12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Efikasi Diri terhadap Kemampuan Matematika 1. Definisi Efikasi Diri terhadap Kemampuan Matematika Efikasi diri menurut Bandura (1997) adalah keyakinan seorang individu tentang kemampuannya dalam mengorganisasi dan menyelesaikan suatu tugas yang diperlukan untuk mencapai suatu hal tertentu. Selain itu Bandura (dalam Santrok, 2007) menyatakan bahwa efikasi diri berpengaruh besar terhadap perilaku. Sedangkan Ormrod (2008) mengatakan bahwa efikasi diri adalah penilaian seseorang pada kemampuan yang ada pada dirinya sendiri untuk melakukan perilaku tertentu atau mencapai tujuan tertentu. Alwilsol (2004) juga mengatakan hal senada yaitu efikasi diri merupakan gambaran penilaian tentang diri. Efikasi diri mengacu pada pengetahuan seseorang tentang kemampuannya sendiri dan juga kemampuan orang lain. Dengan demikian, efikasi diri adalah bentuk keyakinan seseorang akan kemampuan dirinya untuk mengatasi situasi dan melakukan suatu tindakan dalam menyelesaikan tugas-tugas tertentu. Menurut Ormrod (2008) dan Schweinle & Mims (2009) pada dasarnya efikasi diri merujuk keyakinan tentang kapabilitas yang lebih mengarah pada domain spesifik. 12
13 Dapat disimpulkan bahwa efikasi diri merupakan keyakinan seseorang akan kemampuannya dalam menyelesaikan suatu tugas-tugas tertentu untuk dapat mencapai suatu hasil dan tujuan. Pajares dan Kranzler (1995) menemukan bahwa pengaruh efikasi diri pada kinerja matematika sekuat pengaruh kemampuan mental secara umum. Di tingkat kemampuan, siswa yang memiliki efikasi diri yang lebih tinggi menunjukkan ketajaman dalam perhitungan matematika dan menunjukkan ketekunan yang lebih besar dalam pengerjaan soal-soal matematika yang sulit daripada siswa yang mempunyai efikasi diri yang rendah (Collins, 1982). Efikasi diri sangat dibutuhkan untuk membangun keyakinan akan kemampuan matematika. James dan James (1976) menyatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi kedalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri. Sedangkan menurut Ruseffendi (1992) menyatakan bahwa matematika merupakan suatu ilmu yang berhubungan dengan penelaah bentuk-bentuk atau struktur-struktur yang abstrak dan hubungan antara hal-hal itu. Pajares & Miller (1994) memaknai bahwa efikasi diri terhadap matematis sebagai penilaian sejauh mana siswa merasa yakin dan percaya diri ketika berurusan dengan persoalan matematis. Konsep senada disampaikan
14 oleh Hackett & Betzz (1989) bahwa efikasi diri matematika adalah keyakinan subjektifitas akan kapabilitas seseorang dalam menyelesaikan tugas-tugas setelah memperoleh sarangkainan pembelajaran matematika. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa efikasi diri terhadap kemampuan matematika adalah suatu keyakinan akan kemampuan seseorang untuk mengerjakan tugas yang berkaitan dengan ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan dengan aljabar, analisis dan geometri. 2. Aspek-aspek efikasi diri Bandura (1997) membedakan efikasi diri ke dalam beberapa dimensi yaitu level, generality, dan strength. a. Demensi level Dimensi ini mengacu pada taraf kesulitan tugas yang diyakini individu akan mampu mengatasinya. Apabila tugas-tugas yang dibebankan pada individu disusun menurut tingkat kesulitannya, maka perbedaan efikasi diri secara individual mungkin terbatas pada tugas-tugas yang sederhana, menengah, atau tinggi. Individu akan melakukan tindakan yang dirasakan mampu untuk dikerjakan dan akan tugas-tugas yang diperkirakan di luar batas kemampuan yang dimilikinya.
15 b. Generality Dimensi ini mengacu pada variasi situasi di mana penilaian tentang efikasi diri dapat diterapkan. Aspek ini berhubungan luas bidang tugas atau tingkah laku. Beberapa pengalaman berangsur-angsur menimbulkan penguasaan terhadap pengharapan pada bidang tugas atau tingkah laku yang khusus sedangkan pengalaman lain membangkitkan keyakinan yang meliputi berbagai tugas. c. Strength Dimensi ini terkait dengan kekuatan dari efikasi diri seseorang ketika berhadapan dengan tuntutan tugas atau suatu permasalahan. Tingkat efikasi diri yang lebih rendah mudah digoyangkan oleh pengalaman-pengalaman yang memperlemahnya, sedangkan seseorang yang memiliki efikasi diri yang kuat tekun dalam meningkatkan usahanya meskipun dijumpai pengalaman yang memperlemahnya. Berdasarkan uraian diatas, efikasi diri adalah keyakinan atau kemantapan individu memperkirakan kemampuan yang ada pada dirinya untuk melaksanakan tugas tertentu yang mencakup aspek-aspek yang membentuk efikasi diri yaitu level (tingkat kesulitan), generality (tingkat keluasan bidang), dan juga strength (tingkat kekuatan).
16 3. Faktor-faktor Efikasi diri Menurut Bandura (1997) ada 4 jenis sumber informasi yang digunakan untuk membangun efikasi diri. Keempat sumber informasi tersebut adalah: a. Pengalaman merasakan keberhasilan (enactive mastery experiences) Bandura (1997) menyatakan bahwa sumber informasi yang berupa pengalaman individu sendiri merupakan sumber informasi efikasi diri yang utama. Keberhasilan yang didapatkan akan meningkatkan efikasi diri yang dimilki seseorang sedangkan kegagalan akan menurunkan efikasi dirinya. Apabila keberhasilan yang didapatkan seseorang lebih banyak karena faktorfaktor di luar dirinya, biasanya tidak akan membawa pengaruh terhadap peningkatan efikasi diri. Akan tetapi, apabila keberhasilan itu didapat melalui hambatan yang besar dan merupakan hasil perjuangan sendiri maka hal itu akan membawa pengaruh terhadap peningkatan efikasi diri. b. Pengalaman yang dimiliki orang lain (vicarious experience) Pengalaman keberhasilan orang lain yang memiliki kemiripan dengan individu dalam mengerjakan suatu tugas biasanya akan meningkatkan efikasi diri seseorang dalam mengerjakan tugas yang sama. Efikasi tersebut didapat melalui social models yang biasanya terjadi pada diri seseorang yang kurang pengetahuan tentang kemampuan dirinya sehingga melakukan modeling. Namun efikasi diri yang didapat tidak akan berpengaruh bila model yang diamati tidak memilki kemiripan atau berbeda dengan model.
17 Bandura (1982) menegaskan dengan modelling siswa akan lebih tertarik dan percaya bahwa upaya yang mereka kerahkan akan lebih membuahkan hasil yang maksimal terhadap performa juga mendapat efikasi diri yang tinggi. c. Persuasi verbal (verbal persuasion) Persuasi verbal berfungsi sebagai sarana untuk memperkuat keyakinan mengenai kemampuan yang dimiliki individu dalam mencapai tujuan. Individu yang diyakinkan secara verbal bahwa mereka memiliki kemampuan untuk menguasai tugas-tugasyang diberikan cenderung berusaha secara maksimal dan mempertahankannya. Kondisi tersebut adalah bahwa seseorang haruslah mempercayai pihak yang melakukan persuasi karena kata-kata dari pihak yang terpercaya lebih efektif daripada kata-kata dari pihak yang tidak terpercaya. Persuasi sosial paling efektif ketika dikombinasikan dengan performa yang sukses. Persuasi mampu meyakinkan seseorang untuk berusaha jika performa yang dilakukan terbukti sukses. d. Kondisi fisiologis dan perasaan (physiological state/emotional arousal) Menurut Bandura (1997) penilaian seseorang terhadap efikasi diri dipengaruhi oleh suasana hati. Individu akan memdasarkan informasi mengenai kondisi fisiologis mereka untuk menilai kemampuannya. Ketika
18 mengalami takut yang besar, kecemasan yang kuat dan rasa stres yang tinggi individu akan mengalami efikasi diri yang rendah. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi efikasi diri menurut Bandura (dalam Azwar, 1996),antara lain: a. Sifat tugas yang dihadapi. Situasi-situasi atau jenis tugas tertentu menuntut kinerja yang lebih sulit dan berat daripada situasi tugas yang lain. b. Insentif eksternal. Insentif berupa hadiah (reward) yang diberikan oleh orang lain untuk merefleksikan keberhasilan seseorang dalam menguasaiatau melaksanakan suatu tugas (competence contigen insetif). Misalnya pemberian pujian, materi, dan lainnya. c. Status atau peran individu dalam lingkungan derajat sosial seseorang mempengaruhi penghargaan dari orang lain dan rasa percaya dirinya. d. Informasi tentang kemampuan diri. Efikasi diri seseorang akan meningkat atau menurun jika ia mendapat informasi yang positif atau negatif tentang dirinya. Selain faktor-faktor tersebut di atas, Atkinson (1995) menyatakan bahwa efikasi diri dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: a. Keterlibatan individu dalam peristiwa yang dialami oleh orang lain, dimana hal tersebut membuat individu merasa ia memiliki kemampuan yang sama atau lebih dari orang lain. Hal ini kemudian akan meningkatkan motivasi individu untuk mencapai prestasi.
19 b. Persuasi verbal yang dialami individu yang berisi nasehat dan bimbingan yang realistis dapat membuat individu merasa semakin yakin bahwa ia memiliki kemampuan yang dapat membantunya untuk mencapai tujuan yang diinginkan cara seperti ini sering digunakan untuk meningkatkan efikasi diri seseorang. c. Situasi-situasi psikologis dimana seseorang dapat menilai kemampuan, kekuatan, dan ketentraman terhadap kegagalan ataukelebihan individu masing-masing. Individu mungkin akan lebih berhasil bila dihadapkan pada situasi sebelumnya yang penuh dengan tekanan, ia berhasil melaksanakan suatu tugas dengan baik. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa efikasi diri dipengaruhi oleh sifat tugas yang dihadapi, insentif eksternal, status atau peran individu dalam lingkungan dan informasi tentang kemampuan dirinya yang diperoleh dari hasil yang dicapai secara nyata, pengalaman orang lain, persuasi verbal dan keadaan fisiologis. B. Pelatihan Strategi Peningkatan Efikasi Diri 1. Definisi Pelatihan Strategi Peningkatan Efikasi Diri Noe, Hollenbeck, Gerhart & Wright (2008) mengemukakan bahwa pelatihan merupakan suatu usaha yang terencana untuk memfasilitasi
20 pembelajaran tentang pekerjaan yang berkaitan dengan pengetahuan, keahlian dan perilaku oleh para individu. Pelatihan tersbeut akan dilakukan secara sistematis sesuai dengan metode yang dirancang sesuai tujuan. Gomes (2003:197) juga menyatakan bahwa pelatihan adalah bentuk usaha untuk memperbaiki performansi seseorang. Jewell dan Siegall (1998) menambahkan bahwa tujuan pelatihan adalah memperoleh ketrampilan khusus, pengetahuan, atau sikap tertentu dengan mengembangkan kemampuan yang dimiliki yang menyangkut potensi fisik, mental, dan psikologis. Anwar (2006) menegaskan bahwa pelatihan adalah usaha berencana yang diselenggarakan supaya dicapai penguasaan ketrampilan, pengetahuan dan sikap yang relevan dengan kebutuhan peserta pelatihan. Umumnya pelatihan dilakukan untuk pendidikan jangka pendek dengan prosedur yang sistematis dan terorganisir untuk tujuan tertentu. Berdasarkan beberapa uraian definisi diatas, peneliti menyimpulkan bahwa pelatihan adalah sebuah strategi untuk membangun suatu pemahaman dan ketrampilan sehingga mendapatkan sesuatu yang diharapkan. Self-efficacy sendiri merupakan keyakinan yang dipegang seseorang tentang kemampuannya dan juga hasil yang akan ia peroleh dari kerja kerasnya mempengaruhi cara mereka berperilaku (Bandura, 1997). Sedangkan Ormrod (2008: 20) mengatakan bahwa efikasi diri (self-efficacy) adalah penilaian seseorang pada kemampuan yang ada pada dirinya sendiri untuk melakukan perilaku tertentu
21 atau mencapai tujuan tertentu. Dalam teori sosial kognitif, Bandura (1986) menyatakan bahwa self efficacy ini membantu seseorang dalam menentukan pilihan, usaha untuk maju, kegigihan, dan ketekunan yang ditunjukan dalam mengahadapi kesulitan. Dengan demikian, pelatihan efikasi diri adalah suatu pengalaman belajar terstruktur dengan tujuan untuk mengembangkan kemampuan dan ketrampilan yang membantu individu menggali keyakinan akan kemampuannya untuk melaksanakan serangkaian tugas sehingga memperoleh hasil yang diharapkan. 2. Cara Peningkatan Efikasi Diri Menurut Bandura (1997) ada 4 jenis sumber informasi yang digunakan untuk membangun efikasi diri. Keempat sumber informasi tersebut adalah: a. Pengalaman merasakan keberhasilan (enactive mastery experiences) Bandura (1997) menyatakan bahwa sumber informasi yang berupa pengalaman individu sendiri merupakan sumber informasi efikasi diri yang utama. Keberhasilan yang didapatkan akan meningkatkan efikasi diri yang dimiliki seseorang sedangkan kegagalan akan menurunkan efikasi dirinya. Apabila keberhasilan yang didapatkan seseorang lebih banyak karena faktorfaktor di luar dirinya, biasanya tidak akan membawa pengaruh terhadap peningkatan efikasi diri. Apabila keberhasilan itu didapat melalui hambatan yang besar dan merupakan hasil perjuangan sendiri maka hal itu akan membawa pengaruh terhadap peningkatan efikasi diri.
22 Guru diajarkan untuk memberikan pengalaman keberhasilan dengan cara memberi soal yang paling mudah terlebih dauhulu pada siswa yang sekiranya dapat dikerjakan, tujuannya agar siswa dapat merasakan pengalaman keberhasilan terlebih dahulu. Setelahnya guru disarankan memberi soal yang lebih sulit dari sebelumnya agar tingkat efikasi dirinya dapat terlihat. b. Pengalaman yang dimiliki orang lain (vicarious experience) Bandura (1997) Pengalaman keberhasilan orang lain yang memiliki kemiripan dengan individu dalam mengerjakan suatu tugas biasanya akan meningkatkan efikasi diri seseorang dalam mengerjakan tugas yang sama. Efikasi tersebut didapat melalui social models yang biasanya terjadi pada diri seseorang yang kurang pengetahuan tentang kemampuan dirinya sehingga melakukan modelling. Namun efikasi diri yang didapat tidak akan berpengaruh bila model yang diamati tidak memilki kemiripan atau berbeda dengan model. Bandura (1982) menegaskan dengan modelling siswa akan lebih tertarik dan percaya bahwa upaya yang mereka kerahkan akan lebih membuahkan hasil yang maksimal terhadap performa juga mendapat efikasi diri yang tinggi. Guru akan diajarkan cara memberikan strategi bagaimana menunjukan keberhasilan dari orang lain seperti: menunjukan keberhasilan siswa lain yang
23 telah berhasil mengerjakan soal yang diberikan guru, selain itu dapat juga menceritakan kisah keberhasilan dari suatu tokoh idola. c. Persuasi verbal (verbal persuasion) Informasi tentang kemampuan yang disampaikan secara verbal oleh seseorang yang berpengaruh biasanya digunakan untuk menyakinkan seseorang bahwa ia cukup mampu melakukan suatu tugas seperti kamu pasti bisa!, jangan menyerah dan sebagainya, dalam hal ini faktor eksternal yang berpengaruh salah satunya adalah guru. Guru menjadi salah seorang yang dipercaya oleh siswa, kata-kata yang diucapkan oleh seorang yang terpercaya merupakan faktor penting yang mendukung persuasi verbal (Schunk, 1989a). d. Kondisi fisiologis dan perasaan (physiological state/emotional arousal) Menurut Bandura (1997) penilaian seseorang terhadap efikasi diri dipengaruhi oleh suasana hati. Guru yang mampu membentuk suasana dalam kelas yang positif seperti, mengurangi reaksi cemas, takut dan stress akan mengubah kecenderungan emosi negatif dengan keadaan fisik dirinya sehingga akhirnya akan mempengaruhi efikasi diri yang positif terhadap diri seseorang. Menurut Sunarto (2012) ice breaking diperlukan dalam proses pembelajran untuk menjaga emosi siswa dan menciptakan perasaan yang gembira. Hal ini bertujuan agar mencairkan suasana dalam ruangan, ketika kondisi fisiologis dan perasaan positif maka siswa akan menganggap persoalan yang dihadapinya dengan keyakinan. Dalam hal ini maka guru akan
24 diajarkan bagaimana memberkan suatu kondisi yang nyaman ketika mengajar dikelas baik secara fisiologis maupun psikologis dengan cara memberika ice breaking setelah dan sebelum pelajaran matematika dimulai. Menurut Sdorow, (1990) bahwa keempat sumber tersebut menunjukan upaya meningkatkan efikasi diri. Dengan demikian, materi pelatihan strategi peningkatan efikasi diri dalam penelitian ini dapat melalui empat sumber yaitu anactive mastery experience, vicarious experience, verbal persuation, dan physiological state/emotional arousal. C. Efektifitas Pelatihan Strategi Peningkatan Efikasi Diri terhadap Kemampuan Matematika Siswa pada Guru Pelatihan merupakan pengalaman belajar terstruktur yang mempunyai tujuan yaitu mengembangkan kemampuan, ketrampilan serta pengetahuan tertentu. Kemampuan tersebut dapat meliputi potensi fisik dan mental, sedangkan ketrampilan merupakan potensi yang lebih bersifat khusus (Ison, 2002). Pelatihan perlu diberikan pada seseorang salah satunya guru. Menurut Vigotsky (dalam Ormrod, 2009) menyebutkan bahwa seorang guru dituntut mempunyai kompetensi akademik, mampu mengajar dan mendidik dengan baik, menyarankan strategi belajar yang efektif, serta membantu peserta didik dalam belajar. Maka dari itu guru mempunyai peran penting terhadap peningkatan efikasi diri siswanya.
25 Strategi untuk membantu seseorang untuk meningkatkan efikasi diri salah satunya melalui pelatihan. Untuk itu, konsep dan strategi materi yang diberikan dalam pelatihan peningkatan efikasi diri dalam penelitian ini mengacu pada Bandura (1997) yang menyatakan bahwa efikasi diri dibangun dari empat sumber informasi, pertama adalah Mastery Experience. Mastery experience yaitu pengalaman merasakan keberhasilan (enactive mastery experiences). Informasi ini umumnya berbentuk kesuksesan atau kegagalan yang dialami seseorang. Ketika mendapat pengalaman keberhasilan, maka siswa akan berpikir bahwa keberhasilan tersebut disebabkan karena kemampuannya, hai ini yang dapat meningkatkan efikasi diri siswa terhadap kemampuan matematika. Kedua, vicarious experience atau pengalaman yang dimiliki orang lain. Ketika seseorang mengamati pengalaman orang lain, ia akan memperoleh informasi yang dapat mempengaruhi efikasi diri. Ketiga, persuasi verbal (verbal persuasion), informasi ini sebenarnya merupakan penilaian orang lain mengenai kemampuan seseorang yang disampaikan secara verbal melalui orang lain yang dinilai efektif untuk dipercaya, yaitu melalui guru. Keempat, kondisi fisiologis dan perasaan (physiological state and emotional arousal) yaitu ketika individu dihadapkan dengan tugas yang dirasa sulit, biasanya pada saat yang bersamaan muncul perasaan negatif yang membuat kondisi dirinya akan merasa cemas dan gelisah, informasi ini perlu diberikan agar guru dapat mengatasi situasi dan kondisi individu yang merasa cemas maupun gelisah.
26 Keempat sumber tersebut merupakan materi pokok pelatihan yang akan diberikan pada guru. Materi pokok dalam pelatihan ini yang pertama adalah guru diberikan pelatihan tentang informasi dan keterampilan usaha peningkatan efikasi diri dengan cara memberikan pengalaman keberhasilan pada siswa. Setelah diberikan pelatihan diharapkan guru dapat mengaplikasikannya ketika pelajaran matematika di kelas. Siswa yang mendapat pengalaman keberhasilan akan berpikiran bahwa kesuksesan tersebut disebabkan oleh kemampuannya. Setelah mendapatkan pengalaman keberhasilan siswa menjadi lebih yakin akan kemampuan dalam menyelesaikan tugas matematika. Sehingga, efikasi diri terhadap kemampuan matematika siswa meninggkat. Bandura (1997) juga menyatakan bahwa keberhasilan atau kesuksesan yang diterima oleh individu dalam menghadapi suatu permasalahan dalam hidupnya akan membangun perasaan yang positif terhadap individu. Sedangkan, ketika siswa gagal dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru, ia akan cenderung mengatribusikan kegagalan tersebut sebagai kesempatan untuk mengevaluasi kemampuan dirinya karena sebelum mengalami kegagalan, siswa telah mengalami keberhasilan terlebih dahulu dalam menyelesaikan tugas. Pada strategi selanjutnya guru diberikan informasi tentang bagaimana cara memberikan contoh seseorang yang berhasil dalam mengerjakan matematika. Pengalaman keberhasilan dari orang lain diharapkan akan meningkatkan efikasi diri pada siswa. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bandura (1997, h.93) bahwa
27 manusia dapat belajar hanya dari mengamati atau meniru perilaku orang lain (model) melalui kelompok acuan atau orang yang penting bagi individu ketika orang lain (model) melakukan perilaku tertentu. Ketika siswa diberikan contoh model yang berhasil, secara tidak langsung individu sadar bahwa dirinyapun mampu mengatasi hal tersebut. Bandura (1982) juga menegaskan dengan modelling siswa akan lebih tertarik dan percaya bahwa upaya yang mereka kerahkan akan lebih membuahkan hasil yang maksimal terhadap performa juga meningkatkan efikasi diri. Setelah guru mendapatkan pelatihan tentang bagaimana memberikan contohcontoh pengalaman keberhasilan orang lain pada siswa, kemudian guru menerapkan dalam kelas diharapkan akan meningkatkan efikasi diri matematika pada siswa. Sesi ketiga ialah pemberian informasi tentang bagaimana memberikan dukungan secara verbal. Dukungan verbal dapat berupa nasehat maupun bimbingan seperti kamu pasti bisa!, ayo nak, jangan menyerah! dan lain sebagainya mampu membuat siswa merasa semakin yakin bahwa ia memiliki kemampuan yang dapat membantunya untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Cara seperti ini sering digunakan untuk meningkatkan efikasi diri siswa, karena pada beberapa aktivitas siswa tidak bisa hanya mengandalkan diri mereka sendiri untuk menilai tingkat kemampuan mereka karena adanya kemungkinan keterbatasan pengetahuan (Bandura, 1997).
28 Dengan demikian, guru yang mendapat informasi tentang bagaimana strategi memberikan dorongan yang positif (dukungan verbal) dan diaplikasikan saat mengajar di dalam kelas maka akan dapat meningkatkan efikasi diri matematika. Pada materi selanjutnya ialah membentuk kondisi fisiologis dan psikologis yang nyaman, yaitu pemberian informasi tentang bagaimana menciptakan suasana yang nyaman di kelas. Menurut Bandura (1997) efikasi diri dipengaruhi oleh suasana hati. Guru yang mampu menciptakan suasana yang menyenangkan dalam kelas seperti mengurangi reaksi cemas, takut dan stres akan mengubah kecenderungan emosi negatif menjadi emosi positif terhadap diri seseorang. Alwisol (2006 h.347) menyebutkan kondisi fisiologis dan emosional seseorang seperti rasa cemas, takut dan stres akan mengurangi efikasi diri seseorang, sedangkan perasaan tenang dan tanpa keragu-raguan akan meningkatkan efikasi diri seseorang. Ketika guru diberi pelatihan tentang cara bagaimana membuat suasana kelas yang nyaman dan menyenangkan lalu diaplikasikan dalam kelas maka akan meningkatkan efikasi diri matematika siswa. Ketika guru mendapatkan informasi strategi peningkatan efikasi diri melalui keempat sumber yang meliputi pengalaman keberhasilan (mastery experience), pengalaman keberhasilan orang lain (vicarious experience), persuasi verbal (verbal persuassion), dan kondisi fisiologis dan perasaan (physiological state and emotional arousal) dan guru menerapkannya di kelas saat mengajar maka diharpkan efikasi diri terhadap kemampuan matematika siswa meningkat. Hal ini
29 didukung oleh pendapat Sdorow (1990) bahwa melalui pelatihan strategi peningkatan efikasi diri, melalui empat sumber tersebut mampu meningkatkan efikasi diri. Hasil penelitian sebelumnya oleh Del Siegle & McCoach (2007) menyatakan bahwa pelatihan strategi peningkatan efikasi diri pada guru dinilai efektif untuk meningkatkan efikasi diri kemampuan matematika siswa. D. Hipotesis 1. Ada perbedaan efikasi diri kemampuan matematika siswa pada kelompok eksperimen sebelum dan sesudah diberikan perlakuan. Efikasi diri kemampuan matematika pada kelompok eksperimen lebih tinggi setelah diberi perlakuan dibandingkan efikasi diri kemampuan matematika siswa sebelum diberikan perlakuan (pelatihan strategi peningkatan efikasi diri pada guru). 2. Ada perbedaan efikasi diri kemampuan matematika siswa antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen setelah diberikan perlakuan. Efikasi diri kemampuan matematika pada kelompok eksperimen lebih tinggi setelah diberikan perlakuan dibandingkan efikasi diri kemampuan matematika siswa pada kelompok kontrol yang tidak diberikan perlakuan (pelatihan strategi peningkatan efikasi melalui guru).