BAB I PENDAHULUAN. merujuk pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Konsekuensi logis dari hal ini,

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN. kendatipun disebut sebagai karya agung yang tidak dapat terhindar dari

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern sekarang ini, hampir semua negara mengklaim menjadi

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pembahasan pada bab-bab terdahulu, dapat ditarik. 1. Lembaga Negara independen adalah lembaga yang dalam pelaksanaan

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

SIARAN PERS. Penjelasan MK Terkait Putusan Nomor 36/PUU-XV/2017

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

REKONSTRUKSI KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN ANTARA MAHKAMAH AGUNG, MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL DI INDONESIA. Oleh: Antikowati, S.H.,M.H.

CHECK AND BALANCES ANTAR LEMBAGA NEGARA DI DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA. Montisa Mariana

UU & Lembaga Pengurus Tipikor L/O/G/O

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. adanya pemerintah yang berdaulat dan terakhir yang juga merupakan unsur untuk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Adanya korupsi di berbagai bidang menjadikan cita-cita demokrasi

BAB I PENDAHULUAN. Menjamurnya lembaga negara, termasuk keberadaan komisi negara

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang (UU) tehadap Undang-Undang Dasar (UUD). Kewenangan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

BAB I PENDAHULUAN. setelah adanya perkembangan tersebut, yaitu agenda checks and balances

BAB I PENDAHULUAN. hidup masyarakat Indonesia sejak dahulu hingga sekarang. banyaknya persoalan-persoalan yang mempengaruhinya. Salah satu persoalan

Urgensi Menata Ulang Kelembagaan Negara. Maryam Nur Hidayat i-p enelit i P usat St udi Fakult as Hukum UI I

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan

KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. struktur organisasi negara, termasuk bentuk-bentuk dan fungsi-fungsi lembaga

Tinjauan Konstitusional Penataan Lembaga Non-Struktural di Indonesia 1

BAB II DESKRIPSI (OBYEK PENELITIAN) hukum kenamaan asal Austria, Hans Kelsen ( ). Kelsen menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 48 partai politik peserta Pemilu Sistem multipartai ini

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan manusia Indonesia

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014-

KEDUDUKAN KETETAPAN MPR DALAM SISTEM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA Oleh: Muchamad Ali Safa at

Perkara Nomor 47/PUU-XV/2017 Denny Indrayana

KEDUDUKAN KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA SEBAGAI LEMBAGA NEGARA INDEPENDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 36/PUU-XV/2017

KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. tinggi negara yang lain secara distributif (distribution of power atau

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum ( rechtsstaat), dengan

IMPLIKASI PUTUSAN MK ATAS PENGGUNAAN HAK ANGKET DPR TERHADAP KPK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959)

KEMERDEKAAN HAKIM SEBAGAI PELAKU KEKUASAAN KEHAKIMAN PASCA AMANDEMEN UUD TAHUN 1945 Oleh: A. Mukti Arto

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada

RINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji: a. Nomor 51/PUU-VI/2008: Pasal 9

BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI BAGIAN DARI KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA. A. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman Sebelum Perubahan UUD 1945

KEDUDUKAN LEMBAGA NEGARA BANTU DALAM SISTEM KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

KEDUDUKAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM PROSES PEMBERHENTIAN PRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN DALAM MASA JABATANNYA DI INDONESIA OLEH: RENY KUSUMAWARDANI

IMPLIKASI PEMILIHAN UMUM ANGGOTA LEGISLATIF DAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SECARA SERENTAK TERHADAP AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 010/PUU-IV/2006 Perbaikan Tgl 13 Juni 2006

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat

AMANDEMEN (amendment) artinya perubahan atau mengubah. to change the constitution Contitutional amendment To revise the constitution Constitutional

It s me. Contact : : :

keberadaan MK pd awalnya adalah untuk menjalankan judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai and balances antar cabang kekuasaan negara

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

LEMBAGA LEMBAGA NEGARA. Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

12 Media Bina Ilmiah ISSN No

I. PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 3

BAB I PENDAHULUAN. kehakiman diatur sangat terbatas dalam UUD Buku dalam pasal-pasal yang

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan

SKRIPSI KEDUDUKAN HUKUM REKOMENDASI OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DALAM FUNGSI PENGAWASAN TERHADAP LEMBAGA PELAYANAN PUBLIK. Oleh

BAB III PELAKSANAAN TUGAS DAN KEWENANGAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM (DKPP) DALAM PEMILU LEGESLATIF DI KABUPATEN

TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4

KEDUDUKAN LEMBAGA NEGARA DI INDONESIA PASCA AMANDEMEN UUD NEGARA TAHUN 1945

Cita hukum Pancasila harus mencerminkan tujuan menegara dan seperangkat nilai dasar yang tercantum baik dalam Pembukaan maupun batang tubuh UUD 1945.

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan Pasal 24 ayat (2) dan Pasal 24C amandemen ketiga Undang-Undang Dasar

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 47/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK

BAB I PENDAHULUAN. hukum dikenal adanya kewenangan uji materiil (judicial review atau

LEMBAGA NEGARA BERDASARKAN FILOSOFI NEGARA HUKUM PANCASILA. Oleh :

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif ( normative legal reserch) yaitu

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

LEMBAGA NEGARA DALAM PERSPEKTIF AMANDEMEN UUD 1945 H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI

Pidana Korupsi di Indonesia Oleh Frans Simangunsong, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dituangkan secara eksplisit dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang

MAHKAMAH KONSTITUSI. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008

KEDUDUKAN DAN FUNGSI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DI DALAM PROSES LEGISLASI PASCA AMANDEMEN UUD 1945 Oleh : Montisa Mariana, SH.,MH

INDEPENDENSI OJK TERUSIK? Oleh: Wiwin Sri Rahyani *

BAB I PENDAHULUAN. atau judiary merupakan cabang yang diorganisasikan secara tersendiri. 1 Sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. governance) melalui upaya penegakan asas-asas pemerintahan yang baik dan

MENGGAPAI KEDAULATAN RAKYAT YANG MENYEJAHTERAKAN RAKYAT 1

ASPEK HUKUM PEMBERHENTIAN DAN PENGGANTIAN ANTAR WAKTU (PAW) ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA. Oleh: Husendro

BAB I PENDAHULUAN. perubahan konstitusi yang memberikan jaminan kemandirian dan akuntabilitas

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum adalah suatu tatanan perbuatan manusia, sedangkan tatanan adalah suatu sistem atau aturan. 1 Bangsa Indonesia adalah negara hukum atau negara berdasarkan hukum. Hal ini merujuk pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. Konsekuensi logis dari hal ini, berarti setiap sikap, kebijakan dan perilaku alat negara dan penduduk harus berdasar dan sesuai dengan hukum. Sekaligus ketentuan ini untuk mencegah terjadinya kesewenang-wenangan dan arogansi kekuasaan, baik yang dilakukan oleh alat negara maupun penduduk. Konsekuensi lainnya adalah bahwa Republik Indonesia adalah negara hukum yang berkedaulatan rakyat atau demokratis (democratische rechtstaat), berdasarkan Pancasila dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, menjunjung tinggi hak asasi manusia, dan menjamin semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Salah satu perkembangan yang menarik dari sudut pandang ketatanegaraan diawali ketika negara ini mengalami pergantian kekuasaan dari masa Orde Baru ke Reformasi pada Tahun 1999 dimulai dari turunnya Presiden Soeharto dari kursi kekuasaannya karena praktik ketatanegaraan di Indonesia selama pemerintahan Orde Baru dianggap sebagai pemerintahan yang sewenangwenang, tidak menjunjung tinggi hukum. Menggunakan berbagai perangkat hukum dan bermacam-macam peralatan politik suprastruktur dan infrastruktur, dalam kenyataannya, kekuasaan negara berada dan dijalankan berdasarkan kehendak atau semata-mata mengikuti keinginan satu orang, lalu kemudian proses Reformasi berjalan untuk menciptakan sebuah tatanan hukum yang ideal sesuai dengan prinsip kedaulatan rakyat, kemudian masa transisi yang dipimpin oleh Presiden B.J. Habibie selama sekitar dua tahun, tuntutan kebutuhan akan sistem 1 Hans Kelsen, General Theory Law and State, diterjemah :Raistu Muttaqien,Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, (Bandung : Penerbit Nusamedia dan Penerbit Nuansa 2009), hlm. 3.

ketatanegaraan yang lebih baik pun mulai berusaha diwujudkan oleh para petinggi di negara ini melalui perubahan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2 Semenjak Reformasi, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah mengalami 4 (empat) kali perubahan yang berakibat pada berubahnya sendi-sendi ketatanegaraan. Salah satu hasil perubahan yang cukup mendasar adalah perubahan supremasi MPR menjadi supremasi konstitusi. Pasca Reformasi, Indonesia sudah tidak lagi mengenal istilah lembaga tertinggi negara untuk kedudukan MPR sehingga seluruh lembaga negara sederajat kedudukannya dalam sistem checks and balances. Seiring dengan itu konstitusi ditempatkan sebagai hukum tertinggi yang mengatur dan membatasi kekuasaan lembagalembaga negara yang menjalankan roda penyelenggaraan negara. 3 Ada 8 (delapan) buah organ negara yang mempunyai kedudukan sederajat yang secara langsung menerima kewenangan konstitusional dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Presiden dan Wakil Presiden, Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), Komisi Yudisial (KY) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). 8 (delapan) organ atau lembaga negara tersebut yang diberi kewenangan oleh UUD 1945 untuk menjalankan sistem pemerintahan. 4 Dalam konteks Indonesia, kehadiran lembaga negara independen menjamur pasca perubahan UUD Negara RI Tahun 1945. Berbagai lembaga negara independen tersebut tidak dibentuk dengan dasar hukum yang seragam. Beberapa diantaranya berdiri atas amanat konstitusi, namun ada pula yang memperoleh legitimasi berdasarkan Undang-Undang ataupun 2Titik Triwulan Tutik, Hukum Tata Usaha Negara dan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 123. 3Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, (Jakarta : Sinar Grafika,2010), hlm. 5. 4Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, (Jakarta : Kencana,2010), hlm. 176.

Keputusan Presiden. 5 Lembaga-lembaga negara independen tersebut selanjutnya dikategorikan sebagai lembaga negara tersendiri yang terpisah dari cabang kekuasaan lainnya. 6 Kelahiran organ-organ baru negara, dengan masing-masing tugas dan kewenangannya, tidak lepas dari ide dasar tentang pembatasan dan pembagian kekuasaan dalam pelaksanaan tugas kekuasaan negara yang berkembang sebagai manifestasi dari gagasan demokrasi konstitusional. Gagasan konstitusionalisme demokrasi menghendaki sebuah upaya untuk membatasi kekuasaan hal ini dikatakan oleh Lord Acton, bahwa manusia yang mempunyai kekuasaan cenderung untuk menyalahgunakan kekuasaan, oleh karena manusia yang mempunyai kekuasaan yang tidak terbatas pasti akan menyalahgunakan kekuasaan yang tidak terbatas pula. 7 Dengan pertimbangan utama menghindari penyalahgunaan kekuasaan itulah, maka kekuasaan harus dibatasi oleh konstitusi the limited state. Konstitusi menjadi pembatasan yang menjamin tidak adanya kesewenang- wenangan cabang-cabang kekuasaan negara. 8 Sementara, Soedjatmoko adalah salah satu Dewan Konstituante, juga sepakat bahwa karakteristik dasar konstitusionalisme ialah adanya pembatasan kekuasaan politik. Atas kaitan dengan konsepsi tersebut, ide konstitusionalisme yang gagasan dasarnya terletak pada pembatasan kekuasaan oleh konstitusi itulah, kelahiran lembaga-lembaga independen, sebagai organ pelaksana kekuasaan negara, secara konseptual, tidak lain juga dimaksudkan sebagai sebuah upaya menegakkan demokrasi konstitusional. Lembaga-lembaga tersebut merupakan bagian dari upaya peningkatan partisipasi publik dalam penyelenggaraan negara. 9 5Mexsasai Indra, Dinamika Hukum Tata Negara Indonesia,(Jakarta : Refika Aditama,2011), hlm. 161. 6 Zainal Arifin Mochtar, Lembaga Negara Independen, (Jakarta :PT Grafindo Persada,2016),hlm. 2. 7Ibid, hlm. 12. 8 Ibid. 9 Ibid, hlm. 17-18.

Fenomena inflasi jumlah lembaga negara yang independen ini menarik untuk dilihat penyebabnya, salah satu argumen lain lahirnya lembaga - lembaga negara independen adalah karena lembaga negara yang ada kinerjanya tidak memuaskan. Bahkan lembaga-lembaga lama keberadaannya cenderung dipertanyakan mengingat kuatnya jaringan korupsi,kolusi, dan nepotisme serta ketidakmampuan bersikap independen dari pengaruh kekuasaan lainnya. 10 Salah satu lembaga negara independen yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang pada era Reformasi adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (selanjutnya disebut KPK).Lahirnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pada 1998, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mengeluarkan Ketetapan No. XI/ MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN) dengan pertimbangan bahwa telah terjadi pemusatan wewenang dan tanggung jawab pada Presiden yang berakibat pada tidak berfungsinya lembaga tertinggi dan lembaga tinggi negara, serta tidak berfungsinya peran serta masyarakat sebagai kontrol sosial dalam kehidupan berbangsa, bermasyarakat dan bernegara. 11 Ketetapan MPR tersebut kemudian ditindak lanjuti dengan penetapan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Undang-undang ini dipertimbangkan bahwa dalam rangka penyelamatan dan normalisasi kehidupan nasional sesuai tuntutan reformasi diperlukan kesamaan visi, misi dan persepsi dari seluruh penyelenggara negara dan masyarakat. Upaya pemberantasan korupsi mengalami babak baru dengan dicabutnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 yang dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat 10Ibid, hlm.6. 11 Romli Atmasasmita dkk, Sisi Lain Akuntabilitas KPK dan Lembaga Pegiat Anti Korupsi, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama,2016),hlm. 2.

sehingga perlu diganti dengan undang-undang baru yang lebih efektif dalam mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi (tipikor). 12 Pemerintahan bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menetapkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan pertimbangan bahwa tindak pidana korupsi sangat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dan menghambat nasional, sehingga harus diberantas. Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tersebut kemudian diubah menjadi menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Penguatan lembaga pemberantasan korupsi dengan didirikannya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berdasarkan Pasal 43 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang berbunyi : Dalam waktu paling lambat 2 (dua) tahun sejak undang-undang ini mulai berlaku, dibentuk Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Amanat pembentukan KPK dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yang diundangkan pada 27 Desember 2002. 13 Kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. Namun dilihat pada kenyataannya Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai lembaga bantu negara dapat dikatakan tidak independen dikarenakan Komisi Pemberantasan Korupsi dimasukkan pada ranah eksekutif berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menolak 12Ibid. 13Ibid.,hlm. 3.

permohonan perkara Nomor 36-37-40/PUU-XV/2017 pada tanggal 8 Februari 2018 terhadap uji materi Pasal 79 ayat (3) UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) dalam Putusannya Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa KPK merupakan lembaga yang berada di ranah eksekutif yang melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, penuntutan dalam perkara tindak pidana korupsi yang sejatinya kewenangan Kepolisian dan Kejaksaan, bahkan dengan mengingat KPK sebagai lembaga fungsi khusus untuk mendorong pemberantasan korupsi dapat berjalan secara efektif, efisien, dan optimal, maka dapat disimpulkan dengan sendirinya bahwa KPK dapat menjadi objek dari Hak Angket DPR dalam fungsi pengawasannya. Oleh karena itu, dalam melaksanakan fungsi pengawasan, DPR dapat menggunakan hak-hak konstitusionalnya termasuk Hak Angket terhadap KPK selain pelaksanaan tugas dan kewenangan yang berkaitan dengan tugas kewenangan yudisialnya ( penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan). 14 Artinya, dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya ke depan. KPK bisa di kontrol oleh DPR melalui instrumen Hak Angket yang dimilikinya jika menurut DPR, KPK diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. 15 Hal tersebut tidak sesuai sebagaimana dalam penjelasan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 dikatakan bahwa yang dimaksud dengan kekuasaan manapun adalah kekuatan yang dapat mempengaruhi tugas dan wewenang KPK atau anggota komisi secara individual baik dari pihak eksekutif, legislatif, yudikatif, pihak-pihak lain yang terkait dengan perkara tindak pidana korupsi atau situasi apapun dengan alasan apapun. Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi sebelumnya yang disampaikan dalam pendapat berbeda (Dissenting Opinion) hakim 14 Putusan MKRI Nomor 40/PUU-XV/2017 hlm. 181. 15 http:/koran-sindo.com/page/news/2018-02-15/1/0/kpk_tersandera Angket_DPR diakses pukul 14.22

yang menyatakan independensi posisi KPK, diantaranya; (1) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 012-016-019/PUU/-IV/2006, tertanggal 19 Desember 2006; (2) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 19/PUU-V/2007, tertanggal 13 November 2007; (3) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 37-39/PUU-VIII/2010, tertanggal 15 Oktober 2010; dan (4) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-IX/2011 tertanggal 20 Juni 2011. 16 Secara umum serangkaian putusan Mahkamah Konstitusi tersebut menegaskan KPK merupakan lembaga negara yang bersifat independen dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bebas dari (campur-tangan) kekuasaan manapun, KPK adalah lembaga negara independen yang diberi tugas dan wewenang khusus antara lain melaksanakan sebagai fungsi terkait dengan kekuasaan kehakiman untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan serta melakukan supervisi atas penanganan perkara-perkara korupsi yang dilakukan oleh institusi negara lain. 17 Sejalan dengan pendapat Mahfud MD, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut juga bertentangan dengan 4 Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) sebelumnya yang menegaskan KPK merupakan lembaga independen yang bukan berada di dalam ranah eksekutif, legislatif dan yudikatif. 18 Di dalam tulisan Zainal Arifin Mochtar juga dijelaskan logika menyamakan KPK dengan Kejaksaan dan Kepolisian tentu jadi keliru kalau kemudian dibingkai ke dalam konsep eksekutif. Kejaksaan dan Kepolisian memang sangat berbau eksekutif jika didasarkan kepada pengisian jabatannya. Kapolri dan Jaksa memang berada diwilayah eksekutif hal yang sangat berbeda dengan KPK yang sangat independen dan bebas dari pengaruh manapun terkhusus eksekutif. 19 16Putusan MK RI Nomor 37/PUU-XV/2017 hlm.124. 17Ibid. 18Kompas, 10 Februari 2018, hlm. 6. 19Kompas,12 februari 2018, hlm. 6.

Terkait hal tersebut diatas, maka perlu diketahui bagaimana kedudukan kelembagaan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai lembaga negara bantu (state auxiliary institutions) yang independen di dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia. Jadi dapat disimpulkan bahwa kedudukan lembaga negara independen dalam sistem ketatanegaraan yang dianut negara Indonesia masih menarik untuk diperbincangkan melihat status Komisi Pemberantasan Korupsi yang bersifat independen dan bebas dari kekuasaan manapun. Penelitian ini akan membahas lebih lanjut mengenai kedudukan KPK sebagai lembaga negara bantu tidak hanya ditinjau dari UUD Negara RI Tahun 1945,Undang-Undang, Putusan Mahkamah Konstitusi tetapi juga berdasarkan berbagai pendapat para ahli di bidang Hukum Tata Negara, dengan menjadikan KPK sebagai contoh lembaga negara bantu yang akan dianalisis kedudukan kelembagaan KPK sebagai lembaga negara bantu di Indonesia. Dikarenakan fokus permasalahan ditujukan kepada kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai lembaga negara bantu di Indonesia, maka penulis menyusun kajian dengan judul: Analisis Kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai Lembaga Negara Bantu yang Independen dalam Sistem KetatanegaraanIndonesia. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas permasalahan hukum yang harus dikaji terkait dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga negara bantu di Indonesia sebagai berikut : 1. Bagaimana kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga negara bantu yang Independen dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia?

2. Bagaimana kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga bantu negara pasca lahirnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 36-37-40/PUU- XV/2017? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan penelitian ini, meliputi : 1. Tujuan Umum : a. Kajian ini bertujuan untuk memahami dan mengerti tentang kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai lembaga negara bantu yang independen dalam Sistem Ketatanegaran Indonesia. b. Mengetahui apakah yang sebenarnya menjadi permasalahan dasar mengenai Putusan Mahkamah Konstitusi tentang kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai lembaga bantu negara di Indonesia. 2. Tujuan khusus : Sedangkan tujuan khusus yang ingin dicapai adalah sebagai berikut: a. Mengetahui bagaimanakah kedudukan KPK sebagai lembaga negara bantu yang independen dengan melihat perkembangan negara bantu dalam sistem ketatanegaraan dan latarbelakang pembentukan KPK sebagai lembaga yang diberi kewenangan secara khusus untuk mengawasi pelaku tindak pidana korupsi. b. Untuk memberikan penjelasan tentang bagaimana kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi pasca keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36-37-40/PUU- XV/2017 tanggal 08 Februari 2018. D. Manfaat Penelitian

Penulis berharap bahwa kegiatan penelitian dalam penulisan hukum ini akan bermanfaat bagi penulis maupun orang lain. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan hukum ini antara lain : 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang kedudukan lembaga negara khususnya KPK sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta dapat mengetahui kedudukan KPK sebagai lembaga bantu negara sehingga dapat digunakan sebagai pengembangan ilmu di bidang Hukum Tata Negara khususnya hukum kelembagaan negara. 2. Manfaat Praktis Manfaat praktis dari penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran tentang perlunya mengetahui bagaimana kedudukan KPK di dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia. Selain itu, rakyat dan negara juga mendapat jaminan bahwa tindak pidana korupsi dapat segera diberantas oleh KPK dengan memperhatikan checks and balances. Selain itu juga manfaat yang dapat menegakkan prinsip negara hukum dalam konstitusi yang menjadi prinsip utama negara tidak diabaikan. E. Metode Penelitian Metode Penelitian merupakan suatu sistem dan suatu proses mutlak yang harus dilakukan dalam suatu kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari suatu aturan

beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya. 20 Oleh karena itu, penelitian dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan Yuridis Normatif, 21 yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan dan menganalisis kedudukan yang dimiliki oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga negara bantu di Indonesia. Terkait dengan hal tersebut,yang akan menjadi fokus kajian utama dalam tulisan ini adalah menganalisis bagaimana perkembangan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai lembaga negara bantu yang independen dalam Sistem Ketatanegaraan di Indonesia, serta penelitian hukum yang menggunakan metode pendekatan teori atau konsep yang menggunakan inventarisasi dan analisis dari bahan hukum primer yang berupa peraturan perundang-undangan. Metode pendekatan ini digunakan dengan mengingat bahwa permasalahan yang diteliti berkisar pada peraturan perundang- undangan yaitu hubungan peraturan satu dengan peraturan lainnya serta kaitannya dengan penerapannya dalam praktik. 2. Sifat Penelitian Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian analitis deskriptif dengan sifat penelitiannya adalah kepustakaan. Penelitian analisis deskriptif adalah penelitian yang menggambarkan,menjelaskan, dan menganalisis suatu gejala atau keadaan secara teliti dan menganalisis keadaan tersebut. 22 Dalam tulisan ini suatu keadaan atau gejala yang dimaksud adalah mengenai kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi lembaga negara bantu yang independen dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia. 20 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika2009), hlm. 18. 21Soejono Soekanto,Penghantar Penelitian Hukum,cet 3(Jakarta:Universitas Indonesia,2008), hlm. 50-51. 22Ibid, hlm. 10.

3. Jenis Data Data penelitian yang digunakan dalam penelitian skripsi yaitu : a) Bahan Hukum Primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat diperoleh dengan mempelajari semua peraturan meliputi : (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaran Negara yang Bersih dan Bebas dari Kolusi, Korupsi dan Nepotisme. (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001tentang Pemberantasan Korupsi (4) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (5) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (6) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (7) Undang- Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (8) Ketetapan MPR No. XI/ MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (9) Ketetapan MPRS Nomor XX/MPRS/1966 tentang Memorandum Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (10) Putusan MK RI Nomor 012-016-019/PUU-IV/2006 (11) Putusan MK RI Nomor 19/PUU-V/2007

(12) Putusan MK RI Nomor 37-39/PUU-VIII/2010 (13) Putusan MK RI Nomor 5/PUU-IX/2011 (14) Putusan MK RI Nomor 36/PUU-XV/2017 (15) Putusan MK RI Nomor 37/PUU-XV/2017 (16) Putusan MK RI Nomor 40/PUU-XV/2017 b) Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan-bahan yang dapat membantu menganalisa dan memahami bahan hukum primer seperti : 1) Buku-buku 2) Tulisan ilmiah dan Makalah 3) Teori dan Pendapat para pakar c) Bahan Hukum Tersier Bahan hukum yang memberikan penjelasan maupun petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder diantaranya : 1) Kamus Besar Bahasa Indonesia 4. Sumber Data a. Penelitian Kepustakaan Merupakan penelitian yang dilakukan terhadap buku-buku, karya ilmiah, undangundang, dan peraturan terkait lainnya. Bahan penelitian kepustakan ini penulis peroleh dari: 1) Perpustakaan Pusat Universitas Andalas. 2) Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Andalas. 3) Buku-buku serta bahan bacaan yang penulis miliki. 5. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara studi kepustakaan. Studi pustaka adalah alat yang dipakai untuk mengumpulkan data sekunder dengan cara mempelajari bahan-bahan kepustakaan yang terutama berkaitan dengan masalah-masalah yang diteliti serta peraturan-peraturan yang sesuai dengan materi dan objek penelitian. Studi kepustakaan dilakukan dengan cara membaca, mencatat, mengutip data dari buku-buku, peraturan perundang-undangan serta literatur yang berkaitan denga permasalahan dalam penulisan skripsi ini.. 6. Metode Pengolahan dan Analisis Data Penulis melakukan pengolahan data dengan mengklasifikasikan data secara sistematis. Setelah data diperoleh dan dikumpulkan, maka data tersebut diedit terlebih dahulu dan dipisahkan data mana yang sesuai dengan pokok permasalahan untuk memudahkan pekerjaan analisis dan kontruksi serta dalam menarik kesimpulan. Analisis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif, yaitu penilaian yang dilakukan terhadap data berdasarkan peraturan yang ada, pendapat para ahli dan akal sehat.