UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA ADAT SEDEKAH BUMI DI DESA KEDUNGWRINGIN KECAMATAN SEMPOR KABUPATEN KEBUMEN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA ADAT SEDEKAH BUMI DI DESA KEDUNGWRINGIN KECAMATAN SEMPOR KABUPATEN KEBUMEN"

Transkripsi

1 UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA ADAT SEDEKAH BUMI DI DESA KEDUNGWRINGIN KECAMATAN SEMPOR KABUPATEN KEBUMEN SKRIPSI Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Oleh Oki Setya Pambudi PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA JAWA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO 2014

2 UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA ADAT SEDEKAH BUMI DI DESA KEDUNGWRINGIN KECAMATAN SEMPOR KABUPATEN KEBUMEN SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Oleh Oki Setya Pambudi NIM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA JAWA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO 2014 i

3

4

5

6 MOTO DAN PERSEMBAHAN MOTO Kawula mung saderma, mobah mosik kersaning Hyang sukma (Terjemahan: Lakukan yang kita bisa, setelahnya serahkan kepada Tuhan) (penulis) Bisa madeg lan bisa ngleksanani saka ing kawitane pisan ( Sunarno Sisworaharjo) (Terjemahan: Bisa mandiri dan bisa melaksanakan sejak dari awal, tidak hanya meneruskan karya orang lain.) PERSEMBAHAN Karya ini saya persembahkan kepada: 1. Ayah dan Ibu yang paling ku cinta (Suwarjo dan Ratinem) yang telah membesarkan dan membimbingku dengan sabar dan dengan penuh kasih sayang, senantiasa memberikan doa serta dukungan yang tiada henti. 2. Kakakku yang aku sayang (Teguh Haryono, Tri Yono, Endah Purwanti, dan Siti Nur Janah) yang selalu memberikan semangat dan membesarkan hati. 3. Saudara dan teman (Amel, Bahar, Indah, Ratna Puspitasari, Pria, Rizki, Rudi, Sageta dan Welly) serta teman-temanku semester VIII E, dan v

7 semua pihak yang telah memberikan bantuan, dukungan dan doa. 4. Meli Andriyani yang senantiasa tanpa rasa bosan selalu memberi motivasi. 5. Bapak Marsimin, Bapak Hoerun, Bapak Sagino, Bapak Budi Sudarsono, Bapak Budiarjo, Bapak Sujono, dan Bapak Tusiman yang telah memberikan izin penelitian dan memberi masukan serta motivasi. vi

8 KATA PENGANTAR Alhamdulillah, penulis haturkan ke hadirat Allah Swt. Atas limpahan rahmat, karunia, dan hidayahnya skripsi ini dapat penyusun selesaikan. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan Nabi Agung Muhamad SAW, kepada kerabatnya, dan sahabat-sahabatnya serta pada umat islam lainnya. Penulis menyadari, bahwa skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa adanya bantuan, dorongan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: 1. Drs. H. Supriyono, M.Pd. selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Purworejo yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis mengadakan penelitian untuk penyusunan skripsi ini. 2. Drs. H. Hartono, M.M. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Purworejo yang telah memberikan izin dan rekomendasi kepada penulis mengadakan penelitian dan dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 3. Bapak Yuli Widiyono, M.Pd. selaku ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa, yang telah memberikan perhatian, dorongan, mengarahkan, memotivasi. vii

9

10 ABSTRAK Setya Pambudi, Oki. Upaya Pelestarian Tradisi Baritan dalam Upacara Adat Sedhekah Bumi di Desa Kedungwringin Kecamatan Sempor Kabupaten Kebumen. Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bahasa Dan Sastra Jawa. Universitas Muhammadiah Purworejo Tujuan penelitian ini adalah mendeskipsikan (1) Prosesi tradisi Baritan di Desa Kedungwringin, Kecamatan Sempor, Kabupaten Kebumen (2) Makna dan fungsi Baritan bagi masyarakat Kedungwringin, Sempor, Kebumen (3) Isi cerita wayang dalam tradisi Baritan di Desa Kedungwringin, Kecamatan Sempor, Kabupaten Kebumen (4) Ubarampe atau perlengkapan sesaji dan makna simbolik ubarampe dalam tradisi Baritan. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret sampai November Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, dengan pendekatan etnografi. Sumber data penelitian ini berupa informasi dan dokumentasi yang diperoleh dari narasumber yaitu para sesepuh, perangkat desa, dan masyarakat Desa Kedungwringin, Kecamatan Sempor, Kabupaten Kebumen. Teknik pengumpulan data berupa observasi, wawancara dan dokumentasi. Instrumen dalam penelitian ini yaitu handphone untuk merekam wawancara, dan kamera digital untuk mengambil gambar dan merekam. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa (1) Prosesi tradisi Baritan di desa Kedungwringin yaitu (a) Praprosesi atau persiapan prosesi, (b) Prosesi atau jalannya upacara tradisi Baritan, (c) Prosesi akhir. (2) Makna tradisi Baritan di desa Kedungwringin adalah (a) Makna budaya, (b) Makna sosial, (c) Makna ekonomi, (d) Makna politik; fungsi tradisi Baritan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah swt yang telah memberikan rizki, keselamatan dan keamanan. (3) Isi cerita wayang dalam tradisi Baritan mencertiakan perintah Sang Hyang Wenang kepada Bhatara Guru untuk menyebar wiji isining jagad. (4) Ubarampe tradisi Baritan di desa Kedungwringin di bagi menjadi : (a) ubarampe dalam prosesi pemendaman kepala kambing, (b) ubarampe kenduri dalam tradisi Baritan, (c) ubarampe dalam pertunjukan wayang. Kata Kunci : Tradisi Baritan, Sedhekah Bumi ix

11 ABSTRAK Setya Pambudi, Oki. Upaya Pelestarian Tradisi Baritan dalam Upacara Adat Sedhekah Bumi di Desa Kedungwringin Kecamatan Sempor Kabupaten Kebumen. Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bahasa Dan Sastra Jawa. Universitas Muhammadiah Purworejo Ancas panaliten inggih menika njlentrehaken (1) Ritual tradisi Baritan wonten Desa Kedungwringin, Kecamatan Sempor, Kabupaten Kebumen (2) Makna lan fungsi Baritan kagem masyarakat Kedungwringin, Sempor, Kebumen (3) Isi cariwos ringgit wacucal tradisi Baritan wonten Desa Kedungwringin, Kecamatan Sempor, Kabupaten Kebumen (4) Ubarampe lan makna simbolik wonten tradisi Baritan. Panaliten menika dipuntin tindakaken milai sasi Maret dumugi November Metode ingkang dipun ginakaken wonten panaliten manika inggih punika metode kualitatif, ngagem pola etnografi. Sumber data wonten panaliten menika informasi lan dokumentasi ingkang kapendhet saking narasumber inggih punika para sesepuh, perangkat desa, lan masyarakat Desa Kedungwringin, Kecamatan Sempor, Kabupaten Kebumen. Teknik pangempalan data awujud observasi, wawancara lan dokumentasi. Instrumen wonten panaliten punika inggih menika handphone kangge ngrekam wawancara, lan kamera digital kangge mendhet gambar lan ngrekam. Asil panaliten saget dipunsimpulaken: (1) Prosesi tradisi Baritan wonten desa Kedungwringin menika (a) Praprosesi utawi persiapan prosesi, (b) Prosesi utawi lampahipun upacara tradisi Baritan, (c) Prosesi pungkasan. (2) Makna tradisi Baritan wonten desa Kedungwringin inggih punika (a) Makna budaya, (b) Makna sosial (c) Makna ekonomi (d) Makna politik; fungsi tradisi Baritan menika kagem ngawujudaken raos syukur dumateng Allah swt ingkang sampun maringi rejki, keselarasan saha katentreman. (3) Isi cariyos ringgit wacucal wonten tradisi Baritan nyariosaken dawuh Sang Hyang Wenang dumateng Bhatara Guru kangge nyebar wiji isining jagad. (4) Ubarampe tradisi Baritan wonten desa Kedungwringin kaperang dados : (a) Ubarampe wonten prosesi pamendaman mustaka mendha, (b) Ubarampe kenduri wonten tradisi Baritan (c) Ubarampe wonten pagelaran ringgit wacucal. Tembung Wos : : Tradisi Baritan, Sedhekah Bumi x

12 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii PENGESAHAN... iii PERNYATAAN... iv MOTO DAN PERSEMBAHAN... v KATA PENGANTAR... vii ABSTRAK... ix DAFTAR ISI... xii DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xv BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Masalah... 3 B. Identifikasi Masalah... 4 C. Pembatasan Masalah... 4 D. Rumusan Masalah... 5 E. Tujuan Penelitian... 5 F. Manfaat Penelitian... 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KAJIAN TEORI... 7 A. Tinjauan Pustaka... 7 B. Kajian Teori Kebudayaan a. Pengertian Kebudayaan... 9 b. Wujud Kebudayaan c. Unsur-unsur Kebudayaan d. Perubahan Budaya Folklor a. Pengertian Folkor b. Ciri-ciri Folklor c. Bentuk Folklor d. Fungsi Folklor e. Sifat Folkor Tradisi a. Bentuk Tradisi b. Makna Tradisi atau Simbolisme c. Fungsi Tradisi d. Pelestarian Tradisi Kesenian BAB III METODE PENELITIAN xi

13 A. Jenis Penelitian B. Tempat dan Waktu Penelitian C. Sumber Data dan Data D. Instrumen Penelitian E. Teknik Pengumpulan Data Observasi Wawancara Dokumentasi F. Teknik Analisis Data Penelitian Pra Informan Wawancara Terhadap Informan Penulisan Catatan Lapangan Penelitian Etnografi BAB IV PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN A. Penyajian Data Deskripsi Wilayah Deskripsi Data B. Pembahasan Data Prosesi Tradisi Baritan Makna dan Fungsi Tradisi Baritan Isi Cerita wayang Baritan Ubarampe dan Makna Simbolik Tradisi Baritan BAB V PENUTUP A. Simpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xii

14 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Waktu Penelitian xiii

15 DAFTAR GAMBAR Halaman GAMBAR 1. Prosesi Pemendaman Kepala Kambing GAMBAR 2. Ki Dalang Membaca Kidung GAMBAR 3. Sambutan Kepala Desa GAMBAR 4. Hansip dan Salah Satu Warga Membagi Penggel GAMBAR 5. Jejer Khayangan Junggring Salaka GAMBAR 6. Prabu Naga Dampalan Naik Khayangan Junggring Salaka GAMBAR 7. Jejer Mendang Kamulyan Prabu Srimapunggung Berpesta GAMBAR 8. Sesaji Kepala Kambing GAMBAR 9. Rakan Terdiri dari Gembili, Senthe, Uwi dan Ketela GAMBAR 10. Kinangan GAMBAR 11. Pisang Raja GAMBAR 12. Aneka Sesaji Minuman GAMBAR 13. Kembang Telon GAMBAR 14. Tumpeng Rasul GAMBAR 15. Ingkung GAMBAR 16. Tompo GAMBAR 17. Ambeng GAMBAR 18. Kecambah GAMBAR 19. Jenang Abang dan Jenang Putih GAMBAR 20. Tiris GAMBAR 21. Godhong Andhong, Wringin dan Ampel Gading GAMBAR 22. Padi GAMBAR 23. Jagung GAMBAR 24. Tebu Wulung GAMBAR 25. Pala Pendem GAMBAR 26. Kacang Panjang GAMBAR 27. Cabe Merah GAMBAR 28. Pethe GAMBAR 29. Gula Batu GAMBAR 30. Minyak Fanbo GAMBAR 31. Jajan Pasar GAMBAR 32. Rokok Kreni GAMBAR 33. Parem Gadhung, Kaca Dan Sisir GAMBAR 34. Pane Lemah GAMBAR 35. Telur Ayam Kampung GAMBAR 36. Godhong Dadap Srep GAMBAR 37. Singkong Bakar xiv

16 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Surat Keputusan Pembimbing Lampiran 2. Kartu Bimbingan Skripsi Lampiran 3. Izin Penelitian Lampiran 4. Surat Rekomendasi Lampiran 5. Surat Pernyataan Telah Melakukan Penelitian Lampiran 6. Surat Pernyataan Telah Melakukan Wawancara Lampiran 7. Pedoman Wawancara Lampiran 8. Daftar Pertanyaan Lampiran 9. Jadwal Penelitian Lampiran 10.Foto Copy Kartu Tanda Penduduk Informan Lampiran 11.Catatan Lapangan Lampiran 12.Peta Jawa Tengah Lampiran 13.Peta Kabupaten Kebumen Lampiran 14.Peta Kecamatan Sempor Lampiran 15.Peta Desa Kedungwringin Lampiran 16.Dokumentasi Lampiran 17.Daftar Istilah xv

17 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hasil pemikiran cipta dan karya manusia merupakan kebudayaan yang berkembang pada masyarakat. Pikiran dan perbuatan yang dilakukan manusia secara terus menerus pada akhirnya menjadi sebuah tradisi. Tradisi merupakan gambaran sikap dan perilaku manusia yang telah berproses dalam waktu lama dan dilaksanakan secara turun-temurun dari nenek moyang. Salah satu tradisi yang biasanya dilakukan masyarakat Jawa adalah tradisi sedhekah bumi. Tradisi sedhekah bumi berarti menyedekahi bumi atau niat bersedekah untuk kesejahteraan bumi. Bersedekah sebagai bentuk dari ucapan syukur atas segala nikmat yang telah diberikan Allah kepada masyarakat pendukungnya dengan sebuah harapan agar kehidupan tetap aman dan dapat memberikan penghasilan yang melimpah. Kegiatan Upacara tradisi sedhekah bumi sudah lama dikenal dan dilaksanakan oleh masyarakat Kedungwringin dan juga sejumlah masyarakat di daerah lain. Upacara sedekah bumi di Desa Kedungwringin, di kenal dengan sebutan Baritan. Baritan adalah salah satu bentuk upacara selamatan sedhekah bumi yang dilaksanakan di bulan Syuro. Tradisi menyambut bulan Syuro merupakan hal yang menjadi salah satu budaya penting bagi masyarakat Islam Jawa. Menurut Sholikin (2009: 23) Bulan Syuro bagi masyarakat Jawa sebagai penanggalan yang ditetapkan oleh Sultan Agung Hanyakrakusuma, yang 1

18 2 kadang disebut sebagai penanggalan aboge. Tidak heran jika masyarakat mengadakan upacara adat yang di dalamnya terdapat keunikan tersendiri. Begitu juga pada acara Baritan terdapat keunikan diantaranya adalah antusiasnya warga masyarakat dalam melestarikan tradisi Baritan, dalam upacara Baritan diadakan pertunjukan wayang yang lakon Baritan, yang tidak boleh diganti dengan lakon lainnya dan dalangnya selalu dalang turunan. Selain itu, upacara Baritan selalu dilakukan pada hari Jum at dan yang tidak kalah menariknya adalah setelah proses semburan, masyarakat berebut hasil bumi yang di gantung di sekeliling Baritan. Namun dewasa ini mulai muncul permasalahan, yaitu bersamaan dengan kemajuan teknologi informasi yang telah mengglobal mampu membuka cakrawala pengetahuan dunia luar, yang dapat mempengaruhi tata cara dalam kehidupan masyarakat. Salah satu diantaranya adalah sebagian masyarakat tidak lagi mengetahui upacara adat, atau tidak mengetahui makna dan fungsi upacara adat. Hal tersebut dikawatirkan akibatnya akan meluas menyangkut budaya Jawa khususnya upacara adat sedhekah bumi Baritan. Banyak hal yang menjadi penyebab orang meninggalkan prosesi ritual atau selamatan yang telah dilakukan secara turun-menurun itu. Salah satu adalah transfer prosesi ritual tidak diikuti dengan penjelasan maksud dan tujuan serta simbil-simbol yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian orang tua mengenalkan tradisi ritual sebatas kulitnya saja. Akibatnya, generasi ini menganggap bahwa prosesi ritual menjadi semacam acara yang tidak memiliki makna apa-apa bahkan terkesan ribet atau merepotkan.

19 3 Berangkat dari permasalahan di atas, maka perlu kiranya adanya penelitian tentang salah satu bentuk ungkapan budaya daerah yang masih dilakukan sekelompok masyarakat yang terkait upacara tradisional yang patut dilestarikan agar tidak terjadi pergeseran makna dan hilang ditelan oleh kemajuan zaman. Adapun penulis tertarik untuk meneliti prosesi, makna, fungsi, isi cerita dan simbol-simbol pada upacara Baritan yang ditulis dalam penelitian dengan judul Upaya Pelestarian Baritan dalam Upacara Sedhekah Bumi di Desa Kedungwringin Kecamatan Sempor Kabupaten Kebumen. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diidentifikasikan sebagai berikut: 1.Antusias warga masyarakat dalam prosesi upacara Baritan. 2.Banyaknya masyarakat yang tidak mengetahui mengenai makna, fungsi dan perlengkapan sesaji dalam upacara tradisi Baritan. 3.Bentuk prosesi tradisi Baritan di Desa Kedungwringin Kecamatan Sempor Kabupaten Kebumen. 4.Makna dan fungsi serta perlengkapan sesaji tradisi Baritan di Desa Kedungwringin Kecamatan Sempor Kabupaten Kebumen. 5.Banyaknya masyarakat yang tidak mengerti isi cerita wayang dalam upacara Baritan di Desa Kedungwringin Kecamatan Sempor Kabupaten Kebumen.

20 4 C. Pembatasan Masalah Untuk lebih mengarahkan pada penelitian ini, maka perlu dibatasi ruang lingkup pembahasannya. Adapun batasan dalam penelitian ini adalah pembahasannya hanya berkisar pada deskritif upacara adat Baritan yang meliputi: Prosesi, makna, fungsi, isi cerita dan perlengkapan sesaji serta makna simbolik dalam tradisi Baritan di Desa Kedungwringin Kecamatan Sempor Kabupaten Kebumen. D.Perumusan Masalah Bertitik tolak dari latar belakang di atas, peneliti merumuskan permasalahan sebagai berikut : 1.Bagaimana prosesi tradisi Baritan di Desa Kedungwringin Kecamatan Sempor Kabupaten Kebumen? 2.Apa makna dan fungsi Baritan bagi masyarakat Kedungwringin, Sempor, Kebumen? 3.Bagaimana isi cerita wayang dalam tradisi Baritan di Desa Kedungwringin, Kecamatan Sempor, Kabupaten Kebumen? 4.Apa saja ubarampe atau perlengkapan sesaji dan makna simbolik ubarampe dalam tradisi Baritan? E.Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini ditujukan untuk meneliti upacara adat Sedhekah Bumi Baritan. Namun jika diperinci lebih khususnya lagi seperti ini: Tujuan dari penelitian ini adalah

21 5 1.Mendeskripsikan prosesi tradisi Baritan di Desa Kedungwringin, Kecamatan Sempor, Kabupaten Kebumen. 2.Mendeskripsikan makna dan fungsi yang terkandung dalam tradisi upacara Baritan. 3.Menjelaskan isi cerita wayang dalam upacara tradisi Baritan di Desa Kedungwringin, Kecamatan Sempor, Kabupaten Kebumen. 4.Menjelaskan ubarampe yang terdapat dalam tradisi Baritan di Desa Kedungwringin, Kecamatan Sempor, Kabupaten Kebumen. F. Manfaat Penelitian Dalam penelitian ini penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat memberi manfaat antara lain : a.manfaat Teoritis penelitian ini adalah : a. Sebagai pengembangan kasanah mata kuliah folklor Jawa, metodologi penelitian kebudayaan dan Sastra perbandingan. b.sebagai pertimbangan dan masukan bagi masyarakat setempat dalam memahami upacara Baritan c. Untuk menambah wawasan, pengetahuan dan informasi bagi mahasiswa bahasa Jawa khususnya dan masyarakat luas pada umumnya. d.memperluas cakrawala tentang upacara adat dan budaya tradisional Indonesia.

22 6 b.secara Praktis penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut : a. Bagi penulis, dapat memperoleh pengalaman langsung dari hasil observasi yang dilakukaan,sehingga menambah pengetahuan dalam hal upacara adat khususnya upacara adat Baritan. b.bagi masyarakat Desa Kedungwringin, Kecamatan Sempor, Kabupaten Kebumen hasil penelitian ini bisa memberi kesadaran akan makna, fungsi, isi cerita wayang serta makna simbolik dalam upacara tradisi Baritan.

23 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KAJIAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Berdasarkan pengamatan penulis, kajian tentang upacara atau tradisi sudah banyak yang menulis, tetapi kajian yang membahas secara khusus tentang upacara adat sedhekah bumi Baritan di desa Kedungwringin, Sempor, Kebumen belum ada yang membahasnya. Namun, ada beberapa karya tulis yang membahasnya. Adapun karya tulis tersebut antara lain: Upacara Sedhekah Bumi di Kebumen (Kajian Akulturasi terhadap Nilai-nilai Islam dan Budaya Lokal di Desa Jatiroto Kecamatan Buayan). Tulisan ini merupakan karya ilmiah yang disusun oleh Imam Ashari dari Fakultas Adab IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2001, mengenai upacara Sedhekah Bumi di Kebumen serta nilai-nilai islam yang terkandung di dalam upacara dan relevansinya dalam kehidupan masyaraskat. Persamaan penelitian karya ilmiah saya dengan penelitan yang disusun oleh Imam Ashari yang berjudul Upacara Sedhekah Bumi di Kebumen (Kajian Akulturasi terhadap Nilai-nilai Islam dan Budaya Lokal di Desa Jatiroto Kecamatan Buayan) adalah sama-sama meneliti upacara tradisi sedhekah bumi di daerah Kebumen. Perbedaannya dengan Upacara Sedhekah Bumi di Kebumen (Kajian Akulturasi terhadap Nilai-nilai Islam dan Budaya Lokal di Desa Jatiroto Kecamatan Buayan) adalah dalam penelitian ini menbahas nilai-nilai Islam yang terkandung dalam upacara sedhekah bumi. Nilai-nilai Islam diantaranya 7

24 8 adalah adanya tahlil, dizkir dan sodakoh, sedangkan penelitian yang saya kaji mengenai prosesi, makna, fungsi, isi cerita wayang dan ubarampe dalam sedhekah bumi Baritan. Upacara Tradisi Suran Mbah Demang di Desa Banyuraden, Gamping, Sleman Yogyakarta. Tulisan ini merupakan karya ilmiah yang disusun oleh Maskhuin fauzi dari Fakultas Adab IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2009, mengenai tradisi suran di makam Mbah Demang di Banyuraden, Gamping, Sleman, Yogyakarta. Persamaan sama-sama meneliti Tradisi Suran. Perbedaannya dalam penelitian yang disusun oleh Maskhuin Fauzi menganalisis kegiatan pelaksanaan upacara suran dan nilai-nilai islam yang terkandung di dalam kegiatan upacara tradisi suran Mbah Demang. Serta menjelaskan Mbah Demang sebagai pendiri desa Banyuraden, Gamping, Sleman Yogyakarta. Mbah Demang adalah seorang anak yang dulunya nakal, kemudian di titipkan kepada ki Demang dan melakukan olah prihatin sehingga menjadi orang yang sakti. Setelah sakti Mbah Demang mendirikan desa Banyuraden, Gamping, Sleman Yogyakarta. Tradisi Upacara Merti Dusun di Dusun Mantup, Batureno, Banguntapan, Bantul ( Studi Persepektif Pergeseran Tradisi). Tulisan ini merupakan karya ilmiah yang disusun oleh Hamzah Safi i Saifuddin Fakultas Adab IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tradisi upacara adat. Perbedaannya dalam Skripsi ini mengkaji upacara adat Merti Dusun, asal-usul upacara Merti Dusun Mantup dan mengapa terjadi pergeseran makna dalam masyarakat.

25 9 Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, penelitian ini akan membahas upacara Baritan objek penelitian yang penulis lakukan. Setelah penulis mencari informasi dan mengadakan pengamatan di lapangan tentang objek penelitian tersebut, menyatakan bahwa objek yang hendak diteliti belum pernah diteliti, maka penulis mengadakan penelitian dengan mencoba mengungkap makna, fungsi, isi cerita wayang dan ubarampe yang terkandung dalam upacara Baritan dan peran serta masyarakat Kedungwringin pada khususnya dalam pelaksanaan upacara Baritan. Sehingga diharapkan dari penelitian ini dapat berguna sebagai bahan masukan mengenai budaya-budaya yang tumbuh dalam masyarakat. B. Kajian Teori 1). Kebudayaan a. Pengertian Kebudayaan Kebudayaan berasal dari perkataan Latin Colere yang berarti mengolah, mengerjakan menyuburkan dan menbembangkan, terutama mengolah tanah atau bertani. Dari segi arti berkembanglah arti culture sebagai segala daya dan aktifitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam. Widagdho (2010: 18) Dilihat dari sudut bahasa Indonesia, kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta buddayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Di dalam masyarakat kebudayaan sering diartikan sebagai the general body of the arts, yang meliputi seni sastra, seni musik, seni pahat, seni rupa, pengetahun filsafat atau bagian-bagiaan yang indah dari kehidupan

26 10 manusia. Koentjaraningrat dalam Widhagdho (2010: 19) mengatakan kebudayaan adalah keseluruhan manusia dari kelakuan dan hasil kelakuan yang teratur oleh tatakelakuan yang harus didapatkannya dengan belajar yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. Menurut Ki Hajar Dewantara dalam Sutardjo (2010: 12) mengatakan bahwa budaya berasal dari budi jiwa manusia yang telah masuk. Terdiri dari (1) Cipta ( buah pikiran atau ilmu pengetahuan. Filsafat, pendidikan dan pengajaran). (2) Rasa ( buah perasaan atau sifat keindahan dan keluhuran batin, kesenian, adat-istiadat, keadilan dan sebagainya). (3) Karsa (buah kemauan atau semua sifat perbuatan dan buatan manusia). Dari pengertian di atas dapatdisimpulkan bahwa kebudayaan adalah hasil buah budi manusia untuk mencapai kesempurnaan hidup. Segala sesuatu yang diciptakan oleh manusia baik yang kongkrit maupun abstrak, itulah kebudayaan. b. Wujud Kebudayaan Koentjaraningrat (2009: 150) berpendapat bahwa kebudayaan itu mempunyai paling sedikit tiga wujud, ialah: a. Wujud kebudayaan sebagai suatu komplek dari ide, gagasan, nilai, norma, peraturan dan sebagainya. b. Wujud kebudayaan sebagai suatu komplek aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat. c. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Dari ketiga wujud kebudayaan yang terurai di atas dapat disimpulkan bahwa ketiga wujud dalam kehidupan masyarakat tidak dapat terpisah, saling berkaitan antara satu dengan lainnya. Kebudayaan dan adat-istiadat mengatur

27 11 mengatur dan memberi arah kepada manusia. Baik pikiran-pikiran dan ideide, maupun tindakan dan karya manusia, menghasilkan benda-benda kebudayaan fisiknya. Sebaliknya, kebudayaan fisik membentuk suatu lingkungan hidup tertentu yang makin lama makin menjauhkan manusia dari lingkungan alaminya sehingga mempengaruhi pola-pola perbuatannya, bahkan cara berfikirnya. Berdasarkan wujudnya tradisi Baritan di Desa Kedungwringin, Kecamatan Sempor, Kabupaten Kebumen termasuk dalam wujud kebudayaan sebagai suatu komplek aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat. c. Unsur-unsur Kebudayaan Ada beberapa unsur kebudayaan diantaranya adalah bahasa, sistem pengetahuan, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup, sistem rekigi, dan kesenian. Unsur-unsur tadi bersifat universal, artinya dapat ditemukan di dalam semua kebudayaan dari semua bangsa dimanapun di dunia. Tiap-tiap unsur kebudayaan universal sudah tentu menjelma dalam ketiga wujud kebudayaan terurai di atas, yaitu wujud berupa sistem budaya, berupa sistem sosial, dan berupa unsur-unsur kebudayaan fisik. Misalnya unsur universal kesenian yang dapat berupa gagasan, pikiran, cerita dan syair yang indah. Namun kesenian juga dapat berwujud tindakan-tindakan interaksi berpola antara seniman, seniman penyelenggara, penonton dan konsumen hasil kesenian; tetapi kesenian juga berupa benda-benda indah, candi dan kerajinan tangan.

28 12 Kesimpulan yang didapat bahwa kebudayaan adalah hasil buah budi manusia untuk mencapai kesempurnaan hidup. Segala sesuatu yang diciptakan oleh manusia baik yang kongkrit maupun abstrak, itulah kebudayaan. Dapat juga diartikan kebudayaan adalah hasil cipta manusia dengan menggunakan dan menyertakan segenap potensi batin yang dimilikinya. Di dalam kebudayaan tersebut terdapat pengetahuan, seni, moral, adat-istiadat dan sebagainya. Tradisi upacra mengandung arti serangkaian tindakan dan perbutan yang terletak pada aturan-aturan tertentu menurut adat dan agama. Serangkaian tindakan yang ada dalam rangkaian upacara tersebut diwariskan dari generasi ke generasi secara turun-menurun. Kebiasaan yang diwariskan mencangkup nilai budaya, seperti adat-istiadat, sistem masyarakat, sistem kepercayaan, dan sebagainya. Seperti halnya kebudayaan yang terus ada di Desa Kedungwringin Kecamatan Sempor Kabupaten Kebumen yaitu tradisi Baritan dalam upacara adat sedhekah bumi yang sudah lama dan masih terus diadakan. d. Perubahan Budaya Perubahan kebudayaan pada suatu masyarakat merupakan keniscayaan yang tidak dapat di helakan. Masyarakat tidak pernah statis selalu dinamis berubah dari satu keadaan ke keadaan yang disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satu faktor diantaranya adalah proses enkulturasi. Menurut Koentjaraningrat (2009: 189) Proses enkulturasi adalah proses seseorang individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta

29 13 sikapnya dengan adat, sistem norma dan peraturan yang hidup dalam kebudayaannya. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan dalam tradisi Baritan masyarakat Desa Kedungwringin menggunakan proses enkulturasi. Proses enkulturasi sudah dimulai sejak kecil dalam alam pikiran suatu masyarakat, dengan mengamati dan meniru berbagai tindakan terus-menerus sehingga timbul rasa untuk membudidayakan atau melestarikan. Terkait dengan hal ini, adanya proses enkulturasi dapat membentengi esistensi tradisi Baritan di era globalisasi. 2). Folkor a. Pengertian Folklor Foklor berasal dari kata majemuk bahasa inggris folklore, yang terdiri atas kata folk dan lore. Kata folk berarti kolektif atau kebersamaan. Kata lore berarti tradisi yang diwariskan turun temurun. Menurut Dananjaya dalam Purwadi (2009: 1) mendefinisikan folklore sebagai tradisi kolektif sebuah bangsa yang disebarkan dalam bentuk lesan maupun gerak isyarat, sehingga tetap berkesinambungan dari generasi ke generasi. Folklor menurut Brunfand dalam Purwadi (2009: 2) adalah sebagian dari kebudayaan suatu masyarakat yang tersebar dan diwariskan turun temurun secara kolektif dan secara tradisional dalam versi yang berbeda baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai gerak isyarat atau alat pembantu pengingat.

30 14 Folklor sering diidentikkan dengan tradisi dan kesenian yang berkembang pada zaman sejarah dan telah menyatu dalam kehidupan masyarakat. Di dalam masyarakat indonesia, setiap daerah, kelompok, etnis, suku, bangsa, golongan agama msing-masing telah mengembangkan folklornya sendiri-sendiri sehingga di indonesia terdapat aneka ragam folklore. Folklor ialah kebudayaan manusia (kolektif) yang diwariskan secara turun-temurun, baik dalam bentuk lisan maupun gerak isyarat atau alat pembantu pengingat Danandjaja dalam Cokrowinoto (1984: 2). Dapat juga diartikan Folklor adalah adat-istiadat tradisional dan cerita rakyat yang diwariskan secara turun-temurun, dan tidak dibukukan merupakan kebudayaan kolektif yang tersebar dan diwariskan turun temurun. Berdasarkan pengertian folklor di atas dapat disimpulkan folklor yang terdapat pada tradisi Baritan dalam upacara adat sedhekah bumi termasuk dalam adat-istiadat (tradisi) yang di dalamnya terdapat ritual, disertai gerak atau upacara pelaksanaan dan isyarat yang berupa simbol. b. Ciri-Ciri Folklor Agar dapat membedakan antara folklor dengan kebudayaan lainnya, harus diketahui ciri-ciri utama folklor. Folklor memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (a). Bersifat tradisional, yaitu disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau dalam bentuk standar, (b). Berkembang dalam versi yang berbeda-beda, hal ini disebabkan penyebarannya secara lisan sehingga folklor mudah mengalami perubahan. Akan tetapi, bentuk dan dasarnya tetap bertahan, (c).

31 15 Bersifat anonim, artinya pembuatnya sudah tidak diketahui lagi orangnya. (d). Biasanya memiliki bentuk berpola. Kata-kata pembukanya misalnya. Menurut sahibil hikayat (menurut yang empunya cerita) atau pada bahasa Jawa misalnya dimulai dengan kalimat anuju sawijining dina (pada suatu hari). (e). Mempunyai manfaat dalam kehidupan kolektif. Cerita rakyat misalnya berguna sebagai alat pendidikan, pelipur lara, protes sosial, dan cerminan keinginan terpendam. (f). Bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai dengan logika umum. (g). Menjadi milik bersama (colektive) dari masyarakat tertentu.(h). Pada umumnya bersifat lugu atau polos sehingga seringkali kelihatannya kasar atau terlalu sopan. c. Bentuk Folklor Danandjaja dalam Cokroaminoto (1986: 3-4) menyatakan bahwa folkor mempunyai tiga kelompok besar, yaitu : folklor lisan, folklor bukan lisan, dan sebagian lisan. 1. Folklor Lisan Folklor lisan adalah folklor yang bentuknya murni lesan. Bentukbentuk yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah : (a). Bahasa rakyat seperti logat bahasa (dialek), slang, bahasa tabu, otomatis; (b). Ungkapan tradisional seperti peribahasa dan sindiran; (c). Pertanyaan tradisional yang dikenal sebagai teka-teki; (d). Sajak dan puisi rakyat, seperti pantun dan syair; (e). Cerita prosa rakyat, cerita prosa rakyat dapat dibagi ke dalam tiga golongan besar, yaitu: mite (myth), legenda (legend), dan dongeng (folkale), seperti: Sangkuriang dari Jawa Barat, Roro jonggrang dari Jawa Tengah,

32 16 dan Prana serta Layonsari dari Bali; (f). Nyanyian rakyat, seperti Jali-jali dari Betawi. 2. Folklor Sebagian Lisan Folklor sebagian lisan adalah folklor yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan bukan lisan. Bentuk yang termasuk folklor sebagian lisan adalah : (a). kepercayaan dan takhayul (b). Permainan dan hiburan rakyat setempat (c). Teater rakyat, seperti lenong, ketoprak, dan ludruk (d). Tari rakyat seperti tayuban, turun tanah, doger, jaran kepang, dan ronggeng. (e). Adat kebiasan, seperti pesta selamatan, dan khitanan (f). Upacara tradisional seperti tingkeban, turun tanah, dan temu manten (g). Pesta rakyat tradisional seperti bersih desa dan meruat 3. Folklor Bukan Lisan Folklor bukan lisan, adalah folklor yang bentuknya bukan lisan, walaupun pembuatannya dijadikan secara lisan, Misalnya : (a). Arsitektur bangunan rumah yang tradisional, seperti Joglo di Jawa, rumah Gadang di Minangkabau, rumah Beteng di Kalimantan, dan Honai di Papua. (b). Seni kerajinan tangan tradisional (c). Pakaian tradisional (d). Obat-obatan rakyat (e). Alat-alat musik tradisional. (f). Peralatan dan senjata yang khas tradisional. Berdasarkan bentuknya tradisi Baritan dalam upacara adat sedhekah bumi di Desa Kedungwringin, Sempor, Kebumen adalah folklor sebagian lisan karena termasuk pesta rakyat tradisional.

33 17 d. Fungsi Folklor Folklor berfungsi sebagai sistem proyeksi, yakni sebagai alat pencerminan angan-angan suatu kolektif. Selain itu berfungsi sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan, sebagai alat pendidik anak dan sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan selalu dipenuhi anggota kolektifnya. e. Sifat Folklor Folklor yang baik mempunyai salah satu dari tujuh macam sifat ialah menurut Ny.Yoharni dalam Cokrowinoto (1986: 5).Bersifat didaktif, bersifat kepahlwanan, bersifat keagamaan, bersifat pemujaan, bersifat adat, bersifat sejarah, dan bersifat humoris. Dari pernyataan di tersebut dapat dinyatakan tradisi Baritan di Desa Kedungwringin Kecamatan Sempor Kabupaten Kebumen termasuk folklor sebagian lisan karena merupakan upacara rakyat, adat-isitadat, dan kepercayaan yang bentuknya merupakan unsur lisan dan bukan lisan. 3. Tradisi Tradisi adalah kebiasaan yang masih dilakukan secara turun-temurun oleh masyarakat. Adat istiadat atau tradisi, adalah merupakan sistem nilai dari suatu pranata-sosial yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. (Purwadi, 2012: 3). Tradisi dalam bahasa latin traditio yang artinya diteruskan atau kebiasaan. Setiap masyarakat mempunyai tradisi. Tradisi tersebut ada yang msih berlangsung sampai sekarang ada juga yang hilang di telan zaman. Upacara tradisi merupakan perwujudan bagian tradisi masyarakat

34 18 yang sesunguuhnya merupakan implementasi kebudayaan dari satu masyarakat (Wasino, 2009: 1). Menurut Koentjaraningrat (2004: ) upacara selamatan atau tradisi dapat digolongkan menjadi enam macam sesuai dengan peristiwa atau kejadian dalam kehidupan sehari-hari yaitu selamatandalam rangka lingkaran hidup seseorang, seperti hamil tujuh bulan, penggarapan tanah, upacara menusut telinga, sunat, kenatian dan setelah kematian. Selamatan yang berkaitan dengan bersih desa, pertanian dan setelah panan padi. Selamatan yang berhubungan dengan hari (bulan besar Islam), selamatan pada saat-saat tertentu, misal perjalanan jauh, menempati rumah baru, (ngruwat), janji kalau sudah sembuh dari sakit (kaul), dan lain-lain. Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa tradisi adalah sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara kebudayaan, waktu atau agama yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun lisan, karena tanpa adanya ini, sesuatu tradisi dapat punah. a. Bentuk Tradisi Menurut Koentjaraningrat (2009: 151) salah satu wujud kebudayaan adalah sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat. Wujud tersebut adalah sistem sosial, mengenai tindakan dari berpola pada manusia itu sendiri. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi, saling berhubungan

35 19 dan bergaul satu sama lain, dari hari ke hari, dan tahun ke tahun selalu menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan tata adat kelakuan. Berdasarkan pendatat diatas tradisi Baritan yang ada pada masyarakat Desa Kedungwringin Kecamatan Sempor Kabupaten Kebumen adalah sistem sosial yang telah tumbuh dalam diri masyarakat sehingga membentuk suatu adat kebiasaan. Tradisi Baritan di Desa Kedungwringin Sempor Kebumen merupakan tradisi selamatan yang dilaksanakan oleh seluruh warga masyarakat sebagai wujud terima kasih kepada sang pencipta kepada atas melimpahnya hasil bumi. Prosesi tradisi Baritan dimulai dengan musyawarah perangkat desa membentuk panitia tradisi Baritan, iuran warga masyarakat, penyembelehan kambing kendit, perincian pendapatan dan pengeluaran prosesi tradisi Baritan kemudian di akhiri dengan pagelarran wayang kulit. b. Makna Tradisi atau Simbolisme Tradisi pada dasarnya di bagi menjadi dua cabang, yaitu tradisi lisan dan tradisi tertulis. Akan tetapi keduanya saling melengkapi antara satu dengan yang lain. Sebab orang Jawa jika hendak mengungkapkan sesuatu tidak langsung dengan apa yang dituju, neggunakan simbol dan lain-lain. Setiap tradisi pasti memiliki makna yang tersendiri yang tak semua orang dapat mengerti dan memahaminya. Begitu banyak tradisi yang ada pada masyarakat Jawa, seperti sedhekah bumi, tujuh bulan, acara setelah kematian. Makna yang terkandung dalam sedhekah bumi yaitu wujud terima kasih

36 20 masyarakat desa atas hasil panen atau hasil alam yang telah di berikan pada masyarakat selama satu tahun. Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa orang Jawa dalam mengungkapkan sesuatu tidak harus dengan sebuah kata yang lugas, akan tetapi melalui simbol-simbol. Begitu juga seperti yang ada pada tradisi Baritan menggunakan simbol-simbol yang pasti mempunyai makna tersendiri. c. Fungsi Tradisi Tradisi pada dasarnya berfungsi sebagai bentuk kebersamaan antara masyarakat sebagai bentuk kebersamaan. Karena tradisi itu di ikuti oleh seluruh masyarakat desa, ini menggambarkan sebuah sikap gotong royong dalam masyarakat sebagai wujud solidaritas sesama masyarakat desa. Selain itu fungsi tradisi lainnya adalah sebagai sebuah bentuk rasa syukur para petani atas melimpahnya panen raya yang terjadi di wilayah ini. Sebagai ucapan rasa syukur ini diwujudkan dengan upacara tradisi slametan yang dilakukan satu kampung untuk melimpahnya panen raya yang terjadi pada setiap tahun. (Wasino, 2009: 100) Adat orang Jawa biasanya mengadakan upacara selamatan atau sedhekah bumi. Sedhekah bumi adalah salah satu bentuk ritual tradisional masyarakat di pulau Jawa yang sudah berlangsung turun-temurun dari nenek moyang Jawa terdahulu. Ritual sedhekah bumi ini biasanya dilakukan oleh para petani, nelayan yang menggantungkan hidup keluargan dan sanak famili mereka dari mengais rejeki dan memanfaatkan kekayaan alam yang di bumi.

37 21 Bagi masyarakat Jawa khususnya para kaum petani dan para nelayan, tradisi tahunan semacam sedhekah bumi, bukan hanya sebagai rutinitas atau ritual yang sifatnya tahunan belaka. Akan tetapi tradisi sedhekah bumi mempunyai makna lebih dari pada itu, upacara tradisi sedhekah bumi ini sudah menjadi bagian dari masyarakat yang tidak mampu dipisahkan dari budaya Jawa. Sedhekah bumi di tiap daerah yang satu dan lainya pasti berbedabeda, mulai dari namanya, cara pelaksanaanya, waktu dan tempat dilakukan upacara. Itu sama seperti pada masyarakat Desa Kedungwringin, Kecamatan Sempor, Kabupaten Kebumen. Masyarakat dalam menyebut sedhekah bumi adalah Baritan, ini dilaksanakan setiap tahun sekali pada bulan Muharom (Syuro), dan pada hari Jum at. Istilah Baritan berasal dari bahasa Jawa bar rit-ritan berarti setelah panen padi. Baritan merupakan ungkapan rasa syukur masyarakat desa Kedungwringin atas nikmat dan karunianya sepanjang satu tahun yang telah diberikan. Sebagai ucapan terima kasih masyarakat desa Kedungwringin melaksanakan upacara tradisi Baritan yang sudah turuntemurun dari nenek moyang. Biasanya dalam upacara ini di adakan pertunjukan kesenian wayang, yang mengangkat lakon atau cerita Baritan. d. Pelestarian Tradisi Pelestarian adalah suatu proses atau teknik yang di dasarkan pada kebutuhan individu itu sendiri. Kelestarian tidak dapat berdiri sendiri, oleh karena itu perlu dikembangkan pula. Melestarikan kebudayaan pun dengan cara mendalami atau paling tidak mengetahui tentang budaya itu sendiri. Mempertahankan nilai budaya, salah satu dengan mengembangkan seni

38 22 budaya tersebut disertai dengan keadaan yang kita alami sekarang ini. Yang bertujuan menguatkan nilai-nilai budayanya. Filosofi pelestarian didasarkan pada kecenderungan manusia untuk melestarikan nilai-nilai budaya pada masa yang telah lewat namun memiliki arti penting bagi generasi selanjutnya. Tidakah pelestarian yang dimaksud guna menjaga karya seni sebagai kesakian sejarah, kerap kali berbenturan dengan kepentingan lain, khususnya dalam kegiatan pembangunan. Mengungkapkan bahwa hal ini menggambarkan begitu kompleksnya masalah yang ada dalam aktivitas pelestarian. Melalui kajian historis terhadap peristiwa-peristiwa penting di masa lampau,kita yang hidup sekarang bisa mempelajari pola tingkah laku (behaviolal patterns) manusia dan menganalisisnya demi kepentingan hidup kita sekarang dan masa-masa selanjutnya. Sejarah eksistensi sebuah peradaban tidak hanya dapat ditelusuri lewat historigrafi ataupun catatan aktivitas perjuangan masyarakatnya. Selain misalnya memerinci kajian geologisnya, masih banyak saksi bisu lainnya yang bisa menceritakan perjalanan masa lalu sebuah kota, terutama ketika kota tersebut mengalami kejayaan. Salah satu saksi bisu adalah bangunan-bangunan tua, yang banyak diantaranya menyimpan catatan sejarah autentik. 4. Kesenian Kesenian diambil dari kata seni yang berarti proses dari manusia (menciptakan) atau intisari ekspresi dari kreativitas yang mengandung unsur keindahan dan keelokan, orang yang menciptakan sebuah kreativitas seni

39 23 disebut Seniman. Kesenian adalah salah satu penyangga kebudayaan, dan berkembang menurut kondisi dari kebudayaan itu. Kesenian tidak pernah berdiri lepas dari masyarakat. Sebagai salah satu bagian yang terpenting dari kebudayaan, kesenian merupakan kreativitas dari kebudayaan dan pada dasarnya berbentuk kesenian dianggap berasal dari ritual. Seni memang tidak bisa diukur dengan parameter karena seni sulit untuk dijelaskan dan sulit dinilai, karena manusia memiliki penilaian tentang seni itu sendiri dan Seni juga bisa dikatakan proses atau produk dari memilih medium dan suatu set peraturan untuk penggunaan medium tersebut. Jadi kesenian adalah bagian dari kebudayaan yang ada hubungannya dengan unsur keindahan dan Keelokan, Unsur itu adanya dalam batin dipikiran manusia yang termasuk unsur keindahan itu dan bisa juga proses penciptaan unsur-unsur yang membuat hati senang, puas buat melengkapi sisi batin kehidupan manuasia. Karena bagi masyarakat, pertunjukan wayang itu mengandung konsepsi yang digunakan sebagai salah satu pedoman sikap dan perbutan dari kelompok masyarakat tertentu. Konsepsi-konsepsi tersebut tersusun menjadi sistem nilai budaya yang yang tersirat dalam pagelaran wayang. Dalam pertunjukan wayang menggambarkan aneka ragam sikap hidup manusia seperti yang dirasakan oleh orang Jawa, meskipun keanekaragaman itu diatur dengan jelas, oleh dikotomi-dikotomi yang nyata. Misal ada pemisah fundamaental antara kiri dan kanan, baik, buruk dan sebagainya yang pada dasarnya timbul dari adanya dualitas yang nyata dalam alam semesta. Semua itu saling melengkapi satu dengan lainnya.

40 24 Pertunjukan wayang purwa dengan sumber epos Ramayana dan Mahabarata sejak masa lampau dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, artinya dapat digunakan oleh siapa saja dan dapat digunakan sebagai sarana apapun. Secara luwes wayang bisa menjadi media dakwah suatu agama, pembinaan moral, berkampanye, kritik sosial, menyampaikan pesanpesan tertentu, memotivasi semangat masyarakat dan lain sebagainya. Pertunjukan wayang sebagai bahasa simbol mengenai hidup dan kehidupan manusia, serta merupakan salah satu unsur kebudayaan yang tinggi dan sangat berharga untuk dipelajari dengan seksama. (Sutardjo, 2006: 48) Begitu juga dengan pertunjukan wayang pada upacara tradisi Baritan di desa Kedungwringin, kecamatan Sempor, kabupaten Kebumen yang mengangkat lakon Baritan. Lakon Baritan adalah suatu lakon yang berisi cerita tentang Dewi Sri sebagai dewa padi. Karena orang Jawa menyakini bahwa Dewi Sri adalah dewa padi. Dewa pembawa berkah dalam bidang pertanian (Endraswara, 2010: 204). Dalam penelitian ini penulis mencoba memaparkan prosesi upacara, alasan apa yang mendasari lakon pertunjukan wayang, makna, fungsi, jenis uborampe, makna ubarampe serta isi dari cerita atau lakon Baritan.

41 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, dengan pendekatan etnografi. Dimana penelitian ini lebih cenderung pada pemaparan hasil. Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Data yang dikumpulkan berupa kata-kata dalam bentuk tertulis maupun lisan. Menurut (Koentjaraningrat, 2009: 252) Etnografi adalah suatu deskripsi mengenai kebudayaan suatu suku bangsa. Etnografi berasal dari kata ethno (suku bangsa) dan grapho (tulisan), yang secara luas diartikan sebagai catatan, tulisan mengenai suku-suku bangsa. Penelitian Etnografi (budaya) merupakan metode yang banyak dilakukan dalam bidang antropologi terutama yang berhubungan dengan setting budaya. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskrisipkan tentang budaya masyarakat dalam bentuk cara berfikir, cara hidup, adat, berperilaku, bersosial. Untuk dapat memperoleh data digunakan teknik pengumpulan data. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan observasi atau pengamatan, wawancara berupa rekaman, serta dokumentasi berupa foto dalam prosesi tradisi Baritan dalam upacara adat sedhekah bumi di Desa Kedungwringin Kecamatan Sempor Kabupaten Kebumen. 25

42 26 B. Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi yang di jadikan penelitian dalam penelitian ini berada di Desa Kedungwringin Kecamatan Sempor Kabupaten Kebumen. No Keterangan 1 Observasi 2 Pengajuan proposal 3 Pelaksanaan penelitian 4 Pengumpulan data 5 Penyusunan laporan Tabel I Jadwal Kegiatan Penelitian Bulan/ Minggu Maret April Mei Juni Juli Agustus C. Sumber Data dan Data Menurut Lofland (1984: 47) dalam Moleong (2012: 157) sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Sumber yang diperoleh dalam penelitian ini adalah informasi dari narasumber yaitu dari observasi dan wawancara dengan informan. Peneliti memilih informan yang mempunyai pengetahuan dan informasi tentang fenomena yang sedang diteliti. Walau bagaimanapun, penelitian kualiktif tetap di hadapkan pada orang-orang yang dapat mengungkapkan informasi dari

43 27 orang itu bisa sedikit dan bisa banyak, bisa homogen, sifatnya dan karakteristiknya, bisa juga berbeda. Oleh karena itu penelitian kualikatif tetap dihadapkan pada pilihan untuk menentukan orang yang akan dijadikan informan. Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan untuk mendapatkan hasil yang memuaskan di perlukan narasumber yang menguasai tradisi Baritan, seperti: sesepuh, perangkat desa, dan anggota pelaksana tradisi Baritan. Selain itu data diperoleh melalui pengambilan gambar pada saat prosesi tradisi Baritan dalam upacara sedhekah bumi di Desa Kedungwringin Kecamatan Sempor Kabupaten Kebumen. D. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yamg digunakan oleh peneliti dalam pengumpulan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik (Arikunto,2010: 203). Intrumen yang dipakai dalam penelitian ini adalah alat tulis untuk mencatat hal-hal yang penting ditemukan dalam proses pengumpulan data, wawancara, serta tape rekorder dan kamera yang digunakan untuk mengambil gambar pada proses penelitian. E. Teknik Pengumpulan Data Ada beberapa bagian dalam melakukan pengumpulan data, diantaranya adalah sebagai berikut:

44 28 1.Observasi Observasi adalah pengamatan yang dilakukan secara langsung terhadap suatu objek yang akan diteliti. Alasan peneliti melakukan observasi adalah untuk menyajikan gambaran realistik perilaku atau kejadian, untuk menjawab pertanyaan, untuk membantu mengerti perilaku manusia, dan untuk evaluasi yaitu melakukan pengukuran tersebut. Menurut Bungin (2007: 115) dalam Noor (2013: 115) berpendapat beberapa bentuk observasi yang dapat digunakan dalam penelitian kualitatif, yaitu observasi partisipasi, tidak terstuktur, dan observasi kelompok. (a). Observasi partisipasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan pengindraan dimana observer atau peneliti benar-benar terlibat dalam keseharian responden. (b). Observasi tidak terstruktur adalah observasi yang dilakukan tanpa menggunakan pedoman observasi. Dalam penelitian ini penelitian atau pengamat harus mampu mengembangkan daya pengamatannya data mengamati sebuah objek. (c). Observasi kelompok adalah observasi yang dilakukan secara berkelompok terhadap suatu atau beberapa objek sekaligus. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengamatan dilakukan pada proses tradisi Baritan dalam upacara adat sedhekah bumi di Desa Kedungwringin Kecamatan Sempor Kabupaten Kebumen.

45 29 2. Wawancara Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2012: 186). Dalam melakukan interview tidak lepas dari masalah pokok yang perlu diperhatikanguna mendapat informan yang baik. Informan yang baik adalah mereka yang menguasai permasalahan yang benar-benar diperlukan oleh peneliti (Ratna, 2010:228). Masalah pokok yang perlu diperhatikan seperti: a). Seleksi individu untuk diwawancarai ; b). Pendekatan pada orang yang telah diseleksi untuk diwawancarai ; c). Pengembangan suasana lancar dalam mewawancarai serta untuk menimbulkan pengertian dan bantuan sepenuhnya dari orang yang diwawancarai. Adapun pihak-pihak yang dijadikan narasumber atau informasi para tokoh masyarakat dan lebih diutamakan pada para pelaksana tradisi Baritan, yaitu para sesepuh dan perangkat desa. 3. Dokumentasi Penelitian kualitatif bukan hanya merajuk pada fakta sosial sebagaimana terjadi pada kehidupan masyarkat, melainkan bisa juga merujuk pada bahan berupa dokumen, seperti teks bacaan dan teks berupa rekaman audio atau audio visual (Maryaeni, 2008: 73). Metode dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen biasanya berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya dari seseorang. Adapun sumber dokumen dalam

46 30 penelitian ini diambil dari data berupa foto-foto, rekaman suara dokumentasi tradisi Baritan dalam upacara Sedhekah Bumi di Desa Kedungwringin Kecamatan Sempor Kabupaten Kebumen. F. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis kualitatif dengan pola etnografi yaitu pengamatan berperan serta sebagai kegatan dari penelitian lapangan (Moleong, 2012: 26). Proses analisis ini meliputi: kegiatan mengatur, mengurutkan, mengelompokan, dan mengkatagorikan kata-kata dengan alat dengan alur penelitian yang digunakan sebagai berikut: 1. Penelitian Para Informan Penelitian para informan adalah informan yang ditentukan adalah narasumber, sesepuh, aparat desa, dan warga masyarakat di berbagai golongan yang dianggap berkompeten sebagai narasumber. 2. Wawancara Terhadap Informan Informan diwawancarai dengan pertanyaan-pertanyaan yang sudah dibuat sebelumnya, atau terstruktur secara formal pertanyaan antara lain tentang prosesi makna lakon wayang dalam Baritan fungsi Baritan dan ubarampe serta pertanyaan-pertanyaan lainya yang lebih dalam. 3. Penulisan Catatan Lapangan Penulisan catatan lapangan yaitu segala sesuatu yang akan diamati dan didengar yang relevan dengan penelitian yang dicatat dan direkam.

47 31 4. Penelitian Etnografi Penelitian etnografi yaitu laporan hasil penelitian atau penulisan etnografi. Isi dari karangan etnografi adalah suatu deskripsi mengenai kebudayaan suatu suku bangsa (Koentjaraningrat, 2009: 252). Di buat sebaik mungkin dan seefektif mungkin dan mampu menyampaikan makna budaya yang telah ditemukan dalam tradisi Baritan dalam upacara sedhekah bumi di Desa Kedungwringin Kecamatan Sempor Kabupaten Kebumen.

48 BAB IV PENYAJIAN DATADAN PEMBAHASAN A. Penyajian Data 1. Deskripsi Wilayah a. Gambaran Umum Desa Kedungwringin Sebelum membahas tradisi Baritan, terlebih dahulu diuraikan gambaran secara singkat mengenai daerah Kedungwringin yang menjadi latar belakang tradisi Baritan. Hal ini penting, karena dapat memberikan gambaran keadaan daerah dan kondisi masyarakat dimana tradisi Baritan itu ada. Tanpa mengetahui latar belakang tersebut, tulisan ini terasa kering, sebab tradisi Baritan tidak lepas dari keadaan yang melingkupinya. Kedungwringin yang secara harfiah berarti Pohon Beringin di Kedung, adalah sebuah desa di kecamatan Sempor, kabupaten Kebumen, provinsi Jawa Tengah. Secara geografis letak desa Kedungwringin terletak di kecamatan Sempor, kabupaten Kebumen. Jarak desa Kedungwringin dari pusat pemerintahan kecamatan Sempor 8 kilometer. Jarak desa Kedungwringin dari pusat kabupaten Kebumen 41 kilometer. Sedangkan jarak desa Kedungwringin dari provinsi Jawa Tengah 203 kilometer. Desa Kedungwringin terletak pada ketinggian 457 meter dari permukaan laut dengan batas-batas sebagai berikut: Batas desa Kedungwringin bagian utara berbatasan dengan desa Donorojo, bagian timur berbatasan dengan desa Semali dan Kenteng. Sedangkan bagian selatan berbatasan dengan desa 32

49 33 Bonosari dan Sempor, bagian barat berbatasan dengan desa Sampang. Hal tersebut sependapat dengan bapak Hoerun yang berpendapat bahwa: Batas desa Kedungwringin bagian ler berbatasan kalih desa Donorojo, sebelah wetan berbatasan kalih desa Semali lan Kenteng. Sebelah kidul berbatasan kalih desa Sempor lan Bonosari, lan sebelah kilen berbatasan kalih Sampang. Terjemahan: Batas desa Kedungwringin bagian utara berbatasan dengan desa Donorojo, Sebelah timur berbatasan dengan desa Semali dan desa Kenteng. Sebelah selatan berbatasan dengan desa Sempor dan Bonosari, dan sebelah barat berbatasan dengan desa Sampang. Secara geografis, Kedungwringin terdiri dari daerah pegunungan dan daerah waduk. Wilayah pegunungan memanjang dari sisi tepi mengelilingi desa Kedungwringin. Di samping itu, wilayah perbatasan desa Kedungwringin dikelilingi hutan. Dengan topografi daerah yang tidak rata, lahan pertanian berupa sawah tadah hujan yang bergantung dengan curah hujan dan ladang sebagai andalan masyarakat desa Kedungwringin. Selain pegunungan dataran rendah, desa Kedungwringin terisi oleh genangan air waduk Sempor, karena desa Kedungwringin sebagai hulu waduk Sempor. Genangan air menyusut pada musim kemarau sehingga warga masyarakat bisa memanfaatkan sebagai lahan pertanian. Akan tetapi lima tahun belakang ini genangan air tidak menyusut banyak, karena di desa Kedungwringin di bangun bendungan dengan tujuan untuk mencegah sedimentasi waduk Sempor. (Sumber: Wawancara dengan Hoerun, 27 Maret 2013) Berdasarkan data dari monografi tahun 2013, komposisi penggunaan lahan untuk persawahan Ha, pegunungan untuk lahan

50 34 ladang Ha. Penggunaan lahan untuk pemukiman 130 Ha, lahan untuk waduk 116 Ha. Desa Kedungwringin merupakan daerah yang memiliki luas 10.4 Ha dan mempunyai jumlah penduduk laki-laki jiwa, perempuan jumlah keseluruhan penduduk menjadi jiwa. Jumlah penduduk tersebut terbagi menjadi 949 kepala keluarga. Akan tetapi dengan kondisi desa Kedungwringin yang sulit di akses dengan alat transportasi mengakibatkan sebagian warganya merantau. (Sumber: Data Monografi Desa Kedungwringin 2013) b. Kondisi Ekonomi Letak desa Kedungwringin yang berada di pegunungan dan dikelilingi oleh hutan mengakibatkan sebagian besar warganya bermata pencaharian bercocok tanam atau bertani. Hal tersebut sependapat apa yang dikatakan oleh Hoerun selaku perangkat desa: Kondisi desa Kedungwringin niku daerah pegunungan, pramila masyarakat kangge nyekapi kebutuhanipun sami tani. Ananging tani wonten ing mriki benten kalih tani wonten ing kutha. Tani wonten ing mriki ngandelaken jawah. Menawi jawah sekedik mboten saget panen, rata-rata petani wonten ing mriki panen pantun namung sapisan menggah setaun. Terjemahan:Kondisi desa Kedungwringin itu berada pada daerah pegunungan, oleh karena itu untuk mencukupi kebutuhannya melakukan pertanian. Akan tetapi bertani disini berbeda dengan bertani di kota. Bertani disini mengandalkan hujan. Apabila hujan sedikit tidak bisa panen, rata-rata petani disini panen hanya satu kali dalam setahun. Mengingat sawah yang ada di desa Kedungwringin bersifat tadah hujan, jadi sangat bergantung pada curah hujan yang turun. Bagi masyarakat

51 35 yang tidak memiliki sawah mereka berladang di tepi hutan. Pada area ini masyarakat menanam jenis padi khusus yaitu padi Gaga Rancah. Selain bercocok tanam sebagai penghasilan sampingan masyarakat desa Kedungeringin berternak. Jenis hewan yang diternak diantaranya sapi, kerbau, ayam, kambing dan madu lebah. Bertani dan berternak merupakan mata pencaharian utama masyarakat desa Kedungwringin kecamatan Sempor. Selain itu ada beberapa orang yang ber mata pencaharian sebagai nelayan. Mengingat sebagian wilayah desa Kedungwringin digenangi oleh air Waduk Sempor. Dari data di atas, kondisi perekonomian dan mata pencaharian masyarakat desa Kedungwringin sangat berpengaruh terhadap lestarinya tradisi adat istiadat salah satunya adalah tradisi Baritan. c. Kondisi Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu indikator sosial, ekonomi, budaya dalam masyarakat serta salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan masyarakat. Hal ini dikarenakan pendidikan memiliki posisi strategis untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh wilayah, meliputi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya modal. Melalui pendidikan formal maupun non formal penduduk memperoleh pengetahuan dan wawasan yang mendorong pola pikir mereka. Desa Kedungwringin yang berada di pegunungan membuat sarana dan prasarana pendidikan kurang lengkap. Hal ini disebabkan sarana transportasi yang sulit. Dulu, masyarakat jika ingin melanjutkan sekolah

52 36 SMP / SMA harus kost di kota. Namun, beberapa tahun ini sudah berdiri sekolah SMP Negrei 1 Atap di desa Kedungwringin sehingga memudahkan anak-anak untuk melanjutkan pendidikan sekolah menengah pertamanya. d. Kondisi Keagamaan Agama merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan kebudayaan. Agama bagi masyarakat merupakan keyakinan dan mempunyai peran penting dalam kehidupan, karena dengan agama kehidupan masyarakat akan seimbang antara dunia dan akherat. Kehidupan beragama di desa Kedungwringin semua warganya memeluk agama Islam. Dulu, terdapat agama Budha akan tetapi seiring dengan perkembangan zaman mereka berpindah memeluk agama Islam. Sarana ibadah setiap RT terdapat Mushola dan setiap kadus terdapat Masjid. Selain menjalankan syariat Islam, masyarakat desa Kedungwringin juga masih menjalankan dan melestarikan upacara tradisi dalam kehidupan masyarakat. Dalam pelaksanaan tradisi, mereka masih tetap menjalankan prosesi seperti aslinya. Akan tetapi, untuk menghilangkan anggapan dari perbuatan syirik maka dalam pelaksanaan tradisi kemudian disisipi do ado a secara Islam. Dengan adanya alkultursi antara Islam dan Jawa, tradisi akan tetap lestari. e. Kondisi Sosial Budaya Setiap masyarakat mempunyai kehidupan sosial yang berbeda antara masyarakat satu dengan lainnya. Hal ini dapat dilihat dari adatistiadat yang berlaku di dalam masyarakatnya. Adat-istiadat merupakan

53 37 bagian dari kebudayaan yang biasanya berfungsi sebagai pengatur, pengendali dan pemberi arah kepada perlakuan dan perbuatan masyarakat. Masyarakat Jawa memiliki kehidupan sosial yang khas yaitu banyak menggunakan berbagai lambang dan simbol sebagai media atau sarana untuk menyampaikan pesan atau nasehat. Disamping itu, masyarakat Jawa juga masyarakat yang hidupnya penuh rasa kekeluargaan, rukun dan suka menolong sesamanya. Dalam kehidupannya, masyarakat Jawa khususnya desa Kedungwringin kecamatan Sempor hampir selalu terlihat pengungkapan rasa budaya yang sifatnya mistik seperti pada tradisi Baritan, Krapyakan, Nyadran. Selain masih menanamkan nilai-nilai Jawa, mereka juga mengembangkan tradisional Jawa. Perkembangan kesenian tradisional di desa Kedungwringin didukung oleh keinginan masyarakat yang masih tetap melestarikan dan mengembangkan dalam bidang budaya. Adapun kesenian yang masih dilestarikan oleh masyarakat desa kedungwringin seperti kesenian wayang kulit, wayang orang, kuda lumping, calung atau lengger, campursari, dan terbang. Kesenian tradisional kuda lumping adalah kesenian yang paling banyak berkembang. Ada empat grup kesenian kuda lumping yang ada di desa Kedungwringin.(Sumber: Data Monografi Desa Kedungwringin 2013)

54 38 2. Deskripsi Data a. Prosesi Tradisi Baritan Setiap generasi manusia adalah pewaris kebudayaan, karena kebudayaan adalah warisan sosial yang hanya dapat dimiliki oleh warga masyarakat pendukungnya dengan cara mempelajarinya (Purwadi, 2005: 1). Seperti halnya pada masyarakat desa Kedungwringin, mereka juga memperoleh warisan dari nenek moyangnya. Hasil budaya yang diwariskan oleh nenek moyang kepada generasinya yaitu sebuah tradisi ritual. Salah satu tradisi ritual yang masih dilestasrikan oleh masyarakat Kedungwringin adalah tradisi Baritan. Tradisi Baritan dilaksanakan bertujuan untuk memperingati datangnya tahun baru Jawa sekaligus tahun baru Islam. Dalam pelaksanaannya tradisi Baritan selalu jatuh pada hari Jum at dalam bulan Muharam. Adapun rangkaian kegiatannya sebagai berikut: Tradisi Baritan terdiri dari tiga bagian yaitu persiapan, pelaksanaan, penutup. Prosesi persiapan dimulai dari pembentukan panitia, penentuan tempat dan waktu, pencarian dana, dan menyiapkan perlengkapan. Prosesi pelaksanaan tradisi Baritan dimulai dengan pembacaan kidung, pagelaran wayang kulit, sambutan ketua panitia, sambutan kepala desa, laporan keuangan Baritan, do a dan kenduri bersama. Sedangkan prosesi akhir tradisi Baritan yaitu setelah pagelaran wayang kulit berakhir ki dalang membacakan semburan, dan masyarakat

55 39 saling berebut hasil bumi yang digatung pada sekeliling pementasan wayang kulit. b. Makna dan Fungsi Tradisi Baritan Tradisi Baritan di desa Kedungwringin selalu dilaksanakan setiap tahunnya, karena merupakan sebuah kebiasaan yang berlangsung secara turun-temurun dari generasi ke generasi berikutnya. Di balik sebuah ritual pasti mempunyai makna dan fungsi, makna dan fungsi tradisi Baritan di desa Kedungwringin diantaranya sebagai berikut: Makna yang terkandung dalam tradisi Baritan di desa Kedungwringin dapat dikelompokan menjadi empat aspek yaitu makna kebudayaan, makna sosial, makna ekonomi dan makna politik. Makna kebudayaan tradisi Baritan sebagai salah satu kebudayaan daerah yang dapat memperkaya kebudayaan nasional. Makna sosial tradisi Baritan dengan adanya tradisi Baritan menunjukan kerukunan, gotong royong antar warga masyarakat desa Kedungwringin terjalin dengan baik. Makna ekonomi tradisi Baritan dapat menambah penghasilan pedagang di desa Kedungwringin. Makna politik tradisi Baritan yaitu sebagai ajang memperkenalkan diri kepada masyarakat desa Kedungwringin. Fungsi tradisi Baritan bagi masyarakat desa Kedungwringin adalah saebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah swt yang telah memberikan keselamatan, rejeki dan keamanan bagi masyarakat desa Kedungwringin.

56 40 c. Isi Lakon (Cerita) Wayang dalam Baritan Isi cerita dalam pertunukan wayang dalam tradisi Baritan di desa Kedungwringin tidak boleh diganti dengan lakon lainnya, ini menjadi salah satu keunikan yang ada dalam tradisi Baritan. Karena dalam tradisi Baritan, pertunjukan wayang merupakan salah satu sesaji yang harus ada dan dalam pertunjukan ini tidak ada Gara-gara, Limbukan dan merupakan Ruat Bumi.Untuk mengetahui isi cerita Baritan sebagai berikut: Bhatara Guru menerima perintah dari Sang Hyang Wenang untuk menanam Wiji Isining Jagad. Akan tetapi keadaan pulau Jawa belum stabil, kemudian para dewa ditugaskan untuk menstabilkan keadaan pulau Jawa. Setelah berhasil Bhatara Guru mendapat anugrah yang berupa cupu. Sang Hyang Wenang berpesan siapapun tidak boleh tau isi cupu meskipun itu istri sendiri. Bhatara Narada selaku patih memaksa ingin mengetahui, akan tetapi cupu terbang sebelum jatuh di tanggan Bhatara Narada. Kemudian Bhatara Narada mengejar dimana jatuhnya cupu. Pada tempat berbeda Naga Gombang yang sedang menerima kutukan dari dewa sedang mengeluh merasakan kantuk yang tidak sewajarnya. Naga Gombang yang selalu menguap tiba-tiba merasakan ada benda yang masuk dalam rongganya. Seketika rasa kantuk itu pun hilang, dan datanglah Bhatara Narada menanyakan apa mengetahui dimana jatuhnya benda yang berkilau. Akan tetapi Naga Gombang yang merasa tidak mengetahui dipaksa untuk menujukan dimana jatuhnya benda yang

57 41 berkilau. Naga Gombang menangis dan tetesan air matanya berubah menjadi anak perempuan. Bhatara Narada menceritakan apa yang terjadi dan menyerahkan anak yang dibawanya. Setiba di Khayangan Suralaya anak berubah menjadi kembar,kemudian diberi nama Dewi Trisnawati dan Culmuka. Culmuka berunah menjadi babi hutan dan Dewi Trisnawati meninggal. Jasad Dewi Trisnawati tumbuh berbagai macam tanaman. Hasil tanaman yang tumbuh di atas makam Dewi Trisnawati diserahkan kepada Bhatara Guru. Bhatara Narada ditugaskan untuk memberikan hasil tanamanya kepada ratu Medang Kamulyan. Ketika tanaman mulai menguning datanglah putra-putra prabu Kala Gumarang dari pulau Anjuk yang berniat untuk mencicipi tanaman yang tumbuh di ladang Medang Kamulyan. Prabu Srimapunggung tidak bisa mengalahkan putra-putra Kala Gumarang dan meminta bantuan kepada Bhatara Narada. Bhatara Narda menuju Rara Dadapan, meminta kepada prabu Putut Jantaka agar putranya Blangmenyunyang dan Condromeo bersedia mengalahkan putra-putra Kala Gumarang. Setelah berhasil mengalahkan musuh-musuhnya dan panen raya Prabu Srimapunggung berpesta dengan seluruh warga negaranya. d. Ubarampe dan Makna Simbolik dalam Tradisi Baritan Perlengkapan atau Ubarampe dalam sebuah tradisi adalah merupakan hal yang penting, akan tetapi keberadaanya kurang dimengerti oleh sebagian orang. Dewasa ini banyak orang beranggapan bahwa sesaji itu

58 42 hanya merupakan perlengkapan yang harus dilengkapi akan tetapi tidak dimengeti apa maknanya. Kebanyakan orang hanya mengikuti apa yang dilakukan oleh nenek moyang tanpa mengetahui maksudnya, untuk mengetahui ubarampe (perlengkapan) yang ada dalam tradisi Baritan sebagai Berikut: Perlengkapan sesaji pada tradisi Baritan terdiri dari tiga bagian yaitu ubarampe pada saat pemendaman kepala kambing, ubarampe pada saat kenduri pada tradisi Baritan dan ubarampe pada pertunjukan wayang dalam tradisi Baritan. Perlengkapan pada saat pemendaman kepala kambing yaitu berupa kepala kambing, pisang raja, kinangan, rakan, kembang telon, arang-arang kambang, jembawuk, kopi dan teh. Perlengkapan pada saat kenduri pada tradisi Baritanyaitu (tumpeng rasul, ingkung, tompo, penggel, kecambah, jenang abang danjenang putih). Perlengkapan pada pertunjukan wayang dibagi menjadi tiga bagian yaitu ubarampe pertunjukan wayang yang berada di bawah tarub yaitu: (tiris, godhong wringin, andhong, ampel gadhing, tebu wulung, padi, jagung, kacang panjang, cabe, pethe, pala pendem kumplit). Perlengkapan atau ubarampe pertunjukan wayang yang berada di atas panggung yaitu (gula batu, minyak fanbo, menyan putih, pane lemah, parem gadung, pisang raja, rokok kreni, jajan pasar, pethet, dom, bolah, kaca). Perlengkapan atau ubarampe pertunjukan wayang yang berada di bawah tarub diantaranya (wedhang bening, jembawuk, kopi pait,kopi legi, teh pait, teh legi, arang-arang kambang, telur ayam kampung, bakaran budin, godhong dadap srep).

59 43 B. Pembahasan Data 1. Prosesi Tradisi Baritan Upacara tradisi Baritan sebenarnya merupakan salah satu bentuk ritual sedhekah bumi atau ruat bumiyang dilakukan oleh warga masyarakat desa Kedungwringin. Menurut bapak Budi Sudarsono berpendapat bahwa: Tradisi Baritan ingih punika salah satunggaling tradisi ingkang tasih wonten ing desa Kedungwringin, tradisi Baritan punika tradisi slamatan sedhekah bumi ingkang dipun laksanakaken wonten ing bulan Syuro. Terjemahkan: Tradisi Baritan yaitu salah satu tradisi yang masih ada di desa Kedungwringin, tradisi Baritan yaitu tradisi selamatan sedhekah bumi yang dilaksanakan dalam bulan Syuro. Menurut Bapak Sujono berpendapat bahwa: Tradisi Baritan ingkang wonten desa Kedungwringin menika salah satunggiling tuladha tradisi ingkang tasih dipun lestarikaken menggah masyarakat desa Kedungwringin. Tradisi Baritan menika sedhekah bumi ingkang dipun pengeti saben sasi Syuro. Terjemahan: Tradisi Baritan yang ada di desa Kedungwringin itu salah satu contoh tradisi yang masih dilestarikan bagi masyarakat desa Kedungwringin. Tradisi Baritan itu sedhekah bumi yang diperingati setiap bulan Syuro. Sedangkan Bapak Suwarjo berpendapat bahwa: Tradisi Baritan yaitu sudah lama kita alami sejak dulu, nenek moyang mengadakan suatu Baritan atau sedhekah bumi yang intinya setiap bulan Syuro diadakan selamatan. Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan tradisi Baritan yaitu salah satu tradisi selamatan yang diperingati setiap bulan Syuro oleh masyarakat desa Kedungwringin sebagai ungkapan rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Tradisi Baritan dilaksanakan oleh masyarakat desa

60 44 Kedungwringin khususnya kadus satu dan dua. Hal ini sependapat dengan apa yang diungkapkan oleh Bapak Tusiman: Tradisi Baritan itu dilakukan oleh masyarakat kadus satu dan dua, sedangkan kadus tiga dan empat adalah Tayuban. Menurut Bapak Suwarjo berpendapat: Diadakan wayangan, karena di Kedungwringin terdiri dari dua, yaitu sebelah timur atau kadus satu dan dua selamatannya wayang dan sebelah barat atau kadus tiga dan empat adalah Tayuban. Mereka hanya dapat mengatakan bahwa upacara ini sudah dilakukan oleh nenek moyang sejak dulu, kini mereka tinggal meneruskan tradisi leluhurnya. Prosesi tradisi Baritan dapat dibagi menjadi tiga bagian diantaranya sebagai berikut: a. Persiapan Baritan Persiapan pada tradisi Baritan di desa Kedungwringin dimulai apabila menjelang bulan Muharam (Syuro). Perangkat desa mengadakan rapat, membentuk panitia pelaksanaan tradisi Baritan. Kemudian panitia menentukan lokasi, waktu dan berapa jumlah iuran yang dikenakan kepada setiap kepala keluarga. Setelah mencapai mufakat, keputusan tersebut disampaikan kepada seluruh warga masyarakat desa Kedungwringin. Tiga hari sebelum tradisi Baritan salah satu sesepuh desa melakukan ziarah. Ziarah ditunjukan kepada makam para leluhur desa Kedungwringin. Satu hari sebelum tradisi Baritan dilaksanakan masyarakat bergotong royong membut tarub, panggung dan menata gamelan. Sore harinya pemotongan kambing dan

61 45 pemendaman kepala kambing di perempatan jalan. Hal tersebut sama seperti apa yang diungkapkan oleh bapak Hoerun: Saderenge prosesi Baritan, ngancik wulan Syuro perangkat desa menika ngawontenaken rapat, mbahas babagan dana, papan lan wekdal. Sasampunipun sadaya sampun saruju, ketua RT kajibah woro-woro dumateng warganipun. tigang dinten saderenge prosesi Baritan salah satunggiling sesepuh kajibah ziarah wonten makam leluhur desa Kedungwringin. Sadinten saderenge prosesi tradisi Baritan warga masyarakat damel tarub. Sontenipun nyembelih mendha, endase dipun kubur wonten prapatan. Terjemahan: Sebelum tradisi Baritan, memasuki bulan Syuro perangkat desa mengadakan rapat, membahas tentang dana, tempat dan waktu. Sesudah semua setuju, ketua RT mempunyai kewajiban untuk menyampaikan kepada warganya. Tiga hari sebelum prosesi Baritan salah satu dari sesepuh mempunyai kewajiban untuk ziarah ke makam leluhur desa Kedungwringin. Satu hari sebelum tradisi Baritan warga masyarakat membuat trub. Sore harinya menyembelih kambing, kemudian kepalanya dipendam di perempatan. Sedangkan menurut Bapak Budi Sudarsono berpendapat bahwa: Prosesi tradisi Baritan ingkang sampun-sampun, saderengipun ngancik wulan Syuro, lembaga pemerintahan desa ngawontenaken rapat, ingkang isinipun mbahas wedkdal, iuran, papan lan panggenan. Sasampunipun dipun tentokaken papan lan panggenan, tigang dinten saderengipun prosesi, salah satunggiling sesepuh kajibah ziarah wonten ing makam leluhur. Sadinten saderenge prosesi masyarakat desa Kedungwringin gotong royong wonten ingkang damel tarub, panggung lan nata gamelan. sontenipun bapak kaum kajibah motong mendha kangge acara tradisi Baritan. salajengipun endas dipun kubur wonten ing prapatan margi. Terjemahan: Prosesi tradisi Baritan yang sudah-sudah, sebelum datang bulan Syuro, lembaga pemerintah desa mengadakan rapat, yang isinya membahas waktu, jumlah iuran dan tempat.setelah ditentukan tempat dan waktu, tiga hari sebelum prosesi, salah satu dari sesepuh desa mempunyai kewajiban untuk ziarah kemakam leluhur. Satu hari sebelum prosesi masyarakat desa Kediungwringin gotong royong ada yang membuat tarub, panggung dan menata gamelan. Sore harinya

62 46 bapak kaum mempunyai kewajiban memotong kambing untuk acara prosesi tradisi Baritan. Selanjutnya kepala kambing tersebut dipendam di perempatan jalan. Gambar: 1 menunjukan proses pemakaman atau pemendaman kepala kambing di perempatan jalan desa Kedungwringin. Pemendaman kepala dan darah biasanya dilakukan oleh sesepuh desa, akan tetapi jika ada acara, sehingga sesepuh tidak bisa memendam sendiri mereka maka bisa diwakilkan kepada orang lain. Namun harus di japa mantrani dulu oleh sesepuh,japa mantra dalam pemendaman kepala kambing menurut Bapak Budiarjo selaku sesepuh berpendapat bahwa: Motong wedus kuwe ana jawabane cung kalacung tikus Janada sira balia meng tanah sabrang ratu gustimu agi pesta nek ora percaya tiliki nang prapatan darah lan ndase nang kana.

63 47 Terjemahan: Menyembelih kambing itu ada jawabannya heh kamu tikus Janada pulanglah ke tanah sabrang ratu gustimu sedang berpesta, kalau tidak percaya lihatlah di perempatan jalan ada darah dan kepala di sana. (Wawancara dengan bapak Budiarjo 12 November 2013 pukul 20.00) Bapak Sujono selaku dalang dalam prosesi Baritan bependapat bahwa: Mendhem endas wedus niku wonten japa mantranipun, mboten anamung asal mendhem. Japa mantranipun kados mekaten cung kalacung tikus Janada sira balia meng tanah sabrang ratu gustimu agi pesta nek ora percaya tiliki nang prapatan darah lan ndase nang kana. Terjemahan: pemendaman kepala kambing itu ada mantranya, tidak sekedar memendam. Japa mantranya seperti ini heh kamu tikus Janada pulanglah ke tanah sabrang ratu gustimu sedang berpesta, kalau tidak percaya lihatlah di perempatan jalan ada darah dan kepala di sana. Pada malam hari sebelum prosesi tradisi Baritan masyarakat sekitar biasanya mengadakan pembacaan surat yasin dan tahlil untuk mengirim doa kepada leluhur dan makam yang telah di ziarahi. Selain itu tujuan lainyauntuk melengkapi ubarampe atau perlengkapan serta menemani ibu-ibu yang sedang memasak. b. Waktu dan Prosesi Tradisi Baritan Prosesi tradisi Baritan di desa Kedungwringin kecamatan Sempor selalu diadakan pada hari Jum at. Adapun alasan mengapa dilaksanakan hari Jum at diantaranya sebagai berikut : Menurut penuturan bapak Budiarjo selaku sesepuh desa Kedungwringin sebagai berikut: Dina Jum at kuwe dina sing diistimewakna bagi pitung dina, dina pitu kan rangkepe lima ganep, dina Jum at kuwe jodone wong sepasar, dina istimewa kanggone wong Islam, dina Jum at kanggo Jum atan, terciptanya Adam as, dina pertama Adam as mlebu surga, ditokna kan surga lan dina tibane kiamat.

64 48 Terjemahan: Hari Jum at itu hari yang diistimewakan diantara tujuh hari lainnya, hari tujuh yang rangkapnya lima genap maksudnya lima bisa merangkapi tujuh yaitu Minggu, Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Juma at dan Sabtu kemudian lengkapi dengan Manis, Pahing, Pon, Wage, Kliwon. Hari Jum at jodohnya orang sepasar, maksudnya tidak ada pantangan. Hari Jum at hari istimewa bagi orang Islam karena nabi Adam tercipta hari pada hari Jum at, diturunkan ke surga dan ke Bumi. Hari Jum at dipercaya sebagai hari akan terjadinya hari Kiamat. Menurut Bapak Sagino berpendapat bahwa Amargi menika sampun turun-temurun saking leluhur, kirang langkung amargi dinten Jum at punika dinten ingkang sae tumrapipun tiyang muslim. Terjemahan: Sebab itu sudah menjadi tradisi dari leluhur, kurang lebih karena hari Jum at itu hari yang baik bagi umat muslim. Sedangkan menurut Bapak Tusiman berpendapat bahwa: Hari Jum at itu hari yang istimewa diantara tujuh hari lainnya. Setelah berbagai persiapan dan perlengkapan untuk perayaan tradisi Baritan selesai, selanjutnya prosesi tradisi Baritan di desa Kedungwringin, kecamatan Sempor, kabupaten Kebumen bisa dimulai. Menurut Bapak Hoerun selaku perangkat desa berpendapat bahwa: Prosesi Baritan punika kawiwitan kirang langkung jam 09.00, mangke istirahat jam Jam dipun lajengaken malih, sambutan saking panitia, kepala desa. Salajengipun kenduri masal utawi sareng-sareng masyarakat desa Kedungwringin, sasampunipun pamentasan wayang dipun lajengaken malih dumugi paripurna. Terjemahan: Prosesi Baritanitu dimulai kurang lebih pukul 09.00, kemudian istirahat pukul Pukul dilanjutkan dengan sambutan dari panitia, kepala desa. Selanjutnya kenduri masal atau bersama-sama masyarakat desa Kedungwringin,

65 49 setelah selesai kenduri pementasan wayang dilanjutkan kembali sampai selesai. Bapak Budi Sudarsono berpendapat bahwa: Ingkang sampun-sampun prosesi Baritan niku dipunlaksanaken dinten Jum at, kawiwitan kirang langkung jam enjang. Saderengipun kawiwitan pak dhalang maos kidungan, sasampunipun dipunlajengaken pamentasan ringgit wacucal. Masyarakat desa Kedungwringin sami rawuh, piyantun putri sami mbetha penggel satunggal-satunggal. Kirang langkung jam pagelaran ringgit wacucal istirahat kangge ngormati sholat Jum at, jam 1 tradisi baritan dipun lajengaken malih, dipun wiwiti sambutan saking panitia, kepala desa lan bendahara. Sasampunipun sambutan, acara salajengipun inggih punika kenduri utawi makan bersama. Kenduri dipun wiwiti pembagian penggel dumateng warga masyarakat desa Kedungwringin ingkang sami rawuh. Salajengipun penggel dipun bagi, bapak kaum kajibah mimpin do a. Pagelaran ringgit wacucal dipun lajengaken malih sasampunipun keduri, dumugi paripurna. Terjemahan: Yang sudah-sudah prosesi Baritan itu dilaksanakan pada hari Jum at, dimulai kurang lebih pukul pagi. Sebelum dimulai pak dhalang membaca kidungan, kemudian dilanjutkan pementasan wayang kulit. Masyarakat desa saling berdatangan, ibu-ibu sambil membawa penggel satu-satu. Kurang lebih pukul pertunjukan wayang istirahat untuk menghormati sholat Jum at, pukul tradisi Baritan dilanjutkan kembali. Di awali dengan sambutan panitia, kepala desa dan bendahara. Setelah sambutan, acara selanjutnya adalah kenduri atau makan bersama. Kenduri dimulai dengan pembagian penggel kepada warga masyarakat desa Kedungwringin yang telah datang. Kemudian penggel di bagi, bapak kaum mempunyai kewajiban untuk memimpin do a. Setelah kenduri pertunjukan wayang dilanjutkan kembali sampai selesai. Dari beberapa pendapat diatas dapat di simpulkan bahwa tradisi Baritan di desa dimulai pada hari Jumat, pukul 09.00, sesepuh memasang sesaji atau ubarampe yang dibutuhkan pada pementasan wayang. Sekitar pukul pementasan wayang sudah bisa dimulai. Sebelum pementasan

66 50 wayang dimulai Ki dalang Sujono membacakan kidung sebagai tolak bala( penolak bencana), untuk lebih rinci kidung yang dibacakan sebagai berikut: Kidung Rumeksaning Wengi Ana kidung rumeksone wengi Teguh kaya luputa ing lara Luputo bilahi kabeh Jim setan datan purun Paneluhan tan ana wani Miwah panggawe ala Gunane wong luput Geni atemahan tirta Maling adoh tan ana jarah ing mami Guna duduk pan sirna Sakaheng lara pan samya bali Sakeh ngama pan sami miruda Welas asih pandulune Sakehing braja luput Kadi kapuk tibaning wesi Sakehing wisa tawa Sato galak tutut Kayu aeng lemah sangar Songing landhak guwaning wong lemah miring Myang pakiponing merak pagupaning warak sakalir Nadyan arca myang segara asat Temahan rahayu kabeh Apan sarira ayu Ingideran kang widadari Rineksa malaekat Sakatahing Rasul Pan dadi sarira Tunggal Ati adem utekku baginda Esis pangucapku ya Musa Napasku Nabi Ngisa linuwih Nabi Yakup Pamiyarsaning wang Yusup ing rupaku mangkr Nabi Daud Suaraku Jeng sulaiman kasekten mami Nabi Ibrahim nyawaku Edris ingrambutku Baginda Ngali kuliting wang Getih daging Abubakar asinggih Balung baginda Ngusman

67 51 Sumsuming Patimah linuwih Siti Aminah Bayuning Angga Ayup ing ususku mangke Nabi Nuh ing jejantung Nabi Yunus ing Otot mami Netraku ya muhamad Pamuluku Rasul Pinayungan Adam sasak Sampun pepak sakatahe para Nabi dadya sarira Tunggal Wiji sawiju mulane dadi Apan apencar dadiya singing jagad Kasamadan dening Dzate Kang maca kang angrungu Kang anurat kang anyimpeni Dadi ayuning badan Kinarya sesembur Yen wincakana toya Kinarya dus rara gelis laki Wong edan dadi waras Gambar 2 : Ki dalang membaca kidung sebelum pertunjukan wayang Terjemahan: Ada nyanyian yang menjaga di malam hari Kukuh selamat terbebas dari penyakit Terbebas dari semua mala petaka Jin setan jahat pun tidak berkenan

68 Guna-guna pun tidak ada yang berani Juga perbuatan jahat Ilmu orang yang bersalah Api dan juga air Pencuri pun jauh tidak ada yang menuju padaku Guna-guna sakti pun lenyap Semua penyakit pun bersama-sama kembali Berbagai hama sama-samahabis Dipandang dengan kasih sayang Semua senjata lenyap Seperti kapas jatuhnya besi Semua racun menjadi hambar Binatang buas jinak Kayu ajaib dan tanah angker Lubang landak rumah manusia tanah miring Dan tempat merak berkipu Walaupun arca dan lautan kering Pada akhirnya, semua selamat Semuanya sejahtera Dikelilingi bidadari Dijaga oleh malaikat Semua Rasul Menyatu menjadi berbadan tunggal Hati adam, otakku Baginda Sis Bibirku Musa Nafasku Nabi Isa As Nabi Yakub mataku Yusuf wajahku Nabi Daud suaraku Nabi Sulaiman kesaktianku Nabi Ibrahim nyawaku Idris di rambutku Baginda Ali kulitku Darah daging Abu Bakar Umar Tulang Baginda Usman Sumsumku Fatimah yang mulia Siti Aminah kekuatan badanku Ayub kin dalam ususku Nabi Nuh di jantung Nabi yunus di ototku Mataku Nabi Muhamad Wajahku rasul Dipayungi oleh syariat Adam Sudah meliputi seluruh para Nabi Menjadi satu dalam tubuhku Kejadian berasal dari biji yang satu 52

69 53 Kemudian berpancar ke seluruh dunia Terimbas oleh zat-nya Yang membaca dan mendengarkan Yang menyalin dan menyimpannya Mejadi keselamatan badan Sebagai sarana pengusir Jika dibacakan alam air Dipakai mandi perawan tua cepat bersuami Orang gila cepet sembuh Setelah pembacaan kidung pementasan wayang bisa dimulai. Pementasan wayang berhenti sejenak untuk melakukan sholat Jum at pada pukul Warga masyarakat berdatangan untuk menghadiri prosesi tradisi Baritan yang hanya dilakukan hanya satu tahun sekali. Antusias masyarakat desa Kedungwringin sangat tinggi karena mereka menyadari bahwa tradisi Baritan hanya sekali dalam setahun, dan ini adalah hajatan kita semua. Tidak hanya bapak-bapak, ibu-ibu juga datang dengan membawa kocok ( tempat untuk membawa nasi atau barang-barang yang terbuat dari bambu dengan cara di gendong). Kocok itu berisi penggel dan di serahkan kepada panitia untuk diisi ikan kambing yang sudah dimakan. Isi kocok diantaranya sebagai berikut: nasi, sayur, peyek, krupuk, tempe, lalaban (kacang panjang, toge, jengkol), srundeng (parudan kelapa yang di goreng), Setelah melaksanakan sholat Jum at, salah satu dari perangkat desa menjadi pembawa acara. Susunan acaranya adalah sebagai berikut: 1. Sambutan ketua panitia Sambutan ketua panitia Bapak Tusiman berisi ucapan selamat datang kepada perangkat desa, dan seluruh masyarakat desa Kedungwringin yang telah hadir. Selain itu ketua panitia juga meminta

70 54 ma af atas tempat dan suguhan jika kurang berkenan dan menjelaskan apaitu Baritan serta menghimbau kepada warganya untuk melestarian kebudayaan leluhur. Gambar 3: Sambutan kepala desa dalam prosesi tradisi Baritan. 2. Sambutan kepala desa Sambutan kepala desa Bapak Marsimin berisi tentang Baritansebagai salah satu bentuk kesenian leluhur yang harus kita lestarikan dan harus di maknani dan mengingatkan kepada warga masyarakat unuk tetap waspada menghadapi musim pancaroba. Untuk mengantisipasi musim pancaroba masyarakat diharapkan selalu menjaga kesehatan dan keadaan lingkungan. Menjaga kesehatan dan lingkungan sangat penting, karena musim pancarobasering tersebar wabah penyakit dan bencana alam seperti tanah longsor.

71 55 3. Laporan keuangan tradisi Baritan Laporan keuangan dibacakan oleh bapak Sagino selaku bendahara desa Kedungwringin, yang disampaikan yaitu pemasukan dan pengeluaran dana pada acara tradisi Baritan. Pemasukan dana diperoleh dari swadaya masyarakat terkumpul dari dua kadus. Kadus satu terdiri dari RT 01 memberikan dana sejumlah Rp , RT 02 sejumlah Rp , RT 03 sejumlah Rp , RT 04 sejumlah dan RT 05 sejumlah Begitu juga dengan kadus dua terdiri yang terdiri dari RT 01 memberikan dana sebesar Rp , RT 02 sebesar Rp , RT 03 sebesar , RT 04 sebesar Rp dan Jadi jumlah keseluruhan pemasukan dana tradisi Baritan tahun 2013 sebesar Rp Dana tersebut dikurangi pengeluaran untuk belanja dan membeli perlengkanan sebesar Rp , sisa dana sebesar Rp Gambar 4: Hansip dan salah satu warga membagi penggel

72 56 4. Penutupan do a yang di pimpin oleh bapak kaum Setelah laporan keuangan tradisi Baritan selesai, bersama dengan pembacaan do a ada beberapa orang membagikan penggel (nasi yang ditata sedemikian rupa dengan dilengkapi sayur-sayuran). Nasi penggel itu di bagikan kepada seluruh warga masyarakat hadir, untuk di makan bersamasama. Setiap penggel biasanya di bagi tiga orang. Setelah acara makan bersama selesai pertunjukan wayang bisa dilanjutkan kembali. c. Prosesi Akhir Pertunjukan wayang biasanya berlangsung samapi jam dan ditutup dengan semburan ( ucapan dalang setelah selsai melakukan lakon Baritanatau mantra yang ditujukan sebagai tolak bala). Kemudian warga masyarakat saling berebut hasil tanaman atau benih tanaman yang di gantung di sekitar tempat pertunjukan wayang. Menurut bapak Tusiman selaku kepala dusun berpendapat bahwa: Hasil panen setelah disembur menjadi bibit unggul, jika ditanam akan menghasilkan hasil yang memuaskan. Sedangkan air yang berada di pane tanah dipercaya oleh masyarakat sekitar jika diletakan pada pertanian, tanamannya akan subur dan mendapatkan hasil yang maksimal. Sedangkan menurut Bapak Sujono berpendapat bahwa: Sasampunipun semburan warga masyarakat sami rebutan asil tanam tuwuh ingkang dipun gantung sakiwa tengenipun. Tanam tuwuh punika menawi dipun tanem asilipun ampun dipun dahar ngantos 7 taneman, menika saget ndadosaken asil ingkang katah. Banyu kembang ingkang wonten pane lemah punika saged kangge obat menawi sawedal-wedal wonten keluarga ingkang nandang sumeng saha saget kangge nyuburaken taneman ugi penangkal wereng.

73 57 Terjemahan: Sesudah semburan warga masyarakat saling berebutan hasil tanaman yang digantung sebelah kiri dan kanannya. Benih tersebut jika ditanam hasilnya jangan dimakan sampai tujuh tanaman, itu dapat menyebabkan hasil yang melimpah. Air kembang yang berada di pane tanah itu bisa untuk obat apabila sewaktu-waktu ada keluarga yang sakit dan bisa untuk menyuburkan tanaman dan penangkal hama. Malam harinya biasanya dilanjutkan pagelaran wayang kulit semalam suntuk, akan tetapi pada malam hari boleh di ganti dengan dalang lain. Alasannya pada malam hari hanya hiburan semata bukan termasuk ritual yang harus di lakukan oleh dalang turunan. 2. Makna Dan Fungsi Tradisi Baritan a. Makna Tradisi Baritan Setiap bangsa atau suku bangsa memiliki kebudayaan sendiri yang berbeda dengan kebudayaan bangsa atau suku bangsa lainnya menunjukkan peradaban suatu bangsa yang bersangkutan memiliki pengetahuan, dasardasar pemikiran dan sejarah peradaban yang tidak sama antara satu dan lainnya. (Herusantoto, 2008: 1). Demikian pula halnya yang terjadi pada masyarakat desa Kedungwringin, yang memiliki tradisi salah satunya adalah tradisibaritan. Tradisi Baritan sudah berlangsung dari nenek moyang, yang wariskan dari generasi ke generasi berikutnya. Tentunya tradisi Baritan bukan hanya sekedar ritual saja, akan tetapi mempunyai makna sehingga tetap dilestrarikan oleh warga masyarakat desa Kedungwringin. Makna yang terkandung dalam upacara tradisi Baritan diantaranya sebagai berikut:

74 58 1. Makna Budaya Baritan merupakan perwujudan semangat masyarakat desa Kedungwringin kecamatan Sempor dalam menyambut tahun baru Islam dan Jawa sejak ratusan tahun silam. Menurut Bapak Tusiman selaku kepala kadus berpendapat bahwa: Makna budaya tradisi Baritan addalah salah satu tradisi yang dilakukan turun-temurun sehingga perlu dilestarikan agar tidak ditelan jaman. Menurut Bapak Hoerun berpendapat bahwa: Segi kebudayan, tradisi Baritan menika salah satunggaling warisan kebudayaan saking nenek moyang, ingkang kedah dipun lestarikaken. Terjemahan: Segi kebudayaan, tradisi Baritan merupakan salah satu warisan kebudayaan dari nenek moyang yang perlu dilestarikan. Selain itu tradisi Baritan juga telah memberikan spirit tertentu bagi sebagian masyarakat pendukungnya. Berdasarkan penuturan bapak Suwarjo selaku warga masyarakat desa Kedungwringin memiliki keyakinan bahwa: Hasil panen yang digantung di sekitar pertunjukan wayang jika ditanam akan menghasilkan tanaman yang bagus, apalagi jika hasil panen berikutnya jangan ddimakan samppai tujuh kali panen, hasilnya sangat memuaskan. Menurut Bapak Sujono berpendapat bahwa: Sasampunipun semburan warga masyarakat sami rebutan asil tanam tuwuh ingkang dipun gantung sakiwa tengenipun. Tanam tuwuh punka menawi dipun tanem asilipun ampun dipun dahar ngantos tujuh taneman, menika saget nadosaken asil ingkang katah. Banyu kembang ingkang wonten pane lemah punika saged kangge obat menawi sawedal-wedal wonten kaluarga ingkang nandang sumeng.

75 59 Terjemahan: Sesudah semburan warga masyarakat saling berebut hasil bumi yang digantung pada kiri dan kanan pertunjukan wayang. hasil bumi itu apabila ditanam hasilnya jangan dulu dimakan sampai tujuh tanaman, itu bisa menjadikan hasil yang melimpah. Air bunga yang berada pada pane tanah itu bisa untuk obat apabila sewaktu-waktu ada keluarga yang menderita sakit. Sedangkan menurut bapak Tusiman berpendapat bahwa: Hasil panen yang disembur dipercaya bagi wargaa masyarakat sebagai bibit unggul jika ditanam akan menghasilkan hasil yang memuaskan. Sedangkan air yang telah disembur dapat dipercaya jika diletakan pada pertanian atau pohon dapat menyuburkan dan menghasilkan hasil yang lebih maksimal. 2. Makna Sosial Tradisi Baritan ini dimeriahkan dengan pertunjukan wayang kulit sebagai hiburan, dalam ranggka memperingati tahun baru Islam dan Jawa. Menurut Bapak Hoerun berpendapat bahwa: Makna sosial tradisi Baritan menika awujud tasyakuran desa, tasyakuran menika salah satunggiling raos keikhlasan warga masyarakat desa Kedungwringin. Terjemahan: Makna sosial tradisi Baritan itu salah satu rasa keikhlasan warga masyarakat desa Kedungwringin. Menurut Bapak Budi Sudarsono berpendapat bahwa: Makna sosial ingkang wonten tradisi Baritan inggih punika tradisi Baritan saget ningkataken raos silaturahmi antar warga masyarakat, ngaketaken pasederekan lan gotong royong. Terjemahan: Makna sosial yang ada dalam tradisi Baritan bisa meningkatkan rasa silaturahmi antar warga masyarakat, meningkatkan persaudaraan dan gotong royong. Selain itu makna sosial tradisi Baritan juga dapat disaksikan pada hubungan akrab yang dijalin tidak hanya di antara keluarga dan

76 60 warga masyarakat desa Kedungwringin, tetapi juga dengan para pengunjung dari luar daerah yang tidak mereka kenal sebelumnya. Hubungan akrab ini dapat dilihat ketika warga masyarakat desa menyantap makanan yang setiap makanannya dibagi menjadi tiga bagian untuk tiga orang. Selain itu dapat kita lihat ketika menjamu para pengunjung dari luar daerah dengan berbagai makanan. 3. Makna Ekonomi Tradisi Baritan di desa Kedungwringin, kecamatan Sempor kabupaten Kebumen, telah membuka peluang bagi para pedagang untuk menjual dagangannya. Hal tersebut sependapat dengan apa yang dikatakan oleh Bapak Budi Sudarsono: Aspek ekonomi tradisi Baritan saget ningkataken kesejahteraan pedagang desa Kedungwringin. Terjemahan: Aspek ekonomi tradisi Baritan itu bisa meningkatkan kesejahteraan pedagang desa Kedungwringin. Sedangkan menurut Bapak Tusiman berpendapat bahwa: Makna ekonomi yang dapat diambil dalam tradisi Baritan yaitu bisa meningkatkan penghasilan tambahan pada pedagang yang berdagang pada prosesi tradisi Baritan. Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpiulkan makna ekonomi tradisi Baritan yaitu dapat meningkatkan penghasilan bagi masyarakat desa Kedungwringin yang berdagang pada prosesi tradisi Baritan. Jumlah pengunjung yang banyak tentunya mengonsumsi makanan dan minuman yang lebih dari hari-hari biasanya. Para pedagang itu menjualkan aneka dagangannya seperti makanan dan minuman serta

77 61 mainan anak-anak. Degan demikian, tradisi Baritan telah memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat desa Kedungwringin. 4. Makna Politik Makna politik tradisi Baritan menurut bapak Tusiman yaitu: Makna politik tradisi Baritan sebagai sarana yang tepat untuk menyampaikan sosialisasinya terhadap masyarakat, karena radisi Baritan merupakan ajang bertemunya warga masyarakat desa Kedungwringin, kecamatan Sempor, kabupaten Kebumen. Sedangkan menurut bapak Budi Sudarso berpendapat bahwa: Aspek politik tradisi Baritan iku saget kangge sosialisasi tokoh politik utawi pemerintah desa Kedungwringin dumatheng warga masyarakat. Terjemahan: Aspek politik tradisi Baritan itu bisa untuk sosialisasi bagi tokoh politik atau pemerintah desa Kedungwringin kepada warga masyarakat. Biasanya dalam suatu acara besar ada calon legesiatif yang datang untuk memperkenalkan kepada masyarakat desa Kedungwringin dengan visi dan misi serta partai yang menaunginya. Selain itu,kepala desa juga menyampaikan kepada warganya jika ada yang berminat menjadi perangkat desa Kedungwringin, dengan ketentuan tertentu untuk mendaftarkan diri secepatnya. Tradisi Baritan telah menempuh perjalanan waktu yang sangat panjang dan memiliki karakter yang sangat khas dan unik. Dalam lingkungan global, identitas budaya sangat dibutuhkan oleh suatu negara kebangsaan, agar masyarakat dapat mencintai bangsa dan tanah air, dan tidak tersesat oleh budaya asing yang sangat berpotensi dalam

78 62 memusnahkan jati diri serta spirit nasionalisme. Jadi dapat disimpulkan makna politis pada tradisi Baritan di desa Kedungwringin, kecamatan Sempor, kabupaten Kebumen sebagai media informasi kepada masyarakat secara langsung, pemupuk semangat agar masyarakat desa terus memupukrasa cintanya terhadap tradisi agar tidak terjajah oleh budaya asing. 2. Fungsi Tradisi Baritan Masyarakat desa Kedungwringin yang sebagian besar merupakan petani tadah hujan, sehingga panen dilaksanakan selama dua kali dalam setahun. Sebagai ungkapan rasa syukur masyarakat mengadakan Selamatan dalam bentuk tradisi Baritan. Menurut bapak Saginoberpendapat bahwa: Fungsi tradisi Baritan inggih punika tanda raos syukur petani dumateng ngarsanipun Allah swt ingkang sampun maringi rejeki. Rejeki punika awujud asil panen ingkang katah. Kangge imbangan rejeki ingkang sampun dipunparingaken deneng Allah swt para petani ngawontenaken tasyakuran awujud Baritan. Terjemahan: Fungsi tradisi Baritan yaitu tanda rasa syukur petandi kepada hadapan Allah swt yang sudah memberi rejeki. Rejeki itu berwujud hasil panen yang banyak. Untuk imbalan rejeki yang telah diberikan kepada Allah swt para petani mengadakan tasyakuran berwujud Baritan.Sebagai ucapan rasa syukur ini diwujudkan dengan acara tradisi Baritan yang dilakukan setiap tahun. Upacara tradisi ini dilaksanakan setiap bulan Syuro atau Muharom pada hari Jum at. (Sumber : Wawancara dengan Bapak Sagino,tanggal 22 November 2013). Sujono berpendapat bahwa: Tradisi Baritan nggadehi fungsi kangge ngaturaken sesaji dumateng ingkang mbaureksa desa Kedungwringin, tujuanipun supados dipun paringi keselamatan, keselarasan lir ing sambikala..

79 63 Terjemahan: Tradisi Baritan mempunyai fungsi untuk menghaturkan sesaji kepada penguasa Gaib desa Kedungwringin agar di beri keselamatan, kesehatan oleh Allah swt. (Sumber: Wawancara dengan Bapak Sujono, tanggal 13 November 2013 ). Tusiman berpendapat bahwa: Fungsi tradisi Baritan itu untuk memperingati datangnya tahun baru Islam, dengan diadakan tasyakuran desa bernama Baritan. Menurut bapak Marsimin mengatakan bahwa: Fungsi Baritan yaitu sebagai ungkapan rasa syukur warga masyarakat desa Kedungwringin, atas nikmat yang diberikan oleh Allah swt yang telah memberikan keselamatan, rizki selama setahun ini, maka dari itu diwujudkan dengan pelaksanaan tradisi Baritan. Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi tradisi Barian bagi masyarakat desa Kedungwringin adalah untuk memperingati datangnya tahun baru Islam dan Jawa, selain itu fungsi lainnya adalah sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah swt yang telah memberikan keselamatan, rejeki selama satu tahun, dan sebagai permohonan agar di tahun kedepan lebih baik lagi. 3. Isi Cerita Baritan Sumber cerita dalam pertunjukan wayang purwa adalah epos Ramayana dan epos Mahabarata, akan tetapi seiring dengan kemajuan zaman muncul cerita banjaran, yaitu sebuah cerita wayangyang menggambarkan suatu tokoh sejak lahir hingga mati, dengan berbagai penggambaran peristiwa suka dan duka, prestasi, kejayaan dan kematian seorang tokoh wayang, baik

80 64 protagonis maupun antagonis. Cerita banjaran ini muncul karena ngetren, amat digemari dan memudahkan pemahaman para penonton. Sedangkan menurut jenisnya dapat digolongkan dalam tema atau jenis cerita wayang, diantaranya sebagai berikut:lakon labet, dinamakan lakon labet karena didalam isi certia banyak mengandung makna filosofis yang tinggi, berisi berisi ajaran hidup dan kehidupan yang amat sangat bagi kehidupan manusia. Lakon ruwatan, cerita ruwatan merupakan suatu cerita yang menggambarkan pembersihan dosa-dosa atau kesalahan manusia. Lakon bersih desa, maksudnya cerita bersih desa memelihara kebersihan desa dan keamanan desa, atau lingkungan. Lakon kasudiran,cerita kasudiran yaitu cerita yang menggambarkan keperkasaan, kesantosanan, dan kesaktian serta jasa-jasanya terhadap negara dan menghancurkan kerajaan. Lakon kelahiran, lakon wahyon (menerima wahyu/anugrah), raben atau alap-alapan (Sutarjo, 2006, 22-26). Menurut jenisnya Lakon wayang Baritan di desa Kedungwringin, kecamatan Sempor termasuk dalam lakon bersih desa. Cerita bersih desa tujuannya untuk pembersihan dosa-dosa, memohon keselamatan, keselarasan dan hasil panen yang lebih melimpah. Ceritanya Baritan di desa Kedungwringi berbeda dengan cerita-cerita sedhekah bumi di daerah lainnya. Menurut bapak Budi Sudarsono berpendapat bahwa isi cerita Baritan di desa Kedungwringin kecamatan Sempor, kabupaten Kebumen adalah sebagai berikut:

81 65 Gambar 5: Jejer Khayangan Junggring Salaka, Bhatara Guru dihadap oleh Bhatara Narada, Bhatara Brama, Bhatara Yamadipati, Bhatara Wisnu. Jejer khayangan Junggring salaka, Bhatara Guru ngendika menawi nembe kemawon sowan ngarsanipun Sang Hyang Wenang, Bhatara Guru nampi dawuh kapurih nyebar wiji isining jagad. Ananging tanah Jawi tasih miring mangetan. Pramila para dewa kapurih mindah gunung Jamur Dipa wonten ing masrip wetan. Ingkang dados gotongan, ingkang dados tali, lajeng ingkang nggotong sedaya niku dewa. Sigeg ing kandha, ingkang wonten gunung Jamur Dipa. Klinting mungil, Joro moyo, Joro meo gunem ngraosaken raos ingkang kirang sekeca. Dumadakan rawuhipun Bhatara Narada, matur bilih badhe mboyong gunung Jamur Dipa. Sasampunipun para jim, setan, banaspati manungkul dumateng Bhatara Narada gunung Jamur Dipa saget dipun gotong. Wonten ing tengahing margi, gunung Jamur Dipa dawah, dawahipun gunung Jamur Dipo dados gunung Salak, Halimun, Cermai, Galunggung, Slamet, Sindoro, Sumbing, Merapi, ingkang pucuk punika dados gunung Semeru. Wonten gunung Semeru gunung Jamur Dipa mboten saget kagotong malih. Bhatara Narada ngedika bilih wonten dewa ingkang mboten nderek nggotong dados mboten kiat. Dewa ingkang mboten nderek inggih punika empu Purwadi, empu Purwadi mboten kersa amargi sampun gadhah tugas damel pusaka Nenggala. Sulayaning rembag dados pasulayan antawisipun Bhatara Narada kalawan empu Purwadi.

82 66 Gambar 6: Prabu Naga Dampalan naik ke Khayangan Suralaya mencari Bhatara Guru. Jejer Negara Banten, Prabu Naga Dampalan duka yayah sinipi, mangertosi bilih gunung Jamur Dipa dipun boyong wonten masrip wetan. Nirbito mangsuli, ingkang mboyong menika para dewa, dewa punika nampi perintah dawuh saking Bhatara Guru. Naga Dampalan lajeng madosi wonten ing pundi papan dunungipun Bhatara Guru. Wonten ing tengah margi, Naga Dampalan kapanggih pawongan ingkang sanggup mbiantu nuduhaken wonten ing pundi Bhatara Guru, ananging nyuwun dipun gendhong. Sasampunipun dipun padosi mboten wonten Naga Dampalan kuciwa, rumaos sampun dipun kumbini. Nilakanta matur menawi badhe madosi Bhatara Guru nggih niki kula Nilakanta. Naga Dampalan mbudi sakiatipun, pada sanalikala salah kedadosan, dados turangga. Nirbito samanten ugi, Nirbito salah kedadosan, dados sardula. Salaminipun wonten gendhongan Bhatara Guru sinambi nyebar wiji isining jagat. Jejer Khayangan Suralaya, Bhatara Guru matur dumateng Batara Narada menawi nembe kemawon nampi anugrah saking Sang Hyang Wenang arupi tirta prawita sari lan cupu manik astagina. Bhatara Guru sampun dipun wantiwanti mboten angsal sinten kemawon mangertosi isinipun cupu manik astagina. Bhatara Narada mbujuk badhe ningali isinipun cupu, nebe kemawon cupu dipun ulungaken dereng dumugi asta Batara Narada, cupu kasebat ical. Bhatara Narada mlajar madosi wonten ing pundi dawahipun cupu kasebat.

83 Ingkang wonten Puser bumi, Naga Gombang ingkang saweg nampi bebendu saking dewa, ngudi raos bilih ngraosaken ngantuk ingkang sanget. Ngantuk punika sanalikala ical sesarengan kalih raos ingkang manjing wonten lak-lakan. Dumadakan rawuhipun Bhatara Narada, ndangu dumateng Naga Gombang matur napa ngertos wonten barang mawa teja ingkang dawuh wonten ing mriki. Naga gombang rumaos mboten ngertos dipun tuduh kumbi. Naga Gombang sawansawan tangis, tumetesing luh wonten bantala salah kedadosan, dados kunang jabang bayi. Bhatara Narada sowan dumateng ngarsanipun Batara Guru, matur napa ingkang sampun kadadosan. Kunang jabang bayi dipun timbali Bhatara Guru suwanten putra, dipun timbali Bhatara Narada suwanten putri. Dados kaelokaning jagad, pada sanalikala dados kembar, ingkang putri dipun paringi asma Dewi Trisnawati ingkang kakung dipun paringi asma Culmuka. Dewi Trisnawati manggen wonten widodaren, Culmuka kenging bebendu saking Bhatara Guru dados andpan, manggen wonten Wukir wudikri. Dewi Trisnawati tansah kayungyun ingkang rayi, lajeng pejah. Dewa Wangkang, dewa Wangkeng kapurih makamaken Jisim Dewi Trisnawati wonten ngandap Wukir wudakir. Ngambu gandhanipun Dewi Trisnawati Culmuka mrepeki. Culmuka dipun tlorong tigas jangganipun, mustaka dados lintang benalung, gembungipun dados mina Siminaloda. Makam Dewi Trisnawati lajeng tukul maneka warna tetaneman. Sasampunipun panen Bhatara Narada ngaturaken asil panen dumateng ngarsanipun Bhatara Guru. Bhatara Guru dawuh dumateng Bhatara Narada kapurih maringaken wiji sarining jagad dumateng titah mercapada. Jejer Negara Medang Kamulyan, Prabu Srimapunggung kaadep ingkang putra, dumadakan rawuhipun Bhatara Narada. Bhatara Narada matur bilih nampi dawuh kapurih maringaken wiji sarining jagad. Wiji sarining jagad punika kedah dipun tanem wonten ladang Medang Kamulyan. Sasampunipun badhe panen wonten ontran-ontran saking pulau Anjuk. Putra-putra Prabu Kala Gumarang ingkang nami Dewi Kurese, Gerba Sengara, Lembu Sengara, Cakutila lan Janada sami ngrisak ladang Medang Kamulyan. Prabu Srimapunggung nyuwun pambiantu dumateng Bhatara Guru, Bhatara Guru maringaken pusaka pecut penjalin tinggal. Gerba Sengara, Lembu Sengara lan Dewi Kurese saget manungkul ananging Cakutila kalawan Janada dereng. Bhatara Narada lajeng pados jago wonten Nagari Rara Dadapan. Jejer Rara Dadapan prabu Putut Jantaka kaadep dengeng putranipun Blangmenyunyang kalawan Candramowo. Dumadakan rawuhipun Bhatara Narada, nyuwun pambiyantu 67

84 68 kangge mbrasta ontan-ontran ing Medang Kamulyan. Condromowo lan Blangmenyunyang nyarujoni napa ingkang dados kekarepanipun Bhatara Narada, ananging nyuwun kudangan bilih saget ngasoraken Cakutila lan Janada. Candramowo nggadahi panyuwunan menawi sare lan dhahar nyuwun sesarengan kalih majikanipun, Blangmenyunyang nyuwun bilih sare wonten longanipun lan menawi gusti dhahar cekap dipun uncali wonten longanipun. Candramowo lan Blangmenyunyang saget mbrasta menapa ingkang dados ontran-ontan wonten nagari Medang Kamulyan. Sasampunipun Prabu Srimapunggung lan sedaya warga ngawontenaken tasyakuran kangge raos syukur ingkang dados kelilip wonten negari Medang Kamulyan sampun saget dipun brasta. Terjemahan: Jejer Khayangan Junggring salaka, Bhatara Guru berbicara baru saja menghadap kehadapan Sang Hyang Wenang, Bhatara Guru menerima perintah untuk menyebar wiji isining jagad. Akan tetapi tanah Jawa masih condong ke timur. Oleh karena itu para dewa menerima perintah untuk memindahkan gunung Jamur Dipa ke bagian timur. Yang menjadi gotongan, yang menjadi tali, kemudian yang memindahkan semua itu dewa. Sigeg yang menjadi pembicaraan, yang berada di gunung Jamur Dipa. Klinting mungil, Joro moyo, Joro meo bercerita merasakan rasa yang tidak enak. Tiba-tiba datanglah Bhatara Narada, berbicara bahwa akan memindahkan gunung Jamur Dipa. Selanjutnya para jin, setan, banaspati tunduk kepada Bhatara Narada, kemudian gunung Jamur Dipa bisa untuk dipindahkan. Di tengah perjalanan, gunung Jamur Dipa jatuh, jatuhnya gunung Jamur Dipa menjdi gunung Salak, Halimun, Cermai, Galunggung, Slamet, Sindoro, Sumbing, Merapi, dan pucuknya menjadi gunung Semeru. Di gunung Semeru gunung Jamur Dipa tidak bisa diangkat lagi. Bhatara Narada berbicara bahwa ada dewa yang tidak ikut menggotong, jadi tidak kuat. Dewa yang tidak ikut yaitu empu Purwadi, empu Purwadi tidak mau karena merasa sudah mempunyai tugas membuat pusaka Nenggala. Perselisihan diantaranya menjadi pertengkaran antara Bhtara Narada dengan empu Purwadi. Jejer Negara Banten, Prabu Naga Dampalan sangat marah, mengetahui apabila gunung Jamur Dipa di pindah ke bagian timur. Nirbito menjawab, yang memindahkan adalah para dewa, dewa itu mendapat perintah dari Bhatara Guru. Naga Dampalan kemudian mencari dimana keberadaan Bhatara Guru. Di tengah-tengah perjalanan, Naga Dmpalan bertemu dengan seseorang yang sanggup membantu menunjukan dimana keberadaan Bhatara Guru, akan tetapi minta di gendong. Setelah

85 69 dicari tidak ada Naga Dampalan kecewa, merasa sudah di bohongi. Nilakanta berbicara apabila akan mencari Bhatara Guru ya ini Nilkantha. Naga Dampalan mengerahkan seluruh tenaganya, pada saaat itu menjadi salah kejadian, Naga Dampalan berubah menjadi kuda. Nirbito begitu juga, salah kejadian, menjadi harimau. Selama dalam gendongan Bhatara Guru sambil menyebarkan wiji isining jagad. Jejer Khayangan Suralaya, Bhatara Guru berbicara kepada Batara Narada baru saja menerima anugrah dari Sang Hyang Wenang berupa tirta prawita sari dan cupu manik astagina. Akan tetapi Bhatara Guru sudah diberi pesan, jangan sampai ada seseorangpun yang mengetahui isinya cupu manik astagina. Bhatara Narada mbujuk agar bisa melihat isinya cupu, baru saja cupu mau diberikan belum sampai ke tangan Bhatara Narada, cupu tersebut hilang. Bhatara Narada bergegas berlari mengejar dimana jatuhnya cupu tersebut. Yang berada di Puser bumi, Naga Gombang yang sedang medapat karma dari dewa, sedang merasakan rasa kantuk yang tidak seperti biasanya. Seketika rasa kantuk itu hilang bersamaan dengan masuknya suatu bendadalam tenggorokan.tiba-tiba datanglah Bhatara Narada, bertanya kepada Naga Gombang berbicara apakah mengetahui ada benda berkilau jatuh di sekitar sini. Naga Gombang yang merasa tidak mengetahui dituduh telah berbohong kepada Bhatara Narada. Naga Gombang menangis, menetesnya air mata ke tanah menjadi salah kejadian, air mata tersebut berubah menjadi bayi. Bhatara Narada menghadap ke hadapan Bhatara Guru, menceritakan apa ysng sudah terjadi. Bayi tersebut di panggil oleh Bhatara Guru bersuara laki-laki, di panggil oleh Bhatara Narada bersuara perempuan. Menjadi suatu keajaiban, seketika bayi tersebut berubah menjadi kembar, yang putri di beri nama Dewi Trisnawati, yang laki-laki bernama Culmuka. Dewi Trisnawati ditempatkan bersama para bidadari, Culmuka mendapat kutukan berubah menjadi babi hutan, ditempatkan di gunung Wukir wudikri. Dewi Trisnawati selalu teringat kepada adiknya, kemudian meninggal. Dewa Wangkang, dewa Wangkeng ditugaskan untuk memakamkan jasad Dewi Trisnawati dibawah Wukir wudakir. Culmuka mencium bau Dewi Trisnawati kemudian mendekat. Culmuka dipanah oleh Bhatara Narada, kepalanya berubah menjadi bintang benalung, tubuhnya berubah menjadi ikan Siminaloda. Makam Dewi Trisnawati kemudian tumbuh berbagai jenis tanaman. setelah panen Bhatara Narada menyerahkan hasil panennya kepada Bhatara Guru. Bhatara Guru memerintahkan kepada Bhatara Narada untuk memberikan wiji sarining jagad kepada manusia di bumi.

86 70 Jejer Negara Medang Kamulyan, Prabu Srimapunggung dihadap oleh anaknya, tiba-tiba datanglah Bhatara Narada. Bhatara Narada berbicara bahwa menerima perintah untuk memberikan wiji isining jagad. Wiji isining jagad itu supaya ditanam di ladang Medang Kamulyan. Setelah mendekati waktu panen ada penyusup dari pulau Anjuk. Putra-putra Prabu Kala Gumarang yang bernama Dewi Kurese, Gerba Sengara, Lembu Sengara, Cakutila dan Janada bersama-sama merusak ladang Medang Kamulyan. Prabu Srimapunggung meminta bantuan kepada Bhatara Guru, Bhatara Guru memberikan pusaka pecut penjalin tinggal. Gerba Sengara, Lembu Sengara dan Dewi Kurese bisa ditundukan, akan tetapi Cakutila dan Janada belum bisa ditaklukan. Bhatara Narada kemudian bergegas mencari jagoan ke Nagara Rara Dadapan. Jejer Rara Dadapan prabu Putut Jantaka dihadap oleh putranya Blangmenyunyang dan Candramowo. Tiba-tiba datnglah Bhatara Narada, meminta bantuan agar bersedia membrantas penyusup di Medang Kamulyan. Condromowo dan Blangmenyunyang menyetujui apa yang menjadi keinginan Bhatara Narada, akan tetapi apabila bisa mengalahkan Cakutila dan Janada. Candramowo mempunyai keinginan apabila tidur dan makan ingin selalu bersama rajanya. Blangmenyunyang mempunyai keinginan apabila rajanya makan cukup dikasih nasi satu kepal di bawahnya. Candramowo dan Blangmenyunyang bisa membrantas peyusut yang membuat keonaran di Medang Kamulyan. Sesudahnya Prabu Srimapunggung dan semua warga mengadakan tasyakuran sebagai ucapan rasa syukur yang mmbuat keonaran di Negara Medang Kamulyan dapat teratasi. Menurut Bapak Tusiman selaku kepala dusun berpendapat bahwa: Isi cerita wayang Baritan yaitu dimulai ketika jagad masih kosong, kemudian Bhatara Guru menebarkan wiji isining jagad. Akan tetapi keadaan bumi belum seimbang, masih condong ke barat. Untuk menyeimbangkan keadaan tersebut Bhatara Guru mengerahkan para dewa untuk memindahkan gunung Jamur Dipa yang berada di Banten. Setelah dirasa seimbang Bhatara Guru menghadap Sang Hyang Wenang dan Bhatara Guru diberi wiji isining jagad. Mengetahui keadaan gunung Jamur Dipa sudah tidak ada, penguasa negara Banten tidak terima. Kemudian berusaha mencari Bhatara Guru, dalam perjalananya Naga Dampalan bertemu dengan Nilakanta dan berjanji akan menunjukan dimana Bhatara Guru berada. Akan tetapi ada persyaratannya yaitu Nilakanta meminta untuk digendong. Merasa ditipu Naga Dampalan dan Nirbito marah sekali kemudian Naga Dampalan

87 71 berubah menjadi kuda dan Nirbito berubah menjadi harimau. Setelah selsai menyebar wiji isining jagad, Bhatara Guru mendapat anugrah Cupu Manik Astagina. Akan tetapi tidak boleh ada satu orang pun yang mengetahui isinya cupu. Bhatara Narada memaksa karena dia adalah patih yang bertanggung jawab jika ada suatu kejadian. Dengan berat hati Bhatara Guru memberikan cupu, akan tetapi cupu belum sampai ke tangan Bhatara Narada cupu terbang. Bhatara Narada bergegas mencari dimana jatuhnya cupu manik astagina. Cupu itu jatuh disekitar Puser bumi dimana Naga Gombang yang sedang menerima karma. Naga Gombang yang merasa tidak mengetahui jatuhnya cupu tersebut menangis karena dianggap sudah membohongi dewa. Tetesan air matanya berubah menjadi kunang jabang bayi. Bhatara Narada kemudian memberikan bayi tersebut kepada Bhatara Guru. Dihadapan Bhatara Guru bayi tersebut berubah menjadi Kembar, dan diberi nama Dewi Trisnawati dan Culmuka. Culmuka berubah nenjadi celeng ( babi hutan ) dan Dewi Trisnawati meninggal. Jasad Dewi Trisanawati kemudian dimakamkan dan dari atas makam tumbuh berbagai jenis tanaman. Setelah beberapa bulan kemudian tanaman yang tumbuh di atas jasad Dewi Trisnawati dipanen dan hasilnya diserahkan kepada Bhatara Guru. Bhatara Guru memerintahkan kepada Bhatara Narada untuk memberikan hasil tanaman kepada raja Medang Kamulan untuk ditanam di Marcapada. Gambar 7: Jejer Medang Kamulyan Prabu Srimapunggung bersyukur telah berhasil menaklukan musuh-musuhnya. Raja Medang Kamulan bernama Srimapungung menanam biji terebut di ladang Medang Kamulan. Setelah sekian bulan tanaman sudah siap dipanen tibalah penyusup dari

88 72 pulau Anjuk yang ingin mencicipi hasil tanaman yang ditanam di ladang Medang Kamulan. Mengetahui hal tersebut prabu Srimapunggung mencoba membrantas, akan tetapi kalah. Prabu Srimapunggung meminta bantuan kepada Bhatara Narada, kemudian Bhatara Narada mencari jago ke Rara Dadapan. Bhatara Narada meminta kepada Prabu Putut Jantaka bahwa anaknya yang bernama Candramowo dan Blangmenyunyang untuk mengalahkan penyusup yang membuat ontan-ontran di Medang Kamulan. Candramowo dan Blangmenyunyang berhasil mengalahkan penyusup dan panen raya dilakukan. Setelah panen raya Prabu Srimapunggung mengadakan pesta bersama seluruh masyarakatnya. Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan isi cerita wayang dalam tradisi Baritan yaitu menceritakan perintah Sang Hyang Wenang kepada Bhatara Guru untuk menyebar wiji isining jagad, akan tetapi keadaan tanah Jawa belum seimbang. Bhatara Guru kemudian memeritahkan kepada para dewa utuk menyeimbangkn tanah Jawa. Kemudian Bhatara Guru memeritahkan Bhatara Narada untuk memeberikan hasil wiji sarining jagad kepada titah mercapada. Prabu Srimapunggung yang menjadi raja Medang Kamulyan menanam wiji sarining jagad. Setelah panen prabu Srimapunggung mengadakan tasyakuran bersama para warganya. Cerita wayang Barit dalam tradisi Baritan merupakan keharusan, dengan diadakan lakon Barit diharapkan hasil tanaman yang berada di desa Kedungwringin bisa menjadi melimpah. 4. Ubarampe dan Makna Simbolik Ubarampe dalam Tradisi Baritan Bagi masyarakat Jawa, ritualitas sebagai wujud pengabdian ketulusan penyembahan kepada Allah, sebagian diwujudkan dalam bentuk simbol-simbol yang memiliki kandungan yang mendalam (Sholikhin, 2010:

89 73 16). Namun sekarang ini muncul hal yang menarik untuk disadari, sampai saat ini tidak sedikit orang yang melaksanakan sesaji, akan tetapi kebanyakan tidak memahami makna ubarampe yang dibuatnya. Mereka hanya mengikuti apa yang dilakukan oleh orang tua dan nenek moyangnya. Begitu juga yang terjadi pada masyarakat desa Kedungwringin, sebagian besar dari mereka tidak mengetahui makna ubarampe dalam sebuah tradisi. Salah satu tradisi yang masih dilaksanakan adalah tradisi Baritan, untuk mengetahui lebih rincinya sebagai berikut: a. Ubarampe pemendaman kepala kambing Ubarampe dalam pemendaman kepala kambing adalah berbagai jenis perlengkapan yang digunakan dalam proses pemendaman kepala kambing.ubarampe yang diperlukan dalam proses pemendaman kepala kambing adalah kepala kambing, pisang raja, kinangan, rakan, kembang telon, arang-arang kambang, jembawuk, kopi, teh, untuk mengetahui makna simbolik dalam ubarampe prosesi pemendaman kepala kambing lebih rincinya sebagai berikut: 1.Kepala kambing Kepala kambing merupakan ubarampe Baritan yang dipendam di perempatan jalan. Menurut Bapak Budi Sudarsono berpendapat bahwa: Endas mendha dipun pendem wonten prapatan margi, menika kangge simbol persatuan lan kejayaan. Warga masyarakat desa Kedungwringin nggadahi pangajeng-ajeng pemimpinipun saget mupuk raos persatuan.

90 74 Terjemahan: Kepala Kambing dipendam di perempatan jalan, sebagai simbol persatuan dan kejayaan. Warga masyarakat desa Kedungwringin berharap mempunyai pemimpin yang bisa mempererat rasa persatuan. Sedangkan menurut Bapak Tusiman berpendapat: Kepala kambing mempunyai arti atau simbol kejayaan dan persatuan, dengan simbol kepala kambing masyarakat berharap agar desa Kedungwringin tetap jaya dan tetap bersatu. Gambar 8: Kepala kambing yang dijadikan Ubarampe tradisi Baritan. Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kepala kambing merupakan lambang dari kejayaan dan persatuan. Warga masyarakat desa Kedungwrungin berharap mempunyai pemimpin yang bisa mempersatukan persatuan dan kejayaan. Untuk

91 75 mewujudkan persatuan dan kejayaan itu tercermin pada sosok seorang pemimpin yang harus berbuat bijak, adil, dan jujur. 2.Rakan Gambar 9: Rakan yang terdiri dari gembili, senthe, kethela, singkong, uwi. Uwi 3. Gembili Singkong Senthe Kethela Rakan yaitu sesaji berupa uwi, gembili, senthe atau jajanan pasar seperti ketela yang bahannya diambil dari berbagai jenis pohon talas dan direbus. Menurut Bapak Budi Sudarsono berprndapat bahwa: Rakan menika kangge simbol pangormatan dumateng ingkang mbaureksa sela. Terjemahan: Rakan itu merupakan simbol atau wujud penghormatan kepada penunggu batu. Sedangkan menurut Bapak Tusiman berpendapat: Rakan itu mempunyai maksud sebagai penghormatan kepada penunggu batu karang.

92 76 Dari pendapat diatas dapat disimpulkan rakan yaitu sesaji berupa uwi, gembili, senthe atau jajanan seperti ketela yang bahannya diambil dari akar berbagai jenis pohon talas dan direbus. Sesaji ini dimaksudkan untuk penghormatan kepada penunggu batu, batu karang atau batu-batu lainnya. Penunggu batu atau jin diharapkan tidak menggangu warga masyarakat desa Kedungwringin, karena manusia dan jin menempati tempat yang sama akan tetapi berbeda alam. Mereka berharap agar tidak saling mengganggu satu sama lain. 4.Kinangan Gambar 10: Ubarampe kinangan Kinangan adalah makanan yang biasa dimakan oleh neneknenek yang terdiri dari daun sirih, pinang, gambir, dan kapur sirih. Ubarampe kinangan sebagai simbol gotong royong, karena kinangan terdiri dari beberapa bagian, apabila kurang dari satu bagian akan

93 77 terasa kurang. Masayarakat desa Kedungwringin berharap mereka bisa seperti kinangan, jangan merasa paling benar dan berjasa, semua kisah sukses adalah kerja orang bersama-sama dalam kehidupan. Hal tersebut sama dengan Bapak Budi Sudarsono yang berpendapat bahwa: Kinangan menika kangge simbol gotong royong, amargi ingkang kasebat kinangan saking suruh, gambir, jambe, lan gamping. Menawi salah satunggaling kirang raosipun kirang eco. Terjemahan: Kinangan itu merupakan simbol gotong royong, sebab yang disebut kinangan terdiri dari daun sirihh, gambir, pinang dan kapur sirih. Apabila salah satu ada yang kurang rasanya menjadi kurang enak. Menurut Bapak Tusiman berpendapat: 5.Pisang Raja Kinangan yaitu sejenis makanan yang dimakan oleh nenek-nenek jaman dahulu yang terdiri dari daun sirih, gambir, buah pinang dan kapur sirih. Gambar 11: Ubarampe pisang raja

94 78 Pisang raja sebagai simbol dari permohonan terkabulnya do a ambeng adil paramarta berbudi bawa leksana atau menjadi seseorang yang mempunyai watak adil, berbudi luhur, dan tepat janji. Warga masyarakat desa Kedungwringin berharap dengan Ubarampe pisang raja mereka mempunyai pemimpin yang berwatak adil, berbudi luhur dan tepat janji. Hal tersebut sependapat dengan Bapak Budi Sudarsono yang berpendapat bahwa: Pisang raja menika simbol saking do a ambeng adil paramarta berbudi bawa leksana. Terjemahan: Pisang raja itu merupakan simbol dari do a adil, berwatak luhur atau baik dan tepat janji Bapak Tusiman berpendapat bahwa : Pisang raja merupakan simbol do a agar raja atau pemimpin mempunyai sifat yang bijaksana, baik dan tepat janji. 6.Arang-arang kambang, jembawuk, putih, teh pahit, teh manis, kopi pahit dan manis. Gambar 12: Ubarampe aneka sesaji, arang-arang kambang, kopi manis, kopi pahit,teh pahit, manis dan jembawuk.

95 79 Kopi manis Jembawuk Air putih Arang-arang kambang Kopi pahit Teh manis Teh pahit Arang-arang kambang adalah minuman yang terbuat dari rengginang dicampur dengan air putih. Rengginang tersebut dihaluskan kemudian dicampur dengan air putih. Jembawuk merupakan minuman yang terbuat dari santan kelapa dicampur dengan kopi dan gula merah. Makna yang terkandung dalam berbagai jenis minuman tersebut adalah sebagai simbol rasa dalam kehidupan. Kehidupan selalu berubah-rubah, dengan simbol tersebut diharapkan masayarakat desa Kedungwringin selalu siap dan tabah dalam menjalani suatu kehidupan. Hal tersebut sama seperti Bapak Budi Sudarsono berpendapat bahwa: Arang-arang kambang menika toya pethak ingkang dipuncampur kalih rengginang. Menawi jembawuk menika santen klapa ingkang dipuncampur kalih gendis Jawi lan kopi. Ubarampe unjukan punika nggadahi makna menawi pagesangan punika kados roda, nggadahi pintenpinten raos.

96 80 Terjemahan: Arang-arang kambang itu air putih yang dicampur dengan rengginang. Sedangkan jembawuk itu santan kelapa yang dicampur dengan gula Jawa dan kopi. Ubarampre unjukan itu mempunyai makna apabila kehidupan itu seperti roda, mempunyai banyak rasa. Sedangkan menurut Bapak Tusiman berpendapat bahwa: Arang-arang kambang yaitu minuman yang terbuat dari rengginang dicampur dengan air putih. Jembawuk yaitu minuman yang terbuat dari santan kepala dicampur dengan gula Jawa dan kopi. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa ubarampe minuman seperti kopi, teh, jembawuk, arang-arang kambang, air putih mempunyai arti sebagai simbol rasa dalam kehidupan. 7.Kembang Telon Gambar 13: Kembang telon yang terdiri dari mawar, kanthil dan bayam Mawar Bayem Khantil

97 81 Kembang telon berisi tiga macam bunga, bunga mawar, kantil, dan bayem. Menurut Bapak Budi Sudarsono berpendapat bahwa: Kembang telon menika kadadosan saking tigang kembang inggih menika kembang mawar, kanthil lan bayem. Mawar maknanipun panyuwunan ingkang mawarini-warini, kanthil menika panyuwunan ingkang kumantil wonten manah, bayem menika sasampunipun kalaksanan dados tentrem manahipun. Terjemahan: Kembang telon itu terdiri dari tiga bunga yaitu mawar, kanthil dan bayam. Mawar mempunyai makna permintaan yang bermacammacam, kanthil itu permintaan yang selalu tergsntung didalam hati, bayam itu setelah tercapai hatinya menjadi nyaman. Menurut Bapak Tusiman berpendapat bahwa: Kembang telon itu berisi mawar, kantil dan bayam maknanya adalah suatu keinginan. Kembang telon terdiri dari tiga macam yaitu : mawar, kanthil dan bayam. Maknanya adalah mawar kita mempunyai tujuan terutama di desa Kedungwringin khususnya akan melaksanakan Baritan jadi dikumpulkan rupanya harta benda, tarikan-tarikan pada masyarakat. Bunga mawar maknanya mengumpulkan warna-warni atau berupa-rupa macam, kembang kanthil karena orang kedungwringin banyak yang tani itu mengharapkan supaya hasil panen di desa kedungwringin supaya diberi hasil yang baik dan selamat tidak ada alangan suatu apapun, bayam karena tujuan tradisi Baritan sudah terlaksana semoga hasilnya

98 82 akan lebih baik, sehingga orang menjadi ayem dan tentram (tenang dan nyaman). b. Ubarampe kenduri dalam tradisi Baritan Kenduri selamatan dalam tradisi Baritan bagi masyarakat desa Kedungwringin memiliki arti penting, dan menjadi bagian tidak terpisah dari sebuah ritual atau tradisi. Kenduri adalah upacara sedhekah makanan karena warga masyarakat desa Kedungwringin telah memperoleh hasil panen yang melimpah.ubarampe kenduri dalam tradisi Baritan diantaranya tumpeng rasul, ingkung, tompo, penggel, kecambah, jenang abang dan jenang putih untuk nengetahui makna simbolik ubarampe kenduri dalam tradisi Baritan sebagai berikut: 1.Tumpeng Rasul Gambar 14: Ubarampe tumpeng rosul Tumpeng rasul adalah nasi yang dibentuk mengerucut besar menyerupai gunung. Tumpeng rasulbiasanya di dampingi oleh berbagai macam lauk-pauk dan ingkung. Tumpeng atau nasi

99 83 gunungan melambangkan cita-cita atau tujuan yang mulia, seperti gunung yang memiliki sifat besar dan puncaknya menjulang tinggi. Tumpeng rasul ini sebagai lambang penghormatan dan mendoakan para arwah rosul, sahabat dan keluarganya. Hal tersebut sama seperti Bapak Budi Sudarsono berpendapat bahwa: Tumpeng menika kados gunung ingkang ageng lan inggil, dados pralambang bilih manungsa ngadahi citacita utawi tujuan ingkang mulia. Tumpeng rasul menika kangge ngintu do a lan pangurmatan dumateng arwah para rasul, keluargi lan sahabatipun. Terjemahan: Tumpeng itu seperti gunung yang besar dan tinggi, menjadi lambang bahwa manusia mempunyai citacita atau tujuan yang mulia. Tumpeng rasul itu untuk mengirim do a dan penghormatan kepada arwah para rasul, keluarga dan sahabatnya. Bapak Tusiman berpendapat bahwa: 2.Ingkung Tumpeng rasul yaitu nasi besar berbentuk kerucut atau menyerupai gunung. Tumpeng rasul sebagai simbol mendo akan kepada para arwah rasul, sahabat dan keluarganya. Gambar 15: Ubarampe ingkung sebagai pelengkap tumpeng rasul

100 84 Ingkung adalah ayam yang dimasak dengan keadaan kaki, kepala diikat menggunakan tali. Ingkung biasanya sebagai pelengkap tumpeng Rasul maksudnya sebagai ciri khusus dari orang yang mengikuti Rasulullah adalah enggala njungkung atau bersujud, juga bermakna enggala manekung (segala bermushasabah dan zikir kepada Allah). Dengan adanya ubarampe ingkung berharap agar masayrakat desa Kedungwringin selalu bersujud kepada Allah dan mengikuti ajaran rasululah. Hal tersebut sependapat dengan Bapak Budi Sudarsono bependapat bahwa: Ingkung punika nggadahi artos enggala njungkung ugi enggala manengkung. Terjemahan: Ingkung itu mempunyai arti cepatlah bersujud dan cepatlah berzikir kepada Allah. Bapak Tusiman berpendapat bahwa: Ingkung yaitu ikan ayam yang diikat dan dimasak, makna yang terkandung dalam ingkung adalah agar kita senantiasa mengikuti ajaran rasul. 3. Tompo Gambar 16: Ubarampe tompo

101 85 Tompo adalah nasi putih yang bulat seperti bola dibagi menjadi dua. Menurut Bapak Budi Sudarsono berpendapat bahwa: Tompo menika nggadahi makna ngaturaken raos maturnuwun sasampunipun mentas resik utawi ngintu do a dumateng arwah leluhur. Terjmahan: Tompo itu mempunyai makna wujud rasa terima kasih kepada Allah setelah melakukan ziarah dan mengirim do a kepada arwah leluhur. Menurut Bapak Tusiman berpendapat bahwa: Tompo itu sebagai lambang seseorang telah melakukan ziarah kubur, dengan ubarampe tompo semoga arwah yang dizarahi mendapat ampunan dari Allah swt. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan ubarampe tompo sebagai lambang ucapan terima kasih setelah ziarah kubur. Dengan harapan setelah mengirim do a kepada leluhur dan memberi sedhekah semoga arwah di alam kubur mendapat perlakuan yang sesuai seperti apa yang dilakukan di dunia dan di ampuni dosa-dosanya. 4. Ambeng Gambar 17: Ubarampe ambeng

102 86 Ambeng adalah nasi yang dibuat menyerupai bola yang dibagi dua. Menurut Bapak Budi Sudarsono berpendapat bahwa: Ambeng menika sakah satunggiling simbol raketipun tali pasederekan antawisipun warga masyarakat. Terjemahan: Ambeng itu salah satu simbol terjalinnya tali persaudaraan antara warga masyarakat. Menurut Bapak Tusiman berpendapat: Ambeng merupakan lambang tali persaudaraan, karena satu Ambeng biasanya dimakan oleh tiga orang. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa Ambeng merupakan lambang kekuatan ikatan tali perasudaraan dan kebersamaan. Masayrakat desa Kedungwringin berharap dengan adanya Ambeng yang dimakan bersama-sama semoga ikatan tali persaudaraan dan persaudaraan akan selalu terjaga. 5. Kecambah Gambar 18: Ubarampe kecambah ijo

103 87 Salah satu Ubarampe dalam tradisi Baritan adalah kecambah atau toge, kecambah yang digunakan sebagai ubaranpe adalah kecambah ijo. Menurut Bapak Budi Sudarsono berpendapat bahwa: Kecambah punika dados ubarampe wonten tradisi Baritan,kecambah dados pralambang bakal manungsa mugi mugi kados kecambah. Terjemahan: Kecambah itu menjadi perlengkapan dalam tradisi Baritan, kecambah itu menjadi simbol calon manusia semoga seperti kecambah. Menurut Bapak Tusiman berpendapat bahwa: kecambah merupakan salah satu perlengkapan dalam tradisi Baritan, kecambah sendiri memiliki makna yaitu bibit manusia. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa ubarampe kecambah merupakan simbol dari benih manusia, dengan simbol kecambah masyarakat desa Kedungwringin berharap anaknya berkembang seperti kecambah. 6. Jenang Abang dan Jenang Putih Gambar 19:Jenang abang dan jenang putih

104 88 Jenang abang adalah bubur yang dibuat dari beras dibumbui sedikit dengan garam dan dicampur dengan gula Jawa sehingga warnanya berubah menjadi merah. Menurut bapak Budi Sudarsono berpendapat bahwa: Jenang Abang menika lambang bibit saking ibu, menawi jenang putih menika pralambang saking bibit bapak. Jenang abang lan putih punika nggadahi makna kangge pangurmatan lan permohonan dumateng tiyang sepuh mugi-mungi maringi pangestu. Terjemahan: Bubur merah dan putih itu lambang benih dari ibu, sedangkan bubur putih itu lambang dari ayah. Bubur merah dan putih mempunyai makna untuk penghormatan dan permohonan kepada orang sepuh semoga memberikan do a restu. Menurut Bapak Tusiman Berpendapat: Jenang abang itu adalah lambang benih ibu (darah ed), sedangkang jenang putih itu adalah lambang benih ayah (seperma). Lambang tersebut sebagai permohonan do a restu. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan jenang merah adalah lambang bibit dari ibu (darah merah-ed), sedangkangdan jenang putih merupakan lambang benih dari ayah (sperma). Kedua jenang tersebut sebagai penghormatan dan permohonan kepada orang tua agar diberi doa restu selalu mendapatkan keselamatan. Jenang abang dimaksudkan sebagai lambang bibit dari ibu (darah merah-ed). c. Ubarampe pertunjukan wayang dalam tradisi Baritan Ubarampe dalam pertunjukan wayang dalam tradisi Baritan tergolong banyak, karena merupakan ruwat bumi. Pertunjukan wayang dalam tradsi Baritan merupakan suatu hal yang wajib, karena

105 89 pertunjukan wayang sendiri merupakan sesaji. Ubarampe dalam tradisi Baritan dapat dibagi menjadi tiga bagian diantaranya: ubarampe yang berada diatas panggung, dibawah panggung dan dibawah tarub.masingmasing ubarampe tersebut mempunyai makna tersendiri, untuk lebih rincinya sebagai berikut: 1.Ubarampe pertunjukan wayang yang berada di bawah tarub. Ubarampe pertunjukan wayang yang berada di bawah tarub yaitu: (Tiris, godhong wringin, andhong, ampel gadhing, tebu wulung, padi, jagung, kacang panjang, cabe, pethe, pala pendem kumplit). Masing-masing ubarampe tersebut mempunyai makna tersendiri, untuk lebih rincinya sebagai berikut: a.tiris atau cikal Gamabar 20: Ubarampe tiris atau cikal

106 90 Tiris atau cikal adalah pohon kelapa yang baru tumbuhatau tunas kelapa. Menurut Bapak Budi Sudarsono berpendapat bahwa: Tiris punika lambang bilih tiyang agesang kedah kados tiris, amargi tiris menika tuwuh manginggil artosipun cita-cita ingkang inggil, lurus, jujur. Tiris punika saget gesang wonten pundi kemawon lajeng sedaya saking klapa wonten ginanipun. Terjemahan: Tunas kelapa itu lambang kalau orang hidup harus seperti tunas kelapa, sebab tunas kelapa tumbuh ke atas artinya cita-cita yang tinggi, lurus jujur. Tunas kelapa bisa hidup dimanapun berada terus semua bagian dari pohon kelapa ada gunanya. Bapak Tusiman berpendapat bahwa: Tiris itu adalah kelapa yang baru tumbuh, ubarampe ini memiliki makna tunas yang tumbuh sealalu menghadap ke atas berarti sifat jujur, semangat tinggi, akar kelapa yang kuat melambangkan agar masyarakat memiliki tekad dan keyakinan yang kuat. Selain itu tunas kelapa dapat tumbuh dimanapun berada. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwatiris atau Cikal sebagai lambang dari seseorang. Warga masyarakat desa Kedungwringin berharap anaknya memiliki sifat seperti tunas kelapa. Tunas kelapa yang selalu tumbuh menghadap keatas, artinya mempunyai cita-cita yang tinggi, lurus, jujur tidak mudah terombang-ambing. Tunas kelapa dapat bertahan hidup lama dan dimana saja, agar masyarakat desa Kedungwringin bisa bertahan hidup dengan kondisi bagaimanapun dan dimanapun berada, akar tunas lelapa yang kuat melambangkan

107 91 agar masyarakat desa Kedungwringin memiliki tekad dan keyakinan yang kuat dalam memegang dasar-dasar kebenaran dan tradisi. Semua bagian dari pohon kelapa berguna, tujuannya agar masyarakat desa Kedungwringin berguna bagi nusa bangsa, negara dan sesama manusia. b. Godhong wringin, godhong ampel gadhing, godhong andhong. Gambar 21: Ubarampe godhong andhong, godhong wringin, godhong ampel Godhong andhong Godhong Wringin Godhong Ampel Menurut Bapak Budi Sudarsono berpendapat bahwa: Ubarampe ingkang awujud godhong punika nggadahi makna piyambek-piyambek. Godhong wringin menika artosipun pengin utawi ngersaaken, godhong andhong artosipun andongakake menawi godhong pring ampel gadhing niku artosipun gesang punika wajib eling, wajib pada eling, eling dumateng ingkang pepeling Terjemahan: perlengkapan yang berwujud godhong itu mempunyai makna sendiri-sendiri. Daun beringin itu artinya keinginan, daun andhong artinya

108 92 mendo akan sedangkan daun bambu ampel gadhing itu artinya hidup itu harus ingat, wajip saling ingat, ingat kepada yang membuat ingat. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa godhong wringin atau daun beringin berarti ingin, beringin merpakan simbol keinginan. Dengan simbol daun beringin masyarakat desa Kedungwringin berharap keinginan atau cita-citanya dapat tercapai. Daun andhong berarti andhongaake atau mendo akan. Daun andhong melambangkan agar warga masyarakat desa Kedungwringin senantiasa mendoakan arwah leluhur yang sudah meninggal. Semoga arwah para leluhur desa Kedungwringin diampuni dosa-dosanya dan diringankan siksa kuburnya.daun pring gadhing adalah daun bambu kuning, daun bambu kuning ini mempunyai arti urip iku wajib eling, wajib pada eling, eling marang sing pepeling. Masyarakat desa Kedungwringin diharapkan hidup itu harus selalu ingat, wajib bersyukur atas apa yang telah kita dapatkan, dan harus inget kepada siapa yang telah memberi yaitu Allah Swt. c. Padi Padi merupakan ubarampe dalam tradisi Baritan, karena padi tersebut dipercaya sebagai bibit unggul yang diperebutkan setelah selesai pertunjukan wayang. Menurut Bapak Budi Sudarsono berpendapat bahwa: Makna simbolik saking pantun inggih punika pantun mboten nate mentingken jati diri, sami kados

109 93 sesepuh ingkang sampun ndidik, ngorbanaken kangge putranipun, sesepuh punika mboten mentingaken mboten nyuwun imbalan. Makna lintunipun inggih punika kados wonten peribahasa semakin menunduk semakin menjadi Terjemahan: Makna simbolik dari padi yaitu padi tidak pernah mementingkan jati diri, sama seperti sesepuh yang tidak mementingkan jati diri dalam mendidik, berkorban untuk anaknya. Orang tua itu tidak pernah meminta balasan. Makna lainnya adalah semakin menunduk semakin berisi. Menurut Bapak Tusiman berpendapat: padi untuk simbol karena semakin menunduk semakin berisi Gambar 21: Ubarampe padi Dari pendapat di atas dapat disimpulkan padi sebagai lambang karena padi memiliki arti padi tidak pernah mementingkan jati diri, batangnya disebut jerami, bahnya disebut gabah, kulitnya disebut merang, isinya disebut beras. Maksudnya seperti sesepuh kita yang telah mendidik,

110 94 membesarkan, dia tidak mementingkan jati diri, walaupun bersusah payah berkorban demi kita. Makna lain yaitu pada semakin menunduk semakin berisi, artinya agar kita meniru seperti padi semakin banyak ilmu semakin tidak sombong. d.jagung Gambar 23: Ubarampe jagung Jagung sebagai simbol, karena orang tua berharap agar anaknya dalam hidup meniru seperti biji jagung, ketika ditanam harus ditimpa tanah, membutuhkan perjuangan untuk tumbuh, jika tidak ditimpa tanah akan dimakan ayam. Ketika sudah tumbuh harus disirami, dipupuk, untuk menghasilkan hasil yang manis. Dari biji jagung dapat ikta ambil bahwa hidup memerlukan

111 95 perjuangan, setelah tumbuh juga harus rendah hati, karena air mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Supaya menghasilkan hasil yang manis harus dipupuk dengan keimanan. Hal tersebut sama seperti Bapak Budi Sudarsono berpendapat: Jagung punika nggambaraken pagesangan awit saking lare dumugi dewasa.saking wiji jagung punika saget dipun pendhet menawi pagesangan punika mbetahaken perjuangan. Terjemahan: Jagung itu menggambarkan kehidupan mulai dari anak-anak sampai dewasa. Dari biji jagung itu dapat kita ambil kalau hidup itu membutuhkan perjuangan. e. Tebu wulung Gambar 24: Ubarampe tebu wulung Tebu wulung adalah pohon tebu yang berwarna hitam. Orang Jawa banyak yang meyakini bahwa tebu wulung dapat berfungsi sebagai tolak bala atau penangkal. Oleh karena dengan diberikan

112 96 tebu wulung sebagai ubarampe semoga bisa menolak bala atau mala petaka yang akan menimpa desa Kedungwringin. Hal tersebut sepedapat dengan Bapak Budi Sudarsono: Tebu wulung punika nggadahi fungsi kangge tolak bala Terjemahan: tebu wulung itu mempunyai fungsi untuk menolak bala. Sedangkan menurut Bapak Tusiman berpendapat bahwa: Tebu wulung adalah tebu yang berwarna hitam, masyarakat meyakini bahwa tebu wulung biasa digunakan sebagai tolak bala seperti santet, tenun atau mala petaka. f.pala pendem Gambar 25: Ubarampe pala pendemyang terdiri dari singkong, ketela, talas, uwi, gembili. Pala pendem adalah segala macam ubi-ubian yang buahnya berada di dalam tanah. Sesaji ini mempunyai artinya agar warga masyarakat desa Kedungwringin dalam kehidupannya tidak boleh

113 97 sombong harus andap asor (rendah hati). Hal tersebut sama seperti Bapak Budi Sudarsono berpendapat bahwa: Pala pendem inggih punika sedaya woh-wohan ingkang wonten lebeting siti. Terjemahan: pala pendem yaitu semua buah-buahan yang buahnya berada di dalam tanah. Menurut Bapak Tusiman berpendapat bahwa: g. Kacang panjang Pala pendem yaitu jenis ubi-ubian yang berbuah di dalam tanah, seperti singkong, uwi, talas dan lainlain. Gambar 26: Ubarampe kacang panjang Kacang panjang sebagai simbol diharapkan warga masyarakat desa Kedungwringin dalam kehidupan sehari-hari semestinya harus selalu berfikir panjang, dan jangan memiliki pikiran yang picik. Sehingga dapat menghadapi segala hal dan keadaan dengan penuh kesadaran dan bijaksana. Hal tersebut sependapat dengan Bapak Budi Sudarsono yang berpendapat:

114 98 Kacang panjang menika dados pralambang bilih manungsa gesang wonten alam dunya kedah nggadahi nalar ingkang mulur, mulur mungkretipun nalar punika pating saluwir. Terjemahan: Kacang panjang itu menjadi simbol bahwa manusia hidup di dunia harus mempunyai pikiran yang panjang, panjang pendeknya cara berfikir berpengaruh dalam memecahkan suatu masalah. Bapak Tusiman berpendapat bahwa: Kacang panjang sebagai simbol, diharapkan masyarakat desa Kedungwringin mempunyai fikiran yang panjang sehingga dapat memecahkan masalah dengan bijaksana. h.cabe Gambar 27: Cabe merah Menurut Bapak Budi Sudarsono berpendapat bahwa: Ubarampe lombok kedah ingkang warni abrit, menika nglambangaken bilih mugi-mugi masyarakat desa Kedungwringin nggadahi tekad ingkang kiyat kangge wujudaken kabecikan. Terjemahan: Ubarampe cabe itu harus berwarna merah, sebab sebagai simbol semoga masyarakat desa Kedungwringin mempunyai semangat yang tinggi untuk mewujudkan kebenaran.

115 99 i. Pethe Menurut Bapak Tusiman berpendapat bahwa: Cabe itu adalah lambang keberanian, keberanian yang diharapkan adalah keberanian dalam menegakan kebenaran. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa cabe merah mempunyai arti agar muncul keberanian dan tekad untuk menegakan kebenaran Tuhan. Masyarakat desa Kedungwringin diharapkan mempunyai keberanian yang tinggi untuk menegakan kebenaran Tuhan Yang Maha Esa. Gambar 28: Ubarampe Pehte Menurut Bapak Budi Sudarsono berpendapat bahwa: Pethe menika kangge pralambang keadilan, amabrgi pethe punika alit agengipun sami Terjemahan: petai itu menjadi simbol keadilan, karena petai itu besar kecilnya sama.

116 100 Menurut Bapak Tusiman berpendapat bahwa: Petai itu menjadi suatu perlengkapan, karena petai merupakan simbol keadilan. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa petai merupakan simbol keadilan, karena petai besar kecilnya sama. Petai menjadi ubarampe dalam tradisi Baritan dengan harapan masyarakat desa Kedungwringin mempunyai rasa keadilan. 2.Ubarampe pertunjukan wayang yang berada di atas panggung Ubarampe pertunjukan wayang yang berada di atas panggung yaitu (gula batu, minyak fanbo, menyan putih, pane lemah, parem gadung, pisang raja, rokok kreni, jajan pasar, pethet, dom, bolah, kaca). Ubarampe tersebut mempunyai makna masing-masing, untuk mengetahui makna yang ada dalam ubarampe lebih rincinya sebagai berikut: a. Gula Batu Gambar 28: Ubarampe sesaji gula batu

117 101 Gula batu adalah gula yang berbentuk seperti batu, berwarna bening atau berwarna putih. Menurut Bapak Budi Sudarsono berpendapat bahwa: Ubarampe gula batu menika kangge pralambang bilih manungsa gesang wonten alam dunya kedah nggadahi sifat kados gula batu. Gula batu punika sifatipun mboten sombong, nggadahi pendirian lan cerdik. Terjemahan: Ubarampe gula batu itu sebagai simbol bahwa manusia hidup di dunia ini harus memiliki sifat seperti gula batu. Gula batu itu sifatnya tidak sombong, menpunyai pendirian dan cerdik. Bapak Tusiman berpendapat bahwa: Sesaji gula batu itu mempunyai makna, dengan adanya sesaji gula batu diharapkan masyarakat desa Kedungwringin memiliki sifat seperti gula batu yang tidak keras kepala, tetapi punya pendirian dan cerdik. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Gula batu adalah gula yang berbentuk seperti batu, berwarna bening mirip dengan es batu. Gula batu sebagai lambang agar masyarakat desa Kedungwringin memiliki sifat seperti gula batu. Batu itu melambangkan sifat yang keras, merasa menang sendiri dan tidak bisa diubah. Gula batu jika dipanaskan tubuhnya memang hancur seperti salju tapi lama (mempunyai pendirian), tidak keras kepala, bukan karena tidak punya prinsip, airnya tidak keruh, terlihat kalah tetapi menang mengalahkan dnengan cara yang halus dan cerdik, karena bisa membuat air manis.

118 102 b. Minyak Fanbo Gambar 20: Minyak fanbo Minyak fanbo yaitu sejenis minyak wangi yang biasa digunakan masyarakat Jawa untuk memberi harum-haruman pada bendabenda pusaka. Menurut Bapak Budi Sudarsono berpendapat bahwa: Minyak fanbo wonten tradisi Baritan maknanipun inggih punika supados Dewi Sri tansah angganda arum, menawi Dewi Sri angganda arum mugi-mugi asil pertanianipun saget arum kados Dewi Sri. Terjemahan: Minyak wangi fanbo dalam tradisi Baritan mempunyai makna agar Dewi Sri selalu berbau wangi, apabila Dewi Sri selalu berbau wangi diharapkan hasil pertaniannya bisa baik, seperti Dewi Sri. Menurut Bapak Tusiman berpendapat bahwa: Minyak fanbo mempunyai makna yaitu sebagai permohonan kepada Dewi Sri agar selalu berbau wangi

119 103 Dari pendapat di atas dapat disimpulkan minyak wangi fanbo yaitu sejenis minyak wangi yang biasa digunakan masyarakat Jawa untuk memberi harum-haruman pada bendabenda pusaka. Minyak fanbo sebagai lambang keharuman, agar Dewi Sri selalu berbau wangi. Pertanian di desa Kedungwringin diharapkan menghasilkan hasil yang memuaskan seperti Dewi Sri selalu bearoma harum. c.jajan pasar Gambar 31: Ubarampe jajan pasar Menurut Bapak Budi Sudarsono berpendapat bahwa: Jajan pasar punika maknanipun sesrawungan ugi lambang kemakmuran. Terjemahan: Jajan pasar maknanya sebagai simbol pergaulan dan lambang kemakmuran. Menurut Bapak Tusiman berpendapat bahwa: Jajanan pasar itu mempunyai makna sebagai simbol pergaulan seperti banyak orang yang ada di pasar.

120 104 Jajan pasar mempunyai makna sebagai simbol sesrawungan (hubungan kemanusiaan, silaturahmi), lambang kemakmuran. Hal ini diasosiasikan pasar adalah tempat segala macam barang, seperti dalam jajanan pasar terdapat buah-buahan, makanan anak dan sekar setaman. dengan adanya jajan pasar masyarakat desa Kedungwringin yang terdiri dari berbagai kalangan dapat menjalin tali silaturahmi dengan baik. d.rokok Kreni Gambar 32: Rokok kreni Rokok kreni adalah rokok yang terbuat dari rambut jagung dan bungkusnya menggunakan bungkus jagung yang telah mengering. Menurut Bapak Budi Sudarsono berpendapat bahwa : Rokok kreni inggih punika rokok ingkang kadamel saking rambut jagung, bungkusipun saking klaras jagung. Makna ingkang wonten rokok kreni inggih punika jagung ingkang katanem wonten desa Kedungwringin saget kados rokok kreni.

121 105 Terjemahan:Rokok kreni yaitu rokok yang terbuat dari rambut jagung, terbungkus oleh kulit jagung. Makna yang ada dalam rokok kreni yaitu jagung yang ditanam di desa Kedungwringin bisa seperti rokok kreni. Menurut Bapak Tusiman berpendapat bahwa: Rokok kreni yaitu rokok yang terbuat dari klaras jagung. Tujuanipun agar jagung yang ditanam seperti rokok kreni. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan rokok kreni adalah rokok yang terbuat dari rambut jagung dan bungkusnya menggunakan bungkus jagung yang telah mengering. Rokok kreni ini mempunnyai makna atau tujuan agar jagung yang ditanam di desa Kedungwringin hasilnya bisa besar-besar seperti rokok kerni. e.parem Gadung, dom, bolah, pethet dan pangilon. Gambar 32: Ubarampe cermin, sisir, bedak

122 106 Ubarampe lainya yang berada di atas panggung adalah parem gadung, dom, bolah, pethet, dan cermin. Parem gadung adalah bedak yang terbuat dari bahan dasar tepung gadung. Gadung yaitu jenis ubi-ubian yang tumbuh di pekarangan atau hutan, pohonnya menjalar dan dipenuhi oleh banyak duri. Dom yaitu jarum, pethet adalah sisir dan pangilon adalah cermin. Menurut Bapak Budi Sudarsono berpendapat bahwa: Ubarampe kados parem gadung, dom, pethet, lan pangilon menika katujoaken dumateng Dewi Sri supados tansah wanudya ingkang sulistianing wati. Menawi Dewi Sri tansah sulistianing wati mugimugi tanemanipun kados Dewi Sri. Terjemahan: Ubarampe seperti parem gadung, jarum, sisir, dan cermin itu ditujukan kepada Dewi Sri agar selalu menjadi wanita yang cantik. Dewi Sri selalu cantik semoga tanamannya seperti Dewi Sri Bapak Tusiman berpendapat bahwa: Perlengkapan sesaji seperti jarum, sisir, parem gadung dan cermin ditujukan kepada Dewi Sri agar senantiasa mempercantik diri atau bersolek. Keadaan Dewi Sri yang selalu cantik diharapkan tanaman tersebut bisa cantik layaknya Dewi Sri. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa sisir, jarum, parem gadung, cermin dan benang merupakan alat yang biasa digunakan oleh para kaum wanita untuk bersolek. Perlengkapan ini biasanya digunakan pada upacara selamatan yang berkaitan dengan pertanian. Sesaji ini diperumpamakan bagi Dewi Sri penguasa pertanian agar senantiasa ayu, cantik, wangi dan

123 107 menarik sehingga diharapkan hasil panen pertanian di desa Kedungwringin menjadi ayu, cantik, dan menarik pula. f.pane Lemah Gambar 33: Pane lemah Pane lemah adalah semacam ember berbentuk bulat datar yang terbuat dari tanah. Ubarampe ini diletakan di depan dalang, setelah pertunjukan wayang selsai pane lemah ini dipindah ke atas panggung untuk diperebutkan oleh warga masyarakatnya. Maknanya dari pane lemah sebenarnya hanya sebagai tempat air kembang. Hal tersebut sama seperti Bapak Budi Sudarsono yang berpendapat bahwa: Ubarampe pane lemah punika anamung kangge wadah toya kembang kemawon. Terjemahan: Perlengkapan pane lemah itu sebenarnya hanya untuk menjadi tempat air bunga saja. Menurut Bapak Tusiman berpendapat bahwa: Pane lemah adalah tempat seperti ember yang berfungsi sebagai tempat menaruh air kembang.

124 108 3.Ubarampe pertunjukan wayang yang berada di bawah tarub. Ubarampe pertunjukan wayang yang berada di bawah tarub diantaranya (wedhang bening, jembawuk, kopi pait,kopi legi, teh pait, teh legi, arang-arang kambang, telur ayam kampung,bakaran budin, godhong dadap srep). Ubarampe tersebut mempunyai makna masing-masing, untuk mengetahui makna ubarampe tersebut secara rinci sebagai berikut: a. Telur ayam kampung Gambar 35: Telur ayam kampung Telur ayam yaitu terdiri dari tiga macam bagian, cangkang (kulit telur), putih telur dan kuning telur yang melambangkan tiga kepribadian manusia. Kulit telur melambangkan kehidupan yang selalu bergesek dengan orang lain, terhadap pribadinya sendiri dan sang pencipta. Putih telur sebagai simbol niat baik manusia, Kuning telur menjadi simbol hati manusia. Hal tersebut sepedapat dengan Bapak Budi Sudarsono berpendapat bahwa:

125 109 Ubarampe salajengipun inggih punika tigan, tigan ingkang kangge ubarmpe menika tigan sawung kampung. Tigan punika nggambaraken kepribadian tiyang agesang. Kulit tigan lambang bilih tiyang agesang punika wonten gesekanipun saking pribadi, tiyang sanes ugi sang pencipta. Putih tigan lambang niat sae manungsa lajeng kuning tigan menika simbol batos namungsa. Terjemahan: Ubarampe selanjutnya adalah telur, telur yang biasa menjadi ubarampe yaitu telur ayam kampung. Telur itu menggambarkan kepribadian orang hidup. Kulit telur lambang bahwa orang hidup pasti pernah merasakan gesekan-gesekan baik dari diri sendiri, orang lain ataupun sang pencipta. Putih telur simbol niat baik seseorang, kemudian kuning telur itu simbol dari hati seseorang. Bapak Tusiman berpendapat bahwa: Telur ayam kampung adalah simbol kehiduan, telur terdiri dari tiga bagian yaitu kulit telur, putih telur dan kuning telur. Kulit telur melambangkan bahwa hati seseorang biasanya berbenturan dengan diri sendiri, orang lain dan dengan sang pemcipta. Putih telur melambangkan niat baik seseorang dan kuning telur melambangkan hati seseorang. b.godhong dadhap srep Gambar 36: Godhong dadhap srep

126 110 Godhong dadhap srep adalah daun tawa, biasanya digunakan sebagai sesaji dalam pertunjukan kuda lumping, daunya biasanya dimasukan ke dalam air putih. Menurut Bapak Budi Sudarsono berpendapat bahwa: Godhong dadhap srep menika nggadahi fungsi kangge ngandapaken benter. Ubarampe Godhong dadhap srep wonten tradisi Baritan maknanipun mugi-mugi desa Kedungwringin salebetipun setaun ingkang badhe kalampahan batosipun saget adem. Terjemahan: Daun dadap srep itu mempunyai fungsi sebagai penurun panas. Perlengkapan daun dadap srep dalam tradisi Baritan maknanya semoga desa Kedungwringin selama setahun kedepan hatinya bisa tenang. Bapak Tusiman berpendapat bahwa: Daun dadhap srep adalah obat tradisional yang biasa digunakan sebagai obat penurun panas ketika salah satu anggota keluarga terkena sakit panas. Sesaji ini mempunyai makna sebagai harapan masyarakat desa Kedungwringin semoga mempunyai hati yang dingin. c.bakaran Budin Gambar 37: Singkong bakar

127 111 Bakaran budin adalah singkong bakar, yang mempunyai makna sebagai penghormatan kepada mbah dalang yang semasa hidupnya sangat menyukai singkong bakar. Menurut Bapak Budi Sudarsono Berpendapat bahwa: Beneman Bundin menika maknanipun kangge pangormatan dumateng mbah dalang, amargi beneman budin salah satunggaling kalangenan sanalika tasih gesang. Terjemahan: Singkong bakar itu mempunyai makna sebagai penghormatan kepada mbah dalang, sebab singkong bakar merupakan salah satu kesukaan pada saat masih hidup. Menurut Bapak Tusiman berpendapat bahwa: Singkong bakar merupakan salah satu sesaji tradisi Baritan, makna dari singkong bakar adalah sebagai penghormatan kepada mbah dalang. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa ubarampe budin bakaratau singkong bakar dalam tradisi Baritan adalah sebagai penghormatan kepada mbah dalang, karena semasa hidupnya mbah dalang sangat menyukai singkong bakar.

128 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dalam beberapa bab mengenai Upaya Pelestarian Tradisi Baritan Dalam Upacara Sedekah Bumi di Desa Kedungwringin, Kecmatan Sempor, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Upacara tradisi Baritan merupakan tradisi yang dilakukan oleh masyarakat desa Kedungwringin, kecamatan Sempor, kabupaten Kebumen secara turun-menurun. Masyarakat meyakini dengan melaksanakan tradisi tersebut, kehidupan mereka akan selamat, aman, tentram, makmur, dan jauh dari bencana dan malapetaka. Upacara tradisi ini dilaksanakan setahun sekali yaitu pada bulan Syuro atau Muharram pada hari Jum at. Acara prosesi tradisi Baritan ini dimulai pada hari Jum at jam setelah sesepuh selesai memasang perlengkapan sesaji, dilanjutkan dengan pementasan wayang kulit. Setelah selsai sholat Jum at dilanjutkan dengan pidato dari perangkat desa dan beberapa orang yang bersangkutan, kemudian diadakan makan bersama atau kenduri masal. Upacara tradisi Baritan ditutup dengan berebut aneka macam hasil pertanian yang dipasang disekeliling pertunjukan wayang. 2. Fungsi Baritan pertama, sebagai bentuk ungkapan rasa syukur masyarakat desa Kedungwringin atas hasil panen yang telah diberikan selama satu tahun. Kedua, sebagai peringatan datangnya tahun baru Islam dan Jawa, ketiga, melestarikan tradisi luhur yang sudah berlangsung dari 112

129 113 nenek moyang. Keempat, sebagai permohonan agar masyarakat desa diberi keselamatan jangan sampai ada mala petaka, kelima, sebagai ungkapan terima kasih kepada Allah swt yang telah memberi keselamatan, kesehatan dan keamanan desa Kedungwringin. Makna yang terkandung dalam tradisi Baritan diantaranya sebagai berikut: a. Makna budaya: tradisi Baritan sebagai semangat penyambutan datangnya tahun Islam dan Jawa selama turun-temurun dan memberikan spirit bagai sebagian masyarakat penduduknya, karena mereka meyakini jika mengadakan tradisi Baritan akan di beri keselamatan. b. Makna sosial: makna sosial yang terkandung dalam tradisi Baritan ditandai dengan gotong royong warga, keakraban jalinan bukan hanya antar keluarga, antar masyarakat tetapi juga terhadap pengunjung dari luar. c. Makna ekonomi: dapat ditandai bahwa dengan adanya tradisi Baritan masyarakat desa bisa menjual daganganya sehingga dapat menambah pendapatannya. d. Makna politis: tradisi Baritan juga sebagai ajang sosialisasi salah satu partai politik atau lembaga desa untuk mengenalkan dirinya kepada masyarakat. 3. Isi cerita wayang Baritan: isi cerita wayang Baritan menceritakan perintah Shang Hyang Wenang kepada Bhatara Guru untuk menanam wiji isining jagad, kemudian setelah ditanam hasilnya agar diberikan kepada titah mercapada.

130 Makna simbolis ubarampe (perlengkapan) dalam tradisi Baritan sangat banyak dan masing-masing mempunyai makna yang mendalam, simbolsimbol tersebut sebagai perlambang suatu permohonan yang tulus kepada Allah swt, bentuk do a, pertimbangan hidup yang selaras dan harapan masyarakat desa Kedungwringin agar selamat, aman, nyaman tidak ada halangan yang berarti. Simbol-simbol tersebut diantaranya : Kepala kambing sebagai lambang dari kejayaan dan persatuan, rakan sebagai penghormatan kepada penunggu batu, batu karang dan batubatu lainnya. Minyak wangi fanbo sebagai lambang keharuman, gula batu sebagai lambang harapan masyarakat desa Kedungwringin agar memiliki sifat seperti gula batu.sisir, cermin,jarum dan benang sebagai sesaji Dewi Sri, dengan sesaji tersebut hasil panen diharapkan cantik seperti Dewi Sri. Rokok kreni sebagai lambang agar tanaman jagungnya seperti rokok kreni, parem gadung diperuntukan untuk Dewi Sri agar selalu memakai bedak, dengan sesaji tersebut diharapkan panen padinya berwarna putih.kemenyan putih melambangkan sebagai pengikat tali keimanan, pane lemah dimaksudkan untuk tempat air yang diberi bunga. Kinangan sebagai lambang kerja sama, dengan ubarampe kinangan diharapkan masyarakat desa Kedungwringin tidak merasa paling benar dan berjasa sendiri. Pisang raja sebagai simbol terkabulnya orang yang bersifat adil, berbudi luhur dan tepat janji sedangkan air putih, kopi pahit, kopi manis, teh pahit dan jembawuk sebagai lambang rasa dalam kehidupan. Janur melambangkan cita-cita yang tinggi mencapai cahaya ilahi harus disertai

131 115 hati yang bening. Cengkir gading melambangkan seseorang pemuda sebagai generasi penerus, sumping sebagai lambang keseimbangan kehidupan manusia.singkong bakar sebagai penghormatan kepada mbah dalang karena suatu kesukaan semasa hidupnya. Daun dadap srep sebagai lambang agar hati seseorang bisa nyaman dan tentram, daun beringin merupakan simbol keinginan dan daun andong sebagai lambang agar selalu mendoakan arwah para leluhur.sedangkan daun pring gading melambangkan manusia agar selalu ingat, wajib bersyukur dan selalu ingat kepada Allah swt. Tebu wulung sebagai tolak bala atau penangkal, tiris atau cikal diharapkan manusia agar tumbuhnya seperti tunas kelapa bisa hidup dimanapun dan dalam kondisi apapun. Padi sebagai lambang dalam mendidik tidak perlu mementingkan jati diri dan semakin banyak ilmu semakin menghormati. Kacang panjang sebagai simbol manusia agar selalu berfikif panjang dalam menghadapi masalah. Tompo sebagai lambang ucapan terima kasih setelah zirah kubur.pala pendem sebagai simbol agar bersifat rendah hati, tumpeng Rasul sebagai penghormatan dan mendoakan arwah rasul, sahabat dan keluarganya. Ingkung sebagai lambang segala bersujud kepada Allah, apem sebagai simbol payung atau perisai. Jenang abang sebagai lambang ibu dan jenang putih sebagai lambang ayah. Ambeng sebagai lambang ikatan tali persayaudaraan dan kebersamaan. Jajanan pasar sebagai lambang sesrawungan dan kemakmuran. Kecambah sebagai lambang benih dan bakal manusia, mempunyai arti keninginan yang bermacam-macam yang selalu tertanam dihati setelah kembang telon

132 116 terlaksana hatinya akan tenang. Bayem sebagai lambang ketentraman dan kenyamanan, telur melambangkan kepribadian manusia. Cabe merah melambangkan keberanian membela kebenaran. B. Saran 1. Tradisi Baritan adalah merupakan warisan nenek moyang yang harus dijaga kelestariannya. Untuk itu para sesepuh harus menerangkan kepada generasi penerusnya nilai-nilai luhur yang terkandung dalam tradisi Baritan agar tidak terjadi kesalah pahaman dalam memaknainya. 2. Untuk masyarakat desa Kedungwringin hendaknya dapat menambah ilmu tentang ajaran agama Islam yang sesuai dengan Sunnah Rasul sehingga antara unsur kepercayaan dan agama Islam tidak tumpang tindih. 3. Bagi pemerintah setempat dan Dinas Kebudayaan diharapkan peran serta dalam membina dan menjaga kelestarian budaya Jawa. Karena kebudayaan Jawa adalah aset budaya bangsa yang dipertahankan dan dilestarikan keberadaannya.

133 DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsini Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta Cokrowinoto, Sardanto Manfaat Folklor Bagi Pembangunan Masyarakat, Yogyakarta Seminar Kebudayaan Jawa Januari Endraswara, Suwardi Falsafah Hidup Jawa. Yogyakarta: Cakrawala. Giri, Wahyana Sajen & Ritual Orang Jawa.Yogyakarta: Narasi Herusatoto, Budiono Simbolisme Dalam Budaya Jawa. Yogyakarta :Hanindita Simbolisme Jawa. Yogyakarta : Ombak Koentjaraningrat Manusia Dan Kebudayaan Di Indonesia. Jakarta : Sapdodadi Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta :Rineka Cipta. Maryaeni, Metodologi Penelitian Kebudayaan. PT Bumi Aksara Jakarta. Moleong, lexy J Metode Penelitian Kualikatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Noor, Juliansah Metodologi Penelitian (Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah). Jakarta : Kencana. Purwadi Upacara Tradisional Jawa. Yogyakarta Folklore Jawa. Yogyakarta : Pura Pustaka Ensiklopedi Adat-Istiadat budaya Jawa. Yogyakarta : Remaja Rosdakarya. 117

134 118 Ratna, Nyoman Khunta Metodologi Penelitian Kajian Budaya Dan Ilmu- Ilmu Sosial Humaniora Pada Umumnya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Sholikhin Muhammad Misteri Bulan Suro Perspektif Islam Jawa. Yogyakarta: Narasi. Sutardjo, Imam Serpihan Mutiara Pertunjukan Wayang. Surakarta :(UNS Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa) Kajian Budaya Jawa. Surakarta : (UNS Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa) Wasino Pengkajian Upacara Tradisional Di Kabupaten Wonogiri Jawa Tengah : Dinbudpar Widagdho, Djoko Ilmu Budaya Dasar. Jakarta : Bumi Aksara

135 LAMPIRAN

136 Lampiran 1 120

137 Lampiran 2 121

138 122

139 Lampiran 3 123

140 Lampiran 4 124

141 Lampiran 5 125

142 Lampiran 6 126

143 127

144 128

145 129

146 130

147 131

148 132

149 133

150 Lampiran 7. Pedoman Wawancara 135 Wawancara dalam penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut: 1) Mendeskripsikan prosesi tradisi Baritan a. Apa yang anda ketahui tentang tradisi Baritan? b. Bagaimana prosesi tradisi Baritan? c. Siapa saja yang terlibat dalam prosesi Baritan? 2) Mendeskripsikan makna dan fungsi tradisi Baritan yang ada di desa Kedungwringin a. Mengapa diadakan tradisi Baritan? b. Mengapa tradisi Baritan masih berjalan sampai saat ini? c. Apa makna tradisi Baritan? d. Bagaimana reaksi masyarakat tentang tradisi Baritan? e. Apa fungsi Baritan? f. Kenapa selalu diadakan pada hari Jum at? 3) Mendeskripsikan isi certia wayang dalam tradisi Baritan? a. Mengapa harus dengan pertunjukan wayang? b. Mengapa lakonnya harus Baritan? c. Apa isi cerita Baritan? 4) Mendeskripsikan makna simbolis uborampe (perlengkapan) dalam tradisi Baritan? a. Apa saja uborampe dalam tradisi Baritan? b. Apa makna yang terkandung dalam setiap uborampe Baritan?

151 136 Lampiran 8. Daftar Pertanyaan 1. Apa Yang anda Ketahui tentang tradisi Baritan? 2. Kapan tradisi Baritan dilaksanakan? 3. Bagaimana prosesi tradisi Baritan? 4. Siapa saja yang terlibat dalam prosesi tradisi Baritan? 5. Mengapa tradisi Baritan masih berjalan sampai saat ini? 6. Apa makna tradisi Baritan? 7. Apa fungsi tradisi Baritan? 8. Mengapa harus di laksanakan pada hari jum at? 9. Mengapa harus dengan pertunjukan wayang? 10. Apa isi cerita wayang dalam Baritan? 11. Mengapa selalu dengan lakon Baritan? 12. Mengapa tradisi Baritan masih dilakukan saat ini? 13. Perlengkapan apa saja yang ada dalam tradisi Baritan? 14. Makna apa yang terkandung dalam uborampe tradisi Baritan? 15. Bagaimana letak geografis desa Kedungwringin?

152 Lampiran 9. Jadwal catatan lapangan 137 NO Hari dan Tanggal Jam Keterangan Maret 2013 Rabu April 2013 Selasa April 2013 Rabu September 2013 Senin November 2013 Jum at November 2013 Selasa November 2013 Rabu November 2013 Kamis November 2013 Jum at Obserfasi lokasi penelitian di tempat desa Kedungwringin Meminta izin untuk melakukan penelitian Wawancara dengan salah satu perangkat desa Kedungwringin Wawancara dengan salah satu perangkat desa Kedungwringin Wawancara dengan warga masyarakat desa Kedungwringin Wawancara dengan sesepuh desa Kedungwringin Wawancara dengan bapak dalang Sujono Wawancara dengan beberapa warga desa Kedungwringin Wawancara dengan salah sesepuh, warga masyarakat desa dan mengamati jalannya tradisi Baritan

153 Lampiran

154 138

155 139

156 140

157 141

158 142

159 143

160 144

161 145 Lampiran 11 Catatan Lapangan 1 Narasumber : Khoerun Tempat : Balai Desa Kedungwringin Waktu : 10 April 2013, Sebelum melakukan penelitian mengenai apa yang diteliti, peneliti melakukan observasi, observasi dimulai pada hari Rabu tanggal 27 Maret 2013 pukul Observasi pertama peneliti mengunjungi kantor kelurahan atau balai desa Kedungwringin. Peneliti mengungkapkan keinginanya akan melakukan penelitian di desa Kedungwringin. Selanjutnya peneliti melakukan wawancara dengan salah satu perangkat desa Kedungwringin. Peneliti : Assalamualaikum. Narasumber : Waalaikumsalam. Peneliti : Permisi pak, nuwun sewu ngganggu. Narasumber : Mboten napa-napa mas, onten keperluan napa mas.? Peneliti : Niki pak rencananipun kula badhe penelitian wonten ing desa Kedungwringin. Narasumber : Penelitian napa nggih mas.? Peneliti : Penelitian ngengingi tradisi Baritan.? Narasumber : Tradisi Baritan kae ya sing saben sasi Syura.? Peneliti : Inggih pak, menawi batas desa Kedungwringin nika pundi mawon pak.? Narasumber : Batas desa Kedungwringin bagian ler berbatasan kalih desa Donorojo, sebelah wetan nika berbatasan kalih desa Semali dan Kenteng. Sebelah kidul berbatasan kalih desa Sempor dan Bonosari lan sebelah kilen berbatasan kalih Sampang. Peneliti : Menawi kondisi desa Kedungwringin niku kepripun pak.? Narasumber :Kondisi desa Kedungwringin niku daerah pegunungan, pramila masyarakat kangge nyekapi kebutuhanipun sami tani. Ananging tani wonten ing mriki benten kalih tani wonten ing kutho. Tani wonten ing mriki ngandelaken jawah. Menawi

162 146 jawah sakedik mboten saget panen, rata-rata petani wonten mriki panen pantun namung sapisan menggah setahun. Peneliti :Menurut panjenengan ingkang dipunwastani Baritan niku punapa.? Narasumber :Baritan inggih punika salah satunggiling tradisi utawi adat sedhekah bumi wonten ing desa Kedungwringin, ingkang dipunlaksanakaken saben wulan Syura. Peneliti : Fungsi Baritan niku napa pak.? Narasumber :Fungsi Baritan kangge mengeti ambal warso Islam lan Jawi ugi wujud raos syukur masyarakat desa Kedungwringin wonten ngarsanipun Allah swt. Peneliti : Prosesi tradisi Baritan niku kepripun.? Narasumber: Saderenge prosesi Baritan, nggancik wulan Syura perangkat desa menika ngawontenaken rapat, mbahas babagan dana, papan lan wekdal. Sasampunipun sadaya sampun saruju, ketua RT kajibah woro-woro dumateng warganipun. Tigang dinten saderengipun prosesi Baritan salah satunggiling sesepuh kajibah ziarah wonten makam leluhur desa Kedungwringin. Sadinten saderenge prosesi Baritan warga masyarakat gotong royong damel tarub. Sontenipun nyembelih menda, endase dipun kubur wonten ing prapatan. Prosesi Baritan menika kawiwitan kirang langkung jam 09.00, mangke isitirahat jam Jam dipun lanjutaken malih, sambutan saking panitia, kepala desa. Salajengipun kenduri masal utawi sarengsareng masyarakat desa Kedungwringin, sasampunipun pamentasan wayang dipunlajengaken malih dumugi paripurna. Sabibaripun pamentasan wayang masyarakat sami rebutan asil tanam tuwuh ingkang dipun gantung wonten sakiwa tengenipun pamentasan wayang. Peneliti : Napa maknanipun Baritan.?

163 147 Narasumber : maknanipun menika warni-warni, kantun saking segi menapa kita ningali. Peneliti : segi napa mawon pak.? Narasumber :Segi kebudayan, tradisi Baritan menika salah satunggaling warisan kebudayaan saking nenek moyang, ingkang kedah dipun lestarikaken. Makna sosial, tradisi Baritan menika awujud tasyakuran desa, tasyakuran menika salah satunggaling raos keikhlasan warga masyarakat desa Kedungwringin. Makna ekonomi, wontenipun tradisi Baritan dados pedagang ingkang sadean wonten Baritan dados tambah penghasilane. Makna politik, wontenipun tradisi Baritan masyarakat saget kempal, menawi wonten sosialisasi utawi woro-woro gampil dipun sosialisasikan.

164 148 Catatan Lapangan 2 Narasumber : Bapak Marsimin Tempat : Balai Desa Kedungwringin Waktu : 02 April 2013 jam Peneliti : Assalamualaikum.. Narasumber : Waalaikumsalam. Peneliti : Permisi pak, ngapunten menawi sampun ngganggu. Narasumber : Mboten napa-napa mas, Peneliti : Niki pak badhe nyuwun ijin penelitian wonten desa mriki. Narasumber : Mangga mas, ingkang kala wingi nggih tentang tradisi Baritan. Peneliti : Nggih leres, menurut panjenengan napa ingkang dipun wastani Baritan.? Narasumber : Baritan inggih punika salah satunggiling tradisi selamatan atau tasyakuran leleuhur ingkang dipun warisaken wonten generasi penerus desa Kedungwringin. Tradisi Baritan punika tradisi ingkang nggadehi nilai luhur inggil. Tuladhanipun nilai gotong royong, keikhlasan, guyup, rukun, budi pekerti ingkang sae lan lintu-lintunipun. Peneliti : Fungsinipun tradisi Baritan niku napa.? Narasumber :Fungsi tradisi Baritan inggih punika salah satunggiling wujud ungkapan raos syukur warga masyarakat desa Kedungwringin dumateng ngarsanipun Allah swt ingkang sampun paring pintenpinten kenikmatan, keselamatan, rizki, selami setahun, pramila warga masyarakat ngawontenaken tradisi Baritan. Peneliti : Napa mawon ubarampe utawi perlengkapan tradisi baritan.? Narasumber : Ubarampe utawi perlengkapan ingkang wonten tradisi baritan menika katah sanget. Ubarampe menika saget dipun bagi gangsal panggenan. Pertama uborampe ingkang dipun tanem wonten prapatan margi, ngandap panggung, nginggil panggung, ngandap tarub lan lintu-lintunipun.

165 149 Peneliti : Cobi pak jelasaken napa kemawon.? Narasumber : Ubarampe ingkang dipun tanem inggih punika kepala kambing, ingkang wonten ngandap tarub ( wedhang putih, jembawuk, kopi, teh, arang-arang kambang, krambil, sumping, bakmi kering, budin bakar, godhong dadap srep). Perlengkapan ingkang wonten ngandap tarub inggih punika: (tiris, godhong wringin, andong, ampel gadhing, tebu, padi, jagung, kacang panjang, lomok, pete, pala pendem komplit). Perlengkapan ingkang wonten nginggil panggung (kembang telon, rakan, minyak fanbo, gula batu, asem abang, petet, dom, bolah, rokok kremi, parem gadung, menyan putih, pane lemah, pisang raja).

166 150 Catatan Lapangan 3 Narasumber : Tusiman Tempat : Rumah bapak Tusiman Waktu : 16 September 2013, Peneliti : Asalamualaikum.. Narasumber : Waalaikumsalam.. Peneliti : Permisi pak, ma af kalau sudah menggangu Narasumber : Ngga ko mas, santai aja Peneliti : Menurut bapak apa yang anda ketahui tentang tradisi Baritan.? Narasumber :Tradisi Baritan yaitu suatu perayaan tahunan yang dilakukan oleh masyarakat desa Kedungwringin secara turun temurun sebagai ungkapan rasa syukur terhadap rizki yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Peneliti : Bagaimana prosesi tradisi Baritan.? Narasumber: Satu bulan sebelum tradisi Baritan saya dan perangkat desa lainnya mengadakan rapat. Rapat itu membahas kapan diadakan tradisi Baritan, dimana tempat prosesi Baritan, berapa besar iuran yang harus dikenakan setiap kepala keluarga. Setelah mencapai mufakat, keputusan tersebut disampaikan kepada seluruh masyarakat desa Kedungwringin khususnya kadus satu dan kadus dua. Karena tradisi Baritan itu dilakukan oleh masyararakat kadus satu dan dua, sedangkan kadus tiga dan empat adalah tayuban. Tiga hari sebelum tradisi Baritan salah satu dari perangkat desa atau sesepuh desa melakukan ziarah kubur. Ziarah kubur ditunjukan kepada makam eyang mbah wager glagah, eyang mbah kemuning, eyang mbah kedung jamban, eyang mbah kenistan, eyang mbah sokawera, eyang mbah beji pletuk, mbah nursiah, mbah wiraprata, mbah santana, mbah karya sentana, mbah muryasentana. Satu hari sebelum tradisi baritan dilaksanakan warga masyarakat desa bergotongroyong membuat tarub, ada yang mengambil dan menata gamelan. Pada sore

167 151 harinya pemotongan kambing yang dilakukan oleh bapak kaum. Kemudian kepala kambing satu diantara kambing yang dipotong ditanam di perempatan jalan. Malam harinya biasanya diadakan leklekan bagi masyarakat yang mau, tujuannya adalah melengkapi ubarampe dan menemani ibu-ibu yang sedang masak. Prosesi tradisi Baritan dimulai sekitar jam 09.00, diawali dengan kidungan yang dibacakan oleh bapak dalang. Sekitar pukul pertunjukan wayang istirahat untuk menghormati sholat Jum at, pukul upacara tradisi Baritan dilanjutkan kembali dengan sambutan ketua panitia, sambutan kepala desa dan laporan keuangan. Laporan keuangan selesai dilanjutkan kenduri bersama dan do a dipimpin oleh bapak kaum. Setelah kenduri bersama pertunjukan wayang dilanjutkan kembali. Pertunjukan wayang selesai sekitar pukul ditutup dengan semburan. Hasil panen setelah disembur dipercaya bagi warga masyarakat sebagai benih unggul jika ditanam akan menghasilkan hasil yang memuaskan. Sedangkan air yang berada di pane tembaga dapat menyembuhkan sakit. Peneliti : Siapa saja yang terlibat dalam prosesi tradisi Baritan.? Narasumber : Yang terlibat dalam prosesi tradisi baritan yaitu semua warga masyarakat desa Kedungwringin. Peneliti : Mengapa tradisi Baritan masih berjalan sampai saat ini.? Narasumber : Karena tradisi Baritan bagi masyarakat desa Kedungwringin adalah bentuk tasyakuran yang dilakukan secara turun menurun yang sudah mendarah daging dalam kehidupan warga desa Kedungwringin. Peneliti : Apa makna tradisi baritan.? Narasumber : Makna yang dapat diambil dalam tradisi Baritan yaitu makna ekonomi, bisa meningkatkan penghasilan tambahan bagi pedagang yang berdagang pada prosesi tradisi baritan, makna sosial, mewujudkan persatuan dan kesatuan warga desa kedungwringin dalam bergotong royong, kerja sama, mempererat tali persaudaraan dan kekompakan warga masyarkat. Makna budaya tradisi Baritan

168 152 adalah sasah satu tradisi adat yang dilakukan secara turun temurun sehingga perlu dilestarikan agar tidak punah ditelan jaman. Makna politik tradisi Baritan sebagai sarana yang tepat untuk menyampaikan sosialisasinya terhadap masyarakat. Peneliti : Apa fungsi tradisi Baritan.? Narasumber : Fungsi tradisi baritan yaitu untuk memperingati atau menyambut datangnya tahun baru Islam. Peneliti : Mengapa tradisi baritan harus dilakukan pada hari jum at.? Narasumber : Sebab hari jum at itu hari yang istimewa diantara tujuh hari lainya. Peneliti : Mengapa harus dengan pertunjukan wayang.? Narasumber : karena pertunjukan wayang adalah sesaji desa dalam tradisi baritan Peneliti : Mengapa lakonnya selalu lakon baritan.? Narasumber: Karena tradisi baritan adalah ruat bumi, jadi lakonnya mengenai ruat bumi. Peneliti : Apa isi cerita wayang Baritan.? Narasumber : Isi cerita wayang Baritan yaitu dimulai ketika jagad masih kosong, kemudian Bhatara Guru menebarkan wiji isining jagad. Akan tetapi keadaan bumi belum seimbang, masih condong ke barat. Untuk menyeimbangkan keadaan tersebut Bhatara Guru mengerahkan para dewa untuk memindahkan gunung Jamur Dipa yang berada di Banten. Setelah dirasa seimbang Bhatara Guru menghadap Shang Hyang Wenang dan Bhatara Guru diberi wiji isining jagad. Mengetahui keadaan gunung Jamur Dipa sudah tidak ada, penguasa negara Banten tidak terima. Kemudian berusaha mencari Bhatara Guru, dalam perjalananya Naga Dampalan bertemu dengan Nilakanta dan berjanji akan menunjukan dimana Bhatara Guru berada. Akan tetapi ada persyaratannya yaitu Nilakanta meminta untuk digendong. Merasa ditipu Naga Dampalan dan Nirbito marah sekali kemudian Naga Dampalan berubah menjadi kuda dan Nirbito berubah menjadi harimau. Setelah selsai menyebar wiji isining jagad, Bhatara Guru mendapat anugrah Cupu Manik Astagina. Akan

169 153 tetapi tidak boleh ada satu orang pun yang mengetahui isinya cupu. Bhatara Narada memaksa karena dia adalah patih yang bertanggung jawab jika ada suatu kejadian. Dengan berat hati Bhatara Guru memberikan cupu, akan tetapi cupu belum sampai ke tangan Bhatara Narada cupu terbang. Bhatara Narada bergegas mencari dimana jatuhnya cupu manik astagina. Cupu itu jatuh disekitar Puser bumi dimana Naga Gombang yang sedang menerima karma. Naga Gombang yang merasa tidak mengetahui jatuhnya cupu tersebut menangis karena dianggap sudah membohongi dewa. Tetesan air matanya berubah menjadi kunang jabang bayi. Bhatara Narada kemudian memberikan bayi tersebut kepada Bhatara Guru. Dihadapan Bhatara Guru bayi tersebut berubah menjadi Kembar, dan diberi nama Dewi Trisnawati dan Culmuka. Culmuka berubah nenjadi celeng ( babi hutan ) dan Dewi Trisnawati meninggal. Jasad Dewi Trisanawati kemudian dimakamkan dan dari atas makam tumbuh berbagai jenis tanaman. Setelah beberapa bulan kemudian tanaman yang tumbuh di atas jasad Dewi Trisnawati dipanen dan hasilnya diserahkan kepada Bhatara Guru. Bhatara Guru memerintahkan kepada Bhatara Narada untuk memberikan hasil tanaman kepada raja Medang Kamulan untuk ditanam di Marcapada. Raja Medang Kamulan bernama Srimapungung menanam biji terebut di ladang Medang Kamulan. Setelah sekian bulan tanaman sudah siap dipanen tibalah penyusup dari pulau Anjuk yang ingin mencicipi hasil tanaman yang ditanam di ladang Medang Kamulan. Mengetahui hal tersebut prabu Srimapunggung mencoba membrantas, akan tetapi kalah. Prabu Srimapunggung meminta bantuan kepada Bhatara Narada, kemudian Bhatara Narada mencari jago ke Rara Dadapan. Bhatara Narada meminta kepada Prabu Putut Jantaka bahwa anaknya yang bernama Condromowo dan Blangmenyunyang untuk mengalahkan penyusup yang membuat ontan-ontran di Medang Kamulan. Condromowo dan

170 154 Blangmenyunyang berhasil mengalahkan penyusup dan panen raya dilakukan. Setelah panen raya Prabu Srimapunggung mengadakan pesta bersama seluruh masyarakatnya. Peneliti : Mengapa selalu lakon Baritan.? Narasumber: lakon Baritan adalah lakon ruat bumi, dengan lakon tersebut masyarakat desa Kedungwringin berharap hasil panen melimpah dan dijauhkan dari malapetaka. Peneliti : Perlengkapan apa saja yang ada dalam prosesi tradisi Baritan.? Narasumber:Perlengkapan dalam tradisi Baritan sangat banyak, sehingga membutuhkan dana yang cukup besar untuk membeli ubarampe. Ubarampe yang harus ada diantaranya: wedhang jembawuk, kopi pahit, teh, bening, arang-arang kambang, sumping, kelapa, singkong bakar, bakmi kering, kemenyan, kinangan, rokok kreni, rakan, kembang telon bayem, gula batu, pisang raja, godhong dadap srep, andong, beringin, ampel gading, tebu. Selain itu ada juga apem, tumpeng rasul / tumpeng kuat, ingkung, tompo, penggel, bubur merah dan putih. Peneliti : Apa makna simbolik dari ubaramape atau perlengkapan tersebut.? Narasumber: Setiap ubarampe memiliki makna simbolik tersendiri, seperti beraneka jenis wedhang memiliki makna bahwa dalam suatu kehidupan tidak hanya selalu berada dalam suatu posisi, ibarat roda itu berputar. Rasa wedhang melambangkan suatu kehidupan bahwa dalam menjalani kehidupan manusia menemui beraneka macam situasi dan kondisi. Sisir, jarum, benang, parem gadung dan cermin melambangkan bahwa alat tersebut digumakan oleh Dewi Sri untuk selalu cantik, dengan keadaan selalu cantik diahrapkan tanam tuwuh desa Kedungwringin mendapatkan hasil yang melimpah. Peneliti : Tumpeng rasul atau tumpeng kuat.? Narasumber: tumpeng berarti menggambarkan kehidupan manusia agar selalu lurus. Tumpeng rasul memiliki makna bahwa kehidupan manusia harus lurus mengikuti ajaran rasululah.

171 155 Peneliti : Ingkung.? Narasumber: Ingkung biasanya sebagai pelengkap tumpeng rasul hal ini mempunyai arti bahwa kita sebagai umat pengikut rasul harus menjalankan apa yang dilakukan rasululah. Peneliti : Kinangan.? Narasumber: Kinangan adalah sebagai lambang bahwa manusia itu tidak bisa hidup sendiri, artinya manusia membutuhkan bantuan dari berbagai pihak dalam mencapai kesuksesan. Peneliti : Kemenyan.? Narasumber: Kemenyan itu bukan ditunjukan pemujaan kepada setan, kemenyan itu sebagai pertanda dimulainya acara, kemebul dalam arti agar citacitanya terkabul. Peneliti : Pisang raja? Narasumber: Pisang memiliki makna sebagai simbol permohonan doa menjadi seseorang yang berwatak jujur, berbudi luhur dan memepati janji. Selain itu pisan juga sebagai gambaran etika kehidupan, agar masyarakat desa Kedungwringin mempunyai watak seperti pohon pisang yang bisa hidup dimana saja dan semua bagian dari pohon pisang berguna. Peneliti : Sumping? Narasumber: Sumping adalah sebagai lambang keseimbangan, bahwa manusia dalam hidupnya harus seimbang. Peneliti : Jajan pasar Narasumber: Jajan pasar adalah beraneka macam makanan yang ada di pasar ini melambang dari pergaulan dan kemakmuran. Artinya dalam pasar terdapat aneka buah-buahan, sayuran, mainan anak, perabotan dan lain-lainya. Peneliti : Sedangkan aneka godhong atau daun itu maknanya apa? Narasumber: Godhong atau daun beringin itu bermakna keinginan, godhong andong mempunyai makna mendoakan, godhong dapap srep itu sebagai obat. Sedangkan aneka macam pala pendem itu berarti

172 156 bahwa manusia harus mempunyai rasa andap asor atau rendah hati dan tidak boleh sombong. Peneliti : Cengkir gadhing? Narasumber : Cengkir adalah kelapa muda ini melambangkan pemuda, sedangkan air manis rasanya menggambarkan semangat yang tinggi, walaupun isinya masih tipis menggambarkan pemuda mempunyai pengalaman yang masih tipis tapi dengan semangat yang tinggi diharap dapat berguna dimasa depan. Peneliti : Kembang telon bayem? Narasumber: Kembang telon itu terdiri dari tiga macam, mawar, kanthil dan bayem. Kembang mawar melambangkan keinginan masyarakat desa yang bermacam-macam. Kembang kantil melambangkan keinganan yang selalu tertanam dalam hati dan bayem mempunyai makna ayem atau tenang.

173 157 Catatan Lapangan 4 Narasumber : Sagino Tempat : di rumah bapak Sagino Waktu : 16 September 2013 pukul Peneliti : Sugeng sonten Narasumber : Sugeng sonten ugi Peneliti : Pak badhe tanglet, tradisi Baritan niku napa nggih? Narasumber : Tradisi Baritan inggih punika ritual sedhekah bumi ingkang dipunlaksanakaken denging masyarakat desa Kedungwringin ingkang nggadehi profesi tani. Peneliti : Sinten mawon ingkang nyengkuyung tradisi Baritan? Narasumber : Ingkang nyengkuyung tradisi Baritan inggih punika para petani, ananging ngengeti makna tradisi Baritan punika mboten anamung kangge masalah pertanian masyarakat desa Kedungwringin ingkang mboten tani sami nyengkuyung amargi Baritan punika sedekah bumi. Napa kemawon sedaya sumberipun saking bumi. Peneliti : Napa fungsi tradisi Baritan? Narasumber : Fungsi tradisi Baritan inggih punika tanda raos syukur petani dumateng ngarsanipun Allah swt ingkang sampun maringi rejeki. Rejeki punika awujud asil panen ingkang katah. Kangge imbangan rejki ingkang sampun dipunparingaken deneng Allah swt para petani ngawontenaken tasyakuran awujud Baritan. Peneliti : Napa makna tradisi Baritan? Narasumber : Tradisi Baritan nggadehi pinten-pinten makna salah satunggiling makna ingih punika makna budaya, wontenipun tradisi Baritan menika salah satunggiling wujud pasrah awak atawi penekatan diri wonten ngarsanipun Allah swt ingkang sampun maringi pinten-pinten kenikmatan. Tradisi Baritan menika lambang keikhlasan, ketulusan masyarakat desa Kedungwringin kanti ngawontenaken sedekah ingkang mawarni-warni. Tradisi Baritan

174 158 nggadahi makna sosial, makna sosial punika katingal saking gotong royong masyarakat ndamel tarub. Pertunjukan wayang menika nggadahi makna hiburan, budi pekerti ingkang sae kangge tuladha pagesangan. Peneliti : kenging napa tradisi Baritan dipunwontenaken dinten Jumat? Narasumber: Amargi menika sampun turun-temurun saking leluhur, kirang langkung amargi dinten Jumat punika dinten ingkang sae tumrapipun tiang muslim. Peneliti : Kenging menapa tradisi Baritan ngangge pagelaran wayang? Narasumber: Amargi wayang punika nggadahi petuah utawi nilai-nilai luhur ingkang sae. Wayang punika nggambaraken watak pagesangan manungsa sapa kang nandur kabecikan bakale mukti. Peneliti : Kenging napa lakon wayang menika lakon Baritan, mboten ngangge lakon sanesipun? Narasumber: Amargi lakon Baritan punika salah satungggaling ruat bumi, ruat bumi menika sifatipun sakral, mboten sedaya dalang saget anindakaken lakon rutat. Peneliti : Ubarampe napa kemawon ingkang wonten tradisi Baritan? Narasumber: Ubarampe utawi sesaji tradisi Baritan punika radi katah. Sesaji punika mboten dipun persembahaken dumateng setan, ananging arupi simbol kangge ngejawentah utawi ekspresi pemahaman ingkang langkung linuwih dumateng ngarsanipun Yang Maha Kuasa. Ubarampe ingkang woten tradisi Baritan inggih punika Tumpeng kuat utawi tumpeng rasul maknanipun kangge pangormatan, ngintu do a dumateng arwah para rasul, sahabat,lan keluarganipun. Ingkung menika simbol panyuwunan ampunan dumateng sedaya penduduk desa mugi-mugi katebihaken saking kir sambikala. Salajengipun jajanan pasar mengku teges lambang saking sesrawungan lan kamakmuran. Wonten lebet jajanan pasar ingkang sering wonten arto atusan, atusan punika kadadosan saking tembung

175 159 sat (asat) lan tus (resik). Arto satusan punika ateges simbol bilih manungsa punika sampun bersih saking dosa. Peneliti : Menawi kacang panjang? Narasumber : Kacang panjang punika lambang supados manungsa nggadahi nalar ingkang mulur ampun mulur mungkrete nalar pating saluwir satemah saget nggadepi kahanan kanti kesadaran lan bijaksana. Menawi pala pendem lan asil tanam tuwuh ingkang dipun gantung sakiwo tengening panggung punika nggadahi makna bilih kita sadaya nyuwun utawi memohon dumateng ngarsanipun Allah swt ingkang nyiptakaken langit kalawan bumi, supados rizki ingkang tasih gumantung wonten ing langit utawi ingkang tasih kapendem wonten ing bumi kedah dipun paringaken utawi dipun edalaken, amargi Allah punika maha Kaya. Peneliti : Pring gading maknanipun menapa? Narasumber: Pring gading menika pring kuning ingkang lurus, ndadosaken pralambang bilih nanungsa kedah nggadahi tujuan ingkang lurus utawi tulus ikhlas semata-mata anamung kangge kabacikan. Kuning punika pralambang kamulyan kangge nglaksanakaken kasaean wonten ngarsanipun Allah.

176 160 Catatan Lapangan 5 Narasumber : Budi Sudarsono Tempat : di rumah bapak Budi Sudarsono Waktu : 15 November 2013 pukul Peneliti : Asalamualaikum... Narasumber: Wa alaikumsalam... Peneliti : Sugeng sonten Narasumber : Sugeng sonten Peneliti : Ngapunten pak badhe nyuwun pitados tradisi Baritan niku napa nggih..? Narasumber : Tradisi baritan inggih punika salah satunggiling tradisi ingkang tasih wonten ing desa Kedungwringin, tradisi baritan punika tradisi slamatan sedhekah bumi ingkang dipun laksanakaken wonten ing bulan syuro. Peneliti : Prosesi tradisi Baritan niku kepripun...?? Narasumber: Prosesi tradisi Baritan ingkang sampun-sampun, saderengeipun ngancik wulan syura, lembaga pemerintahan desa ngawontenaken rapat, ingkang isinipun mbahas wekdal, iuran, papan lan panggenan. Sasampunipun dipun tentokaken papan lan panggenan, tigang dinten saderengipun prosesi, salah satunggiling sesepuh kajibah ziarah wonten ing makam leluhur. Sadinten saderenge prosesi masyarakat desa Kedungwringin gotong royong wonten ingkang damel tarub, panggung lan nata gamelan. Sontenipun bapak kaum kajibah motong mendho kangge acara prosesi tradisi

177 161 baritan. Salajengipun endas dipun kubur wonten ing prapatan margi. Ingkang sampun-sampun prosesi Baritan dipunlaksanaken dinten Jum at, kawiwitan kirang langkung jam enjang. Saderengipun kawiwitan pak dhalang maos kidungan, sasampunipun dipunlajengaken pamentasan ringgit wacucal. Masyarakat desa Kedungwringin sami rawuh, piyantun putri sami mbetha penggel satunggal-satunggal. Kirang langkung jam pagelaran ringgit wacucal istirahat kangge ngormati sholat Jum at, jam 1 tradisi baritan dipun lajengaken malih, dipun wiwiti sambutan saking panitia, kepala desa lan bendahara. Sasampunipun sambutan, acara salajengipun inggih punika kenduri utawi makan bersama. Kenduri dipun wiwiti pembagian penggel dumateng warga masyarakat desa Kedungwringin ingkang sami rawuh. Salajengipun penggel dipun bagi, bapak kaum kajibah mimpin do a. Pagelaran ringgit wacucal dipun lajengaken malih sasampunipun keduri, dumugi paripurna. Sasampunipun paripurna pagelaran ringgit wacucal, ki dalang maos semburan. Adicara semburan sampun kalaksanakaken warga masyarakat saling berebut hasil bumi ingkang dipungantung wonten ing sakelilingipun panggung. Peneliti : Sinten mawon ingkang nyengkuyung wontenipun tradisi Baritan.?

178 162 Narasumber : Tradisi baritan niku dipun sengkuyung deneng sedaya warga masyarakat desa Kedungwringin, mboten mbedakaken drajat lan pangkat. Peneliti : Kenging napa pak dipun wontenaken tradisi baritan.? Narasumber: Diupun wontenaken tradisi baritan amargi sampun adat utawi kebiasaan warga masyarakat desa kedungwringin awit rumiyin. Peneliti : Kenging menapa tradisi baritan tasih dipun wontenaken dumugi saniki.? Narasumber : Amargi tradisi Baritan punika salah satunggiling tradisi ingkang penting menggah warga masyarakat desa Kedungwringin, pramila wajib dipun uri-uri. Peneliti : Menapa makna tradisi baritan.? Narasumber : Tradisi Baritan menika nggadehi pinten-pinten makna, pertama makna sosial, makna sosial ingkang wonten ing tradisi baritan inggih punika tradisi baritan saged ningkataken raos silaturahmi antar warga masyarakat, ngraketaken pasederekan lan gotong royong. Aspek ekonomi saged ningkataken kesejahteraan pedagang desa Kedungwringin. Aspek budaya masyarakat desa Kedungwringin nyambut kanthi bingahing panggalih, wujudaken raos syukur dumateng allah swt kanthi tasyakuran, ziarah lan sanessanesipun. Aspek politik, tradisi baritan iku saget kangge sosialisasi tokoh politik utawi pemerintah desa kedungwringin dumateng warga masyarakat.

179 163 Peneliti : Napa fungsi tradisi Baritan.? Narasumber: Fungsi tradisi Baritan menika kangge warga masyarakat desa Kedungwringin menika sebagai wujud raos syukur dumatheng Allah swt, ingkang sampun paring pinten-pinten kanikamtan terutami asil bumi ingkang kathah lan kaslamatan warga masyarakat. Peneliti : Kenging menapa tradisi Baritan dipunlaksanakaken dinten Jum at.? Narasumber : Amargi dinten Jum at punika dinten paling sae menggah umat agami Islam. Peneliti : Kenging menapa tradisi Baritan kedah ngangge pagelaran wayang..? Narasumber: Amargi pagelaran ringgit wacucal punika salah satunggiling Ubarampe utawi sesaji ingkang kedah wonten. Peneliti : Kenging menapa lakon wayang menika kedah lakon Baritan.? Narasumber: Amargi lakon baritan punika lakon sesaji ruat bumi ingkang sifatipun sakral, dados mboten saget dipun gantos. Peneliti : Napa mawon perlengkapan utawi buorampe tradisi Baritan.? Narasumber: Rakan, Petet, Cermin, Dom, Bolah, Rokok Krenik, Parem Gadung, Menyan Putih,, Kinangan, Pisang Raja, Kopi Pahit, Kopi Manis, Teh Pahit, Teh Manis, Jembawuk, Arang-Arang Kembang, Jajan Pasar, Sumping sepasang, Cengkir Krambil Gading, Godong Dadap Srep, Tiris, Godhong Andong, Wringin, Tebu wulung, Pari, Jagung, Tompo, Ingkung, Tumpeng Rasul, Pala Pendem, apem, Kacang Panjang, Jenang Abang, Jenang Putih, Bayem, Telur, Lombok Abang.

180 164 Catatan Lapangan 6 Narasumber : Budiharjo Tempat : di rumah bapak Budiharjo Waktu : 12 November 2013 pukul Peneliti : Apa makna sesaji kepala kambing? Narasumber : Nek potongan wedus kuwe ana jawabane, jawabane kuwe maring pertanian siji, loro maring keselametane warga Kedungwringin diantara kedua belah pihak, keselamatan desa aja nganti ana apaapa karo tanem tuwuh. Tanem tuwuh yakuwe diantara pertanian, keselamatan desa kuwe desa aja nganti kena bencana apa-apa, tanem tuwuh yasing pada selamet, semoga bisa panen. Motong wedus kuwe ana jawabane cung kalacung tikus janada sira balika meng tanah sabrang ratu gustimu agi pesta, nek ora percaya tiliki nang prapatan darah lan ndase nang kana. Kejaba kuwe terutama enyong diuripna nang alam dunya kan percaya karo sing sing nang duwur yakuwe sing kuwasa siji, lorone nyong bisa kepriwe bae kankarenakanjeng nabi Muhammad. Slametan kuwe kejaba njaluk ngapura maring sing kuasa kelorone aku ndongakna kanjeng nabi Muhammad lan sahabate. Ora ana acara lia-lia, slametan kuwe seka kaki ninine turun-temurun. Peneliti : Makna kenenyan? Narasumber: Masalah ngobong menyan nang kene bukane aku percaya maring eyang mbah sing tek dipundi, enyong ngobong menyan kuwe karena ujare kakine aku mbiyen menyan kuwe kebayan, kebayan kuwe diprentah aku ndonga dongakna arwah men pada slamet, lah aku nyuwun maring sing kuasa, maring sing kuasa njaluk keuargaku pada slamet. Sing kon ngujudna kuwe menyan dibakar kan kukuse cepet tekan Peneliti : Lakon Baritan kuwe kepriwe?

181 165 Narasumber : Lakon Barit, lakon Barit terutama dijukut saka awang uwung bumi urung ana wiji kuwe guru prentah nyebar wiji isineng jagad, ngantik guru nyebar wiji. Akhire angger ruat bumi lakone kudu tentang masalah pertanian, desa kuwe ora kena nyimpang maring pemerintahan utawa digawe ana dagelan kuwe ora kena, sebabe sajen. Ana semar gareng petruk sebab kuwe dadi dewa wangkang dewa wangkeng lah semar kuwe nggo dasar mergane gunung mahameru bisa dipindah saka kulon meng ngetan. Ruat bumi kuwe ora karepe saka wong sing keri, kuwe turunan sekang nenek moyang. Sesajine kuwe tergntung tiap desa masing-masing, ana sing cukup motong kebo tok, sing akeh wayangan karo tayub. Masalah slametane ya kuwe sing dibekteni kaya kuwe tok, siji njaluk ngampura maring gusti Allah ben slamet kabeh, ngirim ndongakna meng kanjeng nabi Muhammad lan sahabate karo ngirim donga meng sing babad pertama desa Kedungwringin. Peneliti : Nang ngapa kudu ngganggo pertunjukan wayang? Narasumber: Tekane maring lurah pertama, lurah pertama desa Kedungwringin kuwe asale seka solo, kakang adi jenenge Nursiah karo Nurajah, Nursiah dadi lurah nang Kedungwringin, Nurajah dadi lurah nang Penusupan. Peneliti : Nang ngapa deneng dina Jumat terus, alesane apa? Narasumber: Nek dina Jum at kuwe dina sing diistimewakna bagi pitung dina, dina pitu kang rangkepe lima, sebabe apa lima ko bisa ganep, lima ko bisa nggnepi pitu. Bisane dina pitu lima ganep kuwe antara Ahad, Senen, Selasa,Rabau, Kamis, Jum at, Sabtu digenepi Manis, Paing, Pon, Wage, Kliwon. Bisane Barite dina Jumat kuwe sing gawe dina kuwe dina Jum at kuwe diistimewakan, dina Jum at kuwe jodone wong sapasar, terus dina bagi agama islam dina sing istimewa, dina pitu kanggone sing Jum atan kan mung dina Jum at. Peneliti : Tradisi Baritan kuwe maknane apa?

182 166 Narasumber: Karena ngipuk-ngipuk tanah adat saka nenek moyang, maknane jaluk slamete kabeh wargane satanam tuwueh sing bisa slamet aja nganti ana apa-apa. Peneliti : Uborampene? Narasumber : Uborampene sing gede, sebab kabeh mau ana sranan, akeh sesaji sing perlu dienggo kejaba sesaji nang wayang kulit, apa padane enyong tes ziaroh meng endi bae. Sesaji kuwe kanggo ngormati, ngormati tes ziaroh, ora karena aku aweh saesji aku mundi kuwe ora, sahrene aku kirim donga tanda maturnuwun marang gusti kang maha kuasa men dinei slamet kabean apik sing esih nang alam dunya lan sing nang alam akherat.

183 167 Catatan Lapangan 7 Narasumber : Sujono Tempat : Rumah Pak Sujono Waktu : 13 November 2013 pukul Peneliti : Sugeng Ndalu pak? Narasumber : Sugeng Ndalu Peneliti : Saweg nopo pak? Penliti : Nonton TV mawon Peneliti : Nuwun sewu pak, niki kula badhe nyuwun pitados menggah babagan tradisi Baritan. Kala wingi kan sampun tanglet sakedik babagan Baritan. Narasumber : Mangga bade tanglet napa malih, mangke kula jawab sasaget kula. Peneliti : Menurut pamanggih panjenengan, tradisi Baritan niku napa? Narasumber : Tradisi Baritan ingkang wonten desa Kedungwringin menika salah satunggiling tuladha tradisi ingkang tasih dipun lestarikaken menggah masyarakat desa Kedungwringin. Tradisi Baritan menika sedekah bumi ingkang dipun pengeti saben sasi Syura. Peneliti : kenging napa sasi Syura, sanes sasi-sasi lintunipun? Narasumber : Sasi Syura punika ibarat dinten niku dinten Jum at, dinten ingkang minulya. Sasi Syura menggah tiang Jawi punika sasi ingkang Agung, amargi kaagunganipun masyarakat mboten enten ingkang wantun gadah damel utawi mantu. Menggah saking menika masyarakat desa Kedungwringin ngawontenaken barang damel utawi hajatan desa ingkang kasebat Baritan. Peneliti : Prosesi tradisi Baritan dipun wiwiti kanti ziarah kubur dumateng makam-makam eyang mbah utawi leluhur ingkang sampun mbikak desa Kedungwringin, pemimpin-pemimpin ingkang sampun sumareh. Sadinten saderenge tradisi Baritan dipunlaksanakaken, masyarakat ingkang caket kalih panggenan tradisi Baritan sami nyengkuyung damel tarub, ngusung gamelan, motong mendo,

184 168 ingkang ibu-ibu sami masak. Dinten Jum at kirang langkung jam sesepuh pasang sesaji lan mbakar kemenyan pratanda tradisi Baritan sampun kawiwitan. Kemenyan punika kangge pratanda bilih dipun wiwiti adicara, salajengipun kula maos kidungan, kidungan punika kangge nolak bilahi utawi bencana. Mugi-mugi kanti kidungan desa Kedungwringin ing taun punika saged lir saking sambikala. Para warga sami rawuh, piyantun putri sami mbeta penggel mangke dipun serahaken dumateng panitia. Penggel punika dipun paringi iwak menda ingkang dipun masak panitia. Penggel punika dipun bagi dumateng warga malih sasampunipun adicara sambutan. Adicara sambutan kirang langkung jam 1 sabibaripun sholat Jum at. Sasampunipun tasyakuran sesarengan pagelaran saget dipun lajengaken malih. Pagelaran wayang bibar kirang langkung jam 5, kalajengaken semburan. Semburan punika sahrehne kula sampun rampung nglampahaken ruat bumi, mugi-mugi desa Kedungwringin dipun tebihaken saking pageblug, lelara, bilahi lan sanes-sanesipun. Sasampunipun semburan warga masyarakat sami rebutan asil tanam tuwuh ingkang dipun gantung sakiwa tengenipun. Tanam tuwuh punka menawi dipun tanem asilipun ampun dipun dahar ngantos 7 taneman, menika saget nadosaken asil ingkang katah. Banyu kembang ingkang wonten pane lemah punika saged kangge obat menawi sawedal-wedal wonten kaluarga ingkang nandang sumeng. Peneliti : Sinten mawon ingkang nyengkuyung wontenipun tradisi Baritan? Narasumber :Ingkang nyengkuyung menika sedaya warga masyarakat. Tanpi pambiyantu saking sedaya pihak tradisi Baritan mboten saget kalaksanan. Saking iguh pertikelipun perangkat desa, saking kesadaranipun masyarakat inggih punika iuran dana, tenaga, lan partisipasinipun. Peneliti : Napa makna saking tradisi Baritan?

185 169 Narasumber : tradisi Baritan nggadahi makna, saking tradisi punika gotong royong, solederitas saget dipun tingkataken. Wontenipun tradisi Baritan saget kangge ngraketaken tali silaturahmi, wujudaken kaikhlasan kanti damel sedekahan. Peneliti : Napa fungsinipun tradisi Baritan? Narasumber : Tradisi Baritan nggadehi fungsi kangge ngaturaken sesaji dumateng ingkang mbaureksa desa Kedungwringin, tujuanipun supados dipun paringi kelsamatan, keselarasan lir ing sambikala. Peneliti : kenging napa tradisi Baritan dipun pengeti dinten Jum at? Narasumber : Kados ingkang sampun kula aturaken wau, dinten Jum at punika dinten ingkang minulya kados sasi Syura. Peneliti : Kenging napa tradisi Baritan kedah ngagem wayang? Narasumber : Amargi tradisi Baritan punika ruat bumi, ruat bumi wonten desa Kedungwringin punika ngagem wayang kulit awit rumiyin mbahmbah kawula. Peneliti : Isi wayang tradisi Baritan niku napa? Narasumber : Menika wonten ingkang sampun kula serat teng buku, Peneliti : Mneapa angsal kula ngampil badhe kula foto Copy? Narasumber : Saderenge ngapunten mas, lakon Barit punika kula mboten ngertos sinten ingkang ngripta, sinten ingkang nganggit, kula anamung nerasaken saking mbah-mbah kula ingkang sampun nglampahaken lakon Barit. Lakon Barit punika kula serat, susunanipun onten ingkang kula angsal saking wisikan gaib, sahingga dados ingkang mekaten. Buku punika saget dipun gandakaken menawi menjang kula sampun mboten kiat nglampahahaken, utawi sampun angsal amandat saking kula. Pramila mbenjang mriksani kemawon, pripun lampahannipun, utawi teken tiang sanes, amargi wonten rahasia ingkang tiang sanes mboten pareng mangerti.

186 170 Catatan Lapangan 8 Narasumber : Suwarjo Tempat : Pelaksanaan upacara tradisi Baritan Waktu : 22 November 2013 pukul Peneliti : Apa yang anda ketahui tentang tradisi Baritan? Narasumber : Tradisi Baritan yaitu sudah kita alami sejak dulu, nenek moyang mengadakan suatu Baritan atau sedhekah bumi yang intinya setiap bulan Syura diadakan selamatan. Peneliti : Bagaimana prosesi tradisi Baritan? Narasumber: Tradisi Baritan yaitu berdasasrkan iuran, iuran tiap-tiap kepala keluarga sebesar , untuk biaya pada waktu hari pelaksanaan. Karena di desa Kedungwringin terdiri dari separo ndesa (sebagian desa), yaitu terdiri dari 10 RT, uang tersebut dikumpulkan mendapatkan ,- digunakan untuk biaya Suran, utuk memebeli kambing, soalnya kambing itu disembeli atau dipotong dan kepalanya dipendam di mrapatan jalan (perempatan jalan). Setelah itu, masalah Baritan warga masyarakatnya nyengkuyung gotongroyongnya, tidak dibeda-bedakan antara pamong atau masyarakat, lalau diadakan pembuatan tarub, setelah membuat tarub lalu ditentukan harinya. Biasanya yang dipakai pada hari Jum at, karena hari Jum at dianggap hari yang paling baik bagi umat agama Islam. Selanjutnya uang itu untuk memberi kambing lainnya untuk memebeli ubarampe, yang tujuannya untuk membuat selamatan.

187 171 Setelah gapura sudah jadi dan ditentukan hari Jum at lalu diadakan wayangan, karena di kedungwringin terdiri dari dua, yaitu sebelah timur atau kadus satu dan dua slamatannya wayang dan sebelah barat atau kadus tiga dan empat adalah tayuban, tapi intinya sama menyelamati sedekah bumi. Setelah harinya sudah telaksana hari jum at, kira-kira jam 10 dimulai pertunukan wayang, setelah jam 12 wayangnya berhenti untuk menlaksanakan sholat jum at. Setelah sholat Jum at diadakan musyawarah atau upacara, yang pertama pembukaan, yang kedua adalah sambutan-sambutan yaitu terutama dari ketua panitia sebagai tuan rumah, sambutan keduanya adalah sambutan pertanggung jawaban atas iuran-iuran itu dan sambutan yang ketiga adalah sambutan dari kepala desa. Setelah itu selsai diadakan kenduri, kenduri yaitu semua warga, pada waktu kemarin selamatannya dikumpulkan mendapat 250 tompo, itu adalah orangorang dari rumah menbawa tompo beserta uborampenya, dan kemudian di beri daging kambing, lalu diadakan do a oleh pak Kaum (kaur kesra). Setelah selsai, pertunjukan wanyang dilanjutkan kembali sampai sekitar jam Setelah selasi, tadinya kan sudah dipasang tanam tuwuh, bermacam-macam ada padi, jagung, salak, lombok dan lain-lain, warga masyarakat khususnya di desa Kedungwringin beramai-ramai berebutan bibit yang telah dipajang, tujuannya bibit ditanam itu mendapat keberkahan dari Allah swt. Peneliti : Siapa saja yang terlibat dalam prosesi tradisi Baritan?

188 172 Narasumber: Yang terlibat dalam tradisi Baritan adalah semua warga, tidak pandang orang kaya, orang miskin, pangkat, derajat, pokoknya semua warga nyengkuyung (bergotong- royong, membatu) untuk mengadakan Baritan itu. Peneliti : Mengapa diadakan tradisi Barian? Narasumber: Diadakan tradisi Baritan karena itu sudah sejak nenek moyang kita turun-temurun itu diadakan tradisi Baritan yaitu pokoknya tradisional, kalau tradisi-tradisi yang ada di desa Kedungwringin perlu dilestarikan karena tinggalan dari nenek moyang kita. Peneliti : Mengapa tradisi Baritan masih berjalan sampai saat ini? Narasumber: Karena masyarakat masih percaya bahwa tradisi jika ditinggalkan akan mendapatkan musibah. Peneliti : Apa Makna tradisi Baritan? Narasumber: Makna tradisi Baritan karena manusia merasa hinggap atau berdomisili di bumi, rumahnya diatas bumi, orangngya juga diatas bumi, lalu hasilnya juga dari bumi, untuk menanam segala-galanya itu dari bumi, air pun dari bumi. Lalu lagi tanahnya diinjak-injak oleh manusia dan diberi kotoran, kotoran manusia, sehingga kepercyaan nenek moyang kita samapi turun-temurun istilahnya meminta selamat kepada Tuhan Yang Maha Esa yang membuat bumi beserta isinya. Peneliti : Bagamana reaksi masyarakat terhadap prosesi tradisi Baritan?

189 173 Narasumber: Reaksi dari masyarakat desa Kedungwringin dengan lapang dada, gembira karena kepercayaannya masih kukuh (kuat) terhadap petunjuk-petunjuk dari nenek moyang kita dulu. Peneliti : Apa fungsi tradisi Baritan? Narasumber: Fungsi tradisi Baritan warga masyarakat desa Kedungwringin khususnya diberi keselamatan di dunia dan akheratnya nanti. Peneliti : Kenapa tradisi Baritan selalu diadakan hari jum at? Narasumber : karena hari Jumat itu hari yang paling baik diantara hari lainnya. Peneliti : Mengapa harus pertunjukan wayang? Narasumber: Karena padawaktu pemerintahan Belanda kecamatannya dulu berada di desa Kedungwringin, Kedungwringin itu dibagi dua yaitu desa Kedungwringin dan desa Penusupan, akan tetapi sebelum kemerdekaan kecamatan di pindah di Sempor, jadi tidak wajar kalau satu desa dibagi menjadi dua, lalu diadakan penggabungan satu desa Kedungwringin. Tetapi selamatan tradisional waktu masih dibagi dua sebelah timur selamatannya wayangan dan sebelah barat itu tayuban. Peneliti : Mengapa lakonnya harus lakon Barit? Narasumber: Karena masyarakat pada umumnya dan pada khususnya di desa Kedungwrinin beranggapan bahwa mereka hidup itu di atas bumi, bumi itu untuk membuat rumah, bercocok tanam, lalu diinjak-injak, di beri kotoran, sehingga perlu diselamati, sebagai bentuk ucapan minta ma af kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah

190 174 menciptakan bumi beserta isinya. Lakon itu harus Baritan karena sebagai sesaji ruat bumi yaitu untuk meminta keselamatan warganya, tanam tuwuh (pertanian) dan keselamatan desa Kedungwringin semoga tidak ada apa-apa. Peneliti : Bagaimana isi lakon cerita Baritan? Narasumber:Pertama jejer Khayangan, Bhatara Guru sebagai ratunya, mengumpulkan para dewa, Bhatara Narada, Bhatara Yamadipati, Bhatara Bayu dan Bhatara Brahma ini dikumpulkan yang dimkasud jagad atau bumi masih awang-uwung artinya belum ada tanaman apa-apa, karena Bhatara Guru itu baru menghadap kepada Shang Hyang Wengang, oleh Shang Hyang Wenang supaya Bhatara Guru menyebar isi wijining jagad, karena bumi belum ada tanaman apapun juga. Akan tetapi jagad masih condong kebarat, akhirnya Bhatara Guru memerintah kepada Bhatara Narada untuk memindahkan gunung Jamur Dipa di pindah ke arah timur. Ceritanya gunung itu digotong, gotongannya dewa, talinya dewa, yang menggotong juga dewa, gunung mau digotong tidak bisa sebelum dijawab oleh Bhatara Narada. Setelah dijawab setan-setannya juga ikut membantu menggotong. Dalam perjalanan gunung jatuh menjadi gunung Salak, jatuh lagi oleh Bhatara Narada ditanya, apakah yang menggotong selamat, maka gunung itu diberi nama gunung Selamat. Kemudian jatuh lagi hingga yang terakhir jatuh di Semeru tidak bisa di angkat lgi, setelah diperiksa oleh Bhatara Narada ternyata masih ada dewa yang belum ikut

191 175 menggotong yaitu Empu Puramadi, akan tetapi sudah mempunyai tugas yaitu untuk membuat Nenggala. Akan tetapi dirasa oleh bumi masih condong akan tetapi sedikit, kemudian Bhatara Narada kembali ke Khayangan oleh Bhatara Guru dirasa sudah cukup. Setelah tiba di Khayangan datang lagi dari penguasa gunung Jamur Dipa bernama Prabu Naga Dampalan dan Nirbito, yang intinya mereka tidak terima karena gunung Jamur Dipa dipindah, sehingga Bhatara Guru akan dimakan. Pandainya Bhatara Guru, dia mau menunjukan dimana Bhhatara Guru, akan tetapi Bhatara Guru jalannya seperti kilat, sehingga Bhatara Guru minta untuk digendong. Bhatara Guru agar tidak lepas maka Naga Dampalan dikendaleni (diikat), Bhatara Guru sambil menyebarkan wiji isining jagad, dari masrip timur, utara, barat, selatan kemudian kembali lagi ke tengahtengah. Di tengah-tengah jagad Baru Bhatara Guru bilang kalau Bhatara Guru ya aku, Naga Dampalan marah sekali, karena berpegang kendali sangat kuat, berubahlah menjadi kuda. Kemudian tunduk dan dikancing agar tidak bisa bersuara, diberi tempat tinggal di pulau Sumba, oleh karena itu kuda dari Sumbawa Larinya cepat. Nirboto tidak terima hilangnya sang kaka, kemudian diikat dan berubah menjadi macan (harimau) selanjutnya dikancing dan diberi tempat di alas (hutan) Wager Gadung, dan diberi makan, apa bila setiap malam jum at kliwon ada orang liwat hutan itu tanpa bicara menjadi makanannya. Jejer Khayangan Ondar-Andir Bawana, menghadap Shang Hyang wenang bahwa wiji sarining jagad sudah disebar keseluruh penjuru.

192 176 Kemudian Bhatara Guru menerima hadiah, Turta Amerta dan Cupu Manik Astagina. Tirta Amarta memiliki khasiat bahwa air ini dimasukan kedalam Kawah Candradimuka maka airnya akan dingin, Sedangkan Cupu Manik Astagina Bhatara Guru dipesan tidak boleh ada yang tau. Karena Bhatara Narada Sebagai teman seperjuangan, artinya ada ratu ya ada bawahannya, Bhatara Narada memaksa ingin tahu, setelah tahu ingin memegang, belum samapi tangan Bhatara Narada Sudah terbang. Kemudian Bhatara Narada disuruh mencari barang yang mawa teja (berkilau) untuk diserahkannya. Jejer di Puser Bumi, Naga Gombang yang sedang mengeluh merasakan kantuk yang teramat sangat, hingga sering menguap, dalam menguapnya itu kemudian kejatuhan barang yang berkilau masuk ke dalam tenggorokan. Melihat kejadian itu Bhatara Narada bertanya kepada Naga Gombang apakah tahu dimana jatuhnya benda yang berkilau tadi. Naga gombang tidak mengetahui, kemudian Bhatara Narada mengunus keris untuk menakut-nakuti Naga Gombang, hingga Naga Gombang menangis dan air matanya menetes ke tanah berubahlah menjadi seorang putri. Kemudian anaknya diberi nama Dewi Trisnawati dan dibawa ke menghadap Bhatara Guru. Bhatara Narada menceritakan apa yang telah terjadi, dan menyerahkan seorang putri yang dibawanya. Kemudian Dewi Trisnawati dipanggil oleh Bhatara Guru suaranya laki-laki, kemudian dipanggil oleh Bhatara Narada bersuara Perempuan. Karena apa yang diadakan Bhatara Guru pasti terjadi maka berubahlah menadi anak kembar, yang putra diberi

193 177 nama Culmuka. Kemudian Dewi Trisnawati ditempatkan para dewi, dan Culmuka ditempatkan di tempat-tempat dewa. Akan tetapi keduanya tidak mau dipisah, Culmuka dibilang seperti hewan, maka berubahlah menjadi hewan dan ditempatkan di Gunung Wukir Mudakir. Sedangkan Dewi Trisnawati menangis terus, oleh yang mengasuhnya dibilang seperti mau mati, dewi Trisnawati kemudian mati. Bhatara Narada memerintah kepada dewa Wangkang dan Wangkeng untuk memakamkannya, di perjalanan karena merasa lelah, Wangkang dan Wangkeng alian (berpindah pundak), jasad Trisanawati kemudian jatuh, dewa Wangkeng beruah menjadi bambu tembelang, dan Wangkeng berubah menjadi Warak (Badak), talinya menjadi rotan. Jasad Dewi Trisnawati dirawat oleh Bhatara Narada, tidak lama kemudian Culmuka datang karena mencium bau Dewi trisnawati. Bhatara Narada marah karena Culmuka mencoba menggali makam Dewi Trisnawati, kemudian mengambil bambu dan dilepaskan mengenai leher Culmuka, kemudian kepalanya melayang keatas berubah menjadi Lintang Benalung dan tubuhnya jatuh di laut menjadi ikan laut. Setelah beberapa waktu tubuh Dewi Trisnawati tumbuh menjadi beberapa macam tanaman. Bhatara Guru dan Dewi Uma berubah menjadi burung Prit Putih yang tujuannya utuk memantau bagaimana kerja Bhatara Narada yang sedang menunggu jasad Dewi Trisnawati. Melihat tanaman padi yang mulai menguning Bhatara Guru dan Dewi Uma ingin mencicipi, nengetahui hal tersebut Bhatara Narada mencoba mengusirnya. Sepasang burung tersebut

194 178 hinggap di pohon aren, dan tertutupi (kelilingan) oleh buahnya, oleh karena itu buahnya diberi nama kolang-kaling, sebab untuk bersembunyi burung. Buahnya di potong keluar airnya rasanya manis (legi), maka diberi nama legen. Jejer Khayangan Suralaya Bhatara Guru dihadap oleh para dewa, kemudian datanglah Bhatara Narada, menceritakan apa yang telah terjadi dan membawa hasil tanaman yang tumbuh di jasad Dewi Tresnawati. Bhatara Narada memberikan air yang dibawanya, Bhatara Guru gedeg tidak mau, maka minuman itu diberi nama Badeg. Bhatara Guru memerintahkan kepada Narada supaya hasil tanaman yang tumbuh pada jasad Dewi Trisnawati untuk diberikan kepada titah mercapada (manusia) untuk ditanam. Jejer negara Medang Kamulyan, Prabu Srima Punggung diadap oleh putranya Sutra Yunan dan Smara Pinggan, datanglah Bhatara Narada membawa hasil tanama untuk diberikan dan ditanam di ladang Mendang Kamulyan. Setelah tanaman mulai menguning, datanglah putra-putra dari prabu Kala Gumarang dari negara Anjuk, yang ingin mencicipi tanaman di Medang Kamulyan. Prabu Srima Punggung kalah dan meminta bantuan kepada Bhatara Narada kemudian diberi cemeti penjalin tingal, untuk mengalahkan putra-putra dari Prabu Kala Gumarang. Yang berhasil ditundukan hanya tiga yaitu, Gerba Sengara, Lembu Sengara, Dewi Kurese sedangkan Cakutila dan Janada belum bisa ditundukan. Kemudian Bhatara Narada pergi mencari jago untuk mengalahkan Cakutila dan Janada.

195 179 Jejer Rara Dadapan, Prabu Putut Jantaka dihadap oleh kedua putranya bernama Condromeo dan Blang Menyunyang, datanglah Narada yang tujuannya meminta izin kepada Putut Jantaka meminta kedua anaknya untuk mengalahkan Cakutila dan Janada. Prabu Putut Jantaka memberi izin, akan tetapi Condromeo meminta imbalan apabila bisa membunuh Jandad, dia ingin tidur dan makannya bersama majikannya, sedangkan Blang Menyunyang cukup kalau tidur di bawahnya dan makannya nasi satu kepal bersama tulang. Blang Menyunyang dan Candramawa berhasil mengalahkan Cakutila dan Janada, akan tetapi tidak bisa bicara seperti manusia karena sudah menelan darah dari mereka. Mendengar kabar bahwa anak-anaknya hilang, Prabu Kala Gumarang balas dendam kepada Prabu Srima Punggung, dan Prabu Srima Punggung berhasil mengalahkannya. Setelah semua yang membuat keributan dapat dimusnahkan prabu Srima Punggung berpesta untuk merayakan kemenangannya.

196 180 Lampiran 12 PETA JAWA TENGAH

197 181 Lampiran 13 PETA KABUPATEN KEBUMEN

198 182 Lampiran 14 PETA KECAMATAN SEMPOR

199 183 Lampiran 15 PETA DESA KEDUNGWRINGIN

200 184 Lampiran 16 DOKUMENTASI Gambar : Prosesi Penanaman Kepala Kambing Gambar : Masyarakat Berogotong Royong Membersihkan Daging Kambing

201 185 Gambar : Pertunjukan Wayang Kulit Gambar: Tumpeng Rasul atau Tumpeng Kuat

202 186 Gambar : Sambutan Kepala Desa Gambar : Antusias Warga Masyarakat

203 187 Gambar : Nasi Ambeng Gambar : Ubarampe Sesaji Baritan

UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA ADAT SEDEKAH BUMI DI DESA KEDUNGWRINGIN KECAMATAN SEMPOR KABUPATEN KEBUMEN

UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA ADAT SEDEKAH BUMI DI DESA KEDUNGWRINGIN KECAMATAN SEMPOR KABUPATEN KEBUMEN UPAYA PELESTARIAN TRADISI BARITAN DALAM UPACARA ADAT SEDEKAH BUMI DI DESA KEDUNGWRINGIN KECAMATAN SEMPOR KABUPATEN KEBUMEN Oleh: Oki Setya Pambudi program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa mancunkz_4@yahoo.co.id

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT BIDANG KEBUDAYAAN

PELAKSANAAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT BIDANG KEBUDAYAAN PELAKSANAAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT BIDANG KEBUDAYAAN A. PENGANTAR Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) merupakan salah satu unsur dalam Tri Darma Perguruan Tinggi. Secara umum, PkM tidak hanya untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan saat-saat penting dalam kehidupan seseorang. Peristiwa-peristiwa penting

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan saat-saat penting dalam kehidupan seseorang. Peristiwa-peristiwa penting BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan manusia, kita mengenal adanya siklus hidup, mulai dari dalam kandungan hingga kepada kematian. Berbagai macam peristiwa yang dilalui merupakan saat-saat

Lebih terperinci

ARSITEKTUR VERNAKULAR INDONESIA

ARSITEKTUR VERNAKULAR INDONESIA Modul ke: 03 Primi Fakultas FTPD ARSITEKTUR VERNAKULAR INDONESIA Vernakular dalam Arsitektur Tradisional Artiningrum Program Studi Teknik Arsitektur Tradisi berasal dari bahasa Latin: traditio, yang berarti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan peradaban manusia tidak pernah terlepas dari apa yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan peradaban manusia tidak pernah terlepas dari apa yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan peradaban manusia tidak pernah terlepas dari apa yang disebut karya sastra. Karya sastra merupakan hasil ide atau pemikiran dari anggota masyarakat yang

Lebih terperinci

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO Oleh: Wahyu Duhito Sari program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa Wahyu_duhito@yahoo.com

Lebih terperinci

Tradisi Menguras Sumur Di Pemandian Air Panas Krakal Kecamatan Alian Kabupaten Kebumen

Tradisi Menguras Sumur Di Pemandian Air Panas Krakal Kecamatan Alian Kabupaten Kebumen Tradisi Menguras Sumur Di Pemandian Air Panas Krakal Kecamatan Alian Kabupaten Kebumen Oleh: Tri Raharjo Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa trie.joejoe@gmail.com Abstrak : Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BENTUK DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM TRADISI GUYUBAN BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA PASIR AYAH KEBUMEN

BENTUK DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM TRADISI GUYUBAN BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA PASIR AYAH KEBUMEN BENTUK DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM TRADISI GUYUBAN BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA PASIR AYAH KEBUMEN Oleh : Ade Reza Palevi program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa aderezahidayat@yahoo.co.id ABSTRAK

Lebih terperinci

MITOS PESAREAN MBAH DAMARWULAN DALAM TRADISI SELAMETAN SURAN DI DESA SUTOGATEN KECAMATAN PITURUH KABUPATEN PURWOREJO

MITOS PESAREAN MBAH DAMARWULAN DALAM TRADISI SELAMETAN SURAN DI DESA SUTOGATEN KECAMATAN PITURUH KABUPATEN PURWOREJO MITOS PESAREAN MBAH DAMARWULAN DALAM TRADISI SELAMETAN SURAN DI DESA SUTOGATEN KECAMATAN PITURUH KABUPATEN PURWOREJO Oleh: Siti Nurfaridah program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa flowersfaragil@yahoo.co.id

Lebih terperinci

Kajian Folklor dalam Upacara Nyadran di Pesarean Simbah Lowo Ijo di Desa Semagung Kecamatan Bagelen Kabupaten Purworejo

Kajian Folklor dalam Upacara Nyadran di Pesarean Simbah Lowo Ijo di Desa Semagung Kecamatan Bagelen Kabupaten Purworejo Kajian Folklor dalam Upacara Nyadran di Pesarean Simbah Lowo Ijo di Desa Semagung Kecamatan Bagelen Kabupaten Purworejo Oleh : Ahmad Muhlasin program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa a_muhlasin@ymail.com

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kajian pustaka sangat diperlukan dalam penyusunan sebuah karya ilmiah. Kajian pustaka adalah paparan atau konsep konsep yang mendukung pemecahan masalah dalam suatu penelitian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam

BAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu hasil karya seni yang sekaligus menjadi bagian dari kebudayaan. Sebagai salah satu hasil kesenian, karya sastra mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya. Kebudayaan lokal sering disebut kebudayaan etnis atau folklor (budaya tradisi). Kebudayaan lokal

Lebih terperinci

BAB 7. Standar Kompetensi. Memahami kesamaan dan keberagaman Bahasa dan Dialek. Kompetensi Dasar. Tujuan Pembelajaran

BAB 7. Standar Kompetensi. Memahami kesamaan dan keberagaman Bahasa dan Dialek. Kompetensi Dasar. Tujuan Pembelajaran BAB 7 Standar Kompetensi Memahami kesamaan dan keberagaman Bahasa dan Dialek Kompetensi Dasar 1. Menjelaskan keberadaan dan perkembangan tradisi lisan dalam masyarakat setempat. 2. Mengembangkan sikap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari kata majemuk bahasa Inggris folklore, yang terdiri atas kata folk dan lore.

BAB I PENDAHULUAN. dari kata majemuk bahasa Inggris folklore, yang terdiri atas kata folk dan lore. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dananjaya (dalam Purwadi 2009:1) menyatakan bahwa kata folklor berasal dari kata majemuk bahasa Inggris folklore, yang terdiri atas kata folk dan lore. Kata folk berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pepatah Jawa dinyatakan bahwa budaya iku dadi kaca benggalaning

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pepatah Jawa dinyatakan bahwa budaya iku dadi kaca benggalaning BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pepatah Jawa dinyatakan bahwa budaya iku dadi kaca benggalaning bangsa (kebudayaan itu menjadi cermin besar yang menggambarkan peradaban suatu bangsa). Hal ini

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Dalam penulisan sebuah karya ilmiah diperlukan kajian pustaka. Kajian pustaka bertujuan untuk mengetahui keauntetikan sebuah karya ilmiah. Kajian yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Tinjauan Pustaka 1. Definisi Kebudayaan Kata kebudayaan berasal dari kata Sansekerta buddhayah, ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau

Lebih terperinci

TRADISI SEDHEKAH LAUT DI DESA KARANG DUWUR KECAMATAN AYAH KABUPATEN KEBUMEN ( ANALISIS MAKNA DAN FUNGSI)

TRADISI SEDHEKAH LAUT DI DESA KARANG DUWUR KECAMATAN AYAH KABUPATEN KEBUMEN ( ANALISIS MAKNA DAN FUNGSI) TRADISI SEDHEKAH LAUT DI DESA KARANG DUWUR KECAMATAN AYAH KABUPATEN KEBUMEN ( ANALISIS MAKNA DAN FUNGSI) Oleh: Yuli Ernawati program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa Yuli.erna13@yahoo.com Abstrak:Rumusan

Lebih terperinci

Kajian Folklor dalam Tradisi Nyadran di Desa Ketundan Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang

Kajian Folklor dalam Tradisi Nyadran di Desa Ketundan Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang Kajian Folklor dalam Tradisi Nyadran di Desa Ketundan Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang Oleh : Muhamad Arif Susanto Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa MuhamadArif347@yahoo.co.id Abstrak:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kekompleksitasan Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS TENTANG KEPARIWISATAAN KEBUDAYAAN

BAB II URAIAN TEORITIS TENTANG KEPARIWISATAAN KEBUDAYAAN BAB II URAIAN TEORITIS TENTANG KEPARIWISATAAN KEBUDAYAAN 2.1 Uraina Tentang Seni Kata seni berasal dari kata "SANI" yang kurang lebih artinya "Jiwa Yang Luhur/ Ketulusan jiwa". Menurut kajian ilmu di eropa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Ada beberapa buku yang penulis pakai dalam memahami dan langsung mendukung penelitian ini, diantaranya buku yang berkaitan dengan revitalisasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penemuan penelitian. Penelitian ini mengambil cerita rakyat Onggoloco sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penemuan penelitian. Penelitian ini mengambil cerita rakyat Onggoloco sebagai digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian sastra lisan sangat penting untuk dilakukan sebagai perlindungan dan pemeliharaan tradisi, pengembangan dan revitalisasi, melestarikan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi Bersyukur kepada sang pencipta tentang apa yang telah di anugerahkan kepada seluruh umat manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan sistem nilai yang terkandung dalam sebuah masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan yang membentuk lapis-lapis

Lebih terperinci

BAB IV RESEPSI MASYARAKAT DESA ASEMDOYONG TERHADAP TRADISI BARITAN. Secara definitif resepsi sastra berasal dari kata recipere (Latin), reception

BAB IV RESEPSI MASYARAKAT DESA ASEMDOYONG TERHADAP TRADISI BARITAN. Secara definitif resepsi sastra berasal dari kata recipere (Latin), reception 88 BAB IV RESEPSI MASYARAKAT DESA ASEMDOYONG TERHADAP TRADISI BARITAN A. Analisis Resepsi 1. Pengertian Resepsi Secara definitif resepsi sastra berasal dari kata recipere (Latin), reception (Inggris),

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cerita rakyat sebagai folklor dalam tradisi lisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cerita rakyat sebagai folklor dalam tradisi lisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka ini akan membahas tentang tinjauan pustaka atau kajian teori yang berkaitan dengan judul penelitian. Adapun tinjauan pustaka dalam penelitian ini meliputi 1) Repustakaan

Lebih terperinci

NILAI-NILAI SOSIAL DAN BUDAYA DALAM MITOS KIAI KALADETE TENTANG ANAK BERAMBUT GEMBEL DI DATARAN TINGGI DIENG KABUPATEN WONOSOBO SKRIPSI

NILAI-NILAI SOSIAL DAN BUDAYA DALAM MITOS KIAI KALADETE TENTANG ANAK BERAMBUT GEMBEL DI DATARAN TINGGI DIENG KABUPATEN WONOSOBO SKRIPSI NILAI-NILAI SOSIAL DAN BUDAYA DALAM MITOS KIAI KALADETE TENTANG ANAK BERAMBUT GEMBEL DI DATARAN TINGGI DIENG KABUPATEN WONOSOBO SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

Kajian Folklor Tradisi Nglamar Mayit di Desa Sawangan, Kecamatan Alian, Kabupaten Kebumen

Kajian Folklor Tradisi Nglamar Mayit di Desa Sawangan, Kecamatan Alian, Kabupaten Kebumen Kajian Folklor Tradisi Nglamar Mayit di Desa Sawangan, Kecamatan Alian, Kabupaten Kebumen Oleh: Heira Febriana Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Febrianahera@gmail.com Abstrak: Penelitian

Lebih terperinci

MITOS DI GUNUNG SLAMET DI DUSUN BAMBANGAN, DESA KUTABAWA, KECAMATAN KARANG REJA, KABUPATEN PURBALINGGA. SKRIPSI

MITOS DI GUNUNG SLAMET DI DUSUN BAMBANGAN, DESA KUTABAWA, KECAMATAN KARANG REJA, KABUPATEN PURBALINGGA. SKRIPSI MITOS DI GUNUNG SLAMET DI DUSUN BAMBANGAN, DESA KUTABAWA, KECAMATAN KARANG REJA, KABUPATEN PURBALINGGA. SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporanlaporan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporanlaporan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Yang Relevan Studi kepustakaan merupakan teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporanlaporan

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bima itu. Namun saat adat istiadat tersebut perlahan-lahan mulai memudar, dan

BAB I PENDAHULUAN. Bima itu. Namun saat adat istiadat tersebut perlahan-lahan mulai memudar, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Bima merupakan perpaduan dari berbagai suku, etnis dan budaya yang hampir menyebar di seluruh pelosok tanah air.akan tetapi pembentukan masyarakat Bima yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut sejarah, sesudah Kerajaan Pajajaran pecah, mahkota birokrasi

BAB I PENDAHULUAN. Menurut sejarah, sesudah Kerajaan Pajajaran pecah, mahkota birokrasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Menurut sejarah, sesudah Kerajaan Pajajaran pecah, mahkota birokrasi dialihkan oleh Kerajaan Sunda/Pajajaran kepada Kerajaan Sumedanglarang. Artinya, Kerajaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa ada di dalamnya dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa ada di dalamnya dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk, beribu-ribu suku bangsa ada di dalamnya dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda. Keanekaragaman

Lebih terperinci

03FDSK. Folklore. Denta Mandra Pradipta Budiastomo, S.Ds, M.Si.

03FDSK. Folklore. Denta Mandra Pradipta Budiastomo, S.Ds, M.Si. Modul ke: Folklore Fakultas 03FDSK Penjelasan mengenai kontrak perkuliahan yang didalamnya dijelaskan mengenai tata tertib, teknis, serta bahan untuk perkuliahan di Universitas Mercu Buana Denta Mandra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinamakan mampu berbuat hamemayu hayuning bawana (Suwardi Endraswara,

BAB I PENDAHULUAN. dinamakan mampu berbuat hamemayu hayuning bawana (Suwardi Endraswara, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah bagian dari suatu ekosistem yang harus diperhatikan eksistensinya. Manusia harus menciptakan lingkungan budayanya menjadi enak dan nyaman. Orang yang

Lebih terperinci

Tradisi Pindah Rumah di Desa Sucen Jurutengah Kecamatan Bayan Kabupaten Purworejo (Kajian Folklor)

Tradisi Pindah Rumah di Desa Sucen Jurutengah Kecamatan Bayan Kabupaten Purworejo (Kajian Folklor) Tradisi Pindah Rumah di Desa Sucen Jurutengah Kecamatan Bayan Kabupaten Purworejo (Kajian Folklor) Oleh : Dwi Cahya Ratnaningsih Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Ratna7faynz@gmail.com Abstrak:

Lebih terperinci

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keanekaragaman budaya, hal ini dikarenakan Indonesia terdiri dari berbagai suku dan adat budaya. Setiap suku

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR. A. Kajian Pustaka

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR. A. Kajian Pustaka BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 1. Tradisi Mitoni sebagai Kebudayaan A. Kajian Pustaka Perkumpulan manusia dalam sebuah masyarakat, akan melahirkan banyak hal baru didalamnya. Baik bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beraneka ragam. Begitupun negara Indonesia. Dengan banyak pulau dan suku

BAB I PENDAHULUAN. beraneka ragam. Begitupun negara Indonesia. Dengan banyak pulau dan suku 1 BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Setiap negara memiliki ciri khas yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Mulai dari bahasa, makanan, pakaian sampai kebudayaan yang beraneka ragam. Begitupun

Lebih terperinci

Kajian Folklor dalam Tradisi Guyang Jaran di Desa Karangrejo Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo

Kajian Folklor dalam Tradisi Guyang Jaran di Desa Karangrejo Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo Kajian Folklor dalam Tradisi Guyang Jaran di Desa Karangrejo Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo Oleh: Ade Ayu Mawarni Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa adeayumawarni@yahoo.com Abstrak: Penelitian

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN 2.1 Pengertian Ritual Ritual adalah tehnik (cara metode) membuat suatu adat kebiasaan menjadi suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikenal masyarakat luas sampai saat ini adalah prosa rakyat. Cerita prosa rakyat

BAB I PENDAHULUAN. dikenal masyarakat luas sampai saat ini adalah prosa rakyat. Cerita prosa rakyat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia memiliki banyak warisan kebudayaan dari berbagai etnik. Warisan kebudayaan yang disampaikan secara turun menurun dari mulut kemulut secara lisan biasa disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara kita adalah Negara yang memiliki beragam kebudayaan daerah dengan ciri khas masing-masing. Bangsa Indonesia telah memiliki semboyan Bhineka Tunggal

Lebih terperinci

2015 EKSISTENSI KESENIAN HADRO DI KECAMATAN BUNGBULANG KABUPATEN GARUT

2015 EKSISTENSI KESENIAN HADRO DI KECAMATAN BUNGBULANG KABUPATEN GARUT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesenian tradisional lahir dari budaya masyarakat terdahulu di suatu daerah tertentu yang terus berkembang secara turun temurun, dan terus dinikmati oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bascom (dalam Danandjaja, 2002: 50) cerita prosa rakyat dibagi dalam tiga golongan

BAB I PENDAHULUAN. Bascom (dalam Danandjaja, 2002: 50) cerita prosa rakyat dibagi dalam tiga golongan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap suku bangsa di dunia memiliki khazanah cerita prosa rakyat. Menurut Bascom (dalam Danandjaja, 2002: 50) cerita prosa rakyat dibagi dalam tiga golongan besar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ageng Sine Yogi, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ageng Sine Yogi, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan wilayah yang memiliki keanekaragaman kebudayaan dan masyarakat multikultural. Setiap wilayah memiliki corak dan kekhasannya masing-masing,

Lebih terperinci

RITUAL MALEM MINGGU WAGE PAGUYUBAN TUNGGUL SABDO JATI DI GUNUNG SRANDIL, DESA GLEMPANG PASIR, KECAMATAN ADIPALA, KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH

RITUAL MALEM MINGGU WAGE PAGUYUBAN TUNGGUL SABDO JATI DI GUNUNG SRANDIL, DESA GLEMPANG PASIR, KECAMATAN ADIPALA, KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH RITUAL MALEM MINGGU WAGE PAGUYUBAN TUNGGUL SABDO JATI DI GUNUNG SRANDIL, DESA GLEMPANG PASIR, KECAMATAN ADIPALA, KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas

Lebih terperinci

CERITA RAKYAT GUNUNG SRANDIL DI DESA GLEMPANG PASIR KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP (TINJAUAN FOLKLOR)

CERITA RAKYAT GUNUNG SRANDIL DI DESA GLEMPANG PASIR KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP (TINJAUAN FOLKLOR) CERITA RAKYAT GUNUNG SRANDIL DI DESA GLEMPANG PASIR KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP (TINJAUAN FOLKLOR) Oleh: Dyah Susanti program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa shanti.kece@yahoo.com Abstrak:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, ialah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, ialah BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Tinjauan Pustaka 1. Definisi Kebudayaan Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi

Lebih terperinci

Oleh : Siti Masriyah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa

Oleh : Siti Masriyah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Perubahan Cara Pandang Masyarakat Terhadap Mitos dalam Tradisi Bersih Makam Ki Hajar Welaran di Gunung Paras Desa Karangsambung Kecamatan Karangsambung Kabupaten Kebumen Oleh : Siti Masriyah Program Studi

Lebih terperinci

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP TRADISI SURAN DI MAKAM GEDIBRAH DESA TAMBAK AGUNG KECAMATAN KLIRONG KABUPATEN KEBUMEN

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP TRADISI SURAN DI MAKAM GEDIBRAH DESA TAMBAK AGUNG KECAMATAN KLIRONG KABUPATEN KEBUMEN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP TRADISI SURAN DI MAKAM GEDIBRAH DESA TAMBAK AGUNG KECAMATAN KLIRONG KABUPATEN KEBUMEN Oleh: Tanti Wahyuningsih program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa wahyutanti546@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan bangsanya. Sebagai bangsa yang heterogen, Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah memiliki keanekaragaman budaya yang tak terhitung banyaknya. Kebudayaan lokal dari seluruh

Lebih terperinci

Persepsi Masyarakat Terhadap Tradisi Bubak Kawah di Desa Kabekelan Kecamatan Prembun Kabupaten Kebumen

Persepsi Masyarakat Terhadap Tradisi Bubak Kawah di Desa Kabekelan Kecamatan Prembun Kabupaten Kebumen Persepsi Masyarakat Terhadap Tradisi Bubak Kawah di Desa Kabekelan Kecamatan Prembun Kabupaten Kebumen Oleh: Mentari Nurul Nafifa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa mentarinurul.93@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sastra lisan merupakan bagian dari kebudayaan yang tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sastra lisan merupakan bagian dari kebudayaan yang tumbuh dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra lisan merupakan bagian dari kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat pemiliknya, sebagai milik bersama, yang isinya mengenai berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra daerah merupakan bagian dari suatu kebudayaan yang tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra daerah merupakan bagian dari suatu kebudayaan yang tumbuh dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra daerah merupakan bagian dari suatu kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Kehidupan sastra daerah itu dapat dikatakan masih

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. bangsa yang kaya akan kebudayaan dan Adat Istiadat yang berbeda satu sama lain

1. PENDAHULUAN. bangsa yang kaya akan kebudayaan dan Adat Istiadat yang berbeda satu sama lain 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki berbagai macam suku bangsa yang kaya akan kebudayaan dan Adat Istiadat yang berbeda satu sama lain dikarenakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. maupun dilestarikan. Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks yang

I. PENDAHULUAN. maupun dilestarikan. Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan salah satu kekayaan yang Indonesia miliki, kebudayaan yang beranekaragam ini merupakan aset negara yang harus tetap dipertahankan maupun dilestarikan.

Lebih terperinci

Pola Perilaku Spiritual dalam Kelompok Kebatinan Santri Garing di Desa Kajoran Kecamatan Karanggayam Kabupaten Kebumen

Pola Perilaku Spiritual dalam Kelompok Kebatinan Santri Garing di Desa Kajoran Kecamatan Karanggayam Kabupaten Kebumen Pola Perilaku Spiritual dalam Kelompok Kebatinan Santri Garing di Desa Kajoran Kecamatan Karanggayam Kabupaten Kebumen Oleh: Riana Anggraeni Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa rianaanggraeni93@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Kemajemukan itu dapat dikenali dari keanekaragaman budaya, adat, suku, ras, bahasa, maupun agama. Kemajemukan budaya menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih teratur dan mempunyai prinsip-prinsip yang kuat. Mengingat tentang

BAB I PENDAHULUAN. lebih teratur dan mempunyai prinsip-prinsip yang kuat. Mengingat tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya merupakan cerminan dari suatu bangsa, bangsa yang menjunjung tinggi kebudayaan pastilah akan selalu dihormati oleh negara lainnya. Budaya yang terdapat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut tersebar di daerah-daerah sehingga setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunita, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunita, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesenian merupakan hasil dari kebudayaan manusia yang dapat didokumentasikan atau dilestarikan, dipublikasikan dan dikembangkan sebagai salah salah satu upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Papua seperti seekor burung raksasa, Kabupaten Teluk Wondama ini terletak di

BAB I PENDAHULUAN. Papua seperti seekor burung raksasa, Kabupaten Teluk Wondama ini terletak di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Teluk Wondama merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Papua Barat, yang baru berdiri pada 12 April 2003. Jika dilihat di peta pulau Papua seperti seekor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan strukturstruktur

BAB I PENDAHULUAN. keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan strukturstruktur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan sesuatu yang turun-temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masyarakat Pesisir adalah pertunjukan kesenian Sikambang di Kelurahan

BAB I PENDAHULUAN. pada masyarakat Pesisir adalah pertunjukan kesenian Sikambang di Kelurahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kabupaten Tapanuli Tengah dikenal dengan sebutan Negeri Wisata Sejuta Pesona. Julukan ini diberikan kepada Kabupaten Tapanuli Tengah dikarenakan dibeberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk budaya mengandung pengertian bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk budaya mengandung pengertian bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk budaya mengandung pengertian bahwa kebudayaan merupakan ukuran dalam hidup dan tingkah laku manusia. Kebudayaan tercakup hal-hal bagaimana tanggapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara kepulauan dengan ratusan suku bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara kepulauan dengan ratusan suku bangsa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara kepulauan dengan ratusan suku bangsa, didalamnya memiliki keragaman budaya yang mencerminkan kekayaan bangsa yang luar biasa. Kebudayaan

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat. I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara kepulauan, yang memiliki berbagai macam suku bangsa yang kaya akan kebudayaan serta adat istiadat, bahasa, kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan

Lebih terperinci

PERSEPSI MASYARAKAT DAN PERKEMBANGAN KESENIAN TRADISIONAL JARAN KEPANG MUDO LANGEN BUDOYO DI DESA KEDUNG PUCANG KECAMATAN BENER KABUPATEN PURWOREJO

PERSEPSI MASYARAKAT DAN PERKEMBANGAN KESENIAN TRADISIONAL JARAN KEPANG MUDO LANGEN BUDOYO DI DESA KEDUNG PUCANG KECAMATAN BENER KABUPATEN PURWOREJO PERSEPSI MASYARAKAT DAN PERKEMBANGAN KESENIAN TRADISIONAL JARAN KEPANG MUDO LANGEN BUDOYO DI DESA KEDUNG PUCANG KECAMATAN BENER KABUPATEN PURWOREJO Oleh: Yesi Setya Nurbaiti program studi pendidikan bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia yang terdiri atas beberapa pulau dan kepulauan serta di pulau-pulau itu terdapat berbagai suku bangsa masing-masing mempunyai kehidupan sosial,

Lebih terperinci

Persepsi Masyarakat terhadap Kirab Budaya dalam Nawu Sendhang Seliran di Mataram Islam Sayangan Jagalan Banguntapan Bantul

Persepsi Masyarakat terhadap Kirab Budaya dalam Nawu Sendhang Seliran di Mataram Islam Sayangan Jagalan Banguntapan Bantul Persepsi Masyarakat terhadap Kirab Budaya dalam Nawu Sendhang Seliran di Mataram Islam Sayangan Jagalan Banguntapan Bantul Oleh : Etmi Amaneti Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa amanetyetmi@gmail.com

Lebih terperinci

2015 KREASI TARI RONGGENG LENCO DI DESA CURUG RENDENG KECAMATAN JALAN CAGAK KABUPATEN SUBANG JAWA BARAT

2015 KREASI TARI RONGGENG LENCO DI DESA CURUG RENDENG KECAMATAN JALAN CAGAK KABUPATEN SUBANG JAWA BARAT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Subang merupakan salah satu daerah yang kaya akan ragam kesenian tradisional. Subang dikenal dengan kesenian Sisingaan yang menjadi ikon kota Subang. Kesenian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 32 ayat (1) dan

Lebih terperinci

Oleh: Ratna Lestari program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa

Oleh: Ratna Lestari program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa FUNGSI TRADISI SRAKALAN TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT PADA TAHUN 1980 DAN TAHUN 2013 DI DESA PIYONO KECAMATAN NGOMBOL KABUPATEN PURWOREJO (KAJIAN PERUBAHAN BUDAYA) Oleh: Ratna Lestari program studi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempunyai tata cara dan aspek-aspek kehidupan yang berbeda-beda. Oleh

I. PENDAHULUAN. mempunyai tata cara dan aspek-aspek kehidupan yang berbeda-beda. Oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki ribuan pulau yang tentunya pulau-pulau tersebut memiliki penduduk asli daerah yang mempunyai tata cara dan aspek-aspek

Lebih terperinci

Prosesi Dan Makna Simbolik Upacara Tradisi Wiwit Padi di Desa Silendung Kecamatan Gebang Kabupaten Purworejo

Prosesi Dan Makna Simbolik Upacara Tradisi Wiwit Padi di Desa Silendung Kecamatan Gebang Kabupaten Purworejo Prosesi Dan Makna Simbolik Upacara Tradisi Wiwit Padi di Desa Silendung Kecamatan Gebang Kabupaten Purworejo Oleh: Murti Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Murti_tinah@yahoo.com.id Abstrak:

Lebih terperinci

BENTUK DAN FUNGSI KESENIAN OJROT-OJROT DI DESA KARANGDUWUR KECAMATAN PETANAHAN KABUPATEN KEBUMEN

BENTUK DAN FUNGSI KESENIAN OJROT-OJROT DI DESA KARANGDUWUR KECAMATAN PETANAHAN KABUPATEN KEBUMEN BENTUK DAN FUNGSI KESENIAN OJROT-OJROT DI DESA KARANGDUWUR KECAMATAN PETANAHAN KABUPATEN KEBUMEN Oleh: Ari Rahmawati Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa rahmawatiarie21@yahoo.co.id ABSTRAK

Lebih terperinci

KEBUDAYAAN & MASYARAKAT

KEBUDAYAAN & MASYARAKAT KEBUDAYAAN & MASYARAKAT Pengantar Sosiologi FITRI DWI LESTARI MASYARAKAT Masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Tak ada masyarakat yang tidak memiliki kebudayaan dan sebaliknya

Lebih terperinci

GEOGRAFI BUDAYA Materi : 7

GEOGRAFI BUDAYA Materi : 7 GEOGRAFI BUDAYA Materi : 7 Agus sudarsono 1 VII. KEBUDAYAAN 2 A. BUDAYA DAN KEBUDAYAAN Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap etnis menebar diseluruh pelosok Negeri. Masing masing etnis tersebut

BAB I PENDAHULUAN. setiap etnis menebar diseluruh pelosok Negeri. Masing masing etnis tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan Negara yang kaya akan etnis budaya, dimana setiap etnis menebar diseluruh pelosok Negeri. Masing masing etnis tersebut memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. buddayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal.

BAB I PENDAHULUAN. buddayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai Negara yang terdiri atas berbagai suku bangsa. Masing-masing suku bangsa memiliki warisan budaya yang tak ternilai harganya.kata budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan bangsa di dunia yang mendiami suatu daerah tertentu memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, setiap bangsa memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk menunjukkan tingkat peradaban masyarakat itu sendiri. Semakin maju dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk menunjukkan tingkat peradaban masyarakat itu sendiri. Semakin maju dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan bagian yang melingkupi kehidupan manusia. Kebudayaan yang diiringi dengan kemampuan berpikir secara metaforik atau perubahan berpikir dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Moses, 2014 Keraton Ismahayana Landak Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Moses, 2014 Keraton Ismahayana Landak Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesenian merupakan sarana yang digunakan untuk mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia. Selain itu kesenian juga mempunyai fungsi lain, seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Budaya merupakan simbol peradaban. Apabila sebuah budaya luntur dan tidak lagi dipedulikan oleh sebuah bangsa, peradaban bangsa tersebut tinggal menunggu waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, tarian dan adat istiadat yang dimiliki oleh setiap suku bangsa juga sangat beragam. Keanekaragaman

Lebih terperinci

Kajian Folklor Tradisi Larungan di Desa Pagubugan Kulon Kecamatan Binangun Kabupaten Cilacap

Kajian Folklor Tradisi Larungan di Desa Pagubugan Kulon Kecamatan Binangun Kabupaten Cilacap Kajian Folklor Tradisi Larungan di Desa Pagubugan Kulon Kecamatan Binangun Kabupaten Cilacap Oleh: Sutarmi Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa sutarmiyasa@yahoo.com Abstrak: Penelitian ini

Lebih terperinci

LAKU NENEPI DI MAKAM PANEMBAHAN SENOPATI KOTAGEDE

LAKU NENEPI DI MAKAM PANEMBAHAN SENOPATI KOTAGEDE LAKU NENEPI DI MAKAM PANEMBAHAN SENOPATI KOTAGEDE SKRIPSI Di ajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta Untuk memenuhi Sebagian Persyaratan Guna memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan. daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak puncak

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan. daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak puncak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Nusantara terdiri atas aneka warna kebudayaan dan bahasa. Keaneka ragaman kebudayaan dari berbagai suku bangsa yang ada di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA Untuk mencapai hasil penelitian yang objektif penulis berusaha menjelaskan variabel-variabel atau kata-kata kunci yang berhubungan dengan penelitian ini. Variabel variabel tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ki Gede Sebayu merupakan tokoh pendiri Tegal yang telah dikenal oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ki Gede Sebayu merupakan tokoh pendiri Tegal yang telah dikenal oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ki Gede Sebayu merupakan tokoh pendiri Tegal yang telah dikenal oleh masyarakat luas. Ketokohan Ki Gede Sebayu sebagai pendiri Tegal memang sudah tersohor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rumah adat yang menjadi simbol budaya daerah, tetapi juga tradisi lisan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. rumah adat yang menjadi simbol budaya daerah, tetapi juga tradisi lisan menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah negeri yang memiliki aneka ragam budaya yang khas pada setiap suku bangsanya. Tidak hanya bahasa daerah, pakaian adat, rumah adat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman suku bangsa dan budaya yang dimiliki oleh setiap negara

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman suku bangsa dan budaya yang dimiliki oleh setiap negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman suku bangsa dan budaya yang dimiliki oleh setiap negara merupakan kebanggaan yang luar biasa bagi negaranya sendiri. Begitu juga dengan keanekaragaman

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap

A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap maupun keterampilan. Untuk mencapai ketiga aspek tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena bangsa Indonesia terdiri dari beribu-ribu pulau dan keanekaragaman budaya merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut Simon Kemoni yang dikutip oleh Esten (2001: 22) globalisasi dalam bentuk yang alami akan meninggikan berbagai budaya dan nilai-nilai budaya. Globalisasi

Lebih terperinci