Pegaruh Sistem Tanam Berbeda terhadap Pertumbuhan dan Produksi Inpari 10 di Subak Lanyah Wanasara, Tabanan Bali Putu Suratmini dan Sagung Ayu Nyoman Aryawati Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bali Jl. By Pas Ngurah Rai Pesanggaran, Denpasar Bali E-mail : bptp_bali@yahoo.com Abstrak Padi merupakan komoditas strategis dalam sistem ketahanan pangan nasional karena beras merupakan pangan utama hampir 100% rakyat Indonesia. Pengkajian dengan tujuan untuk mengetahui pertumbuhan dan daya hasil (tingkat produksi) dari VUB Inpari 10 pada sistem tanam berbeda telah dilaksanakan di Subak Lanyah Wanasara, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali. Pengkajian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 8 petani kooperator sebagai ulangan. Varietas yang ditanam adalah : Inpari 10, sedangkan cara tanam yang dipakai adalah: sistem tanam pindah legowo 2:1, legowo 4:1 dan legowo 6:1 dan sistem tegel (cara petani sebagai kontrol). Penanaman dilakukan dengan inovasi teknologi PTT seperti : tanam bibit muda (umur 13 hss), tanam 1-3 bibit/lubang, pemupukan dengan urea dan ponska, pengairan berselang dan pengelolaan hama penyakit secara terpadu. Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, jumlah gabah isi, jumlah gabah hampa, panjang malai, berat 1000 biji (g) dan berat gabah kering panen (t/ha) serta analisis usahatani (B/C ratio). Hasil pengkajian menunjukkan bahwa VUB inpari 10 yang ditanam dengan cara tapin legowo memberikan hasil gabah kering panen (GKP ) lebih tinggi dibandingkan dengan cara petani (tapin tegel). Dibandingkan dengan cara tanam tegel (cara petani), berat gabah kering panen (t/ha) lebih tinggi 33.86% pada cara tanam legowo 2:1, 11.15% pada legowo 4:1 dan 17.53 % pada legowo 6:1. Dari hasil analisis usahatani didapatkan B/C ratio >1 pada semua cara/sistem tanam, yang berarti bahwa baik cara tanam legowo maupun cara tanam tegel untuk inpari 10 layak untuk diusahakan dan masih menguntungkan. Kata kunci : Cara tanam, hasil, pertumbuhan. Pendahuluan Penyediaan beras dalam jumlah yang cukup besar dengan harga yang terjangkau merupakan prioritas utama pembangunan nasional. Selain sebagai makanan pokok lebih dari 95% rakyat Indonesia, padi juga menyediakan lapangan kerja lebih dari 20 juta rumah tangga petani di pedesaan (Makarim dan Ikhwani, 2013). Kebutuhan beras akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk, dimana pada tahun 2025 akan mencapai 296 juta jiwa dan kebutuhan akan beras sekitar 41,5 juta ton (Simarmata, 2007). Varietas unggul baru merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan dalam peningkatan produktivitas padi di Indonesia dan sebagian besar dari varietas unggul tersebut dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian (Sembiring, 2009). Permasalahan dalam peningkatan hasil padi sebagian besar adalah akibat tidak tepatnya penerapan komponen teknologi terhadap varietas padi yang ditanam pada kondisi lingkungan tertentu. Varietas unggul padi merupakan salah satu komponen teknologi yang berperan penting di dalam meningkatkan produksi beras dalam negeri. Budidaya varietas unggul padi dengan teknik yang tepat telah memberikan kontribusi yang besar terhadap peningkatan produksi. Namun demikian dalam dua dasa warsa terakhir telah terjadi palandaian produktivitas dan produksi VUB padi, seperti IR 64 (Abdullah dkk, 2008). Menurut Fagi et al.(2003), salah satu penyebab terjadinya pelandaian produksi padi nasional dalam dekade terakhir ini adalah belum optimalnya pemanfaatan potensi genetik varietas unggul. Varietas unggul yang ditanam terus menerus Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 359
kemungkinan akan mengalami perubahan antara lain kemurnian varietas dan ketahanannya terhadap hama dan penyakit tertentu semakin menurun, oleh karena itu diperlukan varietas unggul baru untuk menggantikan varietas unggul tersebut. Pembentukan varietas unggul baru (VUB) terus berlangsung untuk menghasilkan varietas dengan keunggulan yang makin beragam atau makin spesifik lokasi sesuai dengan potensi agroekosistem, kendala, dan preferensi konsumen atau pengguna. Varietas unggul baru terus diciptakan oleh BB Padi mengingat beragamnya agroekosistem yang ada di wilayah Indonesia dan preferensi rasa nasi yang berbeda-beda di setiap provinsi (Sembiring, 2011). Varietas Inpari 10 merupakan varietas Inbrida Padi Sawah Irigasi yang dilepas tahun 2009 dengan alasan utamanya adalah potensi hasil yang lebih tinggi dibanding IR64, mutu beras baik, tahan hawar daun bakteri dan toleran kekeringan (Suprihatno, et al., 2011). Sistem tanam legowo merupakan salah satu komponen teknologi budidaya yang ditujukan untuk mengoptimalkan produktivitas tanaman padi melalui pengaturan populasi Sistem tanam legowo adalah system tanam yang berselang seling antara dua atau lebih baris tanaman padi dan satu barisan kosong (Abdulrachman et al., 2012). Cara tanam dengan sistem legowo mempunyai beberapa keuntungan yaitu tanaman berada pada bagian pinggir sehingga mendapatkan sinar matahari yang optimal yang menyebabkan produktivitas tinggi, memudahkan dalam pengendalian gulma dan hama/penyakit, penggunaan pupuk lebih efektif dan adanya ruang kosong untuk pengaturan saluran air (Sirrapa, 2011). Untuk mendapatkan hasil yang optimal penggunaan varietas unggul harus ditanam pada kondisi lingkungan yang cocok supaya hasil yang diperoleh sesuai dengan potensi genetiknya (Makarim dan Las, 2005). Jarak tanam pada budidaya padi dengan sistem tanam pindah merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting sebagai penentu tercapainya peningkatan produksi. Dengan jarak tanam yang sangat rapat biaya produksi meningkat dan apabila sangat lebar populasi tanaman menurun pada akhirnya mengakibatkan hasil panen menurun (Suparwoto, 2010). Peningkatan produksi padi dapat dicapai melalui ketepatan dalam penentuan pemilihan inovasi teknologi, potensi sumberdaya lahan dan pengelolaan secara teknis. Oleh karena itu perlu adanya kajian inovasi teknologi yang sesuai dengan kondisi wilayah setempat sehingga peningkatan produksi padi dapat dicapai melalui perbaikan budidaya padi dengan menggunakan varietas unggul baru dan sistem tanam cara legowo. Tujuan dari pengkajian untuk mengetahui cara tanam legowo yang sesuai untuk penanaman padi Varietas Inpari 10. Sistem tanam padi yang biasa diterapkan petani adalah sistem tanam tegel dengan jarak 20 X 20 cm. Namun, saat ini telah dikembangkan sistem penanaman yang baru yaitu sistem jajar legowo. Menurut Pahruddin (2004), jajar legowo merupakan perubahan teknologi jarak tanam padi yang dikembangkan dari sistem tanam tegel yang telah berkembang di masyarakat. Istilah legowo diambil dari Bahasa Jawa, Banyumas, terdiri atas kata lego dan dowo; lego berarti luas dan dowo berarti memanjang. Prinsip dari sistem tanam jajar legowo adalah pemberian kondisi pada setiap barisan tanam padi untuk mengalami pengaruh sebagai tanaman pinggir. Secara umum, tanaman pinggir menunjukkan hasil lebih tinggi daripada tanaman yang ada di bagian dalam barisan. Tanaman pinggir juga menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik karena persaingan tanaman antar barisan dapat dikurangi. Hasil penelitian Abdulrachman et al.(2011) menunjukkan bahwa pada pertanaman legowo 2:1 dengan jarak tanam (25x12.5x50) mampu meningkatkan hasil antara 9,63 15.44% dibanding model tegel. 360 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian
Metodologi Kegiatan dilaksanakan di Subak Lanyah Wanasara, Desa Wanasara, Kecamatan Tabanan, Kabupaten Tabanan. Pengkajian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 8 petani kooperator sebagai ulangan. Varietas yang ditanam adalah : Inpari 10, sedangkan perlakuan sistem tanam yang digunakan adalah: sistem tanam pindah : P1 ( jajar legowo 2:1), P2 (jajar legowo 4:1), P3 ( jajar legowo 6:1) dan P4 (sistem tegel sebagai kontrol). Penanaman dilakukan dengan inovasi teknologi PTT seperti : tanam bibit muda (umur 13-15 hss), tanam 1-3 bibit/lubang, pemupukan dengan urea dan ponska masing masing 200 kg/ha, pengairan berselang dan pengelolaan hama penyakit secara terpadu. Petak percobaan menggunakan petak alami. Jumlah sampel tanaman tiap petak alami sebanyak 10 rumpun. Analisis data dilakukan dengan analisis varians, sedangkan uji beda nilai rata-rata dengan BNT taraf 5%. Parameter yang diamati, antara lain : tinggi tanaman maksimum (cm), jumlah anakan produktif per rumpun (batang), panjang malai (cm), jumlah gabah isi per malai (butir), jumlah gabah hampa per malai (but ir), bobot 1000 butir gabah (g), dan berat gabah kering panen (t/ha) serta analisis usahatani (B/C ratio). Hasil dan Pembahasan Hasil analisis statistika menunjukkan bahwa varietas Inpari 10 yang ditanam menunjukkan daya adaptasi yang cukup baik, hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan dan produksi tanaman. Tinggi tanaman terlihat berbeda nyata antara perlakuan cara tanam yang diberikan. Tinggi tanaman yang paling rendah terlihat pada perlakuan P4 ( sistem tegel/cara petani) dan berbeda nyata dengan perlakuan yang lain. Tinggi tanaman lebih tinggi pada perlakuan P1 dan P2 dimana perlakuan P1 (jajar legowo 2:1), tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan perlakuan P2 (jajar legowo 4:1). Perlakuan P3 ( jajar legowo 6:1) berbeda nyata dengan P2 dan P3 juga berbeda nyata dengan P4 (Tabel 1). Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman (cm), jumlah anakan produktif, dan panjang malai dari Inpari 10 yang ditanam di subak Lanyah wanasara Cara tanam Tinggi tanaman (cm) Jumlah anakan produktif Panjang malai (cm) P1 (Legowo 2 :1) 96.4 a 21.0 a 24.8 a P2 (Legowo 4:1) 96.2 a 17.6 b 20.2 c P3 (Legowo 6:1) 94.4 b 21.0 a 21.4 b P4 (cara tegel ) 85.4 c 18.4 b 20.0 c BNT (5%) 1.5 2.5 1.0 Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5% Dari Tabel 1 terlihat jumlah anakan produktif menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan yang diberikan. Perlakuan P1 (legowo 2:1) memberikan jumlah anakan produktif yang lebih tinggi dibandingkan dengan P4 (kontrol). Jumlah anakan produktif pada perlakuan P1 dan P3 lebih tinggi 14.13% dibandingkan dengan perlakuan P4 (kontrol), sedangkan perlakuan P2 memberikan jumlah anakan produktif yang tidak berbeda nyata dengan P4 (kontrol). Umumnya terdapat korelasi positif antara jumah malai yang terbentuk dengan jumlah anakan, dimana semakin banyak jumlah anakan semakin banyak malai yang dihasilkan dan diharapkan semakin tinggi produktivitas padi. Jumlah anakan padi pada fase vegetatif lebih dipengaruhi oleh genetik tanaman dan tergantung pada sensitifitas dari varietas/ galur harapan yang dibudidayakan sifat Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 361
terhadap lingkungan (Guswara dan Samaullah, 2009). Pada perlakuan P1( legowo 2:1), panjang malai terlihat paling panjang dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Panjang malai panjang 24 % (P1) dan 15.89% (P3) dibandingkan dengan P4 (kontrol) sedangkan panjang malai perlakuan P2 tidak berbeda nyata dengan P4 (kontrol) (Tabel 1). lebih Pada tabel 2 terlihat jumlah gabah isi per malai paling banyak terlihat pada perlakuan P1(legowo 2:1) dan berbeda nyata dengan perlakuan yang lain. Jumlah gabah isi pada perlakuan P1 lebih banyak 23.78% dibandingkan dengan P4 (kontrol), sedangkan jumlah gabah isi antara perlakuan P2 dan P3 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata akan tetapi berbeda nyata dengan perlakuan P4 (kontrol/cara petani). Tabel 2. Rata-rata jumlah gabah isi, jumlah gabah hampa, berat 1000 butir gabah dan hasil gabah kering panen (t/ha) Inpari 10 di Subak Lanyah Wanasara. Cara tanam Jumah gabah isi Jumlah gabah Berat 1000 Berat GKP hampa butir (g) (t/ha) P1 (Legowo 2 :1) 98.2 a 19.4 c 29.3 a 6.72 a P2 (Legowo 4:1) 76.0 b 24.2 a 28.2 b 5.58 b P3 (Legowo 6:1) 77.4 b 19.8 c 26.1 c 5.90 b P4 ( cara tegel ) 54.8 c 21.4 b 24.4 d 5.02 c BNT( 5%) 10.0 1.5 1.0 0.5 Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5% Jumlah gabah hampa terlihat paling tinggi pada perlakuan P2 (legowo 4:1) dan terendah terlihat pada perlakuan P1(legowo 2:1) dan P3 (legowo 6:1). Panjang malai yang dihasilkan tanaman padi umumnya berkorelasi positif dengan jumlah gabah isi per malai, sedangkan jumlah gabah isi per malai merupakan salah satu komponen hasil yang menentukan tingkat produktifitas suatu varietas. Menurut Kamandalu dan Suastika (2007) dari hasil analisis korelasi didapatkan bahwa adanya korelasi positif antara jumlah gabah isi per malai dengan tingkat hasil gabah kering yang diperoleh. Berat 1000 butir gabah terlihat lebih tinggi pada perlakuan legowo baik 2:1, 4:1 dan 6:1 dibandingkan dengan kontrol (sistem tegel). Berat 1000 butir gabah lebih tinggi 20.08% (P1), 15.98% (P2) dan 6.96%(P3) dibandingkan dengan P4 (kontrol). Berat gabah kering panen terlihat lebih tinggi dihasilkan oleh varietas Inpari 10 pada perlakuan cara tanam legowo baik 2:1, 4:1 dan 6:1 dibandingkan dengan perlakuan P4 (kontrol). Hasil gabah kering panen lebih tinggi 33.86%(P1), dan 17.53%(P3) dan 11.15% (P2) dibandingkan dengan P4 (kontrol)(tabel 2). Berat gabah kering panen dari Inpari 10 lebih tinggi pada perlakuan P1 (legowo 2:1), kemungkinan disebabkan oleh karena jumlah anakan produktif dan panjang malai lebih tinggi(tabel 1), dengan jumlah gabah isi dan berat 1000 butir gabah juga lebih tinggi (Tabel 2). Budidaya padi dengan menggunakan cara tanam legowo 2 : 1, semua barisan tanaman seakanakan berada di pinggir pematang dan mempunyai ruang kosong yang cukup sehingga mengurangi persaingan setiap tanaman dalam mendapatkan cahaya, udara dan air, oleh karena itu pertumbuhan tanaman optimal sehingga hasilnya tinggi (Deptan, 2007). Sistem tanam jajar legowo mampu meningkatkan produksi padi sawah sebesar 12,36 %) bila dibandingkan sistem tanam tegel (Anggraeni, et al., 2013). Sistem tanam jajar legowo 2:1 memberikan hasil yang lebih tinggi 15.38% dibandingkan dengan system tanam jajar legowo 4:1 dan 38.73%dibandingkan dengan system tanam tegel (Yunizar, 2015), 362 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian
Dari hasil analisis usahatani didapatkan B/C ratio >1 yang berarti bahwa VUB Inpari 10 pada perlakuan cara tanam legowo baik 2:1, 4:1 dan 6:1 layak untuk diusahakan dan menguntungkan ( tabel 3). Tabel 3. Analisis usaha tani varietas Inpari 10 (ha) di Subak Lanyah Wanasara Biaya produksi Inpari 10 P1 P2 P3 P4 Saprodi Benih,pupuk,pestisida (Rp) 3.000.000 3.000.000 3.000.000 3.000.000 Tenaga kerja 6.000.000 6.000.000 6.000.000 5.700.000 Total biaya 9.000.000 9.000.000 9.000.000 8.700.000 Hasil (kg) 6.72 5.58 5.90 5.02 Penerimaan 30. 912.000 25.668.000 27.140.000 23.920.000 Keuntungan 21.192.000 16.668.000 18.140.000 15.220.000 B/C ratio 2.35 1.85 2.01 1.74 Perlakuan cara tanam legowo memberikan tambahan pengeluaran berupa upah tanam yang lebih mahal karena untuk penanaman petani mengupahkan kepada buruh tanam. Untuk sistem tegel atau cara petani upah buruh tanam adalah Rp. 11.000 per are sedangkan untuk sistem tanam legowo upah buruh tanam adalah Rp. 14.000 per are. Perbedaan harga ini disebabkan karena buruh tanam belum terbiasa dengan cara tanam ini sehingga mereka lebih lambat dalam bekerja sehingga mereka menyelesaikan penanaman dalam waktu yang lebih lama. Walaupun perbedaan harga Rp. 300.000 per hektar lebih tinggi pada cara tanam legowo baik 2:1, legowo 4:1 dan legowo 6:1 ternyata memberikan keuntungan yang lebih tinggi pada cara tanam ini dibandingkan dengan cara tanam petani atau cara tanam tegel. Dari ketiga cara tanam legowo ternyata cara tanam legowo 2:1 memberikan hasil gabah kering panen yang lebih tinggi, sehingga penerimaan dan keuntungan petani juga lebih tinggi. Kesimpulan 1. Hasil gabah kering panen dari varietas Inpari 10 lebih tinggi 33.86%(Legowo 2:1), dan 17.53%(legowo 6:1) dan 11.15% (legowo 4:1) dibandingkan dengan sistem tanam tegel 2. B/C ratio >1 pada semua cara/sistem tanam, yang berarti bahwa baik cara tanam legowo maupun cara tanam tegel untuk inpari 10 layak untuk diusahakan dan masih menguntungkan Daftar Pustaka Abdullah, B., S. Tjokrowidjoyo, dan Sularjo. 2008. Perkembangan dan prospek perakitan padi tipe baru di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian. 27(1) Abdulrachman,S., N.Agustiani, I.Gunawan, M.J.Mejaya. 2012. Sistem tanam legowo. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian. Anggraeni, F., A.Suryanto, N.Aini. 2013. Sistem tanam dan umur bibit pada tanaman padi sawah (Oryza sativa L.) Varietas Inpari 13. Jurnal Produksi Tanaman Vol.1 No.2 Mei 2013. ISSN : 2338-3976. Hal.52-60 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 363
Arifin, Z., Suwono, S. Roesmarkam, Suliyanto dan Satino. 1999. Uji adaptasi galur harapan padi sawah berumur genjah dan berumur sedang. Prosiding Seminar Hasil Penelitian/Pengkajian BPTP Karang Ploso. Malang. Badan Litbang Pertanian hal. 8-13. Deptan. 2007. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah Irigasi. Departemen Pertanian. Jakarta. 28 hal. Fagi, A.M., Irsal Las, M.Syam, A.K. Makrim dan A.Hasnuddin. 2003. Penelitian padi menuju revolusi hijau lestari. Balipa.Puslitbangtan. Badan Litbang Pertanian. Guswara, A. Dan M.Y. Samaullah. 2009. Penampilan beberapa varietas unggul baru pada sistem pengelolaan tanaman dan sumberdaya terpadu di lahan sawah irigasi. Prosiding Seminar Nasional Padi 2008: Inovasi Teknologi Padi Mengantisipasi Perubahan Iklim Global Mendukung Ketahanan Pangan. Balai Besar PenelitianTanaman Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Hal. 629-637 Kamandalu, A.A.N.B. dan I.B.K. Suastika. 2007. Uji daya hasil beberapa galur harapan (GH) padi sawah. Prosiding Seminar Nasional Percepatan Alih Teknologi Pertanian Mendukung Ketahanan Pangan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali, Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Hal.60-63. Makarim, A.K. dan I. Las. 2005. Terobosan Peningkatan Produktivitas Padi Sawah Irigasi melalui Pengembangan Model Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT). Hal. 115-127. Makarim, A.K. dan Ikhwani. 2014. Perakitan dan penyesuaian teknologi budidaya untuk varietas baru padi sawah di kabupaten Subang. Prosiding Seminar Nasional 2013. Inovasi Teknologi Padi Adaptif Perubahan Iklim Global Mendukung Surplus 10 juta ton beras tahun 2014. Buku 2.Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian. Hal. 599-610. Marzuki,A.R., A. Kartohardjono, dan H.Siregar. 1997. Potensi hasil beberapa galur padi resisten wereng coklat. Prosiding symposium Nasional dan Kongres III Perifi, Bandung. Hal. 118 124. Rubiyo, Suprapto dan A.Darajat. 2005. Evaluasi beberapa galur harapan padi sawah di Bali. Buletin Plasma Nutfah. Vol.11 No.1 Sembiring, H. 2009. Ketersediaan inovasi teknologi unggul dalam meningkatkan produksi padi menunjang swasembada dan ekspor. Inovasi Teknologi Padi untuk mempertahankan Swasembada dan Mendorong eksport Beras. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Padi 2009. Buku 1. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian Simarmata, T. 2007. Pemanfaatan kekuatan biologis tanah (Soil biological Power) dalam sistem Intensifikasi padi. Aerob terkendali (IPAT) berbasis organik untuk melipatgandakan produksi padi. Makalah seminar sehari : Peran Bioteknologi dalam Rehabilitasi Lahan Kritis di Tatar Sunda pada tanggal 4 September 2007, Unpad. Sirrapa, P.M. 2011. Kajian Perbaikan Teknologi Budidaya Padi melalui Penggunaan Varietas Unggul Dan Sistem Tanam Jajar Legowo Dalam Meningkatkan Produktivitas Padi Mendukung Swasembada Pangan. Jurnal Budidaya Pertanian, 7 (2) : 79-86. Suprihatno, B., A.A. Daradjat, Satoto, Suwarno, E.Lubis, Baehaki, Sudir, S.D.Indrasari, I P.Wardana, M.J.Mejaya. 2011. Deskripsi Varietas Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian. 118 Hal. Suparwoto. 2010. Penerapan Sistem Tanam Legowo Pada Usahatani Padi Untuk Meningkatkan Produksi Dan Pendapatan Petani. Jurnal Pembangunan Manusia, 10 (1). 364 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian
Yunizar. 2015. Peranan sistem tanam dan bahan organik terhadap pertumbuhan dan hasil padi sawah di Lahan Pasang Surut Riau. Prosiding Seminar Nasional 2014. Inovasi Teknologi Padi Mendukung Pertanian Bioindustri. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian. Hal 89-96. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 365