BENTUK, MAKNA, DAN FUNGSI PERTUNJUKAN KUDA LUMPING TURONGGO TRI BUDOYO DI DESA KALIGONO KECAMATAN KALIGESING KABUPATEN PURWOREJO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BENTUK, MAKNA, DAN FUNGSI PERTUNJUKAN KUDA LUMPING TURONGGO TRI BUDOYO DI DESA KALIGONO KECAMATAN KALIGESING KABUPATEN PURWOREJO"

Transkripsi

1 BENTUK, MAKNA, DAN FUNGSI PERTUNJUKAN KUDA LUMPING TURONGGO TRI BUDOYO DI DESA KALIGONO KECAMATAN KALIGESING KABUPATEN PURWOREJO SKRIPSI Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Oleh Dewi Kartikasari NIM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA JAWA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO 2014 i

2 PERSETUJUAN PEMBIMBING PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL DAN MINAT BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR BAHASA JAWA KELAS X SMA NEGERI 1 KLIRONG KABUPATEN KEBUMEN TAHUN AJARAN 2013/2014 Oleh Akbar Mubarok NIM Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk dipertahankan di depan Panitia Penguji Skripsi Menyetujui Pembimbing I, Pembimbing II, Yuli Widiyono, M.Pd. Rochimansyah, M.Pd NIDN NIDN Mengetahui, Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Yuli Widiyono, M.Pd. NIDN ii

3 PENGESAHAN BENTUK, MAKNA, DAN FUNGSI PERTUNJUKAN KUDA LUMPING TURONGGO TRI BUDOYO DI DESA KALIGONO KECAMATAN KALIGESING KABUPATEN PURWOREJO Oleh Dewi Kartikasari NIM Skripsi ini telah dipertahankan di depan Panitia Penguji Skripsi Universitas Muhammadiyah Purworejo Pada tanggal 5 Februari 2014 TIM PENGUJI Yuli Widiyono, M.Pd NIDN (Penguji Utama) Aris Aryanto, M.Hum NIDN (Penguji/ Pembimbing I) Rochimansyah, M.Pd NIDN (Penguji/ Pembimbing II) Purworejo, 5 Februari 2014 Mengetahui, Dekan FKIP Drs. H. Hartono, M.M NIP iii

4 PERNYATAAN Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama Mahasiswa : Dewi Kartikasari NIM : Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Dengan ini saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar- benar hasil karya sendiri, bukan jiplakan orang lain, baik sebagian maupun seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah. Apabila terbukti atau dapat dibuktikan bahwa skripsi ini adalah hasil jiplakan, saya bersedia bertanggung jawab secara hukum yang diperkarakan oleh Universitas Muhammadiyah Purworejo. Purworejo, 5 Februari 2014 Yang membuat pernyataan, Dewi Kartikasari iv

5 MOTO Sesungguhnya sesudah kesulitan itu pasti ada kemudahan, maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh- sungguh (urusan) yang lain. (QS. An- Insirah: 6-7) Tuhan, damaikanlah hati ini dengan keyakinan bahwa kesulitanku hanya sementara dan penyelamatanku sudah dekat. (Mario Teguh) Mengeluh tidak memperbaiki kehidupan. Ia merendahkan dan menekan kita di bawah jika kita jadikan mengeluh sebagai kebiasaan. (Mario Teguh) Rasa mala situ meminderkan dan memiskinkan, jika kita gunakan untuk menghindari pelajaran atau bekerja. (Mario Teguh) Jika anda bertemu dengan orang yang lebih baik dari anda, arahkan pikiran untuk menjadi serupa dengannya. (Mario Teguh) Lebih baik disegani daripada ditakuti karena ditakuti suatu saat akan dilawan, bila disegani sampai kapanpun akan tetap disegani. (Penulis) Buah dari kesabaran adalah kesuksesan. (Penulis) v

6 PERSEMBAHAN Skripsi ini dipersembahkan untuk: 1. Allah Swt. yang selalu melimpahkan rahmat, hidayah serta inayah-nya 2. Kedua orang tuaku Bapak Sunyoto dan Ibu Suratmi, terima kasih atas kasih sayang, cinta, doa, pengorbanan, dan dukungan selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan sripsi ini. 3. Kakak-kakakku Tina Yuniarti dan Anis Dwiyanti, terima kasih atas kasih sayang, cinta, doa, pengorbanan, dan dukungan selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan sripsi ini. 4. Adikku Dera Anggra Ratnania terima kasih atas kasih sayang, cinta, doa, pengorbanan, dan dukungan selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan sripsi ini. 5. Belahan jiwaku Faiz yang senantiasa setia dan sabar mendengarkan keluh kesahku serta selalu mendoakan dan mendukungku. 6. Keponakanku tersayang Queensya Malika Ais Asari yang selalu senantiasa memberikan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 7. Teman-teman Program Studi Pendidikan Bahasa Dan Sastra Jawa angkatan tahun 2009, khususnya kelas A yang selalu memberikan dukungan kepadaku semoga kesuksesan selalu menyertai kalian. vi

7 KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt. atas segala limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Bentuk, Makna, dan Fungsi Pertunjukan Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo di Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo dapat terselesaikan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan, Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Jawa, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Purworejo. Penyelesaian skripsi ini berkat bantuan, bimbingan, dan motivasi yang sangat berarti dari berbagai pihak. Dukungan ini berupa saran, motivasi, dan dukungan material maupun spiritual, oleh karena itu penulis mengucapkan kepada: 1. Drs. H. Supriyono, M.Pd. selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Purworejo yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi sesuai dengan bidang yang penulis minati. 2. Drs. H. Hartono, M.M. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Purworejo yang telah memberikan izin kepada penulis mengadakan penelitian untuk penyusunan skripsi ini. vii

8 3. Yuli Widiyono, M.Pd. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Purworejo yang telah memberikan ilmu dan bimbingan selama penulis menempuh studi. 4. Aris Aryanto, M.Hum dan Rochimansyah, M.Pd selaku dosen pembimbing I dan II yang telah memberikan koreksi, arahan dan petunjuk dengan penuh ketulusan, kesabaran, dan ketelitian dalam penyusunan skripsi ini. 5. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Purworejo yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis, sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi ini. 6. Kepala Desa Kaligono, Kecamatan Purworejo, Kabupaten Purworejo yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mengadakan penelitian di salah satu grup kesenian yang ada di Desa Kaligono sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. 7. Semua anggota Grup Kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo yang tidak dapat penulis tuliskan satu persatu yang telah memberikan informasi sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. 8. Ayah, Ibu, Kakak- kakakku, adiku, dan keluarga tercinta, terima kasih atas kasih sayang, cinta, doa, pengorbanan, dan dukungan selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. viii

9 9. Sahabat dan teman- teman, terima kasih atas dukungan, semangat dan masukannya semoga Allah Swt. memberikan kemudahan dan kesuksesan kepada kalian semua. 10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga amal baik, dukungan dan segala bantuan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah Swt. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan dari pembaca. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca, khususnya mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa juga perkembangan ilmu pengetahuan khususnya yang menyangkut budaya Jawa. Purworejo, 5 Februari 2014 Penulis Dewi Kartikasari ix

10 ABSTRAK Dewi Kartikasari. Bentuk, Makna, dan Fungsi Pertunjukan Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo di Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo. Skripsi. Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Penelitian ini mendeskripsikan permasalahan (1) Bentuk Penyajian tari Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo di Desa Kaligono, (2) Makna simbolik sesaji yang digunakan dalam pertunjukan tari Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo di Desa Kaligono, (3) Fungsi pertunjukan tari Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo di Desa Kaligono. Penelitian Bentuk, Makna, dan Fungsi Pertunjukan Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo di Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah informan antara lain ketua grup kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo, sesepuh grup kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo, penari Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo. Sumber data sekunder dalam penelitian ini diperoleh melalui dokumentasi, studi kepustakaan dari bukubuku, internet, serta hasil penelitian yang terkait. Data primer dalam penelitian ini berupa informasi dari para informan yang diperoleh dari hasil wawancara. Video, foto, dan rekaman tarian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo merupakan data sekunder dalam penelitian ini. Lokasi penelitian berada di Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik observasi, wawancara, dokumentasi, dan analisis isi. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif. Selanjutnya teknik keabsahan data menggunakan triangulasi. Hasil dari penelitian bentuk penyajian tari Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo di Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo, (1) Pra pertunjukan, meliputi: (a) membuat perencanaan acara, (b) membersihkan lapangan untuk pertunjukan kuda lumping, (c) menyiapkan sesaji, (d) nyekar ke pepundhen, (e) obong menyan, (2) bentuk pertunjukan Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo, meliputi: tari kreasi, tari jaipong, tari gobyok, tari mataraman, tari jaranan versi Bali, kesurupan atau ndadi, dan (3) Pasca pertunjukan ditutup dengan tarian yang ditarikan oleh sesepuh grup kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo. Makna simbolik sesaji, meliputi: (a) degan ijo, (b) bonang- baning, (c) kopi pahit, kopi manis, teh pahit, teh manis, (d) kembang setaman, (e) air putih dicampur daun dhadhap serep. Fungsi tari Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo di Desa Kaligono meliputi: (a) sebagai sarana upacara, (b) sebagai media pendidikan, (c) sebagai sarana hiburan, (d) sebagai seni pertunjukan. Kata kunci: Bentuk, makna, fungsi pertunjukan tari kuda lumping x

11 ABSTRAK Dewi Kartikasari. Bentuk, Makna, dan Fungsi Pertunjukan Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo di Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo. Skripsi. Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Panaliten menika medhar babagan (1) Wujud pagelaran Kudha Lumping Turonggo Tri Budoyo ing Desa Kaligono, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo (2) surasa simbolik ubarampe ingkang dipunginakaken wonten pagelaran Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo ing Desa Kaligono, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo (3) Ginanipun pagelaran Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo ing Desa Kaligono, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo. Panaliten menika ngginakaken jinising panaliten deskriptif kualitatif. Sumber data primer wonten panaliten menika awujud ukara ingkang dipunpendhet saking sesepuh grup kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo, ketua grup kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo, penari Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo. Sumber data sekunder wonten panaliten menika dipunpendhet saking dokumentasi, studi kapustakan saking buku-buku, internet, lajeng asil panaliten. Data primer wonten ing panaliten menika awujud ukara ingkang dipunpendhet saking asil wawancara. Video, foto, dan rekaman pagelaran Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo kalebet data sekunder wonten ing panaliten menika. Soroting panaliten wonten ing Desa Kaligono, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo. Teknik pengumpulan data inggih menika ngginakaken teknik observasi, wawancara, dokumentasi, lan analisis isi. Teknik analisis data ingkang dipunginakaken inggih menika analisis data kualitatif. Salajengipun teknik keabsahan data ngginakaken triangulasi. Asilipun panaliten pagelaran Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo ing Desa Kaligono, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo inggih menika (1) sakderengipun pagelaran, yaiku: (a) ndamel perencanaan acara, (b) resik-resik lapangan kangge pagelaran kuda lumping, (c) ndamel ubarampe utawa sesajen, (d) nyekar wonten pepundhen, (e) obong menyan, (2) wujud pagelaran Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo, yaiku: tari kreasi, tari jaipong, tari gobyok, tari mataraman, tari jaranan versi Bali, kesurupan atau ndadi, dan (3) pungkasan pagelaran inggih menika tarian ingkang dipuntarikaken dening sesepuh grup kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo. Ubarampe ingkang nggadhahi surasa simbolik wonten pagelaran Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo, inggih menika: (a) degan ijo, (b) bonang- baning, (c) kopi pahit, kopi manis, teh pahit, teh manis, (d) kembang setaman, (e) toya pethak dicampur ron dhadhap serep. Ginanipun pagelaran kuda lumping ing desa Kaligono inggih menika: (a) gina dados sarana upacara, (b) gina dados sarana hiburan, (c) gina dados media pendidikan, (4) gina dados seni pertunjukan. Kata kunci: Bentuk, makna, fungsi tari kuda lumping xi

12 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... PERSETUJUAN PEMBIMBING... HALAMAN PENGESAHAN... PERNYATAAN... MOTO... PERSEMBAHAN... PRAKATA... ABSTRAK... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISTILAH... BAB I PENDAHULUAN i ii iii iv v vi vii x xii xv xvi xvii A. Latar Belakang... 1 B. Identifikasi Masalah... 5 C. Batasan Masalah... 6 D. Rumusan Masalah... 6 E. Tujuan Penelitian... 7 F. Manfaat Penelitian... 7 G. Sistematika Skripsi... 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KAJIAN TEORI A. Tinjauan Pustaka B. Kajian Teori Kebudayaan Kesenian Tradisional Folklor Kesenian Kuda Lumping Bentuk Penyajian Fungsi pertunjukan Makna Simbolis BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian B. Waktu dan Tempat Penelitian C. Sumber Data dan Data D. Teknik Pengumpulan Data Teknik Observasi xii

13 2. Teknik Wawancara Teknik Dokumentasi E. Analisis isi F. Teknik Keabsahan Data G. Teknik AnalisisData BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Deskripsi Umum Desa Kaligono Kependudukan Mata Pencaharian Tingkat Pendidikan Sistem Religi Kesenian Potensi Desa B. Bentuk Pertunjukan Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo Di Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo Sejarah Berdirinya Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo Di Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo Bentuk Pertunjukan Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo Di Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo a. Pra pertunjukan b. Proses pertunjukan c. Pasca pertunjukan Pendukung Kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo Di Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purwoejo a. Penari b. Penimbul atau pawang c. Waktu pertunjukan d. Alat musik e. Tata rias f. Tata busana g. Tempat pertunjukan h. Perlengkapan C. Makna Simbolik Sesaji a. Degan ijo b. Bonang-baning c. Kopi pahit, kopi manis, teh pahit, teh manis d. Kembang setaman e. Air diberi dhadhap srep xiii

14 D. Fungsi tarian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo a. Sebagai sarana upacara b. Sebagai sarana hiburan c. Sebagai media pendidikan d. Sebagai seni pertunjukan BAB V PENUTUP a. Simpulan b. Saran-saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xiv

15 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Pepundhen Eyang Brojo Menggolo Gambar 2. Ritual Obong-Obong Di Pepundhen Gambar 3. Persiapan Penari Gambar 4. Pawang Sedang Obong-Obong Sebelum Pertunjukan Gambar 5. Penari Yang Kesurupan Sedang Memakan Kembang Gambar 6. Penari Yang Kesurupan Meminta Dinyanyikan Lagu Gambar 7. Penari kuda lumping, penthul, dan bejer Gambar 8. Penthul dan Bejer Gambar 9. Kendhang Gambar 10. Demung Gambar 11. Krumpyung Gambar 12. Organ Gambar 13. Gong Gambar 14. Drum Gambar 15. Bendhe Tiga Gambar 16. Alat Rias Gambar 17. Tata Rias Penari Gambar 18. Tata Busana Penari Gambar 19. Degan Ijo Gambar 20. Kopi Pahit, Kopi Manis, Teh Pahit, Dan Teh Manis xv

16 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Informan Lampiran 2. Transkrip Wawancara Lampiran 3. Pernyataan Informan Lampiran 4. Daftar Gambar Lampiran 5. Catatan Lapangan Lampiran 6. Kartu Identitas Informan Lampiran 7. Peta Jawa Tengah Lampiran 8. Peta Kabupaten Purworejo Lampiran 9. Peta Desa Kaligono Lampiran 10. Profil Desa Kaligono Lampiran 11. Surat Permohonan Ijin Penelitian Lampiran 12. Surat Pemberitahuan Ijin Penelitian Lampiran 13. Surat Penetapan Dosen Lampiran 14. Surat Ijin KPPT Lampiran 15. Kartu Bimbingan xvi

17 DAFTAR ISTILAH Barongan : Berbentuk kepala singa yang digunakan penari kuda lumping Bejer : Gambaran seorang raksasa pamomong atau yang memelihara barongan Bonang-baneng : air putih dicampur dengan kembang setaman Budaya : budaya atau kebudayaan Cemethi : Cambuk Danyang : roh-roh atau makhluk gaib yang didatangkan untuk merasuki tubuh penari dalam kesenian ndolalak agar mengalami kesurupan. Degan ijo : kelapa muda Demung : salah satu instrumen gamelan yang termasuk keluarga balungan Drum : alat musik perkusi yang terdiri dari kulit yang direntangkan dan dipukul dengan menggunakan stick. Gamelan : seperangkat alat musik. Gong : : alat musik terbuat dari logam yang bentuknya bulat yang digantungkan pada kayu dengan tali dan cara memainkannya dengan cara dipukul. Kuda lumping : kesenian tradisional yang secara umum cirinya menggunakan properti kuda kepang. Karawitan : kelompok musik Jawa yang dii:ringi dengan gamelan. Kendhang : alat musik yang terbuat dari kulit sapi, bersisi dua dengan sisi kulitnya ditegangkan dengan tali dan kulit atau rotan. Krumpyung : alat musik tradisional yang dibuat dari bambu, cara memainkannya adalah dengan cara digoyang-goyangkan. Kuda kepang : kuda kepang yang terbuat dari anyaman bambu Ndadi : keadaan di mana seorang penari mengalami kesurupan karena kemasukan roh dan tidak sadarkan diri. Njawab : meminta ijin kepada para leluhur xvii

18 Nyekar : berziarah ke makam orang yang sudah meninggal dunia. Obong menyan : suatu ritual sakral yang dilakukan oleh sesepuh atau pawang kesenian sebelum dimulai pertunjukan dengan maksud untuk meminta keselamatan para anggota kesenian dan untuk menghadirkan roh-roh agar terlibat dalam pertunjukan tersebut. Organ : alat musik yang mempunyai suara yang unik Penthul : Abdi dalem raja yang bertugas menghibur raja atau sembahannya yang sedang susah. Pelog : Notasi dalam sebuah lagu dalam gamelan memiliki 7 nada per oktaf yaitu ( C+D E- F# G# A B) dengan perbedaan interval yang besar Pepundhen : suatu tempat yang masih dipercaya secara turun temurun. Pawang : orang yang mengatur jalannya pertunjukan jaran kepang. Sekar setaman : (bunga setaman) terdiri atas rangkaian beberapa bunga, antara lain mawar, kenanga, kanthil, dan lain-lain. Slendro : Notasi dalam sebuah lagu dalam gamelan memiliki 5 nada per oktaf yaitu ( C- D E+ G A ) dengan interval yang sama atau kalaupun berbeda intervalnya sangat kecil Sesepuh : orang yang dituakan (disepuhkan). Slamet : selamat tidak terjadi apa-apa, terhindar dari marabahaya. Tembang/lagu : nyanyian atau musik Turangga : kuda. Tri : Tiga Bendhe tiga : Alat musik ini untuk menyeimbangkan nada dengan saron demung dan gong. Cara memainkannya dengan cara dipukul seperti gong xviii

19 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia mempunyai aspek sosial budaya yang beragam banyaknya. Secara spesifik, keadaan budaya Indonesia sangat kompleks, mengingat penduduk Indonesia lebih dari dua ratus juta jiwa dalam tiga puluh kesatuan suku bangsa. Indonesia memiliki enam puluh tujuh budaya terbesar dari barat sampai ke timur nusantara. Indonesia merupakan bangsa yang memiliki berbagai macam corak kebudayaan daerah atau suku yang hidup dan berkembang di seluruh pelosok tanah air. Kebudayaan daerah yang satu berbeda dengan kebudayaan daerah yang lain karena setiap kebudayaan mempunyai ciri atau corak tertentu. Pernyataan di atas dapat diketahui bahwa Indonesia adalah ragam yang kaya raya akan sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya budaya yang melimpah. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang serba multi, baik multi bangsa, multi agama, maupun multi budaya. Bahkan banyak dari budaya Indonesia dipamerkan dan dipertontonkan di luar negeri. Kebudayaan mencakup segala hal yang merupakan keseluruhan hasil cipta, karsa dan karya manusia termasuk di dalamnya benda-benda hasil kreativitas dan ciptaan manusia. Salah satu penyangga kebudayaan dan berkembang menurut kondisi dari kebudayaan itu adalah kesenian. Kesenian merupakan

20 2 unsur dari kebudayaan yang dipandang dapat menonjolkan sifat dan mutu, serta demikian cocok sebagai unsur paling utama dalam kebudayaan nasional (Koentjaraningrat, 1985:113). Oleh karena itu kesenian dalam hal ini seni tari, perlu dipelihara dan dilestarikan agar tidak punah. Jika dibandingkan dengan cabang kesenian yang lain, seni tari lebih banyak menyangkut segi kehidupan manusia yang sangat kompleks, seperti agama, kepercayaan, kesusastraan, musik, drama, seni rupa, dan lain sebagainya. Tari adalah ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan berbentuk gerak tubuh yang diperhalus melalui estetika. Unsur utama yang paling pokok dalam tari adalah gerak tubuh manusia yang sama sekali tidak lepas dari unsur ruang, waktu, dan tenaga. Akan tetapi di era sekarang ini tidak sedikit orang yang kurang bisa memahami akan arti seni tari. Apabila disimak secara khusus, tari membuat seseorang tergerak untuk mengikuti irama tari, gerak tari, maupun unjuk kemampuan dan kemauan kepada umum secara jelas. Tari memberikan penghayatan rasa, empati, simpati, dan kepuasan tersendiri terutama bagi pendukungnya. Tari pada kenyataannya, merupakan penampilan gerak tubuh. Oleh karena itu tubuh sebagai media ungkap sangat penting perannya bagi tari. Gerakan tubuh dapat dinikmati sebagai bagian dari komunikasi bahasa tubuh. Dengan itu tubuh berfungsi menjadi bahasa tari untuk memperoleh makna gerak. Sebagai salah satu cabang seni yang mendapat perhatian besar di masyarakat, tari ibarat bahasa gerak, hal tersebut menjadi alat ekspresi

21 3 manusia dalam karya seni. Sebagai sarana atau media komunikasi yang universal, tari menempatkan diri pada posisi yang dapat dinikmati oleh siapa saja dan kapan saja. Peranan tari sangat penting dalam kehidupan manusia, memanfaatkan tarian untuk mendukung prosesi acara sesuai kepentingannya. Masyarakat membutuhkannya bukan saja sebagai kepuasan estetis saja, melainkan juga untuk keperluan upacara agama dan adat. Salah satu kesenian tari tradisional yang menarik adalah kuda lumping, jaran kepang atau yang sering disebut jathilan. Tarian kuda lumping, jaran kepang atau jathilan adalah tarian tradisional Jawa, yang menampilkan sekelompok orang yang berdandan ala prajurit, tengah menunggang kuda, tarian ini menggunakan kuda yang terbuat dari bambu yang dianyam dan dibuat menyerupai bentuk kuda. Dalam mengamati sebuah tari ada dua sasaran pengamatan yaitu segi yang bersifat kewujudan dan segi yang bersifat isi atau makna. Segisegi tari yang bersifat kewujudan akan menyangkut teknik tari dan tradisi penampilan, sedang segi-segi tari yang bersifat isi atau makna akan mengena pada wilayah konsep keindahan serta fungsi dan peranan tari dalam konteks yang lebih besar (Sedyawati, 1981: ). Hal ini sesuai dengan fokus pengamatan dalam penelitian kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo di Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo yaitu dari segi bentuk penyajian, fungsi, dan makna simbolis sesaji yang merupakan substansi dasar tari.

22 4 Penulis menganggap ada hal menarik yang ada dalam tarian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo ini, yaitu penekanan perhatian pada aspek hiburan ini yang mengarahkan perhatian pada dimensi luaran, sesuatu yang tampak pada kesenian kuda lumping itu sendiri. Ketertarikan itu akhirnya sampai pada teks kesenian kuda lumping seperti eksotisme gerakan, corak gamelan pengiring, hingga kostum yang digunakan. Faktor lain yang juga dianggap menarik adalah aspek mistis yang terdapat dalam kesenian Kuda lumping. Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik meneliti Bentuk, Makna, dan Fungsi Pertunjukan Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo di Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo. Alasan yang lain, yaitu karena selain belum pernah diteliti, grup ini mempunyai keunikan. Keunikan tersebut yaitu (a) diadakannya prosesi nyekar (tabur bunga) dan obong menyan di pepundhen Eyang Brojo Menggolo kakung putri yang bertujuan untuk meminta izin supaya diberikan kelancaran dari mulai pertunjukan hingga pertunjukan Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo selesai, (b) pemahaman masyarakat tentang kesenian ini lebih didasarkan karena kesenian ini merupakan warisan leluhur yang diturunkan secara turun-temurun, serta sebagai upaya pelestarian kebudayaan daerah, (c) sesaji yang digunakan masih menggunakan sesaji yang sederhana sehingga pertunjukan masih dapat dinikmati oleh segala umur, (d) adanya keterbukaan dari pihak paguyuban kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo sehingga memperlancar dalam memperoleh informasi atau data yang berkaitan dengan penelitian.

23 5 B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut : 1. Tarian Kuda Lumping adalah salah satu kesenian tradisional yang menarik, yang menampilkan sekelompok orang yang berdandan ala prajurit, tengah menunggang kuda, tarian ini menggunakan kuda yang terbuat dari bambu yang dianyam dan dibuat menyerupai bentuk kuda. 2. Hal yang menarik yang ada dalam tarian Kuda Lumping ini yaitu penekanan pada aspek hiburan yang mengarahkan perhatian pada dimensi luaran, sesuatu yang tampak pada kesenian kuda lumping itu sendiri, hal lain yang dianggap menarik adalah aspek mistik atau kesurupan dalam kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo. 3. Kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo terdapat bentuk pengkajian yang memiliki ciri sederhana baik dalam gerak, kostum, rias, maupun pola lantai, serta memiliki fungsi sebagai upacara, pergaulan atau hiburan dan pertunjukan. 4. Gerak dalam tari Kuda Lumping memiliki makna simbolis gerak, baik gerak murni maupun gerak maknawi. C. Batasan Masalah Berdasarkan uraian di atas, muncul berbagai permasalahan penelitian yang sangat kompleks. Demi terarahnya topik penelitian ini, maka perlu dispesifikasikan tentang tinjauannya. Akan tetapi mengingat

24 6 waktu yang relatif singkat untuk penelitian, peneliti akan mengungkapkan permasalahan bentuk penyajian, fungsi, dan makna sesaji dalam tarian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo di Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo. Bentuk penyajian, fungsi, dan makna sesaji dalam tarian perlu mendapat perhatian karena sebagai dasar untuk penelitian dalam bidang lainnya dan mengkaji bentuk penyajian maka akan diketahui ciri khas dari tari tersebut yang dapat membedakannya dari tarian lainnya. D. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah maka dirumuskan masalah pada penelitian ini sebagai berikut : 1. Bagaimana bentuk penyajian pertunjukan Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo di Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo? 2. Bagaimana makna simbolis sesaji yang terkandung dalam kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo di Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo? 3. Bagaimana fungsi kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo di Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo?

25 7 E. Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah di atas, maka penelitian ini mempunyai beberapa tujuan sebagai berikut : 1. Mendeskripsikan bentuk penyajian kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo di Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo. 2. Mendeskripsikan makna simbolis sesaji yang terkandung dalam kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo di Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo. 3. Mendeskripsikan fungsi kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo di Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo. F. Manfaat Penelitian Ada beberapa manfaat yang dapat diambil dari hasil penelitian ini yaitu manfaat teoritis dan praktis. 1. Manfaat teoretis: a. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan bagi para seniman dalam berapresiasi dan bahan pertimbangan untuk pengembangan kesenian kerakyatan khususnya kesenian Kuda Lumping di Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo.

26 8 b. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan pelengkap dokumentasi serta menambah wawasan atau informasi khususnya mengenai kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo di Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo. 2. Manfaat praktis a. Dapat memberikan informasi kepada masyarakat luas dan pembaca pada umumnya tentang adanya kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo di Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo. b. Dapat menambah wawasan tentang kesenian Kuda Lumping itu. c. Bagi masyarakat luas penelitian ini sebagai bahan pertimbangan dan berfikir tentang segi positif dan negatif kesenian Kuda Lumping. G. Sistematika Skripsi Untuk mempermudah dalam mempelajari dan memahami laporan penelitian, penulisan skripsi ini disusun dengan sistematika sebagai berikut: 1. Bagian awal terdiri atas: halaman judul, halaman persetujuan pembimbing, halaman pengesahan, halaman motto dan persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar gambar, dan abstrak.

27 9 2. Bagian isi terdiri atas: Bab I berisi Pendahuluan terdiri dari latar belakang, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II berisi Kajian Teori meliputi Tinjauan pustaka dan Kajian Teoritis. Tinjauan Pustaka terdiri atas penelitian yang relevan, sedangkan Kajian Teoritis terdiri atas konsep kebudayaan, konsep kesenian tradisional, konsep folklor, kesenian Kuda Lumping, bentuk penyajian, fungsi pertunjukan, dan makna simbolik. Bab III Metode Penelitian terdiri dari jenis penelitian, waktu dan tempat penelitian, sumber data dan data, teknik pengumpulan data, analisis isi, teknik keabsahan data, teknik analisis data. Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, berisi tentang penyajian data dan pembahasan sesuai dengan teori-teori yang telah dikaji. Bab V Penutup, berisi tentang simpulan dari pembahasan dan saran baik bagi pembaca maupun penulis. Daftar Pustaka.

28 10 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka merupakan kajian secara kritis terhadap kajian terdahulu, sehingga dapat diketahui perbedaan yang khas dari bagian yang terdahulu dengan kajian yang akan dilakukan. Dalam hal ini penulis mengambil beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu: 1. Mukhlas Alkaf, Mahasiswa Jurusan Tari Fakultas Seni Pertunjukan, ISI Surakarta dengan judul Spiritual Mistis Di Balik Ekspresi Kesenian Rakyat Jaranan. Permasalahan yang dimunculkan dalam penelitian ini adalah mengenai (1) Apa dan bagaimana kesenian jaranan itu?, (2) Konteks sosial dan budaya yang melatar belakangi penyertaan tari jaranan dalam upacara adat, (3) Tradisi religius masyarakat setempat yang mendorong praktek mistik, (4) Makna pertunjukan jaranan bagi masyarakat sebagai masyarakat pendukung seni pertunjukan tersebut. Penelitian yang Mukhlas Alkaf menyimpulkan bahwa keberadaan kesenian jaranan memiliki keterkaitan erat dengan aspek religius dari masyarakat pendukung kesenian tersebut. Adegan kesurupan, berbagai jenis sajen, mantra merupakan indikasi bahwa

29 11 sebuah pementasan kesenian jaranan pada saat-saat khusus seperti ritual adat, tidak hanya sebuah ekspresi semata, tetapi memiliki kaitan erat dengan cita-cita religius masyarakat pendukung kesenian tersebut. Keberadaan kesenian jaranan melibatkan spirit mistik menjadi relevan dalam keberlangsungan di tengah masyarakat desa Lencoh, karena praktek mistik masih banyak dianut oleh masyarakat setempat. Persamaan dengan penelitian penulis yaitu bentuk, makna, dan fungsi tarian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo di Desa Kaligono, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo adalah sama-sama mengkaji bentuk penyajian kesenian Kuda Lumping. Perbedaannya adalah Mukhlas Alkaf menekankan penelitiannya pada nilai spiritualitas mistis di balik ekspresi kesenian jaranan, sedangkan penulis cenderung dengan bentuk tarian Kuda Lumping, makna simbolis gerak yang digunakan serta fungsi tarian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo di Desa Kaligono, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo. 2. Lucy Angela Clare Springate, Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang, dengan judul Kuda Lumping dan Fenomena Kesurupan Massal: Dua studi kasus tentang kesurupan dalam kebudayaan Jawa. Permasalahan yang dimunculkan dalam penelitian ini adalah: (1) Mengapa dan factor apa yang menyebabkan orang mengalami kesurupan di Indonesia, (2) Apa yang terjadi pada orang kesurupan dan bagaimana mereka merasakanya, (3) Bagaimana fenomena kesurupan missal di Malang, (4) Apa peran

30 12 kesurupan dalam tari kuda lumping, (4) Apa peran kesurupan dalam tari kuda lumping, (5) Apakah ada hubungan antara kesurupan dalam kuda lumping dan kesurupan dalam fenomena kesurupan massal. Penelitian Lucy menjelaskan arti kesurupan dan menerangkan alasan-alasan, serta faktor-faktor pokok yang menyebabkan kesurupan. Meskipun demikian, telah jelas bahwa tidak ada satu alasan pasti yang menyebabkan kesurupan, dan tidak ada satu definisi pasti yang menjelaskan kesurupan. Ini karena kesurupan bukan hal yang jasmani, tetapi sesuatu yang rohani dan psikologis dan meliputi bermacammacam unsur. Persamaan dengan penelitian penulis yaitu bentuk, makna, dan fungsi tarian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo di Desa Kaligono, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo adalah sama-sama mengkaji bentuk penyajian kesenian Kuda Lumping. Perbedaannya adalah Lucy Angela Clare Springate menekankan penelitiannya pada pengertian kesurupan dan sebab- sebab terjadinya kesurupan, serta hubungan antara kesurupan dalam tari kuda lumping dan kesurupan yang terjadi di skala besar yaitu fenomena kesurupan missal. Sedangkan penulis cenderung dengan bentuk tarian Kuda Lumping, makna simbolis gerak yang digunakan serta fungsi tarian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo di Desa Kaligono, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo.

31 13 3. RHD Nugrahaningsih, Program Studi Antropologi Sosial, Universitas Negeri Medan, dengan Judul Transformasi Kesenian Tradisional Jathilan Pada Masyarakat Jawa Deli Analisis Perubahan Dalam Situasi Sosial Masyarakat Majemuk. Dalam penelitiannya Nugrahaningsih memunculkan masalah sebagai berikut: (1) Perubahan bentuk kesenian jathilan, (2) perubahan fungsi atau peranan kesenian jathilan, (3) faktorfaktor yang berpengaruh terhadap perubahan, (4) nilai- nilai yang terkandung dalam kesenian sebagai pembentuk identitas budaya. Nugrahaningsih menyimpulkan bahwa kesenian tradisional jathilan merupakan bentuk kesenian yang extra ordinar, yaitu di luar kebiasaan sehari- hari karena berhubungan dengan kekuatan ghaib dengan muatan mistiknya, kesenian ini tetap digemari. Di tengah gemuruhnya arus budaya global serta lingkungan sosial masyarakat majemuk, kesenian ini mengalami transformasi bentuk. Transformasi tersebut meliputi nama kesenian, bentuk gerak, kostum, properti, alat musik, bentuk iringan, bahkan tahap pertunjukan. Persamaan dengan penelitian penulis yaitu bentuk, makna, dan fungsi tarian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo di Desa Kaligono, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo adalah sama-sama mengkaji bentuk penyajian kesenian Kuda Lumping. Perbedaannya adalah RHD Nugrahaningsih menekankan penelitiannya pada transformasi atau perubahan kesenian tradisional jathilan dalam situasi sosial masyarakat majemuk. Sedangkan penulis cenderung dengan

32 14 bentuk tarian Kuda Lumping, makna simbolis gerak yang digunakan serta fungsi tarian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo di Desa Kaligono, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo. B. Kajian Teoretis 1. Konsep Kebudayaan Herusatoto (2008:7) menyatakan bahwa, kata budaya secara etimologi berasal dari dua kata dasar, yaitu kata budi dan daya. Budi adalah akal, tabiat, dan daya upaya, sedangkan daya adalah kekuatan, pengaruh, cara, dan muslihat. Dari kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa budaya berarti kekuatan batin dalam daya upayanya menuju kebaikan atau kesadaran batin menuju kebaikan karena manusia merupakan makhluk berbudaya dan kebudayaan merupakan ukuran dalam hidup dan tingkah laku manusia. Definisi ini dipertegas lagi oleh Koentjaraningrat dalam Sutardjo (2010 :12) sebagai berikut budaya berasal dari kata buddhayah (Sansekerta) bentuk jamak dari buddhi budi atau akal. Keseluruhan isi serta kemampuan alam pikiran dan alam jiwa manusia dalam hal menanggapi lingkungannya disebut mentalitet tidak terlepas dari hubungan dengan system nilai budaya. Kebudayaan meliputi gagasangagasan, cara berfikir, ide-ide yang menghasilkan norma-norma, adat istiadat, hukum, dan kebiasaan-kebiasaan yang merupakan pedoman bagi tingkah laku dalam masyarakat. Jadi kebudayaan berarti hal-hal yang bersangkutan dengan budi dan akal. Tingkat yang lebih tinggi dan paling abstrak dari adat istiadat adalah sistem nilai budaya, karena sistem nilai budaya

33 15 merupakan konsep yang hidup dalam alam pikiran masyarakat. Sistem nilai budaya tidak saja berfungsi sebagai pedoman tetapi juga sebagai pendorong kelakuan manusia dalam hidup. Menurut definisi tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil cipta, karsa, dan rasa manusia untuk memenuhi kebutuhan kehidupannya dengan cara belajar, yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. Yang berarti bahwa tidak ada masyarakat yang tidak memiliki kebudayaan, demikian pula sebaliknya tidak ada kebudayaan tanpa masyarakat sebagai pendukungnya. Karena kebudayaan dan masyarakat merupakan satu kesatuan yang sulit dipisahkan. Manusia begitu erat hubungannya dengan kebudayaan, karena kebudayaan merupakan lingkup dimana manusia harus hidup. Pernyataan bahwa manusia adalah makhluk budaya mengandung pengertian bahwa kebudayaan merupakan ukuran dalam hidup tingkah laku manusia. Menurut antropolog Indonesia Koentjaraningrat (1985:5) budaya manusia itu mempunyai tiga wujud yaitu : a) Wujud kebudayaan sebagai sesuatu kompleks dan ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya b) Wujud sistem sosial berupa tindakan sosial, perilaku berpola dari manusia dalam masyarakat,

34 16 c) Wujud kebudayaan fisik berupa hasil karya masyarakat yang bersangkutan. Dari ketiga wujud kebudayaan itu jelas bahwa wujud pertama dan wujud kedua adalah merupakan buah dari akal dan budi manusia, sedangkan wujud yang ketiga adalah buah dan karya manusia. Dapat diambil kesimpulan bahwa kebudayaan merupakan hasil budi dan daya atau buah pikiran manusia yang dituangkan dalam suatu bentuk kegiatan atau aktivitas yang berguna sebagai pedoman hidup. Kebudayaan juga merupakan hasil cipta, rasa, dan karsa manusia dengan menggunakan akal budinya untuk mengisi kehidupannya dengan menciptakan hal yang bermanfaat bagi diri sendiri maupun masyarakat. 2. Konsep Kesenian Tradisional Kesenian adalah bagian dari kebudayaan. Seni tari adalah salah satu bagian dari kesenian. Dalam Kussudiardja (1992:1) mendefinisikan seni tari sebagai berikut: Arti seni tari adalah keindahan gerak anggota-anggota badan manusia yang bergerak, berirama dan berjiwa atau dapat diberi arti bahwa seni tari adalah keindahan bentuk anggota badan manusia yang bergerak, berirama dan berjiwa yang harmonis. Sudah jelaslah dari kutipan di atas bahwa penyajian tari kuda lumping lebih memperlihatkan gerak setiap anggota badan penari kuda lumping. Gerak tari pada kesenian kuda lumping banyak menggunakan gerak berlari dan melompat yang menggambarkan gerakan kuda.

35 17 Kesenian kuda lumping adalah salah satu kesenian tradisional. Kesenian dianggap tradisional karena lahir pada masa Indonesia belum merdeka, menggunakan dialek atau bahasa daerah, dan mempunyai identitas regional yang kuat dan punya pola dramatik tertentu yang dapat diduga sebelumnya. Menurut Kasim Achmad dalam Sutardjo (2010:65) berpendapat bahwa kesenian tradisional adalah : Suatu bentuk seni yang bersumber dan berakar serta telah dirasakan sebagai milik sendiri oleh masyarakat lingkungannya. Pengolahannya didasarkan atas cita- cita masyarakat pendukungnya. Cita rasa di sini mempunyai pengertian yang luas, termasuk nilai kehidupan tradisi, pandangan hidup, pendekatan falsafah, rasa etis dan estetis serta ungkapan budaya lingkungan. Hasil kesenian tradisional biasanya diterima sebagai tradisi, pewaris yang dilimpahkan dari angkatan tua kepada angkatan muda. Dapat dijelaskan bahwa seni tradisional Indonesia berasal dari lingkungan-lingkungan yang banyak macamnya di tanah air kita. Berbagai upaya telah ditempuh guna memperkenalkan seni daerah yang satu kepada daerah yang lain. Bahkan mengajarkannya sekalipun sebagai apresiasi, yang bisa menumbuhkan rasa ikut memiliki. Tari tradisional apabila dilihat dari dasar penciptaannya mempunyai ciriciri khusus yaitu nilai-nilai yang dianut dan gagasan-gagasan yang melatarbelakanginya. Adanya semangat kolektif dari para penciptanya yang didasarkan pada kehidupan sosial masyarakat serta didukung oleh pandangan kesukuan daerahnya yang menonjol, menyebabkan tari tradisional memiliki sifat komunal kedaerahan, yang artinya disamping

36 18 merupakan gagasan kolektif, juga dimiliki bersama oleh masyarakat pendukungnya. Selain itu, karena diturunkan dari generasi ke generasi, maka tari tradisional menjadi tradisi yang mengakar, yaitu menjadi adat dengan mengikat diri pada tradisi lama masyarakat yang menjadi tradisional, yaitu memuja pandangan dan praktek lama serta menjaga supaya tetap lestari dan berkembang. Kesenian tradisional yang hidup dan berkembang di daerahdaerah mempunyai ciri khas sebagai berikut: (a) seni yang pengaruh keberadaannya pada batas-batas wilayah tertentu dan jangkauannya terbatas pada budaya penunjang; (b) seni yang sangat erat hubungannya dengan golongan ras, kesukuan, adat istiadat maupun keagamaan; (c) merupakan bagian dari satu cosmos kehidupan yang bulat tanpa terbagi-bagi dalam pengkotakan spesialisasi; (d) karya seninya bukan merupakan hasil kreativitas perseorangan, melainkan tercipta secara anonim bersamaan dengan sifat kolektif masyarakat pendukungnya; (e) seninya bersifat fungsional dalam arti tema dan bentuk-bentuk ungkapan dan penampilannya tidak terpisahkan dari kepentingan cosmos yang menyeluruh itu; (f) perubahannya sangat lamban juga ada suatu kemampuan yang mengakar (Sutardjo, 2010: 65) Fungsi kesenian tradisional ditinjau dari etnik-etnik tertentu adalah sebagai berikut: (a) sebagai pemanggil kekuatan supranatural (gaib); (b) memanggil roh-roh baik untuk mengusir roh-roh jahat; (c)

37 19 pemujaan pada nenek moyang dengan menirukan kegagahan ataupun kesigapan; (d) pelengkap upacara sehubungan dengan peringatan tingkatan hidup seseorang; (e) pelengkap upacara sehubungan dengan saat-saat tertentu dalam perputaran waktu; (f) manifestasi daripada dorongan untuk mengungkapkan keindahan semata (Sutardjo, 2010:65). Fungsi seni tradisi tersebut lebih menekankan pada persoalan kehidupan masyarakat di mana ia berada, sedangkan persoalan itu cenderung lari pada kehidupan yang sangat esensial, seperti nilai kemanusiaan maupun keagungan sang pencipta. Seni tradisi dalam perjalanan awal digunakan untuk upacara ritual, upacara keagamaan. Kesimpulan yang dapat diambil mengenai tari sebagai kesenian tradisional adalah suatu bentuk tari yang berakar dan bersumber dari kalangan masyarakat yang merupakan gagasan kolektif masyarakat, serta memiliki sifat, bentuk, dan fungsi tergantung dan berkaitan erat dengan masyarakat dimana tari itu lahir, tumbuh dan berkembang serta dipentaskan pada berbagai acara. Penjelasan dan uraian di atas semakin meneguhkan tari Kuda Lumping sebagai tari tradisional karena disamping merupakan tarian yang diwariskan secara turun-temurun yang merupakan hasil pelestarian dan pengembangan seniman kelompok kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo, tari Kuda Lumping juga telah menjadi ciri khas kesenian tradisional di Desa Kaligono yang sering

38 20 dipentaskan dalam acara-acara hajatan. Bertolak dari batasan bahwa tari adalah ungkapan jiwa manusia dengan gerak-gerak ritmis yang indah, maka gerak-gerak yang telah dirakit dalam komposisi tari Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo mengandung makna tertentu atau maksud tertentu, yang diungkap, dirasakan dan dihayati orang lain. 3. Konsep Folklor Istilah folklor merupakan pengindonesiaan kata bahasa Inggris fol-klore. Ditinjau dari etimologinya, folklore berasal dari dua kata dasar yaitu folk yang berarti rakyat dan lore yang berarti adat. Dengan demikian definisi folk-lore secara keseluruhan adalah tradisi kolektif sebuah bangsa yang disebarkan dalam bentuk lisan maupun gerak isyarat, sehingga tetap berkesinambungan dari generasi ke generasi (Danandjadja, 1984:1). Berdasarkan pengertian di atas, maka folklor merupakan bagian dari kebudayaan yang diwariskan turun-temurun tetapi tidak dibukukan. Folklor yang terdapat pada tarian kuda lumping Turonggo Tri Budoyo termasuk dalam kesenian yang berkembang di masyarakat dan berupa tarian tradisional. Tarian kuda lumping Turonggo Tri Budoyo juga merupakan tarian yang sudah bertahun-tahun berkembang di masyarakat. Dengan kata lain tarian kuda lumping Turonggo Tri Budoyo ini, merupakan tarian yang eksistensinya masih bisa dipertahankan sampai saat ini terbukti dalam berbagai upacara hajatan seperti pernikahan, sunatan, syukuran, biasanya selalu melibatkan

39 21 pertunjukan tari kuda lumping Turonggo Tri Budoyo sebagai pertunjukan pendukung dalam acara tersebut. Definisi folklor juga dikemukakan oleh Winnick dalam Purwadi (2009: 1) sebagai berikut: Folklore: the common orally transmitted traditions, myths, festival, songs, superstition and of all peoples, folklore has come to mean all kind of oral artistic expression. It may be found in societies. Originally folklore was the study of the curiousities. Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa folklor adalah tradisi suatu masyarakat yang disebarkan secara lisan dari mulut ke mulut, seperti dongeng, cerita, hikayat, kepahlawanan, adat-istiadat, lagu, tata cara, kesusastraan, kesenian dan busana daerah. Folklor tetap bertahan secara terus menerus karena memiliki fungsi. Biasanya folklor mengandung nilai-nilai ataunasihat yang penting untuk mempertahankan hidup. Dalam perkembangan folklor dimaknai sebagai ungkapan artistik yang ditemui bukti-bukti tertulisnya dalam masyarakat, bahkan mungkin sengaja tidak ditulis dalam kesastraan masyarakat. a. Bentuk-bentuk folklor Danandjaja (1984:21) menggolongkan folklor berdasarkan tipenya menjadi tiga kelompok besar, yaitu: 1. Folklor lisan Adalah folklor yang bentuknya memang murni lisan. Bentuk-bentuk folklor yang termasuk ke dalam kelompok ini

40 22 antara lain: (a) bahasa rakyat (folk speech) seperti logat, julukan, pangkat tradisional dan title kebangsawanan; (b) ungkapan tradisional, seperti peribahasa, pepatah dan pemeo; (c) pertanyaan tradisional seperti teka-teki; (d) puisi rakyat, seperti pantun, gurindam dan syair; (e) cerita prosa rakyat, seperti mite, legenda dan dongeng; (f) nyanyian rakyat. 2. Folklor sebagian lisan Adalah folklor yang bentuknya merupakan campuran antara lisan dan unsur bukan lisan. Bentuk-bentuk folklor yang termasuk dalam kelompok ini yaitu sebagai berikut: (a) kepercayaan rakyat atau takhayul; (b) permainan rakyat; (c) teater rakyat; (d) tarian rakyat; (e) adat-istiadat; (f) upacara; (g) pesta rakyat. 3. Folklor bukan lisan Adalah folklor yang bentuknya bukan lisan, walaupun cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Folklor bukan lisan ini dapat dibagi menjadi dua sub kelompok yaitu: (a) Material Bentuk folklor yang tergolong material antara lain: arsitek rakyat (bentuk rumah asli daerah, bentuk lumbung padi dan sebagainya), kerajinan tangan rakyat, obat-obatan tradisional.

41 23 (b) Bukan material Bentuk-bentuk folklor yang termasuk bukan material antara lain: gerak isyarat tradisional, bunyi isyarat untuk komunikasi rakyat (kentongan tanda bahasa di Jawa atau bunyi gendang untuk mengirim berita seperti yang dilakukan di Afrika) dan musik rakyat. Apapun bentuk dan wujud sebuah tradisi, merupakan bagian dari folklor. Folklor merupakan bagian dari kebudayaan yang berkembang di tengah-tengah masyarakat. Kehadirannya merupakan perwujudan dari kesadaran suatu masyarakat. Masyarakat yang membuat, menerima, mengubah atau menolaknya. Pada dasarnya tradisi telah lama hidup di tengah-tengah masyarakat dan diwariskan secara turun- temurun sebagai norma dalam kehidupan sesuai kebudayaan masing-masing. Berdasarkan bentuk folklor di atas, tarian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo termasuk ke dalam jenis folklor sebagian lisan karena kesenian kuda lumping ini adalah salah satu contoh tarian rakyat. Unsur lisan yang ada dalam kesenian kuda lumping ini adalah cara penyebarannya yang dilakukan secara lisan, dari mulut ke mulut. Usia kesenian ini juga sangat sulit dilacak, karena hanya diwariskan secara turun-temurun. Unsur bukan lisannya bahwa dalam kesenian tari kuda lumping tersebut terdapat gerak-gerak isyarat.

42 24 4. Kesenian Kuda Lumping Kuda lumping merupakan salah satu jenis kesenian tradisional yang sangat popular, sehingga dapat dikatakan bahwa hampir semua orang Jawa khususnya, dan Indonesia pada umumnya mengenal tarian ini. Tarian kuda lumping hingga kini masih tumbuh di banyak kelompok masyarakat khususnya di pulau Jawa. Kesenian kuda lumping merupakan suatu bentuk tari rakyat yang sangat terkenal di daerah Jawa Tengah, yang biasanya disajikan dalam bentuk drama tari atau fragmen yang ceritanya mengambil dari cerita panji atau Menak. Bentuk kesenian kuda lumping adalah salah satu jenis kesenian tradisional yang ritual. Kuda lumping adalah seni tari yang dimainkan dengan menaiki kuda tiruan dari anyaman bambu (kepang). Dalam memainkannya biasanya diiringi dengan musik khusus yang sederhana karena hanya permainan rakyat, yaitu dengan gong, kenong, kendhang, dan slompret (Winarsih 2008: 11). Dari kutipan di atas jelaslah bahwa Kuda lumping adalah salah satu bentuk seni pertunjukan rakyat yang secara umum cirinya menggunakan properti kuda kepang, yaitu kuda-kudaan, dibuat dari bambu yang dianyam. Istilah kesenian rakyat yang memakai kuda kepang menjadi beraneka ragam berdasarkan dimana kesenian tersebut hidup atau berdasarkan kewilayahan. Dalam bukunya (Prihatini, 2008:163) mengungkapkan bahwa:

43 25 Di daerah Jawa Barat disebut dengan nama kuda lumping, di daerah Purwokerto, Banjarnegara, dan Banyumas dengan istilah ebeg, eblek, dan barongan, sedangkan di daerah Yogyakarta, Magelang, Surakarta, Blora, dan Kedu dengan istilah jathilan, jaran dhor, kuda lumping, kuda kepang, inkling, dan reyog. Sedangkan di daerah Jawa Timur dengan nama reyog dan jaranan. Dengan banyaknya kelompok seni pertunjukan rakyat kuda lumping, di daerah Kedu pada umumnya ada yang menggunakan tema cerita dan ada yang tanpa cerita. Kelompok seni pertunjukan rakyat yang dijadikan sasaran penelitian ini adalah kelompok Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo dari Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo. 5. Bentuk Penyajian Ducasse membedakan antara bentuk dengan isi, disebutkannya bentuk tersusun atas unsur-unsur abstraksi seperti garis, warna, suara, gerak dan kata, sedangkan isi merupakan penggambaran dramatiknya atau merupakan penggambaran kejadian-kejadian (dalam Nanik, 2008: 121). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa bentuk karya seni merupakan hasil ciptaan seniman dalam mengungkapkan isi ke dalam wadah yang dapat ditangkap dengan indera manusia. Untuk memahami identitas pada seni pertunjukan, dapat dilihat dari aspek bentuk, fungsi, dan maknanya. Dari aspek bentuknya, dapat dilihat dari komponen-komponen yang mewujudkannya. Dari aspek makna dapat dilihat bagaimana masyarakatnya menggunakan simbol-simbol

44 26 untuk mewujudkan bentuknya, sedangkan dari aspek fungsi, dapat dilihat bagaimana kegunaan di dalam masyarakat. Bentuk sajian seni pertunjukan rakyat kuda lumping ada yang menggunakan tema ceritera dan ada yang lepas. Bentuk sajian yang menggunakan ceritera diantaranya sebuah penggambaran kelompok prajurit berkuda di bawah pimpinan Prabu Klana Swandana dari Bantarangin yang ingin mempersunting Dewi Sekartaji putri Kediri. Dalam perjalanannya dihadang oleh Gembong Amijaya yang terkenal sakti dan dapat menjelma menjadi harimau (barongan). Dalam peperangan melawan Klana Swandana, barongan kalah terkena senjata andalan Klana yang disebut Cambuk Samanliman. Kemudian melanjutkan perjalanan sehingga bertemu dengan Raden Asmarabangun dari Jenggalamanik dan terjadi peperangan, akhirnya Klana kalah (dalam Nanik, 2008: ). Dengan banyaknya kelompok seni pertunjukan rakyat kuda lumping, pada umumnya menggunakan tema cerita dan ada yang tanpa cerita. Seni pertunjukan rakyat yang dijadikan sasaran penelitian ini adalah kelompok Kuda lumping Turonggo Tri Budoyo di Desa Kaligono, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo. Kelompok ini bentuk penyajiannya selain menggunakan tema cerita juga telah ditambah dengan bentuk tari kreasi baru yang semakin memperindah sajian tariannya.

45 27 6. Fungsi Pertunjukan Pembahasan di sekitar masalah fungsi seni dalam kehidupan manusia sudah banyak dirumuskan menurut pandangan dari berbagai sisi dan keperluan yang berbeda. Sedyawati (1981: 53) dalam bukunya Pertumbuhan Seni Pertunjukan, memandang fungsi kesenian dari segi kegunaannya dibagi menjadi tujuh, yaitu: (1) pemanggil kekuatan ghaib; (2) penjemput roh-roh pelindung untuk hadir di tempat pemujaan; (3) pemanggil roh-roh baik untuk mengusir roh-roh jahat; (4) peringatan pada nenek moyang; (5) pelengkap upacara dengan peringatan tingkat-tingkat hidup seseorang; (6) pelengkap upacara sehubungan dengan saat-saat tertentu dalam perputaran waktu dan; (7) perwujudan dorongan untuk mengungkapkan keindahan semata. Secara inti apa yang disebutkan oleh Sedyawati butir satu sampai dengan enam, penyelenggaraannya berhubungan dengan upacaraupacara yang dilakukan oleh masyarakat. Adapun butir yang ketujuh ada kaitannya dengan masalah ungkapan estetik atau ungkapan yang dapat mendatangkan kegembiraan bagi para pelaku kesenian. Sedangkan fungsi Tari dalam kehidupan manusia menurut Nanik (2008:218) adalah: (1) sebagai sarana upacara; (2) sebagai sarana hiburan; (3) sebagai media pendidikan; (4) sebagai seni pertunjukan. Adapun penjabaran dari fungsi di atas adalah:

46 28 a. Sebagai Sarana Upacara Fungsi tari sebagai sarana upacara merupakan bagian dari tradisi yang ada dalam suatu kehidupan masyarakat yang sifatnya turun temurun dari generasi ke generasi berikutnya sampai masa kini yang berfungsi sebagai ritual. Tari dalam upacara pada umumya bersifat sakral dan magis. pada tari upacara faktor keindahan tidak diutamakan, yang diutamakaan adalah kekuatan yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia itu sendiri ataupun hal-hal diluar dirinya. b. Sebagai Sarana Hiburan Salah satu bentuk penciptaan tari ditujukan hanya untuk di tonton. Tari ini memiliki tujuan hiburan pribadi lebih mementingkan kenikmatan dalam menarikan. Tari hiburan disebut tari gembira, pada dasarnya tarian gembira tidak bertujuan untuk ditonton akan tetapi tarian ini cenderung untuk kepuasan para penarinya itu sendiri. Dalam penyajiannya terkait dengan berbagai kepentingan terutama dalam kaitannya dengan hiburan, amal bahkan untuk memenuhi kepentingan publik dalam rangka hiburan saja. c. Sebagai Media Pendidikan Kegiatan tari dapat dijadikan media pendidikan, seperti mendidik anak untuk bersikap dewasa dan menghindari tingkah

47 29 laku yang menyimpang dari nilai nilai keindahan dan keluhuran karena seni tari dapat mengasah perasaan seseorang. d. Sebagai Seni Pertunjukan Tari pertunjukkan adalah bentuk komunikasi sehingga ada penyampai pesan dan penerima pesan. Tari ini lebih mementingkan bentuk estetika dari pada tujuannya. Tarian ini lebih digarap sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat tarian ini sengaja disusun untuk dipertontonkan. Oleh sebab itu penyajian tari mengutamakan segi artistiknya yang konsepsional yang mantab, koreografer yang baik serta tema dan tujuan yang jelas. Fungsi tari yang meliputi empat macam tersebut dapat menjadi landasan dalam penelitian bentuk, makna dan fungsi tari Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo yang penulis lakukan. Tarian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo di Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo merupakan bentuk tarian yang memiliki fungsi penting dalam kehidupan manusia. 7. Makna Simbolis Poerwadarminta dalam Herusatoto (2008: 17) dalam memaknai simbol adalah: Simbol atau lambang berarti sesuatu seperti tanda, lukisan, perkataan, lencana, dan sebagainya, yang menyatakan sesuatu hal atau mengandung maksud tertentu, misalnya warna putih ialah lambang kesucian, gambar padi sebagai lambang kemakmuran; atau berarti juga tanda pengenal permanen (tetap) yang menyatakan sifat, keadaan dan sebagainya,

48 30 misalnya tutup kepala peci merupakan tanda pengenal tutup kepala nasional Indonesia. Simbol merupakan bagian terkecil dari ritual yang menyimpan sesuatu makna dari tingkah laku atau kegiatan dalam upacara ritual yang bersifat khas. Bagian-bagian terkecil tersebut adalah sesaji-sesaji, mantra, dan ubarampe lainnya. Simbol adalah objek atau peristiwa apapun yang merujuk pada sesuatu. Jadi simbol adalah suatu tanda yang memberitahukan sesuatu kepada seseorang yang telah mendapatkan persetujuan umum dalam tingkah laku ritual. Terbentuknya simbol-simbol di dalam tarian Kuda Lumping ini berdasarkan nilai-nilai etis dan pandangan yang berlaku di dalam kehidupan bermasyarakat. Melalui simbol-simbol maka pesan, ajaran, nilai-nilai etis, dan norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat itu dapat disampaikan kepada semua warga masyarakat. Menurut Kamus Bahasa Indonesia (2008:903), makna adalah arti atau maksud. Jadi, makna simbolik adalah arti atau maksud-maksud yang terkandung dalam simbol-simbol tersebut biasanya berupa sesaji, sebagai simbol oleh masyarakat yang melestarikan tradisi tersebut dapat berbeda-beda tergantung tempat dan konteks dalam memaknainya. Dalam penelitian ini makna simbolik dibatasi pada makna simbolik sesaji yang digunakan dalam tarian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo di Desa Kaligono, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo.

49 31 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Setiap penelitian ilmiah menggunakan metode dan teknik penelitian yang dijadikan sebagai pijakan dalam melakukan penelitian. Jenis penelitian ini adalah pendekatan kualitatif deskriptif karena data yang diperlukan bersifat kualitatif dan diwujudkan dalam bentuk keterangan atau gambaran tentang kejadian atau kegiatan secara menyeluruh, konseptual dan bermakna sehingga analisisnya menggunakan prinsip logika induktif. Penelitian pertunjukan Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo di Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo menggunakan metode penelitian deskriptif-kualitatif. Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2013: 4) mendefinisikan metodologi kualitatif adalah: Sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurut mereka, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Jadi, dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variable atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan. Deskriptif adalah suatu data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Jadi, deskriptif kualitatif adalah bentuk penelitian yang memaparkan suatu seni dan pemaparannya tersebut menggunakan kata-kata. jenis penelitian ini adalah kualitatif deskriptif

50 32 karena permasalahan yang dibahas dalam hal ini bertujuan untuk menggambarkan atau menguraikan tentang bentuk, makna, dan fungsi tari kuda lumping. Dalam hal ini peneliti berusaha meneliti, menelusuri, memahami, menggambarkan, dan menjelaskan tentang bentuk, makna, dan fungsi tari kuda lumping Turonggo Tri Budoyo di Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo. B. Tempat dan Waktu Penelitian a. Tempat Penelitian Tempat penelitian ini adalah Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo dengan segala objektivitasnya terkait pelaksanaan tarian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo dari segi bentuk, makna, dan fungsi tariannya. b. Waktu Penelitian Penelitian membutuhkan waktu selama enam bulan dimulai pada bulan Maret 2013 sampai dengan bulan Agustus Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini: No Jenis Kegiatan 1. Pengajuan Judul 2. Pembuatan Proposal 3. Pelaksanaan Penelitian 4. Pengolahan Data 5. Penyusunan Laporan Bulan Maret April Mei Juni Juli Agustus

51 33 C. Sumber Data dan Data Sumber data adalah subjek darimana data diperoleh (Arikunto, 2010:172). Definisi lain menurut Lofland dan Lofland dalam Moleong (2013:157), sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lainlain. Maka, sumber data dalam penelitian ini adalah: (1) Sumber data primer Sumber data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data (Bungin, 2010:122) Sumber data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah informan, antara lain ketua grup kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo, sesepuh grup Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo, dan pawang serta penari Kuda lumping Turonggo Tri Budoyo Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo. (2) Sumber data sekunder Sumber data sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data (Bungin, 2010:122). Sumber data sekunder dalam penelitian ini diperoleh melalui dokumentasi, studi kepustakaan dari buku-buku, internet, serta hasil penelitian yang terkait.

52 34 Data primer dalam penelitian ini berupa informasi dari para informan yang diperoleh dari hasil wawancara. Video, foto, dan rekaman Kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo merupakan data sekunder dalam penelitian di Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo ini. D. Teknik Pengumpulan Data Secara garis besar metode pengumpulan data lapangan ini menggunakan empat teknik, yaitu: 1) observasi, 2) wawancara, 3) dokumentasi, 4) analisis isi. 1. Observasi Observasi merupakan salah satu teknik yang paling banyak dilakukan dalam penelitian, baik penelitian kuantitatif maupun kualitatif, baik sosial maupun humaniora. Menurut Adler dan Adler dalam Kutha Ratna (2010:217) semua penelitian dunia sosial pada dasarnya menggunaan teknik observasi. Faktor terpenting dalam teknik observasi adalah observer (pengamat) dan orang yang diamati yang kemudian juga berfungsi sebagai pemberi informasi, yaitu informan. Metode observasi sangat penting dalam pengumpulan data. Dengan cara observasi, peneliti dapat lebih memahami pola pikir kehidupan masyarakat yang diteliti. Oleh karena itu, banyak informasi yang dikumpulkan pada penelitian ini diperoleh melalui teknik observasi. Untuk bentuk, makna, dan fungsi tari kuda lumping Turonggo Tri Budoyo di Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing

53 35 Kabupaten Purworejo ini, peneliti melakukan pengamatan dan mengikuti acara dari awal sampai selesai. Hal ini sangat penting agar peneliti dapat mengetahui apa saja persiapan pertunjukan kuda lumping Turonggo Tri Budoyo, bagaimana prosesi dan suasananya, apa makna dari sesaji yang digunakan, dan fungsi kesenian tersebut. 2. Wawancara Wawancara dilakukan terlebih dahulu menentukan sejumlah informan, sesuai dengan kompetensinya dalam meperoleh data mengenai tarian kuda lumping. Informan ditentukan secara purposif dengan mempertimbangkan kompetensi masing-masing dalam kaitannya dengan pengumpulan data. Wawancara (interview) adalah cara-cara memperoleh data dengan berhadapan langsung, bercakapcakap, baik antara individu dengan individu maupun individu dengan kelompok (Kutha Ratna, 2010:222). Pada umumnya wawancara dibedakan menjadi dua macam, yaitu: a) wawancara terstruktur, yaitu wawancara baku, terarah, terpimpin, di dalamnya susunan pertanyaan sudah ditentukan sebelumnya, b) wawancara tak terstruktur juga disebut wawancara mendalam, intensif, dan terbuka. Sugiyono (2012:140) mendefinisikan wawancara tak terstruktur sebagai berikut: wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan wawancara tak terstruktur. Wawancara ini ditujukan kepada sesepuh desa, penari dan

54 36 ketua grup kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo di Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo. Adapun pertanyaan yang diajukan yaitu tentang bentuk penyajian tarian Kuda Lumping, makna simbolis gerak tarian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo, serta fungsi tarian Kuda Lumping itu sendiri di Desa Kaligono, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo. Wawancara ini dilakukan dengan mendatangi responden ke tempat tinggal masingmasing guna memperoleh data yang diperlukan. Endraswara ( 2006 : 203 ) mengemukakan : Penentuan informan dilakukan menggunakan teknik snowballing, yaitu berdasarkan informasi informan sebelumnya untuk mendapatkan informan berikutnya sampai mendapatkan data jenuh (tidak terdapat informasi baru lagi). Informan dalam penelitian Pertunjukan Kuda lumping Turonggo Tri Budoyo di Desa Kaligono, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo adalah orang-orang yang menguasai dan mengetahui untuk sumber data yang valid. Dengan teknik snowballing, jumlah informan tidak terbatas jumlahnya. Karakteristik informan juga tidak ditentukan oleh penulis, melainkan didasarkan pada rekomendasi informan sebelumnya. Melalui rekomendasi itu penulis segera menghubungi informan berikutnya sampai data yang diperoleh mendapat kesatuan yang utuh, berikut ini adalah daftar informan yang diwawancarai: 1. Nama : Jenis kelamin : Tempat/ tgl lahir: Paeno Darmowasito Laki-laki Purworejo, 04 November 1941

55 37 Alamat : Pekerjaan : 2. Nama : Jenis kelamin : Tempat/tgal lahir: Alamat : Pekerjaan : 3. Nama : Jenis kelamin : Tempat/ tgal lahir: Alamat : Pekerjaan : Krajan Rt 001/ 001, Kaligono, Kaligesing Sesepuh kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo Sareko Laki-laki Purworejo, 09 Februari 1972 Krajan Rt 002/ 001, Kaligono, Kaligesing Ketua Grup Kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo Sudiyono Laki-laki Purworejo, 24 September 1962 Krajan Rt 001/ 001, Kaligono, Kaligesing Pawang dan penari Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo 3. Dokumentasi Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda, dan sebagainya (Arikunto, 2010:274). Guba dan Lincoln dalam Moleong (2013: ) mendefinisikan dokumen ialah, setiap bahan tertulis maupun film, lain dari record, yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan seorang penyidik. Sejumlah besar fakta dan data tersimpan dalam

56 38 bahan yang berbentuk dokumentasi. Alat yang digunakan untuk mendokumentasikan, berupa pedoman wawancara, alat rekam, kamera foto, alat-alat untuk mencatat hasil wawancara. Dokumentasi merupakan pemberian atau pengumpulan buktibukti atau keterangan, kegiatan-kegiatan dalam masyarakat. Adapun data yang didokumentasikan berupa, foto dan video kegiatan yang dapat memberikan gambaran atau visual yang mewakili tentang proses berlangsungnya pertunjukan Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo di Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo. Peneliti mencari informasi mengenai makna simbolik pertunjukan Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo di Desa Kaligono, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo dengan menggunakan data-data historis. Data-data historis yang berhubungan dengan pertunjukan kuda lumping diambil untuk melengkapi data yang sudah ada. Data-data historis diperoleh dari tokoh-tokoh masyarakat, tokoh seni dan pihak pemerintah yang terkait, yaitu pemerintah kecamatan Kaligesing. Data-data tersebut berupa peta kecamatan, peta desa, dokumen data geografis dan daftar monografis desa (luas wilayah, struktur penduduk menurut usia dan jenis kelamin, struktur pendidikan menurut mata pencaharian, agama), foto-foto, dan arsip lainnya terkait dengan pertunjukan Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo di Desa Kaligono, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo.

57 39 E. Analisis isi atau Content Analisys Menurut Holsti dalam Moleong (2013:220), analisis isi adalah teknik apa pun yang digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan dan dilakukan secara objektif dan sistematis. Analisis isi merupakan metode yang datanya berupa kata-kata. Kata-kata yang dianalisis adalah kata-kata yang diperoleh saat wawancara, dapat berupa foto, video dan hasil rekaman yang menekankan pada acara kesenian kuda lumping di Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo. Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian ini meliputi: (1) mengidentifikasi data; (2) menganalisis data; (3) menyusun hasil analisis; (4) membuat laporan hasil penelitian (Maryaeni, 2005:47) Cara kerja pada penelitian ini adalah: (1) data-data yang diperoleh melalui teknik observasi, wawancara dan dokumen diproses sebelum digunakan; (2) kata-kata yang dianalisis adalah kata-kata yang diperoleh saat wawancara dengan informan, dapat berupa foto, video dan hasil rekaman yang menekankan pada acara tari Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo di Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo; (3) data-data yang terkumpul, setelah dibaca, dipelajari dan ditelaah; (4) langkah selanjutnya adalah menyusunnya dalam satuan-satuan.

58 40 F. Teknik Keabsahan Data Dalam penelitian ini, teknik pemeriksaan keabsahan data menggunakan teknik triangulasi. Menurut Moleong (2013:330) Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain, di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai perbandingan terhadap data yang diperoleh. Denzin dalam Kutha Ratna (2010: 242) menyebutkan empat jenis triangulasi, yaitu: a) Triangulasi data adalah penggunaan beragam sumber data dalam suatu kegiatan, sebagai contoh mewawancarai orang pada suatu posisi status yang berbeda atau dengan titik pandang yang berbeda; b) triangulasi peneliti adalah penggunaan beberapa peneliti atau ilmuwan sosial yang berbeda; c) triangulasi teori adalah penggunaan sudut pandang ganda dalam menafsirkan seperangkat tunggal data; dan d) triangulasi metode adalah penggunaan metode ganda untuk mengkaji masalah atau program tunggal, seperti wawancara, pengamatan, daftar wawancara terstruktur, dan dokumen. Untuk menguji keabsahan data, penulis menggunakan triangulasi data. Dalam triangulasi data, misalnya, data pertama tidak harus dianggap sebagai sudah bersifat valid, tetapi justru harus diragukan kebenarannya, sehingga perlu diuji melalui data lain dengan sumber yang berbeda, demikian seterusnya, sehingga data yang diperoleh benar-benar dapat

59 41 dianggap objektif. Triangulasi data dalam penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu: a. Peneliti membandingkan data hasil pengamatan observasi di lapangan dengan wawancara. Pengamatan terhadap pertunjukan Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo dilakukan untuk mengetahui bentuk, makna, dan fungsi tari. b. Peneliti membandingkan data yang didapat dari informan utama peneliti dengan data dari informan lainya. Dalam penelitian ini terdapat informan yang dianggap kunci yaitu sesepuh dalam grup kesenian Kuda Lumping Turongo Tri Budoyo. Data yang diperoleh dari hasil wawancara kepada informan kunci tentang bentuk, makna, dan fungsi tarian yang diperiksa kembali dengan wawancara kepada ketua grup kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo, penari serta pawang grup Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo. c. Membandingkan apa yang disampaikan oleh informan peneliti tentang situasi peneliti dengan apa yang terjadi di lapangan dengan melihat secara langsung pementasan tari Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo dan membandingkan keadaan dan perspektif dari informan dengan keadaan-keadaan pada masyarakat secara umum. G. Teknik Analisis Data Analisis data kualitatif menurut Bogdan dan Biklen dalam Moleong (2013: 248) adalah:

60 42 Upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceriterakan kepada orang lain. Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu wawancara, pengamatan, yang sudah ditulis dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar foto, dan sebagainya. Data- data yang terkumpul, setelah dibaca, dipelajari, dan ditelaah maka langkah berikutnya adalah mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan membuat abstraksi. Abstraksi merupakan usaha untuk membuat rangkuman inti, proses dan pernyataanpernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada di dalamnya. Langkah selanjutnya adalah menyusunnya dalam satuan-satuan. Satuan-satuan itu kemudian dikategorisasikan pada langkah berikutnya (Patton dalam Moleong, 2004:103). Proses analisis data dalam penelitian yang berjudul Bentuk, makna, dan fungsi tarian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo di Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo ini dimulai dengan mengumpulkan data yang diperoleh. Data yang telah terkumpul tersebut selanjutnya diproses sebelum siap digunakan, tetapi analisisnya tetap menggunakan kata-kata yang disusun ke dalam teks yang diperluas.

61 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data a. Deskripsi Umum Desa Kaligono Desa Kaligono adalah salah satu desa yang berada di wilayah Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Wilayah Kecamatan Kaligesing terletak di wilayah Kabupaten Purworejo bagian timur. Desa Kaligono merupakan salah satu desa dari 17 desa di Kecamatan Kaligesing yang terletak di ibukota kecamatan. Dari ibukota Kabupaten Purworejo jaraknya kurang lebih 10km, dan dari ibukota Provinsi Jawa Tengah jaraknya kurang lebih 130 km. Secara geografis Desa Kaligono dengan luas wilayah 893,310ha, terletak di ibukota Kecamatan Kaligesing, bagian utara yang berbatasan langsung dengan Desa Ngaran/ Tlogorejo, sebelah timur berbatasan dengan Desa Tlogoguwo/ Donorejo, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Hulosobo, sebelah barat berbatasan dengan Desa Kedunggubah/ Kaliharjo. Desa Kaligono sendiri memiliki luas tegalan 660 ha dan luas pemukinan 224 ha. 43

62 44 b. Kependudukan Menurut data monografi desa tahun 2012, jumlah penduduk Desa Kaligono sebesar 4360 jiwa yang terdiri dari 2164 laki-laki dan 2196 perempuan. Serta 1290 orang kepala keluarga. c. Mata Pencaharian Tingkat kemakmuran suatu masyarakat dapat diketahui dari terpenuhinya kebutuhan pokok seperti pangan, sandang dan papan. Dalam memenuhi kebutuhan pokok tersebut tidak terlepas dari pendapatan masyarakat yang tentunya sangat tergantung pada mata pencaharian pokok penduduk. Demikian pula tingkat kemakmuran masyarakat Desa Kaligono dapat dilihat dari mata pencaharian pokok penduduknya. Mata pencaharian penduduk Desa Kaligono menurut data monografi desa terdapat beberapa jenis pekerjaan. Mata pencaharian penduduk Desa Kaligono sebagian besar bekerja sebagai petani sebanyak 1251 orang. Hal ini terbukti dengan banyaknya lahan pertanian. Mata pencaharian penduduk lainnya adalah pengusaha besar atau sedang sebanyak 67 orang. Pengusaha ini meliputi pengusaha bengkel, toko, pengangkutan dan lain-lain. Selain itu mata pencaharian penduduk lainnya adalah sebagai PNS, TNI, Polri. Mata

63 45 pencaharian penduduk Desa Kaligono selengkapnya dapat dilihat berikut ini. Tabel 1. Mata Pencaharian Penduduk Desa Kaligono No Mata Pencaharian Jumlah 1 Petani 1251 jiwa 2 Pedagang 67 jiwa 3 PNS, TNI, Polri 79 jiwa d. Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Kaligono sangat memperhatikan pentingnya pendidikan untuk masa depan mereka. Itu terbukti terdapat penduduk desa yang melanjutkan pendidikan sampai ke jenjang perguruan tinggi. Selain pendidikan formal, partisipasi masyarakat dalam program pendidikan adalah dengan pemberantas kebodohan yang dilaksanakan dengan program kejar paket A dan kejar paket B. Tabel 2. Tingkat Pendidikan di Desa Kaligono No Jenis Pendidikan Jumlah 1. SD/ MI 1590 jiwa 2. SMP/ MTs 942 jiwa 3. SMA/ SMK/ MA 965 jiwa 4. Diploma 40 jiwa 5. Sarjana 113 jiwa 6. Pasca Sarjana 7 jiwa

64 46 Selain itu Desa Kaligono juga memili beberapa fasilitas pendidikan yaitu: - TK : 2 buah luas: 480 m² - SD/ MI : 4 buah luas: 3616 m² e. Sistem Religi Mayoritas penduduk Desa Kaligono beragama Islam, itu bisa dilihat dari tempat ibadah di Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo, sebagai berikut: - Masjid : 5 buah luas: 480 m² - Musolla : 12 buah luas: 432 m² f. Kesenian Di desa Kaligono juga terdapat banyak grup kesenian, diantarannya adalah: - Grup Soyar : 6 kelompok - Dolalak : 1 kelompok - Kuda Lumping : 2 kelompok - Wayang Orang : 1 kelompok - Ketoprak : 1 kelompok - Karawitan : 3 kelompok - Hadroh : 3 kelompok - Orkes melayu : 2 kelompok

65 47 Hal ini dapat dilihat pada saat hari kemerdekaan 17 Agustus, banyak kesenian dari Desa Kaligono yang dipentaskan di alun- alun Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo, dan dikarenakan pula letak Desa Kaligono yang berada di ibukota kecamatan. g. Potensi Desa Potensi Desa Kaligono mengalami perkembangan yang sangat pesat karena daerahnya yang luas, berikut adalah data potensi Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo: - Potensi pertanian/ sawah : 1 ha jenis: tumpangsari - Potensi perkebunan : 660 ha jenis: cengkeh - Potensi peternakan : 1650 ekor jenis: kambing - Potensi pariwisata : 8 lokasi B. Bentuk Penyajian Kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo 1. Sejarah berdirinya Kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo Dalam penelitian ini akan dipaparkan mengenai sejarah berdirinya kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo agar memperjelas keberadaan grup kesenian kuda lumping ini di Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo, grup kesenian kuda lumping ini dulu terbagi menjadi tiga kelompok dengan nama

66 48 jathilan, yaitu kelompok jathilan dusun Krajan, kelompok jathilan dusun Kamalan, dan kelompok jathilan dusun Slegok. Pada tahun 1957 kesenian tersebut mengalami kemunduran karena perkembangan zaman, sehingga eksistensi jathilan tersebut menjadi berkurang di kalangan masyarakat. Proses peremajaan kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo di Desa Kaligono, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo berasal dari Mbah Darmo Warsito yang saat itu beliau menjabat sebagai ketua Grup kesenian jathilan. Pada tahun 1967 mbah Darmo Warsito menggabungkan tiga kesenian jathilan di Desa Kaligono menjadi satu Grup Kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo yang memiliki arti, turonggo adalah jaran atau kuda, tri adalah tiga kelompok, dan budoyo itu adalah kebudayaan. Jadi Turonggo Tri Budoyo memiliki arti gabungan tiga kelompok kebudayaan kuda lumping. Beliau mempunyai ide untuk menghidupkan kembali kesenian tradisional kuda lumping yang keberadaannya mulai tergerus oleh perkembangan jaman. Seperti yang dituturkan mbah Darmo Warsito kepada peneliti tanggal 23 Agustus 2013: Kutipan: Kawiwitane sedaya anggota rumiyin menika antawisipun nggih enten kalih dasa sak wiyaganipun, lajeng wau-waune dereng enten namine Turonggo Tri Budoyo meniko, awit kula menika riyin gabungan wonten kalih wot ngawang-awang. Lajeng sakmenika sampun putus, lajeng kreasi tari menika sampun kathah dados hubungan antawisipun kelompok kamalan, krajan, slegok menika setunggal dusun dados tigang

67 49 kelompok. Lajeng kula namini nalika kula dados ketua organisasi niku kula namini Turonggo Tri Budoyo. Turonggo niku jaran, tri niku tiga kelompok kebudayaan, asli-asline wekdal kula di dhapuk dados ketua. Nek sing jathil riyin tahun 1957, ning njuk macet, njuk kula mikir-mikir kesenian Jawa tradisional nek njuk macet mengko kepiye. Njuk kula kempalke malih, kula tangeke malih wonten awit sak pedukuhan, krajan, kamalan lan slegok telung kelompok dados setunggal tahun Terjemahan : Awal mulanya semua anggota ada 20 sudah sama wiyaganya, semula belum ad yang namanya Turonggo Tri Budoyo, berawal dari saya gabung dengan wot ngawang-awang, terus sekarang sudah putus. Terus kreasi tari itu sudah banyak jadi hubungan antara kelompok kamalan, krajan, slegok satu desa tiga kelompok, terus saya beri nama ketika saya jadi ketua organisasi saya beri nama Turonggo Tri Budoyo, turonggo itu jaran atau kuda, tri itu tiga kelompok, budoyo itu kebudayaan, waktu saya dipilih menjadi ketua. Dulu namanya jathilan taun 1957, tapi terus macet, terus saya berpikir kesenian Jawa tradisional kalau macet terus bagaimana. Terus saya kumpulkan lagi saya bangunkan lagi satu pedukuhan, krajan, slegok dan kamalan tiga kelompok jadi satu. Tahun Dari penuturannya beliau mempunyai harapan agar kesenian kuda lumping di Desa Kaligono tidak punah keberadaannya. Dari tahun ke tahun pun grup kesenian Kuda Lumpingg Turonggo Tri Budoyo mengalami perkembangan, sehingga pada tahun 1983 tarian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo banyak menggunakan tari kreasi baru yang diciptakan oleh seniman Yogyakarta Bagong Kussudiardja, karena mengikuti jaman grup kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo berkembang lagi menjadi kuda lumping kreasi campursari kurang lebih tahun 1998, hal ini sesuai dengan

68 50 wawancara peneliti dengan Bapak Sudiyono pada tanggal 31 Agustus 2013: Kutipan: riyin niku enten tigang kelompok jathilan, jathilan krajan, slegok, kamalan. Lha kangge nguri-uri budaya, lajeng didadosaken setunggal, grup niki ngalami tigang perkembangan, saking klasik teng kreasi baru tahun 83, saking kreasi teng campursari nembe mulai tahun 98, niku nembe dikreasi ngangge sinden kalih organ barang. Terjemahan: dulu itu ada tiga kelompok jathilan, jathilan krajan, slegok, kamalan. Lalu untuk melestarikan budaya lalu dijadikan satu. Grup ini mengalami tiga perkembangan, dari klasikke kreasi baru tahun 83, dari kreasi ke campursari baru mulai tahun 98, itu baru dikreasi menggunakan sinden dan organ juga. Minat anak- anak untuk mengikuti grup kesenian kuda lumping pun juga sangat banyak. Sehingga kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo ini tetap berkembang. Hal ini sesuai dengan penuturan Bapak Sareko sebagai berikut: niat untuk menjadi penari masih sangat luar biasa bukan dari paksaan orang tua, dari luar RW sini pun masih banyak yang bergabung dengan grup ini. Jadi kemauan anak- anaknya masih tinggi. Banyak pula yang mengundang pertunjukan Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo untuk acara-acara tertentu. Secara garis besar yang melatarbelakangi berdirinya kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo di Desa Kaligono, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo antara lain:

69 51 1. Ingin melestarikan kesenian tradisional, khususnya kesenian kuda lumping (nguri-uri kabudayan Jawa). 2. Mempersatukan generasi muda untuk bersatu padu memajukan dusun, kesenian dusun khususnya. 3. Menghimpun anak-anak muda ke dalam suatu kegiatan yang positif Kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo berupaya mempertahankan kualitas dengan menetapkan jadwal kegiatan diantaranya sebagai berikut: 1. Latihan dilaksanakan setiap hari Rabu (malam Kamis) dan Sabtu (malam Minggu), bertempat di halaman rumah Bapak Sareko ketua grup kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo. 2. Setiap anggota mempunyai tugas atau kewajiban untuk mengadakan latihan dan tidak ada peraturan yang ketat apabila ada anggota yang tidak hadir pada saat latihan. 2. Bentuk Penyajian Tari Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo Rangkaian acara pertujukan kuda lumping Turonggo Tri Budoyo di Desa Kaligono, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo merupakan tanggung jawab dari grup kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo dan warga pendukung kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo yang pada dasarnya merupakan suatu rangkaian yang berurutan. Rangkaian pertunjukan Kuda Lumping

70 52 Turonggo Tri Budoyo di Desa Kaligono, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo secara berurutan terdiri dari tiga acara, yaitu: (a)pra pertunjukan yang meliputi 1. Membuat perencanaan acara Sebelum pertunjukan kuda lumping ini dilaksanakan, ada dua hal yang harus dipersiapkan baik secara fisik maupun non fisik, yang pertama persiapan fisik adalah berupa bendabenda dan perlengkapan yang diperlukan untuk melaksanakan pertunjukan kuda lumping, yang kedua persiapan mental anggota grup kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo karena selain melakukan pertunjukan di Desa Kaligono, grup kesenian ini juga sering di undang warga sekitar desa untuk menghibur dalam acara hajatan masyarakat sekitar Desa Kaligono, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo. 2. Membersihkan arena pertunjukan kuda lumping Persiapan yang dilakukan pada prosesi pertunjukan kuda lumping biasanya adalah membersihkan arena pertunjukan, bila pertunjukan kuda lumping diadakan di Desa Kaligono biasanya yang membersihkan adalah kelompok grup kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo di bantu masyarakat sekitar arena pertunjukan. Bila di undang pada acara hajatan biasanya ada salah satu orang dari grup kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo yang sudah

71 53 mempersiapkan arena pertunjukan dibantu orang yang mengundang. 3. Menyiapkan berbagai sesaji Sesaji yang digunakan saat pertunjukan kuda lumping adanya sesaji untuk penari yang kesurupan atau ndadi. Sesaji biasanya dipersiapkan oleh pawang grup kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo. Sesaji tersebut diantaranya yaitu, degan ijo, bonang-baning, kopi manis, kopi pahit, teh manis, teh pahit, kembang setaman, dan air campur daun tawa. 4. Nyekar ke pepunden Beberapa jam sebelum pelaksanaan pertunjukan Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo seorang sesepuh nyekar ke pepundhen desa yaitu Eyang Brojo Menggolo. Nyekar ke pepundhen desa ini seorang sesepuh membawa kembang menyan sebagai tanda untuk menyepuhkan leluhur dan bentuk perijinan akan dilaksanakannya acara tradisi supaya prosesi acara berjalan lancar sesuai dengan yang diharapkan, hal ini dapat dilihat dari doa yang diucapkan sesepuh grup kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo yaitu Bapak Sudiono tanggal 25 Agustus 2013 ketika akan pentas di desa Ganggeng sebagai berikut:

72 54 Kutipan: Assalamu alaikum ya arwah simbah Brojo Menggolo kakung putri miwah pandherekipun Assalamu alaikum ya arwah simbah Brojo Menggolo Kakung putri miwah pandherekipun (sambil menepuk makam simbah Brojo Menggolo kakung putri, masing- masing tiga kali) a udzubillahiminasyaitonnirojim.. bismillahirrohmanirrohim.. Eyang Brojo Menggolo kakung putri miwah pandherekipun ingkang mirungga dados pepanjen putra wayah ing kamalan, kawula pun Sudiono anglarapaken keng wayah nini Dewi saking Purworejo, mbok bilih kawula kekalih anggenipun sowan kirang trapsila subasita amargi kirang pangertosan.. kula sowan wonten mriki siang enjing menika kawula badhe nyuwun idi palilah, idi pangestu bilih siang menika dumugi mangke ndalu, klangenan dalem Eyang Brojo Menggolo kakung putri miwah pandherekipun badhe kagem wonten ing panggenanipun Bapak Suwono ing kelurahan Ganggeng wewengkon Purworejo, lan uga sowanipun kawula nyuwun pepayung ugi nyuwun slamet, mugi- mugi bidalipun para wayah samudaya buyut kakung putri, sepuh enem tansah pinaringan slamet, slamet, slamet awit saking mriki dumugi ganggeng, dumugi wangsul ing kamalan malih. Terjemahan: assalamu alaikum ya arwah Eyang Brojo Menggolo kakung putri serta pengikutnya, saya Sudiyono, memperkenalkan seorang cucu yang bernama Dewi dari Purworejo. Mungkin kami berdua datang ke pepundhen kurang tata krama karena kurangnya pengetahuan, kami mohon maaf. Saya kemari di pagi hari ini karena meminta doa restu bahwa siang hari ini sampai nanti malam, klangenan Eyang Brojo Menggolo akan dipertunjukan di rumah Bapak Suwono di kelurahan Ganggeng Purworejo, dan juga saya kemari meminta perlindungan serta keselamatan semoga berangkatnya, para cucu dan buyut putra, putri, tua, muda, diberikan keselamatan, selamat dari sini sampai Ganggeng sampai pulang kembali ke Kamalan. Setelah selesai membaca doa tadi sesepuh melakukan obong- obong menyan di pepundhen, sambil membaca doa yang

73 55 hanya dilakukan dan dimengerti oleh sesepuh. Ritual yang terakhir sesepuh menabur bunga di atas pepundhen Eyang Brojo Menggolo kakung putri. Gbr. 1. Pepundhen Eyang Brojo Menggolo Kakung Putri Gbr. 2. Ritual Obong- obong di pepundhen Eyang Brojo Menggolo Akan tetapi ritual nyekar ke pepundhen desa ini hanya dilakukan oleh sesepuh saja, karena dipercaya oleh masyarakat setempat bahwa hanya orang-orang yang mempunyai kasekten

74 56 (kasekten artinya kesaktian) apabila berdoa lewat perantaranya dipercaya dapat cepat terkabul. 5. Persiapan penari Setelah sampai di tempat acara para penari dan pawang berganti busana. Para penari dirias seperti seorang prajurit sedangkan pawang kuda lumping hanya berganti baju berwarna hitam- hitam dan menggunakan ikat kepala dari kain. Gbr. 3. Para penari merias diri sebelum pertunjukan kuda lumping 6. Obong Menyan (Membakar Kemenyan) Obong menyan merupakan sebuah ritual yang dianggap sakral oleh masyarakat pendukung tradisi, terutama yang masih kental dengan nuansa kejawen. Hal tersebut terlihat dari orang yang obong menyan (membakar menyan) yaitu bukan sembarang orang, melainkan orang yang disepuhkan.

75 57 Sebelum pertunjukan kuda lumping dimulai, seorang sesepuh (pawang) harus melaksanakan acara obong menyan (membakar kemenyan). Obong menyan ini diiringi dengan tabuhan gamelan Kuda Lumping Turonggo Tri budoyo. Obong menyan (membakar menyan) dilakukan sebelum pertunjukan kuda lumping dimulai, hal ini bertujuan untuk mendatangkan roh-roh (danyang) agar hadir dalam tradisi ini, danyang boleh saja ikut dalam prosesi pertunjukan tetapi tidak boleh mengganggu jalannya pertunjukan. Selain itu obong menyan bertujuan untuk njawab atau meminta izin kepada para leluhur agar pertunjukan kuda lumping berjalan lancar tanpa ada halangan. Obong menyan (membakar kemenyan) dilakukan oleh sesepuh di depan sesaji, kemudian pawang membawa obongan menyan ke sekeliling barongan, dan kuda lumping, hal ini bertujuan untuk meminta izin kepada danyang yang ada di dalam peralatan tersebut. Obongan menyan itu kemudian dibawa ke sekeliling arena pertunjukan dengan maksud agar roh (danyang) yang jahat tidak mengganggu. Pada intinya proses obong menyan ini dilakukan untuk meminta izin kepada leluhur dan roh-roh (danyang) yang berdiam di dalam peralatan kuda lumping karena akan diselenggarakannya tarian kuda lumping. Tujuan lain dari

76 58 proses obong menyan ini adalah untuk mengundang roh-roh (danyang) agar hadir dalam tradisi ini, selain itu untuk melindungi dan menghindarkan dari roh-roh (danyang) yang sifatnya negatif. Segala sesuatunya ditujukan untuk meminta izin agar semuanya berjalan dengan lancar dan diberikan keselamatan. Kepulan asap kemenyan yang berbau khas dimaksudkan agar makhluk halus membantu permohonan supaya cepat sampai kepada Tuhan. Harapan lainnya adalah arwah nenek moyang tidak mengganggu, tatapi membantu manusia. Gbr. 4. Gambar pawang kuda lumping yang melakukan obong- obong di alat musik kendhang. (b)proses pertunjukan kuda lumping Sebelum acara pementasan dimulai didahului dengan acara pembukaan oleh salah seorang anggota kesenian. Pada garis besarnya pertunjukan kuda lumping Turangga Tri Budoyo di Desa

77 59 Kaligono bentuk atau urutan-urutan penyajiannya adalah sebagai berikut: 1) Tari pambuka (tari kreasi baru) 2) Tari Jaipong 3) Tari Gobyok 4) Tari Mataraman 5) Tari jaranan versi Bali Pulau Dewata 6) Kesurupan (ndadi) Dibawah ini uraian tentang tarian dalam pertunjukan kuda lumping Turonggo Tri Budoyo Desa Kaligono, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo. 1. Tarian pembuka kreasi baru merupakan tarian pembuka yang dibawakan oleh delapan orang penari laki- laki. Ragam-ragam tarian yang dibawakan sederhana dan cenderung diulang-ulang. Ragam gerak pada sajian tari kreasi baru antara lain adalah: a) Penari masuk arena pertunjukan, kuda kepang diangkat miring sambil kentrik, memutari arena pertunjukan dua kali. b) Penari membuat posisi sejajar kesamping, depan empat penari, belakang dua penari, dan paling belakang dua penari. c) Kuda kepang dipegang dan dibawa di depan dada dan digoyangkan kekanan tiga kali ke kiri tiga kali sambil kaki kiri menendang ke belakang.

78 60 d) Penari kembali ke barisan semula, ke belakang sambil gerak ngithing di depan muka, tangan kiri seblak sampur. e) Penari memutar membuat lingkaran, maju ke depan tiga kali mundur ke belakang tiga kali sambil kaki kanan menendang ke belakang. f) Masing- masing penari saling membelakangi tetapi masih dalam formasi lingkaran, maju ke depan tiga kali mundur ke belakang tiga kali sambil kaki kanan menendang ke belakang. g) Penari menari memutari arena pertunjukan dua kali lalu kembali ke tobong. Makna dari tari kreasi ini adalah menceritakan tentang sekelompok prajurit yang berperang untuk memperluas agama Islam pada masa awal kerajaan Demak sampai dengan kerajaan Mataram Islam. Tari ini juga sudah dipadukan dengan gerak tari kreasi baru. Hal ini sesuai dengan yang dipaparkan Bapak Sudiyono sebagai berikut: Tari kreasi ini memperpadukan sejarah atau riwayat hidup budaya Islam masuk dateng tanah Jawi. Niku nyejarahke perluasan agama Islam lewat masing-masing kerajaan lewat peperangan. Jadi tari kreasi jaranan ini, perpaduan antara perang penyebaran agama Islam mulai awal Demak sampai dengan Mataram Islam dipadukan dengan budaya daerah mengikuti perkembangan jaman. 2. Tarian kedua ditarikan oleh enam penari perempuan tari ini disebut tari jaipong, ragam gerak tari dalam tarian ini adalah sebagai berikut:

79 61 a) Penari menuju arena pertunjukan baris satu per satu tangan di samping dahi, sambil jalan dan bergoyang menjadi satu baris sejajar ke belakang kemudian ngigel di tempat. b) Penari ngigel sambil goyang ke kanan kembali ke barisan kemudian ngigel ke kiri kemudian kembali ke barisan, tangan kanan ngithing tangan kiri seblak sampur. c) Penari memutari arena pertunjukan dua kali. d) Penari berpasang-pasangan kemudian menari jaipong. e) Penari kembali ke barisan sejajar ke belakang, kemudian memutari lapangan, dan berjajar dengan posisi depan dua penari, ke belakang satu penari, kebelakang lagi dua penari dan belakang sendiri satu penari. f) Dua penari yang terdepan menari sambil meninggalkan arena pertunjukan, yang dua di belakang dengan posisi jengkeng, kemudian penari yang dibelakang sendiri naik di atas penari yang jengkeng tadi dengan tarian jaipong, dan satu penari lagi menari di depan tiga penari. g) Empat penari berjalan beriringan kemudian berjajar dan memberikan salam kepada penonton lalu kembali ke tobong. Makna tarian ini menggambarkan pada masa penjajahan Hindia Belanda karena rakyat telah menang dalam peperangan menghadapi Hindia Belanda maka kegembiraan rakyat tersebut

80 62 digambarkan dengan tarian Jaipong. Hal tersebut sesuai dengan pemaparan Bapak Sudiyono sebagai berikut: Tari ini menggambarkan kegembiraan waktu masa penjajahan Hindia Belanda, karena merasa senang memenangkan peperangan disitulah rakyat berpesta pora, pesta itu dipadukan dengan seni daerah sunda yaitu tari jaipong yang di kreasi dengan tarian jaranan dari Jawa Tengah. 3. Tari pada babak ketiga adalah tari gobyok yang ditarikan oleh delapan penari laki-laki, ragam gerak gobyok adalah sebagai berikut: a) Penari menuju ke arena pertunjukan berpasang- pasangan dengan gerakan lari-lari kecil, membuat barisan dua- dua ke belakang. b) Kuda kepang di angkat ke atas sampai depan muka lalu di goyang ke kanan tiga kali ke kiri tiga kali. c) Penari berpasang- pasangan dengan gerak tari menyilang dua pasang kekanan dan dua pasang kekiri. d) Penari kembali ke barisan dua-dua lagi, kemudian bergerak memecah, sebelah kanan berbelok ke kanan yang kiri berbelok kekiri dan membentuk lingkaran dengan gerak larilari kecil memutari arena pertunjukan selama tiga putaran. e) Para penari kemudian jengkeng beralaskan kuda kepang. Sambil bangun berdiri dengan gerak tari ngigel.

81 63 f) Para penari sindir ngiri ke belakang dua kali ke depan dua kali, lalu kembali membentuk satu barisan, memutari arena pertunjukan dan kembali ke tobong. Makna tarian Gobyok ini menggambarkan kegembiraan kemenangan sekelompok prajurit yang pulang dari medan perang dalam memperluas pengaruh Islam dan mengusir penjajahan Belanda. Hal ini sesuai pemaparan Bapak Sudiyono sebagai berikut: Tari gobyok itu menggambarkan kemenangan prajurit pulang dari medan perang untuk memperluas pengaruh Islam dan mengusir penjajah di waktu itu, karena merasa menang kemudian digambarkan dengan tari yang banyak gerak, banyak tawa, dan banyak lari, itu karena merasa puas mendapat kemenangan. 4. Tari babak keempat adalah tari mataraman atau tari pedang. Ragam gerak dalam tari mataraman adalah sebagai berikut: a) Penari menuju arena pertunjukan berbaris dua- dua mengitari lapangan dan membuat barisan dua-dua ke belakang, gerak mundur empat langkah, kembali ke depan empat langkah lagi, jongkok sambil memberi sembahan. b) Penari berdiri, kuda kepang di depan dada memutar searah jarum jam, posisi menghadap ke kanan menjadi satu barisan dengan gerak tari bapangan dan sumpingan. c) Penari kembali berputar ke kanan posisi menghadap ke kiri menjadi satu barisan dengan gerak tari bapangan dan sumpingan.

82 64 d) Penari kembali berbaris lagi, kuda kepang dioyog lalu lari pecah barisan. Masing- masing kepala regu membawa sebilah pedang dan bertempur atau perang pedang. e) Salah satu kepala regu yang perang pedang tertunduk sambil menggoyang- goyangkan kepala. f) Kepala regu yang berdiri lari memutari kepala regu yang tertunduk, sambil bergoyang- goyang mundur empat langkah maju empat langkah dan bertempur kembali. g) Pecah barisan lagi menjadi dua barisan, memutari arena pertunjukan, kemudian kembali keposisi barisan berjajar ke belakang, jongkok memberi salam pada penonton dan kembali ke tobong. Tarian Mataraman ini termasuk dalam tarian klasik. Tari ini menggambarkan peperangan antara pangeran Inu Kertapati dari Jenggala dan Adipati Wora Wari dalam perebutan seorang gadis dari Kerajaan Kediri yaitu Galuh Candrakirana. Hal ini sesuai dengan pemaparan Bapak Sudiyono sebagai berikut: Mataraman niku termasuke ceritane tua. Mataraman niku menggambarkan peperangannya antara Pangeran Inu Kertapati dari Jenggala dan Adipati Wora Wari dalam perebutan seorang gadis dari Kediri yang bernama Galuh Candrakirana.

83 65 5. Tari kelima adalah tari jaranan versi Bali Pulau Dewata Tari ini ditarikan oleh delapan anak laki-laki. Ragam gerak tari dalam tarian jaranan versi Bali adalah sebagai berikut: a) Penari menuju arena pertunjukan dari sebelah kanan dan kiri arena pertunjukan, lari kecil-kecil melewati pinggir arena pertunjukan membentuk barisan dua-dua ke belakang, jongkok memberi salam pada penonton. b) Berdiri dengan gerak tarian goyang kekiri tiga kali ke kanan tiga kali, kaki kanan diangkat sambil pacak jonggo. c) Penari memutar ke posisi kiri, barisan yang depan goyang ke kanan tiga kali yang belakang ke kiri tiga kali, kaki kanan diangkat sambil pacak jonggo. d) Penari memutar ke posisi kanan, barisan depan goyang ke kanan tiga kali, yang belakang ke kiri tiga kali, kaki kanan di angkat sambil pacak jonggo. e) Penari bergerak pecah barisan penari sebelah kiri ke kiri, penari sebelah kanan ke kanan, berputar mengelilingi arena pertunjukan, kemudian menjadi satu barisan lagi. f) Penari kentrik, sambil lari-lari kecil ke belakang empat langkah, ke depan lagi empat langkah sambil kuda kepang digoyangkan ke atas ke bawah.

84 66 g) Masing- masing kepala regu menari sambil berputar- putar mengelilingi arena pertunjukan sebanyak tiga kali, barisan di belakangnya tetap pada posisi dengan tari jaipong. h) Penari berbaris dua- dua memutari arena pertunjukan dan biasanya di saat inilah para penari kesurupan atau ndadi. Tarian ini menggambarkan pada masa kejayaan Majapahit dan Bali Klungkung, dimana rakyat Bali Klungkung mempertahankan kepercayaannya dari pengaruh Islam. Gerak tari ini keras karena menggambarkan kekerasan dan keteguhan hati semua orang-orang Majapahit dan Bali Klungkung untuk mempertahankan kepercayaan masing-masing. Hal ini sesuai pemaparan Bapak Sudiyono sebagai berikut: Tari ini menggambarkan pada masa kejayaan Majapahit dan Bali Klungkung, keduanya mempertahankan kepercayaan agama Hindu dari pengaruh Islam. Disitu seolah-olah tariannya keras karena menggambarkan keteguhan hati semua orang-orang Majapahit dan Bali Klungkung untuk mempertahankan kepercayaan masingmasing. 6. Kesurupan atau ndadi Ciri khas pada kesenian kuda lumping adalah terjadinya kesurupan (ndadi) pada para penari kuda lumping. Ndadi atau kesurupan adalah keadaan dimana penari kuda lumping kemasukan danyang, maka penari kuda lumping yang kemasukan danyang tersebut tidak sadar lagi. Hal tersebut mengalami keadaan diluar kesadaran manusia kemudian tidak

85 67 ingat apa-apa dan melakukan gerakan diluar kesadarannya, karena penari dikuasai oleh danyang yang masuk ke dalam tubuh penari. Bunyi sebuah pecutan (cambuk) yang sengaja dicambukkan pada pemain kuda lumping menjadi awal permainan dan masuknya kekuatan mistis yang bisa menghilangkan kesadaran para pemainnya. Adegan ini menjadi bagian yang ditunggu oleh penonton. Dalam masyarakat Jawa yang menganut kepercayaan kejawen (animisme dan dinamisme), seseorang mempercayai kehadiran danyang-danyang sebagai roh orang yang sudah meninggal. Danyang ini memiliki pemikiran, perasaan, dan nafsu yang hampir sama dengan manusia. Danyang ini kemudian masuk ke dalam tubuh para pemain kuda lumping dan memanfaatkan fisik para pemain kuda lumping untuk melakukan sesuatu yang mustahil dilakukan oleh orang biasa. Tubuh para pemain kuda lumping sesaat menegang, kemudian menari, melompat, menjungkirkan badan, dan memakan apa saja yang ada dalam sesaji. Pemain kuda lumping yang ndadi (kesurupan) akan melakukan hal-hal diluar kesadarannya atau melakukan atraksi yang sulit diterima akal sehat. Selain pemain kuda lumping, tidak sedikit anggota kesenian kuda lumping yang ikut ndadi

86 68 (kesurupan). Pemain kuda lumping yang ndadi (kesurupan) ada yang memakan bunga setaman dengan dicampur air kelapa muda (degan ijo), meminum kopi pahit, dan sesaji yang sudah disediakan, ada juga penari kuda lumping yang kesurupan itu biasanya meminta dinyayikan lagu-lagu campursari. Gbr. 5. Penari kuda lumping yang kesurupan memakan kembang Gbr. 6. Penari kuda lumping kesurupan meminta dinyanyikan lagu campursari

87 69 Dalam kondisi kesurupan seperti ini dibutuhkan seorang pawang atau sesepuh. Seorang pawang dalam pertunjukan kuda lumping bertindak sebagai penyembuh atau mengembalikan kesadaran seorang penari kuda lumping yang mengalami kesurupan. Proses penyadaran kembali ini menjadi tontonan yang tak kalah menarik. Beberapa orang pria yang kuat harus memegangi tangan, kaki, kepala, dan tubuh para pemain kuda lumping, kalau tidak penari yang kesurupan akan berlari lagi. Penari yang kesurupan akan disembuhkan oleh seorang pawang dengan membacakan surat al- fatikhah dan solawat nabi, selain itu jika ada salah seorang yang akan disembuhkan, biasanya pemain yang ndadi akan meminta disembuhkan melalui kendhang ataupun singa barong. Kepercayaan bahwa danyang-danyang kuda lumping tersebut berdiam dalam kendhang dan barongan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Bapak Sudiyono pada peneliti tanggal 31 Agustus 2013 sebagai berikut: Kutipan: kangge penyembuhan niku namung diwaoske al fathikhah kalih solawat nabi mawon. Terjemahan: untuk penyembuhan itu hanya dibacakan surat al fatikhah dan solawat nabi saja.

88 70 (c) Pasca pertunjukan Pasca acara pertunjukan tari Kuda lumping Turonggo Tri Budoyo yaitu ditutup dengan tarian yang dibawakan oleh penari yang dituakan atau sesepuh dari grup kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo dengan tujuan berpamitan dan memohon maaf kepada danyang yang menguasai tempat dimana pertunjukan kuda lumping tersebut digelar. Pendapat itu sesuai dengan penuturan Bapak Sudiyono pada wawancara tanggal 31 Agustus 2013 sebagai berikut: Terjemahan : ritual penutupe niku, nggih namung tarian ingkang ditariake kalih sesepuhe grup kuda lumping niku. Tujuane nggih pamitan lan nyuwun pangapunten kalih ingkang nguasai lingkungan mriki, ingkang ing alam ghaib niku. Ritual penutup itu, hanya tarian yang ditarikan oleh sesepuh grup kuda lumping itu. Tujuannya ya pamitan dan meminta maaf pada yang menguasai lingkungan disitu, yang ada di alam ghaib. Setelah acara ritual tari penutup biasanya ketua Grup Kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo berpamitan pada penonton dan berterima kasih karena telah menyaksikan pertunjukan tari Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo. 3. Pendukung Kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo a. Penari Penari dibedakan menjadi tiga yaitu penari kuda lumping, penthul dan bejer, barongan.

89 71 1) Penari Kuda Lumping Setiap kelompok terdiri atas delapan penari dan ditambah dua orang sebagai penthul dan bejer. Kelompok terdiri dari satu kelompok laki-laki dan satu kelompok perempuan. Masing-masing penari menunggang kuda tiruan dan melakukan gerakan tari sesuai irama gamelan. Ketika menari, para penari kuda lumping juga mengenakan kostum dan tata rias muka yang realistis. Gbr. 7. Gambar penari kuda lumping laki-laki dan perempuan 2) Penthul dan Bejer Penthul dan benjer biasanya berada di barisan paling belakang, mereka berperan sebagai abdi dalem panglima perang, atau pamomong para panglima perang. Penthul mengambarkan seorang abdi dalem kerajaan, tugas dari seorang penthul ini adalah untuk menghibur raja atau sesembahannya. Karakter penthul ini sendiri dalam tari kuda lumping digambarkan dengan topeng berwarna putih yang menggambarkan seorang abdi dalem yang setia kepada rajanya

90 72 atau sembahannya. Seperti penuturan bapak Sudiyono dalam wawancara pada tanggal 17 Februari 2014 sebagai berikut: Penthul niku nggambarake abdi kinasih adining ratu, niku digambarake nek teng tari niku seneng gojeg, urouro, lan tetembangan. Penthul niku nduweni kewajiban untuk menghibur sesembahannya yang dalam keadaan susah. Penthul digambarake ngangge warna putih, niku nggambarake ati suci abdi dalem kalian raja utawa sesembanipun. Terjemahan: Penthul itu menggambarkan abdi kinasih ratu, itu jika dalam tari senang bergurau dan menyanyi. Penthul itu mempunyai kewajiban untuk menghibur rajanya yang sedang sedih. Penthul digambarkan memakai topeng warna putih, itu menggambarkan hati yang suci seorang abdi dalem kepada rajanya. Sedangkan topeng bejer digambarkan dengan warna muka merah, matanya besar dan berwana merah. Bejer itu jika dalam pewayangan menggambarkan seorang raksasa. Tugas dari bejer ini adalah pamomong barongan atau bekathik dari barongan. Hal ini sesuai dengan penuturan bapak Sudiyono dalam wawancara tanggal 17 Februari 2014 sebagai berikut: Bejer niku aslinipun nggambaraken nek cara teng pewayangan niku buta. Niku nopodene jim sing nggulawentah utawa ngupakara barongan utawa bekathike barongan. Terjemahan: bejer itu aslinya jika dalam pewayangan itu adalah raksasa. Itu adalah jim yang mengurusi atau mengatur barongan atau yang memelihara barongan.

91 73 Penuturan Bapak Sudiono senada dengan pendapat bapak Sareko pada wawancara tanggal 24 Agustus 2013, sebagai berikut: kalau ada istilahnya penthul bejer itu, lha yang bejer itu menggambarkan seperti seorang raksasa, yang gedhe itu sama aja, klo bejer itu sebagai pamomong barongan tadi, tunggangan kesatria itu, jd istilahnya jadi bekathiknya itu bejer, kalau bejer itu tidak nyanyi, cuma nari- nari mengikuti gerak si barongan, kalau penthul abdi dalem yang mengiringi panglima perang, jadi kalau panglimanya jatuh ngipas- ngipasi pake lap itu. Gbr. 8. Pentul dan Bejer 3) Penari Barongan Barongan ditarikan oleh dua orang. Satu orang di bagian kepala dan satunya lagi di bagian kaki. Barongan berfungsi untuk menertibkan penonton. Tetapi pada jaman dahulu fungsi barongan dalam tarian kuda lumping yaitu sebagai tunggangan panglima perang seperti penuturan bapak Sudiono kepada peneliti pada wawancara tanggal 24 Agustus 2013 sebagai berikut:

92 74 Terjemahan: barongan niku nggambarake hewan peliharaan raja utawa nggambarake tunggangan ksatria wonten ing perang, nah bejer niku wau sing amomong barongan. barongan itu menggambarkan hewan peliharaan raja atau menggambarkan kendaraan ksatria dalam perang, nah bejer itu tadi yang memelihara barongan. b. Penimbul atau pawang Tugas seorang penimbul atau pawang adalah menyembuhkan penari yang kesurupan (ndadi). c. Waktu pertunjukan Pertunjukan Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo biasanya dilaksanakan siang hari tepatnya setelah dzuhur ataupun malam hari tepatnya setelah isya, hal ini disebabkan karena pendukung kesenian kuda lumping ini menganut agama Islam. Lamanya pertunjukan antara 4-5 jam. d. Alat musik Kesenian kuda lumping merupakan jenis kesenian rakyat yang sederhana. Dalam pementasannya tidak diperlukan suatu perlengkapan dan koreografi khusus. Peralatan gamelan seperti halnya karawitan atau gamelan untuk mengiringi seni kuda lumping juga mengalami perkembangan. Fungsi musik (pengiring) dalam kesenian kuda lumping adalah sebagai pengiring dalam setiap lagu yang dinyanyikan dalam pementasan. Pada saat ini alat musik pengiring kuda

93 75 lumping itu menglami perubahan misalnya kalau dahulu hanya menggunakan alat musik bendhe, kendhang, terbang, dan gong, serta angklung akan tetapi sekarang ini karena menyesuaikan jaman ditambah dengan organ, demung, saron, bendhe tiga, dan krumpyung. Alat musik atau gamelan untuk mengiringi kesenian Kuda lumping Turonggo Tri Budoyo instrumennya meliputi kendhang, demung, saron, bendhe tiga, krumpyung, organ, drum, gong. 1) Kendhang Kendhang adalah instrumen dalam gamelan Jawa yang salah satu fungsi utamanya mengatur irama. Kendhang ini dibunyikan dengan tangan, tanpa alat bantu. Kendhang bersisi dua dengan sisi kulitnya ditegangkan dengan tali dan kulit atau rotan. Kendhang diletakkan dalam posisi horizontal pada gawangannya dan dimainkan dengan jari dan telapak tangan. Kendhang merupakan penunjuk kemana arah suatu lagu akan dibawakan. Kendhang kebanyakan dibawakan oleh para pemain gamelan yang sudah profesional, yang sudah lama menyelami budaya Jawa. Kendhang biasanya dimainkan sesuai dengan naluri pengendhang, sehingga bila dimainkan oleh satu orang dengan orang lain maka akan berbeda nuansanya. Dalam kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo menggunakan

94 76 dua buah kendhang sebagai alat musik pengiring pertunjukan Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo. Gbr.9. Kendhang 2) Demung Demung adalah salah satu instrumen gamelan yang termasuk keluarga balungan. Dalam satu set gamelan biasanya terdapat 2 demung, keduanya memiliki versi pelog dan slendro. Demung menghasilkan nada dengan oktaf terendah dalam keluarga balungan, dengan ukuran fisik yang lebih besar. Demung memiliki wilahan yang relatif lebih tipis namun lebih lebar daripada wilahan saron, sehingga nada yang dihasilkannya lebih rendah. Tabuh demung biasanya terbuat dari kayu, dengan bentuk seperti palu, lebih besar dan lebih berat daripada tabuh saron.

95 77 Cara menabuhnya ada yang biasa sesuai nada, nada yang imbal, atau menabuh bergantian antara demung 1 dan demung 2, menghasilkan jalinan nada yang bervariasi namun mengikuti pola tertentu. Cepat lambatnya dan keras lemahnya penabuhan tergantung pada komando dari kendang dan jenis gendhingnya. Pada gendhing Gangsaran yang menggambarkan kondisi peperangan misalnya, demung ditabuh dengan keras dan cepat. Pada gendhing Gati yang bernuansa militer, demung ditabuh lambat namun keras. Ketika mengiringi lagu ditabuh pelan. Ketika sedang dalam kondisi imbal, maka ditabuh cepat dan keras. Dalam memainkan demung, tangan kanan memukul wilahan atau lembaran logam dengan tabuh, lalu tangan kiri memencet wilahan yang dipukul sebelumnya untuk menghilangkan dengungan yang tersisa dari pemukulan nada sebelumnya. Teknik ini disebut memathet (kata dasar: pathet = pencet) Gbr. 10. Demung

96 78 3) Krumpyung Krumpyung adalah seni musik tradisional Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Seni musik ini dimainkan dengan iringan alat musik yang semuanya terbuat dari bambu. Biasanya, lagu-lagu yang dibawakan adalah Langgam Jawa, Uyon-uyon, dan Campursari. Keunikan Krumpyung adalah nada yang digunakan merupakan Laras Slendro dan Pelog yang menyerupai gamelan Jawa, cara memainkannya adalah dengan cara digoyang-goyangkan. Gbr. 11. Krumpyung 4) Organ Organ adalah alat musik yang mempunyai suara yang unik. Sekarang, organ diproduksi dengan cara elektronik. Alat musik ini dimainkan dengan cara ditekan atau dipencet pada papan

97 79 keyboard sesuai dengan lagu yang dinyanyikan. Dengan tambahan alat musik ini iringan musik dalam tarian kuda lumping menjadi lebih ramai dan menarik. Gbr.12. Organ 5) Gong Gong terbuat dari logam yang bentuknya bulat yang digantungkan pada kayu dengan tali dan cara memainkannya dengan cara dipukul. Gong menandai permulaan dan akhiran gendhing sehingga memberi rasa keseimbangan setelah berlalunya kalimat lagu gendhing yang panjang. Ada dua macam gong yang digunakan dalam mengiringi kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo gong besar dan gong suwukan. Gbr.13. Gong

98 80 6) Drum Drum adalah kelompok alat musik perkusi yang terdiri dari kulit yang direntangkan dan dipukul dengan menggunakan stick. Dalam pertunjukan Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo drum berfungsi sebagai musik pengiring. Gbr.14. Drum 7) Bendhe tiga Alat musik ini untuk menyeimbangkan nada dengan saron demung dan gong. Cara memainkannya dengan cara dipukul seperti gong. Pada awal mulanya dalam grup kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo hanya ada satu, tetapi saat sekarang ini sudah ada tiga bendhe.

99 81 Gbr. 15. Bendhe tiga e. Tata Rias Pemakaian tata rias yang digunakan untuk pertunjukan tari berbeda dengan tata rias sehari- hari yang pemakaiannya secara tipis dan tidak diperlukan garis-garis yang kuat pada bagian wajah. Tata rias pertunjukan tari diharapkan lebih jelas atau tebal karena untuk membentuk karakter penari. Tata rias yang digunakan dalam pertunjukan Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo adalah rias realistik, yaitu dengan menggunakan tata rias yang jelas dan aksen tata rias yang menggambarkan kegagahan prajurit berkuda. Alat rias yang digunakan antara lain alas bedak, bedak, lipstik, pensil alis, body painting, dan eye shadow. Tata rias ini berfungsi untuk mengubah karakter pribadi, untuk memperkuat ekspresi dan untuk menambah daya tarik penampilan seorang penari. Penari barongan tidak memakai rias karena menggunakan topeng dan badan barongan. Penthul menggunakan topeng lucu

100 82 sehingga tidak memerlukan rias. Sedangkan penimbul atau pawang kuda lumping yang bertugas menyembuhkan penari yang kesurupan juga tidak menggunakan rias. Gbr. 16. Alat rias Gbr. 17. Tata rias penari kuda lumping f. Tata Busana Segala sandangan dan perlengkapan (accessories) yang dikenakan di dalam pentas merupakan tata pakaian pentas atau kostum pentas. Tata busana dalam pertunjukan kuda lumping Turonggo Tri Budoyo menggunakan perlengkapan busana yang sama antara penari satu dengan lainnya. Busana yang digunakan antara lain

101 83 celana pendek yang dilengkapi dengan jarik, stagen, dan ditambah beberapa aksesoris seperti gelang kaki, gelang tangan, klat lengan, kalung, dan ikat kepala atau kuluk. Sedangkan fungsi penataan busana adalah untuk memperjelas peran-peran tertentu. Beberapa kostum atau tata busana yang sering kali digunakan oleh setiap pemeran antara lain: 1) Jaranan : tata busana yang digunakan antara lain jamang (ikat kepala dari kain), kelat bahu, kalung, celana, jarik, stagen, dan gelang kaki. 2) Barongan : kepala barongan terbuat dari bahan kayu yang menyerupai kepala singa. Rambutnya terbuat dari ijuk dan badannya terbuat dari kain. Pemainnya memakai celana pendek. 3) Penthul bejer : memakai topeng yang terbuat dari kayu, biasanya menggambarkan kelucuan. Pemainnya menggunakan busana yang sama dengan penari kuda lumping. 4) Penimbul atau pawang kuda lumping : biasanya hanya menggunakan pakaian serba hitam dan memakai ikat kepala dari kain.

102 84 Gbr. 18. Tata busana penari laki-laki dan perempuan g. Tempat pertunjukan Dalam pertunjukan kuda lumping Turongo Tri Budoyo biasanya dilakukan di tempat yang terbuka atau lapangan. Karena termasuk tari masal sehingga memerlukan arena yang luas. Selain itu pertunjukan kuda lumping memiliki hubungan yang erat dengan penonton, antara penari dan penonton tidak terpisahkan. Hal ini dapat dilihat saat kesurupan, penonton yang kesurupan atau kemasukan danyang akan memasuki arena pertunjukan bercampur dengan pemain. h. Perlengkapan Pada bagian perlengkapan ini dibagi tiga yaitu perlengkapan panggung, penari dan sesaji. 1) Perlengkapan panggung Panggung atau tempat pementasan yang digunakan berupa halaman rumah atau tanah lapang sehingga perlengkapan yang

103 85 digunakan yaitu tali tambang untuk membatasi antara penari dan penonton. Perlengkapan lainnya yaitu kain yang bertuliskan nama kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo serta alamatnya Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo. 2) Perlengkapan penari Penari kuda lumping yang berjumlah delapan orang menggunakan perlengkapan kuda lumping. Kuda lumping terbuat dari anyaman bambu yang berbentuk dan bergambar kuda, warna kudanya hitam atau putih dan rambut serta ekor kuda terbuat dari bahan untuk sapu lantai (sapu ijuk). Sedangkan pedang terbuat dari kayu yang dibentuk menyerupai pedang dicat warna hitam dan putih untuk pinggir tajamnya. Penari barongan menggunakan baringan berkepala singa dan badannya terbuat dari kain yang bermotif warna kulit singa, bagian ekornya sama dengan ekor kuda kepang. Topeng hanya digunakan oleh penthul dan bejer, topeng ini berkarakter lucu dan panjangnya sebatas bibir atas sehingga mulut dan dagu penari terlihat. Topeng terbuat dari kayu dan pinggir kanan kirinya diberi lubang untuk memasang tali. 3) Perlengkapan sesaji Ada beberapa macam sesaji pada saat pertunjukan atau saat kesurupan diantaranya adalah bunga telon, bonang- baneng, teh

104 86 pahit, teh manis, kopi pahit, kopi manis, air putih, degan (kelapa muda), sesaji-sesaji tersebut diletakan di meja panjang di sudut arena pertunjukan. Selain itu ada perlengkapan lain yang dipersiapkan untuk penari kuda lumping saat kesurupan, yaitu kuda kepang, kepala barongan, cambuk, perlengkapan tersebut juga diletakan di salah satu sudut arena pertunjukan. C. Makna simbolik sesaji yang digunakan dalam tarian kuda lumping Turonggo Tri Budoyo di Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo Pada pertunjukan kuda lumping terdapat sesaji untuk penari kesurupan atau ndadi yang mengandung ungkapan-ungkapan simbolis. Untuk mengetahui ungkapan-ungkapan simbolis sesaji dalam pertunjukan kuda lumping diperlukan upaya pemaknaan. Pemaknaan pada sesaji yang digunakan dalam pertunjukan kuda lumping ini diperoleh dari hasil wawancara dengan informan. Sesaji yang digunakan dalam tarian kuda lumping ini dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Degan ijo Degan atau kelapa muda adalah salah satu sesaji yang digunakan dalam pertunjukan Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo di desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo. Degan berasal dari kata adegan atau ngadeg yang

105 87 berarti berdiri atau berhasil dalam mencari rejeki sehingga bisa gemah ripah loh jinawi. Sebagaimana dikutip dalam wawancara dengan Bapak Sudiyono tanggal 31 Agustus 2013 sebagai berikut: Kutipan: degan ijo niki, adegan kados njenengan niku, saged ngadeg leh golek duwit utawa rejeki, gemah ripah loh jinawi. Terjemahan: degan ijo ini, adegan seperti njenengan itu, bisa berdiri mencari duwit atau rejeki, dan gemah ripah loh jinawi. Degan ijo Gbr. 19. Sesaji degan ijo yang digunakan dalam tari kuda lumping b. Bonang- baning Bonang- baning adalah air putih yang dicampur kembang, makna bonang- baning adalah setiap akan melakukan pekerjaan harus didasari dengan hati yang suci, hati yang ikhlas, karena dengan hati yang suci dan ikhlas pekerjaan akan terasa nyaman dan diberi keselamatan dalam bekerja. Hal ini sesuai dengan penuturan

106 88 Bapak Sudiyono pada peneliti tanggal 31 Agustus 2013 sebagai berikut: Kutipan: wontene bonang-baning niku maknanipun kita badhe ngayahi pakaryan menapa kemawon niku kudu linambaran ati ingkang wening, nek kanthi ati ingkang wening niku nyambut damel sekeca lan kathah slamete. Terjemahan: adanya bonang- baning itu maknanya, kita akan melakukan pekerjaan apapun harus didasari hati yang bersih, jika dengan hati yang bersih maka bekerja akan nyaman dan mendapat keselamatan. Dapat disimpulkan bahwa dalam tarian kuda lumping adanya bonang- baning itu berfungsi untuk memohon keselamatan selama mengadakan pertunjukan dan meminta keselamatan pada leluhur yang merasuki para penari agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan selama penari mengalami kesurupan. c. Kopi pahit, kopi manis, teh pahit, teh manis Warna kopi yang hitam itu melambangkan alam ghaib karena biasanya bila ada pertunjukan kuda lumping selalu dikaitkan dengan hal- hal yang ghaib. Sedangkan rasa manisnya melambangkan bahwa walaupun dihubung- hubungkan dengan alam hitam atau alam ghaib tetapi tetap berjalan pada jalan yang lurus, jalan yang baik, atau jalan yang benar. Rasa pahit pada kopi, disaat penari menarikan tarian kuda lumping tidak akan merasakan

107 89 rasa capek dan terhindar dari kejadian- kejadian yang tidak diinginkan. Hal ini sama seperti penuturan Bapak Sudiyono pada tanggal 31 Agustus 2013 sebagai berikut: Kutipan: kopi pahit lan manis menika maknanipun, warni cemeng menawi kuda kepang saweg digelar wonten gegayutanipun kaliyan alam ingkang ghaib, peteng, cemeng. Raos manis menika tumuju dhateng langkah ingkang leres. Pahit menika saklebeting kita ngayahi tari raosipun boten wonten raos sayah, ugi kedadosankedadosan ingkang mboten kita arepaken. Ugi maknanipun sami kaliyan teh manis lan teh pahit. Terjemahan: kopi pahit dan manis, itu maknanya. Warna hitam, jika ada pertunjukan kuda kepang selalu dihubungkan dengan alam ghaib, gelap, dan alam hitam. Rasa manis, walaupun berhubungan dengan alam ghaib atau alam hitam tetap menuju pada langkah yang benar. Pahit itu di dalam melaksanakan tari tidak merasakan capek, dan terhindar dari kejadian- kejadian yang tidak diinginkan. Makna ini juga sama dengan makna dari teh manis dan teh pahit. Gbr. 20. Kopi pahit, kopi manis, teh pahit, teh manis

108 90 d. Kembang setaman Kembang setaman berisi kembang telon yaitu, kembang mawar, kembang melati, dan kembang kenanga. Maknanya bunga mempunyai aroma yang harum, yakni keharuman diri manusia. Artinya manusia harus menjaga keharuman namanya agar tidak terpengaruh oleh hal-hal yang negatif. Manusia melakukan sesuatu yang baik dan menjauhi perbuatan yang buruk agar namanya tidak tercemar dan harum sepanjang masa. Hal ini sesuai penuturan Bapak Sudiyono tanggal 31 Agustus 2013 sebagai berikut: Kutipan: kembang setaman utawa sekar setaman niku enten mawar, kenanga, lan kanthil, maknane sekar setaman niki, manungsa kedah saged njagi wangine, artine kedah saged njagi awake saking hal-hal ingkang mboten l;eres. Terjemahan: kembang setaman itu ada mawar, kenanga, dan kanthil, maknanya kembang setaman ini, manusia harus senantiasa bisa menjaga keharumannya, artinya harusbisa menjaga diri dari hal-hal yang negatif. e. Air diberi daun dhadhap serep Air yang diberi dan dhadhap serep tiga lembar adalah sebagian wujud bakti kepada yang lahir lebih sehari, yang pernah tua, dan yang pernah muda, yang berada di kiblatnya masyarakat desa Kaligono. Sebagaimana yang dikutip dalam wawancara dengan Bapak Sudiyono tanggal 23 Agustus 2013 sebagai berikut:

109 91 Kutipan: toya bening diparingi daun dhadhap serep tigang lembar, maknane caos bekti ingkang lahir munggil sedinten, ingkang pernah sepuh, ingkang pernah nem, ingkang jumunung kiblat sekawan gangsal pancer kalebet panceripun tiyang- tiyang wonten ing desa Kaligono menika. Terjemahan: Air yang diberi daun dhadhap serep tiga lembar maknanya adalah sebagian wujud bakti kepada yang lahir lebih sehari, yang pernah tua, yang pernah muda, yang berada di kiblat sekawan gangsal pancer yang merupakan tanda, tanda itu merupakan tanda kiblat masyarakat desa Kaligono. Dapat disimpulkan dengan adanya air yang diberi daun dhadhap serep tiga lembar ini untuk meminta izin pada sesepuh yang ada di desa Kaligono agar pertunjukan berjalan lancar. D. Fungsi tarian Kuda lumping Turonggo Tri Budoyo Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo Tarian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo memiliki fungsi antara lain fungsi hiburan, fungsi religi, sebagai masyarakat pendukung kesenian tradisional Jawa khususnya masyarakat Desa Kaligono. Dari penelitian yang telah dilakukan, maka fungsi- fungsi yang ada adalah sebagai berikut: 1. Sebagai Sarana Upacara Fungsi tari sebagai sarana upacara merupakan bagian dari tradisi yang ada dalam suatu kehidupan masyarakat yang sifatnya turun

110 92 temurun dari generasi ke generasi berikutnya sampai masa kini yang berfungsi sebagai ritual. Fungsi tari Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo ini tidak sebagai sarana upacara di Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo. Hal ini sesuai pemaparan Bapak Sudiyono, sebagai berikut: Upacara teng mriki entene namung merti desa, niku khususe desa Kaligono sing penting onten wayangan. Dados kuda lumping niku kangge hiburan, mboten wonten inti kangge ruwatan barang niku. Namung nguri-uri budaya utawa ngeling-eling sejarah-sejarah masa lalu niku dikisahke lewat sendratari. Terjemahan: Di sini adanya hanya upacara merti desa, itu khusus Desa Kaligono yang penting nanggap wayang. Jadi kuda lumping itu hanya untuk hiburan, tidak ada inti untuk ruwatan. Hanya melestarikan budaya atau untuk mengingat sejarah-sejarah masa lalu dan dikisahkan lewat tarian. 2. Sebagai Sarana Hiburan Salah satu bentuk penciptaan tari ditujukan hanya untuk di tonton. Pada awal berdirinya sampai sekarang kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo berfungsi sebagai hiburan. Kesenian ini dipertunjukan dalam acara hajatan, baik itu perkawinan, sunatan maupun syukuran. Pada umumnya pertunjukan Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo dilaksanakan setelah acara hajatan tersebut selesai, sehingga para tamu dan masyarakat dapat menonton dengan leluasa. Hal ini sesuai pemaparan Bapak Sudiyono, sebagai berikut: Tari ini hanya untuk hiburan, untuk melestarikan budaya atau untuk mengingat sejarah-sejarah masa lalu yang dikisahkan lewat tarian. Biasane di tanggap di acara mantenan atau di acara slametan.

111 93 3. Sebagai Media Pendidikan Kegiatan tari dapat dijadikan media pendidikan, seperti mendidik anak untuk bersikap dewasa dan menghindari tingkah laku yang menyimpang dari nilai nilai keindahan dan keluhuran karena seni tari dapat mengasah perasaan seseorang. Tari Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo ini dapat berfungsi untuk mengembangkan kepekaan estetis melalui kegiatan berapresiasi dan pengalaman berkarya kreatif pada anggota Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo karena mayoritas penarinya masih duduk di bangku sekolah. Hal ini sesuai dengan penuturan bapak sareko pada peneliti tanggal 27 Agustus 2013 sebagai berikut: Jujur saja mbak, akhir-akhir ini tarian itu tari kreasi anak-anak sendiri. Saya sudah tidak ngajari lagi, paling cuma karna dulu yang kreasi pertama saya jadi ya cuma ngawasi lah istilahnya agar gerakannya tidak terlalu jauh dari gerakan-gerakan kuda lumping dulu. Selain itu tarian ini juga bisa lebih memperkenalkan kepada generasi muda tentang adanya kebudayaan Indonesia yang beraneka ragam untuk tetap dilestarikan agar tidak diakui oleh Negara lain. Hal ini sesuai pemaparan Bapak Sudiyono, sebagai berikut: Fungsi pendidikanipun nggih kajenge sami nguri-uri budaya Jawa. Amargi kabudayan kita kathah budaya ingkang adiluhung, ingkang mboten digadhahi Negara sanes. Kantenan Negara Indonesia niku Negara ingkang majemuk, ingkang beragam suku lan budaya. Soale sakniki niku nrobose kabudayan luar ke tanah air semakin kuat nek mboten kuat-kuat nggone nangkal nguri-uri budaya mangke diklaim, kados reyog ponorogo.

112 94 Terjemahan: Fungsi pendidikannya yaitu untuk bersama-sama melestarikan budaya, karena kebudayaan kita sangat banyak dan adiluhung yang tidak dimiliki oleh Negara lain, Negara Indonesia juga Negara yang majemuk yang beragam suku bangsa dan budaya, karena masuknya budaya luar ke tanah air semakin kuat jadi jika tidak kuat yang mempertahankan budaya nanti bisa diakui Negara lain, seperti reyog ponorogo. 4. Sebagai Seni Pertunjukan Tari pertunjukkan adalah bentuk komunikasi sehingga ada penyampai pesan dan penerima pesan. Faktor penonton disini juga tidak boleh dilupakan, pada pertunjukan Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo fungsi ini sangat terlihat sekali, hal itu dibuktikan dengan banyaknya penonton saat tarian tersebut digelar. Walaupun terkadang waktu pementasannya pada malam hari tetapi tetap banyak penonton yang datang untuk menyaksikan tarian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo. Hal ini sesuai penuturan Bapak Sudiyono, sebagai berikut: Ingkang nonton niku tesih kathah mbak, duka niku main siang nopo ndalu, saking wong tua dumugi lare-lare niku tesih remen nonton kuda lumping niku. Terjemahan: yang melihat itu masih banyak mbak, entah itu pertunjukannya siang atau malam, dari mulai orang tua sampai anak-anak itu masih senang menonton kuda lumping itu.

113 95 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan terhadap masalah Bentuk, Makna, dan Fungsi Tarian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo di Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Bentuk penyajian tari Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo di Desa Kaligono, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo meliputi perencanaan acara, membersihkan lapangan untuk pertunjukan, pembuatan sesaji, nyekar ke pepundhen, obong menyan, pertunjukan Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo diantaranya tari kreasi baru, tari jaipong, tari gobyok, tari mataraman, tari jaranan versi Bali, kesurupan atau ndadi. 2. Makna simbolik yang terkandung dalam sesaji pertunjukan Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo di Desa Kaligono, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo, meliputi: a. Degan ijo Degan berasal dari kata adegan atau ngadeg yang berarti berdiri atau berhasil dalam mencari rejeki sehingga bisa gemah ripah loh jinawi.

114 96 b. Bonang- baning Berfungsi untuk memohon keselamatan selama mengadakan pertunjukan dan meminta keselamatan pada leluhur yang merasuki para penari agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan selama penari mengalami kesurupan. c. Kopi pahit, kopi manis, teh pahit, teh manis Warna kopi yang hitam itu melambangkan alam ghaib karena biasanya bila ada pertunjukan kuda lumping selalu dikaitkan dengan hal- hal yang ghaib. Sedangkan rasa manisnya melambangkan bahwa walaupun dihubung- hubungkan dengan alam hitam atau alam ghaib tetapi tetap berjalan pada jalan yang lurus. Rasa pahit pada kopi, disaat penari menarikan tarian kuda lumping tidak akan merasakan rasa capek dan terhindar dari kejadian- kejadian yang tidak diinginkan. d. Kembang setaman Kembang setaman terdiri dari bunga mawar, kanthil, kenanga, bunga mempunyai aroma yang harum, yakni keharuman diri manusia. Artinya manusia harus menjaga keharuman namanya agar tidak terpengaruh oleh hal-hal yang negatif.. e. Air diberi daun dhadhap serep Air yang diberi dan dhadhap serep tiga lembar adalah sebagian wujud bakti kepada yang lahir lebih sehari, yang pernah

115 97 tua, dan yang pernah muda, yang berada di kiblatnya masyarakat desa Kaligono. 3. Tarian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo memiliki fungsi antara lain: a. Sebagai sarana upacara Fungsi tari Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo ini tidak sebagai sarana upacara di Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo. b. Sebagai sarana hiburan Pada awal berdirinya sampai sekarang kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo berfungsi sebagai hiburan. Kesenian ini dipertunjukan dalam acara hajatan, baik itu perkawinan, sunatan maupun syukuran. c. Sebagai Media Pendidikan Tari Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo ini dapat berfungsi untuk mengembangkan kepekaan estetis melalui kegiatan berapresiasi dan pengalaman berkarya kreatif pada anggota Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo karena mayoritas penarinya masih duduk di bangku sekolah. d. Sebagai seni pertunjukan Pada pertunjukan Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo fungsi ini sangat terlihat sekali, hal itu dibuktikan dengan banyaknya penonton saat tarian tersebut digelar.

116 98 B. Saran Adapun saran setelah pelaksanaan penelitian pertunjukan Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo di Desa Kaligono, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo untuk skripsi yang dilakukan meliputi uraian berikut: 1. Hendaknya pemerintah dapat mengangkat dan mengenalkan kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo di Desa Kaligono, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo ini sebagai budaya lokal dan diperkenalkan kepada masyarakat pada umumnya. 2. Generasi muda hendaknya secara sadar ikut melestarikan kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo di Desa Kaligono, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo sebagai bagian dari kebudayaan Indonesia sehingga menjadi aset budaya yang akan menunjang program pariwisata. 3. Hasil penelitian ini paling tidak dapat digunakan dan dimanfaatkan bagi peneliti lanjutan dan disarankan untuk dikembangkan dari aspek sosiologis, pendidikan, maupun lainnya. 4. Pertunjukan Kuda Lumping Tronggo Tri Budoyo di Desa Kaligono, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo hendaknya diperlukan upaya pendokumentasian agar masyarakat dapat lebih mengetahui tarian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo dan makna-makna simbolis sesaji dibukukan agar masyarakat lebih mengetahui makna sesaji yang digunaka sehingga dapat digunakan sebagai media publikasi.

117 99 DAFTAR PUSTAKA Alkaf, Mukhlas Spiritual Mistis Di Balik Ekspresi Kesenian Rakyat Jaranan. Skripsi. Universitas Institut Seni Indonesia Surakarta. Surakarta. Arikunto, Suharsimi Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta Kussudiardja, Bagong Dari Klasik Hingga Kontemporer. Yogyakarta: Bentang Offset Bungin, Burhan Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Putra Grafika Danandjaja, James Folklor Indonesia: ilmu gossip, dongeng, dan lain-lain. Jakarta :PT Grafiti Pers Endraswara, Suwardi Folklor Jawa Macam, Bentuk, dan Nilainya. Jakarta: Penaku Herusatoto, Budiono Simbolisme Jawa. Yogyakarta: Ombak Kamus Bahasa Indonesia Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Kutha Ratna Metodologi Penelitian Kajian Budaya Dan Ilmu Sosial Jumaniora Pada Umumnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Koentjaraningrat Kebudayaan Mentalis dan Pembangunan. Jakarta: PT Gramedia Moleong, Lexy J Metodologi Penelitian. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Maryaeni Metode Penelitian Kebudayaan. Jakarta: PT Bumi Aksara Nugrahaningsih Transformasi Kesenian Tradisional Jathilan Pada Masyarakat Jawa Deli. Skripsi. Universitas Negeri Medan. Medan Prihatini, Nanik Sri Seni Pertunjukan Rakyat Kedu. Surakarta: CV Cendrawasih Purwadi Folklor Jawa. Yogyakarta: Pura Pustaka Sutardjo, Imam Kajian Budaya Jawa. Surakarta: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

118 100 Sedyawati, Edi Pertumbuhan Seni Pertunjukan. Jakarta: Sinar Harapan Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung : CV. Alfabeta Springate, Lucy Angela Clare Kuda Lumping Dan Fenomena Kesurupan Massal. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Malang. Malang. Winarsih Mengenal Kesenian Nasional Kuda Lumping. PT Bengawan Ilmu

119 101 Lampiran 1 DAFTAR INFORMAN 1. Nama : Jenis kelamin : Tempat tanggal lahir : Alamat : Pekerjaan : 2. Nama : Jenis kelamin : Tempat tanggal lahir : Alamat : Pekerjaan : 3. Nama : Jenis kelamin : Tempat tanggal lahir : Alamat : Pekerjaan : Paeno Darmowasito Laki-laki Purworejo, 04 November 1941 Krajan Rt 001/001 Kaligono, Kaligesing Sesepuh kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo Sareko Laki-laki Purworejo, 09 Februari 1972 Krajan Rt 002/ 001, Kaligono, Kaligesing Ketua Grup Kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo Sudiyono Laki-laki Purworejo, 24 September 1962 Krajan Rt 001/ 001, Kaligono, Kaligesing Pawang dan penari Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo

120 102 LAMPIRAN 2 TRANSKRIP WAWANCARA DENGAN INFORMAN Nama Informan 1 : Darmo Warsito Hari/ tanggal : 26 Juli 2013 Tempat Waktu : Rumah Mbah Darmo Warsito : WIB P : Nuwun sewu mbah, kulo saking Universitas Muhammadiyah Purworejo ajeng penelitian kangge skripsi babagan grup kesenian kuda lumping turonggo tri budoyo. Ingkang sepisan kula ajeng tanglet sejarah awal utawa riyin-riyine pripun entene utawa terbentuknya kesenian kuda lumping turonggo tri budoyo? MD : Kawiwitane sedaya anggota rumiyin menika antawisipun nggih enten kalih dasa sak wiyaganipun, lajeng wau-waune dereng enten namine Turonggo Tri Budoyo meniko, awit kula menika riyin gabungan wonten kalih wot ngawang-awang. Lajeng sakmenika sampun putus, lajeng kreasi tari menika sampun kathah dados hubungan antawisipun kelompok kamalan, krajan, slegok menika setunggal dusun dados tigang kelompok. Lajeng kula namini nalika kula dados ketua organisasi niku kula namini Turonggo Tri Budoyo. Turonggo niku jaran, tri niku tiga kelompok kebudayaan, asli-asline wekdal kula di dhapuk dados ketua. Nek sing jathil riyin tahun 1957, ning njuk macet, njuk kula mikir-mikir kesenian Jawa tradisional nek njuk macet mengko kepiye. Njuk kula kempalke malih, kula tangeke malih wonten awit sak pedukuhan, krajan, kamalan lan slegok telung kelompok dados setunggal tahun P : Menawi jumlah penarine pinten mbah? MD : Penarine setunggal babak niku sedasa, nek pengrawite riyin naming sekedhik sakniki mpun enten tambahane organ, kalih drum. P : Menurute mbah, perkembangan utawi kemajuan ingkang ketinggal dugi sakniki nopo mbah? MD : Nek sakniki kantenan nderek jaman dadine nggih mpun kathah perubahane. Nek riyine niku alat music iringane niku mung ngangge terbang, kendhang, bendhe, kalih angklung. Nek sakniki mpun berubah dadi campursari dadi enten tambahane organ, kalih drum, njuk krumpyung, dadi saged ngikuti lagu-lagu sakniki. P : Nderek perkembangan jaman nggih mbah. Menawi ragam gerakan tari kuda lumping niku nopo mbah?

121 103 MD : Ragame niku nggih enten sembahan, pacak jonggo, ulat asta kanan kiri, engkek badan, ngentul badan, ngetol bokong, tengok kanan kiri, trus pandangan menari tidak melihat penonton. P : Makna gerakanipun kiyambak nopo mbah? MD : Maknane nggih naming nguri-uri budoyo mawon. P : Menawi makna sesaji ingkang digunakake nopo mbah? MD : Sesaji niku maknane naming kangge suguhan, nyuguhi danyang ingkang ngrasuk wonten penari. Nek makna setunggalsetunggale mboten enten. P : Crita ingkang terkandung wonten ing tari kuda lumping niku nopo mbah? MD : Riyin-riyine niku nyritakake peperangan Prabu Klana Swandana saking Bantarangin lan Prabu Asmarabangun saking Jenggolo Manik. Peperangan niku amargi Prabu Klana Swandana badhe ngrama Dewi Sekartaj putrid saking Kediri, Raden Asmarabangun niku carane sakniki nggih pacare Dewi Sekartajiniku, critane mboten trimo. Mulane ing kuda lumping niku enten lagune Semarang senggol. P : Nggih sampun matur nuwun mbah, cekap sementen riyin, mangke menawi betah info ngenani kuda lumping turonggo tri budoyo kula mriki malih. MD : Nggih mugi-mugi lancar anggene gadhah kekarepan sinau niki. P : Nggih mbah.

122 104 TRANSKRIP WAWANCARA DENGAN INFORMAN Nama Informan : Sudiyono Hari/ tanggal : 26 Juli 2013 Tempat Waktu : Rumah Bapak Sareko : WIB P : Nuwun sewu pak kula Dewi UMP, ajeng wawancara ngenani grup kesenian kuda lumping turonggo tri budoyo. Ingkang sepisan pripun sejarah awal terbentuknya grup kesenian kuda lumping turonggo tri budoyo niki? PS : Riyin niku enten tigang kelompok, jathilan, jathilan krajan, kamalan, slegok, lha kangge nguri-uri budoyo lajeng didadosaken setunggal. Grup niki ngalami tigang perkembangan. saking klasik teng kreasi baru niku tahun 83.saking kreasi teng campursari nembe mulai tahun 98, niku nembe di kreasi ngangge sinden kalih organ barang P : Menawi ragam gerak tariane enten pinten pak? PS : Ragam tariane enten gangsal mbak, mataraman, bali, pawirengan, tejo kusuma, purbalinggan. ingkang dingge wonten kelompok grup niki namung tiga mataraman, bali, lan purbalinggan. P : Ragam gerak mataraman niku kepripun pak? PS : Mataraman niku saking Kediri. Nggambarake mlebete Islam wonten tanah Jawa, kalih syiar agama Islam. P : Menawi ragam Bali niku pak? PS : Bali niku nggambarake ngadege kadipaten Buleleng, niku kangge mempersatukan rakyat Buleleng, dados tari niki kalebet tari perdamaian P : Nah. Menawi ragam Purbalinggan niku pripun pak? PS : Purbalinggan niku nggambarake ngadege kadipaten Purbalingga. Riyin niku ingkang mimpin Nyai Purbowati. Tari niki nggambarake kawibawan seorang putri, dadi nek penarine jaler nggih narine nggih kados tiyang setri. P : Menawi sakderenge acara, wonten ritual khusus mboten pak? PS : Biasane niku namung nyekar wonten pepundhen desa mriki mawon mbak. P : Wonten pundi niku pak? PS : Wonten ing pepunden Eyang Brojo Menggolo P : Ingkang nyekar niku sedaya anggota kelompok nggih pak? PS : Mboten sedoyo, namung sesepuh mawon P : Wekdalipun biasane sedinten sakderenge nopo pripun?

123 105 PS : Mboten, nyekar niku biasane sakjam sakderenge pertunjukan. P : Tujuan nyekar niku napa pak? PS : Nggih nyuwun kwarasan mugi-mugi saklamine pertunjukan sedaya anggota grup, penonton terus ingkang nanggap niku mboten kenging alangan napa-napa. Biasane enten obongan barang niku mbak. P : Obongan niku dilaksanakake wonten pundi pak? PS : Obongan niku biasane teng tempat pertunjukane. P : Fungsine obongan niku kangge napa pak? PS : Niku karepe mohon ijin kalih ingkang nguasai lingkungan pertunjukan. Kejaba niku nggih kangge ngundang roh-roh ghaib utawa danyang. P : Biasane wonten niku istilah danyang kalih indhang niku bentene napa pak? PS : Nggih onten, nek danyang niku ngangge obongan, terus asringe nyuwun sesaji macem- macem. P : Menawi indhang? PS : Lha nek indhang niku mboten ngangge obongan, biasane mung nyuwun toya pethak mawon, ning toya pethak mentah. P : Nuwun sewu pak niki mbaleni wau malih, menawi bentuk tarian wonten pertunjukan niku pripun? PS : Nek secara rinci kathah sanget, niki mpun kula tuliske gambaran garis besare mawon nggih. P : Nggih pak matur nuwun. PS : Sami-sami mbak, soale niku nek secara rinci kathah sanget. Pertama tari pembukan niku tari kreasi baru, jumlah penarine 8 personil, gerak tarine pertama penari masuk arena pertunjukan, kuda kepang diangkat miring sambil kentrik, memutari arena pertunjukan dua kali. Kedua penari membuat posisi sejajar kesamping, depan empat penari, belakang dua penari, dan paling belakang dua penari. Ketiga kuda kepang dipegang dan dibawa di depan dada dan digoyangkan kenanan tiga kali ke kiri tiga kali sambil kaki kiri menendang ke belakang. Keempat penari kembali ke barisan semula, ke belakang sambil gerak ngithing di depan muka, tangan kiri seblak sampur.kelima penari memutar membuat lingkaran, maju ke depan tiga kali mundur ke belakang tiga kali sambil kaki kanan menendang ke belakang. Keenam masingmasing penari saling membelakangi tetapi masih dalam formasi lingkaran, maju ke depan tiga kali mundur ke belakang tiga kali sambil kaki kanan menendang ke belakang. Terakhir penari menari memutari arena pertunjukan dua kali lalu kembali ke tobong. Gerakan kedua tari jaipong itu ditarikan sama yang enam cewek kemarin itu, nah gerakannya pertama penari menuju arena pertunjukan baris satu per satu tangan di samping dahi, sambil jalan dan bergoyang menjadi satu baris sejajar ke belakang

124 106 kemudian ngigel di tempat. Kedua penari ngigel sambil goyang ke kanan kembali ke barisan kemudian ngigel ke kiri kemudian kembali ke barisan, tangan kanan ngithing tangan kiri seblak sampur. Tiga penari memutari arena pertunjukan dua kali.empat penari berpasang-pasangan kemudian menari jaipong. Lima penari kembali ke barisan sejajar ke belakang, kemudian memutari lapangan, dan berjajar dengan posisi depan dua penari, ke belakang satu penari, kebelakang lagi dua penari dan belakang sendiri satu penari. Selanjutnya dua penari yang terdepan menari sambil meninggalkan arena pertunjukan, yang dua di belakang dengan posisi jengkeng, kemudian penari yang dibelakang sendiri naik di atas penari yang jengkeng tadi dengan tarian jaipong, dan satu penari lagi menari di depan tiga penari. Terakhir empat penari berjalan beriringan kemudian berjajar dan memberikan salam kepada penonton lalu kembali ke tobong. Gerakan ketiga tari gobyok, ditarikan delapan anak laki-laki, ragam geraknya pertama penari menuju ke arena pertunjukan berpasang- pasangan dengan gerakan lari-lari kecil, membuat barisan dua- dua ke belakang. Kedua kuda kepang di angkat ke atas sampai depan muka lalu di goyang ke kanan tiga kali ke kiri tiga kali. Ketiga penari berpasang- pasangan dengan gerak tari menyilang dua pasang kekanan dan dua pasang kekiri. Keempat penari kembali ke barisan dua-dua lagi, kemudian bergerak memecah, sebelah kanan berbelok ke kanan yang kiri berbelok kekiri dan membentuk lingkaran dengan gerak lari-lari kecil memutari arena pertunjukan selama tiga putaran. Kelima para penari kemudian jengkeng beralaskan kuda kepang. Sambil bangun berdiri dengan gerak tari ngigel. Terakhir para penari sindir ngiri ke belakang dua kali ke depan dua kali, lalu kembali membentuk satu barisan, memutari arena pertunjukan dan kembali ke tobong. Gerakan tari mataraman ditarikan oleh delapan orang laki-laki ragam geraknya penari menuju arena pertunjukan berbaris duadua mengitari lapangan dan membuat barisan dua-dua ke belakang, gerak mundur empat langkah, kembali ke depan empat langkah lagi, jongkok sambil memberi sembahan. penari berdiri, kuda kepang di depan dada memutar searah jarum jam, posisi menghadap ke kanan menjadi satu barisan dengan gerak tari bapangan dan sumpingan. Penari kembali berputar ke kanan posisi menghadap ke kiri menjadi satu barisan dengan gerak tari bapangan dan sumpingan. Penari kembali berbaris lagi, kuda kepang dioyog lalu lari pecah barisan. Masing- masing kepala regu membawa sebilah pedang dan bertempur atau perang pedang. Salah satu kepala regu yang perang pedang tertunduk sambil menggoyang- goyangkan kepala. Kepala regu yang berdiri lari memutari kepala regu yang tertunduk, sambil bergoyang-

125 107 goyang mundur empat langkah maju empat langkah dan bertempur kembali. Pecah barisan lagi menjadi dua barisan, memutari arena pertunjukan, kemudian kembali keposisi barisan berjajar ke belakang, jongkok memberi salam pada penonton dan kembali ke tobong. Tari yang terakhir adalah tari jaranan versi Bali, untuk ragam geraknya Penari menuju arena pertunjukan dari sebelah kanan dan kiri arena pertunjukan, lari kecil-kecil melewati pinggir arena pertunjukan membentuk barisan dua-dua ke belakang, jongkok memberi salam pada penonton. Kedua berdiri dengan gerak tarian goyang kekiri tiga kali ke kanan tiga kali, kaki kanan diangkat sambil pacak jonggo. Ketiga penari memutar ke posisi kiri, barisan yang depan goyang ke kanan tiga kali yang belakang ke kiri tiga kali, kaki kanan diangkat sambil pacak jonggo. Empat penari memutar ke posisi kanan, barisan depan goyang ke kanan tiga kali, yang belakang ke kiri tiga kali, kaki kanan di angkat sambil pacak jonggo. Lima penari bergerak pecah barisan penari sebelah kiri ke kiri, penari sebelah kanan ke kanan, berputar mengelilingi arena pertunjukan, kemudian menjadi satu barisan lagi. Enam penari kentrik, sambil lari-lari kecil ke belakang empat langkah, ke depan lagi empat langkah sambil kuda kepang digoyangkan ke atas ke bawah. Tujuh masing- masing kepala regu menari sambil berputar- putar mengelilingi arena pertunjukan sebanyak tiga kali, barisan di belakangnya tetap pada posisi dengan tari jaipong. Delapan penari berbaris duadua memutari arena pertunjukan dan biasanya di saat inilah para penari kesurupan atau ndadi. P : Menawi penyembuhan saking ndadi niku pripun? PS : Kangge penyembuhannya niku namung diwaosake surat alfatikhah kalih solawat nabi mawon. P : Lha biasane kan enten pak sing nyuwun kepala barong nopo teng kendhang, niku pripun pak critane? PS : Niku biasane danyange bersemayam teng alat-alat niku, dadi critane nek mpun rampungan niku njuk wangsul teng mriku. P : Menawi sampun rampung niku enten ritual khusus mboten pak? PS : Nggih naming tarian ingkang ditariake kalih sesepuh grup kuda lumping niku.. P : Tujuane niku kangge nopo pak? PS : Tujuane nggih pamitan lan nyuwun ngapunten kalih ingkang nguasai lingkungan mriki, ingkang ing alam ghaib niku. P : Menawi sesaji ingkang diginakake napa pak? PS : Nggih enten degan ijo, kopi pahit, kopi manis, teh manis, teh pahit, kembang setaman, boning-baning, lan toya pethak ingkang diparingi daun dhadhap srep menika. P : Makna sesaji niku kiyambak kangge napa pak? PS : Degan ijo niku, adegan kados njenengan niku saged ngadeg leh

126 108 golek dhuwit utawa rejeki, gemah ripah loh jinawi. P : Menawi boning-baning? PS : Maknanipun menawi kita badhe ngayahi pakaryan napa mawon kedah linambaran ati ingkang wening, nek kanthi ati ingkang wening nyambut damel dados sekeca. P : Maknanipun sekar setaman niku kangge napa? PS : Sekar setaman niku eenten mawar, kenanga, lan kanthil, maknane sekar setaman niki, manungsa kedah saged njagi wangine, artine kedah saged njagi awake saking hal-hal ingkang mboten leres. P : Nek toya pethak diparingi dhadhap srep niku maknane napa pak? PS : Maknane caos bekti ingkang lair munggil sedinten, ingkang pernah sepuh, ingkang pernah nem, ingkang jumunung kiblat sekawan, gangsal pancer kalebet panceripun tiyang-tiyang ing desa kaligono mriki. P : Lha menawi kopi pahit, kopi manis, teh pahit kalih teh manis niku napa pak? PS : Nek kopi manis-pahit niki, werno cemeng biasane nek kuda lumping niku dihubungke kalih alam ghaib, atau alam hitam. Rasa manis walaupun berhubungan kalih alam ghaib nanging tetep tumuju wonten langkah ingkang bener. P : Nek pahite niku napa pak? PS : Pahit niku nalika nglaksanakake tari, mboten kraos kesel lan mboten wonten kedadean- kedadean ingkang mboten dikarepaken. P : Maknanipun teh manis kalih teh pahit napa? PS : Maknanipun sami kalih kopi wau. P : Menurut bapak fungsi tarian kuda lumping niku kiyambak napa? PS : Kangge nguri-uri budaya, ngarahke tiyang-tiyang enem supados wonten kegiatan positif, kangge ngemut-emut sejarah entene tari kuda lumping niku ingkang jelas niku enten gerak maknawi teng tari kuda lumping niku. P : Gerak maknawi niku ingkang kados pundi pak? PS : Nggih contone kados gerak sembahan, niku enten maknanipun. P : Napa niku maknanipun pak? PS : Maknane ngeten mbak, bahwa setiap manusia harus senantiasa tunduk kepada Allah Swt. Walaupun seperti apapun orang itu, nggih digambarake wonten ing jaran kepang. P : Ciri khase napa pak? PS : Kuda kepange niku di damel nunduk, jaran niku digambarake sungkem. P : Maknanipun? PS : Maknanipun senajan gagah kaya ngapa niku tiyang gesang kedah diwajibke sungkem marang gusti Allah.

127 109 P : Nggih, menawi entene penthul lan bejer niku napa pak? PS : Penthul bejer niku abdi dalem, mulane nek teng tari niku penthul bejer nari teng wingkinge kuda lumping niku, istilahe pamomong. P : Menawi barongan niku napa pak? PS : Barongan niku nggambarake hewan peliharaan raja utawa nggambarake tunggangan ksatria wonten ing perang, nah bejer niku wau sing amomong barongan. P : Ya sudah untuk sementara mungkin cukup pak, besok kalau ada informasi yang kurang saya nanti tak kesini lagi. PS : Ya mbak, moga aja lancar, dan berhasil dengan nilai yang baik. P : Amin

128 110 TRANSKRIP WAWANCARA DENGAN INFORMAN Nama Informan 3 : Sareko Hari/ tanggal : 26 Juli 2013 Tempat Waktu : Rumah Bapak Sareko : WIB P : Nuwun sewu sakderengipun, sampun dangu pak dados ketua grup kuda lumping turonggo tri budoyo? PE : Saya kurang lebih sudah dua tahun karena ketua yang dulu sudah almarhum, jadi saya teruskan. Kebetulan pas waktu pilihan, ya pilihan secara demokrasi saya terpilih. Jadi saya meneruskan dari pemimpin yang dahulu. P : Kalau sejarah terbentuknya grup kuda lumping turonggo tri budoyo ini pak? PE : Kalau dulu itu jathilan mbak, dulu itu ada tiga kelompok, dari slegok, krajan, dan kamalan, terus jadi satu grup kesenian turonggo tri budoyo ini. P : Tahun berapa itu pak? PE : Saya masuk jadi anggota itu dari kelas dua SD, jadi kreasi itu kurang lebih tahun 85an. Berubah menjadi kreasi campursari itu ya belum lama lah sekitar tahun 97an. Sampai sekarangpun niat untuk menjadi penari masih sangat luar biasa bukan dari paksaan orang tua, dari luar RW sini pun masih banyak yang bergabung dengan grup ini. Jadi kemauan anak- anaknya masih tinggi. P : Peminatnya masih banyak ya pak. Kalau untuk latihan geraknya itu bagaimana pak? Apakah ada yang nglatih khusus? PE : Jujur saja mbak, akhir-akhir ini tarian itu tari kreasi anak-anak sendiri. Saya sudah tidak ngajari lagi, paling cuma karna dulu yang kreasi pertama saya jadi ya cuma ngawasi lah istilahnya agar gerakannya tidak terlalu jauh dari gerakan-gerakan kuda lumping dulu. P : Kalau latihannya sendiri setiap hari apa pak? PE : Latihannya kadang satu minggu dua kali setiap hari rabu malam kamis dan malam minggu. P : Latihannya dimana pak? PE : Latihannya dari dulu di depan rumah saya ini, di halaman situ. P : Kalau sebelum acara pertunjukan itu sendiri biasanya ada ritualritualnya tidak pak? PE : Ya biasanya yang namanya kuda lumping itu kan ada kaitannya dengan hal ghaib jadi istilahnya kalau pertunjukannya di tempat

129 111 lain ya kita permisilah, kita juga istilahnya pamitan pada pepundhen yang ada di desa ini agar acara berjalan lancar. P : Untuk acara pertunjukannya ada gerak tari apa saja pak? PE : Geraknya itu sudah banyak tari kreasi barunya kalau yang klasik itu ya mataraman, jaranan versi Bali dan purbalinggan. Untuk gerakan-gerakan setiap tari mungkin nanti akan dijelaskan bapak sudiyono secara garis besar karna untuk menerangkan itu banyak sekali mbak. P : Untuk sesaji yang digunakan apa saja pak dan makna dari sesaji itu sendiri apa? PE : Kalau sesaji itu kita memakai yang umum-umum saja. P : Tidak ada seperti kaca, atau dupa pak? PE : Oh tidak, kita hanya memakai seperti degan ijo, kopi pahit, kopi manis, teh pahit, teh manis, kembang setaman, air yang diberi kembang, ya itu saja. P : Kalau makna masing-masingnya pak? PE : Kalau maknanya itu sesaji itu ya sama saja istilahnya untuk nyuguhilah, kalau penari yang ndadi itu kan kerasukan dari alam ghaib ya yang kita istilahkan tamu itu. Lha biasanya tinggal mintanya apa. P : Pernah gak pak ada yang meminta di luar sesaji yang disiapkan? PE : Kalau sesaji itu yang diminta biasanya ya hanya itu-itu saja karna indhang yang merasuki itu indhang yang kita bawa atau yang kita panggil. P : Untuk acara setelah pertunjukan itu ada ritual lagi tidak? PE : Setelah selesai acara biasanya ya kita pamitan dengan penonton, mengucapkan terimakasih dan biasanya ada tari yang dibawakan oleh yang dituakan atau sesepuh yang berpamitan pada penguasa dalam arti di alam ghaib dimana pertunjukan digelar. P : Fungsi dari tarian kuda lumping itu sendiri apa pak? PE : Tari ini kan melambangkan peperangan antara Raden Asmarabangun dan Prabu Klana Swandana yang memperebutkan Dewi Sekartaji jadi untuk mengingat peperangan itu, nguri-uri budoyo, dan untuk mempersatukan generasi muda agar bersatu padu untuk memajukan dusun terutama kesenian yang ada yaitu kuda lumping ini. P : Kalau adanya penthul bejer itu apa pak? PE : Kalau ada istilahnya penthul bejer itu, lha yang bejer itu menggambarkan seperti seorang raksasa, yang gedhe itu sama aja, klo bejer itu sebagai pamomong barongan tadi, tunggangan kesatria itu, jd istilahnya jadi bekathiknya itu bejer, kalau bejer itu tidak nyanyi, cuma nari- nari mengikuti gerak si barongan, kalau penthul abdi dalem yang mengiringi panglima perang, jadi kalau panglimanya jatuh ngipas- ngipasi pake lap itu, jadi pembantu atau abdinya.

130 112 P : Kalau barongannya itu pak? PE : Kalau barongannya itu menggambarkan binatang piaraan raja atau tunggangan ksatria itu tadi. P : Baik pak terima kasih atas informasinya. PE : Iya sama-sama mbak.

131 113

132 114

133 115

134 116 DAFTAR GAMBAR Gambar sinden Grup Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo Gambar penari barongan Grup Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo Gambar Sesepuh Grup Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo Sedang menyembuhkan penari yang ndadi atau kesurupan

135 117 Gambar penari yang ndadi dengan menggunakan barongan Gambar penari Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo bersiap untuk pentas Gambar penari Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo yang mengajak menari calon pengantin saat menari di hajatan pernikahan

136 118 Gambar penari laki-laki dan penari perempuan Gambar penari yang sedang ndadi atau kesurupan

137 119 LAMPIRAN 4 CATATAN LAPANGAN Hari/ tanggal : Sabtu, 9 Maret 2013 Waktu : Pukul WIB Selesai Tempat : Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo Deskripsi : Sebelum menentukan grup kesenian yang akan diteliti, peneliti lebih dulu melakukan observasi ke Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo. Dimana grup kesenian Kuda lumping Turonggo Tri Budoyo ini berada. Peneliti tertarik pada grup Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo karena beberapa kali melihat pertunjukan kuda lumping ini, penyajian tarinya sudah menggunakan banyak tari kreasi baru, sesaji yang digunakanpun masih terbilang sederhana dan umum-umum saja oleh karena itu kesenian ini bisa dinikmati oleh segala umur. Hari/ tanggal : Sabtu, 16 Maret 2013 Waktu : Pukul WIB Tempat : Universitas Muhammadiyah Purworejo Deskripsi : Peneliti mulai mengajukan judul penelitian Bentuk, Makna, dan Fungsi Pertunjukan Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo. Judul ini mendapat persetujuan dari kedua pembimbing skripsi peneliti Hari/ tanggal : Rabu, 20 Maret 2013 Waktu : Pukul WIB selesai Tempat : Rumah Bapak Suroto dan Rumah Mas Ari Deskripsi : Peneliti berkunjung ke rumah Bapak Suroto, beliau adalah Kepala Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo untuk keperluan mengantar surat izin penelitian dan pengambilan data desa. Selanjutnya peneliti berkunjung ke rumah mas Ari, beliau adalah orang yang mengurusi bagian kepariwisataan di Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo. Di rumah mas Ari, peneliti berbincang mengenai keberadaan grup kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo serta meminta bantuan untuk menunjukan rumah ketua grup kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo, sesepuh desa Kaligono dan sesepuh grup kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo. Hari/ tanggal : Sabtu, 30 Maret 2013 Waktu : Pukul WIB Tempat : Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo Deskripsi : Peneliti mengadakan kunjungan ke rumah Mbah Darmo Warsito yang

138 120 merupakan sesepuh Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo untuk beramah tamah dan meminta izin untuk mengadakan penelitian tentang grup kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo. Selain ke rumah mbah Darmo, peneliti juga mengunjungi rumah bapak Sareko, beliau adalah ketua grup Kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo. Kemudian ke rumah bapak sudiyono, beliau adalah sesepuh grup dan juga seorang penari. Di sana peneliti mengadakan ramah tamah serta izin melakukan penelitian. Selain itu peneliti juga melakukan pendekatan kepada warga masyarakat Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo demi kelancaran penelitian yang dilakukan peneliti. Hari/ tanggal : Sabtu, 20 April 2013 Waktu : WIB Tempat : Halaman rumah Bapak Sareko Deskripsi : Grup kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo mengadakan latihan dua kali seminggu, setiap malam Kamis dan malam Minggu. Pada saat latihan malam Minggu peneliti mencoba untuk beramah tamah dengan para penari Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo, yang rata-rata masih anak-anak sekolah. Jadi pendekatan dilakukan dengan mencoba ikut latihan tari dan berbincang-bincang lebih dekat dengan para penari Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo. Hari/ tanggal : Jumat, 26 Juli 2013 Waktu : Pukul Tempat : Rumah Bapak Sareko, rumah Bapak Sudiyono, rumah Mbah Darmo Deskripsi : Peneliti mulai melakukan wawancara dengan Bapak Sareko, Bapak Sudiyono, dan Mbah Darmo. Sebelum melakukan wawancara, peneliti menyiapkan peralatan untuk wawancara, antara lain: alat rekam wawancara, peneliti menggunakan recorder handphone, kertas catat. Wawancara pertama dilakukan di rumah Mbah Darmo, selanjutnya ke rumah Bapak Sareko, dan terakhir di rumah Bapak Sudiyono. Hari/ tanggal : Selasa, 6 Agustus 2013 Waktu : Pukul WIB Tempat : Rumah Bapak Sudiyono Deskripsi : Peneliti melakukan wawancara yang kedua dengan Bapak Sudiyono karena beliau adalah sesepuh grup kesenian Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo sekaligus penarinya. Oleh karena itu untuk ragam gerak tari peneliti lebih memfokuskan info dari hasil wawancara dengan Bapak Sudiyono. Hari/ tanggal : Sabtu, 17 Agustus 2013 Waktu : Pukul WIB Tempat : Lapangan kantor Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo Deskripsi :

139 121 Grup Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo menggelar pertunjukan di halaman kantor Kecamatan Kaligesing dalam rangka memeriahkan HUT RI ke- 68. Dalam pertunjukan ini peneliti hanya datang untuk mengambil gambar pertunjukan Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo mulai dari awal pertunjukan hingga pertunjukan usai. Hari/ tanggal : Minggu, 25 Agustus 2013 Waktu : Pukul selesai Tempat : Rumah Bapak Suwono Desa Ganggeng Deskripsi : Pada hari ini grup Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo pentas di rumah Bapak Suwono di Desa Ganggeng dalam rangka acara syukuran hajatan Sunatan putranya. Di sini peneliti ikut mulai dari persiapan acara. Peneliti ikut nyekar ke pepundhen desa yaitu pepundhen Eyang Brojo Menggolo bersama sesepuh grup Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo. Selanjutnya peneliti menuju tempat pertunjukan dan ikut merias para penari, setelah itu peneliti mengikuti jalannya pertunjukan dari awal sampai pertunjukan usai. Hari/ tanggal : Sabtu, 5 Oktober 2013 Waktu : Pukul WIB Tempat : Halaman Kantor Kecamatan Kaligesing Deskripsi : Pada hari ini grup Kuda Lumping Turonggo Tri Budoyo pentas di halaman Kantor Kecamatan Kaligesing dalam rangka HUT Kabupaten Purworejo. Dalam pertunjukan kali iini peneliti hanya mengambil gambar pertunjukan tari kuda lumping. Dari awal sampai akhir pertunjukan

140 122

141 123

142 124

143 125

144 126

145 127

146 128

147 129

148 130

149 131

150 132

151 133

152 134

BENTUK, MAKNA, DAN FUNGSI PERTUNJUKAN KUDA LUMPING TURONGGO TRI BUDOYO DI DESA KALIGONO KECAMATAN KALIGESING KABUPATEN PURWOREJO

BENTUK, MAKNA, DAN FUNGSI PERTUNJUKAN KUDA LUMPING TURONGGO TRI BUDOYO DI DESA KALIGONO KECAMATAN KALIGESING KABUPATEN PURWOREJO BENTUK, MAKNA, DAN FUNGSI PERTUNJUKAN KUDA LUMPING TURONGGO TRI BUDOYO DI DESA KALIGONO KECAMATAN KALIGESING KABUPATEN PURWOREJO Oleh : Dewi Kartikasari program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari kata majemuk bahasa Inggris folklore, yang terdiri atas kata folk dan lore.

BAB I PENDAHULUAN. dari kata majemuk bahasa Inggris folklore, yang terdiri atas kata folk dan lore. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dananjaya (dalam Purwadi 2009:1) menyatakan bahwa kata folklor berasal dari kata majemuk bahasa Inggris folklore, yang terdiri atas kata folk dan lore. Kata folk berarti

Lebih terperinci

PERSEPSI MASYARAKAT DAN PERKEMBANGAN KESENIAN TRADISIONAL JARAN KEPANG MUDO LANGEN BUDOYO DI DESA KEDUNG PUCANG KECAMATAN BENER KABUPATEN PURWOREJO

PERSEPSI MASYARAKAT DAN PERKEMBANGAN KESENIAN TRADISIONAL JARAN KEPANG MUDO LANGEN BUDOYO DI DESA KEDUNG PUCANG KECAMATAN BENER KABUPATEN PURWOREJO PERSEPSI MASYARAKAT DAN PERKEMBANGAN KESENIAN TRADISIONAL JARAN KEPANG MUDO LANGEN BUDOYO DI DESA KEDUNG PUCANG KECAMATAN BENER KABUPATEN PURWOREJO Oleh: Yesi Setya Nurbaiti program studi pendidikan bahasa

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap

A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap maupun keterampilan. Untuk mencapai ketiga aspek tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan peradaban manusia tidak pernah terlepas dari apa yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan peradaban manusia tidak pernah terlepas dari apa yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan peradaban manusia tidak pernah terlepas dari apa yang disebut karya sastra. Karya sastra merupakan hasil ide atau pemikiran dari anggota masyarakat yang

Lebih terperinci

ANALISIS BENTUK DAN NILAI PERTUNJUKAN JARAN KEPANG TURANGGA SATRIA BUDAYA DI DESA SOMONGARI KECAMATAN KALIGESING KABUPATEN PURWOREJO

ANALISIS BENTUK DAN NILAI PERTUNJUKAN JARAN KEPANG TURANGGA SATRIA BUDAYA DI DESA SOMONGARI KECAMATAN KALIGESING KABUPATEN PURWOREJO ANALISIS BENTUK DAN NILAI PERTUNJUKAN JARAN KEPANG TURANGGA SATRIA BUDAYA DI DESA SOMONGARI KECAMATAN KALIGESING KABUPATEN PURWOREJO Oleh : Yusi Agustina program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nova Silvia, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nova Silvia, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia terdiri dari ratusan suku bangsa yang masingmasing memiliki kekhasan atau keunikan tersendiri.kekhasan dan keunikan itulah yang pada dasarnya

Lebih terperinci

BENTUK DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM TRADISI GUYUBAN BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA PASIR AYAH KEBUMEN

BENTUK DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM TRADISI GUYUBAN BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA PASIR AYAH KEBUMEN BENTUK DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM TRADISI GUYUBAN BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA PASIR AYAH KEBUMEN Oleh : Ade Reza Palevi program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa aderezahidayat@yahoo.co.id ABSTRAK

Lebih terperinci

ANALISIS SOSIOLOGI BUDAYA DALAM KESENIAN TRADISIONAL JATHILAN TRI TUNGGAL MUDA BUDAYA DUSUN GEJIWAN DESA KRINJING KECAMATAN KAJORAN KABUPATEN MAGELANG

ANALISIS SOSIOLOGI BUDAYA DALAM KESENIAN TRADISIONAL JATHILAN TRI TUNGGAL MUDA BUDAYA DUSUN GEJIWAN DESA KRINJING KECAMATAN KAJORAN KABUPATEN MAGELANG ANALISIS SOSIOLOGI BUDAYA DALAM KESENIAN TRADISIONAL JATHILAN TRI TUNGGAL MUDA BUDAYA DUSUN GEJIWAN DESA KRINJING KECAMATAN KAJORAN KABUPATEN MAGELANG Oleh : Martina Catur Nugraheni program studi pendidikan

Lebih terperinci

Pelestarian Kesenian Kuda Lumping oleh Paguyuban Sumber Sari di Desa Pandansari Kecamatan Sruweng Kabupaten Kebumen

Pelestarian Kesenian Kuda Lumping oleh Paguyuban Sumber Sari di Desa Pandansari Kecamatan Sruweng Kabupaten Kebumen Pelestarian Kesenian Kuda Lumping oleh Paguyuban Sumber Sari di Desa Pandansari Kecamatan Sruweng Kabupaten Kebumen Oleh: Fransiskus Indra Udhi Prabowo Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Udi_fransiskus@yahoo.co.id

Lebih terperinci

dari pengalaman tertentu dalam karya seninya melainkan formasi pengalaman emosional yang bukan dari pikiranya semata. 2.

dari pengalaman tertentu dalam karya seninya melainkan formasi pengalaman emosional yang bukan dari pikiranya semata. 2. A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah Musik sebagai bagian dari kebudayaan suatu bangsa, merupakan ungkapan serta ekspresi perasaan bagi pemainnya. Kebudayaan juga merupakan cerminan nilai-nilai personal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih teratur dan mempunyai prinsip-prinsip yang kuat. Mengingat tentang

BAB I PENDAHULUAN. lebih teratur dan mempunyai prinsip-prinsip yang kuat. Mengingat tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya merupakan cerminan dari suatu bangsa, bangsa yang menjunjung tinggi kebudayaan pastilah akan selalu dihormati oleh negara lainnya. Budaya yang terdapat dalam

Lebih terperinci

Kajian Folklor dalam Tradisi Guyang Jaran di Desa Karangrejo Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo

Kajian Folklor dalam Tradisi Guyang Jaran di Desa Karangrejo Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo Kajian Folklor dalam Tradisi Guyang Jaran di Desa Karangrejo Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo Oleh: Ade Ayu Mawarni Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa adeayumawarni@yahoo.com Abstrak: Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan. daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak puncak

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan. daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak puncak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Nusantara terdiri atas aneka warna kebudayaan dan bahasa. Keaneka ragaman kebudayaan dari berbagai suku bangsa yang ada di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan

Lebih terperinci

ANALISIS BENTUK DAN NILAI PERTUNJUKAN JARAN KEPANG TURANGGA SATRIA BUDAYA DI DESA SOMONGARI KECAMATAN KALIGESING KABUPATEN PURWOREJO

ANALISIS BENTUK DAN NILAI PERTUNJUKAN JARAN KEPANG TURANGGA SATRIA BUDAYA DI DESA SOMONGARI KECAMATAN KALIGESING KABUPATEN PURWOREJO ANALISIS BENTUK DAN NILAI PERTUNJUKAN JARAN KEPANG TURANGGA SATRIA BUDAYA DI DESA SOMONGARI KECAMATAN KALIGESING KABUPATEN PURWOREJO SKRIPSI Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kajian pustaka sangat diperlukan dalam penyusunan sebuah karya ilmiah. Kajian pustaka adalah paparan atau konsep konsep yang mendukung pemecahan masalah dalam suatu penelitian yang

Lebih terperinci

BENTUK DAN FUNGSI KESENIAN OJROT-OJROT DI DESA KARANGDUWUR KECAMATAN PETANAHAN KABUPATEN KEBUMEN

BENTUK DAN FUNGSI KESENIAN OJROT-OJROT DI DESA KARANGDUWUR KECAMATAN PETANAHAN KABUPATEN KEBUMEN BENTUK DAN FUNGSI KESENIAN OJROT-OJROT DI DESA KARANGDUWUR KECAMATAN PETANAHAN KABUPATEN KEBUMEN Oleh: Ari Rahmawati Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa rahmawatiarie21@yahoo.co.id ABSTRAK

Lebih terperinci

JURNAL SKRIPSI. MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo)

JURNAL SKRIPSI. MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo) JURNAL SKRIPSI MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo) SKRIPSI Oleh: DESI WIDYASTUTI K8409015 FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

Pola Perilaku Kesurupan Endhang Mayit dalam Kesenian Kuda Kepang Turangga Mudha di Desa Banioro Kecamatan Karangsambung Kabupaten Kebumen

Pola Perilaku Kesurupan Endhang Mayit dalam Kesenian Kuda Kepang Turangga Mudha di Desa Banioro Kecamatan Karangsambung Kabupaten Kebumen Pola Perilaku Kesurupan Endhang Mayit dalam Kesenian Kuda Kepang Turangga Mudha di Desa Banioro Kecamatan Karangsambung Kabupaten Kebumen Oleh: Hamzah Setiadi Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah memiliki keanekaragaman budaya yang tak terhitung banyaknya. Kebudayaan lokal dari seluruh

Lebih terperinci

BENTUK DAN MAKNA SIMBOLIK KESENIAN KUBRO DI DESA BANGSRI KECAMATAN KAJORAN KABUPATEN MAGELANG

BENTUK DAN MAKNA SIMBOLIK KESENIAN KUBRO DI DESA BANGSRI KECAMATAN KAJORAN KABUPATEN MAGELANG BENTUK DAN MAKNA SIMBOLIK KESENIAN KUBRO DI DESA BANGSRI KECAMATAN KAJORAN KABUPATEN MAGELANG Oleh: Dwi Priani program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa dwi_ priani14@yahoo.com Abstrak: Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kearifan nenek moyang yang menciptakan folklor (cerita rakyat, puisi rakyat, dll.)

BAB I PENDAHULUAN. kearifan nenek moyang yang menciptakan folklor (cerita rakyat, puisi rakyat, dll.) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ada peribahasa yang menyebutkan di mana ada asap, di sana ada api, artinya tidak ada kejadian yang tak beralasan. Hal tersebut merupakan salah satu kearifan nenek

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Ada beberapa buku yang penulis pakai dalam memahami dan langsung mendukung penelitian ini, diantaranya buku yang berkaitan dengan revitalisasi yang

Lebih terperinci

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO Oleh: Wahyu Duhito Sari program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa Wahyu_duhito@yahoo.com

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT BIDANG KEBUDAYAAN

PELAKSANAAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT BIDANG KEBUDAYAAN PELAKSANAAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT BIDANG KEBUDAYAAN A. PENGANTAR Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) merupakan salah satu unsur dalam Tri Darma Perguruan Tinggi. Secara umum, PkM tidak hanya untuk

Lebih terperinci

FUNGSI KESENIAN LEDHEK DALAM UPACARA BERSIH DESA DI DUSUN KARANG TENGAH, DESA NGALANG, GEDANGSARI, GUNUNGKIDUL SKRIPSI

FUNGSI KESENIAN LEDHEK DALAM UPACARA BERSIH DESA DI DUSUN KARANG TENGAH, DESA NGALANG, GEDANGSARI, GUNUNGKIDUL SKRIPSI FUNGSI KESENIAN LEDHEK DALAM UPACARA BERSIH DESA DI DUSUN KARANG TENGAH, DESA NGALANG, GEDANGSARI, GUNUNGKIDUL SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi

Lebih terperinci

Kajian Folklor Tradisi Nglamar Mayit di Desa Sawangan, Kecamatan Alian, Kabupaten Kebumen

Kajian Folklor Tradisi Nglamar Mayit di Desa Sawangan, Kecamatan Alian, Kabupaten Kebumen Kajian Folklor Tradisi Nglamar Mayit di Desa Sawangan, Kecamatan Alian, Kabupaten Kebumen Oleh: Heira Febriana Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Febrianahera@gmail.com Abstrak: Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena bangsa Indonesia terdiri dari beribu-ribu pulau dan keanekaragaman budaya merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS BENTUK DAN NILAI KESENIAN NDOLALAK PUTRI DWI LESTARI DESA PLIPIR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO

ANALISIS BENTUK DAN NILAI KESENIAN NDOLALAK PUTRI DWI LESTARI DESA PLIPIR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO ANALISIS BENTUK DAN NILAI KESENIAN NDOLALAK PUTRI DWI LESTARI DESA PLIPIR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO Oleh : Theo Artanti program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa artanti_theo@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya. Kebudayaan lokal sering disebut kebudayaan etnis atau folklor (budaya tradisi). Kebudayaan lokal

Lebih terperinci

2015 PERTUNJUKAN KESENIAN EBEG GRUP MUNCUL JAYA PADA ACARA KHITANAN DI KABUPATEN PANGANDARAN

2015 PERTUNJUKAN KESENIAN EBEG GRUP MUNCUL JAYA PADA ACARA KHITANAN DI KABUPATEN PANGANDARAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesenian merupakan salah satu bagian dari kebudayaan yang mempunyai ciri khas dan bersifat kompleks, sebuah kebudayaan yang lahir di dalam suatu lingkungan

Lebih terperinci

Pelestarian Bentuk dan Makna Kesenian Kuda Lumping Turonggo Mudo Desa Prigelan Kecamatan Pituruh Kabupaten Purworejo

Pelestarian Bentuk dan Makna Kesenian Kuda Lumping Turonggo Mudo Desa Prigelan Kecamatan Pituruh Kabupaten Purworejo Pelestarian Bentuk dan Makna Kesenian Kuda Lumping Turonggo Mudo Desa Prigelan Kecamatan Pituruh Kabupaten Purworejo Oleh : Idnan Riyanto Program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa mbahrejowirono@gmail.com

Lebih terperinci

2015 TARI TUPPING DI DESA KURIPAN KECAMATAN PENENGAHAN KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

2015 TARI TUPPING DI DESA KURIPAN KECAMATAN PENENGAHAN KABUPATEN LAMPUNG SELATAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Budaya lahir dan dibentuk oleh lingkungannya yang akan melahirkan berbagai bentuk pola tersendiri bagi masyarakat pendukungnya. Berbicara tentang kebudayaan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Keberadaan

I PENDAHULUAN. Manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Keberadaan 1 I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Keberadaan kebudayaan adalah hasil dari karya manusia. Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia terdapat berbagai macam suku bangsa. Hal itu menjadikan Indonesia negara yang kaya akan kebudayaan. Kesenian adalah salah satu bagian dari kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji kebudayaan kita tidak dapat melihatnya sebagai sesuatu yang statis, tetapi merupakan sesuatu

Lebih terperinci

BAB 7. Standar Kompetensi. Memahami kesamaan dan keberagaman Bahasa dan Dialek. Kompetensi Dasar. Tujuan Pembelajaran

BAB 7. Standar Kompetensi. Memahami kesamaan dan keberagaman Bahasa dan Dialek. Kompetensi Dasar. Tujuan Pembelajaran BAB 7 Standar Kompetensi Memahami kesamaan dan keberagaman Bahasa dan Dialek Kompetensi Dasar 1. Menjelaskan keberadaan dan perkembangan tradisi lisan dalam masyarakat setempat. 2. Mengembangkan sikap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan sistem nilai yang terkandung dalam sebuah masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan yang membentuk lapis-lapis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai macam suku, yang memiliki seni budaya, dan adat istiadat, seperti tarian tradisional. Keragaman yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara kita adalah Negara yang memiliki beragam kebudayaan daerah dengan ciri khas masing-masing. Bangsa Indonesia telah memiliki semboyan Bhineka Tunggal

Lebih terperinci

Tradisi Menguras Sumur Di Pemandian Air Panas Krakal Kecamatan Alian Kabupaten Kebumen

Tradisi Menguras Sumur Di Pemandian Air Panas Krakal Kecamatan Alian Kabupaten Kebumen Tradisi Menguras Sumur Di Pemandian Air Panas Krakal Kecamatan Alian Kabupaten Kebumen Oleh: Tri Raharjo Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa trie.joejoe@gmail.com Abstrak : Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses realisasi karya seni bersumber pada perasaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses realisasi karya seni bersumber pada perasaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses realisasi karya seni bersumber pada perasaan yang merupakan bentuk ungkapan atau ekspresi keindahan. Setiap karya seni biasanya berawal dari ide atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Meskipun bangsa Indonesia sudah memiliki tradisi tulis, tidak dapat disangkal

BAB 1 PENDAHULUAN. Meskipun bangsa Indonesia sudah memiliki tradisi tulis, tidak dapat disangkal BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meskipun bangsa Indonesia sudah memiliki tradisi tulis, tidak dapat disangkal bahwa tradisi lisan masih hidup di berbagai suku bangsa di Indonesia. Tradisi lisan sering

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Riau adalah rumpun budaya melayu yang memiliki beragam

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Riau adalah rumpun budaya melayu yang memiliki beragam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Provinsi Riau adalah rumpun budaya melayu yang memiliki beragam suku, yang dapat di jumpai bermacam-macam adat istiadat, tradisi, dan kesenian yang ada dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam

BAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu hasil karya seni yang sekaligus menjadi bagian dari kebudayaan. Sebagai salah satu hasil kesenian, karya sastra mengandung

Lebih terperinci

SENI TRADISI UJUNGAN PADA MASYARAKAT DESA GUMELEM WETAN KECAMATAN SUSUKAN KABUPATEN BANJARNEGARA

SENI TRADISI UJUNGAN PADA MASYARAKAT DESA GUMELEM WETAN KECAMATAN SUSUKAN KABUPATEN BANJARNEGARA SENI TRADISI UJUNGAN PADA MASYARAKAT DESA GUMELEM WETAN KECAMATAN SUSUKAN KABUPATEN BANJARNEGARA Oleh : Desy Dwijayanti program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa Cahyo_desy@yahoo.com Abstrak: Penelitian

Lebih terperinci

TARI KREASI NANGGOK DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SUMATERA SELATAN

TARI KREASI NANGGOK DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SUMATERA SELATAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumatera Selatan merupakan salah satu provinsi yang terletak di bagian selatan pulau Sumatera, dengan ibukotanya adalah Palembang. Provinsi Sumatera Selatan

Lebih terperinci

LAKU NENEPI DI MAKAM PANEMBAHAN SENOPATI KOTAGEDE

LAKU NENEPI DI MAKAM PANEMBAHAN SENOPATI KOTAGEDE LAKU NENEPI DI MAKAM PANEMBAHAN SENOPATI KOTAGEDE SKRIPSI Di ajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta Untuk memenuhi Sebagian Persyaratan Guna memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cerita rakyat sebagai folklor dalam tradisi lisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cerita rakyat sebagai folklor dalam tradisi lisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka ini akan membahas tentang tinjauan pustaka atau kajian teori yang berkaitan dengan judul penelitian. Adapun tinjauan pustaka dalam penelitian ini meliputi 1) Repustakaan

Lebih terperinci

PERKAWINAN. Diajukan. Sosial. Oleh: JURUSAN

PERKAWINAN. Diajukan. Sosial. Oleh: JURUSAN EKSISTENSI KESENIAN TRADISIONAL BEGALAN DALAM UPACARA PERKAWINAN MASYARAKAT DESA KEDONDONG KECAMATAN SOKARAJAA KABUPATEN BANYUMAS SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakartaa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut sejarah, sesudah Kerajaan Pajajaran pecah, mahkota birokrasi

BAB I PENDAHULUAN. Menurut sejarah, sesudah Kerajaan Pajajaran pecah, mahkota birokrasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Menurut sejarah, sesudah Kerajaan Pajajaran pecah, mahkota birokrasi dialihkan oleh Kerajaan Sunda/Pajajaran kepada Kerajaan Sumedanglarang. Artinya, Kerajaan

Lebih terperinci

PERUBAHAN SOSIAL EKONOMI PETANI NANAS DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG SKRIPSI

PERUBAHAN SOSIAL EKONOMI PETANI NANAS DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG SKRIPSI PERUBAHAN SOSIAL EKONOMI PETANI NANAS DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG 2000-2010 SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Oleh: HARDIANTO 1001020030

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat. I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara kepulauan, yang memiliki berbagai macam suku bangsa yang kaya akan kebudayaan serta adat istiadat, bahasa, kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN RELEVAN

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN RELEVAN BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN RELEVAN A. Landasan Teori 1. Kebudayaan Banyak orang mengartikan kebudayaan dalam arti yang terbatas yaitu pikiran, karya, dan semua hasil karya manusia yang memenuhi

Lebih terperinci

DINAMIKA SANGGAR SENI DOWOH BUDOYO DESAPAGUBUGAN KULON TAHUN

DINAMIKA SANGGAR SENI DOWOH BUDOYO DESAPAGUBUGAN KULON TAHUN DINAMIKA SANGGAR SENI DOWOH BUDOYO DESAPAGUBUGAN KULON TAHUN 2003-2016 SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S-1) Program Studi Pendidikan Sejarah Oleh:

Lebih terperinci

PENGARUH KEBUDAYAAN SUNDA DALAM KESENIAN EBEG DI KABUPATEN CILACAP JAWA TENGAH. (Kajian Antropologi-Sosiologi) ARTIKEL

PENGARUH KEBUDAYAAN SUNDA DALAM KESENIAN EBEG DI KABUPATEN CILACAP JAWA TENGAH. (Kajian Antropologi-Sosiologi) ARTIKEL PENGARUH KEBUDAYAAN SUNDA DALAM KESENIAN EBEG DI KABUPATEN CILACAP JAWA TENGAH (Kajian Antropologi-Sosiologi) ARTIKEL diajukan untuk memenuhi sebagian syarat guna mencapai gelar Sarjana Pendidikan Sejarah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap etnis menebar diseluruh pelosok Negeri. Masing masing etnis tersebut

BAB I PENDAHULUAN. setiap etnis menebar diseluruh pelosok Negeri. Masing masing etnis tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan Negara yang kaya akan etnis budaya, dimana setiap etnis menebar diseluruh pelosok Negeri. Masing masing etnis tersebut memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Barat yang lebih sering disebut sebagai Tatar Sunda dikenal

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Barat yang lebih sering disebut sebagai Tatar Sunda dikenal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Provinsi Jawa Barat yang lebih sering disebut sebagai Tatar Sunda dikenal memiliki warisan budaya yang beranekaragam. Keanekaragaman budayanya itu tercermin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut tersebar di daerah-daerah sehingga setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

SKRIPSI. Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

SKRIPSI. Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar. PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR MELALUI STRATEGI TWO STAY TWO STRAY TEMA ORGAN TUBUH MANUSIA DAN HEWAN PADA SISWA KELAS V DI SD NEGERI WONOREJO 02 TAHUN AJARAN 2014/2015 SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

EKSISTENSI KESENIAN TRADISIONAL TARI TOPENG GETAK KALIWUNGU DI KECAMATAN TEMPEH KABUPATEN LUMAJANG TAHUN SKRIPSI

EKSISTENSI KESENIAN TRADISIONAL TARI TOPENG GETAK KALIWUNGU DI KECAMATAN TEMPEH KABUPATEN LUMAJANG TAHUN SKRIPSI EKSISTENSI KESENIAN TRADISIONAL TARI TOPENG GETAK KALIWUNGU DI KECAMATAN TEMPEH KABUPATEN LUMAJANG TAHUN 1940-2013 SKRIPSI Oleh Fachmi Setya Istifarini NIM 100210302039 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

Lebih terperinci

ARTIKEL TENTANG SENI TARI

ARTIKEL TENTANG SENI TARI NAMA : MAHDALENA KELAS : VII - 4 MAPEL : SBK ARTIKEL TENTANG SENI TARI A. PENGERTIAN SENI TARI Secara harfiah, istilah seni tari diartikan sebagai proses penciptaan gerak tubuh yang berirama dan diiringi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menarik. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan keindahan, manusia

BAB I PENDAHULUAN. menarik. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan keindahan, manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian merupakan salah satu jenis kebutuhan manusia yang berkaitan dengan pengungkapan rasa keindahan. Menurut kodratnya manusia adalah makhluk yang sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan.

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara geografis, letak Indonesia yang terbentang dari sabang sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. Indonesia yang terkenal dengan banyak pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Kemajemukan itu dapat dikenali dari keanekaragaman budaya, adat, suku, ras, bahasa, maupun agama. Kemajemukan budaya menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian merupakan segala hasil kreasi manusia yang mempunyai sifat

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian merupakan segala hasil kreasi manusia yang mempunyai sifat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian merupakan segala hasil kreasi manusia yang mempunyai sifat keindahan dan dapat diekspresikan melalui suara, gerak ataupun ekspresi lainnya. Dilihat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan saat-saat penting dalam kehidupan seseorang. Peristiwa-peristiwa penting

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan saat-saat penting dalam kehidupan seseorang. Peristiwa-peristiwa penting BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan manusia, kita mengenal adanya siklus hidup, mulai dari dalam kandungan hingga kepada kematian. Berbagai macam peristiwa yang dilalui merupakan saat-saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, dan lahir dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, dan lahir dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, dan lahir dari pengalaman hidup sehari-hari yang dialami oleh setiap kelompok masyarakat tertentu. Dalam budaya, kita

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelilitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelilitian 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelilitian Ziarah merupakan istilah yang tidak asing di masyarakat. Ziarah adalah salah satu bentuk kegiatan berdoa yang identitik dengan hal yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berekspresi melalui kesenian merupakan salah satu aktivitas manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berekspresi melalui kesenian merupakan salah satu aktivitas manusia yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berekspresi melalui kesenian merupakan salah satu aktivitas manusia yang sangat umum dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagai Negara yang banyak memiliki beragam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia terdiri dari banyak suku yang tersebar dari Sabang sampai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia terdiri dari banyak suku yang tersebar dari Sabang sampai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia terdiri dari banyak suku yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, dengan banyak suku dan budaya yang berbeda menjadikan Indonesia sebagai bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rumah adat yang menjadi simbol budaya daerah, tetapi juga tradisi lisan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. rumah adat yang menjadi simbol budaya daerah, tetapi juga tradisi lisan menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah negeri yang memiliki aneka ragam budaya yang khas pada setiap suku bangsanya. Tidak hanya bahasa daerah, pakaian adat, rumah adat

Lebih terperinci

KAJIAN TERHADAP STRUKTUR MUSIK DAN PERTUNJUKAN JARAN KEPANG KELOMPOK BRAWUJAYA DI BINJAI

KAJIAN TERHADAP STRUKTUR MUSIK DAN PERTUNJUKAN JARAN KEPANG KELOMPOK BRAWUJAYA DI BINJAI KAJIAN TERHADAP STRUKTUR MUSIK DAN PERTUNJUKAN JARAN KEPANG KELOMPOK BRAWUJAYA DI BINJAI SKRIPSI SARJANA Dikerjakan O l e h NAMA: AGUS FREDDY SIMAMORA NIM : 050707014 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Dalam penulisan sebuah karya ilmiah diperlukan kajian pustaka. Kajian pustaka bertujuan untuk mengetahui keauntetikan sebuah karya ilmiah. Kajian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nuarisa Agossa, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nuarisa Agossa, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni pertunjukan yang ada di Indonesia sangat beragam bentuk dan jenisnya. Seni pertunjukan yang berada dalam suatu lingkungan masyarakat Indonesia tidak terlepas

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS TENTANG KEPARIWISATAAN KEBUDAYAAN

BAB II URAIAN TEORITIS TENTANG KEPARIWISATAAN KEBUDAYAAN BAB II URAIAN TEORITIS TENTANG KEPARIWISATAAN KEBUDAYAAN 2.1 Uraina Tentang Seni Kata seni berasal dari kata "SANI" yang kurang lebih artinya "Jiwa Yang Luhur/ Ketulusan jiwa". Menurut kajian ilmu di eropa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok atau lapisan sosial di dalam masyarakat. Kebudayaan ini merupakan suatu cara

BAB I PENDAHULUAN. kelompok atau lapisan sosial di dalam masyarakat. Kebudayaan ini merupakan suatu cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia pada dasarnya dilatarbelakangi oleh adanya suatu sejarah kebudayaan yang beragam. Keberagaman yang tercipta merupakan hasil dari adanya berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bascom (dalam Danandjaja, 2002: 50) cerita prosa rakyat dibagi dalam tiga golongan

BAB I PENDAHULUAN. Bascom (dalam Danandjaja, 2002: 50) cerita prosa rakyat dibagi dalam tiga golongan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap suku bangsa di dunia memiliki khazanah cerita prosa rakyat. Menurut Bascom (dalam Danandjaja, 2002: 50) cerita prosa rakyat dibagi dalam tiga golongan besar,

Lebih terperinci

MANTRA PENYUCIAN BANYU WINDU PADA RITUAL SODORAN SUKU TENGGER. Oleh KINASIH DWIJAYANTI NIM

MANTRA PENYUCIAN BANYU WINDU PADA RITUAL SODORAN SUKU TENGGER. Oleh KINASIH DWIJAYANTI NIM MANTRA PENYUCIAN BANYU WINDU PADA RITUAL SODORAN SUKU TENGGER Oleh KINASIH DWIJAYANTI NIM. 040210402121 Dosen Pembimbing I : Drs. H. Hari Satrijono, M. Pd. Dosen Pembimbing II : Anita Widjajanti, S. S,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seni Dzikir Saman Di Desa Ciandur Kecamatan Saketi Kabupaten Pandeglang Banten

BAB I PENDAHULUAN. Seni Dzikir Saman Di Desa Ciandur Kecamatan Saketi Kabupaten Pandeglang Banten 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Kesenian pada dasarnya muncul dari suatu ide (gagasan) dihasilkan oleh manusia yang mengarah kepada nilai-nilai estetis, sehingga dengan inilah manusia didorong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yulia Afrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yulia Afrianti, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aktivitas manusia sepanjang sejarah mencakup berbagai macam kegiatan,di antaranya adalah seni yang di dalamnya termasuk seni tari. Batasan seni tari sudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia. Akar tradisi melekat di kehidupan masyarakat sangat

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia. Akar tradisi melekat di kehidupan masyarakat sangat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal dengan bangsa yang mempunyai kekayaan tradisi dan budaya. Kekhasan serta kekayaan bangsa dalam tradisi dan budaya yang dimiliki, bukti bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hilda Maulany, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hilda Maulany, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesenian adalah bagian dari budaya dan merupakan sarana yang digunakan untuk mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia. Seni secara sederhana

Lebih terperinci

ARSITEKTUR VERNAKULAR INDONESIA

ARSITEKTUR VERNAKULAR INDONESIA Modul ke: 03 Primi Fakultas FTPD ARSITEKTUR VERNAKULAR INDONESIA Vernakular dalam Arsitektur Tradisional Artiningrum Program Studi Teknik Arsitektur Tradisi berasal dari bahasa Latin: traditio, yang berarti

Lebih terperinci

BAB IV RESEPSI MASYARAKAT DESA ASEMDOYONG TERHADAP TRADISI BARITAN. Secara definitif resepsi sastra berasal dari kata recipere (Latin), reception

BAB IV RESEPSI MASYARAKAT DESA ASEMDOYONG TERHADAP TRADISI BARITAN. Secara definitif resepsi sastra berasal dari kata recipere (Latin), reception 88 BAB IV RESEPSI MASYARAKAT DESA ASEMDOYONG TERHADAP TRADISI BARITAN A. Analisis Resepsi 1. Pengertian Resepsi Secara definitif resepsi sastra berasal dari kata recipere (Latin), reception (Inggris),

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN 2.1 Pengertian Ritual Ritual adalah tehnik (cara metode) membuat suatu adat kebiasaan menjadi suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Karya seni adalah merupakan salah satu produk budaya suatu bangsa, dengan sendirinya akan berdasar pada kebhinekaan budaya yang dimiliki oleh bangsa itu sendiri,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tradisi slametan, yang merupakan sebuah upacara adat syukuran terhadap rahmat. dan anugerah yang diberikan oleh Allah SWT.

BAB II LANDASAN TEORI. tradisi slametan, yang merupakan sebuah upacara adat syukuran terhadap rahmat. dan anugerah yang diberikan oleh Allah SWT. 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Seni Pertunjukan dalam Tradisi Masyarakat Seni pertunjukan yang terdapat dalam tradisi masyarakat, umumnya masih banyak ditemui ritual-ritual yang berkenaan dengan sebuah prosesi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prima Suci Lestari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prima Suci Lestari, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian adalah suatu peristiwa sosial yang mempunyai tenaga kuat sebagai sarana kontribusi antara seniman dan penghayatnya, ia dapat mengingatnya, menyarankan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Neneng Yessi Milniasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Neneng Yessi Milniasari, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia yang dijadikan milik diri manusia dan diperoleh melalui proses belajar (Koentjaraningrat,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, ialah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, ialah BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Tinjauan Pustaka 1. Definisi Kebudayaan Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi

Lebih terperinci

CERITA RAKYAT GUNUNG SRANDIL DI DESA GLEMPANG PASIR KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP (TINJAUAN FOLKLOR)

CERITA RAKYAT GUNUNG SRANDIL DI DESA GLEMPANG PASIR KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP (TINJAUAN FOLKLOR) CERITA RAKYAT GUNUNG SRANDIL DI DESA GLEMPANG PASIR KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP (TINJAUAN FOLKLOR) Oleh: Dyah Susanti program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa shanti.kece@yahoo.com Abstrak:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kekompleksitasan Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia mempunyai berbagai suku bangsa dan warisan budaya yang sungguh kaya, hingga tahun 2014 terdapat 4.156 warisan budaya tak benda yang

Lebih terperinci

Pandangan Masyarakat Islam di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang terhadap Kesenian Sintren

Pandangan Masyarakat Islam di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang terhadap Kesenian Sintren Pandangan Masyarakat Islam di Desa Tegalsari, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang terhadap Kesenian Sintren Oleh : Zuliatun Ni mah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa zuliatunikmah@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari beragamnya kebudayaan yang ada di Indonesia. Menurut ilmu. antropologi, (dalam Koentjaraningrat, 2000: 180) kebudayaan adalah

BAB I PENDAHULUAN. dari beragamnya kebudayaan yang ada di Indonesia. Menurut ilmu. antropologi, (dalam Koentjaraningrat, 2000: 180) kebudayaan adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki keanekaragaman di segala aspek kehidupan. Keanekaragaman tersebut terlihat dari beragamnya kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masyarakat Pesisir adalah pertunjukan kesenian Sikambang di Kelurahan

BAB I PENDAHULUAN. pada masyarakat Pesisir adalah pertunjukan kesenian Sikambang di Kelurahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kabupaten Tapanuli Tengah dikenal dengan sebutan Negeri Wisata Sejuta Pesona. Julukan ini diberikan kepada Kabupaten Tapanuli Tengah dikarenakan dibeberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumardjo (2001:1) seni adalah bagian dari kehidupan manusia dan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Sumardjo (2001:1) seni adalah bagian dari kehidupan manusia dan masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni merupakan sebuah kata yang semua orang pasti mengenalnya. Beragam jawaban dapat diberikan oleh para pengamat, dan pelaku seni. Menurut Sumardjo (2001:1)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Papua seperti seekor burung raksasa, Kabupaten Teluk Wondama ini terletak di

BAB I PENDAHULUAN. Papua seperti seekor burung raksasa, Kabupaten Teluk Wondama ini terletak di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Teluk Wondama merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Papua Barat, yang baru berdiri pada 12 April 2003. Jika dilihat di peta pulau Papua seperti seekor

Lebih terperinci