BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1 Universitas Kristen Maranatha

B A B I PENDAHULUAN. pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik,

BAB I PENDAHULUAN. persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produksi rantai globin mengalami perubahan kuantitatif. Hal ini dapat menimbulkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi dan klasifikasi Gagal Ginjal Kronik. 1. Gangguan fungsi ginjal ditandai dengan adanya penurunan laju filtrasi

Curriculum vitae Riwayat Pendidikan: Riwayat Pekerjaan

Satuan Acara Penyuluhan (SAP) Anemia

Indek Eritrosit (MCV, MCH, & MCHC)

BAB 1 PENDAHULUAN. Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum. terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh

CLINICAL MENTORING TATALAKSANA ANEMIA DEFISIENSI BESI DALAM PRAKTEK SEHARI-HARI

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bervariasi berdasarkan usia, sebagian besar disebabkan oleh defisiensi besi,

DIAGNOSIS LABORATORIK ANEMIA DEFISIENSI BESI LABORATORIC DIAGNOSIS OF IRON DEFICIENCY ANEMIA

ABSTRAK. Latar belakang dan tujuan penelitian: Anemia defisiensi besi (ADB) sering bersamaan dengan anemia penyakit kronis (APK) dan keduanya

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. penyebab intrakorpuskuler (Abdoerrachman et al., 2007). dibutuhkan untuk fungsi hemoglobin yang normal. Pada Thalassemia α terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Mikrositer hipokrom adalah gambaran morfologi sel darah merah

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya produktifitas kerja dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi fungsinya untuk membawa O 2 dalam jumlah yang cukup ke

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. komponen utama adalah hemoglobin A dengan struktur molekul α 2 β 2.

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. rawat inap di RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga. kanker payudara positif dan di duga kanker payudara.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (cairan darah) dan 45% sel-sel darah.jumlah darah yang ada dalam tubuh sekitar

THALASEMIA A. DEFINISI. NUCLEUS PRECISE NEWS LETTER # Oktober 2010

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Istilah talasemia berasal dari kata Yunani yaitu Thalassa (laut) dan Haema (darah)

PENDEKATAN DIAGNOSIS LABORATORIUM TALASEMI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rusak dan terkontaminasi oleh zat-zat yang tidak berbahaya maupun yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

PERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. masa kehamilan. Anemia fisiologis merupakan istilah yang sering. walaupun massa eritrosit sendiri meningkat sekitar 25%, ini tetap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

PERBEDAAN INDEX ERITROSIT PADA PASIEN ANEMIA GAGAL GINJAL KRONIK DAN THALASSEMIA MAYOR

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. sel darah merah lebih rendah dari nilai normal, sebagai akibat dari defisiensi salah

Metabolisme Besi dan Pembentukan Hemoglobin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Paru merupakan port d entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Kuman

BAB I PENDAHULUAN. adalah mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh dan

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan menurunnya kadar hemoglobin dalam darah individu. Eritrosit

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di. dibandingkan dengan laki-laki muda karena wanita sering mengalami

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang. kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Ketersediaan kantong darah di Indonesia masih. sangat kurang, idealnya 2,5% dari jumlah penduduk untuk

Anemia Megaloblastik. Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. gangguan absorpsi. Zat gizi tersebut adalah besi, protein, vitamin B 6 yang

BAB I PENDAHULUAN. mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada

BAB I PENDAHULUAN. β-thalassemia mayor memiliki prognosis yang buruk. Penderita β-thalassemia. 1.1 Latar Belakang

membutuhkan zat-zat gizi lebih besar jumlahnya (Tolentino & Friedman 2007). Remaja putri pada usia tahun, secara normal akan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Anemia juga masih

BAB II HEMOGLOBINOPATI

MAKALAH GIZI ZAT BESI

BAB I PENDAHULUAN. masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas, istilah. pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan biologis.

BAB I PENDAHULUAN. spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi.

Ruswantriani, Pembimbing : Penny Setyawati, dr, SpPK, M. Kes

BAB II KAJIAN PUSTAKA. cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian Anemia Defisiensi Besi (ADB)

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan masalah yang sering terjadi di Indonesia. Anemia

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN ANTARA FREKUENSI KONTROL DENGAN TINGGI BADAN PADA PASIEN TALASEMIA MAYOR SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Anemia mempengaruhi secara global 1,62 miliar penduduk dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi

Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Anak Dengan Thalasemia

T E S I S BUDI ANDRI FERDIAN /IKA DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Talasemia adalah gangguan produksi hemoglobin yang diturunkan, pertama kali ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1 P a g e

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN TALASEMIA By Rahma Edy Pakaya, S.Kep., Ns

LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dinamakan sebagai pembuluh darah dan menjalankan fungsi transpor berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terjadinya anemia. Defisiensi mikronutrien (besi, folat, vitamin B12 dan vitamin

BAB I PENDAHULUAN. kurang dari angka normal sesuai dengan kelompok jenis kelamin dan umur.

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Transfusi darah adalah salah satu praktek klinis yang umum dilakukan pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Haemoglobin adalah senyawa protein dengan besi (Fe) yang dinamakan

ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS

BAB I PENDAHULUAN UKDW. serta diwariskan melalui cara autosomal resesif (Cappillini, 2012).


BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. negara berkembang yang tidak hanya mempengaruhi segi kesehatan masyarakat

BAB 1 : PENDAHULUAN. SDKI tahun 2007 yaitu 228 kematian per kelahiran hidup. (1)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mukosa mulut yang bersifat kambuhan, merupakan salah satu lesi mulut yang

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anemia Anemia adalah penurunan hemoglobin darah di bawah nilai normal. Nilai normal dapat bervariasi antar laboratorium, namun nilai yang umum adalah kurang dari 13,5 g/dl pada pria dewasa dan kurang dari 11,5 g/dl pada wanita dewasa (tabel 2). 2 Tabel 2. Nilai normal sel darah merah dewasa Pria Wanita Hemoglobin (g/dl) 13,5-17,5 11,5-15,5 Hematokrit (PVC) (%) 40-52 36-48 Hitung eritrosit (x10 12 /L) 4,5-6,5 3,9-5,6 Hemoglobin eritrosit rata-rata (HER) 27-34 27-34 (pg) Volume eritosit rata-rata (VER) (fl) 80-95 80-95 Konsentrasi hemoglobin eritrosit 30-35 30-35 rata-rata (g/dl) Hitung retikulosit (x10 9 /L) 50-150 50-150 Sumber : Hoffbrand A V, 2013 2 Anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan patogenesis, morfologi sel darah merah dan gejala klinis. Ketiganya penting dalam mendiagnosis anemia. Berdasarkan patogenesis, anemia diklasifikasikan menjadi hypo-regeneratif dan regeneratif. Berdasarkan gejala klinis, anemia diklasifikasikan menjadi akut dan kronik. Berdasarkan morfologi sel darah merah, anemia diklasifikasikan berdasarkan ukuran serta warna sel darah merah. 20 13

14 Morfologi sel darah merah berupa ukuran serta warna. Berdasarkan ukuran eritrosit anemia diklasifikasikan menjadi tiga, yakni anemia mikrositik, anemia makrositik dan anemia normositik. Anemia diklasifikasikan sebagai mikrositik ketika ukuran sel darah merah lebih kecil dari normal (VER <82 fl). Anemia diklasifikasikan sebagai makrositik ketika ukuran sel darah merah lebih besar dari normal (VER >98 fl). Anemia diklasifikasikan sebagai normositik ketika ukuran sel darah merah normal (VER 82-98 fl). 11,20 (a) anemia mikrositik (b) anemia normositik (c) anemia makrositik Gambar 1. Anemia berdasarkan ukuran eritrosit pada sediaan apus darah tepi. Sumber : Armitage, 2003 41 Keterangan : (a) Anemia mikrositik; (b) anemia normositik; (c) anemia makrositik. 2.1.1 Anemia Mikrositik Anemia mikrositik adalah penurunan kadar hemoglobin di bawah normal dengan gambaran sel darah merah yang lebih kecil dari normal (mikrositik) pada

15 temuan laboratorium. Gambaran mikrositik sering disertai dengan terlihat lebih pucat pada pewarnaan sediaan apus (hipokromik). 11 Anemia mikrositik terjadi karena penurunan sintesis hemoglobin. Hemoglobin terdiri atas gugus heme dan rantai globin. Penurunan sintesis heme terjadi pada defisiensi besi, anemia sideroblastik dan juga pada anemia penyakit kronis. 11 Penurunan sintesis rantai globin terjadi pada hemoglobinopati. Hemoglobinopati terdapat dua golongan yakni talasemia dan varian struktur hemoglobin. 17 Pemeriksaan darah pada anemia mikrositik hiprokromik secara umum memperlihatkan penurunan kadar hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht) dan volum eritrosit rerata (VER atau MCV (mean corpuscular volume)). Pengurangan ukuran sel cenderung diikuti dengan penurunan muatan hemoglobin sehingga hemoglobin eritrosit rerata (HER atau MCH (mean corpuscular hemoglobin)) juga menurun. 11 2.2 Anemia Defisiensi Besi Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kurangnya cadangan besi tubuh (depleted iron store). Zat besi dalam tubuh penting dalam pembentukan gugus heme dalam hemoglobin. Gugus heme terbentuk dari portoporfirin yang bergabung dengan besi dalam bentuk ferro (Fe 2+ ). 2 Besi dalam makanan (besi ferri (Fe 3+ )) mengalami reduksi menjadi ferro (Fe 2+ ) dan diserap dalam duodenum. Besi diangkut dan disimpan dalam darah melalui protein. Pengangkutan zat besi dilakukan oleh protein transferin.

16 Kemampuan total transferin untuk mengangkut zat besi disebut total iron binding capacity (TIBC). Penyimpanan zat besi yang tidak aktif (Fe 3+ ) dilakukan dalam bentuk protein feritin. 2,21,22 Gambar 2. Absorpsi, pengangkutan dan penyimpanan besi. Sumber : Hoffbrand A V, 2013 2 Kekurangan zat besi mengganggu pembentukan hemoglobin. Pembentukan hemoglobin yang terganggu mengakibatkan terjadinya alterasi pembentukan sel darah merah (eritropoesis) sehingga terjadi anemia. Kurangnya kesediaan zat besi dapat terjadi karena : (1) asupan tidak mencukupi; (2) malabsorpsi; (3) peningkatan kebutuhan; (4) kehilangan yang meningkat. 2,11,23 Diet di negara barat rata-rata mengandung 10-15 mg besi tiap hari, namun hanya 5-10% yang diserap pada keadaan normal. 2 Jika asupan zat besi tidak

17 mencukupi maka jumlah zat besi yang terabsorpsi juga akan menurun dan mengakibatkan kurangnya cadangan zat besi tubuh. Malabsorpsi besi dapat disebabkan karena celiac disease, autoimune atrophic gastritis, Helicobacter pylori gastritis, IRIDA (iron-refractory iron deficiency anemia) dan inflamasi kronik. 24 Pada celiac disease terjadi perubahan silia pada mukosa duodenum yang berakibat pada penurunan absorbsi besi anorganik. 25 Infeksi Helicobacter pylori selain menyebabkan ulkus peptikum yang menyebabkan kehilangan zat besi karena perdarahan, infeksi strain tertentu Helicobacter pylori dapat mengambil zat besi yang seharusnya diserap oleh pasien. 26 IRIDA adalah kelainan autosomal resesif pada gen TMPRSS6. Pasien dengan IRIDA mengalami peningkatan kadar hepsidin. Hepsidin adalah hormon yang diproduksi oleh hati yang menginhibisi penyerapan besi serta meningkatkan pelepasan zat besi dalam penyimpanan makrofag. 27 Peningkatan kebutuhan zat besi terjadi pada pertumbuhan pada anak dan remaja, menstruasi, kehamilan serta pada terapi eritropoetin. Kebutuhan besi meningkat saat pertumbuhan. Kebutuhan besi pada saat pertumbuhan wanita meningkat sekitar 0,14 mg per hari dan untuk pertumbuhan pria meningkat sekitar 0,18 mg per hari. 24 Kebutuhan besi pada masa kehamilan meningkat karena zat besi tidak hanya diperlukan untuk sintesis heme bagi ibu dan janin tapi zat besi juga penting bagi janin dalam produksi enzim tertentu 28. Tambahan zat besi pada kehamilan dibutuhkan sekitar 22-36 mg. Pasien dengan gagal ginjal sering

18 mengalami gangguan pula pada sistem eritropoetin, sehingga diperlukan tambahan zat besi dalam terapinya. 24 Satu milliliter darah mengandung 0,5 mg zat besi, dengan demikan perdarahan dapat mengakibatkan keseimbangan zat besi menurun. Penyebab perdarahan yang sering terjadi adalah adanya infeksi cacing tambang. Penyebab lain perdarahan yang dapat mengakibatkan penurunan keseimbangan zat besi adalah perdarahan pada sistem pencernaan (hemorrhoid, hiatus hernia, ulkus peptikum, divertikulosis dan sebagainya). 29 Pasien dengan anemia defisiensi besi dapat mengalami gejala dan tanda anemia umum seperti lelah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, telinga mendenging dan takikardia. Gejala klinis khusus dapat timbul pada anemia defisiensi besi yang tidak dijumpai pada anemia jenis lain seperti glositis atau atrofi papil lidah, koiloikia (kuku sendok), stomatitis angularis (luka berupa bercak pucat keputihan pada sudut mulut) dan disfagia akibat adanya peradangan selaput faring (sindrom Paterson-Kelly atau Plummer-Vinson). 2,11,30 2.2.1 Pemeriksaan Laboratorium Anemia Defisiensi Besi Pemeriksaan darah, sediaan apus dan feritin serum diperlukan untuk diagnosis. Apabila diagnosis sulit, dianjurkan pula untuk memeriksa sumsum tulang. Pemeriksaan laboratorium yang dapat ditemukan sebagai acuan diagnosis anemia defisiensi besi adalah: 12

19 1) Anemia mikrostik hipokromik dengan penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai berat. VER, KHER (konsentrasi hemoglobin rerata) dan HER menurun. Nilai VER <70 fl. Ketika anemia menjadi berat terjadi anisositosis yang ditandai dengan peningkatan RDW (red distribution width). Apusan darah menunjukkan anemia hipokromik mikrositer, anisositosis, anulosit, sel pensit, dan terkadang sel target. Berbeda dengan talasemia, pada anemia defisiensi besi derajat hipokromia dan mikrositosis berbanding lurus dengan derajat anemia. 2) Kadar besi menurun <50 μg/dl, total iron binding capacity (TIBC) meningkat >350 μg/dl, dan saturasi transferin <15%. 3) Kadar serum feritin <20 μg/dl. 4) Kadar transferin dan kemampuan daya ikat besi meningkat pada anemia defisiensi besi, normal pada anemia penyakit kronik dan talasemia. 5) Pengecatan besi sumsum tulang dengan biru prusia (Perl s stain) menunjukkan cadangan besi yang negatif (butir hemosiderin negatif). Gambar 3. Pemeriksaan laboratorium anemia defisiensi besi Sumber : Hoffbrand A V, 2013 2

20 2.3 Talasemia Talasemia adalah salah satu penyakit keturunan pada hemoglobin, Hemoglobin normal pada manusia dewasa ada 3 jenis. Komponen utama adalah hemoglobin A (Hb A) dengan kadar 96-98%. Tiap molekul Hb A dewasa normal terdiri dari gugus heme dan empat rantai polipeptida, α2β2. Dua jenis hemoglobin yang lain adalah hemoglobin A2 dengan kadar 1,5-3,2% dan hemoglobin F dengan kadar 0.5-0,8%. 2 Pada keadaan normal, fetus memiliki hemoglobin fetus (hemoglobin F) yang kemudian akan mulai digantikan oleh hemoglobin dewasa (hemoglobin A) yang semakin meningkat sedangkan hemoglobin F menurun. Kadar sintesis hemoglobin A2 sedikit, tetapi jika sintesis hemoglobin A tidak menucukupi maka kadar sintesis hemoglobin A2 akan ditingkatkan, oleh karena itu kadar hemoglobin A2 penting dalam diagnostik. 11 Pada talasemia, terjadi mutasi ataupun delesi pada gen yang mengkode pembentukan rantai globin. Mutasi ataupun delesi pada gen menyebabkan penurunan sintesis rantai globin atau bahkan sampai sama sekali tidak terbentuk rantai globin. Jenis utama pada talasemia, berdasarkan rantai globin utama pada manusia, terdiri dari talasemia alfa dan talasemia beta. 2.3.1 Talasemia Beta Pada Talasemia beta terjadi kerusakan pada rantai globin beta. Kerusakan yang terjadi lebih banyak disebabkan karena mutasi daripada delesi. Mutasi

21 ataupun delesi terjadi pada gen pengkode hemoglobin subunit beta yang terletak pada kromosom 11. 7,17 Gen pengkode rantai globin beta terdapat 2. Jika terjadi kerusakan pada salah satu gen menyebabkan talasemia beta heterozigot. Jika terjadi kerusakan pada kedua gen dapat menyebabkan talasemia beta homozigot. 31 Kerusakan gen pembentuk rantai globin beta menyebabkan gangguan sintesis rantai globin beta. Gangguan sintesis rantai globin menyebabkan turunnya bahkan tidak terbentuknya rantai globin beta pada hemoglobin. Turunnya sampai tidak terbentuknya rantai globin mengganggu fungsi hemoglobin sebagai protein yang berfungsi mengikat oksigen dan menyebabkan perfusi jaringan menurun. Turunnya sampai tidak terbentuknya rantai globin menimbulkan defek maturasi sitoplasma dan eritrosit kecil yang relatif kosong. 30 Penurunan yang besar bahkan sampai terjadi ketidak tersediaan rantai globin beta menyebabkan konsentrasi rantai globin alpha terkesan meningkat dan menumpuk pada sel darah merah. Penumpukan rantai globin alpha pada sel darah merah mengakibatkan timbulnya agregat yang tidak larut dan berujung pada kematian sel darah merah lebih dini (eritopoesis inefektif). 5 Ketiga proses tersebut mengakibatkan gejala klinis anemia. Berat ringannya gejala klinis yang muncul tergantung dari jenis talasemia beta. 2.3.1.1 Talasemia Beta Heterozigot Mutasi pada salah satu gen globin beta mengakibatkan talasemia beta heterozigot atau disebut pula sebagai talasemia beta minor. 31 Mutasi pada salah

22 satu gen globin beta menyebabkan penurunan kecepatan sintesis globin beta dan terjadi mikrositosik hipokrom (VER dan HER sangat rendah). Talasemia beta heterozigot menyebabkan penurunan kecepatan sintesis globin beta, namun sumsum tulang mengimbangi dengan memproduksi lebih banyak eritrosit, sehingga hitung eritrosit sangat tinggi (>5,5 x 10 12 /L). Pasien dengan talasemia beta heterozigot memiliki gejala klinis anemia ringan (hemoglobin 10-12 g/dl). 2,11 Gejala dapat bersifat asimptomatik atau dapat bersifat anemia ringan. 32 Gejala anemia ringan yang dapat muncul adalah lemah, letih dan lesu. 2.3.1.2 Talasemia Beta Homozigot Mutasi pada kedua gen globin beta menyebabkan talasemia beta homozigot atau sering disebut sebagai talasemia beta mayor. 31 Pasien dengan talasemia beta homozigot terjadi gangguan sintesis globin yang berat, mulai dari sintesis globin beta yang berkurang sangat berat (talasemia β 0 β + atau talasemia β + β + ) hingga tidak sama sekali terbentuknya globin beta (talasemia β 0). Talasemia beta homozigot, atau disebut pula Cooley s anemia, akan terjadi gejala anemia berat. Sehingga penderita akan bergantung pada transfusi darah. 11 Anemia berat mulai muncul 3-6 bulan setelah lahir bersamaan dengan perubahan dari rantai γ ke β. 2 Anemia berat menyebabkan peningkatan sintesis eritopoetin, yang semakin memicu eritopoesis inefektif. Proses ini berlangsung pada sumsum tulang (menyebabkan deformitar tulang) dan di ekstramedular (menyebabkan hepatosplenomegali). 11

23 2.3.1.3 Talasemia Beta Intermedia Talasemia beta intermedia dapat disebabkan talasemia beta heterozigot dengan faktor yang memperburuk atau talasemia beta homozigot dengan faktor yang memperbaiki. 11 Pasien dengan talasemia beta intermedia timbul keparahan sedang (hemoglobin 7,0-10,0 g/dl) yang tidak memerlukan transfusi darah secara teratur. 2 2.3.2 Pemeriksaan Laboratorium Talasemia Beta Pemeriksaan laboratorium talasemia beta menunjukkan gambaran anemia mikrositik hipokromik. Gambaran anemia mikrositik hipokromik ditunjukkan dengan turunnya nilai VER dan HER, yang dapat dilihat pada tabel 3 Tabel 3. Indikator sel darah merah pada talasemia beta Normal Affected Carier Indikator Sel Darah Merah Talasemia Talasemia Beta Pria Wanita Beta Mayor Minor VER (fl) 89,1±5,01 87,6±5,5 50-70 <79 HER (pg) 30,9±1,9 30,2±2,1 12-20 <27 Hemoglobin (g/dl) 15,9±1,0 14,0±0,9 <7 Pria : 11,5-15,3 Wanita :9,1-14 Sumber : Raffaela O, 2015 6 Kadar hemoglobin A pada pasien talasemia beta tidak mencukupi, oleh karenanya terjadi peningkatan sintesis hemoglobin A2 dan atau hemoglobin F. Kadar jenis hemoglobin dapat dilihat melalui pemeriksaan analisis hemoglobin yang dapat dilihat pada tabel 4

24 Tabel 4. Pola hasil analisis hemoglobin pada talasemia beta (usia>12 tahun) Affected Carier Tipe β Normal Talasemia β + β + /β 0 Talasemia β-talasemia Hemoglobin homozigot Talasemia heterozigot minor homozigot ganda Hb A 96-98% 0 10-30% 10-30% 92-95% Hb F <1% 95-98% 70-90% 70-90% 0,5-4% Hb A 2 2-3% 2-5% 2-5% 2-5% >3,5% Sumber : Raffaela O, 2015 6 2.4 Perbedaan Pemeriksaan Laboratorium antara Anemia Defisiensi Besi dan Talasemia Perbedaan hasil pemeriksaan laboratorium anemia defisiensi besi dan talasemia dapat dilihat pada tabel 5 Tabel 5. Perbandingan laboratorium antara anemia defisiensi besi dan talasemia Anemia Defisiensi Besi Talasemia VER Menurun Menurun HER Menurun Menurun Besi Serum Menurun Normal TIBC Meningkat Normal/meningkat Saturasi transferin Menurun <15% Meningkat >20% Besi Sumsum tulang Negatif Positif kuat Feritin serum Menurun <20μg/dl Meningkat >50μg/dl Elektrofoesis Hb Normal Hb A2 meningkat Sumber : Bakta I.M., 2012 12 2.5 Hubungan Talasemia dengan Hemoglobin E Hemoglobin varian diturunkan secara genetik karena terjadi mutasi pada gen globin yang menyebabkan sintesis abnormal pada struktur hemoglobin. 11 Hemoglobin varian terdapat 3 macam, yaitu Hemoglobin S, Hemoglobin E dan Hemoglobin C. 17 Hemoglobin E terbentuk karena adanya mutasi pada gene 26 dari gene pembentuk rantai globin beta. 33 Hemoglobin E homozigot memberikan gejala klinis anemia sedang. Hemoglobin E heterozigot memberikan gejala klinis

25 anemia ringan seperti pada talasemia beta minor. Jika terbentuk kombinasi atau heterozigositas ganda hemoglobin E dan talasemia beta, maka akan memberikan gejala klinis anemia berat seperti talasemia beta mayor. Pasien dengan keadaan hemoglobin E memiliki gambaran anemia mikrositik hipokromik, pada kondisi ini dapat membuat kerancuan dalam diagnosis khususnya dalam membedakan antara hemoglobin dengan stadium awal anemia defisiensi besi dan talasemia. 17,33,34 2.6 Kehamilan Perubahan fisiologis terjadi pada saat kehamilan. Perubahan fisiologis terjadi mulai dari sistem hematologi, sistem hormon, sistem pada ginjal, sistem pernafasan, metabolisme glukosa, protein dan kalsium. 28 Perubahan sistem hematologi meliputi peningkatan volume plasma dan red blood cell mass. Volume plasma meningkat sekitar 10-15% mulai pada umur kehamilan 6-12 minggu. Peningkatan volume plasma yang terjadi lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan red blood cell mass, sehingga pada masa kehamilan terkesan terjadi anemia yang ditandai dengan penurunan kadar hemoglobin, hematokrit dan hitung sel darah merah. Hemoglobin turun sekitar 1-2 g/dl pada akhir trimester kedua dan mulai kembali stabil saat memasuki trimester ketiga. 28,35 Penurunan kadar hemoglobin dan hitung sel darah merah pada kehamilan dapat mempengaruhi skrining dan diagnosis anemia. 2.7 Anemia Hemolitik Etiologi anemia hemolitik sering dikategorikan ke dalam dua kelompok, didapat dan keturunan (herediter). Anemia hemolitik dapat disebabkan karena kelainan turunan pada membran sel darah merah, kelainan enzim, kelainan

26 hemoglobin, autoimun, mikroangiopati dan infeksi. Pasien dengan anemia hemolitik memiliki sel darah merah yang menjadi rapuh, tidak fleksibel, lebih rentan terhadap tegangan serta kerusakan oksidatif sehingga sel darah merah mengalami kerusakan (hemolisis) lebih dini. Kerusakan sel darah merah yang lebih dini ini dapat terjadi baik di dalam pembuluh darah maupun di luar pembuluh darah. Kerusakan sel darah merah yang lebih dini dapat mempengaruhi pemeriksaan darah. Pengaruh yang timbul dapat berupa kenaikan VER karena adanya retikulositosis maupun tidak akuratnya pemeriksaan karena sel darah merah rusak (hemolisis). 36,37 2.8 Usia Talasemia beta mayor menunjukan gejala anemia, jaundice dan hepatosplenomegali sebelum usia 2 tahun. Jika sudah menginjak usia di atas 2 tahun gejala baru muncul, kemungkinan talasemia yang muncul lebih ringan dibandingkan talasemia beta mayor. 6 Usia yang meningkat mempengaruhi pemeriksaan darah tepi. Penurunan rerata hemoglobin terbukti memiliki relasi yang signifikan dengan peningkatan usia. Usia yang meningkat di atas 70 tahun pada laki-laki dan di atas 80 tahun pada wanita meningkatkan resiko terjadinya insidensi anemia. 38 2.9 Mentzer Index Mentzer index ditemukan oleh William C. Mentzer, JR pada tahun 1973. Mentzer index menggunakan persamaan VER/RBC dengan nilai cut off <13 untuk diagnosis talasemia beta dan nilai >13 untuk diagnosis anemia defisiensi besi. Pada penelitian oleh tim Ayse V et al. (2014) menyatakan bahwa nilai sensitivitas

27 dan spesifisitas yang tinggi, yakni 98,7 % dan 82,3%, namun Mentzer index hanya dapat digunakan untuk membedakan anemia defisiensi dengan talasemia beta trait, tidak bisa digunakan untuk alpha maupun hemoglobin abnormal lainnya. 13,14 Penelitian oleh Fakher Rahim et al. (2009) menyatakan Mentzer index dapat mendiagnosis dengan tepat sebesar 88% dengan nilai sensitivitas sebesar 85% dan nilai spesifisitas sebesar 93%. 3 2.10 Red Distribution Width Index Red Distribution Width Index (RDWI) menggunakan persamaan VERxRDW/RBC dengan nilai cut off <220 untuk diagnosis talasemia beta dan nilai >220 untuk diagnosis anemia defisiensi besi. Pada studi Demir A et al. (2002) RDWI memiliki nilai ketepatan diagnosis tertinggi yakni 92%. RDWI sama seperti Mentzer Index, hanya dapat membedakan talasemia beta trait dan anemia defisiensi besi. 3,39 Penelitian oleh Fakher Rahim et al. (2009) menyatakan RDWI dapat mendiagnosis dengan tepat sebesar 81% dengan nilai sensitivitas sebesar 72% dan nilai spesifisitas sebesar 97%. 3 2.11 Green and King Index Green and King Index menggunakan persamaan VER 2 xrdw/100hb dengan nilai cuf off >65 untuk diagnosis anemia defisiensi besi dan nilai <65 untuk diagnosis talasemia beta. Penelitian Ntaois G et al. (2007) menyatakan bahwa formula Green and King memiliki nilai sensitivitas, spesifisitas dan Youden s index tertinggi, yakni berturut-turut 75.06%, 80.12% dan 70.86%. Kekurangan yang masih dimiliki Green and King index sama dengan Mentzer

28 Index dan RDWI, yakni hanya dapat membandingkan beta-talasemia trait dan anemia defisiensi besi. 15 Penelitian oleh Fakher Rahim et al. (2009) menyatakan Green and King index dapat mendiagnosis dengan tepat sebesar 67% dengan nilai sensitivitas sebesar 93% dan nilai spesifisitas sebesar 52%. 3 2.12 Kerangka Teori Anemia hemolitik Kehamilan Status Infeksi Anemia hemolitik Status Kehamilan VER RBC VER RDW VER Kadar Hb Mentzer Index Red Distribution Width Index Green and King Index Genetika Talasemia beta minor Anemia Defisiensi Besi Kadar TIBC Kadar besi serum Saturasi transferin Kadar Hb A2 Kadar Feritin serum /Kadar TIBC/Kadar besi Serum

29 2.13 Kerangka Konsep Mentzer Index Red Distribution Width Index Green and King Index Anemia Defisiensi Besi Talasemia Beta Minor