BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah
|
|
- Sri Sudirman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 6 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Irian Jaya merupakan salah satu dari lima pulau besar di Indonesia. Irian Jaya kemudian resmi berganti nama menjadi Papua pada 1 Januari 2000 dibawah pemerintahan presiden KH Abdurrahman Wahid sesuai atas tuntutan masyarakat Papua. Pulau ini terletak diujung timur Indonesia dengan luas kilometer persegi. Wilayah Papua ini dihuni oleh etnis Papua yang memiliki penanda warna kulit sangat gelap, kecoklatan atau hitam, kadang-kadang hampir mendekati, tetapi tidak pernah sama dengan pekatnya warna kulit ras Negroid. Etnis Papua sangat berbeda dalam warna kulit dengan etnis Melayu yang dominan ada di Indonesia, kadang-kadang agak hitam atau kecoklatan dengan rambut sangat kasar dan kering. Di Papua sendiri terdapat keanekaragaman latar belakang ras, yaitu Negroid, Melanosoid, Mikronesia, dan Mongoloid. Keanekaragaman penduduk Papua juga dapat terlihat dari 250 bahasa yang digunakannya. Pada beberapa daerah di Papua, penduduk menggunakan bahasa lokal dengan dialeg berbedabeda. Dilihat dari letak geografis, Papua terletak kurang lebih 1 o dari Selatan katulistiwa, antara 130 O Bujur Barat dan 141 O Bujur Timur sedangkan secara topografis, Papua terbagi dalam tiga wilayah. Pertama, wilayah kepala burung, yang mencakup Manokwari, Fakfak, Sorong, Kaimana, Teminabuan, Bintuni, Ransiki, Ayamaru, dan Windesi. Kedua, wilayah pegunungan tengah sampai utara, yakni Jayawijaya, Nabire, Kepulauan Yapen, Biak, Numfor, Supiori, Sarmi, dan Jayapura. Ketiga, wilayah selatan pegunungan tengah, yakni Mimika, Asmat, dan Merauke. Pulau papua ini pemerintahan kolonial dibagi menjadi dua bagian dengan menarik suatu garis perbatasan dari utara ke selatan yang membagi pulau ini menjadi dua, yaitu Nieuw Guniea atau sekarang Papua dibagian barat dan Papua New Guinea di bagian Timur.
2 7 Provinsi Papua sangat kaya dengan berbagai potensi sumberdaya alam. Sektor pertambangannya sudah mampu memberikan kontribusi lebih dari 50% perekonomian Papua, dengan tembaga, emas, minyak dan gas menempati posisi teratas yang dapat memberikan kontribusi ekonomi bagi daerah itu. Pada bidang pertambangan, provinsi ini memiliki potensi 2,5 miliar ton batuan biji emas dan tembaga, semuanya terdapat di wilayah konsesi Freeport. Di samping itu, masih terdapat beberapa potensi tambang lain seperti batu bara berjumlah 6,3 juta ton, batu gamping di atas areal seluas ha, pasir kuarsa seluas 75 ha dengan potensi hasil 21,5 juta ton, lempung sebanyak 1,2 jura ton, marmer sebanyak 350 juta ton, granit sebanyak 125 juta ton dan hasil tambang lainnya seperti pasir besi, nikel dan krom ( Papua tidak hanya memiliki kekayaan alam dari sisi pertambangan yang melimpah namun wilayah Papua juga memiliki potensi pariwisata yang yang terkenal seperti Taman Nasional Lorentz yang merupakan salah satu kawasan konservasi istimewa yang tidak biasa seperti kawasan lainnya karena pada tanggal 12 Desember 1999 PBB melalui United Nation Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO) secara resmi menetapkannya sebagai situs alam warisan dunia yang memiliki kurang lebih 43 jenis ekosistem. Potensi parawisata lain yang dimiliki oleh Papua adalah Kepulauan Raja Ampat yang merupakan salah satu destinasi menyelam terbaik di dunia. Raja Ampat memiliki memiliki konsentrasi kehidupan laut terbesar di dunia yang terdiri dari 75% spesies karang, lebih dari 10 ribu spesies ikan, kura-kura, ikan hiu dan manta yang belum terjamah oleh banyak orang ( Kekayaan alam yang kaya di Papua ditambah dengan jumlah penduduk yang tidak padat yaitu sekitar 3,6 juta seharusnya mampu menjadi indikator Papua untuk menjadi daerah yang maju dan makmur. Namun kenyataannya, Papua merupakan provinsi tertinggal, dengan kemiskinan tertinggi serta Indeks Pembangunan Manusia paling rendah dibandingkan dengan provinsi lainnya.
3 8 Sebagai perbandingan, IPM Nasional tahun 2011 mencapai 72,77%, sedangkan IPM Papua mencapai 65,36%. Angka melek huruf Nasional mencapai 92,99% sedangkan Papua mencapai 75,91%. Demikian juga tingkat kesenjangan kemiskinan Papua jauh tertinggal dibandingkan dengan daerah lainnya. Jika kemiskinan nasional mencapai 11,66% maka Papua berada pada kisaran 30,66% ( Masalah kemiskinan yang dimiliki oleh Papua kemudian menjadi penghambat utama dalam mendapatkan akses pendidikan. Jika pemerintah dan berbagai pihak tidak memberikan perhatian khusus bagi daerah Indonesia Timur yang masih tertinggal dalam hal mutu dan kualitas pendidikan maka akan timbul ketimpangan sosial. Pendidikan adalah ujung tombak dari pemecahan masalah kesejahteraan masyarakat tertinggal saat ini dengan majunya pendidikan maka diharapkan generasi muda dapat kembali ke daerah asalnya mampu untuk membangun tanah kelahirannya. Menurut Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Papua yaitu Bapak Elias Wonda di Papua, untuk mewujudkan implementasi pendidikan, memang masih terkendala dengan beberapa persoalan, yaitu selain permasalahan teknis seperti tenaga pendidik yang masih minim, juga ditambah dengan lokasi sekolah yang berjauhan, kondisi topografis, demografi dan geografi wilayah Papua yang berada di kawasan dataran tinggi dan pegunungan tempat sekolah berada. Bahkan untuk mencapai sebuah sekolah yang terletak di kawasan pegunungan, harus menggunakan transportasi udara yang kemudian harus disambung dengan berjalan kaki (Friastuti dalam Syahputra, 2015:3). Usaha dalam peningkatan mutu dan kualitas pendidikan Papua juga masih terdapat kendala lainnya. Salah satu kendalanya adalah banyak tenaga pengajar yang tidak bertahan di tempat tugasnya khususnya di daerah terpencil di Papua dan distribusi tenaga pengajar yang masih tidak merata di Papua ditambah dengan kurangnya infrastruktur sekolah dan pengawasan pendidikan yang masih sangat rendah dibandingkan dengan daerah lainnya di Indonesia.
4 9 ( Pemerataan dan keterbukaan akses pendidikan sangat penting untuk memperkokoh kekuatan dan kesatuan bangsa. Keutuhan berbangsa tercermin dari tingkat pendidikan yang merata sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Lemahnya latar belakang pendidikan pada salah satu bagian wilayah, menyebabkan lemahnya kekuatan rantai persatuan sebagai bangsa. Upaya untuk mengatasi dan memperkuat rantai kesatuan berbangsa tersebut, salah satunya melalui peningkatan akses dan penuntasan pendidikan tinggi bagi daerah terpinggirkan dan daerah yang mengalami ketertinggalan dalam pendidikan khususnya bagi daerah Papua ( puyag#q=program+adik+papua). Usaha pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam mengatasi permasalahan ketertinggalan pendidikan di Papua adalah melakukan berbagai program prioritas untuk mencapai kemajuan dan percepatan pembangunan pendidikan di Provinsi Papua dan Papua Barat. Salah satu program yang dilaksanakan oleh Ditjen Pendidikan Tinggi, Unit Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat (UP4B) dan Majelis Rektor Perguruan tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) yaitu Afirmasi Pendidikan Tinggi bagi Putra-Putri asli Papua dan Papua Barat (ADIK Papua). Program ADIK Papua memberikan kesempatan bagi generasi muda Asli Papua untuk bisa mengikuti pendidikan tinggi negeri bersama dengan mahasiswa lain dari seluruh Indonesia. Sampai saat ini ADIK Papua masih terus ditingkatkan kualitasnya dari tahun ke tahun. Melihat tujuan dari Program ADIK Papua ini adalah memberikan kesempatan kepada putra-putri Asli Papua lulusan SMA sederajat yang berprestasi akademik baik, untuk memperoleh pendidikan tinggi di PTN terbaik; mendapatkan calon mahasiswa baru putra-putri Asli Papua melalui seleksi nasional dan seleksi khusus bagi siswa berprestasi akademik di SMA sederajat; menyiapkan sumber daya manusia putra-putri asli Papua yang berkualitas untuk berkontribusi dalam pembangunan nasional. Program ini meningkat dari tahun ke tahun. Kuota beasiswa ADIK di tahun 2014 baru sebesar 269 orang, namun pada
5 10 tahun 2015 kuota penerimanya naik menjadi 434 orang ( Adanya peningkatan penerima Program ADIK Papua dapat menjadi jawaban salah satu permasalahan ketertinggalan pendidikan Papua mengingat bahwa semakin banyak sumber daya manusia Papua yang dipersiapkan untuk membangun peningkatan kesejahteraan Papua. Lulusan dari program Afirmasi ini diharapkan akan menjadi kaum intelektual baru yang akan kembali dan membangun tanah Papua. Program ini memberi kesempatan kepada calon mahasiswa untuk memilih jurusan pendidikan sesuai minat dan kemampuan akademik. Program studi yang sudah disiapkan adalah: Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, Farmasi, Teknik, Pertanian, Akuntansi, Statitiska, Keguruan dan Ilmu Pendidikan di 39 perguruan tinggi negeri di Indonesia. Salah satu perguruan tinggi negeri yang bekerjasama dengan program ADIK Papua adalah (USU). mulai menerima mahasiswa Afirmasi sejak tahun pertama diadakan yaitu tahun 2012 dengan jumlah mahasiswa 17 orang sebagai angkatan I, angkatan II (2013) berjumlah 12 orang, angkatan III (2014) berjumlah 17 mahasiswa dan angkatan IV (2015) berjumlah 26 orang. Mahasiswa asal Papua yang berjumlah 72 orang tersebut tersebar di 8 Fakultas yakni, Fakultas Kedokteran, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Fakultas Pertanian, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Fakultas Teknik, Fakultas Farmasi dan Keperawatan. Di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik terdapat 2 mahasiswa asal Papua yakni di jurusan Ilmu Politik dan Ilmu Kesejahteraan Sosial (pra penelitian dengan Agustinus anggota IMP (Ikatan Mahasiswa Papua) Sumut, 2015). Program ADIK Papua yang telah dikerjakan oleh pemerintah ini tidak sepenuhnya berjalan lancar hal ini dikarenakan banyak mahasiswa Papua kembali ke tanah kelahirannya sebelum menyelesaikan studinya. Wakil Rektor I USU, Prof. Ir. Zulkifli Nasution, M.Sc., Ph.D mengatakan bahwa mahasiswa asal Papua kurang rajin atau kurang usaha dalam mengikuti perkuliahan. Beberapa dari mereka ada yang meminta pindah jurusan karena tidak mampu mengikuti perkuliahan. Ada pula yang sudah tidak masuk kuliah seminggu dengan alasan
6 11 yang sama bahkan ada mahasiswa yang kembali ke Papua tanpa melapor ke Universitas (Syahputra, 2014: 6-7). Hal ini menunjukkan ada ketidakyakinan terhadap kemampuan yang mereka miliki, rasa rendah diri, dan konflik dalam diri mereka akibat dari kondisi sekitar mereka yang jauh dari harapan. Padahal untuk bisa menerima beasiswa ini mereka telah melewati proses seleksi di daerahnya yang secara nasional dirancang dalam beberapa tahapan, dimulai dari tahapan pendataan dan pendaftaran, seleksi/ujian, pembekalan, mobilisasi, registrasi, pembiayaan, pembinaan dan pembimbingan belajar agar mahasiswa dapat menyelesaikan pendidikan tingginya dengan tuntas dan hasil yang baik. Mahasiswa asal Papua harus merantau dan meninggalkan keluarga serta tanah kelahirannya untuk sebuah tujuan untuk perbaikan kualitas pendidikan. Di lingkungan yang baru mereka harus berinteraksi dengan lingkungan yang berbeda jauh dengan latar belakang budaya mereka. Dengan latar belakang budaya yang sudah melekat pada diri mereka, termasuk tata cara komunikasi yang telah terekam secara baik di saraf individu dan tak terpisahkan dari pribadi individu tersebut, kemudian diharuskan memasuki suatu lingkungan baru dengan variasi latar belakang budaya yang tentunya jauh berbeda membuat mereka menjadi orang asing di lingkungan itu (Maulida, 2014:3). Pada awal berinteraksi dengan lingkungan baru mahasiswa asal Papua cenderung tidak percaya diri dan menarik diri untuk berkomunikasi dengan lingkungan barunya. Hal ini dikarenakan adanya kecemasan, perasaan takut ditolak, tekanan dari dalam diri dalam menghadapi budaya yang belum pernah mereka kunjungi sebelumnya. Keterbatasan pengetahuan tentang budaya tempat tinggal mereka sekarang dan ditambah dengan adanya perbedaan budaya yang sangat jauh dengan budaya mereka membuat mereka stress secara psikologis dalam pertemuan-pertemuan antarbudaya serta merasa tidak nyaman dalam berkomunikasi dengan lingkungannya (pra penelitian dengan Agustinus, 2015). Medan merupakan kota Metropolitan dengan berbagai kemajemukan dan keragaman budaya yang ada. Budaya yang pluralis dan heterogen di Kota Medan membuat setiap penduduknya diperhadapkan pada interaksi antarbudaya termasuk mahasiswa Papua yang tinggal di kota Medan. Masa kuliah mahasiswa Papua yang mencapai 4 tahun atau lebih diperlukan suatu modal dalam berkomunikasi
7 12 antarbudaya dalam berinteraksi dengan lingkungan tempat mereka menuntut ilmu dan ini menjadi suatu hal yang menarik untuk diteliti. Kecemasan bagaimana harus berkomunikasi ketika memasuki lingkungan budaya yang baru adalah hal yang wajar. Namun, jika hal tersebut berkelanjutan dan terus terjadi maka individu yang memasuki budaya baru tersebut akan mengalami tekanan mental yang mengarah pada kondisi ketidaknyamanan dan merasa tertolak di lingkungan baru tersebut. Kesulitan beradaptasi dengan lingkungan tempat mahasiswa Papua yang menuntut ilmu baik dengan mahasiswa lainnya maupun dengan dosen yang mengajar mereka akan mempengaruhi keefektifan perkuliahan mereka. Adanya mahasiswa Papua yang kembali pulang ke daerah asalnya menunjukkan bahwa tidak semua mahasiswa Papua mampu menghadapi kondisi lingkungan baru mereka dengan baik. Suatu kecakapan dan kemampuan komunikasi dibutuhkan untuk dapat berbaur baik dengan lingkungan sekitar khususnya dengan lingkungan yang berbeda budaya seperti yang dialami oleh para mahasiswa asal Papua yang menuntut ilmu di. Adanya mahasiswa asal Papua yang kembali ke tanah kelahirannya menunjukkan adanya ketidaknyamanan ketika berkomunikasi antarbudaya. Ketidaknyamanan ini dikarenakan kurangnya kompetensi komunikasi antarbudaya yang dimiliki mahasiswa asal Papua. Liliweri (2009) mendefenisikan kompetensi antarbudaya sebagai kompetensi antarbudaya sebagai kompetensi yang dimiliki oleh seseorang (baik secara pribadi, kelompok, organisasi atau dalam etnik dan ras) untuk meningkatkan kapasitas, keterampilan, pengetahuan, yang berkaitan dengan kebutuhan utama dari orang-orang lain yang berbeda kebudayaannya. Menurut Spitzberg (dalam Kurniawan, 2011:49) kompetensi komunikasi antarbudaya mencakup beberapa komponen yaitu : pengetahuan, motivasi dan keterampilan masing-masing individu dalam melakukan komunikasi antarbudaya. Bagi para peserta komunikasi antarbudaya dibutuhkan suatu kecakapan untuk mengelolah pesan maupun hambatan yang ada di dalam komunikasi antarbudaya. Sehingga penting bagi peserta komunikasi antarbudaya untuk
8 13 memiliki kompetensi komunikasi antarbudaya agar komunikasi yang terjalin diantara peserta komunikasi mencapai suatu tujuan komunikasi yaitu kesamaan makna serta adanya kenyamanan diantara pihak yang berkomunikasi. Mahasiswa Papua di dalam proses interaksinya dengan lingkungan sosialnya terkhususnya mahasiswa dan dosen seharusnya memiliki kompetensi komunikasi antarbudaya. Hal ini dikarenakan budaya tidak hanya meliputi cara berpakaian maupun bahasa yang digunakan, namun budaya juga meliputi etika, nilai, konsep keadilan, perilaku, hubungan pria wanita, konsep kebersihan, gaya belajar, gaya hidup, motivasi bekerja, ketertiban lalulintas, kebiasaan dan sebagainya (Mulyana dan Rakhmat, 2005: 97). Perbedaan latar belakang budaya yang sangat jauh tentunya akan menimbulkan suatu hambatan dalam berkomunikasi. Penelitian mengenai mahasiswa asal Papua di USU sudah pernah dilakukan sebelumnya oleh Indah Maulida dan Nurhayati yang menitikberatkan pada culture shock (gegar budaya) yang dialami oleh Mahasiswa asal Papua. Dalam penelitian Indah Maulida menunjukkan bahwa mahasiswa Papua memiliki kecenderungan culture shock yang tergolong sedang. Hal ini berarti mereka sudah bisa menyesuaikan diri dan merasa nyaman tinggal di Medan. Penelitian yang dilakukan oleh Nurhayati menunjukkan bahwa kecenderungan informan Papua mengalami beberapa gegar budaya seperti kurikulum pelajaran, konsep harga, makanan, kebiasaan dan beberapa sistem komunikasi seperti: penggunaan bahasa, intonasi, aksen ketika berkomunikasi dengan teman non Papua. Penelitian lain terkait mahasiswa Papua juga pernah dilakukan oleh Ronny Syahputra mengenai gambaran self-efficiacy (keyakinan mengenai kemampuan dirinya). Hasil penelitian menunjukkan self-efficacy mahasiswa yang berasal dari Papua berada pada kategori sedang. Berdasarkan uraian-uraian di atas peneliti tertarik untuk melihat interaksi yang terjadi antara mahasiswa Papua dengan mahasiswa dan dosen di USU. Halhal apa saja yang telah mereka persiapkan sebelumnya ketika memasuki lingkungan baru dan kompetensi komunikasi antarbudaya mereka. Peneliti memilih subjek penelitian mahasiswa asal Papua dari angkatan 2013, 2014 dan
9 yang merupakan mahasiswa aktif dalam kegiatan perkuliahan di USU. Rentang waktu tinggal yang lama di Kota Medan dan interaksi budaya yang setiap saat mereka alami seharusnya membuat mereka mempersiapkan kemampuan mereka dalam berkomunikasi dengan lingkungan budaya Medan yang sangat jauh dari budaya asal mereka. 1.2 Fokus Masalah Fokus masalah yang dapat diajukan untuk penelitian ini berdasarkan konteks masalah di atas adalah: Bagaimanakah kompetensi komunikasi antarbudaya pada mahasiswa asal Papua dalam berinteraksi dengan mahasiswa dan dosen di? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses komunikasi antarbudaya mahasiswa Papua dalam berinteraksi dengan mahasiswa dan dosen di. 2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi oleh mahasiswa asal Papua dalam interaksi komunikasi antarbudaya dengan mahasiswa dan dosen. 3. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komponen-komponen kompetensi komunikasi antarbudaya mahasiswa asal Papua di yang dapat muncul dalam interaksi komunikasi antarbudaya. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi positif bagi penelitian dibidang ilmu komunikasi antarbudaya terkhusus dalam memberikan gambaran mengenai kompetensi komunikasi antarbudaya.
10 15 2. Secara akademisi, penelitian ini diharapkan mampu memperluas dan memperkaya pengetahuan mengenai kompetensi komunikasi antarbudaya dan penelitian kualitatif dalam bidang ilmu komunikasi khususnya ditempat peneliti menuntut ilmu yaitu di Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. 3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi bersama baik kepada instansi pemerintah dan dalam memahami konteks komunikasi antarbudaya pada mahasiswa Papua serta kendala dan tantangan dalam proses belajar yang dialami oleh mereka sehingga diharapkan dapat mengambil langkah demi keefektifan proses belajar dan menjadi masukan dan pembelajaran bagi peserta komunikasi antarbudaya agar mampu mengelola dengan baik seluruh faktor penghambat komunikasi antarbudaya dengan kecakapan dan keterampilan yang dimiliki.
BAB I PENDAHULUAN. makna bagi dunianya melalui adaptasi ataupun interaksi. Pola interaksi merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia pada hakekatnya adalah makhluk yang mampu menciptakan makna bagi dunianya melalui adaptasi ataupun interaksi. Pola interaksi merupakan suatu cara, model, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Papua adalah sebuah pulau yang terletak di ujung timur Indonesia. Dalam pulau tersebut terdapat provinsi Papua dan Papua Barat. Namun, di pulau ini tidak hanya diisi
Lebih terperinci[Document title] [DOCUMENT SUBTITLE] WINDOWS USER
[Document title] [DOCUMENT SUBTITLE] WINDOWS USER BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan tinggi dimaksudkan untuk mengembangkan potensi mahasiswa agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa kepada
Lebih terperinciDIREKTORAT JENDERAL PEMBELAJARAN DAN KEMAHASISWAAN
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI DIREKTORAT JENDERAL PEMBELAJARAN DAN KEMAHASISWAAN Jalan Jenderal Sudirman, Pintu Satu, Senayan, Jakarta 10270 Telepon 021-57946073 Faks 021-57946072
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. makhluk sosial, setiap manusia diberikan akal dan pikiran yang berkembang serta
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Aristoteles (384-322 SM) Karena pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, setiap manusia diberikan akal dan pikiran yang berkembang serta dapat dikembangkan,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. memberikan biaya pendidikan gratis bagi siswa berprestasi dan beasiswa
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pemerataan pembangunan di Indonesia saat ini telah diwujudkan melalui program beasiswa yang ditawarkan oleh perusahaan maupun lembaga dengan memberikan biaya pendidikan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 57, 2008 OTONOMI KHUSUS. PEMERINTAHAN. PEMERINTAH DAERAH. Papua. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4842) PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI
Lebih terperinciIV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
5 IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN.1. Kondisi Geografi dan Topografi Provinsi Papua Barat awalnya bernama Irian Jaya Barat, berdiri atas dasar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang pembentukan Provinsi
Lebih terperinciKEMENTERIAN KESEHATAN RI Jalan H.R. Rasuna Said Blok X-5 Kavling 4-9 Jakarta Telepon : (021) (Hunting)
P E N G U M U M A N 02NoNOMOR: TU.02.06/IV/1344/2016/II/584/2014 HASIL SELEKSI ADMINISTRASI DAN PELAKSANAAN UJIAN TES KOMPETENSI DASAR PENERIMAAN APARATUR SIPIL NEGARA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH TAHUN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayaran antar pulau di Indonesia merupakan salah satu sarana transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan pembangunan nasional yang berwawasan
Lebih terperinciDIREKTORAT PEMBINAAN PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS Jln. RS Fatmawati, Cipete, Jakarta Selatan12410 Telepon
Lebih terperinciBAB VIII PENGEMBANGAN WILAYAH PAPUA TAHUN 2011
BAB VIII PENGEMBANGAN WILAYAH PAPUA TAHUN 2011 8.1. Kondisi Wilayah Papua Saat Ini Pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat secara tahunan (yoy) pada triwulan IV-2009 yang diprakirakan
Lebih terperinciSejak tahun 2009, tingkat kemiskinan terus menurun namun pada tahun 2013 terjadi peningkatan.
Jiwa (Ribu) Persentase (%) 40 37.08 37.53 36.8 35 30 31.98 30.66 31.53 27.8 25 20 15 10 5 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Tingkat Kemiskinan Sejak tahun 2009, tingkat kemiskinan terus menurun namun
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
16 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma/Perspektif Kajian Paradigma menurut Harmon (dalam Moleong, 2004: 49) adalah cara mendasar untuk mempersepsikan, berpikir, menilai dan melakukan yang berkaitan dengan
Lebih terperinciSTRATEGI NASIONAL RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL TAHUN
KEMENTERIAN DESA, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN NASIONAL PERCEPATAN TAHUN 2015-2019 ? adalah daerah kabupaten yang wilayah serta masyarakatnya kurang berkembang dibandingkan
Lebih terperinciPembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015
Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015 Papua terdiri dari Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua dengan luas total 42,22 juta ha merupakan provinsi terluas dengan jumlah penduduk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. calon mahasiswa dari berbagai daerah Indonesia ingin melanjutkan pendidikan mereka ke
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi perkembangan manusia dari generasi ke generasi untuk menciptakan seseorang yang berkualitas dan berkarakter,
Lebih terperinciU.14 FOKUS BIDANG PRIORITAS TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN TRANSPORTASI
U.14 FOKUS BIDANG PRIORITAS TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN TRANSPORTASI U.14 FOKUS BIDANG PRIORITAS TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN TRANSPORTASI PRIORITAS PEMBANGUNAN PELAYANAN DAN SARANA TRANSPORTASI DARAT DI PULAU
Lebih terperinciU.14 FOKUS BIDANG PRIORITAS TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN TRANSPORTASI
U.14 FOKUS BIDANG PRIORITAS TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN TRANSPORTASI PRIORITAS PEMBANGUNAN PELAYANAN DAN SARANA TRANSPORTASI DARAT DI PULAU PAPUA DALAM RANGKA MENDUKUNG MP3EI Ir. Mutharuddin, M.Si., M.MTr
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG NOMOR 45 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI IRIAN JAYA TENGAH, PROPINSI IRIAN JAYA BARAT, KABUPATEN PANIAI, KABUPATEN MIMIKA, KABUPATEN PUNCAK JAYA, DAN KOTA SORONG DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Kekayaan hayati tersebut bukan hanya
I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, wilayah daratan Indonesia ( 1,9 juta km 2 ) tersebar pada sekitar 17.500 pulau yang disatukan oleh laut yang sangat luas sekitar
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 173, 1999 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3894)
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 173, 1999 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3894) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi sebagai proses sosial dimana individu-individu menggunakan simbol-simbol untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna dalam lingkungan mereka (Richard
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI AKADEMIK DENGAN PENYESUAIAN DIRI AKADEMIK PADA MAHASISWA RANTAU DARI INDONESIA BAGIAN TIMUR DI SEMARANG
HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI AKADEMIK DENGAN PENYESUAIAN DIRI AKADEMIK PADA MAHASISWA RANTAU DARI INDONESIA BAGIAN TIMUR DI SEMARANG Rayhanatul Fitri 15010113130086 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO
Lebih terperinciVISI PAPUA TAHUN
ISU-ISU STRATEGIS PEMBANGUNAN PROVINSI PAPUA TAHUN 2013-2018 ototus Oleh : DR.Drs. MUHAMMAD MUSAAD, M.Si KEPALA BAPPEDA PROVINSI PAPUA Jayapura, 11 Maret 2014 VISI PAPUA TAHUN 2013-2018 PAPUA BANGKIT PRINSIP
Lebih terperinciII. Tinjauan Pustaka A. Papua
II. Tinjauan Pustaka A. Papua Provinsi Papua dengan luas 421.981 km 2, terletak diantara 130-141 Bujur Timur dan 2,25 Lintang Utara - 9 Lintang Selatan. Letak pulau ini adalah di ujung Timur Indonesia
Lebih terperinciSugeng Pramono Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Komunikasi dan Informatika Universitas Muhammadiyah Surakarta
74 Komuniti, Vol. VII, No. 2, September 2015 CULTURE SHOCK SANTRI LUAR JAWA DI LINGKUNGAN PONDOK PESANTREN DI JAWA (STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF CULTURE SHOCK SANTRI ETNIS LUAR JAWA DENGAN SANTRI ETNIS
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1969 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI OTONOM IRIAN BARAT DAN KABUPATEN-KABUPATEN OTONOM DI PROPINSI IRIAN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. PRESIDEN. Menimbang : bahwa sebagai
Lebih terperinciWaktu Check In Waktu Pembukaan PLPG Tahap Agustus 2015 LPMP Provinsi
Nomor KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI PANITIA SERTIFIKASI GURU DALAM JABATAN RAYON 131 UNIVERSITAS CENDERAWASIH JAYAPURA Alamat: Kampus UNCEN Abepura Jalan Sentani-Abepura Tlp. (0967)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tempat obyek wisata berada mendapat pemasukan dari pendapatan setiap obyek
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu hal yang penting bagi suatu negara, dengan adanya pariwisata suatu negara atau lebih khusus lagi pemerintah daerah tempat
Lebih terperinciBAB VIII PENGEMBANGAN WILAYAH PAPUA TAHUN
BAB VIII PENGEMBANGAN WILAYAH PAPUA TAHUN 2010 2014 8.1 Kondisi Wilayah Papua Saat Ini 8.1.1 Capaian Pembangunan Wilayah Pertumbuhan ekonomi wilayah Papua cukup berfluktuasi. Perekonomian wilayah Papua
Lebih terperinciOleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 45 TAHUN (45/1999) Tanggal: 4 OKTOBER 1999 (JAKARTA)
UU 45/1999, PEMBENTUKAN PROPINSI IRIAN JAYA TENGAH, PROPINSI IRIAN JAYA BARAT, KABUPATEN PANIAI, KABUPATEN MIMIKA, KABUPATEN PUNCAK JAYA, DAN KOTA SORONG Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 45 TAHUN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Konteks Masalah
BAB I PENDAHULUAN I.1 Konteks Masalah Penyesuaian diri terhadap lingkungan yang baru dijajaki merupakan proses awal untuk dapat bertahan hidup dalam sebuah lingkungan baru. Berbagai masalah-masalah akan
Lebih terperinciI PENDAHULUAN Latar Belakang
1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan nasional dan kebijakan pembangunan daerah telah disusun dalam koridor perencanaan jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek. Kebijakan
Lebih terperinci5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
27 Secara rinci indikator-indikator penilaian pada penetapan sentra pengembangan komoditas unggulan dapat dijelaskan sebagai berikut: Lokasi/jarak ekonomi: Jarak yang dimaksud disini adalah jarak produksi
Lebih terperinciLampiran 1 Hasil Uji Kualitas Udara Ambien. Laporan Kegiatan Pemantauan Kualitas Udara Ambien Tahun
DAFTAR PUSTAKA Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 2009, Kementerian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia; Keputusan Kepala Bapedal Nomor 107 Tahun 1997 tentang Perhitungan dan Pelaporan serta Informasi
Lebih terperinciKEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA
KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BAHAN SOSIALISASI PERMEN ESDM NOMOR 38 TAHUN 206 TENTANG PERCEPATAN ELEKTRIFIKASI DI PERDESAAN BELUM BERKEMBANG, TERPENCIL, PERBATASAN DAN
Lebih terperinciDINAS PERINDUSTRIAN PERDAGANGAN KOPERASI UMKM DAN PENANAMAN MODAL KABUPATEN KAIMANA PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2016
PROPOSAL PEMBANGUNAN PASAR RAKYAT AIR TIBA II DISTRIK KAIMANA KABUPATEN KAIMANA MELALUI DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) SUB BIDANG SARANA PERDAGANGAN TAHUN ANGGARAN 2017 DINAS PERINDUSTRIAN PERDAGANGAN KOPERASI
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. merupakan suatu hal yang dapat memperlambat lajunya pembangunan, walaupun
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara yang sedang melaksanakan pembangunan selalu dihadapkan pada masalah penduduk dan peningkatan pendapatan penduduk. Kedua permasalahan di atas merupakan suatu hal
Lebih terperinciA. CABAI BESAR C. BAWANG MERAH
No. 44/08/94/ Th. III, 3 Agustus 2015 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 Produksi Cabai Besar Sebesar 3.089 Ton, Cabai Rawit Sebesar 3.649 Ton, Dan Bawang Merah Sebesar 718
Lebih terperinciKEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Situasi Wilayah Letak Geografi Secara geografis Kabupaten Tapin terletak antara 2 o 11 40 LS 3 o 11 50 LS dan 114 o 4 27 BT 115 o 3 20 BT. Dengan tinggi dari permukaan laut
Lebih terperinciProvinsi Kabupaten/kota Laki-laki Perempuan Total
Tabel 1. Perkiraan Jumlah Responden yang Mewakili Rumah Tangga menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Kelamin Provinsi Laki-laki Perempuan Total (1) (2) (3) (4) (5) 01. Fakfak 10,747 6,081 16,828 02. Kaimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. prasarana perhubungan, baik perhubungan darat, laut, maupun udara. Dari ketiga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan pembangunan di segala bidang. Pelaksanaan pembangunan tersebut bertujuan untuk mewujudkan masyarakat
Lebih terperinciKL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 2 GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI
Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari Bab 2 GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI Bab GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau
Lebih terperinciPEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PINGGIRAAN MELALUI SAGU
REPUBLIK INDONESIA PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PINGGIRAAN MELALUI SAGU Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi 9 November 2016 1 1. MENGHADIRKAN KEMBALI NEGARA UNTUK MELINDUNGI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak potensi wisata baik dari segi sumber daya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki banyak potensi wisata baik dari segi sumber daya alam maupun kebudayaan unik dan tidak dimiliki oleh Negara lain. Oleh karena itu, Indonesia menjadi
Lebih terperinciDAFTAR DAERAH AFIRMASI LPDP TAHUN 2018
DAFTAR DAERAH AFIRMASI LPDP TAHUN 2018 No. Kabupaten / Kota Provinsi 1 Aceh Singkil Aceh 2 Nias Sumatera Utara 3 Nias Selatan Sumatera Utara 4 Nias Utara Sumatera Utara 5 Nias Barat Sumatera Utara 6 Kepulauan
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA GEGAR BUDAYA DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA BERSUKU MINANG DI UNIVERSITAS DIPONEGORO
HUBUNGAN ANTARA GEGAR BUDAYA DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA BERSUKU MINANG DI UNIVERSITAS DIPONEGORO Astrid Oktaria Audra Siregar 15010113140084 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO ABSTRAK
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1969 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI OTONOM IRIAN BARAT DAN KABUPATEN KABUPATEN OTONOM DI PROPINSI IRIAN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciKurikulum Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 Kurikulum 2013 kurikulum 2013 merupakan kurikulum tetap yang diterapkan oleh pemerintah untuk menggantikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang telah berlaku selama kurang lebih 6 tahun.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka pembangunan Indonesia yang sedang berkembang saat ini, pembangunan dan pengembangan dalam bidang olahraga diarahkan untuk mencapai cita-cita bangsa
Lebih terperinciDapat undangan tetapi musyawarah dilakukan pada waktu yang salah. Dapat undangan terlambat N % N % N % N % N % N %
Tabel 26. Perkiraan Jumlah dan Persentase Rumah Tangga menurut Kabupaten/Kota dan Alasan Utama Menghadiri Pertemuan Umum/Musyawarah yang Dilakukan pada Pertemuan Terakhir selama Setahun Terakhir Alasan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Faktor kepuasan kerja dijelaskan oleh Umam (2010) bahwa terdapat dua indikator yaitu adanya ciri-ciri instrinsik dan ekstrinsik dari suatu pekerjaan yang menentukan
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP
KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Dengan adanya kemajuan teknologi dan fenomena global village yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Dengan adanya kemajuan teknologi dan fenomena global village yang membuat hubungan antar manusia lebih terbuka, serta arus globalisasi membuat Indonesia,
Lebih terperinciTIGA FOKUS UTAMA II. PEMBANGUNAN MANUSIA
TIGA FOKUS UTAMA II. PEMBANGUNAN MANUSIA KUALITAS MANUSIA INDONESIA MENINGKAT Kualitas manusia Indonesia mengalami peningkatan selama 2 tahun Pemerintahan Jokowi-JK, tampak dari meningkatnya angka Indeks
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perguruan tinggi di Indonesia, khususnya yang berada di pulau Jawa,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perguruan tinggi di Indonesia, khususnya yang berada di pulau Jawa, memiliki keunggulan dan memiliki tenaga pengajar yang berpengalaman, serta memilki sarana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Untuk saat ini, pariwisata merupakan pembangkit ekonomi (terutama untuk negara-negara berkembang seperti Indonesia), kesejahteraan atau kualitas hidup bagi masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan UU RI No 38 Tahun 2004 tentang Jalan, dijelaskan bahwa jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. didalamnya dikuasai oleh negara dan dipegunakan untuk sebesar-besar
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 33 ayat (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipegunakan
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang sangat melimpah. Salah satu kekayaan alam yang dimiliki Indonesia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan alam yang sangat melimpah. Salah satu kekayaan alam yang dimiliki Indonesia adalah sumber daya mineralnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada sekitar 1.340 suku bangsa di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa orang lain dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa orang lain dan lingkungan sosial merupakan bagian yang memberikan pengaruh pada tugas perkembangannya
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
81 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Proses Kebijakan dan Indikator Pemekaran Kabupaten Raja Ampat Dalam pelaksanan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang diberlakukan sejak Januari
Lebih terperinciBAB I PENDAHLUAN. Pulau Bali merupakan daerah tujuan pariwisata dunia yang memiliki
BAB I PENDAHLUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Bali merupakan daerah tujuan pariwisata dunia yang memiliki keunikan tersendiri berupa keindahan panorama alam dan budayanya, sehingga menarik perhatian wisatawan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan baik di lingkungan tempat mereka berada. Demikian halnya ketika
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi serta membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Sebagai makhluk sosial, manusia hanya dapat berkembang dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia termasuk negara yang berkembang yang memiliki pendapatan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia termasuk negara yang berkembang yang memiliki pendapatan dari berbagai sumber, salah satunya yaitu berasal dari pemungutan pajak, baik pajak negara maupun
Lebih terperinciPOTENSI SUMBERDAYA ALAM perikanan dan kelautan yang dimiliki Indonesia sangat besar. Namun, potensi ini belum dikelola dan dimanfaatkan secara benar,
POTENSI SUMBERDAYA ALAM perikanan dan kelautan yang dimiliki Indonesia sangat besar. Namun, potensi ini belum dikelola dan dimanfaatkan secara benar, bertanggung jawab dan berkelanjutan demi kesejahteraan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai sumber penerimaan devisa, membuka lapangan kerja sekaligus kesempatan berusaha. Hal ini didukung dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan dengan pertambahan aktivitas yang ada di kota, yaitu khususnya dalam kegiatan sosial-ekonomi. Pertumbuhan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MAYBRAT DI PROVINSI PAPUA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MAYBRAT DI PROVINSI PAPUA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang banyak memiliki wilayah perbatasan dengan negara lain yang berada di kawasan laut dan darat. Perbatasan laut Indonesia berbatasan
Lebih terperinciGUBERNUR PROVINSI PAPUA
GUBERNUR PROVINSI PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI PAPUA NOMOR 151 TAHUN 2004 T E N T A N G PERIMBANGAN PEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DARI PT. FREEPORT INDONESIA GUBERNUR PROVINSI
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM
BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis Sumber: Gambar 4.1 Peta Provinsi Banten 1. Batas Administrasi Secara geografis, Provinsi Banten terletak di ujung barat Pulau Jawa yang memiliki luas sebesar 9.160,70
Lebih terperinciINDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA PAPUA TAHUN 2016
No. 25/05/94/ Th. II, 2 Mei 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA PAPUA TAHUN 2016 Pada tahun 2016, IPM Papua mencapai 58,05. Angka ini meningkat sebesar 0,80 poin dibandingkan IPM Papua tahun 2015 yang sebesar
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Profil Desa Desa Jambenenggang secara admistratif terletak di kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Wilayah Kabupaten Sukabumi yang terletak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Pendidikan didefinisikan sebagai alat untuk memanusiakan manusia dan juga
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan didefinisikan sebagai alat untuk memanusiakan manusia dan juga sebagai alat mobilitas vertikal ke atas dalam golongan sosial. Konsep mengenai pendidikan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. antara satu negara dengan negara lainnya. Salah satu usaha yang selalu dilakukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap negara selalu berusaha meningkatkan pembangunan, kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Usaha tersebut dilakukan dengan berbagai cara yang berbeda antara
Lebih terperinciBAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN
BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH Strategi dan arah kebijakan merupakan rumusan perencanaan komperhensif tentang bagaimana Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fajra Adha Barita, 2015
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang kebudayaan dan pariwisata bersifat multi-sektoral dan multi disiplin, dalam suatu sistem yang sinergi dan diharapkan mampu mendorong
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pertambangan dapat diidentifikasi sebagai setiap kegiatan yang dilakukan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertambangan dapat diidentifikasi sebagai setiap kegiatan yang dilakukan dengan cara mengambil dan memanfaatkan semua bahan galian dari muka bumi yang mempunyai
Lebih terperinciBAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN
BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Objek Wisata Pulau Pari merupakan salah satu kelurahan di kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, Kabupaten Kepulauan Seribu, Jakarta. Pulau ini berada di tengah gugusan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disamping sektor lainnya seperti migas, perkebunan dan lain-lain. Dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan penghasil devisa yang cukup besar untuk negara disamping sektor lainnya seperti migas, perkebunan dan lain-lain. Dalam meningkatkan pembangunan
Lebih terperinciBAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
31 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Bio-Fisik Kawasan Karst Citatah Kawasan Karst Citatah masuk dalam wilayah Kecamatan Cipatat. Secara geografis, Kecamatan Cipatat merupakan pintu gerbang Kabupaten
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN TELUK BINTUNI
TELUK BINTUNI SEHATI MENUJU BINTUNI BARU PEMERINTAH KABUPATEN TELUK BINTUNI 2003 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TELUK BINTUNI NOMOR 18 TAHUN 2006 T E N T A N G IJIN USAHA PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang mempunyai potensi pertambangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang mempunyai potensi pertambangan yang sangat besar sehingga menarik minat banyaknya para pelaku tambang (investor asing) tertarik
Lebih terperinciDrg. Josef Rinta R, M.Kes.MH Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua
Drg. Josef Rinta R, M.Kes.MH Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua Terbatasnya sistem transportasi terpadu yang menghubungkan antar pusat pelayanan Ada beberapa kabupaten pemekaran yang wilayahnya sebagian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Dalam melaksanakan pembangunan daerah yang merupakan bagian integral dari pembangunan nasional dimana prinsip otonomi daerah dan pengaturan sumber daya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan luas, hutan tropis Indonesia menempati urutan ke tiga setelah Brasil dan Republik Demokrasi
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan yang diperoleh Bangsa Indonesia selama tiga dasawarsa pembangunan ternyata masih menyisakan berbagai ketimpangan, antara lain berupa kesenjangan pendapatan dan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MAYBRAT DI PROVINSI PAPUA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MAYBRAT DI PROVINSI PAPUA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk
Lebih terperinciMATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH PAPUA
MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH PAPUA Provinsi Papua PRIORITAS NASIONAL MATRIKS ARAH KEBIJAKAN BUKU III RKP 2012 WILAYAH PAPUA 1 Pendidikan Peningkatan akses pendidikan dan keterampilan kerja serta pengembangan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MAYBRAT DI PROVINSI PAPUA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MAYBRAT DI PROVINSI PAPUA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat ditunjukkan oleh manusia lain sebagai pelaku komunikasi. berupa ekspresi, gerak tubuh, maupun simbol simbol tertentu yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan hal yang tidak dapat dihindari oleh manusia. Tindakan, ucapan, bahkan ekspresi manusia dapat disebut dengan bentuk komunikasi baik antara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perbatasan negara merupakan manifestasi utama kedaulatan wilayah suatu negara yang memiliki perananan penting baik dalam penentuan batas wilayah kedaulatan, pemanfaatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Secara Geografis Sorong terletak pada kawasan persilangan empat penjuru
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara Geografis Sorong terletak pada kawasan persilangan empat penjuru yaitu di utara berhadapan dengan filipina, di selatan dengan Australia,di barat dengan pulau-pulau
Lebih terperinci