Panduan Restorasi Bentang Alam di Indonesia Kelompok Kerja Nasional Restorasi Bentang Alam di Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
FOREST LANDSCAPE RESTORATION

GUIDELINES FOR FOREST LANDSCAPE RESTORATION IN INDONESIA ALAM DI INDONESIA RESTORASI BENTANG PANDUAN

Daftar Tanya Jawab Permintaan Pengajuan Konsep Proyek TFCA Kalimantan Siklus I 2013

PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF

KERANGKA DAN STRATEGI PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DALAM PROGRAM KARBON HUTAN BERAU (PKHB)

Rehabilitasi dan Reklamasi Pasca Tambang

RENCANA STRATEGIS

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA

ALAM. Kawasan Suaka Alam: Kawasan Pelestarian Alam : 1. Cagar Alam. 2. Suaka Margasatwa

PERAN DINAS KEHUTANAN SEBAGAI MITRA UTAMA DDPI KALTIM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENDEKATAN LANSKAP DALAM MITIGASI PERUBAHAN IKLIM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pemerintah Republik Indonesia (Indonesia) dan Pemerintah Kerajaan Norwegia (Norwegia), (yang selanjutnya disebut sebagai "Para Peserta")

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN

PENYIAPAN REGULASI: DISTRIBUSI TANGGUNGJAWAB DAN INSENTIF REDD+

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep

Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas

Kebijakan Fiskal Sektor Kehutanan

Bogor, November 2012 Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan. Dr. Ir Kirsfianti L. Ginoga, M.Sc

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB II. PERENCANAAN KINERJA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 1/MENHUT-II/2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT PROVINSI

Perubahan bentang alam sebagai dampak pertambangan

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa pokok utama yang telah dicapai dengan penyusunan dokumen ini antara lain:

Bab I Pendahuluan. Pendahuluan

Menyelaraskan hutan dan kehutanan untuk pembangunan berkelanjutan. Center for International Forestry Research

INDUSTRI PENGGUNA HARUS MEMBERSIHKAN RANTAI PASOKAN MEREKA

Bab I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

VISI ACEH YANG BERMARTABAT, SEJAHTERA, BERKEADILAN, DAN MANDIRI BERLANDASKAN UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN ACEH SEBAGAI WUJUD MoU HELSINKI MISI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL

Memperhatikan pokok-pokok dalam pengelolaan (pengurusan) hutan tersebut, maka telah ditetapkan Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Sumatera Selatan.

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.38/MEN/2004 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN TERUMBU KARANG MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG JASA LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI,

KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN LITBANG KEHUTANAN PUSAT LITBANG PERUBAHAN IKLIM DAN KEBIJAKAN

REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004

REVITALISASI KEHUTANAN

Rekomendasi Kebijakan Penggunaan Toolkit untuk Optimalisasi Berbagai Manfaat REDD+

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 16/Menhut-II/2011 TENTANG

Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

MEMBUAT HUTAN MASYARAKAT DI INDONESIA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K

PUP (Petak Ukur Permanen) sebagai Perangkat Pengelolaan Hutan Produksi di Indonesia

TATA CARA PENYUSUNAN DAN PENETAPAN RENCANA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

INDONESIA - AUSTRALIA FOREST CARBON PARTNERSHIP (IAFCP)

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

RPJM PROVINSI JAWA TIMUR (1) Visi Terwujudnya Jawa Timur yang Makmur dan Berakhlak dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2012 TENTANG

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.394/menhut-II/2004 TANGGAL : 18 Oktober 2005

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN PADA ACARA FINALISASI DAN REALISASI MASTERPLAN PUSAT KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI (PPKH) Pongkor, Selasa, 23 April 2013

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 68/Menhut-II/2008 TENTANG

PERHUTANAN SOSIAL DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT YANG EFEKTIF

HELP A B C. PRINSIP CRITERIA INDIKATOR Prinsip 1. Kepatuhan hukum dan konsistensi dengan program kehutanan nasional

Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Adaptasi & Ketangguhan

PANDUAN IDENTIFIKASI Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi di Indonesia. Oleh: Konsorsium Revisi HCV Toolkit Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENDAHULUAN BAB I 1.1. LATAR BELAKANG

Menyelamatkan Daerah Aliran Sungai (DAS): Saatnya Bertindak Sekarang

MAKSUD DAN TUJUAN. Melakukan dialog mengenai kebijakan perubahan iklim secara internasional, khususnya terkait REDD+

KAIDAH PERUMUSAN KEBIJAKAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

Oleh : Sri Wilarso Budi R

method, [b] adjusted historical based method, dan [c] forward looking method.

DEKLARASI BERSAMA TENTANG KEMITRAAN STRATEGIS ANTARA PERANCIS DAN INDONESIA

Permasalahan hutan dan upaya penanganan oleh pemerintah

1/6 PENGEMBANGAN MODEL KEMITRAAN DALAM PENYELENGGARAAN PERUMAHAN RAKYAT DAN KAWASAN PERMUKIMAN SECARA TERPADU DI PROVINSI JAWA TENGAH

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan

Waktu: April Tempat: Ruang Sonokeling, Manggala Wanabakti, Jalan Gatot Subroto, Senayan, Jakarta 10270

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Pemerintah Indonesia GGGI Program Green Growth

Muhammad Zahrul Muttaqin Badan Litbang Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

MENDORONG INOVASI DOMESTIK MELALUI KEBIJAKAN LINTAS LEMBAGA

BAB I PENDAHULUAN. kepada pengembangan sektor jasa dan industri, termasuk di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

-2- saling melengkapi dan saling mendukung, sedangkan peran KLHS pada perencanaan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup bersifat menguatkan. K

Transkripsi:

Panduan Restorasi Bentang Alam di Indonesia Kelompok Kerja Nasional Restorasi Bentang Alam di Indonesia Membuat pengetahuan berkarya bagi hutan dan rakyat

Photo Sampul: Bentang Alam di Gowa, Sulawesi Selatan, Indonesia (Hunggul Yudhono) Kredit Photo: Hunggul Yudhono Agni Klintuni Ninda Sofyan Yonky Indrajaya Deni Wahyudi Sutan Lubis Reni Rahmayulis Design dan Tata Letak oleh: Aritta Suwarno Dicetak di: Desa Putera Dicetak di atas kertas 9 Lives 55 Silk, 55% Recycle (FSC TM )

PANDUAN RESTORASI BENTANG ALAM DI INDONESIA Oleh : Kelompok Kerja Nasional Restorasi Bentang Alam Indonesia ISB 978-979-1836-4-7 Panduan ini disusun oleh Kelompok Kerja Nasional Restorasi Bentang Alam Indonesia pada Workshop International Forest Landscape Restoration di Batu Karu, Bali, 12-15 Mei 2009, didukung oleh ITTO dan IUCN. Isi panduan ini seluruhnya merupakan tanggung jawab Kelompok Kerja Nasional Restorasi Bentang Alam Indonesia.

Restorasi Bentang Alam Indonesia Mukadimah Kelompok Kerja Nasional Restorasi Bentang Alam Indonesia menetapkan definisi bentang alam yang sesuai dengan keadaan di Indonesia sebagai berikut: Entitas geografis yang terdiri atas mosaik-mosaik tata guna lahan yang saling berinteraksi dimana enersi, material, organisme dan institusi dipadukan untuk memberikan manfaat ekologis, sosial ekonomis, dan budaya bagi kehidupan. Lebih lanjut Kelompok Kerja Nasional menyepakati penggunaan istilah Restorasi Bentang Alam untuk menjelaskan suatu gerakan sebagai berikut: Upaya-upaya memanipulasi struktur dan fungsi mosaik tata guna lahan untuk kesinambungan manfaat yang optimal bagi para pemangku kepentingan. Visi bentang alam dalam jangka panjang harus mengakomodasi nilai-nilai lingkungan dan efisiensi ekonomi bersama dengan sosial, budaya, dan nilai-nilai spiritual. Ragam perwujudan bentang alam perlu dikombinasikan dan disepakati oleh para pemangku kepentingan dalam rumusan yang dapat diukur tingkat pencapainnya serta dapat dipertanggung jawabkan. Visi bentang alam harus dirumuskan dalam suatu program yang jelas dan realistis, yang disusun berdasarkan kesepakatan skala prioritas dan mampu menjawab permasalahan lokal, regional, nasional dan global. Berikut adalah 10 asas dan 34 panduan restorasi bentang alam telah berhasil disusun oleh Kelompok Kerja Nasional Restorasi Bentang Alam Indonesia pada tanggal 12-16 Mei 2009 di Prana Dewi, Batukaru, Tabanan Bali. Kelompok kerja ini terbentuk dalam lokakarya yang difasilitasi oleh Departemen Kehutanan, ITTO, IUCN, dan diselenggarakan oleh Tropenbos International Indonesia Programme. Lokakarya ini merupakan kegiatan yang disponsori oleh dan berkontribusi terhadap Kemitraan Global Restorasi Bentang Alam Hutan. Penyusunan panduan ini mengacu pada berbagai panduan yang telah diterbitakan oleh berbagai lembaga baik nasional maupun internasional. Sebagai acuan pokok dalam penyusunan panduan ini adalah Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 61/2008 tentang Ketentuan dan Tatacara Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam pada Hutan Produksi melalui Permohonan, Panduan ITTO Policy Development Series No. 13 tentang ITTO Guidelines for Restoration, Management and Rehabilitation of Degraded and Secondary Tropical Forests, Panduan IUCN-ITTO Policy Development Series No. 17 tentang ITTO/IUCN Guidelines for the Conservation and Sustainable Use of Biodiversity in Tropical Timber Production Forests, dan berbagai sumber lainnya.

Panduan Restorasi Bentang Alam di Indonesia Azas 1. Terjaminnya kepentingan para pihak khususnya penduduk setempat dari suatu bentang alam Panduan 1.1. Proses pencapaian keinginan para pihak dalam FLR dilakukan melalui koordinasi secara vertical dan horizontal dengan pembentukan lembaga formal dan non-formal. Panduan 1.2. Skenario restorasi bentang alam harus jelas dan mudah difahami dan dapat dijalankan oleh para pihak. Panduan 1.3. Teknik visualisasi dan modeling sederhana yang telah dipakai dengan berhasil di Indonesia, perlu dimanfaatkan untuk mengkomunikasikan konsep bentang alam dan pemahaman akan nilai bentang alam kepada semua pemangku kepentingan.

Azas 2. Panduan Restorasi Bentang Alam di Indonesia Dasar pijakan bagi para pihak: (pemerintah, sektor swasta dan wakil-wakil masyarakat madani), diperlukan dalam negosiasi dan pengambilan keputusan pada skala bentang alam Panduan 2.1. Dasar pijakan para pihak yang berbeda dalam pengambilan keputusan pengelolaan bentang alam harus dipaduserasikan dengan cara membangun kesepakatan dan komitmen bersama. Panduan 2.2. Diperlukan fasilitator yang diterima semua pihak untuk menjamin keberhasil restorasi bentang alam. Panduan 2.3. Forum para pihak perlu dibentuk untuk mendorong proses menuju pembentukan Dewan Kehutanan Daerah dengan mandat untuk berkarya dalam skala bentang alam.

Panduan Restorasi Bentang Alam di Indonesia Bentang alam dikelola secara adaptif terhadap perubahan Azas 3. Panduan 3.1. Rencana dan langkah-langkah pengelolaan untuk sebuah bentang alam perlu dibangun berdasarkan proses pembelajaran yang terdokumentasi dalam mengatasi masalah dalam kurun waktu berjangka pendek, menengah dan panjang. Panduan 3.2. Pengetahuan dan pengalaman dari semua pemangku kepentingan di berbagai sektor diperlukan untuk memungkinkan adanya pengelolaan bentang alam yang adaptif dalam memenuhi kepentingan yang beragam dan membantu para pemangku kepentingan dalam menghadapi dinamika perubahan dalam sebuah bentang alam. Panduan 3.3. Proses pembelajaran perlu diimplementasikan sebagai bagian dari restorasi bentang alam, sehingga aktifitas tersebut dapat dilakukan secara berkala untuk mengantisipasi perubahan kebutuahn dan keadaan. Panduan 3.4. Prediksi perubahan bentang alam sulit dilakukan, dan oleh karenanya pengelola bentang alam harus memonitor perubahan secara terus menerus dan melakukan adaptasi kegiatan untuk menjamin kelestarian pasokan barang dan jasa dari lingkungan.

Azas 4. Panduan Restorasi Bentang Alam di Indonesia Pengelolaan mosaic tataguna lahan secara terpadu 4.1. Perencanaan dan penyusunan prioritas pengelolaan mosaic tataguna lahan harus disinkronkan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota yang disusun berdasarkan kajian ilmiah. 4.2. Implementasi restorasi bentang alam harus disepakati oleh para pihak dan disertai pemahaman terhadap hak dan kewajiban masingmasing. 4.3. Matapencaharian masyarakat lokal dan habitat bagi satwa liar bergantung pada masing-masing mosaic bentang alam yang dikelola oleh masing-masing pemilik dan pengguna lahan. Tantangan dalam restorasi bentang alam adalah menjamin bahwa setiap bagian dalam bentang alam dapat dikelola sedemikian rupa sehingga memenuhi kebutuhan masyarakat lokal dan habitat bagi satwa liar. Untuk itu diperlukan pengetahuan lengkap mengenai matapencaharian lokal dan ekosistem secara keseluruhan.

Panduan Restorasi Bentang Alam di Indonesia Azas 5. Jaminan efisiensi ekonomi dan keberlanjutan pendanaan 5.1. Restorasi bentang alam memerlukan dukungan pendanaan yang berkelanjutan. Pendanan ini dapat berasal dari APBN, APBD, perbankan, pihak swasta, masyarakat, dan atau instansi yang tidak mengikat. 5.2. Restorasi bentang alam harus mendukung efisiensi ekonomi dan keuntungan dari segenap pengguna lahan dan menyumbang pada perbaikan matapencaharian masyarakat lokal. 5.3. Pembayaran jasa lingkungan seperti Pengurangan Emisi Karbon dari Pencegahan Deforestasi dan Pengurangan Degradasi Hutan (REDD) dapat menyumbang biaya restorasi bentang alam dan memberikan kompensasi atas kerugian yang dialami oleh masyarakat lokal yang diakibatkan dari langkah-langkah dalam restorasi bentang alam.

Azas 6. Panduan Restorasi Bentang Alam di Indonesia Pendekatan restorasi bentang alam memperhatikan esensi integritas dan daya lenting ekosistem 6.1. Restorasi bentang alam harus ditujukan untuk memperbaiki keanekaragaman hayati, mosaic tataguna lahan, dan menjaga integrasi untuk mengoptimalkan fungsi dan manfaatnya. 6.2. Koridor habitat dan kanan-kiri sungai harus dipelihara guna memungkinkan terjadinya persebaran keanekaragaman hayati dalam sebuah bentang alam. 6.3. Keseimbangan yang tepat harus tercapai antara hutan alam dan hutan tanaman serta penggunaan lahan lainnya agar terjamin keberagaman pemanfaatan lahan dalam memenuhi kebutuhan kini dan masa mendatang. 6.4. Wanatani yang kaya jenis memiliki nilai penting di Indonesia dalam menyumbang barang dan jasa lingkungan untuk masyarakat lokal sekaligus berperan dalam memelihara jasa ekosistem dan mendukung kekayaan keanekaragaman hayati. 6.5. Dalam implementasi restorasi bentang alam harus memperhati kan, mengadopsi, serta menghargai pengetahuan dan kearifan lokal agar fungsi dan keindahan bentang alam tetap terjaga. 6.6. Restorasi bentang alam menjadi komplemen penting dalam penyusunan dan evaluasi RTRW Kabupaten/Kota.

Panduan Restorasi Bentang Alam di Indonesia Azas 7. Dinamika sosial, ekonomi, dan teknologi memunculkan peluang serta tantangan dalam restorasi bentang alam. 7.1. Konvensi perubahan iklim dan REDD harus menjadi peluang pendanaan tetapi juga tantangan bagi implementasi restorasi bentang alam. 7.2. Restorasi bentang alam harus mengantisipasi dinamika ekonomi baik lokal maupun global. 7.3. Restorasi bentang alam harus menjadi acuan dalam investasi ekonomi, infrastruktur, dan industri.

Azas 8. Panduan Restorasi Bentang Alam di Indonesia Kapasitas institusi yang terlibat dalam pengelolaan bentang alam perlu diperkuat Panduan 8.1 Restorasi bentang memerlukan peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia melalui berbagai kegiatan seperti diklat, pendampingan, focus group discussion, konsultasi dan lain-lain Panduan 8.2. Implementasi restorasi bentang alam memerlukan pembentukan POKJA (Kelompok Kerja) yang melibatkan para pihak (multi stakeholders).

Panduan Restorasi Bentang Alam di Indonesia Azas 9. Aturan perundang-undangan dan kerangka kebijakan yang sesuai harus ada untuk intervensi bentang alam. Panduan 9.1. Penyesuaian dan pembentukan peraturan perundangundangan diperlukan untuk menjamin kepastian hukum, kepastian areal dan kepastian usaha dalam implementasi restorasi bentang alam. Panduan 9.2. Koordinasi para pihak diperlukan untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan dalam implementasi restorasi bentang alam. Panduan 9.3. Diperlukan persetujuan para pihak dalam menetapkan koordinator dan unit pengelolaannya untuk implementasi restorasi bentang alam.

Azas 10. Panduan Restorasi Bentang Alam di Indonesia Dalam implementasi FLR diharuskan adanya komitmen, konsistensi dan penegakan hukum Panduan 10.1. Diperlukan sosialisasi dalam setiap tahapan restorasi bentang alam untuk memperoleh komitmen para pihak. Panduan 10.2. Diperlukan pembagian peran, hak, dan kewajiban yang proporsional dalam implementasi kegiatan restorasi bentang alam secara konsisten. Panduan 10.3. Dalam implementasi restorasi bentang alam, diperlukan kegiatan monitoring dan evaluasi secara kontinyu untuk melihat efektivitas dan efisiensi.

Kelompok Kerja Nasional Restorasi Bentang Alam Indonesia: Ir. Muhamad Firman, M.Sc Dirjen RLPS, Departemen Kehutanan Ir. Wiratno, M.Sc Dirjen PHKA, Departemen Kehutanan Ferry Yunus Biro Kerjasama Luar Negeri, Departemen Kehutanan Prof. Afif Ruchaemi M.Agr Universitas Mulawarman Ben Jarvis, M.Sc The Nature Conservancy Ir. Muhammad Aqla, MP Universitas Lambung Mangkurat M. Zubairin PT. Reki William Rombang, M.Sc PT. Reki Dr. Herwasono Sudjito Conservation International Prof. Dr. Sumardi, MF Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada Ir. Haris Surono PT. Sinar Mas Group Dr. Eduardo Mansur ITTO Representative Ir. I Wayan Susi Darmawan, M.Si P3HKA - Badan Litbang Kehutanan Pete Wood Samdhana Institute Dr. Yadi Setiadi Fakultas Kehutanan IPB Terry Sunderlin, Ph.D CIFOR Dr. Rukmantara RAPP April Ir. Putu Karyana Dinas Kehutanan Propinsi Bali Ir. Listya Kusumawardhani, M.Sc Direktur Bina Pengembangan Hutan Alam, Departemen Kehutanan Ir. Agung Nugraha, M.Si PT Prakarsa Consultant Dr. Petrus Gunarso Tropenbos International Indonesia Programme Dr. Agni Klintuni IUCN Prof. Dr. Jeffrey Sayer IUCN Cora van Oosten Wageningen University Ir. Setia Budi, MP Universitas Lambung Mangkurat Ir. Wayan Darma Dinas Kehutanan Propinsi Bali Ir. Kresno D Santosa, M.Si Tropenbos International Indonesia Programme