KERAGAMAN JENIS BURUNG PADA BERBAGAI KOMUNITAS DI PULAU SANGIANG, PROVINSI BANTEN

dokumen-dokumen yang mirip
V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hutan mangrove desa Margasari memiliki luas 700 ha dengan ketebalan hutan

3. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2015 di Hutan Mangrove KPHL Gunung

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di kawasan hutan mangrove Desa Margasari

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret 2012 di Rawa Bujung Raman

3. METODOLOGI PENELITIAN. Rajawali Kecamatan Bandar Surabaya Kabupaten Lampung Tengah.

INVENTARISASI JENIS BURUNG PADA KOMPOSISI TINGKAT SEMAI, PANCANG DAN POHON DI HUTAN MANGROVE PULAU SEMBILAN

BIRD PREFERENCE HABITATS AROUND SERAYU DAM BANYUMAS CENTRAL JAVA

Kata kunci : Burung, Pulau Serangan, habitat

BAB IV METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17% dari jumlah seluruh spesies

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DIURNAL PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG DI DESA SUNGAI DERAS KABUPATEN KUBU RAYA KALIMANTAN BARAT

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April 2014 di Desa Kibang Pacing. Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang.

III. METODE PENELITIAN

PERBANDINGAN KEANEKARAGAMAN BURUNG PADA PAGI DAN SORE HARI DI EMPAT TIPE HABITAT DI WILAYAH PANGANDARAN, JAWA BARAT

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. (Sujatnika, Joseph, Soehartono, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). Kekayaan jenis

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September 2014 di Kawasan Budidaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI LAMPUNG MANGROVE CENTER DESA MARGASARI KECAMATAN LABUHAN MARINGGAI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

KEANEKARAGAMAN BURUNG DI AREA KEBUN BUAH, TAMAN BUAH MEKARSARI ISMI NURFAIZAH

I. PENDAHULUAN. Burung merupakan salah satu jenis satwa liar yang banyak dimanfaatkan oleh

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR

HUBUNGAN ANTARA STRUKTUR KOMUNITAS BURUNG DENGAN VEGETASI DI TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA

I. PENDAHULUAN. dijadikan sebagai salah satu habitat alami bagi satwa liar. Habitat alami di

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan jumlah spesies burung endemik (Sujatnika, 1995). Setidaknya

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG PADA BEBERAPA TIPE HABITAT DI HUTAN PENELITIAN DRAMAGA, BOGOR, JAWA BARAT ASEP SAEFULLAH

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG DESA KAMPUNG BARU KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA

BAB III METODE PENELITIAN. Jawa Timur, dilaksanakan pada bulan November sampai dengan bulan Desember

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

1. PENDAHULUAN. Indonesia (Sujatnika, Jepson, Soeharto, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). terluas di Asia (Howe, Claridge, Hughes, dan Zuwendra, 1991).

DAFTAR ISI. BAB III. LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS A. Landasan Teori B. Hipotesis... 18

BAB III METODE PENELITIAN

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

KEANEKARAGAMAN BURUNG DI RUANG TERBUKA HIJAU DI TIGA TEMPAT PEMAKAMAN UMUM DI BOGOR ALIFAH MELTRIANA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI TAMAN HUTAN RAYA IR. H. DJUANDA, BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai disetiap tempat dan mempunyai posisi penting sebagai salah satu

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG PADA BERBAGAI TIPE HABITAT BESERTA GANGGUANNYA DI HUTAN PENELITIAN DRAMAGA, BOGOR, JAWA BARAT

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak

KEANEKARAGAMAN BURUNG DI KECAMATAN LAWEYAN, KECAMATAN SERENGAN, DAN KECAMATAN PASAR KLIWON KOTAMADYA SURAKARTA. Artikel Publikasi Ilmiah

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Keyword : Birds, Inventory, Mackinnon Method, Relative of Abundance.

BAB I PENDAHULUAN. menempatkan Indonesia pada peringkat keempat negara-negara yang kaya

BIOKONSERVASI DI GUNUNG MADU PLANTATIONS LAMPUNG TENGAH INDONESIA

BAB V DATA, ANALISIS DAN SINTESIS

ABSTRAK JENIS DAN KERAPATAN BURUNG DI KAWASAN AGROPOLITAN KECAMATAN MANDASTANA KABUPATEN BARITO KUALA. Oleh: Zainal Husain, Dharmono, Kaspul

KOMUNITAS BURUNG DI BAWAH TAJUK: PENGARUH MODIFIKASI BENTANG ALAM DAN STRUKTUR VEGETASI IMANUDDIN

IV. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura

KEANEKARAGAMAN JENIS MERANTI (SHORE SPP) PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA PROPINSI KALIMANTAN BARAT

BAB III METODE PENELITIAN

ASAS- ASAS DAN KONSEP KONSEP TENTANG ORGANISASI PADA TARAF KOMUNITAS

METODE INVENTARISASI BURUNG (METODE MACKINNON) DI TEGAKAN KARET DAN TEGAKAN PINUS ASRAMA C4 KAMPUS IPB DRAMAGA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2015 di Repong Damar Pekon

Jenis-Jenis Burung Air Di Hutan Mangrove Kecamatan Paloh Kabupaten Sambas

III. METODE PENELITIAN

KEKAYAAN SPESIES BURUNG DI WILAYAH DESA BUAHAN, KECAMATAN KINTAMANI, KABUPATEN BANGLI DAN DI HUTAN HUJAN DATARAN TINGGI SEKITARNYA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN

KELIMPAHAN DAN KEANEKARAGAMAN BURUNG DI PREVAB TAMAN NASIONAL KUTAI KALIMANTAN TIMUR

Keanekaragaman dan potensi daya tarik burung diurnal di siring sungai martapura, Banjarmasin. Azhar F N Bangiel. Abstrak

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang. sensus atau dengan menggunakan sampel (Nazir,1999).

BAB III. METODE PENELITIAN

EKOLOGI. KOMUNITAS bag. 2 TEMA 5. Program Studi Tadris Biologi Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Jember

Jenis-Jenis Burung di Perkebunan Kelapa Sawit PT. Andalas Wahana Berjaya (AWB), Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat

TINJAUAN PUSTAKA. Satwa burung (avifauna) merupakan salah satu satwa yang mudah. jenis memiliki nilai keindahan tersendiri. Burung memerlukan syarat

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total

THE DISTRIBUTION OF BIRDS AT MENO LAKE WEST LOMBOK

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-September 2012, di Kampus. Universitas Lampung (Unila) Bandar Lampung (Gambar 3).

III. METODE PENELITIAN

KAJIAN HUBUNGAN ARSITEKTUR POHON DAN KEHADIRAN BURUNG DI KAMPUS IPB DRAMAGA BOGOR MUHAMMAD CHOIRUDDIN AZIS

PEMANFAATAN BERBAGAI TIPE HABITAT OLEH CUCAK KUTILANG (Pycnonotus aurigaster Vieillot) DI KEBUN RAYA BOGOR

Studi Keanekaragaman Avifauna Sebagai Sarana Edukasi Ekowisata Birdwatching di Kawasan Wisata Kondang Merak, Malang.

KEANEKARAGAMAN JENIS BAMBU (Bambusodae) DALAM KAWASAN HUTAN AIR TERJUN RIAM ODONG DUSUN ENGKOLAI KECAMATAN JANGKANG KABUPATEN SANGGAU

I. PENDAHULUAN. Universitas Lampung (Unila) yang dikenal dengan sebutan Kampus Hijau (Green

Lampiran 1 Foto Dokumentasi Penelitian Keaneakaragaman Jenis Burung

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT. TODO CONSULT 1. Hendra Masrun, M.P. 2. Djarot Effendi, S.Hut.

PEMBUATAN FLIPBOOK BERDASARKAN KERAGAMAN JENIS BURUNG DIURNAL DI HUTAN LINDUNG GUNUNG SENUJUH DAN SEKITARNYA

DAFTAR PUSTAKA. Alikodra, H.S Pengelolaan Satwa Liar. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sumber: & google earth 2007 Gambar 2. Lokasi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Sokokembang bagian dari Hutan Lindung Petungkriyono yang relatif masih

Tugas Akhir. Kajian Bioekologi Famili Ardeidae di Wonorejo, Surabaya. Anindyah Tri A /

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG PADA PERKEBUNAN KOPI DI KECAMATAN BENER KELIPAH KABUPATEN BENER MERIAH PROVINSI ACEH

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

SPESIES BURUNG PADA BEBERAPA TIPE HABITAT DI KECAMATAN LHOKNGA KABUPATEN ACEH BESAR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Herlin Nur Fitri, 2015

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (NEPENTHES SPP) DI KAWASAN HUTAN BUKIT BELUAN KECAMATAN HULU GURUNG

KEANEKARAGAMAN JENIS VEGETASI PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA PROVINSI KALIMANTAN BARAT

KEANEKARAGAMAN JENIS BAMBU DI HUTAN KOTA KELURAHAN BUNUT KABUPATEN SANGGAU Bamboo Species Diversity In The Forest City Bunut Sanggau District

Transkripsi:

KERAGAMAN JENIS BURUNG PADA BERBAGAI KOMUNITAS DI PULAU SANGIANG, PROVINSI BANTEN Mariana Fikriyanti 1, Sri Wulandari 2, Irpan Fauzi 3, Ade Rahmat 4 1,2,3,4 Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjadjaran, Jl. Raya Bandung-Sumedang Km.21, Jatinangor, Sumedang 45363, Jawa Barat e-mail : 1 mariana.fikriyanti@gmail.com, 2 sriwulandari015@gmail.com,, 3 irpanfauzi30@gmail.com, 4 ade.rahmat@unpad.ac.id Diterima : 25 April 2018 Disetujui : 20 Mei 2018 e-issn : 2541-4208 p-issn : 2548-1606 DOI: 10.15575/biodjati.v3i2.2360 Abstrak. Burung merupakan satwa liar yang banyak ditemukan diberbagai tipe habitat. Indonesia sendiri merupakan rumah bagi 17% spesies burung yang ada di muka bumi. Keragaman jenis burung pada suatu komunitas juga dapat menjadi indikator lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman jenis burung pada berbagai tipe komunitas yang terdapat di Pulau Sangiang, Banten. Komunitas yang diamati yaitu komunitas hutan dataran rendah, kebun dan hutan mangrove. Metode yang digunakan adalah metode Point Count, dimana pada tiap komunitas ditentukan sebanyak enam titik hitung yang mempunyai jarak sekitar 200 m tiap titik hitungnya. Berdasarkan penelitian ini didapatkan 52 spesies burung dari 31 famili yang tersebar di masing-masing ekosistem. Dari ketiga komunitas, indeks keanekaragaman tertinggi dijumpai pada ekosistem kebun yaitu senilai 2.76, ekosistem mangrove dengan nilai 2,61 dan indeks keanekaragaman paling rendah terdapat pada ekosistem dataran rendah dengan nilai indeks keanekaragaman 2.56. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa persebaran jenis burung pada tiap komunitas merata yang ditunjukkan oleh indeks kemerataan pada masing-masing tipe komunitas yang nilainya mendekati satu. Kata kunci : burung, keanekaragaman, point count, Pulau Sangiang Abstract. Birds are wild animal which could be found in many types of habitat. Indonesia it self is a home for 17% of bird species on earth. Diversity of bird species in a community can be an environment indicator. This research aims to discover the bird species diversity in various community types in Sangiang Island, Banten. The observation is conducted in lowland forests community, plantations, and mangrove forests community. The method used is point count method, where in each community is determined as six point which has a distance of about 200 meters per point count. Base on this study, 52 species of birds from 31 families was found and spread in each community. Among the three communities, the highest diversity index was found in plantation community which is 2.76, then the mangrove community is 2.61 and the lowest was the lowland forest community which is 2.56. Overall, it can be concluded that the distribution of bird species in each community spread equally, indicated by the evenness index in each type of community which

its value close to one. Keywords : birds, community, diversity, point count, Sangiang. Cara Sitasi Fikriyanti, M., Wulandari, S., Fauzi, I. & Rahmat, A. (2018). Keragaman Jenis Burung pada Berbagai Komunitas di Pulau Sangiang, Provinsi Banten. Jurnal Biodjati, 3(2), 157-165. PENDAHULUAN Indonesia merupakan rumah bagi 17% spesies burung yang ada di muka bumi. Burung merupakan satwa liar yang banyak ditemukan di berbagai tipe habitat, mulai dari pantai, rawa, pegunungan, maupun dataran rendah. Keanekaragaman dan kelimpahan jenis burung yang ditemukan dalam suatu kawasan dapat mengindikasikan bagaimana keadaan di kawasan tersebut. Sebagai salah satu komponen dalam ekosistem, keberadaan burung dapat menjadi indikator apakah lingkungan tersebut mendukung kehidupan suatu organisme atau tidak karena mempunyai hubungan timbal balik dan saling tergantung dengan lingkungannya (Bibby et al., 2000). Menurut (Djarwaningsih, 2017), Keanekaragaman ekosistem di Indonesia menyebabkan Indonesia kaya akan keanekaragaman jenis dan genetik dalam hayatinya. Keberagaman komunitas tentu membuat jenis burung yang tinggal di setiap komunitas juga beragam. Menurut Howes et al. (2003), kehadiran suatu jenis burung biasanya sesuai dengan habitat yang disukainya. Secara umum, habitat burung dapat dibedakan atas habitat di darat, air tawar dan laut, serta dapat dibagi lagi menurut tanaman-nya seperti hutan lebat, semak maupun rerumputan (Rusmendro, 2009). Pulau Sangiang, Banten merupakan pulau yang terdapat di antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatra (Selat Sunda) dengan topografi yang bervariasi mulai dari landai, berbukit, agak curam sampai curam pada ketinggian 0 155 mdpl. Komunitas yang terdapat di Pulau Sangiang diantaranya adalah hutan pantai, hutan dataran rendah, hutan payau, dan kebun. Hal ini memungkinkan adanya keberagaman jenis spesies yang terdapat di Pulau Sangiang. Letak geografis yang berada diantara Pulau Jawa dan Pulau Sumatra diharapkan dapat membuat keberadaan beberapa jenis burung dari kedua pulau besar tersebut terlihat juga di Pulau Sangiang (BBKSDA, 2016). Penelitian tentang keragaman jenis burung pada berbagai komunitas, sudah dilakukan di beberapa lokasi. Seperti penelitian Rusmendro (2009), tentang perbandingan keanekaragaman burung di empat tipe habitat di wilayah Pangandaran, dan penelitian oleh Dewi et al. (2007) tentang keanekaragaman jenis burung di beberapa tipe habitat di Taman Nasional Gunung Ciremai. Pesatnya pembangunan wisata di Pulau Sangiang tentunya mempunyai dua dampak yang berbeda, disatu pihak dapat menghasilkan keuntungan bagi pihak swasta tetapi di lain pihak menghasilkan potensi pencemaran lingkungan yang akan merusak kesetimbangan keanekaragaman hayati di dalamnya. Maka dari itu, penelitian tentang keragaman jenis pada beberapa tipe komunitas di Pulau Sangiang, Banten perlu dilakukan untuk mengetahui perbandingan keragaman tiap komunitas berdasarkan indeks keragaman dan kelimpahan jenis burung pada beberapa tipe komunitas di Pulau Sangiang. BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan agustus 2017 selama 6 hari di Taman Wisata Alam Pulau Sangiang, Banten. Pengamatan dilakukan pada pagi hari pukul 06.00-08.00 Fikriyanti, et al. 158

WIB dan sore hari 15.00-18.00 WIB. Pengambilan data dilakukan pada komunitas kebun, hutan pantai dan hutan dataran rendah. Peralatan dan bahan yang digunakan meliputi : alat tulis, binokuler, field guide, GPS, kamera, memory card kamera, dan worksheet. Data keragaman burung didapatkan melalui hasil eksplorasi dengan menghitung jumlah jenis burung beserta jumlah individunya pada tiap titik pengamatan. Pengamatan dilakukan dengan metode Point Count, dengan jumlah titik pengamatan pada tiap komunitasnya sebanyak enam titik yang diambil di dua daerah yang berbeda. Metode point count (titik hitung) dilakukan dengan mengikuti jalur yang telah ada. Pada metode ini pengamat berjalan sepanjang jalur dengan titik pengamatan yang telah ditentukan sebelumnya, pengamatan dilakukan selama 15 menit dengan radius pengamatan ± 50 meter dan jarak antar titik sejauh 200 m di setiap titik hitung,, agar tidak terjadi pengulangan pencatatan. Parameter yang diamati adalah jumlah jenis dan jumlah individu di ketiga lokasi pengamatan, pada masing-masing komunitas yang berbeda (Rusmendro, 2009). Data jumlah jenis dan jumlah individu yang didapatkan berdasarkan metode point count, dihitung dengan menggunakan beberapa indeks yakni : Indeks Keanekaragaman Jenis (Shannon - Wiener) 1 < H <3 : menunjukkan tingkat keanekara gaman jenis yang sedang H > 3 : menunjukkan tingkat keanekaraga man jenis yang tinggi Indeks Kelimpahan Relatif Kelimpahan relatif (Kr) setiap jenis burung di setiap lokasi pengamatan : Nilai indeks kelimpahan relatif digolongkan dalam tiga kategori yaitu tinggi (>20%), sedang (15%-20%), dan rendah (<15%). Indeks Kemerataan (e ) e = Indeks kemerataan jenis H = Indek Shannon S = Jumlah jenis yang ditemukan Nilai indeks kemerataan berkisar antara 0-1. Apabila nilai E < 0,20 dapat dikatakan kondisi penyebaran jenis tidak stabil, sedangkan apabila nilai E 0,21 < E < 1 dapat dikatakan kondisi penyebaran jenis stabil Indeks Dominansi Burung di Tiap Komunitas H : indeks keanekaragaman ni : jumlah individu n : jumlah total individu dengan kriteria: H < 1 :menunjukkan tingkat keanekaragam an jenis yang rendah Nilai indeks dominansi mendekati 1 apabila komunitas didominasi oleh jenis atau spesies tertetu. Indeks dominansi mendekati 0 apabila tidak ada jenis atau spesies yang mendominasi. Jurnal Biodjati, 3(2), November 2018 159

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil inventarisasi, didapat 52 spesies yang berhasil diidentifikasi di Pulau Sangiang, Banten. 52 spesies ini tersebar di masingmasing ekosistem, ada pula yang dapat ditemui di ketiga ekosistem tersebut. Spesies burung yang ditemukan cukup beragam, dengan berbagai jumlah yang berbeda dari setiap spesiesnya. Welty & Baptista (1988) mengatakan bahwa penyebaran dan populasi burung di suatu habitat dipengaruhi oleh faktor fisik atau lingkungan seperti tanah, air, temperatur, cahaya matahari dan faktor biologis yang meliputi vegetasi dan satwa lainnya. Indeks Keanekaragaman Ketiga komunitas yang diamati di Pulau Sangiang diketahui ketiganya memiliki indeks keragaman Shannon-Wiener yang menempati kategori sedang. Kebun yang paling sering dijumpai di Pulau Sangiang adalah Kebun kelapa yang tentu memiliki struktur vegetasi yang homogen. Menurut Simanjuntak & Siahaan (2013), perkebunan merupakan bentuk habitat baru setelah hutan alam menjadi hutan tanaman atau perkebunan, berbeda dengan kondisi sebelumnya dimana hutan tanaman dan perkebunan hanya berupa vegetasi sejenis (monokultur) sedangkan hutan alam merupakan hutan dengan komunitas heterogen terdiri atas berbagai jenis vegetasi dan strata. Struktur vegetasi kebun yang homogen ini dapat berpengaruh terhadap keragaman jenis burung yang ada. Keragaman burung yang ada pada suatu tempat cenderung sejalan dengan variasi vegetasinya, artinya semakin bervariasi vegetasi dari suatu komunitas maka keragaman jenis burung cenderung meningkat juga. Namun dari ketiga komunitas yang dijadikan sebagai plot pengamatan, ekosistem kebun memiliki indeks keragaman jenis yang paling tinggi meskipun struktur vegetasinya dapat dikatakan yang paling homogen dibandingkan dengan komunitas lainnya. Hal ini dapat disebabkan karena adanya daerah ekoton pada plot pengamatan di komunitas kebun. Adanya daerah ekoton ini dapat menimbulkan efek tepi yang dapat meningkatkan keragaman jenis burung, karena dengan adanya daerah ekoton maka vegetasinya pun semakin beragam sehingga makin beragam pula jenis burung yang dapat tinggal di komunitas tersebut. Kehadiran efek tepi ini biasanya terjadi dalam bentuk perubahan komposisi spesies, kepadatan spesies dan perubahan kondisi lingkungan. Perubahan-perubahan ini tidak selalu berarti negatif, karena adanya perubahan ini juga dapat menciptakan suatu habitat bagi spesies yang toleran terhadap perubahan tersebut Mardiastuti (2015) dalam Tamnge et al. (2016) menyatakan bahwa efek tepi memperlihatkan kecenderungan keragaman dan kelimpahan individu burung yang tinggi di habitat ekoton. Kehadiran efek tepi inilah yang dapat menyebabkan nilai keragaman yang tinggi pada komunitas kebun. Tabel 1. Indeks Keanekaragaman Burung di Tiap Komunitas No Jenis Komunitas 1 Dataran Rendah Indeks Keanekaragaman Kategori 2,56 Sedang 2 Kebun 2,76 Sedang 3 Mangrove 2,61 Sedang Indeks Kelimpahan Berbagai spesies yang berhasil diidentifikasi, telah diketahui bahwa kelimpahan spesies dari setiap ekosistem Fikriyanti, et al. 160

tersebut menunjukkan hasil yang beragam. Kelimpahan relatif ini sangat dipengaruhi oleh jumlah individu dari masing-masing spesies burung yang dijumpai selama pengamatan. Berikut merupakan indeks kelimpahan di setiap komunitas yang menjadi tempat pengamatan. Kelimpahan jenis dan suku terbesar pada tipe habitat hutan dataran rendah dimiliki oleh Cinenen kelabu (Orthotomus ruficeps) suku Sylviidae. Sementara kelimpahan jenis dan suku terendah pada tipe habitat hutan dataran rendah ini dimiliki oleh Kapasan kemiri (Lalage nigra) suku Campeghagidae (Tabel 2). MacKinnon et al. (1992) menyatakan bahwa jenis burung Cinenen kelabu (Orthotomus ruficeps) menyukai areal hutan dan biasanya aktif berkelompok pada batang pohon dan tajuk pohon. Selain itu, keberadaan serangga seperti jangkrik, kroto dan pelet berlimpah pada ekosistem ini, serangga tersebut menjadi pakan bagi burung Orthotomus ruficeps.. Sedangkan burung Kapasan kemiri (Lalage nigra) merupakan burung pemakan serangga yang punya habitat di lahan pertanian, dataran rendah terbuka, hutan sekunder, dan hutan mangrove. Burung ini tersebar sampai dengan ketinggian 1.000 mdpl. Burung jenis ini karakteristiknya agak pemalu, karena sering bersembunyi di dalam kerimbunan yang jauh dari keramaian. Hidup sendiran, berpasangan, atau kadang-kadang dalam kelompok kecil. Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa burung cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster) suku Pynonotidae memiliki nilai kelimpahan yang paling tinggi yaitu 20%. Menurut MacKinnon et al. (1998) cucak kutilang hidup berkelompok, dijumpai pada hutan-hutan sekunder, area terbuka, semak belukar dan padang rumput, serta pakannya dari jenis-jenis serangga, ulat dan aneka hewan kecil lainnya. Krebs (1978) juga mengatakan bahwa burung Cucak kutilang kerap mengunjungi tempat-tempat terbuka, tepi jalan, kebun, pekarangan, semak belukar dan hutan sekunder, sampai dengan ketinggian sekitar 1.600 mdpl. Daerah kebun dapat dikatakan merupakan habitat yang sesuai bagi Cucak kutilang karena sifatnya yang merupakan area terbuka, kebun juga dipenuhi oleh serangga-serangga yang merupakan makanannya Tabel 2. Indeks Kelimpahan di Komunitas Dataran Rendah Kategori Nama Lokal Nama Latin Indeks Kelimpahan (%) Tertinggi Cinenen Kelabu Orthotomus ruficeps 19,04 Terendah Kapasan Kemiri Lalage nigra 1,58 Rametuk Laut Gerygone sulphurea Dara Laut biasa Sterna hirundo Perkutut Jawa Geopelia striata Cinenen Jawa Orthotomus sepium Uncal Buau Macropygia emiliana Elang Laut Perut Putih Haliaeetus leucogaster Jurnal Biodjati, 3(2), November 2018 161

Tabel 3. Indeks Kelimpahan di Komunitas Kebun Kategori Nama Lokal Nama Latin Indeks Kelimpahan (%) Tertinggi Cucak Kutilang Pycnonotus aurigaster 20 Terendah Kacamata Gunung Zosterops mantanus 1,60 Cinenen Kelabu Orthotomus ruficeps Punai Gading Treron vernans Bubut Alang-Alang Centropus bengalensis Kareo Padi Amaurornis phoenicurus Cabai Jawa Dicaeum trochileum Merbah Cerukcuk Pycnonotus goiavier Kepudang Kuduk Hitam Oriolus chinensis Kipasan Belang Rhipidura javanica Tekukur Biasa Streptopelia chinensis Kekep Babi Artamus leucorynchus Tabel 4. Indeks Kelimpahan di Komunitas Mangrove Kategori Nama Lokal Nama Latin Indeks Kelimpahan Tertinggi Madu Sriganti Cinnyris jugularis 13,5 % Caladi Tilik Dendrocopos moluccensis Terendah Uncal Buau Macropygia emiliana 2,7 % Cabai Jawa Kokokan Laut Kareo Padi Dicaeum trochileum Butorides striata Amaurornis phoenicurus Nilai kelimpahan relatif yang ditunjukkan oleh Tabel 4 memperlihatkan nilai antara jumlah individu suatu jenis terhadap jumlah total dari semua individu. Hasil analisis dari kelimpahan seluruh lokasi, Cinnyris jugularis dan Dendrocopos moluccensis menunjukan indeks kelimpahan tertinggi yaitu sebesar 13,5 %, sedangkan Macropygia emiliana, Dicaeum trochileum, Butorides striata, Amaurornis phonicurus menunjukan indeks kelimpahan terendah yaitu sebesar 2,7 %. Kelimpahan relatif sangat dipengaruhi oleh jumlah individu dari masingmasing spesies burung yang dijumpai selama pengamatan. Wiens (1992) menyatakan bahwa ketersediaan pakan dalam suatu tipe habitat merupakan salah satu faktor utama bagi kehadiran populasi burung. Hal ini juga berkaitan dengan adanya kemampuan burung untuk memilih habitat yang sesuai dengan ketersediaan sumber daya untuk kebutuhan hidupnya. Ketersedian pakan pada hutan mangrove berbeda dengan ketersedian pakan di hutan dataran rendah. Menurut Qiptiyah et al. (2013), sebagian besar burung yang ada di hutan mangrove ialah karnivora (pemakan serangga, ikan dan vertebrata). Dendrocopos moluccensis merupakan burung yang suka memakan semut, kumbang dan serangga lainnya, jenis ini lebih suka menyendiri dan membuat sarang pada pohon mati yang berlubang (Mackinnon et al, 2010). Jenis Butorides striata memiliki nilai kelimpahan yang rendah, hal ini dibuktikan dengan keadaan hutan mangrove yang kering dan sedikit berlumpur.). Fikriyanti, et al. 162

Ardeidae merupakan family burung air pemangsa ikan. Ketersedian pakan di ekosistem mangrove ini sangat sedikit untuk Butorides striata, sehingga menyebabkan kelimpahan Butorides striata sangat rendah. Indeks Kemerataan Nilai Indeks Kemerataan Jenis (E) dapat digunakan sebagai indikator adanya gejala dominansi diantara tiap jenis dalam komunitas (Rahman et al, 2008). Berdasarkan tabel di atas indeks kemerataan tertinggi terdapat pada komunitas mangrove dan indeks kemerataan terendah terdapat pada komunitas kebun. Penyebaran burung di kawasan TWA Pulau Sangiang memiliki nilai indeks kemerataan jenis (E) burung yang nilainya mendekati 1 dengan range antara 0,88 0,94. Menurut Odum (1971) nilai indeks kemerataan berkisar antara 0-1. Apabila nilai E mendekati 0 berarti kemerataan antar spesies rendah, sedangkan apabila nilai E mendekati 1 maka distribusi antar spesies relatif seragam. Penyebaran burung yang cukup merata di kawasan TWA Pulau Sangiang ini disebabkan oleh vegetasi penyusun habitat yang mendukung bagi kelangsungan hidup berbagai jenis burung disana. Kemerataan akan menjadimaksimum dan homogen jika semua spesies mempunyaijumlah individu yang sama pada setiap lokasi pengamatan (Setiadi, 2005). Indeks dominasi (C) mempunyai hubungan yang terbalik dengan indeks kemerataan (E) dimana bila kemerataannya rendah maka dominansinya tinggi dan sebaliknya bila kemerataannya tinggi maka dominansinya rendah. (Siahaan, dkk. 2015). Meskipun indeks kelimpahan di setiap ekosistem berbeda dengan spesiesnya yang beragam, indeks kemerataan spesies di tiap ekosistem di Pulau Sangiang memiliki nilai indeks kemerataan jenis (E) burung yang nilainya mendekati 1. Indeks dominansi yang ditunjukkan dari ketiga ekosistem diatas menunjukkan nilai indeks mendekati 0, yang artinya tidak ada spesies yang mendominasi di tiap ekosistem. Tabel 5.Indeks Kemerataan Burung di Tiap Komunitas No Tipe Komunitas Indeks Kemerataan (E ) 1 Dataran Rendah 0,89 2 Kebun 0,88 3 Mangrove 0,94 Indeks Dominansi Indeks dominansi burung di tiap komunitas yaitu sebesar 0,10 untuk komunitas dataran rendah, sebesar 0,09 untuk tipe komunitas kebun, dan 0,08 untuk tipe komunitas mangrove. Secara umum, nilai indeks dominansi pada setiap komunitas tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, dan nilai indeks dominansi pada setiap komunitas tergolong kecil atau mendekati nol (0). Hal ini menunjukkan bahwa pada ketiga jenis komunitas (dataran rendah, kebun dan mangrove) tidak didominansi satu atau beberapa jenis burung tertentu saja. Hal ini sesuai dengan pendapat (Odum, 1971) yang menyatakan bahwa Nilai indeks dominansi mendekati satu (1) apabila komunitas didominasi oleh jenis atau spesies tertentu dan jika indeks dominansi mendekati nol (0) maka tidak ada jenis atau spesies yang mendominasi. Tabel 6 Indeks Dominansi Burung di Tiap Komunitas No Tipe Komunitas Indeks Dominansi (C) 1 Dataran Rendah 0,10 2 Kebun 0.09 3 Mangrove 0.08 Jurnal Biodjati, 3(2), November 2018 163

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan ditemukan 52 jenis burung yang berasal dari 24 famili. Famili tersebut adalah Acanthizidae, Accipitridae, Alcedinidae, Anati dae, Apopidae, Ardeidae, Artamidae, Campep hagidae, Caprimulgidae, Columbidae, Cuculid ae, Dicaeidae, Dicruridae, Estrildidae, Halcyon idae, Muscicapidae, Nectariniidae, Oriolidae, P andionidae, Passeridae, Phasianidae, Picidae, Psittaculidae, Pycnonotidae, Rallidae, Rhipiduridae, Sternidae, Strigidae, Sturnidae, Sylviidae, dan Zosteropidae. Indeks keragaman jenis burung yang paling tinggi nilainya berada di komunitas kebun sedangkan yang terendah adalah komunitas hutan dataran rendah. Nilai ini dapat dipengaruhi oleh beberapa factor, faktor yang paling utama adalah variasi vegetasinya. Semakin bervariasi vegetasi suatu komunitas maka keragaman burung cenderung semakin tinggi. Adanya resort yang sudah hampir rampung saat proses pengambilan data memungkinkan akan berpengaruh terhadap keanekaragaman burung yang ada di Pulau Sangiang ketika resort itu selesai dibuat. Oleh karena itu disarankan adanya pengamatan lanjutan yang mencakup juga titik pengamatan di daerah resort, untuk memperoleh data lanjutan yang lebih akurat. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Tim OWA VI Divisi Ornitologi yang sudah bekerjasama, bekerja keras dalam pengambilan data hingga identifikasi, BBKSDA seksi konservasi wilayah I Banten atas izin dan seluruh bantuan dan kerjasama dalam melaksanakan penelitian. DAFTAR PUSTAKA Bibby, C., Jones, M. & Marsden, S. (2000). Teknik Ekspedisi Lapangan: Survey Burung. Bogor: SKMG Mardi Yuana. BBKSDA. (2016). Informasi Kawasan Konservasi lingkup BBKSDA Jabar, Jawa Barat. Dewi, R. S., Mulyani, Y. & Santoso, S. Konservasi, B. (2007). Keanekaragaman jenis burung di beberapa tipe habitat Taman Nasional Gunung Ciremai. Media Konservasi, 12(3), 140 144. Djarwaningsih, T. (2017). Keanekaragaman Jenis Euphorbiaceae (Jarak-Jarakan) Endemik Di Sumatra, 2(2), 89-94. Howes, J., Bakewell, D. & Noor YR. (2003). Panduan Studi Burung Pantai. Bogor : Wetlands International-Indonesia Programme. Krebs, C. J. (1978). Ecological Methodology, New York: Harper dan Row Publisher. MacKinnon, J., Phillips, K. & Balen, V. B. (2010). Seri Panduan Lapangan Burung- Burung di Sumatera, Jawa, Bali, dan Kalimantan. Bogor: LIPI. Odum, P. E. (1971). Dasar-Dasar Ekologi. Terjemahan Ir. Thahjono Samingan, M.Sc. Cet. 2, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Qiptiyah, M. & Broto, B. W. (2013). ( Bird s Diversity in Mangrove Area of Rawa Aopa Watumohai National Park ). Jurnal Penelitian Kehutanan Wallaceae, 2(1),, 41 50. Rahman, D A., Ramadhan, E. P. & Santosa, Y. (). Studi Keanekaragaman Mamalia Pada Beberapa Tipe Habitat di Stasiun Penelitian Pondok Ambung Taman Nasional Tanjung Puting Kalimantan Tengah. Media Konservasi. 13(3), 1-7 Rusmendro, H. (2009). Perbandingan Keanekaragaman Burung pada Pagi dan Sore Hari di Empat Tipe Habitat di Wilayah Pangandaran, Jawa Barat. VIS VITALIS, 2(1) Setiadi, D. (2005). Keanekaragaman Spesies Tingkat Pohon di Taman Wisata Alam Fikriyanti, et al. 164

Ruteng, Nusa Tenggara Timur. Biodiversitas, 6, 118 122. Simanjuntak, E. J., Nurdjali, B. & Siahaan, S. Keanekaragaman Jenis Burung Diurnal di Perkebunan Kelapa Sawit Ptpn Xiii (Persero) Desa Amboyo Inti Kecamatan Ngabang Kabupaten Landak (n.d.). 317 326. Tamnge, F., Mulyani, Y. A., N. & Mardiastuti, A. (2016). Efek Tepi Pada Komunitas Burung Antara Tegakan Agathis Dan Puspa Hutan Pendidikan Gunung Walat, Jawa Barat (Edge Effect on Bird Communities in Agathis and Schima Stand Gunung Walat University Forest, West Java ), 21(1), 83 90. Welty, J. C. & Baptista, L. (1988). The Life of Birds, 4th ed. Saunders, New York Wiens, J. A. (1992). The Ecology of Bird Community. Volume I. foundation and patterns. Cambridge: Cambridge University Press. Jurnal Biodjati, 3(2), November 2018 165