Akurasi Formula Kekuatan Lensa Intraokular

dokumen-dokumen yang mirip
AKURASI KEKUATAN LENSA INTRAOKULER PADA PASIEN MIOPIA AKSIAL MENGGUNAKAN ALAT OPTICAL BIOMETRY

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut data Riskesdas 2013, katarak atau kekeruhan lensa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Miopia (nearsightedness) adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. Kelainan refraksi disebut juga refraksi anomali, ada 4 macam kelainan refraksi. yang dapat mengganggu penglihatan dalam klinis, yaitu:

CLINICAL SCIENCE SESSION MIOPIA. Preseptor : Erwin Iskandar, dr., SpM(K)., Mkes.

BAB II. Kelainan refraksi disebut juga refraksi anomali, ada 4 macam kelainan refraksi. yang dapat mengganggu penglihatan dalam klinis, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Katarak merupakan salah satu penyebab kebutaan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GAMBARAN TEKANAN INTRAOKULAR, KEDALAMAN BILIK MATA DEPAN, DAN KETEBALAN LENSA PADA PASIEN PREOPERASI KATARAK SENILIS DI RS PHC TAHUN 2015

Berdasarkan tingginya dioptri, miopia dibagi dalam(ilyas,2014).:

Correlation between Axial Length with Central Corneal Thickness and Degree of Myopia

REFRAKSI. Oleh : Dr. Agus Supartoto, SpM(K) / dr. R. Haryo Yudono, SpM.MSc

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Astigmatisma adalah kelainan refraksi yang mencegah berkas. Pada astigmatisma, mata menghasilkan suatu bayangan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Katarak umumnya didefinisikan sebagai kekeruhan lensa. Katarak

BAB I PENDAHULUAN. penyakit. Lensa menjadi keruh atau berwarna putih abu-abu, dan. telah terjadi katarak senile sebesar 42%, pada kelompok usia 65-74

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Katarak adalah kekeruhan yang terjadi pada lensa mata dan menjadi penyebab

TEKNIK PEMERIKSAAN REFRAKSI SUBYEKTIF MENGGUNAKAN TRIAL FRAME dan TRIAL LENS

Additional Intraocular Surgery after Pediatric Cataract Surgery

REFERAT LASIK (LASER-ASSISTED IN SI TU KERATOMILEUSIS)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang berasal dari jarak tak

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Lensa kontak merupakan suatu cangkang lengkung

KMN Klinik Mata Nusantara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. anak yang kedua orang tuanya menderita miopia. 11,12

Gambar 2.1 Anatomi Mata

PERBEDAAN TEKANAN INTRAOKULER PASCA OPERASI IRIDEKTOMI PERIFER DAN LASER IRIDOTOMI PADA GLAUKOMA PRIMER SUDUT TERTUTUP AKUT PERIODE 1 JANUARI 2004

RETINOSKOPI NURCHALIZA HAZARIA SIREGAR NIP DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Mata adalah panca indera penting yang perlu. pemeriksaan dan perawatan secara teratur.

PENDAHULUAN. beristirahat (tanpa akomodasi), semua sinar sejajar yang datang dari benda-benda

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam kandungan dan faktor keturunan(ilyas, 2006).

JST Kesehatan, Januari 2015, Vol.5 No.1 : ISSN

BAB II LANDASAN TEORI. bagian depan orbita (Moore et al., 2010). Pada anak baru lahir, rata-rata. atau dewasa (Vaughan dan Asbury, 2009)

BAB I PENDAHULUAN. sejajar yang berasal dari jarak tak terhingga masuk ke mata tanpa akomodasi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Ingris Cataract, dan Latin

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahun di antara orang terdapat seorang penderita baru katarak (Kemenkes RI,

BAB I PENDAHULUAN. (Dorland, 2010). Dalam keadaan normal, tekanan intraokular rata rata sekitar 15 mm

Tatalaksana Miopia 1. Koreksi Miopia Tinggi dengan Penggunaan Kacamata Penggunaan kacamata untuk pasien miopia tinggi masih sangat penting.

KELAINAN REFRAKSI YANG MENYEBABKAN GLAUKOMA

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) PROGRAM STUDI KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Penggunaan Lensa Kontak untuk Astigmatisma Paska Keratoplasti

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Prosedur Refraksi adalah salah satu prosedur elektif

Comparison of corneal endothelial cells loss after phacoemulsification between soft shell and adaptive viscoelastic ORIGINAL ARTICLE

(Anterior surface Curvature) (Posterior surface Curvature)

BAB I PENDAHULUAN. hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat keduaduanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berkembang. Laser-Assisted insitu Keratomileusis (LASIK) adalah salah satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. depan atau belakang bintik kuning dan tidak terletak pada satu titik yang tajam. 16

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. dalam proses refraksi ini adalah kornea, lensa, aqueous. refraksi pada mata tidak dapat berjalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Miopia dapat terjadi karena ukuran aksis bola mata relatif panjang dan disebut

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN KEJADIAN HIPERMETROPIA DI POLIKLINIK MATA RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU PERIODE 1 JANUARI 31 DESEMBER 2009

BAB I PENDAHULUAN. staff, 2010). Berdasarkan survey kesehatan mata yang dilakukan oleh. penyebab kebutaan terbanyak di Indonesia (Depkes, 2014).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kornea merupakan jaringan transparan avaskular yang berada di dinding depan bola mata. Kornea mempunyai fungsi

BAB I PENDAHULUAN. Katarak merupakan salah satu penyebab kebutaan yang utama di dunia. Data

SOP KATARAK. Halaman 1 dari 7. Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon SMF. Ditetapkan Oleh Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Undang-undang no 23 tahun 2012 telah dijelaskan mengenai definisi anak.

Muhammadiyah Yogyakarta, 2 Departemen Mata, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ABSTRACT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Glaukoma. 1. Apa itu Glaukoma?

II. 1 Pengenalan dan pengertian Rumah Sakit Mata II.1. 1 Gambaran Umum Proyek. : Wayfinding Architecture : Puri Indah Raya, Kembangan, Jakarta Barat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dimana tidak ditemukannya kelainan refraksi disebut emetropia. (Riordan-Eva,

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki efek yang kuat dalam menurunkan tekanan intraokular (TIO)

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah mata merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia karena mata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. utama, yaitu high contrast acuity atau tajam penglihatan, sensitivitas terhadap

PREVALENSI KELAINAN REFRAKSI DI POLIKLINIK MATA RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN Oleh: ZAMILAH ASRUL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Edema sistoid makula atau cystoid macular edema (CME) merupakan komplikasi patologis retina yang sering terjadi dan terdapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya katarak sangat berhubungan dengan faktor usia. Meningkatnya usia

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN. Surabaya periode Januari-Juni 2015, maka dapat diambil kesimpulan. perempuan (57,5%). usia tahun (28,9%).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1. Anatomi Mata

BAB I PENDAHULUAN. Kornea merupakan dinding depan bola mata yang transparan dan

BAB I PENDAHULUAN. Miopia adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak lahir (Ilyas S, 2006). Orang tua akan menyadari untuk pertama kali dengan

PELATIHAN KESEHATAN MATA UNTIJK GURU-GURU UKS SEKOLAH DASAR SE-KECA]W{TAN PADANG TIMUR

O P T I K dan REFRAKSI. SMF Ilmu Kesehatan Mata RSD Dr.Soebandi FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

MYOPIA. (Rabun Jauh)

Dokter & Jadwal Praktek

Penurunan Tekanan Intraokular Pascabedah Katarak pada Kelompok Sudut Bilik Mata Depan Tertutup dan Terbuka

Perbandingan Komplikasi Glaukoma Sekunder antara Pasien Post Operasi Tunggal dan Kombinasi Vitrektomi - Sklera Bukle

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi dan Pengertian Visus

Author : Aulia Rahman, S. Ked. Faculty of Medicine University of Riau. Pekanbaru, Riau. Files of DrsMed FK UNRI (

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bola mata terletak di dalam kavum orbitae yang cukup terlindung (Mashudi,

Perbedaan Tajam Penglihatan Pra dan Pasca Bedah Katarak dengan Uveitis

TINJAUAN PUSTAKA. tepat di retina (Mansjoer, 2002). sudah menyatu sebelum sampai ke retina (Schmid, 2010). Titik fokus

Akomodasi dalam Refraksi

R E F R A K S I PR P O R SE S S E S P E P N E G N L G IHA H TAN 1

Harri Prawira Ezeddin. Ked

LASIK (Laser Assisted In-situ Keratomileusis)

KATA PENGANTAR. waktu, tak lupa shalawat salam tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. memenuhi tugas kepaniteraan di Rumah Sakit Islam Jakarta Pondk Kopi.

The Incident of Postoperation Complication with Phacoemulsification at PKU Muhammadiyah Yogyakarta 1

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Katarak adalah suatu kekeruhan lensa yang. menyebabkan gangguan penglihatan. Katarak berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. sebagai katarak sekunder atau after cataract yang disebabkan oleh lensa sel

OLEH : ARYANI ATIYATUL AMRA NIP.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1. Anatomi Mata

Transkripsi:

Hasil refraktif yang optimal pasca bedah katarak membutuhkan hasil dari biometri preoperatif dan formula kalkulasi kekuatan lensa intraokular (LIO) yang akurat. Prediksi dari hasil refraksi setelah bedah katarak sudah semakin berkembang dengan peralatan serta formula kalkulasi kekuatan lensa intraokular yang diperbaharui. Biometri dapat dibagi menjadi beberapa komponen yang dibutuhkan untuk menghitung kekuatan lensa intraokular yaitu panjang aksial, kekuatan kornea, dan posisi lensa intraokular. Formula kalkulasi kekuatan LIO sudah semakin berkembang dari generasi ke generasi dan masing-masing memiliki kelebihan pada kondisi tertentu. 1 / 7

Biometri Panjang aksial Panjang aksial bola mata merupakan komponen penting dalam kalkulasi kekuatan lensa intraokular. Panjang aksial bola mata dapat diukur dengan beberapa teknik. Data dari kedua mata perlu untuk diukur walaupun pembedahan hanya direncanakan untuk satu mata. Kesalahan 1 mm pada hasil pengukuran panjang aksial bola mata akan menghasilkan kelainan refraksi sekitar 2.35 D pada mata dengan panjang aksial 23.5 mm. Kelainan refraksi berkurang menjadi 1.75 D/mm pada mata dengan panjang aksial 30 mm dan meningkat sampai 3.75 D/mm pada mata dengan panjang aksial 20 mm. A-Scan ultrasonography digunakan untuk mengukur panjang aksial dengan menggunakan dua jenis metode yaitu teknik imersi atau dengan metode kontak aplanasi. Teknik imersi menggunakan kerangka atau disebut shell yang ditempatkan pada mata diantara kelopak mata untuk membuat kondisi kedap pada kornea kemudian transduser dari ultrasound ditempatkan pada shell yang sudah diisi cairan imersi. Metode kontak aplanasi membuat transduser mengalami kontak langsung dengan kornea sehingga pemeriksa harus hati-hati untuk tidak terlalu menekan kornea, karena penekanan pada kornea dapat menyebabkan pemendekan hasil pengukuran panjang aksial. Kesalahan perhitungan menjadi penting dan signifikan pada pasien dengan hiperopia tinggi (panjang aksial 20 mm atau kurang), dimana setiap kesalahan 1 milimeter dapat menghasilkan ketidakuratan sampai dengan 3.75 D dari kekuatan lensa intraokular. Pengukuran panjang aksial dengan menggunakan ultrasound merupakan suatu kalkulasi. Biometer ultrasonik mengukur waktu transit dari gelombang ultrasound. Software pada pada alat biometri akan mengukur panjang aksial bola mata dengan menggunakan data perkiraan kecepatan rata-rata gelombang yang melewati berbagai media okular (kornea, humor akuos, lensa, dan vitreus). Nilai yang didapat dapat berubah bila kecepatan gelombang melewati media yang tidak normal, sebagai contoh pada mata dengan silicone oil di posterior. Pemeriksa harus mempertimbangkan perbedaan kecepatan gelombang pada silicone oil dan vitreus (980 m/s dan 1532 m/s). Indeks refraksi dari silicone oil juga lebih kecil dibandingkan dengan vitreus sehingga perlu dimasukkan dalam perhitungan kekuatan lensa intraokular. 2 / 7

Biometer optikal juga merupakan salah satu alat untuk mengukur panjang aksial bola mata. Metode pengukuran ini baru diperkenalkan pada tahun 1999. Alat ini dinamakan IOLMaster, merupakan instrumen non-kontak yang menggunakan laser coherent interferometry untuk mengukur beberapa paramater seperti panjang aksial, kurvatura kornea, kedalaman kamera okuli anterior, jarak horizontal white-to-white (diameter kornea), dan melakukan kalkulasi kekuatan lensa intraokular dengan empat jenis formula modern generasi ketiga dan keempat. Pengukuran dengan optikal biometer dapat dipersulit dengan adanya sikatrik kornea, katarak matur atau subkapsular posterior, perdarahan vitreus, serta ketidakmampuan pasien untuk memfiksasi pandangan. Kekuatan Kornea Perhitungan kekuatan kornea merupakan faktor terpenting berikutnya setelah panjang aksial dalam formula kalkulasi LIO. Kesalahan 1.0 D pada perhitungan kekuatan korena akan menyebabkan kelainan refraksi post-operatif sebesar 1.0 D. Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menghitung kekuatan kornea adalah instrumen yang digunakan, astigmatisme, keratoconus, dan riwayat bedah refraktif sebelumnya. Keratometer manual hanya mengukur permukaan bagian depan kornea dan mengkonversi radius (r) kurvatura kornea yang didapat menjadi diopter (K) menggunakan indeks refraksi 1.3375. Corneal topography dapat memberikan gambaran kontur permukaan kornea serta kekuatan kornea dan berguna pada keadaan astigmatisme irreguler atau keratokonus dan adanya riwayat bedah refraktif kornea. Astigmatisme reguler bukan merupakan faktor dalam kalkulasi kekuatan LIO karena hasil dari prediksi refrkasi postoperatif merupakan spherical equivalent. Riwayat bedah refraktif kornea dapat merubah kontur kornea sehingga metode standar untuk mengukur kekuatan kornea akan menghasilkan nilai yang tidak sesuai ( underestimated / myopia atau oversetimated / hyperopia). 3 / 7

Posisi Aksial Lensa Intraokular Faktor ini pada awalnya disebut dengan anterior chamber depth (ACD) karena optik dari LIO pada era awal ditempatkan di depan iris, pada kamera okuli anterior. Terminologi yang baru adalah effective lens position (ELP) oleh Holladay. ACD didefinisikan sebagai jarak aksial antara dua lensa (kornea dan lensa atau LIO), atau jarak dari permukaan anterior kornea sampai dengan effective principal plane dari LIO (permukaan depan lensa kristalin). Nilai ini dibutuhkan untuk hampir semua formula dan merupakan bagian dari konstanta A yang spesifik untuk setiap LIO. Posisi LIO sempat dianggap yang paling tidak begitu penting dari tiga variabel sebagai penyebab dari kesalahan perhitungan kekuatan LIO, namun pada 1998 Hoffer mendapatkan post operasi hari pertama LIO pasien dengan ACD yang dangkal dan myopia -2,50 D kemudian setelah 3 hari kamera okuli anterior menjadi lebih dalam 2,0 mm dan kelainan refraksinya menjadi plano sehingga faktor ini dianggap penting secara klinis. Simpulan Hasil refraktif yang optimal pasca bedah katarak membutuhkan hasil dari biometri preoperatif dan formula kalkulasi kekuatan lensa intraokular (LIO) yang akurat. Formula kekuatan LIO masing-masing memiliki keakuratan pada panjang bola mata tertentu sehingga penggunaannya dianjurkan untuk disesuaikan dengan masing-masing kondisi. Pemakaian formula dianjurkan untuk menggunakan formula dengan generasi terbaru seperti generasi tiga dan seterusnya serta perlu untuk dilakukannya optimisasi konstanta LIO. Formula Barrett Universal II merupakan formula yang memiliki tingkat akurasi yang lebih tinggi dibanding formula lainnya. 4 / 7

(oleh : dr. David Agung Hutabarat / Dr. dr. Budiman, Sp.M(K), M.Kes - PMN RS Mata Cicendo) DAFTAR PUSTAKA 1. Hoffer KJ. Intraocular Lens Power Calculation. Dalam: Steinert RF, editor. Cataract Surgery. Edisi Ketiga. Elsevier: 2010. Hal 33-53. 2. AAO. Section 11 : Lens and Cataract. Dalam: Basic and Clinical Science Course. USA: American Academy of Ophthalmology; 2014. Hal 82-6. 3. AAO. Section 3 : Clinical Optic. Dalam: Basic and Clinical Science Course. USA: American Academy of Ophthalmology; 2014. Hal 200. 5 / 7

4. Hunter DG, West CE. Last-Minute Optics : A Concise Review of Optics, Refraction, and Contact Lenses. Edisi Kedua. New Jersey: SLACK Incorporated; 2010. Hal 65-70. 5. Hoffer KJ. IOL Power. New Jersey: SLACK Incorporated; 2011. Hal 133-43. 6. Kent C. IOL Power Formula: 10 Questions Answered. Review of Ophtalmology. Massachusetts. 2018 Januari: 25. Hal. 16-28. 7. Olsen T. Calculation of intraocular lens power: a review. Acta Ophthalmologica Scandinavica. 2007 Aug;85(5):472 85. 8. Narváez J, Zimmerman G, Stulting RD, Chang DH. Accuracy of intraocular lens power prediction using the Hoffer Q, Holladay 1, Holladay 2, and SRK/T formulas. Journal of Cataract & Refractive Surgery. 2006 Dec;32(12):2050 3. 9. Melles RB, Holladay JT, Chang WJ. Accuracy of Intraocular Lens Calculation Formulas. Ophthalmology. 2018 Feb;125(2):169 78. 10. Kane JX, Van Heerden A, Atik A, Petsoglou C. Accuracy of 3 new methods for intraocular lens power selection. Journal of Cataract & Refractive Surgery. 2017 Mar;43(3):333 9. 11. Retzlaff JA, Sanders DR, Kraff MC. Development of the SRK/T intraocular lens implant power calculation formula. Journal of Cataract & Refractive Surgery. 1990 May;16(3):333 40. 6 / 7

12. Asia-Pacific Association of Cataract & Refractive Surgeons. Barrett Universal II Formula. Diunduh dari : https://www.apacrs.org/barrett_universal2105 13. AAO. Cataract in the Adult Eye Preferred Practice Pattern. San Fransisco: AAO; 2016. Hal 20. 14. National Institute for Health and Care Excellence. Cataract in Adults: Management. UK: National Institute for Health and Care Excellence; 2017. Hal 8-9. 7 / 7