VI. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA SECARA SPASIAL DAN SEKTORAL

dokumen-dokumen yang mirip
4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

DINAMIKA PDB SEKTOR PERTANIAN DAN PENDAPATAN PETANI

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2011

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO)

TABEL 1 LAJU PERTUMBUHAN PDRB MENURUT LAPANGAN USAHA (Persentase) Triw I 2011 Triw II Semester I 2011 LAPANGAN USAHA

Sektor * 2010** 3,26 3,45 3,79 2,82 2,72 3,36 3,47 4,83 3,98 2,86 2. Pertambangan dan Penggalian

BAB 1 PENDAHULUAN. sumber daya alam tidak diragukan lagi Indonesia memiliki kekayaan alam yang

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN IV TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Hubungan keduanya dijelaskan dalam Hukum Okun yang menunjukkan

BADAN PUSAT STATISTIK

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK)

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2008

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2013

DAFTAR ISI BUKU III RPJMN TAHUN PEMBANGUNAN BERDIMENSI KEWILAYAHAN : MEMPERKUAT SINERGI ANTARA PUSAT-DAERAH DAN ANTARDAERAH

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2015

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Antar Kerja Antar Daerah (AKAD)

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TAHUN 2016

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN TENGAH. 07 November 2016

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro)

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2014

Visi, Misi Dan Strategi KALTIM BANGKIT

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN I TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro)

Info Singkat Kemiskinan dan Penanggulangan Kemiskinan

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

PERTUMBUHAN EKONOMI RIAU TAHUN 2015

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

INDEKS TENDENSI KONSUMEN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah (regional development) pada dasarnya adalah

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU 2014

INDONESIA Percentage below / above median

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 TUMBUH 5,21 PERSEN MENGUAT DIBANDINGKAN TRIWULAN II-2015

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2017

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK BANTEN SEPTEMBER 2016 MENURUN

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Assalamu alaikum Wr. Wb.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

POTRET KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH SEMESTER I

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014

BAB I PENDAHULUAN. bentuk kenaikan pendapatan nasional. Cara mengukur pertumbuhan ekonomi

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

ANALISIS PERKEMBANGAN INDUSTRI MIKRO DAN KECIL DI INDONESIA

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN

Kata Pengantar KATA PENGANTAR Nesparnas 2014 (Buku 2)

DATA SOSIAL EKONOMI STRATEGIS. April 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TAHUN 2014

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI BENGKULU TRIWULAN I TAHUN 2016 SEBESAR 100,57

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA

TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN

INDIKATOR MAKRO EKONOMI KABUPATEN TEGAL

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas

SOLUSI MASALAH IBU KOTA JAKARTA. Sebuah Pemikiran Alternativ dari Perspektif Demografi Sosial

AKSES PELAYANAN KESEHATAN. Website:

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN III-2017

Pendapatan Regional / Product Domestic Regional Bruto

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

Transkripsi:

236 VI. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA SECARA SPASIAL DAN SEKTORAL 6.1. Distribusi Spasial Produk Domestik Bruto dan Tingkat Ketimpangan Antar Wilayah 6.1.1. Distribusi Spasial Produk Domestik Bruto Kesenjangan ekonomi adalah salah satu ciri yang juga merupakan permasalahan klasik bagi bangsa Indonesia. Indikator kesenjangan tersebut dapat dilihat mulai dari ketimpangan kontribusi output sektor ekonomi dan output total yang dilihat dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) provinsi-provinsi di Indonesia. Beberapa provinsi memiliki kontribusi output total yang relatif besar terhadap perekonomian nasional, sementara provinsi lainnya memiliki kontribusi yang relatif kecil. Demikian halnya dengan pertumbuhan ekonomi, provinsi tertentu memiliki pertumbuhan output total dan sektoral yang relatif cepat sementara provinsi lainnya memiliki laju pertumbuhan yang relatif lambat. Fenomena ketimpangan tersebut sudah terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama di Indonesia. Ketimpangan yang terjadi tentu saja membawa implikasi terhadap keragaan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Ketimpangan tersebut juga akan mempengaruhi daya tarik investasi dan penyerapan tenaga kerja. Percepatan pembangunan di provinsi yang mempunyai pertumbuhan relatif lebih lambat sangat diperlukan sehingga tidak terjadi perbedaan keragaan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat yang semakin mendalam antar provinsi di Indonesia. Data pada Tabel 24 menggambarkan kondisi di atas. Kawasan Barat Indonesia (KBI) yang didominasi oleh sebagian besar provinsi di pulau Jawa sangat dominan dalam menyumbang PDB nasional. Sedangkan provinsi lainnya yang

237 Tabel 24. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi-Provinsi di Indonesia Berdasarkan Harga Konstan 2000, Tahun 2002-2008 (Milyar rupiah) No Provinsi 2002 2003 2004 2005 2006 2007* 2008** 1 N A D 39 961 44 677 40 374 36 288 36,854 35 983 34 085 2 Sumut 75 139 78 806 83 329 87 898 93,347 99 792 106 172 3 Sumbar 24 840 26 147 27 578 29 159 30,950 32 913 35 007 4 Riau 98 656 99 854 103 726 109 669 115,812 120 927 128 106 5 Jambi 10 709 11 343 11 954 12 620 13,364 14 275 15 297 6 Semsel 43 592 45 247 47 344 49 634 52,215 55 262 58 080 7 Kep. Babel 6 409 8 148 8 415 8 707 9,054 9 465 9 885 8 Bengkulu 5 310 5 595 5 896 6 239 6,611 7 009 7 354 9 Lampung 25 452 26 898 28 262 29 397 30,861 32 695 34 415 Sumatera 330 068 346 715 356 879 369 612 389,067 408 321 428 401 10 DKI Jakarta 250 348 263 624 278 525 295 271 312 827 332 971 353 539 11 Jawa Barat 211 392 219 525 230 004 242 884 257 499 274 180 290 171 12 Banten 49 246 51 957 54 880 58 107 61 342 65 047 68 831 13 Jawa Tengah 123 039 129 166 135 790 143 051 150 683 159 110 167 790 14 DI Yogya 14 689 15 360 16 146 16 911 17 536 18 292 19 209 15 Jawa Timur 218 452 228 884 242 229 256 375 271 249 287 814 304 799 Jawa 867 166 908 518 957 574 1 012 598 1 071 136 1 137 414 1 204 339 16 Bali 18 424 19 081 19 963 21 072 22 185 23 497 24 901 Jawa & Bali 885 590 927 599 977 537 1 033 671 1 093 320 1 160 911 1 229 240 17 Kabar 20 742 21 455 22 483 23 538 24 768 26 261 27 684 18 Kalteng 11 905 12 555 13 253 14 035 14 854 15 755 16 726 19 Kal Selatan 18 482 21 109 22 171 23 293 24 452 25922 27 538 20 Kaltim 87 850 89 484 91 050 93 938 96 613 97 803 103 168 Kalimantan 138 979 144 603 148 958 154 804 160 687 165 741 175 116 21 Sulut 11 322 11 653 12 150 12 745 13 532 14 407 15 428 22 Gorontalo 1 654 1 769 1 892 2 028 2 176 2 339 2 521 23 Sulteng 9 600 10 197 10 925 11 752 12 672 13 684 14 770 24 Sulsel 33 659 35 384 37 268 39 529 42 189 44 900 48 423 25 Sul Tenggara 6 468 6 958 7 480 8 027 8 643 9 332 10 011 Sulawesi 6.2 704 65 961 69 714 74 080 79 212 84 662 91 153 26 N T B 13 511 14 073 14 928 15 184 15 602 16 365 16 800 27 N T T 8 622 9 054 9 537 9 867 10 369 10 902 11 426 28 Maluku 2 848 2 970 3 102 3 259 3 440 3 633 3 787 29 Maluku Utara 1 958 2 033 2 128 2 237 2 359 2 501 2 651 30 Papua 25 241 25 647 21 252 27 517 23 938 25110 25 284 Lainnya 52 180 53 777 50 948 58 064 55 708 58 513 59 948 Kaw Barat 1 215 708 1 274 314 1 334 416 1 403 282 1 482 388 1 569 103 1 657 641 Kaw Timur 253 862 264 341 269 620 286 947 295 607 308 916 326 217 Jml 30 Prov. 1 469 570 1 538 655 1 604 036 1 690 229 1 777 994 1 878 113 1 983 858 INDONESIA 1 506 124 1 577 171 1 656 517 1 750 815 1 847 293 1 963 092 2 082 104 Sumber: BPS, 2005 dan 2009a. Keterangan: * : Angka sementara **: Angka sangat sementara

238 terletak di Kawasan Timur Indonesia (KTI) memberikan kontribusi yang relatif lebih kecil terhadap PDB. Selama tahun 2002-2008, DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah merupakan empat provinsi penyumbang terbesar PDB nasional. Demikian pula sebaliknya dengan yang terjadi pada provinsi-provinsi di KTI. Hal ini mengindikasikan bahwa kemampuan sumberdaya ekonomi serta konsentrasi kegiatan ekonomi masih terpusat di empat provinsi tersebut. Kondisi seperti ini tentu saja memberikan daya tarik tenaga kerja untuk datang ke daerah yang perekonomiannya lebih maju. Pertumbuhan migrasi tenaga kerja yang tidak diikuti dengan pertumbuhan investasi, terutama yang padat karya akan menimbulkan masalah bagi perekonomian KBI khususnya Pulau Jawa. Tabel 25. menunjukkan distribusi persentase PDRB provinsi-provinsi di Indonesia atas dasar harga konstan tahun 2002-2008. Dari tabel tersebut terlihat bahwa kontribusi PDRB provinsi-provinsi di KBI dengan provinsi-provinsi di KTI relatif konstan. Rata-rata kontribusi provinsi-provinsi di KBI tahun 2002 hingga 2008 sebesar 83.18 persen, sedangkan di KTI hanya sebesar 16.82 persen. Provinsi dengan rata-rata kontribusi PDRB terbesar adalah DKI Jakarta dengan proporsi sebesar 17.45 persen, diikuti oleh Jawa Timur dengan kontribusi sebesar 15.14 persen. Sedangkan provinsi dengan rata-rata kontribusi PDRB terendah adalah Gorontalo dengan proporsi hanya sebesar 0.12 persen diikuti dengan Maluku Utara dengan proporsi sebesar 0.13 persen. Hal tersebut diatas menunjukkan bahwa proponsi-provinsi di KTI kurang memberikan peranan terhadap pendapatan nasional.

Tabel 25. Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto Provinsi- Provinsi di Indonesia Berdasarkan Harga Konstan, Tahun 2002-2008 (%) No PROVINSI 2002 2003 2004 2005 2006 2007* 2008** Rataan 1 N A Darussalam 2.72 2.90 2.52 2.15 2.07 1.92 1.72 2.29 2 Sumatera Utara 5.11 5.12 5.19 5.20 5.25 5.31 5.35 5.22 3 Sumatera Barat 1.69 1.70 1.72 1.73 1.74 1.75 1.76 1.73 4 Riau 6.71 6.49 6.47 6.49 6.51 6.44 6.46 6.51 5 Jambi 0.73 0.74 0.75 0.75 0.75 0.76 0.77 0.75 6 Sematera Selatan 2.97 2.94 2.95 2.94 2.94 2.94 2.93 2.94 7 Kep. Babel 0.44 0.53 0.52 0.52 0.51 0.50 0.50 0.50 8 Bengkulu 0.36 0.36 0.37 0.37 0.37 0.37 0.37 0.37 9 Lampung 1.73 1.75 1.76 1.74 1.74 1.74 1.73 1.74 Sumatera 22.46 22.53 22.25 21.87 21.88 21.75 21.59 22.05 10 DKI Jakarta 17.04 17.13 17.36 17.47 17.59 17.73 17.82 17.45 11 Jawa Barat 14.38 14.27 14.34 14.37 14.48 14.60 14.63 14.44 12 Banten 3.35 3.38 3.42 3.44 3.45 3.46 3.47 3.42 13 Jawa Tengah 8.37 8.39 8.47 8.46 8.47 8.47 8.46 8.44 14 DI Yogyakarta 1.00 1.00 1.01 1.00 0.99 0.97 0.97 0.99 15 Jawa Timur 14.87 14.88 15.10 15.17 15.26 15.33 15.36 15.14 16 Bali 1.25 1.24 1.24 1.25 1.25 1.25 1.26 1.25 Jawa & Bali 60.26 60.29 60.94 61.16 61.49 61.81 61.96 61.13 17 Kalimantan Barat 1.41 1.39 1.40 1.39 1.39 1.40 1.40 1.40 18 Kalimantan Tengah 0.81 0.82 0.83 0.83 0.84 0.84 0.84 0.83 19 Kalimantan Selatan 1.26 1.37 1.38 1.38 1.38 1.38 1.39 1.36 20 Kalimantan Timur 5.98 5.82 5.68 5.56 5.43 5.21 5.20 5.55 Kalimantan 9.46 9.40 9.29 9.16 9.04 8.83 8.83 9.14 21 Sulawesi Utara 0.77 0.76 0.76 0.75 0.76 0.77 0.78 0.76 22 Gorontalo 0.11 0.11 0.12 0.12 0.12 0.12 0.13 0.12 23 Sulawesi Tengah 0.65 0.66 0.68 0.70 0.71 0.73 0.74 0.70 24 Sulawesi Selatan 2.29 2.30 2.32 2.34 2.37 2.39 2.44 2.35 25 Sulawesi Tenggara 0.44 0.45 0.47 0.47 0.49 0.50 0.50 0.47 Sulawesi 4.27 4.29 4.35 4.38 4.46 4.51 4.59 4.41 26 NTB 0.92 0.91 0.93 0.90 0.88 0.87 0.85 0.89 27 NTT 0.59 0.59 0.59 0.58 0.58 0.58 0.58 0.58 28 Maluku 0.19 0.19 0.19 0.19 0.19 0.19 0.19 0.19 29 Maluku Utara 0.13 0.13 0.13 0.13 0.13 0.13 0.13 0.13 30 Papua 1.72 1.67 1.32 1.63 1.35 1.34 1.27 1.47 Lainnya 3.55 3.50 3.18 3.44 3.13 3.12 3.02 3.28 Kawasan Barat 82.73 82.82 83.19 83.02 83.37 83.55 83.56 83.18 Kawasan Timur 17.27 17.18 16.81 16.98 16.63 16.45 16.44 16.82 Total 100 100 100 100 100 100 100 100 Sumber: BPS, 2005 dan 2009a. 239

240 Daerah-daerah yang memiliki kontribusi perekonomian relatif kecil akan menjadi rendah daya saingnya dan iklim investasi menjadi tidak kondusif. Padahal kegiatan investasi di suatu daerah akan meningkatkan nilai tambah di daerah tersebut. Hal ini karena balas jasa terhadap faktor-faktor produksi, misalnya dalam bentuk sewa tanah, upah, bunga dan keuntungan akan meningkat karena adanya aktivitas penanaman modal. Selain itu, investasi akan membuka peluang kerja bagi penduduk di daerah sekitar penanaman modal. Secara langsung dan tidak langsung juga akan memberikan dampak multiplier terhadap pendapatan penduduk sekitar dan pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan daerah tersebut. Investasi juga akan membangun potensi-potensi baru di sektor industri. Jika melihat pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), seperti yang ditampilkan pada Tabel 26, selama tahun 2002 hingga 2008, terdapat perbedaan yang cukup jauh antara provinsi-provinsi di KBI dengan provinsiprovinsi di KTI. Selama 2002 hingga 2008, rata-rata PDRB provinsi-provinsi di KBI adalah sebesar 5.22 persen, sedangkan rata-rata pertumbuhan PDRB provinsiprovinsi di KTI hanya sebesar 4.16 persen. Pertumbuhan PDRB tertinggi periode 2002-2008 terjadi pada salah satu provinsi di KBI yaitu Provinsi Kep. Bangka Belitung, dimana rata-rata pertumbuhan yang terjadi sebesar 7.41 persen. Sedangkan yang terendah terjadi di salah satu provinsi di KTI, yaitu Provinsi Papua, sebesar 1.68 persen. Rendahnya pertumbuhan PRDB Provinsi Papua dipengaruhi oleh penurunan yang terjadi di tahun 2004 dan tahun 2006. Disamping itu, khusus untuk Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, akibat bencana gempa bumi yang menimbulkan tsunami telah menyebabkan penurunan PDRB yang sangat tajam pada tahun 2004 dan 2005 serta 2007 dan 2008.

Tabel 26. Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Provinsi-Provinsi di Indonesia, Tahun 2002-2008 (%) No Provinsi 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Rataan 1 N A Darussalam 22.71 11.8-9.63-10.12 1.56-2.36-5.27 1.24 2 Sumatera Utara 4.49 4.88 5.74 5.48 6.2 6.90 6.39 5.73 3 Sumatera Barat 4.69 5.26 5.47 5.73 6.14 6.34 6.36 5.71 4 Riau 3.37 1.21 3.88 5.73 5.6 4.42 5.94 4.31 5 Jambi 4.93 5.93 5.38 5.57 5.89 6.82 7.16 5.95 6 Sumsel 3.67 3.8 4.63 4.84 5.20 5.84 5.10 4.73 7 Kep. Babel 5.01 27.12 3.28 3.47 3.98 4.54 4.44 7.41 8 Bengkulu 4.73 5.37 5.38 5.82 5.95 6.03 4.93 5.46 9 Lampung 5.49 5.68 5.07 4.02 4.98 5.94 5.26 5.21 Sumatera 6.06 5.04 2.93 3.57 5.26 4.95 4.92 4.68 10 DKI Jakarta 4.89 5.3 5.65 6.01 5.95 6.44 6.18 5.77 11 Jawa Barat 3.94 3.85 4.77 5.60 6.02 6.48 5.83 5.21 12 Banten 4.87 5.51 5.63 5.88 5.57 6.04 5.82 5.62 13 Jawa Tengah 3.55 4.98 5.13 5.35 5.33 5.59 5.46 5.06 14 DI Yogyakarta 4.50 4.57 5.12 4.73 3.70 4.31 5.02 4.56 15 Jawa Timur 3.80 4.78 5.83 5.84 5.80 6.11 5.90 5.44 Jawa 4.19 4.77 5.4 5.75 5.78 6.19 5.88 5.42 16 Bali 3.04 3.57 4.62 5.56 5.28 5.92 5.97 4.85 Jawa & Bali 4.16 4.74 5.38 5.74 5.77 6.18 5.89 5.41 17 Kalbar 4.55 3.44 4.79 4.69 5.23 6.02 5.42 4.88 18 Kalteng 5.30 5.47 5.56 5.90 5.84 6.06 6.16 5.76 19 Kalsel 3.48 14.21 5.03 5.06 4.98 6.01 6.23 6.43 20 Kaltim 1.74 1.86 1.75 3.17 2.85 1.23 5.49 2.58 Kalimantan 2.68 4.05 3.01 3.92 3.8 3.14 5.66 3.75 21 Sulawesi Utara 2.96 2.92 4.26 4.90 6.18 6.47 7.56 5.04 22 Gorontalo 6.42 6.97 6.93 7.19 7.30 7.51 7.76 7.15 23 Sulteng 5.62 6.21 7.15 7.57 7.82 7.99 7.94 7.19 24 Sulsel 4.10 5.13 5.32 6.07 6.73 6.43 7.85 5.95 25 Sultra 6.66 7.57 7.51 7.31 7.68 7.96 7.27 7.42 Sulawesi 4.44 5.19 5.69 6.26 6.93 6.88 7.75 6.16 26 N T Barat 3.34 4.16 6.07 1.71 2.76 4.91 2.63 3.65 27 N T Timur 4.88 5.00 5.34 3.46 5.08 5.15 4.81 4.82 28 Maluku 2.87 4.31 4.43 5.07 5.55 5.62 4.23 4.58 29 Maluku Utara 2.44 3.82 4.71 5.10 5.48 6.01 5.98 4.79 30 Papua 5.22 1.61-17.14 29.48-13.01 4.90 0.69 1.68 Lainnya 4.43 3.06-5.26 13.97-4.06 5.06 2.4 2.80 KBI 4.68 4.82 4.72 5.16 5.64 5.85 5.64 5.22 KTI 3.47 4.13 2.00 6.43 3.02 4.50 5.60 4.16 INDONESIA 4.38 4.72 5.03 5.69 5.51 6.32 6.06 5.39 Sumber: BPS, 2009a. 241

242 Apabila dibandingkan pertumbuhan PDRB antar pulau, maka tampak bahwa provinsi-provinsi yang terdapat di Pulau Sulawesi memiliki pertumbuhan PDRB yang lebih tinggi, yaitu 6.16 persen. Sementara Jawa secara keseluruhan memiliki rata-rata pertumbuhan sebesar 5.42 persen dan pertumbuhan PDRB Jawa+Bali ratarata 5.41 persen. Pemaparan pada Tabel 26 tersebut sekali lagi membuktikan terdapat ketimpangan atau kesenjangan pendapatan antata provinsi-provinsi yang terletak di KBI dan provinsi-provinsi yang terletak di KTI. Kontribusi PDRB provinsi-provinsi di KTI terhadap PDB nasional yang relatif konstan selama tahun 2002-2008 menunjukkan percepatan pembangunan di provinsi yang tertinggal belum memberikan hasil yang nyata. Masih diperlukan upaya yang serius dari pemerintah dan dunia usaha untuk melakukan percepatan pembangunan di provinsi-provinsi luar Pulau Jawa tersebut. 6.1.2. Tingkat Ketimpangan Antar Wilayah di Indonesia Kondisi perekonomian penduduk Indonesia di masing-masing provinsi dapat juga dilihat dari pendapatan perkapita tingkat provinsi di Indonesia yang ditunjukkan pada Tabel 27. Dalam tabel tersebut terlihat bahwa terdapat enam provinsi yang memiliki rata-rata pendapatan per kapita tinggi (di atas rata-rata pendapatan per kapita Indonesia), sedangkan beberapa provinsi lainya (24 provinsi) memiliki rata-rata pendapatan per kapita yang rendah (dibawah rata-rata pendapatan per kapita Indonesia). Jadi berdasarkan data pada Tabel 27, dalam delapan tahun terakhir (2000-2007) pendapatan perkapita yang tertinggi adalah di Provinsi Kalimantan Timur (Rp.33 195 000), kemudian di Provinsi DKI Jakarta (Rp.33 041 000) dan yang terendah di Provinsi Gorontalo (Rp.2 176 000). Tingkat pendapatn perkapita terendah ini lebih dari 13 kali pendapatan yang tertinggi,

sehingga hal ini turut menjadi penyebab kenapa tingkat disparitas wilayah itu tidak begitu berubah. 243 Tabel 27. Pendapatan Perkapita Provinsi-Provinsi di Indonesia, Tahun 2004-2007 (Ribu Rupiah) No PROVINSI TAHUN Rataan 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2005 2007 1 NAD 8 172 9 889 10 537 9 874 9 001 9 049 8 532 7 938 9 124 2 Sumatera Utara 6 098 6 296 6 609 6 873 7 060 7 383 7 775 8 141 7 030 3 Sumatera Barat 5 553 5 780 5 841 6 081 6 386 6 682 7 006 7 350 6 335 4 Riau 18 493 18 328 19 714 20 279 20 573 18 984 18 708 21 516 19 574 5 Jambi 4 165 4 294 4 392 4 553 4 788 4 980 5 206 5 486 4 733 6 Sematera Selatan 5 955 6 033 6 938 7 143 7 318 7 557 7 872 8 155 7 121 7 Bengkulu 3 150 3 206 3 668 3 806 3 945 4 130 4 335 4 479 3 840 8 Lampung 3 543 3 695 3 863 4 001 4 131 4 279 4 485 4 656 4 082 9 Kep. Babel 6 719 6 992 8 247 8 219 8 345 8 424 8 553 8 806 8 038 10 DKI Jakarta 28 508 29 866 30 511 31 832 33 325 34 901 36 733 38 654 33 041 11 Jawa Barat 5 582 5 689 5 756 5 957 6 233 6 495 6 794 7 091 6 200 12 Jawa Tengah 3 771 3 871 4 014 4 173 4 473 4 683 4 914 5 143 4 380 13 DI Yogyakarta 4 473 4 644 4 783 5 509 5 058 5 175 5 326 5 538 5 063 14 Jawa Timur 6 014 6 202 6 311 6 640 7 064 7 413 7 801 8 217 6 957 15 Banten 5 621 5 714 5 773 6 012 6 436 6 650 6 903 7 168 6 285 16 Bali 5 605 5 703 5 674 5 876 6 228 6 465 6 752 7 082 6 173 17 Kalimantan Barat 4 831 4 941 5 406 5 574 5 809 6 014 6 285 6 515 5 671 18 Kalteng 5 919 6 055 6 832 7 085 7 329 7 665 7 767 8 130 7 098 19 Kalsel 5 903 6 024 6 622 6 871 7 097 7 308 7 632 7 990 6 931 20 Kalimantan Timur 34 267 33 925 32 898 32 922 32 975 32 902 32 334 33 337 33 195 21 Sulawesi Utara 5 426 5 517 5 457 5 628 5 987 6 263 6 588 6 988 5 982 22 Sulawesi Tengah 4 075 4 198 4 592 4 850 5 121 5 394 5 711 6 057 4 999 23 Sulawesi Selatan 3 959 4 063 4 288 4 453 4 027 4 893 5 151 5 708 4 568 24 Sultra 3 231 3 343 3 686 3 890 4 089 4 318 4 593 4 824 3 997 25 Gorontalo 1 836 1 924 1 999 2 108 2 199 2 311 2 436 2 593 2 176 26 NTB 3 205 3 254 3 497 3 656 3 629 3 665 3 813 3 850 3 571 27 NTT 2 117 2 185 2 212 2 295 2 316 2 381 2 451 2 520 2 309 28 Maluku 2 378 2 444 2 427 2 494 2 604 2 707 2 791 2 867 2 589 29 Maluku Utara 2 598 2 650 2 369 2 438 2 530 2 567 2 649 2 762 2 570 30 Papua 10 503 10 712 9 758 8 212 10 048 8 993 9 502 8 962 9 586 KBI 6 830 7 051 7 256 7 518 7 887 8 220 8 574 8 985 7 790 KTI 6 314 6 411 6 665 6 679 7 001 7 059 7 245 7 612 6 873 INDONESIA 6 923 7 136 7 385 7 656 7 999 8 314 8 314 8 681 7 801 Sumber: BPS, 2005 dan 2009a. Seperti yang telah disebutkan dalam bagian pendahuluan, bahwa dalam periode tahun 2001-2005, nilai investasi baik PMDN maupun PMA mengalami peningkatan. Adapun besaran peningkatan tersebut rata-rata 37.69 persen per

244 tahun untuk PMDN dan 21.07 persen per tahun untuk PMA. Dipandang dari segi pertumbuhan, maka investasi PMDN lebih tinggi dari PMA, namun dari segi nominal PMA jauh lebih besar dari PMDN. Ini menunjukkan bahwa kondisi Indonesia dengan segala kekurangannya dalam masalah aturan investasi, namun masih sangat menarik dan menguntungkan untuk menanam modal. Selanjutnya secara sektoral, dalam kurun waktu tersebut sasaran investasi tampaknya bias ke sektor industri. Sektor tersebut rata-rata menyerap 65.51 persen dari total PMDN dan 49.52 persen dari total PMA. Kecenderungan yang sama terjadi untuk kegiatan investasi oleh pemerintah. Disamping sektor industri, maka yang tergabung dalam sektor lainnya menjadi sasaran kedua. Sementara sektor pertanian kurang diminati oleh investor PMDN maupun PMA. Dengan demikian, alokasi investasi yang bias ke sektor industri juga menyebabkan alokasi investasi yang bias ke wilayah Jawa atau KBI yang pada akhirnya memperparah ketimpangan ekonomi antar wilayah. Dalam periode yang sama, dari total investasi PMDN, rata-rata alokasi investasi tersebut per tahun ke wilayah Jawa adalah sekitar 64.3 persen; sementara untuk investasi PMA sekitar 78.8 persen. Tidak dapat dipungkiri, bahwa wilayah investasi yang masih didominasi oleh Pulau Jawa selain merupakan wilayah industri juga dukungan fasilitas infrastruktur yang lebih memadai. Bila ditinjau dari ketimpangan ekonomi antara wilayah dalam kurun waktu 2000-2008, tampak bahwa kondisinya masih bertahan pada disparitas yang cukup tinggi yang dapat dilihat di Gambar 17. Di tahun 2000 kondisi ketimpangan ekonomi Indonesia cukup baik karena koefisiennya relatif kecil (0.84). Namun pada tahun berikutnya tingkat disparitas tersebut meningkat cukup tajam. Setelah tahun 2001 tingkat ketimpangan ekonomi semakin melandai yang menunjukkan

beberapa perbaikan. Tahun 2005 dan 2007 kondisi ekonomi Indonesia semakin timpang kembali yang ditunjukkan dengan peningkatan pada koefisien variasinya. 245 CVw Gambar 17. Tingkat Disparitas Ekonomi Antar Wilayah di Indonesia Berdasarkan Coefficient of Variation, Tahun 2000-2008 Sumber: BPS, 2005 dan 2009a (diolah). Tahun Gambaran kesenjangan antar wilayah ini menunjukkan kondisi yang masih timpang, sehingga akan tetap menjadi isu yang strategis dan menonjol dalam pembangunan wilayah beberapa tahun ke depan. Walaupun laju pertumbuhan ekonomi nasional pada periode 2002-2008 cukup signifikan, yaitu 4.38 persen di tahun 2002 meningkat menjadi 6.52 persen di tahun 2008, kesenjangan antar wilayah masih terlihat dari intensitas kegiatan ekonomi yang masih terpusat di Jawa dan Bali. Hal ini diperkuat oleh data bahwa kontribusi provinsi-provinsi di Jawa dan Bali terhadap total perekonomian nasional yang rata-rata mencapai 61.13 persen. Sedangkan provinsi-provinsi di Kawasan Timur Indonesia keseluruhan hanya berperan sebesar 16.82 persen terhadap perekonomian nasional. Kesenjangan ini juga menunjukkan lemahnya daya saing ekonomi daerah yang sekaligus mencerminkan daya saing perekonomian nasional.

246 6.2. Distribusi Sektoral Perekonomian Wilayah dan Nasional 6.2.1. Distribusi Sektoral Perekonomian Nasional Pada bagian ini akan dijelaskan pertumbuhan output masing-masing sektor secara nasional. Pada Tabel 28 menunjukkan nilai PDRB pada masing-masing sektor usaha yang menunjukkan perkembangan kinerja ekonomi Indonesia dari sisi penawaran. Dari tabel terlihat bahwa pada periode tahun 2002-2008, sektor industri pengolahan menempati urutan teratas dalam menyumbang PDB nasional, diikuti sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor pertanian. Sementara itu sektor pengangkutan dan komunikasi menempati urutan terakhir. Namun demikian, apabila ditinjau dari pertumbuhan masing-masing sektor tampak bahwa pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor-sektor nontradable, seperti sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor bangunan dan sektor listrik, gas dan air bersih. Sektor pengangkutan dan komunikasi selama periode 2002-2008 tumbuh sebesar 13,10 persen. Tingginya pertumbuhan sektor ini lebih banyak disumbang oleh meningkatnya pertumbuhan subsektor komunikasi yang mencapai rata-rata 25,21 persen sebagai dampak dari maraknya penggunaan telepon seluler. Sedangkan subsektor pengangkutan mengalami perlambatan pertumbuhan terutama pada subsektor angkutan laut dan udara akibat terjadinya beberapa kecelakaan kapal laut dan pesawat udara. Peranan sektor pengangkutan dan komunikasi dalam PDB nasional sebesar 6.37 persen. Pada periode yang sama, sektor industri pengolahan mengalami pertumbuhan sebesar 4.93 persen. Rendahnya pertumbuhan ini mulai tampak sejak tahun 2005 yang terus menurun sampai tahun 2007. Penurunan ini diduga

Tabel 28. Produk Domestik Bruto Indonesia Berdasarkan Harga Konstan Tahun 2000 Menurut Sub Sektor Ekonomi, Tahun 2002-2008 No Lapangan Usaha 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 1 Pertanian 15.47 15.24 14.98 14.54 14.21 13.83 13.66 - Tanaman bahan makanan 7.70 7.56 7.40 7.19 7.01 6.82 6.81 - Tanaman perkebunan 2.43 2.45 2.39 2.31 2.24 2.20 2.15 - Peternakan dan hasil-hasilnya 1.95 1.94 1.91 1.86 1.81 1.74 1.71 - Kehutanan 1.19 1.09 1.05 0.97 0.90 0.84 0.79 247 (%) 2 - Perikanan 2.20 2.20 2.24 2.21 2.24 2.22 2.20 Pertambangan dan Penggalian 11.28 10.63 9.66 9.30 9.10 8.73 8.28 - Minyak dan gas bumi(migas) 7.18 6.54 5.95 5.51 5.19 4.83 4.57 - Pertambangan tanpa migas 3.26 3.23 2.83 2.89 2.99 2.97 2.76 3 - Penggalian 0.85 0.86 0.88 0.89 0.92 0.94 0.95 Industri Pengolahan 27.85 28.01 28.36 28.10 27.83 27.41 26.79 - Industri migas 3.46 3.34 3.11 2.79 2.59 2.44 2.29 4 5 6 - Industri tanpa migas 24.38 24.67 25.25 25.34 25.24 24.97 24.50 Listrik, Gas,dan Air Bersih 0.66 0.66 0.66 0.66 0.66 0.69 0.72 Bangunan 5.61 5.68 5.81 5.91 6.08 6.21 6.28 Perdagangan,Hotel,dan Restoran 16.16 16.26 16.36 16.83 16.92 17.26 17.45 - Perdagangan besar dan eceran 13.26 13.36 13.41 13.86 13.96 14.29 14.48 - Hotel 0.67 0.68 0.70 0.71 0.70 0.70 0.68 7 - Restoran 2.23 2.23 2.25 2.26 2.26 2.28 2.29 Pengangkutan dan Komunikasi 5.06 5.42 5.85 6.26 6.76 7.25 7.98 - Pengangkutan 3.48 3.64 3.77 3.80 3.83 3.71 3.59 - Komunikasi 1.58 1.78 2.08 2.46 2.92 3.54 4.39 8 Keuangan,Persewaan,dan Jasa Perusahaan 8.69 8.90 9.13 9.26 9.21 9.36 9.55 - Bank 4.04 4.08 4.12 4.09 3.92 3.99 4.04 - Lembaga keuangan bukan Bank 0.66 0.70 0.73 0.75 0.76 0.77 0.79 - Jasa penunjang keuangan 0.06 0.06 0.06 0.06 0.07 0.07 0.07 - Sewa bangunan 2.48 2.57 2.66 2.74 2.80 2.84 2.92 9 - Jasa perusahaan 1.45 1.49 1.55 1.62 1.66 1.69 1.73 Jasa-Jasa 9.23 9.20 9.18 9.14 9.24 9.27 9.30 - Pemerintahan umum 4.68 4.51 4.37 4.21 4.15 4.11 4.05 - Swasta 4.55 4.69 4.82 4.93 5.09 5.15 5.25 Total 100 100 100 100 100 100 100 Sumber: Sumber: BPS, 2006b dan 2009b (diolah).

248 dipengaruhi oleh krisis global yang menyebabkan turunnya permintaan produkproduk domestik, terutama industri makanan, minuman dan tembakau, kertas dan barang cetakan, semen dan barang galian bukan logam, serta logam dasar besi dan baja. Sektor industri pengolahan memberikan peranan tertinggi terhadap Produk Domestik Bruto, yakni rata-rata sebesar 27.69 persen, yang berasal dari peranan subsektor industri bukan migas sebesar 24.50 persen dan selebihnya dari subsektor industri migas. Sektor pertanian juga menunjukkan pertumbuhan yang meningkat dalam periode 2002-2008, yaitu 3.45 persen, seperti tampak pada Tabel 29. Peningkatan ini terjadi hampir pada semua subsektor kecuali subsektor kehutanan yang mengalami penurunan rata-rata 1.46 persen. Makin besarnya tekanan dari dalam dan luar negeri terhadap lingkungan serta makin terbatasnya lahan hutan menjadi faktor penghambat pertumbuhan subsektor ini. Secara keseluruhan sektor pertanian memberikan peranan terbesar ketiga dalam PDB, yaitu sebesar 13.66 persen. Sektor industri pengolahan yang merupakan sektor penyumbang PDB terbesar tersebut pada umumnya terkonsentrasi di Kawasan Indonesia Barat, khususnya di provinsi-provinsi yang terletak di Pulau Jawa, seperti Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, DKI Jakarta dan Provinsi Jawa Tengah. Sama halnya dengan sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor pertanian yang ternyata juga berpusat di provinsi-provinsi yang terletak di Pulau Jawa. Sementara itu provinsiprovinsi yang terletak di Kawasan Indonesa Timur PDRB-nya masih sangat didominasi oleh sektor pertanian. Realisasi investasi baik PMDN maupun PMA yang terus meningkat secara nasional kenyataannya kebanyakan masih tertuju ke Pulau Jawa dan Sumatera.

Tabel 29. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Secara Sektoral, Tahun 2002-2008 (%) Sektor 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Ratarata 1. Pertanian 3.23 3.79 2.82 2.72 3.36 3.43 4.77 3.45 2. Pertambangan 1.00-1.37-4.48 3.20 1.70 2.02 0.51 0.37 3. Industri pengolahan 5.29 5.33 6.38 4.60 4.59 4.67 3.66 4.93 4. Listrik, Gas, Air Bersih 8.94 4.87 5.30 6.30 5.76 10.33 10.92 7.49 5. Bangunan 5.48 6.10 7.49 7.54 8.34 8.61 7.31 7.27 6. Perdagangan, Hotel dan Restauran 3.90 5.45 5.70 8.30 6.42 8.41 7.23 6.49 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8.39 12.19 13.38 12.76 14.23 14.04 16.69 13.10 8. Keuangan, Real Estate, Jasa Perusahaan 6.37 6.73 7.66 6.70 5.47 7.99 8.24 7.02 9. Jasa-jasa 3.75 4.41 5.38 5.16 6.16 6.60 6.45 5.42 Indonesia 4.38 4.78 5.03 5.69 6.11 6.87 6.52 5.63 Sumber: BPS, 2006b dan 2009b. 249 Selanjutnya apabila diperinci per sektor, tampak bahwa kucuran investasi tersebut sangat minim kepada sektor pertanian, sementara sektor tersebut merupakan sektor yang dominan dalam perekonomian di sebagian besar provinsi wilayah kurang berkembang. Sektor tersebut selain masih merupakan sektor yang dominan dalam penyerapan tenaga kerja (lebih dari 40%), juga menjadi sumber nafkah bagi sebagian besar masyarakat pedesaan yang pada umumnya tergolong miskin. Dengan demikian, pembangunan pertanian yang mengarah ke pertumbuhan produktivitas pertanian secara keseluruhan diharapkan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat di wilayah pedesaan dan wilayah kurang berkembang.

250 Tabel 30. Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Indonesia dalam Jumlah 30 Provinsi Menurut Lapangan Usaha Berdasarkan Harga Konstan Tahun 2000, Tahun 2008 (%) NO PROVINSI Lapangan Usaha 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 NA Darussalam 2.75 3.32 0.83 0.41 1.90 1.47 1.58 0.32 3.10 2 Sumatera Utara 8.45 0.82 4.88 3.46 6.32 4.85 7.20 4.31 5.87 3 Sumatera Barat 2.82 0.68 0.90 1.75 1.55 1.61 3.60 1.04 3.18 4 Riau 5.75 30.67 5.82 1.76 3.98 3.92 3.05 1.66 2.91 5 Jambi 1.56 1.16 0.42 0.53 0.64 0.64 0.89 0.43 0.75 6 Sematera Selatan 3.86 8.53 2.04 1.26 3.93 2.01 2.10 1.38 2.62 7 Bengkulu 0.97 0.15 0.06 0.15 0.19 0.37 0.44 0.19 0.69 8 Lampung 4.78 0.51 0.92 0.54 1.50 1.35 1.59 1.55 1.45 9 Kep. Ba Blitung 0.76 0.91 0.45 0.22 0.55 0.47 0.25 0.19 0.38 Sumatera 31.69 46.74 16.31 10.09 20.58 16.69 20.71 11.08 20.95 10 DKI Jakarta 0.10 0.59 11.72 10.39 32.25 19.07 25.73 59.25 22.65 11 Jawa Barat 12.19 4.29 26.86 26.96 8.67 14.15 8.92 5.23 10.65 12 Jawa Tengah 11.18 1.16 10.68 6.28 8.60 8.85 6.31 3.58 9.91 13 DI Yogyakarta 1.18 0.09 0.52 0.78 1.64 0.99 1.46 1.03 1.79 14 Jawa Timur 16.51 4.12 15.97 23.78 8.37 23.82 13.06 9.19 13.85 15 Banten 1.81 0.05 6.47 12.68 1.79 3.53 4.52 1.43 1.89 Jawa 42.96 10.30 72.22 80.87 61.33 70.41 59.99 79.72 60.74 16 Bali 1.65 0.09 0.50 1.74 0.87 1.98 2.04 1.04 1.90 Jawa & Bali 44.61 10.39 72.72 82.60 62.19 72.38 62.04 80.76 62.63 17 Kalimantan Barat 2.36 0.24 0.99 0.53 1.96 1.62 1.52 0.77 1.72 18 Kal Tengah 1.89 0.90 0.27 0.34 0.79 0.73 1.03 0.49 1.20 19 Kal Selatan 2.22 3.82 0.62 0.61 1.35 1.04 1.73 0.63 1.36 20 Kalimantan Timur 2.36 25.38 6.56 1.43 3.20 2.13 3.96 1.73 1.14 Kalimantan 8.82 30.34 8.42 2.90 7.30 5.52 8.25 3.62 5.40 21 Sulawesi Utara 1.05 0.52 0.24 0.52 2.25 0.59 1.35 0.59 1.32 22 Sulawesi Tengah 2.04 0.34 0.20 0.46 0.87 0.47 0.80 0.40 1.33 23 Sulawesi Selatan 4.95 2.55 1.31 2.09 2.24 1.87 2.75 1.79 3.12 24 Sulawesi Tenggara 1.16 0.33 0.18 0.31 0.73 0.39 0.58 0.33 0.73 25 Gorontalo 0.26 0.02 0.04 0.06 0.18 0.09 0.19 0.12 0.27 Sulawesi 9.47 3.74 1.97 4.45 6.27 3.41 5.66 3.24 6.77 26 N Tenggara Barat 1.45 2.39 0.17 0.27 1.11 0.62 0.96 0.51 0.99 27 N Tengara Timur 1.51 0.09 0.03 2.20 0.65 0.47 0.61 0.23 1.50 28 Maluku 0.40 0.02 0.04 0.09 0.04 0.24 0.30 0.12 0.39 29 Maluku Utara 0.32 0.08 0.07 0.06 0.04 0.17 0.15 0.05 0.11 30 Papua 1.73 6.21 0.28 0.34 1.81 0.51 1.33 0.38 1.24 Lainnya 5.41 8.79 0.58 0.96 3.66 2.00 3.35 1.30 4.24 Kawasan Barat 76.30 57.13 89.03 92.69 82.77 89.07 82.75 91.84 83.58 Kawasan Timur 23.70 42.87 10.97 8.31 17.23 10.93 17.26 8.16 16.41 100 100 100 100 100 100 100 100 100 Sumber: BPS, 2005 dan 2009a.

251 6.2.2. Struktur Perekonomian Wilayah Kondisi alokasi investasi yang bias ke sektor industri juga menyebabkan alokasi investasi yang bias ke wilayah Jawa atau KBI yang pada akhirnya memperparah ketimpangan ekonomi antar wilayah. Dalam periode yang sama, dari total investasi PMDN, rata-rata alokasi investasi tersebut per tahun ke wilayah Jawa adalah sekitar 64.3 persen; sementara untuk investasi PMA sekitar 78.8 persen. Tidak dapat dipungkiri, bahwa wilayah investasi yang masih didominasi oleh Pulau Jawa selain merupakan wilayah industri juga adanya dukungan fasilitas infrastruktur yang jauh lebih memadai. Apabila dibandingkan struktur perekonomian atau peranan setiap sektor ekonomi di masing-masing provinsi, maka seperti uraian sebelumnya akan tampak bahwa di Kawasan Barat Indonesia, khususnya di Jawa, akan didominasi oleh sektor industri pengolahan, sementara di Kawasan Timur Indonesia didominasi oleh sektor pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian. Apabila dirinci per pulau, maka sektor industri pengolahan dominan di Jawa, sedangkan di Sumatera sektor yang dominan adalah pertanian dan di Pulau Bali didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran. Besarnya peranan sektor perdagangan, hotel dan restoran di Bali sejalan dengan potensi daerah tersebut sebagai daerah tujuan wisata internasional. Dari sembilan provinsi di Sumatera basis perekonomiannya adalah pertanian, kecuali Provinsi Riau yang telah lama didominasi oleh sektor pertambangan dan penggalian. Adapun gambaran perekonomian di Kawasan Timur Indonesia, khusus untuk Provinsi Kalimantan Timur dan Papua didominasi oleh sektor pertambangan dan penggalian, sedangkan provinsi lainnya sektor pertanian menjadi andalan dan basis ekonomi.

252 Tabel 31. Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto Provinsi- Provinsi di Indonesia Menurut Lapangan Usaha Berdasarkan Harga Konstan Tahun 2000, Tahun 2008 (%) NO PROVINSI Lapangan Usaha 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 NAD 24.13 15.55 12.16 0.27 6.25 17.39 6.35 1.61 16.28 100 2 Sumatera Utara 23.83 1.23 22.89 0.73 6.68 18.38 9.31 7.04 9.91 100 3 Sumatera Barat 24.10 3.09 12.75 1.12 4.97 18.46 14.09 5.17 16.25 100 4 Riau 13.45 38.22 22.61 0.31 3.49 12.34 3.27 2.25 4.06 100 5 Jambi 30.46 12.10 13.52 0.77 4.72 16.73 7.99 4.93 8.77 100 6 Sematera Selatan 19.92 23.44 17.45 0.48 7.60 13.95 4.97 4.11 8.07 100 7 Bengkulu 39.64 3.19 4.00 0.45 2.97 19.98 8.27 4.58 16.92 100 8 Lampung 41.63 2.36 13.29 0.35 4.90 15.76 6.33 7.82 7.55 100 9 Kep. Ba Blitung 22.93 14.74 22.56 0.50 6.30 19.21 3.54 3.36 6.86 100 Sumatera 22.16 17.42 18.95 0.53 5.39 15.68 6.63 4.49 8.76 100 10 DKI Jakarta 0.09 0.27 16.51 0.66 10.23 21.71 9.98 29.08 11.47 100 11 Jawa Barat 12.58 2.36 46.10 2.08 3.35 19.62 4.22 3.13 6.57 100 12 Jawa Tengah 19.96 1.10 31.68 0.84 5.75 21.23 5.16 3.71 10.57 100 13 DI Yogyakarta 18.32 0.75 13.36 0.91 9.57 20.64 10.41 9.32 16.71 100 14 Jawa Timur 16.22 2.16 26.09 1.74 3.08 31.46 5.88 5.23 8.14 100 15 Banten 7.86 0.11 46.82 4.12 2.92 20.63 9.01 3.62 4.91 100 Jawa 10.68 1.37 29.86 1.50 5.71 23.53 6.83 11.49 9.03 100 16 Bali 19.87 0.59 9.95 1.56 3.90 31.98 11.27 7.26 13.63 100 Jawa & Bali 10.87 1.35 29.45 1.50 5.68 23.70 6.92 11.40 9.12 100 17 Kalimantan Barat 25.49 1.38 17.73 0.43 7.93 23.55 7.55 4.84 11.10 100 18 Kal Tengah 33.80 8.59 7.92 0.45 5.30 17.63 8.47 5.04 12.81 100 19 Kalimantan Selatan 24.14 22.15 11.16 0.50 3.50 15.15 8.62 3.96 8.82 100 20 Kalimantan Timur 6.84 39.27 31.64 0.31 3.48 8.32 5.27 2.91 1.97 100 Kalimantan 15.08 27.66 23.95 0.37 4.67 12.69 6.46 3.58 5.53 100 21 Sulawesi Utara 20.40 5.36 7.81 0.75 16.39 15.42 11.99 6.59 15.28 100 22 Sulawesi Tengah 41.46 3.64 6.58 0.70 6.64 12.76 7.39 4.68 16.15 100 23 Sulawesi Selatan 30.65 8.39 13.49 0.96 5.18 15.56 7.79 6.44 11.55 100 24 Sulawesi Tenggara 34.66 5.19 8.86 0.69 8.15 15.75 7.89 5.76 13.05 100 25 Gorontalo 30.70 1.04 8.00 0.57 8.06 13.65 10.27 8.53 19.18 100 Sulawesi 31.11 6.55 10.75 0.85 7.72 15.05 8.51 6.16 13.30 100 26 NT Barat 25.91 22.71 4.98 0.36 7.43 14.91 7.85 5.31 10.53 100 27 N Tengara Timur 39.63 1.30 1.51 0.39 6.34 16.42 7.31 3.52 23.58 100 28 Maluku 31.95 0.71 4.98 0.55 1.32 25.65 10.77 5.54 18.54 100 29 Maluku Utara 35.88 4.79 12.80 0.49 1.78 25.22 7.89 3.49 7.67 100 30 Papua 20.44 39.21 5.37 0.30 8.05 8.03 7.19 2.61 8.80 100 Lainnya 27.04 23.40 4.83 0.36 6.85 13.43 7.66 3.76 12.67 100 Kawasan Barat 13.79 5.50 26.74 1.25 5.61 21.63 6.85 9.61 9.03 100 Kawasan Timur 21.76 20.98 16.75 0.50 5.92 13.49 7.25 4.33 9.01 100 INDONESIA 13.66 8.28 26.79 0.72 6.28 17.45 7.98 9.55 9.30 100 Sumber: BPS, 2009a.