BAB I PENDAHULUAN. Indonesia seutuhnya dan seluruh masyarakat Indonesia dalam mencapai

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan yang tercantum dalam

PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan;

BAB I PENDAHULUAN. (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia sering ditemukan pada anak balita,tetapi juga pada orang dewasa

BAB 1 PENDAHULUAN. (P2ISPA) adalah bagian dari pembangunan kesehatan dan upaya pencegahan serta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

BAB 1 PENDAHULUAN. terbesar baik pada bayi maupun pada anak balita. 2 ISPA sering berada dalam daftar

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. di paru-paru yang sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak (Bindler dan

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di Indonesia diare merupakan penyebab kematian utama pada bayi dan anak.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu ruang lingkup epidemiologi ialah mempelajari faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN UPAYA PENCEGAHAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS NGORESAN SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan yang cepat dan sangat penting atau sering disebut masa kritis anak

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mencakup 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari. dan Indonesia (Rudan, 2008). World Health Organization

PENDAHULUAN. hidung sampai alveoli. ISPA terdiri dari bukan pneumonia, pneumonia, dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

Oleh : Yophi Nugraha, Inmy Rodiyatam ABSTRAK

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang.

SKRIPSI. Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat Gelar S 1 Keperawatan. Oleh: WAHYUNI J

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menular maupun tidak menular (Widyaningtyas, 2006). bayi dan menempati posisi pertama angka kesakitan balita.

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Nigeria masing-masing 6 juta episode (Kemenkes RI, 2011). (15%-30%). Berdasarkan hasil penelitian Khin, dkk tahun 2003 di Myanmar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut WHO upaya untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat

SKRIPSI. Disusun untuk Memenuhi salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S 1 Kesehatan Masyarakat. Oleh: TRI NUR IDDAYAT J

BAB I PENDAHULUAN. (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Saat ini, ISPA merupakan masalah. rongga telinga tengah dan pleura. Anak-anak merupakan kelompok

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab kesakitan dan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu program pemberantasan penyakit menular, salah satunya adalah program

BAB I PENDAHULUAN. harapan hidup yang merupakan salah satu unsur utama dalam penentuan

BAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kematian dan kesakitan karena ISPA. Penyakit infeksi saluran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Anak merupakan generasi penerus bangsa untuk melanjutkan

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG ISPA DI PUSKESMAS DESA DAYEUH KOLOT KABUPATEN BANDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

Salah satu upaya pencegahan pneumonia yang berhubungan dengan lingkungan adalah dengan menciptakan lingkungan hidup yang baik.

BAB 1 : PENDAHULUAN. peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kualitas hidup yang lebih baik pada

BAB I PENDAHULUAN. Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau diobati dengan akses yang mudah dan intervensi yang terjangkau. Kasus utama

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Morbiditas dan mortalitas merupakan suatu indikator yang

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly,

PERBEDAAN FAKTOR PERILAKU PADA KELUARGA BALITA PNEUMONIA DAN NON PNEUMONIA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS MUNJUL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2014


BAB I PENDAHULUAN. target Millenium Depelopment Goals (MDGs) Dimana angka kematian bayi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia.United Nations International Children s Emergency Fund (UNICEF)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diprioritaskan dalam perencanaan dan pembangunan bangsa (Hidayat, 2008).

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP ORANG TUA DENGAN UPAYA PENCEGAHAN KEKAMBUHAN ISPA PADA ANAK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PURWANTORO I SKRIPSI

BAB 1 :PENDAHULUAN. masih merupakan masalah kesehatan utama yang banyak ditemukan di. hubungan status gizi dengan frekuensi ISPA (1).

BAB 1 PENDAHULUAN. anak di negara sedang berkembang. Menurut WHO (2009) diare adalah suatu keadaan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batuk pilek merupakan gangguan saluran pernafasan atas yang paling

BAB I PENDAHULUAN. di negara berkembang. ISPA yang tidak mendapatkan perawatan dan pengobatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012

BAB I PENDAHULUAN. Menurut laporan World Health Organitation tahun 2014, kasus penularan

BAB 1 PENDAHULUAN. pencapaian tumbuh kembang bayi tidak optimal. utama kematian bayi dan balita adalah diare dan pneumonia dan lebih dari 50%

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Laporan WHO tahun 2015 menyebutkan bahwa diare masih merupakan

BAB I PENDAHULUAN. otak dimulai dalam kandungan sampai dengan usia 7 tahun (Menteri Negara

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan salah satunya adalah penyakit infeksi. Masa balita juga merupakan masa kritis bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara yang menandatangani Millenium

BAB I PENDAHULUAN. selama ini masih banyak permasalahan kesehatan, salah satunya seperti kematian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Pencapaian tujuan

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA USIA 0-2 TAHUN DI RUANG PERAWATAN BAJI MINASA RSUD. LABUANG BAJI MAKASSAR VIDIANTI RUKMANA

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ISPA

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (2005) kematian balita disebabkan oleh Infeksi Saluran

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pandemik yang terlupakan atau the forgotten pandemic. Tidak

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor yang..., Annissa Rizkianti, FKM UI, Universitas Indonesia

PRATIWI ARI HENDRAWATI J

BAB I PENDAHULUAN. 6,9 juta jiwa, tercatat kematian balita dalam sehari, 800 kematian balita

BAB 1 PENDAHULUAN. kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi tubuh, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. finansial dan pemerataan pelayanan kesehatan dalam pembangunan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional Indonesia bertujuan membangun manusia Indonesia seutuhnya dan seluruh masyarakat Indonesia dalam mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Sedangkan pembangunan di bidang kesehatan bertujuan meningkatkan kualitas hidup manusia dan derajat kesehatan masyarakat dalam aspek pencegahan, penyembuhan dan pemulihan penyakit (Idris, 2010). Program Pemberantasan Penyakit Menular (P2M) meliputi beberapa kegiatan yang salah satunya adalah Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (P2 ISPA) yang ditujukan pada kelompok usia balita dalam bentuk upaya penanggulangan Pneumonia. Penanggulangan Pneumonia salah satu diantaranya dengan menggunakan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). World Health Organization (WHO) memperkenalkan konsep pendekatan MTBS yang merupakan strategi upaya pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan bayi dan anak balita di negara-negara berkembang (Depkes, 2011). Pneumonia merupakan salah satu masalah kesehatan dan penyumbang terbesar penyebab kematian anak usia di bawah lima tahun (anak-balita). Pneumonia membunuh anak lebih banyak dari pada penyakit lain apapun, mencakup hampir 1 dari 5 kematian anak dan balita, membunuh lebih dari 2 1

2 juta anak dan balita setiap tahun yang sebagian besar terjadi di negara berkembang (Said, 2010). Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2007 memperkirakan terdapat 1,8 juta kematian pada anak dibawah usia 5 tahun akibat pneumonia. Setiap tahunnya di Indonesia diperkirakan ada 6 juta kasus baru penyakit pneumonia, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, pneumonia adalah penyebab kematian kedua pada balita setelah diare. Jumlah kematian balita di Indonesia akibat penumonia tahun 2008 diperkerikan mencapai 30.470 balita, atau rata-rata 83 balita meninggal setiap hari akibat pneumonia (Depkes RI, 2010). Di Propinsi Jawa Tengah pada tahun 2009 berdasarkan data Profil Kesehatan Jawa Tengah 2009 angka penemuan penyakit Pneumonia sebesar 26,76% atau 69.619 penderita, sedangkan pada tahun 2008 penemuan pneumonia balita pada tahun 2008 sebesar 23,63% penderita maka angka tersebut relatif ada peningkatan. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Purbalingga angka pneumonia balita pada tahun 2010 adalah 647 kasus atau 9,6% dari jumlah perkiraan kasus penderita Pneumonia dengan prevalensi tertinggi cakupan penemuan kasus pneumonia pada balita di Puskesmas Pengadegan Kabupaten Purbalingga tahun 2010 sebanyak 147 kasus akan tetapi jumlah ini menurun pada tahun 2011 menjadi 83 kasus, namun demikian pneumonia pada balita masih tetap merupakan proporsi terbesar. Rudan, dkk (2008) melaporkan 3 kelompok faktor resiko yang mempengaruhi insidens pneumonia pada anak-anak di negara berkembang.

3 Faktor resiko tersebut adalah faktor resiko yang selalu ada (definite risk factors), meliputi gizi kurang, berat badan lahir rendah, tidak ada/tidak memberikan ASI eksklusif, polusi udara dalam ruang dan kepadatan hunian rumah. Faktor resiko yang sangat mungkin (likely risk factors) meliputi ibu hamil yang merokok, balita kekurangan zinc, pengalaman ibu sebagai pengasuh, bersamaan penyakit (misalnya diare, penyakit jantung, asma), dan faktor resiko yang masih mungkin (possible risk factors) meliputi pendidikan Ibu, lama menjalani perawatan, curah hujan (kelembaban), ketinggian tempat tinggal (udara dingin), kekurangan vitamin A, urutan kelahiran, polusi udara luar ruangan. Faktor resiko ini seharusnya diperhatikan secara serius dan perlu intervensi segera agar penurunan insiden pneumonia berdampak signifikan pada penurunan angka kematian anak balita. Berdasarkan penelitian Hananto (2001) menyebutkan bahwa salah satu faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian pneumonia pada balita adalah kepadatan hunian. Selanjutnya penelitian Gozali (2010) menunjukkan balita yang pneumonia lebih banyak terjadi pada anak dengan status gizi kurang dan buruk dibandingkan dengan anak berstatus gizi baik dan Wibowo (2011) bahwa persentase kejadian ISPA pada balita yang diberi ASI Eksklusif lebih rendah bila dibandingkan dengan balita yang tidak diberi ASI Eksklusif, serta Yuwono (2008) hasil penelitiannya menunjukkan balita yang tinggal di rumah dengan tingkat hunian padat memiliki resiko terkena pneumonia lebih besar dibandingkan anak balita yang tinggal di rumah dengan tingkat hunian tidak padat.

4 Sebagian kematian akibat penyakit pneumonia terjadi dipelosok desa yang tidak terjangkau oleh layanan kesehatan. Oleh karena itu disamping perlunya ditingkatkan usaha-usaha penemuan dan pengobatan penderita didaerah yang sulit dijangkau, diperlukan pula pengetahuan masyarakat tentang penyakit Pneumonia yang meliputi gejala, faktor resiko, pencegahan dan lainlain agar dapat dihindari, dicegah, dan diobati sedini mungkin sehingga tidak sempat mengancam jiwa atau berakibat pada kematian (Misnadiarly, 2008). Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Analisis Faktor Resiko Kejadian Pneumonia Balita Usia 6 bulan-5 tahun di Puskesmas Pengadegan Kabupaten Purbalingga. B. Perumusan Masalah Program Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (P2 ISPA) dalam upaya menurunkan angka kesakitan dan angka kematian pneumonia perlu melakukan promosi dan penaggulangan pneumonia pada masayarakat, terutama Ibu balita. Salah satu cara untuk mengurangi angka kejadian penyakit Pneumonia adalah dengan memperbaiki faktor resiko penyebab penyakit Pneumonia. Faktor resiko penyebab terjadinya penyakit Pneumonia adalah faktor status gizi, berat bayi lahir rendah (BBLR), pemberian ASI eksklusif, polusi udara dalam ruangan, dan kepadatan hunian rumah. Faktor-faktor Resiko utama tersebut mendorong peneliti untuk menjawab permasalahan tentang Adakah hubungan faktor resiko (status gizi, BBLR, pemberian ASI Eksklusif, polusi udara dalam ruangan, dan kepadatan

5 hunian rumah) terhadap kejadian penyakit Pneumonia di Puskesmas Pengadegan Kabupaten Purbalingga. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Memperoleh gambaran mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian pneumonia pada anak usia 6 bulan-5 tahun. 2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan status gizi, berat bayi lahir rendah (BBLR), pemberian ASI Eksklusif, polusi udara dalam ruangan dan kepadatan hunian rumah pada balita umur 6 bulan-5 tahun dengan kejadian pneumonia. b. Menganalisis hubungan status gizi dengan kejadian penyakit pneumonia pada anak 6 bulan-5 tahun. c. Menganalisis hubungan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) dengan kejadian penyakit pneumonia anak usia 6 bulan-5 tahun. d. Menganalisis hubungan pemberian ASI Eksklusif pada balita umur 6 bulan-5 tahun dengan kejadian penyakit pneumonia anak. e. Menganalisis hubungan polusi udara dalam ruangan terhadap kejadian Pneumonia pada anak usia 6 bulan- 5 tahun. f. Menganalisis hubungan kepadatan hunian rumah terhadap kejadian Pneumonia pada anak usia 6 bulan-5 tahun. g. Mengetahui faktor yang paling dominan yang mempengaruhi kejadian penyakit pneumonia anak.

6 D. Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti Menambah pengetahuan, memperluas wawasan dan memberikan pengalaman langsung bagi penulis dalam melaksanakan penelitian serta mengaplikasikan berbagai teori dan konsep yang didapatkan dalam bangku kuliah ke dalam bentuk penelitian, khususnya yang berkaitan dengan penyakit pneumonia anak. 2. Bagi institusi pendidikan Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi institusi pendidikan untuk mempertimbangkan materi pembelajaran dalam rangka mencegah penyakit pneumonia anak. 3. Bagi masyarakat Dapat memberikan informasi mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya penyakit pneumonia anak. Sehingga diharapkan orang tua sebagai bagian dari masyarakat dapat mencegah penyakit dan dapat meningkatkan kesehatannya. 4. Bagi perawat Sebagai acuan untuk menentukan tindakan yang tepat dalam meningkatkan derajat kesehatan, khususnya kesehatan pribadi dan komunitas terkait dengan tugas dan perannya sebagai pendidik meliputi upaya promitif, preventif dan rehabilitatif.

7 E. Penelitian Terkait Gozali (2010) dengan judul Hubungan antara status gizi dengan klasifikasi pneumonia pada balita di Puskesmas Gilingan Kecamatan Banjarsari Surakarta, penelitian menggunakan design cross sectional study. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa anak balita yang pneumonia lebih banyak pada anak dengan status gizi kurang dan buruk yaitu dengan prosentase sebesar 36,67%. Persamaan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang Pneumonia dengan status gizi menjadi salah satu variabelnya, dan perbedaannya adalah penelitian menggunakan design case control dan menggunakan variabel Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR), pemberian ASI eksklusif, polusi udara dan kepadatan hunian. Penelitian Yuwono (2008) dari Universitas Diponegoro Semarang tentang Faktor-faktor lingkungan fisik rumah yang berhubungan dengan kejadian pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kawunganten Kabupaten Cilacap dengan menggunakan design case control. Persamaan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang tingkat kepadatan hunian dengan kejadian pneumonia. Perbedaan penelitian adalah tidak hanya variabel lingkungan tetapi dengan menggunakan variabel status gizi, BBLR, pemberian ASI eksklusif, dan polusi udara. Penelitian Setiyati (2005) dengan judul Faktor resiko pneumonia pada anak umur 1-3 tahun di wilayah Puskesmas Kemranjen 1 Kabupaten Banyumas Tahun 2005, penelitian menggunakan design case control. Persamaan penelitian ini meneliti tentang status gizi, pemberian ASI eksklusif, dan

8 kepadatan hunian dengan kejadian pneumonia. Perbedaan penelitian yang diteliti dengan penelitian Sawitri Setiyati adalah penelitian dilakukan di wilayah Puskesmas Kemranjen 1 Kabupaten Banyumas dan tidak terdapat variable BBLR dan polusi udara dalam ruangan.