Potensi Respon Seleksi Sifat Pertumbuhan Sapi Aceh



dokumen-dokumen yang mirip
Simulasi Uji Zuriat pada Sifat Pertumbuhan Sapi Aceh (Progeny Test Simulation for Growth Traits in Aceh Cattle)

Seleksi Awal Calon Pejantan Sapi Aceh Berdasarkan Berat Badan

Korelasi Genetik Pada Sifat Pertumbuhan Sapi Aceh di Kecamatan Indrapuri Provinsi Aceh

Potensi respon seleksi sifat pertumbuhan sapi Brahman Cross di ladang ternak Bila River Ranch, Sulawesi Selatan

ESTIMASI NILAI PEMULIAAN DAN MOST PROBABLE PRODUCING ABILITY SIFAT PRODUKSI SAPI ACEH DI KECAMATAN INDRAPURI PROVINSI ACEH

KORELASI GENETIK DAN FENOTIPIK ANTARA BERAT LAHIR DENGAN BERAT SAPIH PADA SAPI MADURA Karnaen Fakultas peternakan Universitas padjadjaran, Bandung

Perbandingan Hasil Uji Performans Calon Induk (Heifer) Sapi Aceh dengan Metode Indeks Seleksi (IS) dan Nilai Pemuliaan (NP)

PENDUGAAN HERITABILITAS, KORELASI GENETIK DAN KORELASI FENOTIPIK SIFAT BOBOT BADAN PADA SAPI MADURA

ESTIMASI NILAI HERITABILITAS BERAT LAHIR, SAPIH, DAN UMUR SATU TAHUN PADA SAPI BALI DI BALAI PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL SAPI BALI

Jurnal Ilmu Ternak dan Tanaman

SELEKSI PADA SAPI ACEH BERDASARKAN METODE INDEKS SELEKSI (IS) DAN NILAI PEMULIAAN (NP)

KOMPARASI ESTIMASI PENINGKATAN MUTU GENETIK SAPI BALI BERDASARKAN SELEKSI DIMENSI TUBUHNYA WARMADEWI, D.A DAN IGN BIDURA

ESTIMATION OF GENETIC PARAMETERS, GENETIC AND PHENOTYPIC CORRELATION ON MADURA CATTLE. Karnaen Faculty of Animal Husbandry University of Padjadjaran

Seleksi pada Sapi Aceh Berdasarkan Metode Indeks Seleksi (IS) dan Nilai Pemuliaan (NP)

ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH

KEMAJUAN GENETIK SAPI LOKAL BERDASARKAN SELEKSI DAN PERKAWINAN TERPILIH

ANALISIS POTENSI SAPI POTONG BAKALAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PENGARUH KETINGGIAN TEMPAT DAN SISTEM PEMELIHARAAN TERHADAP KORELASI GENETIK BOBOT LAHIR DENGAN BOBOT DEWASA SAPI BALI

Respon Seleksi Domba Garut... Erwin Jatnika Priyadi RESPON SELEKSI BOBOT LAHIR DOMBA GARUT PADA INTENSITAS OPTIMUM DI UPTD BPPTD MARGAWATI GARUT

Estimasi Nilai Heritabilitas Sifat Kuantitatif Sapi Aceh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus.

LABORATORIUM PEMULIAAN DAN BIOMETRIKA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADAJARAN JATINANGOR 2009

Animal Agriculture Journal 4(2): , Juli 2015 On Line at :

EFEKTIVITAS SELEKSI DIMENSI TUBUH SAPI BALI INDUK WARMADEWI, D.A, IGL OKA DAN I N. ARDIKA

SELEKSI PEJANTAN BERDASARKAN NILAI PEMULIAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DI LOKA PENELITIAN SAPI POTONG GRATI PASURUAN

Gambar 1. Grafik Populasi Sapi Perah Nasional Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2011)

NILAI PEMULIAAN PEJANTAN SAPI BRAHMAN BERDASARKAN BOBOT BADAN DI BPTU-HPT SEMBAWA

Pembibitan dan Budidaya ternak dapat diartikan ternak yang digunakan sebagai tetua bagi anaknya tanpa atau sedikit memperhatikan potensi genetiknya. B

PENDUGAAN BOBOT BADAN PADA SAPI ACEH DEWASA MENGGUNAKAN DIMENSI UKURAN TUBUH

Gambar 1. Produksi Susu Nasional ( ) Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan (2011)

PARAMETER GENETIK: Pengantar heritabilitas dan ripitabilitas

SKRIPSI OLEH : RINALDI

Pengembangan Sistem Manajemen Breeding Sapi Bali

SELEKSI YANG TEPAT MEMBERIKAN HASIL YANG HEBAT

DINAMIKA POPULASI SAPI POTONG DI KECAMATAN PAMONA UTARA KABUPATEN POSO

DASAR SELEKSI DAN SISTEM PERKAWINAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Lokasi BBPTU-SP Baturraden, Purwokerto

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang

ESTIMASI POTENSI GENETIK SAPI PERAH FRIESIAN HOLSTEIN DI TAURUS DAIRY FARM, CICURUG, SUKABUMI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795.

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan. Hasil estimasi heritabilitas calving interval dengan menggunakan korelasi

SISTEM BREEDING DAN PERFORMANS HASIL PERSILANGAN SAPI MADURA DI MADURA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih

BIRTH WEIGHT, WEANING WEIGHT AND LINEAR BODY MEASUREMENT OF ONGOLE CROSSED CATTLE AT TWO GROUP PARITIES ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli Oktober 2016 di Satuan Kerja

ESTIMASI PARAMETER GENETIK SIFAT PERTUMBUHAN KAMBING BOERAWA DI KABUPATEN TANGGAMUS PROPINSI LAMPUNG

PENELITIAN MUTU GENETIK SAPI ONGOLE DAN BRAHMAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NUSA TENGGARA TIMUR

P = G + E Performans? Keragaman? Dr. Gatot Ciptadi PERFORMANS. Managemen. Breeding/ Repro. Nutrisi

I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari

TINJAUAN PUSTAKA. penting diberbagai agro-ekosistem, karena memiliki kapasitas adaptasi yang

Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VII VII. SISTEM PRODUKSI TERNAK KERBAU

NILAI PEMULIAAN. Bapak. Induk. Anak

KORELASI BOBOT SAPIH TERHADAP BOBOT LAHIR DAN BOBOT HIDUP 365 HARI PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE

ESTIMASI HERITABILITAS SIFAT PERTUMBUHAN DOMBA EKOR GEMUK DI UNIT HERITABILITY ESTIMATION OF GROWTH TRAITS OF FAT TAILED SHEEP AT UNIT

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DANKOMPONEN RAGAM SIFAT PERTUMBUHAN PADA BANGSA BABI YORKSHIRE

HUBUNGAN BOBOT HIDUP INDUK SAAT MELAHIRKAN TERHADAP PERTUMBUHAN PEDET SAPI PO DI FOUNDATION STOCK

BREEDING VALUE OF MALE BRAHMAN COWS BASED ON BODY LENGTH IN BPTU-HPT SEMBAWA

Estimasi Parameter Genetik Induk Babi Landrace Berdasarkan Sifat Litter Size dan Bobot Lahir Keturunannya

STRATEGI DAN MANAJEMEN PEMULIAAN (LAPANG DAN RISET STASIUN) Tim Pengajar: Dr.Gatot Ciptadi Fapet UB/LSIH UB

LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI

PENDAHULUAN. kebutuhan susu nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya.

Pemotongan Sapi Betina Produktif di Rumah Potong Hewan di Daerah Istimewa Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN I.1.

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN Sistem Pemeliharaan Domba di UPTD BPPTD Margawati

PENGARUH BANGSA PEJANTAN TERHADAP PRODUKTIVITAS PEDET SAPI POTONG HASIL INSEMINASI BUATAN

MAKALAH PRODUKSI TERNAK DAN KAMBING. Seleksi dan Manfaat Untuk Meningkatkan Produktivitas Ternak. Disusun Oleh : Kelompok 3.

PERBEDAAN FENOTIPE PANJANG BADAN DAN LINGKAR DADA SAPI F1 PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN SAPI FI SIMPO DI KECAMATAN SUBAH KABUPATEN SAMBAS

TINJAUAN PUSTAKA. Rataan sifat-sifat kuantitatif domba Priangan menurut hasil penelitian Heriyadi et al. (2002) terdapat pada Tabel 1.

PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP

KAJIAN PERFORMANS REPRODUKSI SAPI ACEH SEBAGAI INFORMASI DASAR DALAM PELESTARIAN PLASMA NUTFAH GENETIK TERNAK LOKAL

PENDAHULUAN. mendorong para peternak untuk menghasilkan ternak yang berkualitas. Ternak

NATURAL INCRESAE SAPI BALI DI WILAYAH INSTALASI POPULASI DASAR PROPINSI BALI

PARAMETER GENETIK BOBOT BADAN DAN LINGKAR DADA PADA SAPI PERAH

PENDUGAAN NILAI PEMULIAAN PUYUH PEJANTAN BERDASARKAN BOBOT BADAN KETURUNANNYA PADA PUYUH (Coturnix coturnix japonica)

EVALUASI PEJANTAN FRIES HOLLAND DENGAN METODE CONTEMPORARY COMPARISON DAN BEST LINEAR UNBIASED PREDICTION

2011) atau 25,10% ternak sapi di Sulawesi Utara berada di Kabupaten Minahasa, dan diperkirakan jumlah sapi peranakan Ongole (PO) mencapai sekitar 60

PEMULIABIAKAN PADA SAPI PERAH

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk Ordo Artiodactyla, Subordo

Peternakan Tropika Journal of Tropical Animal Science

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boerawa merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Boer

KARAKTERISTIK REPRODUKSI KELINCI REX, SATIN DAN REZA

PERSILANGAN. Oleh : Setyo Utomo

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN KOMPONEN RAGAM SIFAT PERTUMBUHAN PADA BANGSA BABI LANDRACE

KAJIAN KEPUSTAKAAN. (tekstil) khusus untuk domba pengahasil bulu (wol) (Cahyono, 1998).

Karakteristik Kuantitatif Sapi Pasundan di Peternakan Rakyat... Dandy Dharma Nugraha KARAKTERISTIK KUANTITATIF SAPI PASUNDAN DI PETERNAKAN RAKYAT

PENDAHULUAN PERFORMANS GENETIK + LINGKUNGAN NILAI EKONOMIS KUALITATIF KUANTITATIF PRODUKSI SUSU PRODUKSI DAGING

EVALUASI GENETIK PEJANTAN BOER BERDASARKAN PERFORMANS HASIL PERSILANGANNYA DENGAN KAMBING LOKAL

Model Rekording dan Pengolahan Data untuk Program Seleksi Sapi Bali

SISTEM PEMULIAAN INTI TERBUKA UPAYA PENINGKATAN MUTU GENETIK SAPI POTONG. Rikhanah

ESTIMASI KETERSEDIAAN BIBIT SAPI POTONG DI PULAU SUMATERA

TINJAUAN PUSTAKA. dunia dengan hidup yang sangat beragam dari yang terkecil antara 9 sampai 13 kg

SELEKSI INDUK KAMBING PERANAKAN ETAWA BERDASARKAN NILAI INDEKS PRODUKTIVITAS INDUK DI KECAMATAN METRO SELATAN KOTA METRO

INDEK FERTILITAS SAPI PO DAN PERSILANGANNYA DENGAN LIMOUSIN

IDENTIFIKASI GRADE PADA BIBIT SAPI ACEH BETINA DI PUSAT PEMBIBITAN INDRAPURI

Peta Potensi Genetik Sapi Madura Murni di Empat Kabupaten di Madura. Nurgiartiningsih, V. M. A Bagian Produksi Ternak Fakultas Peternakan UB, Malang

PENINGKATAN MUTU GENETIK SAPI PO MELALUI PENYEBARAN PEJANTAN UNGGUL HASIL UNIT PENGELOLA BIBIT UNGGUL (UPBU)

TINJAUAN PUSTAKA. Kelas: Mammalia, Order: Artiodactyla, Genus: Sus,Spesies: Sus scrofa, Sus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketenangan dan akan menurunkan produksinya. Sapi Friesien Holstein pertama kali

BIRTH WEIGHT AND MORPHOMETRIC OF 3 5 DAYS AGES OF THE SIMMENTAL SIMPO AND LIMOUSINE SIMPO CROSSBREED PRODUCED BY ARTIFICIAL INSEMINATION (AI) ABSTRACT

Transkripsi:

JIV Vol. 19 No 4 h. 014: 48-56 Potensi Respon eleksi ifat Pertumbuhan api Aceh Putra WPB 1, umadi, ety H, Hendra 3 1 Program tudi Peternakan, Fakultas Ilmu-Ilmu Pertanian Universitas Muhammadiyah Gorontalo 96181 Laboratorium Pemuliaan ernak, Fakultas Ilmu dan Industri Peternakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 5581 3 Balai Pembibitan ernak Unggul-Hijauan Pakan ernak (BPU-HP) api Aceh Indrapuri 3363 E-mail: banchet_putra18@yahoo.co.id (Diterima 8 Oktober 014 ; disetujui 8 Desember 014) ABRAC Putra WPB, umadi, ety H, Hendra. 014. Potential to selection of growth traits in Aceh cattle. JIV 19(4): 48-56. DOI: http://dx.doi.org/10.14334/jitv.v19i4.1093 his research aimed to find out the predicted genetic progress for Aceh cattle by several growth traits selection such as birth weight (BW), weaning weight (WW), yearling weight (YW), mature weight (MW), and to estimate of does to identify the best selection response of breeding pattern bulls and cows. he recorded of production and reproduction of Aceh cattle from 010 to 014 at breeding centre were analyzed and used as a technical coefficient on estimate heritability (h ), genetic correlation (r G ), direct response to selection (R Y ) and correlated response to selection (CR Y ) on several breeding patterns. Most of h and r G values among growth traits were positive and high. he highest value of Ry was found on BW (0.04), WW (1.1), YW (.05), MW (3.8) and this was obtained from breeding pattern of using bull for 3 years and cow for 6 years. he indirect selection or CR Y value based on BW was lower than that on WW. It is concluded that WW might be used as selection criterion in order to increase WW, YW and MW. Key Words: Aceh Cattle, Growth raits, Heritability, Genetic Correlation, election Response ABRAK Putra WPB, umadi, ety H, Hendra. 014. Potensi respon seleksi sifat pertumbuhan sapi Aceh. JIV 19(4): 48-56. DOI: http://dx.doi.org/10.14334/jitv.v19i4.1093 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai dugaan kemajuan genetik pada sapi Aceh melalui seleksi terhadap beberapa sifat pertumbuhan seperti berat lahir (BL), berat sapih (B), berat setahunan/yearling (BY), berat dewasa (BD) serta mengetahui nilai estimasi respon seleksi terbaik dari beberapa alternatif sistem perkawinan pada jantan dan betina. Catatan produksi dan reproduksi sapi Aceh dari tahun 010 sampai 014 dari pusat pembibitan dianalisis untuk memperoleh koefisien teknis untuk mengestimasi heritabilitas (h ), korelasi genetik (r G ) dan respon seleksi langsung (R Y ) dan respon seleksi terkorelasi (CR Y ) dari beberapa model perkawinan. ebagian besar nilai h dan r G pada sifat produksi adalah positif dan tinggi. Nilai R Y tertinggi untuk BL (0,04), B (1,1), BY (,05), BD (3,8) dan dicapai pada penggunaan pejantan selama 3 tahun dan betina selama 6 tahun. Nilai CR Y berdasarkan BL lebih rendah dibandingkan dengan B sehingga B dapat digunakan sebagai kriteria seleksi untuk meningkatkan B, BY dan BD. Kata Kunci: api Aceh, ifat Pertumbuhan, Heritabilitas, Korelasi Genetik, Respon eleksi PENDAHULUAN Program menjaga kemurnian sapi Aceh di Provinsi Aceh untuk memperkaya aset plasma nutfah nasional masih terus berlanjut hingga masa yang akan datang. Program ini juga harus disertai dengan upaya peningkatan produktivitas sapi Aceh dan dapat berdampak pada peningkatan nilai ekonomi sapi serta dapat dimanfaatkan sepenuhnya oleh masyarakat di Provinsi Aceh (Umartha 005). Kinerja pertumbuhan sapi Aceh selama ini menjadi perhatian utama, terutama pada karakter pertumbuhan seperti berat lahir, berat sapih, berat setahunan dan berat dewasa. Abdullah et al. (006) melaporkan bahwa berat dewasa ( tahun) pada sapi Aceh jantan (153,17 kg) dan betina (14,54 kg). Hasil yang berbeda dilaporkan oleh Jamaliah (010) bahwa berat dewasa sapi aceh jantan dan betina di balai pembibitan masing-masing sebesar 14,80 kg dan 16,30 kg. Perbedaan hasil penelitian tersebut mengindikasikan bahwa performans sapi Aceh 48

Putra et al. Potensi respon seleksi sifat pertumbuhan sapi Aceh akan semakin menurun apabila tidak dilakukan seleksi ternak. Kenyataan tersebut mendorong pemerintah untuk melestarikan dan mengembangkan sumber daya genetik sapi Aceh di Provinsi Aceh dengan membentuk Balai Pembibitan ernak-hijauan Makanan ernak (BP-HM) api Aceh yang didirikan pada tahun 1978, kemudian pada tahun 013 berubah menjadi Balai Pembibitan ernak Unggul-Hijauan Pakan ernak (BPU-HP) api Aceh Indrapuri. eleksi pada sapi Aceh secara intensif sudah dilakukan oleh institusi sejak tahun 010. Hasil seleksi sapi Aceh akan dievaluasi dan digunakan untuk menyusun Rintisan tandar Nasional Indonesia (RNI) untuk sapi Aceh. Performans sapi Aceh dapat ditingkatkan melalui seleksi ternak dan pemanfaatan pejantan unggul. Keduanya merupakan teknik pemuliaan ternak yang masih berperan penting dalam upaya meningkatkan mutu genetik ternak. Kemajuan mutu genetik tersebut sangat ditentukan oleh kekuatan pewarisan dan mutu genetik dari sifat-sifat yang diperbaiki. Kekuatan pewarisan suatu sifat dapat dicirikan sebagai keragaman genetik khususnya gen aditif sifat tersebut pada suatu populasi tertentu karena gen yang besifat aditif inilah yang dapat diwariskan pada generasi berikutnya (Warwick et al. 1990; Hardjosubroto 1994). Dalam melakukan seleksi ternak, diperlukan informasi atau perhitungan nilai heritabilitas (h ) dan korelasi genetik (r G ) pada sifat-sifat pertumbuhan. Nilai h yang tinggi menunjukkan bahwa korelasi ragam fenotip dengan ragam genetik adalah tinggi sehingga seleksi terhadap fenotip individu akan efektif (Falconer & Mackay 1996). Nilai r G yang tinggi antara sifat-sifat pertumbuhan menunjukkan bahwa seleksi pada salah satu sifat individu akan berkorelasi positif dengan sifat yang lain. Nilai h dan r G juga dapat digunakan untuk mengetahui respon seleksi yang penting untuk mengetahui kemajuan genetik atau performans ternak setelah diseleksi. Berdasarkan uraian diatas maka diperlukan penelitian untuk (1) menilai kemungkinan meningkatkan mutu ternak secara genetik pada sifatsifat pertumbuhan melalui estimasi respon seleksi sebagai akibat seleksi suatu sifat dan () mendapatkan alternatif pola lama pembiakan jantan (bull) dan induk (cow) yang dapat memberikan respon seleksi tertinggi. MAERI DAN MEODE kema pola pembibitan di BPU-HP sapi Aceh Indrapuri Data recording api Aceh dari tahun 010 sampai 014 digunakan pada penelitian ini. ifat-sifat pertumbuhan yang diamati antara lain berat lahir (BL), berat sapih (B), berat setahunan/yearling (BY) dan berat dewasa (BD). elain itu data catatan jumlah jantan/betina, mortalitas, morbilitas, reproduksi, panen pedet (calf crop) dan sex ratio juga digunakan dalam penelitian ini untuk mengestimasi respon seleksi (abel 1). ejumlah 30 pejantan dan 600 induk sapi Aceh yang dipelihara di BPU-HP api Aceh Indrapuri digunakan untuk mengestimasi respon seleksi. Diasumskan calf crop sebesar 4,6% sehingga setiap tahun dari populasi sapi Aceh tersebut dihasilkan 48 pedet dengan sex ratio yang sama. Pedet lepas sapih dipelihara di kandang koloni (40 ekor / kandang) dan dikelompokkan berdasarkan sex. elama proses menyusui pedet dilepas bersama induknya di padang pangonan. Pedet dipelihara di kandang koloni sampai umur dua tahunan. Pedet jantan dan betina yang berumur dua tahunan masing-masing disebut sebagai calon pejantan dan calon induk (heifer). emua calon induk akan dimasukkan ke kandang breeding. Di kandang ini setiap 0 ekor heifer akan dipasangkan dengan seekor pejantan (bull). Heifer yang bunting umur 3 bulan akan dilepas di padang pangonan sampai beranak. Heifer yang sudah beranak selanjutnya disebut induk (cow). elanjutnya selama +7 bulan kedepan setelah beranak cow tetap dipelihara di padang pangonan untuk mengasuh anaknya sampai lepas sapih. Induk akan dimasukkan di kandang breeding kembali bersamaan dengan pedet dimasukkan kedalam kandang koloni. Pemeriksaan kebuntingan (PKB) pada indukinduk di padang pangonan tidak dilakukan karena sistem perkawinan di pusat pembibitan tersebut secara kawin alam (KA) dan semen beku khusus sapi Aceh untuk inseminasi buatan (IB) belum tersedia. Calon pejantan terbaik dipilih sebagai pejantan pemacek di pusat pembibitan sapi Aceh. kema pembibitan sapi Aceh di BPU-HP api Aceh indrapuri tersaji pada Gambar 1. abel 1. Koefisien teknis pada sapi Aceh di BPU-HP sapi Aceh Indrapuri Koefisien teknis Nilai Induk (heifer) 600 Pejantan (bull) 30 Umur beranak pertama (tahun) 3 Kematian pedet (%) 7 Infertilitas pada induk (%) 3 Panen pedet / calf crop (%) 4.6 Kematian pada sapi dewasa (%) ex rasio anak (jantan : betina) 40 : 50 ex ratio for breeding (bull : cow) 1 : 0 49

JIV Vol. 19 No 4 h. 014: 48-56 Induk (600 ekor) Induk fertil = 600 (3% x 600) = 58 ekor Calf crop = 4,6% x 58 = 48 ekor Pedet (48 ekor) Σ pedet sapihan = 48 - (7% x 48)= 31 ekor 31 pedet sapihan 7 bulan 139 ekor 9 ekor Σ heifer = 39 - (% x 139) = 136 ekor Kandang koloni Kandang breeding (136 ekor / tahun) Kandang koloni Kandang pejantan (90 ekor / tahun) Σ heifer = 9 - (% x 9) = 90 ekor Pemeriksaan kebuntingan Uji Performans idak Bunting Bunting Bagus Jelek Padang Pangonan Pejantan unggul Culling Gambar 1. kema pola pembibitan sapi Aceh di BPU-HP api Aceh Indrapuri Koreksi data Berat lahir pedet betina dikoreksi terhadap pedet jantan sedangkan pada pedet jantan tidak perlu dikoreksi. Rumus koreksi berat lahir pedet betina menurut petunjuk cott (1971) sebagai berikut: BL = BL Betina x BL dan BL = Rerata BL jantan Rerata B betina BL = Berat lahir terkoreksi BL Betina = Berat lahir pedet betina sebenarnya BL = Faktor koreksi jenis kelamin pada berat lahir untuk betina 50

Putra et al. Potensi respon seleksi sifat pertumbuhan sapi Aceh Berat sapih dikoreksi ke umur 05 hari berdasarkan petunjuk Hardjosubroto (1994) sebagai berikut: B - BL B 05 BL FKUI B umur Rerata B jantan B Rerata B betina B = Berat sapih terkoreksi 05 hari B = Betat sapih sebenarnya BL = Berat lahir sebenarnya FKUI B = Faktor koreksi umur induk = Faktor koreksi jenis kelamin pada berat sapih Faktor koreksi umur induk pada sapi Aceh menggunakan petunjuk Hardjosubroto (1994) yaitu: umur tahun (1,15),,5 tahun (1,07), 3 tahun (1,10), 4 tahun (1,05), 5-9 tahun (1,00), 10-11 tahun (1,03) dan >11 tahun (1,05). Berat setahunan dikoreksi ke umrur 365 hari sesuai petunjuk Hardjosubroto (1994): BY BY - B tenggang waktu BY 160 B Rerata BY jantan Rerata BY betina BY = Berat setahunan terkoreksi umur 365 hari B = Berat sapih terkoreksi umur 05 hari B = Berat sapih sebenarnya YW = Berat setahunan sebenarnya BY = Faktor koreksi jenis kelamin pada berat setahunan Berat dewasa dikoreksi ke umur 550 hari sesuai petunjuk Hardjosubroto (1994) sebagai berikut: BD BD - B tenggang waktu BD 345 B Rerata BD jantan Rerata BD betina BD = Berat dewasa terkoreksi 550 hari B = Berat sapih terkoreksi 05 hari BD = Berat dewasa sebenarnya B = Berat sapih sebenarnya BD = Faktor koreksi jenis kelamin pada berat dewasa Analisis data Heritabilitas Estimasi nilai heritabilitas yang digunakan sebagai seleksi ternak di BPU-HP api Aceh Indrapuri BY BD menggunakan metode analisis korelasi saudara tiri sebapak (Paternal Halfsibs Correlation). Rumus metode tersebut menurut Warwick et al. (1990) dan Hardjosubroto (1994) adalah sebagai berikut: E (h ) = 4 h = Heritabilitas σˆ 4σˆ h ; σˆ σˆ W k = 1 1 1 t 1 k 1 t k k 1 1 = Komponen variansi pejantan σˆ = Komponen variansi keturunan W E = tandard error K = Koefisien untuk jumlah anak/pejantan = Jumlah pejantan Korelasi genetik Estimasi nilai korelasi genetik dihitung menggunakan metode Parent Offsprng Covariance sesuai petunjuk Warwick et al. (1990) dan Hardjosubroto (1994) sebagai berikut: côv r G = ; ˆ N n N i ˆ ( X ) ( Y ) var( ˆ G E (r G ) = r ) r G = Korelasi genetik σˆ = Komponen variansi pejantan σˆ = Komponen variansi keturunan w c ôv = Komponen kovariansi pejantan E = tandard error var rˆg Respon seleksi = Komponen variansi korelasi Estimasi nilai respon seleksi dihitung sesuai petunjuk Hardjosubroto (1994) sebagai berikut: i h σp R Y = ; L i h (1) h () rg(1-) σ P() CR Y(1-) = L ; 51

JIV Vol. 19 No 4 h. 014: 48-56 R Y = Respon seleksi pada sifat terhadap seleksi sifat 1 CR Y(1-) = Respon seleksi terkorelasi (kg/tahun) I = Intensitas seleksi h = Heritabilitas h (1) dan h () = Akar dari heritabilitas sifat 1 dan r G(1-) = Korelasi genetik antara sifat 1 dan σ P() = tandar deviasi pada sifat (kg) L = Interval generasi (tahun) HAIL DAN PEMBAHAAN Performans Pertumbuhan Berat setahunan (BY) dan berat dewasa (BD) sapi Aceh pada penelitian (abel ) ini lebih kecil daripada hasil penelitian Abdullah et al. (007) yaitu BY jantan (13,34+5,38 kg) dan betina (116,70+5,83 kg) sedangkan pada BD jantan (153,17+5,58 kg) dan betina (14,54+19,56 kg). Rata-rata berat lahir (BL) sapi Aceh pada penelitian juga lebih rendah dari hasil penelitian Umartha (005) yaitu pada jantan (15,90 kg) dan betina (14,75 kg). Perbedaan hasil penelitian ini dengan beberapa hasil penelitian sebelumnya disebabkan karena sapi Aceh di lokasi penelitian sedang dalam proses seleksi. api Aceh di pusat pembibitan ini diperoleh dari kelompok-kelompok ternak milik masyarakat yang dipelihara secara tradisional. Dengan berjalannya proses seleksi ini akan muncul bibit-bibit unggul yang dapat meningkatkan performans ternak. Penggunaan pejantan dan induk yang baik serta penyingkiran ternak (culling) pada sifat-sifat yang jelek dapat memperbaiki mutu genetik ternak (Lasley 1978). Rata-rata berat badan pada sapi Aceh yang diukur saat masih pedet hingga dewasa tersaji pada abel. abel. Rata-rata berat badan terkoreksi calon pejantan (bull) dan calon induk (heifer) sapi Aceh di BPU-HP sapi Aceh Indrapuri Performans (kg) N Rata-rata D Maks. Min. Bull Heifer otal Berat lahir 11 13,75 1,8 19,00 10,00 Berat sapih 11 45,73 11,17 83,55 1,67 Berat setahunan 106 70,17 18,1 117,9 50,78 Berat dewasa 98 98,46 8,8 17,48 90,41 Berat lahir 95 13,30 1,66 19,00 10,00 Berat sapih 9 43,63 11,0 71,3 4,69 Berat setahunan 84 63,87 16,66 110,77 53,81 Berat dewasa 77 86,51 1,90 145,3 64,36 Berat lahir 07 13,5 1,74 19,00 10,00 Berat sapih 04 44,68 11,10 83,55 1,67 Berat setahunan 196 67,0 17,44 117,9 50,78 Berat dewasa 175 9,49 5,36 17,48 64,36 N: Jumlah individu; D: tandar deviasi; Maks.: Berat badan tertinggi; Min.: Berat badan terendah Parameter genetik Heritabilitas Estimasi nilai heritabilitas pada sifat pertumbuhan sebagian besar menunjukkan hasil yang termasuk kategori tinggi (h > 0,30). Nilai heritabilitas BL sapi Aceh pada penelitian ini termasuk kategori rendah (0,1< h < 0,30). Pada umumnya nilai heritabilitas pada sifat-sifat pertumbuhan termasuk tinggi (Warwick et al. 1990; Hardjosubroto 1994). Nilai heritabilitas yang tinggi pada populasi sapi Aceh ini menunjukkan bahwa keragaman genetik pada sifat-sifat pertumbuhan termasuk tinggi, sehingga seleksi ternak pada sifat-sifat tersebut akan efektif. ebagai akibat dari proses seleksi, maka semakin lama nilai heritabilitas akan semakin 5

Putra et al. Potensi respon seleksi sifat pertumbuhan sapi Aceh menurun dan rata-rata sifat dalam populasi akan semakin meningkat (Falconer & Mackay 1996). Nilai heritabilitas yang rendah pada sifat-sifat pertumbuhan dapat ditingkatkan dengan cara memasukkan pejantan dan induk baru yang masih satu breed dari luar populasi (outcrossing). Adanya tetua (parents) baru tersebut menyebabkan keragaman genetik serta heritabilitas sifat-sifat pertumbuhan akan meningkat, sehingga seleksi pada sifat tersebut akan efektif kembali. Pada abel 3 diketahui bahwa nilai standar error (E) pada sapi Aceh paling besar dibandingkan dengan sapi yang lain. Hal ini disebabkan karena jumlah data recording yang digunakan pada penelitian ini sedikit. Hasil perhitungan heritabilitas yang lebih dari kisaran normal (h >1,00) dilaporkan oleh Gushairiyanto & Depison (009) yaitu nilai heritabilitas BY pada sapi Brahman cross sebesar 1,05+0,59. api Aceh mulai diseleksi secara intensif mulai tahun 010 yang lalu sehingga jumlah data yang tersedia terbatas. Walaupun demikian perhitungan heritabilitas pada sifat pertumbuhan sangat penting dilakukan sebagai indikator awal keberhasilan seleksi di BPU-HP api Aceh Indrapuri. Korelasi genetik Estimasi nilai korelasi genetik sifat-sifat produksi sapi Aceh pada penelitian termasuk kategori sedang (0,30 < r G < 0,50) sampai tinggi (r G > 0.50). Nilai korelasi genetik pada sifat pertumbuhan pada bangsa sapi potong yang lain di Indonesia tersaji pada abel 4. Nilai korelasi genetik antara sifat pertumbuhan satu dengan sifat pertumbuhan yang lain berkisar pada kategori sedang sampai tinggi (Warwick et al. 1990; Hardjosubroto 1994). Nilai korelasi genetik yang tinggi seperti yang diperoleh pada penelitian ini menunjukkan bahwa seleksi pada sapi Aceh dapat dilakukan berdasarkan BL, B dan BY untuk mencapai BD yang tinggi. Walaupun demikian B merupakan sifat pertumbuhan yang bernilai ekonomi tinggi. Berat sapih mempunyai nilai korelasi genetik yang tinggi dengan BY dan BD. elain itu B yang tinggi pada pedet menggambarkan seekor induk memiliki kemampuan mothering ability (mengasuh) pedet yang baik serta memiliki produksi susu yang baik (Falconer & Mackay 1996). abel 3. Nilai heritabilitas beberapa sifat pada sapi potong di Indonesia yang dihitung dengan metode Paternal Halfsibs Correlation Bangsa sapi Berat badan umber Lahir apih etahunan Dewasa immental 0,11+0,09 0,39+0,16 0,43+0,19 - uhada (008) Madura 0,33+0,4 0,87+0,45 0,7+0,9 - Karnaen (008) Brahman cross - 0,37+0,09 0,44+0,14 - Duma (1997) Ongole - 0,7+0,10 0,39+0,1 - Duma (1997) Bali - 0,3+0,0 0,38+0,03 - ukmasari et al. (00) Aceh 0,15+0,13 0,48+0,58 0,49+0,58 0,56+0,69 Hasil penelitian abel 4. Nilai korelasi genetik beberapa sifat pada sapi potong di Indonesia yang dihitung dengan metode Parent Offsprng Covariance Bangsa sapi Korelasi BL - B BL - BY BL - BD B - BY B - BD BY - BD immental 1 0,9+0,37 0,46+0,33-0,68+0,16 - - Brahman - - - 0,71+0,06 - - Ongole - - - 0,74+0,15 - - Bali 3 - - - 0,7+0,03 - - Madura 4 0,43+0,13 - - 0,59+0,11 - - Aceh 5 0,56+0,60 0,5+0,6 0,5+0,59 0,46+1,00 0,37+0,58 0,39+1,03 BL: Berat lahir; B: Berat sapih; BY: Berat setahunan; BD: Berat dewasa 1 uhada (008); Duma (1997); 3 ukmasari et al. (00); 4 Nasipan et al. (001); 5 Hasil penelitian 53

JIV Vol. 19 No 4 h. 014: 48-56 Respon seleksi Respon seleksi langsung Nilai dugaan respon seleksi langsung (R Y ) tertinggi pada penelitian ini untuk sifat B (1,1), BY (,05) dan BD (3,8) pada kombinasi pola pembiakan pejantan 3 tahun dan induk 6 tahun. Hasil yang sama juga ditunjukkan apabila menggunakan pejantan dan induk masing-masing selama 3 dan 8 tahun. Respon seleksi B, BY dan BD yang dapat diperoleh sebagai akibat seleksi langsung pada sapi Aceh (abel 5) berturut-turut bervariasi dari 1,01-1,0 kg, 1,7-,05 kg dan,75-3,8 kg per tahun mengikuti variasi perubahan intensitas seleksi (i) dan interval generasi (L) pada berbagai kombinasi lama pembiakan pejantan dan induk. Pada sapi Brahman Cross nilai R Y tertinggi pada B (1,49 kg) dan BY (,87 kg) pada kombinasi pola pembiakan pejantan 4 tahun dan induk 8 tahun di ladang ternak Bila River Ranch ulawesi elatan. api Ongole memiliki nilai R Y tertinggi pada B (1,41 kg) dan BY (,65 kg) pada kombinasi pola pembiakan pejantan 3 tahun dan induk 8 tahun pada lokasi yang sama (Duma 1997). api horthorn memiliki nilai R Y tertinggi untuk BL (0,30 kg), B (,10 kg) dan BY (5,10 kg) pada pola kombinasi pembiakan pejantan 3 tahun dan betina 9 tahun (Olthoff et al. 1990). api N Dama mempunyai nilai R Y tertinggi pada BD sebesar 0,18 kg pada kombinasi pola pembiakan pejantan tahun dan induk 6 tahun dengan nilai L sebesar 5,5 tahun (Bosso et al. 009). Respon seleksi yang diharapkan per tahun akibat seleksi sangat tergantung pada i, L, keragaman genetik dan keragaman fenotip (Lasley 1978). Intensitas seleksi merupakan diferensial seleksi yang dinyatakan dalam standar deviasi (Hardjosubroto 1994) sehingga nilainya tergantung pada jumlah individu yang tersedia sebagai populasi dasar seleksi dan keragamannya. elain itu jumlah ternak (pejantan dan induk) yang akan diganti turut menentukan nilai i. Nilai i akan semakin besar apabila panen pedet sapihan dapat ditingkatkan (Meuwissen 1997). abel 5. Estimasi respon seleksi (R Y ) secara langsung pada berat sapih (B), berat setahunan (BY) dan berat dewasa (BD) pada sapi Aceh di BPU-HP sapi Aceh Indrapuri Lama pemeliharaan (tahun) Proporsi seleksi (%b) Intensitas Interval R Y (kg/tahun) Bull Cow Bull Cow seleksi (i) generasi (tahun) BL B BY BD 1 5 0,17 0,69 1,00 5,00 0,04 1,0 1,73,76 1 6 0,17 0,58 1,08 5,5 0,04 1,05 1,78,84 1 7 0,17 0,49 1,10 5,50 0,04 1,01 1,7,75 1 8 0,17 0,43 1,0 5,75 0,04 1,06 1,80,88 1 9 0,17 0,39 1,4 6,00 0,04 1,05 1,78,84 1 10 0,17 0,35 1,8 6,5 0,04 1,04 1,76,8 5 0,08 0,69 1,19 5,5 0,04 1,15 1,95 3,1 6 0,08 0,58 1,7 5,50 0,04 1,17 1,99 3,18 7 0,08 0,49 1,8 5,75 0,04 1,13 1,9 3,08 8 0,08 0,43 1,39 6,00 0,04 1,18,00 3,19 9 0,08 0,39 1,4 6,5 0,04 1,16 1,96 3,14 10 0,08 0,35 1,46 6,50 0,04 1,14 1,94 3,10 3 5 0,05 0,69 1,9 5,50 0,04 1,19,0 3,3 3 6 0,05 0,58 1,37 5,75 0,04 1,1,05 3,8 3 7 0,05 0,49 1,38 6,00 0,04 1,17 1,99 3,18 3 8 0,05 0,43 1,49 6,5 0,04 1,1,05 3,8 3 9 0,05 0,39 1,5 6,50 0,04 1,19,0 3,3 3 10 0,05 0,35 1,56 6,75 0,04 1,18,00 3,19 4 5 0,04 0,69 1,33 5,75 0,04 1,18,00 3,0 4 6 0,04 0,58 1,41 6,00 0,04 1,0,03 3,5 4 7 0,04 0,49 1,43 6,5 0,04 1,16 1,97 3,15 4 8 0,04 0,43 1,53 6,50 0,04 1,0,03 3,5 4 9 0,04 0,39 1,57 6,75 0,04 1,18,00 3,0 4 10 0,04 0,35 1,61 7,00 0,04 1,17 1,98 3,17 5 5 0,03 0,69 1,39 6,00 0,04 1,18,00 3,0 5 6 0,03 0,58 1,47 6,5 0,04 1,0,03 3,5 5 7 0,03 0,49 1,49 6,50 0,04 1,16 1,97 3,16 5 8 0,03 0,43 1,59 6,75 0,04 1,0,04 3,6 5 9 0,03 0,39 1,63 7,00 0,04 1,18,01 3,1 5 10 0,03 0,35 1,67 7,5 0,04 1,17 1,99 3,17 54

Lama pembiakan pejantan dan induk dalam populasi sangat menentukan besarnya i dan L yang selanjutnya akan menentukan besarnya R Y. Nilai i akan semakin meningkat dengan bertambahnya lama pembiakan pejantan dan induk, akan tetapi L akan meningkat. Hal ini disebabkan jumlah pejantan dan induk yang disingkirkan setiap tahunnya berbeda sehingga komposisi ternak berdasarkan umur juga berbeda. Intensitas seleksi yang berbeda pada setiap kombinasi lama pembiakan disebabkan oleh jumlah pedet jantan dan betina sapihan yang tersedia sebagai pengganti adalah tetap (calf crop tidak berubah), sedangkan jumlah yang terpilih sebagai pengganti bervariasi menurut lama pembiakan. Apabila panen pedet dapat Putra et al. Potensi respon seleksi sifat pertumbuhan sapi Aceh ditingkatkan maka nilai i akan semakin besar karena jumlah pedet yang tersedia akan semakin meningkat. Respon seleksi terkorelasi Nilai dugaan respon seleksi terkorelasi (CR Y ) pada sifat-sifat pertumbuhan sapi Aceh tersaji pada abel 6. Berdasarkan hasil penelitian pada abel 6 terlihat bahwa respon seleksi berdasarkan B memiliki nilai CR Y yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang berdasarkan BL pada semua kombinasi pola pembiakan. Hal ini menunjukkan bahwa seleksi terhadap B secara tidak langsung dapat meningkatkan BY dan BD lebih efektif dibandingkan apabila melakukan seleksi berdasarkan BL (Koch et al. 004). abel 6. Estimasi respon seleksi terkorelasi (CR Y ) secara langsung pada berat sapih (B), berat setahunan (BY) dan berat dewasa (BD) pada sapi Aceh di BPU-HP sapi Aceh Indrapuri Lama breeding (tahun) CR Y (kg/tahun) Bull Cow BL - B BL - BY BL - BD B - BY B - BD BY - BD 1 5 0,96 1,50,5,35,84 3,03 1 6 1,07 1,67,50,61 3,15 3,37 1 7 1,16 1,8,73,85 3,44 3,68 1 8 1,5 1,96,94 3,07 3,70 3,95 1 9 1,33,09 3,13 3,7 3,94 4,1 1 10 1,41,0 3,30 3,45 4,16 4,45 5 1,07 1,67,50,61 3,15 3,37 6 1,16 1,8,73,85 3,44 3,68 7 1,5 1,96,94 3,07 3,70 3,95 8 1,33,09 3,13 3,7 3,94 4,1 9 1,41,0 3,30 3,45 4,16 4,45 10 1,48,31 3,47 3,6 4,36 4,66 3 5 1,16 1,8,73,85 3,44 3,68 3 6 1,5 1,96,94 3,07 3,70 3,95 3 7 1,33,09 3,13 3,7 3,94 4,1 3 8 1,41,0 3,30 3,45 4,16 4,45 3 9 1,48,31 3,47 3,6 4,36 4,66 3 10 1,54,41 3,61 3,77 4,55 4,87 4 5 1,5 1,96,94 3,07 3,70 3,95 4 6 1,33,09 3,13 3,7 3,94 4,1 4 7 1,41,0 3,30 3,45 4,16 4,45 4 8 1,48,31 3,47 3,6 4,36 4,66 4 9 1,54,41 3,61 3,77 4,55 4,87 4 10 1,60,50 3,75 3,9 4,73 5,05 5 5 1,33,09 3,13 3,7 3,94 4,1 5 6 1,41,0 3,30 3,45 4,16 4,45 5 7 1,48,31 3,47 3,6 4,36 4,66 5 8 1,54,41 3,61 3,77 4,55 4,87 5 9 1,60,50 3,75 3,9 4,73 5,05 5 10 1,66,59 3,88 4,05 4,89 5,3 55

JIV Vol. 19 No 4 h. 014: 48-56 Berdasarkan abel 6 diketahui bahwa semakin lama pejantan dan induk yang dielihara menyebabkan nilai CR Y semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena perbedaan lama pemeliharaan pejantan dan induk dalam breeding. emakin lama memelihara pejantan dan induk pada breeding menyebabkan keragaman genetik suatu sifat relatif kecil. Hal ini disebabkan karena proses masuknya darah baru (pejantan dan induk baru) relatif lama. Keragaman genetik yang kecil pada beberapa sifat menyebabkan nilai r G antar sifat tersebut menjadi tinggi, sehingga nilai CR Y juga akan tinggi (Mandhiza et al. 000). eleksi pada ternak dengan kriteria seleksi fenotip, alokasi perkawinan asortatif (terprogram) dan tipe seleksi berdasarkan performans tetua akan memaksimalkan nilai R Y (Alnita et al. 009) KEIMPULAN eleksi berdasarkan B pada sapi Aceh akan dapat meningkatkan B, BY dan BD yang lebih baik dibandingkan BL. Respon seleksi terbaik pada ketiga sifat pertumbuhan tersebut akan dapat diperoleh pada kombinasi lama pembiakan pejantan 3 tahun dan induk 6 atau 8 tahun. UCAPAN ERIMA KAIH Penulis menyampaikan terima kasih kepada seluruh staf dan karyawan di BPU-HP api Aceh Indrapuri atas bantuan dan dukungannya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. DAFAR PUAKA Abdullah MAN, Noor RR, Martojo M, olihin DD, Handiwirawan E. 006. Keragaman fenotip sapi Aceh di Nanggroe Aceh Darussalam. J Indones rop Anim Agric. 3:11-1. Alnita B, Ahmad GM, Lumatauw. 009. eleksi berat badan sapi Bali umur satu tahun dengan menggunakan progam simulasi Gen up. J Livest ci. 4:83-9. Bosso NA, Van der Waiij EH, Kahi AK, Van Arendonk JAM. 009. Genetic analyzis of N Dama cattle breed selection schemes. Livest Res Rural Develop. Vol. 1, Issue 8. http://www.lrrd.org/lrrd1/8/boss1135.htm. Duma Y. 1997. Estimasi beberapa parameter genetik pada sapi Brahman Cross dan Ongole di Ladang ernak Bila River Ranch (esis). [Yogyakarta (Indonesia)]: Universitas Gadjah Mada. Gushairiyanto, Depison. 009. Korelasi genetik antara bobot sapih dengan bobot satu tahun dan laju pertumbuhan pascasapih sapi Brahman Cross. J ains Anim ci. 1:171-175. Hardjosubroto W. 1994. Aplikasi pemuliabiakan ternak di lapangan. Jakarta (Indones): Gramedia Widiasararana. Karnaen. 008. Pendugaan heritabilitas, korelasi genetik dan korelasi fenotip sifat bobot badan pada sapi Madura. J Indones rop Anim Agric. 33:191-196. Koch RM, Cundiff LV, Gregory KE, Van Vleck LD. 004. Genetic response to selection for weaning weight or yearling weight or yearling weight and muscle score in Hereford cattle: efficiency of gain, growth and carcass characteristic. J Anim ci. 8:668-68. Mandhiza, Makuza M, Mhlanga FN. 000. election responses for milk, fat and protein yields in Zimbabwean Holstein cattle. Asian Aust J Anim ci. 13:883-887. Meuwissen H. 1997. Maximizing the response of selection with a predefined rate of inbreeding. J Anim ci. 75:934-940. Nasipan U, Rukmana MP, Paggi, Karnaen, Rudiono D, Anang A. 001. Hubungan genetik dan fenotip terhadap beberapa sifat produktif sapi Madura. 8:15-18. Olthoff JC, Grow GH, Rahnefeld GW. 1990. Changes in beef cattle performance after ten years of yearling selection. Can J Anim ci. 70:1017-108. uhada H, umadi, Nono N. 008. Estimasi parameter genetik sifat produksi sapi immental di Balai Pembibitan ernak Unggul api Potong Padang Mengatas umatera Barat. Bullet Anim ci. 33:1-7. ukmasari AH, Noor RR, Martodjo H, halib C. Pendugaan nilai pemuliaan dan kecenderungan genetika bobot badan sapi Bali di Proyek Pembibitan dan Pengembangan api Bali. J Anim ci ech. 9:109-113. Umartha BA. 005. Mengenal karakteristik sapi Aceh. Banda Aceh (Indones): Balai Pembibitan ernak Unggul Press. Falconer D, Mackay F. 1996. Introduction to quantitative genetic. 4th ed. Prince John (Kanada): North Canada tate University Press. Lasley JF. 1978. Genetic of livestock improvement. New Jersey (UA): Prentice Hall, Inc. Warwick E. Maria J, Wartomo H. 1990. Ilmu pemuliaan ternak. 4th ed. Yogyakarta (Indones): Gadjah Mada University Press. 56