HASIL DAN PEMBAHASAN. Peternak Itik Famili Desa Pangauban, Kecamatan Batujajar, Kabupaten Bandung

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kondisi Umum Kandang Local Duck Breeding and Production Station

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bumirestu, Kecamatan Palas, Kabupaten

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk

PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV

HASIL DAN PEMBAHASAN. sangat berpengaruh terhadap kehidupan ayam. Ayam merupakan ternak

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang

BAB III MATERI DAN METODE. berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan dapat meningkatkan rata-rata bobot potong ayam (Gunawan dan

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelompok Tani Ternak Rahayu merupakan suatu kelompok peternak yang ada di

III. METODE PENELITIAN

1. PENDAHULUAN. Salah satu produk peternakan yang memberikan sumbangan besar bagi. menghasilkan telur sepanjang tahun yaitu ayam arab.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh

II. TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging

I. PENDAHULUAN. serta meningkatnya kesadaran akan gizi dan kesehatan masyarakat. Akan

I. PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat, permintaan produk

PENDAHULUAN. relatif singkat, hanya 4 sampai 6 minggu sudah bisa dipanen. Populasi ayam

Peking. Gambar 6 Skema persilangan resiprokal itik alabio dengan itik peking untuk evaluasi pewarisan sifat rontok bulu terkait produksi telur.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian

Angga Yana*, Iwan Setiawan**, Dani Garnida** Universitas Padjadjaran

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam

I. PENDAHULUAN. banyak dan menyebar rata di seluruh daerah Indonesia. Sayang, ayam yang besar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fungsi, yaitu sebagai ayam petelur dan ayam potong.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan peternakan dari tahun ke tahun semakin pesat dengan

BAB III METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan

Tipe Kandang Itik TIPE KANDANG ITIK. Dalam budidaya itik dikenal 3 tipe kandang. 60 cm. 60 cm

Kata kunci: penetasan, telur itik Tegal, dan mesin tetas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Data Suhu Lingkungan Kandang pada Saat Pengambilan Data Tingkah Laku Suhu (ºC) Minggu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Ayam Broiler Awal Penelitian

1. PENDAHULUAN. Produktivitas ayam petelur selain dipengaruhi oleh faktor genetik juga

I. PENDAHULUAN. Secara umum, ternak dikenal sebagai penghasil bahan pangan sumber protein

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Kamruton adalah salah satu bagian dari Kecamatan Lebak Wangi,

HASIL. Penggunaan Kamera IR-CCTV pada Pengamatan Perilaku Walet Rumahan. Nesting room di dalam rumah walet

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan 20 ekor Itik Rambon Betina, 4 ekor Itik

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah telur Itik Rambon dan

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sudah melekat dengan masyarakat, ayam kampung juga dikenal dengan sebutan

I. PENDAHULUAN. potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan pada 28 Mei--28 Juni 2012,

I. PENDAHULUAN. juga mempunyai potensi untuk dikembangkan karena memilki daya adaptasi yang

Lampiran 1. Prosedur Pemeliharaan Kelinci Lokal Koloni dan Individu. 1. Pembuatan kandang untuk 2 perlakuan, yaitu koloni dan individu.

I. PENDAHULUAN. peternakan seperti telur dan daging dari tahun ke tahun semakin meningkat.

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi ke-3 sebanyak 9 ekor itik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Burung Puyuh Jepang (Coturnix coturnix japonica)

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di Pusat Pembibitan Puyuh Fakultas Peternakan

I. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. selain ayam adalah itik. Itik memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan,

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. hidup sampai penelitian berakhir adalah 13 ekor jantan dan 10 ekor betina Itik

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Pengaruh Frekuensi dan Awal Pemberian Pakan terhadap

I PENDAHULUAN. lokal adalah salah satu unggas air yang telah lama di domestikasi, dan

Penyiapan Mesin Tetas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga

MATERI DAN METODE PENELITIAN

PENDAHULUAN. penyediaan daging itik secara kontinu. Kendala yang dihadapi adalah kurang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu dari 02 April--23 April 2014, di

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Puyuh

MATERI DAN METODE. a b c Gambar 2. Jenis Lantai Kandang Kelinci a) Alas Kandang Bambu; b) Alas Kandang Sekam; c) Alas Kandang Kawat

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

HASIL DAN PEMBAHASAN. tetas dan ruang penyimpanan telur. Terdapat 4 buah mesin tetas konvensional dengan

MATERI DAN METODE. Materi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Karyawangi, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

INTENSIFIKASI TERNAK AYAM BURAS

MATERI DAN METODE. Materi

[Pemanenan Ternak Unggas]

BAB II LANDASAN TEORI

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Lingkungan Mikro Lokasi Penelitian

PERKEMBANGAN AYAM KUB pada Visitor Plot Aneka Ternak BPTP NTB. Totok B Julianto dan Sasongko W R

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk menyeleksi pejantan dan betina yang memiliki kualitas tinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konstruksi khusus sesuai dengan kapasitas produksi, kandang dan ruangan

Peningkatan jumlah penduduk diikuti dengan meningkatnya kebutuhan akan. bahan pangan yang tidak lepas dari konsumsi masyarakat sehari-hari.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda

TINJAUAN PUSTAKA. Itik adalah salah satu jenis unggas air ( water fowls) yang termasuk dalam

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat

TINJAUAN PUSTAKA Merpati Karakteristik Merpati )

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan adalah 60 ekor itik Cihateup betina dalam fase

Unnes Journal of Life Science. Suhu, Kelembaban, serta Produksi Telur Itik pada Kandang Tipe Litter dan Slat

III. BAHAN DAN MATERI. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu pada Desember 2014 Januari 2015,

IbM POTENSI DAN PEMANFAATAN ITIK (JANTAN DAN PETELUR AFKIR) SEBAGAI TERNAK POTONG PADA KELOMPOK TANI DI KECAMATAN AIR HANGAT TIMUR KABUPATEN KERINCI

I. PENDAHULUAN. masyarakat di pedesaan. Ternak itik sangat potensial untuk memproduksi telur

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan

TINJAUAN PUSTAKA. (Setianto, 2009). Cahaya sangat di perlukan untuk ayam broiler terutama pada

BAB I PENDAHULUAN. khususnya akan kebutuhan daging unggas maupun telur yang kaya akan sumber

MATERI DAN METODE. Materi

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bangkok dengan betina ras petelur tipe medium keturunan pertama pada umur

Transkripsi:

20 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkah Laku Makan dan Minum Tingkah laku makan dan minum digambarkan dan terukur dari catatan rekaman CCTV berupa film selama penelitian. Pengamatan tingkah laku makan dan minum itik lokal (Anas plathyryncos) pada periode layer di Kelompok Peternak Itik Famili Desa Pangauban, Kecamatan Batujajar, Kabupaten Bandung Barat dilakukan selama 7 hari pada 5 ekor betina yang diberi tanda dalam suatu koloni itik berjumlah 32 ekor. Data analisis statistik tingkah laku makan dan minum pada itik periode layer hasil penelitian disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Data Tingkah Laku Makan dan Minum Itik Periode Layer Analisis Statistik Frekuensi Makan Frekuensi Minum Rata-rata (kali) 5 6 Maksimal (kali) 7 7 Minimal (kali) 4 5 Sd (kali) 0,64 0,69 KV (%) 11,96 12,40 Pendugaan Parameter (kali) 5,12 < µ < 5,56 5,36 < µ < 5,84 Keterangan n = 5 ekor itik periode layer. Berdasarkan Tabel 1, frekuensi makan itik periode layer pada pemeliharaan koloni selama penelitian berkisar antara 4 sampai dengan 7, serta rataan 5 kali dalam sehari, sedangkan untuk frekuensi minum berkisar antara 5 sampai dengan 7, serta rataan 6 kali dalam sehari. Frekuensi makan tertinggi diperoleh pada hari ke 2 dan ke 3 sebesar 6 kali serta frekuensi makan terendah diperoleh pada hari berurutan ke-1, 4, 5, 6 dan 7 sebesar 5 kali (Lampiran 1). Selanjutnya frekuensi minum tertinggi diperoleh pada hari berurutan ke-1, 2, 3,

21 dan 5 sebesar 6 kali serta frekuensi minum terendah diperoleh pada hari berurutan ke-4, 6, dan 7 sebesar 5 kali (Lampiran 2). Rata-rata frekuensi makan dan minum itik yaitu 5±0,64 dan 6±0,69 kali dengan koefisien variasinya masing-masing 11,96% dan 12,40%, hal ini menandakan bahwa data frekuensi makan dan minum itik lokal periode layer tergolong seragam. Nilai koefisien variasi yang rendah di bawah 15% menunjukkan bahwa data frekuensi makan dan minum itik lokal periode layer pada penelitian ini termasuk seragam sejalan dengan pernyataan Nasution (1992) bahwa data dinyatakan seragam apabila nilai koefisien variasinya di bawah 15%. Pendugaan parameter interval rata-rata dengan selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa frekuensi makan dan minum itik lokal periode layer memiliki rentang 5,12 < µ < 5,56 dan 5,36 < µ < 5,84 yang diperoleh dari data sampel. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata frekuensi makan dan minum populasi itik lokal periode layer di Kelompok Peternak Itik Famili masing-masing berada dalam rentang 5,12-5,56 dan 5,36-5,84. Menurut Larbier and Leclercq (1994), tingkah laku makan salah satunya dipengaruhi oleh lingkungan (temperatur, pakan dan manajemen). Pada temperatur tinggi akan terjadi pengurangan keinginan untuk pengambilan pakan, tetapi sebaliknya konsumsi air minum meningkat, sedangkan pada suhu rendah hewan cenderung untuk mengkonsumsi pakan yang terus menerus (Wahju 1997). Berdasarkan data penelitian, rataan frekuensi makan dan minum harian itik selama periode bertelur adalah 5 dan 6 kali, kondisi ini dapat disimpulkan bahwa pada pemeliharaan itik dengan periode sedang bertelur diperlukan pakan dan manajemen minum yang sesuai untuk kebutuhan itik. Itik biasanya melakukan aktifitas di dalam kandang untuk mencari makan atau minum dan istirahat.

22 Tingkah laku itik saat makan biasanya sambil minum kemudian makan kembali apabila tempat makan dan minum saling berdekatan. Ketaren dkk., (1999) menduga buruknya efisiensi penggunaan pakan pada itik disebabkan oleh tabiat makan itik termasuk kebiasaannya yang segera mencari air minum setelah makan, dan umumnya pakan tercecer pada saat itik pindah dari tempat pakan ke tempat minum. Iskandar dkk., (2000) menyatakan bahwa penyebab perbedaan tingkah laku makan pada itik jantan lokal adalah bentuk dan tempat pakan yang digunakan, sementara frekuensi pergerakan dipengaruhi oleh faktor umur dan kebiasaan itik untuk selalu mencari air. Hal ini menunjukkan bahwa unggas air sangat tergantung pada ketersediaan (kemudahan pencapaian) air, terutama untuk masuknya ransum ke dalam saluran pencernaannya (Rasyaf, 1994). Menurut Prasetyo dkk., (2005) itik sangat memerlukan bantuan air walaupun hanya sedikit untuk menelan ransum yang ada di mulutnya, oleh karena itu itik mempunyai kebiasaan langsung lari ke tempat air minum begitu ada ransum di dalam mulutnya. Larbier dan leclercq (1994) menyatakan bahwa konsumsi air minum di pengaruhi oleh beberapa faktor antara lain umur unggas dan bentuk ransum. Jarak waktu makan itik relatif sama dikarenakan pemberian waktu makan itik yang sudah ditentukan. Waktu makan itik dimulai pada pukul 07.11 WIB dan berakhir pada pukul 16.45 WIB (lampiran 4) hal tersebut dikarenakan pemberian pakan pada itik diberikan pada pagi hari dan siang hari. Lama waktu makan itik rata-rata 19 detik. Larbier dan Leclercq (1994) menyatakan bahwa tingkat kesukaan unggas dalam mengkonsumsi pakan ditentukan oleh faktor fisiologis unggas, bentuk dan jenis pakan yang diberikan. Waktu minum itik dimulai pada pukul 05.31 WIB dan berakhir pada pukul 22.31 WIB (lampiran 5). Hal tersebut terjadi dikarenakan pemberian air minum dalam kandang itik secara adlibitum,

23 sehingga itik dapat minum kapanpun dalam kandang tersebut. Lama waktu minum itik rata-rata 11 detik. Schulze (2003) mengemukakan bahwa rataan konsumsi pakan, lama konsumsi pakan/hari, lama pergerakan menuju air minum pada ayam bervariasi, tergantung pada kondisi lingkungan, kandang dan bentuk tempat pakan yang digunakan. Disela waktu makan, itik biasanya diam, menggerakkan sayap, menggerakkan ekor dan sesekali mencelupkan kepala ke dalam air. Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan Dahlia dkk., (2003) bahwa entok Rimba (cairina scutulata muller) melakukan istirahat disela-sela waktu makan. Istirahat terdiri atas diam, menggerakkan sayap, menggerakkan ekor, dan mandi. Berdasarkan hasil penelitian, aktivitas tersebut sebagian dilakukan itik pada selang waktu siang sampai sore antara pukul 10.00-17.00 WIB. Ada juga itik yang melakukan aktivitas di malam hari untuk mencari makan, minum, mandi dan istirahat, namun frekuensinya sangat sedikit. Lama frekuensi makan dan waktu keluar mencari makan dipengaruhi oleh cuaca. 4.2 Tingkah Laku Mandi Tingkah laku mandi digambarkan dan terukur dari catatan rekaman CCTV berupa film selama penelitian. Pengamatan tingkah laku mandi itik lokal (Anas plathyryncos) pada periode layer di Kelompok Peternak Itik Famili di Desa Pangauban, Kecamatan Batujajar, Kabupaten Bandung Barat dilakukan selama 7 hari pada 5 ekor betina yang diberi tanda dalam suatu koloni itik berjumlah 32 ekor. Data analisis statistik tingkah laku mandi pada itik periode layer hasil penelitian disajikan pada Tabel 2.

24 Tabel 2. Data Tingkah Laku Mandi Itik Periode Layer Analisis Statistik Frekuensi Mandi Rata-rata (kali) 5 Maksimal (kali) 6 Minimal (kali) 4 Sd (kali) 0,69 KV (%) 14,25 Pendugaan Parameter (kali) 4,62 < µ < 5,10 Keterangan n = 5 ekor itik periode layer. Berdasarkan Tabel 2, rata-rata frekuensi mandi itik periode layer pada pemeliharaan koloni selama penelitian berkisar antara 4 sampai dengan 6 kali dengan rataan 5 kali dalam sehari. Frekuensi mandi tertinggi diperoleh pada hari ke 4 sebesar 6 kali serta frekuensi mandi terendah diperoleh pada hari ke-6 (Lampiran 3). Rata-rata frekuensi mandi itik pada penelitian ini yaitu 5±0,69 kali dengan koefisien variasinya 14,25%, rendahnya angka koefisien variasi menandakan bahwa data frekuensi mandi itik lokal periode layer termasuk seragam. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nasution (1992) bahwa data dinyatakan seragam apabila nilai koefisien variasinya di bawah 15%. Pendugaan parameter interval rata-rata dengan selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa frekuensi mandi itik lokal periode layer memiliki rentang 4,62 < µ < 5,10 yang diperoleh dari data sampel. Itik melakukan mandi selama 13 detik sampai dengan 18 detik dengan rataan 15 detik setiap kali mandi. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata frekuensi mandi populasi itik lokal periode layer di Kelompok Peternak Itik Famili masing-masing berada dalam kisaran 4,62 sampai 5,10. Itik akan melakukan mandi yang bertujuan untuk menjaga bulu tetap bersih dan bertujuan untuk mendinginkan suhu tubuh akibat lingkungan yang panas yang dapat mengakibatkan proses produksi telur dalam tubuh terganggu.

25 Dengan demikian pada suhu lingkungan di siang hari yang cukup panas itik melakukan mandi. Menurut Crossley (1964) bahwa unggas air berupaya untuk mendinginkan telur dan meningkatkan kelembaban di dalam sarang. Tujuan utama yaitu untuk mengatur suhu tubuh itik dan manfaat lainnya untuk kelembaban dan pendinginan telur (Drent, 1970). Itik betina yang sedang mengalami masa bertelur biasanya melakukan aktivitas mandi pada pagi sampai sore hari antara pukul 07.00-17.00 WIB. Itik pada saat melakukan mandi atau berenang biasanya lebih lama dibandingkan entok atau unggas air lainnya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Universitas Oklahoma State (2002) yang menyatakan bahwa entok tidak dapat berenang terlalu lama karena kelenjar minyak yang ada pada tubuh itik manila atau entok tidak berkembang dibandingkan dengan itik lain. Pada data penelitian, lama waktu itik mandi rata-rata 15 detik dalam satu kali mandinya (Lampiran 10). Pada saat itik mandi, kepalanya akan dimasukkan kedalam air sambil mengepakkan sayapnya. Menurut Heyn (2006) bahwa tingkah laku mandi merupakan tingkah laku itik yang menunjukkan kesempatan setidaknya itik tersebut telah mencelupkan kepala dan membasahkan tubuh mereka dengan air. Tingkah laku mandi merupakan kemampuan itik untuk menjaga bulu mereka tetap bersih. Perbedaan yang mencolok dari itik yang dipelihara dengan menggunakan bak mandi atau pancuran ialah kecenderungan mereka yang melakukan tingkah laku minum, beristirahat, berkecimpung, dan mandi. Namun sebenarnya mereka hanya mengahabiskan kurang dari 5% waktu mereka untuk mandi. Ini menunjukkan bahwa hal tersebut dilakukan karena tersedianya akses air untuk mandi disetiap harinya. Setelah mandi, itik tidak

26 langsung berdiam diri di dalam sarang, tetapi melakukan pengeringan dan penyisiran bulunya terlebih dahulu. 4.3 Tingkah Laku Bertelur Tingkah bertelur digambarkan dan terukur dari catatan rekaman CCTV berupa film selama penelitian. Pengamatan tingkah laku bertelur itik lokal (Anas plathyryncos) pada periode layer di Kelompok Peternak Itik Famili Desa Pangauban, Kecamatan Batujajar, Kabupaten Bandung Barat dilakukan selama 7 hari pada 5 ekor betina yang diberi tanda dalam suatu koloni itik berjumlah 32 ekor. Data analisis statistik tingkah laku bertelur pada itik periode layer hasil penelitian disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Data Tingkah Laku bertelur Itik Periode Layer Analisis Statistik Frekuensi Bertelur Rata-rata (kali) 1 Maksimal (kali) 1 Minimal (kali) 0 Sd (kali) 0,24 KV (%) 24,98 Pendugaan Parameter (kali) 0,86 < µ < 1,02 Keterangan n = 5 ekor itik periode layer. Berdasarkan Tabel 3, frekuensi bertelur itik periode layer pada pemeliharaan koloni selama penelitian berkisar antara 0 sampai dengan 1 dengan rataan 1 kali dalam sehari (Lampiran 4). Rata-rata frekuensi bertelur itik yaitu 1 kali dengan koefisien variasinya 24,98%. Tingginya angka koefisien variasi menandakan bahwa data frekuensi bertelur itik lokal periode layer termasuk beragam. Pendugaan parameter interval rata-rata dengan selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa frekuensi bertelur

27 itik lokal periode layer memiliki rentang 0,86 < µ < 1,02 yang diperoleh dari data sampel. Itik bertelur selama 10 menit sampai dengan 13 menit dengan rataan 12 menit setiap kali bertelur. Tingkah laku itik yang akan bertelur terlihat dalam rekaman CCTV selama penelitian yaitu itik banyak melakukan aktivitas pembersihan bulu, baik itu mandi ataupun hanya sekedar merapihkan bulu. Hal tersebut hampir sama dengan penelitian Cooper (1976) yang menyatakan bahwa masa mengeram atau bertelur dibagi menjadi dua yaitu waktu yang dihabiskan untuk mengeram dan waktu yang dihabiskan pergi keluar sarang untuk memelihara tubuhnya. Itik yang telah memasuki masa bertelur pasti merontokkan bulu kapas atau bulu halusnya. Hal tersebut dibuktikan dengan kondisi kandang yang banyak terdapat rontokan bulu itik yang sedang mengalami masa bertelur. Sejatinya bulu-bulu halus yang rontok ini digunakan oleh itik untuk membuat alas bagi telur-telurnya agar tetap hangat. Namun kerontokan bulu juga bisa diakibatkan karena itik mengalami stres akibat perubahan pakan atau kondisi lingkungan. Hampir sepanjang waktu itik yang sedang mengalami masa bertelur akan banyak beraktivitas dan itik menjadi lebih sensitif terhadap lingkungan baru yang akan dihadapinya. Itik biasanya beraktivitas di dalam kandang hanya untuk makan, minum, diam (bertelur), istirahat dan defekasi. Itik pada periode bertelur biasanya mulai bertelur paling cepat pada pukul 03.09 sampai yang paling lambat pada pukul 06.17 WIB (Lampiran 7) dengan lama waktu rata-rata 12 menit dalam sekali bertelur (Lampiran 11). Rata-rata waktu bertelur di dapat dari itik mulai berdiam duduk kemudian bertelur dan berdiri meninggalkan telurnya. Pada saat penelitian diamati itik melakukan kebiasaan persiapan bertelur pada waktu matahari terbenam dan akan

28 meninggalkan sarang telurnya pada waktu pagi sampai sore hari. Pada saat malam hari biasanya itik tetap berada dalam sarang untuk mengeluarkan telurnya. Cooper (1976) menyatakan bahwa angsa kanada (Canada goose) melakukan pengeraman telur pada malam hari dan siang hari untuk pembentukan sarang. McKinney (1952) melaporkan bahwa Mallard Duck lebih aktif selama menetaskan. Lind (1961) pada Black-tailed Godwit dan Drent (1970) pada Herring Gull, melaporkan bahwa unggas lebih aktif pada masa penetasan. Data penelitian menunjukkan peningkatan aktivitas selama masa bertelur pada itik kemungkinan karena induk mendapat rangsangan yang diberikan oleh embrio (Vince, 1969).