Peristilahan Gambar. Oleh: Sanento Yuliman



dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Secara alamiah anak-anak sangat suka menggambar atau membuat coretancoretan

BEELAJAR MENCIPTAKAN RUANG MELALUI GAMBAR ANAK-ANAK Oleh: Taswadi. Abstrak

b. Karya seni rupa tiga dimensi atau trimatra, contoh; patung, monumen, mebel. rumah, pesawat, sepatu, sandal, tas, dll.

HUKUM PENERBITAN BAHAN PUSTAKA. Oleh. Dewi Wahyu Wardani

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penciptaan

SEJARAH DESAIN. Bentuk Dan Isi Modul 8. Udhi Marsudi, S.Sn. M.Sn. Modul ke: Fakultas Desain dan Seni Kreatif. Program Studi Desain Produk

III. METODE PENCIPTAAN. A. Implementasi Teoritik

02FDSK. Studio Desain 1. Denta Mandra Pradipta Budiastomo, S.Ds, M.Si. Hapiz Islamsyah, S.Sn

III. METODE PENCIPTAAN. A. Implementasi Teoritis

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut masalah sosial, budaya, religi, pendidikan, politik, pembangunan dan

BAB III METODE DAN PROSES PENCIPTAAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Agama memiliki hubungan yang erat dengan kebudayaan. Banyak

Bagan 3.1 Proses Berkarya Penulis

BAB III METODE PENCIPTAAN

MENGGAMBAR 1 HAND OUT DESAIN KOMUNIKASI VISUAL UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO SEMARANG. DEDDY AWARD W. LAKSANA, M.Pd

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TUGAS SENI BUDAYA ARTIKEL SENI RUPA

GITA MARDIAN KUSNANDANG

Aug 14, '08 2:21 PM untuk. Konsep Seni Rupa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Impressionisme adalah aliran seni yang pada mulanya melakukan

KESEBANGUNAN. Matematika

Dari Batasan-Batasan Itu Media Dapat Disimpulkan

BAB III METODE PENCIPTAAN

PASAR SENI DI YOGYAKARTA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penciptaan

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN I ( RPP I )

54. Mata Pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunarungu (SDLB B) A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mata pencaharian dengan hormat dan jujur. Dalam versi yang lain seni disebut. mempunyai unsur transendental atau spiritual.

2015 PENCIPTAAN KARAKTER SUPERHERO SEBAGAI SUMBER GAGASAN BERKARYA SENI LUKIS

3 PRINSIP-PRINSIP DAN UNSUR DESAIN

55. Mata Pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB D) A. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 17 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERIAN IJIN PENYELENGGARAAN REKLAME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

BAB IV TINJAUAN KARYA. Karya Tugas Akhir ini penulis mengambil judul Posisi Duduk. Crossed Leg Sebagai Motif Batik Kontemporer.

III. METODE PENCIPTAAN TOPENG SEBAGAI TEMA DALAM PENCIPTAAN KARYA SENI RUPA. A. Implementasi Teoritis

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan, maupun lingkungan kehidupan masyarakat. Alam dapat dikatakan. terpisahkan antara manusia dengan lingkungan alam.

BAB I PENDAHULUAN TESA APRILIANI, 2015 APLIKASI TEKNIK SABLON DENGAN OBJEK SIMBOL NAVAJO SEBAGAI ELEMENT ESTETIK RUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Berekspresi adalah ungkapan perasaan berdasarkan pada imijinasi,

BAB I PENDAHULUAN. negara lain dan negara itu sendiri. Seperti dalam rumusan R.G. Collingwood yang

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan

MENGGAMBAR PERSPEKTIF

Apakah itu keindahan dalam seni visual?

DISKRIPSI LUKISAN DUA PENARI

KOMPETENSI DASAR SENI BUDAYA DAN PRAKARYA SEKOLAH DASAR KELAS I - VI

BAB I PENDAHULUAN. Selain unsur visualisasi, teknik sapuan kuas yang ada di atas kanvas juga

Medium, Bahan, dan Teknik Berkarya Seni Rupa 2 Dimensi

BAB II KAJIAN TEORI. yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi (Sugiyo, 2005). Komunikasi antar

BAB I PENDAHULUAN. gagasan, ekspresi atau ide pada bidang dua dimensi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian kualitatif mengarahkan peneliti menjelajahi kancah dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan dan kesatuan suatu bangsa dapat ditentukan dari aspek- aspek


BAB V TEKNIK PENATAAN DISPLAY INOVASI BUSANA ETNIK

MODUL VI BU 461*) Adibusana

TINJAUAN PUSTAKA. Melalui pendidikan jasmani siswa disosialisasikan ke dalam aktivitas

53. Mata Pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunanetra (SDLB A)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 02 Tahun : 2008 Seri : E

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau

BAB 1 : PERSIAPAN MENGGAMBAR

1 of 5 11/5/2010 7:37 AM

Kompetensi Materi Kegiatan. Dasar Pembelajaran Pembelajaran Teknik Bentuk Contoh Instrumen Waktu Belajar. Indikator SILABUS. Penilaian Alokasi Sumber

III. METODE PENCIPTAAN

BAB I PENDAHULUAN. Komik adalah suatu bentuk seni yang menggunakan gambar-gambar tidak

PROGRAM PEMBELAJARAN SENI BUDAYA DAN KETRAMPILAN SEKOLAH DASAR KELAS V SEMESTER 2

pribadi pada masa remaja, tentang kebiasaan berkumpul di kamar tidur salah seorang teman

BAB III PROSES DAN TEKNIK PENCIPTAAN

pendidikan seni tersebut adalah pendidikan seni rupa yang mempelajari seni mengolah kepekaan rasa, estetik, kreativitas, dan unsur-unsur rupa menjadi

PROGRAM PEMBELAJARAN SENI BUDAYA DAN KETRAMPILAN SEKOLAH DASAR KELAS I SEMESTER 2

SILABUS PEMBELAJARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software), hampir sebagian

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA (Berita Resmi Kotamadya Daerah Tingkat II Yogyakarta)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB II KAJIAN TEORI. dapai dipakai apabila konsep-konsep aktivitas dan ketentuan-ketentuan serta prinsip-prinsip

Bab. Berkarya Seni Rupa Dua Dimensi (2D) Peta Materi. Semester 1. Pengertian. Unsur dan Objek. Berkarya Seni Rupa 2 D. Medium, Bahan, dan Teknik

BAB IV Desain Scrapbook

ALAT PERAGA VISUAL Pengertian Visual Aids Alat Peraga Visual (Visual Aids) adalah

BAB III PROSES DAN TEKNIK PENCIPTAAN. kebenaran, hal ini terkait sekali dengan realitas.

I. PENDAHULUAN. Pada bagian pendahuluan ini mencakup beberapa hal pokok yamg terdiri dari latar

MENCETAK BAGI ANAK USIA DINI Oleh: Dra. Tity Soegiarty, M.Pd.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 1 TAHUN 1994 TENTANG PAJAK REKLAME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang mengarah pada proses belajar seperti bertanya, mengajukan pendapat,

Perspektif mata burung : dilihat secara keseluruhan dari atas. Perspektif mata normal : dilihat secara keseluruhan dengan batas mata normal

BAB III PROSES DAN TEKNIK PENCIPTAAN

BAHAN PERKULIAHAN KRIYA TEKSTIL. Disusun Oleh : Dra. Marlina, M.Si Mila Karmila, S.Pd, M.Ds

Elemen Elemen Desain Grafis

SENI RUPA 2 DIMENSI DAN 3 DIMENSI

BONEKA JARI SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KELAS RENDAH SEKOLAH DASAR

MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK SD KELAS I-III

BAB III ELABORASI TEMA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah tentang sistem pendidikan nasional, dirumuskan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. Anak pada zaman sekarang umumnya lebih banyak menghabiskan waktu

PROGRAM PEMBELAJARAN SENI BUDAYA DAN KETRAMPILAN SEKOLAH DASAR KELAS I - SEMESTER 1

BAB I PENDAHULUAN. hidup sehingga pendidikan bertujuan menyediakan lingkungan yang memungkinkan

BAB III METODE PENCIPTAAN. A. Implementasi Teoritik

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah karya seni tidak terlepas dari pembuatnya, yaitu lebih dikenal dengan

I. PENDAHULUAN. pembaharuan dalam pemanfaatan hasil-hasil teknologi dalam proses

SILABUS PEMBELAJARAN

2015 APLIKASI KARAKTER MONSTER DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK CROCHET PADA PRODUK TAS REMAJA PUTRI

OLEH : Yayan heryana

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Endang Permata Sari, 2014

4. Sampul (Cover) Cerita Bergambar PASOSORÉ

Transkripsi:

Peristilahan Gambar Oleh: Sanento Yuliman Yang pertama-tama perlu diingat dalam membicarakan gambar ialah bahwa kata gambar mempunyai lingkup pengertian yang luas. Yang tampak di layar televisi ketika pesawat dihidupkan, yang kelihatan di layar bioskop ketika film main, demikian juga foto, reproduksi foto di harian dan majalah, lukisan, peta, denah, grafik, dan sebagainya, itu semua dalam bahasa Indonesia disebut gambar. Bahkan dalam kesusasteraan lama, patung pun disebut gambar. Bahasa kita bukan saja mengenal istilah gambar timbul dan gambar tempel, tetapi juga gambar angan-angan dan gambar cermin. Lingkup pengertian yang luas itu, yang lazim dan berakar dalam penggunaan bahasa Indonesia, menyebabkan sia-sia upaya menggunakan kata gambar sebagai padanan Indonesia untuk kata Inggris drawing. Di kalangan para pelukis sekalipun, lukisan sering disebut juga gambar. Kita dapat menyisihkan beberapa penggunaan lama yang sekarang menjadi kurang lazim bahkan tidak lazim. Patung tidak lagi disebut gambar. Orang lebih sering mengatakan bayangan cermin (dalam fisika santiran ) daripada gambar cermin. Dan kita lebih sering mendengar gambaran angan-angan atau anganangan saja, juga bayangan, daripada gambar angan-angan. Dengan penyisihan itu, jenis obyek yang kita sebut gambar menjadi lebih terbatas. Obyek itu pada umumnya berada atau terwujud pada sebuah luasan atau bidang, yaitu pada permukaan sebuah benda penyangga. Penyangga ini bisa papan, kertas, kain, dinding rumah atau dinding barang, atau benda lainnya. Kita sebut gambar semua hasil karya rupa yang berwujud demikian itu. Bidang tempat gambar terwujud kita namai bidang gambar atau natar. Istilah natar berasal dari perbatikan, semula berarti dasar atau dasar warna pada kain batik. Kita taksiskan (definisikan) lagi menjadi dasar tempat gambar bertumpu, yaitu sama dengan bidang gambar.

Natar alias bidang gambar kita bedakan dari ruang gambar alias latar. Jika yang pertama adalah tempat gambar terwujud, yang kedua justru terwujud di dalam gambar. Salah satu pekerti gambar juga dalam hal kita tidak mengenali obyek yang digambarkan ialah terparaknya (terbedakan dan terpisahkannya) sosok dari latar. Sosok ialah bagian gambar yang tampak pekat atau padat, sedang latar ialah bagian selebihnya yang tampak meruang. Pada segolongan gambar, ruang ini dapat dibayangkan bersaf-saf ke belakang, sehingga ada latar depan, yaitu ruang yang paling dekat dengan kita pengamat, ada latar tengah, dan yang paling jauh dari pengamat, latar belakang. Istilah latar digunakan juga dalam perbatikan, sebagai padan kata natar. Tetapi dalam bahasa Jawa istilah itu dipakai pula untuk menamai halaman rumah, yang di belakang disebut latar belakang, yang di depan rumah disebut latar depan atau latar saja. Sosok dalam gambar mungkin mempunyai bentuk yang menyebabkan kita berkata Ha, ini gambar orang! atau Ini gambar pohon. Sosok demikian kita sebut imba. Imba ialah kata Kawi (Jawa Kuno) yang berarti sosok atau bentuk, dan yang kata kerja pasifnya, ingimba berarti ditiru, dan inimba berarti digambarkan. Kita dapat menaksiskan imba sebagai wujud buatan yang meniru, menyerupai, atau menggambarkan wujud lain yang biasanya ada atau kita temukan jenisnya, dalam kenyataan, seperti pohon, rumah, gedung, orang, dan obyek nyata lainnya. Sudah tentu sebuah imba tidak dalam segala sesuatunya menyerupai obyek yang diimba. Jika serupa dalam segala hal, kita tidak beroleh imba, melainkan duplikat atau kembaran, yaitu obyek sungguh-sungguh. Bahan dan teknik yang digunakan sendiri menyebabkan dalam setiap pengimbaan terjadi alih wujud, misalnya dari trimatra ke dwimatra, dari daging ke pigmen cat, dari warna-warni ke hitam-putih, dan sebagainya. Terjadi penyusutan, misalnya dalam hal jumlah matra, besar ukuran, jumlah unsur rupa, dan lain-lain. Selain itu dapat terjadi penggayaan: imba dibuat mengikuti gaya yang telah ada; penyederhanaan: mengurangi kerancaman rupa atau kerancaman bentuk (rancam adalah campuran bermacam-macam); pemiuhan: pengubahan perbandingan ukuran; bahkan perombakan: pengubahan

besar-besaran, melalui pembongkaran bentuk. Terdapat berbagai tingkat pengimbaan. Sehubungan dengan gambar, obyek yang diimba kita beri nama umum wastu. Ini diambil dari bahasa Kawi, asal Sansekerta. Untuk kata vastu Sansekerta, Ananda K. Coomaraswamy memberi terjemahan Inggris subject dan theme. Dalam bahasa Kawi, wastu mempunyai selingkung arti: 1. benar; sungguh; (ke-)nyata(-an); 2. wujud; (ke-)ada(-an); benda; 3. perihal; perkara. Sehubungan dengan gambar, wastu kita pahamkan sebagai obyek, atau kumpulan obyek, yang menjadi perihal atau perkara gambar, yaitu yang digambarkan, ditampilkan imbanya dalam gambar. Obyek atau kumpulan obyek itu biasanya ada, atau kita temukan jenisnya, dalam kenyataan. Wastu, dengan demikian, berhubungan dengan pertanyaan Obyek apa yang digambarkan? Kita bedakan wastu dari tema. Istilah ini kita pakai sebagai nama umum untuk menyebut gagasan atau buah pikiran yang diungkapkan dalam gambar. Tema berhubungan dengan pertanyaan Pikiran apa yang diungkapkan? Oleh karena gambar terwujud pada bidang, maka ia hanya dapat menampilkan imba sebuah obyek, atau bagian obyek, dilihat dari sudut pandang tertentu: obyek, atau bagian obyek itu tampil dengan sudut tampak tertentu. Sebuah obyek, misalnya, hanya kelihatan dari atas saja: kita beroleh tampak atas obyek itu. Mungkin bukan kelihatan lurus dari atas, melainkan menyerong. Dalam hal ini kita mendapatkan tampak serongatas. Pembentukan istilah begini dapat kita kembangkan, sehingga kita mempunyai bermacam-macam tampak sbb: Tampak atas Tampak bawah Tampak depan Tampak samping tampak serong-atas tampak serong-bawah tampak serong-depan tampak serong-samping Ada tampak yang khas, sehingga mempunyai nama tersendiri. Tampak depan ialah muka, sedang tampak samping ialah tampang. Selain itu sebuah imba dapat berupa sosok yang polos dan kelihatan pipih atau datar saja. Imba demikian kita sebut wayangan.

Sebuah gambar mengimba sebuah obyek bukan hanya pada sudut tampak tertentu, tetapi juga pada jarak tampak tertentu. Sebuah obyek (tentu saja yang kita lihat pada gambar ialah imbanya, yang dalam tanggapan kita, kita artikan sebagai obyek) dapat kelihatan berada di latar depan, sehingga kita beroleh penglihatan yang akrab tentangnya. Meskipun begitu, dalam lingkung keakraban ini kita dapat membedakan tiga macam jarak, sehubungan dengan tiga macam tampak. Yang pertama adalah tampak rapat. Di sini obyek dekat sekali dengan pengamat, sehingga yang kelihatan hanyalah sebuah rinci(h), yaitu sebuah bagian kecil, yang memenuhi, atau hampir memenuhi, latar depan. Kedua, tampak dekat: yang nampak adalah sebuah penggal atau bagian besar obyek, menguasai latar depan. Pada tampak yang ketiga, obyek memperagakan diri meledang (melédang), kelihatan seutuhnya memenuhi latar depan: inilah tampak ledang. Di luar lingkungan keakraban ini, terhadap kita obyek membedakan diri dan memisahkan diri memerakkan diri di latar tengah: kita beroleh tampak parak. Lebih surut obyek ke belakang, kitapun mendapat tampak jauh: obyek berada di kejauhan, tapi tegas terbedakan dari segala obyek lainnya. Lebih jauh lagi, obyek akan menyatu belaka dengan sekitarnya. Kita tidak lagi berhadapan dengan tampak sebuah obyek, melainkan dengan tamasya, yaitu dengan pemandangan luas. Banyak gambar bukan hanya mempunyai wastu dan tema, tetapi juga semangat. Kata semangat, Melayu asli, memiliki selingkung arti, di antaranya dapat diterapkan pada pembicaraan tentang gambar: 1. daya hidup, 2. keadaan atau suasana batin, 3. perasaan hati yang kuat. Daya hidup menyebabkan sebuah gambar dikatakan hidup. Ini tentu berhubungan dengan dengan sifat unsur-unsur rupa dan hubungan antara mereka di dalam gambar, yang kita tanggapi sebagai bertenaga dan berdaya hidup. Greget (kedua e dilafalkan seperti dalam awalan me ) adalah istilah singkat dan kena untuk itu. Greget (atau gregut dalam bahasa Kawi) berarti tenaga yang sedang bergiat (jadi bukan tenaga yang diam atau potensial) dan karena itu dipahamkan pula sebagai dorongan kemauan yang sedang menggerakkan perbuatan. Garis atau sapuan kuas adalah rekaman tenaga yang dikerahkan melalui tangan

pelukis, karenanya padanya kita dapat membaca greget. Greget juga dapat nampak dalam cara menyusun unsur-unsur rupa. Suasana hati berhubungan dengan suasana gambar yang kita rasakan, misalnya suasana lembut, murung, meriah, hangat, dan sebagainya. Kadang-kadang dalam lukisan orang mengatakan menemukan rasa hati yang kuat, yang disebut renjana atau emosi. Demikianlah, sehubungan dengan gambar, semangat dapat kita urai menjadi greget, suasana dan renjana. Tiga istilah lagi dapat kita ajukan di sini. Ialah wanda, diangkat dari perwayangan, corak dari pertekstilan, dan gaya. Wanda ialah sifat keseluruhan sebuah bentuk yang menjadikannya khas: kepribadian bentuk sebuah obyek atau sebuah imba. Dalam mengimba sebuah obyek, misalnya sebatang pohon, orang dapat memusatkan perhatiannya hanya kepada wanda pohon itu kepada kepribadian bentuknya. Corak ialah sifat keseluruhan tata rupa sebuah gambar. Sedangkan gaya bukan hanya berhubungan dengan tata rupa, melainkan juga dengan wastu, tema, dan semangat, yaitu dengan seluruh tata ungkap dan gambar. *** Sumber: Asikin Hasan (ed.): Dua Seni Rupa, Sepilihan Tulisan Sanento Yuliman, Yayasan kalam, 2001, hal.3-6. Diterbitkan kembali atas ijin penyunting dan penerbit.