KAJIAN PEMBANGUNAN INDUSTRL PULP BERBASIS HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI KABUPATEN PELALAWAN (KASUS PT. RIAU ANDALAN PULP AND PAPER) FADRIZAL LABAY

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN PEMBANGUNAN INDUSTRL PULP BERBASIS HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI KABUPATEN PELALAWAN (KASUS PT. RIAU ANDALAN PULP AND PAPER) FADRIZAL LABAY"

Transkripsi

1 KAJIAN PEMBANGUNAN INDUSTRL PULP BERBASIS HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI KABUPATEN PELALAWAN (KASUS PT. RIAU ANDALAN PULP AND PAPER) FADRIZAL LABAY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

2 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir berjudul : "Kajian Pembangunan Industri Pulp Berbasis Hutan Tanaman Industri Di Kabupaten Pelalawan (Kasus PT. Riau Andalan Pulp and Paper)" adalah karya saya sendiri dan beluln diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang ditzrbitkan maupun tidzk diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalarn teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini. Bogor, Januari 2006 Fadrizal Labay NIM A

3 FADRIZAL LABAY, Kajian Pembangunan Industri Pulp Berbasis Hutan Tanaman Industri Di Kabupsten Pelalawan (Kasus PT. Riau Andalan Pulp and Paper)". Dibimbing oleh RINA OKTAVIANI sebagai Ketua, dan DEDI BUDIMAN HAKIM sebagai Anggota Komisi Pembimbing. Industri pulp merupakan salah satu industri hasil hutan yang sangat penting, karena perannya dalam perolehan devisa dan ekonomi nasional. Upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi di sektor industri sebagai reinvestasi surplus dapat menimbulkan penambahan tenaga kerja yang berasal dari sektor pertanian. Kapasitas terpasang industri piilp di 111donesia pada tahun 2003 mencapai 6,s juta ton per tahun. Apabila industri pulp nasional bekerja pada kapasitas penuh, maka dibutuhkan bahar. baku serpih sekitar 30,4 juta meter kubik per tahun; sedangkan daya dukung hutan tanaman industri untuk memenuhi kebutuhan bahan baku tersebut baru mencapai 30 persen, sehingga terdapat kesenjangan sebesar 70 persen yang masih bergantung kepada hutan alam yang akan merangsang terjadinya illegal logging. Pembangunan hutan tanaman industri yang terintegrasi dengan industri merupakan konsep pembangunan hutan dimasa depac, karena akan terjadi subsidi silang dan mampu mempertinggi keuntungan dan meningkatkan IRR. Di Kabupaten Pelalawan terdapat satu unit industri pulp dan kertas yang terintegrasi dengan hutan tanaman industri yaitu PT. Riau Andalan Pulp and Paper dengan kapasitas terpasang industri 2 juta ton per tahun. Kajian ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan finansial pembangunan industri pulp dan hutan tanaman industri, mengidentifikasi strategi pengembangan hutan tanaman industri untuk mendukung industri pulp secara lestari, dan menganalisis peran sektor kehutanan dan industri pulp terhadap pembangunan daerah. Kajian pembangunan daerah ini memilih lokasi Kabu1;aten Pelalawan. Metoda yang digunakan adalah metode deskriftif dan kuantitatif. Data yang diperlukan dalam kajian ini adalah data sekunder dari badanldinasljawatan terkait baik tingkat nasional, propinsi maupun kabupaten serta perusahaan PT. Riau Andalan Pulp and Paper. Alat analisis dalam kajian ini menggunakan analisis kelayakan proyek dan analisis deskriftif untuk lainnya. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa pembangunan hutan tanaman industri skala besar secara finansial layak untuk dilaksanakan yang ditunjukkan dengan NPV sebesar Rp ,- IRR sebesar 17,06 persen, dan Net B/C sebesar 1,29. Selanjutnya pembangunan industri pulp dengan kapasitas 2 juta ton secara finansial juga layak untuk dilaksanakan yang ditunjukkan dengan NPV sebesar Rp ,- IRR sebesar 31,73 persen, dan Net B/C 1,59. Analisis sensitivitas terhadap peningkatan biaya produksi atau penurunan harga jual masing-masing sebesar 10 persen menunjukkan bahwa pembangunan hutan tanaman industri dan pembangunan industri pulp kurang sensitif terhadap perubahan tersebut karena masih memberikan nilai NPV positif, IRR lebih besar dari suku bunga berlaku dan Net B/C lebih besar dari I. Selain itu kegiatan ini juga mampu menyerap tenaga kerja sebanyak orang per tahun. Peran sektor kehutanan dan industri hasil hutan telah menyumbangkan sekitar 40,78 persen dari PDRB Kabupaten Pelalawan.

4 Dengan kapasitas terpasang industri pulp sebesar 2.juta ton per tahun, potensi tegakan hutan tanaman industri rata-rata 189 meter kubik per hektar; maka dibutuhkan hutan tanaman siap panen seluas hektar per tahun. Saat ini etat luas hutan tanzman industri yang dimiliki perusahaan hanya hektar; sehingga masih terdapat kekurangan suplai seluas hektar per tahun. Untuk memenuhi kekurangan tersebut, perusahaan PT. Riau Andalan Pulp and Paper telah membangun kemitraan dengan sejumlah perusahaan hutan tanaman industri yang ada di Riau, Sumatera Barat dan Sumatera Utara; yaitu sebanyak 23 unit perusahaan dengan luas efektif hektar serta didukung pula oleh hutan tanaman rakyat binaan pada 30 kelompok tani dan koperasi dengan luas efektif hektar dengan perkiraan luas tebangan hektar.per tahun. Untuk tenvujudnya industri pulp berbasis pada hutan tanamar, industri perlu dilakukan beberapa strategi, yaitu : pengembangan produktivitas hutan tanaman industri, pengembangan produktivitas industri pulp serta pengembangan kawasan sentra produksi hutan tanaman industri. Selain itu perlu pula dilakukan penguatan daya saing industri pulp dengan penciptaan produksi bersih dan bersertifikasi ekolabel, disertai dengan pemberdayaan masyarakat. Namun ha1 yang tidak kalah penting adalah pencegahan kebakaran hutan dan lahan dengan pengawasan dan pengendalian yang ketat serta stabilitas politik dan keamanan. Untuk mendapatkan dampak sosial ekonomi yang lebih baik disarankan untuk dilakukan penyesuaian terhadap tarif PSDH kayu bahan baku serpih dari 1 persen menjadi 10 persen dari harga pasar, sehingga penerimaan negara dan daerah dari dana perimbangan PSDH meningkat menjadi 10 kali lipat; serta perlu dikembangkan sistem pengelolaan hutan tanaman industri bersama-sama dengan masyarakat setempat dengan pola kelsmpok tani hutan tanaman industri. Selain memberikan lapangan pekerjaan kepada masyarakat setempat, juga akan tercipta sistem pengamanan aset hutan tanaman oleh kelompok tani dari berbagai gangguan baik oleh manusia maupun hama tanaman.

5 O Hak cipta milik Fadrizal Labay, tahun 2006 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrojlm dun sebagainya

6 KAJIAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PULP BERBASIS HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI KABUPATEN PELALAWAN (KASUS PT. RIAU ANDALAN PULP AND PAPER) FADRIZAL LABAY Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2004

7 Judul Tugas Akhir Nama?V"lahasiswa : Kajian Pembangunan Industri Pulp Berbasis Hutan Tanaman Industri Di Kabupaten Pelalawan (Kasus PT. Riau Andalan Pulp and Paper) : Fadrizal Labay NIM : A Disetujui, Komisi Pembimbing, J Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS Ketua Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.A.Ec Anggota Ketua Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah ekolah Pascasarjana Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec Tanggal Ujian : 24 Agustus 2005 Tanggal Lulus : 0 7 F E

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 3 Juli 1960 di Desa Rumbio Kecamatan Kampar Kabupaten Kampar Provinsi Riau, merupakan anak kedua dari enam bersaudara. Ayah bernama Labai dan ibu bernama Jaromah. Penulis menamatkan pendidikan Sekolah Dasar Negeri Nomor 5 Rumbio pada tahun 1973, Sekolah Menengah Pertama Negeri Airt~ris pada tahun 1976, dan Sekolah Menengah Atas Negeri Nomor 2 Pekanbaru pada tahun Pada tahun 1980 penulis melanjutkan pendidikan di Insitut Pertanian Boger melalui Proyek Perintis I1 dan pada tahun 1985 memperoleh gel.ar Sarjana Kehutanan pada Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dengan bidang keahlian Politik dan Ekonomi Kehutanan. Pada tahun 2002 penulis mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan pada Program Studi Magister Manajemen Pembangunan Daerah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Sejak tahun 1986 penulis menjadi pegawai di lingkungan Departemen Kehutanan dan di tempatkan pada Kantor Wilayah Departemen Kehutanan Provinsi Riau. Pada tahun 1992 dimutasi ke Kantor Wilayah Departemen Kehutanan Provinsi Bengkulu, dan pada tahun 1997 diangkat menjadi Kepala Dinas Perhutanan dan Konservasi Tanah Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu. Pada tahun 2000 sejalan dengan pelaksanaan Otonomi Daerah, mutasi ke Dinas Kehutanzn Provinsi Riau dengan jabatan terakhir Kepala Sub Dinas Pengembangan Kehutanan. Penulis menikah dengan Hj. Apriati binti H. Sa'ud pada tahun 1988 dan hingga saat ini dikarunia empat orang putra-putri, yaitu : Veni Wulandari (15 tahun), Septy Dwi Indriani (13 tahun), Ikhsan Tri Anugrah (aim), dan Thalia Salsabillah (3% tahun).

9 Puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmatnya Kajian Pembangunan Daerah dengan judul "Kajian Pembangunan Industri Pulp Berbasis Hutan Tanaman Industri Di Kabupaten Pelalawan (Kasus PT. Riau Andalan Pulp and Paper)" ini dapat diselesaikan didalam waktu yang sangat terbatas. Kajian pembangunan daerah merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi Magister Manajemen Pembangunan Daerah pada Sekolah Pascasa jana Institut Pertanian Bogor. kepada: Fada kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima kasih 1. Ibu Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS dan Bapak Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M A.Ec selaku Komisi Pembimbing, 2. Bapak Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec; selaku Ketua Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah sekaligus dosen penguji luar komisi atas kritik dan saran yang diberikan untuk perbaikan kajian ini, 3. Bapak Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau atas dukungsln dan dorongan dalam penyelesaian studi ini, 4. Pimpinan PT. Riau Andalan Pulp and Paper beserta jajarannya yang telah banyak membantu data dan informasi yang diperlukan, 5. Isteriku tercinta Hj. Apriati, yang setia mendampingi dan memberi semangat, serta anak-anakku Veni, Septy, dan Thalia yang telah memberi keceriaan dan inspirasi dalam penulisan ini. 6. Ayahanda Labai dan ibunda Jaromah, kakanda dan adinda yang selalu memberikan dorongan dan do'a restu dengan keikhlasan, 7. Rekan-rekan mahasiswa Manajemen Pembangunan Daerah Pekanbaru Angkatan I serta pihak-pihak yang telah banyak membantu penulisan ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih sangat jauh dari sempurna, sehingga kritik dan saran untuk penyempurnaannya sangat penulis harapkan. Demikian, semoga tulisan ini dapat bermanfaat. Bogor, Januari 2006 Penulis, Fadrizal Labay

10 DAFTAR IS1 Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... iv v vi PENDAHULUAN Latar Belakang... i 1.2. Perumusan Masalah Tuj uan TINJAUAN PUSTAKA Makna Pembangunan Daerah Deforestasi dan Penyebabnya Perkembangan Industri Pulp Perkembangan Hutan Tanaman Industri Sistem Agribisnis Analisis Kelayakan Usaha Manfaat Ekonomi Pengusahaan Hutan Kerangka Pemlklran Metode Kajian Lokasi Kajian Sasaran Kajian Metode Pengumpulan Data Metode Pengolahan Data I11. METODE KAJIAN 25 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH KAJIAN Kondisi Geografis Pemerintahan Daerah Potensi Sumberdaya Hutan Kondisi Sosial Ekonomi Penduduk dan Ketenagakerjaan Pendapatan Regional... 41

11 V. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kelayakan Usaha Hutan Tanaman Industri Analisis Kelayakan Usaha Pembangunan Industri Pulp Analisis Kelestarian Suplai Bahan Baku Industri Analisis SWOT I Lingkungan Eksternal Lingkungan Internal Analisis Strategi Pengembangan Industri Pulp Berbasis HTI Analisis Peran Sektor Kehutanan Dalam Pembangilnan Daerah Penciptaan Devisa Penciptaan Nilai Tarnbah PDRB Pen yerapan Tenaga Kerja Penerimaan Pungutannuran Kehutanan... VI. RANCANGAN STRATEGIS PEMBANGUNAN XNDUSTRI PULP BERBASIS HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI KABUPATEN PELALA WAN Visi dan Misi Kabupaten Pelalawan Strategi Pembangunan Industri Pulp Berbasis Hutan Tanarnan Industri Pulp Perancangan Program Strategis... VII. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran... DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN-LAMPIRAN...

12 DAFTAR TABEL Halaman Perubahan pandangan mengenai penyebab deforestasi di Indonesia Distribusi Lokasi dan Kapasitas Terpasang Industri Pulp di Indonesia Tahun Produksi dan Ekspor Pulp Indonesia Tahun Rekapitulasi Pembangunan HTI di Indonesia berdasarkan Kelas Perusahaan sampai dengan Tahun Matriks SWOT (Strength, Weaknesses, Opportunities,Threats) 34 Nama Kecamatan, Luas Wilayah, Jumlah Kelurahan dan Desa di Kabupaten Pelalawan Tahun Luas Kawasan Hutan dan Penutupan Lahan Hutan Kabupaten Pelalawan Tahun Perkembangan IUTHHK-HA di Kabupaten Pelalawan Perkembangan Pembangunan HTI di Provinsi Riau sampai dengan Tahun Perkembangan Pembangunan HTI di Kabupaten Pelalawan Penduduk Kabupaten Pelalawan Menurut Kelompok Umur dan Kecamatan Tahun Jumlah Penduduk Berusia 10 Tahun keatas yang Bekerja pada Lapangan Usaha Utama di Kabupaten Pelalawan Tahun PDRB Kabupaten Pelalawan Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993 Menurut Sektor Tahun PDRB Kabupaten Pelalawan Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Sektor Tahun Distribusi Persentase PDRB Kabupaten Pelalawan Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Sektor Tahun Distribusi Persentase PDRB Kabupaten Pelalawan Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993 Menurut Sektor Tahun Realisasi Pembangunan HTI PT. RAPP Sampai dengan Tahun Standar Biaya per hektar Pembangunan HTI Kayu-kayuan di Provinsi Riau Analisis Sensitivitas Kelayakan Investasi Hutan Tanaman Industri

13 Perkembangan Produksi Pulp dan Nilai Devisa di Kabupaten Pelalawan &lam kurun waktu Realisasi Penerimaan Bahan Baku Kayu pada Industri Pulp PT. Riau Andalan Pulp and Paper Tahun Biaya Investasi dan Operasional Industri Pu!p... Analisis Sensitivitas Kelayakan Investasi Industri Pulp... Perkembangan Ekspor Pulp Dunia dan Perubahan Peran Negaranegara Pengekspor Utama Pulp Dunia Tahun Proyeksi Konsumsi Pulp di Indonesia Tahun Perbandingan Biaya Produksi Hardwood Pulp d-pberbagai Negara (dalam US$ per ton)... Matrik Evaluasi Faktor Eksternal (EFE) dalam Mengembangkan Industri Pulp Berbasis HTI... Matrik Evaluasi Faktor Internal (EFI) dalam Mengembangkan Industri Pulp Berbasis HTI... Matrik SWOT Strategi Pengembangan Industri Pulp Berbasis HTI di Kabupaten Pelalawan... Alternatif Strategi Berdasarkan Peringkat... Realisasi Penerimaan PSDH dan DR Kabupaten Pelalawan Tahun

14 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Pasar Kayu untuk Industri Pulp Sambar 2 Gambar 3 Kerangka Pemikiran Konseptuz! Penge~banga~ Industri Pulp Berbasis Hutan Tanaman Industrl di Kebupaten Pelalawan Pertumbuhan Rata-rata Tanaman Acacia mangium di Areal HTI PT. Riau Andalan Pulp and Paper

15 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Aliran Kas Analisis Kelayakan Usaha Pembangunan Hutan Tanaman Industri PT. Riau Andalan Pulp and Paper Lampiran 2 Aliran Kas Analisis Kelayakan Usaha Pembangunan Industri Pulp PT. Riau Andalan Puip and Paper Lampiran 3 Sumber Tambahan Bahan Baku Industri Pu!p PT. Riau Andalan Pulp and Paper... 97

16 I. PENDAHUL'CJAN 1.1. Latar Belakang Selama tiga dekade terakhir, sumber daya hutan telah menjadi modal utama pembangunan ekonomi nasional, yang memberi dampak positif terhadap peningkatan devisa, penyerapan tenaga kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan hasil penelitian dari Center for lnternational Forestry Research (CIFOR, 2004) disebutkan bahwa pada tahun 1989 nilai ekspor sektor kehutanan menyumbang devisa lebih dari 28,4 persen dari total ekspor non-migas dan terus menurun menjadi 13,7 persen dari total ekspor non-migas pada tahun Data Departemen Kehutanan menunjukkan devisa sektor kehutanan pada periode tahun tercatat sebesar US$ 16,O milyar atau sekitar 3,5 persen dari PDB nasional, sedangkan dalam kurun waktu tahun nilai devisa sektor kehutanan mengalami penurunan menjadi hanya sebesar US$ 13,24 milyar. Akibat pemanfaatan hutan yang berlebihan dan perubahan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan diluar sektor kehutanan antara tahun telah menyebabkan terjadinya degradasi sumberdaya hutan rata-rata sekitar 2,83 juta hektar per tahun (Dephut, 2005a). Menurut Hardian (2000), sektor kehutanan telah menghasilkan devisa sekitar US$ 8 milyar per tahun, penyerapan tenaga kerja sekitar 4 juta tenaga kerja, serta pungutan kehutanan yang terdiri dari Dana Reboisasi (DR), Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPn), dan lain-lainnya mencapai US$36 per meter kubik kayu bulat. CIFOR (2004) melaporkan bahwa pada tahun 2003 ekspor produk kehutanan mencapai US$ 6,6 milyar yang diantaranya berupa ekspor pulp, paper dan paperboard senilai US$2,4 milyar. Upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi di sektor industri sebagai reinvestasi surplus dapat menimbulkan penambahan tenaga kerja yang berasal dari sektor pertanian. Dengan tendensi demikian maka peranan sektor industri akan lebih besar terhadap perekonomian wilayah. Peranan sektor industri di dalam pembangunan wilayah ditinjau dari sisi ekonomi adalah memperluas lapangan kerja, penghasil devisa negara melalui ekspor, dan menghemat devisa negara

17 melalui substitusi impor (Rivaie, 1979). Selanjutnya Rahardjo (1990) menyatakan bahwa sektor industri dapat berperan sebagai dinamisator yang akan membawa seluruh sektor perekonomian pada tingkat laju pertumbuhan yang lebih tinggi, sebagai jalan pemenuhan kebutuhan masyarakat akan barang-barang, melepaskan ketergantungan terhadap impor dan meningkatkan nilai ekspor. Industri pulp dan kertas merupakan salah satu industri hasil hutan yang sangat penting, karena perannya dalam perolehan devisa dan ekonomi nasional. Hampir setiap kehidupan manusia memanfaatkan koinoditas dari industri tersebut, seperti aktivitas rumah tangga, perkantoran, industri, pendidikan, dan perdagangan (Ibnusantosa, 2000). Selanjutnya disebutkan bahwa Indonesia berpotensi untuk menjadi salah satu negara industri pulp karena memiliki sumber bahan baku berupa hutan, serta bahan baku alternatif (limbah pertanian) untuk perkembangannya. Pada dekade terakhir ir~dustri pulp nasional mengalami perkembangan yang pesat seiring dengan perkembangan industri kertas nasional, disamping itu daya saing industri pulp nasional terus meningkat karena biaya produksi pulp dan kertas merupakan salah satu yang terendah di dunia disebabkan oleh faktor endowment seperti bahan baku serat, biaya tenaga kerja dan biaya energi yang relatif murah. Pengembangan industri pulp dan kertas dimasa mendatang memiliki peluang yang baik dan berpotensi untuk menjadi salah satu industri unggulan nasional, jika dilihat dari potensi produksi maupun peluang pasar yang ada. Dari segi produksi, Indonesia dengan iklim tropis, lahan yang relatif luas dan memiliki keanekaragaman hayati (biodiversity), secara alami dapat lebih efisien menghasilkan serat alam, sedangkan dari potensi pasar ternyata masih terbuka luas dan terus meningkat baik untuk pasar dalam negeri maupun internasional. Kapasitas terpasang industri pulp di Indonesia pada tahun 2003 mencapai 6,5 juta ton per tahun yang menjadikan Indonesia negara terbesar ke 9 sebagai produsen pulp. Delapan puluh enam persen dari kapasitas terpasang tersebut berada di Sumatera, 9 persen di Kalimantan, dan 5 persen di Jawa. Selain itu konsumsi kertas didalam negeri menunjukan peningkatan dari 11,l kg perkapita pada tahun 1993 menjadi 24 kg perkapita pada tahun 2002 (APKI, 2003). Dengan demikian pangsa pasar pulp dan kertas semakin terbuka lebar.

18 .4pabila industri pulp nasional bekerja pada kapasitas penuh, maka dibutuhkan bahan baku serpih sekiiar 30,4 juta meter kubik per tahun; sedangkan daya dukung hutan tanaman industri untuk memenuhi kebutuhan bahan baku tersebut Saru rnencapai 30 persen, sehingga sisanya masih bergantung kepada hutan alam yang akan merangsang terjadinya illegal logging. Sejalan dengan tahap perkembangan ekonomi, maka kegiatan agribisnis yang mengarah pada bidang jasa dan bisnis yang berbasis peitanian akan semakin ~neningkat. Oleil karena itu, pengenibangan agribisnis akan meiijadi salah satu sektor unggulan (a leading sector) dalam pembangunan ekonomi nasional. Agribisnis pulp dan kertas merupakan salah satu kluster industri (industry cluster) yang terdiri dari kegiatan pembibitan kayu (nursery), budidaya tanaman hutan (tinzber plantation), industri pulp dan and paper industry) serta industri lanjutannya. Pembangunan hutan tanaman yang terintegrasi dengan industri merupakan konsep pembangunafi hutan dimasa depan. Apabila HTI dibang~n secara parsial hanya akan memberikan tingkat keuntungan yang rendah dengan Internal Rate of Return (IRR) sekitar 10 persen. Namun apabila diintegrasikan dengan industri, akan terjadi subsidi silang dan mampu mempertinggi keuntungan dan meningkatkan IRR menjadi 22,4 persen (Iskandar, Ngadiono dan Nugraha, 2003). Artinya secara komersial pembangunan HTI tidak layak. Sedangkan hasil Studi Kelayakan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman PT. Riau Andalan Pulp and Paper di Provicsi Riau (Kabupaten Kampar, Bengkalis, Sia!; Pelalawan, Kuantan Singingi dan Indragiri Hulu) Tahun 2001 pada areal seluas hektar (netto hektar) dengan daur tafiaman 8 tahun, menunjukkan hasil berupa NPV sebesar Rp ; IRR sebesar 23,26 persen, serta Net BIC sebesar 1,016 (PT. RAPP, 2001). Di bidang ketenagakerjaan setiap hektar pembangunan hutan tanaman industri dapat menyerap 1 orang tenaga kerja per tahun, yang berarti apabila terlaksana target pembangunan seluas 5 juta hektar di Indonesia selalna 5 tahun sesuai rencana strategis Departemen Kehutanan, setiap tahunnya akan menyerap tenaga kerja sebanyak 1 juta orang yang dapat menghidupi sebanyak 3 sampai 4 juta jiwa (Dephut, 2005a).

19 Di Kabupaten Pelalawan terdapat satu unit industri pulp dan kertas yang terintegrasi dengan hutan tanaman industri yaitu PT. Riau Andalan Pulp and Paper. Pembangunan hutan tanaman industri didasarkan kepada Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 6611Kpts-I tanggal 23 Juni 1992 tentang pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) Sementara dan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 1301Kpts-II/1993 tanggal 27 Februari 1993 tentang pemberian HPHTI di Propinsi Riau kepada PT. Riau Andalan Pulp and Paper seluas 300.C03 Ha. Sedailgkan pembangufiai: industri pulp and paper didasarkan kepada Persetujuan Izin Usaha Industri dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) No. 317lTlIndustri/l997 tanggal 14 Juli 1997 sebesar ton, Persetujuan BKPM No. 47hIlPMDNl1999 tanggal 15 September 1999 sebesar ton, dan Persetujuan BKPM No. 649/T/Industri/1999 tanggal 6 Desember 1999 sebesar ton; sehingga total kapasitas produksi sesuai izin adalah sebesar ton. Kebutuhan bahan baku mensapai 9 juta meter kubik per tahun sedangkan daya dukung hutan tanaman industri untuk mensuplai kebutuhan bahan baku pada tahun 2004 baru mencapai 2 juta meter kubik per tahun. Dengan demikian masih terdapat kesenjangan suplai sebesar 7 juta meter kubik per tahun, yang masih disuplai dari pembelian bebas (PT. RAPP, 2005). Selanjutnya Industri pulp di Kabupaten Pelalawan mempunyai potensi yang sangat besar dalam menunjang ekspor non-migas, ha1 ini tercermin dari jumlah ekspor produk pulp dan kertas selama tahun mencapai US$ ,84. Laporan Bank Indonesia Pekanbaru tentang Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Provinsi Riau Tihun 2001 menunjukkan bahwa dari total ekspor non-migas Riau sebesar US$ 5,64 milyar, jika dilihat dari pangsanya terdiri dari komoditi alat listrik 31,99 persen; pulp dan kertas 10,ll persen; minyak sawit 8,33 persen; besi baja 4,26 persen; kayu lapis 1,90 persen; karet 1,19 persen; dan lainnya 39,65 persen. Kabupaten Pelalawan memiliki sumberdaya hutan seluas hektar atau sebesar 17,5 persen dari potensi sumberdaya hutan Provinsi Riau, dimana seluas hektar merupakan areal untuk pembangunan hutan tanaman industri yang meliputi 29 unit usaha dengan luas areal setiap unit HTI mulai dari hektar sampai dengan hektar. Dalam rangka meningkatkan peranan

20 industri pulp dan kertas terhadap pembangunan daerah Kabupaten Pelalawan, maka kebiakan dalam rangka membuka kesempatan kerja bagi masyarakat setempat serta peningkatan ekspor dan nilai tambah dari sektor industri supaya lebih ditingkatkan. Dengan demikian industri pulp dan kertas di Kabupaten Pelalawan sebagai sektor yang berperan dalam menggerakkan perekonomian wilayah diharapkan dapat memberikan dampak terhadap peningkatan pendapatan masyarakat serta pertumbuhan ekonomi wilayah secara keseluruhan. Sehnbungan dengar, ha1 tersebut diatas, maka melalui kajian ini penulis ingin mengetahui, apakah dengan kondisi seperti sekarang, dapat diberlakukan suatu perangkat kebijakan untuk memperbaiki kinerja industri pulp dan hutan tanaman industri, tanpa mengabaikan perannya dalam penciptaan devisa, nilai tambah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), penyerapan tenaga kerja serta penerimaan negara berupa pajak dan bukan pajak dari sektor kehutanan Perurnusan Masalah Permasalahan yang dihadapi didalam pembangunan industri pulp berbasis hutan tanaman industri di Kabupaten Pelalawan saat ini antara lain, adalah : 1. Terdapatnya kesenjangan antara kebutuhan bahan baku sebesar 9 juta meter kubik per tahun dengan kemampuan suplai bahan baku dari hutan tanaman industri sebesar 2 juta meter kubik, sehingga pemenuhan bahan baku masih menggunakan kayu hutan alam. 2. Pembangunan hutan tanaman industri pada skala kecil dengan luas hektar dengan daur 10 tahun secara parsial, dari segi komersial tidak layak untuk dikembangkan karena IRR di bawah suku bunga bank yang berlaku. 3. Strategi pembangunan industri pulp belum memperhitungkan kemampuan suplai bahan baku lestari yang dicerminkan oleh pembangunan kapasitas industri jauh melebihi kemampuan daya dukung hutan tanaman industri. 4. Di era otonomi daerah setiap pemerintah daerah berusaha untuk meningkatkan investasi ekonomi di daerahnya masing-masing yang diharapkan dapat untuk memacu pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja serta peningkatan pembangunan sarana dan prasarana fisik di daerah; namun kurang memperhztikan lingkungan hidup.

21 Sehubungan dengan permasalahan di atas, beberapa masalah pokok yang dirumuskan dalam penulisan ini adalah : a) Apakah secara finansial pembangunan industri pulp dan hutan tanaman industri pulp dalam skala besar layak dikembangkan di Kabupaten Pelalawan. b) Bagaimana strategi pengembangan hutan tanaman industri yang tepat untuk mendukung keberlangsungan industri pulp dan kertas. c) Bagaimana dampak dari pembangunam industri pulp dan kertas terhadap pembangunan daerah dan eicvnomi wilayah secara keseluruhan Tujuan Tujuan dari kajian ini adalah untuk: 1) Menganalisis kelayakan pembangunan industri pulp dan hutan tanaman industri PT. Riau Andalan Pulp and Paper di Kabupaten Pelalawan. 2) Mengidentifikasi strategi pengembangan hutan tanaman industri yang tepat untuk mendukung industri pulp dapat beroperasi secara lestari. 3) Menganalisis peran sektor kehutanan dan industri pulp dan kertas terhadap pembangunan daerah kabupaten Pelalawan.

22 11. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makna Pembangunan Daerah Secara tradisional pembangunan memiliki arti peningkatan yang terus menerus pada Gross Domestic Product (Produk Domestik Bruto, PDB) suatu negara atau peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu propinsi, kabupaten atau kota (Kuncoro, 2004). Menurut Todaro (1999), pembangunan wilayah bertujuan untuk mencapai pertumbuhan pendapatan per kapita yang cepat, penyediaan dan perluasan kesempatan kerja, pemerataan pendapatan, memperkecil disparitas kemakrnuran antar daerahlregional, serta mendorong transformasi perekonomian yang seimbang antar sektor pertanian dan industri melalui pemanfaatan sumberdaya alam yang tersedia dengan tetap memperhatikan aspek kelestariannya (sustainable). Dengan demikian hakekat pembangunan wilayah bertujuan untuk menciptakan berbagai alternatif yang lebih baik bagi setiap anggota masyarakat guna mencapai aspirasinya, yang dicirikan dengan adanya proses transformasi ekonomi dan struktural melalui peningkatan kapasitas produksi dan produktivitas rata-rata tenaga kerja, peningkatan pendapatan, memperkecil disparitas pendapatan, perubahan struktur distribusi kekuasaan antar golongan masyarakat ke arah yang lebih adil, serta transformasi kultural dan t&ta nilai. Pembangunan suatu daerah menurut Todaro (1999) harus mencakup tiga inti nilai: 1) Ketahanan (sustenance); kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok untuk mempertahankan hidup, 2) Harga diri (self esteem); pembangunan haruslah memanusiakan orang, meningkatkan kebanggaan sebagai manusia di daerah tersebut. 3) Fresdom from servitude; kebebasan bagi setiap individu suatu negara untuk berfikir, berkembang, berperilaku, dan berusaha untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Secara umum, pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelola berbagai sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan untuk menciptakan suatu lapangan pekerjaan baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi

23 daerah tersebut. Dalam pembangunan ekonomi daerah peran pemerintah dapat mencakup peran-peran wirausaha (entreprenuer), koordinator, fasilitator, dan stimulator (Blakely, 1989). Pembangunan ekonomi menurut Sukirno (1985) dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakrt meningkat dalam jangka panjang. Peningkatan ini merupakan suatu pencerminan dari timbulnya perbaikan dalam kesejahteraan ekonomi masyarakat. Dalam praktek, lajunya pertumbuhan ekonomi suatu negara ditunjukkan dengan menggunakan tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto. Selanjutnya menurut Kuncoro (2004), beberapa sasaran fundamental pembangunan yang berusaha dicapai oleh banyak daerah adalah : 1) Meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi daerah, 2) Meningkatkan pendapatan per kapita, 3) Mengurangi kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan. Suatu perekonomian baru dapat dinyatakan dalam keadaan berkembang apabila pendapatan perkapita menunjukkan kecenderungan (trend) jangka panjang menaik, tetapi tidak berarti harus mengalami kenaikan secara terus menerus, karena adanya kekacauan politik, kemunduran sektor ekspor, dan sebagainya. Untuk melihat lajunya pembangunan suatu daerah dan perkembangan tingkat kesejahteraan masyarakatnya, pertambahan pendapatan regional dan pertambahan pendapatan perkapita dari masa ke masa perlu ditentukan. Pendapatan regional merupakan nilai produksi barang-barang dan jasa yang diciptakan dalam suatu perekonoinian dalam mssa satu tahun. Untuk menghitungnya dapat digunakan dua cara, yaitu : (1) Cara pengeluaran, adalah menentukan pendapatan regional dengan menjumlahkan seluruh pengeluaran berbagai golongan pembeli dalam masyarakat yang meliputi transaksi barang jadi final goods) saja. (2) Cara pendapatan, adalah menentukan pendapatan dengan menjumlahkan pendapatan faktor-faktor produksi yang digunakan dalam memproduksi barang dan jasa. Yang dijumlahkan adalah pendapatan yang diperoleh pekerja, pendapatan para pengusaha dan pendapatan pemilik modal.

24 Sektor-sektor ekonomi menurut klasifikasi BPS telah terjadi perubahan dari 11 sektor pada seri konstan 1983 menjadi 9 sektor pada seri konstan 1993 yaitu: (1) Pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan, (2) Pertambangan dan penggalian, (3j Industri pengolahan, (4) Listrik, gas dan air bersih, (5) Bangunan, (6) Perdagangan, hotel dan restoran, (7) Pengangkutan dan komunikasi, (8) Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, dan (9) Jasa-jasa. Pendapatan regional menunjukkan tingkat kegiatan ekonomi yang dicapai pada suatu tahun, sedangkan pertumbuhan ekonomi merupakan perubahan tingkat kegiatan ekonomi yang berlaku dari tahun ke tahun. Oleh sebab itu untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi harus dibandingkan pendapatan regional dari berbagai tahun. Dalam membandingkan perlu disadari bahwa perubahan nilai pendapatan regional yang berlaku dari tahun ke tahun disebabkan oleh dua faktor, yaitu: (1) perubahan dalam tingkat kegiatan ekonomi, dan (2) perubahan dalam harga-harga. Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau berkembang apabila tingkat kegiatan ekonomi lebih tinggi dari masa sebelumnya. Dengan demikian, pendapatan regional perlu dibedakan menjadi dua pengertian, yaitu: (i) pendapatan menurut harga yang berlaku, dihitung menurut harga-harga yang berlaku pada tahun yang bersangkutan, dan (ii) pendapatan riil yang dihitung menurut harga tetap (konstan) Deforestasi dan Penyebabnya Deforestasi menurut pengertian FA0 (1990) dan World Bank (1990) dalam Sunderlin dan Resosudarmo (1997) didefinisikan sebagai hilangnya tutupan hutan uorest cover) secara pemanen ataupun sementara. Menurut Barrow (1991) deforestasi merupakan kehilangan pohon bagi satwa liar serta pengurangan keanekaragaman jenis atau pengurangan penutupan lahan. Pendapt umum di Indonesia menurut Prakosa (1996), deforestasi diartikan sebagai konversi hutan menjadi penggunaan lahan yang lain, atau penurunan kualitas dan produktivitas hutan yang ada, sehingga secara ekonomi dan ekologi tidak sama dengan keadaan sebelumnya. Masalah laju dan penyebab deforestasi di Indonesia telah banyak diteliti, diantaranya oleh Sunderlin dan Resosudarmo (1997). Mereka merangkum

25 perubahan pandangan mengenai deforestasi di Indonesia dari waktu ke waktu. Pelaku penyebab deforestasi berturut-turut adalah industri perkayuan, petani rakyat (sistem perladangan berpindah, transmigrasi spontan dan transmigrasi umum), serta perkebunan dan tanaman keras. Sedangkan penyebab yang mendasari deforestasi adalah pemerintahlpolitik dan perkembangan ekonomi yang berlangsung. Secara lengkap penyebab deforestasi disajikan dalam Tabe! 1. Tabel 1. Perubahan pandangan mengenai penyebab deforestasi di Indonesia. SUMBER Sistem perladangan Petani mkyat Transmigmi spontan JENIS PENYEBAB Tmnsrnigrasi umum Perkebunan & tanaman keras lndustri perkayuan PENYEBAB YANG MENDASARi DEFORESTASI Pemerintahl politik Perkembangan ekonomi Dick, 1991 Walhi, 1992 I I I I Porter, I I I I I Thiele, 1994 I Dampak dilebih-lebihkan I 1 A;L,-;lGnn 1 World Bank, I Dam~ak I uampak I I 1 "...uu.x..u,. 1 I I I I Ross, I I I Keterangan : Kotak yang diarsir menunjukkan penyebab yang memegang peran utama dalam deforestasi. Sumber : Sunderlin dan Resosudarmo (1 997) Dalam tulisan lanjutannya Sunderlin (1999) menambahkan bahwa penyebab deforestasi yang lainnya adalah ekspansi pertambangan, pembangunan jalan, serta efek ganda dari krisis, kekeringan dan kebakaran hutan.

26 Oleh karena itu akibat deforestasi yang disebabkan oleh berbagai pihak diatas juga harus ditanggung oleh masyarakat, sebab hutan memiliki karakteristik sebagai sumberdaya aiam yang sifatnya sebagai barang publik (common property) dan aksesnya terbuka (open access), sehingga dapat begitu mudah dimasuki oleh berbagai pihak atau sistem lain. Implikasinya, usaha-usaha pemanfaatan sumberdaya hutan yang dilakukan oleh swasta (private), dampaknya akan befkenaan dengan kepentingan publik, baik yang di dalam maupun yang berada jauh di luar areal usahanya (Kartodihardjo, 2000) Perkembangan Industri Pulp Dalam rangka meningkatkan devisa negara untuk keperluan pzmbangunan nasional yang mengalami inflasi yang sangat besar p-d a a zaman Orde Lama, pemerintah Orde Baru memerlukan modal kerja (investasi). Untuk menarik investasi dimaksud dikeluarkan regulasi berupa Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penamanan Modal Asing (PMA) dan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Dalam bidang kehutanan ditindaklanjuti dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1970 tentang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan Hak Pemungutan Hasil Hutan (HPHH). Kebijakan diatas diikuti pula dengan berbagai insentif ekonomi seperti tax holiday terhadap import mesin dan alat-alat berat, prosedur investasi yang mudah, dan rendahnya fee dan royalty terhadap pengusahaan hutan. Maka sejak itu pengusahaan hutan di Indonesia berkembang pesat. Sampai dengan tahun 1997 terdapat 565 unit HPH dengan luas konsesi 60,l juta hektar dsn menurun pada tahun 2003 menjadi 267 unit dengan luas konsesi 28,08 juta hektar (Dephut, 2005a). Dalam rangka mengupayakan peningkatan rentabilitas dan nilai tambah (added value), disyaratkan HPH wajib mendirikan industri pengolahan hasil hutan terintegrasi. Untuk lebih meningkatkan industri perkayuan, pemerintah membuat kebijakan larangan ekspor kayu bulat (log) melalui Surat Keputusan Bersama Menteri Pertanian, Menteri Perdagangan dan Koperasi dan Menteri Perindustrian tanggal 8 Mei 1980.

27 Saragih dan Sipayung (2000), menyebutkan bahwa kesempatan untuk mengembangkan agribisnis pulp dan kertas di Indonesia masih terbuka luas dan berpeluang untuk menjadi salah satu industri unggulan nasional bila dilihat dari potensi produksi maupun peluang pasar yang ada. Dari potensi produksi, dengan iklim tropis dan lahan yang relatif luas serta memiliki keanekaragaman hayati (biodiversity), secara alami Indonesia dapat lebih efisien menghasilkan serat alam, sedangkan potensi pasarnya masih terbuka dan terus meningkat baik dalam negeri. maupun intcrnasional. Namun demikian masalah serius yang dihadapi oleh industri primer hasil hutan kayu (IPHHK) tidak terkecuali industri pulp di Indonesia pada saat ini adalah terdapatnya kesenjangan bahan baku, dimana kapasitas terpasang yang ada tidak sebanding dengan produksi lestari dari hutan alam. Menurut Sariljanto (2001), tanpa pembangilnan hutan tanaman (HTI maupun HTR) industri akan menghadapi kesulitan besar dalam mendapatkan bahan baku, karena kondisi hutan alam sudah semakin parah dan rusak berat. Disisi lain menurut Kartodihardjo (2000), dalam kenyataannya perkembangan kondisi industri pulp dan kertas di Indonesia tidak terlepas dari gangguan yang disebabkan oleh masalah politik, sosial, lingkungan hidup, seperti: KKN, pencemaran lingkungan dan kerusakan hutan. Hambatan utamanya adalah bersumber dari lemahnya kebijakan pemerintah dimasa lalu, sehingga berdampak luas terhadap kolldisi sosial dan lingkungan hidup hingga saat ini. Mulai tahun 1990-an pemerintah mendorong terjadinya ekspansi besar- besaran dalam industri pulp dan kertas. Pada tahun 1991 industri pulp msmpunyai kapasitas terpasang sebesar 1,l juta ton per tahun dan meningkat pesat menjadi 6,5 juta ton per tahun pada tahun Kapasita terpasang ini menjadikan Indonesia negara terbesar ke 9 sebagai produsen pulp (APKI, 2003). Dari kapasitas terpasang tersebut, 86 persen berada di Sumatera, 8 persen berada di Kalimantan, dan 6 persen berada di Pulau Jawa; yang meliputi 14 unit industri pulp. Enam unit terbesar memiliki kapasitas 90 persen dari seluruh kapasitas terpasang (CIFOR, 2004). Rincian selengkapnya seperti pada Tabel 2 berikut.

28 Tabel 2. Distribusi Lokasi dan Kapasitzs Terpasang Industri Pulp di Indonesia Tahun Sumber : APKI, Sekitar 40 persen produksi pulp Indonesia ditujukan untuk keperluan ekspor, terutama ke China dan Korea Selatan; sedangkan sisanya dipasarkan di dalam negeri untuk industri kertas dalam negeri atau diolah langsung menjadi produk kertas pada industri pulp yang terinteg~asi dengan kertas. Realisasi produksi dan ekspor pulp Indonesia selama tahun disajikan seperti pada Tabel 3. Tabel 3. Produksi dan Ekspor Pulp Indonesia tahun Tahun ' Kapasitas Produksi, Ekspor Nilai Ekspor 1! 1 (todtahun) (t~) I (ton) (US $ '000) i 1993 / PA ' ~ I 1996 I ' C--- ' I / [ I q Sumber : CIFOR, 2004 Pada tahun 1993 nilai ekspor pulp Indonesia mencapai US$ 45,7 juta dan meningkat pada tahun 2002 menjadi US$706,8 juta.

29 2.4. Perkembangan Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri (HTI) nierupakan unit usaha yang dikelola secara komprehensif dan intensif baik dari sisi teknis, ekonomis dan manajerial dalam rangka membangun dan menyediakan hasil hutan secara efektif, efisien serta berkelanjutan (sustainable), dengan memperhatikan dan mempertimbangkan fungsi-fungsi hutan lainnya. Sedangkan HTI Pulp menurut Tarumingkeng (2000), sda!ah hutan tanarnar. yasg khusus diperuntukkan untuk industri pulp (baik untuk kertas maupun rayon). Menurut Suhendang (1992), pembangunan hutan tanaman industri bertujuan untuk: (1) Menunjang pertumbuhan industri perkayuan melalui penyediaan bahan baku yang cukup d ~n berkesinambungan, untuk meningkatkan ekspor kayu olahan dan pemenuhan kebutuhan kayu dalam negeri, (2) meningkatkan produktivitas hutan produksi yang mempunyai arus produktivitas nisbi rendah, dan (3) memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha. Menurut Iskandar dkk (2003), tujuan pembangunan hutan tanaman industri adalah : (1) Meningkatkan produktivitas, potensi dan kualitas kawasan hutan produksi yang tidak produktif, (2) memenuhi kebutuhan bahan baku industri, (3) menunjang pengembangan industri hasil hutan guna meningkatkan nilai tambah dan devisa, (4) memperbaiki mutu lingkungan hidup, dan (5) memperluas kesempatan kerja dan berusaha. Selanjutnya menurut Suryohadikusumo (2001), secara teori pembangunan hutan tanaman di Indonesia mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan terutama tahun mendatang karena memiliki jutaan hektar tanah kosong, namun dalam prakteknya tidak mudah untuk dilaksanakan karena menghadapi banyak masalah seperti : klairn dan tantangan dari masyarakat. Sedangkan menurut Sarijanto (2001), masa depan kehutanan Indonesia sangat tergantung dari keberhasilan membangun Hutan Tanaman (HTI), sebab bila pembangunannnya tidak mencapai luasan yang cukup, maka kondisi hutan alam bahkan hutan lindung dan hutan konservasi sekalipun akan terus terancam keberadaannya dalam rangka mencukupi bahan baku industri pengolahan kayu. Selanjutnya ia kemukakan, bahwa ada delapan aspek yang menjsdi dasar diperlukannya pembangunan hutan tanaman, yakni : (I) perkembangan industri

30 kayu yang sangat pesat, sehingga melampui kapasitas produksi hutan alam secara letari; (2) terdapatnya cukup luas lahan tidak produktif dan lahan kosong dalam kawasan hutan produksi, yakni sekitar 18 juta hektar (30 persen dari luas hutan produksi yang ada); (3) sudah tiba saatnya dimana produk-produk hasil hutan yang masuk pasar dunia harus memenuhi sertifikasi ekolabeling yang berasal dari pengelolaan hutan secara lestari; (4) hutan tanaman akan menghasilkan volume kayu yang jauh lebih besar dari hutan alam; (5) pengusahaan hutan tanaman merupakan kegiatan padat karya, yang dapat menyerap tenaga kerja iebih besar dibanding dengan pengusahaan hutan alam; (6) bila pemer~ntah mampu membangun hutan tanaman seluas 6,25 juta hektar sebelum tahun 2018, maka hutan alam tidak perlu ditebang; (7) tersedianya dana reboisasi yang cukup besar untuk memperbaiki kembali kondisi hutan yang rusak dan jika tidak digunakan dikhawatirkan akan dipakai untuk kepentingn lain; (8) pembangunan hutan tanaman lebih mudah dilakukan daripada melakukan pengkayaan pada hutan alam. Menurut Manan (1997), ada empat cara yang dapat dilakukan untuk membangun HTI, yaitu : (1) melakukan konversi hutan alam produktif, potensi rendah dan under stocked; (2) dilakukan pada tanah kosong dan ditumbuhi alangalang serta semak belukar; (3) penerapan silvikultur tebang habis dengan permudaan buatan (THPB) di areal HPH, dan (4) melalui penebangan dan pemanenan hutan alam. Sebagian besar lokasi HTI Pulp berada di sekitar areal pedesaan dimana masyarakatnya masih menganut cara hidup tradisional dan kehidupannya memiliki ketergantungan dengan hutan. Mereka menganggap bahwa hutan merupakan bagian dari kehidupannya, sehingga dengan hadirnya pengusaha pengelola HTI melakukan ekploitasi sumber daya hutan di wilayahnya, mereka merasa terisolir dan tersingkirkan (Tarumingkeng, 2000). Oleh karena itu untuk menjalankan usahanya dengan baik, perusahaan haruslah mencermati lingkungan eksternal yang terdiri dari lingkungan kerja dan lingkungan sosialnya melalui pemberdayaan masyarakat (community development). Dalam upaya mencapai optimalisasi pengusahaan hutan tanaman dari diinensi ekonomi, ekologi dan sosial dilakukan pengaturan tata ruang hutan

31 tanaman sesuai Keputlsai~ Mentzri Kehutanan Nomor 701Kpts dengan peruntukannja sebagai bcrikut, yaitu : (I) luas areal tanaman pokok 70 persen; (2) luas areal tanaman unggulan 10 persen; (3) luas areal tanaman kehidupan 5 persen; (4) luas areal konservasi 10 persen; dan (5) luas areal untuk sarana prasarana 5 persen dari unit areal hutan tanaman. Menurut hasil studl Fahutan IPB dalain Kartodihardjo (2000), ternyata perusahaan yanz herhasil!nemhar.gunan. HTi adalah perusahaar~ yafig memiiiki industri perkzy~rn dan mensnfaatkan bahan baku kayu dari HTI yang ditanamnya, karena ia tidak memiliki peluang untuk lnendapatkan pasokan kayu dari sumber-sumber lainnya. Perusahaan yang menghadapi situasi demikian akan membangun HTI-nya dengan sungguh-sungguh meskipun tidak disubsidi oleh pemerin~ah. Pembangunan HTI yang semula merupakan wacana, kemudian direalisasikan pada kehutanan nasional seiring makin tingginya tingkat degradasi dan defore,<tasi di kawasan hutan yang terjadi sejak dasawarsa tahun 1980-ar.. Pembangunan dan pengelolaan HTI yang sudah operasional, keberadaannya dikukuhkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1990 tentang Hutan Tanaman Indcstri yang kemudian diperbaharui dengan PP Nomor 6 Tahun Karena sistem kerja yang digunakan adalah n~ono~soni', kayu untuk industri pulp harganya jauh lebih rendah karena tidak ada paspr lain, sehingga menghasilkan biaya transaksi dibawah harga normal. Efek keseluruhan yang dite~nukan pada pasar kayu untuk industri pulp dapat ditampilkan dengan grafik pada Gambar 1. Karena sistem monopsoni perusahaan illdustri pulp akzn melakukan eksploitasi keuntungan dengan menekan permintaan pada h1ei = D, dimana petani seharusnya mendapat penerimaan pada tingkat P,. Nalnun dalam struktur pasar monopsoni ini petani hutan tanaman industri hanya ~nendapatkan penerimaan pada tingkat Pf. Dengan demikian petani hutan tanaman industri kehilangan pendapatan sebesar P, - Pf surplus. sehingga terjadi kehilangan produser I Monopsoni addah suatu struktur pasar dimana hanya ada satu penibeli dengan kurva suplai ).an: n~eiiiiliki renting posilif. dengnn kata lain kekuatan nionopsoni niampu nienekan harp ni~ii.j;lji ri'nd;~!~ cicng3n pembatasan penibclian.

32 Gambar I. Pasar Kayu untuk Industri Pulp. Sejak diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1990 sampai dengan tahun 2004, di Indonesia telah terdapat 214 unit HTI dengan luas areal 9,3 juta hektar, dengan realisasi luas tanaman 2,5 juta hektar (26,93 persen). Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Rekapitulasi Pembangunan HTI di Indonesia Berdasarkan Kelas Perusahaan sampai dengan Tahun No Status SW Kelas Perusahaan I Definitif: HTI Pulp HTI Pertukangan 11. Sementara : HTI Pulp HTI Pertukangan 111 Pencadangan : HTI Pulp H'I'I Pertukangan JUMLAH (I+II+III) HTI Pulp HTI Pertukangan Sumber : Dephut, 2005~ Jumlah (unit) Luas Areal (ha) tanaman (ha) Pelaksanaan konsep integrasi pembangunan HTI dengan industri pengolahannya dapat dilakukan melalui berbagai bentuk. Pertama, satu unit HTI terintegrasi dengan satu unit industri, menempatkan suatu bentuk manajemen terpadu dalam suatu kelompok usaha (holding company). Kedua, satu unit HTI terintegrasi dengan lebih dari satu unit industri, terdapat interdependensi sehingga memberikan harga yang kompetitif diantara industri lainnya. Ketign, beberapa

33 unit HTI terintegrasi dengan satu unit industri yang nlemiliki kapasitas terpasang yang relatif besar yang memiliki kelebihan dan kekurangan (Iskandar dkk, 2003) Sistem Agribisnis Agribisnis adalah merupakan rangkaian aktivitas yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang ada kaitannya dengan pertanian dalam arti luas. Pengertian pertanian dalam arti iuas adalah, Lerupa kegiatan yalig menulijang dan diiunjai~g oleh kegiatan pertanian tersebut (Arsyad dalam Soekartawi, 1997). Keterkaitan tersebut dapat bersifat vertikal antar subsistem agribisnis maupun keterkaitan horizontal antara sistem atau subsistem lain seperti : finansial dan perbankan, transportasi, perdagangan, pendidikan dan sebagainya. Menurut Saragih dan Sipayung (2000), pembangunan ekono~ni nasional abad ke-21 (paling tidak dalam dekade awal) akan masih berbasis pada pertanian secara luas. Sejalan dengan tahapan perkembangan ekonomi, maka kegiatan agribisnis yang mengarah pada bidang jash dan bisnis yang berbasis pertanian akan sernakin meningkat. Oleh karea itu pegembangan agribisnis akan menjadi salah satu sektor unggulan (a leading sector) dalam pembangunan ekonomi nasional. Selanjutnya disebutkan pula bahwa agribisnis pulp dan kertas merupakan suatu kluster industri (industry cluster) yang terdiri dari : kegiatan pembibitan kayu (nursery), budidaya tanaman (timber plantation), industri pulp dan kertas (pulp andpaper industry) serta industri lanjutannya. Disebutkan juga bahwa fase yang terpenting dalam pengembangan agribisnis pulp dan kertas adalah, fase dimana agribisnis tersebut digerakkan oleh inovasi (innovation- driven) yang menggunakan pengetahuan dan teknologi serta tenaga kerja terampil. Kemajuan teknologi pemuliaan tanaman (breeding) memungkinkan produksi bahan baku kayu per hektar lahan makin tinggi dan siklus pemanenan lebih singkat dan efisiensi pengolahan makin meningkat yanz dapat menurunkan biaya produksi dan mengurangi pollutan ke lingkungan. Menurut Yudohusodo (2001), dalam pelaksanaan otonomi daerah pengembangan agribisnis akan dihadapkan pada berbagai potensi dan kendala dalam implementasinya. Sebagai potensi, dengan pemberian kewenangan yang

34 luas untuk mengatur rumah tangganya, daerah akan termotivasi untuk menggali lebih banyak lagi sumber ciaya yang dimilikinya untuk dimanfaatkan secara optimal guna mempercepat pembangunan di segala bidang. Sebaliknya bila daerah tidak mampu memadukan potensi yang dimiliki dengan keterbatasan sumber daya yang tersedia, maka akan menjadi kendala yang akan mengancam kelestarian sumber daya itu sendiri Anaiisis Kelayakan Usaha Analisis Kelayakan usaha adalah suatu peneiitian yang menyangkut tentang layak tidaknya suatu usaha bisnis bila telah dilaksanakan yang digambarkan oleh tingkat keuntungan yang diperoleh. Analisis kelayakan usaha yang dilaksanakan pada pengkajian ini dimaksudkan untuk melihat sisi finansial apakah pengembangan industri pulp, pengembangan hutan tanaman, dan pengembangan industri pulp terintegrasi dengan hutan tanaman di Kabbpaten Pelalawan layak atau tidak, yang didekati dengan perhitungan Net Present Value (npv), Internal Rate of Return (IRR), dan Net BeneJit Cost Ratio (Net B/C) Manfaat Ekonomi Pengusahaan Hutan Menurut Todaro (1999), pembangunan wilayah bertujuan untuk mencapai pertumbuhan pendapatan perkapita yang cepat, penyediaan dan perluasan kesempatan kerja, pemerataan pendapatan, memperkecil disparitas kemakrnaran antar daerahlregional, serta mendorong transformasi perekonomian yang seimbang antar sektor pertanian dan industri melalui pemanfaatan sumberdaya dam yang tersedia dengan tetap memperhatikan aspek kelestariannya (sustainable). Dengan demikian hakekat pembangunan wilayah bertujuan untuk menciptakan berbagai alternatif yang lebih baik bagi setiap anggota masyarakat guna mencapai aspirasinya, yang dicirikan dengan adanya proses transformasi ekonomi dan struktural melalui peningkatan kapasitas produksi dan produktivitas rata-rata tenaga kerja, peningkatan pendapatan, memperkecil disparitas pendapatan, perubahan struktur distribusi kekuasaan antar golongan masyarakat ke arah yang lebih adil, serta transformasi kultural dan tata nilai. Hasil penelitian Maturana (2005) terhadap lima perusahaan perkebunan kayu di Sumatera dengan menggunakan metode Total Economic Value (TEV),

35 menunjukkan bahwa empat perusahaan pericebunan kayu, yang lokasinya merupakan bekas tebangan (log over area) menunjukkan bahwa rasio manfaat dan biaya ekonominya (dalam mata uang dolar Amerika Serikat) pada tingkat suku bunga 4 persen adalah: PT. Arara Abadi 0,61 diikuti oleh PT. Wirakarya Sakti 0,49 dan PT. Riau Andalan Pulp and Paper 0,38, serta PT. Toba Pulp Lestari 0,37. Sedangkan satu perusahaan yaitu PT. Musi Hutan Persada, yang arealnya merupakan padang alang-alang dan semak belukar; menunjukkan rasio manfaat dan biaya ekonomi 2,32. Nanun demikian, pilihan terbaik bagi pemerintah adalah membiarkan perusahaan beroperasi untuk menghindarkan biaya-biaya operasi bersih yang lebih tinggi karena biaya-biaya ekonomi akan tetap sama walaupun manfaatnya mencapai angka nol. Simangunsong (2003), menghitung Nilai Ekonomi Total (TEV) pada hutan produksi alam dengan pendekatan : (1) Nilai guna langsung, yaitu nilai barang dan jasa yang dikonsumsi langsung seperti kayu bulat, hasil hutan nonkayu, (2) Nilai guna tidak langsung, yaitu nilai dari barang dan jasa yang diperoleh secara tidak langsung seperti pengawetan air dan tanah, (3) Nilai pilihan, yaitu nilai langsung dan tidak langsung dari hutan dimasa mendatang, serta (4) Nilai keberadaan, yaitu nilai intrinsik dari hutan seperti nilai spiritual, sosial budaya. Pada hutan alam primer, nilai ekonomi total adalah US$ 1.415,62 yang terdiri dari nilai guna langsung US$ 100,20, nilai guna tidak langsung US$ 1.306,66; nilai pilihan US$ 3,11 dan nilai keberadaan US$ 5,65. Sedangkan pada hutan bekas tebangan (LOA), nilai ekonomi totalnya adalah US$ 1.283,Ol yang terdiri dari nilai guna langsung US$ 84,94; nilai guna tidak langsung US$ 1.191,14; nilai pilihan US$2,69 dan nilai keberadaan US$4, Penciptaan Devisa Pengertian devisa sesuai Kamus Istilah Manajemen tahun 1994 adalah alat pembayaran luar negeri atau yang dapat diuangkan dengan mata uang exchange). Menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalulintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar, yang dimaksud dengan devisa adalah aset dan kewajiban finansial yang digunakan dalam transaksi internasional.

36 Menurut Sukirno (1997) transaksi intemasional melalui perdagangan luar negeri akan tneninggikan tingkat kegiatan ekonomi suatu negarafdaerah apabila ekspor bersih, yaitu ekspor dikurangi impor bernilai positif Penciptaan Nilai Tambah PDRB Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan bagian dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestik Product (GDP), yang merupakan nilai produksi barat~g-barang dan jasa yang dihasilkan suatu perekonomian (negara) dalam waktu satu tahun (Arsyad, 1999). PDRB menyatakan pendapatan regional dalam tingkat provinsi. Nilai PDRB adalah penjumlahan dari seluruh besaran nilai tambah bruto dari seluruh unit produksi yang berada pada region tertentu, dalam rentang waktu tertentu (BPS Provinsi Riau, 2000). Nilai tambah bruto merupakan nilai barang dan jasa yang dihasilkan dalam periode waktu tertentu, yang diperoleh dari perkalian antara jumlah produksi dan harganya, dikurangi biaya antara. Biaya antara adalah biaya yang digunakan dalam proses produksi oleh unit-unit produksi domestik pada rentang waktu tertentu, biasanya satu tahun. Tehnik perhitungan yang menjumlahkan nilai tambah yang diciptakan ini dikenal dengan sebutan metode nilai tambah. Cara ini dilakukan untuk menghindari terjadinya perhitungan berganda (Arsyad, 1999). Salah satq manfaat PDRB adalah untuk mengetahui tingkat aktivitas ekonomi yang dihasilkan oleh seluruh faktor produksi, besarnya laju pertumbuhan ekonomi dan struktur perekonomian pada satu periode dan daerah tertentu, yang dapat dievaluasi hasilnya dan sebagai bahan penyusunan perencanaan pembangucan untuk masa mendatang (BPS Provinsi Riau, 2000) Penerimaan Pungutan Kehutanan dan Pajak Di dalam pemanfaatan hutan di Indonesia, pemerintah memungut berbagai macatn iuranlpungutan dari kegiatan yang dilakukan para pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dan Ijin Lainnya yang sah (ILS). Pungutan-pungutan tersebut antara lain : 1) Iuran HPHkIPHTI 2) Iuran Hasil Hutan (IHH)/Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH)

37 3) Dana Jaminan Reboisasi (DJR)/Dana Reboisasi (DR). Iuran HPH/HPHTI adalah fee (ongkos atau bayaran) yang harus dibayar oleh pengusaha untuk mendapat ijin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu. Iuran ini besarnya ditetapkan pemerintah berdasarkan luas areal kerja HPWHPHTI dan dibayarkan pada waktu pengusaha mendapat ijin dimaksud. Penetapan besarnya iuran mengalami beberapa kali perubahan, terakhir diatur melalui Peraturan Pemerintah No. 59 Tahun 1999 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pad2 Departemen Kehutanan dan Perkebunan; dikelompokan menjadi 3 wilayah yaitu wilayah Sumatera dan Sulawesi, Kalilnantan dan Maluku, serta Irian Jaya, NTB dan NTT. Untuk permohonan baru HPH, tarif masing-masing wilayah per hektarnya adalah Rp37.500, Rp , dan Rp Sedangkan untuk perpanjangan ijin adalah Rp , Rp dan Rp Selanjutnya untuk HPHTI dengan sistem THPB adalah Rp per hektar. Iuran Hasil Hutan (IHH) atau sekarang diubah menjadi PSDH atau Resoursces Royalty ~rovision~ adalah pungutan yang dikenakan sebagai pengganti nilai intrinsik dari hasil hutan yang dipungut dari hutan negara. Besarnya PSDH didasarkan pada volume kayu yang dipungut dan grup spesies. Besarnya pungutan PSDH adalah sebesar 6 persen dari harga pasar masing- masing jenis dan ukuran kayu bulat diameter diatas 30 centimeter untuk setiap meter kubik kayu yang diambil. Sedangkan untuk limbah pembalakan dan bahan baku serpih dari hutan alam adalah sebesar 1 persen, sedangkan untuk kayu-kayu yang berasal dari hutan tanaman adalah sebesar 5 persen dari harga pasar yang berlaku. Sedangkan DJR bukan merupakan pungutan yang lazim dibayar oleh pengusaha hutan seperti fee atau royalty, tetapi lebih merupakan suatu 'trust fund', sehingga pungutan ini mungkin agak unik bentuknya (Prakosa, 1996). DJR merupakan dana jaminan dari pengusaha hutan untuk melakukan penanaman kembali pada areal yang ditebang. Jika pengusaha menunjukkan keberhasilan * Royalty adalah kompensasi (imbalan hasil) akibat dipergunakannya sebuah hak paten, hak cipta atau hak-hak lainnya (LPPM, 1994)

38 pelaksanaan pembinaan hutan, maka DJR dikembalikan kepada pengusaha; tetapi jika tidak maka DJR menjadi rnilik pemerintah. Berdasarkan Kepres Nomor 31 Tahun 1989 DJR dicabut dan diganti menjadi DR. DR tidak lagi merupakan dana jaminan yang dapat dikembalikan kepada pengusaha, tetapi merupakan kewajiban pengusaha untuk menyediakan dana guna usaha peremajaan hutan diluar HPH, membangun HTI, dan usaha rehabilitasi tanah-tanah negara yang direncanakan oleh Menteri Kehutanan. Meskipun demikian, pembayaran DR tetap tidak menghilangkan kewajiban pengusaha hutan untuk melakukan penamanan dan pemeliharaan pada areal bekas tebangan. Besarnya tarif DR telah beberapa kali diubah. Untuk wilayah Sumatera dan Sulawesi, tarif DR per meter kubik kayu bulat yang berlaku adalah US$ 14 untuk kelompok meranti, US$ 12 untuk kelompok rimba campuran, dan US$ 18 untuk kelompok kayu indah. Tarif DR untuk bahan baku serpih adalah sebesar US$ 2,O bagi kayu yang berasal dari provinsi yang memiliki industri pulp dan US$ 0,O bagi kayu yang berasal dari propinsi lain yang tidak memiliki industri pulp- Menurut UU No 25 Tahun 1999 Jo Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah, Iuran HPWHPHTI dan IHW PSDH termasuk Dana Perimbangan Bagian Daerah dari penerimaan sumberdaya alam. Penerimaan negara dari sumberdaya alam sektor kehutanan dibagi dengan perimbangan 20 persen untuk Pemerintah Pusat dan 80 persen untuk Daerah. Sedangkan DR merupakan Dana Alokasi Khusus (DAK), yang dibagi dengan perimbangan 40 persen untuk Daerah penghasil dan 60 persen untuk Pemerintah Pusat. Pajak yang berlaku di bidang kehutanan adalah sama dengan pajak bagi perusahaan pada umumnya yang ditetaapkan Menteri Keuangan. Pengertian pajak menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani dalam Sukardji (2000) adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaranpengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. Pajak-pajak tersebut antara lain :

39 1) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) 2) Pajak Penghasilan (PPh) 3) Pajak Pertambahan Nilai (PPn) Pajak Bumi dan Bangunan merupakan pengembangan dari pajak tanah (land rente), yaitu berupa pengenaan pajak sehubungan dengan hak atas bumi dantatau perolehan manfaat atas bangunan. PBB di bidang kehutanan adalah tax pada tanah kawasan HPH dan HPHTI yang dibayarkan oleh pemegang hak pada Pemerintah Daerah setempat, yang besarnya ditentukan berdasarkan nilai tanahnya. Pajak Penghasilan (PPh) merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang berasal dari penghasilan masyarakat, yang dapat dikelompokkan menjadi : a. Penghasilan dari pekerjaan, yaitu penghasilan yang diterima atau diperoleh dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas, misalnya penghasilan dari praktek dokter, notaris, akuntan publik, aktuaris (ahli matematika asuransi jiwa), pengacara, dan sebagainya. b. Penghasilan dari kegiatan usaha, yaitu penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan melalui srana perusahaan, misalnya impor barang, menjual barang dagangan, dan sebagainya. c. Penghasilan dari modal. Penghasilan ini dapat berupa penghasilan dari harta bergerak, seperti bunga, dividen, royalty, maupun penghasilan dari ha& yang dikerjakan sendiri. d. Penghasilan lain-lain, seperti menang undian, pembebasan hutang, dan lainlain penghasilan yang tidak termasuk kelompok lain. Pajak Pertambahan Nilai (PPn) merupakan pengenaan pajak atas nilai tambah (added value) yang timbul pada barang atau jasa tertentu yang dikonsumsi. Nalnun sebelum barang atau jasa tersebut sampai pada tingkat konsumen, PPn telah dikenakan pada setiap tingkat mata rantai jalur produksi maupun jalur distribusi. Secara sederhana, nilai tambah dapat diartikan sebagai selisih antara harga jual dengan harga beli barang dagangan.

40 111. METODE KAJIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Pembangunan hutan tanaman industri yang terintegrasi dengan industri merupakan konsep pembangunan untuk mewujudkan pengelolaan hutan produksi yang lestari, baik dalam perspektif ekonomi, ekologi dan sosial. Untuk mencapai hasil yang optimal, pembangunan HTI membutuhkan berbagai kondisional yang akan menjadi prakondisi bagi kelayakan sebuah pembangunan HTI. Pertama, kelayakan HTI harus dipandang dalam perspektif teritoriltata ruang dimana HTI akan memperoleh subsidi silang dari sektor lain yang lebih profitable. Kedua, pembangunan HTI harus dipandang sebagai usaha agribisnis dan merupakan bagian integral dan satu kesatuan industri perkayuan yang akan didirikan. Ketiga, landsekap dan teknis operasional harus memperhatikan aspek ekonomi, ekologi, dan sosial budaya. Keempat, pemerintah (Pusat, Provinsi, dan Kabupaten) harus mampu menciptakan lingkungan strategis yang kondusif dalam mendukung pembangunan HTI (Iskandar dkk, 3003). Pulp merupakan komoditas salah satu primadona baru dalam perdagangan produk-produk hasil industri kehutanan Indonesia. Nilainya terus meningkat seiring dengan semakin pesatnya perkembangan kebutuhan di berbagai kawasan dunia, termasuk pasar pulp di Asia Timur yang didominasi oleh pasar China. Indonesia berpotensi menguasai pasar pulp dan kertas dunia, asal industri pulp mampu meningkatkan kualitas dan sanggup memenuhi permintaan pasar secara kompetitif baik dari segi harga, kualitas maupun ketepatan penyerahannya (Iskandar, 2005). Oleh karena itu kebijakan pengembangan industri pulp harus dapat diintegrasikan secara baik dengan pembangunan HTI Pulp melalui pendekatan wilayah pengembangan kawasan hutan tanaman industri yang didukung oleh kerjasama kelembagaan dalam sistem agribisnis yang terpadu. Bertitik tolak dari pemikiran tersebut dan menghadapi otonomi daerah, maka perlu dirumuskan strategi pengembangan industri pulp di Kabupaten Pelalawan yang berbasis pada hutan tanaman industri pulp pada kawasan sentra produksi hutan tanaman industri. Kerangka pemikiran logis tersebut dapat digambarkan dalam suatu bagan seperti pada Gambar 2.

41 - Devisa - Nilai Tambah PDB (PDRB) - Tenaga Kerja Jenis Alternatif l+-4 L Kelayckan Silvikultur tidak I ya Jenis terpilih I + ya Kebutuhan Lahan I Kelayakan Lokasi I tidak I I 1 8 I I I Analisis Kelavrkan Usaha I Perancangan Program Stratej ik I I I I I I I I I I Kondisi Industri Pulp yang diharapkan : - Kelestarian suplai bahan baku kayu HTI - Tidak ada illegal logging - Meningkatnya fungsi ekonomi, ekologi dan sosial. Gambar 2. Kerangka Pemikiran Konseptual Pengembangan Industri Pulp Berbasis Hutan Tanaman Industri di Kabupaten Pelalawan

42 Ketika suatu proyek investasi atau suatu kebijakan yang mengarahkan suatu investasi disusun, pengambil keputusan mengarahkannya kepada suatu tujuan yang khusus, contohnya suatu perusahaan mengharapkan manfaat maksimal, dan pemerintah menginvestasikan uang masyarakat untuk mencapai tujuan sosial-ekonomi secara khusus yakni peningkatan kemakmuran masyarakat. Setiap kebijakan program atau keputusan ekonomi harus dikaji dalaln rangka melihat pengaruh-pengaruh yang ada. Suatu kebijakan atau keputusan investasi yang ada dapat memberikan dampak dan efek berlawman pada kelompok yang berbeda. Suatu aksi dapat memberikan peningkatkan kemakmuran bagi beberapa, namun mengurangi dari yang lain; atau dapat meningkatkan konsumsi dari penduduk (kemakmuran) namun meningkatkan polusi untuk negara. Teori ekonomi menyarankan untuk menambahkan semua keuntungan dari semua pihak yang berada pada situasi lebih baik, dan semua kerugian dari pihak yang berada pada situasi yang parah. Apabila yang dihasilkan adalah keuntungan bersih, maka kebijakan atau aksi harus dilakukan atau sebaliknya. Konsekuensinya, kita menganalisa manfaat ekonomi yang diakibatkan oleh produksi dan biaya ekonomi dari input dan faktor-faktor yang digunakan Metode Kajian Lokasi Kajian Sesuai dengan topik penelitian yang telah ditetapkan yaitu industri pulp, maka wilayah otonomi yang dijadikan lokasi kajian adalah Kabupaten Pelalawan, karena daerah ini mempunyai industri pulp dan kertas terbesar di Riau Sasaran Kajian Untuk lebih mengarahkan pelaksanaan kajian sehingga tujuan kajian dapat dicapai, dirumuskan beberapa hipotesis operasional (sasaran kajian), yaitu: 1. Pembangunan industri pulp harus berbasis pada hutan tanaman industri dengan dukungan bahan baku yang lestari. 2. Industri pulp yang terintegrasi dengan hutan tanaman industri akan memberikan kelayakan usaha yang lebih optimal secara ekonomi, ekologi, dan sosial.

43 3. Industri pulp dan kertas mempunyai kontribusi yang cukup besar terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Penerimaan Pemerintah dan Pemerintah Daerah, serta pembangunan fasilitas umum di sekitar lokasi pabrik. 4. Industri pulp mernberikan dampak terhadap kesempatan kerja dan perubahan pendapatan masyarakat serta pendapatan regional Kabupaten Pelalawan Metode Pengui~lpulan Data Data yang digunakan dalarn penelitian ini berupa data sekunder. Data sekunder dihimpun melalui Badan/Dinas/Instansi di tingkat Pusat, Provinsi, dan kabupaten yang berhubungan dengan kajian serta dari PT. Riau Andalan Pulp and Paper. Di dalam menilai kelayakan proyek Pembangunan Industri Pulp dan Hutan Tanaman Industri dapat digunakan dua pendekatan sebagai berikut. Pertarna, dengan cara membandingkan antara keadaan sebelum dan sesudah pelaksanaan proyek (before and after project). Kedua, dengan cara mernbandingkan keadaan dengan proyek dan keadaan tanpa proyek (with and without project). Dalam kajian ini digunakan cara kedua yaitu membandingkan keadaan dengan proyek dan tanpa proyek, karena pada dasarnya analisis proyek mencoba untuk menentukan dan menilai biaya-biaya dan manfaat yang akan timbul dengan adanja proyek dan rnembandingkannya dengan keadaan tanpa proyek. Jadi dalam ha1 ini, tambahan manfaat netto yang muncul dari investasi proyek yang diperhitungkan dalam rnenilai kelayakan proyek. Untuk analisis kelayakan proyek, data yang dikumpulkan meliputi data dengan proyek dan data tanpa proyek. a. Data dengan proyek, terdiri dari : 1) Komponen biaya (cost) pembangunan hutan tanaman industri, meliputi : a) Biaya perencanaan b) Biaya penanaman c) Biaya pemeliharaan I, 11,111, lanjutan I, lanjutan I1 d) Biaya pengendalian kebakaran dan pengamanan hutan e) Fiaya kewajiban kepada Negara

44 f) Biaya kewajiban teri~adap lingkungan sosial g) Biaya sarana dan prasarana h) Biaya pemanenan i) Biaya Administrasi dan Umum 2) Komponen penerimaan (revenue) pembangunan hutan tanaman industri, meliputi : a) Kayu tanaman pokok b j Kayu tanaman uilggulan setellipat 3) Komponen biaya (cost) pembangunan industri pulp, meliputi : a) Biaya Tetap, terdiri dari : (1) Investasi (2) Penyusutan (3) Pajak Bumi dan Bangunan (4) Sewa Tanah (5) Overhead (6) Pajak Alat Berat. b) Biaya Variabel, terdiri dari : (1) Bahan baku kayu (2) Bahan kimia (penolong) (3) Energi (4) Transportasi (5) Buruh langsung 4) Komponen penerimaan (revenue) pembangunan industri pulp, meliputi : a) Penjualan pillp b. Data tanpa proyek Merupakan manfaat (benefit) yang diterima tanpa adanya proyek. Tanpa adanya proyek tidak ada biaya dan manfaat bagi perusahaan. yang meliputi : Selain data tersebut diatas, kajian ini juga ditunjang dengan data sekunder a. Gambaran umum daerah kajian seperti : keadaan zeografis, pemerintahan daerah, potensi sumberdaya hutan, dan keadaan sosial ekonomi b. Data lain yang diperlukan bagi penyusunan laporan akhir.

45 Metode Pengolahan Data Data yang diperoleh diolah secara manual dan komputasi dengan program Microsoft Excel. Data akan disajikan dalam bentuk tabulasi untuk memudahkan di dalam mengolah dan menganalisis data. Dalam analisis proyek, biaya dan manfaat yang dihitung adalah incrementul cost dan increnlental benefit yang timbul karena adanya proyek, yaitu tambahan biaya dan tambahan manfaat dari proyek. Pada analisis finansial semua mxfaat atau biaya transfer dirnzsukkan dalam perhitungarz dan harga yang digunakan adalah harga yang berlaku setempat (market price). Untuk tercapainya sasaran kajian, maka analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Analisis deskriptif dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai penyerapan tenaga kerja, jenis penggunaan bahan baku, produksi dan proses produksi, besarnya pungutan terhadap industri pulp dan kertas, kapasitas produksi industri pulp dan kertas, eksternalitas positif yang terjadi di sekitar lokasi industri, dan a~slisis SWOT serta hal-ha1 lain yang tidak bisa dijelaskan secara kuantitatif. a. Analisis Kelayakan Proyek Analisis terhadap kelayakan proyek (kelayakan usaha) dilakukan secara kuantitatif dengan menggunakan kriteria kelayakan proyek berupa NPV, Net BCR dan IRR dengan rumusan matematik sebagai berikut : I) Net Present Value (NPV) Net Present Value dapat diartikan sebagai selisih antara Present Value dari Penerimaan dan Present Value dari Biaya. B" - C,, n=o (1 + i)" NPV = C... dimana : B, = Benefit Proyek pada tahun ke- n C, = Biaya Proyek pada tahun ke- n i = Tingkat diskonto yang berlaku (persen) n = Periode waktu (n=1,2,3,......k) (1)

46 2) Net Benefit Cost B/C) Net B/C merupakan perbandingan antara Present Value total benefit yang positif (sebagai pembilang) dengan Present Value total yang negatif (sebagai penyebut). k C Bn - C,/ (1 + i)"o n=o Net B/C = k CB,,-Cn/(l +i)" <O n=o dimana : B, - C, = Benefit bersih, 1 = suku bunga yang berlaku 3) Internal Rate of Return (IRR) IRR merupakan suku bunga atau diskonto yang membuat NPV proyek sama dengan nol. IRR dapat dianggap sebagai tingkat keuntilngan atas investasi bersih dari suatu proyek. Kriteria kelayakan pengusahaan hutan tanaman industri dan industri pulp dianggap layak apabila : NPV lebih besar dari no1 (positif), Net BIC lebih besar dari 1 (>I) dan IRR lebih besar dari suku bunga yang berlaku. b. Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, dan Threats). Analisis SWOT diawali dengan terlebih dahulu melakukan identifikasi terhadap faktor lingkungan strategis, yang meliputi faktor eksternal dan faktor internal. Analisis Eksternal ciilakukan secara deskriftif terhadap faktor-faktor strategis eksternal yang terdiri dari peluang dan ancaman dalam pengembangan industri pulp yang berbasis pada hutan tanaman industri di Kabupaten Pelalawan dengan melakukan identifikasi faktor-faktor peluang dan ancaman. Analisis Internal dilakukan secara deskriftif terhadap faktor-faktor strategis internal yang terdiri dari kekuatan dan kelemahan yang dimiliki dalam pengembangan industri yang berbasis pada hutan tanaman industri di Kabupaten Pelalawan dengan melakukan identifikasi faktor-faktor kekuatan dan kelemahan. (2)

47 1) Matriks Evzluasi Faktor Eksternal (EFE) Dalam analisis faktor eksternal digunakan matriks evaluasi faktor eksternal (EFE) yang dalam prosesnya terdapat lima langkah dalam mengembangkannya (David, 2002), yaitu : (1) Buat daftar faktor-faktor eksternal yang diidentirlkasikan dalam proses audit internal. Cari antara 10 dan 20 faktor, termasuk peluang dan ancaman yang meinpengar~ihi organisasi dan indmtrinya. Dzftar peluang dahulu kemcdian ancaman. Usahakan sespesifik mungkin, gunakan persentase, rasio, dan angka pembanding kalau mungkin. (2) Berikan bobot pada setiap faktor dari 0,00 (tidak penting) sampai 1,00 (amat penting). Bobot menunjukkan kepentingan relatif dari faktor tersebut agar berhasil dalam usaha tersebut. Jumlah seluruh bobot yang diberikan pada faktor diatas harus sama dengan 1,OO. (3) Berikan peringkat 1 sampai 4 pada setiap faktor sukses kritis untuk menunjukkan seberapa efektif strategi saat ini menjawab faktor ini, dengan catatan (4 = jawaban superior, 3 = jawaban diatas rata-rata, 2 = jawaban ratarata, 1= jawaban jelek). Peringkat didasarkan pada efektivitas strategi organisasi. (4) Kalikan setiap bobot faktor dengan peringkat untuk menentukan nilai yang dihobot. (5) Jumlahkan nilai yang dibobot untuk setiap variabel untuk menentukan nilai yang dibobot total bagi organisasi. Tanpa mempedulikan jumlah peluang dan ancaman kunci yang dimasukkan dalam matriks EFE, total nilai yang dibobot tertinggi untuk suatu organisasi adalah 4,00 dan yang terendah adalah 1,OO. Rata-rata nilai yang dibobot adalah 2,50. Jumlah nilai yang dibobot sama dengan 4,00 menunjukkan bahwa suatu organisasi memberi jawaban dengan cara luar biasa pada peluang dan ancaman yang ada dalam industrinya, sedangkan nilai 1,00 berarti strategi perusahaan adalah memanfaatkan peluang atau menghindari ancaman.

48 2) Matriks Evaluasi Faktor Internal (EFI) Matriks EFI rnerupakan alat perumusan strategi, untuk meringkas dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan utama dalam berbagai bidang fungsional dari suatu usaha, dan memberikan dasar untuk mengenali dan mengevaluasi hubungan diantara bidang-bidang ini. Dalam analisis faktor internal digunakan matriks evaluasi faktor internal (EFI) yang dalam prosesnya terdapat lima langkah dalam mengein6angkannya (David, 2002), yaitu : (1) Tuliskan faktor-faktor sukses kritis yang diidentifikasikan daiam proses audit internal. Gunakan 10 sampai 20 faktor internal terpenting, termasuk kekuatan dan kelemahan. Tuliskan kekuatan lebih dahulu dan kemudian kelemahan. Usahakan sespesifik rnungkin, gunakan persentase, rasio, dan angka pembanding kalau mungkin. (2) Berikan bobot pada setiap faktor dari 0,00 (tidak penting) sampai 1,00 (terpenting). Bobot menunjukkan kepentingan relatif dari faktor tersebut agar berhasil dalam usaha tersebut. Jumlah seluruh bobot yang diberikan pada faktor diatas harus sama dengan 1,OO. (3) Berikan peringkat 1 sampai 4 pada setiap faktor untuk menunjukkan apakah faktor itu mewakili kelemahan utama (peringkat=l), kelemahan kecil (peringkat=2), kekuatan kecil (peringkat-3), atau kekuatan utama (peringkat =4). Peringkat diberikan berdasarkan keadaan perusahaan, sedangkan bobot dalam langkah 2 didasarkan keadaan industri. (4) Kalikan setiap bobot faktor dengan peringkat untuk menentukan nilai yang dibobot untuk setiap variabel. (5) Jumlahkan nilai yang dibobot untuk setiap variabel untuk menentukan total nilai yang dibobot bagi organisasi. Tanpa mempedulikan jumlah peluang dan ancaman kunci yang dimasukkan dalam matriks EFE, total nilai yang dibobot tertinggi untuk suatu organisasi adalah 4,00 dan yang terendah adalah 1,OO. Rata-rata nilai yang dibobot adalah 2,50. Total nilai yang dibobot yang jauh dibawah 2,50 merupakan ciri organisasi yang lemah secara internal. Jumlah nilai yang dibobot jauh diatas 2,50 menunjukkan posisi internal yang kuat.

49 Matriks SWOT merupakan alat pencocokan yang penting yang membantu pengambil keputusan mengembangkan ernpat tipe strategi : Strategi SO, Strategi WO, Strategi ST, dan Strategi WT (David, 2002) yaitu : (1) Strategi SO (kekuatan-peluang) Adalah strategi eksplorasi untuk memaksimalkan kekuatan internal untuk memanfaatkan peluang eksternal. (2) Strategi WO (kelemahan-peluang) Adalah strategi revitalisasi untuk memperbziki dan mengatasi kelemahan internal dengan memanfaatkan peluang eksternal. (3) Strategi ST (kekuatan-ancaman) Adalah strategi proteksi untuk memaksimalkan kekuatan internal untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal. (4) Strategi WT (kelemahan-ancaman) Adalah strategi konsolidasi yang diarahkan untuk meminimalkan kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal. Analisis SWOT dilakukan dengan menggunakan Matriks TOWS dengan illustrasi disajikan pada Tabel 5 berikut. Tabel 5. Matriks SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, dan Threats) Strengtlzs (S) Weakness (Fv 0 Daftar faktor-faktor Daftar faktor-faktor kekuatan kelemahan Opportunities (0) Daftar faktor-faktor peluang Tlzreats (T) Daftar faktor-faktor ancaman Strategi SO Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang Strategi ST Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman Strategi WO Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang Strategi WT Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk menghindari ancaman. Sumber : David, 2002

50 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH KAJIAN 4.1. Keadaan Geografis Kabupaten Pelalawan terletak di pesisir Pantai Timur pulau Sumatera antara 0'20' Lintang Selatan dan 1'25' Lintang Utara serta 100~42' - 103'28' Bujur Timur, dengan luas wilayah hektar. Menurut wilayah administrasi, Kabupaten Pelalawan berbatasan dengan: 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Siak dan Bengkaiis, 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Indragiri Hilir, Indragiri Hulu dan Kuantan Singingi. 3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Kampar dan Kota Pekanbaru. 4. Sebelah Timur Berbatasan dengan Provinsi Kepulauan Riau Kabupaten Pelalawan mencakup daerah daratan dan sebagian lautan dengan keadaan topografi datar, bergelombang dan berbukit dengan jenis tanah pada umumnya podzolik merah kuning, dengan bahan induk batuan endapan dan beku dan sebagian lainnya dengan jenis tanah organosol dan gleihumus dengan bahan induk aluvial. Di Kabupaten Pelalawan melintas sebuah sungai yang besar yaitu Sungai Kampar yang berhulu di Provinsi Sumatera Barat dengan panjangnya mencapai 413,5 kilometer dengan kedalaman rata-rata 7,7 meter dan lebar ratarata 143 meter. Di wilayah Kabupatzn Pelalawan sungai ini dapat dilayari dengan kapal bermotoi ukuran kecil. Keadaan iklim wilayah pada umumnya adalah beriklim tropis deugan telnpelatirr pada siang hari berkisar antara 31,s' - 34,0 c, sedangkan pada malam hari berkisar antara 20,5' - 24,1 c. Curah hujan berkisar antara 87,l mm (Desember) sampai dengan 413,b mm (Januari) dengan jumlah hari hujan I I hari (September) salnpai dengan 20 hari (April). Kondisi iklim ini sangat sesuai dalam mendukung pertumbuhan tanaman HTI Pemerintahan Daerah Kabupaten Pelalawan dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 53 Tahun 1999 tanggal 4 Oktober 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan,

51 Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Kari~nun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuantan Singingi, dan Kota Batam yang diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri tanggal 12 Oktober 1999 di Jakarta dan Operasional Pemerintah Daerah diresmikan oleh Gubernur Riau tanggal 5 Desember Kabupaten Pelalawan merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Kampar yailg terdiri dari Kecamatan Langgam, Pangkalan Kuras, Bunut dan Kuala Kampar. Sejak tahun 2001 Kabupaten Pelalawan mengalami pemekaran dari 4 kecamatan menjadi 10 kecamatan yang terdiri dari, Kecamatan Langgam, Pangkalan Kerinci, Pangkalan Kuras, Ukui, Pangkalan Lesung, Bunut, Pelalawan, Kuala Kampar, Teluk Meranti, dan Kerumutan. Adapun luas wilayah masing-masing kecamatan, letak ibukota kecamatan serta jumlah desa dan kelurahan pada masing-masing kecamatan dapat dilihat pada Tabel 6 berikut. No. Tabel 6. Nama Kecamatan, Luas Wilayah, Jumlah Kelurahan dan Desa di Kabupaten Pelalawan Tahun Luas Jumlah Kecamatan Ibukota Wilayah Kelurahan Desa (km2) Langgam Langgam 1.324, Pangkalan Kerinci Pangkalan Kerinci 2.08,88 6 Pangkalan Kuras Sorek Satu , Ukui 1 Ukui Satu ,70 5 Pangkalan Lesung Pangkalan Lesung 472,74 6 Bunut Pangkalan Bunut 705,45 7 Pelalawaq Pelalawan 1.565,14 8 Kuala Kampar Teluk Dalam Kerumutan Kerumutan 1.174,39 10 Teluk Meranti Teluk Meranti 3.465,94 Jumlah ,42 Sumber : BPS Kabupaten Pelalawan, Potensi Sumber Daya Hutan Kabupaten Pelalawan memiliki sumberda1.a hutan seluas hektar yang terdiri dari hutan produksi hektar, hutan produksi terbatas hektar, hutan konservasi seluas hektar dan hutan bakau seluas 445 hektar. Dibandingkan dengan luas kawasan hutan di Provinsi Riau seluas hektar, rnaka Kabupaten Pelalawan memiliki kawasan hutan sebesar 17,5 persen. 1 1 I 4 Jumlah

52 Jika diamati neraca sumber daya hutan yang dimiliki Kabupaten Pelalawan terdapat perubafian berupa penurunan jumlah luas kawasan yang berhutan dari tahun 2001 seluas hektar menjadi hektar pada akhir tahun Dengan kata lain terjadi peningkatan jumlah kawasan hutan yang tidak berhutan dari hektar menjadi hektar No Tabel 7. Luas Kawasan Hutan dan Penutupan Lahan Hutan Kabupaten Pelalawan T;thun Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam Pemanfaaatan Hasil Hutan Kayu oleh pihak swasta melalui Hak Pengusahaan Hutan (HPH) yang sekarang disebut Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam (IUPHHK-HA) di Kabupaten Pelalawan merupakan salah satu sumber devisa negara dari ekspor non migas. Sejalan dengan perjalanan waktu pengusahaan hutan oleh HPH di Riau mengalami pasang surut dengan jumlah tertinggi mencapai 69 unit HPH pada tahun 1992 dan pada tahun 2004 tinggal hanya 16 unit HPH dengan luas konsesi hektar. Realisasi jumlah HPHJIUPHHK-HA di Kabupaten Pelalaivan dapat dilihat pada Tabel 8. Fungsi Hutan Hutan Konservasi Hutan Lindung Hutan Produksi Hutan Produksi Terbatas Luas (ha) Berhutan (ha) Hutan Bakau Jumlah Sumber : Neraca Sumberdaya Hutan Provinsi Riau 2004 Tidak berhr~tan (ha) Tabel 8. Perkembangan IUPHHK-HA di Kabupaten Pelalawan. Luas Areal (ha) No Nama IUPHHK-HA Di Kabupaten Keterangan Total Pelalawan 1 PT. Yos Raya Timber PT. Siak Raya Timber PT. The Best One Uni Tbr PT. Nanjak Makmur PT. Hutani Sola Lestari JUMLAH Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Riau,

53 4.3.2 Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Hutan tanaman merupakan tahapan strata tertinggi evolusi pengelolaan sektor publik kehutanan. Hal tersebut tercermin dari berkembangnya pembangunan dan pengelolaan hutan tanaman di negara-negara maju, dengan mengarahkan sektor pengusahaan hutan tanaman dalam kerangka meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan kompetisi di persaingan global. Pnmbangunan hutan tanaman di Riau dimulai pada tahun 1984 oleh PT. Arara Abadi, dan semakin berkembang dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun Perkembangan pembangunan hutan tanaman di Riau dapat digambarkan seperti pada Tabel 9 dibawah ini. No Tabel 9. Perkembangan Pembangunan HTI di Provinsi Riau sampai dengan tahun Jenis HTI Jumlah (unit) Pulp 2 Pertukangan 3 Transmigrasi 4 Sagu 5 Kemitraan 6 Murni Lainnya JUMLAH Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Riau, 2005 Luas Areal (ha) Dari pencadangan areal hutan tanaman seluas hektar di Provinsi Riau, seluas hektar (27,08 persen) berada di Kabupaten Pelalawan yang meliputi 29 unit IUPHHK-HT. Luas areal setiap unit HTI mulai dari hektar sampai dengan hektar. Realisasi tanam (ha) Adapun rincian realisasi pembangunan HTI di Kabupaten Pelalawan dapat dilihat pada Tabel 10. persen 57,03 15,95 55,76 63,06 34,94 6, ,44 Tabel 10. Perkembangan Pembangunan HTI di Kabupaten Pelalawan Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Riau, 2005

54 4.4. Kondisi Sosial Ekonomi Penduduk dan Ketenagakerjaan Pada saat berdirinya Kabupaten Pelalawan pada tahun 1999 jumlah penduduk hanya jiwa dan berkembang menjadi pada tahun 2003, yang berarti pertumbuhan penduduk selama 4 tahun mencapai 50,15 persen atau rata-rata der tahun mencapai 12,53 persen. Angka pertumbuhan ini jauh melebihi aagka pertumbuhan penduduk I~ovinsi Riau yaiig hanya 3,5 persen. Data BPS Kabupaten Pelalawan (2003), menunjukkan bahwa penduduk Kabupaten Pelalawan tahun 2003 berjumlah jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki jiwa (54,29 persen) dan wanita jiwa (45,71 persen). Berdasarkan klasifikasi umur, penduduk tersebut dapat dikategorikan seperti pada Tabel 1 1. Tabel 1 1. Kecamatan Penduduk Kabupaten Pelalawan Menurut Kelompok Umur dan Kecamatan Tahun Kel lmook Umur 1 Langgam 2 Pangkalan Kerinci 3 Pangkalan Kuras 4 Ukui 5 Pangkalan Lesung 6 Bunut 7 Pelalawan 8 Kuala Kampar 9 Kerumutan 10 Teluk Meranti JUMLAH Sumber : Pelalawan Dalam Angka Tahun Dari Tabel 11 tersebut terlihat struktur umur, di~nana kelompok produktif (15-64 tahun) mencapai 62,33 persen dan kelompok umur yang tidak produktif (0-14 tahun dan 65 tahun keatas) mencapai 37,67 persen. Struktur umur tersebut akan mempengaruhi rasio beban tanggungan penduduk (dependency ratio) yaitu perbandingan antara jumlah penduduk yang digolongkan bukan usia produktif terhadap jumlah penduduk usia produktif. Rasio beban tanggungan biasanya dinyatakan sebagai jumlah penduduk bukan usia produktif per 100 orang penduduk usia produktif.

55 Angka dependency ratio sebesar 60 pada tahun 2003 memberikan arti bahwa setiap 100 orang penduduk usia produktif (15-64 tahun) akan menanggung 60 orang penduduk usia tidak produktif (0-14 tahun dan 65 tahun keatas). Apabila dibandingkan dengan keadaan tahun 2001, jumlah penduduk Kabupaten Pelalawan berjumlah jiwa; yang apabila diklasifikasikan dengan kelompok umu1 menunjukkan bahwa kelompok umur produktif (15-64 tahun) mencapai jiwa (63,37 persen) dan kelompok umur tidak produktif (0-14 tahun dan 65 tahun keatas) mencapai jiwa (36,63 persen). Dengan demikian depedency ratio tahun 2001 adalah 58. Dengan demikian terjadi peningkatan depedency ratio dari 58 pada tahun 2001 menjadi 60 pada tahun 2003, yang memberikan indikasi bahwa beban tanggungan usia produktif semakin besar terhadap usia tidak produktif. Dibidang ketenagakerjaan, penduduk Kabupaten Pelalawan berusia 10 tahun keatas yang bekerja pada sektor lapangan kerja utama berdasarkan SUSENAS 2000 adalah seperti pada Tabel 12. Tabel 12. Jumlah Penduduk Rerusia 10 tahun keatas yang bekerja pada Lapangan Usaha Utama di Kabupaten Pelalawan Tahun Sumber : BPS, Dari Tabel 12 tersebut terlihat, bahwa lapangan usaha yang paling dominan dilakukan oleh masyarakat Kabupaten Pelalawan adalah sektor pertanian, dimana terdapat jiwa (70,66 persen) yang bekerja pada sektor tersebut dan selanjutnya diikuti oleh sektor industri pengolahan sebanyak jiwa (10,97 persen), sektor perdagangan dan hotel sebanyak jiwa (10,04 persen), sektor listrik, gas dan air bersih serta jasa-jas lainnya sebesar jiwa

56 (3,88 persen), sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar jiwa (2,58 persen) Pendapatan Regional Keadaan perekonomian masyarakat di Kabupaten Pelalawan pada umumnya bersumber dcri ekspor komoditi pertanian seperti karet, kayu, kelapa dan kelapa sawit. Komoditi ekspor se!ain migec. ;,an;; :nemegzng perman penting adalah industrl pengolahan. Keadaan perekonomian Kabupaten Pelalawan dapat digambarkan melalui Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Pendapatan regional merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kemajuan perekonomian suatu daeiah, karena dengan PDRB akan dapat digambarkan nilai produk yang dihasilkan oleh unit-unit ekonomi yang berkembang di daerah tersebut. PDRB Kabupaten Pelalawan atas dasar harga konstan tahun 1993 sejak tahun 1998 sampai dengan 2003 berturut-turut adalah Rp ; Rp ; Rp ; Rp ; Rp dan Rp Laju pertumbuhan ekonomi Pelalawan tahun 1999 sampai dengan 2003 yang dihitung atas harga konstan tahun 1993 berturut-turut 3,44 persen; 8,03 persen; 6,18 persen; 5,84 persen dan 5,75 persen. Dari pertumbuhan ekonomi tersebut terlihat bahwa pertumbuhan yang paling tinggi dicapai pada tahun 2000, dan mengalami penurunan pada tahun 2001 hingga Faktor pendorong tingginya laju pertumbuhan ekonomi yang dicapai Pelalawan adalah pertumbuhan yang cukup tinggi dari beberapa sektol,. Pada tahun 2000 sektor yang menunjukkan pertumbuhan tertinggi adalah pertanian, industri, bangunan, pertambangan, dan pengangkutan dan komunikasi. Sedangkan pada tahun 2003 sektor yang mengalami pertumbuhan cukup tinggi adalah sektor pertambangan, pengangkutan dan komunikasi, perdagangan, hotel dan restoran, jasa-jasa, bangunan, pertanian dan listrik, gas dan air. Gambaran PDRB Kabupaten Pelalawan atas dasar harga konstan 1993 selama kurun waktu disajikan pada Tabel 13.

57 SEKTOR 1 1. PERTANIAN a. Tanaman Bahan Makanan b. Perkebunan c. Peternakan d. Kehutanan e. Perikanan 2. PERTAMBANGAN 3. INDUSTRI a. lndustri Besarlsedang b. lndustri Kecil dan Keraj~nan R. Tangga 4. LISTRIK, GAS, AIR a. Listrik b.air Bersih 5. BANGUNAN 6. PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN a. Perdagangan b. Hotel c. Restoran 7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNlKASl a. Pengangkutan b. Kornunikasi 8. KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA a. Bank b. Lembaga Keuangan Tanpa Bank c. Sewa Bangunan d. Jasa Perusahaan 9. JASA-JASA a. Pemerintahan Umum b. Swasta JUMLAH TABEL 13. PDRB KABUPATEN PELALAWAN ATAS DASAR HARGA KONSTAN TAHUN 1993 MENURUT SEKTOR TAHUN (Juta Rupiah) , , , , , ,41 609, , ,Ol 1.399,08 523,22 412, , , ,98 290,23 684, , ,54 86, ,30 841,47 431, , , , , , , , , , , , , , ,98 954,30 818,98 135, , ,ll ,41 230,25 717, , ,48 224, ,56 529,34 458, ,68 94, , ' , , , , , , , , , , , , ,60 883, , , ,53 200,32 627,ll , ,38 248, , , ,03 93, , , , , , , , , ,lO 1.247,lO , , , ,47 903,54 148, , , ,97 214, , ,09 264, ,Ol , ,23 101, , , , , , , , , , , , , , , ,85 966,34 152, , , ,81 237,62 683,OO , ,Ol 299, ,71 88,45 426, ,71 109, , , , , , ,q I 2.516, , , , , ,' ,I39 1.I 83, ,35 158, , , ,19 269,24 710, , ,06 332,% ,15 124,47 482, , ~ , , ,58, ,14 - L , , , , , , , , , , , , , , ,37 278,34 786, , ,20 350, ,87 144,05 471, ,11 118, , , , ,96

58 Dari Tabel 13 tersebut terlihat bahwa pertumbuhan total pada tahun 2000 mencapai 8,03 persen; dimana lapangan usaha yang mengalami pertumbuhan paling besar adalah sektor pertanian 10,18 persen, kemudian diikuti oleh sektor industri 9,72 persen, dan bangunan 8,87 persen. Sedangkan pada tahun 2003, pertumbuhan total mencapai 5,75 persen; dimana lapangan usaha yang mengalami pertumbuhan paling besar adalah sektor pertambangan 9,59 persen, kemudian diikuti oleh sektor pengangkutan dan komunikasi 9,07 persen, perdagangan, hotel dan restoran 9,00 persen dan bangunan 7,24 persen. Dari Tabel 13 juga terlihat bahwa dari tahun ke tahun telah terjadi pergeseran kontribusi berbagai lapangan usaha terhadap PDRB Kabupaten Pelalawan. Pada tahun 1998 lapangan usaha yang rnenyumbangkan PDRB yang cukup besar berturut-turut adalah pertanian diikuti oleh sektor industri pengolahan, keuangan dan jasa perusahaan, jasa-jasa dan bangunan. Pada tahun 2003 terlihat bahwa lapangan usaha yang memberikan kontribusi besar terhadap PDRB masih sama dengan tahun 1998 yaitu berturut-turut adalah pertanian diikuti oleh sektor industri pengolahan, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, Jasajasa, perchgangan, hotel dan restoran serta bangunan. Distribusi persentase PDRB Kabupaten Pelalawan atas dasar Harga Konstan 1993, pada tahun 1999 adalah sektor pertanian 40,03 persen, industri 31,72 persen, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 7,79 persen, Jasa-jasa 6,09 persen, perdagangan, hotel dan restoran 4,85 persen, pengangkutan dan komunikasi 4,46 persen, bangunan 4,18 persen. Sedangkan pada tahun 2003 distribusi PDRB adalah sektor pertanian 49,28 persen, industri 32,22 persen, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 7,38 persen, Jasa-jasa 5,65 persen, perdagangan, hotel dan restoran 4,73 persen, pengangkutan dan komunikasi 4,32 persen. Selanjutnya PDRB Kabupaten Pelalawan atas dasar harga berlaku, sejak tahun 1998 sampai dengan 2003 berturut-turut adalah Rp ; Rp ; Rp ; Rp ; Rp ; dan Rp Laju pertumbuhan ekonomi Pelalawan tahun 1999 sampai dengan 2003 yang dihitung atas harga berlaku berturut-turut 22,70 persen; 1832 persen; 18,63 persen; 9,65 persen dan 10,68 persen. Dari pertiimbuhan *.

59 ekonomi tersebut terlihat bahwa pertumbuhan yang paling tinggi dicapai pada tahun i999, dan mengalami penurunan pada tahun 2000 dan meningkat pada tahun 2001, menurun pada tahun 2002 dan meningkat kembaii pada tahun 2003 Gambaran PDRB Kabupaten Pelalawan atas dasar harga berlaku selama kurun waktu disajikan pada Tabel 14. Dari Tabel 14 tersebut terlihat bahwa pertumbuhan total pada tahun 1999 mencapai 22,70 persen; dimana lapangan usaha yang mengalarni pertumbuhan paling besar adalah sektor Jasa-jasa 49,85 persen, kemudian diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran 47,62 persen, listrik, gasa dan air bersih 33,36 persen dan pertanian 30,49 persen. Sedangkan pada tahun 2003, pertumbuhan total mencapai 10,68 persen; dimana lapangan usaha yang mengalami pertumbuhan paling besar adalah sektor pertambangan 19,95 persen, kemudian diikuti oleh sektor pengangkutan dan komunikasi 17,40 persen, bangunan 13,37 persen, dan Jasa-jasa 12,48 persen. Dari Tabel 14 juga terlihat bahwa dari tahun ke tahun telah terjadi pergeseran kontribusi berbagai lapangan usaha terhadap PDRB Kabupaten Pelalawan. Pada tahun 1998 Iapangan usaha yang menyumbangkan PDRB yang cukup besar berturut-turut adalah pertanian diikuti oleh sektor industri pengolahan, keuangan dan jasa perusahaan, jasa-jasa dan bangunan. Pada tahun 2003 terlihat bahwa lapangan usaha yang memberikan kontribusi besar terhadap PDRB masih sama dengan tahun 1998 yaitu berturut-turut adalah pertanian diikuti oleh sektor industri pengolahan, Jasa-jasa; keuangan, persewaan dan jasa perusahaan ;perdagangan, hotel dan restoran serta bangunan. Distribusi persentase PDRB Kabupaten Pelalawan atas dasar Harga Berlaku, pada tahun 1999 adalah sektor pertanian 53,35 persen, industri 22,12 persen, Jasa-jasa 5,95 persen, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 5,23 persen, perdagangan, hotel dan restoran 5,18 persen, bangunan 4,46 persen, pengangkutan dan komunikasi 3,02 persen.

60 TABEL 14. PDRB KABUPATEN PELALAWAN ATAS DASAR HARGA BERLAKU MENURUT SEKTOR TAHUN (Juta Rupiah) SEKTOR 1 1. PERTANIAN a. Tanaman Bahan Makanan b. Perkebunan c. Peternakan d. Kehutanan e. Perikanan 2. PERTAMBANGAN 3. INDUSTRI a. lndustri Besarlsedang b. lndustri Kecil dan Kerajinan R. Tangga 4. LISTRIK, GAS, AIR a. Listrik b.air Bersih 5. BANGUNAN 6. PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN a. Perdagangan b. Hotel c. Restoran 7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNlKASl a. Pengangkutan b. Komunikasi 8. KEUANGAN. PERSEWAAN DAN JASA a. Bank b. Lembaga Keuangan Tanpa Bank c. Sewa Bangunan d. Jasa Perusahaan 9. JASA-JASA a. Pemerintahan Umum b. Swasta JUMLAH , , , , , ,41 609, , ,Ol 1.399,08 523,22 412,98 110, , , ,98 290,23 684, , ,- 86, , ,47 431, ,91 64, , , , , , , ,46 $ , , , , , ,42 241, , ,lO ,31 486, , , ,81 313, , ,95 956, ,87 153, , , , , , , , , , , , , , , ,72 317, , , ,87 518, , , ,W 362, ,55 376, , ,96 253, , , , , , , , , , , , , , , , ,83 338, , , ,08 604, , , ,60 396, , , , , , , , , ,OO ,lO , , , , , , , , , , ,66 698, , , ,36 517, ,85 229,OO 1.146, ,62 382, , , , , , , , , , , , , , , ,06 420, , , ,77 765, , , :66 336,OO 1.225, , , , , , MI, , , , , , , , , , , ,32 449, , ,31 860, , ,lO ,54 702, , , , , , , ,06

61 Sedangkan pada tahun 2003 distribusi PDRB secara berurutan menurut nilainya adalah sektor pertanian 55,00 persen. industri 20,09 persen, Jasa-jasa 6,52 persen, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan $13 persen, perdagangan, hotel dan restoran 5,00 persen, pengangkutan dan komunikasi 3,03 persen. Distribusi PDRB atas dasar harga konstan tahun 1993 disajikan pada Tabel 15, sedangkan distribusi PDRB atas dasar harga berlaku tahun disajikan pada Tabel 1 6. Tabel 15. Distribusi Persentase PDRB Kabupaten Pelalawan Atas Dasar Harga Konstan 1993 menurut Sektor Tahun SEKTOR PERTANIAN 2. PERTAMBANGAN 3. INDUSTRI 4. LISTRIK, GAS, AIR 5. BANGUNAN 6. PERDAGANGAN,HOTEL & RESTORAN 7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 8. KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA 9. JASA-JASA 41,71 0,33 29,05 0,29 4,94 4,51 4,88 7,85 6,43 38,98 0,49 32,43 0,41 4,32 5,05 4,38 7,96 5,98 JUMLAH Sumber : Pelalawan Dalam Angka 2000,2001 dan ,OO 0,48 31,72 0,42 4,18 4,85 4,46 7,79 6, ,79 0,47 32,22 0,40 4,21 4,62 4,35 7,11 5, ,46 0,50 32,63 0,40 4,31 4,57 4,24 7,26 5, Tabel 16. Distribusi Persentase PDRB Kabupaten Pelalawan Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Sektor Tahun SEKTOR PERTANIAN 2. PERTAMBANGAN 3. INDUSTRI 4. LISTRIK, GAS, AIR 5. BANGUNAN 6. PERDAGANGAN,HOTEL & RESTORAN 7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 8. KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA 41,71 0,33 29,05 0,29 4,94 4,51 4,88 7,85 50,16 0,41 26,39 0,33 4,67 4,31 2,95 5,92 9. JASA-JASA JUMLAH 6, , ;umber : Pelalawan Dalam Angka 2000,2001 dan ,35 0,34 22,12 0,36 4,46 5,18 3,02 5,23 5, ,62 0,31 20,97 0,34 4,05 5,27 2,82 4,86 6, ,75 0,34 19,44 0,35 4,32 5,32 2,83 5,05 6, ,Ol 0,35 20,24 0,35 4,40 5,31 2,86 5,06 6, ,OO 0,38 20,09 0,34 4,50 5,OO 3,03 5,13 6,52 100

62 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Kelayakan Usaha Hutan Tanaman Industri PT. Riau Andalan Pulp and Paper merupakan salah satu pemegang izin HPHTI yang telah mendapat izin untuk melaksanakan pembangunan hutan tanaman industri berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 130lKpts- IV1993 tanggal 27 Februari 1993, kemudian diperbaharui dengan Surzt Keputusan Menteri Kehutanan No. 137Kpts-I tanggal 10 Maret Seianjutnya berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. SK.356lMenhut-I tanggal 1 Oktober 2004 luas areal kerja PT. Riau Andalan Pulp and Paper adalah hektar yang terletak di Kabupaten Pelalawan, Kampar, Kuantan Singingi, dan Siak. Sejak diberikannya Ij in Percobaan Penanaman pada tahun sampai dengan tahun 2005 perusahaan telah berhasil melaksanakan pembangunan hutan tanaman industri se!uas hektar dengan rincian seperti pada Tabe! 17. Tabei 17. Realisasi pembangunan HTI PT. Riau Andalan Pulp and Paper sampai dengan tahun No Tahun , PEMBUATAN TANAMAN (Ha) Areal Hutan Alam Areal Hutan Tanaman Jumlah Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi I 1 JUMLAH : Realisasi s/d Juni 2005

63 Dari pembangunan hutan tanaman industri yang telah dilakukan, perusahaan telah melakukan pemanenan terhadap tegakan hutan tanaman mulai tahun Adapun jumlah produksi yang dihasilkan sejak tahun 2001 sampai dengan 2004 secara berurutan adalah sebesar $ meter kubik, meter kubik, meter kubik dan meter kubik. Hasil penelitian pertumbuhan tanaman yang dilakukan perusahaan menunjukan bahwa riap tanaman mulai dari 5 meter kubik per hektar per tahun sampai dengan 33,6 meter kubik per hektar per tahun sebagaimana dapat dilihat pada gambar berikut U m u r (tahun) 1 Galnbar 3. Psrtumbuhan rata-rata tanaman Acacia rnangiunz di areal HTI PT. Riau Andalan Pulp and Paper Untuk rnendapatkan gambaran tentang kelayakan usaha pengembangan hutan tanaman indusiri untuk memenuhi kebutuhan kayu pada industri pulp perlu dilakukan analisis. Dalam analisis kelayakan usaha hutan tanaman industri PT. Riau Andalan Pulp and Paper digunakan pendekatan sebagai berikut : 1) Luas areal konsesi HPHTI adalah hektar sesuai Keputusan Menteri Kehutanan No. SK.356Menhut-II/ ) Luas areal yang layak untuk pembangunan HTI hektar (tanaman pokok dan tanaman unggulan) sesuai tata ruang pembangunan HTI.

64 3) Daur tanaman kayu pulp ditetapkan 8 tahun. 4) Potensi tegakan kayu pulp rata-rata 189 meter kubik per hektar, sesuai hasil penelitian perusahaan. 5) Harga jual per meter kubik kayu pulp dari hutan tanaman adalah Rp ) Fakor eksploitasi kayu pulp adalah 0,9 7) Biaya pembangunan menggunakan standar biaya pembangunan HTI untuk Riau (Rayon 111) sesuai Keputusan Menteri Kehutanan No. 1261Kpts-1V11999 tanggal 5 Maret 1999 dengan komponen sebagai berikut. Tabel 18. Standar Biaya per hektar Pembangunan HTI Kayu-kayuan di Propinsi Riau. No I IY V VI VII VIII URAIAN PEMBIP-YAAN PERENCANAAN 1. Penyusunan FS dan AMDAL 2. Penyusunan RKPH 3. Tata Batas unit HTI 4. Penataan Areal Kerja PENANAMAN 1. Pengadaan bibit 2. Persiapan lahan 3. Pembuatan Tanaman PEMELIHARAAN 1. Pemeliharaan Tahun I 2. Pemeliharaan Tahun I1 3. Pemeliharaan Tahun Pemeliharaan Lanjutan I 5. Pemeliharaan Lankjutan I1 PENGENDALIAN KEBAKARAN DAN PENGAMANAN HUTAN 1. Pengendalian Kebakaran dan Linhut 2. Pengamanan Hutar, KEWAJIBAN KEPADA NEGARA 1. Pembayaran IHPHTI 2. Pembayaran PBB KEWAJIBAN LINGKUNGAN SOSIAL 1. Pembinaan Sosial PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA 1. Pembuatan jalan, bangunan dan pengadaan peralatanlmesin. 2. Pemeliharaan sarana dan prasarana. ADMINISTRASI DAN UMUM 1. Pendidikan dan Latihan 2. Penelitian dan Pengembangan 3. Premi Asuransi Tanaman 4. Biaya Umum 5. Penilaian JUMLAH ( I s/d VIII ) (RP 1 ha) OOO OOO

65 Selanjutnya perhitungan cashflow analisis kelayakan finansial investasi pengembangan hutan tanaman industri dapat dilihat pads Lampiran I. Dari perhitungan aliran kas bersih (net cash flow) diketahui bahwa mulai tahun kedelapan telah menunjukkan nilai positif hingga tahun ke empat puluh tiga. Pada tahun pertama hingga tahun ketujuh kas bersih menunjukkan negatif, ha1 ini terjadi karena belum adanya produksi kayu dari hutan tanaman. Dari f~asil perhiiungan NP'v' (Net Present Value) diperoleh angka sebesar Rp ,- yang berarti bahwa net benefit yang akan diperoleh pada akhir masa investasi yang diukur dengan nilai sekarang menunjukkan angka positif, ha1 ini memberikan indikasi bahwa investasi tersebut layak untuk dikembangkan. Nilai IRR (internal rate of return) dari pembangunan hutan tanaman tersebut diperoleh sebesar 17,06 persen, yang pada kenyataannya lebih besar dari tingkat suku bunga pinjaman yang ditetapkan investasi tersebut layak untuk diusahakan. 15 persen. Dengan demikian Dari perhitungan Net BIC (Net Benefit Cost Ratio) diperoleh angka 1,29 yang berarti bahwa, penerimaan manfaat lebih besar dari biaya yang dikeluarkan sehingga diyakini dapat memberikan keuntungan. Dengan memperhatikan cashflow pembangunan hutan tanaman tersebut dan jika dilakukan analisis sensitivitas investasi terhadap perubahan-perubahan yang mungkin terjadi pada biaya produksi dan harga jual, maka hasilnya dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Anaiisis Sensitivitas Kelayakan Investasi Hutan Tanaman Industri Indikator Kplayakan Finansial NPV (Rp) IRR (%) Net B/C Kelayakan Investasi Asumsi Dasar ,06 1,29 laya k Biaya Produksi naik 10 % ,84 1,11 la yak Harga Jual turun 10 % ,72 1,09 layak Dari Tabel 19 tersebut terlihat bahwa jika biaya produksi naik sebesar 10 persen atau harga jual turun 10 persen; maka investasi pembangunan hutan tanaman masih layak untuk diusahakan. Gambaran tersebut memberikan indikasi

66 bahwa pembangunan hutan tanaman kurang sensitif terhadap perubahan biaya produksi maupun harga jual kayu. Sehubungan dengan ha1 tersebut, upaya yang dapat dilakukan guna mempertahankan stabilitas harga jual kayu dari hutan tanaman industri adalah dengan mengatur tingkat suplai kayu ke industri pulp yang ada, mengurangi suplai bahan baku industri pulp dari hutan alam secara bertahap. Hal ini sejalan pula dengan kebijakan Departemen Kehutanan untuk menghentikan penggunaan bahan baku industri puip dari hutan aiam muiai tahun 2008 mendatang. Selama ini harga jual kayu bahan baku serpih ke industri pulp sangat bervariasi tergantung jarak angkut, dimana untuk jenis kayu yang berasal dari hutan tanaman harga rata-rata sekitar Rp per meter kubik. Hal ini terjadi karena volume kayu untuk bahan baku industri pulp sangat tergantung kepada jumlah permintaan industri pulp, sehingga volume penawaran akan seimbang dengan tingkat permintaan. Hal tersebut secara tidak langsung menyatakan bahwa harga tidak ditentukan oleh kekuatan pasar, tetapi oleh pemaksiinuman keuntungan dari kelompok yang mengelola rantai produksi secara terintegrasi Analisis Kelayakan Usaha Pembangunan Industri Pulp Keberadaan industri pulp di Kabupaten Pelalawan dimulai pada tahun 1992 yaitu dengan diberikan izin investasi kepada perusahaan PT. Riau Andalan Pulp and Paper yang berstatus Penanaman Modal Dalam Negeri. Lokasi industri pulp terletak di Pangkalan Kerinci yang berjarak kurang lebih 60 krn dari kota Pekanbaru. Perkembangan industri tersebut dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan baik dari segi kapasitas produksi maupun produksi. Peningkatan kapasitas produksi terjadi dalam 3 tahapan, yaitu tahap I sesuai Persetujuan Izin Usaha Industri dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) No. 317/T/Industri/1997 tanggal 14 Juli 1997 sebesar ton, tahap I1 sesuai Persetujuan BKPM No. 47/II/PMDN/1999 tanggal 15 September 1999 sebesar ton, dan tahap 111 sesuai Persetujuan BKPM No. 649/T/Industri/1999 tanggal 6 Desember 1999 sebesar ton; sehingga total kapasitas produksi sesuai izin adalah sebesar ton.

67 Realisasi produksi pulp sejak beroperasi pada tahun 1995 hingga tahun 2004 menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan sejalan dengan peningkatan kapasitas terpasang industri. Namun jika dibandingkan dengan kapasitas terpasang industri, realisasi produksi masih belum mencapai tingkat efisiensi yang maksimal. Realisasi produksi sejak tahun 1995 sampai 2004 disaj ikan pada Tabel 20. Tabel 20. Perkembangan Produksi Pulp dan Penerimaan Devisa di Kabupzten Pelalawan dalam kuriin waktu No. Tahun Sumber : PT. RAPP Produksi (ton) 30 1.OOO Penj ualan (ton) Devisa (USD) , , , , , , , ,36 Dari Tabel 20 tersebut terlihat bahwa dalam jangka waktu terjadi peningkatan produksi pulp sebesar ton (422 persen) atau peningkatan rata-rata per tahun sebesar ton (46,8 persen). Kehadiran industri pulp tersebut telah memberikan dampak pada berbagai bidang seperti penyerapan tenaga kerja, penerimaan daerah, kebutuhan bahan baku kayu dan pengaruh limbah terhadap lingkungan sekitarnya. Untuk memenuhi kebutuharl bahan baku kayu, perusahaan memperolehnya dari areal konsesinya sendiri dan dari pihak lain dengan membangun suatu kerjasama operasional dengan pemegang izin yang ada di Provinsi Riau serta dari luar Provinsi Riau seperti Sumatera Barat. Adapun realisasi penerimaan bahan baku kayu sejak tahun sampai dengan tahun 2004 disajikan dalam Tabel 21.

68 Tabel 21. Realisasi Penerimaan Bahan Baku Kayu Industri PT. Riau Andalan Pulp and Paper tahun i i ! G Jumlah Sumber : PT. RAPP Jumlah (m3) Total Dari Tabel 21 tersebut dapat dilihat bahwa pemenuhan bahan baku kayu sejak beroperasi tahun 1994 sampai dengan tahun 2004 masih didominasi oleh kayu dari hutan alam yaitu 83,60 persen dan dari produksi hutan tanaman 16,40 persen; baik yang berasal dari areal konsesinya sendiri maupun yang berasal dari perizinan lainnya. Untuk mendapatkan gambaran tentang kelayakan finansial investasi di bidang industri pulp, perlu dilakukan analisis kelayakan. Dalam analisis kelayakan investasi industri pulp, digunakan asumsi-asumsi sebagai berikut : 1) Harga bahan baku kayu, sebesar Rp per meter kubik 2) Harga jual pulp di pasar internasional sebesar US$590 per ton 3) Harga-harga yang digunakan dalam perhitungan cash flow adalah biaya konstan pada tahun pertama pembangunan proyek 4) Panjang umur ekonomis ditetapkan selama 15 tahun 5) Faktor diskonto didasarkan pada tingkat suku bunga pinjaman yang berlaku, yakni sebesar 15 persen pertahun 6) Kapasitas terpasang industri sebesar ton per tahun. 7) Faktor konversi kayu ke pulp sebesar 4,5 (rendemen 22 persen) 8) Produksi ditetapkan mencapai 95 persen dari kapasitas maksimal pabrik.

69 9) Penyusutan dilakukan dengan metode garis lurus. 10) Nilai kurs dolar ditetapkan sebesar Rp. 8500/US$ 1. Sehubungan dengan ha1 tersebut, dengan melihat investasi yang telah disetujui pemerintah dalam rangka pembangiinan iltdustri pulp PT. Riau Andalan Pulp and Paper dibutuhkan biaya sebesar Rp ,- dengan rincian; Rp untuk biaya investasi dan ~~ (iO untuk biaya operasional (modal kerja), seperti terlihat pada Tabel 22 berikut. I'abe122. Biaya Investasi dan Operasional Pembangunan Industri Pulp No. I I1 Uraian Biaya Investasi Jumlah I Biaya Operasional : 1. Biaya Tetap : a. Penyusutan b. PBB c. Retribusilsewa tanah d. Overhead e. pajak alat berat 2. Biaya Variabel : a. Bahan baku kayu b. Bahan kimia (penolong) - Chlor dioksida (ClO2) - Oksigen (02) - SO2 - Hz02 - NaOH - Na2S04 - Kapur tohor (CaO) c. Energi d. Transportasi e. Upah iangsung Jumlah I1 JUMLAH (I + 11) Volume ton Ls 113,6 ha - Ls Ls m3ithn todthn todthn todthn todthn todthn todthn todthn Ls Ls Ls Jumlah (x Rp ) ; Selanjutnya perhitungan cashjow analisis kelayakan finansial investasi pengembangan industri pulp dapat dilihat pada Lampiran 2. Dari perhitungan aliran kas bersih (net 'cash flow) diketahui bahwa mulai tahun pertama telah menunjukkan nilai positif hingga tahun kelima. Pada tahun keenam aliran kas bersih kernbali menjadi negatif karena adanya penambahan investasi untuk

70 penambahan kapasitas produksi pulp. Selanjutnya pada tahun ketujuh sampai dengan tahun ke duapuluh empat menunjukkan aliran kas bersih positif. Dengan asumsi nilai sisa pabrik sebesar 40 persen, maka pada tahun keenam belas sejak investasi dilakukan terdapat nilai sisa pabrik masing-masing sebesar Rpl dan Rp ,- Dari hasil perhitungan NPV (Net Present Value) diperoleh angka sebesar Rp ,- yang berarti bahwa net benefit yang akan diperoieh pada akhir masa investasi yang diukur dengan niiai sekarang menunjukkan angka positif, ha1 ini memberikan indikasi bahwa investasi tersebut layak untuk dikembangkan. Nilai IRR (internal rate of return) dari investasi industri pulp tersebut diperoleh sebesar 31,73 persen, yang pada kenyataannya lebih beshr dari tingkat suku bunga pinjaman yang ditetapkan 15 persen. Dengan demikian investasi tersebut layak untuk diusahakan. Dari perhitungan Net BIC (Net Benefit Cost Ratio) diperoleh angka 1,59 yang berarti bahwa, penerimaan manfaat jauh lebih besar dari biaya yang dikeluarkan sehingga memberikan keuntungan. Dengan memperhatikan cash flow investasi industri pulp tersebut dan jika dilakukan analisis sensitivitas investasi terhadap perubahan-perubahan yang mungkin terjadi pada biaya produksi dan harga jual, maka hasilnya dapat dilihat pzda Tabel 23. Tabel 23. Analisis Sensitivitas Kelayakan Investasi Industri Pulp Indikator Kelayakan Finansial NPV (Rp) IRR?A> Net BIC Kelayakan Investasi Asumsi Dasar ,73 1,59 layak Biaya Produksi naik 10 % ,12 1,30 laya k Harga Jual turun 10 % ,49 1,27 layak Dari Tabel 23 tersebut terlihat bahwa jika biaya produksi naik sebesar 10 persen danlatau harga jual turun sebesar 10 persen, maka investasi industri pulp masih layak untuk diusahakan. Gambaran tersebut memberikan indikasi bahiva industri pulp kurang sensitif terhadap perubahan biaya produksi dan perubahan harga jual pulp.

71 5.3. Analisis Keiestarian Suplai Bahan Baku Industri Keberhasilan pembangunan industri pulp terutama dalam peningkatan produksi dan efisiensi sangat ditentukan oleh kelestarian suplai bahan baku kayu. Dalam jangka panjang suplai bahan baku hanya berasal dari hutan tanaman industri pulp, baik dari HTI sendiri yang terintegrasi dengan industri pulp, maupun yang berasal dari hutan tanaman industri yang belum memiliki industri pulp sendiri. Dengan kapasitas terpasang industri pulp sebesar ton per tahun, potensi tegakan hutan tanaman 189 meter kubik per hektar; maka dibutuhkan hutan tanaman siap panen seluas hektar per tahun. Saat ini efat luas hutan tanaman industri yang dimiliki perusahaan hanya hektar; sehingga masih terdapat kekurangar suplai seluas hektar per tahun. Untuk memenuhi kekurangan tersebut, perusahaan PT. RAPP telah membangun kemitraan dengan sejumlah perusahaan hutan tanaman industri yang ada di Riau, Sumbar dan Sumut; yaitu sebanyak 23 unit perusahaan dengan luas efektif hektar serta didukung pula oleh hutan tanaman rakyat binaan pada 30 kelompok tani dan koperasi dengan luas efektif hektar sebagaimana dapat dilihat pada Lampiran 3. Untuk terjadinyla kemitraan yang kuat dan kesetaraan antara pemegang hutan tanaman dengan pemegang industri pulp harus dilindungi dengan kepastian hukum dan kepastian berusaha oleh pemerintah dalam bentuk regulasi sehingga mendorong terwujudnya rencana pembangunan hutan tanaman periode seluas hektar sesuai Rencana Strategis Departemen Kehutanan. Konsep dan kondisi pembangunan hutan tanaman diatas tidak akan banyak berarti bila tidak didukung oleh lingkungan strategis yang kondusif. Hal ini sangat penting karena dinamika di berbagai dimensi dan tingkatan dewasa ini memberikan kemungkinan perubahan lingkungan strategis yang sangat tinggi. Secara substansi, perubahan paradigma pembangunan hutan tanaman yang dipandang sebagai projit center bergeser menjadi bagian integral dari teritori dan bagian yang tidak terpisahkan dari industri perkayuan. Dengan demikian diharapkan HTI yang tadinya kurang menguntungkan secara finansial berubah

72 menjadi layak karena adanya subsidi silang baik dari antar sektor dalam kawasan pembangunan, maupun dari integrasi industri perkayuan hilir Analisis SWOT Pemahaman terhadap faktor lingkungan strategis merupakan salah satu faktor untuk merumuskan strategi dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan organisasi. Secara umum lingkungan terdiri dari lingkungan eksternal dan lingkungan internal Lingkungan Eksternal Lingkungan eksternal merupakan suatu kondisi yang berada diluar kendali organisasi dan dapat mempengaruhi kebijakan baik secara langsung maupun tidak langsung. Lingkungan eksternal terdiri dari lingkungan umum dan lingkungan industri. a) Lingkungan Umum Lingkungan umum merupakan kekuatan umum yang secara tidak langsung berhubungan dengan aktivitas-aktivitas organisasi, yang dapat mempengaruhi keputusan baik jangka pendek maupun jangka panjang. Adapun faktor-faktor yang termasuk kedalamnya, antara lain adalah : (1) Faktor Ekonomi Faktor ekonomi akan berdampak langsung terhadap perkembangan setiap kegi'atan perekonomian. Aspek-aspek yang termasuk kedalam faktor ekonomi meliputi pertuinbuhan ekonomi, tingkat inflasi, kegiatan ekspor-impor dan pola konsumsi. (a) Pertumbuhan ekonomi Kinerja perekonomian digambarkan oleh PDB atas dasar harga konstan, dimana pada tahun 2001 pertumbuhan mencapai 3,30 persen Dari sisi penggunaannya, pertumbuhan PDB didorong oleh konsumsi rumah tangga yang meningkat 3,43 persen dan konsumsi pemerintah naik sebesar 1,43 persen.

73 Ekonomi Indonesia pada tahun 2004 tumbuh sebesar 5,13 persen, tahun 2003 tumbuh 4,88 persen, dan tahun 2002 hanya 4,38 persen. Faktor lain yang ikut memicu tumbuhnya perekonomian nasional adalah membaiknya perekonomian dunia terutama Amerika Serikat dan Jepang. Diperkirakan perekonomian kedua negara besar tersebut tahun 2004 tumbuh 1-2 persen, ha1 ini sangat menguntungkan bagi Indonesia karena negara tersebut merupakan salah satu tujuan ekspor non-migas Indonesia. (b) Tingkat Inflasi Memburuknya situasi perekonomian nasional akibat krisis moneter, telah berdampak pada besarnya kontraksi tingkat inflasi, dimana pada tahun 1997 laju inflasi sebesar 11,05 persen, narnun pada tahun 1998 meningkat menjadi 77,03 persen. Mulai tahun 1999 perekonomian Indonesia telah menunjukkan tanda-tanda pemulihan, dimana terjadi penurunan inflasi menjadi 2,01 hingga mencapai 0,71 persen. (c) Ekspor-Impor Pemasok utama kebutuhan pulp dunia selama ini adalah kelompok negara NORSCAN (North Amerika & Scandinavia), yang terdiri dari Kanada, Amerika Serikat, Finlandia, Nonvegia dan Swedia. Pada tahun 1997 ekspor pulp dunia masih didominasi oleh kelompok negara tersebut, akan tetapi peranannya menurun tajam yaitu hanya 63,87 persen. Sementara negara-negarz NORSCAN mengalaini penurunan pangsa pasar dalam ekspor pulp dunia, negara-negara Amerika Latin khususnya Brazil dan Chili serta Indonesia justru mengalami peningkatan. Pada periode pangsa Brazil dalam ekspor pulp dunia meningkat dari 3,27 penen menjadi 7,10 persen; Chili meningkat dari 2,12 persen menjadi 4,43 persen; sedangkan Indonesia meningkat dari 0,03 persen menjadi 3,34 persen. Pada Tabel 24 diperlihatkan perubahan pangsa negara-negara eksportir utama pulp dunia pada periode

74 Tabel 24. Perkembangan Ekspor Pulp Dunia dan Perubahan Peran Negaranegara Pengekspor Utama Pulp Dunia Negara 1987 (ribu ton) 1997 (ribu ton) USA Kanada Scandinavia Jumlah Norscan Brazil Chili Indonesia Negara Lain Total Dunia Surnber : FA0 dalam Ibnu Santosa (2000). Growth (%fth) 3,48 3,Ol -0,23 2,28 1 1,99 1 1,59 65,92 3,41 3,64 Share 1987 ("A> 18,42 33,ll 2 1,28 72,84 2,27 2,12 0,03 2 1,73 100,OO Share 1997 (%) 18,14 31,18 14,54 63,86?,!!I 4,44 3,34 21,26 100,OO Impor pulp dari tahun ke tahur~ terus meningkat, sehingga dengan digalakkannya ekspor pulp disatu sisi harus dikompensasi dengan mengimpornya disisi lain untuk mengatasi kekurangan. Pada periode , impor pulp meningkat rata-rata 12,38 persen per tahun. Tingginya impor pulp disebabkan oleh beberapa ha1 antara lain, sebagian besar produksi pulp nasional adalah serat pendek sehingga kebutuhan akan pulp serta panjang masih harus diimpor, adanya persaingan antara sesama industri kertas nasiona! dalam membutuhkan pulp, dan masih relatif kecilnya kapasitas terpasang industri pulp nasional jika dibandingkan dengan kapasitas terpasang industri kertasnya. (d) Konsumsi Pulp Jika dilihat dari laju pertumbuhan konsumsi pulp dunia, Asia merupakan kawasan dengan laju pertumbuhan tertinggi, disusul kemudian oleh Afrika, Oceania dan Eropa. Disisi lain permintaan pulp di Amerika cenderung menurun, dimana pada tahun turun rata-rata 0,59 persen pertahun. Seiring dengan semakin pesatnya pertumbuhan industri kertas nasional, konsumsi pulp nasional juga turut meningkat. Selama periode , konsumsi pulp meningkat dari ton per tahun menjadi ton per tahun, atau naik rata-rata sekitar 15,22 persen per tahun. Proyeksi permintaan pulp dalam negeri pada tahun 2000 hingga 2010 seperti pada Tabel 25.

75 Tabel 25. Proyeksi Konsumsi Pulp di Indonesia Tahun (2) Faktor Sosial Budaya Faktor sosial budaya masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung akan ikut mempengaruhi biaya produksi dan harga kertas di dalam negeri. Budaya masyarakat yang cenderun;: mengkonsumsi kertas (buku dan kertas koran) yang berkualitas baik, akan mendorong terjadinya peningkatan impor yang harus dibayar dengan harga yang cukup mahal. Disisi lain tingginya impor waste paper yang banyak mengandung serat panjang juga disebabkan oleh kebiasaan masyarakat Indonesia yang lebih menyukai kertas sebagai pembungkus dibandingkan dengan daun. (3) Faktor Politik dan Hukum Faktor politik dan kepastian hukum akan berdampak luas pada aktivitas bisnis baik secara langsung maupun tidak langsung. Terjadinya perubahan politik dalam negeri dimana bergulirnya otonomi daerah, maka daerah mempunyai kewenangan luas untuk mengatur dan ~ilengelola wilayahnya sendiri termasuk penanaman investasi di bidang industri pulp dan hutan tanaman. Investor asing diperkirakan masih menaruh minat yang besar untuk menana~nkan investasi di Indonesia karena memiliki keunggulan komparatif untuk pengembangannya. Namun karena kondisi politik yang kurang kondusif, investor menangguhkan penanaman modalnya bahkan mengalihkannya ke negara lain.

76 Agar iklim berinvestasi menjadi lebih kondusif, pemerintah pusat maupun daerah perlu memberikan insentif dan kemudahan-kemudahan di bidang perizinan dan pertanahan, sehingga daerah otonom harus mampu mengelola potensi daerah secara optimal dengan berlandaskan pada prinsip sosial ekvnomi daerah. (4) Faktor Teknoiogi Dalam dua dekade terakhir perkembangan industri puip cukup menunjukkan hasil yang menggembirakan, baik dilihat dari sisi produksi maupun teknologi yang digunakan. Perkembangan teknologi tidak saja difokuskan ~ ada aspek kualitas dan efisiensi, melainkan lebih diarahkan pada teknologi yang berkaitan dengan pemeliharaan ekosistem, sehingga proses produksi pulp dapat mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. b) Lingkungan Industri Lingkungan industri merupakan bagian dari lingkungan eksternal organisasi, mengarah pada aspek-aspek persaingan yang memberikan pengaruh yang lebih spesifik terhadap aktivitas organisasi. Aspek-aspek yang termasuk dalam lingkungan industri meliputi : (I) Ancaman Pendatang Bar-. Masuknya pendatang baru dalam industri pulp akan memperketat persaingan terutama dalam ha1 perolehan bahan baku kayu, ha1 tersebut disebabkan oleh karena hampir semua industri pulp yang berskala besar menggunakan bahan baku kayu bulat. Sampai saat ini pasokan bahan baku sebagian besar masih berssal dari hutan alam. Namun tidak mudah bagi pendatang baru uniuk memasuki industri pulp, karena adanya barries to entry. Sebagaimana diketahui bahwa industri pulp merupakan salah satu industri yang padat modal, sehingga harus memiliki cukup modal agar mampu bersaing di pasar global. (2) Ancaman Barang Pengganti (Substitusi)

77 Bahan baku serat alam tidak hanya berasal dari kayu, teiapi dapat juga berasal dari non-kayu seperti jerami, ampas tebu, batang jagung dan tandan kosong kelapa sawit; disamping itru dapat pula berasal dari tanaman berumur pendek seperti Rosela, Abaka, Haramai dan Bambu. Namun sampai saat ini penggunaan bahan baku pulp yang berasal dari serat kayu masih menjadi pilihan utama dan ancaman dari barang substitusi masih dapat ditolerir. (3) Kekuatan Tawar Menawar Pemasok Bahan Baku Bahan baku utama industri pulp adalah kayu bulat yang dapat diperoleh dari berbagai sumber antara lain : Ijin Pemanfaatan Kayu (ITK), HTI baik yang terkait saham, kemitraan maupun pembelian bebas maupun hutan tanaman rakyat. Namun kondisi saat ini menunjukkan bahwa posisi tawar pemasok bahan baku kayu relatif rendah karena sifat industri yang monopsoni. Posisi tawar pemasok terhadap kebutuhan industri kertas yang berasal dari serat panjang cukup tinggi, karena sebagian besar produksi nasional adalah berupa serat pendek, sehingga kebutuhan serat panjang masih harus diimpor. (4) Kekuatan Tawar Menawar Pembeli Dalam kerangka isu ecolabelling dan illegal logging, produsen pulp dalam negeri masih menghadapi posisi tawar yang sulit untuk menawarkan produknya ke negara-negara yang sangat sensitif dengan isu lingkungan. Pihak konsumen tidak saja menuntut kualitas produk, akan tetapi ingin mengetahui asal usul bahan baku dan proses produksinya, serta menuntut produk yang dibelinya tidak memberikan dsmpak negatif yang berarti terhadap lingkungan. Salah satu cara yang dilakukan produsen pulp adalah menawarkan produknya ke negara-negara Asia dan Afrika yang belum terlalu sensitif dengan masalah isu lingkungan. Namun lambat laun peluang tersebut semakin sempit karena gencarnya propaganda dan aksi dari lembaga-lembaga lingkungan hidup dunia seperti Green Peace, agar mengkonsumsi produk-produk kayu yang berasal dari pengelolaan hutan lestari.

78 (5) Persaingan Dari Perusahaan Sejenis Industri pulp nasional memiliki daya saing yang cukup kuat terhadap industri pulp sejenis di luar negeri. Kuatnya daya saing tersebut disebabkan karena biaya produksi pulp nasional termasuk salah satu yang termurah di dunia. Murahnya biaya bahan baku kayu di Indonesia karena inasih terdapatnya hutan alam serta cepatnya pertumbuhan hutan tanaman karena iklim tropis dibandingkan negara dengan iklim sedang dan dingin. Biaya produksi puip di bebarapa liegara produsen disajikan dalam Tabel 26. Tabel 26. Perbandingan Biaya Produksi Hardwood Pulp di Berbagai Negara (dalam US$ per ton) Kawasanmegara Biaya Biaya Total Biaya Manufaktur Modal Produksi Asia Pasifik (Indonesia) Eropa Barat Amerika Latin Amerika Utara I Jepang I 595 Sumber : Jaako Poyry 1999 dalam Ibnusantosa, (2000) Kuatnya daya saing industri pulp nasional dapat juga dilihat dari pangsa pasar dalam negeri yang tidak mengalami perbedaan yang cukup signifikan antara pengenaan proteksi berupa biaya masuk sebesar 5 persen sebelum tahun 1995 dan pembebasan bea lnasuk setelah tahun Keunggulan komparatif Indonesia dalam memproduksi pulp terutama didukung ole11 faktor endowment seperti bahan baku serat, biaya tenaga kerja dan biaya energi yang relatif rmrah dari negara lain. Perkembangan industri pulp yang sangat pesat dan didukung oleh keunggulan komparatif, mengantarkan Indonesia pada posisi yang diperhitung~an dunia internasional. Pada tahun 1990 posisi Indonesia berada di peringkat ke duapuluh dan melonjak menjadi peringkat 9 pada tahun 2003 dengan kapasitas terpasang 6,5 juta ton per tahun Lingkungan Internal Lingkungan internal merupakan aspek-aspek yang berada di dalam organisasi, yang secara langsung dapat dikendalikan untuk mencapai tujuan yang

79 telah ditetapkan. Adapun variabel yang berada dalam lingkungan internal tersebut meliputi : a) Sumberdaya dalam persaingan. Sumberdaya merupakan modal utama untuk mencapai kesuksesan Sumberdaya organisasi dapat berupa; fisik, finansial, sumberdaya manusia, dan sebagainya. Secara fisik letak Kabupaten Pelalawan sangat strategis berada di pantai timur pulau Sumatera. Sumberdaya alam yang ciimiliki untuk pengembangan hutan tanaman industri cukup memadai, diantaranya terdapat kawasan hutan produksi yang cukup luas untuk pembangunan HTI pulp, yang didukung pula oleh iklim yang sesuai pertumbuhan kayu hutan tanaman. untuk Dibidang ketenagakerjaan, industri pulp PT. Riau Andalan Pulp and Paper menyerap orang tenaga kerja yang terdiri dari Tenaga Kerja Asing 99 orang dan Tenaga Kerja Indonesia orang dengan kualifikasi Sarjana 333 orang, Sarjana Muda 217 orang, SLTA 977 orang, SLTP 76 orang, dan SD 27 orang. Kondisi sumberdaya manusia Kabupaten Pelalawan secara kuantitas cukup memadai, dari jumlah penduduk jiwa terdiri dari laki-laki 54,29 persen dan perempuan 45,71 persen. Jumlah pencari kerja tercatat sebanyak orang, dengan tingkat pendidikan Sekolah Dasar 2,97 persen, Sekolah Lanjutail Tingkat Pertama 5,56 persen, Sekolah Lanjutan Tingkat Atas 73,69 persen, Sarjana Muda 9,05 persen dan Sarjana 8,73 persen. Sebagai pembanding, Sensus Penduduk Tahun 2900 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan masyarakat Riau terdiri dari; tidak tamat SD sebesar 32,60 persen, ta~nat SD sebesar 33,34 persen, ta~nat SLTP 16,94 persen, tamat SLTA 15,3 persen dan Perguruan Tinggi 1,81 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa kualitas sumberdaya manusia di Riau (termasuk Pelalawan) masih relatif rendah. b) Posisi Pasar Sa~npai dengan saat ini sekitar 60 persen investasi industri pulp nasional berada di Riau yang dikelola dibawah manajemen PT. Indah Kiat Pulp and Paper di Kabupaten Siak dan PT. Riau Andalan Pulp and Paper di Kabupaten Pelalawan.

80 Sejalan dengan semakin berkembangnya perekonomian Provinsi Riau, dimana arus barang dan jasa serta modal terus bergulir dalam tatanan perekonomian global, maka saluran distribusi pulp akan semakin baik dan terintegrasi dengan pasar dunia. Salah satu yang menjadi alternatif untuk konsentrasi pembangunan Daerah Riau adalah pengembangan Sijori (Singapura, Johor dan Riau), IMS-GT (Indonesia, Malaysia dan Singapura Golden Triangle) dan IMT-GT (Indonesia, Malaysia, dan Thailand Golden Triangle). C) Kegiatan Produksi dan Operasi Industri pulp di Kabupaten Pelalawan termasuk ke dalam kategori industri besar dengan kapasitas terpasang sebesar ton per tahun, dengan realisasi produksi pada tahun 2004 rnencapai ton. Kegiatan operasi industri pulp telah berdampak negatif pada berbagai ha1 antara lain; penurunan kualitas udara akibat gas pollutan dan debu, timbulnya bau dan kebisingan, gangguan terhadap pengungsian satwa liar, dan sebagainya. Guna meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkan, perusahaan telah menggunakan teknologi terbaru dalam pemasakan pulp yakni Superbatch, dimana teknologi tersebut menghasilkan pulp dengan bilangan Kappa rendah sehingga meminimalisir terbentuknya senyawa dioksin Analisis Strategi Pengembangan Industri Pulp Berbasis HTI Dalam analisis strategi pengembangan industri pulp berbasis hutan tanaman industri terlebih dahulu dilakukan identifikasi faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman. Dari hasil inventarisasi faktor-faktor yang menjadi kekuatan dalam rnengembangkan industri pulp berbasis hutan tanaman di Kabupaten Pelalawan, antara lain : a. Tersedianya areal pencadangan lahan untgk pembangunan hutan tanaman industri sebagai pemasok industri pulp. b. Posisi strategis Kabupaten Pelalawan, merupakan potensi untuk berkembangnya perdagangan domestik dan internasional. c. Tersedianya tenaga kerja yang memadai di sektor kehutanan dan industri pengolahan hasil hutan.

81 d. Berkembangnya zona dan kawasan industri yang potensial untuk industri hilir produk kehutanan. e. Terdapatnya industri pulp PT. Riau Andalan Pulp and Paper yang merupakan industri pulp terbesar di Indonesia. Sedangkan faktor-faktor yang merupakan kelemahan dalam mengembangkan industri pulp berbasis HTI Pulp di Kabupaten Pelalawan, diantaranya adalah : a. Masih rendahnya realisasi pembangunan HTI Pulp sebagai pemasok bahan baku industri pulp. b. Belum tertibnya penggunaan lahan sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah. c. Masih rendahnya kemampuan pengusaha HTI dalam memenuhi persyaratan ekolabel. d. Masih besarnya ketergantungan bahan baku serat kepada hutan alam. e. Masih banyaknya okupasi dan klaim masyarakat terhadap areal HTI. Adapun faktor-faktor yang merupakan peluang daerah dalam mengembangkan industri pulp yang berbasis pada HTI, antara lain adalah : a. Meningkatnya konsumsi kertas dalam negeri dan dunia. b. Bertambahnya kewenangan daerah Kabupaten dalam pengawasan dan pengendalian pembangunan HTI pada era otonomi daerah. c. Adanya kerjasama sub-regional dengan negara tetangga (IMS-GT, IMT-GT). d. Kesesuaian lahan untuk pembangunan HTI e. Diberlakukannya AFTA dan APEC, menambah peluang pasar komoditi industri pulp. Sedangkan faktor-faktor yang merupakan ancaman bagi daerah Kabupaten Pelalawan dalam mengembangkan industri pulp berbasis HTI Pulp, antara lain : a. Banyaknya negara pesaing produk pulp, b. Seringnya terjadi kebakaran hutan dan lahan, c. Adanya persepsi masyarakat tentang industri pulp mencemari lingkungan,

82 d. Tidak seimbangnya daya dukung hutan produksi alam untuk mensuplai kapasitas terpasang industri primer hasil hutan kayu. e. Kebij akan sektor kehutanan yang sering berubah-ubah. Evaluasi terhadap faktor-faktor lingkungan eksternal organisasi berupa peluang dan ancaman maupun faktor-faktor lingkungan internal organisasi berupa kekuatan dan kelemahan, merupakan salah satu langkah penting dalam penyusunan strategi organisasi. Evaluasi faktor-faktor tersebut digambarkan dalam matrik, yaitu Matrik Evaluasi Fakto~ Eksteinal dan Matrik Evaluasi Faktor Internal Matrik Evaluasi Faktor Eksternal (EFE) Matrik EFE menggambarkan hasil evaluasi terhadap faktor-faktor lingkungan eksternal organisasi berupa peluang dan ancaman yang dihadapi dalam rangka mengembangkan industri pulp berbasis HTI yang disajikan dalam tabel berikut. Tabel 27. Matrik Eva~uasi Faktor Eksternal (EFE) dalam Mengembangkan Industri Pulp Berbasis HTI. Faktor-faktor Eksternal Kunci Peluang 1. Meningkatnya konsumsi kertas dunia 2. Kewenangan Daerah dalam Pengawasan Pengendalian pembangunan HTI. 3. Adanya kerjsama ekonomi sub-regional (IMS-GT, IMT-GT) 4. Kesesuaian lahan untuk pembangunan HTI Bobot 0,15 0,05 0,05 0,15 Peringkat Nilai Yang Dibobot. 0,45 0,lO 0,lO 0,45 5. Diberlakukannya AFTA dan APEC, menambah peluang pasar komoditi industri pulp Ancaman 1. Banyaknya negara pesaing produk pulp, 0,lO 0,lO 2 3 0,20 0,30 2. Seringnya terjadi kebakaran hutan dan lahan, 3. Adanya persepsi mssyarakat tentang industri pulp mencemari lingkungan, 4. Tidak seimbangnya daya dukung hutan produksi alam untuk mensuplai kapasitas terpasang industri primer hasil hutan kayu. 5. Stabilitas politik dan keamanan yang kurang pasti JUMLAH 0,07 0,Oj 0,15 0,13 1, ,14 0,lO 0,45 0,26 2,55 Dari Tabel 27 tersebut terlihat bahwa faktor kunci peluang yang harus dicermati dalam mengembangkan industri pulp adalah, meningkatnya konsumsi

83 kertas dunia dan kesesuaian lahan untuk HTI yang diindikasikan oleh bobot masing-masing sebesar 0,15 kemudian diikuti oleh faktor diberlakukannya AFTA dan APEC dengan bobot 0,lO. Dalam kenyataannya faktor peluang meningkatnya konsumsi kertas nasional dan internasional serta faktor kesesuaian lahan untuk pembangunan HTI Pulp telah direspon dengan baik yang diindikasikan oleh angka peringkatnya masing-masing sebesar 3. Sejalan dengan itu faktor-faktor ancaman utama yang harus diwaspadai dan diantisipasi dengan baik oleh stakeholders dalam mengembangkan industri pulp adalah faktor tidak seimbangnya daya dukung hutan produksi alam untuk mensuplai kapasitas terpasang industri primer hasil hutan kayu dengan bobot 0,15 dan diikuti oleh faktor Kebijakan sektor kehutanan yang sering berubahubah dengan bobot 0,13. Dalam kenyataannya respon yang diberikan oleh perusahaan terhadap kedua faktor ancaman tersebut sedang saja yang diindikasikan dengan peringkatnya berturut-turut 3 dan 2. Dari total nilai yang dibobot sebesar 2,55 dan mengacu kepada konsep David (2002), maka diperoleh gambaran bahwa strategi yang dilaksanakan dalam menghadapi dinamika eksternal pengembangan industri pulp berbasis HTI Pulp cukup kuat yaitu diatas rata-rata 2,50, dengan kata lain mampu memanfaatkan peluang dan sekaligus mengendalikan ancaman yang mungkin timbul Matrik Evaluasi Faktor Internal (EFI) Matrik EFI memberikan gambaran tentang hasil evaluasi terhadap faktor-faktor lingkungan internal organisasi berupa kekuatan dan kelamahan yang dihadapi daerah dalam rangka mengembangkan industri pulp berbasis HTI yang disajikan dalam Tabel 28. Dari tabel tersebut terlihat bahwa faktor kunci kekuatan yang harus dimanfaatkan secara optimal dalam mengembangkan industri pulp adalah; tersedianya areal pencadangan lahan HTI yang cukup luas dengan bobot sebesar 0,15 kemudian diikuti oleh besarnya kapasitas terpasang Industri Pulp dengan bobot 0,14 dan faktor posisi strategis daerah Kabupaten dengan bobot 0,lO. Dalam kenyataannya faktor kekuatan telah direspon dengan baik yang diindikasikan oleh angka peringkatnya masing-masing sebesar 4, 3, dan 3.

84 Tabel 28. Matrik Evaluasi Faktor Internal (EFI) dalam Mengembangkan Industri Pulp Berbasis HTI. Faktor-faktor Internal Kunci Kekuatan 1. Tersedianya areal pencadangan lahan HTI yang cukup luas 2. Posisi Kabupaten Pelalawan yang strategis untuk berkembangnya perdagangan domestik dan internasional 3. Tersedianya tenaga kerja szktor kehutanan yang memadai 4. Berkembangnya kawasan industri yang potensial untuk industri hilir produk kehutanan 5. Besarnya kapasitas terpasang industri pulp Kelemahan 1. Masih rendahnya realisasi pembangunan HTI Pulp di Kabupaten Pelalawan 2. Belum mantapnya pengaturan rencana tata ruang wilayah kabupaten 3. Banyaknya okupasi dan klaim masyarakat terhadap areal pencadangan HTI Pulp 4. Besarnya ketergentungan industri pulp terhadap bahan baku kayu serpih dari hutan alam 5. Masih rendahnya kemampuan pengusaha dalam memenuhi sertifikasi ekolabeling. JUMLAH Bobot 0,15 0,lO 0,07 0,09 0,14 0,12 0,05 0,lO 0,I 1 0,07 1,00 Peringkat Nilai Yang Dibobot. 0,60 0,30 0,2 1 0,27 0,56 0,12 0,lO 0,20 0,ll 0,14 2,6 1 Sejalan dengan itu faktor-faktor kunci kelemahan yang harus diperhatikan dan diatasi dengan baik oleh stakeholders dalam mengembangkan industri pulp adalah; faktor masih rendahnya realisasi pembangunan HTI Pulp di Kabupaten Pelalawan dengan bobot 0,12 dan diikuti oleh faktor besarnya ketergantungan industri pulp terhadap bahan baku kayu serpih dari hutan alam dengan bobot 0,11 serta banyaknya okupasi dan klaim masyarakat terhadap areal pencadangan HTI Pulp dengan bobot 0,lO. Dalam kenyataannya respon yang diberikan oleh perusahaan terhadap ketiga faktor kelemahan tersebut sedang saja yang diindikasikan dengan peringkatnya berturut-turut 1, 1 dan 2. Dari total nilai yang dibobot sebesar 2,61 dan mengacu kepada konsep David (2002), maka diperoleh gambaran bahwa strategi yang dilaksanakan dalam menghadapi lingkungan internal pengembangan industri pulp berbasis HTI Pulp nlemiliki posisi cukup kuat yaitu diatas rata-rata 2,50, dengan kata lain mampu n~emanfaatkan kekuatan dan sekaligus memini~llalisir kelemahan yang ada.

85 Berdasarkan hasil Evaluasi Faktor Eksternal (EFE) dan Evaluasi Faktor Internal (EFI), maka melalui analisis SWOT dihasilkan formulasi strategi yang tepat untuk pembangunan Industri Pulp, dengan menemukan kesesuaian antara kekuatan dan peluang secara optimal dan meminimalkan antara kelemahan dan ancaman, sebagaimana diperlihatkan pada Matrik SWOT pada Tabel 29. Tabel 29. Matrik SWOT Strategi Pengembangan Industri Pulp Berbasis HTI di Kabupaten Pelalawan. Opportunities (0) 1. Meningkatnya konsurnsi kertas dunia 2. Kewenangan Daerah dalam Pengawasan Pengendalian pembangunan HTI 3.Adanya kerjasama ekonomi sub-regional (IMS-GT, IMT- GT) 4. Kesesuaian lahan untuk pembangunan HTI 5. Diberlakukannya AFrA dan APEC, menambah peluang pasar komoditi industri pulp Threats (T) 1.BanYaknYa negara Pesaing produk pulp. 2.Seringnya terjadi kebakaran hutan dan lahan. 3.Adanya persepsi rnasyarakat tentang industri pulp rnencernari lingkungan. 4.Tidak seimbangnya daya dukung hutan produksi alam untuk mensuplai kapasitas terpasang industri primer hasil hutan kayu. 5. Kebijakan sektor kehutanan yang sering berubah-ubah Strengths (s). I.Tersedianya areal pencadangan lahan HTI yang cukup luas 2. Posisi Kabupaten Pelalawan yang strategis untuk berkembangnya perdagangan domesti k 3. Tenedianya tenaga kerja sektor kehutanan yang memadai 4. Berkembangnya kawasan industri yang potensial untuk industri hilir produk kehutanan 5. Besarnya kapasitas terpasang industri pulp Strategi SO 1. Meningkatkan produktivitas industri pulp (5.1, 52, 53, 55, 01, 03, 04, 05) 2. Pengembangan Kawasan Sentra Produksi (51, 53, 55, 01, 02, 03,04) Strategi ST 1 Penguatan Days Saing lndustri Pulp (Sl, SZ, 53, s4, 55, T~ 2. Penci~taan Produksi Bersih Sertifikasi Ekolabel (S4,S5,T3, T4) Weakness (W) 1. Masih rendahnya realisasi pembangunan HTI Pulp di Kabupaten Pelalawan 2. Belum mantapnya pengaturan rencana tata ruang wilayah kabupaten 3. Banyaknya okupasi dan klaim masyarakat terhadap areal pencadangan HTI Pulp 4. Besarnya ketergantungan industri pulp terhadap bahan baku kayu serpih dari hutan alam 5. Masih rendahnya kemampuan pengusaha dalam rnemenuhi sertifikasi ekolabeling. Strategi WO 1. Pernberdayaan masyarakat (Wl, W3, W5, 01, 02, 03, 04, 05) 2. Pengawasan dan Pengendalian (Wl, W2, W3, W4, W5, 01, 02, 03, 05) Strategi WT 1. Pengembangan produktivitas HTI Pulp (WI, W3, W4, TI, T4, T5) 2. Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan (W2, W3, W5, T2) 3. Penciptaan Stabilitas Politik dan Keamanan (W2, W3, T5)

86 Dari matriks SWOT diatas diperoleh sembilan alternatif strategi yang dapat dilakukan dalam mengembangkan industri pulp di Kabupaten Pelalawan, yaitu : (1) meningkatkan produktivitas industri pulp, (2) Pengembangan kawasan sentra produksi, (3) pemberdayaan masyarakat (4) pengawasan dan pengendalian, (5) penguatan daya saing industri pulp, (6) penciptaan produksi bersih dan sertifikasi ekolabel, (7) pengembangan produktivitas HTI Pulp, (8) pencegahan kebakara~ hntan dan lahan, dan (Q) penciptaan sebilitas politik dan keamanan. Untuk menentukan prioritas strategi, maka berbagai alternatif strategi yang telah diperoleh dengan analisis SWOT diurutkan peringkatnya berdasarkan atas nilai bobotnya. Nilai bobot diperoleh dengan menjumlahkan bobot dari masing-masing faktor strategis yang membentuk alternatif strategi dan dibagi dengan jumlah faktor yang membentuknya, selanjutnya diurutkan dari nilai yang tertinggi hingga terendah untuk menentukan peringkatnya. Pada tabel berikut ini disajikan peringkat dari alternatif strategi berdasarkan bobot faktor yar,g membentuknya. No Tabel 30. Alternatif Strategi Berdasarkan Peringkat. Alternatif Strategi Pengembangan produktivitas HTI pulp Meningkatkan produktivitas industri pulp Pengembangan kawasan sentra produksi Penguatan daya saing industri pulp Penciptaan produksi bersih dan sertifikasi ekolabel Pemberdayaan masyarakat Penciptaan stabilitas politik dan keamanan Pengawasan dan pengendalian Pencegahan kebakaran hutan dan lahan Rata-rata Bobot 0,1183 0,1138 0,1086 0,1083 0,1075 0,0988 0,0933 0,0889 0,0725 Ranking Analisis Peran Sektor Kehutanan Dalam Pembangunan Daerah Berdasarkan identifikasi terhadap tujuan ekonomi pengusahaan hutan diperoleh beberapa peran sektor kehutanan termasuk industri hasil hutan sebagaimana diuraikan berikut :

87 5.6.1 Penciptaan Devisa Besarnya devisa dihitung berdasarkan selisih kegiatan ekspor dan impor. Nilai ekspor pulp dari Kabupaten Pelalawan dapat dilihat pada Tabel 20, dimana pada Tahun 2004 nilai devisa yang dihasilkan adalah sebesar US$ ,36. Berdasarkan hasil penelitian Kusumawati (2001) bahwa untuk memproduksi kayu olahan dibutuhkan beberapa komponen dan bahan baku penolong impor, yang besarnya rata-rata 5 persen dari nilai ekspor. Dengan demikian dapat diprediksi bahwa devisa dari ekspor pulp pada Tahun 2004 adalah sebesar US$ ,39 atau dibulatkan menjadi US$ , Penciptaan Nilai Tambah PDRB Besarnya nilai tambah PDRB atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha di Kabupaten Pelalawan pada Tahun 2003 adalah sebesar Rp ,06 juta. Sektor Kehutanan menyumbang sebesar Rp ,56 juta (21,21 persen). Sedangkan sektor industri besarlsedang menyumbang sebesar Rp ,30 juta (1337 persen). Dengan persentase 80 persen terhadap total nilai tambah industri, PT. Riau Andalan Pulp and Paper menempatkan pengolahan hasil pertanian dan kehutanan menjadi bagian penting dalam peta perindustrian pelalawan. Investasi untuk industri hasil pertanian dan kehutanan paling besar dibandingkan jenis lain, Rp milyar setara dengan 99,99 persen nilai investasi total. Nilai produksi Rp 33 milyar atau sama dengan 80 persen nilai produksi industri total (Kompas, 13 Mei 2003). Jika diasumsikan bahwa industri kehutanan memegang peranan sebesar 80perzen dari total industri pengolahan di Kabupaten Peialawan, maka PDRB industri perkayuan sekitar 0,80 x Rp ,30 juia = Rp ,24 juta. Dengan demikian total PDRB sektor kehutanan dan industri kehutanan menyumbang sebesar Rp ,86 juta atau setara dengan 40,78 persen pada total PDRB Kabupaten Pelalawan Penyerapan Tenaga Kerja Dibidang ketenagakerjaan, industri pulp PT. Riau Andalan Pulp and Paper menyerap orang tenaga kerja yang terdiri dari Tenaga Kerja Asing 99 orang

88 dan Tenaga Kerja Indonesia orang dengan kualifikasi Sarjana 333 orang, Sarjana Muda 217 orang, SLTA 977 orang, SLTP 76 orang, dan SD 27 orang. Dengan asumsi bahwz di bidang pembangunan hutan tanaman industri untuk kegiatan penyiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, dan lain-lain diperlukan tenaga kerja sebanyak 250 HOK per hektar, kebutuhan untuk pemanenan sebanyak 15 HOK per hektar, dan hari kerja efektif sebanyak 250 hari per tahun, maka untuk pelaksanaan pembangunan hutan tanaman industri di Kabupaten Pelalawan seluas f hektar atau hektar per tahun dapat menyerap tenaga kerja sebanyak orang. Dengan demikian pembangunan hutan tanaman industri dan industri pulp dapat menyerap tenaga kerja sebanyak orang Penerimaan Pungutan/!uran Kehutanan Pungutan di bidang kehutanan meliputi Iuran HPH/HTI, PSDH dan DR. Iwan HPHTI yang diterima negara atas penerbitan Izin Usaha Pemanfaatan Hutan. Pada tahun 2002 dan 2003 telah diberikan izin kepada 22 perusahaan Hutan Tanaman Industri dengan luas areal konsesi seluas hektar dengan jumlah iuran sebesar Rp ,OO. Sedangkan penerimaan PSDH pada Tahun 2004 adalah sebesar Rp ,82 dan DR sebesar (US$ ,59 + Rp ,86). Adapun rincian penerimaan PSDH dan DR di Kabupaten Pelalawan sejak tahun sampai dengan 2004 disajikan pada Tabel 31 berikut. Tabel 3 1. Realisasi Penerimaan PSDH dan DR Kabupaten Pelalawan Tahun No 1 Tahun I 2001 PSDH (RP) ,68 (US $) DR (RP) I I I I I Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Riau, 2005

89 Selain pungutan-pungutan tersebut, di Kabupaten Pelalawan telah diatur pula pengenaan retribusi terhadap Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) dan IPK Hutan Rakyat pada Tanah Hak Milik. Sesuai Peraturan Daerah Kabupaten Pelalawan Nomor 15 Tahun 2003 tentang IPK, terhadap jasa pelayanan perizinan dikenakan retribusi sebesar Rp per hektar. Selanjutnya berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2003 tentang IPK Hutan Rakyat, dikenakan retribusi sebesar Rp per meter kubik untuk kayu pertukangan dan Rp per meter kubik kelompok bahan baku serpih.

90 VI. RANCANGAN STRATEGIS PEMBANGUNAN INDUSTRI PULP BERBASIS HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI KABUPATEN PELALAWAN 6.1. Visi dan Misi Kabupaten Pelalawan Pembangunan Daerah Kabupaten Pelalawan merupakan rangkaian proses jangka panjang yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lahir dan batin daiam bidang ekonomi, sosiai budaya, poiitik dan keamanan yang telah dirumuskan didalam visi dan misi Pemerintah Kabupaten Pelalawan. Visi Kabupaten Pelalawan 2030 adalah :"Tenvujudnya Kabupaten Pelalawan yang maju dan sejahtera, melalui pemberdayaan ekonomi kerakyatan yang didukung oleh pertanian yang unggul dan industri yang tangguh dalam masyarakat yang beradat, beriman, bertaqwa dan berbudaya Melayu tahun 2030". Untuk mewujudkan visi tersebut diatas, misi yang diemban oleh Pemerintah Kabupaten Pelalawan, adalah : (I) Meningkatkan kualitas kehidupan dengan terpenuhinya kebutlihan dasar, sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, bermartabat dan berbudaya. (2) Menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat melalui pembangunan usaha ekonomi kerakyatan, (3) Meningkatkan hasil dan mutu pertanian melalui pemanfaatan teknologi berbasis agroindustri dan agribisnis serta pengelolaan hutan yang lestari, (4) Menciptakan dan membina industri yang inampu menghasilkan produk yang berdaya saing dan berwawasan lingkungan. (5) Peningkatan pengamalan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari melalui pendidikan agama dan meinfungsikan lembaga-lembaga keagamaan sebclgai wadah pembinaan umat. Dari lirna misi tersebut diatas, apabila dikaitkan dengan topik kajian peinbangunan daerah, setidaknya terdapat tiga misi yang saling menunjang dalam pengembangan industri pulp berbasis hutan tanaman industri di Kabupaten Pelalawan, yaitu meningkatkan hasil dan mutu pertanian melalui pemanfaatan teknologi berbasis agroindustri dan agribisnis serta pengelolaan hutan yang

91 lestari, menciptakan dan membina industri yang mampu menghasilkan produk yang berdaya saing dzn bemawasan lingkungan, dan menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat melalui pembangunan usaha ekonomi kerakyatan Strategi Pembangunan Industri Pulp Berbasis Hutan Tanaman lndustri Pulp Berdasarkan hasil analisis SWOT pada bahasan terdahulu telah dirumuskan sembilan alternatif strategi-strategi yang dapat dilaksanakan daiam mengoptimalkan operasional industri pulp di Kabupaten Pelalawan. Llntuk mengimplementasikan strategi tersebut dilakukan analisis sebagai berikut : S trategi Pengem bangan Produktivitas Hutan Tanaman Industri Pulp Strategi ini diciptakan dengan maksud mengatasi kelemahan berupa masih rendahnya realisasi pembangunan HTI Pulp di Kabupaten Pelalawan, banyaknya okupasi dan klaim masyarakat terhadap areal pencadangan HTI Pulp, serta besarnya ketergantungan industri pulp terhadap bahan baku kayu serpih dari hutan alam; dengan mengendalikan ancaman berupa banyaknya negara pesaing produk pulp, tidak seimbangnya daya dukung hutan tanaman industri untuk mensuplai ka~asitas terpasang industri primer hasil hutan kayu, dan kebijakan sektor kehutanan yang sering berubah-ubah. Kenyataannya secara kuantitas pengembangan HTI Pulp di Kabupaten Pelalawan dari tahun ke tahun terus bertambail, akan tetapi percepatan pembangunannya relatif latnbat. Adapun kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pengembangannya meliputi antara lain ; okupasi dan klaim masyarakat terhadap areal pencadangan HTI, ancaman kebakaran hutan dan lahan yang setiap tahun masih terjadi, cerlambatnya penanaman dari jadwal yang telah ditetapkan karena lambatnya proses land clearing dan pemanfaatan kayu, sehingga realisasi penanaman salnpai dengan tahun 2004 baru mencapai 60,49 persen. Dalaln jangka panjang suplai bahan baku kayu dari hutan tanaman industri yang terintegrasi dengan industri pulp belum akan terpenuhi secara lestari. Strategi yang dapat dilakukan adalah dengan membangun kemitraan densan perusahaan-perusahaan hutan tanaman industri yang ada di Kabupaten Pelalawan dan diluar Kabupaten Pelalawan yang tidak terintegrasi dengan industri

92 primer hasil hutan kayu. Seiain itu perlu pula ditumbuh-kembangkan usaha-usaha ekoilomi kerakyatan dalam bentuk pembangunan hutan tanaman rakyat oleh keloinpok-kelompok masyarakat, koperasi dan kelompok tani hutan. Kenyataannya sampai saat ini telah terjalin kemitraan antara PT. Riau Andalan Pulp and Paper dengan 23 perusahaan HTI dengan luas areal hektar (efektif hektar) dan 30 Kelompok Tani Hutan Tanaman Rakyat dengan luas areal hektar (efektif hektar). Sehubungan dengan ha1 tersebut guna mendukung kebutuhan bahan baku kayu industri pulp, maka keberhasilan pembangunan HTI Pulp harus dapat tenvujud dengan mengarasi berbagai permasalahan yang ada, melalui pengelolaan hutan secara lestari dengan tetap memperhatikan aspek kelestarian fungsi produksi, kelestarian fungsi ekologi (lingkungan), dan kelestarian fungsi sosial Strategi Peningkatan Produktivitas Industri Pulp Strategi ini merupakan penjabaran dari perpaduan antara kekuatan yang dimiliki ber~pa; tersedianya areal pencadangan lahan HTI ydng cukup luas, posisi Kabupaten Pelalawan yang strategis untuk perdagangan, tersedianya tenaga kerja sektor kehutanan yang memadai, dan besarnya kapasitas terpasang industri pulp; dengan peluang yang ada berupa; meningkatnya konsumsi kertas dunia, adanya kerjasama ekonomi regional (IMS-GT, IMT-GT), kesesuaian lahan untuk pembangunan HTI, serta akan diberlakukannya AFTA dan APEC menambah peluang pasar komoditi pulp. Untuk mencapai tingkat efisiensi dan produktivitas yang tinggi dari industri pulp, industri harus bekerja pads kapasitas terpasang 2 juta ton per tahun. Pada tahun 2004 industri baru mampu memproduksi pulp sebesar ton atau 78,57 persen dari kapasitas terpasang. Untuk meningkatkan produksi pulp tersebut, maka ketersediaan bahan baku kayu serat memiliki peranan yang sangat strategis. Pada kenyataannya produksi kayu dari HTI Pulp PT. RAPP masih sangat kecil jika dibandingkan dengan kayu yang berasal dari hutan alam. Pada tahun 2004 tercatat realisasi pasokan bahan baku dari tebangan HTI Pulp PT. RAPP sebesar meter kubik, dari HTI lainnya sebesar meter kubik, serta dari hutan alam sebesar meter kubik. Oleh karena itu

93 pembangunan HTI Pu!p merupakan syarat mutlak yang rnesti ditempuh guna menjamin kontinuitas bahan baku kayu dan melepaskan ketergantungan dari hutan produksi alam menuju prinsip pengelolaan hutan lestari (sustainable forest management) yang ramah lingkungan. Dalam upaya meningkatkan nilai tambah dari industri pulp dapat pula dilakukan proses lanjutan menjadi produk kertas. Peningkatan proses industri lanjutan ini akan memberikan nilai tambah yang akan berdampak pula terhadap penambahan lapangan kerja, peningkatan devisa serta produk domestik regional brutc (PDRB) Pengembangan Kawasan Sentra Produksi Strategi ini dirumuskan dengan memanfaatkan kekuatan yang dimiliki berupa; tersedianya areal pencadangan HTI yang cukup luas, tersedianya tenaga kerja sektor kehutanan yang memadai, dan besarnya kapasitas terpasang industri pulp dengan memanfaatkan peluang yang ada berupa; meningkatnya konsumsi kertas dunia, kewenangan pengawasan dan pengendalian pembangunan HTI di daerah otonom, adanya kerjasama ekonomi regional, dan kesesuaian lahan untuk pembangunan HTI. Untuk mendukung strategi tersebut, maka peningkatan sarana transportasi jalan perlu mendapat prioritas, karena dengan baiknya sarana jalan akan dapat menghubungkan dan mengembangkan kawasan-kawasar~ yang potensial dan terisolir untuk mendukung pengembangan industri pulp. Kenyataannya kondisi jalan di Kabupaten Pelalawan masih terbatas, ditambah lagi kondisi jalan yang ada mengalami rusak cukup berat terutama pada ruas jalan lintas timur Sumatera, sehingga dapat menghambat pengangkutan bahan baku kayu dari kawasan produksi ke pabrik maupun untuk memasarkan produk pulp. Oleh karena itu peningkatan sarana jalan sangat diperlukan dalam rangka memperlancar arus barang dan jasa, sehingga permasalahan-permasalahan yang timbul akibat kurang baiknya kondisi sarana transportasi dapat teratasi dan pada gilirannya akan berimplikasi pada penghematan biaya angkut dan mengurangi biaya produksi Penguatan Daya Saing Industri Pulp Strategi ini merupakan pemanfaatan kekuatan berupa; tersedianya areal pencadangan lahan HTI yang cukup luas, posisi Kabupaten Pelalawan yang

94 strategis untuk berkembangnya perdagangan domestik dan internasional, tersedianya tenaga kerja sektor kehutanan yang memadai, berkembangnya kawasan industri yang potensial untuk industri hilir produk kehutanan, dan besarnya kapasitas terpasang industri pulp; untuk mengatasi ancaman berupa banyaknya negara pesaing produk pulp. Strategi ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan keunggulan komparatif yang dimiliki Kabupaten Pelalawan yang meliputi; relatif rendahnya biaya produksi (biaya bahan baku kayu, biaya tenaga kerja dan biaya energi) jika dibandingkan negara-negara lain Penciptaan Produksi Bersih dan Sertifikasi Ekolabel Strategi ini merupakan pemanfaatan kekuatan berupa; berkembangnya kawasan industri yang potensial untuk industri hilir produk kehutanan dan besarnya kapasitas terpasang industri pulp untuk mengatasi ancaman berupa adanya persepsi masyarakat tentang industri pulp yang mencemari lingkungan, dan tidak seimbangnya daya dukung hutan produksi alam untuk mensuplai kapasitas terpasang industri primer hasil hutan kayu. Strategi ini ditujukan untuk merninimalisir limbah (waste minimisation) dalam rangka mengurangi resiko lingkungan dan mencegah pencemaran (pollution prevention), dengan melakukan penataan pada proses dan operasi industri. Selanjutnya strategi ini juga ditujukan untuk menggunakan bahan baku kayu yang diperoleh dari pengelolaan hutan lestari (sustainable forest management) yaitu hutan tanaman industri yang memiliki sertifikasi ekolabel. Kenyataannya kegiatan operasi dan produksi pulp di Kabupaten Pelalawan telah menitnbulkan dampak negatif berupa penurunan kualitas lingkungan yang terindikasi oleh kotornya udara akibat asap yang dikeluarkan pabrik, bau yang menyengat akibat proses pulping. Disamping itu suplai bahan baku kayu sebagian besar masih berasal dari hutan alam yang tidak memiliki sertifikasi ekolabel. Sehubungan dengan ha1 tersebut, maka strategi penciptaan produksi bersih dapat ditempuh melalui perlakuan berikut, yaitu : (1) menata sumber pencemaran, yang dapat dilakukan melalui perubahan proses produksi, (2) melakukan daur ulang, melalui pemulihan bahan (recovery) dan menggunakan kembali material yang telah digunakan serta pemanfaatan limbah yang dapat menghasilkan produk sanipingan (by product), dan (3) modifikasi produk.

95 Sedangkan untuk mendapatkan sertifikasi ekolabel diupayakan pembelianl penggunaan bahan baku kayu yang berasal dari pengelolaan hutan produksi lestari Pemberdayaan Masyarakat Strategi ini disusun mslalui pemanfaatan peluang yang dimiliki berupa; meningkatnya konsumsi kertas dunia, kewenangan pengawasan dan pengendalian pembangunari ETI, adanya kerjasama.ekon~mi regional (Ibis-CT, IMT-GT), kesesuaian lahan untuk pembangunan HTI, serta akan diberlakukannya AFTA dan APEC menzmbah peluang pasar komoditi pulpberkembangnya kawasan industri yang potensial untuk industri hilir produk kehutanan dan besarnya kapasitas terpasang industri pulp; dengan mengerdalikan kelemahan berupa; masih rendahnya realisasi pembangunan HTI Pulp di Kabupaten Pelalawan, banyaknya okupasi dan klaim masyarakat terhadap areal pencadangan HTI Pulp, serta masih rendahnya kemampuan pengusaha dalam memenuhi sertifikasi ekolabeling. Pemberdayaan masyarakat terutama yang berada di sekitar lokasi HTI dan industri pulp perlu ditingkatkan melalui kerjasama permanen guna meminimalisir konflik sosial yang timbul. Disamping itu pengembangan industri pulp perlu diintegrasikan dengan ekonomi rakyat lokal sebagai bagian dari pelaksanaan otonomi daerah yang sedang dikembangkan. Kerjasama dapat dilakukan melalui kegiatan silvobisnis yang berorientasi pada kerjasama antara masyarakat dengan perusahaan HTI dan perusahaan industri pulp, dengan melakukan penanaman jenis kayu komersial terutama jenis kayu untuk pulp. Pola kerjasama dapat dilakukan dalam bentuk : (1) pemberian kontrak kerja kepada masyarakat / kelompok masyarakat di sekitar lokasi industri puip dan HTI seperti jasa pensangkutan dan pemeliharaan tanaman, (2) kepemilikan saham, dimana masyarakat ikut andil dalam kepemilikan saham perusahaan industri pulp maupun HTI Pulp, sehingga dengan demikian masyarakat ikut merasa memiliki usaha yang ada. Kenyataannya selama ini telah terjalin kerjasama antara perusahaan industri pulp PT. Riau Andalan Pulp and Paper dengan masyarakat sekitarnya, yaitu dalam bentuk Program Pemberdayaan Masyarakat Riau (PPMR).

96 6.2.7 Penciptaan Stabilitas Politik dan Keamanan Strategi iili disusun dalam rangka mengatasi kelemahan berupa; belum mantapnya pengaturan tata ruang wilayah kabupaten dan banyaknya okupasi dan klaim masyarakat terhadap areal pencadangan HTI Pulp; dengan menghindari ancaman berupa kebijakan sektor kehutanan yang sering berubah-ubah. Kondisi sosial politik yang tidak stabil akan mempengaruhi kondisi ekonomi dan pada giiirannya akan menpengaruhi permintaan pulp di dalam dan di!uar negeri. Untuk itu diharapkan agar semua pihak ikut berperan dalam menciptakan stabilitas politik dan keamanan dalam negeri baik secara langsung maupun tidak langsung, agar terciptanya iklim yang kondusif dalam melakukan usaha dalam rangka mempercepat pemulihan ekonomi nasional, disamping itu juga diperlukan jaminan kepastian berusaha yang disertai dengan penegakan hukum yang mantap Pengawasan dan Pengendalian Strategi ini merupakan pemanfaatan 2eluang berupa; meningkatnya konsumsi kertas dunia, kewenangan Pengawasan Pengendalian pembangunan HTI pada daerah otonom, adanya kerjasama ekonomi sub-regional (IMS-GT, IMT- GT), diberlakukannya AFTA dan APEC menambah peluang pasar komoditi industri pulp, dengan mengatasi kelemahan berupa; masih rendahnya realisasi pembangunan HTI Pulp di Kabupaten Pelalawan, belum rnantapnya pengaturan rencana tata ruang wilayah kabupaten, banyaknya ok~pasi dan klaim masyarakat terhadap areal pencadangan HTI Pulp, besarnya ketergantungan industri pulp terhadap bahan baku kayu serpih dari hutan alam, dan masih rendahnya kemampuan pengusah3 dalam memenuhi sertifikasi ekolabeling. Aspek pengawasan dan pengendalian yang dilakukan meliputi antara lain; jaminan tentang kepastian usaha, penyelesaian sengketa lahan antara pengusaha dengan masyarakat, penciptaan iklim yang kondusif untuk terjalinnya hubungan yang harmonis dan saling menguntungkan, disamping itu juga dapat dilakukan dalam bentuk bimbingan teknis dan administrasi, serta evaluasi terhadap pelaksanaan pembangunan HTI. Kenyataan sampai dengan saat ini masih ditemukan banyak kasus-kasus sengketa lahan yang belum dapat diselesaikan, diindikasikan oleh masih

97 banyaknya tuntutanlklaim dari berbagai pihak antara lain, masyarakat desa, masyarakat adat, kelompok tani, perusahaan perkebunan, dan koperasi. Oleh karena itu sejalan dengan semangat dan pelaksanaan otonomi daerah yang memberikan kewenangan yang luas kepada daerah kabupaten untuk inengatur rumah tangganya sendiri, maka peranannya dalam memfasilitasi penyelesaian sengketa lahan agar ditingkatkan, supaya perusahaan mendapatkan jaminan dan kepastian berusaha. Dalarn kegiatan pengawasan dan pengendalian, pemerintah perlu menciptakan sistem pengawasan yang efektif untuk membuat perusahaan HTI menjalankan kewajibannya dengan baik, dengan memperhatikan unsur-unsur pendukung sistem tersebut antara lain : (1) perlu diciptakan adanya standar kerja sebagai alat pengawasan kinerja, (2) perlu adanya pihak penilai independen yang memiliki kompetensi, (3) perlu penyederhanaan birokrasi dan perizinan, (4) perlu adanya insentif bai perusahaan yang berkinerja baik, dan (5) pemberian sanksi yang tegas kepada perusahaan yang melanggar ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan Strategi ini diciptakan untuk mengatasi kelemahan berupa : belum mantapnya pengaturan rencana tata ruang wilayah kabupaten, banyaknya okupasi dan klaim masyarakat terhadap areal pencadangan HTI Pulp, dan masih rendahnya kemampuan pengusaha dalam memenuhi sertifikasi ekolabel, dengan mengendalikan ancaman berupa seringnya terjadi kebakaran hutan dan lahan. Sebagaiinana kenyataannya, hampir setiap tahun terjadi kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau (termasuk Kabupaten Pelalawan), yang selaina 5 tahun terakhir mencapai luas hektar. Apabila 'diklasifikasikan menurut peruntukan lahan, maka persentase kejadian kebakaran hutan dan lahan menurut data Dinas Kehutanan Provinsi Riau (2004), sebagian besar pada Areal Pengg~~naan Lain 43 persen, areal perkebunan 22 persen, areal HTI 15 persen, dan HPH 13 persen. Untuk mengendalikan kejadian kebakaran hutan dan lahan tersebut diperlukan strategi berupa peningkatan kewaspadaan dengan perangkat bahaya dini (early warning system) dan pencegahan bahaya kebakaran hutan dan lahan melaui upaya : (1) meningkatkan patroli rutin pada musim kemarau, (2) membangun menara-menara pengawas untuk mendeteksi secara dini titik-titik api,

98 (3) membangun jaiur-jalur isolasi dengan penanaman jenis-jenis pohon yang tahan terhadap kebakaran, dan (4) membentuk sistem penanggulangan kebakaran hutan dan Iahan yang lengkap dan tangguh Perancangan Program Strategis Proses manajemen strategis belum berakhir ketika alternatif strategi telah diputuskan, akan tetapi harus ada penerjemahan pemikiran strategis menjadi tindakar. strategis. Berdasarkan strategi-strategi yang telah ditetapkan diatas, untuk lebih memberikan arah dalam pelaksanaannya, maka perlu dirumuskan rancangan program-program Strategis yang akan dilaksanakan didalam upaya untuk mencapai optimalisasi pembangunan industri pulp berbasis hutan tanaman industri pulp di Kabupaten Pelalawan. Adapun rancangan program strategis untuk setiap strategi yang ditetapkan dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 32. Matriks Strategi, Kehijaksanaan dan Implementasi Pengembangan Industri Pulp Berbasis HTI Pulp di Kabupaten Pelalawan. No Strategi Kebijaksanaan Implementasi 1 2 Pengembangan Produktivitas HTI Pulp Meningkatkan Produktivitas Industri Pulp Kelola HTI secara lestari Maksimalkan produksi sesuai kapasitas temasang Melalui sasaran : 1. Kelestarian fungsi produksi 2. Kelestarian fungsi ekologi 3. Kelestarian fungsi Sosial Diupayakan melalui : 1. Penuhi kebutuhan bahan baku kayu 2. Tingkatkan kontribusi bahan baku dari HTI Pulp Pengembangan Kawasan Sentra Proc'uksi Penguatan Daya Saing Industri Pulp Penciptaan Produksi Bersih dan Sertifikasi Ekolabel Peningkatan Sarana Transportasi/Aksesibilitas Maksimalkan pemanfaatan keunggulan komparatif 1. Minimalisasi Limbah Integrasikan dengan sektor trans-portasi berupa : 1. Pembangunan jalan baru 2. Peningkatan jalan yang ada 3. Pemeliharaan jalm yang ada Pemanfaatan melalui : 1. Relatif rendahnya biaya produksi (bahan baku kayu dan energi). 2. Murahnya biaya tenaga kerja Diupayakan melalui : 1. Penataan sumber pencemaran 2. Lakukan daur ulang 3. Modifikasi produk

99 No Strategi 6 Pemberdayaan masyarakat 8 9 Politik dan Keamanan Pengawasan dan Pengendalian Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan baku Ciptakan kerjasama permanen dengan masyarakat Ciptakan iklim kondusif untuk berusaha. Tingkatkan pengawasan dan pengendalian terhadap pengelolaan hutan produksi Tingkatkan kewaspadaan terhadap bahaya kebakaran 1. Meningkatkan efisiensi pemanenan HTI 2. Pembelian bahan baku kayu dari hutan tanaman yang dikelola secara lestari. Diupayakan melalui : 1. Program Pemberdayaan Masyarakat Riau (PPMR) 2. Pengembangan ekonorni lokal 3. Kepemilikan sahan~ 4. Pemberian kontrak kerja Diupayakan melalui : 1. Jaminan kepastian hukum 2. Jaminan kepastian berusaha 3. Jarninan kearnanan Dilakukan melalui : 1. Bimbingan teknis & administrasi 2. Penyelesaian sengketa lahan 3. Ciptakan sistem pengawasan yang efektif. Diupayakan melalui : 1. Peningkatan patroli rutin 2. Sistem deteksi dini (EWS) 3. Buat jalur isolasi tanaman. 4. Membentuk satgas penanggu-langan kebakaran hutan & lahan

100 VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis terhadap hasil kajian dan pembahasan yang dilakukan serta berpedoman kepada tujuan kajian ini, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Pembangunan industri pulp berbasis pada hutan tanaman industri pulp di Kabupaten Pelalawan pada tingkat suku bunga pinjaman 15 persen layak untuk dikembangkan karena memberikan NPV positif, IRR lebih besar dari tingkat suku bunga bank dan Net BIC lebih besar dari I. Perhitungan kelayakan usaha hutan tanaman industri memberikan nilai NPV sebesar Rp ,-, IRR sebesar 17,06 persen dan Net BIC sebesar 1,29. Perhitungan kelayakan usaha industri pulp memberikan nilai NPV sebesar Rp ,-, IRR sebesar 31,37 persen dan Net BIC sebesar Pembangunan industri pulp berbasis pada hutan tanaman industri di Kabupaten Pelalawan menunjukkan kurang sensitif terhadap perubahanperubahan biaya produksi dan perubahan harga jual. Peningkatan biaya produksi hutan tanaman industri sebesar 10 persen atau penurunan harga jual kyayu sebesar 10 persen, menunjukkan investasi pembangunan hutan tanaman industri pulp masih layak untuk diusahakan. Selanjutnya peningkatan biaya produksi industri pulp sebesar 10 persen atau penurunan harga jual pulp sebesar 10 persen, menunjukkan investasi pembangunan industri pulp masih layak untuk diusahakan. 3. Pembangunan hutan tanaman industri dan operasional industri pulp di Kabupaten Pelalawan telah mampu menyerap tenaga kerja langsung sebanyak orang. Dengan asumsi satu tenaga kerja memiliki anggota keluarga sebanyak 3 orang; maka pengusahaan industri pulp berbasis pada hutan tanaman akan mampu menghidupi j iwa. 4. Pungutanliuran kehutanan di Kabupaten Pelalawan selama periode telah memberikan penerimaan terhadap keuangan negara berupa PSDH dan DR sebesar Rp ,- dan US$ ,40. Disamping itu total PDRB sektor kehutanan dan industri kehutanan menyumbang sebesar

101 Rp atau setara dengan 40,78 persen dari total PDRB Kabupaten Pelalawan. 5. Pembangunan industri pulp berbasis hutan tanaman industri di Kabupaten Pelalawan harus dilakukan dengan melakukan ekstensifikasi areal hutan tanaman industri menjadi hektar per tahun dan intensifikasi berupa peningkatan potensi tegakan di atas 189 meter kubik per hektar; baik hutan tanaman industri mauptin hutan tanaman rakyat, yang disertai dengan restrukturisasi industri pulp. 6. Untuk terwujudkannya pembangunan industri pulp bsrbasis pada hutan tanaman industri perlu dilakukan alternatif strategi berupa pengembangan produktivitas hutan tanaman industri, pengembangan produktivitas industri pulp serta pengembangan kawasan sentra produksi hutan tanaman industri. Selain itu perlu pula dilakukan penguatan daya saing industri pulp dengan penciptaan produksi bersih dan bersertifikasi ekolabel, disertai dengan pemberdayaan masyarakat. Namun ha1 yang tidak kalah penting adalah pencegahan kebakaran hutan dan lahan dengan pengawasan dan pengendalian yang ketat serta stabilitas politik dan keamanan Saran 1. Pengembangkan produktivitas industri pulp pada tingkat kapasitas produksi sangat ditentukan oleh daya dukung bahan baku yang lestari dari hutan tanaman industri. Oleh karena itu perlu dilakukan penambahan luas areal konsesi netto menjadi hektar. Selain itu perlu pula dikembangkan jenis-jenis tanaman yang memiliki potensi tegakan diatas 189 meter kubik per hektar. 2. Sektor kehutanan di Kabupatcn Pelalawan memberikan peran yang cukup besar terhadap PDRB, oleh karena itu harus dijadikan sektor basis didalam pembangunan daerah kabupaten dan dijaga kelestarian fungsi hutannya sehingga dapat berfungsi ekonomi, ekologi dan sosial. Selain itu perlu dilakukan penyesuaian terhadap tarif PSDH kayu bahan baku serpih dari 1 persen menjadi 10 persen dari harga pasar, sehingga penerimaan ncgara dan daerah dari dana perimbangan PSDH meningkat menjadi 10 kali lipat.

102 3. Agar tercipta har~nonisasi antara perusahaan dengan masyarakat di sekitar industri atau lokasi hutan tanaman industri perlu dikembangkan sistem pengelolaan hutan tanaman industri bersama-sama dengan masyarakat setempat dengan pola kelompok tani hutan tanaman industri. Selain memberikan lapangan pekerjaan kepada masyarakat setempat, juga akan tercipta sistem pengamanan aset hutan tanaman oleh kelompok tani dari berbagai gangguan baik o!eh manusia maupun hama tanaman,

103 DAFTAR PUSTAKA Apif, M Strategi Pengembangan Industri Pulp Berbasis Hutan Tanaman Industri Pulp Pada Kawasan Sentra Produksi di Provinsi Riau. Tesis Program Studi Magister Manajemen Agribisnis Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor APKI, Indonesian Pulp and Paper Directory Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia. Jakarta. Arsydd, L Ekonomi Pembangunan, edisi ke 4. Yogyakarta. Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ekonomi YKPN. Barr, C The Political Economy of Fiber and Finance in Indonesia's Pulp and Paper Industries. Center for International Forestry Research (CIFOR). Bogor. Barrow, M Statistics for Economics Accounting and Business Studies. Second Edition. Longman London and New York. Bank Indonesia, Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Propinsi Riau. Bank Indonesia Pekanbaru. Pekanbaru. Blakely, E. J Planning Local Economic Development : Theory and Practice. Sage Publications, California-London-New Delhi. BPS, Pelalawan Dalam Angka Tahun Kerjasama Badan Pusat Statistik Kabupaten Pelalawan dengan Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten Pelalawan. Pangkalan Kerinci. BPS, 2001a. Riau Dalam Angka Kerjasama Badan Pusat Statistik Propinsi Riau dengan BAPPEDA Propinsi Riau. Pekanbaru BPS, 2001b. Pendapatan Regional KabupatenIKota Se-Propinsi RIau Menurut Lapangan Usaha Badan Pusat Statistik ~ro~insi Riau. Pekanbaru. BPS, 2001c. Pelalawan Dalam Angka Tahun Kerjasama Badan Pusat Statistik Kabupaten Pelalawan dengan Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten Pelalawan. Pangkalan Kerinci. BPS, Statistik Kesejahteraan Rakyat Propinsi Riau 2001 (Susenas 2001). Badan Pusat Statistik Propinsi Riau. Pekanbaru. BPS, Pelalawan Dalam Angka Tahun Kerjasama Badan Pusat Statistik Kabupaten Pelalawan dengan Badan Perencanaan Pe~nbangunan Kabupaten Pelalawan. Pangkalan Kerinci.

104 Center for International Forestry Research, Generating Economic Growth, Rural Livelihoods, and Environmental Benefits from Indonesia's Forests: A Summary of Issues and Policy Options. Prefared by CIFOR for The Worid Bank. Bogor David, F. R Manajemen Strategis : Konsep (Edisi Ketujuh). Alih bahasa Alexander Sindoro. Prehallindo, Jakarta. Departemen Kehutanan 2005a. Rencana Strategis Departemen Kehutanan Tahun Jakarta. Departemen Kehiltanan, 2005b. Kebijakan Pembangunan Hutan Tanaman dan Dukungan Research and Development : Keynote Paper Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan pada Workshop Sehari Dalam Rangka Identifikasi Kebutuhan Riset di Bidang Hutan Tanaman, 19 Juli 2005 di Yogyakarta. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman, Yogyakarta. Dinas Kehutanan Provinsi Riau, Master Plan Kehutanan Provinsi Riau. Kerjasama Dinas Kehutanan Provinsi Riau dengan CV. Dwi Tehni~ Consultant. Pekanbaru Hardian, Y Hutanku Sayang, Hutanku Malang. Majalah Kehutanan Indonesia Edisi 10 Tahun IIISeptember Jakarta. Harian Kompas, Otonomi : Kabupaten Pelalawan, Selasa, 13 Mei Jakarta. Ibnusantosa, G Prospek dan Tantangan Pengembangan Industri Pulp dan Kertas Indonesia Dalam Era Ekolabeling dan Otonomi Daerah. Prosiding Seminar Prospek dan Tantangan Pengembangan Agribisnis Pulp dan Kertas Dalam Era Ekolabeling dan Otonomi Daerah. Pusat Studi Pembangunan Institut Pertanian Bogor. Iskandar, U., Ngadiono dan Agung Nugraha Hutan Tanaman Industri : Di Persimpangan Jalan. Cetakan Perhma. Ariveo Press, Jakarta. Iskandar, U Hutan Tanaman Industri : Skenario Masa Depan Kehutanan Indonesia. Cetakan Pertama. Diterbitkan oleh PT. Musi Hutan Persada. Kartodihardjo, H Membangun Daya Saing Industri Pulp dan Kertas: Masalah Pasokan Bahan Baku Kayu. Prosiding Seminar Prospek dan Tantangan Pengembangan Agribisnis Pulp dan Kertas dalam Era Ekolabeling dan Otonomi Daerah. Pusat Studi Pembangunan IPB. Bogor. Kuncoro, M Otonomi dan Pembangunan Daerah : Reformasi Perencanaan, Strategi dan Peluang. Percetakan Erlangga. Jakarta.

105 Kusumawati, S.A Kajian Industri Pengolahan Kayu Hulu (IPKH) Dalam Rangka Penyelamatan Hutan Alam di Provinsi Riau. Tesis Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor Manan, S Hutan Riinbawan dan Masyarakat. Institut Pertanian Bogor Press. Maturana, J Biaya dan Manfaat Ekonomi dari Pengalokasian Lahan Hutan untuk Pengembangan Hutan Tanamar, Industri di Indonesia. CIFOR Working Paper No. 30 (i). Bogor. Prakosa, PA Reiicana Kcbijakan Kehutziian. Aditya Media. Yogyakarta. PT. Riau Andalan Pulp and Paper, Suplisi Studi Kelayakan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman PT. Riau Andalan Pulp and Paper Kabupaten Kampar, Bengkalis, Siak, Pelalawan, Kuantan Singingi dan Indragiri Hulu Provinsi Riau. Jakarta PT. Riau Andalan Pulp and Paper, Rencana Pemenuhan Bahan Baku Industri Tahun Pekanbaru. Rahardjo, D Transformasi Pertanian, Industri dan Kesempatan Kerja. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Rivaie, E. H Beberapa Aspek Pengaruh Pabrik Semen terhadap Masyarakat Setempat di Kecamatan Citeureup. Penerbit Erlangga, Jakarta. Saragih, B dan Sipayung, T Membangun Daya Saing Agribisnis Pulp dan Kertas Dalam Era Ekolabeling dan Otonomi Daerah. Prosiding Seminar Prospek dan Tantangan Pengembangan Agribisnis Pulp dan Kertas dalam Era Ekolabeling dan Otonomi Daerah. Pusat Studi Pembangunan Institut Pertanian Bogor. Bogor Sarijanto, T Kehutanan Menjawab Krisis. Grafika Citra Adijaya. Jakarta Simangunsong, B. C Production Forest. Jakarta. The Economic Value of Indonesia's Natural Indonesian Working Group on Forest Finance. Soeharto, I Manajemen Proyek : Dari Konseptual Sampai Operasional. Cetakan Ketiga. Penerbit Erlangga. Jakarta. Soekartawi Agribisnis : Teori dan Aplikasinya. Raja Grafindo Persada. Jakarta Sudirno, Potret Kehutanan Provinsi Riau : Kini dan Akan Datang. Makalah pada Lokakarya Penanaman Meranti diantara Tanaman Kelapa Sawit tanggal 23 Juli 2005 di Pekanbaru. Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Indragiri-Rokan. Pekanbaru.

106 Suhendang, E Satu Pilihan Mengenai Model Pengelolaan Hutan Tanaman Industri. Lokakarya Konservasi Biodiversity di Hutan Produksi, Kerjasama Departemen Kehutanan dengan Fakultas Kehutanan IPB, tanggal April Bogor Sukardji, U Pajak Pertambahan Nilai. Edisi : Revisi cetakan ketiga. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Sukirno, S Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah dan Dasar Kebijaksanaan. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan Bima Grafika. Jakarta. Sukirno, S Pengantar Teori Maiuoekonomi. Edisi kedua. P'l. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Sunderlin, W.D. dan I.A.P. Resosudarmo, Laju dan Penyebab Deforestasi di Indonesia : Penelaahan Kerancuan dan Penyelesaiannya. Occasional Paper No. 9 (1): CIFOR. Bogor. Sunderlin, W.D, Policy reviews : Between Danger and Opportu~~ity : Indonesia and Forest in A Era of Economic Crisis and Political Change. Society and Natural Resources 12 (6) : Philadelphia : Taylor and Francis. Suryohadikusumo, Dj Hutan Tanaman Berpotensi Besar. Seminar Prospek dan Tantangan Pengembangan Agribisnis Pulp dan Kertas dalam Era Ekolabeling dan Otonomi Daerah, 4 Juli Pusat Studi Pembangunan IPB. Bogor Tarumingkeng, C, R Budidaya Tanaman Kayu Pulp. Prosiding Seminar Prospek dan Tantangan Pengembangan Agribisnis Pulp dan Kertas dalam Era Ekolabeling dan Otonomi Daerah, 4 Juli Pusat Studi Pembangunan IPB. Bogor Todaro, M. P Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga (Edisi Keenam). Jilid I. Alih Bahasa oleh Drs. Haris Munandar, MA. Penerbit Erlangga. Jakarta. Yudohusodo, S Harapan Petani Terhadap Otonomi Daerah. Agrimedia Volume 6 Nomor 3, Februari 2001.

107 LAMPIRAN-LAXPIRAN

108 Lampiran 1. Analisa Finansid Pembangunan Hutan Tanaman Indusm PT. Riau AndaIan Pulp and Faper Proyek Tahun Pemb HTI ; Peren- 1 Canaan

109 Tzbe! i jlanjutar) Pemeli haraan Tahun 11 Tahun 111 Lanjutan 1 BIAYA (xrp ) Lanjutan 11 Dalkar & Pamhut Kewajiban thd Negara Kewajiban thd Sosial Sarana & Prasarana I I ! t ! :

110 Tabel I (fanjutan) Pema-nenan Administrasi dan Umum A Net Benefit PV Net Benefit pada tk suku bunga 18% 15% 12% I : i (12.533) ( ) (89.132) (86.637) ( ) ( ). ( ) ( ) ( ) ( ) (10.621) (46.407) (54.248) (44.687) (50.367) (58.547) (44.186). (34.541)l (31.155) ( ) ( ) (48.859) (58.606) (49.535) (57.288) (68.330) f52.914) (42.443) (39.281) (22.078) (1 1.I901 ( ) (63.442) (55.060) (65.383) (80.074) (63.669) (52.438) (49.832) (28.758) NPV - NetBIC = I R R - Rp (40.518) 0,90 17,060io Rp ,29 17,06% Rp ,92 1 7,06%

111 Lampiran 2. Analisa Kelayakan Usaha Pembangunan Industri Pulp PT. Riau Andalan Pulp and Paper f'royek Tahun PENGHASILAN ( x Rp 1,000,000) Produksi (ton) Pecjualan Nila~ S~sa Pabnk Jumlah Petnb Pabrik X S S S S Jl Investasi Penyusutan B I A Y A ( x Rp 1,000,000) Biaya 'I'etap PBB Sewa Tanah ? Overhead Pajak Alat 13crat

112 Bahan Baku S Bahan Kimia BIAYA (xrp 1,000,000) Biaya Variabel Energi Transportas: Buruh Langsung JUMLAH BIAYA Net Benefit. ( ) ( ) S PV Net Benefit pada tingkat suku bunga 18% ( ) ( ) % ( ) ( ) % ( ) I.2I I ( ) S NPV = IRR = NetBIC = 4. J ,73% 1, ,73% 1, ,73% 1,78

113 I-ampiran 3. TAMBAHAN SUMBER BAHAN BAKU INDUSTRI PULP PT. RlAU ANDALAN PULP AND PAPER No Nama Perusahaan I. HTI KEMITRAAN 1 PT. WANANUGRAHA BlMA LESTARI 2 PT. SUMATERA SlNAR PLYWOOD IND 3 PT. SlNAR BELANTARA INDAH 4 PT. SUMATERA SYLVA LESTARI 5 PT. SELARAS ABADl UTAMA 6 PT. PANCA SARANA SELARAS 7 CV. TUAH NEGERI 8 PT. LANGGAM INTI HlBRlNDO 9 CV. MUTIARA LESTARI 10 CV. BHAKTI PRAJA MULlA 11 PT. BUKlT BATABUH SEI INDAH 12 PT. BUKlT RAYA MUDISA 13 PT. ClTRA SUMBER SEJAHTERA 14 PT. MERBAU PELALAWAN LESTARI 15 PT. MlTRA KEMBANG SEMRAS 16 PT. MlTRA TANINUSA SEJATI 17 PT. NUSA WANA RAYA 18 CV. Putri LINDUNG BULAN 19 PT. RlMBA LAZUARDI 20 PT. RlMBA MUTIARA PEHMAI 21 PT. RlMBA PERANAP INDAH 22 PT. RIMBA ROKAN LESTARI 23 PT. SlAK RAYA TIMBER Jumlah I Lokasi Kabupaten Provinsi. Kampar Riau - Sumut - Sumut - Sumut Pelalawan Riau lnhil Riau Pelalawan Riau Pelalawan Riau Pelalawan Risu Pelalawan Riau lnhu Riau - Sumbar lnhu Riau Pelalawan Riau lnhu Riau Pelalawan Riau Pelalawan Riau Pelalawan Riau Pelalawan Riau Pelalawan Riau lnhu Riau Bengkalis Riau Kampar Riau Bruto Luas (ha) Efektif Tanaman

114 II. HUTAN TANAMAN RAKYAT 1 Kelompok Tani Teratak Baru 2 Kelompok Tani Teratak Baru 3 Kelompok Tani Langgam 4 Kelompok Tani Gondai 5 Kelompok Tani Sot01 6 Kelompok Tani Gondai 7 Kelompok Tani Bongkal Malang Ukui 8 Kelompok Tani Dusun 2 Ukui 9 Kelompok Tani Sei Lalah Ukui 10 Kelompok Tani Gunung Melintang 11 Kelompok Tani Sikijang 12 Kelompok Tani Situgal 13 Kelompok Tani Lubuk Kebun 14 Kelompok Tani Rambahan 15 Kelompok Tani Sigaruntang 16 Koperasi Penarikan Jaya-Penarikan 17 Koperasi Sengkemang Jaya-Buatan 18 KUD Bakung Agri-Sotol 19 Kelompok Tani Pura Usaha Peranap 20 Kerinci 21 CV. Bahtera Mandiri 22 Kelompok Tani Siabu 23 Transmigrasi Kuala Tolam 24 Rantau Baru 25 Kelompok Tani Rimbo Salak 26 Kelompok Tani Pulau Jambu 27 Gondai 28 Pulau Punjung 29 Bedaguh 30 KUD Dayun Mas-Dayun Jumlah I1 Total Kuansing Kuar~sing Pelalawan Pelalawan Pelalawan Pelalawan Pelalawan Pelalawan Pelalawan Kuansing Kuansing Kuansing Kuansing Kuansing Kuansing Pelalawan Siak Pelalawan lnhu Pelalawan Pelalawan Kuansing Pelalawan Kampar Pelalawan Kuansing Pelalawan Solok Pelalawan Siak Risu Riau Riau Riau Riau Riau Riau Riau Riau Riau Riau Riau Riau Riau Riau Riau Riau Riau Riau Riau Riau Riau Riau Riau Riau Riau Riau Sumbar Riau Riau

I. PENDAHUL'CJAN Latar Belakang

I. PENDAHUL'CJAN Latar Belakang I. PENDAHUL'CJAN 1.1. Latar Belakang Selama tiga dekade terakhir, sumber daya hutan telah menjadi modal utama pembangunan ekonomi nasional, yang memberi dampak positif terhadap peningkatan devisa, penyerapan

Lebih terperinci

11. TINJAUAN PUSTAKA

11. TINJAUAN PUSTAKA 11. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makna Pembangunan Daerah Secara tradisional pembangunan memiliki arti peningkatan yang terus menerus pada Gross Domestic Product (Produk Domestik Bruto, PDB) suatu negara atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara besar dengan pemilikan sumber daya alam yang melimpah, dalam pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah masalah yang penting dalam perekonomian suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh suatu negara bertujuan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi, infrastrukur dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi nasional dan mengutamakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan Indonesia seluas 120,35 juta hektar merupakan salah satu kelompok hutan tropis ketiga terbesar di dunia setelah Brazil dan Zaire, yang mempunyai fungsi utama sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Permasalahan yang sering dihadapi dalam perencanaan pembangunan adalah adanya ketimpangan dan ketidakmerataan dalam pembangunan. Salah satu penyebabnya adalah

Lebih terperinci

Ekspansi Industri Pulp: Cara Optimis Penghancuran Hutan Alam

Ekspansi Industri Pulp: Cara Optimis Penghancuran Hutan Alam Ekspansi Industri Pulp: Cara Optimis Penghancuran *Contoh Kasus RAPP dan IKPP Ringkasan Sampai akhir Desember 27 realisasi pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) hanya 33,34 persen dari total 1.37 juta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian dan sektor-sektor yang terkait dengan sektor agribisnis

I. PENDAHULUAN. Pertanian dan sektor-sektor yang terkait dengan sektor agribisnis I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian dan sektor-sektor yang terkait dengan sektor agribisnis merupakan sektor yang paling penting di hampir semua negara berkembang. Sektor pertanian ternyata dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak akhir tahun 1970-an, Indonesia mengandalkan hutan sebagai penopang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak akhir tahun 1970-an, Indonesia mengandalkan hutan sebagai penopang 18 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak akhir tahun 1970-an, Indonesia mengandalkan hutan sebagai penopang pembangunan ekonomi nasional. Hak Pengusahaan Hutan (HPH) menjadi sistem yang dominan dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan pembangunan daerah di Indonesia pada dasarnya didasari oleh kebijaksanaan pembangunan nasional dengan mempertimbangkan karakteristik dan kebutuhan daerah. Kebijaksanaan

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN LARANGAN EKSPOR KAYU BULAT TERHADAP SEKTOR KEHUTANAN INDONESIA. Oleh: E.G. Togu Manurung, Ph.D.

DAMPAK KEBIJAKAN LARANGAN EKSPOR KAYU BULAT TERHADAP SEKTOR KEHUTANAN INDONESIA. Oleh: E.G. Togu Manurung, Ph.D. DAMPAK KEBIJAKAN LARANGAN EKSPOR KAYU BULAT TERHADAP SEKTOR KEHUTANAN INDONESIA Oleh: E.G. Togu Manurung, Ph.D. Sehubungan dengan rencana Departemen Kehutanan untuk membuka keran ekspor kayu bulat di tengah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pengolahan kayu merupakan salah satu sektor penunjang perekonomian di Provinsi Jawa Timur. Hal ini terlihat dengan nilai ekspor produk kayu dan barang dari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan disegala bidang harus terus dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Untuk melaksanakan pembangunan, pemerintah tidak bisa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan

I. PENDAHULUAN. Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan besar untuk menggerakkan roda perekonomian. Pada saat usaha besar tidak mampu mempertahankan eksistensinya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan adalah suatu proses perubahan yang direncanakan dan merupakan rangkaian kegiatan yang berkesinambungan, berkelanjutan dan bertahap menuju tingkat

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN WULANING DIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan pertanian dewasa ini telah berorientasi bisnis (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut usahatani (on-farm agribusiness)

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional setiap tahunnya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS Perencanaan pembangunan antara lain dimaksudkan agar Pemerintah Daerah senantiasa mampu menyelaraskan diri dengan lingkungan. Oleh karena itu, perhatian kepada mandat

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 365/Kpts-II/2003 TENTANG PEMBERIAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU (IUPHHK) PADA HUTAN TANAMAN KEPADA PT. BUKIT BATU HUTANI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor industri merupakan komponen utama dalam pembangunan ekonomi nasional. Sektor industri mampu memberikan kontribusi ekonomi yang besar melalui nilai tambah,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah menggambarkan kondisi dan analisis statistik Perekonomian Daerah, sebagai gambaran umum untuk situasi perekonomian Kota

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI. Presiden Republik Indonesia, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 7 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa hutan merupakan suatu potensi kekayaan alam yang dapat diperbaharui,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada

I. PENDAHULUAN. Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada di peringkat 55 dari 134 negara, menurun satu peringkat dari tahun sebelumnya. Dalam hal ini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah memiliki kaitan erat dengan demokratisasi pemerintahan di tingkat daerah. Agar demokrasi dapat terwujud, maka daerah harus memiliki kewenangan yang lebih

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hutan merupakan suatu potensi kekayaan alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan pola konsumsi makanan pada masyarakat memberikan dampak positif bagi upaya penganekaragaman pangan. Perkembangan makanan olahan yang berbasis tepung semakin

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua Provinsi Papua terletak antara 2 25-9 Lintang Selatan dan 130-141 Bujur Timur. Provinsi Papua yang memiliki luas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk menopang perekonomian nasional dan daerah, terutama setelah terjadinya krisis ekonomi yang dialami

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL DALAM PEMBANGUNAN PROVINSI RIAU M. RUSLI ZAINAL

PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL DALAM PEMBANGUNAN PROVINSI RIAU M. RUSLI ZAINAL PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL DALAM PEMBANGUNAN PROVINSI RIAU M. RUSLI ZAINAL SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah swt, atas berkat

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ekonomi. Manfaat hutan tersebut diperoleh apabila hutan terjamin eksistensinya

I. PENDAHULUAN. ekonomi. Manfaat hutan tersebut diperoleh apabila hutan terjamin eksistensinya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan adalah sumberdaya alam yang siap dikelola dan dapat memberikan manfaat ganda bagi umat manusia baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi. Manfaat hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia, peran tersebut antara lain adalah bahwa sektor pertanian masih menyumbang sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak awal tahun 1980-an peranan ekspor minyak dan gas (migas) terus

I. PENDAHULUAN. Sejak awal tahun 1980-an peranan ekspor minyak dan gas (migas) terus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak awal tahun 1980-an peranan ekspor minyak dan gas (migas) terus mengalami penurunan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 1998 rasio ekspor terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk yang diikuti oleh perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang bahwa industri dipandang sebagai jalan pintas untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang bahwa industri dipandang sebagai jalan pintas untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Belajar dari pembangunan negara maju, muncul keyakinan banyaknegara berkembang bahwa industri dipandang sebagai jalan pintas untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk kenaikan pendapatan nasional. Cara mengukur pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. bentuk kenaikan pendapatan nasional. Cara mengukur pertumbuhan ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam industri yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat ekonomi yang terjadi. Bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Jangka Panjang tahun 2005 2025 merupakan kelanjutan perencanaan dari tahap pembangunan sebelumnya untuk mempercepat capaian tujuan pembangunan sebagaimana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi adalah meningkatnya produksi total suatu daerah. Selain itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta meningkatnya kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global.

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global. BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam perjalanan menuju negara maju, Indonesia memerlukan dana yang tidak sedikit untuk melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar disebabkan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 7 TAHUN 1990 (7/1990) Tentang HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 7 TAHUN 1990 (7/1990) Tentang HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 7 TAHUN 1990 (7/1990) Tentang HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI Menimbang : Presiden Republik Indonesia, a. bahwa hutan merupakan suatu potensi kekayaan alam yang

Lebih terperinci

Herdiansyah Eka Putra B

Herdiansyah Eka Putra B ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI EKSPOR INDONESIA SEBELUM DAN SESUDAH KRISIS DENGAN MENGGUNAKAN METODE CHOW TEST PERIODE TAHUN 1991.1-2005.4 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan perekonomian nasional. Peranannya sebagai menyumbang pembentukan PDB penyediaan sumber devisa

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK. 101/Menhut-II/2006 TENTANG PEMBAHARUAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN TANAMAN PT. MITRA HUTANI JAYA ATAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penelitian Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang melibatkan pembentukan institusi baru, pembangunan industri alternatif, perbaikan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang Analisis struktur perekonomian kota Depok sebelum dan sesudah otonomi daerah UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: HARRY KISWANTO NIM F0104064 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bukan lagi terbatas pada aspek perdagangan dan keuangan, tetapi meluas keaspek

BAB I PENDAHULUAN. bukan lagi terbatas pada aspek perdagangan dan keuangan, tetapi meluas keaspek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi ekonomi merupakan dunia kegiatan dan keterkaitan perekonomian. Kegiatan-kegiatan perekonomian tidak lagi sekedar nasional tapi bahkan internasional, bukan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkebunan merupakan salah satu subsektor strategis yang secara ekonomis, ekologis dan sosial budaya memainkan peranan penting dalam pembangunan nasional. Sesuai Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Pemenuhan kebutuhan pokok dalam hidup adalah salah satu alasan agar setiap individu maupun kelompok melakukan aktivitas bekerja dan mendapatkan hasil sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun pertumbuhan ekonomi setelah krisis ekonomi yang melanda

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun pertumbuhan ekonomi setelah krisis ekonomi yang melanda 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Meskipun pertumbuhan ekonomi setelah krisis ekonomi yang melanda indonesia pada tahun 1998 menunjukkan nilai yang positif, akan tetapi pertumbuhannya rata-rata per

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu: (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau transformasi ekonomi, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sumberdaya hutan tropis yang dimiliki negara Indonesia, memiliki nilai dan peranan penting yang bermanfaat dalam konteks pembangunan berkelanjutan. Manfaat yang didapatkan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh : RIKA PURNAMASARI A14302053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF AGUS RUSLI.

RINGKASAN EKSEKUTIF AGUS RUSLI. RINGKASAN EKSEKUTIF AGUS RUSLI. 2008. Strategi Implementasi Percepatan Pembangunan HTI : Dukungan Terhadap Pasokan Kayu Industri dan Daya Saing Komoditi Pulp. Di bawah bimbingan AGUS MAULANA dan NUNUNG

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Tegal Tahun 2012 ruang lingkup penghitungan meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya dalam jangka panjang akan berdampak terhadap perubahan

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya dalam jangka panjang akan berdampak terhadap perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara yang sedang mengalami proses perkembangan perekonomiannya dalam jangka panjang akan berdampak terhadap perubahan struktur ekonomi pada hal yang paling mendasar.

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. yang sangat strategis bagi pembangunan yang berkelanjutkan di Provinsi

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. yang sangat strategis bagi pembangunan yang berkelanjutkan di Provinsi 136 IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Pengembangan kawasan Taman Nasional Gunung Leuser memiliki peran yang sangat strategis bagi pembangunan yang berkelanjutkan di Provinsi Sumatera Utara dan NAD

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan keadilan dan kemakmuran masyarakat serta pencapaian taraf hidup masyarakat ke arah yang lebih baik.

Lebih terperinci

DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA

DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA Oleh Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Indonesia memiliki cakupan wilayah yang sangat luas, terdiri dari pulau-pulau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan rencana Pembangunan Jangka Menengah sampai tahun 2009 sebesar

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan rencana Pembangunan Jangka Menengah sampai tahun 2009 sebesar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya Pemerintah menurunkan jumlah pengangguran dan kemiskinan sesuai dengan rencana Pembangunan Jangka Menengah sampai tahun 2009 sebesar 5,1% dan 8,2% dan penurunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan kearah perbaikan yang orientasinya pada pembangunan bangsa dan sosial ekonomis. Untuk mewujudkan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi nasional abad ke- 21, masih akan tetap berbasis pertanian

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. yang yang hanya memiliki luas Ha sampai Ha saja.

IV. GAMBARAN UMUM. yang yang hanya memiliki luas Ha sampai Ha saja. 43 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Produksi Kayu Bulat Produksi kayu bulat Indonesia saat ini jumlahnya terus menurun. Pada tahun 2009 produksi kayu bulat dari hutan alam hanya mencapai rata-rata sekitar 5 juta

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Nilai (Rp) BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Penyusunan kerangka ekonomi daerah dalam RKPD ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian daerah Kabupaten Lebak pada tahun 2006, perkiraan kondisi

Lebih terperinci

Batam adalah kotamadya kedua di Propinsi Riau setelah Kotamadya Pekanbaru yang bersifat otonom. Tetapi, dengan Keppres

Batam adalah kotamadya kedua di Propinsi Riau setelah Kotamadya Pekanbaru yang bersifat otonom. Tetapi, dengan Keppres I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batam adalah kotamadya kedua di Propinsi Riau setelah Kotamadya Pekanbaru yang bersifat otonom. Tetapi, dengan Keppres No.2811992 wilayah Otorita Batam diperluas meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. situ, sungai, maupun cekungan air tanah. Indonesia memiliki lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. situ, sungai, maupun cekungan air tanah. Indonesia memiliki lebih dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap tanggal 22 Maret, dunia memperingati Hari Air Sedunia (HAD), hari dimana warga dunia memperingati kembali betapa pentingnya air untuk kelangsungan hidup untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara defenitif, pada awalnya pengertian pembangunan ekonomi diberi

BAB I PENDAHULUAN. Secara defenitif, pada awalnya pengertian pembangunan ekonomi diberi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara defenitif, pada awalnya pengertian pembangunan ekonomi diberi pemahaman yang sama dengan pertumbuhan ekonomi (Jhingan, 1988:4-5). Pertumbuhan ekonomi adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hal luasnya, hutan tropis Indonesia menempati urutan ke-3 setelah Brazil dan

BAB I PENDAHULUAN. hal luasnya, hutan tropis Indonesia menempati urutan ke-3 setelah Brazil dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagian dari hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Dalam hal luasnya, hutan tropis Indonesia menempati urutan ke-3 setelah Brazil dan Republik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) mencerminkan wujud nyata sebagian besar kehidupan sosial dan ekonomi dari rakyat Indonesia. Peran usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 18 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan sebagai modal pembanguan nasional memiliki manfaat yang nyata bagi kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi,

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Kewenangan Pemerintah Daerah menjadi sangat luas dan strategis setelah pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan masyarakat meningkat dalam periode

Lebih terperinci