KAJIAN KEPUSTAKAAN. Secara umum taksonomi domba adalah sebagai berikut :

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN KEPUSTAKAAN. Secara umum taksonomi domba adalah sebagai berikut :"

Transkripsi

1 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Deskripsi Domba Garut Secara umum taksonomi domba adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Sub kingdom : Vertebrata Class Ordo Subordo Family Subfamily Genus : Mamalia : Ungulata : Artiodactylata : Bovidae : Caprianae : Ovis Species : Ovis Aries (Heriyadi dkk., 2002) Asal usul domba Garut diyakini berasal dari Kabupaten Garut sebagai sumber daya genetik ternak dari Jawa Barat, yaitu dari daerah Cibuluh, Cikandang, dan Cikeris, di Kecamatan Cikajang serta Kecamatan Wanaraja. Domba Garut adalah rumpun domba asli dari Jawa Barat, dengan ciri khas memiliki kuping rumpung (<4 cm) atau ngadaun hiris (4-8 cm) dengan ekor ngabuntut beurit dan ngabuntut bagong (Heriyadi, 2011).

2 Terbentuknya rumpun domba Priangan atau domba Garut, diyakini berawal dari persilangan antara tiga bangsa domba, yaitu domba Merino, domba Kaapstad, dan domba lokal di Priangan. Domba Garut dibagi ke dalam dua tipe, yakni domba tipe tangkas dan domba tipe pedaging (Heriyadi dkk., 2008). Bobot domba Garut jantan dewasa dapat mencapai kg dan bobot domba Garut betina sekitar kg (Mulyono, 1998). Hal tersebut sejalan dengan pendapat Heriyadi dkk,. (2002) bahwa bobot badan yang dimiliki domba Garut jantan dewasa terbilang sangat variatif berkisar antara kg, tidak jarang ditemukan domba jantan dengan bobot badan diatas 70 kg. Keunggulan domba Garut yaitu memiliki produktivitas cukup baik dan memiliki keunggulan komparatif dalam performa, kekuatan dan bobot badan yang dapat bersaing dengan domba impor dalam hal kualitas dan produktivitas (Gunawan dan Noor, 2005). Dilihat dari segi reproduksinya domba Garut memiliki tingkat kesuburan tinggi (prolifik), memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan sebagai sumber daging dan dapat dijadikan sebagai daya tarik pariwisata daerah (Mansjoer dkk., 2007). Domba Garut memiliki keunggulan cepat dewasa kelamin, tidak mengenal musim kawin dan mempunyai sifat dapat melahirkan anak kembar dua ekor atau lebih (Adiati dkk., 2001, dan Hastono dkk., 2001).

3 2.2 Ransum Komplit Berbasis Bahan Pakan Lokal Ransum adalah bahan makanan yang diberikan kepada ternak selama 24 jam. Ransum terdiri atas bermacam-macam hijauan dan bermacam-macam bahan selain hijauan makanan ternak. Ransum yang diberikan kepada ternak hendaknya dapat memenuhi beberapa persayaratan berikut. a. Mengandung gizi yang lengkap, protein, karbohidrat, vitamin dan mineral. Makin banyak ragam bahan makin baik. b. Digemari oleh ternak. Ternak suka melahapnya. Untuk ini ransum hendaknya sesuai dengan selera ternak atau mempunyai cita rasa yang sesuai dengan lidah ternak. c. Mudah dicerna, tidak menimbulkan sakit atau gangguan yang lain. d. Sesuai dengan tujuan pemeliharaan. e. Harganya murah dan terdapat di daerah setempat (Lubis, 1998). Ternak domba merupakan ternak yang memerlukan hijauan dalam jumlah yang besar (Sugeng, 2000). Pakan hijauan dan bahan berserat sebagai pakan basal bagi ruminansia akan difermentasi oleh mikroba rumen sehingga menghasilkan asam lemak terbang sebagai sumber energi dan pasokan rantai karbon. Konsentrat atau

4 pakan penguat terdiri dari biji-bijian yang digiling halus, seperti jagung, bungkil kelapa, bungkil kedelai, dedak padi. Bahan pakan tersebut umumnya kandungan serat kasarnya rendah sehingga mudah dicerna (Sudarmono dan Sugeng, 2009). Pakan komplit merupakan pakan yang cukup mengandung zat makanan untuk ternak dalam tingkat fisiologis tertentu yang dibentuk dan diberikan sebagai satusatunya pakan yang mampu memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi tanpa tambahan substansi lain kecuali air (Hartadi dkk., 2005). Semua bahan pakan tersebut, baik hijauan (pakan kasar) maupun konsentrat dicampur menjadi satu. Beberapa keuntungan pemberian pakan ransum komplit pada ternak antara lain; disusun sesuai dengan kebutuhan nutrisi dari suatu ternak tertentu sehingga benarbenar palatabel dan dapat menunjang fungsi fisiologis. Penggunaan hijauan dan konsentrat dapat bervariasi dan dalam penyusunannya dapat dicari bahan yang sesuai dengan kebutuhan ternak dan bernilai ekonomis. Penggunaan ransum komplit akan memberikan beberapa keuntungan diantaranya meningkatkan efisiensi pemberian pakan, meningkatkan palatabillitas pakan, meningkatkan konsumsi, campuran ransum komplit dapat mempermudah ternak untuk mendapatkan zat makanan lengkap (Ensminger, 1990). Pembuatan pakan komplit sebaiknya menggunakan bahan pakan lokal. Hal ini sangat diperlukan mengingat ketangguhan agribisnis peternakan adalah mengutamakan penggunaan bahan baku lokal yang tersedia di dalam negeri dan

5 sesedikit mungkin menggunakan komponen impor (Saragih, 2000 dalam Purbowati, dkk., 2007). Selain itu, paradigma pembangunan peternakan di era reformasi adalah terwujudnya masyarakat yang sehat dan produktif serta kreatif melalui peternakan tangguh berbasis sumber daya lokal (Sudardjat, 2000 dalam Purbowati, dkk., 2007). Penggunaan bahan pakan lokal merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah ketidak-kontinyuan ketersediaan bahan baku ransum. Zat makanan yang sangat diperlukan bagi kelangsungan hidup ternak yang utama adalah protein dan energi. Protein merupakan komponen utama jaringan otot dan merupakan komponen fundamental pada semua jaringan hidup. Kebutuhan protein dipengaruhi oleh fase pertumbuhan, kebuntingan, laktasi, bobot badan, umur, kondisi tubuh, pertambahan bobot badan, dan rasio protein energi (Edey 1983). Ternak yang sedang tumbuh membutuhkan energi untuk hidup pokok, pertumbuhan, gerak otot, dan sintesis jaringan baru. Apabila ternak diberi pakan protein dan energi yang melebihi kebutuhan hidup pokoknya, maka ternak tersebut akan menggunakan kelebihan zat makanan untuk pertumbuhan dan produksi. Kecepatan pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh jumlah konsumsi pakan (Tillman dkk., 1998). 2.3 Kebutuhan Protein dan Energi untuk Domba Kebutuhan protein ruminansia sebagian dipenuhi dari protein mikroba rumen dan sebagian lagi dari protein pakan atau ransum yang lolos dari fermentasi didalam

6 rumen (protein bypass). Disamping itu mikroba-mikroba rumen yang mati masuk ke dalam usus menjadi sumber protein bagi ruminansia (65% sumbangan protein bagi ruminansia berasal dari mikroba-mikroba tersebut) (Subagdja, 2000). Kuantitas protein yang dibutuhkan lebih besar untuk pertumbuhan dibandingkan untuk hidup pokok, dan dipengaruhi oleh jenis kelamin, spesies dan genetik ternak. Persentase protein yang dibutuhkan dalam pakan merupakan yang tertinggi untuk ternak muda yang sedang tumbuh dan akan menurun secara berangsur-angsur sampai dewasa. Ketidakcukupan protein (Nitrogen atau asam amino) kemungkinan merupakan defisiensi zat makanan yang umum terjadi karena kebanyakan sumber energi yang digunakan dalam ransum rendah dalam kandungan proteinnya dan suplemen protein biasanya mahal (Pond dkk., 1995). Energi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan kerja dan berbagai bentuk kegiatan (kimia, elektrik, radiasi dan termal) dan dapat diubah-ubah. Ternak yang sedang tumbuh membutuhkan energi untuk pemeliharaan tubuh (hidup pokok), memenuhi kebutuhan akan energi mekanik untuk gerak otot dan sintesa jaringan-jaringan baru (Tillman, dkk., 1991). Ternak memperoleh energi dari pakannya (McDonald 2002). Kebutuhan energi ini tergantung dari proses fisiologis ternak (Anggorodi, 1990). Kekurangan energi merupakan masalah defisiensi nutrisi yang umum terjadi pada domba, yang dapat disebabkan oleh kekurangan pakan atau karena pengkonsumsian pakan dengan kualitas rendah (Ensminger, 1991 dalam

7 Dhalika, dkk., 2010). Defisiensi energi pada ternak yang sedang dalam fase pertumbuhan akan menyebabkan penurunan laju peningkatan bobot badan, yang akhirnya akan menghentikan pertumbuhan, bobot badan semakin menurun dan yang paling buruk adalah dapat menyebabkan kematian (NRC, 1985). Ternak yang kekurangan energi dalam pakannya akan mengurangi fungsi rumen dan menurunkan efisiensi penggunaan protein serta menghambat pertumbuhan ternak (Martawidjaja dkk., 1999). Secara umum nutrisi yang paling membatasi dalam nutrisi ternak domba adalah energi (Pond, dkk,. 1995). Sumber energi adalah karbohidrat, protein dan lemak. Sumber energi utama pada ternak ruminansia adalah asam lemak terbang (VFA) (Parakkasi, 1999). Penentuan kriteria energi yang umum adalah dalam bentuk energi bruto (Gross Energy/GE), energi dapat dicerna (Digestible Energy/DE), energi metabolis (Metabolizable Energy/ME), energi netto (Net Energy/NE) dan jumlah zat-zat makanan yang dapat dicerna (Total Digestible Nutrients/TDN). Adapun dalam penelitian ini penentuan kriteria energi adalah dalam bentuk TDN (Anggorodi, 1990). Kebutuhan energi untuk ruminansia ditentukan berdasarkan kandungan TDN, yaitu jumlah nilai zat makanan yang dicerna oleh ternak. TDN merupakan satuan energi yang diperoleh dari nilai bahan kering ransum dan jumlah zat-zat makanan (protein, serat kasar, lemak, dan BETN) yang dapat dicerna (Siregar, 1994). Satuan energi dalam bentuk TDN lebih mudah ditentukan untuk menghitung kebutuhan

8 ternak ruminansia karena merupakan nilai energi yang berasal dari zat makanan dalam ransum ternak (Sutardi, 1980). Kebutuhan protein dan TDN untuk domba muda lepas sapih dengan bobot 10 Kg adalah 16% PK dan 73% TDN, untuk bobot 30 Kg adalah 14% PK dan 73% TDN. Sedangkan kebutuhan protein dan energi untuk domba jantan muda digemukan dengan bobot 30 Kg adalah 11% PK dan 64% TDN, dan untuk bobot Kg adalah 11% PK dan 70% (NRC, 1985). Kebutuhan PK dan TDN untuk domba menurut Ranjhan (1981) dalam Purbowati, dkk., (2007) adalah 10,90 12,70% dan 55-60%, sedangkan menurut Haryanto dan Djadjanegara (1993) dalam Purbowati, dkk., (2007) adalah 14-15% dan 45-63%. Kebutuhan PK untuk domba dengan bobot 13,50-31,50 kg adalah 15%, sedangkan untuk domba dengan bobot lebih dari 31,50 kg adalah 13% (Umberger, 1997 dalam Putbowati, dkk., 2007). Sedangkan menurut Stanton dan Lavalley (2004) dalam Purbowati, dkk., (2007) merekomendasikan PK untuk domba dengan bobot 31,50 kg sebesar 12-14%. Imbangan protein dan energi dalam ransum haruslah seimbang karena hal tersebut yang mempengaruhi produksi NH 3 dan VFA di dalam rumen yang berfungsi sebagai sumber protein dan energi asal rumen bagi ternak. Kecepatan produksi VFA dan sel bakteri berhubungan dengan konsumsi TDN. Protein kasar juga berpengaruh

9 terhadap VFA, karena VFA yang dihasilkan selain berasal dari fermentasi karbohidrat juga berasal dari fermentasi protein dalam rumen (Widodo, dkk., 2012). Ketika protein melebihi kebutuhan ternak maka protein dalam bentuk N akan terbuang melalui urin, sehingga hal tersebut akan sia-sia. Sedangkan ketika energi dalam ransum berlebih, maka pertumbuhan mikroba dan efisiensi fermentasi rumen menurun, hal ini antara lain diakibatkan terjadinya fermentasi yang tidak berjalan dengan baik yaitu energi atau ATP digunakan bukan untuk sintesis protein melainkan untuk akumulasi karbohidrat sel mikroba (Ginting, 2005 dalam Nugroho, dkk., 2013). 2.4 Sistem Pencernaan Ruminansia Pencernaan adalah rangkaian proses perubahan fisik dan kimia yang dialami bahan makanan di dalam saluran pencernaan ternak ruminansia, sedangkan pemasukan bahan makanan yang dapat dicerna melalui selaput lendir usus dalam darah dan limpe disebut penyerapan (absorbsi). Proses pencernaan makanan pada ternak ruminansia relatif lebih kompleks bila dibandingkan dengan proses pencernaan pada ternak non ruminansia. Domba adalah ternak ruminansia yang memiliki perut majemuk dan secara fisiologis sangat berbeda dengan ternak non ruminansia yang memiliki perut tunggal seperti unggas dan babi. Domba merupakan hewan ruminansia kecil yang masih tergolong kerabat kambing, sapi dan kerbau (Tillman dkk., 1998).

10 Proses utama dari pencernaan adalah secara mekanik, enzimatik, ataupun mikrobial. Proses mekanik terdiri dari mastikasi atau pengunyahan makanan dalam mulut dan gerakan-gerakan saluran pencernaan secara enzimatik atau kimiawi dilakukan oleh enzim yang dihasilkan oleh sel-sel dalam tubuh hewan dan berupa getah-getah pencernaan. Ternak ruminansia memiliki lambung yang terdiri dari tiga bagian yaitu rumen, retikulum, dan omasum. Mikroorganisme hidup dalam beberapa bagian dari saluran pencernaan yang sangat penting dalam proses pencernaan ruminansia. Pencernaan oleh mikroorgsnisme ini juga dilakukan secara enzimatik yang dihasilkan oleh sel-sel mikroorganisme. Tempat utama pencernaan mikrobial ini adalah dalam retikulo rumen dan dalam usus besar pada ruminansia (Tillman dkk,. 1998). Rumen adalah komponen penting dalam proses pencernaan, tempat berlangsungnya proses pemecahan dan perombakan pakan dengan proses fermentasi dari mikroba dalam rumen yang memiliki suhu berkisar C, ph netral yaitu 6-7, kelembaban konstan, kondisi anaerob serta dapat berkontraksi secara aktif (Arora, 1989). Rumen merupakan bagian terbesar dari total lambung ruminansia dewasa yaitu sekitar 62%. Fungsi rumen telah berkembang pada umur 6-8 minggu menjadi suatu sistem kultur dari bakteri anaerob, protozoa dan fungi (Siregar, 1994). Pencernaan mikrobial pada ternak ruminansia mempunyai peranan penting, diperkirakan sekitar 70-80% dari bahan kering yang dikonsumsi oleh ternak dapat

11 dicerna dalam rumen. Bahan pakan yang berserat kasar tinggi akan meningkatkan populasi mikroba selulolitik, bakteri pencerna serat kasar umumnya dapat mencerna hemiselulosa. Bakteri selulolitik berperan dalam mencerna dinding sel, diikuti protozoa dan jamur. Keberadaan mikroba dalam rumen mengakibatkan ruminansia mempunyai kemampuan mencerna partikel pakan menjadi produk yang dapat dimanfaatkan dalam tubuh dalam bentuk asam lemak terbang (volatile fatty acids) seperti asam asetat, asam propionat, dan asam butirat (Arora, 1989). Volatile Fatty Acids (VFA) tersebut diserap melalui rumen melalui penonjolan yang menyerupai jari yang disebut villi, serta menghasilkan energi. Bahan pakan yang berasal dari dalam rumen bergerak di dalam suatu pola melingkar, semakin lama menjadi semakin berat dan tenggelam perlahan-lahan. Gerakan tersebut semakin aktif pada saat ternak telah selesai merumput, ternak yang sedang istirahat kemudian mulai melakukan ruminasi atau memamah biak yang disebut juga cud chewing. Suatu bolus (cud) terbentuk melalui kerja otot retikulum dan dari bahanbahan yang masuk. Bolus ini mengalami regurgitasi (di dorong kembali ke esofagus) dan kembali masuk ke dalam mulut untuk kembali dikunyah lebih halus dan ditelan kembali, kemudian menuju ke retikulum (Blakely, 1992). Retikulum adalah bagian lambung yang diselaputi dengan membran mukosa yang di dalamnya berbentuk menyerupai sarang lebah, yang dapat mencegah masuknya benda asing ke saluran pencernaan. Lokasi retukulum di belakang

12 diafragma yang menempatkan posisinya berlawanan dengan jantung, sehingga jika ada benda asing yang tertelan cenderung akan diam. Sebagian besar pekerjaan pencernaan itu diselesaikan di abomasum, yang disebut juga perut sejati karena kemiripannya dengan fungsi perut tunggal pada ternak non ruminansia. Unsur-unsur penyusun berbagai zat makanan (asam amino, gula, dan asam lemak terbang) dihasilkan melalui kerja cairan lambung terhadap bakteri dan protozoa dan diserap melalui dinding usus halus (illeum, jejenum). Bahan-bahan yang tidak tercerna bergerak ke cecum dan usus besar kemudian disekresikan sebagai feses (Blakely, 1992). 2.5 Kecernaan dan Faktor yang Mempengaruhinya Kecernaan makanan didefinisikan sebagai proporsi atau jumlah makanan yang tidak diekskresikan kedalam feses dengan asumsi bahwa makanan tersebut diserap oleh ternak (McDonald, 2002). Hal tersebut dinyatakan pula oleh Anggorodi (1994), bahwa kecernaan sebagai bagian yang tidak diekskresikan dalam feses dimana bagian lainnya diasumsikan diserap oleh tubuh ternak yang dinyatakan dalam persen bahan kering. Selisih antara banyaknya zat makanan yang terkandung dalam feses dengan makanan yang dikonsumsi, menunjukkan jumlah zat makanan yang tinggal dalam saluran pencernaan dan diserap oleh saluran pencernaan ternak yang bersangkutan.

13 Proses pencernaan pada ternak ruminansia tidak saja dilakukan oleh aktivitas enzim yang diekskresikan saluran pencernaan, tetapi juga oleh aktivitas mikroorganisme rumen yang mampu merombak substansi pokok zat makanan yang tidak dapat dirombak oleh enzim yang dihasilkan oleh dinding saluran pencernaan (Anggorodi, 1990). Terdapat beberapa metode yang digunakan untuk mengukur kecernaan suatu bahan pakan seperti in vivo, in sacco dan in vitro. Teknik evaluasi pakan secara in vivo mempunyai tingkat akurasi yang lebih tinggi dibanding teknik lain karena bersifat aplikatif pada ternak secara langsung. Dalam metoda ini semua pakan, sisa pakan dan feses ditimbang dan dicatat, kemudian diambil sampel untuk dianalisis. Dengan mengetahui jumlah pakan yang diberikan, sisa pakan, dan feses maupun urine yang dikeluarkan setiap ekor ternak serta mengetahui kandungan zat makanan bahan pakan, sisa pakan, feses atau urine, maka akan didapat nilai kecernaan dari masing-masing komponen (Suparjo, 2008). Selisih antara konsumsi zat makanan bahan pakan dengan ekskresi zat makanan feses menunjukkan jumlah zat makanan bahan pakan yang dapat dicerna (Church dan Pond, 1998). Tinggi rendahnya daya cerna bahan makanan dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya adalah jumlah konsumsi pakan, gangguan pencernaan, frekuensi pemberian pakan, cara penyajian makanan tersebut, macam bahan makanan yang digunakan dan kadar zat-zat makanan yang terkandung dalam ransum (Pond

14 dkk.,1995). Sedangkan menurut Tillman dkk., (1991) faktor yang mempengaruhi daya cerna makanan adalah komposisi bahan makanan, daya cerna semu protein kasar, lemak, komposisi ransum, penyiapan makanan, faktor hewan dan jumlah makanan. Kecernaan zat makanan menunjukkan perbedaan antara jumlah yang diserap dan jumlah yang terdapat dalam feses. Jumlah total yang terkandung dalam feses bukan hanya terdiri dari residu pakan yang tidak tercerna tapi juga sumber endogenous dari zat makanan yang sama. Kecernaan dapat dipengaruhi oleh tingkat pemberian pakan, spesies hewan, kandungan lignin bahan pakan, difisiensi zat makanan, pengolahan bahan pakan, pengaruh gabungan bahan pakan dan gangguan saluran pencernaan (Church dan Pond, 1998). Sedangkan menurut Tillman dkk., (1998), faktor-faktor yang mempengaruhi kecernaan pakan adalah komposisi pakan, daya cerna protein kasar, lemak, komposisi ransum, penyiapan pakan, faktor hewan dan jumlah pakan yang diberikan. Domba akan mengkonsumsi lebih banyak pakan halus dibanding pakan yang kasar. Konsumsi bahan kering pakan kasar bervariasi mulai dari 1,5% dari bobot badan untuk pakan dengan kualitas rendah hingga 3,0% untuk pakan dengan kualitas tinggi. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecernaan bahan makanan adalah penting, karena hal tersebut berguna dalam mempertinggi efisiensi konversi makanan. Faktorfaktor tersebut diantaranya :

15 1. Suhu Suhu sekeliling dapat mempunyai pengaruh yang menentukan terhadap nafsu makan hewan dan jumlah makanan yang dikonsumsi. 2. Laju perjalanan melalui alat pencernaan Jika beberapa makanan yang dikonsumsi terlalu cepat melalui alat pencernaan, maka tidak cukup waktu untuk mencerna zat-zat makanan secara menyeluruh oleh enzim-enzim pencernaan. Ada kemungkinan pula bahwa bila laju perjalanan bahan makanan terlalu lambat maka kehilangan akibat fermentasi akan lebih besar daripada yang dikehendaki, terutama pada hewan ruminansia. 3. Bentuk fisik makanan Hewan yang sangat muda dan hewan yang sangat tua tidak mempunya gigi sempurna, tidak dapat mengunyah makanannya sebaik hewan dewasa dengan gigi yang baik. Butir-butir yang digiling untuk hewan memberikan permukaan yang luas terhadap getah pencernaan dan karenanya dapat meningkatkan kecernaan. 4. Komposisi ransum Komposisi ransum dari bahan baku pakan yang memiliki kualitas yang baik akan menghasilkan kecernaan yang baik pula dibandingkan dengan ransum yang menggunakan bahan baku pakan dengan kualias yang buruk. 5. Pengaruh terhadap perbandingan dari zat makanan lainnya (Anggorodi, 1994).

16 Lemak dapat menurunkan kecernaan ransum dalam rumen. Hal ini terutama terlihat pada ransum yang berkadar hijauan tinggi, terutama dalam penurunan kecernaan serat (Parrakasi, 1999). Meskipun penambahan lemak untuk rasio ruminan tidak penting secara nilai gizi, tapi lemak yang diberikan memiliki energi yang tinggi pada campuran bahan pakan. Penambahan 2-5% lemak pada ransum, dapat mengurangi debu ransum yang dapat memperbaiki penggunaan energi. Faktor lain yang mempengaruhi tingkat kecernaan hijauan pakan adalah faktor yang berkaitan dengan status fisiologis rumen yang dapat mempengaruhi populasi mikroba dan gerak saluran pencernaan (Wodzicka dkk., 1993). 2.6 Kecernaan Serat Kasar dan BETN Makanan ruminansia mengandung banyak selulose, hemiselulose, pati, dan karbohidrat yang larut dalam air. Bila hijauan makin tua, proporsi selulose dan hemiselulose bertambah, sedangkan karbohidrat yang larut dalam air berkurang. Selulosa merupakan polisakarida yang berantai panjang dan bersifat tidak dapat larut dan sukar dihancurkan dalam sistem pencernaan. Namun karena mikroorganisme dalam ruminansia menghasilkan enzim selulase cukup banyak, maka ternak ruminansia dapat memanfaatkan selulosa dalam jumlah banyak, demikian juga hemiselulosa dapat dengan mudah dimanfaatkan oleh mikroorganisme tubuh (Baldwin dan Allison, 1983).

17 Karbohidrat merupakan komponen utama dalam ransum ruminansia yaitu sekitar 60-75% dari total nutrisi ransum (Sutardi, 1977). Karbohidrat merupakan sumber energi utama ruminansia untuk pertumbuhan mikroba rumen. Karbohidrat merupakan zat organik utama yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan dan biasanya mewakili 50-70% dari jumlah bahan kering dalam bahan makanan ternak (Anggorodi, 1994). Karbohidrat dibagi menjadi dua golongan, yaitu serat kasar dan Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN) (Tillman dkk., 1998). Serat kasar merupakan bagian karbohidrat yang sulit dicerna, sedangkan BETN merupakan bagian yang mudah dicerna (Church dan Pond, 1998). Kandungan BETN berbanding terbalik dengan serat kasar, jika serat kasar rendah, maka BETN akan meningkat. Selain itu, daya cerna komponen BETN lebih tinggi dibandingkan dengan daya cerna serat kasar (Anggorodi, 1994). Serat kasar adalah karbohidrat struktural yang banyak terdapat pada dinding sel pelindung pada tanaman terdiri atas polisakarida berupa selulosa, beberapa hemiselulosa, golongan BETN mengandung monosakarida, disakarida, trisakarida, dan tetrasakarida ditambah pati dan beberapa zat yang dapat mengandung pati sampai sebanyak 70% (Tillman dkk., 1998). Selulosa seperti pati, merupakan polimer glukosa. Bedanya adalah ikatan beta -1,4 dan molekul glukosa yang berdekatan membentuk ikatan hidrogen. Untuk mencerna selulosa, mikroba rumen menghasilkan lulase 1 dan selulase 2. Selulase 1

18 adalah enzim non-hidrolitik, tugasnya membebaskan ikatan hidrogen sehingga molekul selulosa dapat dihidrolisis oleh selulase. Faktor yang mempengaruhi pencernaan selulosa : kadar lignin, kadar pati, kadar nitrogen, grinding (kondisi in vivo menurunkan), pengeringan (menurunkan, sebab enzim menjadi tertutup), alkali treatment (NaOH, NH 4 OH) menambah pencernaan selulosa, kadar silika (menurunkan), antibiotika (menurunkan populasi bakteri sehingga pencernaan selulosa menurun), kadar lemak jika melebihi 5% dapat menurunkan pencernaan selulosa (Sutardi, 1977). Produk primer dari fermentasi monokanal untuk transport yang dapat dimasuki sakarida adalah VFA, terutama asetat (A), propionat (P), Butirat (B), dan Valerat (V). Produk hidrolisa utama dari karbohidrat adalah glukosa. Kemudian glukosa itu difermentasi menjadi VFA. Asam lemak ini, terutama asam asetat, propionat, dan butirat merupakan sumber energi utama bagi ruminansia. Asam asetat berasal dari pencernaan makanan kasar, sedangkan asam propionat banyak dihasilkan oleh konsentrat (Sutardi, 1977) Serat kasar adalah semua zat organik yang tidak dapat larut dalam H 2 SO 4 0,3 N dan dalam NaOH 1,5 N yang berturut-turut dimasak selama 30 menit (selulosa, lignin, sebagian dari pentose-pentosa). Analisis bahan makanan terhadap kadar serat serat kasar dilakukan dengan cara memasak bahan makanan dengan asam lemah hingga mendidih untuk menghidrolisis karbohidrat dan protein yang terdapat di

19 dalamnya. Pemasakan lebih lanjut dengan alkali menyebabkan terjadinya penyabunan zat-zat lemak yang ada di dalam bahan makanan. Zat-zat makanan yang tidak larut selama pemasakan tadi terutama terdiri dari serat kasar dan zat-zat mineral yang kemudian terus disaring, dikeringkan, dan ditimbang. Kemudian terus dipijarkan lalu didinginkan dan ditimbang lagi. Perbedaan kedua berat tadi menunjukan berat serat kasar yang ada dalam bahan makanan. (Anggorodi, 1990). Serat kasar bagi ruminansia digunakan sebagai sumber energi utama dan lemak kasar merupakan sumber energi yang efisien dan berperan penting dalam metabolisme tubuh sehingga perlu diketahui kecernaannya dalam tubuh ternak (Suprapto dkk., 2013). Serat kasar memiliki hubungan yang negatif dengan kecernaan. Semakin rendah serat kasar maka semakin tinggi kecernaan ransum (Despal, 2000). Kecernaan serat kasar tergantung pada kandungan serat kasar dalam ransum dan jumlah serat kasar yang dikonsumsi. Kadar serat kasar terlalu tinggi dapat mengganggu pencernaan zat lain (Tillman dkk., 2005). Kecernaan serat kasar dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kadar serat dalam pakan, komposisi penyusun serat kasar dan aktivitas mikroorganisme ukuran partikel makanan (Maynard dkk.,2005). Menurut Suwandyastuti, (2007) kecernaan serat kasar dipengaruhi oleh konsumsi bahan kering ransum, komposisi kimia bahan makanan, dan kondisi faali ternak percobaan.

20 Kecernaan serat suatu bahan makanan mempengaruhi kecernaan pakan, baik dari segi jumlah maupun komposisi kimia seratnya (Tillman, 1991). Serat tidak pernah digunakan seluruhnya oleh ruminansia dan sekitar 20-70% dari serat kasar yang dikonsumsi dapat ditemukan di dalam feses (Cuthbertson, 1969). Ternak tidak menghasilkan enzim untuk mencerna selulosa dan hemiselulosa, tetapi mikroorganisme dalam suatu saluran pencernaan menghasilkan selulase dengan hemiselulase yang dapat mencerna selulosa dan hemiselulosa, juga dapat mencerna pati dan karbohidrat yang larut dalam air menjadi asam-asam asetat, propionat dan butirat (Tillman dkk., 1989). Serat adalah lignin dan polisakarida yang merupakan dinding sel tumbuhan dan tidak tercerna oleh cairan sekresi dalam saluran pencernaan (Arora, 1989). Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN) adalah satu unit gula sederhana beserta polimer-polimernya (monosakarida, disakarida, trisakarida, tetrasakarida, dan sebagian dari polisakarida yaitu pati dan sebagian hemiselulosa) yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan, buah masak, madu, dan sebagainya. Komponen BETN berbeda dengan serat kasar dimana BETN kaya akan pati, gula, bagian bukan serat yang tidak larut oleh eter, dan bahan-bahan organik air (Tillman dkk, 1998). Pencernaan pati oleh ruminansia berkisar antara 39-94% bergantung pada sumber dan pengolahan bahannya. Pengolahan cenderung meningkatkan kecernaan pati dalam rumen (Parakkasi, 1999). Proses pencernaan karbohidrat khususnya pati

21 dalam rumen merupakan proses yang kompleks. Pati mengalami dua tahap pencernaan yaitu pencernaan oleh enzim ekstraseluler dan enzim intraseluler mikroba. Tahap pertama, karbohidrat yang masuk akan difermentasi oleh enzim ekstraseluler menghasilkan monomer berupa gula-gula sederhana. Tahap kedua, monomer itu difermentasikan lebih lanjut oleh enzim intraseluler membentuk piruvat. Piruvat adalah produk intermediet yang segera dimetabolisasi menjadi produk akhir berupa asam lemak berantai pendek disebut asam lemak terbang atau Volatile Fatty Acids (VFA) (Baldwin dan Allison, 1983). Fermentasi karbohidrat dalam rumen untuk membentuk VFA menghasilkan kerangka karbon untuk sintesis sel mikroba dan membebaskan sejumlah energi dalam bentuk ATP, CO 2 dan CH 4. Energi dalam bentuk ATP digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan pertumbuhan mikroba rumen. Proses fermentasi karbohidrat dalam rumen menghasilkan energi dalam bentuk VFA mencapai 80% dan 20% merupakan energi yang yang terbuang dalam bentuk produksi gas. Adanya pencernaan pati dalam rumen akan meningkatkan konsentrasi asam propionate. Asam propionate termasuk asam yang bersifat glukogenik karena dapat dikatabolisme menjadi glukosa atau sumber glukosa tubu (Utomo, 2004). BETN yang meliputi gula, zat pati, dan hemiselulosa dapat diketahui kadarnya dengan cara : 100 (kadar air + kadar abu + kadar protein + kadar lemak + kadar serat kasar). (Anggorodi, 1990 dan Tillman dkk, 1998).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pakan Ternak Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan beragam dan tidak bisa tumbuh dengan baik bila terus diberi pakan yang sama dalam jangka waktu yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak ruminansia yang banyak dipelihara masyarakat dan dimanfaatkan produksinya sebagai ternak penghasil daging dan sebagai tabungan. Domba memiliki

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi keseluruhan kecernaan ransum. Nilai kecernaan yang paling

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak Domba Garut merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat, karena pemeliharaannya yang tidak begitu sulit, dan sudah turun temurun dipelihara

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. : Artiodactyla, famili : Bovidae, genus : Ovis, spesies : Ovis aries (Blackely dan

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. : Artiodactyla, famili : Bovidae, genus : Ovis, spesies : Ovis aries (Blackely dan 9 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Deskripsi Domba Garut Domba merupakan ternak yang sudah umum dipelihara oleh peternak secara turun temurun. Semua jenis domba memiliki karakteristik yang sama dan termasuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Sapi Madura termasuk dalam sapi lokal Indonesia, yang berasal dari hasil persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Domba pada umumnya dipelihara sebagai penghasil daging (Edey, 1983). Domba Lokal yang terdapat di Indonesia adalah Domba Ekor Tipis, Priangan dan Domba Ekor Gemuk.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan 17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Total Mixed Ration (TMR) Pakan komplit atau TMR adalah suatu jenis pakan ternak yang terdiri dari bahan hijauan dan konsentrat dalam imbangan yang memadai (Budiono et al.,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Salah satu jenis ternak pengahasil daging dan susu yang dapat dikembangkan dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing adalah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. merupakan domba-domba lokal. Domba lokal merupakan domba hasil persilangan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. merupakan domba-domba lokal. Domba lokal merupakan domba hasil persilangan II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Domba Lokal Domba merupakan jenis ternak yang termasuk dalam kategori ruminansia kecil. Ternak domba yang dipelihara oleh masyarakat Indonesia umumnya merupakan domba-domba lokal.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Produksi Bobot Badan Akhir dan Pertambahan Bobot Badan Harian Bobot badan merupakan salah satu indikator untuk mengetahui performa produksi suatu ternak. Performa produksi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi 1 I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak dikembangbiakan oleh masyarakat. Pemeliharaan domba yang lebih cepat dibandingkan ternak sapi, baik sapi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar 37 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar Kecernaan diartikan sebagai nutrien yang tidak diekskresikan dalam feses dimana nutrien lainnya diasumsikan diserap oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging Ternak kambing merupakan komponen peternakan rakyat yang cukup potensial sebagai penyedia daging. Ternak kambing mampu beradaptasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah yang dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah Friesian Holstein (FH) dan Peranakan Friesian Holstein (PFH) (Siregar, 1993). Sapi FH memiliki ciri-ciri

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak 34 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak diekskresikan dalam feses (Tillman, dkk., 1998). Zat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi dan Kecernaan Bahan Kering Konsumsi dan kecernaan bahan kering dapat dilihat di Tabel 8. Penambahan minyak jagung, minyak ikan lemuru dan minyak ikan lemuru terproteksi tidak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Rataan konsumsi rumput, konsentrat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian Masalah yang sering dihadapi oleh peternak ruminansia adalah keterbatasan penyediaan pakan baik secara kuantitatif, kualitatif, maupun kesinambungannya sepanjang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Pakan Sapi Perah Faktor utama dalam keberhasilan usaha peternakan yaitu ketersediaan pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi (Firman,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Peranakan Etawa (PE) Kambing merupakan jenis ruminansia kecil yang memiliki tingkat pemeliharaan lebih efesien dibandingkan domba dan sapi. Kambing dapat mengkomsumsi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Jerami Padi

TINJAUAN PUSTAKA. Jerami Padi TINJAUAN PUSTAKA Jerami Padi Jerami padi merupakan bagian dari batang tumbuhan tanpa akar yang tertinggal setelah dipanen butir buahnya (Shiddieqy, 2005). Tahun 2009 produksi padi sebanyak 64.398.890 ton,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan Konsumsi Bahan Kering (BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan proses produksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Nutrien Konsumsi pakan merupakan faktor penting untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan maka dapat ditentukan kadar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani, terutama daging kambing, menyebabkan

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba 33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF NDF adalah bagian dari serat kasar yang biasanya berhubungan erat dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. klasifikasi domba menurut Blakely dan Bade (1992) adalah sebagai berikut :

KAJIAN KEPUSTAKAAN. klasifikasi domba menurut Blakely dan Bade (1992) adalah sebagai berikut : 9 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Deskripsi Domba Garut Domba dapat diklasifikan berdasarkan beberapa hal tertentu, misalnya dari produksi daging atau wol (Kammlade dan Kammlade, 1955). Sedangkan klasifikasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ransum merupakan campuran bahan pakan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting dalam pemeliharaan ternak,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah FH merupakan sapi yang memiliki ciri warna putih belang hitam atau hitam belang putih dengan ekor berwarna putih, sapi betina FH memiliki ambing yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan. Pakan dengan kualitas yang baik, memberikan efek terhadap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan. Pakan dengan kualitas yang baik, memberikan efek terhadap 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Ruminansia Pakan merupakan semua bahan pakan yang dapat dikonsumsi ternak, tidak menimbulkan suatu penyakit, dapat dicerna, dan mengandung zat nutrien yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. (2015) kelinci dapat mengubah dan memanfaatkan bahan pakan kualitas rendah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu sebanyak-banyaknya, disamping hasil lainnya. Macam - macam sapi perah yang ada di dunia adalah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum 32 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak atau sekelompok ternak selama periode tertentu dan ternak tersebut punya akses bebas pada pakan dan tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produktivitas ternak dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya adalah pakan. Davendra, (1993) mengungkapkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan berat badan maupun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai rataan konsumsi protein kasar (PK), kecernaan PK dan retensi nitrogen yang dihasilkan dari penelitian tercantum pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Konsumsi, Kecernaan PK, Retensi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing Boerawa Salah satu jenis ternak pengahasil daging dan susu yang dapat dikembangkan dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing adalah ruminansia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Keunggulan Rumen Kerbau Potensi Sapi Fries Holland , Performa dan Penyapihan Pedet

TINJAUAN PUSTAKA Keunggulan Rumen Kerbau  Potensi Sapi Fries Holland , Performa dan Penyapihan Pedet TINJAUAN PUSTAKA Keunggulan Rumen Kerbau Kerbau merupakan ternak ruminansia yang mempunyai kemampuan tinggi dalam memanfaatkan jenis limbah berkualitas rendah. Hal itu disebabkan oleh tingginya populasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh wilayah Indonesia. Kambing Kacang memiliki daya adaptasi yang tinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh wilayah Indonesia. Kambing Kacang memiliki daya adaptasi yang tinggi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Kacang Kambing Kacang merupakan ternak lokal yang sebarannya hampir di seluruh wilayah Indonesia. Kambing Kacang memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap kondisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cara peningkatan pemberian kualitas pakan ternak. Kebutuhan pokok bertujuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cara peningkatan pemberian kualitas pakan ternak. Kebutuhan pokok bertujuan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Kebutuhan pokok dan produksi pada sapi perah dapat dilakukan dengan cara peningkatan pemberian kualitas pakan ternak. Kebutuhan pokok bertujuan untuk mempertahankan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah limbah tidak dapat lepas dari adanya aktifitas industri, termasuk industri ternak ayam pedaging. Semakin meningkat sektor industri maka taraf hidup masyarakat meningkat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan hewan ternak perah lainnya. Keunggulan yang dimiliki sapi perah tersebut membuat banyak pengusaha-pengusaha

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. baik dalam bentuk segar maupun kering, pemanfaatan jerami jagung adalah sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. baik dalam bentuk segar maupun kering, pemanfaatan jerami jagung adalah sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jerami Jagung Jerami jagung merupakan sisa dari tanaman jagung setelah buahnya dipanen dikurangi akar dan sebagian batang yang tersisa dan dapat diberikan kepada ternak, baik

Lebih terperinci

Daftar Pustaka. Leng, R.A Drought Feeding Strategies : Theory and Pactice. The University of New England Printery, Armidale - New South Wales.

Daftar Pustaka. Leng, R.A Drought Feeding Strategies : Theory and Pactice. The University of New England Printery, Armidale - New South Wales. 1 Strategi Pemberian Pakan Berkualitas Rendah (Jerami Padi) Untuk Produksi Ternak Ruminansia Oleh Djoni Prawira Rahardja Dosen Fakultas Peternakan Unhas I. Pendahuluan Ternak menggunakan komponen zat-zat

Lebih terperinci

senyawa humat (39,4% asam humat dan 27,8% asam fulvat) sebesar 10% pada babi dapat meningkatkan pertambahan bobot badan dan konversi pakan secara sign

senyawa humat (39,4% asam humat dan 27,8% asam fulvat) sebesar 10% pada babi dapat meningkatkan pertambahan bobot badan dan konversi pakan secara sign TINJAUAN PUSTAKA Asam Fulvat Humat dibentuk dari pelapukan bahan tanaman dengan bantuan bakteri yang hidup di tanah. Komposisi humat terdiri dari humus, asam humat, asam fulvat, asam ulmik dan trace mineral

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Domba sudah sejak lama diternakkan orang. Semua jenis domba memiliki

TINJAUAN PUSTAKA. Domba sudah sejak lama diternakkan orang. Semua jenis domba memiliki TINJAUAN PUSTAKA Ternak Domba Domba sudah sejak lama diternakkan orang. Semua jenis domba memiliki karakteristik yang sama. Semua adalah golongan atau kerajaan (kingdom) hewan yang termasuk Phylum : Chordata,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Domba Priangan Domba adalah salah satu hewan yang banyak dipelihara oleh masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang sangat potensial untuk dikembangkan.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Silase Ransum Komplit Karakteristik fisik silase diamati setelah silase dibuka. Parameter yang dilihat pada pengamatan ini, antara lain: warna, aroma silase, tekstur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong. Pemanfaatan limbah industri gula tebu sebagai pakan alternatif merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Daun Kersen sebagai Pakan Peningkatan produksi daging lokal dengan mengandalkan peternakan rakyat menghadapi permasalahan dalam hal pakan. Pakan yang digunakan oleh peternak rakyat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya kebutuhan susu merupakan salah satu faktor pendorong bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi peningkatan konsumsi susu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Sabut Kelapa Sawit Fermentasi oleh Pleurotus ostreatus dan Kandungan Ransum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Sabut Kelapa Sawit Fermentasi oleh Pleurotus ostreatus dan Kandungan Ransum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Sabut Kelapa Sawit Fermentasi oleh Pleurotus ostreatus dan Kandungan Ransum Penelitian Peranan Pleurotus ostreatus pada Kualitas Sabut Kelapa Sawit Fermentasi dengan Pleurotus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merah bata dan kaki bagian bawah berwarna putih (Gunawan, 1993). Menurut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merah bata dan kaki bagian bawah berwarna putih (Gunawan, 1993). Menurut 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Sapi Madura memiliki ciri-ciri antara lain berwana kecoklatan hingga merah bata dan kaki bagian bawah berwarna putih (Gunawan, 1993). Menurut Sugeng(2005) sapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh HASIL DAN PEMBAHASAN Derajat Keasaman (ph) Rumen Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi (P>0,05) antara jenis ransum dengan taraf suplementasi asam fulvat. Faktor jenis ransum

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Hasil analisis kandungan nutrien silase dan hay daun rami yang dilakukan di Laboratorium PAU IPB dapat dilihat pada Tabel 4 dan kandungan nutrien ransum disajikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Jantan

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Jantan TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Jantan Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang masih tergolong kerabat kambing, sapi dan kerbau (Mulyono, 2005). Domba dapat diklasifikasikan pada sub famili caprinae

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4. PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Rata-rata suhu lingkungan dan kelembaban kandang Laboratotium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja sekitar 26,99 0 C dan 80,46%. Suhu yang nyaman untuk domba di daerah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuaan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuaan sebagai TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Broiler atau lebih dikenal dengan ayam pedaging adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuaan sebagai penghasil daging (Kartasudjana

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien dan Asam Fitat Pakan Pakan yang diberikan kepada ternak tidak hanya mengandung komponen nutrien yang dibutuhkan ternak, tetapi juga mengandung senyawa antinutrisi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing,

I. PENDAHULUAN. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing, menyebabkan ketersediaan produk hewani yang harus ditingkatkan baik dari segi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipelihara dengan tujuan menghasilkan susu. Ciri-ciri sapi FH yang baik antara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipelihara dengan tujuan menghasilkan susu. Ciri-ciri sapi FH yang baik antara 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Menurut Blakely dan Bade (1998) sapi perah adalah jenis sapi yang dipelihara dengan tujuan menghasilkan susu. Ciri-ciri sapi FH yang baik antara lain sistem dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan produksi protein hewani untuk masyarakat Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh peningkatan penduduk, maupun tingkat kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya penurunan kemampuan induk dalam mencukupi kebutuhan nutrient

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya penurunan kemampuan induk dalam mencukupi kebutuhan nutrient BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pedet Pedet merupakan ternak replacement stock. Pemberian suplemen pada pedet prasapih pada awal laktasi diharapkan akan dapat mengendalikan penyebab terjadinya penurunan kemampuan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya dari pulau Madura. Sapi Madura merupakan ternak yang dikembangkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya dari pulau Madura. Sapi Madura merupakan ternak yang dikembangkan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Sapi Madura adalah salah satu plasma nutfah yang berasal dari Indonesia, tepatnya dari pulau Madura. Sapi Madura merupakan ternak yang dikembangkan sebagai ternak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Nutrien Berbagai Jenis Rumput Kadar nutrien masing-masing jenis rumput yang digunakan berbeda-beda. Kadar serat dan protein kasar paling tinggi pada Setaria splendida, kadar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan usaha ternak ayam sangat ditentukan oleh penyediaan pakan yang memadai baik kuantitas maupun kualitas, karena pakan merupakan unsur utama dalam pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing lokal Indonesia yang memiliki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing lokal Indonesia yang memiliki 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Kacang Kambing Kacang merupakan kambing lokal Indonesia yang memiliki keunggulan antara lain pemeliharaan yang mudah serta memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap

Lebih terperinci

PENGARUH BINDER MOLASES DALAM COMPLETE CALF STARTER BENTUK PELLET TERHADAP KONSENTRASI VOLATILE FATTY ACID DARAH DAN GLUKOSA DARAH PEDET PRASAPIH

PENGARUH BINDER MOLASES DALAM COMPLETE CALF STARTER BENTUK PELLET TERHADAP KONSENTRASI VOLATILE FATTY ACID DARAH DAN GLUKOSA DARAH PEDET PRASAPIH PENGARUH BINDER MOLASES DALAM COMPLETE CALF STARTER BENTUK PELLET TERHADAP KONSENTRASI VOLATILE FATTY ACID DARAH DAN GLUKOSA DARAH PEDET PRASAPIH SKRIPSI Oleh ZULFARY ARIF FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3. protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan bentuk senyawa

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3. protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan bentuk senyawa 33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3 NH3 atau amonia merupakan senyawa yang diperoleh dari hasil degradasi protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan

Lebih terperinci

Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar

Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar 38 tersebut maka produksi NH 3 semua perlakuan masih dalam kisaran normal. Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar kisaran normal, oleh karena itu konsentrasi NH 3 tertinggi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dengan lingkungan maupun kultur masyarakat Indonesia. Beberapa kelebihan. banyak mengkonsumsi jenis pakan hijauan.

TINJAUAN PUSTAKA. dengan lingkungan maupun kultur masyarakat Indonesia. Beberapa kelebihan. banyak mengkonsumsi jenis pakan hijauan. TINJAUAN PUSTAKA Ternak Domba dan Potensinya Ternak domba menyebar rata diseluruh wilayah Nusantara. Hal ini menunjukkan bahwa domba mempunyai potensi cepat menyesuaikan diri baik dengan lingkungan maupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Madura merupakan hasil persilangan antara sapi Bali (Bos sondaicus)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Madura merupakan hasil persilangan antara sapi Bali (Bos sondaicus) 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penampilan Produksi Sapi Madura Sapi Madura merupakan hasil persilangan antara sapi Bali (Bos sondaicus) dengan sapi PO maupun sapi Brahman, turunan dari Bos indicus. Sapi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ternak disamping manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan adalah faktor manajemen lingkungan. Suhu dan kelembaban yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data rata-rata parameter uji hasil penelitian, yaitu laju pertumbuhan spesifik (LPS), efisiensi pemberian pakan (EP), jumlah konsumsi pakan (JKP), retensi protein

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan TINJAUAN PUSTAKA Sumberdaya Pakan Pakan adalah bahan makanan tunggal atau campuran, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diberikan kepada hewan untuk kelangsungan hidup, berproduksi, dan berkembang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah TINJAUAN PUSTAKA Ampas Sagu Pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan ternak merupakan alternatif dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah mempunyai proporsi pemanfaatan yang besar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan merupakan salah satu komponen dalam budidaya ternak yang berperan penting untuk mencapai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Zat Makanan Berdasarkan analisis statistik, konsumsi bahan kering nyata dipengaruhi oleh jenis ransum, tetapi tidak dipengaruhi oleh jenis domba dan interaksi antara kedua

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis proksimat bahan uji sebelum dan sesudah diinkubasi disajikan pada Tabel 2. Hasil analisis proksimat pakan uji ditunjukkan pada Tabel 3. Sementara kecernaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hijauan serta dapat mengurangi ketergantungan pada rumput. seperti jerami padi di pandang dapat memenuhi kriteria tersebut.

I. PENDAHULUAN. hijauan serta dapat mengurangi ketergantungan pada rumput. seperti jerami padi di pandang dapat memenuhi kriteria tersebut. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor penentu dalam keberhasilan usaha peternakan adalah ketersediaan pakan ternak secara kontinyu. Saat ini sangat dirasakan produksi hijauan makanan ternak

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar PENGANTAR Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar dalam pengembangan sektor peternakan dalam rangka mendukung upaya pemerintah dalam program pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

PENGANTAR. sangat digemari oleh masyarakat. Sate daging domba walaupun banyak. dipopulerkan dengan nama sate kambing merupakan makanan favorit di

PENGANTAR. sangat digemari oleh masyarakat. Sate daging domba walaupun banyak. dipopulerkan dengan nama sate kambing merupakan makanan favorit di PENGANTAR Latar Belakang Domba termasuk ternak ruminansia kecil dengan potensi daging yang sangat digemari oleh masyarakat. Sate daging domba walaupun banyak dipopulerkan dengan nama sate kambing merupakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan di Indonesia sampai saat ini masih sering dihadapkan dengan berbagai masalah, salah satunya yaitu kurangnya ketersediaan pakan. Ketersediaan pakan khususnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan peternak (Anggraeni, 2012). Produksi susu sapi perah di Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan peternak (Anggraeni, 2012). Produksi susu sapi perah di Indonesia 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Produksi dan Kualitas Susu Sapi 2.1.1. Produksi susu Produksi susu merupakan faktor esensial dalam menentukan keberhasilan usaha sapi perah, karena jumlah susu yang dihasilkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Perubahan Konsetrasi N-NH 3 Fermentasi pakan di dalam rumen ternak ruminansia melibatkan aktifitas mikroba rumen. Aktifitas fermentasi tersebut meliputi hidrolisis komponen bahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Domba

TINJAUAN PUSTAKA. Domba TINJAUAN PUSTAKA Domba Domba merupakan ternak yang pertama kali didomestikasi, dimulai dari daerah Kaspia, Iran, India, Asia Barat, Asia Tenggara dan Eropa sampai ke Afrika. Ternak domba secara umum termasuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba UP3 Jonggol Domba Garut

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba UP3 Jonggol Domba Garut TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba merupakan jenis ternak yang termasuk dalam ruminansia kecil. Ternak domba termasuk dalam kerajaan Animalia (hewan), filum Chordata (hewan bertulang belakang), kelas Mammalia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mineral Mikro Organik Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh makluk hidup. Sebagian besar mineral akan tertinggal dalam bentuk abu sebagai senyawa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daging dan kulit. Kambing Kacang memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daging dan kulit. Kambing Kacang memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Kacang Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia yang dapat ditemukan pula di Malaysia dan Filipina. Kambing ini cocok digunakan sebagai penghasil daging dan

Lebih terperinci

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. merupakan ruminansia yang berasal dari Asia dan pertama kali di domestikasi

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. merupakan ruminansia yang berasal dari Asia dan pertama kali di domestikasi II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Perkembangan Domba Asia merupakan pusat domestikasi domba. Diperkirakan domba merupakan ruminansia yang berasal dari Asia dan pertama kali di domestikasi oleh manusia kira-kira

Lebih terperinci