M I F I ISSN : MAJALAH ILMIAH FISIOTERAPI INDONESIA, Volume 5, Nomor 3 SEPTEMBER 2017

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "M I F I ISSN : MAJALAH ILMIAH FISIOTERAPI INDONESIA, Volume 5, Nomor 3 SEPTEMBER 2017"

Transkripsi

1 ISSN : M I F I MAJALAH ILMIAH FISIOTERAPI INDONESIA, Volume 5, Nomor 3 SEPTEMBER 2017 KOMBINASI INTEGRATED NEUROMUSCULAR INHIBITION TECH- NIQUE DENGAN ULTRASOUND LEBIH EFEKTIF DALAM MENURUNKAN RASA NYERI DIBANDINGKAN KOMBINASI STRAIN COUNTERSTRAIN DENGAN ULTRASOUND PADA PEN- DERITA PIRIFORMIS SYNDROME I Nyoman Baktiyasa, Ari Wibawa, I Putu Adiartha Griadhi PERBANDINGAN AGILITY LADDER EXERCISE METODE LATERAL RUN DENGAN CIRCUIT TRAINING DALAM MENINGKATKAN KELINCAHAN PEMAIN FUTSAL PADA TIM GRIYA TANSA TRISNA DALUNG Gede Denny Wiradarma, Anak Ayu Nyoman Trisna Narta Dewi, I Gusti Ayu Artini EFEKTIVITAS PEMBERIAN AROMATHERAPY ABDOMINAL MAS- SAGE TEKNIK EFFLURAGE DIBANDINGKAN DENGAN AB- DOMINAL STRETCHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN NYERI DYSMENORRHEA PRIMER PADA REMAJA PUTRI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI DENPASAR Dewa Ayu Chintya Antari, I Made Niko Winaya, Ida Ayu Dewi Wiryanthini LATIHAN ABDOMINAL DRAWING-IN MANEUVER SAMA BAIKNYA DENGAN CORE STRENGTHENING EXERCISE DALAM MENINGKATKAN KEKUATAN OTOT PENYANGGA TUBUH PADA SISWI SMAN 1 GIANYAR I Gusti Ayu Mega Purwani, Ni Wayan Tianing, I Putu Adiartha Griadhi PERBEDAAN WAKTU REAKSI VISUAL ANTARA INDEKS MASSA TUBUH KATEGORI UNDERWEIGHT, NORMAL DAN OVER- WEIGHT PADA SISWA SEKOLAH DASAR SARASWATI TABANAN Ni Kadek Ira Maharani Putri, Ari Wibawa, I Dewa Ayu Inten Dwi Primayanti HUBUNGAN FLAT FOOT DENGAN KESEIMBANGAN STATIS DAN DINAMIS PADA ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI 4 TONJAKOTA DENPASAR Kadek Ady Antara, I Nyoman Adiputra, I Wayan Sugiritama HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH (IMT) KATEGORI UNDERWEIGHT DENGAN TINGKAT NYERI DYSMENORRHEA PRIMER PADA REMAJA PUTRI SEKOLAH MENENGAH PER- TAMA Kadek Kristina Harum Lasmi, Ari Wibawa, I Made Muliarta PEMBERIAN CORE STABILITY EXERCISE KOMBINASI HEEL RAISES EXERCISE SAMA BAIK DENGAN CORE STABILITY EX- ERCISE KOMBINASI ANKLE STRATEGY EXERCISE TERHADAP KESEIMBANGAN STATIS ANAK FLAT FOOT USIA 9-11 TAHUN DI SEKOLAH DASAR NEGERI 4 TONJA DENPASAR Made Risma Caesar Witayanti, Ni Luh Nopi Andayani, Ni Wayan Tianing PERBEDAAN PEMBERIAN SENAM HAMIL DAN MASSAGE DENGAN SENAM HAMIL DAN TAPPING TERHADAP PENING- KATAN AKTIVITAS FUNGSIONAL PADA IBU HAMIL TRIMESTER III YANG MENGALAMI NYERI PUNGGUNG BAWAH MIOGENIK DI UNIT VERLOS KAMER BALI ROYAL HOSPITAL DENPASAR Putu Ayu Meka Raini, Anak Ayu Nyoman Trisna Narta Dewi, Susy Purnawati HUBUNGAN POSISI PERGELANGAN TANGAN SAAT MENGETIK TERHADAP RISIKO TERJADINYA CARPAL TUNNEL SYNDROME (CTS) PADA KARYAWAN PT. X Made Adhi Dharma Setiawan, I Made Niko Winaya, I Made Muliarta PERBEDAAN TINGKAT PERKEMBANGAN BAYI YANG DIBERI ASI EKSKLUSIF DAN NON EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PADANG KARAMBIA KECAMATAN PAYAKUMBUH SELATAN Nur Sakinah, Ni Luh Nopi Andayani, I Made Krisna Dinata HUBUNGAN JUMLAH KONSUMSI BATANG ROKOK TERHADAP NILAI ARUS PUNCAK EKSPIRASI PADA LAKI-LAKI DEWASA MUDA Ni Putu Suci Sukreni, Ari Wibawa, I Made Krisna Dinata Program Studi Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

2 M I F I Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia Volume 5, Nomor 3, September 2017

3 Daftar Isi KOMBINASI INTEGRATED NEUROMUSCULAR INHIBITION TECHNIQUE DENGAN ULTRA- SOUND LEBIH EFEKTIF DALAM MENURUNKAN RASA NYERI DIBANDINGKAN KOMBINASI STRAIN COUNTERSTRAIN DENGAN ULTRASOUND PADA PENDERITA PIRIFORMIS SYN- DROME I Nyoman Baktiyasa, Ari Wibawa, I Putu Adiartha Griadhi PERBANDINGAN AGILITY LADDER EXERCISE METODE LATERAL RUN DENGAN CIRCUIT TRAINING DALAM MENINGKATKAN KELINCAHAN PEMAIN FUTSAL PADA TIM GRIYA TANSA TRISNA DALUNG Gede Denny Wiradarma, Anak Ayu Nyoman Trisna Narta Dewi, I Gusti Ayu Artini EFEKTIVITAS PEMBERIAN AROMATHERAPY ABDOMINAL MASSAGE TEKNIK EFFLURAGE DIBANDINGKAN DENGAN ABDOMINAL STRETCHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN NYERI DYSMENORRHEA PRIMER PADA REMAJA PUTRI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI DENPASAR Dewa Ayu Chintya Antari, I Made Niko Winaya, Ida Ayu Dewi Wiryanthini LATIHAN ABDOMINAL DRAWING-IN MANEUVER SAMA BAIKNYA DENGAN CORE STRENGTHENING EXERCISE DALAM MENINGKATKAN KEKUATAN OTOT PENYANGGA TUBUH PADA SISWI SMAN 1 GIANYAR I Gusti Ayu Mega Purwani, Ni Wayan Tianing, I Putu Adiartha Griadhi PERBEDAAN WAKTU REAKSI VISUAL ANTARA INDEKS MASSA TUBUH KATEGORI UNDER- WEIGHT, NORMAL DAN OVERWEIGHT PADA SISWA SEKOLAH DASAR SARASWATI TA- BANAN Ni Kadek Ira Maharani Putri, Ari Wibawa, I Dewa Ayu Inten Dwi Primayanti HUBUNGAN FLAT FOOT DENGAN KESEIMBANGAN STATIS DAN DINAMIS PADA ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI 4 TONJAKOTA DENPASAR Kadek Ady Antara, I Nyoman Adiputra, I Wayan Sugiritama HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH (IMT) KATEGORI UNDERWEIGHT DENGAN TINGKAT NYERI DYSMENORRHEA PRIMER PADA REMAJA PUTRI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA Kadek Kristina Harum Lasmi, Ari Wibawa, I Made Muliarta PEMBERIAN CORE STABILITY EXERCISE KOMBINASI HEEL RAISES EXERCISE SAMA BAIK DENGAN CORE STABILITY EXERCISE KOMBINASI ANKLE STRATEGY EXERCISE TER- HADAP KESEIMBANGAN STATIS ANAK FLAT FOOT USIA 9-11 TAHUN DI SEKOLAH DASAR NEGERI 4 TONJA DENPASAR Made Risma Caesar Witayanti, Ni Luh Nopi Andayani, Ni Wayan Tianing PERBEDAAN PEMBERIAN SENAM HAMIL DAN MASSAGE DENGAN SENAM HAMIL DAN TAP- PING TERHADAP PENINGKATAN AKTIVITAS FUNGSIONAL PADA IBU HAMIL TRIMESTER III YANG MENGALAMI NYERI PUNGGUNG BAWAH MIOGENIK DI UNIT VERLOS KAMER BALI ROYAL HOSPITAL DENPASAR Putu Ayu Meka Raini, Anak Ayu Nyoman Trisna Narta Dewi, Susy Purnawati HUBUNGAN POSISI PERGELANGAN TANGAN SAAT MENGETIK TERHADAP RISIKO TER- JADINYA CARPAL TUNNEL SYNDROME (CTS) PADA KARYAWAN PT. X Made Adhi Dharma Setiawan, I Made Niko Winaya, I Made Muliarta PERBEDAAN TINGKAT PERKEMBANGAN BAYI YANG DIBERI ASI EKSKLUSIF DAN NON EK- SKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PADANG KARAMBIA KECAMATAN PAYA- KUMBUH SELATAN Nur Sakinah, Ni Luh Nopi Andayani, I Made Krisna Dinata HUBUNGAN JUMLAH KONSUMSI BATANG ROKOK TERHADAP NILAI ARUS PUNCAK EK- SPIRASI PADA LAKI-LAKI DEWASA MUDA Ni Putu Suci Sukreni, Ari Wibawa, I Made Krisna Dinata

4 KOMBINASI INTEGRATED NEUROMUSCULAR INHIBITION TECHNIQUE DENGAN ULTRASOUND LEBIH EFEKTIF DALAM MENURUNKAN RASA NYERI DIBANDINGKAN KOMBINASI STRAIN COUNTERSTRAIN DENGAN ULTRASOUND PADA PENDERITA PIRIFORMIS SYNDROME 1 I Nyoman Baktiyasa, 2 Ari Wibawa, 3 I Putu Adiartha Griadhi, 1,2 Program Studi Fisioterapi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar Bali 3 Bagian Ilmu Faal, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar Bali inymbaktiyasa@gmail.com ABSTRAK Piriformis Syndrome didefinisikan sebagai sekumpulan gejala seperti nyeri, kesemutan atau mati rasa dari area bokong hingga ke kaki. Pada keadaan seperti ini, penderita dapat diberikan intervensi berupa Integrated Neuromuscular Inhibition Technique, Strain Counterstrain dan Ultrasound. Dengan Paired Sample t-test pada Kelompok 1 didapatkan nilai p=0,000 dimana beda rerata 2,940±0,96, sedangkan pada Kelompok 2 didapatkan nilai p=0,000 dimana beda rerata 1,910±0,60. Pada uji beda selisih antara Kelompok 1 dengan Kelompok 2 dengan Independent Sample t-test didapatkan p=0,010 (p<0,05). Hal ini menunjukkan kombinasi Integrated Neuromuscular Inhibition Technique dengan Ultrasound lebih efektif dalam menurunkan rasa nyeri dibandingkan kombinasi Strain Counterstrain dengan Ultrasound pada penderita Piriformis Syndrome. Kata Kunci: Integrated Neuromuscular Inhibition Technique, Strain Counterstrain, Ultrasound, Piriformis Syndrome AN INTEGRATED NEUROMUSCULAR INHIBITION TECHNIQUE COMBINATION WITH ULTRASOUND MORE EFFECTIVE IN REDUCE PAIN COMPARED TO A COMBINATION OF STRAIN COUNTERSTRAIN WITH ULTRA- SOUND IN PIRIFORMIS SYNDROME PATIENTS ABSTRACT Piriformis Syndrome is a collection of symptoms such as pain, tingling or numbness from the buttocks down to the foot. In this condition, patients can be given intervention with Integrated Neuromuscular Inhibition Technique, Strain Counterstrain and Ultrasound. With Paired Sample t-test on Group 1 that got the value of p =0.000 with mean differences 2.940±0.96,while at Group 2 that got the value of p=0.000 with mean differences 1.910±0.60. In test of difference between Group 1 and Group 2 using Independent Sample t-test showed p=0,010 (p<0,05). These research showed that combination of Integrated Neuromuscular Inhibition Technique with Ultrasound is more effective in relieving pain than combination of Counterstrain Strain with Ultrasound in Piriformis Syndrome. Keyword: Integrated Neuromuscular Inhibition Technique, Strain Counterstrain, Ultrasound, Piriformis Syndrome PENDAHULUAN Sekitar 70% -80% populasi di dunia mengalami nyeri pinggang dan punggung bawah, sementara sekitar 17% dari keluhan yang terjadi pada punggung bawah mengalami Piriformis Syndrome. 1 Piriformis Syndrome merupakan keluhan neuromuskular akibat dari nervus ischiadicus yang tertekan atau terjepit oleh otot piriformis yang mengakibatkan nyeri hebat hingga nyeri menjalar sepanjang perjalanan saraf sciatica. Penyebab yang paling sering menjadi pencetus Piriforms Syndrome adalah karena adanya spasme otot piriformis. 2 Pada keadaan seperti ini, penderita dapat diberikan tindakan fisioterapi dengan modalitas Ultrasound, maupun secara konvensional dengan Integrated Neuromuscular Inhibition Technique dan Strain Counterstrain. Modalitas Ultrasound adalah sebuah modalitas fisioterapi yang memanfaatkan gelombang elektromagnetik yang memeliki penetrasi hingga jaringan profundus. Hal tersebut mampu memberi efek micro massage pada serabut otot yang mampu memicu peningkatan sirkulasi pada kerusakan jaringan otot, dan efek thermal memberikan sensasi hangat pada area yang diaplikasikan ultrasound. Efek thermal mampu mempercepat metabolisme pada jaringan yang mengalami pemendekan sehingga meningkatkan fleksibilitas otot dan mampu menurunkan derajat spasme. 3 Integrated Neuromuscular Inhibitation Technique (INIT) merupakan teknik yang menggabungkan kombinasi Ischemic Compression, Strain Counterstrain dan Muscle Energy Technique yang efektif untuk melepas nyeri pada Myofascial Pain Syndrome. Kombinasi dari ketiga tehnik tersebut pada INIT memiliki keistimewaan yaitu terjadi mekanisme temporal summation dan spatial sumassion yang mampu menggabungakan potensial aksi postsinaps.hal tersebut memicu Excitatory Post Synaptic Potentials (EPSPs) yang lebih besar yang mampu menurunan ketegangan otot piriformis lebih cepat terjadi dan memberikan inhibisi nyeri hebat pada Piriformis Syndrome. 4 Strain Counterstrain merupakan teknik manual dengan memosisikan sendi menjadi posisi yang paling nyaman secara pasif untuk mengurangi nyeri, meningkat- Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 1

5 Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 2 kan relaksasi otot dan membantu menghilangkan atau menghancurkan siklus spasme otot. 5 Berdasarkan uraian diatas, peneliti mengetahui gambaran umum mengenai perbandingan Integrated Neuromuscular Inhibition Technique dengan Strain Counterstrain pada intervensi Ultrasound terhadap penurunan rasa nyeri pada penderita Piriformis Syndrome. BAHAN DAN METODE Penelitian pada kasus Pirifomis Syndrome ini adalah penelitian eksperimental dengan randomized pre test and post test control group design. Sampel diambil dengan menggunakan teknik consecutive sampling. Besar sampel diambil dengan menggunaka rumus Pocock sehingga diperoleh jumlah sampel setiap kelompok terdiri dari 10 orang. Kelompok 1 diberikan intervensi Integrated Neuromuscular Inhibitation Technique (INIT) kombinasi Ultrasound sementara kelompok 2 diberikan intervensi Strain Counterstrain kombinasi Ultrasound. Penelitian ini dilaksanakan di Klinik Fisioterapi Dharma Yadnya di bulan Mei 2017 sebanyak 12 kali pertemuan. Pengukuran nyeri pada Piriformis Syndrome menggunakan Viaual Analogue Scale (VAS). HASIL Dari pengolahan data menggunakan software SPSS 21.0 dimana data telah diambil pada bulan Mei tahun 2017 di Klinik Fisioterapi Rumah Sakit Dharma Yadnya, Denpasar yang diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 1. Karakterisrik Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Frekuensi Persen Kelamin Kel 1 Kel 2 Kel 1 Kel 2 Laki-laki Perempuan Total Keterangan : Kel.1 = Kelompok Integratred Neuromuscular Inhibition Technique kombinasi Urasound Kel.2 = Kelompok Strain Counterstrain kombinasi Ultrasound Tabel 1. menunjukan karaktersistik sampel bedasarkan jenis kelamin pada penderita Piriformis Syndrome, pada kelompok pertama berdasarkan jenis kelamin frekuensi laki-laki 5 orang dan perempuan 5 orang dengan presentase 50% untuk laki-laki dan 50% untuk perempuan. Pada kelompok 2 menunjukan frekuensi laki 5 orang dan perempuan 5 orang dengan persentase 50% untuk laki-laki dan 50% untuk perempuan. Tabel 2. Karakteristik Sampel Berdasarkan Usia Rerata±SD Karakteristik Kel 1 Kel 2 Usia 42,9±6,90 45,9±6,90 Keterangan : Kel.1 = Kelompok Integratred Neuromuscular Inhibition Technique kombinasi Urasound Kel.2 = Kelompok Strain Counterstrain kombinasi Ultrasound Jika dilihat karakteristik sampel berdasarkan usia, pada kelompok 1 memiliki rerata usia 42,2 dengan simpang baku ±6,90 dan pada kelompok 2 memiliki nilai rerata 45,9 dengan simpang baku ±6,90. Tabel 3. Uji Normalitas Dan Homogenitas Kelompo k Data Nyeri Sebelum Intervensi Nyeri Sesudah Itervensi Uji Normalitas dengan Shapiro Wilk Test Kelompok 1 Kelompok 2 Statistik p Statistik p Uji Homoge nitas (Levene' s Test) 0,927 0,419 0,946 0,619 0,616 0,926 0,409 0,951 0,681 0,028 Tabel 3. merupakan hasil dari Shapiro Wilk Test didapatkan angka probabilitas pada kelompok pertama sebelum didapatkan p=0,419 (p>0,05) dan setelah perlakuan p=0,409 (p>0,005), sementara kelompok kedua sebelum perlakuan p=0,619 (p>5) dan setelah perlakuan didapatkan p=0,681 (p>0,05). Berdasarkan hasil tersebut menunjukan kedua kelompok lompok sampel berdistribusi secara normal. Pada Levene s Test menunjukan bahwa data nyeri sebelum perlakuan homogen sedangkan data nyeri sesudah perlakuan tidak homogen karena nilai p=0,616 (p>0,05) untuk nilai nyeri sebelum perlakuan dan p=0,028 (p<0,05) untuk nilai nyeri setelah perlakuan, Tabel. 4 Hasil Uji Paired Sample t-test Kelompo N Rerata±SD t p k Nyeri Sebelum Intervensi Nyeri Sesudah Itervensi Selisih ,170±1, ,530±0, ,230±0, ,620±0, ,950±0, ,910±0,60 1,364 0,189-1,498 0,156 2,875 0,01 Dari uji Paired Sample t-test didapatkan beda rerata penurunan nyeri Piriformis Syndrome sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok pertama dengan p=0,000 (p<0,05) hal tersebut menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terhadap penurunan nyeri sebelum dan sesudah dilakukan intervensi Integrated Neuromuscular Inhibition Technique kombinasi Ultrasound pada Piriformis Sundrome. Uji hipotesis sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok kedua dengan Paired Sample t-test didapatkan p=0,000 (p<0,05) yang berarti terdapat selisih yang signif-

6 ikan dari penurunan nyeri sebelum dan setelah dilakukan intervensi Strain Counterstrain kombinasi Ultrasound pada Piriformis Syndrome. Tabel 5. Hasil Uji Independent t-test Hasil Analisis Kelompok Nyeri Sebelum Intervensi Nyeri Sesudah Itervensi Beda Rerata Persentas e Penuruna n Nyeri (%) 1 7,17 4,23 2,94 41,01 2 6,53 4,62 1,91 29,24 Tabel 5. mempelihatkan perbedaan rerata penurunan nyeri kelompok kelompok pertama sebelum intervensi dan sesudah intervensi sebesar 2,940 dengan persentase 41,01% sedangakan rerata penurunan nyeri pada kelompok kedua sebelum dan sesudah dilakukan intervensi sebesar 1,910 dengan persentase 29,24%. Hal tersebut dapat disimpulkan perlakuan kelompok pertama yaitu bahwa intervensi Integrated Neuromuscular Inhibition Technique kombinasi Ultrasound lebih baik dibandingkan dengan perlakuan kelompok kedua yaitu Strain Counterstrain kombinasi Ultrasound. DISKUSI Didapatkan karakteristik sampel berdasarkan jenis kelamin pada Kelompok pertama dan Kelompok kedua memiliki kesamaan dengan umlah sampel yang berjenis kelamin laki-laki total 10 orang (50%), sedangkan yang berjenis kelamin perempuan total 10 orang (50%). Dilihat berdasarkan usia sampel, kelompok pertama mempunyai rerata umur (42,9±6,90) tahun dan kelompok kedua mempunyai rerata umur (45,9±6,90) tahun. Penurunan fleksibilitas dan elastisitas cenderung mulai terjadi usia 37 tahun keatas akibat penurunan metabolisme pada jaringan otot. 6 Kombinasi INIT (Integrated Neuromuscular Inhibition Technique) dengan Ultrasound dapat Menurunkan Nyeri pada Piriformis Syndrome Dari uji Paired Sample t-test pada kelompok pertama, diperoleh rerata angka nyeri sebelum pemberian intervensi sebesar 2,460 dan rerata setelah pemberian intervensi sebesar 0,540. Selain itu, diperoleh p=0,000 (p<0,005) yang mengindikasikan adanya perbedaan yang signifikan antara angka nyeri sebelum dan setelah pemberian intervensi kombinasi INIT dan Ultrasound. Hal ini menunjukkan bahwa intervensi kombinasi INIT dan Ultrasound dapat mengurangi nyeri pada Piriformis Syndrome. INIT memiliki keistimewaan dalam penerapannya yang mengkombinasikan 3 intervensi yaitu Ischemic Compression, Strain Counterstrain dan Muscle Energy Technique. Dimulai penekanan pada otot dapat memanjangkan sarkomer pada jaringan otot dan dapat memberikan stimulasi pada mechanoreceptor yang mempengaruhi rasa sakit. Setelah terjadi penurunan nyeri dilanjutkan dengan pemberian Strain Counterstrain untuk merelaksasi otot piriformis. Tindakan terakhir yang diberikan yaitu Muscle Energy Technique. 7 Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 3 INIT dapat menurunkan nyeri dan meningkatkan kemampuan fungsional secara signifikan. INIT mampu mengurangi derajat overlapping yang terjadi pada thick dan thin myofilament dalam sarkomer sebuah taut band otot yang mengandung trigger point didalamnya. Sarkomer berperan dalam proses kontraksi dan relaksasi otot. Ketika otot mengalami suatu kontraksi, maka filamen actin dan myosin akan berhimpit dan otot akan memendek. Sedangkan ketika otot mengalami fase relaksasi maka otot akan mengalami pemanjangan. Ketika terjadi penguluran memalui stretching pada otot piriformis, maka serabut otot pirifomis akan memanjang dan terulur penuh melebihi panjang serabut otot itu posisinya yang normal yang dihasilkan oleh sarkomer. Ketika penguluran pada oto piriformis terjadi, serabut yang berada pada posisi yang tidak teratur akan diubah posisi semula. 8 Kombinasi Strain Counterstrain dengan Ultrasound dapat Menurunkan Nyeri pada Piriformis Syndrome Penelitian yang telah dilaksanakan ini mampu menggambarkan bahwa intervensi Strain Counterstrain dapat meringankanan nyeri secara signifikan pada penderita Piriformis Syndrome yang menyatkan rata-rata penurunan nyeri sebesar 2,560 dan p=0,00 (p<0,05). Strain Counterstrain bermanfaat mengatur kembali muscle spindle secara otomatis. Hal ini hanya terjadi saat muscle spindle dalam posisi rileks sehingga menurunkan tonus dan pelepasan spasme yang berlebihan. Posisi rileks diberikan dengan durasi detik sehingga secara otomatis terjadi penurunan nyeri. Pemberian penekanan secara menetap pada lokasi tender point dengan durasi 90 detik pada posisi rileks merangsang terjadi proses neurological resetting. Mekanisme tersebut dapat menurunkan nyeri secara signifikan. 9 Strain Counterstrain (SCS) merupakan salah satu intervensi untuk mengembalikan fleksibilitas otot yang sangat baik untuk mengatasi problematic spasm (tightness) pada otot. Dengan Strain Counterstrain (SCS) maka otot akan dilatih untuk memanjang sehingga terjadi perbaikan pada sarkomer dan fascia dalam myofibril otot. 10 Intervensi INIT dan Ultrasound Lebih Baik dibandingkan Strain Counterstrain dan Ultrasound dalam Menurunkan Nyeri pada Piriformis Syndrome Uji Independent Samples t-test untuk mengetahui perbandingan penurunan nyeri pada kedua kelompok, diperoleh angka perbedaan penurunan nyeri pada kelompok pertama sebesar (2,940±0,96) dan kelompok kedua sebesar (1,910±0,60). Nilai p=0,010 (p<0,05) yang mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok pertma dan kelompok kedua. Hal ini menggambarkan intervensi Integrated Neuromuscular Inhibition Technique dan Ultrasound lebih baik daripada Strain Counterstrain dan Ultrasound jika diaplikasikan pada kasus Piriformis Syndrome. Pemberian Ultrasound dan INIT memberikan penurunan nyeri yang signifikan lebih baik dari pemberian Strain Counterstrain karena pemberian INIT menghasilkan 3 mekanisme berbeda, yaitu Ischemic Compression, Strain Counterstrain dan Muscle Energy Technique dalam memberikan efek relaksasi otot sehingga dapat mengurangi nyeri. 11

7 Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 4 SIMPULAN Pemberian intervensi Intergrated Neuromuscular Inhibition Technique (INIT) dan Ultrasound lebih efektif dalam menurunkan rasa nyeri dibandingkan Strain Counterstrain dan Ultrasound pada penderita Piriformis Syndrome. DAFTAR PUSTAKA 1. Douglas, S Sciatic Pain and Piriformis Syndrome. piri_np.htm. access at March, 30, Liswoko, G Korelasi Lama Menyupir dengan Tejadinya Ischialgia Et Causa Spasme Otot Pririformis pada Sopir Angkatan Umum Banyumanik Semarang. Skripsi.Surakarta : FIK UMS. 3. Srbely, L.Z Stimulation of myofascial trigger point with ultrasound induces segmental antinociceptive effect: A Randomized Controlled Study. Pain. 4. Chaitow, L Neuro-muscular Technique A Practitioner s Guide to Sof Tissue Manipulation. Thorsons Publishers Limited. Wellingborough. 5. Somprasong, S Effects of Strain Counter- Strain and Stretching Techniques in Active Myofascial Pain Syndrome. J. Phys. Ther. Sci. Thailand:Vol. 23: Mehta, S Piriformis Syndrome. Article Extra- Spinal Disorders. Slipman. 7. Simons, D Understanding Effective Treatment Of Myofascial Trigger Point. J Bodywork Mov ther. 8. Jyotsna, M Effectiveness of Integrated Neuromuscular Inhibitory Technique (INIT) on Pain, Range od Motion and Functional Abilities in Subjects with Mechanical Neck Pain. International Journal of Pharmaceutical Research and Bio-Science, 2(6), pp Nathan, L Strain/Counterstrain. Uhl Publications. access at April, 23, Wong, C. K Strain Counterstrain: Current Concepts and Clinical Evidence. Manual Therapy. USA: Vol 17: Nayak, P. P A Study To Find Out The Efficacy Of INIT (Integrated Neuromuscular Inhibitation Technique) With Therapeutic Ultrasound Vs INIT With Placebo Ultrasound In The Treatment Of Acute Myofascial Trigger Point Upper Trapezius. The Oxford College of Physiotherapy. Banglore.

8 PERBANDINGAN AGILITY LADDER EXERCISE METODE LATERAL RUN DENGAN CIRCUIT TRAINING DALAM MENINGKATKAN KELINCAHAN PEMAIN FUTSAL PADA TIM GRIYA TANSA TRISNA DALUNG 1) Gede Denny Wiradarma, 2) Anak Ayu Nyoman Trisna Narta Dewi, 3) I Gusti Ayu Artini 1,2 Program Studi Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar Bali 3 Bagian Ilmu Faal Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar Bali wiradarmadenny@gmail.com ABSTRAK Kelincahan merupakan suatu bentuk latihan dengan gerakan yang cepat dan mengubah arah serta tangkas. Melihat sekian banyak latihan kelincahan yang menyasar koordinasi saraf otot, kecepatan reaksi, keseimbangan, kekuatan otot saja namun tidak meningkatkan fleksibiltas secara signifikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan agility ladder exercise metode lateral run dengan circuit training dalam hal peningkatan kelincahan. Desain penelitian menggunakan eksperimental Pre- Test and Post- Test Two Group Design, sampel sebanyak 18 orang terbagi dalam 2 kelompok dengan simple random sampling. Sampel penelitian ini adalah pemain futsal tim Griya Tansa Trisna Dalung. Kelompok 1 diberikan Agility Ladder Exercise metode Lateral Run dan kelompok 2 diberikan Circuit Training, penelitian selama 5 minggu dengan dosis latihan 3 kali dalam satu minggu. Illinois Agility run test digunakan sebelum dan sesudah pelatihan untuk mengukur waktu kelincahan. Uji normalitas menggunakan Saphiro Wilk, homogenitas menggunakan Levene s test serta pengujian hipotesis menggunakan Independent T-test. Data tersebut berarti kelompok 1 dan kelompok 2 berdistribusi normal dan homogeny dengan rerata peningkatan pada kelompok 1 adalah 2,89 dan klompok 2 adalah 4,47. Selisih antara kelompok 1 dan kelompok 2 diperoleh p = 0,000 (p<0,05) berarti secara statistik adanya perbedaan bermakna. Penelitian ini menyimpulkan latihan circuit training lebih efektif digunakan untuk meningkatkan kelincahan pada pemain futsal tim Griya Tansa Trisna Dalung. Kata kunci: kelincahan, agility ladder exercise metode lateral run, circuit training. DIFFERENCE AGILITY LADDER EXERCISE METHOD LATERAL RUN AND CIRCUIT TRAINING TO IMPROVE AGILITY IN FUTSAL PLAYERS IN TEAM GRIYA TANSA TRISNA DALUNG ABSTRACT Agility is a form of exercise with fast movement and changing direction and agile. Seeing the many agility exercises targeting the coordination of muscle nerves, reaction speed, balance, muscle strength alone but did not increase flexibility significantly. This study aims to determine the comparison of agility ladder exercise lateral run method with circuit training in terms of increased agility.the research design with experimental Pre-Test and Post- Test Two Group Design, sample of 18 people divided into 2 groups with simple random sampling. The sample of this research is futsal team player Griya Tansa Trisna Dalung. Group 1 was given Agility Ladder Exercise Lateral Run method and group 2 was given Circuit Training, research for 5 weeks with dose of exercise 3 times in one week. Illinois Agility run test used before and after training to measure agility. Normality test using Saphiro Wilk, homogeneity using Levene's test and hypothesis testing using Independent T-test. The data mean group 1 and group 2 were normal and homogeneous distributed with mean increase in group 1 was 2.89 and group 2 was Difference between group 1 and group 2 was obtained p = 0,000 (p <0,05) meaning statistically significant difference.this research concludes circuit training exercises more effective are used to improve agility on the team's futsal player Griya Tansa Trisna Dalung. Keywords: agility, agility ladder exercise, lateral run method, circuit training PENDAHULUAN Kelincahan (agility) merupakan kemampuan mengubah arah dan posisi tubuh sarta bagian - bagiannya secara cepat dan tepat. Kelincahan sendiri berperan penting dalam permainan sepak bola, basket, bulutangkis khususnya permainan futsal. Kelincahan sendiri lebih berperan penting dalam permainan futsal daripada kecepatan, karena pemain futsal lebih memerlukan kelincahan untuk melewati lawan, mengecoh lawan, gerak kaki yang cepat dan membuat lebih efektif di lapangan. Futsal adalah sebuah permainan bola dalam ruangan dengan menggunakan kaki tujuannya memasukkan bola ke gawang lawan sebanyak-banyaknya. Permainan ini melibatkan dua tim yang mana setiap tim memiliki anggota sebanyak lima orang pemain. Permainan yang melibatkan lima pemain dalam setiap regunya ini menuntut masing-masing individu untuk menguasai teknik bermain yang bagus dan juga kondisi fisik serta mental yang baik pula. 1 Agility ladder exercise metode lateral run suatu metode yang digunakan untuk meningkatkan kelincahan atlet. Penerapannya dengan menggunakan media kotak tangga yang disebut dengan tangga kelincahan, tekniknya dengan lari menyamping di dalam lintasan berupa tangga tersebut. Latihan tersebut untuk meningkatkan kelincahan, karena latihan ini melatih konsentrasi Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 5

9 Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 6 gerak yang tinggi. 2 Bentuk latihan yang menuntut konsentrasi tinggi dan koordinasi gerakan yang kompleks. Faktor tersebut akan mempengaruhi peningkatan momen gaya kontraksi otot, sehingga terjadi peningkatan pada koordinasi sistem keterampilan motorik yang dapat memicu meningkatnya kelincahan (Maulana, 2012). Agility Ladder Exercise metode Lateral Run berpengaruh untuk meningkatkan kelincahan dan bentuk latihannya sederhana. Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Apriyadi pada tahun 2014 menyatakan bahwa Agility Ladder Exercise Metode Lateral Run dapat meningkatkan kelincahan lari pada atlet sepak bola usia 13 tahun dan latihan tersebut memiliki resiko yang kecil terkena cedera. 3 Circuit training adalah latihan fisik yang terdiri dari 5-15 pos dan disetiap pos terdiri dari pelatihan yang berbeda seperti melompat dan berlari. Dalam melakukan gerakan tersebut sistem gerak yang mendukung gerakan tersebut adalah otot-otot dan persendian. Melatih otot secara sistematis dan teratur maka akan dapat meningkatkan massa otot. Meningkatnya massa otot menunjukkan bahwa kekuatan otot tersebut menjadi bertambah. Pada latihan Circuit Training persendian pada tungkai juga sangat berperan penting untuk mengubah arah dengan cepat, dibutuhkan latihan- latihan untuk mengubah arah dengan cepat seperti latihan fleksibilitas. 4 Berdasarkan latar belakang yang diilustrasikan oleh penulis dinyatakan agility ladder exercise metode lateral run dan circuit training sama-sama efektif dalam meningkatkan kelincahan. Alasan lainnya mengangkat penelitian ini karena belum ada penelitian yang membandingkan kedua latihan ini, maka dari itu penulis ingin mengetahui latihan mana yang lebih efektif untuk meningkatkan kelincahan. BAHAN DAN METODE Metode penelitian pre test and post test with control group design dalam pengambilan sampel menggunakan simple random. Jumlah sampel dihitung menggunakan rumus Pocock 5, hasilnya 18 orang. Penelitian dilaksanakan selama lima minggu di Lapangan Simpang Futsal Dalung, pada bulan Mei sampai Juni 2017 Kelompok 1 mendapatkan Agility Ladder Exercise metode Lateral Run, Kelompok 2 mendapatkan Circuit Training. Illinois agility run test digunakan untuk pengukuran awal. Pada Kelompok Perlakuan 1, sampel melakukan Agility Ladder Exercise metode Lateral Run dilakukan 8 repetisi dengan 3 set. Kelompok Perlakuan 2 diberikan Circuit Training dengan 8 repetisi dan 3 set. Latihan dilakukan 3 kali seminggu selama 5 minggu. Pengukuran Post test dilakukan pada akhir penelitian atau minggu ke-5. Data yang dianalisis adalah : Umur, IMT, dan Jenis Kelamin di analisis menggunakan statistik deskriptif; Normalitas data diuji dengan Saphiro Wilk Test; Homogenitas data di analisis dengan Levene s Test; Komparasi nilai selisih yang diberikan latihan pada kedua kelompok dengan Independent T-Test. Sampel adalah pemain Futsal pada Tim Griya Tansa Trisna Dalung. Dengan kriteria inklusi adalah: sampel berusia tahun; IMT,kategori normal (18,55-22,9) kg/m 2 ; Memiliki kondisi umum yang baik yang sesuai dengan assessment Fisioterapi Sampel masuk dalam kriteria eksklusi jika memiliki riwayat post-op fraktur 2 tahun terakhir pada tungkai bawah; sampel dengan nyeri menjalar dari pinggang sampai tungkai bawah; mengalami cedera pada tungkai dalam 3 bulan terakhir; sampel sedang mengikuti penelitian lain. Sampel dianggap gugur apabila tidak hadir 3 kali secara berturun; Mengundurkan diri. HASIL Sampel adalah pemain Tim Futsal Griya Tansa Trisna Dalung dengan jumlah sampel 18 orang. Sampel terdiri dari 2 kelompok perlakuan, dimana Kelompok 1 diberikan Agility Ladder Exercise metode Lateral Run; sedangkan Kelompok 2 diberikan Circuit Training. Berikut adalah Tabel hasil analisis data: Tabel 1. Karakteristik Sampel berdasarkan Umur, IMT Karakteristik Sampel KP1 KP2 Umur 19,77±1,56 19,77±1,30 IMT 20,78±1,30 20,04±1,35 Tabel 2. Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Kebugaran Sebelum perlakuan Sesudah perlakuan Selisih perlakuan Shapiro Wilk Test KP1 Pada Tabel 2 menunjukkan hasil uji normalitas menggunakan Shapiro Wilk test dan uji homogenitas dengan Levene s test menunjukkan bahwa kelompok 1 dan kelompok 2 berdistribusi normal dan homogen. Maka pengujian hipotesis menggunakan uji statistik parametrik. Tabel 3. Hasil Uji Independent T-test Sebelum perlakuan Sesudah perlakuan KP2 (Levene s Test) 19,09 18,78 0,850 16,21 14,32 0,256 2,89 4,47 0,672 Kelompok Rerata±SB P Kelompok 1 19,09±0,617 Kelompok 2 18,78±0,546 0,274 Kelompok 1 16,21±0,770 Kelompok 2 14,32±0,624 0,000 Hasil uji Independent Sampel T-test pada tabel 3.menunjukkan nilai sesudah perlakuan antara kelompok 1 dan kelompok 2 yaitu p = 0,000 (p<0,05) hal ini berarti bahwa adanya perbedaan yang bermakna antara Agility Ladder Exercise metode Lateral Run dan Circuit Training dalam meningkatkan kelincahan. DISKUSI Penelitian, karakteristik umur sampel yaitu pada Kelompok 1 yang memiliki rerata umur (19,77±1,56), dan pada Kelompok 2 (19,77±1,30). Pada

10 remaja menjelang usia 20 tahun mengalami pembentukan tulang yang pesat yang merupakan masa persiapan untuk mencapai puncak pertumbuhan massa tulang peak bone mass. Massa tulang ini mempengaruhi tingkat kelincahan seseorang 6. Berdasarkan karakteristik IMT (Indeks Massa Tubuh) diperoleh nilai Kelompok 1 (20,78±1,30), dan pada Kelompok 2 (20,04±1,35), data ini memenuhi standar Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 7 normal yang ditetapkan yakni 18,5-22,9 kg/m 2. 7 IMT berhubungan dengan tingkat kelincahan dimana IMT yang memiliki nilai normal mempunyai kelincahan lebih baik daripada IMT kurus dan obesitas ringan. 8 Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat dilihat bahwa nilai setelah perlakuan pada kelompok 2 lebih besar dengan rerata 16,21 dibandingan nilai setelah perlakuan pada kelompok 1 dengan rerata 14,32. Kemudian apabila dilihat dalam persentase peningkatan kelincahan setelah perlakuan kelompok 1 dan kelompok 2, persentase peningkatan kelincahan pada kelompok 1 sebesar 15,12%, sedangkan pada kelompok 2 lebih besar 23,74%. Hal ini menunjukkan bahwa persentase peningkatan kelincahan setelah perlakuan pada kelompok 2 lebih besar dari pada kelompok 1 dalam meningkatkan kelincahan di simpang futsal dimana pemberian circuit training lebih baik dalam meningkatkan kelincahan pada pemain futsal daripada agility ladder exercise metode lateral run. Otot-otot akan menjadi lebih elastis dan ruang gerak sendi akan semakin baik sehingga persendian akan menjadi sangat lentur sehingga menyebabkan ayunan tungkai dalam melakukan langkah-langkah menjadi sangat lebar. Dengan otot yang elastis, tidak akan menghambat gerakan-gerakan otot tungkai sehingga langkah kaki dapat dilakukan dengan cepat dan panjang. Keseimbangan dinamis juga akan terlatih karena dalam pelatihan ini harus mampu mengontrol keadaan tubuh saat melakukan pergerakan. Dengan meningkatnya komponen-komponen tersebut maka kelincahan akan mengalami peningkatan. Saat diberikan pelatihan, otot-otot akan menjadi lebih elastis dan ruang gerak sendi akan semakin baik sehingga persendian akan menjadi sangat lentur sehingga menyebabkan ayunan tungkai dalam melakukan langkah-langkah menjadi sangat lebar. Dengan otot yang elastis, tidak akan menghambat gerakan-gerakan otot tungkai sehingga langkah kaki dapat dilakukan dengan cepat dan panjang. Keseimbangan dinamis juga akan terlatih karena dalam pelatihan ini harus mampu mengontrol keadaan tubuh saat melakukan pergerakan. Dengan meningkatnya komponen -komponen tersebut maka kelincahan akan mengalami peningkatan. 9 Peningkatan pada unsur kebugaran jasmani pada metode circuit traning seperti kekuatan otot tungkai yang dihasilkan akibat adanya pelatihan yang dilakukan secara repetitif yang menyebabkan kekuatan otot akan meningkat, sedangkan kecepatan akan terus meningkat karena adanya adaptasi otot terhadap pelatihan, fleksibilitas juga akan meningkat terutama pada sendi lutut dan pinggul karena circuit training terjadi gerakan yang kompleks, elastisitas otot dan keseimbangan dinamis juga akan mengalami peningkatan fungsi secara fisiologis sehingga akan berpengaruh terhadap kelincahan kaki, karena saat melakukan pelatihan circuit training, otot akan beradaptasi menjaga keseimbangan. 10 Merubah gerakan yang tiba-tiba dan cepat dimana tubuh terdorong ke depan sejauh-jauhnya baik dengan cara melompat atau berlari dengan mengerahkan kekuatan otot tungkai secara maksimal. Sistem gerak diperlukan untuk mendukung gerakan tersebut diantaranya otot-otot rangka. Otot-otot yang terlibat diantaranya adalah otot-otot rangka bagian tungkai. Beberapa unit organ tubuh akan mengalami perubahan akibat dilakukan pelatihan. Perubahan tersebut berupa efek latihan. Efeknya pada otot terutama terjadi pada unit (saraf dan otot), sinkronisasi, pelatihan silang dan sebagainya. Pelatihan juga menyebabkan peningkatan terhadap kontrol otot fleksor dan ekstensor selama gerakan yang cepat. Latihan dengan teratur, maka otot rangka menjadi lebih tebal, dan elastis. Otot skeletal memiliki elastisitas yang tinggi. Ada dua jenis perubahan yang bisa diinduksi di serat otot, yaitu perubahan dalam kapasitas sintesis ATP dan perubahan diameternya. Latihan ketahanan akan meningkatkan potensi oksidatif otot, sedangkan latihan kekuatan meningkatkan diameter myofibril otot. Pertambahan panjang otot rangka biasanya dihasilkan dari penambahan sarkomer pada serat otot, terutama daerah myotendinus junction. 11 Pelatihan circuit training terdapat latihan plyometric, dimana latihan ini melibatkan gerakan-gerakan yang relatif lebih singkat sehingga dapat menguatkan jaringan otot dan melatih sel saraf untuk melakukan stimulus berupa kontraksi otot dengan pola tertentu sehingga otot-otot dapat menghasilkan kontraksi yang sekuat mungkin dalam waktu yang singkat. Kontraksi otot secara berulang akan menimbulkan bertambahnya unsur kontraktil actin dan myosin di dalam otot yang menyebabkan bertambahnya kekuatan aktif otot, selain itu sarcolema juga menjadi tebal dan lebih kuat sehingga menyebabkan bertambahnya jumlah jaringan ikat diantara sel-sel otot. Saat latihan berlangsung cerebellum akan mengkoordinasikan sikap dan gerak sehingga terjadi koordinasi yang berfungsi untuk meningkatkan ketepatan serta memelihara keseimbangan dinamis, fleksibilitas dan kekuatan. 12 Circuit training menyebabkan terjadinya hipertropi fisiologi otot, yang dikarenakan jumlah miofibril, ukuran miofibril, kepadatan pembuluh darah kapiler, saraf tendon dan ligamen, dan jumlah total kontraktil terutama protein kontraktil myosin meningkat secara proposional. Perubahan pada serabut otot tidak semuanya terjadi pada tingkat yang sama, peningkatan yang lebih besar terjadi pada serabut otot putih (fast twitch) sehingga terjadi peningkatan kecepatan kontraksi otot. Sehingga meningkatnya ukuran serabut otot yang pada akhirnya akan meningkatkan kecepatan kontraksi otot sehingga menyebabkan peningkatan kelincahan. Peningkatan kekuatan otot menghasilkan hypertrophy (pembesaran otot) dan adaptasi saraf. Terjadinya hypertrophy disebabkan oleh bertambahnya jumlah myofibril pada setiap serabut otot, meningkatkan kepadatan kapiler pada serabut otot dan meningkatnya serabut otot. Kecepatan sebagai hasil perpaduan dari panjang ayunan tungkai dan jumlah langkah. Keseimbangan dinamis juga akan terlatih karena dalam pelatihan ini harus mampu mengontrol keadaan tubuh saat melakukan pergerakan. 13 Circuit training juga meningkatkan komponen biomotorik yakni kecepatan reaksi. Kecepatan reaksi secara

11 Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 8 fisiologis ditentukan oleh tingkat kemampuan penerima rangsang penghantaran stimulus ke sistem saraf pusat, penyampaian stimulus melalui saraf sampai terjadinya sinyal, penghantaran sinyal dari sistem syaraf pusat ke otot, dan kepekaan otot menerima rangsang untuk menjawab dalam bentuk gerak. Dengan meningkatnya komponen kemampuan fisiologis tersebut maka akan menyebabkan peningkatan pada kecepatan reaksi. 14 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Circuit training lebih baik dalam meningkatkan kelincahan daripada agility ladder exercise metode lateral run pada pemain futsal. Saran Agility ladder exercise metode lateral run dan circuit training dapat digunakan sebagai salah satu metode untuk meningkatkan kelincahan. DAFTAR PUSTAKA 1. Mahendra, L Hubungan Antara Indeks Massa Tubuh Dengan Kelincahan Pada Pemain Futsal Pria Usia Tahun. [Skripsi]. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2. Apriyadi, I Pengaruh Agility Ladder Exercise Dengan Metode Lateral Run Terhadap Peningkatan Kelincahan Lari Pada Atlet Sepak Bola Usia 13 Tahun Sekolah Sepak Bola Jaten. [Skripsi]. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. 3. Maulana, D Efek Penambahan Core Stability Exercise Pada Latihan Shuttle Run Terhadap Peningkatan Agility Pada Pemain Futsal. [Skripsi]. Jakarta: Universitas Esa Unggul Jakarta. 4. Ardika, Y., Kanca, I.N., Sudarmada, I.N Pengaruh Circuit Training Terhadap Kelincahan Dan Daya Ledak Otot Tungkai. [Skripsi]. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja. 5. Pocock, S. J Clinical Trials, A Practical Approach. New York: A Willey Medical Publication. 6. Herdiansyah, M Hubungan Konsumsi Susu dan Kalsium dengan Densitas Tulang dan Tinggi Badan Remaja. Jurnal Gizi dan Pangan; 5(3). h Centre for Obesity Research and Education, Body Mass Index: BMI Calculator. Didapat dari: Diakses pada 10 Desember Mahendra, L Hubungan Antara Indeks Massa Tubuh Dengan Kelincahan Pada Pemain Futsal Pria Usia Tahun. [Skripsi]. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. 9. Benjamin, H Agility Training for American Football. Strength and Conditioning Journal; 37(6). h Melayu, E Perbandingan Latihan Small Sided Games dengan Circuit Training Terhadap Peningkatan Kemampuan Daya Tahan Aerobik Pemain Sepakbola. [Skripsi]. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. 11. Paul, K The Effect of Circuit Training on Cardivascular Endurance of High School Boys. Global Journal of Human Social Science Arts; 13(7). h. 1-6., 26(1): Suminah Pengaruh Circuit Training Terhadap Kebugaran Jasmani Siswa Kelas IV Putra SD Negeri Percobaan 3 Pakem Sleman. Journal Universitas Negeri Yogyakarta; 8(8). h Sukadiyanto, S Perbedaan Pengaruh Circuit Training Dan Fartlek Training Terhadap Peningkatan VO2max. Jurnal Keolahragaan; 2(1). h Wismanto, W Pelatihan Metode Active Isolated Stretching Lebih Efektif Daripada Contract Relax Stretching dalam Meningkatkan Fleksibilitas Otot Hamstring. [Skripsi]. Jakarta: Universitas Esa Unggul

12 EFEKTIVITAS PEMBERIAN AROMATHERAPY ABDOMINAL MASSAGE TEKNIK EFFLURAGE DIBANDINGKAN DENGAN ABDOMINAL STRETCHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN NYERI DYSMENORRHEA PRIMER PADA REMAJA PUTRI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI DENPASAR 1 Dewa Ayu Chintya Antari, 2 I Made Niko Winaya, 3 Ida Ayu Dewi Wiryanthini 1,2 Program Studi Fisioterapi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar Bali 3 Bagian Ilmu Biokimia, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar Bali dewaantari95@gmail.com ABSTRAK Dysmenorrhea primer yakni kram pada daerah perut bawah, nyeri pinggang, seringkali disertai diare dan mual, dan emosi yang kurang stabil yang terjadi pada usia tahun dan berlangsung selama jam. Dysmenorrhea primer seringkali mengganggu aktivitas fungsional remaja putri sehingga dibutuhkan penanganan untuk menurunkan nyeri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan efektivitas aromatherapy abdominal massage teknik efflurage dibandingkan dengan abdominal stretching exercise terhadap penurunan nyeri dysmenorrhea primer pada remaja putri Sekolah Menengah Pertama di Denpasar. Pengukuran tingkat nyeri menggunakan Numerical Rating Scale (NRS). Pada penelitian ini memiliki rancangan yang bersifat eksperimental dengan jenis pre and post test design. Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 20 orang, selanjutnya terbagi menjadi 2 kelompok. Kelompok 1 aromatherapy abdominal massage teknik efflurage dan kelompok 2 diberikan abdominal stretching exercise. Ratarata penurunan nyeri kelompok 1 sebesar 2,00 dan kelompok 2 sebesar 3,50. Hasil statistik dengan uji Paired Sample T-test pada intervensi kelompok 1 didapat p=0,000 dan intervensi kelompok 2 didapat p=0,000. Uji selisih Independent T-test memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok 1 dan kelompok 2 yaitu didapatkan p=0,001. Simpulan abdominal stretching exercise lebih efektif dalam penurunan nyeri dysmenorrhea primer pada remaja putri Sekolah Menengah Pertama di Denpasar dibandingkan dengan aromatherapy abdominal massage teknik efflurage. Kata Kunci : Dysmenorrhea primer, Aromatherapy Abdominal Massage Teknik Efflurage, Abdominal Stretching Exercise, Numerical Rating Scale (NRS) EFFECTIVENESS OF AROMATHERAPY ABDOMINAL MASSAGE TECHNIQUE EFFLURAGE COMPARED WITH ABDOMINAL STRETCHING EXERCISE TO REDUCE PRIMARY DYSMENORRHEA IN TEENAGE GIRLS JUN- IOR HIGH SCHOOL IN DENPASAR ABSTRACT Primary dysmenorrhea is cramping in lower abdomen, back pain,often with diarrhea and nausea, and unstable emotions and often occur in age years and happen in time hours. It will affect functional activity teenage girls that needed treatment to reduce the pain. The purpose of this study was to determine the differences in the effectiveness of aromatherapy abdominal massage technique efflurage with abdominal stretching exercise in reducing pain of primary dysmenorrhea in teenage girls at junior high school in Denpasar. Measurement of pain using Numerical Rating Scale (NRS). This research is an experiment research design with pretest and posttest group design. The study involved 20 samples then divided into 2 group. Group 1 aromatherapy abdominal massage technique efflurage and group 2 abdominal stretching exercise. Range of pain in group 1 decrease of 2,00 and group 2 decrease of 3,50. Paired T-test result in group 1 is p=0,000 and group 2 is p=0,000. The difference between group 1 and group 2 was obtained p=0,001. It was concluded that abdominal stretching exercise more effective to reduce the pain of primary dysmenorrhea in teenage girls junior high school in Denpasar compared with aromatherapy abdominal massage technique efflurage. Keywords : Primary dysmenorrhea, Aromatherapy Abdominal Massage Technique Efflurage, Abdominal PENDAHULUAN Remaja merupakan seseorang yang sedang mengalami masa peralihan dari anak-anak ke dewasa, sekitar usia dua belas tahun hingga dua puluh tahun 1. Ketika memasuki masa remaja terjadi perubahanperubahan biologis maupun fisiologis. Perubahan yang terjadi dapat ditandai dengan kematangan organ reproduksi pada remaja yang disebut pubertas. Pubertas yang dialami oleh perempuan ditandai dengan terjadinya menarche atau menstruasi pertama. Ketika menstruasi, sering kali terjadinyeri pada otot perut dan pinggul, kram, mual, dan pusing yang disebut dysmenorrhea 2. Dysmenorrhea sering dikeluhkan oleh perempuan yang sudah mengalami menstruasi. Dysmenorrhea terjadi akibat menstruasi dan produksi prostaglandin yang berlebihan. Sebelum menstruasi, prostaglandin akan meningkat produksinya sehingga dinding rahim akan mengalami kontraksi dan vasokontriksi pada pembuluh darah sehingga menyebabkan iskemik. Intensitas kontraksi dinding uterus berbeda-beda tiap individu, apabila berlebihan akan menimbulkan dysmenorrhea 3. Dysmenorrhea primer merupakan suatu keadaan nyeri pada bagian perut bawah ke pinggang yang disertai dengan Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 9

13 Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 10 muntah, mual, sakit kepala serta diare yang timbul pada masa menstruasi hari pertama dan hari kedua tanpa adanya kelainan alat genital 4. Epidemiologi dysmenorrhea primer di Indonesia sebesar 54,89%. Dysmenorrhea menyebabkan 14% dari perempuan tidak hadir di sekolah maupun tidak menjalani kegiatan sehari-hari sehingga menurunkan produktivitasnya 5. Prevalensi dysmenorrhea primer di Indonesia cukup tinggi yakni 60-70% dan 15% diantaranya mengalami nyeri yang hebat, pada umunya berusia remaja dan dewasa. Terdapat beberapa penanganan nonfarmakologi untuk mengurangi keluhan yang dirasakan akibat dysmenorrhea primer, diantaranya terapi latihan berupa abdominal stretching exercise serta manual terapi berupa aromatherapy abdominal massage. Aromatherapy abdominal massage merupakan terapi massage dengan menggunakan minyak aromaterapi yang efektif digunakan untuk menurunkan tingkat nyeri dysmenorrhea primer 6. Teknik efflurage merupakan teknik massage berupa usapan lembut, lambat, panjang, ringan, tanpa penekanan, dan tidak terputus-putus. Teknik ini dapat menimbulkan efek relaksasi karena teknik efflurage dapat mengurangi ketegangan otot dan meningkatkan sirkulasi area yang sakit serta mencegah terjadinya hipoksia 7. Abdominal stretching exercise merupakan latihan yang diberikan berorientasi pada peregangan pada otot perut dan pelvis agar otot-otot sekitar abdomen menjadi rileks akibat peregangan serta darah yang menuju ke uterus lancar sehingga dapat menurunkan intensitas nyeri dysmenorrhea. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Shahnaz menyatakan bahwa abdominal stretching exercise efektif untuk menurunkan derajat nyeri, durasi nyeri, serta dapat digunakan sebagai latihan yang dapat mengatasi dysmenorrhea primer pada perempuan 8. METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Pada penelitian ini memiliki rancangan yang bersifat eksperimental dengan jenis pre and post test design yakni dengan membandingkan dua kelompok perlakuan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan efektifitas aromatherapy abdominal massage teknik efflurage dengan abdominal stretching exercise terhadap penurunan nyeri dysmenorrhea primer. Penelitian dilakukan di SMP Negeri 9 Denpasar bulan Februari-Maret Populasi dan Sampel Populasi terjangkau pada penelitian ini yaitu perempuan berusia tahun yang mengalami dysmenorrhea primer di SMP Negeri 9 Denpasar tahun Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 20 orang yang terbagi menjadi dua kelompok. Sampel pada penelitian ini berasal dari populasi penelitian dan telah memenuhi kriteria inklusi pada penelitian ini, diantaranya : (a) memiliki usia tahun, (b) memiliki IMT normal (18,5-24,9), (c) menstruasi teratur selama 2 bulan terakhir, (d) memiliki siklus menstruasi nomal (21-35 hari), (d) lama menstruasi 3-5 hari. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini yakni purposive sampling. Instrumen Penelitian Alat ukur pada penelitian ini menggunakan numerical rating scale (NRS) untunk mengukur nyeri dysmenorrhea primer. Selain itu dalam penelitian ini juga menggunakan karpet, minyak aromatherapy aroma lavender, timbangan berat badan, dan staturemeter, serta software pada komputer untuk menguji dan menganalisis data statistik HASIL PENELITIAN Tabel 1 Distribusi Data Sampel Karakteristik Rata-rata±Simpang Baku Klp. 1 Klp. 2 Usia 13,60±0,516 13,70±0,483 IMT 20,645±1,733 20,135±1,623 Tabel 1 menunjukkan bahwa sampel penelitian pada kelompok 1 memiliki rerata usia (13,60±0,516) tahun dan rerata IMT (20,645±1,733) kg/m 2. Sedangkan pada kelompok 2 memiliki rerata usia (13,70±0,483) tahun dan rerata IMT (20,135±1,623) kg/m 2. Tabel 2 Uji Normalitas dan Uji Homogenitas Kelompok Data Uji Normalitas dengan Shapiro Wilk Test Klp. 1 Klp. 2 p Uji Homogenitas dengan Levene s Pretest 0,398 0,691 0,193 Posttest 0,087 0,245 0,06 Tabel 2 menunjukkan bahwa hasil uji normalitas dengan Shapiro Wilk test dan uji homogenitas dengan Levene s test menunjukkan bahwa pada kedua kelompok berdistribusi normal (p>0,05) serta homogen (p>0,05). Maka uji hipotesis selanjutnya menggunakan uji statistik parametrik. Tabel 3 Rerata Penurunan Nyeri Dymenorrhea Primer Sebelum dan Sesudah Intervensi Klp. 1 Klp. 2 Rerata Pre -test 5,50± 1,716 6,10± 1,197 Rerata Post-test 3,50± 1,509 2,60± 0,966 Tabel 3 menunjukan bahwa hasil uji hipotesis pada kelompok 1 nilai p=0,000 (p<0,05) yang memiliki arti terdapat penurunan tingkat nyeri dysmenorrhea primer yang bermakna sebelum dan setelah intervensi aromatherapy abdominal massage teknik efflurage. Dan hasil uji hipotesis kelompok 2 didapatkan nilai p=0,000 (p<0,05) yang berarti adanya penurunan tingkat nyeri dysmenorrhea primer yang bermakna sebelum dan setelah intervensi abdominal stretching exercise. p Beda Rerata 2,00± 0,816 3,50± 0,850 p 0,000 0,000

14 Tabel 4. Uji Beda Selisih Penurunan Nyeri Dysmenorrhea Kelompok Rerata±SB Persetase p Klp. 1 2,00±0,816 36,40% Klp. 2 3,50±0,850 57,40% Pada tabel 4 menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna pada intervensi aromatherapy abdominal massage teknik efflurage dibandingkan dengan intervensi abdominal stretching exercise terhadap penurunan nyeri dysmenorrhea primer. Pada kedua kelompok perlakuan menggunakan uji Independent T-test sehingga didapatkan nilai p=0,001. Persentase penurunan nyeri pada kelompok 1 sebesar 36,4% sedangkan pada kelompok 2 sebesar 57,4%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa intervensi abdominal stretching exercise lebih efektif dibandingkan aromatherapy abdominal massage teknik efflurage dalam menurunkan nyeri dysmenorrhea primer pada remaja putri di Denpasar. DISKUSI 0,001 Karakteristik Sampel Berdasarkan hasil analisis terhadap karakteristik usia, pada kelompok 1 memiliki rata-rata usia (13,60±0,516) tahun sedangkan kelompok 2 memiliki rata -rata usia (13,70±0,483) tahun. Bobak berpendapat bahwa dysmenorrhea primer biasanya dialami sejak bulan keenam hingga tahun kedua setelah menarche 9. Dengan usia menarche antara 10 tahun sampai 16 tahun, dimana rata-rata pada usia 12,5 tahun 10. Secara anatomi, pada rentan usia tahun remaja putri baru mengalami menstruasi dan masih memiliki leher rahim yang sempit sehingga dysmenorrhea primer seringkali terjadi pada rentan usia tahun 4. Berdasarkan karakteristik Indeks Massa Tubuh (IMT) pada kelompok 1 memiliki rerata IMT (20,645±1,733) kg/m 2 dan dan pada kelompok 2 memiliki rerata IMT (20,135±1,623) kg/m 2. Pada kedua kelompok memiliki rerata IMT normal. Yilmaz pada penelitiannya menyatakan tidak ada hubungan yang berarti pada IMT normal dengan terjadinya dysmenorrhea pada remaja putri 11. Pernyataan ini diperkuat oleh penelitian Agustini yang menyatakan bahwa tidak adanya hubungan yang berarti antara IMT dengan dysmenorrhea (p>0,05) 12. Pemberian Aromatherapy Abdominal Massage Teknik Efflurage Dapat Menurunkan Nyeri Dysmenorrhea Primer Remaja Putri di Denpasar Hasil paired sample t-test pada kelompok 1, diperoleh rata-rata tingkat nyeri sebelum diberikan intervensi (5,50±1,716) dan rata-rata sesudah intervensi (3,50±1,509). Didapatkan nilai p=0,000 (p<0,05) yang memiliki arti terdapat penurunan nyeri dysmenorrhea primer yang bermakna sebelum dan setelah intervensi aromatherapy abdominal massage teknik efflurage. Pemberian aromatherapy abdominal massage teknik efflurage dapat menurunkan nyeri dikarenakan kombinasi antara minyak aromatherapy dan massage terpenetrasi di jaringan kulit lalu menuju aliran darah yang nantinya diangkut ke organ dan sistem tubuh 13. Aromatherapy abdominal Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 11 massage teknik efflurage baik dalam membantu penurunan nyeri dysmenorrhea, memiliki efek analgesik, sedative, dan anti consulvant sehingga dapat meningkatkan sirkulasi darah sehingga dapat menurunkan spasme otot abdomen yang merupakan penyebab nyeri Menurut Weerapong, teknik efflurage dapat menimbulkan efek relaksasi dengan meningkatkan substansi relaksasi berupa endorphine sehingga terjadi penurunan kecemasan dan perbaikan suasana hati 15. Ketika dilakukan massage dapat melancarkan alirah darah sehingga mempercepat pertukaran darah yang kurang oksigen dan zat-zat buangan dari jaringan. Pemberian massage di daerah abdomen akan meningkatkan aliran darah di daerah abdomen sehingga dapat mengurangi nyeri akibat iskemik yang disebabkan oleh kontraksi uterus saat dysmenorrhea akibat peningkatan produksi prostaglandin. Pemberian Abdominal Stretching Exercise Dapat Menurunkan Nyeri Dysmenorrhea Primer Remaja Putri Hasil paired sample t-test pada kelompok 2, diperoleh rata-rata tingkat nyeri sebelum diberikan intervensi (6,10±1,197) dan rerata sesudah intervensi (2,60±0,966). Didapatkan nilai p=0,000 (p<0,05) yang memiliki arti terdapat penurunan nyeri dysmenorrhea primer yang bermakna sebelum dan setelah intervensi abdominal stretching exercise. Abdominal stretching exercise adalah latihan stretching otot abdomen yang bertujuan meningkatkan strengthing abdomen, endurance dan flexibility otot-otot abdomen yang bisa menurunkan nyeri dysmenorrhea primer dan memberikan efek relaksasi sehingga dapat mengurangi ketegangan otot (kram otot) yang nantinya akan mengurangi nyeri ketika menstruasi 16 dengan cara membuat otot abdomen relaksasi pada otot yang mengalami spasme karena peningkatan protagladin pada fase luteal sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah dan ketika abdominal stretching exercise dilakukan dapat membuat vasodilatasi pembuluh darah 17. Perbedaan Efektivitas Aromatherapy Abdominal Massage Teknik Efflurage dan Abdominal Stretching Exercise Terhadap Penurunkan Nyeri Dysmenorrhea Primer Remaja Putri Hasil independent t-test. nilai selisih penurunan nyeri pada kelompok 1 sebesar (2,00±0,816) dengan persentase 36,4% dan kelompok 2 sebesar (3,50±0,850) dengan persentase 57,4% didapatkan nilai p=0,001 (p<0,05), yang memiliki arti terdapat perbedaan efektivitas aromatherapy abdominal massage teknik efflurage dan abdominal stretching exercise terhadap penurunan nyeri dysmenorrhea primer pada remaja putri di Denpasar dimana abdominal stretching exercise lebih efektif dalam menurunkan nyeri dysmenorrhea primer dibandingkan aromatherapy abdominal massage teknik efflurage. Ketika melakukan abdominal stretching exercise terjadi pemanjangan otot yang bertujuan untuk menginhibisi ketegangan otot oleh karena terjadinya iskemik jaringan karena vasokontriksi aliran darah akibat peningkatan prostaglandin ketika dysmenorrhea primer sehingga efek yang dihasilkan yakni aliran darah menuju otot endometrium menjadi lancar serta terjadi peningkatan kadar hormon endorphine dalam aliran sirkulasi darah akibat ab- 14.

15 Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 12 dominal stretching exercise yang memiliki efek vasodilatasi pembuluh darah sehingga otot-otot yang mengalami ketegangan otot yang mengalami vasokontriksi pembuluh darah akan terjadi pemanjangan otot yang mengakibatkan peredaran darah ke otot yang terganggu menjadi lancar serta menghasilkan efek relaksasi. Hormon endorphine bertindak langsung sebagai hormon yang menenangkan yang diproduksi oleh otak yang menghasilkan rasa nyaman dan meningkatkan kadar endorphine 3-4 kali dalam darah yang dapat mensekresi prostaglandin dalam tubuh untuk mengurangi rasa nyeri akibat kontraksi endometrium saat melakukan abdominal stretching exercise sehingga nyeri dysmenorrhea primer. SIMPULAN Abdominal stretching exercise lebih efektif menurunkan nyeri dysmenorrhea primer pada remaja putri di Denpasar sebesar 57,4% dibandingkan dengan aromatherapy abdominal massage teknik efflurage menurunkan nyeri dysmenorrhea primer pada remaja putri di Denpasar sebesar 36,4%. SARAN Intervensi aromatherapy abdominal massage teknik efflurage dan abdominal stretching exercise dapat dijadikan pilihan intervensi yang efektif dan efisien oleh fisioterapis maupun tenaga medis lainnya untuk menurunkan nyeri dysmenorrhea primer dengan terapi non farmakologi. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 11. Yilmaz, T. and Saadet, Y Characteristic Of Dysmenorrhea In Situation Of Midwifery And Nursing Student. Attaturk universitesi hemsirelik yuksekolu dergisi 11(3). 12. Agustini, D Intervensi Active Exercise pada Periode Antara Menstruasi Menurunkan Tingkat Nyeri pada Kasus Primary Dysmenorrhea pada Remaja Putri. Denpasar : FK UNUD. 13. Dye, J Aromatherapy for Women and Childbirth. UK: Caniel Company. 14. Yoenaningsih, P. W. W Perbedaan Tingkat Nyeri Menstruasi Dengan Pemberian Teknik Effleurage Pada Siswi SMPN 1 Jember. Skripsi. Universitas Jember 15. Weerapong, P., Hume, P. A., and Kolt G. S The Mechanism of Massage and Effects on Performance, Muscle Recovery, and Injury Prevention. Sports Med. weerapong.pdf. Diakses tanggal 5 Oktober Ningsih, R Efektifitas Paket Pereda Terhadap Intensitas Nyeri pada Remaja dengan Dismenore di SMAN Kecamatan Curup. Tesis. Universitas Indonesia. 17. Siahaan, K., Ermiati., dan Maryati, I Penurunan Tingkat Dismenorea Pada Mahasiswi Fakultas Ilmu Keperawatan Unpad Dengan Menggunakan Yoga. ejournal/article/viewfile/709/755. Diakses tanggal 9 Maret 2017 DAFTAR PUSTAKA 1. Soekanto, S Sosiologi Keluarga Tentang Ikhwal Keluarga, Remaja, dan Anak. Jakarta: Rineka Cipta 2. Kasdu, D Operasi Caesar Masalah dan Solusinya. Jakarta: Puspa Swara. 3. Proverawati, A. dan Misaroh, S Menarche Menstruasi Pertama Penuh Makna. Yogyakarta: Nuha Medika. 4. Smeltzer, S Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi Delapan. Jakarta: ECG. 5. Calis, A. K Dysmenorrhea. http// emedicine.medscape.com/article/ overview#snowwall. Diakses tanggal 09 Oktober Myung, H. H., Myeong, S. L., Ka-Yeon, S., and Mi- Kyoung, L Aromatherapy Massage on the Abdomen for Alleviating Menstrual Pain in High School Girls: A Preliminary Controlled Clinical Study, Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine. vol Cohen, M Maternal, Neonatal And Women s Health Nursing. Pensylvania: Sringhause Company. 8. Shahnaz, S. J., Rahman, S. H., and Maghsoud, E. G Effect of Stretching on Primary Dysmenorrhea in Adolescent Girls. Biomedical Human Kinetics Bobak, I. M., Lowdermilk, D. L., Jensen, M. D., and Perry, S. E Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta: EGC. 10. Wiknjosastro, H Ilmu Kandungan. Jakarta:

16 LATIHAN ABDOMINAL DRAWING-IN MANEUVER SAMA BAIKNYA DENGAN CORE STRENGTHENING EXERCISE DALAM MENINGKATKAN KEKUATAN OTOT PENYANGGA TUBUH PADA SISWI SMAN 1 GIANYAR 1) I Gusti Ayu Mega Purwani, 2) Ni Wayan Tianing, 3) I Putu Adiartha Griadhi 1,2 Program Studi Fisioterapi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 3 Bagian Ilmu Faal, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana megapurwani10@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek dari latihan abdominal drawing-in mnaeuver dan core strengthening exercise dalam meningkatkan kekuatan otot penyangga tubuh yang dilakukan pada siswi SMAN 1 Gianyar. Desain penelitian menggunakan Randomize Pre and Post Test With Control Group Design dengan teknik pengambilan sampel menggunakan simple random sampling sehingga didapat 30 sampel yang dibagi kedalam 2 kelompok yaitu kelompok perlakuan (abdominal drawing-in maneuver) dan kelompok kontrol (core strengthening exercise) kemudian diberikan latihan 3 kali perminggu selama 4 minggu. Diperoleh peningkatan kekuatan otot penyangga tubuh yang bermakna pada kedua kelompok dengan rerata peningkatan pada kelompok perlakuan sebesar 64,05 ± 23,6 (p<0,05) dan kelompok kontrol sebesar 69,91 ± 23,2 (p<0,05). Berdasar uji paired sample t-test pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol didapat hasil yang tidak signifikan (p>0,05) pada kedua kelompok yang berarti latihan abdominal drawing-in maneuver sama baiknya dengan core strengthening exercise dalam meningkatkan kekuatan otot penyangga tubuh. Kata kunci : Otot Penyangga Tubuh, Kekuatan Otot, Abdominal Drawing-in Maneuver, Core Strengthening Exercise ABDOMINAL DRAWING-IN MANEUVER AS WELL AS CORE STRENGTHENING EXERCISE IN IMPROVING THE POWER OF CORE MUSCLE ON SMAN 1 GIANYAR STUDENTS ABSTRACT This study aims to determine the effect of abdominal drawing-in maneuver and core strengthening exercise in increasing the strength of the core muscles performed on female students SMAN 1 Gianyar. The research design used Randomize Pre and Post Test with Control Group Design with sampling technique using simple random sampling so that 30 samples were divided into 2 groups, the treatment group (abdominal drawing-in maneuver) and the control group (core strengthening exercise) 3 times a week for 4 weeks. There was a significant increase of core muscle strength in both groups with mean improvement in treatment group of 64,05 ± 23,6 (p <0,05) and control group was 69,91 ± 23,2 (p <0,05). Based on paired sample t-test in the treatment group and control group, there was no significant result (p> 0,05) in both groups which means abdominal drawing-in maneuver practice as well as core strengthening exercise in increasing the strength of the core muscle. Keyword : Core Muscle, muscle strength, Abdominal Drawing-in Maneuver, Core Strengthening Exercise PENDAHULUAN Tubuh manusia dipengaruhi oleh berbagai sistem organ salah satunya adalah sistem muskuloskeletal. Sistem muskuloskeletal terdiri dari otot, tendon, sendi, ligamen, dan tulang. Sebagai otot titik tengah gravitasi tubuh (centre of gravity), otot penyangga tubuh berperan dalam menopang gerakan tubuh dan keseimbangan tubuh manusia. Kelemahan otot ini dapat menyebabkan beberapa gangguan muskuloskeletal salah satunya nyeri punggung bawah (LBP) dan masalah pada anggota gerak atas dan bawah. Seseorang akan mengalami perubahan pada kekuatan otot penyangga tubuh yang diakibatkan adanya pemanjangan otot dimana merupakan adaptasi dari perubahan postur. Apabila otot mengalami kelemahan maka dapat berpengaruh pada stabilitas tubuh. Tidak stabilnya postur sering terlihat pada anak sekolah. Seseorang yang mengalami postur yang tidak stabil terlihat dari ketidak mampuan untuk mempertahankan posisi yang tegak.. Hal ini dapat diakibatkan adanya pemendekan otot-otot bagian abdominal. 8 Otot penyangga tubuh (core muscle) digambarkan sebagai kotak otot yang terdiri dari serat otot fast-twitch dan slow-twitch. Bagian bawah kotak tersebut adalah dasar panggul, atas adalah diafragma, depan adalah perut dan bagian belakang adalah punggung. 1 Namun penelitian terbaru mengenai otot penyangga tubuh menyorot otot tranversus abdominis, multifidus, dan quadratus lumborum dalam kontribusinya sebagai stabilisator penyangga tubuh. 7 Kekuatan otot penyangga tubuh dihubungkan dengan fungsi dan cedera pada punggung dan ekstremitas. Penurunan aktivasi otot penyangga tubuh, penurunan rekrutmen otot, ketidakseimbangan Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 13

17 Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 14 neuromuskuler, gangguan proprioseptif, dan penurunan respon refleks memberikan dampak pada resiko terjadinya cedera. Oleh karena itu, sangat penting memeriksa kekuatan otot penyangga tubuh yang erat kaitannya untuk mengidentifikasi faktor resiko dan tindakan pencegahan. 1 Dalam perkembangannya, wanita memiliki beban fisiologis yang lebih dibandingkan laki-laki. Wanita akan mengalami proses kehamilan dimana pada kehamilan diperlukan otot-otot penyangga tubuh yang kuat untuk menopang perubahan pada tubuh dan menstabilisasi tulang belakang. Perubahan tersebut antara lain terjadinya lordosis pada lumbal, perubahan posisi center of gravity, serta masalah nyeri punggung. 12 Untuk meningkatkan kekuatan otot penyangga tubuh, sangat diperlukan latihan-latihan penguatan yang dapat meningkatkan kekuatan otot penyangga tubuh. Latihan-latihan yang dapat diberikan untuk meningkatkan kekuatan otot penyangga tubuh yaitu pemberian latihan abdominal drawing-in maneuver dan core strengthening exercise. 9 Abdominal Drawing-in Maneuver merupakan suatu metode latihan yang mana latihan tersebut dapat meningkatkan tekanan abdominal dengan menarik kedalam dinding abdomen sehingga otot tranversus dan abdominal oblique berkontraksi. 9 Tujuan dari latihan abdominal drawing-in maneuver yaitu untuk mengaktivasi otot deep stabilizer pada spinae. Latihan ini sangat baik untuk mengaktivasi otot tranversus abdominis dan multifidus dimana kedua otot tersebut termasuk otot utama pada otot-otot penyangga tubuh. 2 Core strengthening exercise merupakan suatu latihan yang dilakukan dengan mengaktivasi otot-otot abdomen dan paraspinal sebagai satu unit gerak. 14 Dengan latihan ini, kerja otot abdominal dan paravertebra akan seimbang karena terjadi koaktivasi otot-otot bagian dalam dari penyangga tubuh. 10 METODE PENELITIAN Desain penelitian yang digunakan adalah Randomize Pre and Post Test With Control Group Design yang diawali dengan penentuan populasi target hingga mendapatkan populasi terjangkau. Selanjutnya dilakukan pengelompokan perlakuan dengan menggunakan teknik simple random sampling untuk mendapatkan sampel dan random alokasi untuk membagi sampel menjadi 2 kelompok yang berbeda yaitu kelompok perlakuan yang diberikan latihan abdominal drawing-in maneuver dan kelompok kontrol yang diberikan core strengthening exercise. Jumlah total sampel pada penelitian ini adalah 30 orang yang memenuhi kriteria inklusi yaitu berjenis kelamin perempuan, usia 15 th s/d 18 th, hasil plank test dengan nilai tes sangat lemah (< 15 detik) s/d lemah (15-30 detik), tidak sedang mengalami cedera musculoskeletal (baik di abdomen, punggung atau ekstremitas), yang kemudian dibagi kedalam dua kelompok dengan jumlah sampel masing-masing 15 orang dalam satu kelompok. Kemudian diberikan latihan selama 3 kali perminggu selama 4 minggu. Sebelum latihan dimulai, dilakukan pengukuran kekuatan otot penyangga tubuh dengan plank test dan seletah pelatihan dilakukan pengukuran kembali menggunakan plank test. Variabel bebas pada penelitian ini adalan abdominal drawing-in maneuver dan core strengthening exercise. Variabel terikat pada penelitian ini adalah kekuatan otot penyangga tubuh. Variabel kontrol pada penelitian ini adalah usia dan jenis kelamin. HASIL PENELITIAN Analisis data melalui uji deskriptif untuk mengetahui karakteristik sampel berdasar usia, tinggi badan, dan berat badan dalam bentuk rerata dan simpang baku. Tabel 1. Karakteristik Sampel Penelitian pada Kelompok Perlakuan (abdominal drawing-in maneuver) Karakteristik n Kelompok Perlakuan Rerata ± SB Usia (th) 15 15,6 ± 0,5 Tinggi Badan (m) ,3 ± 5,6 Berat Badan (kg) 15 55,0 ± 7,3 Tabel 2. Karakteristik Sampel Penelitian pada Kelompok Perlakuan (core strengthening exercise) Kelompok Kontrol Karakteristik n Rerata ± SB Usia (th) 15 15,5 ± 0,5 Tinggi Badan (m) ,9 ± 4,6 Berat Badan (kg) 15 51,3 ± 5,8 Tabel 1. dan tabel 2. menunjukkan subjek penelitian pada setiap kelompok masing-masing berjumlah 15 orang. Subjek penelitian pada kelompok perlakuan (abdominal drawing-in maneuver) sesuai tabel 1. memiliki rerata usia (15,6 ± 0,5) tahun, rerata tinggi badan (158,3 ± 5,6) meter, serta rerata berat badan (55,0 ± 7,3) kilogram. Subjek pada kelompok kontrol (core strengthening exercise) sesuai tabel 2. memiliki rerata usia (15,5 ± 0,5) tahun, rerata tinggi badan (157,9 ± 4,6) meter, serta rerata berat badan (51,3 ± 5,8) kilogram. Uji normalitas dan homogenitas data sebelum dan sesudah latihan, dilakukan uji normalitas dengan menggunakan Shapiro-Wilk Test, sedangkan uji homogenitas dengan menggunakan Levene s Test. Tabel 3. Uji Normalitas pada Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol Variabel p. Normalitas (Shapiro-Wilk Test) Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol Pre Test 0,905 0,944 Post Test 0,940 0,964 Tabel 4. Uji Homogenitas Data Sebelum dan Sesudah Latihan pada Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol

18 Variabel p. Homogenitas (Levene s Test) Pre Test 2,014 Post Test 0,073 Tabel 3. menunjukkan hasil uji normalitas data dengan menggunakan Shapiro-Wilk Test, dimana didapatkan nilai probabilitas dari kekuatan otot penyangga tubuh sebelum latihan pada kelompok perlakuan diperoleh nilai p = 0,905 (p>0,05), sesudah latihan diperoleh nilai p = 0,940 (p>0,05) yang berarti data pada kelompok perlakuan berdistribusi normal. Data nilai kekuatan otot penyangga tubuh pada kelompok kontrol sebelum latihan diperoleh nilai p = 0,944 (p>0,05), dan sesudah latihan diperoleh nilai p=0,964 (p>0,05) yang berarti data nilai kekuatan otot penyangga tubuh pada kelompok kontrol berdistribusi normal. Hasil uji homogenitas dengan menggunakan Levene s Test pada tabel 4. menunjukkan nilai kekuatan otot penyangga tubuh sebelum dan sesudah latihan bersifat homogen karena diperoleh nilai p>0,05 yang berarti bahwa data penelitian pada kedua kelompok memiliki varian atau karakteristik yang sama. Berdasarkan hasil uji normalitas dan uji homogenitas, maka uji yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah uji statistik parametrik yang kali ini digunakan uji paired sample t-test untuk menguji beda peningkatan kekuatan otot penyangga tubuh pada kelompok tidak berpasangan dan uji independent sample t-test untuk menguji beda peningkatan kekuatan otot penyangga tubuh pada kelompok tidak berpasangan. Uji komparabilitas kekuatan otot penyangga tubuh sebelum latihan pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol berdasar uji independent sample t-test dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5. Kekuatan Otot Penyangga Tubuh Sebelum Latihan pada Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol Kelompok Rerata ± SB t p Perlakuan 18,65 ± 6,4 Kontrol 21,53 ± 5,3-1,343 0,190 Tabel 5. menunjukkan uji komparabilitas kekuatan otot penyangga tubuh sebelum latihan pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Rerata kekuatan otot penyangga tubuh pada kelompok perlakuan yaitu 18,65 ± 6,4 dan rerata kekuatan otot penyangga tubuh sebelum latihan pada kelompok kontrol yaitu 21,53 ± 5,3 dengan nilai p = 0,190 (p>0,05) dan nilai t = -1,343, maka dapat disimpulkan bahwa rerata kekuatan otot penyangga tubuh sebelum latihan pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol tidak memiliki perbedaan yang signifikan sehingga untuk melihat peningkatan kekuatan otot melalui nilai kekuatan otot penyangga tubuh sesudah latihan. Bedasar uji Paired Sample T-Test terdapat peningkatan kekuatan otot penyangga tubuh sebelum dan sesudah diberikan latihan abdominal drawing-in maneuver pada kelompok perlakuan sesuai data yang terpapar pada Tabel 6. Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 15 Tabel 6. Peningkatan Kekuatan Otot Penyangga Tubuh Pada Kelompok Perlakuan (Abdominal Drawing-In Maneuver) Perlakuan Rerata ± SB t p Pre Test 18,65 ± 6,4 Post Test 64,05 ± 23,6-7,840 0,000 Tabel 6. menunjukkan nilai kekuatan otot penyangga tubuh sebelum dan sesudah latihan pada kelompok perlakuan dengan nilai p = 0,000 (p<0,05) dan nilai t = -7,840. Hal ini berarti terdapat peningkatan kekuatan otot penyangga tubuh yang bermakna sebelum dan sesudah latihan pada kelompok perlakuan. Dapat disimpulkan bahwa latihan abdominal drawing-in maneuver baik dalam meningkatkan kekuatan otot penyangga tubuh. Hasil analisis peningkatan kekuatan otot penyangga tubuh pada kelompok kontrol sesudah diberikan core strengthening exercise dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 7. Peningkatan Kekuatan Otot Penyangga Tubuh Pada Kelompok Kontrol (core strengthening exercise) Perlakuan Rerata ± SB t p Pre Test 21,53 ± 5,3 Post Test 69,91 ± 23,2-8,044 0,000 Tabel 7. menunjukkan hasil analisis peningkatan kekuatan otot penyangga tubuh berdasar uji Paired Sample T-Test diperoleh nilai p = 0,000 (p<0,05) dan nilai t = -8,044. Hal ini berarti terdapat peningkatan kekuatan otot penyangga tubuh yang bermakna sebelum dan sesudah latihan pada kelompok kontrol (core strengthening exercise). Dapat disimpulkan bahwa latihan core strengthening exercise baik dalam meningkatkan kekuatan otot penyangga tubuh. Hasil analisis perhitungan beda rerata peningkatan kekuatan otot penyangga tubuh sesudah latihan pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol, dilakukan pengujian menggunakan independent sample t-test yang tertera pada Tabel 8. Tabel 8. Peningkatan Kekuatan Otot Penyangga Tubuh Pada Kelompok Perlakuan (Abdominal Drawing-In Maneuver) Kelompok Rerata ± SB t p Perlakuan 64,05 ± 23,6 Kontrol 69,91 ± 23,2-0,687 0,498 Tabel 8. mennjukkan hasil perhitungan beda rerata kekuatan otot penyangga tubuh sesudah latihan dengan nilai p = 0,498 (p>0,05) dan nilai t = -0,687. Data tersebut menunjukan tidak terdapat perbedaan peningkatan kekuatan otot penyangga tubuh yang bermakna antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Dapat disimpulkan bahwa latihan abdominal drawing-in maneuver dan latihan core strengthening

19 Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 16 exercise sama baiknya dalam meningkatkan kekuatan otot penyangga tubuh. DISKUSI Karakteristik Sampel Penelitian Subjek dalam penelitian ini berjumlah 30 orang yang merupakan siswi kelas X SMAN 1 Gianyar. Rentan usia subjek dalam penelitian ini antara tahun dan berjenis kelamin perempuan. Rerata usia subjek berdasar tabel 1. pada kelompok perlakuan yaitu (15,6 ± 0,5) tahun dan pada kelompok kontrol sesuai tabel 2. yaitu (15,5 ± 0,5) tahun. Berdasar data tersebut terlihat subjek dalam rentan usia remaja awal. Kekuatan otot mulai timbul sejak lahir sampai dewasa dan terus meningkat terutama pada usia 20 sampai 30-an dan secara gradual menurun seiring dengan peningkatan usia. Rerata tinggi badan subjek dalam penelitian pada kelompok perlakuan yaitu (158,3 ± 5,6) meter dan pada kelompok kontrol yaitu (157,9 ± 4,6) meter. Rerata berat badan subjek dalam penelitian pada kelompok perlakuan yaitu (55,0 ± 7,3) kilogram dan pada kelompok yaitu (51,3 ± 5,8) kilogram. Subjek penelitian ini merupakan siswi kelas X SMAN 1 Gianyar yang berjenis kelamin perempuan. Menurut Lesmana (2012), pada umumnya pria lebih kuat dibandingkan dengan wanita. Kekuatan otot pria muda hampir sama dengan wanita muda sampai menjelang usia puber, setelah itu pria akan mengalami peningkatan kekuatan otot yang signifikan dibanding wanita. 6 Menurut Sitompul et al (2014), wanita memiliki beban fisiologis yang lebih dibandingkan laki-laki. Wanita akan mengalami proses kehamilan dimana pada kehamilan diperlukan otot -otot penyangga tubuh yang kuat untuk menopang perubahan pada tubuh dan menstabilisasi tulang belakang. 12 Peningkatan Kekuatan Otot Penyangga Tubuh Hasil uji paired sample t-test pada kelompok perlakuan seperti terlihat pada tabel 6., diperoleh rerata nilai kekuatan otot penyangga tubuh sebelum latihan sebesar 18,65 detik dan setelah latihan sebesar 64,05 detik dengan nilai p = 0,000 (p<0,05) yang berarti terdapat peningkatan kekuatan otot penyangga tubuh yang bermakna sebelum dan sesudah latihan pada kelompok perlakuan (abdominal drawing-in maneuver). Didapat pula selisih peningkatan kekuatan otot penyangga tubuh sebelum dan setelah latihan sebesar 45,40 detik dan persentase peningkatan sebesar 41,08%. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa latihan abdominal drawing-in maneuver baik dalam meningkatkan kekuatan otot penyangga tubuh. Abdominal drawing-in maneuver merupakan salah satu latihan penguatan otot penyangga tubuh yang bertujuan untuk mengaktivasi otot deep stabilizer pada spine. Apabila otot-otot stibilizer spinae telah kuat, maka dapat menstabilkan gerakan pada tulang belakang. 2 Abdominal drawing-in maneuver di desain untuk memfasilitasi ko-aktivasi pada otot tranversus abdominis dan multifidus untuk menstabilisasi penyangga tubuh sebelum pergerakan pada ekstremitas. Latihan ini terfokus pada aktivasi deep muscle pada otot penyangga tubuh sehingga dengan meningkatnya kekuatan otot-otot ini dapat menstabilisasi tubuh selama pergerakan aktif. 13 Penelitian yang mendukung penelitian mengenai latihan abdominal drawing-in maneuver dalam meningkatkan kekuatan otot penyangga tubuh kali ini dilakukan oleh Park & Yu (2013) yang meneliti mengenai latihan abdominal drawing-in maneuver yang dilakukan pada subjek dengan LBP setiap 3 kali perminggu selama 4 minggu. Menurut penelitian tersebut, terdapat perubahan pada ketebalan otot tranversus abdominis dan external oblique. Adanya penebalan pada otot maka otot tersebut mengalami peningkatan kekuatan. 9 Penelitian lain mengenai abdominal drawing-in maneuver juga dilakukan oleh Lee et al (2015). Penelitian ini menyebutkan bahwa latihan dengan abdominal drawingin maneuver menyebabkan perubahan morpologi pada ketebalan otot tranversus abdominis dan perubahan pola neuromuscular otot external oblique yang berkontribusi untuk stabilitas core statis dan stabilitas postural. 5 Hasil uji paired sample t-test pada kelompok kontrol (core strengthening exercise), diperoleh rerata nilai kekuatan otot penyangga tubuh sebelum latihan sebesar 21,53 detik dan setelah latiha sebesar 69,91 detik dengan selisih peningkatan sebesar 48,39 detik dan persentase peningkatan sebesar 44,49%. Didapatkan pula nilai p = 0,000 (p<0,05) yang berarti terdapat peningkatan kekuatan otot penyangga tubuh yang bermakna sebelum dan sesudah latihan pada kelompok kontrol (core strengthening exercise). Berdasarkan hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa latihan core strengthening exercise baik dalam meningkatkan kekuatan otot penyangga tubuh. Program core strengthening bertujuan untuk meningkatkan stabilitas otot-otot penyangga tubuh dengan mengembangkan kekuatan, ketahanan, dan kontrol neuromuscular pada otot penyangga tubuh. Meningkatnya kekuatan otot, maka terjadi peningkatan stabilitas otot-otot penyangga tubuh. Dengan latihan ini, kerja otot abdominal dan paravertebra akan seimbang karena terjadi koaktivasi otot-otot bagian dalam dari penyangga tubuh sehingga dapat mengontrol gerakan perpindahan berat badan, aktivitas fungsional, dan gerakan dari ektremitas. 10 Core strengthening exercise memberikan latihan secara keseluruhan pada otot-otot stabilisator penyangga tubuh. Program core strengthening dapat dilakukan melalui gerakan-gerakan penguatan pada otot-otot stabilisasi penyangga tubuh. Park & Yu (2013) meneliti mengenai core strengthening exercise dalam meningkatkan kekuatan otot penyangga tubuh yang dilakukan selama 4 minggu dan meneliti mengenai perubahan ketebalan otot abdomen melalui core exercise. Diperoleh perubahan yang signifikan pada ketebalan dari otot internal. 9 Penelitian chuter et al (2015), menyebut latihan core strengthening yang dilakukan 2 kali per minggu selama 8 minggu dapat meningkatkan statik core muscle endurance dan stabilitas dinamis pada orang sehat dengan stabilitas otot penyangga tubuh yang rendah. 3 Wowiling et al (2016) menjelaskan bahwa core strengthening exercise dapat meningkatkan kekuatan otot penyangga tubuh dimana penelitian ini dilakukan setiap 3 kali seminggu selama 4 minggu pada pasien stroke dan mendapatkan peningkatan stabilitas otot trunkus yang dinilai dengan TIS dan memperbaiki keseimbangan pasien pasca stroke. 14 Berdasar hasil uji independent sample t-test pada

20 kelompok perlakuan (abdominal drawing-in maneuver) dan kelompok kontrol (core strengthening exercise) setelah latihan, diperoleh nilai p = 0,498 (p>0,05) yang berarti tidak terdapat perbedaan peningkatan kekuatan otot penyangga tubuh yang bermakna antara kelompok perlakuan (abdominal drawing-in maneuver) dan kelompok kontrol (core strengthening exercise), maka dapat disimpulkan bahwa latihan abdominal drawing-in maneuver dan latihan core strengthening exercise sama baiknya dalam meningkatkan kekuatan otot penyangga tubuh. Namun, core strengthening exercise lebih mampu meningkatkan kekuatan otot penyangga tubuh sebesar 44,49% daripada latihan abdominal drawing-in maneuver yang hanya meningkatkan kekuatan otot penyangga tubuh dengan persentase peningkatan sebesar 41,08%. Menurut Setiawan dan Setiowati (2014), olahraga dan aktifitas fisik dapat memengaruhi kekuatan otot. Apabila seseorang rutin melakukan olahraga atau aktifitas fisik, maka dapat meningkatkan kekuatan otot, begitu pula sebaliknya. 11 Subjek pada penelitian ini memiliki aktivitas yang berbeda-beda. Mulai mengikuti ekstrakulikuler dalam hal seni maupun olahraga dan aktifitas lainnya. Maka dapat dikatakan bahwa aktifitas fisik, selain pemberian latihan selama penelitian berlangsung merupakan kegiatan fisik yang tidak dapat di kontrol oleh peneliti. Hal ini dapat memengaruhi hasil penelitian sehingga secara statistika diperoleh hasil yang tidak signifikan. Pada penelitian ini, subjek diberikan latihan yang terfokus pada aktivasi otot-otot penyangga tubuh. Latihan abdominal drawing-in maneuver mengaktivasi kekuatan otot melalui kontraksi pada otot-otot deep stabilizer pada penyangga tubuh. Pada penelitian ini, latihan abdominal drawing-in maneuver dalam meningkatkan kekuatan otot penyangga tubuh memberikan nilai peningkatan sebesar 41,08%. Latihan abdominal drawing-in maneuver merupakan latihan yang sederhana dan mudah dilakukan. Latihan core strengthening exercise dapat meningkatkan kekuatan otot penyangga tubuh dengan mengaktivasi otot-otot penyangga tubuh baik global (superficial) muscle dan deep stabilizer. Pada penelitian ini, latihan core strengthening exercise dalam meningkatkan kekuatan otot penyangga tubuh memberikan nilai peningkatan sebesar 44,49%. Berdasarkan persentase peningkatan, latihan core strengthening exercise lebih efektif meningkatkan nilai kekuatan otot penyangga tubuh. Persentase peningkatan kekuatan otot penyangga tubuh melalui core strengthening exercise lebih tinggi dibandingkan dengan persentase peningkatan kekuatan otot penyangga tubuh pada latihan abdominal drawing in maneuver. Hibbs et al (2008) menyatakan bahwa latihan strengthening memerlukan latihan yang bersifat highthreshold dan overload training pada otot-otot global dan hipertropi sebagai adaptasi dari latihan strengthening. 4 Selain mengaktivasi otot deep stabilizer spine, core strengthening exercise juga memberikan efek penguatan otot melalui aktivasi otot-otot global. Gerakan pada core strengthening exercise lebih bervariasi dan melibatkan otot-otot tubuh secara keseluruhan sehingga intensitas latihan core strengthening exercise lebih tinggi dibandingkan dengan abdominal drawing-in maneuver. Dengan gerakan-gerakan pada core strengthening Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 17 exercise dapat memberikan efek high-threshold dan efek overload lebih cepat dibandingkan dengan latihan abdominal drawing-in maneuver yang hanya melibatkan aktivasi otot-otot deep spine dengan posisi netral. Hal ini berarti peningkatan kekuatan otot penyanga tubuh dengan latihan core strengthening exercise sesuai peningkatan persentase peningkatan kekuatan otot dan dilihat dari intensitas latihannya lebih tinggi dibandingkan dengan abdominal drawing-in maneuver. SIMPULAN Berdasar hasil penelitian diatas maka dapat disimpulkan bahwa latihan abdominal drawing-in maneuver sama baiknya dengan core strengthening exercise dalam meningkatkan kekuatan otot penyangga tubuh pada siswi kelas X SMAN 1 Gianyar, namun kecenderungan core strengthening exercise lebih baik dalam meningkatkan kekuatan otot penyangga tubuh dengan persentase peningkatan sebesar 44,49%. DAFTAR PUSTAKA 1. Anderson, D., Barthelemy, L., Gmach, R. & Posey, B., Core Strength Testing: Developing Normative Data for Three Clinical Tests. 2. Asher, A., Deep Core Muscle Activation. [Online] Available at: [Diakses 8 January 2017]. 3. Chuter, V. H., Jonge, X. A. K. J. d., Thompson, B. M. & Callister, R., The Efficacy of a Supervised and a Home-Based Core Strengthening Programme in Adults with Poor Core Stability: a three-arm randomised controlled trial. pp Hibbs, A. E. et al., Optimizing Performance by Improving Core Stability and Core Strength. Sport Medicine, Volume 38, pp Lee, N. G., You, J. (. H., Kim, T. H. & Choi, B. S., Intensive Abdominal Drawing-In Maneuver After Unipedal Postural Stability in Nonathletes With Core Instability. Journal of Athletic Training, Volume 50, pp Lesmana, S. I., Perbedaan Pengaruh Metode Latihan Beban Terhadap Kekuatan dan Daya Tahan Otot Biceps Brachialis Ditinjau dari Perbedaan Gender (Studi Komparasi Pemberian Latihan Beban Metode Delorme dan Metode Oxford pada Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan dan Fisioterapi, Jakarta: Universitas Esa Unggul. 7. Martuscello, J., Review of Core Muscle Electromyographic Activity During Physical Fitness Exercises. Scholar Commons Systematic. 8. Oliver, G. D. & R.Adams-Blair, H., Improving Core Strength to Prevent Injury. Journal of Physical Education, Recreation & Dance, Volume Park, S.-D. & Yu, S.-H., The Effects of Abdominal Draw-in Maneuver and Core Exercise on Abdominal Muscle Thickness and Oswestry Disability Index in Subjects with Chronic Low Back Pain. Journal of Exercise Rehabolotation, pp Pramita, I., Pangkahila, A. & Sugijanto, Core Stability Exercise Lebih Baik Meningkatkan Aktivitas Fungsional dari pada William s Flexion Excercise

21 Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 18 pada Pasien Nyeri Punggung Bawah Miogenik. Sport and Fitness Journal, Volume 3, pp Setiawan, D. A. & Setiowati, A., Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) Terhadap Kekuatan Otot pada Lansia di Panti Wredha Rindang Asih III Kecamatan Boja. Journal of Sport Sciences and Fitness, Volume 3, pp Sitompul, R. D., Andayani, N. L. N. & Indrayani, A. W., Pemberian Core Stability Exercise dapat Meningkatkan Stabilitas Lumbal pada Kehamilan Trimester III. Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia (MIFI), Volume Teyhen, D. S. et al., The Use of Ultrasound Imaging of the Abdominal Drawing-in Maneuver in Subjects With Low Back Pain. Journal of Orthopaedic & Sports Physical Therapy, Volume 35, pp Wowiling, P. E., Sengkey, L. S. & Lolombulan, J. H., Pengaruh Latihan Core-Strengthening Terhadap Stabilitas Trunkus dan Keseimbangan Pasien Pasca Stroke. Jurnal Biomedik (JBM), Volume 8, pp

22 PERBEDAAN WAKTU REAKSI VISUAL ANTARA INDEKS MASSA TUBUH KATEGORI UNDERWEIGHT, NOR- MAL DAN OVERWEIGHT PADA SISWA SEKOLAH DASAR SARASWATI TABANAN 1) Ni Kadek Ira Maharani Putri 2) Ari Wibawa 3) I Dewa Ayu Inten Dwi Primayanti 1,2 Program Studi Fisioterapi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 3 Bagian Ilmu Faal, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana iramaharani16@gmail.com ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mengetahui perbedaan waktu reaksi visual antara indeks massa tubuh kategori underweight, normal dan overweight pada siswa Sekolah Dasar Saraswati Tabanan. Desain penelitian ini adalah cross sectional analytic yang dilaksanakan pada bulan Maret Sampel diambil dengan teknik total sampling yang berjumlah 228 sampel yang dibagi menjadi 3 kelompok penelitian berdasarkan indeks massa tubuhnya. Uji normalitas dengan Kolmogorov-smirnov test dan uji homogenitas dengan Levene s test (p > 0,05). Analisis deskriptif didapatkan rerata waktu reaksi visual pada IMT underweight 569,4+50,08 ms, pada IMT normal 405,31+41,54 ms dan IMT overweight 556,75+46,86 ms. Uji beda dengan One way ANOVA menunjukan beda signifikan (p=0,000). Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa anak dengan IMT underweight dan overweight memiliki waktu reaksi visual yang lebih lama dibandingkan anak dengan IMT normal di Sekolah Dasar Saraswati Tabanan. Kata Kunci: Waktu Reaksi Visual, Indeks Massa Tubuh VISUAL REACTION TIME DIFFERENCE BETWEEN UNDERWEIGHT, NORMAL AND OVERWEIGHT BODY MASS INDEX CATEGORIES AMONG STUDENT AT SARASWATI ELEMENTARY SCHOOL TABANAN ABSTRACT This study was to determine the difference of visual reaction time based on underweight, normal and overweight body mass index s categories among student at Saraswati elementary school in Tabanan. This study design is a cross-sectional analytic study held on March Samples was selected using total sampling technique with totally 228 samples which divided into 3 groups based from their body mass index. Normality test using Kolmogorov-smirnov Test and homogeneity test using Levene s Test had been done (p>0.05). Descriptive analytic show the visual reaction time in underweight BMI 569,4+50,08 ms, normal BMI 405,31+41,54 ms and overweight BMI 556,75+46,86 ms. Analysis using One Way ANOVA find out significant mean differences between group (p=0,000) Based on this study, conclude that underweight and overweight children had a longer visual reaction time than normal weight children in Saraswati Elementary School Tabanan. Keywords : Visual Reaction Time, Body Mass Index PENDAHULUAN Kemajuan teknologi mengakibatkan anak lebih sering bermain gadget dibandingkan dengan bermain di luar ruangan. Hal ini mampu menggeser indeks massa tubuh (IMT) anak kearah overweight ataupun underweight bila asupan nutrisi anak tidak seimbang dengan aktivitas fisik yang dilakukan. Overweight ataupun underweight memiliki risiko masalah kesehatan yang sama. Riskesdas tahun 2013 menyatakan prevalensi anak gemuk usia 5-12 tahun di Indonesia yaitu 18,8%. Bali merupakan salah satu provinsi yang memiliki ratarata prevalensi anak gemuk usia 5-12 tahun diatas ratarata nasional. Tidak hanya overweight tapi Indonesia juga masih memiliki masalah kekurangan gizi pada anak. Prevalensi anak kurus usia sekolah sebesar 11,2%. 1 Overweight membawa masalah kesehatan serius yang dapat dibawa hingga dewasa seperti DM tipe 2 ataupun masalah kardiovaskular. Anak gemuk empat kali lebih sering tidak hadir ke sekolah akibat terserang demam, flu atau diare. Begitu pula pada anak underweight yang berisiko mengalami pengeroposan tulang, disregulasi hormone dan penurunan sistem imun. Kedua hal ini akan berdampak pada performa anak di sekolah dan mempengaruhi prestasi akademisnya. 2 Sebuah penelitian neurofisiologi menyatakan IMT underweight ataupun overweight mempengaruhi kecepatan proses berfikir dan performa sensomotor anak yang pada masa pertumbuhannya akan mengganggu perkembangan otak dan sistem sarafnya. Pada anak dengan IMT underweight cenderung mengalami insufisiensi micronutrient seperti asam folat dan zat besi yang dapat mengganggu perkembangan otak dan sistem saraf anak yang akan menyebabkan penurunan performa di sekolah dan prestasi akademik. 3 Sedangkan pada individu dengan IMToverweight dan obese dapat meningkatkan risiko melambatnya konduktifitas hantar saraf akibat peningkatan ambang rangsang sensoris dan neuropati pada serabut saraf kecil di perifer. 4 Hal ini akan menyebabkan penurunan kecepatan hantar saraf yang berpengaruh pada perpanjangan waktu reaksi. Waktu reaksi adalah lamanya waktu dari mulai diterimanya stimulus hingga munculnya suatu respon yang diinginkan. 5 Waktu reaksi visual merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi kecepatan membaca pada anak, mulai dari anak mendapatkan input sensoris berupa huruf kemudian mengintepretasikan huruf apa Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 19

23 Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 20 yang mereka lihat hingga terjadi respon yaitu mengucapkan huruf dengan tepat. Waktu reaksi juga menggambarkan kemampuan memproses stimulus pada sistem saraf pusat yang secara tidak langsung dapat menggambarkan kognisi anak. 6 Pada proses pembelajaran stimulus visual merupakan stimulus yang paling banyak diterima misalnya pada saat membaca dan menulis. Sistem visual selalu dihadapkan dengan tugas yang bermakna yang harus di proses secara cepat dan memberikan informasi yang penting tiap harinya. Sebagian besar aksi motoris berdasarkan dari informasi visual yang bertujuan agar manusia dapat berinteraksi dengan lingkungannya. 4 Oleh karena masih terbatasnya data mengenai hubungan IMT dengan waktu reaksi visual khususnya pada anak usia sekolah maka hal ini melatarbelakangi untuk mengangkat penelitian mengenai perbedaan waktu reaksi visual berdasarkan indeks massa tubuh kategori underweight, normal dan overweight pada siswa SD Saraswati Tabanan. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan desain studi cross sectional. Populasi penelitian ini adalah siswa SD Saraswati Tabanan. Sampel penelitian berasal dari populasi penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan didata menggunakan teknik total sampling dengan jumlah total 228 sampel yang dibagi menjadi 3 kelompok berdasarkan IMT anak. IMT anak dihitung dengan index quatelet berdasarkan usia dan jenis kelamin menurut WHO tahun Kriteria inklusi terdiri dari siswa yang bersekolah di SD Saraswati Tabanan; berusia 9-11 tahun; memiliki indeks massa tubuh (IMT) kategori underweight, normal, dan overweight; sehat jasmani dan rohani dan bersedia menjadi subjek penelitian sampai penelitian selesai. Kriteria eksklusi penelitian ini adalah mengalami buta warna ataupun buta total. Variabel bebas (independent) dalam penelitian ini adalah indeks massa tubuh (IMT) kategori underweight, normal dan overweight. Sedangkan Variabel terikat (dependent) adalah waktu reaksi visual. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah staturemeter untuk mengukur tinggi badan, timbangan untuk mengukur berat badan dan aplikasi Human Benchmark Program untuk mengukur waktu reaksi visual. HASIL PENELITIAN Analisis univariat digunakan untuk melihat gambaran umum responden penelitian berdasarkan usia, tinggi badan, berat badan, IMT/usia dan jenis kelamin disajikan dalam bentuk prosentase, rerata dan simpang baku. Tabel 1. Karakteristik Responden Kategori Underweight Karakteristik Responden Kategori Underweight Rerata ± SD Usia (tahun) 9,86±0,608 Berat Badan (kg) 24,36±2,929 Tinggi Badan (cm) 137,19±6,146 IMT/Usia 1,3111±0,08774 Laki-laki 16(38,1%) Perempuan 26(61,9%) Tabel 2. Karakteristik Responden Kategori Normal Karakteristik Responden Kategori Normal Rerata ± SD Usia (tahun) 9,84+0,729 Berat Badan (kg) 33,11+6,178 Tinggi Badan (cm) 138,33+7,342 IMT/Usia 1,7538+0,22420 Laki-laki 61 (49,6%) Perempuan 62 (50,4%) Tabel 3. Karakteristik responden Kategori Overweight Tinggi Badan (cm) 144,32+8,948 IMT/Usia 2,4533+0,27029 Laki-laki 35(55,6%) Perempuan 28(44,4%) Berdasarkan tabel diatas menunjukan responden pada kelompok underweight memiliki nilai rerata usia dan simpang baku (9,86+0,61), kelompok normal (9,84+0,73) dan kelompok overweight (9,90+0,69). Selanjutnya pada kelompok underweight responden memiliki nilai rerata berat badan dan simpang baku (24,36+2,93), kelompok normal (33,11+6,18) dan kelompok overweight (50,71+8,63). Karakteristik responden berdasarkan tinggi badan didapatkan rerata dan simpang baku pada kelompok underweight (137,19+6,15), kelompok normal (138,33+7,34) dan kelompok overweight (144,32+8,95). Rerata dan simpang baku IMT/Usia pada kelompok underweight (1,31+0,09), kelompok normal (1,75+0,22) dan kelompok overweight (2,45+0,27). Jumlah dan persentase jenis kelamin pada kelompok underweight ialah lakilaki sebanyak 16 orang (38,1%) dan perempuan 26 orang (61,9%), pada kelompok normal dengan laki-laki sebanyak 61 orang (49,6%) dan perempuan 62 orang (50,4%), sedangkan kelompok overweight jumlah laki-laki 35 orang (55,6%) dan perempuan 28 orang (44,4%). Untuk mengetahui distribusi normalitas data maka diuji menggunakan Kolmogorov-smirnov Test dan untuk menganalisa variansi data maka diuji menggunakan Levene s Test. Berikut tabel hasil uji dari normalitas dan homogenitas data Tabel 4. Hasil Uji Normalitas dan Uji Homogenitas Kelompok Karakteristik Responden Kategori Overweight Rerata ± SD Usia (tahun) 9,90+0,689 Berat Badan (kg) 50,71+8,631 Kolmogorov- Smirnov p Underweight 0,094 Normal 0,2 Overweight 0,2 Levene stest Tabel 4 menunjukan hasil uji normalitas data dengan menggunakan Kolmogorov-Smirnov Test menunjukan nilai probabilitas waktu reaksi visual pada kelompok underweight didapatkan nilai p = 0,094 (p>0,05), ke- p 0,065

24 lompok normal didapatkan nilai p = 0,200 (p>0,05), dan kelompok overweight didapatkan nilai p = 0,200 (p>0,05). Tiap kelompok didapat p >0,05, menandakan data berdistribusi normal. Tabel 4 juga menunjukan hasil uji homogenitas dengan Levene s Test dimana waktu reaksi visual memiliki nilai p>0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa data bersifat homogen. Berdasarkan dari hasil uji normalitas dan uji homogenitas, maka uji hipotesis menggunakan uji statistik parametrik yang dalam hal ini menggunakan uji One Way ANOVA. Dalam melihat perbedaan waktu reaksi visual antar kelompok untuk menentukan kelompok mana yang memiliki waktu reaksi visual paling cepat dilakukan analisis deskriptif sebagai berikut: Tabel 5. Analisis Deskriptif Waktu Reaksi Visual Kelompok N Rerata SD Underweight , ,08043 Normal , ,53714 Overweight , ,85525 Semakin kecil rerata waktu reaksi maka semakin cepat waktu reaksi visualnya. Berdasarkan Tabel 5 menunjukan bahwa kelompok normal memiliki waktu reaksi paling cepat yaitu 405,32+41,52 ms, dibandingkan dengan kelompok overweight 556,75+46,86 ms dan kelompok underweight 569,4+50,08 ms. Untuk melihat tingkat signifikan dari perbedaan waktu reaksi visual antara ketiga kelompok maka dilakukan uji beda dengan One Way ANOVA. Tabel 6. Hasil Uji Statistik dengan One Way ANOVA Df Variasi antar kelompok 2 Variasi dalam kelompok 225 Total 227 Tabel 6 menunjukan hasil uji beda ketiga kelompok penelitian dengan nilai p sebesar 0,000 (nilai p<0,05). Hal Ini menunjukan adanya perbedaan yang berkmakna rata-rata waktu reaksi visual pada ketiga kelompok penelitian. Untuk melihat perbedaan rerata pada masing masing kelompok dan tingkat signifikannya maka dapat dilihat dari hasil uji lanjutan dengan Turkey HSD sebagai berikut: Tabel 7. Uji Turkey HSD Variabel Kel. I Kel. J Waktu Reaksi Visual Under Weight Over Weight Under Weight Beda Rerata (I-J) p 0,000 Normal ,000 Normal ,000 Over Weight p ,332 Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 21 Berdasarkan Tabel 7 didapat perbedaan bermakna (p<0,05) didapat antara kelompok underweight terhadap normal dengan beda rerata 164,09ms dan antara kelompok overweight terhadap normal dengan beda rerata 151,43ms, sedangkan antar kelompok underweight dengan overweight memiliki beda rerata 12,65Ms yang dalam statistic tidak mermakna (p>0,05). DISKUSI Karakteristik Sampel Penelitian Pada penelitian ini, subjek penelitian berjumlah 228 orang siswa yang bersekolah di SD Saraswati Tabanan berusia 9-11 tahun yang sehat secara jasmani dan rohani, sehingga umur responden menunjukan pada kelompok underweight memiliki nilai rerata usia dan simpang baku (9,86+0,61), kelompok normal (9,84+0,73) dan kelompok overweight (9,90+0,69). Dimana pada usia usia 7-8 tahun kematangan dan pertumbuhan otot baru dicapai dengan baik. 7 Berat badan responden didapatkan sebaran berat badan responden antara 15 74kg. Pada kelompok underweight responden memiliki nilai rerata berat badan dan simpang baku (24,36+2,93), kelompok normal (33,11+6,12) dan kelompok overweight (50,71+8,63). Berat badan merupakan salah satu faktor yang digunakan dalam mengukur IMT. Dimana pada anak komposisi tubuh dapat diukur dengan rumus IMT/usia. Begitupula pada tinggi badan didapatkan rerata dan simpang baku pada kelompok underweight (137,19+6,15), kelompok normal (138,33+7,34) dan kelompok overweight (144,32+8,95). Adapun rentang tinggi badan dalam penelitian ini 1,19-1,66 meter. Nilai rerata dan simpang baku IMT/Usia pada kelompok underweight (1,31+0,088), kelompok normal (1,75+0,22) dan kelompok overweight (2,45+0,27). Jumlah responden dengan IMT berdasarkan usia dan jenis kelamin yang dikategorikan underweight sebanyak 42 orang, dikategorikan normal sebanyak 123 orang dan dikategorikan overweight sebanyak 63 orang. Distribusi responden berdasarkan jenis kelaminnya terdiri dari laki-laki dan perempuan dengan jumlah dan persentase jenis kelamin pada kelompok underweight ialah laki-laki sebanyak 16 orang (38,1%) dan perempuan 26 orang (61,9%), pada kelompok normal dengan laki-laki sebanyak 61 orang (49,6%) dan perempuan 62 orang (50,4%), sedangkan kelompok overweight jumlah laki-laki 35 orang (55,6%) dan perempuan 28 orang (44,4%). Total responden laki-laki 112 orang dan perempuan 116 orang. Uji Independent T-Test dilakukam untuk melihat perbedaan waktu reaksi berdasarkan jenis kelamin di tiap -tiap kategori maka ditemukan p>0,05 pada kategori underweight (p=0,746) dan normal(p=0,296) yang menunjukan tidak ada perbedaan signifikan antara waktu reaksi visual laki-laki terhadap perempuan. Namun terdapat perbedaan yang signifikan (p=0,005) pada kategori overweight dimana wanita memiliki waktu reaksi lebih lama dibandingkan dengan laki-laki. Perbedaan waktu reaksi laki-laki lebih cepat dibandingkan dengan perempuan baik pada waktu reaksi visual ataupun auditori pada level aktifitas sedentari sedangkan tidak terdapat perbedaan bermakna pada level aktifitas regular. Hal ini dikarenakan waktu kontraksi otot pada laki-laki dan perempuan sama

25 Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 22 namun respon motoris laki-laki lebih kuat dan cepat sehingga mempercepat waktu reaksinya. 8 Waktu Reaksi Visual antara Indeks Massa Tubuh Dari Tabel 5 dapat dilihat gambaran nilai rerata dan simpang baku waktu reaksi visual pada kelompok underweight (569,4ms+50,08), kelompok normal (405,32ms+41,52) dan kelompok overweight (556,75ms+46,86). Semakin kecil nilai waktu reaksi menandakan semakin cepat waktu reaksi visualnya. Hal ini menunjukan bahwa kelompok dengan IMT kategori normal memiliki waktu reaksi visual paling cepat dibandingkan dengan kelompok IMT underweight dan overweight, sedangkan kelompok dengan IMT kategori overweight memiliki waktu reaksi visual lebih cepat dibandingkan dengan kelompok IMT underweight. Perpanjangan waktu reaksi visual pada IMT overweight disebabkan oleh sekresi adiposit tissue hormone, cytokines, chemokines dan growth factor yang mampu menembus blood-brain-barrier dan mengganggu fungsi otak. Sedangkan pada orang dengan IMT underweight mengalami disregulasi hormone yang dapat menyebabkan gangguan kognitif. 9 IMT mulai dari overweight hingga obese meningkatkan risiko mengalami perlambatan hantaran saraf dan small fibre neuropathy, meningkatkan ambang rangsang sensoris yang akan memperlambat waktu reaksi berdasarkan penelitian tentang konduktifitas saraf. Obesitas mampu mempengaruhi waktu reaksi pada anak yaitu akibat cytokines, chemokines dan tissue necrosis factor yang disekresikan oleh jaringan adiposit yang mampu menembus blood-brain-barrier dan mengganggu fungsi otak. Obese mengarah pada abnormalitas adiposit yang menyebabkan abnormalitas pembentukan myelin dan mengganggu transmisi axonal yang juga berdampak pada perpanjangan waktu reaksi. 4 Anak dengan IMT underweight pada masa perkembangan otak dan sistem sarafnya mengalami kekurangan nutrisi dan micronutrient. Defisiensi vitamin B1, B12 dan B5 menyebabkan gangguan pembentukan myelin dan sel Schwann pada serabut saraf perifer. Kurangnya adiposit menyebabkan terbatasnya penyerapan lipid dalam pembentukan selubung myelin kaya lipid sehingga kecepatan penjalaran impuls lebih lama dan tidak dalam fungsi optimal. 10 Kekurangan makronutrient seperti protein akan menyebabkan terhambatnya pembentukan sistem saraf dan myelinisasi. Saat awal pertumbuhan merupakan periode kritikal dalam pembentukan otak anak dimana dalam periode ini terjadi sintesis pembentukan myelin dari protein dan fosfolipid derivate yang berasal dari sel membrane oligodendrosit pada sel saraf pusat dan sel schwann pada saraf tepi. Apabila dalam periode ini mengalami kekurangan protein akan menyebabkan perubahan irreversible yang memberikan efek jangka panjang pada keterlambatan myelinisasi. Hal ini akan menyebabkan kemampuan belajar yang buruk, kerusakan fungsi kognitif dan penurunan prestasi disekolah. 11 Hasil penelitian pada siswa SD Saraswati Tabanan dimana rerata waktu reaksi visual lebih lama pada anak dengan Indeks Massa Tubuh kategori underweight dan overweight diperkuat oleh hasil uji beda one way ANOVA dimana terdapat perbedaan yang bermakna pada ketiga kelompok penelitian (p<0,05). SIMPULAN Berdasarkan tujuan dan hasil penelitian diatas maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan waktu reaksi visual berdasarkan Indeks Massa Tubuh yaitu normal < overweight < underweight pada siswa SD Saraswati Tabanan dengan perbedaan yang bermakna secara statistik (p<0,05). DAFTAR PUSTAKA 1. Kementrian Kesehatan RI, Riset Kesehatan Dasar. Jakarta, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. 2. Krushnapriya, S., Bishnupriya, Sahoo., Ashok, Kumar Choudhury., Nighat, Yasin Sofi., Raman, Kumar. Ajeet, Singh Bhadoria., Childhood obesity: causes and consequences. J Family Med Prim Care., 4(2), p UNICEF, Improving Child Nutrition. New York, United Nations Publications. Welford, A., Choice reaction time: Basic concepts. New York: Academic Press. 4. Choon, Wei Ngo., Hui, Ying Loh., Gee, Anne Choo., Rammiya, Vellasamy., Mogaratnam, Anparasan., Influence of Body Mass Index on Visual Reaction Time. Brithish Journal of Medicine Medical Research, 10(3), pp Hultsch, D., Macdonald, S. & Dixon, R., The variability in a reaction time performance and in younger and older adults. J Gerontol, II(101), p. series B Nikam, L. & Gadkari, J., effect of age, gender and body mass index on visual and auditory reaction time in Indian population. Indian J Physiol Pharmacol, 56(1), p Kosinski, R., A Literature Review of Reaction Time. [Online] Available at: [Accessed 10 Desember 2016]. 8. Jain, Aditya., Bansal, Ramta. & Singh, KD., A comparative study of visual and auditory reaction times on the basis of gender and physical activity levels of medical first year students. Int J Appl Basic Med Res. 5(2), pp Deore, D., Surwase, S., Masroor, S., Khan, S., & Kathore, V. (2012). A Cross Sectional Study on the Relationship Between the Body Mass Index (BMI) and Audiovisual Reaction Time (ART). Journal of Clinical and Diagnostic Research, Grantham, J. & Henneberg, M., Adiposity is associated with improved neuromuscular reaction time. Medical Hypotheses, pp Rhuba,S. & Vinodha, R., Effects Of Protein Energy Malnutrition On Peripheral Nerve Conduction In Children. Int J Med Res Health Sci. 2015;4(4):

26 HUBUNGAN FLAT FOOT DENGAN KESEIMBANGAN STATIS DAN DINAMIS PADA ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI 4 TONJA KOTA DENPASAR 1 Kadek Ady Antara, 2 I Nyoman Adiputra, 3 I Wayan Sugiritama 1 Program Studi Fisioterapi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2 Bagian Faal, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 3 Bagian Histologi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana antaraa69@yahoo.com ABSTRAK Perkembangan keseimbangan pada masa tumbuh kembang anak sangat penting untuk ditinjau. Kelainan bentuk telapak kaki merupakan salah satu penyebab gangguan keseimbangan. Penelitian ini bersifat analitik dengan pendekatan cross sectional. Pada 101 sampel (58 sampel laki-laki, 43 sampel perempuan), usia 6-11 tahun. Variabel bebas yang diukur adalah flat foot melalui wet footprint test. Variabel terikat yang diukur adalah keseimbangan statis melalui standing stork test, dan keseimbangan dinamis melalui balance beam test. Pada perhitungan analisis data Spearman s rho diketahui nilai signifikansi (2-tailed) adalah 0,000 untuk keseimbangan statis maupun dinamis, dimana berarti nilai signifikansi < α. Selanjutnya, diketahui Correlation Coefficient (koefisien korelasi) sebesar 0,933 untuk keseimbangan statis, dan 0,828 untuk keseimbangan dinamis. Berdasarkan output data tersebut, dapat disimpulkan terdapat hubungan yang yang kuat, signifikan, dan searah antara flat foot dengan keseimbangan statis dan dinamis pada anak sekolah dasar negeri 4 Tonja kota Denpasar. Kata Kunci: Flat Foot, Keseimbangan Statis, Keseimbangan Dinamis THE CORRELATION BETWEEN FLAT FOOT WITH STATIC AND DYNAMIC BALANCE IN ELEMENTARY SCHOOL CHILDREN 4 TONJA DENPASAR CITY ABSTRACT The development of balance during child growth is very important to be reviewed. Deformity of the sole of the foot is one of the causes of disturbance of balance. This research is analytic with cross sectional approach. In 101 samples (58 male samples, 43 female samples), age 6-11 years, the measured independent variable was flat foot through the wet footprint test. The dependent variables measured were static balance through standing stork test, and dynamic balance through Balance beam test. In Spearman's rho data analysis calculation known value of significance (2- tailed) is 0,000 for static and dynamic balance, which means significance value <α. Furthermore, it is known Correlation Coefficient (correlation coefficient) of for static balance, and for dynamic equilibrium. Based on the data output, it can be concluded that there is a strong, significant, and unidirectional relationship between the flat foot with static and dynamic balance in the 4th school elementary school of the 4th city of Denpasar. Keywords: Flat Foot, Static Balance, Dynamic Balance PENDAHULUAN Kemajuan bidang kesehatan diiringi juga dengan peningkatan gangguan kesehatan, termasuk persendian. World Health Organization (WHO) menyatakan sekian ratus juta orang terganggu kehidupannya akibat gangguan tulang dan persendian. Kaki datar atau flat foot pada anak merupakan konsekuensi dari berbagai faktor seperti obesitas ataupun faktor keturunan. Hal ini dapat diklasifikasikan sebagai gangguan fisiologis atau patologis. 1 Flat foot adalah kondisi dimana tidak adanya arkus longitudinal medial kaki, yang menyebabkan bagian telapak kaki menempel tanah. Pada perkembangan normal, usia 2-6 tahun merupakan masa emas pembentukan arkus. Anak dengan usia 6 tahun merupakan masa kritis untuk pembentukan arkus. 2 Flat foot dibagi menjadi 3 derajat, dibedakan dari garis yang ditarik antara jari kedua kaki dengan ujung dalam tumit. Derajat 1 dimana tumpuan pada lateral kaki lebih dari setengah dari tumpuan metatarsal, derajat 2 kaki sudah tidak memiliki arkus sama sekali dan derajat 3 kaki sudah terbentuk sudut di bagian medial kaki yang arahnya ke lateral. 3 Kondisi flat foot akan bertambah buruk jika tidak ditangani sedini mungkin, anak diatas 10 tahun berpotensi mengalami deformitas valgus yang mengakibatkan kondisi planus. Tanda dan gejala lain yang akan timbul akibat flat foot ialah pola jalan yang abnormal yang menyebabkan mudah lelah dan gangguan pada keseimbangan. Rendahnya kemampuan keseimbangan pada anak dapat mengakibatkan anak rentan jatuh dan mengalami hambatan saat berjalan dan mempengaruhi menurunnya produktivitas anak 4 Dari penjelasan di atas maka peneliti dapat melihat suatu fenomena di mana bentuk telapak kaki yang tidak normal pada anak memungkinkan penurunan keseimbangan tubuh. Dan mengambil judul tentang Hubungan flat foot dengan Keseimbangan Statis dan Dinamis pada Anak Sekolah Dasar Negeri 4 Tonja Kota Denpasar. Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 23

27 Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 24 BAHAN DAN METODE Populasi pada penelitian ini adalah anak Sekolah Dasar Negeri 4 Tonja Kota Denpasar sebanyak 101 anak dan sampel yang diambil menggunakan metode Sample Random Sampling yang memenuhi kriteria inklusi, yaitu usia 6 11 tahun, Memiliki Flat Foot derajat 1, 2, 3 sesuai pemeriksaan Wet Footprint Test, tidak mengalami obesitas. Penelitian ini menggunakan metode Cross Sectional yang bersifat deskriptif analitik. Data didapat dari hasil assessment fisioterapi, pemeriksaan arkus pedis, dan tes keseimbangan statis dan dinamis. Flat foot merupakan variabel bebas, sedangkan keseimbangan statis dan dinamis merupakan variabel terikat. Pemeriksaan arkus pedis menggunakan Wet Footprint Test. Didapatkan hasil 3 bentuk telapak kaki, normal, flat dan cavus. Keseimbangan statis diukur melalui Standing Stork Test. Dan Keseimbangan dinamis diukur melalui Balance Beam Test. Uji normalitas data menggunakan uji Kolmogorov Smirnov. Metode analisis bivariat yang digunakan adalah uji Spearman Rho untuk membuktikan adanya hubungan antara variabel terikat dengan variabel bebas. Untuk mengetahui hubungan yang terjadi berlaku untuk populasi di gunakan uji signifikansi koefisien korelasi. HASIL Karakteristik sampel penelitian yang meliputi usia, jenis kelamin, kategori flat foot, dan kategori keseimbangan statis dan dinamis dijabarkan pada Tabel 1. Tabel 1. Karakteristik Sampel Penelitian pada anak Sekolah Dasar Negeri 4 Tonja Kota Denpasar N Min Med Max SD Umur , ,6787 Flat Foot , ,6301 Keseimbangan , ,40839 Statis Keseimbangan Dinamis , ,1684 Tabel 1. menunjukkan responden penelitian berjumlah 101 orang. diketahui bahwa subjek termuda pada anak berusia 6 tahun, nilai tengahnya yaitu 8 tahun 1 bulan dan subjek tertua berusia 11 tahun. Sedangkan flat foot paling ringan yang ditemukan pada anak yaitu flat foot grade I, nilai tengahnya yaitu flat foot grade II, dan paling berat yaitu flat foot grade III. Adapun keseimbangan statis dan dinamis yang paling rendah yaitu skor 1 dan yang paling tinggi yaitu skor 5. Kolmogorov-Smirnov Test digunakan untuk mengetahui uji normalitas data pada Tabel 2. Tabel 2. Kolmogorov-Smirnov Test Variabel Tabel 2. menunjukkan nilai Flat Foot p= 0,000 (p < 0,05) dan p = 0,000 (p < 0,05) untuk keseimbangan statis maupun dinamis. Uji bivariat Spearman s Rho untuk membuktikan hubungan flat foot dengan keseimbangan statis dan dinamis pada anak Sekolah Dasar Negeri 4 Tonja Kota Denpasar dijabarkan pada Tabel 3. Tabel 3. Uji bivariat Spearman s Rho p. Normalitas (Kolmogorov-Smirnov Test) Flat Foot 0,000 Keseimbangan Statis 0,000 Keseimbangan Dinamis 0,000 Variabel R R 2 P Flat Foot - Keseimbangan Statis Flat Foot - Keseimbangan Dinamis Keerrat an 0,933 87,04 0,000 Kuat 0,828 68,55 0,000 Kuat Tabel 3. menunjukkan hasil uji bivariat Spearman s Rho diperoleh p-value = 0,000 < 0,05 membuktikan flat foot mempengaruhi keseimbangan statis dan dinamis pada anak Sekolah Dasar Negeri 4 Tonja Kota Denpasar. Dan nilai R adalah 0,9333 dan 0,828, sehingga keeratan hubungan ke dua variabel kuat. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin rendah grade flat foot maka semakin tinggi tingkat keseimbangan anak. DISKUSI KARAKTERISTIK RESPONDEN Sesuai hasil penelitian ini, subjek berjumlah 101 anak yang seluruhnya merupakan anak Sekolah Dasar Negeri 4 Tonja Kota Denpasar. Responden yang berjumlah 101 orang memiliki rentang usia 6-11 tahun berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, dimana anak pada usia 6-11 tahun umumnya mengalami peningkatan keseimbangan. 5 Anak laki-laki beresiko lebih besar untuk mengalami flat foot daripada anak perempuan. Prevalensi flat foot pada anak laki-laki sebesar 57,4% dan pada perempuan sebesar 42,6%. Besarnya prevalensi kondisi flat foot pada anak laki-laki dibandingkan perempuan diduga karena adanya perbedaan bentuk anatomis tubuh, dimana rearfoot angle (nilai rata-rata valgus) pada anak laki -laki lebih besar dibandingkan pada anak perempuan. Adapun diketahui bahwa sudut (derajat) arkus plantaris lateral dan medial pada anak perempuan lebih besar dibandingan pada laki-laki. 2 HUBUNGAN FLAT FOOT DENGAN KESEIMBANGAN STATIS DAN DINAMIS

28 Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 25 Dari hasil Output data, diketahui Correlation Coefficient (koefisien korelasi) sebesar 0,933 untuk keseimbangan statis dan 0,828 untuk keseimbangan dinamis, nilai ini membuktikan bahwa antara variabel flat foot dengan keseimbangan statis dan dinamis memiliki hubungan yang kuat, signifikan, dan searah. Uji signifikansi koefisien korelasi menunjukkan angka 87,04% dan 68,55%, dimana hal ini berarti flat foot berpengaruh terhadap keseimbangan statis dan dinamis pada responden anak Sekolah Dasar Negeri 4 Tonja Kota Denpasar. Deformitas pada sendi subtalar menyebabkan ketidaksbalian dan posisi eversi berlebih mengakibatkan anak yang memiliki flat foot grade 1, 2, dan 3 kurang mampu untuk mempertahankan keseimbangan berdiri dengan satu kaki dalam jangka waktu yang cukup lama. 6 Flat foot adalah keadaan dimana adanya kelemahan struktur penyokong arkus longitudinal pedis, yaitu otot-otot pendek pada kaki. Performa, ketrampilan dan kemampuan motorik seseorang dipengaruhi faktor internal dan eksternal mencakup beberapa jenis reseptor kulit, otot, sendi, dan ligamen guna memberikan tubuh untuk mengenal lingkungan sekitar. 7 Teori biomekanika dari komponen muskuloskeletal kaki saling bekerjasama mensupport tubuh pada saat foot strike dan push off untuk meredam benturan dan menyiapkan level rigid. Bentuk flat foot yang lebar tanpa adanya lengkung mengakibatkan komponen pengungkit tubuh kaku untuk proses berjalan dan berlari yang menyebabkan gangguan keseimbangan dan cepat lelah. Anak yang memiliki normal foot dikatakan lebih stabil karena tekanan dari berat badan dibagi secara merata keseluruh tapak kaki. 8 Penyebab utama dari kaki datar adalah ketidak normalan struktur tulang sehingga pada kondisi kaki datar menyebabkan otot, tendon, dan ligamen bekerja lebih berat. Penyebabnya dibedakan menjadi dua, yaitu penyebab biomekanik seperti forefoot varus, forefoot supinatus, pronasi yang disebabkan oleh equinus dan pronasi yang diakibatkan dari patologis pada daerah proksimal yang lain. Penyebab non biomekanik meliputi hilangnya fungsi otot, faktor herediter dan trauma. 9 Kelainan bentuk kaki dapat mempengaruhi kesehatan, terjadi iritasi pada otot-otot plantaris dan iritasi pada fascia plantaris. Dampak kelainan ini juga menyebabkan ketegangan otot-otot sekitar kaki. Keseimbangan merupakan kemampuan penting dimana digunakan dalam aktivitas sehari-hari seperti berjalan, berdiri, dan berlari. Secara garis besar keseimbangan seseorang tidak bisa dilihat dari satu sisi saja (kinesthetic sensation pada otot, tendon, dan sendi) namun banyak hal lain yang juga mempengaruhinya. Jika adanya penurunan fungsi keseimbangan juga akan menyebabkan menurunnya kontrol postur, menurunnya aligment tubuh, monitoring kepala, kontrol reflek gerak mata serta dalam mengarahkan gerakan. 10 Pada dasarnya dengan adanya keseimbangan akan muncul berbagai manfaat. Manfaat keseimbangan akan mempermudah performa gerak di dalam kehidupan sehari-hari, sehingga saat keseimbangan ini baik maka akan baik pula pergerakan dalam dalam melakukan performa gerak di dalam kehidupan sehari-hari. Disarankan tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah bertambah buruknya kondisi kaki serta meningkatkan keseimbangan tubuh untuk mengurangi cedera yang mungkin timbul, maka dari itu peran fisioterapi pada kasus flat foot diperlukan guna memberikan program latihan yang terintegrasi dengan tujuan untuk meningkatkan keseimbangan tubuh pada kondisi tersebut. SIMPULAN Dapat disimpulkan oleh penulis bahwa Ada hubungan yang bermakna sebesar 87,04% antara flat foot dengan keseimbangan statis dan 68,55% antara flat foot dengan keseimbangan dinamis pada anak Sekolah Dasar Negeri 4 Tonja Kota Denpasar. SARAN Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai upaya preventif dan deteksi dini dalam mengangani Flat Foot. Anak yang tetap mengalami flat foot pada usia di atas 10 tahun sebaiknya melakukan konsultasi dengan fisioterapis atau dokter untuk mendapatkan penanganan yang sesuai agar mencegah deformitas permanen. DAFTAR PUSTAKA 1. Darwis, Nurfadillah. Perbandingan Agility Antara Normal Foot dan Flat Foot pada Atlet Unit Kegiatan Mahasiswa Basket di Kota Makassar. [Skripsi]. Program Studi Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar Pfeiffer, Martin, Rainer Kotz, Prof, Thomas Ledl, Gertrude Hauser, Prof, Maria Sluga, Prof. Prevalence of Flat Foot in Preschool-Aged Children. Journal of The American Academy of Pediatrics: Illinois Lendra, Made Dody. Pengaruh antara Kondisi Kaki Datar dan Kaki dengan Arkus Normal terhadap Keseimbangan Statis pada Anak Berusia 8 12 Tahun di Kelurahan Karangasem Surakarta [Skripsi]. Surakarta : Jurusan Fisioterapi, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiya Idris, Ferial Hadipoetro. Filogeni dan Ontogeni Lengkung Kaki Manusia, Majalah Kedokteran Indonesia.. Jakarta: Departemen Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Medik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo. 2010;Vol 60:No Budiman. Penelitian Kesehatan Buku Pertama. Bandung: PT. Refika Dabholkar A, Ankita Shah,SujataYardi. Comparison of DynamicBalance Between Flat Feet and Normal Individuals Using Star Excursion Balance Test. Indian Journal Of Physiotherapy & Occupational Therapy of International Journal. 2012; Volume 6. Nomor 3: Riemann, B.L. & Lephart, S.M. The sensorimotor system, part I: the physiologic basis of functional joint stability. Journal of Athletic Training. 2002;37(1): S.Snell, Richard. Anatomi Klinik. EGC. Jakarta Sahabuddin, H. Hubungan Antara Flat Foot dengan Keseimbangan Dinamis pada Murid Tk Sulawesi Kota Makassar. [Skripsi]. Program Studi Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar

29 Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor Permana, Dhias Fajar. Perkembangan Keseimbangan pada Anak Usia 7 s/d 12 Tahun Ditinjau dari Jenis Kelamin. Jurnal Media Ilmu Keolahragaan. 2013;Volume 3.:Edisi 1.

30 HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH (IMT) KATEGORI UNDERWEIGHT DENGAN TINGKAT NYERI DYSMENORRHEA PRIMER PADA REMAJA PUTRI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA 1) Kadek Kristina Harum Lasmi 2) Ari Wibawa 3) I Made Muliarta 1,2 Program Studi Fisioterapi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana 3 Bagian Faal, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana kristinaharum@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan indeks massa tubuh kategori underweight dengan tingkat nyeri dysmenorrhea primer. Rancangan penelitian analitik pendekatan cross sectional. Teknik sampel yaitu systematic random sampling. Besar sampel adalah 52 orang remaja putri di SMP N 9 Denpasar dan SMPK Santo Yoseph Denpasar. Teknik analisis data chi square test. Hasil dari penelitian ini tingkat nyeri ringan paling banyak pada indeks massa tubuh kategori normal yaitu sebanyak 16 responden (30,8%), tingkat nyeri sedang paling banyak pada indeks massa tubuh kategori normal yaitu sebanyak 15 responden (28,8%) dan tingkat nyeri berat paling banyak pada indeks massa tubuh kategori underweight yaitu sebanyak 4 responden (7,7%). Dari analisis data uji chi square, didapatkan nilai p sebesar 0,041 sehingga p<0,05. Hasil uji statistik maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan bermakna antara indeks massa tubuh underweight dengan tingkat nyeri dysmenorrhea primer. Kata Kunci: dysmenorrhea primer, underweight ASSOCIATION BETWEEN BODY MASS INDEX CATEGORY UNDERWEIGHT WITH PRIMARY DYSMENOR- RHEA PAIN LEVELS IN YOUNG WOMEN JUNIOR HIGH SCHOOL ABSTRACT The Research aims to determine the association between body mass index underweight with primary dysmenorrhea pain level. Analytical research design cross sectional approach. Sample technique is systematic random sampling. The sample size is 52 female teenagers in SMP N 9 Denpasar and SMPK Santo Yoseph Denpasar. The technique of chi square test data analysis. The result of this research is the most mild pain level in normal body mass index which is 16 respondent (30,8%), moderate pain level in normal body mass index are 15 respondents (28,8%) and level of pain The most weight in the body mass index underweight category as many as 4 respondents (7.7%). From chi square test data analysis, p value is 0,041 so p <0,05. Result of statistic test hence can be concluded that there is significant relation between body mass index underweight with primary dysmenorrhea pain level. Keywords: primary dysmenorrhea, underweight PENDAHULUAN Pubertas adalah suatu fase ketika seorang anak mengalami perubahan fisik, psikis, dan pematangan fungsi seksual. Masa pubertas dalam kehidupan dimulai saat berumur 8 hingga 10 tahun dan berakhir kurang lebih di usia 15 hingga 17 tahun, dimana rentang usia tersebut telah memasuki masa remaja. Masa remaja akan dilewati oleh laki-laki maupun perempuan. Remaja putri akan mengalami fase pubertas yang ditandai dengan perkembangan seks primer dan seks sekunder. 1 Perkembangan seks primer ditandai dengan permulaan menstruasi atau menarche, perkembangan pada uterus, vagina membesar, buah dada membesar, jaringan ikat dan saluran darah bertambah. Permulaan menstruasi atau menarche yang dialami remaja putri biasanya mengalami nyeri haid atau dysmenorrhea. Pada usia tahun merupakan usia terbanyak yang mengeluhkan dysmenorrhea sebanyak 53,9 % kasus. Gejala yang dirasakan adalah nyeri panggul atau perut bagian bawah (umumnya berlangsung 8 72 jam), yang menjalar ke punggung dan sepanjang paha, terjadi sebelum dan selama menstruasi. Selain itu, tidak disertai dengan peningkatan jumlah darah haid dan puncak rasa nyeri sering kali terjadi pada saat perdarahan masih sedikit. 2 Indeks massa tubuh (IMT) merupakan salah satu faktor risiko dysmenorrhea primer. Indeks massa tubuh (IMT) di bawah 18 yang dikategorikan dalam IMT underweight di mana dapat memperparah tingkat nyeri dysmenorrhea primer. Pada penelitian perempuan dysmenorrhea dengan usia tahun di Nigeria, didapatkan bahwa dysmenorrhea primer pada perempuan dengan IMT rendah menderita dysmenorrhea berat dibandingkan dengan IMT yang tinggi. 3 Indeks massa tubuh kategori underweight berhubungan dengan status gizi yang kurang diakibatkan karena asupan makanan yang kurang. Asupan makanan dengan zat gizi yang berpengaruh terhadap dysmenorrhea adalah zat besi dan kalsium. Kalsium berperan dalam interaksi protein di dalam otot, yaitu aktin dan miosin pada saat otot berkontraksi. Kekurangan kalsium menyebabkan otot tidak dapat mengendur setelah kontraksi, sehingga dapat mengakibatkan otot menjadi kram. 4 Zat besi memiliki peranan dalam pembentukan hemoglobin. Hemoglobin merupakan protein yang membawa oksigen pada sel darah merah ke seluruh jaringan tubuh. Kekurangan asupan zat besi dapat menyebabkan Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 27

31 Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 28 terganggunya pembentukan hemoglobin, sehingga jumlah hemoglobin dalam sel darah merah juga akan berkurang. Kondisi hemoglobin yang rendah pada sel darah merah, menyebabkan tubuh kekurangan oksigen dan menyebabkan anemia. Anemia dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada seseorang. 5 Anemia merupakan salah satu factor konstitusi yang menyebabkan kurangnya daya tahan tubuh terhadap rasa nyeri pada saat menstruasi. 6 Dysmenorrhea yang terjadi 1,5 kali lebih tinggi di kategori underweight dibandingkan dengan kelebihan berat badan atau obesitas (OR 1.52; 95% CI 0,99-2,33). Hal ini terjadi karena dysmenorrhea yang dialami dapat diakibatkan oleh anemia defisiensi zat besi, dimana zat besi memiliki peranan untuk kekebalan tubuh terhadap rasa nyeri. 7 BAHAN DAN METODE Penelitian ini merupakan observational analitik yang menggunakan rancangan penelitian analitik dengan pendekatan cross-sectional. Penelitian ini dilakukan di sekolah menengah pertama (SMP) yang ada di Denpasar dengan rentang usia tahun. Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang digunakan pada penelitian ini adala SMPN 9 Denpasar dan SMPK Santo Yoseph Denpasar. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari Populasi target dari penelitian ini adalah remaja putri Sekolah Menengah Pertama, sedangkan populasi terjangkau pada penelitian ini adalah seluruh remaja putri di SMPN 9 Denpasar dan SMP Santo Yoseph Denpasar yang berumur tahun pada tahun Data penghitungan sampel menggunakan rumus Sudigdo (2008) 8, sesuai dengan rumus besar sampel studi analitik untuk uji hipotesis. Dari hasil perhitungan sampel, maka jumlah sampel dalam penelitian ini ditetapkan 46,46 ditambah 10 % menjadi 52 keseluruhan sampel. Sampel penelitian di dapatkan melalui kriteria inklusi sebagai berikut : (a) Remaja putri SMP di Denpasar yang yang berusia tahun (b) IMT Underweight dan normal (c) sudah atau sedang mengalami menstruasi (d) dalam kondisi yang sehat (c) bersedia menjadi sampel. Dan kriteria eksklusi : (a) Siswi yang tidak berdomisili di Denpasar. Pengambilan sampel dengan cara cluster random sampling di mana sekolah yang dipilih dengan sistematika acak. Kemudian dipilih sampel di satu SMP Negeri dan satu SMP swasta, setelah itu pemilihan sampel dari kedua sekolah tersebut menggunakan systematic random sampling. Pencarian data menggunakan kuesioner untuk mencari remaja putri dengan riwayat dysmenorrhea primer. Berikutnya dilakukan pengukuran antopometri untuk menentukan kategori indeks massa tubuh. INSTRUMEN PENELITIAN Instrument penelitian ini menggunakan kuesioner dysmenorrhea sebagai alat ukur. Analisis data dengan menggunakan SPSS 24 dengan ketentuan uji data : analisis univariat dan analisis bivariate dengan uji Chi-square test. HASIL Analisis univariat dilakukan untuk melihat gambaran distribusi frekuensi variabel - variabel meliputi karakteristik responden, dalam penelitian ini diamati berdasarkan usia responden, variabel independen berupa gambaran indeks massa tubuh kategori underweight pada remaja putri SMPN 9 Denpasar dan SMPK Santo Yoseph Denpasar dan variabel dependen berupa tingkat nyeri yang dirasakan saat mengalami dysmenorrhea primer pada remaja putri SMPN 9 Denpasar dan SMPK Santo Yoseph Denpasar. Responden pada penelitian ini adalah sebanyak 52 orang. Berikut ini merupakan hasil olah data penelitian : Tabel 1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Usia (f) (%) 12 tahun 6 11,5 13 tahun 11 21,2 14 tahun 28 53,8 15 tahun 7 13,5 Jumlah Data karakteristik berdasarkan usia pada Tabel 1 menyatakan responden dengan usia terbanyak mengalami dysmenorrhea primer yaitu pada usia 14 tahun dengan persentase 53,8 %. Tabel 2. Karakteristik Responden Berdasarkan IMT Kategori IMT Frekuensi (f) Persentase (%) Underweight 21 59,6 Normal 31 40,4 Jumlah Tabel 2 menunjukkan bahwa responden sesuai dengan sampel yang telah dirumuskan dimana untuk jumlah responden dengan indeks massa tubuh normal sama dengan indeks massa tubuh underweight yaitu responden dengan IMT normal (18,5-22,9) berjumlah 31 responden (59,6%) dan responden dengan IMT underweight(<18,5) berjumlah 21 responden (40,4%). Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Nyeri Kategori Tingkat Nyeri Frekuensi (f) Persentase (%) Ringan 25 48,1 Sedang 23 44,2 Berat 4 7,7 Jumlah Tabel 3 yang menunjukkan responden yang merasakan tingkat nyeri dengan dysmenorrhea primer terbanyak yaitu nyeri ringan sebanyak 25 responden (48,1%), selanjutnya tingkat nyeri sedang sebanyak 23 responden (44,2%) dan nyeri berat sebanyak 4 responden (7,7%). Tabel 4. Distribusi Frekuensi Dysmenorrhea Primer Ber- Penggunaan Obat Analgesik Frekuensi (f) Persentase (%) Tidak 45 86,5 Ya 7 13,5 Jumlah

32 dasarkan Penggunaan Obat Analgesik Gambar 1. Distribusi Frekuensi Dysmenorrhea Primer Berdasarkan Penggunaan Obat Analgesik Dari Tabel 4 dan Gambar 1 dapat dilihat bahwa dari 52 responden yang mengalami dysmenorrhea primer 7 responden (13,5%) di antaranya memerlukan obat analgesik dan 45 responden (86,5%) tidak memerlukan obat analgesik. Tabel 5. Tabulasi silang antara Indeks Massa Tubuh dengan dysmenorrhea primer IMT Normal Underw eight Juml ah Dysmenorrhea Primer Ringan Sedang Berat Total f % f % f % N % 16 51, , ,6 9 42,9 8 38, , , ,2 4 7, Analisis Bivariat dengan hasil penelitian setelah dilakukan uji chi-square untuk mencari hubungan antara indeks massa tubuh kategori underweight dengan tingkat nyeri dysmenorrhea primer pada remaja putri SMPN 9 Denpasar dan SMPK Santo Yoseph Denpasar yang berusia tahun diperoleh nilai p sebesar 0,041. Dari analisis data dengan menggunakan metode chi-square, maka dapat disimpulkan (p<0,05) ini menunjukkan bahwa adanya distribusi yang berbeda antara indeks massa tubuh kategori underweight dengan indeks massa tubuh normal pada tingkat nyeri dysmenorrhea primer. Data hasil penelitian ini juga didapatkan frekuensi indeks massa tubuh underweight pada 4 responden mengalami nyeri berat sedangkan normal tidak terdapat responden mengalami nyeri berat sehingga menunjukkan terjadinya hubungan antara indeks massa tubuh (IMT) kategori underweight dengan tingkat nyeri dysmenorrhea primer pada remaja putri SMPN 9 Denpasar dan SMPK Santo Yoseph Denpasar yang berusia tahun. P 0,041 Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, Volume 5, Nomor 3 29 DISKUSI Apabila dilihat lebih spesifik dari data yang diperoleh responden yang mengalami dysmenorrhea primer pada kalangan remaja putri dapat dilihat melalui distribusi dysmenorrhea primer berdasarkan usia, dari hasil penelitian kelompok usia remaja putri yang paling banyak mengalami dysmenorrhea primer adalah kelompok usia 14 tahun dan yang paling sedikit terjadi pada kelompok usia 12 tahun. Masa di mana perempuan pertama kali mengalami menstruasi disebut menarche. Menarche dapat terjadi antara usia tahun. Dysmenorrhea primer terjadi mulai 2-3 tahun setelah usia menarche. Usia menarche secara statistik dipengaruhi oleh faktor keturunan, keadaan gizi, dan kesehatan. 8 Sesuai dengan usia menarche melalui hasil penelitian yang telah dilakukan ditunjukkan bahwa pada usia 14 tahun dengan 28 responden (53,8%) mengalami dysmenorrhea primer, pada usia 13 tahun terdapat 11 responden (21,2%), usia 15 tahun terdapat 7 responden (13,5%), dan pada usia 12 tahun terdapat 6 responden (11,5%). Hal ini ditunjukkan pada penelitian Andrini (2014) yang melakukan penelitian terhadap kebugaran fisik dan dysmenorrhea primer bahwa remaja putri yang sudah menstruasi paling sering mengalami gangguan menstruasi yaitu dysmenorrhea primer yaitu sebanyak 75% remaja putri yang tersiksa oleh dysmenorrhea. Hal ini sesuai dengan teori yang ada bahwa sebagian besar dysmenorrhea primer timbul pada masa remaja, yaitu 2-3 tahun setelah menarche (menstruasi pertama kali). Di mana melalui distribusi usia dengan dysmenorrhea primer yang ditemukan pada rentang usia tahun, hal ini menunjukkan sesuai dengan teori usia menarche yang cepat adalah < 12 tahun yang menjadi faktor risiko terjadinya dysmenorrhea primer. 9 Keterkaitan hubungan antara indeks massa tubuh (IMT) khususnya pada kategori underweight semakin dikuatkan dengan hasil penelitian dari Ozerdogan dkk., 7 yang mendapatkan bahwa dysmenorrhea terjadi 1,5 kali lebih banyak pada IMT dengan kategori underweight. Pada penelitian lain, studi oleh Singh, menunjukkan bahwa kejadian dysmenorrhea lebih banyak dialami oleh subjek penelitian dengan IMT overweight. 10 Hasil yang didapat pada penelitian ini berbeda dengan apa yang didapat oleh Nohara dkk., yang menyatakan bahwa IMT memiliki hubungan yang signifikan sebagai faktor risiko terjadinya dysmenorrhea primer. 11 Hasil yang sama juga didapatkan oleh Madhubala dan Jyoti bahwa kejadian dismenorea primer meningkat pada responden yang memiliki IMT dengan kategori underweight (nilai p <0,001). 12 Subjek dengan IMT kategori underweight yang menunjukkan kurangnya asupan gizi mempengaruhi pertumbuhan dan fungsi organ tubuh yang akan menyebabkan terganggunya fungsi reproduksi. Hal ini berdampak pada daya tahan terhadap nyeri akibat gangguan menstruasi seperti dysmenorrhea. Semakin rendah nilai IMT semakin tinggi presentase kejadian dysmenorrhea primer yaitu pada IMT berat (<16,0) dengan 3 responden semua mengalami nyeri haid/dysmenorrhea (100%), sedangkan untuk IMT kurang (18,5-20,0) yaitu 19 responden yang mengalami nyeri haid 18 (94,7%) responden dan 1 responden (5,3%) responden tidak mengalami nyeri haid. 13 Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa salah satu faktor yang me-

PERBEDAAN INTERVENSI MUSCLE ENERGY TECHNIQUE DAN INFRARED

PERBEDAAN INTERVENSI MUSCLE ENERGY TECHNIQUE DAN INFRARED SKRIPSI PERBEDAAN INTERVENSI MUSCLE ENERGY TECHNIQUE DAN INFRARED DENGAN POSITIONAL RELEASE TECHNIQUE DAN INFRARED TERHADAP PENURUNAN NYERI MYOFASCIAL PAIN SYNDROME OTOT UPPER TRAPEZIUS PUTU MULYA KHARISMAWAN

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : sindroma myofascial, otot upper trapezius, cryotherapy, ischemic compression technique, myofascial release technique

ABSTRAK. Kata kunci : sindroma myofascial, otot upper trapezius, cryotherapy, ischemic compression technique, myofascial release technique KOMBINASI INTERVENSI ISCHEMIC COMPRESSION TECHNIQUE DAN CRYOTHERAPY SAMA BAIK DENGAN MYOFASCIAL RELEASE TECHNIQUE DALAM MENURUNKAN NYERI SINDROMA MYOFASCIAL OTOT UPPER TRAPEZIUS PADA MAHASISWA FISIOTERAPI

Lebih terperinci

SKRIPSI AUTO STRETCHING

SKRIPSI AUTO STRETCHING SKRIPSI AUTO STRETCHING LEBIH MENURUNKAN INTENSITAS NYERI OTOT UPPER TRAPEZIUS DARIPADA NECK CAILLIET EXERCISE PADA PENJAHIT PAYUNG BALI DI DESA MENGWI KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG NI WAYAN PENI SUWANTINI

Lebih terperinci

PERBEDAAN EFEKTIVITAS LATIHAN HEXAGON DRILL DAN ZIG-ZAG RUN

PERBEDAAN EFEKTIVITAS LATIHAN HEXAGON DRILL DAN ZIG-ZAG RUN SKRIPSI PERBEDAAN EFEKTIVITAS LATIHAN HEXAGON DRILL DAN ZIG-ZAG RUN TERHADAP PENINGKATAN KELINCAHAN PADA PEMAIN SEPAK BOLA SEKOLAH SEPAK BOLA GUNTUR DENPASAR KADEK AYU SUKMAYANTI LESTARI KEMENTERIAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

SKRIPSI I NYOMAN KRISNA WIJAYA

SKRIPSI I NYOMAN KRISNA WIJAYA SKRIPSI PERBANDINGAN NEURAL MOBILIZATION DAN CONTRACT RELAX STRETCHING PADA LATIHAN AGILITY LADDER EXERCISE METODE LATERAL RUN DALAM MENINGKATKAN KELINCAHAN PEMAIN SEPAK BOLA DI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

SKRIPSI PERBEDAAN LATIHAN PLIOMETRIK DEPTH JUMP DAN JUMP TO BOX TERHADAP PENINGKATAN KECEPATAN LARI PADA PEMAIN SEPAK BOLA DI SMA N 1 MANGGIS

SKRIPSI PERBEDAAN LATIHAN PLIOMETRIK DEPTH JUMP DAN JUMP TO BOX TERHADAP PENINGKATAN KECEPATAN LARI PADA PEMAIN SEPAK BOLA DI SMA N 1 MANGGIS SKRIPSI PERBEDAAN LATIHAN PLIOMETRIK DEPTH JUMP DAN JUMP TO BOX TERHADAP PENINGKATAN KECEPATAN LARI PADA PEMAIN SEPAK BOLA DI SMA N 1 MANGGIS I MADE HENDRA MEIRIANATA KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Lebih terperinci

INTERVENSI FOUR SQUARE STEP

INTERVENSI FOUR SQUARE STEP SKRIPSI INTERVENSI FOUR SQUARE STEP LEBIH EFEKTIF DALAM MENINGKATKAN KESEIMBANGAN DINAMIS DARIPADA BALANCE STRATEGY EXERCISE PADA LANSIA DI KELURAHAN TONJA, DENPASAR TIMUR, BALI PUTU AYUNIA LAKSMITA KEMENTRIAN

Lebih terperinci

PERBEDAAN EFEKTIVITAS LATIHAN HEXAGON DRILL DAN ZIGZAG RUN TERHADAP PENINGKATAN KELINCAHAN PADA PEMAIN SEPAK BOLA SEKOLAH SEPAK BOLA GUNTUR

PERBEDAAN EFEKTIVITAS LATIHAN HEXAGON DRILL DAN ZIGZAG RUN TERHADAP PENINGKATAN KELINCAHAN PADA PEMAIN SEPAK BOLA SEKOLAH SEPAK BOLA GUNTUR PERBEDAAN EFEKTIVITAS LATIHAN HEXAGON DRILL DAN ZIGZAG RUN TERHADAP PENINGKATAN KELINCAHAN PADA PEMAIN SEPAK BOLA SEKOLAH SEPAK BOLA GUNTUR KADEK AYU SUKMAYANTI LESTARI I MADE NIKO WINAYA NYOMAN AGUS BAGIADA

Lebih terperinci

PENAMBAHAN SHAKING MASSAGE

PENAMBAHAN SHAKING MASSAGE SKRIPSI PENAMBAHAN SHAKING MASSAGE PADA LATIHAN ACTIVE ISOLATED STRETCHING LEBIH EFEKTIF DALAM MENINGKATKAN FLEKSIBILITAS OTOT HAMSTRING DARI PADA LATIHAN ACTIVE ISOLATED STRETCHING PADA SEKAA TERUNA BANJAR

Lebih terperinci

SKRIPSI NYOMAN HARRY NUGRAHA

SKRIPSI NYOMAN HARRY NUGRAHA SKRIPSI KOMBINASI INTERVENSI INFRARED DAN CONTRACT RELAX STRETCHING LEBIH EFEKTIF DARIPADA INFRARED DAN SLOW REVERSAL DALAM MENINGKATKAN LINGKUP GERAK SENDI LEHER PADA PEMAIN GAME ONLINE DI BMT NET BAJERA

Lebih terperinci

SKRIPSI PERBEDAAN EFEKTIVITAS LATIHAN INTERVAL

SKRIPSI PERBEDAAN EFEKTIVITAS LATIHAN INTERVAL SKRIPSI PERBEDAAN EFEKTIVITAS LATIHAN INTERVAL DAN LATIHAN FARTLEK DALAM MENINGKATKAN DAYA TAHAN KARDIOVASKULER PADA PEMAIN BASKET PUTRA USIA 16-17 TAHUN I GUSTI NGURAH AGUS PUTRA MAHARDANA HALAMAN JUDUL

Lebih terperinci

SKRIPSI PELATIHAN TARI GALANG BULAN MENINGKATKAN KEBUGARAN FISIK PADA PELAJAR SMP DI YAYASAN PERGURUAN KRISTEN HARAPAN DENPASAR

SKRIPSI PELATIHAN TARI GALANG BULAN MENINGKATKAN KEBUGARAN FISIK PADA PELAJAR SMP DI YAYASAN PERGURUAN KRISTEN HARAPAN DENPASAR SKRIPSI PELATIHAN TARI GALANG BULAN MENINGKATKAN KEBUGARAN FISIK PADA PELAJAR SMP DI YAYASAN PERGURUAN KRISTEN HARAPAN DENPASAR A.A NGURAH WISNU PRAYANA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGARUH LATIHAN BEBAN TERHADAP PENINGKATAN MASSA OTOT PECTORALIS MAYOR DAN BICEPS PADA USIA REMAJA DAN DEWASA GDE RABI RAHINA SOETHAMA

SKRIPSI PENGARUH LATIHAN BEBAN TERHADAP PENINGKATAN MASSA OTOT PECTORALIS MAYOR DAN BICEPS PADA USIA REMAJA DAN DEWASA GDE RABI RAHINA SOETHAMA SKRIPSI PENGARUH LATIHAN BEBAN TERHADAP PENINGKATAN MASSA OTOT PECTORALIS MAYOR DAN BICEPS PADA USIA REMAJA DAN DEWASA GDE RABI RAHINA SOETHAMA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PROGRAM STUDI FISIOTERAPI

Lebih terperinci

INTERVENSI INTEGRATED NEUROMUSCULAR INHIBITATION TECHNIQUE

INTERVENSI INTEGRATED NEUROMUSCULAR INHIBITATION TECHNIQUE SKRIPSI INTERVENSI INTEGRATED NEUROMUSCULAR INHIBITATION TECHNIQUE (INIT) DAN INFRARED LEBIH BAIK DALAM MENURUNKAN NYERI MYOFASCIAL PAIN SYNDROME OTOT UPPER TRAPEZIUS DIBANDINGKAN INTERVENSI MYOFASCIAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sepak bola merupakan salah satu dari banyak cabang olahraga yang paling

BAB I PENDAHULUAN. Sepak bola merupakan salah satu dari banyak cabang olahraga yang paling BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepak bola merupakan salah satu dari banyak cabang olahraga yang paling banyak digemari oleh sebagian besar penduduk dunia. Demikian juga di Indonesia sepak bola sangat

Lebih terperinci

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PROGRAM STUDI FISIOTERAPI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PROGRAM STUDI FISIOTERAPI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015 SKRIPSI KOMBINASI ULTRASOUND DAN STRAIN COUNTERSTRAIN LEBIH EFEKTIF MENURUNKAN NYERI DARIPADA KOMBINASI ULTRASOUND DAN AUTO STRETCHING PADA PENDERITA MYOFASCIAL PAIN SYNDROME M.UPPER TRAPEZIUS Tysha Amanda

Lebih terperinci

KOMBINASI HALF SQUAT EXERCISE

KOMBINASI HALF SQUAT EXERCISE SKRIPSI KOMBINASI HALF SQUAT EXERCISE DAN METODE PROGRESSIVE RESISTANCE LEBIH BAIK DARI PADA KOMBINASI HALF SQUAT EXERCISE DAN METODE THE STEP TYPE APPROACH DALAM MENINGKATKAN DAYA LEDAK OTOT TUNGKAI PADA

Lebih terperinci

INTERVENSI ULTRA SOUND

INTERVENSI ULTRA SOUND SKRIPSI INTERVENSI ULTRA SOUND DAN MUSCLE ENERGY TECHNIQUE SAMA BAIK DENGAN INTERVENSI ULTRA SOUND DAN MYOFASCIAL RELEASE TECHNIQUE DALAM MENURUNKAN NYERI PIRIFORMIS SYNDROME DI KLINIK P DENPASAR 011 SUCI

Lebih terperinci

PENAMBAHAN BALLISTIC STRETCHING

PENAMBAHAN BALLISTIC STRETCHING SKRIPSI PENAMBAHAN BALLISTIC STRETCHING PADA LATIHAN KNEE TUCK JUMP LEBIH EFEKTIF DIBANDINGKAN LATIHAN KNEE TUCK JUMP TERHADAP PENINGKATAN DAYA LEDAK OTOT TUNGKAI PADA PEMAIN VOLI LAKI- LAKI FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

PERUT TEKNIK EFFLEURAGE

PERUT TEKNIK EFFLEURAGE SKRIPSI METODE MASSAGE PERUT TEKNIK EFFLEURAGE LEBIH BAIK DARI KOMPRES HANGAT UNTUK MENGURANGI DISMENORHEA PRIMER PADA MAHASISWI STIKES BALI DI DENPASAR LUH MADE AYU CRISTINA DWI SUMITRIYANI NIM 1302315007

Lebih terperinci

PEMBERIAN OTAGO HOME EXERCISE PROGRAMME LEBIH BAIK DALAM MENGURANGI RISIKO JATUH DARIPADA BALANCE STRATEGY EXERCISE PADA LANSIA DI TABANAN

PEMBERIAN OTAGO HOME EXERCISE PROGRAMME LEBIH BAIK DALAM MENGURANGI RISIKO JATUH DARIPADA BALANCE STRATEGY EXERCISE PADA LANSIA DI TABANAN PEMBERIAN OTAGO HOME EXERCISE PROGRAMME LEBIH BAIK DALAM MENGURANGI RISIKO JATUH DARIPADA BALANCE STRATEGY EXERCISE PADA LANSIA DI TABANAN 1 I Gede Putu Wahyu Mahendra, 2 Ni Luh Nopi Andayani, 3 I Made

Lebih terperinci

I G P Ngurah Adi Santika*, I P G. Adiatmika**, Susy Purnawati***

I G P Ngurah Adi Santika*, I P G. Adiatmika**, Susy Purnawati*** PELATIHAN BERJALAN DI ATAS BALOK LURUS SEJAUH 8 METER 5 REPETISI 4 SET LEBIH BAIK DARIPADA 4 REPETISI 5 SET TERHADAP KESEIMBANGAN TUBUH MAHASISWA FAKULTAS PENDIDIKAN OLAHRAGA DAN KESEHATAN IKIP PGRI BALI

Lebih terperinci

INTERVENSI SLOW STROKE BACK MASSAGE

INTERVENSI SLOW STROKE BACK MASSAGE SKRIPSI INTERVENSI SLOW STROKE BACK MASSAGE LEBIH MENURUNKAN TEKANAN DARAH DARIPADA LATIHAN DEEP BREATHING PADA WANITA MIDDLE AGE DENGAN PRE-HYPERTENSION NI PUTU HARYSKA WULAN DEWI KEMENTERIAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

SIKAP DUDUK ERGONOMIS MENGURANGI NYERI PUNGGUNG BAWAH NON SPESIFIK PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI FISIOTERAPI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

SIKAP DUDUK ERGONOMIS MENGURANGI NYERI PUNGGUNG BAWAH NON SPESIFIK PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI FISIOTERAPI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA SKRIPSI SIKAP DUDUK ERGONOMIS MENGURANGI NYERI PUNGGUNG BAWAH NON SPESIFIK PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI FISIOTERAPI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA LUH GEDE AYU SRI NADI WAHYUNI KEMENTERIAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

SKRIPSI SENAM JANTUNG SEHAT DAPAT MENURUNKAN PERSENTASE LEMAK TUBUH PADA MAHASISWI PROGRAM STUDI FISIOTERAPI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

SKRIPSI SENAM JANTUNG SEHAT DAPAT MENURUNKAN PERSENTASE LEMAK TUBUH PADA MAHASISWI PROGRAM STUDI FISIOTERAPI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA SKRIPSI SENAM JANTUNG SEHAT DAPAT MENURUNKAN PERSENTASE LEMAK TUBUH PADA MAHASISWI PROGRAM STUDI FISIOTERAPI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA I NYOMAN AGUS PRADNYA WIGUNA KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI

Lebih terperinci

PENGARUH PEDAL EXERCISE

PENGARUH PEDAL EXERCISE SKRIPSI PENGARUH PEDAL EXERCISE DAN PEREGANGAN OTOT BETIS LEBIH EFEKTIF DALAM MENINGKATKAN NILAI AMBANG NYERI OTOT BETIS PADA PEMOTONG KAIN DI KECAMATAN KEDIRI KABUPATEN TABANAN NI PUTU AYU SASMITA SARI

Lebih terperinci

SKRIPSI 011 NI PUTU PURNAMAWATI

SKRIPSI 011 NI PUTU PURNAMAWATI SKRIPSI INTERVENSI BRAIN GYM LEBIH BAIK DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MOTORIK HALUS ANAK PRASEKOLAH (USIA 5-6 TAHUN) DARIPADA AKTIVITAS FUNGSIONAL DAN REKREASI (AFR) 011 NI PUTU PURNAMAWATI KEMENTERIAN

Lebih terperinci

INTERVENSI ULTRASOUND

INTERVENSI ULTRASOUND SKRIPSI INTERVENSI ULTRASOUND DAN CLOSED KINEMATIC CHAIN EXERCISE LEBIH EFEKTIF DARIPADA INTERVENSI ULTRASOUND DAN OPEN KINEMATIC CHAIN EXERCISE DALAM MENURUNKAN NYERI PADA PASIEN OSTEOARTHRITIS LUTUT

Lebih terperinci

INTERVENSI DYNAMIC REVERSALS

INTERVENSI DYNAMIC REVERSALS SKRIPSI INTERVENSI DYNAMIC REVERSALS LEBIH BAIK DARIPADARHYTHMIC STABILIZATION DALAM MENINGKATKAN FLEKSIBILITAS OTOT UPPER TRAPEZIUSPADA PEGAWAI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA I PUTU YUDI PRAMANA

Lebih terperinci

PERBEDAAN PERMAINAN ORIGAMI DAN MEWARNAI TERHADAP PERKEMBANGAN MOTORIK HALUS ANAK PEREMPUAN PRASEKOLAH DI TK GRAND BALI BEACH SANUR

PERBEDAAN PERMAINAN ORIGAMI DAN MEWARNAI TERHADAP PERKEMBANGAN MOTORIK HALUS ANAK PEREMPUAN PRASEKOLAH DI TK GRAND BALI BEACH SANUR SKRIPSI PERBEDAAN PERMAINAN ORIGAMI DAN MEWARNAI TERHADAP PERKEMBANGAN MOTORIK HALUS ANAK PEREMPUAN PRASEKOLAH DI TK GRAND BALI BEACH SANUR 011 Oleh : Ni Made Ameondari NIM. 1202305012 KEMENTERIAN RISET

Lebih terperinci

Program Studi Fisioterapi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 3. Bagian Ilmu Histologi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 4

Program Studi Fisioterapi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 3. Bagian Ilmu Histologi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 4 PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROPRIOCEPTIVE EXERCISE DAN ZIG-ZAG RUN EXERCISE TERHADAP PENINGKATAN KELINCAHAN PADA ANAK USIA 9-11 TAHUN DI SEKOLAH DASAR NEGERI 4 SANUR 1 Made Dwi Indah Permatahati Gita, 2 Ni

Lebih terperinci

SKRIPSI. Komang Dhyanayuda P.

SKRIPSI. Komang Dhyanayuda P. SKRIPSI EFEKTIFITAS PEMBERIAN BURPEE INTERVAL TRAINING (BIT) DIBANDINGKAN DENGAN LATIHAN AEROBIK INTENSITAS RINGAN TERHADAP PENURUNAN KOMPOSISI TUBUH PADA MAHASISWA FISIOTERAPI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENGARUH PELATIHAN LOMPAT KATAK TERHADAP KEKUATAN DAN DAYA LEDAK OTOT TUNGKAI PADA SISWA PUTRA KELAS VIII SMPN 4 SINGARAJA TAHUN PELAJARAN 2014/2015

PENGARUH PELATIHAN LOMPAT KATAK TERHADAP KEKUATAN DAN DAYA LEDAK OTOT TUNGKAI PADA SISWA PUTRA KELAS VIII SMPN 4 SINGARAJA TAHUN PELAJARAN 2014/2015 PENGARUH PELATIHAN LOMPAT KATAK TERHADAP KEKUATAN DAN DAYA LEDAK OTOT TUNGKAI PADA SISWA PUTRA KELAS VIII SMPN 4 SINGARAJA TAHUN PELAJARAN 2014/2015 ARTIKEL ILMIAH Diajukan Kepada Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

KOMBINASI FOOT MUSCLE STRENGTHENING

KOMBINASI FOOT MUSCLE STRENGTHENING TESIS KOMBINASI FOOT MUSCLE STRENGTHENING DAN KINESIOTAPING LEBIH BAIK DIBANDINGKAN DENGAN FOOT MUSCLE STRENGTHENING TERHADAP PENINGKATAN KESEIMBANGAN DINAMIS PADA ANAK DENGAN FLEXIBLE FLATFOOT LUH ITA

Lebih terperinci

SKRIPSI ANAK AGUNG GEDE ANGGA PUSPA NEGARA

SKRIPSI ANAK AGUNG GEDE ANGGA PUSPA NEGARA SKRIPSI PELATIHAN SIRKUIT LEBIH EFEKTIF DALAM MENINGKATKAN NILAI VO 2 MAX DARIPADA PELATIHAN JOGING PADA ANGGOTA EKSTRAKURIKULER PASKIBRA DI SMA NEGERI 1 GIANYAR ANAK AGUNG GEDE ANGGA PUSPA NEGARA KEMENTERIAN

Lebih terperinci

PENGARUH PELATIHAN BAYANGAN (SHADOW) BULUTANGKIS TERHADAP PENINGKATAN KELINCAHAN DAN KECEPATAN REAKSI

PENGARUH PELATIHAN BAYANGAN (SHADOW) BULUTANGKIS TERHADAP PENINGKATAN KELINCAHAN DAN KECEPATAN REAKSI 1 PENGARUH PELATIHAN BAYANGAN (SHADOW) BULUTANGKIS TERHADAP PENINGKATAN KELINCAHAN DAN KECEPATAN REAKSI Oleh Gusti Ngurah Arya Kusuma, NIM 0916021015 Jurusan Ilmu Keolahragaan Fakultas Olahraga dan Kesehatan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Skripsi ini diajukan sebagai Salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA FISIOTERAPI. Oleh : AYU RIESKY NIM.

SKRIPSI. Skripsi ini diajukan sebagai Salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA FISIOTERAPI. Oleh : AYU RIESKY NIM. SKRIPSI TERAPI LATIHAN KONSEP TARI GALANG BULAN EFEKTIF DALAM PENURUNAN PERSENTASE LEMAK SUBKUTAN REGIO TRICEPS PADA PELAJAR DENGAN OVERWEIGHT DI YAYASAN PERGURUAN KRISTEN HARAPAN Skripsi ini diajukan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN ISCHEMIC COMPRESSION DAN STRETCHING TERHADAP PENURUNAN NYERI SINDROMA MIOFASIAL UPPER TRAPEZIUS PADA PENJAHIT WANITA

PENGARUH PEMBERIAN ISCHEMIC COMPRESSION DAN STRETCHING TERHADAP PENURUNAN NYERI SINDROMA MIOFASIAL UPPER TRAPEZIUS PADA PENJAHIT WANITA PENGARUH PEMBERIAN ISCHEMIC COMPRESSION DAN STRETCHING TERHADAP PENURUNAN NYERI SINDROMA MIOFASIAL UPPER TRAPEZIUS PADA PENJAHIT WANITA Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata

Lebih terperinci

Luh Putu Tuti Ariani. Jurusan Pendidikan Kepelatihan Olahraga, Fakultas Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan Ganesha

Luh Putu Tuti Ariani. Jurusan Pendidikan Kepelatihan Olahraga, Fakultas Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan Ganesha PENGARUH PELATIHAN MENARIK KATROL BEBAN 5 KG DUABELAS REPETISI TIGA SET DAN SEMBILN REPETISI EMPAT SET TERHADAP PENINGKATAN DAYA LEDAK OTOT LENGAN SISWA SMK-1 DENPASAR Luh Putu Tuti Ariani Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

PADA BURUH ANGKUT BERAS DI DESA MENGESTA, TABANAN

PADA BURUH ANGKUT BERAS DI DESA MENGESTA, TABANAN SKRIPSI PEMBERIAN INTERVENSI MULLIGAN BENT LEG RAISE LEBIH BAIK DALAM MENURUNKAN NYERI FUNGSIONAL LOW BACK PAIN (LBP) NON-SPESIFIK DARI PADA PEMBERIAN INTERVENSI McKENZIE EXERCISE PADA BURUH ANGKUT BERAS

Lebih terperinci

PERBEDAAN PILATES EXERCISES

PERBEDAAN PILATES EXERCISES SKRIPSI PERBEDAAN PILATES EXERCISES DAN CORE STABILITY EXERCISES UNTUK MENINGKATKAN KEKUATAN OTOT PERUT PADA MAHASISWI PROGRAM STUDI FISIOTERAPI UNIVERSITAS UDAYANA Skripsi ini diajukan sebagai Salah satu

Lebih terperinci

INTERVENSI CONTRACT RELAX STRETCHING DIRECT LEBIH BAIK DALAM MENINGKATKAN FLEKSIBILITAS OTOT HAMSTRING

INTERVENSI CONTRACT RELAX STRETCHING DIRECT LEBIH BAIK DALAM MENINGKATKAN FLEKSIBILITAS OTOT HAMSTRING SKRIPSI INTERVENSI CONTRACT RELAX STRETCHING DIRECT LEBIH BAIK DALAM MENINGKATKAN FLEKSIBILITAS OTOT HAMSTRING DIBANDINGKAN DENGAN INTERVENSI CONTRACT RELAX STRETCHING INDIRECT PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

FREKUENSI LATIHAN 3 KALI SEMINGGU PADA TARI BARIS MODERN DAPAT MENURUNKAN PRESENTASE LEMAK TUBUH

FREKUENSI LATIHAN 3 KALI SEMINGGU PADA TARI BARIS MODERN DAPAT MENURUNKAN PRESENTASE LEMAK TUBUH FREKUENSI LATIHAN KALI SEMINGGU PADA TARI BARIS MODERN DAPAT MENURUNKAN PRESENTASE LEMAK TUBUH ) Ni Made Ari Pradnyawati, ) M. Irfan, ) I Made Niko Winaya. Mahasiswi Program Studi Fisioterapi, Fakultas

Lebih terperinci

Gde Ryan Saputra, Gede Doddy Tisna MS, Made Budiawan. Jurusan Ilmu Keolahragaan Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia

Gde Ryan Saputra, Gede Doddy Tisna MS, Made Budiawan. Jurusan Ilmu Keolahragaan Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia PENGARUH PELATIHAN LANGKAH BAYANGAN (SHADOW) MEMINDAHKAN BOLA BULUTANGKIS TERHADAP KELINCAHAN DAN DAYA LEDAK OTOT TUNGKAI PADA SISWA PUTRA EKSTRAKURIKULER BULUTANGKIS SMP NEGERI 1 UBUD Gde Ryan Saputra,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kebugaran serta dilakukan dengan aturan tertentu, dimana dengan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kebugaran serta dilakukan dengan aturan tertentu, dimana dengan tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Olahraga adalah suatu kegiatan fisik yang merupakan salah satu cara untuk dapat meningkatkan kebugaran serta dilakukan dengan aturan tertentu, dimana dengan tujuan

Lebih terperinci

ABSTRAK KOMBINASI FOOT MUSCLE STRENGTHENING

ABSTRAK KOMBINASI FOOT MUSCLE STRENGTHENING ABSTRAK KOMBINASI FOOT MUSCLE STRENGTHENING DAN KINESIOTAPING LEBIH BAIK DIBANDINGKAN DENGAN FOOT MUSCLE STRENGTHENING TERHADAP PENINGKATAN KESEIMBANGAN DINAMIS PADA ANAK DENGAN FLEXIBLE FLATFOOT Keseimbangan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : Luh Putu Ayu Wulandari Nim

SKRIPSI. Oleh : Luh Putu Ayu Wulandari Nim SKRIPSI PERMAINAN PAPAN KESEIMBANGAN (BALANCE BOARD) LEBIH MENINGKATKAN KESEIMBANGAN DINAMIS DARIPADA PERMAINAN BALOK KESEIMBANGAN (BALANCE BEAM) PADA ANAK USIA 5-6 TAHUN DI TK PRADNYANDARI I KEROBOKAN

Lebih terperinci

Ayu Artini, 1.2Program Studi Fisioterapi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana 1. Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana

Ayu Artini, 1.2Program Studi Fisioterapi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana 1. Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana PERBEDAAN EFEKTIVITAS PELATIHAN BURPEE EXERCISE DENGAN PELATIHAN HEXAGON DRILL DALAM MENINGKATKAN KELINCAHAN PADA ATLET SEPAKBOLA ANAK USIA 9 11 TAHUN DI SEKOLAH SEPAKBOLA GUNTUR, DENPASAR 1) Ida Ayu Eka

Lebih terperinci

PELATIHAN PROPRIOSEPTIF EFEKTIF DALAM MENINGKATKAN KESEIMBANGAN DINAMIS PADA PEMAIN SEPAK BOLA DENGAN FUNCTIONAL ANKLE INSTABILITY

PELATIHAN PROPRIOSEPTIF EFEKTIF DALAM MENINGKATKAN KESEIMBANGAN DINAMIS PADA PEMAIN SEPAK BOLA DENGAN FUNCTIONAL ANKLE INSTABILITY SKRIPSI PELATIHAN PROPRIOSEPTIF EFEKTIF DALAM MENINGKATKAN KESEIMBANGAN DINAMIS PADA PEMAIN SEPAK BOLA DENGAN FUNCTIONAL ANKLE INSTABILITY DI SSB PEGOL NI MADE LIDIA SWANDARI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat berinteraksi atau beradaptasi dengan lingkungan. Hal ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat berinteraksi atau beradaptasi dengan lingkungan. Hal ini merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai mahluk biopsikososial membutuhkan kondisi yang optimal untuk dapat berinteraksi atau beradaptasi dengan lingkungan. Hal ini merupakan kebutuhan

Lebih terperinci

PENGURANGAN NYERI MENGGUNAKAN TERAPI INTEGRATED NEUROMUSCULAR TECHNIQUE DAN MASSAGE EFFLEURAGE PADA SINDROMA MYOFASCIAL OTOT TRAPESIUS ATAS

PENGURANGAN NYERI MENGGUNAKAN TERAPI INTEGRATED NEUROMUSCULAR TECHNIQUE DAN MASSAGE EFFLEURAGE PADA SINDROMA MYOFASCIAL OTOT TRAPESIUS ATAS PENGURANGAN NYERI MENGGUNAKAN TERAPI INTEGRATED NEUROMUSCULAR TECHNIQUE DAN MASSAGE EFFLEURAGE PADA SINDROMA MYOFASCIAL OTOT TRAPESIUS ATAS Setiawan, M.Mudatsir Syatibi, Yoga Handita W Kementerian Kesehatan

Lebih terperinci

PENGARUH STRETCHING DAN STRENGTHENING CORE MUSCLE TERHADAP PENURUNAN DYSMENORRHEA PRIMER

PENGARUH STRETCHING DAN STRENGTHENING CORE MUSCLE TERHADAP PENURUNAN DYSMENORRHEA PRIMER PENGARUH STRETCHING DAN STRENGTHENING CORE MUSCLE TERHADAP PENURUNAN DYSMENORRHEA PRIMER PUBLIKASI ILMIAH Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Fisioterapi

Lebih terperinci

SKRIPSI GOVINDA VITTALA

SKRIPSI GOVINDA VITTALA SKRIPSI PENGARUH SENAM JANTUNG SEHAT TERHADAP DAYA TAHAN KARDIORESPIRASI PADA MAHASISWI DENGAN KELEBIHAN BERAT BADAN DI PROGRAM STUDI FISIOTERAPI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA GOVINDA VITTALA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. NPB lebih kurang 15% - 20% dari populasi, yang sebagian besar merupakan NPB

BAB I PENDAHULUAN. NPB lebih kurang 15% - 20% dari populasi, yang sebagian besar merupakan NPB BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, insiden nyeri punggung bawah (NPB) belum diketahui dengan jelas dan biasanya lebih banyak terkena pada buruh (Hendarta,2009). Berbagai data yang ada di

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. program pelatihan peningkatan agility pada periode April - Mei 2015.

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. program pelatihan peningkatan agility pada periode April - Mei 2015. BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Deskripsi karakteristik subjek penelitian Dalam penelitian ini sampel sejumlah 40 orang yang berasal dari populasi mahasiswa Fakultas Fisioterapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya manusia harus melakukan aktivitas untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya manusia harus melakukan aktivitas untuk memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya manusia harus melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Melakukan aktivitas fisik dengan membiarkan tubuh bergerak secara aktif tentunya

Lebih terperinci

LEBIH BAIK DARIPADA LATIHAN SWISS BALL

LEBIH BAIK DARIPADA LATIHAN SWISS BALL SKRIPSI LATIHAN JALAN TANDEM LEBIH BAIK DARIPADA LATIHAN SWISS BALL UNTUK MENINGKATKANKESEIMBANGAN STATIS PADA USIA LANJUT DI PANTI JOMPO TRESNA WERDHA DENPASAR TIMUR Rabiatun Nasution NIM. 1302315020

Lebih terperinci

e journal jurnal IKOR Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Ilmu Keolahragaan ( Volume II Tahun 2014)

e journal jurnal IKOR Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Ilmu Keolahragaan ( Volume II Tahun 2014) PENGARUH PELATIHAN KNEE TUCK JUMP DAN DOUBLE LEG BOUND TERHADAP DAYA LEDAK OTOT TUNGKAI I Wayan Just Andika Jurusan Ilmu Keolahragaan, FOK Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia e-mail: justandika@ymail.com

Lebih terperinci

PENAMBAHAN CONTRACT RELAX STRETCHING PADA INTERVENSI IFC DAN ULTRASONIK DAPAT MENGURANGI NYERI PADA KONDISI SINDROMA MIOFASIAL OTOT SUPRASPINATUS

PENAMBAHAN CONTRACT RELAX STRETCHING PADA INTERVENSI IFC DAN ULTRASONIK DAPAT MENGURANGI NYERI PADA KONDISI SINDROMA MIOFASIAL OTOT SUPRASPINATUS PENAMBAHAN CONTRACT RELAX STRETCHING PADA INTERVENSI IFC DAN ULTRASONIK DAPAT MENGURANGI NYERI PADA KONDISI SINDROMA MIOFASIAL OTOT SUPRASPINATUS Zuriyatun Faizah NIM : 1002315014 PROGRAM STUDI FISIOTERAPI

Lebih terperinci

SKRIPSI PUTU SANTI KRISHNA MEGASARI

SKRIPSI PUTU SANTI KRISHNA MEGASARI SKRIPSI INTERVENSI CONTRACT RELAX HAMSTRING DAN HOLD RELAX QUADRICEPS LEBIH BAIK DIBANDING CONTRACT RELAX HAMSTRING DAN ISOTONIC EXERCISE QUADRICEPS DALAM MENINGKATKAN FLEKSIBILITAS HAMSTRING PADA IBU-IBU

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGARUH SENAM LANSIA TERHADAP PENINGKATAN KEBUGARAN FISIK PADA KELOMPOK LANSIA PEREMPUAN DI DESA DAUH PURI KAUH DENPASAR BARAT

SKRIPSI PENGARUH SENAM LANSIA TERHADAP PENINGKATAN KEBUGARAN FISIK PADA KELOMPOK LANSIA PEREMPUAN DI DESA DAUH PURI KAUH DENPASAR BARAT SKRIPSI PENGARUH SENAM LANSIA TERHADAP PENINGKATAN KEBUGARAN FISIK PADA KELOMPOK LANSIA PEREMPUAN DI DESA DAUH PURI KAUH DENPASAR BARAT 011 NI KOMANG ARI WIDIASTUTI KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

INTERVENSI BALANCE STRATEGY EXERCISE

INTERVENSI BALANCE STRATEGY EXERCISE SKRIPSI INTERVENSI BALANCE STRATEGY EXERCISE LEBIH BAIK DALAM MENINGKATKAN KESEIMBANGAN DINAMIS DARIPADA ISOTONIC QUADRICEPS EXERCISE DENGAN BEBAN 1 KILOGRAM PADA LANSIA I GUSTI AGUNG GEDE RAMA WINTARA

Lebih terperinci

PENGARUH LATIHAN ZIG ZAG RUN UNTUK MENINGKATKAN KELINCAHAN PADA PEMAIN SEPAK BOLA USIA TAHUN DI SMP MUHAMMADIYAH 5 SURAKARTA

PENGARUH LATIHAN ZIG ZAG RUN UNTUK MENINGKATKAN KELINCAHAN PADA PEMAIN SEPAK BOLA USIA TAHUN DI SMP MUHAMMADIYAH 5 SURAKARTA PENGARUH LATIHAN ZIG ZAG RUN UNTUK MENINGKATKAN KELINCAHAN PADA PEMAIN SEPAK BOLA USIA 13-15 TAHUN DI SMP MUHAMMADIYAH 5 SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau adolescence. Menurut WHO (2007) masa remaja terjadi pada usia antara 10 24

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau adolescence. Menurut WHO (2007) masa remaja terjadi pada usia antara 10 24 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam tahap perkembangan manusia, setiap manusia pasti mengalami masa remaja atau adolescence. Menurut WHO (2007) masa remaja terjadi pada usia antara 10 24 tahun, sedangkan

Lebih terperinci

SKRIPSI PEMBERIAN OTAGO HOME EXERCISE PROGRAMME LEBIH BAIK DALAM MENGURANGI RISIKO JATUH DARIPADA BALANCE STRATEGY EXERCISE PADA LANSIA DI TABANAN

SKRIPSI PEMBERIAN OTAGO HOME EXERCISE PROGRAMME LEBIH BAIK DALAM MENGURANGI RISIKO JATUH DARIPADA BALANCE STRATEGY EXERCISE PADA LANSIA DI TABANAN SKRIPSI PEMBERIAN OTAGO HOME EXERCISE PROGRAMME LEBIH BAIK DALAM MENGURANGI RISIKO JATUH DARIPADA BALANCE STRATEGY EXERCISE PADA LANSIA DI TABANAN 011 I GEDE PUTU WAHYU MAHENDRA KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI

Lebih terperinci

PELATIHAN PERMAINAN GAME TIPE A LEBIH MENINGKATKAN MOTIVASI DAN KEBUGARAN FISIK DIBANDINGKAN PERMAINAN GAME TIPE B PEMAIN FUTSAL IKIP PGRI BALI

PELATIHAN PERMAINAN GAME TIPE A LEBIH MENINGKATKAN MOTIVASI DAN KEBUGARAN FISIK DIBANDINGKAN PERMAINAN GAME TIPE B PEMAIN FUTSAL IKIP PGRI BALI PELATIHAN PERMAINAN GAME TIPE A LEBIH MENINGKATKAN MOTIVASI DAN KEBUGARAN FISIK DIBANDINGKAN PERMAINAN GAME TIPE B PEMAIN FUTSAL IKIP PGRI BALI Ni Luh Putu Indrawathi, S.Pd., M.Fis. Fakultas Pendidikan

Lebih terperinci

PEMBERIAN PELATIHAN KEKUATAN AYUNAN LENGAN (ARM SWING)

PEMBERIAN PELATIHAN KEKUATAN AYUNAN LENGAN (ARM SWING) SKRIPSI PEMBERIAN PELATIHAN KEKUATAN AYUNAN LENGAN (ARM SWING) DENGAN DUMBBELL MENINGKATKAN KECEPATAN LARI 100 METER PADA ATLET SPRINT SMK NEGERI 1 DENPASAR I PUTU GEDE ANGGA WINATA KEMENTERIAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk yang dinamis, dimana pada hakekatnya selalu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk yang dinamis, dimana pada hakekatnya selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk yang dinamis, dimana pada hakekatnya selalu bergerak dan beraktivitas dalam kehidupannya. Semua bentuk kegiatan manusia selalu memerlukan dukungan

Lebih terperinci

PENGARUH SENAM LANSIA TERHADAP PENINGKATAN KEBUGARAN FISIK PADA KELOMPOK LANSIA PEREMPUAN DI DESA DAUH PURI KAUH DENPASAR BARAT

PENGARUH SENAM LANSIA TERHADAP PENINGKATAN KEBUGARAN FISIK PADA KELOMPOK LANSIA PEREMPUAN DI DESA DAUH PURI KAUH DENPASAR BARAT PENGARUH SENAM LANSIA TERHADAP PENINGKATAN KEBUGARAN FISIK PADA KELOMPOK LANSIA PEREMPUAN DI DESA DAUH PURI KAUH DENPASAR BARAT 1 Ari Widiastuti, 2 Ari Wibawa, 3 Indah Sri Handari, 4 I Wayan Sutadarma

Lebih terperinci

PENGARUH ABDOMINAL STRETCHING EXERCISE TERHADAP DYSMENORRHEA PRIMER SISWI MAN 1 SURAKARTA

PENGARUH ABDOMINAL STRETCHING EXERCISE TERHADAP DYSMENORRHEA PRIMER SISWI MAN 1 SURAKARTA 0 PENGARUH ABDOMINAL STRETCHING EXERCISE TERHADAP DYSMENORRHEA PRIMER SISWI MAN 1 SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI DISUSUN UNTUK MEMENUHI PERSYARATAN DALAM MENDAPATKAN GELAR SARJANA FISIOTERAPI Disusun Oleh

Lebih terperinci

PERBANDINGAN EFEKTIFITAS LATIHAN ZIG-ZAG RUN DENGAN CARIOCA EXERCISE UNTUK MENINGKATKAN AGILITY PADA PEMAIN BULUTANGKIS PEMULA

PERBANDINGAN EFEKTIFITAS LATIHAN ZIG-ZAG RUN DENGAN CARIOCA EXERCISE UNTUK MENINGKATKAN AGILITY PADA PEMAIN BULUTANGKIS PEMULA PERBANDINGAN EFEKTIFITAS LATIHAN ZIG-ZAG RUN DENGAN CARIOCA EXERCISE UNTUK MENINGKATKAN AGILITY PADA PEMAIN BULUTANGKIS PEMULA Bayu Sigit Gutomo (2012 66 125) Fakultas Fisioterapi, Universitas Esa Unggul,

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PROGRAM STUDI FISIOTERAPI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PROGRAM STUDI FISIOTERAPI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015 SKRIPSI LATIHAN LARI AEROBIK MENURUNKAN KETERGANTUNGAN NIKOTIN MAHASISWA PEROKOK AKTIF DI DENPASAR 011 I GEDE ADI SUSILA WESNAWA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PROGRAM STUDI FISIOTERAPI FAKULTAS

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PERESETUJUAN SIDANG SKRIPSI. ii HALAMAN PENGESAHAN. iii ABSTRAK iv

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PERESETUJUAN SIDANG SKRIPSI. ii HALAMAN PENGESAHAN. iii ABSTRAK iv DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERESETUJUAN SIDANG SKRIPSI. ii HALAMAN PENGESAHAN. iii ABSTRAK iv ABSTRACT. v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR SKEMA... xii DAFTAR GAMBAR...

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh: Yuni Novianti Marin Marpaung NIM KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PROGRAM STUDI FISIOTERAPI FAKULTAS KEDOKTERAN

SKRIPSI. Oleh: Yuni Novianti Marin Marpaung NIM KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PROGRAM STUDI FISIOTERAPI FAKULTAS KEDOKTERAN SKRIPSI PERBEDAAN EFEKTIVITAS INTERVENSI SLOW DEEP BREATHING EXERCISE DENGAN DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA PRE-HIPERTENSI PRIMER Oleh: Yuni Novianti Marin Marpaung NIM.

Lebih terperinci

SKRIPSI PEMBERIAN LATIHAN CALF RAISES DAPAT MENINGKATKAN KEMAMPUAN FUNGSIONAL ANKLE PADA LANSIA

SKRIPSI PEMBERIAN LATIHAN CALF RAISES DAPAT MENINGKATKAN KEMAMPUAN FUNGSIONAL ANKLE PADA LANSIA 1 SKRIPSI PEMBERIAN LATIHAN CALF RAISES DAPAT MENINGKATKAN KEMAMPUAN FUNGSIONAL ANKLE PADA LANSIA Pande Komang Tribayu Sukmadewa KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI PROGRAM STUDI FISIOTERAPI

Lebih terperinci

PENGARUH PELATIHAN SIDE HOPE SPRINT TERHADAP KELINCAHAN DAN KEKUATAN OTOT TUNGKAI

PENGARUH PELATIHAN SIDE HOPE SPRINT TERHADAP KELINCAHAN DAN KEKUATAN OTOT TUNGKAI PENGARUH PELATIHAN SIDE HOPE SPRINT TERHADAP KELINCAHAN DAN KEKUATAN OTOT TUNGKAI ARTIKEL ILMIAH Diajukan Kepada Universitas Pendidikan Ganesha untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN BACK EXERCISE DAN SLOW- STROKE BACK MASSAGE TERHADAP PENURUNAN NYERI HAID PRIMER

PENGARUH PEMBERIAN BACK EXERCISE DAN SLOW- STROKE BACK MASSAGE TERHADAP PENURUNAN NYERI HAID PRIMER PENGARUH PEMBERIAN BACK EXERCISE DAN SLOW- STROKE BACK MASSAGE TERHADAP PENURUNAN NYERI HAID PRIMER Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Sarjana Fisioterapi pada Program Studi Fisioterapi Fakultas

Lebih terperinci

PENGARUH PELATIHAN PUSH-UP TERHADAP PENINGKATAN KEKUATAN MENARIK DAN MENDORONG OTOT LENGAN

PENGARUH PELATIHAN PUSH-UP TERHADAP PENINGKATAN KEKUATAN MENARIK DAN MENDORONG OTOT LENGAN PENGARUH PELATIHAN PUSH-UP TERHADAP PENINGKATAN KEKUATAN MENARIK DAN MENDORONG OTOT LENGAN Gede Aryana Jurusan Ilmu Keolahragaan, Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Sindroma miofasial adalah kumpulan gejala dan tanda dari satu atau

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Sindroma miofasial adalah kumpulan gejala dan tanda dari satu atau 61 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Sindroma miofasial adalah kumpulan gejala dan tanda dari satu atau beberapa titik picu (trigger points) dan dicirikan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PROGRAM STUDI FISIOTERAPI UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PROGRAM STUDI FISIOTERAPI UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR SKRIPSI AQUATIC THERAPY EXERCISE LEBIH EFEKTIF DIBANDINGKAN CORE STABILITY EXERCISE DALAM MENURUNKAN NYERI PADA PASIEN LOW BACK PAIN MYOGENIC SEPTIAN DWI NURJANTO NIM 1202315005 KEMENTERIAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas sehari- hari, beradaptasi dan berkontribusi di lingkungan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas sehari- hari, beradaptasi dan berkontribusi di lingkungan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hidup sehat adalah tujuan semua orang. Salah satu yang mempengaruhi kualitas hidup individu adalah kondisi fisiknya sendiri. Sehingga manusia yang sehat sudah tentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan sehari-hari tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti, sehingga tubuh

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan sehari-hari tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti, sehingga tubuh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebugaran dibutuhkan oleh setiap orang agar dapat menjalani kegiatannya. Kebugaran jasmani adalah kemampuan tubuh seseorang untuk melakukan tugas pekerjaan sehari-hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan zaman yang semakin maju, berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan zaman yang semakin maju, berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejalan dengan perkembangan zaman yang semakin maju, berbagai macam teknologi telah digunakan untuk membuat segala pekerjaan menjadi lebih efisien. Komputer

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pengambilan data penelitian telah dilakukan di SMK Kesehatan PGRI

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pengambilan data penelitian telah dilakukan di SMK Kesehatan PGRI BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengambilan data penelitian telah dilakukan di SMK Kesehatan PGRI Denpasar untuk kelompok I dan kelompok II. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswi yang

Lebih terperinci

SKRIPSI. Skripsi ini diajukan sebagai Salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA FISIOTERAPI. Oleh: LIDIA VALENTIN NIM.

SKRIPSI. Skripsi ini diajukan sebagai Salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA FISIOTERAPI. Oleh: LIDIA VALENTIN NIM. SKRIPSI PEMBERIAN LATIHAN JALAN TANDEMLEBIH BAIK DARIPADA LATIHAN ONE LEGGED STANCE UNTUK MENINGKATKAN KESEIMBANGANDINAMIS PADA LANSIA DI BANJAR MUNCAN DESA KAPAL KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG Skripsi

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: muscle energy technique isometric, static stretching, fleksibilitas, hamstring.

ABSTRAK. Kata kunci: muscle energy technique isometric, static stretching, fleksibilitas, hamstring. MUSCLES ENERGY TECHNIQUE ISOMETRIC LEBIH MENINGKATKAN FLEKSIBILITAS OTOT HAMSTRING DARI PADA STATIC STRETCHING PADA PEMAIN SEPAK BOLA PHYSIO TEAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA HUN 1 I Made Wahyu

Lebih terperinci

ABSTRAK KOMBINASI INTERVENSI INTEGRATED NEUROMUSCULAR INHIBITION TECHNIQUE

ABSTRAK KOMBINASI INTERVENSI INTEGRATED NEUROMUSCULAR INHIBITION TECHNIQUE ABSTRAK KOMBINASI INTERVENSI INTEGRATED NEUROMUSCULAR INHIBITION TECHNIQUE DAN ULTRASOUND LEBIH BAIK DARIPADA STRETCHING METODE JANDA DAN ULTRASOUND DALAM MENINGKATKAN ROM SERVIKAL PADA SINDROMA MIOFASIAL

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN LATIHAN CORE STABILITY PADA LATIHAN SQUAT JUMP TERHADAP PENINGKATAN POWER OTOT TUNGKAI

PENGARUH PENAMBAHAN LATIHAN CORE STABILITY PADA LATIHAN SQUAT JUMP TERHADAP PENINGKATAN POWER OTOT TUNGKAI PENGARUH PENAMBAHAN LATIHAN CORE STABILITY PADA LATIHAN SQUAT JUMP TERHADAP PENINGKATAN POWER OTOT TUNGKAI PUBLIKASI ILMIAH Disusun sebagai salah satu syarat meyelesaikan Program Studi Strata 1 pada Jurusan

Lebih terperinci

PENGARUH PELATIHAN HOLLOW SPRINT TERHADAP KECEPATAN DAN KEKUATAN OTOT TUNGKAI

PENGARUH PELATIHAN HOLLOW SPRINT TERHADAP KECEPATAN DAN KEKUATAN OTOT TUNGKAI PENGARUH PELATIHAN HOLLOW SPRINT TERHADAP KECEPATAN DAN KEKUATAN OTOT TUNGKAI Oleh Ni Wayan Wirayuni Jurusan Ilmu Keolahragaan, Fakultas Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja,

Lebih terperinci

Oleh : N. Gimbar Adi Putra*, J. Alex Pangkahila**, I P G. Adiatmika*** Program Studi Magister Fisiologi Olahraga Universitas Udayana

Oleh : N. Gimbar Adi Putra*, J. Alex Pangkahila**, I P G. Adiatmika*** Program Studi Magister Fisiologi Olahraga Universitas Udayana PELATIHAN LARI SAMBUNG BACK TO BACK 20 METER ENAM REPETISI EMPAT SET DAN LARI SAMBUNG BACK TO BACK 30 METER EMPAT REPETISI EMPAT SET MENINGKATKAN KECEPATAN LARI 80 METER SISWA PUTRA SMP DHARMA PRAJA BADUNG

Lebih terperinci

KEEFEKTIFAN KOMBINASI TERAPI MASASE DENGAN KINESIO TAPING DALAM PEMULIHAN CEDERA PERGELANGAN KAKI DERAJAT 1 PADA PEMAIN SEPAK BOLA MERAPI PUTRA SLEMAN

KEEFEKTIFAN KOMBINASI TERAPI MASASE DENGAN KINESIO TAPING DALAM PEMULIHAN CEDERA PERGELANGAN KAKI DERAJAT 1 PADA PEMAIN SEPAK BOLA MERAPI PUTRA SLEMAN KEEFEKTIFAN KOMBINASI TERAPI MASASE DENGAN KINESIO TAPING DALAM PEMULIHAN CEDERA PERGELANGAN KAKI DERAJAT 1 PADA PEMAIN SEPAK BOLA MERAPI PUTRA SLEMAN E-JOURNAL Diajukan kepada Fakultas Ilmu Keolahragaan

Lebih terperinci

SKRIPSI NI LUH MADE RENY WAHYU SARI

SKRIPSI NI LUH MADE RENY WAHYU SARI SKRIPSI KOMBINASI MODALITAS ULTRASOUND DAN LATIHAN CALF RAISES EFEKTIF DALAM MENURUNKAN NYERI DAN MENINGKATKAN FUNGSIONAL ANKLE PADA KASUS PLANTAR FASCITIS PADA SALES PROMOTION GIRL (SPG) DI MATAHARI DEPARTEMENT

Lebih terperinci

PENGARUH PELATIHAN ALTERNATE LEG BOUND TERHADAP KECEPATAN DAN POWER OTOT TUNGKAI

PENGARUH PELATIHAN ALTERNATE LEG BOUND TERHADAP KECEPATAN DAN POWER OTOT TUNGKAI PENGARUH PELATIHAN ALTERNATE LEG BOUND TERHADAP KECEPATAN DAN POWER OTOT TUNGKAI I Wayan Darmawan, I Gusti Lanang Agung Parwata, I Nyoman Sudarmada Jurusan Ilmu Keolahragaan FOK Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan masih menjadi topik yang menarik untuk dibahas hingga saat ini. Seringkali

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan masih menjadi topik yang menarik untuk dibahas hingga saat ini. Seringkali BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyeri musculoskeletal adalah gejala yang paling sering dikeluhkan oleh pasien dan masih menjadi topik yang menarik untuk dibahas hingga saat ini. Seringkali nyeri musculoskeletal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan sehari-hari manusia dalam bekerja dan beraktivitas selalu melibatkan anggota gerak tubuhnya. Manusia adalah makhluk yang memerlukan gerak karena hampir seluruh

Lebih terperinci

Ni Made Sulasih RSUP Sanglah Denpasar, Juni 2012 Program Studi Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana ABSTRAK

Ni Made Sulasih RSUP Sanglah Denpasar, Juni 2012 Program Studi Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana ABSTRAK PEMBERIAN MANIPULASI MILLS PADA TERAPI ULTRASOUND (US) DAN TRANSCUTANEUS ELECTRICAL NERVE STIMULATION (TENS) DAPAT LEBIH MENURUNKAN INTENSITAS NYERI PADA TENNIS ELBOW TIPE II Ni Made Sulasih RSUP Sanglah

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN NEUROMUSCULAR ELECTRICAL STIMULATION (NMES) PADA STRETCHING TERHADAP PENINGKATAN KEKUATAN OTOT FLEKSOR WRIST PADA ATLET

PENGARUH PENAMBAHAN NEUROMUSCULAR ELECTRICAL STIMULATION (NMES) PADA STRETCHING TERHADAP PENINGKATAN KEKUATAN OTOT FLEKSOR WRIST PADA ATLET PENGARUH PENAMBAHAN NEUROMUSCULAR ELECTRICAL STIMULATION (NMES) PADA STRETCHING TERHADAP PENINGKATAN KEKUATAN OTOT FLEKSOR WRIST PADA ATLET PANJAT TEBING DI FEDERASI PANJAT TEBING INDONESIA (FPTI) KOTA

Lebih terperinci

Kata kunci: Plyometric exercise, single leg speed hop, double leg speed hop, daya ledak otot.

Kata kunci: Plyometric exercise, single leg speed hop, double leg speed hop, daya ledak otot. PLYOMETRIC EXERCISE SINGLE LEG SPEED HOP DAN DOUBLE LEG SPEED HOP MENINGKATKAN DAYA LEDAK OTOT TUNGKAI PADA PEMAIN SEPAK BOLA PHYSIO TEAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 1 M. Widnyana, 2 Putu Sutha

Lebih terperinci

PENGARUH PELATIHAN INTERVAL TERHADAP DAYA TAHAN KARDIOVASKULAR DAN KECEPATAN

PENGARUH PELATIHAN INTERVAL TERHADAP DAYA TAHAN KARDIOVASKULAR DAN KECEPATAN PENGARUH PELATIHAN INTERVAL TERHADAP DAYA TAHAN KARDIOVASKULAR DAN KECEPATAN I Ketut Sutisna Jurusan Ilmu Keolahragaan, Fakultas Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja, Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan gerak tubuh yang benar maka akan terus menerus dipertahankan di

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan gerak tubuh yang benar maka akan terus menerus dipertahankan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat pertumbuhan pada manusia ada empat fase, yaitu fase anak-anak, remaja, dewasa dan lansia. Remaja adalah fase yang sangat penting yang menjadi kunci pertumbuhan

Lebih terperinci