Tabel 4.22 Peringkat Sub Sektor Pertanian Tanaman Pangan. Sub Komoditas Tanaman Pangan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Tabel 4.22 Peringkat Sub Sektor Pertanian Tanaman Pangan. Sub Komoditas Tanaman Pangan"

Transkripsi

1 Evaluasi Keseuaian Lahan di Kecamatan Bandungan Evaluasi kesesuaian lahan menghasilkan peta kesesuaian lahan untuk tanaman yang unggul secara kompetitif dilihat dari tingkat produktivitasnya. Setiap tanaman menurut masing-masing sub sektor di-ranking berdasarkan jumlah desa yang memiliki produktivitas lebih tinggi daripada produktivitas rata-rata Kecamatan Bandungan. Tanaman subsektor pertanian pangan memiliki 4 jenis tanaman (komoditas) yang unggul secara kompetitif, yaitu ketela pohon, ketela rambat, padi sawah dan jagung. Dalam evaluasi kesesuaian lahan, tanaman yang dipilih adalah ketela pohon, ketela rambat dan padi sawah yang memiliki angka produktivitas 271,02 Kw/Ha untuk ketela pohon, 327,09 Kw/Ha untuk ubi jalar dan 56,70 Kw/Ha sedangkan jagung hanya memiliki angka produktivitas 37,10 Kw/Ha. Selain pertimbangan dari angka produktivitas juga mempertimbangkan kebutuhan masyarakat. Pada kenyataannya padi merupakan tanaman pangan yang menjadi kebutuhan pangan pokok masyarakat di Kecamatan Bandungan oleh sebab itu padi sawah lebih dipilih untuk evaluasi kesesuaian lahan dibandingkan jagung. Tabel 4.22 Peringkat Sub Sektor Pertanian Tanaman Pangan No Sumber: Hasil Perhitungan Sub Komoditas Tanaman Pangan Jml Desa Provitas > Provitas Rata2 Ranking 1 Padi Sawah Padi Ladang Jagung Ketela Pohon Ketela Rambat Kacang Tanah Kedelai 0 3

2 105 Sub sektor pertanian tanaman hortikultura (sayur dan buah semusim) memiliki 16 jenis tanaman yang unggul. Jenis tanaman yang dipilih berdasarkan ranking atau peringkat adalah sawi, wortel dan kobis. Tabel 4.23 Peringkat Sub Sektor Pertanian Tanaman Sayur dan Buah Semusim No Komoditas Jumlah Desa dg Provitas > Provitas RANK Rata-rata 1 Bawang Daun Kobis Kembangkol Sawi Wortel Kacang Panjang Cabe besar Cabe Rawit Seledri Tomat Terung Buncis Ketimun Labu Siam Kangkung Bayam 3 4 Sumber: Hasil Perhitungan Meskipun bawang daun, kobis dan kacang panjang memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi komoditas unggulan terpilih tetapi tanaman kobis memiliki produktivitas rata-rata di Kecamatan Bandungan yang tertinggi. Oleh sebab itu, evaluasi kesesuaian lahan dilakukan untuk tanaman hortikultura berdasarkan keunggulan kompetitif tersebut. Terdapat 11 tanaman buah tahunan yang dapat ditemui di Kecamatan Bandungan. Jenis tanaman buah tahunan yang memiliki produksi tinggi adalah avokad, kelengkeng dan pisang. Dilihat dari jumlah desa yang memiliki angka produktivitas melebihi produktivitas rata-rata Kecamatan Bandungan, tanaman avokad unggul di 6 desa, pisang di 5 desa dan kelengkeng di 5 desa pula.

3 106 Tabel 4.24 Peringkat Sub Sektor Pertanian Tanaman Buah Tahunan Sumber: Hasil Perhitungan No Jenis Tanaman Jumlah Desa dengan Provitas > RANK Provitas Rata-rata 1 Alpokat Durian Jambu Air Jambu Biji Pepaya Melinjo Pisang Salak Kelengkeng Sirsat Sukun 1 5 Berdasarkan hasil perhitungan produktivitas dan ranking dari komoditas tanaman, terdapat 3 jenis tanaman tiap sub sektor pertanian, yaitu 3 tanaman untuk sub sektor pertanian tanaman pangan, 3 tanaman untuk sub sektor pertanian tanaman hortikultura (sayur dan buah semusim) dan 3 tanaman untuk subsektor pertanian tanaman buah tahunan. Tanaman pangan yang memiliki keunggulan kompetitif adalah ubi jalar, ubi kayu dan padi sawah. Tanaman hortikultura (sayur dan buah semusim) yang memiliki keunggulan kompetitif adalah sawi, wortel dan kubis. Tanaman buah tahunan yang memiliki keunggulan kompetitif adalah avokad, pisang dan kelengkeng.

4 107

5 108 Peta 9 merupakan hasil dari evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman ubi jalar di Kecamatan Bandungan. Hasil evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman pangan, yaitu ubi jalar yang dilakukan untuk seluruh lahan di Kecamatan Bandungan menunjukkan bahwa faktor penghambat paling banyak adalah erosi (e) seluas 3046,81 Ha atau sekitar 63,17 %. Sedangkan faktor suhu adalah faktor penghambat paling rendah, yaitu hanya 46,30 Ha atau 0,96 % dari keseluruhan lahan di Kecamatan Bandungan. Lahan yang dapat sesuai marginal dengan syarat tumbuh tanaman ubi jalar di seluruh wilayah Kecamatan Bandungan adalah berjumlah 1097,71 Ha atau 22,76 %. Sedangkan lahan dengan subkelas kesesuaian N1 adalah 619,39 Ha atau 12,84 % dan lahan dengan subkelas kesesuaian N2 adalah 3106,20 Ha atau 64,40 %. Namun lahan yang tersedia atau lahan pertanian yang dapat ditanam hanya sekitar 617,76 % karena pemukiman dan hutan adalah lahan non pertanian. Sebagian besar wilayah yang memiliki kesesuaian lahan marginal adalah lahan yang memiliki jenis tanah Latosol Coklat Tua. Hal ini disebabkan oleh pengaruh ketebalan tanah dan hara yang tersedia oleh tanah jenis Latosol Coklat Tua. Kemiringan lereng yang cenderung landai/berombak hingga agak miring di wilayah Kecamatan Bandungan bagian tengah menyebabkan lahan tersebut memiliki ancaman erosi maupun penghambat terrain potensi mekanisasi lebih rendah daripada tanah yang memiliki kedalaman tanah dangkal dan kemiringan lereng agak curam. Sebagian besar lahan yang lahan yang tidak sesuai untuk ubi jalar merupakan lahan non budidaya atau yang memiliki kelas kemampuan lahan V-VII.

6 109

7 110 Peta kesesuaian lahan untuk tanaman ubi kayu/ketela pohon menunjukkan area yang hampir sama dengan peta kesesuaian lahan untuk tanaman ubi jalar/rambat, yaitu lahan yang memiliki jenis tanah Latosol Coklat Tua mendominasi lahan sesuai marginal. Lahan dengan tingkat kesesuaian S2 seluas 15,90 Ha atau hanya 0,33 % dari seluruh wilayah Kecamatan Bandungan. S3 merupakan lahan yang sesuai marginal dengan syarat tumbuh tanaman ubi kayu dengan luas 1648,80 Ha atau 34,18 %. Sedangkan lahan yang memiliki tingkat kesesuaian tidak sesuai permanen adalah seluas 3158,60 Ha atau 65,49 %. Akan tetapi lahan yang tersedia atau lahan pertanian saja yang sesuai memiliki luas 1232,91 Ha atau sekitar 45,56 % dari total lahan tersedia. Kecamatan Bandungan memiliki faktor penghambat pertumbuhan tanaman berupa faktor kerersediaan hara, terutama pada kandungan P 2 O 5. Kondisi ini menyebabkan kekurangan asupan nutrisi dari bahan organik yang membantu menaikkan kadar unsur hara tanah dalam mencapai intensitas kesuburan yang otptimal. Dengan demikian perlu adanya pemupukan yang mengandung unsur fosfor jika tanah di Kecamatan Bandungan ingin diperbaiki untuk penanaman ubi kayu/ketela pohon. Luas lahan yang memiliki faktor penghambat berupa hara tersedia (n) seluas 4763,20 Ha atau 98,75 %. Faktor penghambat lainnya adalah faktor media perakaran. Sebagian besar masalah media perakaran disebabkan oleh kedalaman efektif yang dangkal menempati wilayah seluas 3367,10 Ha atau 69,81 %. Faktor penghambat erosi menjadi penghambat pertumbuhan tanaman ubi kayu dengan luas lahan 2293,09 Ha atau sekitar 47,54% dari keseluruhan wilayah di Kecamatan Bandungan. Faktor erosi disumbang dari kondisi tanah, lereng, curah hujan, pengelolaan lahan dan jenis tutupan lahan. Oleh sebab itu manajemen lahan sesuai dengan kondisi fisik lahan perlu dilaksanakan di Kecamatan Bandungan mengingat ancaman berupa erosi.

8 111

9 112 Lahan pertanian di Kecamatan Bandungan yang memiliki kualitas dan karakterisitik lahan sesuai marginal (S3) dengan syarat tumbuh tanaman padi sawah seluas 987,41 Ha atau 37,23% dari seluruh lahan pertanian di Kecamatan Bandungan. Lahan pertanian yang tidak sesuai saat ini (N1) seluas 452,40 Ha atau sekitar 17,06 %. Sedangkan lahan pertanian yang tidak sesuai permanen (N2) seluas 1212,70 Ha atau 45,72% dari seluruh lahan pertanian yang ada. Faktor terhambat yang paling banyak ditemui di lahan Kecamatan Bandungan adalah tingkat bahaya erosi (e) dengan luas lahan 3246,40 atau sekitar 67,31% lahan di Kecamatan Bandungan untuk penanaman padi. Hambatan terrain potensi mekanisasi (s/m) seluas 2802,40 Ha atau 58,10 % dari luas keseluruhan lahan di Kecamatan Bandungan disebabkan oleh lereng di Kecamatan Bandungan yang memiliki luas lahan bergelombang hingga agak curam dibandingkan luas lahan dengan lereng landai. Faktor penghambat lainnya adalah kandungan hara tersedia (n) seluas 1058,41 Ha atau sekitar 21,94%. Faktor penghambat berupa perakaran yang disebabkan oleh faktor kedalaman efektif tanah untuk tumbuh tanaman padi sawah mempengaruhi lahan seluas 951,70 Ha atau 19,73 %. Faktor penghambat minor lainnya adalah temperatur dan retensi hara. Dari ketiga tanaman pangan yang dilakukan evaluasi kesesuaian lahan lahan, jenis tanaman yang paling sesuai berdasarkan kualitas dan kuantitas lahan pertanian di Kecamatan Bandungan adalah tanaman ubi kayu/ketela pohon, yaitu seluas 1232,81 Ha dibandingkan dengan luas lahan pertanian yang sesuai dengan ubi rambat/ubi jalar (422,21 Ha) dan padi sawah (987,41 Ha). Sedangkan untuk kebutuhan tanaman pangan sebagian masalah yang menghambat pertumbuhan adalah tingkat bahaya erosi dan kedalaman efektif tanah.

10 113

11 114 Sesuai dengan angka produktivitas dan peringkat dari jumlah desa di Kecamatan Bandungan yang banyak memiliki keunggulan komparatif pada subsektor tanaman buah tahunan, jenis tanaman avokad, pisang dan kelengkeng adalah tanaman yang dilakukan evaluasi kesesuaian lahan. Evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman avokad menghasilkan 2 kelas kesesuaian lahan dengan 12 sub kelas kesesuaian lahan dengan faktor penghambat berupa kondisi perakaran (r), tingkat bahaya erosi (e), terrain potensi mekanisasi (s/m) dan retensi hara (f). Lahan yang dapat digunakan sebagai lahan tumbuh tanaman avokad seluas 1609,60 Ha atau dari 33,37 % total luas Kecamatan Bandungan. Lahan yang dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman avokad merupakan lahan yang memiliki kelas kesesuaian lahan S3 (sesuai marginal). Sedangkan lahan yang tidak sesuai dengan syarat tumbuh tanaman avokad adalah 3213,70 Ha atau 66,63 %. Hasil evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman avokad menunjukkan bahwa lahan sesuai marginal (S3) dengan faktor penghambat berupa kondisi perakaran (r) adalah lahan yang sesuai dengan syarat tumbuh tanaman avokad. Lahan ini tampak dalam peta 12 berwarna hijau muda yang mendominasi wilayah Kecamatan Bandungan bagian tengah. Lahan ini yang paling sesuai dibandingkan lahan dengan tingkat kesesuaian lahan S3 re dan S3 s/m karena hanya memiliki faktor penghambat yang mengancam berupa kedalaman efektif tanah. Hampir seluruh lahan dengan jenis tanah Latosol Coklat Tua dapat digunakan sebagai lahan tumbuh tanaman avokad karena ketebalan tanah jenis Latosol Coklat Tua yang cenderung lebih tebal dibanding Andosol dan Litosol.

12 115

13 116 Evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman buah pisang menghasilkan 5 tingkat subkelas kesesuaian lahan yang sesuai marginal dan 9 tingkat subkelas kesesuaian lahan yang tidak sesuai untuk tanaman buah pisang dengan faktor penghambat bermacam-macam. Peta kesesuaian lahan dalam peta 13 ditunjukkan dengan simbol area berwarna yang menunjukan sub kelas kesesuaian lahan N e, N r, N re, N rs/m, N rs/me, N tr, N ts/m, N e, S3 f, S3 rf, S3 tr, S3 trf dan S3 trfe. Lahan dengan kelas kesesuaian lahan N seluas 3183,60 Ha atau 66,00 % dari total lahan di Kecamatan Bandungan. Lahan dengan kelas kesesuaian S3 (sesuai marginal) seluas 1639,70 Ha atau 34,00 %. Faktor penghambat yang paling berpengaruh terhadap tanaman pisang di Kecamatan Bandungan adalah kondisi perakaran, tingkat bahaya erosi dan terrain potensi mekanisasi. Kedalaman efektif tanah, kemiringan lereng dan ancaman erosi merupakan ancaman yang dihadapi kondisi fisik lahan di Kecamatan Bandungan. Faktor peghambat terbanyak adalah kedalaman efekif tanah yang menjadi penghambat bagi lahan seluas 3129,60 Ha atau 64,89 % dari seluruh lahan di Kecamatan Bandungan. Gagguan tingkat bahaya erosi menempati lahan seluas 2354,99 Ha atau 48,83 %. Faktor ancaman lereng seluas 783,30 Ha yang menyebabkan hambatan pada terrain potensi mekanis. Sedangkan faktor retensi hara (f) mengganggu lahan dengan luas 1584,60 Ha atau 32,85%. Faktor suhu/temperatur mengganggu lahan dengan luas 510,79 Ha atau 10,59 %. Tanaman pisang di Kecamatan Bandungan dapat ditemukan hampir diseluruh jenis penggunaan lahan. Tanaman pisang merupakan tanaman merakyat bagi masyarakat di Kecamatan Bandungan karena mudah untuk ditanam tanpa perawatan khusus. Oleh sebab itu, tanaman pisang dapat ditanam di jenis penggunaan lahan pemukiman yang memberikan kontribusi terhadap hasil pertanian subsektor tanaman buah tahunan di Kecamatan Bandungan.

14 117

15 118 Pasar Buah di Kelurahan Bandungan merupakan salahsatu pasar yang terkenal di Kabupaten Semarang karena didukung oleh akses yang baik dan potensi wisata di kawasan tersebut. Buah yang menjadi ciri khas Kecamatan Bandugan adalah buah kelengkeng atau longan. Buah ini merupakan buah yang menjadi dayatarik agrowisata di Kecamatan Bandungan. Berdasarkan data produktivtias lahan di Kecamatan Bandungan, produksi dan jumlah pohon kelengkeng memiliki peringkat tertinggi setelah avokad. Oleh sebab itu dilakukan evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman kelengkeng yang bertujuan mengetahui kecocokan antara syarat tumbuh tanaman dengan kualitas dan karakteristik lahan di Kecamatan Bandungan. Hasil evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman buah kelengkeng divisualisasikan pada Peta 14. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa lahan dengan kelas kesesuaian N atau lahan tidak sesuai dengan syarat tumbuh tanaman kelengkeng adalah seluas 3158,60 Ha atau 65,49%. Kelas kesesuaian lahan S3 atau sesuai marginal terdapat pada lahan seluas 1664,70 Ha atau sekitra 34,15 % dari seluruh wilayah di Kecamatan Bandungan. Wilayah Kecamatan Bandungan bagian utara tidak sesuai dengan syarat tumbuh tanaman kelengkeng karena pada evaluasi kemampuan lahan menunjukkan wilayah tersebut termasuk dalam lahan non budidaya. Lahan yang tidak sesuai untuk tanaman kelengkeng di sebagian besar Desa Banyukuning disebabkan oleh jenis tanah dan kedalaman tanah yang cenderung dangkal. Faktor penghambat yang paling mempengaruhi lahan di Kecamatan Bandungan untuk syarat tumbuh tanaman buah kelengkeng adalah kedalaman efektif tanah seluas 3440,80 Ha atau 71,34 %. Faktor ini sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman kelengkeng karena syarat tumbuh tanaman kelengkeng untuk media perakaran (r) adalah lebih dari 50 cm. Dengan demikian tanah litosol kurang cocok untuk tanaman kelengkeng karena kedalaman efektif tanah kurang dari 10 cm. Sedangkan tekstur pada tanah andosol yang cenderung agak kasar hingga kasar menjadi faktor penghambat perakaran tanaman.

16 119

17 120 Tanaman sawi atau Brassicca rugosa adalah jenis tanaman hortikultura yang ditanam oleh petani di Kecamatan Bandungan. Hasil evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman sawi menunjukkan bahwa terdapat 2 kelas kesesuaian lahan. Kelas kesesuaian lahan N merupakan lahan yang tidak sesuai dengan syarat tumbuh tanaman sawi. Kelas kesesuaian lahan S3 merupakan lahan sesuai marginal untuk pertumbuhan tanaman sawi. Lahan kelas N di Kecamatan Bandungan memiliki luas 3072,40 Ha atau 63,70 % dari luas Kecamatan Bandungan. Sedangkan lahan S3 memiliki luas 1750,90 atau 36,30%. Faktor penghambat terbesar untuk syarat tumbuh tanaman sawi adalah tingkat bahaya erosi yang mengganggu lahan seluas 2204,59 Ha atau sekitar 45,71 % dari luas Kecamatan Bandungan. Sedangkan faktor lainnya yang mempengaruhi lahan di Kecamatan Bandungan untuk tumbuh tanaman sawi adalah kedalaman tanah yang menghambat kondisi perakaran, ph yang mengganggu retensi hara dan kemiringan lereng yang menghambat dari faktor terrain potensi mekanisasi. Lahan yang sesuai dan tidak sesuai dengan faktor penghambat masingmasing divisualisasikan dalam peta 15. Peta kesesuaian lahan untuk tanaman sawi menunjukkan perwilayahan lahan yang mampu digunakan sebagai media tanam tanaman sawi. Seluruh desa/kelurahan di Kecamatan Bandungan memiliki lahan yang sesuai dengan syarat tumbuh tanaman sawi. Akan tetapi sebaigan besar lahan di Desa Mlilir merupakan lahan yang sesuai untuk tanaman sawi dibandingkan desa/kelurahan lain yang memiliki lahan tidak sesuai lebih luas dibandingkan lahan sesuai untuk tanaman sawi. Penyebabnya adalah Desa Mlilir memiliki jenis tanah, iklim, kemiringan lereng dan ketersediaan hara yang cocok terhadap syarat tumbuh tanaman sawi.

18 121

19 122 Tanaman hortikultura yang unggul di Kecamatan Bandungan dari segi produktivitas, selain sawi ada pula wortel. Tanaman dengan nama ilmiah Daucus carota merupakan komoditas pertanian di wilayah dengan topologi kawasan daratan tinggi. Wortel merupakan tanaman hortikulturan berupa tanaman sayur umbi semusim yang berbentuk semak. Tanaman ini dapat tumbuh sepanjang tahun baik pada musim hujan maupun kemarau. Batangnya pendek dan berakar tunggang yang fungsinya berubah menjadi bulat memanjang. Produk paling baik untuk varietas wortel adalah kelompok Chanteray yang memiliki umbi berbentuk bulat panjang atanara cm dengan ujung tumpul dan rasa yang manis dibandingkan tipe Imperator dan Nantes. Hasil evaluasi kesesuaian lahan yang dipetakan dalam Peta 16 menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah Kecamatan Bandungan memiliki nilai kesesuaian aktual S3 (sesuai marginal) N (tidak sesuai) dengan faktor penghambat berupa kondisi perakaran, retensi hara, temperatur, kemiringan lereng (terrain potensi mekanisasi) dan tingkat bahaya erosi. Luas lahan yang memiliki nilai kesesuaian aktual S3 adalah 2489,60 Ha atau 51,52 %. Sedangkan lahan dengan nilai kesesuaian aktual N seluas 2333,70 Ha atau 48,38 %. Lahan di Kecamatan Bandungan untuk penanaman tanaman wortel memiliki ancaman terbesar oleh faktor tingkat bahaya erosi yang mendominasi lahan seluas 3163,59 Ha atau 65,59 %. Faktor suhu sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman wortel karena jenis tanaman ini membutuhkan suhu antara o C. Kondisi lereng menyumbang angka besar untuk erosi sehingga membutuhkan penanganan secara vegetatif maupun mekanis. Lahan seluas 2366,90 Ha atau 49,07 % memiliki faktor penghambat berupa temperatur sedangkan lahan seluas 745,40 Ha atau 15,25% dari keseluruhan luas Kecamatan Bandungan memiliki faktor penghambat berupa temperatur faktor perakaran.

20 123

21 124 Peta 17 merupakan visualisasi dari hasil evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman kubis. Kubis seringkali disebut kol ini memiliki nama ilmiah Brassica oleracea L. Merupakan tumbuhan sayuran daun yang tersusun sangat rapat dengan bentuk bulatan atau bulatan pipih. Kubis merupakan tumbuhan dwimusim atau biennial. Tumbuhan ini akan berbunga kemudian mati, tetapi jika tidak mendapat suhu dingin maka ia akan terus tumbuh tanpa berbunga. Kubis cocok di daerah pegunungan dengan elevasi 400m dpl ke atas di daerah tropik. Jika ditanam di dataran rendah, ukuran krop akan mengecil dan rentan terhadap ulat pemakan daun. Syarat tumbuh tanaman kubis tidak jauh berbeda dengan syarat tumbuh tanaman sawi. Sehingga hasil dari evaluasi kesesuaian lahan menunjukkan lahan yang dapat digunakan sebagai lahan pertanian kubis dan sawi sama luasnya. Lahan di Kecamatan Bandungan memiliki kelas kesesuaian lahan untuk tanaman kubis bernilai S3 seluas 1750,90 Ha atau 36,30 % dari keseluruhan luas lahan di Kecamatan Bandungan. Maka dapat diketahui presentase luas lahan yang tidak dapat ditanam kubis adalah 63,70 % atau 3072,40 Ha. Faktor penghambat pada lahan di Kecamatan Bandungan untuk ditanam tanaman kubis adalah tingkat bahaya erosi, ketersediaan air, kondisi perakaran dan terrain potensi mekanisasi. Faktor tingkat bahaya erosi sangat dipengaruhi oleh masing-masing jenis tanah dengan sifat fisik dan kimia yang berbeda-beda. Jenis tanah sangat menentukan kepekaan lahan terhadap syarat tumbuh tanaman kubis terutama pada kedalaman efektif tanah. Disamping itu, lereng dan batuan/bahan kasar menjadi faktor yang menentukan pula dalam hal kesiapan lahan untuk penanaman sayur kubis. Berdasarkan hasil evaluasi kesesuaian lahan, lahan yang dapat ditanami tanaman pangan didominasi oleh ubi kayu sedangkan padi di posisi kedua dan ubi jalar di posisi ketiga. Untuk tanaman buah tahunan, lahan di Kecamatan Bandungan paling sesuai untuk kelengkeng dibandingkan avokad dan pisang. Tanaman sayuran dan buah semusim (hortikultura) yang paling sesuai di

22 Kecamatan Bandungan adalah tanaman wortel dibandingkan sawi dan kubis. Dengan melihat hasil evaluasi kemampuan dan kesesuaian lahan maka dapat diketahui bahwa lahan non budidaya tidak cocok untuk segala jenis tanaman yang dievaluasi karena lebih baik untuk kawasan lindung. 3. Arahan Kawasan Agropolitan Berdasarkan pada Evaluasi Kemampuan dan Kesesuaian Lahan Tahun Evaluasi kemampuan lahan digunakan sebagai penentuan kawasan yang dapat dibudidayakan dan kawasan yang tidak dapat dibudidayakan terutama untuk daerah pertanian. Sedangkan untuk kawasan pemukiman, terdapat lahan yang termasuk dalam kawasan non budidaya karena berada pada kelas kemampuan lahan V-VIII namun masih dapat ditoleransi dari faktor kemiringan lereng yang kurang dari 30 %. Ditinjau dari luasan masing-masing penggunaan lahan antara penggunaan lahan eksisting dan penggunaan lahan hasil rekomendasi penelitian, maka terjadi perubahan luas pada masing-masing penggunaan lahan. Presentase berupa peta arahan penggunaan lahan dapat divisualisasikan dalam Peta 18. Berikut Tabel yang perbedaan antara penggunaan lahan eksisiting dengan penggunaan lahan hasil penelitian. Tabel 4.25 Perbandingan Luas Penggunaan Lahan Eksisting dengan Arahan Penggunaan Lahan Berdasarkan RTRW dan Evaluasi Kemampuan Lahan No Penggunaan Lahan Hutan Semak Belukar Pemukiman Ladang / Tegalan Kebun/Perkebunan Sawah Lahan Kosong Luas Eksisting Rekomendasi Ha % Ha % 22, ,40 3,70 133,40 19,44 878,99 25, ,20 0,47 22,50 28, ,81 0,25 0, ,57 178,24 937, ,43 22, ,46 12,05 29,70 2,77 18,22 23,45 0,47 25,39 0,00 Jumlah 4823,00 100, ,00 100,00 Sumber: Analisis Data dan Overlay

23 126

24 127 Hasil dari evaluasi kemampuan lahan dapat menunjukkan persebaran lahan pertanian yang mampu dikelola menjadi lahan pertanian intensif dan lahan non budidaya. Sebagai arahan untuk pengembangan kawasan agropolitan, maka hasil dari evaluasi kemampuan lahan yang menghasilkan kawasan budidaya dicocokan dengan hasil evaluasi kesesuaian lahan untuk komoditas pertanian yaitu sub komoditas pertanian pangan, sayur dan buah semusim dan buah tahunan. Arahan perwilayahan komoditas unggulan tiap sub sektor pertanian pangan, hortikultura dan buah tahunan merupakan hasil pencocockan antara analisis Location Quotion (LQ) dengan evaluasi kemampuan dan kesesuaian lahan. Analisis LQ yang didapatkan dari perbandingan antara produktivitas tiap desa dengan produktivitas tiap jenis tanaman di Kecamatan Bandungan. Hasil dari analsis LQ berupa angka yang menunjukkan suatu jenis tanaman basis atau non basis. Suatu jenis tanaman dikatakan basis apabila nilai LQ > 1 sehingga dapat diekspor ke wilayah lain sedangkan apabila nilai LQ < 1 maka dikatakan jenis tanaman tersebut menghasilkan produk yang tidak dapat diekspor ke luar wilayah tetapi hanya dapat mencukupi kebutuhan masyarakat lokal bahkan harus impor dari wilayah lain. Data produksi, luas tanam, jumlah pohon dan produktivitas tiap tanaman merupakan data dengan unit analisis wilayah administrasi. Berdasarkan data tersebut, analisis LQ menunjukkan jenis komoditas yang memiliki nilai LQ > 1,00 tiap desa/kelurahan berbeda-beda. Hasil analisis LQ yang menunjukkan komoditas dengan angka LQ > 1 pada tiap desa disajikan pada Tabel 4.26 berikut ini.

25 Tabel 4.26 Hasil Analisis LQ Seluruh Komoditas Pertanian Unggulan di Kecamatan Bandungan Tahun 2012 No 1 Candi Desa/ Kelurahan Sub Sektor Pertanian 128 Pangan Hortikutura Buah Tahunan Jagung, Ketela pohon, Ketela Rambat 2 Kenteng Jagung 3 Bandungan 4 Duren Ketela Pohon, Ubi Jalar Padi Sawah, Ubi Jalar 5 Mlilir Padi Sawah 6 Jetis Padi Sawah 7 Sidomukti Ketela Pohon, Ubi Jalar 8 Jimbaran Padi Sawah 9 Pakopen Padi Sawah 10 Banyukuning Jagung, Ketela pohon, Ketela Rambat Sumber: Hasil Analisis Location Quotion Kobis, wortel, kacang panjang, cabe besar,cabe rawit, tomat, terung, ketimun, labu siam, bayam Kobis, kembang kol, Kacang Panjang, Tomat, Terung, Buncis, Ketimun, Labu Siam Kobis, Kembang Kol, Wortel, Cabe Besar, Cabe Rawit, Tomat,Ketimun Bawang daun, Sawi, Kacang Panjang, Seledri, Buncis, Kangkung Sawi, Seledri, Kangkung, Bayam Bawang daun, sawi, Cabe Besar, Tomat, Terung Bawang Daun, Wortel, Kacang Panjang, Ketimun Bawang daun, Kembang Kol, Sawi, Wortel, Seledri,Buncis, Kangkung, Bayam Sawi, Seledri, Tomat, Kangkung, Bayam Sawi, Cabe Besar, Cabe Rawit, Buncis, Labu Siam Avokad, Durian, Melinjo, Sirsat Pisang, Kelengkeng, Sirsat Kelengkeng Pisang, Salak, Kelengkeng Avokad, Durian,Pepaya, Melinjo, Pisang Avokad, Salak, Kelengkeng Avokad, Pepaya, Melinjo, Pisang Avokad, Jambu Biji, Melinjo, Pisang, Sukun Durian, Jambu Biji, Pepaya, Melinjo, Pisang, Kelengkeng, Sukun Avokad, Durian, Jambu Biji, Pepaya, Melinjo, Pisang, Sukun

26 129 Meskipun Kecamamatan Bandungan terkenal dengan hasil pertanian yang dibuktikan dari hasil PDRB harga konstan dan berlaku tahun 2012, namun pada hakikatnya tidak semua lahan mampu diolah menjadi lahan pertanian intensif. Desa Duren dan Sidomukti merupakan 2 desa yang memiliki ancaman degradasi lahan tinggi sehingga sebagian besar lahan tidak cocok untuk diolah menjadi lahan pertanian intensif. Akan tetapi pada kenyataannya lahan di Desa Duren dan Sidomukti digunakan sebagai lahan pertanian dengan berbagai jenis tanaman baik semusim maupun tahunan. Dengan demikian, perlu adanya peran dari pemerintah, lembaga masyarakat dan masyarakat sendiri untuk membentuk suatu ketaatan terhadap pengelolaan lingkungan baik lahan pertanian maupun non pertanian supaya pengembangan kawasan agropolitan yang bertujuan untuk kemandirian wilayah dapat tercapai. Peta arahan perwilayahan komoditas pertanian Kecamatan Bandungan dapat menjadi acuan untuk mengembangkan komoditas pertanian unggul menjadi komoditas pertanian agribisnis yang membutuhkan pengelolaan dan pengolahan lebih lanjut baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Peta arahan perwilayahan komoditas pertanian hanya menunjukkan komoditas yang telah dilakukan evaluasi kesesuaian lahan. Oleh sebab itu, perlu adanya penelitian berlanjut untuk mencocokan antara karakterisitk dan kualitas lahan dengan seluruh tanaman yang unggul di Kecamatan Bandungan. Untuk memberikan kemudahan bagi instansi pemerintah dalam mengarahkan komoditas unggulan yang sesuai dengan lahan pertanian di Kecamatan Bandungan, maka dari hasil evalusasi kesesuaian lahan yang menggunakan satuan analisis berupa satuan lahan dicocokan dengan analisis LQ yang menggunakan unit analisis batasan administrasi. Berdasarkan data sekunder yang didapatkan dari tiap desa/kelurahan di Kecamatan Bandungan, maka masing-masing desa/kelurahan memiliki arahan komoditas unggulan yang berbeda-beda. Berikut ini Tabel 4.24 yang memberikan informasi arahan komoditas pertanian unggulan di Kecamatan Bandungan tahun 2013 berdasarkan evaluasi kemampuan dan kesesuaian lahan aktual serta data pendukung berupa analisis LQ yang menunjukkan keunggulan komparatif.

27 130 Tabel 4.27 Arahan Perwilayahan Komoditas Pertanian Unggulan Terpilih Per Desa/Kelurahan di Kecamatan Bandungan Tahun 2012 Sumber: Hasil Analisis No. Desa/Kelurahan Komoditas Unggulan Terpilih 1. Candi Ketela Pohon, Ubi Jalar, Sawi, Avokad dan Pisang 2. Kenteng Pisang dan Kelengkeng 3. Bandungan Tidak Ada Rekomendasi 4. Duren Tidak Ada Rekomendasi 5. Mlilir Avokad, Pisang, Sawi dan Padi 6. Jetis Wortel 7. Sidomukti Wortel 8. Jimbaran Padi Sawah, Sawi, Avokad 9. Pakopen Sawi 10. Banyukuning unggulan di Kecamatan Bandungan. Ketela Pohon, Ubi Jalar, Sawi, Avokad dan Pisang Tabel 4.27 menunjukkan bahwa di Kelurahan Bandungan dan Desa Duren tidak memiliki komoditas unggulan apapun sehingga tidak direkomendasikan untuk pengembangan kawasan agropolitan. Lahan di wilayah tersebut termasuk dalam kawasan non budidaya, sifat fisik maupun kimia tanah juga kurang menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman baik tanaman pangan, hortikultura maupun buah tahunan. Kelurahan Bandungan yang menjadi pusat kota dapat difungsikan sebagai daerah penyedia layanan publik. Selain itu, sesuai dengan Peta Pola Ruang Kecamatan Bandungan berdasarkan RTRW Kabupaten Semarang daerah yang tidak produktif untuk pertanian dapat menjadi kawasan pemukiman. Berdasarkan Tabel 4.27 dan peta 19 diketahui bahwa tanaman pisang dan avokad memiliki perwilayahan yang lebih luas dibandingkan tanaman lainnya. Rekomendasi ini berdasarkan pada evaluasi kemampuan lahan, evaluasi kesesuaian lahan dan analisis LQ. Dua komoditas tanaman buah tersebut dapat menjadi komoditas agribisnis yang unggul dari segi komparatif maupun kompetitif. Berikut ini Peta 19 yang menunjukkan perwilayahan tanaman

28 131

2. TANAMAN PANGAN 2.1. Luas Tanam (Ha) Komoditi Tanaman Pangan Kabupaten Luwu, tahun

2. TANAMAN PANGAN 2.1. Luas Tanam (Ha) Komoditi Tanaman Pangan Kabupaten Luwu, tahun 2. TANAMAN PANGAN 2.1. Luas Tanam (Ha) Komoditi Tanaman Pangan Kabupaten Luwu, tahun 2009-2012 PADI LADANG PADI SAWAH JAGUNG 2009 2010 2011 2012 2009 2010 2011 2012 2009 2010 2011 2012 LAROMPONG - - 4

Lebih terperinci

KOMODITAS HORTIKULTURA UNGGULAN DI KABUPATEN SEMARANG (PENDEKATAN LQ DAN SURPLUS PRODUKSI)

KOMODITAS HORTIKULTURA UNGGULAN DI KABUPATEN SEMARANG (PENDEKATAN LQ DAN SURPLUS PRODUKSI) KOMODITAS HORTIKULTURA UNGGULAN DI KABUPATEN SEMARANG (PENDEKATAN DAN SURPLUS PRODUKSI) Eka Dewi Nurjayanti, Endah Subekti Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Wahid Hasyim Jl. Menoreh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya perubahan secara terencana seluruh dimensi kehidupan menuju tatanan kehidupan yang lebih baik di masa mendatang. Sebagai perubahan yang terencana,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Banjarnegara terletak antara 7⁰12 7⁰31 Lintang Selatan dan

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Banjarnegara terletak antara 7⁰12 7⁰31 Lintang Selatan dan IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Administrasi Kabupaten Banjarnegara terletak antara 7⁰12 7⁰31 Lintang Selatan dan 109⁰29 109⁰45 50 Bujur Timur. Berada pada jalur pegunungan di bagian tengah

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Secara geografis, Kabupaten OKU Selatan terletak antara sampai

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Secara geografis, Kabupaten OKU Selatan terletak antara sampai 49 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Penelitian Secara geografis, Kabupaten OKU Selatan terletak antara 4 0 14 sampai 4 0 55 Lintang Selatan dan diantara 103 0 22 sampai 104

Lebih terperinci

A. Realisasi Keuangan

A. Realisasi Keuangan BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2008 A. Realisasi Keuangan 1. Belanja Pendapatan Realisasi belanja pendapatan (Pendapatan Asli Daerah) Tahun 2008 Dinas Pertanian Kabupaten Majalengka mencapai 100%

Lebih terperinci

Tahun Bawang

Tahun Bawang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas yang sangat prospektif untuk dikembangkan melalui usaha agribisnis, mengingat potensi serapan pasar di dalam negeri dan pasar

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. bujur timur. Wilayahnya sangat strategis karena dilewati Jalur Pantai Utara yang

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. bujur timur. Wilayahnya sangat strategis karena dilewati Jalur Pantai Utara yang IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kondisi Geografis Kabupaten Batang adalah salah satu kabupaten yang tercatat pada wilayah administrasi Provinsi Jawa Tengah. Letak wilayah berada diantara koordinat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan negara yang sangat mendukung untuk pengembangan agribisnis

BAB I PENDAHULUAN. merupakan negara yang sangat mendukung untuk pengembangan agribisnis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sayuran berperan sebagai sumber karbohidrat, protein nabati, vitamin, dan mineral serta bernilai ekonomi tinggi. Sayuran memiliki keragaman yang sangat banyak baik

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1. Keadaan Geografis. Kabupaten Kerinci terletak di daerah bukit barisan, dengan ketinggian 5001500 mdpl. Wilayah ini membentang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian masih merupakan prioritas pembangunan secara nasional maupun regional. Sektor pertanian memiliki peran penting untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk

Lebih terperinci

LEMBAR KATALOG Statistik Sayur-Sayuran Dan Buah-Buahan Kabupaten Penajam Paser Utara 2016 Katalog BPS : 5216.6409 Ukuran Buku : 14,8 x 21 cm Jumlah Halaman : ix + 79 Naskah : BPS Kabupaten Penajam Paser

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Namun, secara umum tanaman cabai disebut sebagai pepper atau chili.

BAB I PENDAHULUAN. Namun, secara umum tanaman cabai disebut sebagai pepper atau chili. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Subsektor hortikultura memegang peranan penting dalam pertanian Indonesia secara umum. Salah satu jenis usaha agribisnis hortikultura yang cukup banyak diusahakan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 38 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Komoditas Basis Komoditas basis adalah komoditas yang memiliki keunggulan secara komparatif dan kompetitif. Secara komparatif, tingkat keunggulan ditentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sayuran merupakan salah satu komoditas unggulan karena memiliki nilai

BAB I PENDAHULUAN. Sayuran merupakan salah satu komoditas unggulan karena memiliki nilai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sayuran merupakan salah satu komoditas unggulan karena memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Selain memiliki masa panen yang cukup pendek, permintaan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Gambaran Umum Lahan Kering Tantangan penyediaan pangan semakin hari semakin berat. Degradasi lahan dan lingkungan, baik oleh gangguan manusia maupun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor terpenting dalam pembangunan Indonesia, terutama dalam pembangunan ekonomi. Keberhasilan pembangunan sektor pertanian dapat dijadikan sebagai

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis dan Iklim Daerah aliran sungai (DAS) Siulak di hulu DAS Merao mempunyai luas 4296.18 ha, secara geografis terletak antara 101 0 11 50-101 0 15 44 BT dan

Lebih terperinci

IV. KEDAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Wilayah Kabupaten Sleman terbentang mulai 110 o sampai dengan

IV. KEDAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Wilayah Kabupaten Sleman terbentang mulai 110 o sampai dengan IV. KEDAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN A. Keadaan fisik Kabupaten Sleman Wilayah Kabupaten Sleman terbentang mulai 110 o 13 00 sampai dengan 110 o 33 00 Bujur Timur, dan mulai 7ᵒ34 51 sampai dengan 7ᵒ47 03 Lintang

Lebih terperinci

Perkembangan Ekonomi Makro

Perkembangan Ekonomi Makro Boks 1.2. Pemetaan Sektor Pertanian di Jawa Barat* Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB (harga berlaku) tahun 2006 sebesar sekitar 11,5%, sementara pada tahun 2000 sebesar 14,7% atau dalam kurun waktu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sampai saat ini masih memegang peranan penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kentang merupakan komoditi hortikultura yang sudah cukup lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Komoditi kentang yang diusahakan oleh petani di Indonesia sebagian besar

Lebih terperinci

V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG

V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG 57 V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG 5.1. Pendahuluan Pemenuhan kebutuhan manusia untuk kehidupannya dapat dilakukan antara lain dengan memanfaatkan lahan untuk usaha pertanian.

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM. Wilayah Sulawesi Tenggara

GAMBARAN UMUM. Wilayah Sulawesi Tenggara GAMBARAN UMUM Wilayah Sulawesi Tenggara Letak dan Administrasi Wilayah Sulawesi Tenggara terdiri atas Jazirah dan kepulauan terletak antara 3 o - 6 o Lintang selatan dan 12 45' bujur timur, dengan total

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dikenal oleh masyarakat Indonesia. Komoditi kentang yang diusahakan

I. PENDAHULUAN. dikenal oleh masyarakat Indonesia. Komoditi kentang yang diusahakan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kentang merupakan komoditi hortikultura yang sudah cukup lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Komoditi kentang yang diusahakan oleh petani di Indonesia sebagian besar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring. berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan

PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring. berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan bertopografi miring diperlukan kajian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim global, krisis pangan dan energi dunia, harga pangan dan energi meningkat, sehingga negara-negara

Lebih terperinci

PENGGOLONGAN TANAMAN. Tim Pengajar Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran 2011

PENGGOLONGAN TANAMAN. Tim Pengajar Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran 2011 PENGGOLONGAN TANAMAN Tim Pengajar Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran 2011 1 PENGGOLONGAN TANAMAN BERDASARKAN : (A) FAKTOR TANAMAN : 1. Umur Tanaman (Tanaman Setahun, Tahunan, Diperlakukan

Lebih terperinci

hasil tanaman seperti yang diharapkan. Syarat tumbuh tanaman dari faktor teknologi budidaya tanaman (T) meliputi: (a) jenis dan varietas tanaman; (b)

hasil tanaman seperti yang diharapkan. Syarat tumbuh tanaman dari faktor teknologi budidaya tanaman (T) meliputi: (a) jenis dan varietas tanaman; (b) BAB I PENGANTAR Guna melakukan budidaya tanaman, agar tanaman dapat menghasilkan secara optimal, maka harus memerhatikan syarat tumbuh tanaman, sebab setiap jenis tanaman memiliki kekhasan sendiri-sendiri.

Lebih terperinci

VI. EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN TANAMAN HORTIKULTURA DI HULU DAS JENEBERANG

VI. EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN TANAMAN HORTIKULTURA DI HULU DAS JENEBERANG 79 VI. EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN TANAMAN HORTIKULTURA DI HULU DAS JENEBERANG 6.1. Pendahuluan Tanaman hortikultura buah-buahan dan sayuran merupakan tanaman komoditas unggulan di Kabupaten

Lebih terperinci

SCHOOL GARDEN AJARKAN ANAK CINTA MAKAN SAYUR

SCHOOL GARDEN AJARKAN ANAK CINTA MAKAN SAYUR AgroinovasI SCHOOL GARDEN AJARKAN ANAK CINTA MAKAN SAYUR Sayuran dan buah merupakan satu dari empat pilar pangan berimbang selain biji-bijian, protein dan sedikit susu yang dianjurkan dalam pemenuhan gizi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 42 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Kabupaten Semarang 1. Keadaan Alam a. Letak Geografis Penelitian ini dlakukan di Kabupeten Semarang dimana Kabupaten Semarang adalah salah satu kabupaten di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang yang dibutuhkan manusia, dengan cara budidaya usaha tani. Namun pertumbuhan manusia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (brassicaceae) olek karena itu sifat morfologis tanamannya hampir sama, terutama

TINJAUAN PUSTAKA. (brassicaceae) olek karena itu sifat morfologis tanamannya hampir sama, terutama TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi Tanaman sawi (Brassica juncea L.) masih satu keluarga dengan kubis-krop, kubis bunga, broccoli dan lobak atau rades, yakni famili cruciferae (brassicaceae) olek karena

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI PERTANIAN

PENINGKATAN PRODUKSI PERTANIAN PELUANG INVESTASI : Ekstensifikasi lahan pertanian di kecamatan lainnya di wilayah Kabupaten Siak, seperti Kecamatan Sungai Apit dan Sungai Mandau; Cetak Sawah Baru (CSB) yang berfungsi mencukupi kebutuhan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dikonsumsi di Indonesia, karena sekitar 45% konsumsi buah-buahan adalah

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dikonsumsi di Indonesia, karena sekitar 45% konsumsi buah-buahan adalah 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pisang (Musa paradisiaca) adalah komoditas buah yang paling banyak dikonsumsi di Indonesia, karena sekitar 45% konsumsi buah-buahan adalah pisang. Buah pisang mudah didapat

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Letak geografi dan administratif Kota Balikpapan. LS BT Utara Timur Selatan Barat. Selat Makasar

Tabel 1.1. Letak geografi dan administratif Kota Balikpapan. LS BT Utara Timur Selatan Barat. Selat Makasar KOTA BALIKPAPAN I. KEADAAN UMUM KOTA BALIKPAPAN 1.1. LETAK GEOGRAFI DAN ADMINISTRASI Kota Balikpapan mempunyai luas wilayah daratan 503,3 km 2 dan luas pengelolaan laut mencapai 160,1 km 2. Kota Balikpapan

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, kami yang bertandatangan di bawah ini : Nama : Ir. Bambang

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

S. Andy Cahyono dan Purwanto

S. Andy Cahyono dan Purwanto S. Andy Cahyono dan Purwanto Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Jl. Jend A. Yani-Pabelan, Kartasura. PO BOX 295 Surakarta 57102 Telp/Fax: (0271) 716709; 716959 Email:

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DESEMBER 2010 NILAI TUKAR PETANI SEBESAR 97,63 PERSEN No. 04/01/Th. XIV, 3 Januari 2011 Pada bulan Desember 2010, NTP Provinsi Sulawesi Tengah masing-masing subsektor tercatat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yaitu : Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air,

Lebih terperinci

ANALISIS LOCATION QUOTIENT (LQ) AGROPOLITAN PONCOKUSUMO

ANALISIS LOCATION QUOTIENT (LQ) AGROPOLITAN PONCOKUSUMO ANALISIS LOCATION QUOTIENT (LQ) AGROPOLITAN PONCOKUSUMO Akhmad Faruq Hamdani Universitas Kanjuruhan Malang Email: hamdani_af@ymail.com Abstrak Pertumbuhan wilayah suatu daerah ditentukan oleh pemanfaatan

Lebih terperinci

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam ANNY MULYANI Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (sumber : SINAR TANI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan regional memiliki peran utama dalam menangani secara langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. Peranan perencanaan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 04/05/Th. XIV, 2 Mei 2011 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI APRIL 2011 NILAI TUKAR PETANI SEBESAR 98,78 PERSEN NTP Provinsi Sulawesi Tengah Subsektor Tanaman Pangan (NTP-P) tercatat sebesar 84,25 persen,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di daerah tropis karena dilalui garis khatulistiwa. Tanah yang subur dan beriklim tropis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dibutuhkan secara berkesinambungan, karena merupakan bahan pangan yang

I. PENDAHULUAN. dibutuhkan secara berkesinambungan, karena merupakan bahan pangan yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai merupakan salah satu produk pertanian hortikultura yang banyak diusahakan oleh petani. Hal ini dikarenakan cabai merupakan komoditas yang memiliki nilai ekonomi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lahan. Kemampuan lahan yang dikelola akan memberikan. produksi yang berbeda-beda tingkat produktivitasnya.

BAB I PENDAHULUAN. lahan. Kemampuan lahan yang dikelola akan memberikan. produksi yang berbeda-beda tingkat produktivitasnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Faktor produksi utama dalam produksi pertanian adalah lahan. Kemampuan lahan yang dikelola akan memberikan produksi yang berbeda-beda tingkat produktivitasnya. Tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian di masa depan. Globalisasi dan liberalisasi

Lebih terperinci

30% Pertanian 0% TAHUN

30% Pertanian 0% TAHUN PERANAN SEKTOR TERHADAP PDB TOTAL I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Julukan negara agraris yang kerap kali disematkan pada Indonesia dirasa memang benar adanya. Pertanian merupakan salah satu sumber kehidupan

Lebih terperinci

Programa Penyuluhan Kab.Bangka

Programa Penyuluhan Kab.Bangka Programa Penyuluhan Kab.Bangka 2013 1 LEMBAR PENGESAHAN PROGRAMA PENYULUHAN PERTANIAN KABUPATEN BANGKA TAHUN 2013 Tim Penyusun, Kepala Bidang Penyuluhan Pada Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Bangka, Koordinator

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas wilayah Kabupaten Kuningan secara keseluruhan mencapai 1.195,71

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Karakteristik Biofisik 4.1.1 Letak Geografis Lokasi penelitian terdiri dari Kecamatan Ciawi, Megamendung, dan Cisarua, Kabupaten Bogor yang terletak antara 6⁰37 10

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) 1. Karakteristik Tanaman Ubi Jalar Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan, dan terdiri dari 400 species. Ubi jalar

Lebih terperinci

Kuliah ke-2. R. Soedradjad Lektor Kepala bidang Pengelolaan Sumberdaya Alam

Kuliah ke-2. R. Soedradjad Lektor Kepala bidang Pengelolaan Sumberdaya Alam Kuliah ke-2 R. Soedradjad Lektor Kepala bidang Pengelolaan Sumberdaya Alam terdiri dari 3 kata: 1. Agro ( pertanian), 2. Eco ( lingkungan), dan 3. Logos (ilmu). artinya Agroekologi adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya/Papua. Dari 168 juta hektar lahan

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya/Papua. Dari 168 juta hektar lahan I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Luas daratan Indonesia seluruhnya adalah 2000 juta hektar. Sekitar 168 juta hektar atau 81% tersebar di empat pulau besar selain di pulau Jawa, yaitu Sumatera, Kalimantan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. untuk industri atau pemukiman dan masalah pasar bagi produk pertanian. Oleh

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. untuk industri atau pemukiman dan masalah pasar bagi produk pertanian. Oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian di Pulau Jawa dihadapkan pada masalah konversi lahan untuk industri atau pemukiman dan masalah pasar bagi produk pertanian. Oleh karena itu, tantangan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 04/04/Th. XIV, 1 April 2011 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI MARET 2011 NILAI TUKAR PETANI SEBESAR 98,45 PERSEN NTP Provinsi Sulawesi Tengah Subsektor Tanaman Pangan (NTP-P) tercatat sebesar 83,67 persen,

Lebih terperinci

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN. Berdasarkan data monografi Desa Sukorejo (2013) menunjukkan keadaan

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN. Berdasarkan data monografi Desa Sukorejo (2013) menunjukkan keadaan IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Berdasarkan data monografi Desa Sukorejo (2013) menunjukkan keadaan alam, keadaan pendududuk, keadaan sarana perekonomia dan keadaaan pertanian di Desa Sukerojo adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian besar

Lebih terperinci

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis 3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Penelitian dilakukan di dua kabupaten di Provinsi Jambi yaitu Kabupaten Batanghari dan Muaro Jambi. Fokus area penelitian adalah ekosistem transisi meliputi

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KOMODITAS PERTANIAN KEC. GALUR, LENDAH KEC. SAMIGALUH, KAB. KULONPROGO

PENGEMBANGAN KOMODITAS PERTANIAN KEC. GALUR, LENDAH KEC. SAMIGALUH, KAB. KULONPROGO PENGEMBANGAN KOMODITAS PERTANIAN KEC. GALUR, LENDAH KEC. SAMIGALUH, KAB. KULONPROGO INTISARI Kadarso Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Janabadra, Yogyakarta Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

2014 EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PERTANIAN UNTUK TANAMAN PANGAN DI KECAMATAN CIMAUNG KABUPATEN BANDUNG

2014 EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PERTANIAN UNTUK TANAMAN PANGAN DI KECAMATAN CIMAUNG KABUPATEN BANDUNG A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN berikut : FAO dalam Arsyad (2012:206) mengemukakan pengertian lahan sebagai Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air, dan

Lebih terperinci

Prosiding Perencanaan Wilayah dan Kota ISSN:

Prosiding Perencanaan Wilayah dan Kota ISSN: Prosiding Perencanaan Wilayah dan Kota ISSN: 2460-6480 Arahan Pemanfaatan Lahan Kritis Pasca Tambang Pasir di Desa Ranji Kulon Kecamatan Kasokandel Agar Dapat Mengembalikan Produktifitas dan Nilai Ekonomis

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencaharian sebagai petani. Hal ini ditunjang dari banyaknya lahan kosong yang

BAB I PENDAHULUAN. pencaharian sebagai petani. Hal ini ditunjang dari banyaknya lahan kosong yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Hal ini ditunjang dari banyaknya lahan kosong yang dapat dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

Republik Indonesia. SURVEI HARGA PEDESAAN Subsektor Tanaman Hortikultura (Metode NP)

Republik Indonesia. SURVEI HARGA PEDESAAN Subsektor Tanaman Hortikultura (Metode NP) RAHASIA Republik Indonesia SURVEI HARGA PEDESAAN Subsektor Tanaman Hortikultura (Metode NP) PERHATIAN 1. Tujuan pencacahan NP-2 adalah untuk mencatat/mengetahui nilai & volume produksi yang dijual petani

Lebih terperinci

Tabel Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Sayuran Tahun

Tabel Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Sayuran Tahun 9 2.1 Tanaman Sayuran Tabel 2.1.1 Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Sayuran Tahun 20112015 Uraian A. 1 Bawang Merah Tahun * Luas Panen (Ha) 2,00 7,00 * Produktivitas (Ku/Ha) 45,00 90,00 * Produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan,

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan, karakteristik lahan dan kaidah konservasi akan mengakibatkan masalah yang serius seperti

Lebih terperinci

TATACARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni Oktober 2015 dan dilakukan

TATACARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni Oktober 2015 dan dilakukan 22 TATACARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni Oktober 2015 dan dilakukan di lapangan dan di laboratorium. Pengamatan lapangan dilakukan di empat lokasi

Lebih terperinci

BAB I. kemampuannya. Indonesia sebagai Negara agraris memiliki potensi pertanian

BAB I. kemampuannya. Indonesia sebagai Negara agraris memiliki potensi pertanian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan merupakan sumberdaya yang sangat penting untuk memenuhi segala kebutuhan hidup sehingga dalam pengelolaan harus sesuai dengan kemampuan agar tidak menurunkan produktivitas

Lebih terperinci

3. List Program Pertanyaan Untuk Ciri-Ciri Asal Terjadinya Tanah. 4. List Program Pertanyaan Untuk Ciri-Ciri Sifat Dan Bentuk Tanah

3. List Program Pertanyaan Untuk Ciri-Ciri Asal Terjadinya Tanah. 4. List Program Pertanyaan Untuk Ciri-Ciri Sifat Dan Bentuk Tanah 1. List Program Untuk Menu Utama MPenjelasan_Menu_Utama.Show 1 2. List Program Untuk Penjelasan Menu Utama MPenjelasan_Tanah.Show 1 3. List Program Pertanyaan Untuk Ciri-Ciri Asal Terjadinya Tanah MSifat_Bentuk2.Show

Lebih terperinci

5.1. Analisa Produk Unggulan Daerah (PUD) Analisis Location Quotient (LQ) Sub Sektor Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan

5.1. Analisa Produk Unggulan Daerah (PUD) Analisis Location Quotient (LQ) Sub Sektor Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan 5.1. Analisa Produk Unggulan Daerah (PUD) 5.1.1 Analisis Location Quotient (LQ) Sub Sektor Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan Produk Unggulan Daerah (PUD) Lamandau ditentukan melalui

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam dan luar negeri terhadap tanaman selada, komoditas ini mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam dan luar negeri terhadap tanaman selada, komoditas ini mempunyai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia, tanaman selada belum dikelola dengan baik sebagai sayuran komersial. Daerah yang banyak ditanami selada masih terbatas di pusat-pusat produsen sayuran

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya alam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu ekosistem, yaitu lingkungan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara makhluk hidup yang

Lebih terperinci

Lampiran 2. Impor Komoditi Pertanian (Dalam Volume Impor) Sub Sektor Jan-Nov 2007 Jan-Nov 2008 % 2008 Thd 2007

Lampiran 2. Impor Komoditi Pertanian (Dalam Volume Impor) Sub Sektor Jan-Nov 2007 Jan-Nov 2008 % 2008 Thd 2007 Lampiran 1. Ekspor Komoditi Pertanian (Dalam Volume Ekspor) Sub Sektor Jan-Nov 2007 Jan-Nov 2008 % 2008 Thd 2007 Volume (Kg) Nilai (US$) Volume (Kg) Nilai (US$) Volum Nilai (US$) e (Kg) Tanaman pangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan menggunakan pendekatan ekologi. Penelitian deskriptif kuantitatif dengan pendekatan ekologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan Pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional. Pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian bangsa, hal ini ditunjukkan

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 39. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Bawang Merah Menurut Propinsi

Tabel Lampiran 39. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Bawang Merah Menurut Propinsi Tabel 39., dan Bawang Merah Menurut 6.325 7.884 854.064 7,4 7,4 2 Sumatera 25.43 9.70 3.39 2.628 7,50 7,50 3 Sumatera Barat 8.57 3.873.238.757 6,59 7,90 4 Riau - - - - - - 5 Jambi.466.80 79 89 8,9 6,24

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK KOMODITAS SAYURAN UNGGULAN DI KABUPATEN BATANG

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK KOMODITAS SAYURAN UNGGULAN DI KABUPATEN BATANG Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Vol. 5 No. 1 (Juli 2015): 33-41 ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK KOMODITAS SAYURAN UNGGULAN DI KABUPATEN BATANG Land Suitability Analysis for Primary Vegetable

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki tanaman pangan maupun hortikultura yang beraneka ragam. Komoditas hortikultura merupakan komoditas pertanian yang memiliki

Lebih terperinci

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB VI. PERSIAPAN LAHAN Rizka Novi Sesanti KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

PERAN DAN IDENTIFIKASI KOMODITAS PERTANIAN UNGGULAN DI KABUPATEN WONOGIRI

PERAN DAN IDENTIFIKASI KOMODITAS PERTANIAN UNGGULAN DI KABUPATEN WONOGIRI PERAN DAN IDENTIFIKASI KOMODITAS PERTANIAN UNGGULAN DI KABUPATEN WONOGIRI Aminah Happy MA Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Abstract The objectives of this research are to calculate

Lebih terperinci

EVALUASI KEMAMPUAN DAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK KAWASAN AGROPOLITAN DI KECAMATAN BANDUNGAN KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2012

EVALUASI KEMAMPUAN DAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK KAWASAN AGROPOLITAN DI KECAMATAN BANDUNGAN KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2012 EVALUASI KEMAMPUAN DAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK KAWASAN AGROPOLITAN DI KECAMATAN BANDUNGAN KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2012 SKRIPSI Oleh: BETHA JASWATI PUTRI DESTIANA K5409013 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Oleh karena itu sektor pertanian di Indonesia perlu

I. PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Oleh karena itu sektor pertanian di Indonesia perlu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang menopang kehidupan sebagian besar masyarakat Indonesia. Oleh karena itu sektor pertanian di Indonesia perlu terus dikembangkan

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah

Lebih terperinci

4.1. Letak dan Luas Wilayah

4.1. Letak dan Luas Wilayah 4.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Lamandau merupakan salah satu Kabupaten hasil pemekaran Kabupaten Kotawaringin Barat. Secara geografis Kabupaten Lamandau terletak pada 1 9-3 36 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan hasil evaluasi komoditas pertanian pangan di kawasan budiddaya di Kecamatan Pasirjambu, analisis evaluasi RTRW Kabupaten Bandung terhadap sebaran jenis pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Pemahaman masyarakat terhadap pentingnya pola hidup sehat semakin

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Pemahaman masyarakat terhadap pentingnya pola hidup sehat semakin 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemahaman masyarakat terhadap pentingnya pola hidup sehat semakin tinggi, hal tersebut diwujudkan dengan mengkonsumsi asupan-asupan makanan yang rendah zat kimiawi sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah DAS Biru yang mencakup Kecamatan Bulukerto dan Kecamatan Purwantoro berdasarkan peraturan daerah wonogiri termasuk dalam kawasan lindung, selain itu DAS Biru

Lebih terperinci

KESESUAIAN LAHAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA

KESESUAIAN LAHAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA KESESUAIAN LAHAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA Asmirawati Staf Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Kabupaten Bulukumba asmira_st@gmail.com ABSTRAK Peningkatan kebutuhan lahan perkotaan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kabupaten Kuningan Kabupaten Kuningan memiliki luas 1.178,57 Km² (117.857,55 Ha) terletak pada 108 0 23 108 0 47 Bujur Timur dan 6 0 47 7 0 12 Lintang Selatan dengan ibukota

Lebih terperinci