menyebar ke seluruh dunia, terutama ke negara-negara beriklim tropis pada abad

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "menyebar ke seluruh dunia, terutama ke negara-negara beriklim tropis pada abad"

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ubi Jalar Putih Tanaman ubi jalar (Ipomoea batatas L) diduga berasal dari benua Amerika, tetapi para ahli botani dan pertanian memperkirakan daerah asal tanaman ubi jalar adalah Selandia Baru, Polinesia dan Amerika bagian tengah. Ubi jalar mulai menyebar ke seluruh dunia, terutama ke negara-negara beriklim tropis pada abad ke-16. Orang-orang Spanyol menyebarkan ubi jalar ke kawasan Asia, terutama Filipina, Jepang dan Indonesia. Cina merupakan penghasil ubi jalar terbesar mencapai 90% (rata-rata 114,7 juta ton) dari yang dihasilkan dunia (FAO, 2004). Menurut Rukmana, (1997) ubi jalar termasuk kedalam kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledoneae, ordo Convolvulales, famili Convolvulaceae dan genus Ipomoea, spesies Ipomoea batatas. L. sin. Batatas edulis Choisy. Umbi tanaman ubi jalar terjadi karena adanya proses diferensiasi akar sebagai akibat terjadinya penimbunan asimilat dari daun yang membentuk umbi. Umbi tanaman ubi jalar memiliki ukuran, bentuk, warna kulit, dan warna daging bermacam-macam, tergantung pada varietasnya. Ukuran umbi tanaman ubi jalar bervariasi, ada yang besar dan ada pula yang kecil. Bentuk umbi tanaman ubi jalar ada yang bulat, bulat lonjong (oval), dan bulat panjang. Kulit umbi ada yang berwarna putih, kuning, ungu, jingga, dan merah (Samsyir, 2009). Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C, B1, dan B2), mineral (Fe, P, dan Ca), protein, lemak, dan serat kasar. Kandungan ubi jalar tersebut terdiri atas air (71,1%), pati (22,4%), protein (1,4%), lemak

2 (0,2%), vitamin A (0,01-0,69/100g), dan sumber mineral yang cukup memadai (Bradbury, 1988). Kandungan gizi ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan gizi pada ubi jalar per 100 gr Kandungan Gizi Nilai Satuan Energi 136 Kal Protein 1,1 g Lemak 0,4 g Karbohidrat 32,3 g Kalsium 57,0 g Vitamin A 900 SI Vitamin B1 0,10 Mg Vitamin C 35,0 Mg Air 68,5 g Serat Kasar 1,4 g Abu 0,3 g Kadar Gula 0,3 g Sumber: Direktorat Gizi Depkes RI (1993) Ubi jalar memiliki kandungan air yang tinggi sehingga bahan kering yang terkandung relatif rendah. Kandungan rata-rata bahan kering ubi jalar sebesar 30% dan sangat bervariasi tergantung pada beberapa faktor yaitu kultivar, lokasi, iklim, tipe tanah, serangan hama dan penyakit, dan cara menanamnya (Lingga et al., 1986). Ubi jalar dikonsumsi sebagai bahan makanan tambahan atau sampingan kecuali Irian Jaya dan Maluku digunakan sebagai makanan pokok. Menurut Andrianto dan Indarto (2004), berdasarkan tekstur, ukuran, warna kulit, dan warna umbi yang sangat bervariasi tergantung varietasnya. Warna ubi jalar terdiri dari ubi jalar kuning, ubi jalar oranye, ubi jalar putih, ubi jalar jingga dan ubi jalar ungu. Ubi jalar berwarna jingga atau oranye mengandung betakaroten tinggi dari pada ubi lainnya. Sementara varietas ubi jalar yang digunakan untuk pangan berdasarkan tekstur daging ubi jalar dapat dibedakan dalam dua golongan, yaitu umbi berdaging lunak karena banyak mengandung air tidak berserat (agak

3 berair, berdaging manis) dan umbi berdaging keras karena banyak mengandung pati dan serat (banyak mengandung tepung) (Sarwono, 2005). Ubi jalar yang berwarna putih lebih diarahkan untuk pengembangan tepung dan pati karena umbi yang berwarna cerah cenderung lebih baik kadar patinya dan warna tepung lebih menyerupai terigu. Bentuk olahan ubi jalar yang cukup potensial dalam kegiatan agroindustri sebagai upaya peningkatan nilai tambah adalah tepung dan pati yang merupakan produk antara untuk industri pangan seperti roti, cake, biskuit, dan mie terutama sebagai substitusi dalam penggunaan terigu. Sebagai contoh, kue kering (cookies) dapat diolah dari 100% tepung ubi jalar, sedangkan cake dibuat dari campuran 25-50% tepung ubi jalar dengan 50-75% terigu (Antarlina, 1999). Selain itu penggunaan tepung ubi jalar pada pembuatan cake dan kue dapat menghemat penggunaan gula sebesar 20% dibandingkan dengan cake dan kue yang dibuat dari 100% terigu, karena kandungan gula pada ubi jalar yang cukup tinggi. Biskuit dapat dibuat dari campuran 20% tepung ubi jalar dan 80% terigu (Antarlina, 1999) Karakteristik Fisik Ubi Jalar Putih Seiring dengan berpengembangannya teknologi, varietas ubi jalar di Indonesia, telah dihasilkan klon - klon baru unggulan dan sudah dikarakterisasi berdasarkan morfologi dan kandungan kimianya. Berdasarkan analisis kluster dari 200 varietas baru di kawasan Citatah, Kab. Bandung Barat diperoleh lima kelompok klon yang mempunyai penampilan hampir mirip (Kurniawan, dkk., 2013) salah satunya adalah klon ubi jalar putih shiroyutaka dan kumerot.

4 Secara fisik, kulit ubi jalar Putih lebih tipis dibandingkan kulit ubi kayu dan merupakan umbi dari bagian batang tanaman. Warna kulit ubi jalar bervariasi dan tidak selalu sama dengan warna umbi. Warna daging umbinya bermacam-macam, dapat berwarna putih, kuning, jingga kemerahan, atau keabuan. Demikian pula bentuk umbinya seringkali tidak seragam (Antarlina dan Utomo, 1999). Berikut tanaman ubi jalar dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Ubi jalar Putih (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2016) Daging umbi tanaman ubi jalar sangat bervariasi, ada yang berwarna putih, kuning, jingga, dan ungu muda. Struktur kulit umbi tanaman ubi jalar juga bervariasi antara tipis sampai tebal dan bergetah. Bentuk dan ukuran umbi merupakan salah satu kriteria unutk menentukan harga jual di pasaran. Bentuk umbi yang rata (bulat dan bulat lonjong) dan tidak banyak lekukan termasuk umbi yang berkualitas baik (Samsyir, 2009). Karakteristik fisik ubi jalar putih dapat dilihat dari Tabel 2. Tabel 2. Karakteristik Fisik Ubi Jalar Putih varietas Ratarata bobot per umbi (g) Rata-rata panjang umbi (cm) Rata-rata diameter Umbi (cm) Bentuk umbi Tipe permukaan umbi Warna utama kulit umbi Kumerot 402,9 19,3 10,6 Lonjong Rata Merah keunguan Warna utama daging umbi Jingga tua Warna sekunder daging umbi Shiroyutaka 328,3 17,8 11,4 Bulat Rata Krem Putih Tidak ada Sumber: (Kurniawan, 2013) Ubi jalar putih varietas kumerot memiliki rata rata bobot 402,9 g, panjang 19,3 cm, diameter 10,6 cm, bentuk lonjong, warna umbi jingga tua hingga krem dan Krem

5 warna kulit merah keunguan. Sedangkan ubi jalar putih varietas siroyutaka memiliki rata rata bobot 328,3 g, panjang 17,8 cm, diameter 11,4 cm, bentuk bulat, warna umbi putih, dan warna kulit krem (Kurniawan, 2013). Berikut ubi jalar varietas shiroyutaka dan kumerot dapat dilihat pada Gambar 2. Kumerot Shiroyutaka Gambar 2. Ubi Jalar Varietas Shiroyutaka dan Kumerot (Sumber : Dokumentasi pribadi, 2016) Karakteristik Kimia Ubi Jalar Putih Ubi jalar (Ipomea batatas) merupakan komoditas sumber karbohidrat utama setelah padi, jagung, dan ubi kayu. Ubi jalar mempunyai peranan penting dalam penyediaan bahan pangan, bahan baku industri maupun pakan ternak (Zuraida dan Suprapti, 2001). Karakteristik bahan pangan yang dihasilkan dari ubi jalar sangat dipengaruhi kandungan kimia dari ubi jalar yang digunakan (Alwie, 2007). Berikut komposisi kimia ubi jalar putih dapat dilihat dari Tabel 3. Tabel 3. Kandungan kimia ubi jalar putih varietas Gula reduksi (%) Abu (%) Kadar air (%) Kandungan pati (%) Derajat kemanisan mentah ( o brix) Derajat kemanisan kukus ( o brix) Derajat kemanisan oven ( o brix) Kumerot 0,99 0,84 74,77 28,35 3,5 10,8 12,3 Shiroyutaka 1,72 1,03 60,83 25,05 3,8 9,7 13,1 Sumber : (Kurniawan, 2013) Ubi jalar putih varietas kumerot memiliki kadar pati sebesar 28,35%, gula pereduksi 0,99%, kadar abu 0,84%, Kadar air 74,77%, dan derajat kemanisan mentah 3,5 o brix. Sedangkan varietas shiroyutaka memiliki kadar pati sebesar

6 25,05%, gula pereduksi 1,72%, kadar abu 1,03%, Kadar air 15,05%, dan derajat kemanisan mentah 3,8 o brix (Kurniawan, 2013) Tepung Ubi Jalar Putih Tepung merupakan salah satu bentuk alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan, karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), ditambah zat gizi (difortifikasi), dibentuk, dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang serba praktis (Winarno, 2000). Tepung terigu sudah sangat melekat di kalangan industri pengolahan pangan di Indonesia. Budaya yang telah terbangun ini perlu diantisipasi dengan pengembangan aneka tepung lokal untuk mengurangi ketergantungan bangsa Indonesia terhadap bahan pangan impor (Sulistiyo, 2006). Tepung adalah partikel padat yang berbentuk butiran halus atau sangat halus tergantung proses penggilingannya. Biasanya digunakan untuk keperluan penelitian, rumah tangga, dan bahan baku industri. Tepung bisa berasal dari bahan nabati misalnya tepung terigu dari gandum, tapioka dari singkong, maizena dari jagung, atau hewani misalnya tepung tulang dan tepung ikan (Alwie, 2007). Menurut Heriyanto dan Winarto (1998), pada dasarnya pembuatan tepung ubi jalar dibuat dengan proses pengecilan ukuran sampai dengan ukuran diatas 80 mesh. Untuk membuat tepung ubi jalar, pertama tama ubi jalar di kupas dan dipotong dengan ukuran kecil, kemudian potongan potongan tersebut direndam dengan air kapur untuk menghindari pencoklatan, lalu dikeringkan menjadi gaplek ubi jalar, setelah itu dilakukan penggilingan dan pengayakan dengan mesh yang telah ditentukan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Karida, et al. (2007),

7 tingkat rendemen rata rata pada proses produksi tepung ubi jalar mencapai 26,50%. Pembuatan tepung ubi jalar dilakukan dengan proses persiapan bahan, perendaman, blansing, pengirisan, pengeringan, penggilingan, dan pengayakan. Tahap persiapan bahan meliputi pemilihan ubi jalar dan pembersihan. Tahapan perendaman dilakukan dengan larutan kapur atau metabisulfit untuk mencegah terjadinya pencoklatan pada ubi jalar, lalu pengirisan bertujuan untuk memperluas permukaan agar mudah dalam proses selanjutnya. Pengeringan dilakukan untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari bahan, penggilingan bertujuan untuk proses pengecilan ukuran menjadi tepung dan pengayakan bertujuan untuk memisahkan partikel-partikel yang tidak dikehendaki dan untuk mendapatkan keseragaman ukuran (Heriyanto dan Winarno, 1998) Pati Ubi Jalar Putih Pati adalah karbohidrat yang merupakan polimer glukosa yang terdiri dari amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan bagian polimer dengan ikatan α- (1,4) dari unit glukosa, yang membentuk rantai lurus, yang umumnya dikatakan sebagai linier dari pati. Meskipun sebenarnya amilase dihidrolisa dengan β-amilase pada beberapa jenis pati tidak diperoleh hasil hidrolisis yang sempurna, β-amilase menghidrolisis amilosa menjadi unit-unit residu glukosa dengan memutus ikatan α- (1,4) dari ujung non pereduksi rantai amilosa menghasilkan maltosa (Hee-Joung An, 2005). Menurut Kusnandar, (2010) pati memiliki beberapa sifat alami yang dapat menyulitkan dalam pengolahan pangan, diantaranya:

8 a. pati menghasilkan suspensi dengan viskositas dan kemampuan membentuk gel yang tidak seragam b. pati tidak tahan pada pemanasan suhu tinggi, dalam proses gelatinisasi pati dapat terjadi penurunan viskositas suspensi pati dengan meningkatnya suhu pemanasan c. pati tidak tahan kondisi asam, karena mudah terhidrolisis pada kondisi asam yang dapat mengurangi kemampuan gelatinisasinya d. pati tidak tahan proses mekanis, viskositas pati akan menurun dengan adanya proses pengadukan atau pemompaan e. kelarutan pati terbatas di dalam air. Kemampuan pati untuk membentuk tekstur yang kental dan gel dapat menjadi masalah dalam proses pengolahan pangan. Sifat fungsional pati yang penting adalah kemampuan mengentalkan dan membentuk gel. Sifat pengental pati ditunjukkan dengan kemampuan pati mencapai viskositas yang tinggi. Thickening power dilihat dari viskositas maksimum yang mampu dibentuk oleh pati tersebut selama pemanasan (Swinkels, 1985). Pemanasan pada granula pati dapat mengakibatkan gelatinisasi pada pati. Gelatinisasi adalah kerusakan pada urutan molekul dalam butiran pati yang bergantung pada suhu dan kandungan air, bersifat tidak dapat berubah, berawal dari pembesaran ukuran granula pati, menyebabkan kenaikan kekentalan larutan atau suspensi, bervariasai bergantung pada kondisi pemasakan dan tipe granula pati pada bahan (Thomas, 2007). Proses gelatinisasi pati ini perlu dipahami mengingat sangat menentukan kualitas produk berbasis tepung atau pati. Mekanisme gelatinisasi pati dapat dilihat pada Gambar 3.

9 Menurut Thomas, (2007) gelatinisasi granula pati mencangkup hal hal berikut, diantaranya 1) hidrasi dan mengembangnya beberapa kali dari ukuran semula, 2) hilangnya sifat birefigence, 3) peningkatan kejernihan pasta, 4) penigkatan konsistensi dan pencapaian puncak secara cepat dan jelas, 5) ketidaklarutan molekul molekul linear dan pendifusian dari granula yang pecah dan 6) retrogradasi dari campuran sampai membentuk gel. Menurut Firdaus, (2000) menyatakan bahwa pengembangan granula yang optimal menyebabkan rongga yang terbentuk makin sedikit (ruang antar sel makin rapat) dan menghasilkan tekstur yang tegar. Granula pati tersusun dari amilosa (berpilin) dan amilopektin (bercabang). Masuknya air merusak kristalisasi amilosa dan helix. Granula membengkak. Adanya panas dan air menyebabkan pembengkakan tinggi. Amilosa berdifusi keluar. Granula mengandung amilopektin, rusak dan terperangkap dalam matriks amilosa membentuk gel. Gambar 3. Mekanisme Gelatinisasi Pati (Sumber: Kusnandar, 2010)

10 Panas menyebabkan pati tergelatinisasi. Setelah gelatinisasi, bila suhu terus naik maka akan terus terjadi pengembangan granula dan penyerapan air. Selanjutnya terjadi degradasi molekul pati menjadi molekul yang lebih sederhana. Ikatan glikosidik pada pati dapat diputus dengan melakukan hidrolisis sehingga menghasilkan monosakarida (Mutmainah, Dimas dan Bambang, 2013). Suhu gelatinisasi pada pati ubi jalar yaitu berkisar antara 61,5 88,5 o C selama menit (Ginting, dkk., 2005). Pengolahan ubi jalar menjadi pati dilakukan dengan cara menyawut ubi jalar segar yang telah dikupas kulitnya dan dicuci dengan air. Selanjutnya, hasil sawutan ditambahkan air bersih dengan perbandingan 1:4, diperas dengan menggunakan kain saring. Hasil perasan berupa cairan yang mengandung pati, kemudian diendapkan. Setelah mengendap, bagian air dipisahkan dari bagian padatan yang mengendap. Endapan yang diperoleh dikeringkan sampai kadar air kurang dari 10% (Marsetio, dkk., 2015). Pati hasil ekstraksi dinamakan pati alami. Pati dalam bentuk alami (native starch) adalah pati yang dihasilkan dari sumber umbi-umbian dan belum mengalami perubahan sifat fisik dan kimia atau diolah secara kimia-fisika (Yusuf, 2008). 3.1 Karakteristik Tepung dan Pati Ubi Jalar Varietas Shiroyutaka dan Kumerot Sifat Amilografi Tepung dan Pati Ubi Jalar Putih Karakteristik amilografi tepung dan pati ubi jalar sangat menentukan pemanfaatannya pada industri pangan maupun non-pangan. Faktor-faktor yang menentukan karakteristik amilografi tepung adalah varietas, cara bercocok tanam, serta penanganan pascapanen (Wissalini, 2011). Karakteristik amilografi dari

11 tepung ini antara lain suhu awal gelatinisasi, viskositas puncak, viskositas panas pasta, viskositas breakdown, viskositas setback, daya pengembangan, dan pembentukan gel (Julita, 2012). Tabel 4. Sifat Amilografi Tepung dan Pati Ubi Jalar Putih Kode Varietas Suhu Awal Gelatinisasi ( C) Viskositas Puncak (cp) Tepung ubi jalar Shiroyutaka 77, Tepung Ubi Jalar Kumerot 76, Pati Ubi Jalar Shiroyutaka 75, Pati Ubi Jalar Kumerot 76, Sumber: Marsetio dkk, 2015 Pati alami mempunyai kelemahan pada karakteristiknya yaitu tidak larut dalam air dingin, membutuhkan waktu yang lama dalam pemasakan, pasta yang dihasilkan cukup keras, dan mempunyai kestabilan yang rendah. Pati dimodifikasi dengan tujuan untuk mempermudah penggunaan dalam industri pangan, lebih stabil dalam proses dan lebih baik teksturnya. Selain itu juga agar suhu gelatinisasinya lebih tinggi dan tahan panas serta agar viskositasnya lebih baik dari pati sebelumnya. Pati termodifikasi bersifat tidak larut dalam air dingin dan persamaan sifat birefringence-nya (Dyah Ayu dan Widya Dwi, 2014). Suhu awal gelatinisasi tepung dan pati ubi jalar putih dapat dilihat pada Tabel 4. Tepung Ubi Jalar Putih varietas shiroyutaka memiliki suhu awal gelatinisasi sebesar 77,45 o C sedangkan varietas kumerot memiliki suhu awal gelatinisasi lebih rendah yaitu sebesar 76,65 o C. Dalam bentuk pati, ubi jalar putih varietas shiroyutaka memiliki suhu awal gelatinisasi 75,86 o C sedangkan varietas kumerot memiliki suhu awal gelatinisasi sebesar 76,3 o C. Viskositas Pasta Panas (cp) Viskositas Breakdown (cp) Viskositas Pasta Dingin (cp) Viskositas Setback (cp)

12 Suhu awal gelatinisasi merupakan suhu dimana granula pati mulai menyerap air atau dapat terlihat dengan meningkatnya nilai viskositas. Menurut Julita (2012), suhu gelatinisasi tepung ubi jalar berkisar pada suhu 75,28 82 o C. Suhu gelatinisasi dapat turun akibat dari kadar amilopektin yang tinggi (Gonzalez dan Perez 1996). Selain itu amilopektin juga dapat meningkatkan volume pengembangan karena lebih lebih reaktif mengikat air sehingga lebih mudah mengembang (Li dan Yeh 2001). Tepung Ubi Jalar Putih varietas shiroyutaka memiliki viskositas puncak sebesar 1209cP sedangkan varietas kumerot memiliki viskositas puncak lebih tinggi yaitu sebesar 1976cP. Dalam bentuk pati ubi jalar putih varietas shiroyutaka memiliki viskositas puncak sebesar 7832cP sedangkan varietas kumerot memiliki nilai viskositas puncak sebesar 8000cP. Viskositas puncak tepung dan pati ubi jalar putih dapat dilihat pada Tabel 4. Viskositas puncak menunjukkan pati tergelatinisasi yang mana pati mengalami pengembangan maksimum yang selanjutnya pecah. Suhu puncak gelatinisasi dipengaruhi oleh kadar amilosa. Menurut Colado and Corke (1997) peningkatan kadar amilosa akan meningkatkan suhu puncak. Amilosa mampu mengadakan ikatan dengan sesama amilosa maupun dengan amilopektin membentuk konfigurasi yang sulit dirusak karena terdapat banyak ikatan didalam granula sehingga dibutuhkan energi yang lebih besar (Jane et al., 1999 dikutip Baah, 2009). Tepung Ubi Jalar Putih varietas shiroyutaka memiliki viskositas breakdown sebesar 213cP sedangkan varietas kumerot memiliki viskositas breakdown lebih tinggi yaitu sebesar 647cP. Dalam bentuk pati ubi jalar putih varietas shiroyutaka

13 memiliki viskositas breakdown sebesar 4248cP sedangkan varietas kumerot memiliki nilai viskositas breakdown sebesar 4350cP. Viskositas breakdown tepung dan pati ubi jalar putih dapat dilihat pada Tabel 4. Viskositas breakdown atau Breakdown Viscosity (BV) menunjukkan kestabilan tepung selama pemanasan. Semakin tinggi BV, semakin rendah kestabilan tepung terhadap pemanasan, karena itu berarti pasta semakin kehilangan sifat kekentalannya. Hilangnya kekentalan pasta disebabkan oleh pecahnya granula pati setelah melewati ukuran maksimum granula pati karena pemanasan yang kontinyu. Hal ini menyebabkan granula pati melepas amilosa dan amilopektin dari granula, dan kerusakan ini besifat irreversibel (Mason 2009 dikutip Ariefianto, 2015). Tepung Ubi Jalar Putih varietas shiroyutaka memiliki viskositas pasta panas sebesar 996cP sedangkan varietas kumerot memiliki viskositas pasta panas lebih tinggi yaitu sebesar 1329cP. Dalam bentuk pati ubi jalar putih varietas shiroyutaka memiliki viskositas pasta panas sebesar 3584cP sedangkan varietas kumerot memiliki nilai viskositas pasta panas sebesar 3650cP. viskositas pasta panas tepung dan pati ubi jalar putih dapat dilihat pada Tabel 4. Viskositas pasta panas atau trough viscosity (TV) yaitu viskositas pada saat suhu dipertahankan 95 o C. Perubahan viskositas selama pemanasan atau breakdown, yaitu selisih antara Viskositas puncak dengan TV atau menunjukkan kestabilan viskositas terhadap panas. Viskositas pasta dingin atau final viscosity (FV) yaitu viskositas pada saat suhu dipertahankan 50 o C. Perubahan viskositas selama pendinginan atau setback, yaitu selisih antara FV dengan TV atau menunjukkan kemampuan untuk meretrogradasi (Oktaviani, 2013).

14 Tepung Ubi Jalar Putih varietas shiroyutaka memiliki viskositas setback sebesar 492cP sedangkan varietas kumerot memiliki viskositas setback lebih tinggi yaitu sebesar 1068cP. Dalam bentuk pati ubi jalar putih varietas shiroyutaka memiliki viskositas setback sebesar 994cP sedangkan varietas kumerot memiliki nilai viskositas setback sebesar 1084cP. viskositas setback tepung dan pati ubi jalar putih dapat dilihat pada Tabel 4. Viskositas setback merupakan re-asosiasi molekul pati ketika mengalami pendinginan (Charles et al. 2004). Menurut Winarno (2008), semakin tinggi nilai viskositas balik maka menunjukkan semakin tinggi pula kecenderungan untuk membentuk gel (meningkatkan viskositas) selama pendinginan. Tingginya nilai viskositas balik menandakan tingginya kecenderungan untuk terjadinya retrogradasi Karakteristik Kimia Tepung dan Pati Ubi Jalar Putih Bahan pangan dapat diidentifikasi melalui analisis proksimat, kandungan gizi seperti protein, karbohidrat, lemak, air, abu, dan serat. Protein bermanfaat untuk pertumbuhan dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak. Adanya lemak dalam bahan pangan dapat mempengaruhi cita rasa dan mutunya. Garam-garam mineral merupakan zat yang penting untuk mengatur reaksi-reaksi yang terjadi dalam tubuh. Air merupakan komponen penting dalam bahan pangan karena dapat mempengaruhi acceptability, kenampakan, kesegaran, tekstur, serta cita rasa pangan. Perlu diketahui pula bahwa setiap bahan pangan memiliki nilai standar kadar air sebagai batas aman terjadinya kerusakan karena mikroba. Karbohidrat

15 memiliki peranan penting dalam menentukan karakteristik suatu bahan makanan, baik rasa, warna, tekstur, dan lain sebagainya (Ottolen, 2012). Karakteristik kimia tepung ubi jalar akan sangat berpengaruh terhadap karakteristik produk yang dihasilkan, sehingga perlu dilakukan karakterisasi terhadap komposisi kimia tepung yang akan dibuat sebagai bahan dalam pembuatan suatu produk pangan (Alwie, 2007). Kadar pati merupakan salah satu parameter mutu terpenting produk tepung sebagai bahan pangan. Kadar pati produk tepung ubi berkisar antara 63,35 hingga 64,02 (Marsetio dkk, 2015). Tabel 5. Karakteristik Kimia Tepung dan Pati Ubi Jalar Putih Varietas Kadar Pati (%) Kadar Air (%bb) Kadar Amilosa (%) Kadar Gula Pereduksi (%) Tepung ubi jalar Shiroyutaka 63,35 8,31 18,01 3,68 Tepung Ubi Jalar Kumerot 64,02 7,53 17,89 3,12 Pati ubi jalar Shiroyutaka 88,53 3,86 19,98 0,17 Pati Ubi Jalar Kumerot 88,55 4,27 21,4 0,4 Sumber: Marsetio dkk, 2015 Tepung Ubi jalar varietas shiroyutaka memiliki kadar pati sebesar 63,35% sedangkan varietas kumerot memiliki kadar pati yang lebih kecil yaitu sebesar 62,02%. Dalam bentuk pati, ubi jalar varietas shiroyutaka memiliki kadar pati yang lebih besar yaitu sebesar 88,53%, sedangkan varietas kumerot memliki kadar pati sebesar 88,55%. Kadar pati tepung dan pati ubi jalar putih dapat dilihat pada Tabel 5. Kadar pati tepung dan pati dipengaruhi oleh umur panen umbi segarnya. Jika kadar pati pada umbi telah mencapai optimum, maka selanjutnya pati pada umbi akan terus turun secara perlahan dan mulai terjadi perubahan pati menjadi serat (Wahid et al. 1992). Balai Penelitian Aneka Kacang dan Umbi (2012)

16 menyebutkan bahwa kadar pati pada ubi jalar di Indonesia berkisar di antara 16-33%. Tepung Ubi jalar varietas shiroyutaka memiliki kadar amilosa sebesar 18,01% sedangkan varietas kumerot memiliki kadar amilosa yang lebih kecil yaitu sebesar 17,89%. Dalam bentuk pati, ubi jalar varietas shiroyutaka memiliki kadar amilosa yang lebih besar yaitu sebesar 19,98 %, sedangkan varietas kumerot memliki kadar amilosa sebesar 21,4 %. Kadar amilosa tepung dan pati ubi jalar putih dapat dilihat pada Tabel 5. Amilosa memiliki rantai lurus yang panjang sehingga lebih sulit didegradasi oleh enzim atau dihidrolisis oleh asam dibandingkan amilopektin yang memiliki lebih banyak cabang. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Parker (2003) dikutip Ariefianto (2015) bahwa amilosa yang memiliki ikatan α-1,4 glikosida yang tidak bercabang menyebabkan ikatan amilosa lebih kuat sehingga sulit tergelatinisasi dan sulit dicerna. Menurut Aliawati (2003) dikutip Ilmi (2014), kandungan amilosa dalam bahan pangan berpati digolongkan menjadi empat kelompok yaitu kadar amilosa sangat rendah dengan kadar < 10 %, kadar amilosa rendah %, dan kadar amilosa sedang %, dan kadar amilosa tinggi > 25 %. Dengan demikian, amilosa pada tepung ubi jalar keenam klon ini termasuk pada kadar amilosa rendah. Rasio antara amilosa dan amilopektin berbeda dan bervariasi terhadap berbagai sumber pati. Penggunaan pati dengan komposisi tertentu sangat diperlukan dalam industri. Tepung dengan kadar amilosa tinggi banyak digunakan untuk produk seperti pada biodegradable film yang berfungsi sebagai substrat enzim maupun sebagai pengikat pada pembuatan tablet. Amilosa juga berfungsi

17 sebagai pelindung terhadap dehidrasi maupun mengurangi penyerapan minyak yang terlalu banyak saat proses penggorengan seperti pada proses produksi keripik kentang. Sebaliknya, tepung dengan kadar amilopektin tinggi sangat sesuai untuk bahan roti dan kue karena sifat amilopektin yang sangat berpengaruh terhadap swelling properties (sifat mengembang pada pati) (Julita, 2012). Pembuatan soun, mie, dan bihun pun membutuhkan tepung dengan kandungan amilosa yang cukup tinggi karena akan berpengaruhi pada kekuatan tekstur gel dari untaian mie yang dihasilkan (Kusnandar, 2010). Gula pereduksi merupakan golongan karbohidrat yang dapat mereduksi senyawa-senyawa penerima elektron, contohnya adalah glukosa dan fruktosa. Ujung dari suatu gula pereduksi adalah ujung yang mengandung gugus aldehida atau keto bebas. Semua monosakarida (glukosa, fruktosa, galaktosa) dan disakarida (laktosa,maltosa), kecuali sukrosa dan pati (polisakarida), termasuk sebagai gula pereduksi (Darwin, 2013). Kadar gula pereduksi tepung dan pati ubi jalar putih dapat dilihat pada Tabel 5. Tepung Ubi jalar varietas shiroyutaka memiliki kadar gula pereduksi sebesar 3,68% sedangkan varietas kumerot memiliki kadar gula pereduksi yang lebih kecil yaitu sebesar 3,12%. Dalam bentuk pati, ubi jalar varietas shiroyutaka memiliki kadar gula pereduksi yang lebih kecil yaitu sebesar 0,17 %, sedangkan varietas kumerot memliki kadar gula pereduksi sebesar 0,4 %. Sama seperti pati, kandungan gula pereduksi bervariasi karena adanya perbedaan varietas, faktor genetik, dan tingkat usia tanaman (Ginting, 2005). Ubi jalar yang dipakai pada penelitian ini dipanen di usia lima bulan yang diperkirakan pati pada ubi jalar sudah terhidrolisis menjadi gula pereduksi. Hidrolisis sendiri

18 adalah konversi pati menjadi gula-gula sederhana. Prinsip hidrolisis pati adalah pemutusan rantai polimer pati menjadi unit-unit dekstrosa (C6H12O6) (BeMiller dan Whistler, 2009 dikutip Marto, 2013). Tepung Ubi jalar varietas shiroyutaka memiliki kadar air sebesar 8,31% sedangkan varietas kumerot memiliki kadar air yang lebih kecil yaitu sebesar 7,53%. Dalam bentuk pati, ubi jalar varietas shiroyutaka memiliki kadar air yang lebih besar yaitu sebesar 3,83 %, sedangkan varietas kumerot memliki kadar air sebesar 4,27 %. Histogr yang berisi kadar air tepung dan pati ubi jalar putih dari kesua varietas tersebut dapat dilihat pada Tabel 5. Kadar air suatu produk menunjukkan persentasi kandungan air dalam suatu produk. Nilai kadar air produk menjadi penting dalam produk kering seperti produk tepung, karena kadar air yang rendah adalah faktor utama yang membuat produk pati awet. Proses pengeringan pada produk tepung dapat mengurangi kadar air hingga menghambat terjadinya pertumbuhan mikroba. Syarat kadar air yang aman untuk produk sejenis tepung yaitu kurang dari 12% sehingga dapat mencegah pertumbuhan kapang (Winarno 1981). 2.2 Cookies Ubi Jalar Putih Cookies merupakan jenis biskuit yang mempunyai tekstur yang kurang padat. Biasanya tekstur merupakan hal yang paling penting pada makanan lunak dan renyah (Rosalin, 2006). Bahan pembuat cookies dibagi menjadi dua menurut fungsinya yaitu bahan pembentuk struktur meliputi tepung, susu skim, dan putih telur sedangkan bahan pendukung kerenyahan meliputi gula, shortening, bahan pengembang, dan kuning telur. Telur yang ditambahkan berperan menghasilkan

19 produk yang lebih baik, dapat memperbaiki proses creaming, pemberian flavor yang khas, serta kenaikan nilai gizi (Matz, 1972). Pembuatan cookies ubi jalar dilakukan dengan melakukan pencampuran terlebih dahulu pada margarin, mentega, telur, gula, dan vanili dengan menggunakan mixer. Metode yang digunakan dalam pembuatan cookies ini adalah creaming method. Menurut SLCSS (2016), creaming method adalah suatu metode pembuatan cookies dengan cara mencampurkan gula dan lemak terlebih dahulu dengan menggunakan mixer dan dicampur hingga membentuk adonan yang ringan dan halus. Alasan pengocokan terlebih dahulu gula dengan lemak adalah untuk mendapatkan pencampuran adonan yang merata dan pemasukan udara. Penambahan gula bermaksud untuk meningkatkan kelembaban pada adonan dan juga membantu reaksi baking powder. Adonan ditambahkan dengan tepung ubi jalar, leavening agent, dan susu skim. Selama penambahan, sebaiknya bersamaan dengan pengayakan tepung ubi agar tidak terjadi penggumpalan selama proses pengadonan. Selanjutnya cookies dicetak dan dipanggang selama 10 menit dalam suhu 160 o C. Waktu dan suhu pemanggangan cookies berkorelasi dengan kandungan lemak dan juga gula dalam adonan. Menurut Sultan (1983) dalam Mayasari (2015), semakin sedikit kandungan gula dan lemak, maka cookies dapat dipanggang pada suhu yang lebih tinggi ( o C). Menurut Zuraida (2001), diantara bahan pangan sumber karbohidrat, ubi jalar memiliki keunggulan dan keuntungan yang sangat tinggi bagi masyarakat Indonesia, berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut:

20 1) Ubi jalar mudah diproduksi pada berbagai lahan dengan produktivitas antara t/ha umbi segar. 2) Kandungan kalori per 100 g cukup tinggi, yaitu 123 kal dan dapat memberikan rasa kenyang dalam jumlah yang relatif sdikit. 3) Cara penyajian hidangan ubi jalar mudah, praktis dan sangat beragam, serta serasi dengan makanan lain yang dihidangkan. 4) Harga per unit-hidang murah dan bahan mudah diperoleh di pasar lokal. 5) Dapat berfungsi dengan baik sebagai substitusi dan suplementasi makanan sumber karbohidrat tradisional nasi beras. 6) Bukan jenis makanan baru dan telah dikenal oleh masyarakat Indonesia. 7) Rasa dan teksturnya sangat beragam, sehingga dapat dipilih yang paling sesuai dengan selera konsumen 8) Mengandung vitamin dan mineral yang cukup tinggi sehingga layak dinilai sebagai golongan bahan pangan sehat. Menurut penelitian Antarlina (1994), tepung ubi jalar memiliki kadar protein yang rendah yaitu 3,11% tetapi kadar karbohidratnya yang cukup tinggi. Kandungan gizi tepung ubi jalar dibandungkan dengan tepung terigu menunjukkan bahwa kadar protein dan lemak tepung ubi jalar lebih rendah dibandingkan tepung terigu, tetapi mempunyai kadar abu dan serat lebih tinggi serta kandungan karbohidrat yang hampir setara. Kadar serat yang dimiliki tepung ubi jalar lebih tinggi yang menyebabkan warna tepung tidak putih. Menurut Zuraida (2001), campuran 50% tepung ubi jalar dan 50% tepung terigu dianjurkan untuk pembuatan cookies karena lebih disukai, rasa enak, warna menarik dan mempunyai tingkat kemanisan yang sedang. Penggunaan tepung ubi

21 jalar dalam pembuatan cookies dapat menurunkan impor tepung terigu, menurunkan penggunaan gula dan meningkatkan nilai jual ubi jalar Syarat Mutu Cookies Syarat mutu cookies di Indonesia mengacu pada syarat mutu biskuit. Syarat mutu biskuit adalah berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI ), seperti yang tercantum dalam Tabel 6. Ciri khas cookies adalah memiliki kandungan gula dan lemak yang tinggi serta kadar air rendah (kurang dari 5%) sehingga bertekstur renyah, apabila dikemas akan terlindung dari kelembaban dan memiliki umur simpan yang lama (Brown, 2000). Tabel 6. Syarat Mutu Cookies Kriteria Uji Syarat Energi (kkal/100gr) Minimun 400 Air (b/b) (%) Maksimum 4 Protein (%) Maksimum 6 Lemak (b/b) (%) Minimum 18 Karbohidrat (%) Minimum 70 Abu (b/b) (%) Maksimum 2 Serat Kasar (%) Maksimum 0,5 Logam Berbahaya Negatif Bau dan Rasa Normal dan tidak tengik Warna Normal Sumber: Badan Standardisasi Nasional, Karakteristik Organoleptik Cookies Tekstur Karakteristik tekstur yang dihasilkan oleh cookies dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu penambahan lemak dan juga proporsi pati. Menurut Winarno (1991), penambahan lemak dapat mempengaruhi sifat keplastisan dari adonan kue. Di dalam adonan, lemak memberikan fungsi shortening dan fungsi tekstur sehingga cookies (kue kering)/biskuit menjadi lebih lembut. Selain itu, lemak juga berfungsi

22 sebagai pemberi flavor (Reski, 2012). Margarin dalam pembuatan kue kering memberikan tekstur yang lebih renyah dan kering. Selain penambahan lemak pada cookies, proporsi pati pada formulasi adonan juga dapat berpengaruh nyata terhadap karakteristik tekstur. Dalam penelitian Hazizah, et al. (2013), diketahui bahwa semakin banyak proporsi pati dan penambahan margarin, tekstur cookies yang dihasilkan lebih disukai oleh panelis. Wisti (2011) menyatakan, hasil cookies yang dibentuk dari 100% tepung ubi jalar memiliki kecenderungan untuk lebih rapuh dan mudah patah dikarenakan tidak adanya penambahan gluten yang bersifat meningkatkan plastisitas dan daya ikat adonan. Hal ini dapat diatasi dengan memberikan proporsi lemak dan pati yang tepat. Menurut Hazizah, et al. (2013), sifat plastis pada margarin menyebabkan adonan memiliki daya gabung dengan udara lebih besar. Margarin bersifat plastis sehingga adonan yang dihasilkan mudah dibentuk sehingga produk yang dihasilkan renyah. Lemak tidak terlarut tetapi teradsorpsi pada permukaan partikel pati. Lemak membentuk lapisan tipis yang membungkus dan memisahkan partikel-partikel tersebut sehingga partikel tidak berikatan terlalu kompak yang menyebabkan udara mudah menerobos dan keluar pada proses pemanasan Warna Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi warna cookies antara lain warna pada bahan bahan pembuat cookies serta reaksi yang terjadi selama pemanggangan seperti reaksi maillard dan karamelisasi. Derajat keputihan tepung dan pigmen yang masih terkandung dalam tepung maupun pati juga berperan dalam

23 penentu karakteristik warna cookies. Semakin tinggi derajat putihnya, warnanya akan semakin cerah (Hazizah, et al. 2013). Dalam produk pangan, warna mempunyai arti dan peranan penting pada komoditas pangan. Peranan itu sangat nyata pada tiga hal, yaitu daya tarik, tanda pengenal, dan parameter mutu. Selain itu, warna dapat memberi petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makanan seperti pencoklatan dan karamelisasi (de Man, 1997). Penelitian Mayasari (2015) menyatakan, warna cookies dipengaruhi oleh proses pemanggangan. Pemanggangan dalam oven akan menghasilkan warna coklat pada permukaan cookies akibat dari reaksi Maillard. Pemanggangan dalam suhu tinggi dan waktu terlalu lama akan menyebabkan kelembaban cookies rendah dan warnanya semakin gelap. Reaksi Maillard yaitu reaksi antara karbohidrat, khususnya gula pereduksi dengan gugus amina primer. Hasil reaksi tersebut akan menyebabkan bahan menjadi berwarna coklat. Suhu pemanggangan dan lama waktu pemanggangan juga berkaitan dengan reaksi karamelisasi. Reaksi karamelisasi adalah reaksi yang melibatkan gula sederhana yang dapat menghasilkan pembentukan warna coklat karamel dan komponen flavor. Menurut Winarno (1991), titik lebur sukrosa adalah 160 o C. Bila melampaui titik lebur sukrosa, maka karamelisasi sukrosa dimulai. Kelebihan alkali atau dalam hal ini adalah Natrium Bikarbonat juga berakibat pada warna cookies yang kekuningan (Manley, 1998) Rasa Rasa dinilai dengan tanggapan rangsangan kimiawi oleh indra pencicip (lidah), dimana akhirnya keseluruhan interaksi antara sifat-sifat aroma, rasa, dan

24 tekstur merupakan keseluruhan rasa makanan yang dinilai (Nasution, 1980). Tak hanya mempengaruhi warna dan tekstur, penambahan lemak pada cookies juga turut berpengaruh pada karakteristik rasa yang dihasilkan. Menurut Reski (2012), lemak yang biasa digunakan pada pembuatan cookies adalah mentega (butter) dan margarin. Gunakan lemak sebanyak 65-75% dari jumlah tepung. Presentase ini akan menghasilkan kue yang rapuh, kering, gurih, dan warna kue kuning mengkilat. Untuk mendapatkan rasa dan aroma dalam pembuatan cookies dan biskuit, mentega dan margarin dapat dicampur, pergunakan mentega 80% dan margarin 20%, perbandingan ini akan menghasilkan rasa kue yang gurih dan lezat. Penelitian yang dilakukan oleh Mayasari (2015), menyatakan lama pemanggangan dan suhu yang digunakan juga turut berpengaruh nyata pada karakteristik rasa yang dihasilkan. Penerimaan panelis semakin menurun terhadap rasa biskuit akibat adanya proses karamelisasi yang merupakan proses pencoklatan non enzimatis yang disebabkan oleh pemanasan gula yang melampaui titik leburnya. Misalnya pada suhu di atas 170 o C. Winarno (1991) menambahkan, rasa turut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia, konsentrasi, dan interaksi dengan komponen rasa yang lain Aroma Berdasarkan hasil penelitian Prameswari (2013) aroma pada cookies dipengaruhi oleh beberapa bahan baku yang digunakan dalam pembuatan cookies antara lain lemak, susu, dan telur. Aroma khas cookies tercium setelah cookies selesai dipanggang. Penurunan kadar air tepung dan pati dengan melakukan

25 penyangraian terlebih dahulu juga dapat memberikan aroma yang khas pada cookies. Penggunaan suhu tinggi pada pembuatan cookies menyebabkan senyawa volatile hilang karena menguap. Soekarto (1985) menyatakan, komponen penyusun aroma terdiri dari senyawa volatil yang mudah menguap pada suhu tinggi. Peningkatan suhu menyebabkan perpindahan uap air dari adonan ke luar proses kapiler dan difusi. Bersamaan dengan menguapnya air terjadi pengerasan di permukaan cookies dan juga pembentukan aroma yang khas Karakteristik Kimia Kadar Air Air merupakan kompoenen utama dalam bahan pangan yang mempengaruhi tekstur, rupa, maupun citarasa. Daya tahan bahan hasil olahan juga sangat berkaitan dengan kandungan air karena hal tersebut sangat mempengaruhi perpengembanganan mikroorganisme dalam produk olahan (Winarno, 1991). Berdasarkan SNI , kadar air maksimum cookies adalah 5%. Proses yang berperan penting pada penentuan kadar air pada cookies adalah pemanggangan. Proses pemanggangan terjadi akibat dari pindah panas dan pindah massa secara simultan. Perpindahan panas terjadi dari sumber panas ke bahan, sedangkan perpindahan massa terjadi akibat pergerakan air dari bahan ke udara dalam bentuk uap (Muchtadi, 2013). Manley (1998) menyatakan, kadar air yang terlalu rendah akan menyebabkan cookies menjadi gosong dan warnanya terlalu gelap, sedangkan jika

26 terlalu tinggi maka tidak akan renyah, mudah patah, dan perubahan flavor selama penyimpanan berlangsung lebih cepat Kadar Pati Jumlah kadar pati cookies berkorelasi langsung dengan kandungan pati yang terdapat dalam tepung atau pati ubi jalar. Semakin tinggi proporsi pati yang ditambahkan, maka kadar pati cookies juga akan mengalami peningkatan (Hazizah, et al, 2013) Kadar Lemak Kadar lemak yang dihasilkan oleh produk cookies, berkaitan erat dengan penambahan lemak yang ditambahkan. Semakin banyak penambahan lemak maka semakin tinggi pula kadar lemaknya. Beberapa contoh lemak yang digunakan dalam pembuatan cookies adalah mentega, margarin, lemak hewani, lemak nabati, dank rim susu (Manley, 1998). Lemak juga berfungsi untuk melembutkan dan membuat renyah sehingga rasanya lebih lezat Kadar Protein Menurut Supriati (2001), tepung ubi jalar memiliki kandungan protein yang rendah, umumnya untuk meningkatkan kadar proteinnya dilakukan dengan subsitusi tepung lainnya yang berkadar protein tinggi. Salah satunya dengan subtitusi dengan tepung yang berasal dari kacang-kacangan.

27 Kadar Abu Kadar abu yang terdapat pada suatu bahan pangan menunjukkan jumlah kandungan mineralnya. Untuk produk cookies batas maksimum kadar abu yang ditetapkan SNI adalah 2%. Menurut Djuanda dan Cahyono (2000), komposisi kimia setiap ubi jalar bervariasi, tergantung pada jenis, usia tumbuh, keadaan tumbuh, serta tingkat kematangan ubi jalar. Kadar abu ini juga dipengaruhi oleh komposisi kimia yang terdapat dalam tepung ubi jalar itu sendiri. Kadar abu cookies berkisar antara 0,986% - 1,868%.

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies.

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies. Force (Gf) V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.2 Tekstur Tekstur merupakan parameter yang sangat penting pada produk cookies. Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies. Tekstur

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan sumber daya tanaman umbi-umbian, termasuk aneka

I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan sumber daya tanaman umbi-umbian, termasuk aneka I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Syarat Sidang Program

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : 1. Latar Belakang, 2. Identifikasi Masalah, 3. Maksud dan Tujuan Penelitian, 4. Manfaat Penelitian, 5. Kerangka Pemikiran, 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penilitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya I PENDAHULUAN Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya dibutuhkan penulisan laporan mengenai penelitian tersebut. Sebuah laporan tugas akhir biasanya berisi beberapa hal yang meliputi

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan I-10 BAB I PENDAHULUAN

Bab I. Pendahuluan I-10 BAB I PENDAHULUAN Bab I. Pendahuluan I-10 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Mie merupakan salah satu masakan yang sangat populer di Asia, salah satunya di Indonesia. Bahan baku mie di Indonesia berupa tepung terigu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : Latar Belakang, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Pemikiran, Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengkondisian Grits Jagung Proses pengkondisian grits jagung dilakukan dengan penambahan air dan dengan penambahan Ca(OH) 2. Jenis jagung yang digunakan sebagai bahan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hidup dan konsumsinya agar lebih sehat. Dengan demikian, konsumen saat ini

I PENDAHULUAN. hidup dan konsumsinya agar lebih sehat. Dengan demikian, konsumen saat ini I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bekatul Bekatul merupakan hasil samping penggilingan gabah yang berasal dari berbagai varietas padi. Bekatul adalah bagian terluar dari bagian bulir, termasuk sebagian kecil endosperm

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : 1.1 Latar Belakang, 1.2 Identifikasi Masalah, 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian, 1.4 Manfaat Penelitian, 1.5 Kerangka Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang I PENDAHULUAN Cookies merupakan salah satu produk yang banyak menggunakan tepung. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang dihasilkan. Tepung kacang koro dan tepung

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras. 2 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras. Jagung juga mengandung unsur gizi lain yang diperlukan manusia yaitu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. empat di dunia. Ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat dan memiliki

TINJAUAN PUSTAKA. empat di dunia. Ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat dan memiliki TINJAUAN PUSTAKA Ubi jalar ungu Indonesia sejak tahun 1948 telah menjadi penghasil ubi jalar terbesar ke empat di dunia. Ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat dan memiliki kandungan nutrisi

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Teknologi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Roti tawar merupakan salah satu produk turunan dari terigu yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia khususnya masyarakat perkotaan, namun tepung terigu yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biskuit Menurut SNI 2973-2011, biskuit merupakan salah satu produk makanan kering yang dibuat dengan cara memanggang adonan yang terbuat dari bahan dasar tepung terigu atau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Ubi Kayu Ubi kayu yang sering pula disebut singkong atau ketela pohon merupakan salah satu tanaman penghasil bahan makanan pokok di Indonesia. Tanaman ini tersebar

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DAN UJI ORGANOLEPTIK PRODUK OLAHAN MAKANAN DENGAN BAHAN DASAR KENTANG DAN UBI JALAR

PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DAN UJI ORGANOLEPTIK PRODUK OLAHAN MAKANAN DENGAN BAHAN DASAR KENTANG DAN UBI JALAR PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DAN UJI ORGANOLEPTIK PRODUK OLAHAN MAKANAN DENGAN BAHAN DASAR KENTANG DAN UBI JALAR NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pisang merupakan salah satu buah tropis yang paling banyak ditemukan dan dikonsumsi di Indonesia. Produksi pisang di Indonesia adalah yang tertinggi dibandingkan dengan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L) berasal dari Amerika Tengah, pada tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia (Rukmana, 2001). Ubi jalar (Ipomoea

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman labu kuning adalah tanaman semusim yang banyak ditanam di Indonesia dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu kuning tergolong

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus oestreatus) merupakan jamur konsumsi dari jenis jamur kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar adalah salah satu komoditas pertanian yang bergizi tinggi, berumur

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar adalah salah satu komoditas pertanian yang bergizi tinggi, berumur I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ubi jalar adalah salah satu komoditas pertanian yang bergizi tinggi, berumur relatif pendek, mudah diproduksi pada berbagai lahan dengan produktifitas antara 20-40 ton/ha

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pisang raja berasal dari kawasan Asia Tenggara dan pulau-pulau pasifik barat. Selanjutnya

TINJAUAN PUSTAKA. pisang raja berasal dari kawasan Asia Tenggara dan pulau-pulau pasifik barat. Selanjutnya II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Pisang Raja Pisang raja termasuk jenis pisang buah. Menurut ahli sejarah dan botani secara umum pisang raja berasal dari kawasan Asia Tenggara dan pulau-pulau pasifik barat. Selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakso merupakan salah satu produk olahan daging khas Indonesia, yang banyak digemari oleh semua lapisan masyarakat dan mempunyai nilai gizi yang tinggi karena kaya akan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bakso Ayam Bakso merupakan salah satu makanan tradisional Indonesia yang terbuat dari daging. Dihasilkan dengan mencampur daging, garam, bawang, dan tepung tapioka menjadi adonan

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis,

Lebih terperinci

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor II. TINJAUAN PUSTAKA A. TALAS Talas Bogor (Colocasia esculenta (L.) Schott) termasuk famili dari Araceae yang dapat tumbuh di daerah beriklim tropis, subtropis, dan sedang. Beberapa kultivarnya dapat beradaptasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ubi jalar merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi ketergantungan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. ubi jalar merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi ketergantungan terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.2. Latar Belakang Upaya diversifikasi pangan dengan memanfaatkan bahan pangan lokal, seperti ubi jalar merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi ketergantungan terhadap beras

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK (Laporan Penelitian) Oleh RIFKY AFRIANANDA JURUSAN TEKNOLOGI HASIL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kentang tumbuk (mashed potato) adalah kentang yang dihaluskan dan diolah lebih lanjut untuk dihidangkan sebagai makanan pendamping. Di Italia mashed potato disajikan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. Indonesia memiliki beraneka ragam jenis umbi-umbian yang belum

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. Indonesia memiliki beraneka ragam jenis umbi-umbian yang belum I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tepung Tulang Ikan Tuna 4.1.1 Rendemen Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I. PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I. PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tepung Jagung Swasembada jagung memerlukan teknologi pemanfaatan jagung sehingga dapat meningkatkan nilai tambahnya secara optimal. Salah satu cara meningkatkan nilai tambah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan beras ditempatkan sebagai makanan pokok yang strategis.

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan beras ditempatkan sebagai makanan pokok yang strategis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan pola konsumsi masyarakat yang berbasis pada beras menyebabkan beras ditempatkan sebagai makanan pokok yang strategis. Hal tersebut ditunjukkan oleh konsumsi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kadar proksimat dari umbi talas yang belum mengalami perlakuan. Pada penelitian ini talas yang digunakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan IV. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Percobaan Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan penelitian utama dilaksanakan bulan Maret Juni 2017 di Laboratorium Teknologi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berat kering beras adalah pati. Pati beras terbentuk oleh dua komponen yang

TINJAUAN PUSTAKA. berat kering beras adalah pati. Pati beras terbentuk oleh dua komponen yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Beras diperoleh dari butir padi yang telah dibuang kulit luarnya (sekam), merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Sebagian besar butir beras

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kue Bolu. Kue bolu merupakan produk bakery yang terbuat dari terigu, gula,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kue Bolu. Kue bolu merupakan produk bakery yang terbuat dari terigu, gula, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kue Bolu Kue bolu merupakan produk bakery yang terbuat dari terigu, gula, lemak, dan telur. Menurut Donald (2013), kue bolu merupakan produk yang di hasilkan dari tepung terigu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya status ekonomi masyarakat dan banyaknya iklan produk-produk pangan menyebabkan perubahan pola konsumsi pangan seseorang. Salah satunya jenis komoditas pangan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Umbi Iles-iles. Umbi Walur

2 TINJAUAN PUSTAKA. Umbi Iles-iles. Umbi Walur 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umbi Walur (Amorphophallus campanulatus var. sylvetris) Amorphopallus campanulatus merupakan tanaman yang berbatang semu, mempunyai satu daun tunggal yang terpecah-pecah dengan tangkai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. diantaranya adalah umbi-umbian. Pemanfaatan umbi-umbian di Indonesia belum

I PENDAHULUAN. diantaranya adalah umbi-umbian. Pemanfaatan umbi-umbian di Indonesia belum I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan tentang (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia. Sekitar 30 % ubi kayu dihasilkan di Lampung. Produksi tanaman ubi kayu di Lampung terus meningkat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN ton (US$ 3,6 juta) (Jefriando, 2014). Salah satu alternatif pemecahan

I. PENDAHULUAN ton (US$ 3,6 juta) (Jefriando, 2014). Salah satu alternatif pemecahan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tepung terigu sangat dibutuhkan dalam industri pangan di Indonesia. Rata-rata kebutuhan terigu perusahaan roti, dan kue kering terbesar di Indonesia mencapai 20 ton/tahun,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Analog Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah dengan mengembangkan alternatif pangan. Program diversifikasi pangan belum dapat berhasil

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cake merupakan adonan panggang yang dibuat dari empat bahan dasar yaitu tepung terigu, gula, telur dan lemak. Cake banyak digemari masyarakat terutama bagi anak-anak

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

LOGO BAKING TITIS SARI

LOGO BAKING TITIS SARI LOGO BAKING TITIS SARI PENGERTIAN UMUM Proses pemanasan kering terhadap bahan pangan yang dilakukan untuk mengubah karakteristik sensorik sehingga lebih diterima konsumen KHUSUS Pemanasan adonan dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. L Kadar Protein Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan bahwa penambahan gula aren dengan formulasi yang berbeda dalam pembuatan kecap manis air kelapa

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengkukusan kacang hijau dalam pembuatan noga kacang hijau.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengkukusan kacang hijau dalam pembuatan noga kacang hijau. IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini akan menjelaskan mengenai : (4.1) Penelitian Pendahuluan, dan (4.2) Penelitian Utama. 4.1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan lama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ubi Jalar 1. Pengertian Ubi jalar atau ketela rambat diduga berasal dari Amerika tengah, mulai menyebar keseluruh dunia diperkirakan abad ke 16, termasuk tanaman semusim yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gemuk untuk diambil dagingnya. Sepasang ceker yang kurus dan tampak rapuh,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gemuk untuk diambil dagingnya. Sepasang ceker yang kurus dan tampak rapuh, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ceker ayam Ceker adalah bagian dari tubuh ayam yang berhubungan langsung dengan benda-benda kotor. Meski demikian, tanpa ceker ayam tidak mungkin menjadi gemuk untuk diambil

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur TINJAUAN PUSTAKA Tempe Tempe adalah bahan makanan hasil fermentasi kacang kedelai atau jenis kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur Rhizopus oligosporus. Mempunyai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumping merupakan makanan tradisional yang berasal dari Bali, pada di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumping merupakan makanan tradisional yang berasal dari Bali, pada di 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumping Sumping merupakan makanan tradisional yang berasal dari Bali, pada di Indonesia sumping dikenal dengan kue nagasari. Sumping umumnya dibuat dari tepung beras, santan,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. penduduk sehingga terjadi masalah hal ketersediaan pangan. Ketergantungan pada

PENDAHULUAN. penduduk sehingga terjadi masalah hal ketersediaan pangan. Ketergantungan pada PENDAHULUAN Latar Belakang Produksi pangan di negara-negara sedang berkembang terus meningkat. Namun demikian peningkatan ini tidak seimbang dengan pertambahan jumlah penduduk sehingga terjadi masalah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat dan Kegunaan Penelitian, (5) Kerangka pemikiran,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti makanan pokok karena mengandung karbohidrat sebesar 27,9 g yang dapat menghasilkan kalori sebesar

Lebih terperinci

TANAMAN PENGHASIL PATI

TANAMAN PENGHASIL PATI TANAMAN PENGHASIL PATI Beras Jagung Sagu Ubi Kayu Ubi Jalar 1. BERAS Beras (oryza sativa) terdiri dari dua jenis, yaitu Japonica yang ditanam di tanah yang mempunyai musim dingin, dan Indica atau Javanica

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Air Rata-rata kadar air kukis sagu MOCAL dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil uji lanjut DNMRT terhadap kadar air kukis (%) SMO (Tepung sagu 100%, MOCAL 0%) 0,331"

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang digilib.uns.ac.id I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Orang sering memerlukan makanan selingan di samping makanan pokok. Makanan selingan sangat bervariasi dari makanan ringan sampai makanan berat, atau makanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti selulosa, hemiselulosa, dan pektin. Karbohidrat pada ubi jalar juga

BAB I PENDAHULUAN. seperti selulosa, hemiselulosa, dan pektin. Karbohidrat pada ubi jalar juga BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Kandungan gizi utama pada ubi jalar adalah karbohidrat sebanyak 75-90% berat kering ubi merupakan gabungan dari pati, gula, dan serat seperti selulosa, hemiselulosa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biskuit merupakan makanan kecil (snack) yang termasuk ke dalam kue kering dengan kadar air rendah, berukuran kecil, dan manis. Dalam pembuatan biskuit digunakan bahan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS B. TEPUNG BERAS KETAN

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS B. TEPUNG BERAS KETAN II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS Beras merupakan bahan pangan pokok masyarakat Indonesia sejak dahulu. Sebagian besar butir beras terdiri dari karbohidrat jenis pati. Pati beras terdiri dari dua fraksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki potensi di sektor

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki potensi di sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki potensi di sektor pertanian yang cukup besar. Berbagai komoditas pertanian memiliki kelayakan yang cukup baik

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 Analisis Kimia.1.1 Kadar Air Hasil analisis regresi dan korelasi (Lampiran 3) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara jumlah dekstrin yang ditambahkan pada

Lebih terperinci

4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Cookies Cookies (kue kering) adalah makanan ringan yang terbuat dari tepung protein rendah. Proses pembuatan cookies dengan cara dipanggang hingga keras namun masih renyah

Lebih terperinci

5.1 Total Bakteri Probiotik

5.1 Total Bakteri Probiotik V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selatan. Buah naga sudah banyak di budidayakan di Negara Asia, salah satunya di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selatan. Buah naga sudah banyak di budidayakan di Negara Asia, salah satunya di 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Buah Naga Buah naga atau dragon fruit merupakan buah yang termasuk kedalam kelompok tanaman kaktus. Buah naga berasal dari Negara Mexico, Amerika Tengah dan Amerika Selatan.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Ubi jalar (Ipomea batatas L.) di Indonesia belum dianggap sebagai

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Ubi jalar (Ipomea batatas L.) di Indonesia belum dianggap sebagai 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Ubi jalar (Ipomea batatas L.) di Indonesia belum dianggap sebagai komoditas penting sebagai pemenuhan akan gizi karbohidrat. Masyarakat pada umumnya beranggapan bahwa ubi jalar

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN SEREALIA DAN KACANG-KACANGAN. ( Food Bar )

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN SEREALIA DAN KACANG-KACANGAN. ( Food Bar ) LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN SEREALIA DAN KACANG-KACANGAN ( Food Bar ) Oleh : Nama NRP Kelompok Meja Tanggal Praktikum Asisten : Lutfi Hanif : 143020097 :D : 02 (

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Snack telah menjadi salah satu makanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat. Hampir seluruh masyarakat di dunia mengonsumsi snack karena kepraktisan dan kebutuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Indeks Glikemik

TINJAUAN PUSTAKA Indeks Glikemik TINJAUAN PUSTAKA Indeks Glikemik Indeks Glikemik pertama dikembangkan tahun 1981 oleh Dr. David Jenkins, seorang Profesor Gizi pada Universitas Toronto, Kanada, untuk membantu menentukan pangan yang paling

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Jenang adalah salah satu hasil olahan dari tepung ketan. Selain tepung ketan, dalam pembuatan jenang diperlukan bahan tambahan berupa gula merah dan santan kelapa. Kedua bahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging

II. TINJAUAN PUSTAKA Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging yang dicetak, dimasak dan dibekukan serta terbuat dari campuran daging giling yang diberi bahan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Singkong (Manihot Esculenta) merupakan salah satu sumber bahan pangan yang

I. PENDAHULUAN. Singkong (Manihot Esculenta) merupakan salah satu sumber bahan pangan yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Singkong (Manihot Esculenta) merupakan salah satu sumber bahan pangan yang cukup potensial. Sebagai bahan pangan di Indonesia singkong menempati urutan ketiga setelah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Maksud Penelitian, (5) Manfaat Penelitian, (6) Kerangka Pemikiran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang terbentang di sepanjang garis

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang terbentang di sepanjang garis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang terbentang di sepanjang garis khatulistiwa, sehingga sepanjang tahun Indonesia hanya mengalami musim hujan dan musim kemarau.

Lebih terperinci