BAB I PENDAHULUAN. Universitas Andalas 1. Data di bagian THT-KL RSUP Dr. M. Djamil Padang periode Oktober 2011 sampai September 2012.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. pakar yang dipublikasikan di European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal

BAB I PENDAHULUAN. hidung dan sinus paranasal ditandai dengan dua gejala atau lebih, salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dasar diagnosis rinosinusitis kronik sesuai kriteria EPOS (European

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik dua atau lebih gejala berupa nasal. nasal drip) disertai facial pain/pressure and reduction or loss of

BAB 1 PENDAHULUAN. mungkin akan terus meningkat prevalensinya. Rinosinusitis menyebabkan beban

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. endoskopis berupa polip atau sekret mukopurulen yang berasal dari meatus

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Rinosinusitis kronis merupakan inflamasi kronis. pada mukosa hidung dan sinus paranasal yang berlangsung

BAB I PENDAHULUAN. paranasal dengan jangka waktu gejala 12 minggu, ditandai oleh dua atau lebih

Profil Pasien Rinosinusitis Kronik di Poliklinik THT-KL RSUP DR.M.Djamil Padang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD

HUBUNGAN SKOR LUND-MACKAY CT SCAN SINUS PARANASAL DENGAN SNOT-22 PADA PENDERITA RINOSINUSITIS KRONIS TESIS IRWAN TRIANSYAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sinus Paranasalis (SPN) terdiri dari empat sinus yaitu sinus maxillaris,

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) adalah penyakit yang sering dijumpai. Gejala utamanya

Rhinosinusitis. Bey Putra Binekas

BAB III METODE DAN PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik THT-KL RSUD Dr. Moewardi

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang muncul membingungkan (Axelsson et al., 1978). Kebingungan ini tampaknya

BAB 1 PENDAHULUAN. muka sekitar 40%. Lokasi hidung di tengah dan kedudukan di bagian anterior

GAMBARAN KUALITAS HIDUP PENDERITA SINUSITIS DI POLIKLINIK TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN RSUP SANGLAH PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014

Hubungan gejala dan tanda rinosinusitis kronik dengan gambaran CT scan berdasarkan skor Lund-Mackay

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis

BAB III METODE DAN PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD

BAB 1 PENDAHULUAN. diperantarai oleh lg E. Rinitis alergi dapat terjadi karena sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. pada saluran napas yang melibatkan banyak komponen sel dan elemennya, yang sangat mengganggu, dapat menurunkan kulitas hidup, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Definisi klinis rinitis alergi adalah penyakit. simptomatik pada hidung yang dicetuskan oleh reaksi

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB IV HASIL PENELITIAN. Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Rinosinusitis kronis disertai dengan polip hidung adalah suatu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kompleksitas dari anatomi sinus paranasalis dan fungsinya menjadi topik

ABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN SINUSITIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PADA APRIL 2015 SAMPAI APRIL 2016 Sinusitis yang merupakan salah

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher, dan bagian. Semarang pada bulan Maret sampai Mei 2013.

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara berkembang.1 Berdasarkan data World Health

DIAGNOSIS CEPAT (RAPID DIAGNOSIS) DENGAN MENGGUNAKAN TES SEDERHANA DARI SEKRET HIDUNG PADA PENDERITA RINOSINUSITIS

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di Indonesia, termasuk dalam daftar jenis 10 penyakit. Departemen Kesehatan pada tahun 2005, penyakit sistem nafas

BAB II. Landasan Teori. keberhasilan individu untuk menyesuaikan diri terhadap orang lain pada

I. PENDAHULUAN. Farmasi dalam kaitannya dengan Pharmaceutical Care harus memastikan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak dikategorikan ke dalam

Efektivitas larutan cuci hidung air laut steril pada penderita rinosinusitis kronis

BAB 1 PENDAHULUAN. Kornea merupakan lapisan depan bola mata, transparan, merupakan

Kualitas Hidup Penderita Rinosinusitis Kronik Pasca-bedah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (simptoms kurang dari 3 minggu), subakut (simptoms 3 minggu sampai

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah. mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan pada mukosa hidung

BAB I PENDAHULUAN. paranasaldengan jangka waktu gejala 12 minggu, ditandai oleh dua atau lebih gejala, salah

BAB 1 PENDAHULUAN. immunoglobulin E sebagai respon terhadap alergen. Manifestasi yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara fisiologis hidung berfungsi sebagai alat respirasi untuk mengatur

2.3 Patofisiologi. 2.5 Penatalaksanaan

Validasi Foto Polos Sinus Paranasal 3 Posisi untuk Diagnosis Rinosinusitis Kronik

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu respon inflamasi sel urotelium

RINOSINUSITIS KRONIS

Adaptasi Budaya, Alih Bahasa Indonesia, dan Validasi Sino-Nasal Outcome Test (SNOT)-22

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis akut adalah peradangan dari apendiks vermiformis, merupakan salah satu

HUBUNGAN TIPE DEVIASI SEPTUM NASI MENURUT KLASIFIKASI MLADINA DENGAN KEJADIAN RINOSINUSITIS DAN FUNGSI TUBA EUSTACHIUS

BAB 1 PENDAHULUAN. pemeriksaan rutin kesehatan atau autopsi (Nurdjanah, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS)

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh reaksi alergi pada penderita yang sebelumnya sudah tersensitisasi

Diagnosis dan Penanganan Rinosinusitis

Hubungan tipe deviasi septum nasi klasifikasi Mladina dengan kejadian rinosinusitis dan fungsi tuba Eustachius

BAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan sehingga mampu meningkatkan rata-rata usia harapan hidup.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Asma masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di. dunia dan merupakan penyakit kronis pada sistem

The effectiveness of sterile seawater for nose rinsing solution on chronic Rhinosinusitis patient based on nasal patency and quality of life

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena penderitanya sebagian besar orang muda, sehat dan produktif (Ropper &

BAB I PENDAHULUAN. Meningitis adalah kumpulan gejala demam, sakit kepala dan meningismus akibat

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

BAB 6 PEMBAHASAN. Penelitian ini mengikutsertakan 61 penderita rinitis alergi persisten derajat

BAB I PENDAHULUAN. yang menderita penyakit ini adalah Amerika Serikat dengan penderita

Gambaran Rinosinusitis Kronis Di RSUP Haji Adam Malik pada Tahun The Picture Of Chronic Rhinosinusitis in RSUP Haji Adam Malik in Year 2011.

HUBUNGAN DERAJAT SUDUT DEVIASI SEPTUM NASI DENGAN CONCHA BULLOSA PNEUMATISASI INDEX PADA PASIEN YANG MENJALANI PEMERIKSAAN CT SCAN SINUS PARANASALIS

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Secara klinis, rinitis alergi didefinisikan sebagai kelainan simtomatis pada hidung yang

FAKTOR PREDISPOSISI TERJADINYA RINOSINUSITIS KRONIK DI POLIKLINIK THT-KL RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN RINOSINUSITIS PADA PENDERITA RINITIS ALERGI JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Karsinoma laring adalah keganasan pada laring yang berasal dari sel epitel laring.

BAB I PENDAHULUAN. mengetahui adanya makanan (Ship, 1996). mengalami gangguan penghidu (Doty et al, 2006). Di Austria, Switzerland

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan masalah kesehatan utama masyarakat di dunia dan. penyebab kematian nomor dua di Amerika Serikat.

Efektivitas imunoterapi terhadap gejala, temuan nasoendoskopik dan kualitas hidup pasien rinosinusitis alergi

BAB 4 METODE PENELITIAN. 3. Ruang lingkup waktu adalah bulan Maret-selesai.

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis adalah salah satu penyebab akut abdomen paling banyak pada

Laporan Kasus SINUSITIS MAKSILARIS

I.2. Rumusan Masalah I.3. Tujuan Penelitian I.3.1 Tujuan umum I.3.2 Tujuan khusus

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi dan malnutrisi, pada saat ini didominasi oleh

BAB I PENDAHULUAN. organisme berbahaya dan bahan-bahan berbahaya lainnya yang terkandung di

Hubungan Antara Rinosinusitis Kronis dengan Polip Nasal dan Asma: Aspek Klinis dan Radiologis, Alergi, dan Penanda Inflamasi

Perbedaan transpor mukosiliar pada pemberian larutan garam hipertonik dan isotonik penderita rinosinusitis kronis

BAB I PENDAHULUAN. keganasan yang berasal dari sel epitel yang melapisi daerah nasofaring (bagian. atas tenggorok di belakang hidung) (KPKN, 2015).

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Rhinitis alergi merupakan peradangan mukosa hidung yang

BAB I PENDAHULUAN. Kista ovarium merupakan salah satu bentuk penyakit repoduksi yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. inflamasi kronik telinga tengah yang ditandai dengan perforasi membran timpani


BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kronis telah terjadi di Indonesia seiring dengan kemajuan teknologi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB 1 : PENDAHULUAN. Kanker payudara dapat tumbuh di dalam kelenjer susu, saluran susu dan jaringan ikat

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rinosinusitis kronis (RSK) merupakan satu diantara masalah kesehatan di bidang rinologi yang tidak hanya berefek pada beban kesehatan tapi juga menurunkan kualitas hidup. Riwayat penyakit yang berlangsung lama, besarnya biaya terapi serta kemungkinan eksaserbasi semakin memperberat beban finansial dan kualitas kerja. 1 Rinosinusitis merupakan masalah kesehatan yang angka insidensi tergolong tinggi setiap tahunnya. Tahun 1996 survey kesehatan Amerika mencatat RSK menduduki peringkat kedua penyakit kronis dengan insiden 12,5% dari penduduk atau 31 juta penderita setiap tahunnya. 2 Tahun 2008, tercatat 1 dari 7 dewasa menderita RSK. Tahun 2009, survei kesehatan di Amerika Serikat menyatakan 29,3 juta orang dewasa didiagnosis dengan rinosinusitis, atau sekitar 12,6% dari populasi masyarakat Amerika Serikat. Prevalensi pada wanita dilaporkan sebanyak 20,9%, hampir dua kali lipat dibandingkan pada pria (11,6%). 1,3 Tahun 2003, survey DEPKES RI menyatakan bahwa RSK berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit tingkat utama. 4 Data angka kejadian rinosinusitis di bagian THT-KL RSUP Dr. M. Djamil Padang pada periode Oktober 2011 sampai September 2012 terdapat 106 kasus baru rinosinusitis. * Rinosinusitis terdiri dari dua hal patologis, yaitu sinusitis dan rinitis. Definisi sinusitis adalah inflamasi sinus paranasal, sedangkan rinitis yaitu inflamasi pada kavum nasi. Pada tahun 1996, Rhinosinusitis Task Force dengan didukung oleh American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery, the American Rhinology Society dan American Academy of Otolaryngologic Allergy merekomendasikan pergantian istilah menjadi rinosinusitis. Penggantian istilah ini didasari oleh rinitis sering muncul mendahului sinusitis dan fakta bahwa sinusitis tanpa rinitis sangat jarang terjadi. 1 Tahun 2012, European Position Paper on Rinosinusitis and Nasal Polyps (EPOS) mendefinisikan rinosinusistis sebagai suatu inflamasi hidung dan sinus paranasal dengan terdapatnya 2 atau lebih dari gejala berikut dengan salah satunya harus terdapat keluhan sumbatan/obstruksi/kongesti hidung atau keluhan sekret hidung anterior maupun posterior, disertai keluhan Data di bagian THT-KL RSUP Dr. M. Djamil Padang periode Oktober 2011 sampai September 2012. * Universitas Andalas 1

nyeri/ rasa tertekan pada wajah, penurunan atau hilangnya penciuman. Rinosinusitis dinyatakan kronis apabila gejala muncul minimal selama 12 minggu. 1,3 Kemajuan ilmu kedokteran khususnya dibidang rinologi telah menggeser teori patofisiologi RSK dari obstruksi sinus ostium karena infeksi bakteri menjadi inflamasi kronis mukosa dan atau tulang sekitar oleh banyak faktor, seperti infeksi bakteri, virus dan jamur; obstruksi hidung karena reaksi alergi, trauma, faktor sitemik, defisiensi imunitas dan polusi. 1,5 EPOS 2012 menetapkan diagnosis RSK berdasarkan penilaian subjektif, pemeriksaan fisik dan penunjang. Penilaian subjektif meliputi keluhan hidung buntu, sekret mukopurulen baik anterior maupun posterior, nyeri atau rasa tertekan pada wajah dan penurunan fungsi penghidu. Penilaian anamnesis ini bisa dilakukan dengan kuisioner yang diakui valid, yaitu Sinonasal Outcome Test 22 (SNOT- 22). Pemeriksaan fisik mencakup rinoskopi anterior dan posterior. Pemeriksaan pencitraan CT Scan dengan menggunakan skor Lund-Mackay dan foto polos sinus sebagai pemeriksaan penunjang membantu menetapkan diagnosis, selain nasoendoskopi. Terapi lini pertama RSK menggunakan antibiotik, dekongestan, antihistamin dan mukolitik serta irigasi hidung selama 14 hari. 3,6 Penetapan diagnosis RSK sangat penting untuk menentukan terapi dan pengontrolan perjalanan penyakit pasien. Penilaian anamnesis bisa dilakukan dengan menggunakan kuisioner yang telah diakui valid untuk pemeriksaan sinonasal yaitu SNOT-22. SNOT-22 merupakan modifikasi kuisioner SNOT-20 dan Rhinosinusitis Outcome Measurement-30 (RSOM-30). Kuisioner SNOT-22 terdiri dari 22 poin pernyataan dengan 6 tingkat penilaian. Diantara 22 pernyataan tersebut 12 poin mencakup gejala fisik pasien, 10 poin lainnya mencakup kualitas hidup pasien. SNOT-22 resmi digunakan setelah dilakukan penelitian pada tahun 2009 yang mencakup 3128 pasien. 6,7 Yeolekar dkk, tahun 2013 melakukan penelitian pada pasien yang tidak menderita penyakit sinonasal, menyatakan bahwa nilai tujuh pada kuisioner SNOT-22 dinyatakan sebagai nilai normal, dan nilai tersebut dijadikan acuan untuk penetapan diagnosis penyakit sinonasal, dasar acuan terapi dan dasar acuan pre-post tindakan operatif. 8 Marambaia dkk, 2013 menyatakan bahwa penderita RSK yang diterapi non-operatif memiliki skor SNOT-22 yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang dewasa yang tidak menderita penyakit Universitas Andalas 2

sinonasal sehingga dapat disimpulkan bahwa kualitas hidup penderita RSK dengan terapi non-operatif lebih rendah dibandingkan orang dewasa tanpa penyakit sinonasal. 9 Shindy dan El-Sayed, 2015 melakukan penelitian pada pasien RSK pada bangsa Arab di dua negara yang berbeda, yaitu di Rumah Sakit Miami di Uni Emirat Arab dan di Rumah Sakit Benha, Mesir. Penelitian Shindy dan El-Shayed menemukan bahwa setelah dilakukan terapi irigasi sinonasal selama 6 minggu, terdapat penurunan nilai skor SNOT-22 yang signifikan. Hasil lainnya yaitu pada kedua kelompok terdapat korelasi positif antara skor SNOT-22 dengan skor Lund- Mackay pasien sebelum diberikan terapi irigasi. Penelitian ini semakin menguatkan bahwa SNOT-22 adalah kuisioner yang valid dan berkorelasi positif dengan pemeriksaan penunjang untuk diagnosis RSK dan dapat digunakan untuk memperkirakan severitas diagnosis serta indikator keberhasilan terapi. 10 Pemeriksaan fisik RSK mencakup rinoskopi anterior dan posterior. Pemeriksaan penunjang untuk penetapan diagnosis yang objektif dilakukan dengan nasoendoskopi, kultur dan sensitivitas sekret hidung dan pemeriksaan CT-Scan Sinus Paranasal. Hasil gambaran CT Scan sinus paranasal yang didapat digunakan untuk skoring Lund-Mackay yang kemudian digunakan untuk menilai prognosis RSK. Sistem Lund-Mackay berdasarkan penilaian skor kuantifikasi proses peradangan pada sinus paranasal sebelum intervensi bedah. Setiap sinus diberi skor 0-2 dan skor total yang didapat yaitu antara 0-24. 1,2,3,11 Penilaian dilakukan pada tiap sisi terpisah. Penelitian korelasi antara skor Lund-Mackay dengan RSK mendapatkan hasil beragam. Amodu dkk, 2014 menyatakan bahwa skor Lund- Mackay berkorelasi positif dengan gejala hidung berair dan sumbatan hidung, namun tidak berkorelasi dengan keluhan lainnya dan tingkat keparahan RSK. 12 Hopkins dkk, 2007 menyatakan bahwa skoring Lund-Mackay meningkat seiring dengan peningkatan derajat poliposis, berkorelasi positif dengan pengurangan gejala RSK sesudah terapi dan dengan komplikasi, walaupun tidak menunjukkan korelasi dengan SNOT-22. 13 Penelitian Hopkins dkk, 2007 bertentangan dengan Shindy dan El-Sayed, 2015 yang menyatakan skor SNOT-22 memiliki korelasi positif dengan skor Lund-Mackay. 10,13 Hasil penelitian yang masih berbeda ini menjadi dasar keingintahuan peneliti untuk melakukan penelitian melihat hubungan antara skor Lund-Mackay Universitas Andalas 3

CT Scan SPN dengan SNOT-22 penderita rinosinusitis kronis di Rumah Sakit dr. M. Djamil Padang dan beberapa Rumah Sakit Jejaring di Sumatera Barat. Peneliti mengambil dasar penelitian terbaru oleh Shindy dan El-Sayed, 2015 yang menyatakan terdapat korelasi antara skor Lund-Mackay CT Scan SPN dengan skor SNOT-22. 1.2. Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah, dapat dibuat rumusan masalah yaitu; Apakah terdapat hubungan antara skor Lund-Mackay CT Scan SPN dengan skor SNOT-22 pada penderita rinosinusitis kronis 1.3. Hipotesis Penelitian Semakin tinggi skor Lund-Mackay akan berbanding lurus dengan peningkatan skor SNOT-22 penderita rinosinusitis kronis 1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Diketahui hubungan antara skor Lund-Mackay CT Scan SPN dengan SNOT- 22 penderita rinosinusitis kronis 1.4.2 Tujuan Khusus 1. Diketahui rerata skor Lund-Mackay CT Scan SPN pada penderita rinosinusitis kronis 2. Diketahui rerata skor SNOT-22 pada penderita rinosinusitis kronis 3. Diketahui hubungan skor Lund-Mackay CT Scan SPN dengan SNOT-22 pada penderita rinosinusitis kronis 1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1 Bidang Klinis Hasil penelitian ini dapat menambah variasi alat ukur dalam menentukan gejala klinis rinosinusitis kronis Universitas Andalas 4

1.5.2 Bidang Akademik Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai hubungan antara skor Lund-Mackay CT Scan SPN dengan SNOT-22 penderita rinosinusitis kronis yang dapat menjadi bahan untuk pengembangan penelitian selanjutnya. Universitas Andalas 5