BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. 1. Permasalahan Perempuan merupakan sosok istimewa yang menarik untuk dikaji.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. 1. Permasalahan Perempuan merupakan sosok istimewa yang menarik untuk dikaji."

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan 1. Permasalahan Perempuan merupakan sosok istimewa yang menarik untuk dikaji. Perempuan mampu memengaruhi persepsi orang-orang di sekitarnya. Sebagian orang menganggap keistim ewaan perempuan sebagai hal bernilai yang membuat perempuan harus dihargai dan dilindungi, tetapi pada sisi lain ada orang yang memanfaatkan bahkan menekan keberadaan perempuan. Orang yang menekan ataupun membatasi ruang gerak perempuan pun membentuk subordinasi terhadap perempuan sehingga menyebabkan peran, kedudukan, dan martabat perempuan menurun. Persoalan tersebut pun memburuk ketika subordinasi terhadap perempuan menjadi satu konstruksi sosial yang mengakar dari waktu ke waktu. Perempuan dalam berbagai bentuk subordinasi sejak dulu hing ga kini masih terjadi, sebagaimana dalam ideologi patriarki secara tegas menyebutkan bentuk kekuasaan laki-laki terhadap perempuan yang pada akhirn ya juga memasuki ruang negara, tampaknya pihak negara dan semua kebijakan masih menunjukkan upaya mengukuhkan ideologi patriarki (Basa, 2000: 8). Feminisme merupakan gerakan menuntut kesamaan hak dan keadilan antara perempuan dengan laki-laki dicetuskan pertama kali oleh aktivis sosialis utopis, Charles Fourier pada tahun Gerakan feminisme banyak memperjuangkan, mulai dari tuntutan hak atas perlindungan perempuan dari kekerasan rumah-tangga, pelecehan seksual dan perkosaan, dan persamaan hak

2 2 perempuan dalam bidang pekerjaan. Pencetus ide dan pemikiran-pemikiran di atas sebagian besar adalah perempuan kelas m enengah Inggris, Perancis dan Amerika Serikat (Rachman, 2013: 1-3). Pengaruh positif dari perkembangan gerakan feminisme perlahan mulai mengubah persepsi masyarakat dalam memandang peran serta kedudukan perempuan dalam lingkup publik. Konstruksi sosial pun mulai memberikan peluang bagi perempuan untuk berperan dan berpartisipasi dalam lingkup publik, sehingga perempuan mendapatkan kesempatan menunjukkan eksistensi diri dalam lingkup publik. Eksistensi perempuan dalam konteks ini tentu tidak serta -merta bereksistensi tanpa tujuan. Perempuan dinilai berhasil bereksistensi dengan mewujudkan semangat feminisme apabila dalam bereksistensi menyertakan esensi. Eksistensialisme berkeyakinan bahwa manusia dapat menjadi apa saja tergantung pada pilihannya. Jean Paul Sartre dalam buku Eksistensialisme dan Humanisme, mengatakan bahwa manusia dalam menentukan pilihan tidak hanya menciptakan nilai-nilainya tetapi juga mengikat diri. Manusia menjadi diri, mendapat bentuk, hingga hakikatnya mulai tampak. Keputusan itu berarti bahwa manusia menjadi ini atau itu, jadi esensinya terwujud. Keputusannya menunjukkan jati dirinya dan karakternya (Suseno, 2000: 77). Perempuan dalam menunjukkan eksistensi diri sama halnya dengan lakilaki yang juga dapat menunjukkan eksistensi diri. P erempuan memiliki kesempatan yang sama seperti laki-laki, dapat mewujudkan eksistensi diri sesuai keinginan dan kebebasan masing-masing tanpa suatu tekanan. Hal tersebut

3 3 sebagaimana diungkapkan oleh tokoh feminis asal Perancis, Simone de Beauvoir ( ) yang menyatakan bahwa setiap orang lahir di dunia dengan eksistensi. M anusia semasa hidup sedang berupaya mencapai esensi masing - masing melalui setiap proses yang dilalui. Simone de Beauvoir ( ) dalam membahas eksistensi dan esensi sependapat dengan pemikiran Jean Paul Sartre ( ) bahwa eksistensi manusia mendahului esensi. Simone de Beauvoir bermaksud menyampaikan bahwa manusia memang lahir didahului oleh eksistensi sebagaimana perempuan yang memang memiliki eksistensi juga sejak lahir, tetapi eksistensi sesungguhnya bagi Simone de Beauvoir adalah eksistensi yang disertai subjek esensial. Perempuan dapat melengkapi eksistensinya jika perempuan menjadi subjek esensial, artinya perempuan memegang kendali penuh atas berbagai keputusan yang diambilnya. Contoh uraian tersebut yaitu ada banyak tokoh perempuan dan perempuan yang berkarier dalam bidang masing-masing. Akan tetapi yang menjadi pertanyaan, perempuan dalam melakukan perbuatan dan mengambil keputusan benarkah selalu sesuai dengan keinginanya. Jangan sampai perempuan melakukan perbuatan dan mengambil keputusan karena adanya tekanan dari luar. Persoalan dilematis tersebut berkaitan dengan citra sosial perempuan sebagaimana dikutip dalam paragraf berikut. Citra sosial perempuan merupakan perwujudan dari citra perempuan dalam keluarga serta citranya dalam masyarakat. Citra sosial ini memiliki hubungan dengan norma-norma dan sistem nilai yang berlaku dalam masyarakat, tempat dimana perempuan menjadi anggota dan berhasrat mengadakan hubungan antarmanusia. Kelompok masyarakat tersebut termasuk kelompok dalam keluarga dan masyarakat luas. Melalui hubungannya dengan masyarakat sosial, dapat terlihat bagaimana cara perempuan tersebut menyikapi sesuatu dan menjalin hubungannya de ngan

4 4 sesama, serta pada sisi lain perempuan selalu membutuhkan orang lain untuk melangsungkan kehidupannya (Sugihastuti, 2000: 43). Pembahasan terkait esensi dan eksistensi dalam kajian feminisme filsafati tidak terlepas dari citra sosial perempuan yang menggambarkan model ideal perempuan pada era dan tempat tertentu. Hal tersebut disebabkan oleh perempuan dalam mengambil keputusan dapat terpengaruh oleh lingkungan yang memiliki citra sosial perempuan. Akibatnya, perempuan dapat terbawa arus mengikuti trend citra sosial perempuan di sekitarnya meskipun perempuan sebenarnya belum tentu ingin menjalani kehidupan sesuai citra sosial perempuan yang ditirunya. Persoalan tersebut menunjukkan bahwa perempuan yang bertidak serta mengambil keputusan karena pengaruh citra sosial, maka perempuan tersebut belum sepenuhnya bereksistensi seperti diungkapkan S imone de Beauvoir ( ). Buku The Ethics of Ambiguity karya Simone de Beauvoir yang menuliskan bahwa manusia hidup di dunia mengalami ambiguitas, yaitu ketidakpastian sehingga manusia harus mencapai kepastian berupa esensi. Perempuan dalam hal ini harus berhasil membawa diri dengan mengambil keputusan dan melakukan sesuatu tanpa tekanan dari luar. Perempuan yang berhasil mencapai esensinya dengan menentukan pilihan secara bebas dan sadar, berarti dapat melengkapi eksistensi dalam mengekspresikan semangat feminisme (Beauvoir, 1948: 7). Mona Lisa Smile, sebuah film karya Mike Newell yang menceritakan kisah perwujudan semangat feminisme di Amerika Serikat pascaperang Dunia II. Cerita dalam film Mona Lisa Smile yang kaya akan ekspresi feminisme memberikan alasan penting film Mona Lisa Smile menjadi satu materi diskusi ataupun kajian ilm iah dalam bidang feminisme. Banyaknya wujud feminisme

5 5 dalam film Mona Lisa Smile yang ditampilkan melalui tokoh utama, memberikan pesan penting bagi perempuan di berbagai wilayah. Salah satu pesan penting untuk perempuan yaitu bereksistensi dengan menyertakan esensi yang dicapai setelah melalui proses perjuangan mewujudkan semangat feminisme. Pesan penting dari film Mona Lisa Smile pun sesuai dengan teori feminisme eksistensial Simone de Beauvoir ( ). Objek formal penelitian ini ialah teori feminisme eksistensial Simone de Beauvoir ( ). Sim one de Beauvoir menjelaskan banyak hal berkaitan dengan teori feminisme eksistensial. Penelitian ini menganalisis objek material dengan menggunakan salah satu bagian dari teori feminisme eksistensial Simone de Beauvoir yang fokus pada penjelasan tentang eksistensi dan esensi sebagaimana terdapat dalam buku The Ethic of Ambiguity dan The Second Sex. Wujud ekspresi feminisme berupa suatu karya film yang dibuat dengan tujuan tertentu, menggambarkan dinamika perkembangan feminisme melalui rangkaian cerita dalam sebuah film. Mona Lisa Smile merupakan film bertemakan feminisme yang menayangkan jalan cerita menarik perihal peran dan pilihan perempuan. Penelitian ini menjadikan alur cerita dalam Mona Lisa Smile sebagai objek material dengan mengkaji karakter sejumlah tokoh film yang dikaitkan dengan nuansa kultural kota Wellesly, New England, Amerika Serikat. Teori yang digunakan untuk menganalisis objek material penelitian ini yaitu feminisme eksistensialis Simone de Beauvoir ( ) yang memandang perempuan harus menyadari keberadaannya dengan memperlakukan dirinya

6 6 secara sadar, membuktikan eksistensinya karena proses mencapai eksistensi merupakan satu tujuan mendapatkan esensi diri yang dimiliki oleh setiap orang, tidak peduli laki-laki atau perempuan. Sejumlah tokoh dalam film Mona Lisa Smile memiliki karakter berbeda-beda dalam mengekspresikan semangat feminisme, telah mengkasifikasikan mereka ke dalam berbagai aliran feminisme tertentu. Ragam wujud aliran feminisme pun dapat terlihat jelas melalui permainan masing -masing tokoh film Mona Lisa Smile. Setiap tokoh film Mona Lisa Smile memiliki cara masing-masing dalam menunjukkan eksistensi diri dan mencapai subjek esensial. 2. Rumusan Masalah a. Bagaimana teori feminisme eksistensial Simone de Beauvoir? b. Bagaimana inti cerita film Mona Lisa Smile? c. Apa makna filosofis dalam cerita film Mona Lisa Smile dalam perspektif feminisme eksistensial Simone de Beauvoir? 3. Keaslian Penelitian Penulis selama proses pengerjaan penelitian telah menemukan sejumlah penelitian dalam format skripsi berkaitan dengan film Mona Lisa Smile yang menggunakan beragam sudut pandang berbeda-beda dalam mengkaji perihal perempuan. Berikut beberapa judul skripsi yang meneliti perihal perempuan melalui film Mona Lisa Smile. a. Diskursus Analisis Kritis Bias Gender dalam Film Mona Lisa Smile oleh Fisma Faradila, 2008, Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris Fakutas

7 7 Humaniora dan Budaya Universitas Islam Negeri Malang. Skripsi ini menganalisis bentuk diskriminasi oleh kaum laki-laki terhadap kaum perempuan dalam film Mona Lisa Smile. Bentuk diskrim inasi tersebut terlihat pada jenis bahasa yang diucapkan oleh pemeran utama film Mona Lisa Smile. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan menggunakan metode pengumpulan data dengan menyaksikan keseluruhan film Mona Lisa Smile, kemudian peneliti membuat daftar bahasa dari dialog Mona Lisa Smile yang mengindikasikan bias gender. Uraian tersebut menunjukkan bahwa penelitian Fisma Faradila tergolong ke dalam penelitian kritik sastra, sehingga berbeda dengan penelitian feminisme filsafati. b. Analisis Tindakan Bahasa dalam Film Mona Lisa Smile oleh Sahroni, 2012, Universitas Pamulang. Skripsi ini menjadikan film Mona Lisa Smile sebagai objek material penelitian dan Filsafat bahasa sebagai objek formal penelitian. Peneliti memberikan perhatian pada kajian pragmatis dalam penggunaan tindak tutur serta menganalisis arti dan contoh ilokusi di dalam karya sastra film Mona Lisa Smile. Teori-teori yang digunakan untuk menganalisis kajian ini adalah teori Yan Huang dan Cruse. Penelitian ini bertujuan menjelaskan contoh ilokusi dan arti dari ilokusi dalam ucapan pemeran film Mona Lisa Smile. Peneliti menggunakan kajian kualitatif untuk menganalisis data, seperti menganalisis arti dari ilokusi yang ditemukan pada dialog selamat, ucapan terimakasih, penawaran, permohonan, ancaman, penolakan, deklarasi, rasa bersalah, kesimpulan,

8 8 permintaan maaf, nasihat, dan bentuk janji. Penelitian Sahroni tersebut menunjukkan bahwa objek formal yang digunakan ialah Filsafat bahasa, sehingga berbeda dengan objek formal feminisme meskipun keduanya masih termasuk dalam kajian filsafat. c. Refleksi Semangat Feminisme dalam Pemeran Utama Film Mona Lisa Smile : Kajian Feminisme dalam Masyarakat Patriarki oleh Widya Ivani Putri, 2011, Jurusan Bahasa Inggris Fakultas Humaniora Universitas Diponegoro. Penelitian ini menganalisis sebagian besar unsur intrinsik dan ekstrinsik film Mona Lisa Smile secara cukup rinci. Penelitian ini merefleksikan semangat feminisme terutama pada pemeran utama yaitu Katherine Watson yang berjuang mengubah pola pikir konservatif dan patriarkis di Wellesley College. Penelitian ini mengkaji sebatas pada unsurunsur film dan semangat feminisme pada pemain utama, tidak menggolongkan pemeran utama ke dalam beberapa aliran feminisme. Uraian tersebut menunjukkan bahwa penelitian Ivani Putri menganalisis film Mona Lisa Smile menggunakan kajian feminisme, tetapi hanya terbatas pada satu pemeran utama. Berbeda dengan penelitian ini yang menganalisis sejumlah karakter pemeran dalam film melalui perspektif Feminisme Eksistensial Simone de Beauvoir ( ). Penelitian ini menganalisis perwujudan semangat feminisme dalam sejumlah tokoh film Mona Lisa Smile. Penelitian ini bertujuan pada analisis filosofis terhadap tantangan perempuan Wellesley dalam menunjukkan eksistensi diri dan mencapai esensi sebagaimana diungkapkan oleh Simone de Beauvoir

9 9 ( ). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian lain juga dapat dilihat dari teori yang digunakan untuk menganalisis objek material, karena penelitian yang bernuansa filosofis ini tentu berbeda dengan kajian feminisme bidang ilmu lain. Hal tersebut sebagaimana diketahui bahwa feminisme tidak hanya dipelajari dalam ranah Filsafat, tetapi juga Sastra, Antropologi, dan Sosiologi. Kajian Sastra Feminis cenderung menganalisis objek sasaran feminisme menggunakan pilihan kata dan gaya bahasa pengarang dalam karya sastra tertentu. Kajian Sosiologi Feminis lebih memandang peran perempuan dalam struktur sosial di lingkup publik. Kajian Antropologi Feminis fokus pada analisis peran perempuan yang dipengaruhi oleh ikatan nilai serta budaya di sekitarnya. Kajian Feminisme dalam ranah filsafat m enitikberatkan pada hal-hal hakiki yaitu fokus pada akar atau hakikat feminisme sebagaimana bereksistensi dengan esensi yang berarti mengambil peran dengan tetap memiliki tujuan dan prinsip berdasarkan keputusan otonomnya, tidak terpengaruh oleh trend ataupun dengan keterpaksaan. Kajian feminisme dalam ranah filsafat memandang posisi perempuan dalam mengambil keputusan dan melakukan tindakan secara mendasar sesuai prinsip esensial gerakan feminisme. Penelitian berjudul Tinjauan Feminisme Eksistensialis dalam Film Mona Lisa Smile adalah penelitian orisinal, karena secara substansial berbeda dengan penelitian lain yang juga menggunakan film Mona Lisa Smile sebagai objek material penelitian.

10 10 4. Manfaat Penelitian a. Bidang Ilmu dan Pengetahuan Penelitian ini dapat menambah ragam metode belajar, bahwa mempelajari sesuatu yang bersifat ilmiah tidak selalu identik dengan cara formal seperti membaca buku ataupun penelitian lapangan. Belajar dan mengkaji gejala sosial dapat dilakukan dengan menonton film berkualitas baik yang memiliki unsur ilmiah di dalamnya. Dengan begitu mempelajari sesuatu dapat dilakukan dalam suasana relatif santai, tetapi tetap mendapatkan ilmu dan pengetahuan. b. Bidang Ilmu Filsafat Penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi bidang ilmu Filsafat, khususnya bagi kajian studi feminisme. Hasil analisis filosofis dalam penelitian ini dapat menjadi salah sa tu referensi dan bahan diskusi berkaitan dengan gejala feminisme baik pada masa lalu maupun masa kini, baik dalam konteks Indonesia maupun luar Indonesia. Film Mona Lisa Smile memuat sejumlah dialog bermakna filosofis yang mengandung pesan bijaksana. Mona Lisa Smile yang juga menampilkan sisi sejarah perkembangan feminisme di Amerika Serikat pascaperang dunia kedua, dapat memberikan gambaran bagi kelompok studi feminisme ketika mendiskusikan situasi gerakan feminisme kala itu. c. Bidang Pembangunan Bangsa dan Negara Penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi pembangunan bangsa dan negara, khususnya dalam pembangunan karakter feminis perempuan

11 11 Indonesia. Penelitian ini menguraikan cerita film Mona Lisa Smile yang menyampaikan banyak pesan mengenai penerapan semangat feminisme dikaitkan dalam konteks pembangunan bangsa dan negara. B. Tujuan Penelitian 1. Mendeskripsikan teori feminisme eksistensial Simone de Beauvoir. 2. Menguraikan inti cerita film Mona Lisa Smile. 3. Menganalisis makna filosofis dalam cerita film Mona Lisa Smile dalam perspektif feminisme eksistensial Simone de Beauvoir. C. Tinjauan Pustaka Perempuan merupakan sesuatu yang selalu menarik untuk dikaji, baik dari segi eksistensi, karakteristik, maupun problematikanya, yang selalu timbul seiring dengan perkembangan masyarakat. Perempuan tidak mudah bagi untuk keluar dari kondisi kontruksi sosial, psikologis maupun teologis yang sudah terbentuk. Seiring dengan perkembangan zaman konsep jati diri perempuan makin menunjukan kematangan dan kedewasaan, yang mengacu pada kehendak partisipasi untuk merobohkan kontruksi pemikiran, perempuan selalu menjadi apa yang disebuat Gusti Kanjeng Ratu Hemas (1992: 1) sebagai D ewi, yang selalu dibela, tidak dapat mandiri, selalu dalam ketergantungan dan berfungsi seb agai penjaga rumah dengan segala isinya, serta menjadi pelengkap dan pemanis dalam interaksi sosial kemasyarakatan. Orang masih mempunyai pandangan bahwa perempuan dan ketergantungan merupakan dua pengertian yang sangat erat menyatu (Murniati, 2004: 102). Perempuan dalam keduduka n sebagai ibu rumah tangga dan istri

12 12 tergantung pada suami, sosial, perbedaan kelas, serta adat istiadat. Usaha kemandirian perempuan bukanlah hal baru dalam kehidupan masyarakat, yang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya masih harus bergulat dengan kejamnya alam (Hemas, 1992: 54). Film merupakan sebuah media yang menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama, lawak, dan sajian teknis lainnya kepada masyarakat umum. Film sebagai media massa juga merupakan satu bentuk teks kultural dimana d i dalam film tersebut direkam kejadian sesuai dengan keadaan pada saat itu, seperti budaya yang ada pada tahun 1980-an digambarkan dengan pakaian yang berwarna cerah, tema film yang diangkat mengarah ke percintaan mahasiswa, simbol-simbol itulah yang dianggap sebagai cultural text. Film memiliki predikat sebagai gender regime yakni bentuk pengkelasan hal yang sama namun di tempat yang berbeda, misalnya ialah perempuan digambarkan sebagai seorang yang berkuasa di sekolah namun ketika digambarkan di rumah justru menjadi anak yang penurut (Nugroho, 2002: 4 dan 13). Film sebagai media komunikasi yang merepresentasikan realitas kehidupan sering pula dipahami sebagai sebuah teks seperti dike mukakan Roland Barthes ( ) karena di dalamnya terkandung tanda, kode, atau bahasa. Teks di sisni bukan sekadar sebagai naskah, tetapi jalinan atau rangkaian tandatanda yang mengandung makna, dengan mengaitkan pada orang yang memanfaatkannya serta realitas eksternal yang dijadikan titik acuan teks dan pemakainya (Prasetyo, 2001, 44).

13 13 Perkembangan film tidak terlepas dari aspek produksi, distribusi, dan konsumsi. Film menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama, lawak, dan kajian teknis lainnya kepada masyarakat umum. Produksinya film pada dasarnya merupakan proses pengalihan dari bahan mentah menjadi sebuah produk melalui pengaplikasian perangkat keras dan faktor manusia. Produksi film ini akan berkaitan dengan keseluruhan konteks sosial yang melingkupinya. Konteks sosial ini yang akan memengaruhi produksi film, sehingga ide cerita film biasanya berasal dari kejadian sehari-hari, pengalaman pembuat, serta sistem intelektual mereka sebagai bagian dari aspek keberadaan manusia (Herman, 1975: 10). Film Mona Lisa Smile menampilkan situasi pada tahun 1953 di New England, Amerika Serikat. Mona Lisa Smile dibuat dengan tujuan agar pasangan yang berpisah setelah Perang Dunia II dapat bersatu kembali. Munculnya ekonomi global menimbulkan lebih ba nyak orang yang lebih kaya daripada sebelum masa perang dan 'tidak cukup anak, tidak cukup dewasa', yang masih tinggal di rumah, banyak remaja memiliki waktu lebih bebas dibandingkan sebelum perang. Ledakan media massa dalam bentuk televisi, majalah dan musik pop memicu pertumbuhan besar pasar komersia l. Produser film Mona Lisa Smile Elaine Goldsmith-Thomas mengatakan: "Kostum dalam film ini adalah sebuah metafora untuk cerita, dasar dan korset mendikte ideal feminin yang didefinisikan tahun 1950-an (Robert, 2004: 11). Tuntutan akan hak-hak perempuan pada 1953 di seluruh dunia telah marak, tetapi di Amerika Serikat masih ada kerusuhan sipil karena bentuk lain dari ketimpangan: rasisme dan pemisahan. Hukum sebelum sampai 1965,

14 14 melarang segregasi kulit putih dan kulit hitam. Film Mona Lisa Smile memuat karakter etnis yang terlihat oleh ketidakhadiran mereka (Robert, 2004: 4). Hal tersebut ditunjukkan dalam satu adegan film pada bagian ketika Katherine Watson mengobrol dengan seorang pegawai Wellesley College. Pegawai tersebut mengatakan bahwa tidak semua pejabat Wellesley menginginkan pengajar baru di Wellesley College, tetapi karena Katherine Watson adalah satu-satunya pelamar kulit putih dan pelamar lain orang kulit hitam maka Katherine diterima mengajar di Wellesley College. Film Mona Lisa Smile menampilkan perempuan Wellesley yang mendapatkan pelajaran tata cara mempersiapkan makan malam untuk bos suami mereka. Hal itu menunjukkan, ilmu-ilmu tradisional telah menempatkan 'laki-laki' sebagai subjek (Robert, 2004: 7). Film Mona Lisa Smile menarik menjadi bahan diskusi dan kajian filosofis karena menampilkan semangat dan nilai-nilai feminisme melalui karakter sejumlah tokoh dalam film. Mona Lisa Smile pun menampilkan sejumlah pemeran utama peraih penghargaan film Academy Award yaitu Julia Roberts. Penggambaran gender dalam media telah memunculkan dua wacana diskriminatif dan tendensius. Pertama, perempuan didefinisikan melalui tubuh, anggota tubuh, serta hubungan fisiknya dengan makhluk lain. Kedua, perempuan adalah pasif dan agen untuk selalui dikenai tindakan. Dua wacana tersebut secara simbolis dan historis menghapus jejak partisipasi dan pencapaian perempuan dalam lingkup publik (Baliey, 1995: 33).

15 15 Impian perempuan pada masa setelah Perang Dunia II bukan mengejar karier dan pekerjaan, tetapi menikah, mempunyai anak yang banyak dan tinggal di suburban dengan rumah yang indah. Betty Freidan dalam buku berjudul The Feminine Mystique, Bab I menjelaskan bahwa setelah PD II muncul the American Dream yang dimunculkan oleh media massa. Impian yang disamaratakan untuk seluruh perempuan sebenarnya adalah bentuk pengekangan terhadap eksistensi perempuan, karena mereka hanya dijadikan objek. Perempuan banyak yang termakan oleh konstruksi yang dibangun berdasarkan pemikiran laki-laki. Perempuan ingin menjadi perempuan yang mereka lihat di televisi dan media cetak, tetapi ketika mereka mencapai tahap dimana mereka memiliki banyak anak, suami yang mapan dan rumah yang indah maka mereka merasa tidak menjadi diri sendiri (Freidan, 1995: 48). Hal tersebut sejalan dengan teori feminisme eksistensial Simone de Beauvoir ( ) yaitu perempuan juga memiliki kesempatan untuk mencapai esensi setelah bereksistensi, artinya jika perempuan meniru model ideal seperti perempuan di media masa maka perempuan belum mendapatkan esensinya. Eksistensialisme seorang perempuan menjadi terkekang dan hilang karena dibatasi oleh laki-laki. Teori yang disebutkan sebelumnya menjelaskan bahwa perempuan mendapat opresi atau tekanan dari laki-laki karena laki-laki ingin terus menjadi superior untuk tetap mempertahankan diri, sehingga Liyan perempuan hanya dijadikan objek. Hal itu juga didukung oleh pendidikan, institusi, keluarga, dan masyarakat yang menganut pola pikir patriarki. Seorang perempuan pada

16 16 akhirnya tidak dapat keluar dari persoalan dalam dirinya karena pola pikir patriarkis mengekangnya untuk menjadi berbeda (Dewi, 2011: 8). Beauvoir berpendapat bahwa tidak ada manusia yang dilahirkan sebagai perempuan. Seseorang dianggap sebagai perempuan karena proses yang dijalaninya bukan suratan biologis, psikologis, atau ekonomis yang menentukan sosok manusia perempuan ada dalam masyarakat. Peradaban sebagai satu kesatuanlah yang melahirkan perempuan, di tengah kejantanan dan impotensi yang digambarkan sebagai feminin (Beauvoir, 2003: 3). Simone de Beauvoir ( ) memulai pertanyaan dalam memulai diskusinya mengenai Apa itu perempuan? pada umumnya orang akan menjawab perempuan adalah rahim kandungan. Definisi tersebut merujuk pada fungsi biologis perempuan yang membedakan perempuan dengan laki-laki. Beauvoir dalam buku The Second Sex bab II menjelaskan secara lugas gambaran proses reproduksi serta fungsi biologis laki-laki dan perempuan, kemudian Beauvoir menjadikan penjelasan tersebut sebagai dasar dalam pembentukan definisi kedua jenis kelamin. Perempuan memiliki rahim, uterus, dan ovarium sementara laki-laki memiliki sperma dan penis. Perempuan dan laki-laki dalam melestarikan keturunannya melakukan hubungan seksual. Laki-laki mengeluarkan sperma dari penis, kemudian sperma mengalir ke dalam uterus yang menjadi tempat ovum menunggu untuk dibuahi. Fakta alamiah tersebut menunjukkan bahwa posisi alat reproduksi perempuan pasif, sementara laki-laki aktif karena perempuan

17 17 menunggu untuk dibuahi sementara laki-laki aktif bergerak (Beauvoir, 1949: 16-17). D. Landasan Teori Feminisme berasal dari kata latin femina yang berarti memiliki sifat keperempuanan. Feminisme secara umum merupakan gerakan perempuan untuk menuntut dan menegakkan hak-hak yang selayaknya mereka dapatkan. Feminisme adalah gerakan berbeda baik secara kultural maupun historis. Tujuan dan gerakan feminisme pun mendapatkan dukungan masyarakat seluruh dunia (Gamble, 2010: 297). Gerakan feminisme adalah gerakan transformasi sosial, artinya suatu gerakan feminis merupakan perjuangan dalam rangka mentransformasikan sistem dan struktur yang tidak adil, menuju ke sistem yang adil bagi perempuan maupun laki-laki (Nugroho, 2011: 31). Feminisme eksistensialis Simone de Beauvoir ( ) berangkat dari kesadaran tentang budaya patriarki yang tidak memberikan keuntungan bagi perempuan. Perempuan tidak mendapatkan hak secara adil sebagaimana diperoleh laki-laki. Beauvoir mengkritik bahwa setiap orang, tidak peduli laki-laki atau perempuan lahir tanpa esensi. Perempuan dan laki-laki harus berusaha mendeskripsikan subjektivitas diri masing-masing. Manusia selama berproses mendeskripsikan diri, kesempatan yang diterima perempuan dan laki-laki haruslah sama. Beauvoir ( ) dalam The Ethics of Ambiguity menyatakan bahwa setiap orang sepenuhnya milik

18 18 dirinya sendiri. Orang lain dapat menasihati seseorang, tetapi tidak satu pun dari mereka yang menasihati mampu menunjukkan kekuasaannya (Martin, 2003: 32). Simone de Beauvoir ( ) berusaha mencari jawaban mengapa laki-laki sampai dinamai Diri sedangkan perempuan Liyan. Beauvoir kemudian berspekulasi bahwa dengan memandang dirinya sebagai subjek yang mampu mempertaruhkan nyawanya dalam pertempuran, laki-laki memandang perempuan sebagai objek yang hanya mampu memberi kehidupan (Rollins, 1996: 48). Pergerakan feminisme eksistensialis memang bukan merupakan sebuah pergerakan besar, tetapi tokoh-tokoh feminisme eksistensialis berperan besar dalam menyadarkan perempuan menemukan jati diri mereka. Beauvoir berpendapat bahwa melalui karya sastra dapat terlihat bukti laki-laki menguasai perempuan dan menciptakan mitos itu sebagai refleksi akurat dari makna menjadi perempuan. Simone de Beauvoir ( ) berangkat dari pemikiran being for others, mencetuskan pemikiran mengenai women s power yang mengobarkan semangat kaum perempuan agar bangkit dan tidak terus-menerus menjadi liyan bagi laki-laki, tetapi perempuan pun harus dapat menempatkan diri sebagai diri. Beauvoir berpendapat bahwa perempuan dan laki-laki yang lahir tanpa esensi, oleh sebab itu perempuan tidak harus menjadi objek bagi laki-laki yang menjadikan keinginan laki-laki terwujud. Perempuan dapat menjadi subjek, dapat terlibat dalam kegiatan positif di dalam masyarakat. Perempuan s ebagaimana lakilaki, lebih merupakan subjek dibandingkan objek, dengan begitu sudah saatnya laki-laki menyadari fakta ini (Tong, 2006: ).

19 19 Konsep Jean Paul Sartre ( ) yang paling dekat dengan feminisme adalah etre pour les autres. Ini adalah filsafat yang melihat relasi-relasi antarmanusia. Sayangnya, relasi antara perempuan dengan laki-laki menunjukkan bahwa laki-laki mengobjekkan perempuan dan memandang perempuan sebagai the other. Laki-laki mendapatkan sebutan self, sedangkan perempuan the other. Akibatnya timbul suatu kesan apabila laki-laki ingin bebas maka harus mengsubordinasi perempuan, sehingga posisi perempuan pun terancam oleh lakilaki. E. Metode Penelitian 1. Model Penelitian Model penelitian filsafat yang digunakan dalam penelitian ini adalah historis faktual mengenai naskah atau buku yang ditampilkan dalam bentuk film populer. Naskah berupa dialog dalam film menjadi objek material penelitian. Naskah dan film tidak dipandang dalam sudut pandang nilai sastra, atau menurut arti politis atau budaya, tetapi dipandang sejauh mengandung visi mengenai hakikat manusia, dunia, dan Tuhan (Bakker dan Charris Zubair, 1990: 67). Hal tersebut sebagaimana objek material penelitian yaitu cerita dalam film Mona Lisa Smile yang dianalisis secara filosofis, tidak dianalisis menggunakan kajian kritik sastra, feminisme sosiologi, ataupun antropologi feminis. Selain itu, analisis penelitian ini mengarah pada pembahasan terkait hakikat eksistensi perempuan yang selama hidupnya berupaya mencapai esensi dengan melibatkan subjek otonom sebagaimana diungkapakan oleh Simone de Beauvoir ( ). Beauvoir pun dalam mengemukakan teori feminisme eksistensial tergolong

20 20 memiliki pemikiran filosofis karena Beauvoir memulai diskusi perihal perempuan dengan mempertanyakan definisi perempuan secara hakiki. Dengan begitu, teori feminsime eksistensial Beauvoir dapat digunakan untuk menganalisis objek material secara filosofis. 2. Bahan dan Materi Penelitian Bahan dan materi penelitian berfungsi sebagai sumber penting dalam pengambilan data. Proses pengambilan data didapatkan dengan memahami isi cerita film Mona Lisa Smile serta naskah yang digunakan dalam dialog film Mona Lisa Smile, selain itu, dilakukan studi pustaka pada buku, jurnal, majalah, ataupun koran yang mengulas film Mona Lisa Smile. Penelitian kepustakaan ini menggunakan bahan dan materi penelitian melalui penelusuran pustaka yang membahas tema terkait objek formal dan objek material penelitian yaitu sumber pustaka yang mengulas film Mona Lisa Smile serta membahas teori feminisme eksistensial Simone de Beauvoir ( ). Bahan dan materi penelitian terdiri dari dua bagian yaitu sebagai berikut. a. Sumber Primer 1) Film Mona Lisa Smile karya Mike Newell. 2) Naskah Film Mona Lisa Smile karya Lawrence Konner dan Mark Rosenthal. 3) Buku Study Guide Film Education Film Mona Lisa Smile karya Rachel Robert.

21 21 b. Sumber Sekunder 1) Skripsi yang berkaitan dengan tema penelitian ini dan menggunakan objek material serta objek formal penelitian serupa dengan penelitian ini. 2) Buku, artikel, karya ilmiah, surat kabar, jurnal, dan media jenis lain yang mengulas film Mona Lisa Smile dan kajian feminisme eksistensial. 3. Teknik Pengambilan Data Teknik pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ialah menonton keseluruhan film Mona Lisa Smile sejak awal hingga akhir. Setelah selesai menonton film, bagian-bagian cerita film diklasifikasikan sesuai urutan pertama hingga terakhir. Penulisan bagian-bagian cerita tersebut, apabila ada hal penting yang menjadi bahan analisis maka langsung dicatat agar ketika proses analisis data berlangsung dapat dilakukan secara rinci. Penulisan pembagian cerita selesai, mulai lah disusun draft cerita dalam film sesuai Bab III yaitu penokohan, setting, alur, dan konflik dalam film Mona Lisa Smile. 4. Jalan Penelitian Jalan penelitian ini melalui beberapa tahap secara berurutan dan sistematis. Pertama, peneliti mempersiapkan keperluan alat, bahan, dan materi penelitian seperti buku, majalah, surat kabar, jurnal, ataupun karya tulis lain yang mengulas film Mona Lisa Smile dan teori fem inisme eksistensial Simone de Beauvoir ( ). Kedua, peneliti melakukan

22 22 penelitian dengan menonton film Mona Lisa Smile secara cermat dan menyeluruh sembari mencatat poin-poin penting yang menjadi acuan untuk menjawab rumusan masalah penelitian. Ketiga, peneliti melakukan analisis serta pengklasifikasian data yang didapatkan dari hasil menonton film sembari mencocokkan dengan referensi ilm iah yang memuat kutipan atau pernyataan pendukung hasil analisis. Keempat, seluruh data yang telah dianalisis sesuai klasifikasi kemudian dianalisis lagi secara utuh. Kelima, seluruh data yang telah dianalisis kemudian dibaca ulang agar kekurangan dan kesalahan penulisan baik secara teknis maupun substansial dapat segera diperbaiki. Keenam, hasil penelitian kemudian disimpulkan dan seluruh bagian penelitian disusun sesuai format penulisan skripsi S1 Ilmu Filsafat Universitas Gadjah Mada. 5. Teknik Pengolahan Data Model analisis data dalam penelitian ini merujuk pada buku Metodologi Penelitian Filsafat karangan Anton Bakker dan Achmad Charris Zubair (1994) dengan metode Hermeneutika Filosofis menggunakan unsur-unsur metodis sebagai berikut: a. Deskripsi Seluruh hasil penelitian dibahasakan agar menjadi kesatuan mutlak antara bahasa dan pikiran seperti halnya antara badan dan jiwa. Sebagaimana dalam ilmu sosial diberikan pendekripsian kasus konkret, demikian juga dalam penelitian filsafat disajikan deskripsi

23 23 objek, kasus, dan situasi secara cermat agar pembahasan dalam penelitian dapat dipahami dengan jelas (Bakker, 1994: 54). b. Interpretasi Setiap penelitian dalam pelaksanaannya melibatkan peneliti berhadapan dengan kenyataan yang dapat berupa fakta, peristiwa, ataupun data. Peneliti harus berupaya menginterpretasikan arti, nilai, makna pada tiga kenyataan tersebut karena filsuf tidak hanya memahami sesuatu dari sisi biologis dan ekonomis, tetapi juga sisi estetis, filsafat sosial, religius, dan filsafat moral (Bakker, 1994: 42). c. Refleksi Metode analisis reflektif dalam kajian filsafati tidak terbatas pada studi antropologi, sosiologi, ataupun historis. Metode refleksi ini menganalisis persoalan secara filosofis yakni sejauh berhubungan langsung dengan hakikat manusia menurut pemahaman dan keyakinan pribadi. Peneliti dapat membentuk konsepsi pribadi tentang manusia, dunia, dan Tuhan, meneliti struktur dan norma yang lebih dasariah dibandingkan yang dapat dicapai metode ilmu eksata serta ilmu sosial (Bakker, 1994: 97-99).

24 24 F. Hasil Yang Dicapai 1. Deskripsi teori feminisme eksistensial Simone de Beauvoir. 2. Deskripsi film Mona Lisa Smile sebagai satu alternatif dalam studi ataupun diskusi terkait tema feminisme. 3. Menemukan makna filosofis dalam cerita film Mona Lisa Smile dalam perspektif feminisme eksistensial Simone de Beauvoir. G. Sistematika Penulisan BAB I: Bab I berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, hasil yang akan dicapai, dan sistematika penulisan. BAB II: Bab II berisi pembahasan objek formal penelitian yaitu mendeskripsikan teori feminisme eksistensial Simone de Beauvoir. BAB III: Bab III berisi pembahasan objek material penelitian yang meliputi uraian inti cerita Mona Lisa Smile dengan menuliskan latar belakang pembuatan film, penokohan, setting, alur, dan konflik film Mona Lisa Smile.

25 25 BAB IV: Bab IV berisi analisis filosofis film Mona Lisa Smile ditinjau melalui teori feminisme eksistensial Simone de Beauvoir. BAB V: Bab V berisi penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran terkait dengan relevansi pesan feminisme dalam film Mona Lisa Smile dengan perwujudan nyata semangat feminisme perempuan.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL. Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL. Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL 2.1. Tinjauan Pustaka Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum pernah ditulis di penelitian-penelitian di Kajian Wanita Universitas Indonesia.

Lebih terperinci

BAB 4 KESIMPULAN Citra Tokoh Utama Perempuan die Kleine sebagai Subordinat dalam Novel RELAX karya Henni von Lange RELAX RELAX

BAB 4 KESIMPULAN Citra Tokoh Utama Perempuan die Kleine sebagai Subordinat dalam Novel RELAX karya Henni von Lange RELAX RELAX BAB 4 KESIMPULAN Berdasarkan teori yang sudah dipaparkan dalam bab dua dan analisis yang telah dilakukan dalam bab tiga, maka kesimpulan dari skripsi yang berjudul Citra Tokoh Utama Perempuan die Kleine

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra menggambarkan jiwa masyarakat. Karya sastra sebagai interpretasi kehidupan, melukiskan perilaku kehidupan manusia yang terjadi dalam masyarakat. Segala

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional ( 2005:588), konsep didefenisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana hitam sering identik dengan salah dan putih identik dengan benar. Pertentangan konsep

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah On ne naît pas femme: on le devient seorang perempuan tidak lahir perempuan, tetapi menjadi perempuan ujar Beauvoir dalam bukunya yang terkenal Le Deuxième

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 318 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan Berdasarkan capaian hasil penelitian dan pembahasan seperti yang tertuang pada bab IV, bahwa penelitian ini telah menghasilkan dua analisis, pertama

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Hasil analisis yang penulis lakukan tehadap novel Namaku Hiroko karya N.H.

BAB IV PENUTUP. Hasil analisis yang penulis lakukan tehadap novel Namaku Hiroko karya N.H. BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Hasil analisis yang penulis lakukan tehadap novel Namaku Hiroko karya N.H. Dini mengenai kepemilikan tubuh perempuan yang dikaji dengan menggunakan teori yang dikemukakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui berbagai kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai lingkungan fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan kesempatan tersebut terjadi baik

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Sebagai sistem yang memihak kepada laki-laki, patriarki telah membuat

BAB IV KESIMPULAN. Sebagai sistem yang memihak kepada laki-laki, patriarki telah membuat BAB IV KESIMPULAN Sebagai sistem yang memihak kepada laki-laki, patriarki telah membuat perempuan mengalami opresi di berbagai aspek kehidupan. Ideologi patriarki tersebar begitu luas dan kekuatannya pun

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini pada akhirnya menemukan beberapa jawaban atas persoalan yang ditulis dalam rumusan masalah. Jawaban tersebut dapat disimpulkan dalam kalimat-kalimat sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun lalu. Penelitian terhadap karya sastra penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ataupun perasaan seseorang dari apa yang dialaminya. Ekspresi kreatif tersebut

BAB I PENDAHULUAN. ataupun perasaan seseorang dari apa yang dialaminya. Ekspresi kreatif tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan ekspresi kreatif untuk menuangkan ide, gagasan, ataupun perasaan seseorang dari apa yang dialaminya. Ekspresi kreatif tersebut akan senantiasa

Lebih terperinci

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang melahirkan aliran feminisme, yakni: 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik * *Tokoh : Robert Merton & Talcott Parsons. *Teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan berdasarkan imajinasi dan berlandaskan pada bahasa yang digunakan untuk memperoleh efek makna tertentu guna mencapai efek estetik. Sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk realita dari hasil imajinasi dan pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana ekspresi pengarang saja,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dan Eksploitasi Wanita dalam Novel The Lost Arabian Women karya Qanta A.

BAB II KAJIAN TEORI. dan Eksploitasi Wanita dalam Novel The Lost Arabian Women karya Qanta A. BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Penelitian yang Relevan Sebelumnya Kajian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang telah dilakukan oleh Nikmawati yang berjudul Perlawanan Tokoh Terhadap Diskriminasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. The Great queen Seondeok dan kemudian melihat relasi antara teks tersebut

BAB III METODE PENELITIAN. The Great queen Seondeok dan kemudian melihat relasi antara teks tersebut BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian Tipe Penelitian ini adalah kualitatif eksploratif, yakni penelitian yang menggali makna-makna yang diartikulasikan dalam teks visual berupa film serial drama

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. memfokuskan pada Ideologi Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Surga Yang Tak

BAB V PENUTUP. memfokuskan pada Ideologi Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Surga Yang Tak BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Novel Surga Yang Tak Dirindukan adalah karya Asma Nadia. Penelitian ini memfokuskan pada Ideologi Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Surga Yang Tak Dirindukan Karya Asma Nadia Kajian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini film dan kebudayaan telah menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Film pada dasarnya dapat mewakili kehidupan sosial dan budaya masyarakat tempat

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai rancangan penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lurus. Mereka menyanyikan sebuah lagu sambil menari. You are beautiful, beautiful, beautiful

BAB I PENDAHULUAN. lurus. Mereka menyanyikan sebuah lagu sambil menari. You are beautiful, beautiful, beautiful BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada suatu scene ada 9 orang perempuan dengan penampilan yang hampir sama yaitu putih, bertubuh mungil, rambut panjang, dan sebagian besar berambut lurus.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam masalah kehidupan manusia secara langsung dan sekaligus.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam masalah kehidupan manusia secara langsung dan sekaligus. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra hadir sebagai wujud nyata hasil imajinasi dari seorang penulis. Penciptaan suatu karya sastra bermula dari pengalaman batin pengarang yang dikontruksikan

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik 68 BAB IV KESIMPULAN Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik (ekonomi) merupakan konsep kesetaraan gender. Perempuan tidak selalu berada dalam urusan-urusan domestik yang menyudutkannya

Lebih terperinci

2015 ANANLISIS NILAI MORAL PAD A TOKOH UTAMA RED A D ALAM FILM LE GRAND VAJAGE(LGU) KARYA ISMAEL FERROUKHI

2015 ANANLISIS NILAI MORAL PAD A TOKOH UTAMA RED A D ALAM FILM LE GRAND VAJAGE(LGU) KARYA ISMAEL FERROUKHI BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masalah Peran bahasa asing sangatlah penting dalam menunjang eksistensi para insan pendidikan di era globalisasi ini. Tidak bisa dipungkiri, agar menjadi pribadi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Dalam penelitian ini, peneliti meneliti mengenai pemaknaan pasangan suami-istri di Surabaya terkait peran gender dalam film Erin Brockovich. Gender sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan secara luas oleh pengarang melalui pemikiran-pemikiran yang menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan secara luas oleh pengarang melalui pemikiran-pemikiran yang menjadikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan sebuah bentuk dari gambaran realita sosial yang digambarkan secara luas oleh pengarang melalui pemikiran-pemikiran yang menjadikan suatu objek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tercipta sebagai reaksi dinamika sosial dan kultural yang terjadi dalam masyarakat. Terdapat struktur sosial yang melatarbelakangi seorang pengarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang penelitian. Ruang lingkup penelitian dibatasi pada unsur intrinsik novel, khususnya latar dan objek penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengetahui pandangan budaya dalam suatu masyarakat, tidak hanya didapatkan dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang bersangkutan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dilihat pada penyajian sampul-sampul buku karya sastra yang hampir selalu menjadikan sketsa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dilihat pada penyajian sampul-sampul buku karya sastra yang hampir selalu menjadikan sketsa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perempuan menjadi salah satu objek pembahasan yang menarik di dalam karya sastra. Perempuan bahkan terkadang menjadi ikon nilai komersil penjualan karya sastra. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud,

BAB I PENDAHULUAN. secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, perasaan, dan pendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. genre-genre yang lain. Istilah prosa sebenarnya dapat menyaran pada pengertian

BAB I PENDAHULUAN. genre-genre yang lain. Istilah prosa sebenarnya dapat menyaran pada pengertian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia kesastraan mengenal prosa sebagai salah satu genre sastra di samping genre-genre yang lain. Istilah prosa sebenarnya dapat menyaran pada pengertian yang lebih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra selain dapat dikatakan sebuah karya seni dalam bentuk tulisan

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra selain dapat dikatakan sebuah karya seni dalam bentuk tulisan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra selain dapat dikatakan sebuah karya seni dalam bentuk tulisan juga dapat dikatakan sebagai hasil pemikiran manusia tentang penggambaran kenyataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu berupa akal, cipta, rasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan ketertarikan terhadap masalah manusia serta kehidupan sosialnya atau keinginannya

BAB I PENDAHULUAN. dan ketertarikan terhadap masalah manusia serta kehidupan sosialnya atau keinginannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesusastraan ditulis karena motivasi manusia mengekspresikan dirinya sendiri dan ketertarikan terhadap masalah manusia serta kehidupan sosialnya atau keinginannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia hidup berbudaya dan berkomunikasi. Salah satu cara manusia untuk berkomunikasi yaitu melalui sastra. Sastra merupakan salah satu

Lebih terperinci

Gambar 1.1 : Foto Sampul Majalah Laki-Laki Dewasa Sumber:

Gambar 1.1 : Foto Sampul Majalah Laki-Laki Dewasa Sumber: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Menurut Widyokusumo (2012:613) bahwa sampul majalah merupakan ujung tombak dari daya tarik sebuah majalah. Dalam penelitian tersebut dideskripsikan anatomi sampul

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Paradigma menurut Nyoman Kutha Ratna (2011:21) adalah seperangkat keyakinan mendasar, pandangan dunia yang berfungsi untuk menuntun tindakantindakan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkaitan erat dengan berbagai aspek kehidupan. Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkaitan erat dengan berbagai aspek kehidupan. Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah homo pluralis yang memiliki cipta, rasa, karsa, dan karya sehingga dengan jelas membedakan eksistensinya terhadap makhluk lain. Karena memiliki

Lebih terperinci

Sumardjo & Saini (1994: 3) mengungkapkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi

Sumardjo & Saini (1994: 3) mengungkapkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Relasi antara Sastra, Kebudayaan, dan Peradaban Sumardjo & Saini (1994: 3) mengungkapkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman,

Lebih terperinci

Mengenal Ragam Studi Teks: Dari Content Analysis hingga Pos-modernisme. (Bahan Kuliah Metodologi Penelitian)

Mengenal Ragam Studi Teks: Dari Content Analysis hingga Pos-modernisme. (Bahan Kuliah Metodologi Penelitian) Mengenal Ragam Studi Teks: Dari Content Analysis hingga Pos-modernisme (Bahan Kuliah Metodologi Penelitian) Seiring dengan perkembangan paradigma interpretivisme dan metodologi penelitian lapangan (f ield

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam masyarakat. Kehidupan sosial, kehidupan individu, hingga keadaan psikologi tokoh tergambar

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana.

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana. BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana. Relevansi Dalam perkuliahan ini mahasiswa diharapkan sudah punya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Semi, 2008:8).Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah tentang sistem pendidikan nasional, dirumuskan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah tentang sistem pendidikan nasional, dirumuskan bahwa: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian terpenting dalam hidup manusia, pendidikan dapat dilakukan secara formal maupun non formal. Menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah titipan Yang Mahakuasa. Seorang anak bisa menjadi anugerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah titipan Yang Mahakuasa. Seorang anak bisa menjadi anugerah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah titipan Yang Mahakuasa. Seorang anak bisa menjadi anugerah sekaligus ujian untuk orangtuanya. Dalam perkembangannya pendidikan terhadap anak merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang mengamati realitas. Pernyataan ini pernah

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang mengamati realitas. Pernyataan ini pernah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra, dalam hal ini novel, ditulis berdasarkan kekayaan pengalaman pengarang mengamati realitas. Pernyataan ini pernah diungkapkan oleh Teeuw (1981:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan oleh masyarakat kadang-kadang masih dianggap sebagai manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan tidak lebih penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerja dan itu menjadi penanda waktu yang beremansipasi.

BAB I PENDAHULUAN. pekerja dan itu menjadi penanda waktu yang beremansipasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan dalam televisi senantiasa hanya mempertentangkan antara wanita karir dan menjadi ibu-ibu rumah tangga. Dua posisi ini ada didalam lokasi yang berseberangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Karya sastra lahir karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat ide, pikiran, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu membedakan karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bandingan melibatkan studi teks-teks antarkultur atau budaya. Terdapat hal penting yang merupakan pola hubungan kesastraan. Bagian tersebut seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya zaman ilmu komunikasi dan teknologi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya zaman ilmu komunikasi dan teknologi dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangnya zaman ilmu komunikasi dan teknologi dalam kehidupan manusia saat ini, media komunikasi yang paling banyak digunakan oleh seseorang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan problematika yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan hasil pekerjaan seni kreasi manusia. Sastra dan manusia erat

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan hasil pekerjaan seni kreasi manusia. Sastra dan manusia erat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil pekerjaan seni kreasi manusia. Sastra dan manusia erat kaitannya karena pada dasarnya keberadaan sastra sering bermula dari persoalan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. dalam kehidupan masyarakat. Gaya hidup yang menjadi pilihan bebas bagi

BAB VI KESIMPULAN. dalam kehidupan masyarakat. Gaya hidup yang menjadi pilihan bebas bagi BAB VI KESIMPULAN Kajian media dan gaya hidup tampak bahwa pengaruh media sangat besar dalam kehidupan masyarakat. Gaya hidup yang menjadi pilihan bebas bagi masyarakat tidak lain merupakan hasil dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tergantung dari perubahan sosial yang melatarbelakanginya (Ratna, 2007: 81). Hal

BAB I PENDAHULUAN. tergantung dari perubahan sosial yang melatarbelakanginya (Ratna, 2007: 81). Hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra adalah sistem semiotik terbuka, karya dengan demikian tidak memiliki kualitas estetis intrinsik secara tetap, melainkan selalu berubah tergantung dari

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, suatu metode analisis dengan penguraian secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengisi jabatan tertentu di dalam suatu negara. Bagi negara yang menganut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengisi jabatan tertentu di dalam suatu negara. Bagi negara yang menganut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum merupakan suatu sarana untuk memilih orang agar dapat mengisi jabatan tertentu di dalam suatu negara. Bagi negara yang menganut sistem demokrasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya (Iswanto

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya (Iswanto BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya (Iswanto dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan seni dan karya yang sangat berhubungan erat dengan ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka karya sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran kaum perempuan Indonesia dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam menegakkan NKRI dipelopori

Lebih terperinci

ABSTRAK. Munculnya berbagai kasus kasus seperti pemerkosaan diangkot, kekerasan

ABSTRAK. Munculnya berbagai kasus kasus seperti pemerkosaan diangkot, kekerasan ABSTRAK JUDUL : Analisis Bingkai: Objektifikasi Perempuan dalam Buku Sarinah NAMA : Yudha Setya Nugraha NIM : D2C009030 Munculnya berbagai kasus kasus seperti pemerkosaan diangkot, kekerasan dalam rumah

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memenuhi hal-hal

Lebih terperinci

BAB 2 RESENSI DAN RESEPSI SASTRA

BAB 2 RESENSI DAN RESEPSI SASTRA 8 BAB 2 RESENSI DAN RESEPSI SASTRA Resensi atas karya sastra berkaitan erat dengan resepsi sastra. Resensi-resensi karya sastra di surat kabar dapat dijadikan sasaran penelitian resepsi sastra. Dalam bab

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. historisnya, dipersoalkan oleh pemeluk agama, serta

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. historisnya, dipersoalkan oleh pemeluk agama, serta BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Praktik poligami dalam bentuk tindakan-tindakan seksual pada perempuan dan keluarga dekatnya telah lama terjadi dan menjadi tradisi masyarakat tertentu di belahan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Analisis melalu komponen-komponen visual yang ditemukan pada karakter sticker LINE messenger Chocolatos pada tataran denotatif dan konotatif telah selesai dijelaskan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masyarakat hidup secara berkelompok dalam suatu kesatuan sistem sosial atau organisasi. Salah satu bidang dalam organisasi yaitu bidang politik (Wirawan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Menurut Bogdan dan Taylor (1975) dalam Moleong

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Hari-hari di Rainnesthood..., Adhe Mila Herdiyanti, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Hari-hari di Rainnesthood..., Adhe Mila Herdiyanti, FIB UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah bentuk tiruan kehidupan yang menggambarkan dan membahas kehidupan dan segala macam pikiran manusia. Lingkup sastra adalah masalah manusia, kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada semua masyarakat (Chamamah-Soeratno dalam Jabrohim, 2003:9). Karya sastra merupakan

Lebih terperinci

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan BAB VI SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan analisis data, hasil analisis, dan pembahasan dapat disimpulkan dari cerpen Indonesia pengarang perempuan dekade 1970-2000-an beberapa hal berikut. Struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pandangan pengarang terhadap fakta-fakta atau realitas yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pandangan pengarang terhadap fakta-fakta atau realitas yang terjadi dalam digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai karya sastra, novel muncul sebagai sebuah representasi atau pandangan pengarang terhadap fakta-fakta atau realitas yang terjadi dalam

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Pertama, poligami direpresentasikan oleh majalah Sabili, Syir ah dan NooR dengan

BAB VI KESIMPULAN. Pertama, poligami direpresentasikan oleh majalah Sabili, Syir ah dan NooR dengan BAB VI KESIMPULAN 6.1 Kesimpulan Hasil analisa wacana kritis terhadap poligami pada media cetak Islam yakni majalah Sabili, Syir ah dan NooR ternyata menemukan beberapa kesimpulan. Pertama, poligami direpresentasikan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan paradigma kritis. Paradigma kritis menyajikan serangkaian metode dan perspektif yang memungkinkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti baik dan sastra (dari bahasa Sansekerta) berarti tulisan atau karangan. Dari pengertian

Lebih terperinci

MISTIFIKASI MITOS PSIKOLOGIS PEREMPUAN DALAM CERITA KECIL- KECIL PUNYA KARYA (KKPK) KARYA PENULIS PEREMPUAN ANAK

MISTIFIKASI MITOS PSIKOLOGIS PEREMPUAN DALAM CERITA KECIL- KECIL PUNYA KARYA (KKPK) KARYA PENULIS PEREMPUAN ANAK MISTIFIKASI MITOS PSIKOLOGIS PEREMPUAN DALAM CERITA KECIL- KECIL PUNYA KARYA (KKPK) KARYA PENULIS PEREMPUAN ANAK Ari Ambarwati PBSI-FKIP Universitas Islam Malang a.arianya@gmail.com Abstrak Kemunculan

Lebih terperinci

METODE PEMBELAJARAN BAHASA SASTRA Prosedur dan Kultur. Meyridah SMAN Tambang Ulang, Tanah Laut

METODE PEMBELAJARAN BAHASA SASTRA Prosedur dan Kultur. Meyridah SMAN Tambang Ulang, Tanah Laut METODE PEMBELAJARAN BAHASA SASTRA Prosedur dan Kultur Meyridah SMAN Tambang Ulang, Tanah Laut merydah76@gmail.com ABSTRAK Tulisan ini bertujuan memberikan kontribusi pemikiran terhadap implementasi pembelajaran

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi, namun juga menelisik kehidupan

BAB VI KESIMPULAN. instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi, namun juga menelisik kehidupan BAB VI KESIMPULAN Penelitian ini tidak hanya menyasar pada perihal bagaimana pengaruh Kyai dalam memproduksi kuasa melalui perempuan pesantren sebagai salah satu instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bertipe deskriptif dengan menggunakan pendekatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bertipe deskriptif dengan menggunakan pendekatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian Penelitian ini bertipe deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Metode kualitatif memungkinkan peneliti mendekati data sehingga mampu mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan wadah yang digunakan oleh pengarang dalam menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap berbagai masalah yang diamati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud atau hasil dari daya imajinasi seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan pengalaman pribadi atau dengan

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Setelah melalui bab analisis, sampailah kita pada tahap simpulan yang akan

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Setelah melalui bab analisis, sampailah kita pada tahap simpulan yang akan BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 SIMPULAN Setelah melalui bab analisis, sampailah kita pada tahap simpulan yang akan menjawab pertanyaan dalam rumusan masalah. Meskipun analisis ini dapat dikatakan kurang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. problematika yang dialaminya dalam kehidupan. Problematika dapat timbul

I. PENDAHULUAN. problematika yang dialaminya dalam kehidupan. Problematika dapat timbul I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan problematika yang dialaminya

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum kurikulum Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam

BAB V KESIMPULAN Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum kurikulum Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam BAB V KESIMPULAN 5.1. Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum 2013 Konstruksi Identitas Nasional Indonesia tidaklah berlangsung secara alamiah. Ia berlangsung dengan konstruksi besar, dalam hal ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut (Ratna, 2009, hlm.182-183) Polarisasi laki-laki berada lebih tinggi dari perempuan sudah terbentuk dengan sendirinya sejak awal. Anak laki-laki, lebihlebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak pantas atau tabu dibicarakan. 1. lainnya secara filosofis, sebenarnya manusia sudah kehilangan hak atas

BAB I PENDAHULUAN. tidak pantas atau tabu dibicarakan. 1. lainnya secara filosofis, sebenarnya manusia sudah kehilangan hak atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seksualitas adalah sebuah proses sosial-budaya yang mengarahkan hasrat atau berahi manusia. Seksualitas berhubungan erat dengan tatanan nilai, norma, pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Relasi Kekuasaan Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia jenis laki- laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan jabaran dari kehidupan yang terjadi di muka bumi ini. Sastra merupakan salah satu seni yang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP Kesimpulan

BAB V PENUTUP Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang lain karena mengangkat konsep multikulturalisme di dalam film anak. Sebuah konsep yang jarang dikaji dalam penelitian di media

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Hal ini disebabkan masing-masing pengarang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Hal ini disebabkan masing-masing pengarang mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat ide, pikiran, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu membedakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreatif penulis yang berisi potret kehidupan manusia yang dituangkan dalam bentuk tulisan, sehingga dapat dinikmati,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai- nilai ajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia (Trisman, 2003:12). Karya sastra terdiri atas puisi, prosa, dan drama.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia (Trisman, 2003:12). Karya sastra terdiri atas puisi, prosa, dan drama. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil imajinasi yang memiliki unsur estetis dan dituangkan ke dalam bentuk tulisan dengan media bahasa. Karya sastra sendiri dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Media seni-budaya merupakan tempat yang paling banyak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Media seni-budaya merupakan tempat yang paling banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media seni-budaya merupakan tempat yang paling banyak merepresentasikan perempuan sebagai pihak yang terpinggirkan, tereksploitasi, dan lain sebagainya. Perempuan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, remaja hingga orang dewasa. Kerap kali di toko-toko buku atau pun

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, remaja hingga orang dewasa. Kerap kali di toko-toko buku atau pun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini tampaknya komik merupakan bacaan yang digemari oleh para anak-anak, remaja hingga orang dewasa. Kerap kali di toko-toko buku atau pun tempat persewaan buku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penikmatnya. Karya sastra ditulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. penikmatnya. Karya sastra ditulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra terbentuk atas dasar gambaran kehidupan masyarakat, karena dalam menciptakan karya sastra pengarang memadukan apa yang dialami dengan apa yang diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipelajari. Dari segi sejarah, agama, kepercayaan, budaya, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipelajari. Dari segi sejarah, agama, kepercayaan, budaya, bahkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Korea Selatan termasuk salah satu negara yang sangat unik dan menarik untuk dipelajari. Dari segi sejarah, agama, kepercayaan, budaya, bahkan kehidupan bermasyarakatnya

Lebih terperinci