihan lingkungan dan peralatan pengolahan (Hidayati, 2012). Bahan makanan yang biasa terkontaminasi oleh Staphylococcus aureus adalah bahan makanan yang disiapkan menggunakan tangan, seperti penyiapan sayuran mentah untuk salad (Agnesia, 2008). Sashimi merupakan bahan makanan yang diolah menggunakan tangan dan tanpa dimasak, sehingga berpotensi untuk terkontaminasi oleh Staphylococcus aureus. Pada penelitian ini terbukti ditemukan 5 dari 10 sajian sashimi yang ada di restoran jepang di kota medan terkontaminasi Staphylococcus aureus. Ditemukannya bakteri Staphylococcus aureus ini bisa diakibatkan oleh proses penyajian sashimi yang tidak steril yaitu tangan penyaji sashimi ataupun peralatan yang digunakan untuk menyajikan sashimi tersebut terkontaminasi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Karimela dkk pada tahun 2013 di Manado yang menyatakan bahwa cara pengolahan yang kurang saniter dan higienis serta penyimpanan dalam keadaan tidak dilindungi atau tidak dikemas dengan baik pada kondisi tropik mengakibatkan produk ikan olahan tradisional sangat rentan terhadap kerusakan mikrobiologis yaitu berupa infeksi bakteri. Asumsi lain ditemukannya Staphylococcus aureus pada identifikasi bakteri ini adalah adanya kontaminasi pada peralatan yang digunakan untuk proses identifikasi bakteri tersebut ataupun kontaminasi pada media transport yang digunakan untuk membawa sampel ke laboratorium pemeriksaan. Selain Staphylococcus aureus, bakteri lain penyebab penyakit bawaaan pangan yang ditemukan pada penelitian ini adalah Salmonela, Bacillus cereus, Klebsiela, Eschericia coli. Ditemukannya bakteri lain erat kaitannya dengan lingkungan yang kotor memudahkan perkembangan mikroorganisme dalam produk ikan (Salamena, 2014).
Pada kelompok yang tidak ditemukannnya bakteri Staphylococcus aureus hal ini diduga karena proses pembuatan sashimi tersebut telah higienis ataupun peralatan yang digunakan untuk proses identifikasi bakteri dilaboratorium pemeriksaan sudah steril.
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dalam penelitian, maka kesimpulan yang di peroleh adalah ditemukan bakteri Staphylococcus aureus pada salmon mentah dalam sajian sashimi direstoran Jepang Kota Medan. 6.2. Saran 1. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui penyebab adanya kontaminasi bakteri yang ditemukan pada sashimi. 2. Bagi pihak restoran haruslah mengutamakan kebersihan dari makanan yang dijualnya melalui perilaku bersih, menjaga kebersihan peralatan yang digunakan, proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan makanan dan penyajian, serta lingkungan sekitar restoran. 3. Bagi BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) Kota Medan harus lebih memperhatikan dan mengadakan pengawasan terhadap produk makanan dan minuman yang dipasarkan di Kota Medan sehingga higienitasnya terjaga. BPOM juga perlu mengadakan penyuluhan tentang pentingnya kebersihan dan cara -cara menjaga kebersihan kepada pemilik restoran.