Pidato Pembukaan Rembug Nasional Petani Kelapa sawit Indonesia Yang saya hormati, Bapak Deputi II Kantor Staf Kepresidenan, Bapak Pimpinan Direktorat Jendral Perkebunan, Bapak Direktur Utama BPDP-KS Bapak wakil bupati kabupaten musi banyu asin, Para pembicara rembug nasional Pimpinan organisasi masyarakat sipil, Pimpinan organisasi petani aspekpir, apkasindo, Para petani petani sawit dan singkatnya hadirin yang saya hormati Rembug nasional petani kelapa sawit ini untuk merespon instruksi Bapak Presiden Joko Widodo, tentang penundaan dan evaluasi perijinan perkebunan kelapa sawit serta peningkatan produktivitas perkebunan kelapa sawit No 8 tahun 2018. Tujuan dari rembug nasional ini diadakan adalah : 1. Untuk Mengangkat problem-problem utama dalam tata kelola sawit Indonesia khususnya di tingkat petani dan kebijakan nasional sawit untuk memperoleh solusi dari negara di hari esok. 2. Untuk Merumuskan dan merencanakan program perjuangan petani dan organisasi-organisasi petani kelapa sawit untuk membangun tata kelola petani sawit Indonesia yang dapat memberikan rasa adil, sejahtera dan berkontribusi bagi pembangunan sawit berkelanjutan. 3. Tujuan dari rembug nasional ini juga dapat Memberikan Rekomendasi strategis bagi pemerintah Nasional, Daerah dan pelaku pasar sawit, Institusi keuangan nasional termasuk BPDP-KS untuk merumuskan, melaksanakan keputusan-keputusan Rembug Nasional Petani Kelapa Sawit Indonesia. 4. Rembug nasional petani kelapa sawit ini untuk mencoba memobilisasi dan menggerakkan semua para pelaku usaha di tanah air di sektor perkebunan kelapa sawit dan lembaga keuangan untuk mendukung dan mengimplementasikan inpres moratorium yang telah di luncurkan oleh bapak presiden Joko Widodo. Karena inpres moratorium sawit ini akan memberikan dampak luas dan konkrit bagi kehidupan petani kelapa sawit saat ini, namun jika semua pelaku usaha terutama penerima ijin usaha perkebunan mau dan serius melaksanakannya. Bapak dan ibu hadirin dalam rembug nasional petani kelapa sawit yang saya hormati, Ditengah hantaman badai krisis saat ini, dimana petani kelapa sawit dalam situasi berbahaya dan was-was karena harga sawit terus anjlok dan harga CPO internasional terus turun menyentuh harga 410 USD/ton. Ini tentunya kondisi yang sudah sangat rawan. Kami sadari, bahwa komoditas ekspor adalah komoditas yang rawan akan krisis dan kita semua baik itu petani, pelaku usaha perkebunan, sektor keuangan dan juga pemerintah tidak pernah belajar dari situasi-situasi sebelumnya seperti krisis tahun 2008 yang silam atau tepatnya 10 tahun lalu. Saat itu, badai krisis menghantam Amerika serikat karena gejolak sektor keuangan dalam negri dan skandal Lehman brothers. Gejolak itu mempengaruhi Asia dan khususnya Cina hingga akhirnya berdampak kepada kita di Indonesia yang saling ketergantungan antara satu sama
lainnya. Pada tahun 2008 dengan puncak krisisnya pada Bulan agustus dan September, harga sawit anjlok hingga 80-200 rupiah/kg dan petani plasma bertahan di harga Rp.500/kg saat itu. Seluruh petani saat itu, merasa terpukul dan melakukan aksi demonstrasi di sentra-sentra perkebunan. Anak-anak petani yang kuliah di perguruan tinggi kembali ke kampong dan petani kesulitan untuk membeli kebutuhan pokok. Pada tahun 2008 tersebut, Negara mengambil sikap dengan cara mensubsidi pabrik kelapa sawit agar tetap stabil dan aktif membeli TBS milik petani. Namun keputusan itu tidak tetap, karena harga tetap turun. Petani tidak lagi melakukan penen sawit, buah busuk di kebun dan sebagiannya dibakar tandan buah sawit mereka. Bapak Ibu hadirin dalam rembug nasional petani kelapa sawit yang saya hormati, Krisis... dalam perspektif bisnis adalah suatu yang lumrah atau biasa terjadi. Namun petani kelapa sawit kita hidup dalam tata bernegara agar Negara dapat bersikap agar masalahmasalah mendasar petani kelapa sawit ini tidak terjadi kembali di hari ini dan hari esok. Kita semua harus melihat petani kelapa sawit Indonesia harus dilihat dari dua perspektif. Perspekif pertama adalah; petani kelapa sawit sebagai pelaku bisnis yang mengelola komoditas untuk bisnis dunia dan perusahaan skala besar berhubungan dengan petani-petani kecil. Perspektif ini memposisikan petani kelapa sawit dalam tanggungjawab pelaku usaha perkebunan dan industri. Dalam semua regulasi-regulasi perkebunan kelapa sawit, perusahaan kelapa sawit beroperasi dan diiberikan ijin usaha oleh pemerintah karena pemerintah berpendapat bahwa terdapat masyarakat yang akan terlibat didalamnya dan menerima manfaat dari usaha perkebunan. Perspektif kedua adalah; para petani kelapa sawit sebagai warga Negara yang harus dilindungi usahanya, dibimbing pengetahuannya dan diberdayakan untuk kesejahteraan petani sesuai dengan amanat UUD 1945. Dari kedua perspektif ini menggambarkan bahwa petani kelapa sawit adalah merupakan pelaku perkebunan yang mestinya bermitra secara baik dengan pelaku usaha skala besar dan usahanya dilindungi, didampingi dan diberdayakan oleh Negara. Organisasi SPKS dan DPR pada tahun 2012-2013 telah berjuang untuk menghadirkan satu paying regulasi, hingga lahirnya UU no 19 tahun 2013 tentang perlindungan dan pemberdayaan petani. Namun sayangnya, UU ini tidak pernah dijalankan dan dihormati oleh semua peraturan yang ada bahkan petani kecil swadaya makin dimarjinalkan karena Negara tidak mengontrol dan mengawasi untuk bisnis sawit yang merakyat, mensejahterakan dan memuliakan petani. Bapak Ibu Pimpinan lembaga dan hadirin yang saya hormat, Bapak Presiden Jokowi telah mengeluarkan Inpres Moratorium Kelapa sawit dan Peningkatan produktivitas. Ini merupakan sejarah baru dalam dunia perkelapasawitan Indonesia. Kita juga harus merefleksikan inpres terdahulu di 7 tahun yang lalu tentang moratorium hutan, dimana tidak ada capaian yang serius karena tidak dilakukan secara serius. Kami berharap, Inpres moratorium sawit dan peningkatan produktivitas ini harus memberikan dampak dengan cara bergotong royong antara satu sama lain, petani, perusahaan, LSM dan pemerintah serta lembaga dana khususnya BPDP-KS untuk bahu membahu berpraktek secara serius untuk perkebunan Indonesia yang merakyat dan berkelanjutan. Bapak ibu yang saya hormati,
Beberapa point pokok dari inpres moratorium sawit tersebut yang dapat memberikan manfaat bagi petani perkebunan rakyat terdapat beberapa hal; 1. Pendataan petani kelapa sawit baik di areal APL maupun dalam kawasan hutan. Kami meminta kepada pemerintah, BPDP-KS, perusahaan kelapa sawit serta pemerintah daerah untuk bahu membahu melakukan pendataan petani kelapa sawit tersebut. SPKS bersama INOBU sudah bekerjasama dengan direktorat jendral perkebunan untuk integrasi data perkebunan rakyat dan meminta kepada pelaku usaha dan semua pihak terkait untuk melakukan hal yang sama. Dengan adanya pendataan petani kelapa sawit, diharapkan agar pemerintah khususnya BPN-ATR dapat memberikan sertifikat secara gratis kepada petani perkebunan rakyat dan petani dalam kawasan hutan mendapatkan solusi yang lebih baik. Kami juga meminta kepada KLHK, agar memunculkan definisi petani kelapa sawit seperti apa yang harus dibebaskan atau diputihkan dan petani kelapa sawit seperti apa yang harus mengikuti peraturan yang berlaku. Kami juga meminta kepada direktorat jendral perkebunan untuk melakukan pembinaan dan pemberdayaan petani kelapa sawit khususnya bagi petani kelapa sawit yang sudah dipetakan dan begitupun halnya BPDP-KS untuk terlibat secara aktif untuk membangun perkebunan rakyat yang kuat, membangun kelembagaan petani swadaya atau tidak hanya focus pada peremajaan sawit. 2. Inpres moratorium juga memberikan nafas bagu bagi petani perkebunan swadaya dan petani plasma untuk dilakukan Revitalisasi kelembagaan seperti koperasi atau kelembagaan petani. Kelembagaan petani merupakan kunci untuk memajukan petani menjadi menjadi pelaku usaha perkebunan yang memiliki daya saing tinggi dan posisi tawar yang kuat. Dengan kelembagaan petani, petani-petani kecil di pedesaan perkebunan dapat didampingi dan dipandu kearah perkebunan rakyat yang kuat dan berkelanjutan. ISPO dan juga peremajaan kelapa sawit dapat dengan mudah dilakukan, apabila petani swadaya dan juga petani plasma memiliki kelembagaan yang kuat. Kedepan nya diharapkan, kelembagaan-kelembagaan petani atau koperasi perkebunan yang kuat, dapat meminta kepada presiden agar program B20 yang saat ini dicanangkan bersumber dari bahan baku petani perkebunan yang terasosiasi dalam kelembgaan petani. Sehingga petani tidak hanya menjadi penonton ditengah hingar bingar keuntungan dari program B20 oleh industry Biodiesel. 3. Inpres moratorium juga mendorong adanya Alokasi 20% dari kawasan hutan dan Hak Guna Usaha. Forum petani kelapa sawit ini meminta kepada KLHK dan juga BPN-ATR untuk melakukan transparansi data dimana dan berapa luas lahan kawasan hutan untuk rakyat dan juga dimana HGU untuk rakyat tersebut untuk dialokasi bagi petani perkebunan. Untuk itu juga, kami meminta kepada pemerintah khususnya kementerian pertanian untuk membuat peraturan khusus terkait dengan kemitraan perkebunan antara petani dan perusahaaan dan harus membuka ruang agar adanya kemandirian petani kelapa sawit mengelola lahannya. Kami perlu sampaikan bahwa sampai saat ini, belum ada peraturan kemitraan seperti peraturan perkebunan inti rakyat transmigrasi tahun 1979 yang sangat ideal bagi petani saat ini dan segera melakukan evaluasi pelaksanaan pola kemitraan management satu atap karena skema kemitraan tersebut membuat petani plasma tidak berdaya. Perlu ada kejelasan berapa hektar yang harus diperoleh oleh petani atau masyarakat dalam skema kemitraan sehingga petani dan kita semua tidak dikaburkan dengan angka 20% sebab saat ini begitu banyak masyarakat ataupun petani memperoleh kebun plasma seluas 0,30-1,5 ha yang tentunya sangat tidak cukup untuk menyekolahkan anak-anak mereka. Idealnya petani harus memiliki kebun seluas 4 ha
dengan ditambah lahan pangan 0,75 ha. Design perkebunan rakyat kedepan harus di integrasikan dengan kebutuhan pangan petani sehingga ketika terjadinya krisis petani masih memiliki tanah terakhir untuk kehidupannya. 4. Pelaksanaan ISPO. Kami paham bahwa ini merupakan mandatory dan petani kelapa sawit turut mendukung hadirnya prinsip sawit berkelanjutan asalkan memberikan manfaat dan nilai bagi petani perkebunan rakyat. Kami sadari bahwa, ISPO akan terlaksana di level petani kelapa sawit jika petani dimudahkan untuk memperoleh legalitasnya, dipermudah untuk memperoleh STDB, dan yang paling penting agar petani memperoleh ISPO adalah petani sudah terasosiasi dalam kelembagaannya. 5. Peningkatan produktivitas. Bapak presiden melalui inpres no 8 tersebut juga mendorong terwujudnya peningkatan produktivitas perkebunan rakyat. Kementerian pertanian memiliki target agar produktivitas perkebunan sawit bisa mencapai 36 ton/ha/tahun. Namun produktivitas petani masih sangat rendah yakni 12 ton/ha/tahun. Jika produktivitas bisa ditingkatkan, maka petani tentunya akan memperoleh income tambahan. Untuk strategi peningkatan produktivitas diharapkan, agar adanya sentra-sentra pembibitan kelapa sawit yang dikelola oleh kabupaten atau dinas perkebunan yang dapat memudahkan petani kelapa sawit untuk mengaksesnya sekaligus untuk melakukan pengawasan pembangunan serta peremajaan sawit. Selain itu juga pemerintah perlu membangun satgas sawit didaerah untuk melakukan pengawasan beberapa hal yang dapat membantu petani; 1. Satgas sawit tersebut, Untuk mengawasi peredaran bibit, pupuk, pestisida dan pembangunan kebun rakyat untuk memastikan kepastian legalitas lahan yang digunakan dan tidak membakar. 2. Satgas sawit tersebut, Untuk melakukan pengawasan MoU Kemitraan antara petani dan perusahaan untuk memastikan skema kemitraan antara petani dan perusahaan secara adil, setara dan tidak merugikan petani. 3. Satgas sawit tersebut, untuk mengawasi dan mengevaluasi alat timbang buah sawit di pabrik-pabrik kelapa sawit sehingga alat-alat timbang TBS petani tidak merugikan petani sawit. 4. Satgas sawit untuk memastikan kerjasama antara pabrik dengan petani swadaya dan mengontrol harga yang mainkan oleh tengkulak, ram sawit dan CV. Bapak Ibu pimpimpinan lembaga yang saya hormati, Dengan adanya inpres moratorium sawit ini, kami dari rembug ini meminta agar kita bergotong royong memberdayakan petani kelapa sawit. Tanpa gotong, inpres ini tidak akan memiliki makna bagi petani perkebunan rakyat khususnya petani swadaya. Sebagai ingatan saja, bahwa jangan mengira produksi CPO Nasional itu hanya diproduksi oleh industry saja tetapi juga oleh petani kelapa sawit begitupun halnya pendapatan Negara 22 miliar usd yang juga petani sawit memiliki andil didalamnya. Kami juga mengingatkan kepada industry kelapa sawit, agar jangan hanya mau dengan buah sawit nya petani saja, tetapi tidak mau membina mereka. Jangan pernah bilang; sawit ini untuk rakyat dan masyarakat, tetapi tidak mau membina petani perkebunan rakyat. Begitupun halnya industry biodiesel yang menikmati untungnya mendapatkan subsidi dari petani, tetapi tidak ada insentif khusus bagi petani kelapa sawit rakyat.
Bapak dan ibu Pimpinan lembaga, para pembicara, pimpinan organisasi masyarakat sipil dan pimpinan organisasi petani dan petani kelapa sawit yang saya muliakan, Sebagai kalimat terakhir dalam pidato saya dalam rembug nasional ini, saya ingin mengingatkan kemarahan seorang aktor dalam film AVENGER yakni HULK. Dalam film avenger, Hulk akan bersikap romantic jika disayangi oleh seorang bernama Black widow. Namun akan muncul kemarahannya hingga menjadi seorang destroyer yang susah untuk dikontrol apabila bertemu dengan orang menyakiti hati manusia lain dan generasinya. Begitupun halnya petani kelapa sawit rakyat, dimana petani sudah berkontribusi besar namun jika terus menerus disakiti petani bisa berubah seperti HULK. Demikian pidato pembukaan dari kami, kami memohon maaf jika terjadi kekurangan dalam penyelenggaraan Rembug Nasional Petani kelapa sawit ini dan mari kita bergandengan tangan bahu membahu untuk melaksanakan agenda moratorium sawit untuk perkebunan sawit Indonesia yang merakyat dan berkelanjutan. Hentikan deforestasi dan tingkatkan produktivitas kebun kita, amin. Jakarta, 28 November 2018. Mansuetus Darto Ketua Umum Serikat Petani Kelapa Sawit