BAB III PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT IZIN USAHA INDUSTRI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT IZIN USAHA INDUSTRI"

Transkripsi

1 BAB III PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT IZIN USAHA INDUSTRI A. Pengertian dan Azas-azas Perizinan Persoalan perizinan akan menjadi menarik jika dihubungkan dengan tatanan negara pada saat ini. Pelaksanaan negara hukum yang demokratis tentu harus dipahami oleh semua aparatur pemerintah dalam melaksanakan kewenangannya. Perizinan yang selama ini dianggap sebagai otoritas untuk pemerintah harusnya ditempatkan dalam dimensi negara huukum yang demokratis. Oleh karena itu, tentu perizinan tidak dapat dipahami berdasarkan kemauan dari aparatur pemerintah, tetapi memperlihatkan hak-hak warga negara dalam kehidupan yang demokrasi. 31 Untuk mengendalikan setiap kegiatan atau perilaku individu atau kolektivitas yang sifatnya preventif adalah melalui izin yang memiliki kesamaan seperti konsensi dan dispensasi. 32 Perizinan sebagai salah satu kewenangan yang ditentukan pemerintah daerah yang implementasinya tercermin dalam sikap tindak hukum kepala daerah, baik atas dasar peraturan perundang-undangan yang dijadikan landasan, maupun dalam kerangka menyikapi prinsip pemerintahan yang layak sebagai bentuk tanggungjawab public Arif Ngadino, Makalah, Perizinan Dalam Kerangka Negara Hukum Demokratis. Universitas Sriwijaya : Palembang, hal 4 32 Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara. PT. Ichtiar Baru : Jakarta, 1962, hal 129. Dalam Ibid hal5 33 Juniarso Ridwan, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik, Nuansa : Bandung hal 99 36

2 Tidaklah mudah memberikan suatu definisi mengenai izin. Vand der pot mengatakan sangatsukar membuat definisi untuk menyatakan pengertian izin itu. 34 Berkaitan dengan izin, terdapat beberapa istilah lain yang sedikit banyaknya memiliki kesejajaran dengan izin, yaitu : 1. Dispensasi Dispensasi adalah keputusan administrasi negara yang membebaskan suatuperbuatan dari kekuasaan peraturan yang menolah perbuatan tersebut. 35 Dispensasi menurut WF. Prins adalah tindakan pemerintahan yang menyebabkan suatu peraturan perundang-undangan menjadi tidak berlaku bagi sesuatu hal yang istimewa (relaxation logis). 36 Dispensasi ini merupakan salah satu bentuk perizinan yang bertujuan untuk menembus rintangan yang sebetulnya secara normal tidak diizinkan, sehingga dapat disimpulkan bahwa dispensasi berarti menyisihan pelarangan dalam hal yang khusus 2. Lisensi Lisensi adalah suatu izin yang memberikan hak untuk menyelenggarakan suatu perusahaan. Lisensi digunakan untuk menyatakan suatu izin yang memperkenankan seseorang untuk menjalankan suatu perusahaan dengan izin khusus atau istimewa E. Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, PT. Ichtiar Baru : Jakarta, 1983, hal Ibid hal WF. Prins dan R. Kosim Adisapoetra. Pengantar Ilmu Hukum Tata Usaha Negara, Wolters, hal Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Rajawali Pers, Jakarta : 2011 hal

3 3. Konsensi Konsesnsi merupakan suatu izin yang berhubungan dengan pekerjaan yang besar, di mana kepentingan umum terlibat erat sekali sehingga sebenarnya pekerjaan itu menjadi tugas dari pemerintah. Tetapi oleh pemerintah diberikan hak penyelenggaraannya kepada konsesionaris (pemegang izin) yang bukan berupakan pejabat pemerintah. Bentuknya dapat berupa kontraktual atau kombinasi antara lisensi dengan pemberian status tertentu dengan hak dan kewajiban serta syarat-syarat tertentu. 38 Bentuk lisensi, konsensi, serta dispensasi merupakan bentuk izin khusus yang diberikan oleh pejabat yang berwenang menerbitkan izin. Izin dapat diartikan sebagai perbuatan hukum administrasi negara bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan dalam hal konkret berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan. 39 Menurut Bagir Manan, izin dalam arti luas berarti suatu persetujua dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk memperbolehkan melakukan tindakan atau perbuataun tertentu yang secara umum dilarang. 40 Izin merupakan instrument yuridis yang digunakan oleh pemerintah untuk mempengaruhi para warga agar mau mengikuti cara yang dianjurkannya guna mencapai suatu tujuan konkret. Sebagai suatu instrumen, izin berfungsi selaku ujung tombak instrument hukum sebagai pengarah masyarakat agar menciptakan 38 Ateng Syafrudin, Makalah, Perizinan Untuk Berbagai Kegiatan. hal 1 39 Sjachran Basah, Makalah, Pencabutan Izin Salah Satu Sanksi Hukum Administrasi, Makalah disampaikan pada penataran Hukum Administrasi dan Lingkungan di Fakultas Hukum UNair, Surabaya, hal 12., Dalam Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Rajawali Pers, Jakarta : Bagir Manan, Makalah, Ketentuan-ketentuan Mengenai Pengaturan Penyelenggaraan Hak Kemerdekaan Berkumpul Ditinjau Dari Perspektif UUD 1945, Jakarta, hal 8

4 suasana yang adil dan makmur. 41 Hal ini berarti, lewat perizinan, dapat diketahui bagaimana gambaran masyarakat adil dan makmur tersebut akan terwujud. Hal tersebut sesuai dengan pendapat dari Prajudi Atmosudirdjo yang menyatakan berkenaan dengan fungsi hukum, izin dapat diletakan dalam fungsi menertibkan masyarakat. 42 Philipus M. Hadjon berpendapat, izin dapat diartikan dalam arti luas dan dalam arti sempit. Istilah izin menurut Philipus M. Hadjon merupakan istilah izin dalam arti luas. Sedangkan dalam arti sempit, Philipis M. Hadjon menggunakan istilah perizinan. 43 Izin merupakan salah satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi negara. pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengemudikan tingkah laku para warga. N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berge memberikan argument mengenai arti dari perizinian, sebagaimana yang disunting oleh Philipus M. Hadjon, sebagai berikut : 44 izin adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerntah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan larangan perundangan. Dengan memberian izin, penguasa memperkenankan orang memohonnya untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang. Ini menyangkut perkenaan bagi suatu tindakan yang demi kepentingan umum mengharuskan pengawasan khusus atasnya. Izin dalam arti sempit menurut N.M. Spelt dalam Buku Phlipus M. Hadjon, adalah : 45 hal 2 41 Sjachran Basah, Tiga Tulisan Hukum, Armico : Bandung, hal 2 42 Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Ghal ia Indonesia : Jakarta, Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Perizinan, Yuridika : Surabaya, hal Ibid 45 Ibid

5 Pengikatan-pengikatan pada suatu peraturan izin pada umumnya didasarkan pada keinginan pembuat undang-undang untuk mencapai suatu tatanan tertentu atau untuk menghalangi keadaan-keadaan yang buruk. Tujuannya adalah mengatur tindakan-tindakan yang oleh pembuat undangundang tidak seluruhnya dianggap tercela, namun di mana ia menginginkan dapat melakukan pengawasan sekedarnya. Tatiek Sri Djatmiati berpendapat bentuk izin dalam arti sempit dapat berupa pendaftaran, rekomendasi, sertifikasi, penentuan kuota dan izin melakukan suatu usaha. 46 Sedangkan izin dalam arti luas atau istilah yang disebutkan oleh Philipis M. Hadjon adalah perizinan, yang merupakan suatu persutujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah, untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan larangan peraturan perundang-undangan. 47 Makna hukum yang muncul berdasarkan definisi di atas adalah bahwa adanya perkenaan untuk melakukan sesuatu yang semestinya dilarang. Sehingga akan dapat ditemukan berbagai wujud perizinan seperti dispensasi, konsekuensi, rekomendasi dan lainnya. 48 Hal pokok pada izin adalah bahwa suatu tindakan dilarang, terkecuali diperkenankan dengan tujuan agar dalam ketentuan yang disangkutkan dengan perkenaan dapat dengan teliti diberikan batas-batas tertemtu bagi tiap kasus. Jadi persoalannya bukanlah untuk hanya memberi perkenaan dalam keadaan yang sangat khusus, tetapi dengan memperbolehkan tindakan-tindakan dengan cara tertentu. Cara-cara tertentu yang dimaksud adalah cara-cara yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. 46 Tatiek Sri Djatmiati, Disertasi, Prinsip Izin Usaha Industri di Indonesia, Universitas Airlangga : Surabaya, Hal 16. Dalam Arif Ngadino, Op.cithal13 47 Philipus M. Hadjon. Loc.cit 48 Ibid

6 Berpijak dari pendapat Philipus M. Hadjon yang dikutip oleh Tatiek Sri Djatmiati mengenai perizinan, dapat disimpulkan bahwa izin usaha industri yang merupakan salah satu kategori izin usaha, merupakan salah satu bentuk izin dalam arti sempit yang dikemukakan oleh Philipus M. Hadjon. Izin usaha industri merupakan suatu persetujuan yang diberikan oleh pemerintah kepada suatu badan atau organ untuk melakukan aktivitas usaha. Izin usaha industri ini diberikan oleh pejabat yang berwenang mengeluarkan izin, dengan tata cara yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Pemerintah memberikan izin kepada pemohon izin, sesuai dengan amanat dari peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam menghadapi globalisasi dan tuntunan masyarakat yang semakin tinggi, diperlukan perbuahan paradigma, budaya, cara berfikir dan metode pelayanan pemerintah kepada masyarakat. pendekatan kekuasaan yang selama ini dipergunakan dalam pelayanan tidak lagi cocok. Demikian pula ruang lingkup peran dan fungsi pemerintah saat ini yang seharusnya diarahkan pada fungsi pengaturan yang menjadi pedoman bagi masyarakat dan pelaku ekonomi, seperti individu, orang perorangan, perseroan terbatas, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Koperasi, dan lembaga lainnya. 49 Pada dasaranya, kewenangan pemerintah tidak hanya sekedar menjaga ketertiban dan keamanan. Tetapi juga mengupayakan kesejahteraan umum. Tugas dan kewenangan pemerintah untuk menjaga ketertiban dan keamanan merupakan tugas klasik yang sampai kini masih tetap dipertahankan. Dalam rangka melaksanakan tugas ini, kepada pemerintah diberikan wewenang dalam bidang 49 Ridwan HR, Op.cithal

7 pengaturan yang dari fungsi pengaturan ini muncul beberapa instrument yuridis untuk menghadapi peristiwa individual dan konkret, ketetapan ini merupakan ujung tombak dari instrument hukum dalam penyelenggaraan pemerintah atau sebagai norma penutup dalam rangkaian norma hukum. Salah satu wujud ketetapan ini adalah izin. 50 Pembuatan dan penerbitan ketetapan izin merupakan tindakan hukum pemerintah. Sebagai tindakan hukum, maka harus ada wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan atau harus berdasarkan pada asas legalitas. Tanpa dasar wewenang, tindakan hukum itu menjadi tidak sah. Oleh karena itu, dalam hal membuat dan menerbitkan izin harus didasarkan pada wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Wewenang pemerintah untuk mengeluarkan izin itu ditentukan secara tegas dalam peraturan-perundang-undangan yang menjadi dasar dari perizinan tersebut. namun dalam penerapannya, kewenangan pemerintah dalam bidang izin itu berupa kewenangan bebas. Artinya adalah kepada pemerintah diberikan kewenangan untuk mempertimbangkan atas dasar inisiatif sendiri hal-hal yang berkaitan dengan izin, misalnya pertimbangan tentang : Kondisi-kondisi apa yang memungkinkan suatu izin dapat diberikan kepada pemohon 2. Bagaimana mempertimbangkan kondisi-kondisi tersebut 50 Ibid hal9 51 Marcus Lukman, Disertasi, Eksistensi Peraturan Kebijaksanaan Dalam Bidang Perencanaan dan Pelaksanaan Rencana Pembangunan di Daerah Serta Dampaknya Terhadap Pembangunan Materi Hukum Tertulis Nasional, Universitas Padjajaran Bandung : hal 367. Dalam Ibid hal10

8 3. Konsekuensi yuridis yang mungkin timbul akibat pemberian atau penolakan izin dikaitkan dengan pembatasan peraturan perundangundangan yang berlaku. 4. Prosedur apa yang harus diikuti atau dipersiapkan pada saat dan sesudah keputusan diberikan baik penerimaan maupun penolakan pemberian izin. Pemerintah dalam menerbitkan izin, harus sesuai dengan asas-asas pemerintahan yang baik atau asas-asas pemerintahan yang layak. Karena pemberian izin merupakan suatu tindakan pemerintah dengan memberikan keputusan mengenai pemberian izin. Asas-asas yang harus ada dalam pemberian izin sesuai dengan asas-asas pemerintahan yang baik atau yang layak adalah sebagai berikut : Asas Kepastian Hukum Asas kepastian hukum yaoti asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara negara. Pemberian izin yang merupakan tindakan pemerintah harus didasarkan dengan peraturan perundang-undangan. Sehingga, dalam rangka kebijakan memberikan izin, harus memiliki kepastian hukum, guna menjamin terwujudnya tujuan pemberian izin yaitu untuk menertibkan masyarakat serta memberikan keadilan dan kemanfaatan bagi masyarakat. 52 Asas-asas tersbut sesuai dengan Pasal 3 Undang-undang Nomor 28 Thun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Ridwan HR, Op.cit, hal

9 2. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara Asas tertib penyelenggaraan negara adalah asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan Dallam pengendalian penyelenggara negara. 3. Asas Kepentingan Umum Asas kepentingan umum ini berarti asas yang mendahulukan kesejahteraan uumum dengan cara yang aspiratifm akomodatif dan selektif. Dalam rangka pemberian izin, sebelum penerbitan izin pemerintah harus mempertimbangkan kepentingan masyarakat terlebih dahulu. Sehingga tidak ada satupun kepentingan masyarakat yang dirugikan akibat penerbitan izin tersebut. 4. Asas Keterbukaan Asas keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memerhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi dan rahasia negara. 5. Asas Proporsionalitas Asas ini mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban dari penyelenggara negara. 6. Asas Profesionalitas Asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

10 7. Asas Akuntabilitas Asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Asas-asas pemerintahan yang baik adalah sebagai berikut : Asas Persamaan 2. Asas Kepercayaan 3. Asas Kepastian Hukum 4. Asas Kecermatan 5. Asas Pemberian Alasan 6. Larangan Penyalahgunaan wewenang 7. Larangan Bertindak Sewenang-wenang. Asas yang paling menarik dalam sistem hukum administrasi negara Belanda adalah asas pemberian alasan. Asas pemberian alasan berarti bahwa suatu keputusan harus dapat didukung oleh alasan-alasan yang dijadikan dasarnya. Alasan yang dapat dijadikan dasar adalah sebagai berikut : Syarat bahwa suatu ketetapan harus diberi alasan 2. Ketetapan harus memiliki dasar fakta yang teguh 3. Pemberian alasan harus cukup dapat mendukung. 53 Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gajah Mada University Press : Yogyakarta, hal Ibid hal275

11 Asas pemberian alasan ini dapat menjadi salah satu alasan yang kuat bagi pemerintah untuk memberikan izin, agar izin yang diberikan oleh pemerintah dapat diterima secara logis oleh masyarakat luas. Tentu saja asas memberikan alasan ini memiliki hubungan dengan asas keterbukaan. B. Unsur-unsur Izin Izin adalah perbuatan pemerintah bersegi satu berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk diterapkan pada peristiwa konkret menurut prosedur dan persyaratan tertentu. Dari pengertian ini ada beberapa unsur dalam perizinan, yaitu sebagai berikut : Instrumen Yuridis Dalam negara hukum modern tugas, kewenagan pemerintah tidak hanya sekedar menjaga ketertiban dan keamanan (rust en orde), tetapi juga mengupayakan kesejahteraan umum (bestuurszorg). Tugas dan kewenagan pemerintah untuk menjaga ketertiban dan keamanan meupakan tugas klasik yang sampai kini masih tetap dipertahankan. Dalam rangka melaksanakan tugai ini kepada pemerintah diberikan wewenang dalam bidang pengaturan, yang dari fungsi pengaturan ini muncul beberapa instrument yuridis untuk menghadapi peristiwa individual dan konkret, ketetapan ini merupakan ujung tombak dari instrument hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan. 56 atau sebagai norma penutup dalam rangkaian norma hukum. 57 Salah satu wujud dari ketetapan ini adalah izin. Berdasarkan jenis-jenis ketetapan, izin termasuk sebgai ketetapan 55 Ridwan HR, Op.cithal Ibid 57 Philipus M. Hadjon, Op.cithal125

12 yang bersifat konstitutif, yakni ketetapan yang menimbulkan hak baru yang sebelumnya tidak dimiliki oleh seseorang yang namanya tercantum dalam ketetapan itu Peraturan Perundang-undangan Salah satu prinsip dalam negara hukum adalah wetmatigeheid van bestuur atau pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, setiap tindakan hukum pemerintah, baik dalam menjalankan fungsi pengaturan maupun fungsi pelayanan, harus didasarkan pada wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Om positief recht ten kunnen vasstellen en handhaven is een bevoegheid noodzakelijk. Zonder bevoegheid kunnen geen juridisch concrete besluiten genomen worden. 59 Pembuatan dan penerbitan ketetapan izin merupakan tindakan hukum pemerintahan. Sebagai tindakan hukum, maka harus ada wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan atau harus berdasarkan pada asas legalitas. Tanpa dasar wewenang, tindakan hukum itu menjadi tidak sah. Oleh karena itu, dalam hal membuat dan menerbitkan izin haruslah didasarkan pada wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku karena tanpa adanya dasar wewenang tersebut ketetapan izin tersebut menjadi tidak sah. Pada umumnya wewenang pemerintah untuk mengeluarkan izin itu ditentukan secara tegas dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dari perizinan tersebut. Akan tetapi, dalam penerapannya, menurut Marcus 58 C.J.N. Versteden, Indeiding Algemeen Bestuursrecht. Samsom H.D. Tjeenk Willink, Alphen aan den Rijn, 1984, hal Ibid

13 Luckman, kewenangan pemerintah dalam bidang izin itu bersifat diskresionare power atau berupa kewenangan bebas, dalam arti kepada pemerintah diberi kewenangan untuk memertimbangkan atas dasar inisiatif sendiri hal-hal yang berkaitan dengan izin, misalnya pertimbangan tentang : 60 a. Kondisi-kondisi apa yang memungkinkan suatu izin dapat diberikan kepada pemohon b. Bagaimana mempertimbangkan kondisi-kondisi tersebut c. Konsekuesi yuridis yang mungkin timbul akibat pemberian atau penolakan izin dikaitkan dengan pembatasan peraturan perundangundangan yang berlaku d. Prosedur apa yang harus diikuti atau dipersiapkan pada saat dan sesudah keputusan diberikan baik penerimaan maupun penolakan pemberian izin. 3. Organ Pemerintah Organ pemerintah adalah organ yang menjalankan urusan pemerintahan baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Menurut Sjachran Basah, dari penelusuran perbagai ketentuan penyelenggaraan pemerintahan dapat diketahui bahwa mulai dari administrasi negara tertinggi (presiden) sampai dengan administrasi negara terendah (lurah) berwenang memberikan izin. Ini berarti terdapat aneka ragam administrasi negara ( termasuk instansinya) pemberian izin, yang didasarkan pada jabatan yang dijabatnya baik di tingkat pusat maupun daerah Marcus Lukman, "Eksistensi Peraturan Kebijaksanaan dalam Bidang Perencanaan dan Pelaksanaan Rencana Pembangunan di Daerah serta Dampaknya terhadap Pembangunan Materi Hukum Tertulis Nasional. Disertasi, Universitas Padjadjaran : Bandung, hal Ibid hal 201

14 Terlepas dari beragam organ pemerintahan atau administrasi negara yang mengeluarkan izin, yang pasti adalah bahwa izin hanya boleh dikeluarkan oleh organ pemerintahan. Menurut N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berge, keputusan yang memberikan izin harus diambil oleh organ yang berwenang, dan hampir selalu yang terkait adalah organ-organ pemerinthan atau administrasi negara. Dalam hal ini organ-organ pada tingkat penguasa nasional (seorang menteri) atau tingkat penguasa-penguasa daerah. 62 Beragamnya organ pemerintahan yang berwenang memberikan izin dapat menyebabkan tujuan dari kegiatan yang membutuhkan izin tertentu menjadi terhambat, bahkan tidak mencapai sasaran yang hendak dicapai. Artinya campur tangan pemerintah dalam bemtuk regulasi perizinan dapat menimbulkan kejenuhan bagi pelaku kegiatan yang membutuhkan izin, apalagi bagi kegiatan usaha yang menghendaki kecepatan pelayanan dan menuntu efisiensi. Menurut Soehardjo, pada tingkat tertentu regulasi ini menimbulkan kejenuhan dan timbul gagasan yang mendorong untuk menyederhanakan pengaturan, prosedur, dan birokrasi. Keputusan-keputusan pejabat sering membutuhkan waktu lama, misalnya pengeluaran izin memakan waktu berbulan-bulan, sementara dunia usaha perlu berjalan cepat, dan terlalu banyaknya mata rantai dalam prosedur perizinan banyak membuang waktu dan biaya Soehardjo, Hukum Administrasi Negara Pokok-pokok Pengertian serta Perkembangannya di Indonesia. Badan Penerbit Universitas Diponogoro : Semarang, hal Ibid.

15 4. Prosedur dan Persyaratan Berbagai jenis izin dan instansi pemberian izin dapat saja berubah seiring dengan perubahan kebijakan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan izin tersebut. Meskipun demikian, izin akan tetap ada dan digunakan dalam setiap penyelenggaraan pemerintahan dan kemasyarakatan. Pada umumnya permohonan izin harus menempuh prosedur tertentu yang ditentukan oleh pemerintah, selaku pemberi izin. Disamping harus menempuh prosedur tertentu, pemohon izin juga harus memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu yang ditentukan secara sepihak oleh pemerintah atau pemberi izin. Prosedur dan persyaratan perizinan itu berbeda-beda tergantung jenis izin, tujuan izin, dan instansi pemberian izin. Menurut Soehino, syarat-syarat dalam izin itu bersifat konstitutif dan kondisional. Bersifat konstitutif, karena ditentukan suatu perbuatan atau tingkah laku tertentu yang harus (terlebih dahulu) dipenuhi, artinya dalam hal pemberian izin itu ditentukan suatu perbuatan konkret, dan bila tidak dipenuhi dapat dikenakan sanksi. Bersifat kondisional, karena penilaian tersebut baru ada dan dapat dilihat serta dapat dinilai setelah perbuatan atau tingkah laku yang disyaratkan itu terjadi. 64. Penentuan prosedur dan persyaratan perizinan ini dilakukan secara sepihak oleh pemerintah. Meskipun demikian, pemerintah tidak boleh membuat atau menentukan prosedur dan persyaratan menurut kehendaknya sendiri secara arbitrer (sewenang-wenang), tetapi harus sejalan dengan peraturan perundangundangan yang menjadi dasar dari perizinan tersebut. Dengan kata lain, pemerintah tidak boleh menentukan syarat yang melampaui batas tujuan yang hendak dicapai oleh peraturan hukum yang menjadi dasar perizinan bersangkutan. 64 Soehino, Asas-asas Hukum Tata Pemerintahan. Liberty : Yogyakarta, hal 97.

16 C. Peraturan Perundang-Undangan Terkait Izin Usaha Industri Peraturan perundang-undangan merupakan salah satu instrument pemerintah, yang merupakan sarana atau alat yang digunakan oleh pemerintah dalam melaksanakan tugasnya, dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan. Selain itu, pemerintah juga menggunakan peraturan perundang-undangan tersebut untuk menjalankan kegiatan mengatur dan menjalankan urusan pemerintahan dan kemasyarakatan, seperti perizinan. 65 Untuk menemukan norma hukum dalam administrasi negara, haruslah dicari dalam semua peraturan perundang-undangan terkait sejak tingkat yang paling tinggi dan bersifat umum-abstrak sampai ke tingkat yang terendah dan bersifat individual-konkret. Menurut Indroharto dalam suasana hukum tata usaha negara itu, kita menghadapi beritngkat-tingkat norma-norma hukum yang harus diperhatikan. Artinya peraturan hukum yang harus diterapkan tidak begitu saja kita temukan dalam undang-undang, tetapi dalam kombinasi peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan tata usaha negara yang satu dengan yang lain saling berkaitan. Perizinan, termasuk pemberian izin usaha industri yang merupakan salah satu bentuk kebijakan pemerintah, juga harus memiliki aturan hukum yang mengatur. Berikut berbagai bentuk peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai izin usaha industri : 65 Ridwan HR, Op.cithal129

17 1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 jo Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pemerintahan Daerah Setiap tindakan yang dilakukan oleh pejabat publik, seharusnya memiliki aturan normatif sebagai landasan utama untuk melakukan tindakan tersebut. Pemerintah daerah dalam rangka melaksanakan pemerintahan daerah harus memiliki sebuah landasan normatif yang kuat. Pemerintah daerah dalam menjalankan roda pemerintahan berlandaskan kepada Undang-undang Pemerintahan Daerah Nomor 23 Tahun 2014 jo Nomor 9 Tahun Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 jo Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 tersebut, mengatur sedemikian rupa bagaimana pemerintah pusat memberikan berabagai bentuk kewenangan kepada pemerintah daerah, dengan menggunakan asas desentralisasi. Dalam pemerintahan daerah, menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 jo Undang-undang Nomor 9 Tahun 2010, Pasal 65 menyebutkan : (1) Kepala daerah mempunyai tugas: a. Memimpin pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan dan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD b. Memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat; c. m c. Menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang RPJPD dan rancangan Perda tentang RPJMD kepada DPRD untuk dibahas bersama DPRD, serta menyusun dan menetapkan RKPD d. Menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD, rancangan Perda tentang perubahan APBD, dan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD untuk dibahas bersama e. Mewakili Daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan f. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepala daerah berwenang:

18 a. Mengajukan rancangan Perda b. Menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD c. Menetapkan Perkada dan keputusan kepala daerah d. Mengambil tindakan tertentu dalam keadaan mendesak yang sangat dibutuhkan oleh Daerah dan/atau masyarakat e. Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 65 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 jo Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 menjadi legitimasi bagi kepala daerah untuk melakukan tugas dan melaksanakan kewenangan dari kepala daerah. Mengenai pemberian izin usaha industri tidak disebutkan dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 jo Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pemerintahan Daerah Pasal 65. Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 jo Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pemerintahan Daerah, memberikan kategori urusan pemerintahan yang merupakan urusan pemerintah pusat, dan juga memberikan kategori urusan pemerintahan yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah dengan asas desentralisasi. Berdasarkan Pasal 1 angka 5 Undang-undang Pemerintah Daerah, Urusan Pemerintahan adalah kekuasaan pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden yang pelaksanaannya dilakukan oleh kementerian negara dan penyelenggara Pemerintahan Daerah untuk melindungi, melayani, memberdayakan, dan menyejahterakan masyarakat.kategori urusan pemerintahan yang dibedakan dalam Pasal 9 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 jo Undang-undang Nomor 2015 adalah sebagai berikut:

19 a. Urusan Pemerintah Absolut Pasal 9 ayat (2) Undang-undang Pemerintah Daerah menyarakan bahwa urusan pemerintahan absolut adalah urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Adapun urusan pemerintahan yang dikategorikan sebagai urusan pemerintahan absolut yang dijelaskan dalam Pasal 10 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 jo Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 adalah sebagai berikut : 1) Politik luar negeri 2) Pertahanan 3) Keamanan 4) Yustisi 5) Moneter dan fiskal nasional 6) Agama. b. Urusan Pemerintahan Konkuren Pasal 9 ayat (3) Undang-undang Pemerintah Daerah menyarakan bahwa urusan pemerintahan konkuren adalah Urusan Pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota. Urusan pemerintahan konkuren ini, pada Pasal 11 memberikan kategori terhadap urusan pemerintahan ini menjadi : 1) Urusan Wajib Pasal 1 angka 14 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 jo Undangundang Nomor 9 Tahun 2015 menyatakan bahwa urusan pemerintahan Wajib adalah Urusan Pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh semua Daerah. Urusan Pemerintahan wajib, menurut Pasal 12 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 jo Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 adalah :

20 (1) Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar meliputi : a) Pendidikan b) Kesehatan c) Pekerjaan umum dan penataan ruang d) Perumahan rakyat dan kawasan permukiman e) Ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat; f) Sosial (2) Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar meliputi : a) Tenaga kerja b) Pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak c) Pangan d) Pertanahan e) Lingkungan hidup f) Administrasi kependudukan dan pencatatan sipil g) Pemberdayaan masyarakat dan desa h) Pengendalian penduduk dan keluarga berencana i) Perhubungan j) Komunikasi dan informatika k) Koperasi, usaha kecil, dan menengah l) Penanaman modal m) Kepemudaan dan olah raga n) Statistik o) Persandian p) Kebudayaan q) Perpustakaan r) Kearsipan 2) Urusan Pilihan Pasal 1 angka 15 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 jo Undangundang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan urusan pemerintahan pilihan adalah urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh Daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki Daerah. Urusan pilihan yang dimaksud adalah sebagai berikut :

21 a) Kelautan dan perikanan b) Pariwisata c) Pertanian d) Kehutanan e) Energi dan sumber daya mineral f) Perdagangan g) Perindustrian h) Transmigrasi. c. Urusan Pemerintahan Umum Menurut Pasal 9 ayat (5), urusan pemerintahan umum adalah urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan. Urusan pemerintahan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (5) meliputi: 1) Pembinaan wawasan kebangsaan dan ketahanan nasional dalam rangka memantapkan pengamalan Pancasila, pelaksanaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pelestarian Bhinneka Tunggal Ika serta pemertahanan dan pemeliharaan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia 2) Pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa 3) Pembinaan kerukunan antarsuku dan intrasuku, umat beragama, ras, dan golongan lainnya guna mewujudkan stabilitas kemanan lokal, regional, dan nasional 4) Penanganan konflik sosial sesuai ketentuan peraturan perundangundangan 5) Koordinasi pelaksanaan tugas antarinstansi pemerintahan yang ada di wilayah Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul dengan memperhatikan

22 prinsip demokrasi, hak asasi manusia, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan, potensi serta keanekaragaman Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan 6) Pengembangan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila 7) Pelaksanaan semua Urusan Pemerintahan yang bukan merupakan kewenangan Daerah dan tidak dilaksanakan oleh Instansi Vertikal. Berdasarkan uraian mengenai urusan pemerintahan di atas, dapat dilihat bahwa pada Pasal 12 ayat (3) huruf g, salah satu urusan pemerintah yang menjadi urusan pemerintahan daerah dengan pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat adalah urusan tentang perindustrian. Urusan perindustrian dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tahun 2015 Tentang Pemerintahan Daerah, termasuk urusan pemerintahan konkuren dengan kategori urusan pemerintahan pilihan. Artinya, tidak semua pemerintah daerah yang memiliki kewenangan dalam bidang perindustrian. Hanya pemerintah daerah pada daerah yang berpotensial yang memiliki kewenangan dalam bidang perindustrian, termasuk pemberian izin usaha industri. 2. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian Pembangunan nasional dilaksanakan dengan memanfaatkan kekuatan dan kemampuan sumber daya yang tangguh dan didukung oleh nnilai-nilai budaya yang luhur bangsa, guna mewujudkan kedaulatan, kemandirian dan ketahanan bangsa untuk kepentingan nasional. Pembangunan nasional di bidang ekonomi dilaksanakan untuk menciptakan struktur ekonomi yang mandiri, sehat dan kokoh dengan menempatkan pembangunan industri sebagai penggerak utama.

23 Globalisasi dan liberalisasi membawa dinamia perubahan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian nasional. Di satu sisi, pengaruh yang paling dirasakan adalah terjadi persaingan yang semakin ketat dan di sisi lain membuka peluang kolaborasi. Sehingga pembangunan industri memerluukan berbagai dukungan dalam bentuk perangkat kebijakan yang tepat, perencanaan terpadu dan pengelolaan yang efisien dengan memperhatikan prinsip-prinsip tata kelola yang baik. 66 Undang-undang Perindustrian merupakan peraturan dasar menyangkut perindustrian. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian ini mengatur mengenai : a. Penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang perindustrian b. Rencana induk pembangunan industri nasional c. Kebijakan industri nasional d. Perwilayahan industri nasiona; e. Pembangunan sumber daya industri f. Pembangunan sarana dan prasarana industri g. Pemberdayaan industri h. Tindakan pengamanan dan penyelematan industri i. Perizinan, penanaman modal bidang industri dan fasilitas j. Komite industri nasional k. Peranserta masyarakat l. Pengawasan dan pengendalian 66 Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Perindustrian.

24 Dalam Nomor 23 Tahun 2014, perindustrian dilaksanakan dengan asas : a. Kepentingan nasional b. Demokrasi ekonomi c. Kepastian berusaha d. Pemerataan persebaran e. Persaingan yang sehat f. Keterkaitan industri, Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Perindustrian, Undang-undang ini memberikan kemungkinan kepada pemerintah daerah untuk menangani urusan mengenai urusan perindustrian. Hal tersebut disebutkan dalam Pasal 7 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Perindustrian sebagai berikut : Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota secara bersama-sama atau sesuai dengan kewenanganan masing-masing menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian sebagaimana yang di atur dalam undang-undang ini Dalam rangka kewenangan pemerintah daerah untuk mengurus urusan perindustrian, Gubernur sebagai kepala pemerintahan daerah harus membuat rancangan pembangunan industri provinsi. Dimana rancantan pembangunan industri tersebut harus disesuaikan dengan rancangan pembangunan perindustrian nasional. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2015 Tentang Izin Usaha Industri Pembangunan Industri sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian dilaksanakan dengan berdasarkan asas kepentingan nasional, demokrasi ekonomi, kepastian berusaha, pemerataan

25 persebaran, persaingan usaha yang sehat, dan keterkaitan Industri. Untuk itu, Pemerintah berkewajiban memberikan pembinaan dan pengembangan terhadap pertumbuhan Industri serta menciptakan iklim usaha yang sehat bagi perkembangan dunia usaha. Di sisi lain, dunia usaha perlu memberikan respon positif dengan mengembangkan Industri yang inovatif, efisien, ramah lingkungan dan berkelanjutan sehingga memiliki daya saing di tingkat global. Melalui pembinaan, pengembangan, dan pengaturan Industri yang dilakukan, Pemerintah mengupayakan untuk menciptakan iklim usaha Industri secara sehat dan mantap. Dengan iklim usaha Industri tersebut, diharapkan Industri dapat memberikan umpan balik dalam menciptakan lapangan kerja yang luas, menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan dan kekuatan sendiri dalam membangun Industri. Pencapaian pertumbuhan Industri membutuhkan kepastian berusaha melalui pengaturan perizinan usaha Industri. Menyadari peran tersebut, perizinan harus mampu memberikan motivasi yang dapat mendorong dan menarik minat para investor untuk menanamkan modalnya di sektor Industri. Perizinan merupakan salah satu kebijakan Pemerintah yang dapat menjadi alat untuk menggerakkan perkembangan dunia usaha ke bidang yang mendukung pembangunan Industri. Oleh karena itu, sistem perizinan dapat dimanfaatkan antara lain untuk pemerataan persebaran Industri, pendayagunaan potensi sumber daya Industri secara efisien dan optimal, dan pendataan Industri. 67 Secara hirarki menurut Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Peraturan Perundang-undangan, kedudukan Peraturan Pemerintah 67 Ibid

26 Nomor 107 Tahun 2015 berada di bawah Undang-undang Nomor 3 Tahun Sesuai asas lex posterior derogate legi inferior, Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2015 tidak boleh bertentangan dan harus sejalan dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2015 Tentang Izin Usaha Industri, merupakan peraturan pelaksana dari Undang-undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2015 mengatur mengenai klasifikasi izin usaha industri, kewenangan pemberian izin usaha industri, tata cara pemberian izin usaha industri, izin perluasan, serta tata cara pengenaan sanksi administratif. Berdasarkan pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2015, Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah bahan baku dan/atau memanfaatkan sumber daya industri sehingga menghasilkan barang yang mempunyai nilai tambah atau manfaat lebih tinggi, termasuk jasa industri. Sedangkan pada Pasal 1 angka 5 menyebutkan bahwa izin usaha industri adalah izin yang diberikan kepada setiap orang untuk melakukan kegiatan usaha Industri. Mengenai klasifikasi izin usaha industri, Pasal 2 ayat (2) menyebutkan bhawa kegiatan usaha Industri merupakan kegiatan mengolah Bahan Baku dan/atau memanfaatkan sumber daya Industri untuk: a. Menghasilkan barang yang mempunyai nilai tambah atau manfaat lebih tinggi b. Menyediakan Jasa Industri.

27 Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2015 ini juga memberikan klasifikasi usaha industri, sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 2 ayat (3) sebagai berikut : 1. Usaha Industri Kecil 2. Usaha Industri Menengah 3. Usaha Industri Besar Dalam melaksanakan kegiatan industri, baik usaha industri tersebut merupakan usaha industri kecil, usaha industri menengah, maupun usaha industri besar sekalipun, harus memiliki izin usaha industri. Berdasarkan Pasal 3 ayat (1), klasifikasi izin usaha industri, disesuaikan dengan klasifikasi usaha industri. Untuk usaha industri kecil, harus memiliki izin usaha industri untuk usaha industri kecil, untuk usaha industri menengah, harus memiliki izin usaha industri untuk usaha industri menengah, dan untuk usaha industri besar., harus memiliki izin usaha industri untuk usaha industri besar. Dalam izin usaha industri, Pasal 3 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2015 Tentang Izin Usaha Industri, harus terdapat : a. Identitas perusahaan b. Nomor pokok wajib pajak c. Jumlah tenaga kerja d. Nilai investasi e. Luas lahan lokasi industri f. Kelompok industri sesuai dengan kbli g. Kapasitas produksi terpasang untuk industri yang menghasilkan barang atau kapasitas jasa untuk jasa industri.

28 Izin usaha industri diberikan kepada perusahan yang akan melaksanakan urusan industri oleh pejabat yang berwenang. Sesuai Pasal 3 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2015, izin usaha industri diberikan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Jika di amati Pasal 3 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2015 yang menyatakan bahwa gubernur atau bupati/walikota juga dapat memberikan izin usaha industri sesuai kewenangannya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pemerintah daerah dilegitimasikan memiliki kewenangan untuk memberikan izin usaha industri. Apabila dikaitkan dengan Undang-undang Pemerintah Daerah, dengan mengingat Undang-undang Pemerintah Daerah Nomor 23 Tahun 2014 jo Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 memberikan kewenangan untuk mengurus perindustrian, maka dapat diambil sebuah konklusi bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2015 ekuivalen dengan kewenangan pemerintah daerah dalam mengurus usaha perindustrian yang dimasukan kedalam kategori usaha konkuren pilihan. Perusahaan yang telah diberikan izin usaha industri, memiliki kewajiban untuk melakukan kegiatan industri sesuai dengan izin usaha industri tersebut. dan juga Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2015 ini juga mewajibkan perusahaan yang menerima izin usaha industri untuk menjaga keamanan dan keselamatan alat, proses, hasil produksi, penyimpanan, serta pengangkutan. Menteri berwenang untuk memberikan izin usaha industri terhadap usaha industri yang disebutkan oleh Pasal 10 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2015 sebagai berikut :

29 a. Industri strategis b. Industri teknologi tinggi c. Industri minuman beralkohol d. Industri yang terkait langsung dengan pertahanan dan keamanan e. Industri yang berdampak penting pada lingkungan f. Industri yang merupakan penanaman modal asing dan penanam modal yang menggunakan modal asing, yang berasal dari pemerintah negara lain, yang didasarkan perjanjian yang dibuat oleh Pemerintah Pusat dan pemerintah negara lain. Selain kewenangan yang disebutkan pada Pasal 10 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2015, Gubernur dan bupati atau walikota memiliki kewenangan untuk memberikan izin usaha industri. Berdasarkan Pasal 11 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2015, Gubernur memiliki kewenangan untuk memberikan izin usaha industri besar, selain yang menadi kewenangan menteri sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun Selain itu, berdasarkan Pasal 11 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2015, Gubernur dalam hal memberikan izin usaha industri, dapat mendelegasikan kewenangan kepada kepala instansi pemerintahan provinsi dalam menyelenggarakan pelayanan satu pintu.

30 Sedangkan Pasal 11 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2015 menyebutkan bahwa Bupati/Walikota, dapat memberikan izin usaha industri terhadap usaha industri kecil dan menengah dan bukan merupakan kewenangan menteri. Dan berdasarkan Pasal 11 ayat (2)Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2015, Bupati/Walikota dapat mendelegasikan kewenangan kepada kepala instansi pemerintahan Kabupaten/Kota, dalam menyelenggarakan pelayanan satu pintu. Setiap izin usaha industri baik industri kecil, menengah maupun besar, dalam pemberian izin tersebut harus memiliki syarat dan ketentuan. Terhadap usaha industru kecil, syarat ketentuan yang harus dipenuhi sesuai Pasal 16 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2015 adalah : a. Seluruh modal usahanya harus dimiliki oleh Warga Negara Indonesia b. Bidang usaha Industri yang dinyatakan terbuka dan terbuka dengan persyaratan untuk penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau kebijakan penanaman modal di bidang Industri yang ditetapkan oleh Menteri Syarat dan ketentuan yang harus dimiliki dalam pemberian izin usaha industri menengah dan besar sesuai Pasal Pasal 18 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2015 adalah sebagai berikut :

31 a. Industri yang memiliki keunikan dan merupakan warisan budaya bangsa b. Industri menengah tertentu yang dicadangkan untuk dimiliki oleh warga negara Indonesia, seluruh modal usahanya harus dimiliki oleh Warga Negara Indonesia. 4. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 41/M-IND/PER/6/2008 jo Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 81/M-IND/PER/10/2014 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Usaha Industri,, Izin Perluasan dan Tanda Daftar Industri Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 41/M-IND/PER/6/2008 jo Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 81/M-IND/PER/10/2014 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Usaha Industri, Izin Perluasan dan Tanda Daftar Industri merupakan peraturan teknis yang didasarkan kepada Undangundang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian, dan Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun Dalam Peratruan Menteri Perindustrian Nomor 41/M-IND/PER/6/2008 jo Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 81/M-IND/PER/10/2014 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Usaha Industri, Izin Perluasan dan Tanda Daftar Industri, memiliki aturan yang sama dengan Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2014, yang menyatakan bahwa setiap usaha industri, baik industri kecil, menengah, maupun besar harus memiliki izin usaha industri. Perbedaan antara Peratruan Menteri Perindustrian Nomor 41/M- IND/PER/6/2008 jo Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 81/M- IND/PER/10/2014 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Usaha

32 Industri, Izin Perluasan dan Tanda Daftar Industri dan Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2014 adalah sifat pengaturan Peratruan Menteri Perindustrian Nomor 41/M-IND/PER/6/2008 jo Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 81/M- IND/PER/10/2014 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Usaha Industri, Izin Perluasan dan Tanda Daftar Industri yang lebih bersifat teknis. Dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 41/M- IND/PER/6/2008 jo Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 81/M- IND/PER/10/2014 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Usaha Industri, Izin Perluasan dan Tanda Daftar Industri, cara memberikan izin usaha industri dapat dilakukan dengan persetujuan prinsip maupun tanpa persetujuan prinsip. Pemberian izin usaha industri dengan persetujuan prinsip menurut Pasal 4 ayat (1), diberikan kepada pelaku usaha industri yang melakukan kegiatan di daerah Kawasan Industri atau Kawasan Berikat. Syarat yang harus dimiliki agar dapat memiliki izin usaha industri dengan persetujuan prinsip menurut Pasal 5 ayat (2) adalah sebagai berikut : a. Memiliki IMB b. Memiliki Izin Lokasi c. Izin Undang-undang Gangguan d. Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan Upaya Kelola Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) e. Telah selesai membangun sarana pabrik dan sarana produksi.

33 Sedangkan menurut Pasal 21 Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 41/M-IND/PER/6/2008 jo Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 81/M- IND/PER/10/2014 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Usaha Industri, pemberian izin usaha industri dengan tanpa persetujuan prinsip, diberikan dengan cara membuat surat pernyataan sesuai dengan surat SP-1, dan bagi perusahaan yang berada di kawasan industri/ kawasan berikat, harus melampirkan surat keterangan dari pengelola kawasan industri/kawasan berikat.

34 BAB IV PROSEDUR PEMBERIAN IZIN USAHA INDUSTRI DALAM PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 10 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA INDUSTRI, PERDAGANGAN, RUANGAN/GUDANG, DAN TANDA DAFTAR PERUSAHAAN OLEH PEMERINTAH KOTA MEDAN A. Jenis-jenis Izin yang Diberikan Oleh Pemerintah Daerah Izin merupakan instrumen yuridis yang berbentuk ketetapan, yang digunakan oleh pemerintah dalam menghadapi peristiwa konkret dan individual. Peristiwa konkret tersebut dapat diartikan sebagai peristiwa yang terjadi pada waktu tertentu, orang tertentu, tempat tertentu dan fakta hukum tertentu dan bersifat beragam karena itu, sejalan dengan perkembangan masyarakat, izinpun memiliki berbagai keragaamn tergantung cara dan prosedur tergantung pada kewenangan pember izin, dan struktur organisasi yang mengeluarkannya. 68 Contohnya adalah Dinas Pendapatan Daerah yang menerbutkan 9 macam jenis izin, Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan yang menerbitkan 5 jenis izin, Bagian Perekonomian menerbitkan 4 jenis izin, bagian Kesejahteraan rakyat yang menerbitkan 4 jenis izin. 69 Berbagai jenis izin dan instansi pemberi izin dapat saja berubah seiring dengan perubahan kebijakan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan izin tersebut. Pada umumnya, wewenang pemerintah untuk mengeluarkan izin itu ditentukan secara tegas dalam peraturan perundang-undangan. Karena peraturan perundang-undangan tersebut merupakan suatu dasar yang bersifat konkrit dan 68 Ridwan HR, Op,cit. hal Sjachran Basah, Makalah, Perizinan di Indonesia, Makalah disampaikan sebagai bahan penataran Hukum Administrasi dan Lingkungan di Fakultas Hukum Unair Surabaya, pada November hal

35 tegas bagi pemerintah untuk melakukan penerbitan izin. Secara logika, tanpa adanya kewenangan baik pemberian wewenang secara atribusi maupun dengan pelimpahan wewenang secara delegasi maupun mandate, harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan. Akan tetapi, dalam penerapannya menurut Marcus Lukman, kewenangan pemerintah dalam bidang izin itu bersifat diskresionare power atau berupa kewenangan bebas, dalam arti kepada pemerontah diberikan kewenangan untuk mempertimbangkan atas dasar inisiatif yang berkaitan dengan pemberian izin. 70 Pada dasarnya, apabila penerbitan izin tersebut diberikan berdasarkan kebebasan bertindak dari pemerintah atau diskresi, memiliki keuntungan maupun kerugian. Keuntungannya adalah apabila penerbitan izin berdasarkan asas diskresi, maka penerbitan izin tersebut akan lebih mudah dan tidak menggunaka prosedur yang terlalu rumit. Akan tetapi, kerugian pada saat penerbitan izin jika didasarkan kepada diskresi akan membuka celah yang sebesar-besarnya bagi pejabat yang berwenang menerbitkan izin untuk melakukan korupsi, terutama dalam bentuk gratifikasi maupun penyalahgunaan jabatan dan wewenang. Pemerintah daerah memiliki kewenangan dalam melakukan berbagai bentuk penerbitan izin, berdasarkan asas dekonsentrasi dari pemerintah pusat. Selain itu, pemerintah daerah dalam meberikan izin, juga didasarkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemerintah daerah dapat memberikan izin dengan dasar sebagaimana yang disebutkan dalam BAB IV mengenai urusan pemerintahan pada Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Jo Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pemerintahan Daerah. 70 F.A.M Stroink dan J.G. Steenbeek, Inleiding in het Staats-en Administratief Recht, Alphen aan den Rijn : Samson H.D. Tjeenk Willink, hal 26. Dalam Ibid hal212

PEMBAGIAN KEKUASAAN SECARA VERTIKAL Hubungan Pusat dan Daerah

PEMBAGIAN KEKUASAAN SECARA VERTIKAL Hubungan Pusat dan Daerah PEMBAGIAN KEKUASAAN SECARA VERTIKAL Hubungan Pusat dan Daerah Dr. Herlambang P. Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga 2017 / herlambang@fh.unair.ac.id Poin Pembelajaran

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat - 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAHAN KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam berita AIPI (1997) mengatakan bahwa pelaksanaan berasal dari kata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam berita AIPI (1997) mengatakan bahwa pelaksanaan berasal dari kata 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pelaksanaan Pengertian pelaksanaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perihal pembuatan atau usaha dan sebagainya (Poerwodarminto, 1986). Soemardjan dalam

Lebih terperinci

PARADIGMA BARU PEMBANGUNAN DAERAH 1

PARADIGMA BARU PEMBANGUNAN DAERAH 1 PARADIGMA BARU PEMBANGUNAN DAERAH 1 Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. 2 URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH PASCA UU NO. 23/2014 1. Urusan Pemerintahan Absolut Menurut ketentuan UU baru, yaitu UU No. 23 Tahun

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa efisiensi

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.244, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Otonomi. Pemilihan. Kepala Daerah. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERIZINAN PENDIRIAN KLINIK. Dalam kamus hukum, izin (vergunning) diartikan sebagai;

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERIZINAN PENDIRIAN KLINIK. Dalam kamus hukum, izin (vergunning) diartikan sebagai; 43 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERIZINAN PENDIRIAN KLINIK 2.1 Perizinan 2.1.1 Pengertian Perizinan Dalam kamus hukum, izin (vergunning) diartikan sebagai; Overheidstoestemming door wet of verordening

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 60 2016 SERI : E PERATURAN WALI KOTA BEKASI NOMOR 60 TAHUN 2016 TENTANG PENJABARAN URUSAN PEMERINTAHAN, FUNGSI PENUNJANG URUSAN PEMERINTAHAN DAN URUSAN PEMERINTAHAN UMUM

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan Pasal 18 ayat (7) Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan Pasal 18 ayat (7) Undang-Undang

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI Draf tanggal 7-8 Juli 2014 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BUPATI KULON PROGO DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH

BUPATI KULON PROGO DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH BUPATI KULON PROGO DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON PROGO, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan Pasal 18 ayat (7) Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN KOTA

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI Draf tanggal 25-26 Agustus 2014 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi PEMERINTAHAN DAERAH Harsanto Nursadi Beberapa Ketentuan Umum Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

KEWENANGAN KEPALA DAERAH DALAM MELAKUKAN INOVASI PENGEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI DI DAERAH

KEWENANGAN KEPALA DAERAH DALAM MELAKUKAN INOVASI PENGEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI DI DAERAH Jurnal Psikologi September 2015, Vol. III, No. 1, hal 28-38 KEWENANGAN KEPALA DAERAH DALAM MELAKUKAN INOVASI PENGEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI DI DAERAH Khoirul Huda Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Lebih terperinci

PARADIGMA MESIN PEMBANGUNAN UNTUK PERKEMBANGAN DAERAH 1. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH.

PARADIGMA MESIN PEMBANGUNAN UNTUK PERKEMBANGAN DAERAH 1. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. PARADIGMA MESIN PEMBANGUNAN UNTUK PERKEMBANGAN DAERAH 1 Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. TRIAS POLITIKA BARU Sekarang kita hidup di abad ke-21. Dunia tidak lagi berbatas secara kaku. Beberapa aspek

Lebih terperinci

BAB II PEDOMAN PENETAPAN IZIN GANGGUAN. Di dalam kamus istilah hukum, izin (vergunning) dijelaskan sebagai

BAB II PEDOMAN PENETAPAN IZIN GANGGUAN. Di dalam kamus istilah hukum, izin (vergunning) dijelaskan sebagai BAB II PEDOMAN PENETAPAN IZIN GANGGUAN A. Pengertian Perizinan Di dalam kamus istilah hukum, izin (vergunning) dijelaskan sebagai perkenaan/izin dari pemerintah yang disyaratkan untuk perbuatan yang pada

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI 1 BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH PROVINSI JAWA BARAT SALINAN GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menciptakan

Lebih terperinci

ANATOMI URUSAN PEMERINTAHAN

ANATOMI URUSAN PEMERINTAHAN PENGANTAR ANATOMI URUSAN PEMERINTAHAN 1. PERTAHANAN 2. KEAMANAN 3. AGAMA 4. YUSTISI 5. POLITIK LUAR NEGERI 6. MONETER & FISKAL ABSOLUT PELAYANAN (6) S P M DASAR WAJIB (24) KONKUREN PILIHAN (8) NON PELAYANAN

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENERBITAN SURAT IZIN USAHA PERDANGANGAN DI KOTA PALU WIJAYA / D

KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENERBITAN SURAT IZIN USAHA PERDANGANGAN DI KOTA PALU WIJAYA / D KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENERBITAN SURAT IZIN USAHA PERDANGANGAN DI KOTA PALU WIJAYA / D 101 09 729 ABSTRAK Topik ini menjadi menarik dilakukan pengkajian setidak-tidaknya karena Beberapa perkembangan

Lebih terperinci

TINJAUAN UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK DALAM PELAYANAN PERIZINAN DI DAERAH

TINJAUAN UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK DALAM PELAYANAN PERIZINAN DI DAERAH BAB II TINJAUAN UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK DALAM PELAYANAN PERIZINAN DI DAERAH 1.1 Pengertian dan Prinsip Pemerintahan Yang Baik a. Pengertian pemerintahan yang baik Proses demokratisasi politik dan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB II IZIN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

BAB II IZIN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA BAB II IZIN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA D. Pengertian Izin Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengendalikan tingkah laku warga. Menurut Spelt dan Ten Berge, izin adalah

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL 1 2016 BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL No.130,2016 Bagian Organisasi Sekretariat Daerah Kabupaten Bantul. PEMERINTAH DAERAH. ORGANISASI. TATA LAKSANA. Kedudukan. Susunan Organisasi. Tugas. Fungsi. Tata

Lebih terperinci

KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PENGUATAN KELEMBAGAAN KPH SEBAGAI PENGELOLA KAWASAN HUTAN DI TINGKAT TAPAK YANG MANDIRI Drs. H. Slamet, M.Si KASUBDIT WILAYAH IV DIREKTORAT FASILITASI KELEMBAGAAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 6 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 6 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 6 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

Lebih terperinci

Tugas, Wewenang, Kewajiban, dan Hak Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Menurut Undang Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Darah

Tugas, Wewenang, Kewajiban, dan Hak Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Menurut Undang Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Darah Tugas, Wewenang, Kewajiban, dan Hak Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Menurut Undang Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Darah Pasal 65 (1) Kepala daerah mempunyai tugas: a. memimpin pelaksanaan

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI PERDESAAN MELALUI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP)

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI PERDESAAN MELALUI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) KEMENTERIAN DALAM NEGERI POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI PERDESAAN MELALUI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) W. Sigit Pudjianto Direktur Pengembangan Ekonomi Daerah Jakarta,

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

HUBUNGAN PEMERINTAH DAERAH, KECAMATAN DAN DESA. Bagian Pemerintahan Setda Kab. Lamongan

HUBUNGAN PEMERINTAH DAERAH, KECAMATAN DAN DESA. Bagian Pemerintahan Setda Kab. Lamongan HUBUNGAN PEMERINTAH DAERAH, KECAMATAN DAN DESA Bagian Pemerintahan Setda Kab. Lamongan DASAR HUKUM UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa FILOSOFI PEMERINTAHAN

Lebih terperinci

RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

WALIKOTA BUKITTINGGI

WALIKOTA BUKITTINGGI WALIKOTA BUKITTINGGI PERATURAN DAERAH KOTA BUKITTINGGI NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BUKITTINGGI, Menimbang : a. bahwa penanaman modal adalah salah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 232

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA SALINAN BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH YANG BERSIFAT NASIONAL DI ACEH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH YANG BERSIFAT NASIONAL DI ACEH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH YANG BERSIFAT NASIONAL DI ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No. 5797 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I INDUSTRI. Izin Usaha. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 329). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH YANG BERSIFAT NASIONAL DI ACEH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH YANG BERSIFAT NASIONAL DI ACEH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH YANG BERSIFAT NASIONAL DI ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, Menimbang : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG PENANGANAN KONFLIK SOSIAL

IMPLEMENTASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG PENANGANAN KONFLIK SOSIAL KEMENTERIAN DALAM NEGERI IMPLEMENTASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG PENANGANAN KONFLIK SOSIAL Widodo Sigit Pudjianto, SH, MH Kepala Biro Hukum Kementerian Dalam Negeri JAKARTA, Senin, 29 Juni 2015

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERIZINAN, PEREDARAN DAN PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERIZINAN, PEREDARAN DAN PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERIZINAN, PEREDARAN DAN PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL 2.1 Pengertian Perizinan Penggunaan kata izin dalam ranah hukum merupakan salah satu instrumen yang paling banyak digunakan

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PEMERINTAH DESA

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PEMERINTAH DESA BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 8 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 12 TAHUN : 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON PROGO,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. itu, hal ini disebabkan oleh antara para pakar tidak terdapat persesuaian paham,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. itu, hal ini disebabkan oleh antara para pakar tidak terdapat persesuaian paham, 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Izin Izin sangat sulit untuk di definisikan, hal ini dikemukakan oleh Van der Pot yang mengatakan, sangat sukar membuat definisi untuk menyatakan pengertian izin

Lebih terperinci

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 8 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH KOTA SEMARANG Menimbang : a. Mengingat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PENGAWASAN TERHADAP PERIZINAN INDUSTRI DI KABUPATEN BADUNG

PENGAWASAN TERHADAP PERIZINAN INDUSTRI DI KABUPATEN BADUNG PENGAWASAN TERHADAP PERIZINAN INDUSTRI DI KABUPATEN BADUNG OLEH: I NENGAH SUHARTA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA 2015 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang John Locke menganggap bahwa negara merupakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 01 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIANTAN SELATAN

BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIANTAN SELATAN BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO KUALA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PELAKSANAAN UU. NO. 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

PELAKSANAAN UU. NO. 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH PELAKSANAAN UU. NO. 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH Oleh BUPATI BANGKA Disampaikan dalam Rakor Gubernur dengan Bupati/Walikota se-prov. Kep. Bangka Belitung Pangkalpinang, 2 Desember 2014 ARAH

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN IZIN PENDIRIAN TVRI

BAB II PENGATURAN IZIN PENDIRIAN TVRI BAB II PENGATURAN IZIN PENDIRIAN TVRI A. Pengertian Perizinan Dalam suatu negara hukum modren, dimana pemerintah ikut campur dalam segala lapangan kehidupan masyarakat, maka kepada administrasi negara

Lebih terperinci

BUPATI SAMBAS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH

BUPATI SAMBAS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH T DRAF BUPATI SAMBAS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : BUPATI SAMBAS, a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 2 TAHUN 2008

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 2 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 2 TAHUN 2008 Urusan Pemerintahan Daerah Kabupaten Bima Pemerintah Kabupaten Bima PEMERINTAH KABUPATEN BIMA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR : 2 TAHUN 2008 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR : 9 TAHUN 2008 SERI : D NOMOR : 7 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BOMBANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOMBANA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BOMBANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOMBANA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BOMBANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOMBANA, Menimbang Mengingat : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 12 TAHUN 2009 SERI E NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN KONKUREN KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pemerintah Daerah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 21 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 21 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, FINAL PANSUS 15 DES 2011 PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 21 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BUPATI TANA TORAJA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI TANA TORAJA PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI TANA TORAJA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH LEMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 6 2016 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 06 TAHUN 2016 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN DAERAH KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1 PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG LAPORAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH KEPADA PEMERINTAH, LAPORAN KETERANGAN PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DAERAH KEPADA DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang :

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang : a. bahwa Penanaman Modal

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN REMBANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN REMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN REMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, Menimbang

Lebih terperinci

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL 1. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sebagai upaya terus menerus

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 38 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 38 TAHUN 2007 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN PERIZINAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANJAR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN PERIZINAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANJAR 1 Menimbang Mengingat : : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN PERIZINAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

BUPATI KUNINGAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI KUNINGAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI KUNINGAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA Menimbang Mengingat DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA

PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA BAHAN PAPARAN [ARAH KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA S U M A T E R A K A L I M A N T A N I R I A N J A Y A J A V A Ps 28E (1) setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA BLITAR

PEMERINTAH KOTA BLITAR PEMERINTAH KOTA BLITAR PERATURAN DAERAH KOTA BLITAR NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH KOTA BLITAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BLITAR, Menimbang : a. bahwa dalam menjalankan

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA BUPATI KUDUS,

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA BUPATI KUDUS, BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan,

Lebih terperinci

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUMEDANG BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG 1 2015 No.02,2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Bagian Pemerintahan Desa Sekretariat Daerah Kabupaten Bantul. Pedoman, organisasi, pemerintah, desa. BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara. Kemajuan perindustrian tidak lepas dari peran pemerintah. memberi kemudahan di sektor perizinan industri.

BAB I PENDAHULUAN. Negara. Kemajuan perindustrian tidak lepas dari peran pemerintah. memberi kemudahan di sektor perizinan industri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan suatu Negara dapat dikatakan maju apabila didukung oleh majunya perindustrian yang dimiliki. Perindustrian yang semakin bertumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN ACEH TIMUR

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN ACEH TIMUR QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN ACEH TIMUR BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH

Lebih terperinci