BAB IV KAJIAN PELAYANAN PASTORAL PENDETA TERHADAP PASIEN MARAPU DI RUMAH SAKIT KRISTEN LENDE MORIPA WAIKABUBAK SEBAGAI PENDEKATAN KONSELING LINTAS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV KAJIAN PELAYANAN PASTORAL PENDETA TERHADAP PASIEN MARAPU DI RUMAH SAKIT KRISTEN LENDE MORIPA WAIKABUBAK SEBAGAI PENDEKATAN KONSELING LINTAS"

Transkripsi

1 BAB IV KAJIAN PELAYANAN PASTORAL PENDETA TERHADAP PASIEN MARAPU DI RUMAH SAKIT KRISTEN LENDE MORIPA WAIKABUBAK SEBAGAI PENDEKATAN KONSELING LINTAS AGAMA DAN BUDAYA Berdasarkan hasil temuan lapangan bahwa untuk melakukan konseling pastoral maka perlu adanya pendekatan yang tepat dalam menangani pasien yang non Kristen, khususnya pasien yang bergama lokal. Dalam bab ini, penulis akan mengkaji pelayanan pastoral pendeta sebagai pendekatan konseling lintas agama dan budaya Kajian Terhadap konsep Sakit dan Pelayanan Pastoral Pendeta terhadap Pasien Marapu di Rumah Sakit Kristen Lende Moripa Waikabubak. Terkait dengan pandangan sakit orang yang menganut kepercayaan Marapu, khususnya pasien-pasien di Rumah Sakit Kristen Lende Moripa Waikabubak memberikan pandangan bahwa sakit yang mereka alami masih memiliki hubungan dengan kepercayaan bahwa ketika mereka melakukan pelanggaran terhadap nilai dan norma yang berlaku dalam keyakinan Marapu dan hal tersebut menimbulkan kemarahan Marapu sehingga mereka mengalami sakit. Ada ritual yang digunakan masyarakat Sumba penganut kepercayaan Marapu dimana mereka meyakini bahwa ketika kesembuhan itu belum diperoleh maka cara yang kedua adalah mendatangi pihak rumah sakit. Ritual atau cara pengobatan ini 72

2 dilihat penulis sebagai simbol atau makna dari kepercayaan yang masih mereka anut. Konsep sakit ini dalam hubungannya dengan teori yang dijelaskan oleh Willem, bahwa kepercayaan Marapu adalah kepercayaan terhadap dewa atau illah yang tertinggi, arwah nenek moyang, makhluk-makhluk halus (roh-roh) dan kekuatan-kekuatan sakti. Mereka dapat memberi berkat, perlindungan, pertolongan bahkan kesembuhan yang baik jika disembah. Jika tidak Marapu akan memberikan malapetaka atas manusia. Seluruh kepercayaan ini terangkum dalam kata Marapu. 1 Hal ini berarti bahwa pasien-pasien yang menganut kepercayaan Marapu ketika sakit maka mereka haruslah terlebih dahulu meminta pertolongan melalui Marapu untuk dapat menyampaikan permohonan keinginan mereka dalam memperoleh kesembuhan ke Illah tertinggi yang di sebut Morri dan bagaimana mereka memperbaiki hubungan mereka jika sakit yang dialami adalah karena kemarahan Marapu. cara yang mereka tempuh juga adalah melalui ritual adat istiadat yang sudah biasa mereka lakukan untuk menemukan penyebab sakit yang sedang diderita. Dari hasil penelitian yang dilakukan, penulis menemukan bahwa secara medis nyata bahwa sakit yang dialami adalah memang sakit secara fisik bukan karena marapu marah tetapi konsep pemikiran ini telah ada sejak dahulu kala sehingga menjadi tantangan bagi pihak rumah sakit ketika pasien meminta untuk pulang ke rumah mengurusi urusan adat daripada sakit dalam waktu yang lama. Adapula pemahaman bahwa Tuhan yang menciptakan tumbuh-tumbuhan 1 F. D. Wellem, Injil...,

3 sehingga dengan persepsi seperti ini membuat pasien penganut marapu ini percaya bahwa mereka lebih baik pengobatan tradisional saja dulu, kalau obat-obat herbal tersebut tidak bisa digunakan maka cara lain adalah rumah sakit. Orang Marapu memiliki konsepsi sosial yang kuat dalam keterikatan mereka dengan alam. Hal ini senada dengan pengakuan keluarga LG dan IN yang mengemukakan bahwa sebagai orang Marapu dalam ritual pengobatan oleh dukun kampung digunakan obat kampung dari kulit kayu yang dimasak untuk selanjutnya diminum dan mandi dan pengobatan kampung menggunakan akarakar daun yang menurutnya hanya diketahui oleh dukun/orang marapu yang mereka percayai adalah ciptaan Tuhan yang bisa memberikan kesembuhan. Kepercayaan ini membuat pasien marapu menganggap bahwa cara penyembuhan melalui medis adalah bagian kedua setelah pengobatan tradisional yang digunakan. Tetapi kemudian ada pengakuan bahwa ketika kesembuhan itu sudah tidak diperoleh maka jalan lain yang harus di pakai adalah kerumah sakit dengan alasan rumah sakit juga banyak mengetahui penyakit apa saja yang di derita. Permasalahan adat memberikan konsep sakit dan kesembuhan bagi para pasien marapu. Adapun hasil penelitian yang dilakukan, penulis menemukan ritual adat istiadat kebudayaan Marapu dalam kehidupan masyarakat Sumba sangat erat dengan alam semesta sehingga upacara atau ritual untuk meminta pertolongan dan mengucap syukur akan sesuatu hal yang terjadi dalam diri seseorang atau kelompok masyarakat tidak terlepas dari hewan dan tumbuh-tumbuhan yang di 74

4 yakini bahwa alam semesta yang di ciptakan ini memiliki kekuatan supranatural. Hal ini berlaku secara turun temurun. Penganut Marapu memiliki hubungan erat yang tidak dapat dipisahkan dengan alam semesta. Melalui ritual penganut marapu mempercayai seluruh hidupnya bergantung pada alam semesta. Hal ini sejalan dengan salah satu fungsi ritus yaitu memperkuat sistem dan nilai-nilai sosial yang ada dalam masyarakat. Seperti yang dijelaskan oleh Willem bahwa Dekatnya hubungan Marapu dengan Alkhalik, membuat masayarakat memahami Marapu sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Alkhalik itu sendiri. Untuk itulah mereka juga menganggap bahwa Marapu memiliki kekuatan supranatural, walaupun mereka menyadari bahwa kekuatan itu sebenarnya bersumber dari Alkhalik. 2 Semua orang ingin memiliki kesembuhan, oleh karena itu segala cara akan mereka lakukan. Cara yang mereka gunakan pun banyak mengandung unsur tradisional atau yang berhubungan dengan kepercayaan yang dianut. Sama seperti orang Kristen ketika sakit akan berdoa meminta kesembuhan pada Tuhan namun bagi Masyarakat khususnya yang masih menganut agama lokal akan memakai cara yang sesuai dengan ritual adat istiadat mereka. Seperti yang dialami oleh bapak S, Ibu IN, bapak BL, bapak LG, dan Ibu IP, tujuan mereka melakukan ritual sebelum pemeriksaan di rumah sakit karena mereka ingin memastikan penyebab utama dari sakit yang mereka alami masih bisa di tolong dengan obat tradisional atau memang harus berobat di rumah sakit dan ada juga mkasud dan tujuan lainnya yaitu untuk meminta restu dari Marapu untuk berobat secara medis 2 Dharma T. Palekahelu, Marapu...,

5 atau memohon kesembuhan pada Morri karena Marapu adalah penyambung komunikasi antara manusia dan Illah tertinggi yaitu Morri. Perbedaan karakter pola pikir dalam melihat suatu fenomena. Masyarakat modern menganalisa, mengkategorikan, dan menghubungkan ide-ide dengan realita yang dihadapi, sedangkan masyarakat tradisional lebih memilih mengalami situasi dan membiarkan situasi tersebut berhenti sendiri. Jika pengalaman tidak nyaman maka mereka kemudian mencari bantuan kepada para leluhur, komunitas atau pemimpin gereja. Masyarakat tradisional pada dasarnya berbikir relasional sehingga berpandang bahwa masyarakat modern lebih banyak belajar teori daripada merasakan apa yang dialami. Sebagaimana diungkapkan dalam teori yang dikemukakan oleh Toto dan Julianus bahwa adanya keterikatan yang kuat dalam komunitas masyarakat Marapu membentuk konsepsi berpikir orang Marapu tentang alam dan ikatan emosional yang kuat dalam struktur kemasyarakatan, terutama pengakuan terhadap penyembuh (dukun) adat. Itulah yang menjadi kekuatan mereka untuk tetap eksis atau survive sebagai orang Marapu ditengahtengah arus pengobatan modern. Hal ini sejalan dengan salah satu fungsi ritus yaitu memperkuat sistem dan nilai-nilai sosial yang ada dalam masyarakat. 3 Melalui konsep ini maka dapat dipahami bahwa struktur masyarakat Indonesia yang pluralis ditandai dengan keberagaman budaya dan kepercayaan yang merupakan suatu keniscayaan hidup berbangsa dan bernegara. Keberagaman tersebut merupakan anugerah bagi bangsa ini, tetapi juga sering menjadi 3 Toto Sucipto dan Julianus Limbeng Studi Tentang Religi Masyarakat Baduy di Desa Kanekes Provinsi Banten. Departemen Kebudayaan dan Pariwisata DIrektorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Hal

6 penghambat dalam membangun relasi antar sesama karena masih ada masayrakat yang belum membuka diri menerima orang lain sama seperti dirinya sendiri. Bertolak dari konsep ini maka dapat dilihat bahwa hubungan lintas agama dan budaya bukan hanya sebatas kita melihat perbedaan ras tetapi dalam pola pikir dan pemahaman seseorang menjalani hidupnya sekalipun mereka adalah masyarakat yang hidup dalam lingkungan yang sama. Kehidupan dalam suatu bangsa yang nyata beragam penerimaan bagi sesama yang berbeda merupakan suatu keharusan sehingga perubahan pola pikir dan sikap dalam menyikapi perbedaan adalah suatu kewajiban yang harus dialami dan dilakukan oleh setiap orang yang mengaku berbangsa Indonesia. Sama seperti pemahaman tentang sistem kepercayaan lokal seperti marapu dapat dilihat dari beberapa sudut pandang dalam ungkapan Dharma dalam Qoyim menggambarkan sistem kepercayaan lokal mengandung dua dimensi yakni kepercayaan, ajaran, dan tingkah laku serta keberagaman kepercayaan serta ajaran dalam perilaku pengikut suatu agama. 4 Gereja menyadari bahwa pelayanan-pelayanan pastoral di Rumah Sakit sangat penting. Dalam hal ini pelayanan pastoral di Rumah Sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dalam sejarah pekabaran injil di tanah Sumba. Oleh karena itu, gereja memandang perlu untuk memberi tugas khusus kepada pendeta Gereja Kristen Sumba (GKS) untuk melakukan tugas-tugas pelayanan pastoral di Rumah Sakit sesuai dengan yang diamanatkan dalam Tata Gereja GKS. Gereja menyadari 4 Dharma T. Palekahelu, Marapu dalam Kekuatan di Balik Kekeringan (Salatiga: Disertasi UKSW, 2010),

7 sungguh bahwa eksistensi GKS sampai saat ini tidak terlepas dari dukungan masyarakat Sumba, terkhusus di kota Waikabubak atau bisa dikatakan bahwa GKS adalah bagian dari masyarakat Sumba sehingga sudah kewajiban gereja untuk melayani masyarakat dimana gereja itu dipercayakan Tuhan untuk melayani. Secara prinsip, pelayanan pastoral di Rumah Sakit merupakan domain rumah sakit dan pendeta yang mengatur seluruh mekanisme dan kebijakankebijakan yang terkait pelayanan pastoral. Fakta bahwa pasien yang dilayani di RS Kristen Lende Moripa bukan hanya beragama Kristen merupakan anugerah bagi gereja karena dapat melayani siapa saja tanpa memandang unsur-unsur primordial. Dalam konteks pemberitaan injil, maka injil harus diberitaka kepada seluruh bangsa di bumi. Eksistensi pendeta dalam pelayanan pastoral di Rumah Sakit diharapkan agar Kristus dinyatakan lewat pelayanan kasih yang maksimal. Artinya bahwa gereja memandang bahwa pengenalan akan Kristus tidaklah dilakukan dengan cara-cara indoktrinasi, tetapi lewat pelayanan orang bisa melihat kemuliaan Kristus. Selanjutnya apabila orang tersebut tergerak hatinya untuk menjadi percaya kepada Kristus merupakan pribadi yang mereka gumuli. Dalam beberapa kasus, pasien yang dilayani oleh pendeta memutuskan untuk dibaptis menjadi orang Kristen. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Clinebell bahwa pendampingan dan konseling pastoral membantu pembaruan semangat gereja dengan menyediakan alat untuk pembaruan pribadi, hubungan, dan kelompok manusia sehingga konseling dapat membantu kita menjadi gereja yaitu persekutuan yang 78

8 didalamnya kasih Allah menjadi realitas yang dialami dalam hubunganhubungan. 5 Secara prinsip ada 2 hal yang bisa dimaknai dalam proses pelayanan pastoral di Rumah Sakit: 1) Kasih Kristus harus disampaikan melalui tindakan pelayanan untuk memenuhi kebutuhan orang sakit secara holistik; 2) Keputusan untuk mengikut Kristus sebagai dampak dari proses pelayanan merupakan domain pribadi pasien yang juga harus mendapatkan pendampingan khusus dari gereja. Hasil penelitian ini membawa kesadaran akan pentingnya pelayanan pastoral bagi orang sakit sudah disadari oleh para pendiri rumah sakit yang menganggap bahwa sakit bukan hanya karena faktor fisik, tetapi juga berkaitan dengan kondisi psikologis seseorang. Hal ini tentu saja didukung oleh kenyataan bahwa orang-orang sakit yang mendapatkan pelayanan pastoral memiliki kecenderungan untuk lebih cepat mengalami proses penyembuhan dan pemulihan. Dalam perjumpaan pasien dengan pendeta lewat percakapan-percakapan yang terjadi, maka pendeta semakin menyadari adanya keterbukaan dari pasien tentang akar masalah penyakit yang dialami. Pasien-pasien yang sebelumnya tampak tertekan dengan sakit yang mereka alami biasanya menjadi lebih bersemangat dan tampak dari ekspresi wajah (senyum) yang berubah setelah mengalami sesi percakapan dan doa dengan pendeta. 5 Clinebell Tipe-tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral 79

9 4.2. Kajian Pendekatan Konseling Lintas Agama dan Budaya dalam Pelayanan Pastoral bagi Paseien orang Marapu serta Eksistensi Ritus Marapu Lebih spesifik ketika mengkaji kehidupan masyarakat Sumba, kita menemukan fakta bahwa pluralitas kehidupan ke-indonesia-an nampak jelas dalam keberagaman hidup masyarakat disana, terlebih lagi eksistensi dari masyarakat adat Marapu yang masih terikat kuat ke dalam nilai-nilai budaya dan kepercayaan mereka. Eksistensi rumah Sakit Kristen Lende Moripa sebagai bagian dari tanggungjawab dan panggilan gereja dalam melayani masyarakat berjumpa dengan masyarakat Marapu merupakan hal yang istimewa untuk dikaji secara mendalam. Mengacu pada proses pelayanan yang telah dilakukan sejak zaman zending Belanda, hal menarik yang diungkapkan bahwa pelayanan kesehatan merupakan bagian dari penunjang kegiatan pekabaran injil gereja di tanah Sumba yaitu kegiatan yang menciptakan kondisi yang memungkinkan pelaksanaan kegiatan pelayanan utama (pemberitaan firman dan sakramen-sakramen) dapat berhasil dengan baik. Melalui hasil penelitian pada kenyataannya penulis memahami bahwa sejak dulu dimensi lintas agama dan budaya sudah menjadi bagian dari proses pelayanan kesehatan di pulau Sumba, meskipun diselimuti oleh motivasi yang kuat dalam pemberitaan injil (meng-kristen-kan) orang Marapu. Paradigma pelayanan pada masa sekarang sudah lebih humanis dan mengedepankan prinsip kesetaraan sesama manusia. Oleh karena itu, sudah tentu kompetensi-kompetensi 80

10 pelayan dalam konteks pelayanan pastoral mengedepankan pemahaman dan implementasi konseling lintas agama dan budaya. Bagi orang sakit kesembuhan adalah harapan bagi mereka. Jika kita telusuri dalam tradisi iman Kristen, maka penyembuhan merupakan bagian integral dari pelayanan Yesus, dengan demikian pelayanan pastoral sebagai pelayanan penyembuhan berakar di dalam Yesus, seperti yang dikemukakan oleh De Gruchy dalam V. Magezi (2006) menjelaskan hubungan yang erat antara penyembuhan dan keselamatan. Dia berpendapat bahwa kesembuhan tidak dapat dipisahkan dari gagasan tentang keselamatan. Pelayanan kesembuhan yang dilakukan oleh Yesus dan Jemaat mula-mula merupakan bagian dari proklamasi kerajaan sorga. Kesembuhan dalam Alkitab merefleksikan pemahaman yang holistik mengenai kemanusiaan dan realita. 6 Kehadiran pendeta dalam proses konseling menjadi jembatan dalam proses pemulihan relasi antara manusia dengan sesama dan Tuhannya. Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan merupakan bagian penting dalam mempersiapkan pendeta melakukan proses konseling dengan berbagai metode dan pendekatan yang tepat untuk menangani orang-orang sakit. Sama dengan yang dikemukakan oleh Benner (1997) berpendapat bahwa salah satu pembeda antara konseling pastoral dan konseling pada umumnya, yaitu adanya pelatihan khusus kepada para pendeta. Pelatihan kepada pendeta penting sekali karena memberikan suatu perspektif spiritual yang unik terhadap orang-orang dan masalah yang mereka hadapi sehingga mempersiapkan mereka untuk melihat orang lain secara spiritual 6 V. Magezi Community healing and the role of pastoral care of the ill and suffering in Africa. In die Skriflig 40(3) 2006:

11 dan memahami perjalanan dan tantangan-tantangan yang mereka hadapi saat ini dalam konsep relasi mereka dengan Tuhan. Pendeta secara unik dipersiapkan untuk mengembangkan kepenuhan spiritual, dan hal ini harus menjadi pusat dari konseling pastoral. 7 Melihat dari konteks yang ada melalui penelitian yang dilakukan maka penulis memahami bahwa aspek ritual merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Marapu yang masih kental dengan tradisi dan kepercayaan mereka dimana para penganut agama Marapu meyakini bahwa sakit bisa terjadi karena memang keadaan fisik yang mereka alami atau bahkan terjadi karena kemarahan Marapu dan oleh karena itu perlu adanya pendamian atau perbaikan hubungan antara mereka dan Marapu melalui ritus yang dijalankan dalam kepercayaan mereka dan melalui pengakuan akan kesalahan yang dibuat, sehingga sama seperti yang dikemukakan oleh Krisetya bahwa dalam hal ini perlu adanya pendekatan pendamaian dimana adanya upaya membangun ulang relasi manusia dengan sesamanya, dan antara manusia dengan Allah. Secara tradisi sejarah, pendamaian menggunakan dua bentuk pengampunan dan disiplin, tentunya dengan didahului oleh pengakuan. Kenyataan di lapangan bahwa pendeta di RS Kristen Lende Moripa belum mendapatkan pelatihan khusus konseling pastoral dan hal ini merupakan tantangan tersendiri yang harus dipahami sebagai kebutuhan mutlak oleh pihak RS. Adanya pengakuan selaku Pendeta Konselor bahwa mereka tidak memiliki 7 David G. Benner Strategic Pastoral Counseling: A Short-Term Structured Model. Baker Books, hal

12 kemampuan khusus dalam konseling sehingga dalam memberikan konseling kegiatan yang biasa dilakukan adalah perkunjungan dan berdoa bersama pasien. Meskipun demikian, mereka tetap menyadari pentingnya penyediaan waktu khusus untuk bercakap-cakap dengan pasien yang membutuhkan. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa mendengarkan, mengunjungi dan berdoa merupakan strategi dasar konseling pastoral yang diterapkan oleh para pendeta di RS Kristen Lende Moripa. Situasi semakin kompleks karena pasien yang dilayani tidak hanya berasal dari kalangan Kristen, tetapi juga komunitas masyarakat tradisional dengan budaya dan kepercayaan mereka, Marapu, sehingga pendekatan-pendekatan dalam konseling Lintas agama dan Budaya menjadi suatu keharusan yang dipahami dan diterapkan dalam pelayanan konseling Pastoral sehingga ada karakteristikkarakteristik yang harus dikawinkan antara kemampuan konseling pastoral dan konseling lintas agama dan budaya. Oleh karena itu, pendeta yang menjadi konselor di Rumah Sakit setidaknya memiliki kemampuan pelayanan lintas budaya sebagaimana yang dikemukakan oleh Ausburger (1986) bahwa seorang Konselor yang mampu secara budaya dibedakan oleh lima karakteristik yang bisa terukur dan dipelajari yang melindungi mereka, konseli, dan proses konseling yaitu: a) Konselor yang memiliki kesadaran budaya memiliki suatu pemahaman yang jernih mengenai nilai-nilai budayanya sendiri dan asumsi-asumsi dasar. Mereka mengenali kebiasaan-kebiasaan manusia mana yang mereka 83

13 pandang sesuai atau tidak sesuai, diharapkan atau tidak diharapkan, membangun kehidupan atau menghancurkan. Mereka sepenuhnya sadar bahwa orang lain memegang nilai dan asumsi yang berbeda, yang sah bahkan ketika nilai dan asumsi tersebut berbeda dengan apa yang dipahaminya. Pemahaman ini telah diinternalisasi sebagai pengetahuan (kognitif) dan kesadaran (afektif) sehingga konselor terhindar dari ketidaksengajaan memaksakan nilai atau secara tidak sadar mempengaruhi orang lain untuk menerima arahan yang berbeda dengan komunitasnya. b) Konselor yang memiliki kesadaran budaya memiliki suatu kapasitas untuk menyambut, memasuki, dan menghargai pandangan orang lain tanpa mengingkari legitimasi mereka. Mereka dapat merasakan empati yang mengasumsikan suatu landasan budaya yang sama, dan merasakan nyaman pada batasan-batasan pandangan. Mereka dapat memasuki dunia orang lain, merasakan perbedaannya, dan menghargai perbedaan namun di satu sisi memegang teguh keunikan dunianya sendiri. c) Konselor yang memiliki kesadaran budaya mencari sumber pengaruh dalam orang dan konteks, contoh individu dan lingkungan. Tindakan dan para pelaku, tingkah laku dan konteks, interaksi konseling tertentu dan lngkungan budaya harus dilihat, dipahami, dan dihormati. d) Konselor yang memiliki kesadaran budaya mampu bertindak melampaui teori, orientasi, atau teknik konseling, dan menjadi manusia yang efektif. Mereka benar-benar elektik dalam konseling mereka, bukan dalam pemilihan acak teknik yang bekerja tetapi fleksibilitas keilmuan yang 84

14 memungkinkan mereka untuk memilih serangkaian ketrampilan konseling tertentu sebagai suatu pilihan yang dipertimbanjgkan mengenai ketepatannya terhadap pengalaman hidup konseli tertentu; e) Konselor yang memiliki kesadaran budaya melihat diri mereka sebagai warga universal yang terhubung dengan semua manusia tetapi juga berbeda dari mereka semua. Mereka hidup di dunia ini, bukan hanya dalam komunitas atau negara mereka. Dunia ini adalah rumah mereka, semua manusia telah menjadi saudara mereka. Sehingga mereka menghormati perbedaan dan juga persamaan, keunikan dan juga kesamaan. Bertolak dari konsep tersebut, maka seorang pendeta konselor yang bergerak dalam pelayanan orang sakit terutama orang Marapu harus melihat kajian terhadap hal-hal yang berhubungan dengan sakit dan kesembuhan dari perspektif kebudayaan orang Marapu. Hal-hal semacam ini tampak dalam alam kehidupan sehari-hari tiap individu dalam masyarakat tersebut lewat pola perilaku, sikap, dan pendapat yang sama dalam kaitannya dengan pola Komunikasi, bertahan hidup dan mengembangkan pengetahuan mereka tentang hidup dan sikap terhadapnya, karena dalam suatu komunitas kebudayaan tertentu membangun dunia yang mereka kenal melalui cara seperti hubungan kekeluargaan, keyakinan, ritual, mitologi, dan Bahasa. Hal ini mendorong cara memahami sistem kepercayaan suatu kelompok msayarakat adalah melalui pelaksanaan ritus atau upacara keagamaan. Ritus dalam kepercayaan masyarakat memiliki makna dan nilai bagi kehidupan yang 85

15 mendasar jika dihayati secara mendalam oleh masyarakat tersebut. Konsepsi orang Marapu tentang sakit dan kesembuhan yang tidak terlepas dari ritus yang dilakukan sebagai bagian dari aktivitas bermasyarakat mengandung makna yang sangat kuat jika kita bedah dalam perspektif memahami nilai nilai budaya dan agama sebagai basis pendekatan dalam strategi konseling. Sebelum dibawa ke rumah sakit mereka melakukan acara adat yang disebut Noba yaitu sembayang untuk minta ijin pada leluhur untuk berobat. Dalam acara adat dilakukan pembakaran ayam dan dilihat hati dan tali perut (usus) untuk melihat apakah pasien bisa ditolong lagi selanjutnya dipasrahkan ke tenaga medis di Rumah Sakit. Saat melakukan Noba (sembayang) mereka menyebut namanama leluhur mereka dan turunannya sampai ke orang sakit agar mendapatkan perlindungan dan kesembuhan. Meminta ijin kepada leluhur dimaksudkan supaya leluhur tidak bertambah marah dan mereka tetap terberkati dalam rumah dan bisa cepat sembuh. Hal ini menunjukkan bahwa ritual yang dilakukan oleh orang Marapu, termasuk dalam konteks orang sakit merupakan cara mereka menyampaikan permohonan-permohonan mereka sebagai manusia kepada Tuhan yang berkuasa atas hidup mereka. Adanya keterikatan yang kuat dalam komunitas masyarakat Marapu membentuk konsepsi berpikir orang Marapu tentang alam dan ikatan emosional yang kuat dalam struktur kemasyarakatan, terutama pengakuan terhadap penyembuh (dukun) adat. Itulah yang menjadi kekuatan mereka untuk tetap eksis atau survive sebagai orang Marapu ditengah-tengah arus pengobatan 86

16 modern. Hal ini sejalan dengan salah satu fungsi ritus yaitu memperkuat sistem dan nilai-nilai sosial yang ada dalam masyarakat. Melalui nilai-nilai spiritual dalam masyarakat penganut kepercayaan marapu maka pendekatan-pendekatan yang bisa dilakukan: 1) ngiana ole mu appowoda adessa apanangu dage (Pembimbingan) Sehubungan dengan ini konselor harus memiliki kesadaran diri dalam memberikan bimbingan bagi konseli bahwa masing-masing memiliki nilai budaya dan kepercayaan yang berbeda. Dalam pembimbingan yang harus dilakukan oleh konselor adalah mengarahkan konseli agar memiliki pemikiran dan tindakan alternatif dalam penerimaan jati diri yang positif mengarahkannya pada kebaikan jiwanya di masa sekarang dan yang akan datang. Teknik yang digunakan yaitu mendengarkan dan berempati. Dalam teknik ini perlu dilakukan: a) Mendengarkan, hadir bersama dalam artian antara konseli dan konselor samasama bertemu dan tidak langsung memaksa asumsi atau nilai yang dianut oleh konselor tetapi menghargai asumsi dan nilai-nilai yang dianut oleh konseli, begitupun sebaliknya. Mendengarkan adalah kunci utama untuk membuka respon konseli akan suasana kebatinan konseli. Mendengarkan adalah kunci bagi konselor menghayati ungkapan dan ekspresi konseli dalam permasalahan suasana kebatinan dan pengalaman kehidupan yang sedang dialami oleh konseli. b) Berempati adalah sikap utama yang perlu dimiliki seorang konselor agar diri konselor memiliki kualitas baik dalam mendampingi dan melakukan 87

17 konseling. Sikap empati membantu konselor masuk ke dalam dunia konselor, menghayati permasalahan diri konseli sehingga konselor tidak mengklaim konseli akan apa yang di percayainya, dan menerimanya sebagaimana adanya, secara utuh dan penuh, demi pertumbuhannya secara holistik. Ketika konselor berempati maka konseli akan menemukan kesadaran jati diri yang sesungguhnya dan mengalami pengalamannya secara utuh bagi pertumbuhan spiritual seseorang atau sekelompok orang. 2) ngiana pakadawu dulaloko (Penopangan) Pembimbingan yang dilakukan kemudian menghadirkan penopangan dalam proses konseling. kebudayaan masyarakat Sumba sangat mempengaruhi hubungannya dengan Tuhan dan sesama. Khususnya dalam hal ini budaya masyarakat Sumba, ketika seseorang memiliki masalah atau suasana kebatinan yang tidak mengenakan, mereka lebih banyak menceritakan masalah atau suasana kebatinannya pada keluarga. Prinsip hidup orang Sumba ketika sedang dalam masalah adalah mereka hanya mengutarakan permasalahan atau suasana kebatinan yang kurang mengenakan pada keluarga atau orang-orang tertua dalam keluarga. Mereka jarang menceritakan apa yang sedang mereka alami kepada orang luar. Melihat situasi seperti ini konselor hadir dalam penerimaan akan budaya yang ada dan ketika adanya saling mengahargai sehingga antara konseli dan konselor memiliki kepercayan akan sebuah dukungan baik dari konselor maupun dari pihak keluarga. Penopangan dari konselor sebagai pendeta berlangsung 88

18 dengan menetralkan perbedaan kepercayaan dengan pasien yang dilayani dengan menekankan pada hal-hal apa yang sama-sama mereka miliki dan bukan mewakili tradisi agama sang pendeta. Pendeta sebaiknya menjembatani bukan hanya untuk pasien namun juga bagi keluarga pasien sehingga keluarga juga dapat membantu proses konseling dalam hal ini dapat menopang kehidupan dari keluarga mereka yang sedang mengalami permasalahan atau suasana kebatinan yang terganggu. 3) ngiana ole mu apa Molida (Pendamaian) Seorang konselor harus menjadi sarana pendamaian dimana adanya upaya akan hubungan relasi yang mengutuhkan dan mendamaikan konseli dengan dirinya sendiri, sesamanya, dan dalam hubungannya dengan Sang Pemilik Penciptanya. Pada titik tertentu pendeta sebagai konselor melakukan konseling dengan memperhatikan tradisi adat istiadata kebudayaan konseli baik melalui bahasa, simbol dan ritual agama yang dianut pasien dan keluarga mereka. Misalnya pendeta mempelajari tradisi kepercayaan apa yang sesuai dengan tradisi kekristenan seperti doa dan melalui nilai-nilai spiritualitas yang dianut bersama oleh kedua pihak. 4) ngiana apodasa auwada (Penyembuhan) Konselor memiliki tanggung jawab mengatasi beberapa kerusakan yang terjadi dalam keadaan konseli yang rusak atau mengarahkan jiwa pasien yang sedang dalam ketidakutuhan kearah yang lebih baik, mengembalikan keadaan 89

19 pasien seperti semula sehingga penyembuhan ini membantu kelangsungan hidup pasien di masa depannya yang lebih baik. Konselor harus menyadari akan keberadaan konseli yang mungkin patah semangat dalam menjalani kehidupannya atau mungkin pasien yang selalu menyalahkan dirinya bahwa apapun yang ia lakukan adalah salah sehingga Marapu marah. Dalam proses menyembuhkan konselor harus memiliki sikap yang mendorong konseli untuk memiliki pikiran yang positif dan memberikan ketenangan. Proses penyembuhan membutuhkan konselor yang memahami tradisi atau kebudayaan yang dianut pasien sehingga melalui tradisi yang dianut pasien membantu dalam menemukan jalan keselamatan dalam pemulihan diri pasien. Dalam hal ini perlunya panduan bagi konselor yang menghadapi cara misalnya melalui penyembuhan tradisional untuk menghindari penyimpangan sistem kepercayaan budaya inti pasien. Konselor harus memiliki kompetensi dalam menangani masalah multikultural secara konseptual agar melalui penyembuhan ini konselor dapat mengelola masalah spiritual konseli. Ketika proses penyembuhan ini berlangsung dengan baik maka konseli pun akan merasakan nilai-nilai spiritual kekristenan dan nilai-nilai spiritual marapu yang memiliki kesamaan dan adanya nilai-nilai penghargaan dalam saling menerima kebudayaan masing-masing. Nilai-nilai ini kemudian menjadi dasar pemulihan diri dan pencarian keselamatan yang membantu keutuhan pasien Marapu yang menuntunnya kearah yang lebih baik dari kondisi sebelumnya. 90

20 Dalam konteks RS Kristen Lende Moripa, Konseling Lintas Agama dan Budaya diawali dengan perjumpaan antara pasien Marapu dan pendeta konselor. Perjumpaan yang dimaksud adalah ketika kedua pihak mengetahui identitas keagamaan dan kebudayaannya lewat percakapan. Pertanyaan yang diajukan oleh pendeta mengenai sudah atau belumnya pasien ke gereja dilakukan dalam kerangka menggali informasi tersebut sehingga sang pendeta kemudian bisa menempatkan diri secara tepat dengan strateginya dalam pelaksanaan konseling sesuai kesepakatan bersama dengan pasien. Pertanyaan semacam ini dalam konteks pelaksanaan konseling tidaklah tepat karena secara frontal pendeta menanyakan identitas agama Kristen, yaitu Gereja padahal pasiennya orang Marapu. Seharusnya pendeta melakukan pendekatan dengan pertanyaanpertanyaan penggiring selama percakapan yang mengarahkan pendeta kepada pengambilan kesimpulan tentang identitas pasien sebagai orang Marapu, contohnya pendeta menanyakan bagaimana pasien mengimani peristiwa sakit yang dialami? adalah: Adapun dua strategi yang dapat dikembangkan di RS Kristen Lende Moripa a) Neutralizing, para pendeta biasanya menetralisir perbedaan agama dengan pasien yang mereka layani dengan menekankan pada hal-hal apa yang samasama mereka miliki seperti pendekatan yang sudah dijabarkan diatas dan sambil memberikan pengertian pada setiap pasien karena melihat dari sisi ritual yang dilakukan oleh Rato memiliki kesamaan dalam pendeta sebagai seorang konselor memberikan konseling. Salah satu yang dilakukan dalam 91

21 pelayanan doa terhadap pasien Marapu adalah pendeta menggunakan istilah yang universal, yaitu Tuhan untuk menyebutkan Alkhalik. b) Code-Switching, para pendeta pada titik tertentu juga melakukan pelayanan konseling pastoral dengan penyesuaian terhadap bahasa, simbol, dan kadangkadang ritual agama yang dianut pasien dan keluarga mereka. Saat dilakukan pelayanan terhadap pasien Marapu, pendeta menggunakan bahasa daerah Sumba dalam percakapan ataupun doa agar maksud yang disampaikan bisa dipahami oleh klien. Bagi pendeta yang bukan asli Sumba, seringkali dalam percakapan melibatkan keluarga pasien sebagai penerjemah bahasa Indonesia ke dalam bahasa Sumba dan sebaliknya. Hal ini mengindikasikan adanya kebutuhan yang kuat bagi para pendeta Rumah Sakit yang bukan asli Sumba untuk mempelajari bahasa Sumba agar membantu mereka berinteraksi dengan pasien. Dengan memahami dua pendekatan semacam ini, maka kasus yang dialami pasien, baik pasien yang sakitnya secara fisik maupun melanggar aturan marapu dapat menerapkan pendekatan yang sama. Oleh karena itu, Sinode GKS dalam penempatan pendeta konselor di RS Kristen Lende Moripa harus dibekali keahlian khusus untuk mendalami hubungan lintas agama dan budaya, baik nilai-nilai spiritual maupun bahasa dan akar budaya Sumba melalui pelatihan-pelatihan Koseling Lintas Agama dan Budaya. 92

22 Rangkuman Bab IV : Berbicara mengenai hubungan lintas agama dan budaya maka konsep ini perlu dipahami bahwa bukan hanya faktor suku atau ras dan kepercayaan yang berbeda tetapi dalam hal bertindak, berpikir dan menerima nilai-nilai kebenaran yang bersumber dari kepercayaan yang menjadi referensi sikap dan perilaku antara manusia satu dan lainnya berbeda-beda. Terkait dengan kajian konsep Sakit dan pelayanan pastoral pendeta terhadap pasien Marapu di Rumah Sakit Kristen Lende Moripa Waikabubak dapat ditemui bahwa ada perbedaan pola pikir atau pemahaman dimana sakit yang dialami secara medis memang adalah sakit karena fisik mereka terganggu dan bagi penganut kepercayaan Marapu bahwa sakit yang mereka alami adalah bagian dari kemarahan Marapu. pola pemahaman dalam berpikir seperti inilah yang menunjukkan bahwa bukan hanya budaya dalam artian suku dan ras yang berbeda tetapi mau menunjukkan bahwa dari pola pemahaman dalam berpikir terjadi lintas budaya. Ada ritual yang digunakan masyarakat Sumba penganut kepercayaan Marapu dimana mereka meyakini bahwa ketika kesembuhan itu belum diperoleh maka cara yang kedua adalah mendatangi pihak rumah sakit. Ritual atau cara pengobatan ini dilihat sebagai simbol atau makna dari kepercayaan yang masih mereka anut. 93

23 Semua orang ingin memiliki kesembuhan, oleh karena itu segala cara akan mereka lakukan. Cara yang mereka gunakan pun banyak mengandung unsur tradisional atau yang berhubungan dengan kepercayaan yang dianut. Sama seperti orang Kristen ketika sakit akan berdoa meminta kesembuhan pada Tuhan namun bagi Masyarakat khususnya yang masih menganut agama lokal akan memakai cara yang sesuai dengan ritual adat istiadat mereka. Hal ini menunjukkan adanya hubungan lintas agama dan budaya seseorang dalam memahami nilai-nilai kebenarannya tampak dalam kehidupan sehari-hari, dalam bentuk perilaku tertentu, sikap, olah fikir, rasa, karsa dan budi. Pada saat Tuhan ciptakan manusia dengan kelengkapan akal pikiran dan hati nurani, maka saat itu juga manusia telah menjadi makhluk budaya. Eksistensi pendeta dalam pelayanan pastoral di Rumah Sakit diharapkan agar Kristus dinyatakan lewat pelayanan kasih yang maksimal. Artinya bahwa gereja memandang bahwa pengenalan akan Kristus tidaklah dilakukan dengan cara-cara indoktrinasi, tetapi lewat pelayanan orang bisa melihat kemuliaan Kristus. Dalam konteks RS Kristen Lende Moripa, Konseling Lintas Agama dan Budaya diawali dengan perjumpaan antara pasien Marapu dan pendeta konselor. Perjumpaan yang dimaksud adalah ketika kedua pihak mengetahui identitas keagamaan dan kebudayaannya lewat percakapan. Pertanyaan yang diajukan oleh pendeta mengenai sudah atau belumnya pasien ke gereja dilakukan dalam kerangka menggali informasi tersebut 94

24 sehingga sang pendeta kemudian bisa menempatkan diri secara tepat dengan strateginya dalam pelaksanaan konseling sesuai kesepakatan bersama dengan pasien. Pertanyaan semacam ini dalam konteks pelaksanaan konseling tidaklah tepat karena secara frontal pendeta menanyakan identitas agama Kristen, yaitu Gereja padahal pasiennya orang Marapu. Seharusnya pendeta melakukan pendekatan dengan pertanyaanpertanyaan penggiring selama percakapan yang mengarahkan pendeta kepada pengambilan kesimpulan tentang identitas pasien sebagai orang Marapu, contohnya pendeta menanyakan bagaimana pasien mengimani peristiwa sakit yang dialami? Adapun dua strategi yang dapat dikembangkan di RS Kristen Lende Moripa adalah, Neutralizing, para pendeta biasanya menetralisir perbedaan agama dengan pasien yang mereka layani dengan menekankan pada hal-hal apa yang sama-sama mereka miliki seperti pendekatan yang sudah dijabarkan sambil memberikan pengertian pada setiap pasien karena melihat dari sisi ritual yang dilakukan oleh Rato memiliki kesamaan dalam pendeta sebagai seorang konselor memberikan konseling dan Code-Switching, para pendeta pada titik tertentu juga melakukan pelayanan konseling pastoral dengan penyesuaian terhadap bahasa, simbol, dan kadang-kadang ritual agama yang dianut pasien dan keluarga mereka. Saat dilakukan pelayanan terhadap pasien Marapu, pendeta menggunakan bahasa daerah Sumba dalam percakapan ataupun doa agar 95

25 maksud yang disampaikan bisa dipahami oleh klien. Bagi pendeta yang bukan asli Sumba, dalam percakapannya dapat melibatkan keluarga pasien sebagai penerjemah bahasa Indonesia ke dalam bahasa Sumba dan sebaliknya. 96

BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia tentunya memiliki masalah dan pergumulannya masing-masing. Persoalan-persoalan ini mungkin berkaitan dengan masalah orang per

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN

BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN PRESPEKTIF KONSELING PASTORAL DAN REFLEKSI TEOLOGIS Dalam Bab ini akan dipaparkan analisa

Lebih terperinci

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, BAB IV ANALISIS 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, yang secara sadar maupun tidak telah membentuk dan melegalkan aturan-aturan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada semua orang agar merasakan dan mengalami sukacita, karena itu pelayan-pelayan

BAB I PENDAHULUAN. kepada semua orang agar merasakan dan mengalami sukacita, karena itu pelayan-pelayan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Kristen Sumba (GKS) Nggongi adalah salah satu dari sekian banyak gereja yang ada di Indonesia. Gereja hadir untuk membawa misi menyampaikan kabar baik

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA FUNGSI KONSELING PASTORAL BAGI WARGA JEMAAT POLA TRIBUANA KALABAHI

BAB IV ANALISA FUNGSI KONSELING PASTORAL BAGI WARGA JEMAAT POLA TRIBUANA KALABAHI BAB IV ANALISA FUNGSI KONSELING PASTORAL BAGI WARGA JEMAAT POLA TRIBUANA KALABAHI Permasalahan hidup yang dihadapi oleh warga jemaat Pola Tribuana Kalabahi meliputi beberapa aspek, yaitu aspek fisik, sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertemunya masyarakat yang beragama, yang disebut juga sebagai jemaat Allah. 1

BAB I PENDAHULUAN. bertemunya masyarakat yang beragama, yang disebut juga sebagai jemaat Allah. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persekutuan di dalam Yesus Kristus dipahami berada di tengah-tengah dunia untuk dapat memberikan kekuatan sendiri kepada orang-orang percaya untuk dapat lebih kuat

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Pada bagian ini akan di paparkan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian

BAB V PENUTUP. Pada bagian ini akan di paparkan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian BAB V PENUTUP Pada bagian ini akan di paparkan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti. 5.1 Kesimpulan 1. Tidak dapat dipungkiri persoalan dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB IV PANDANGAN WARGA JEMAAT GBI BANDUNGAN TERHADAP PSK BANDUNGAN. A. Pandangan Warga Jemaat GBI Bandungan Terhadap PSK Bandungan

BAB IV PANDANGAN WARGA JEMAAT GBI BANDUNGAN TERHADAP PSK BANDUNGAN. A. Pandangan Warga Jemaat GBI Bandungan Terhadap PSK Bandungan BAB IV PANDANGAN WARGA JEMAAT GBI BANDUNGAN TERHADAP PSK BANDUNGAN A. Pandangan Warga Jemaat GBI Bandungan Terhadap PSK Bandungan Pada Bab II telah dijelaskan bahwa cara pandang Jemaat Gereja terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Dalam proses penyebarluasan firman Tuhan, pekabaran Injil selalu berlangsung dalam konteks adat-istiadat dan budaya tertentu, seperti halnya Gereja gereja di

Lebih terperinci

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS. perempuan atau pun jenis kelamin, semuanya pasti akan mengalaminya. Tidak hanya

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS. perempuan atau pun jenis kelamin, semuanya pasti akan mengalaminya. Tidak hanya BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS Kematian merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Siapa saja bisa mengalami hal itu, baik tua atau pun muda, miskin atau pun kaya, baik perempuan atau

Lebih terperinci

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan 5.1. Kesimpulan B A B V P E N U T U P Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan umum bahwa integrasi sosial dalam masyarakat Sumba di Kampung Waiwunga, merupakan konstruksi makna

Lebih terperinci

PARTISIPAN : (Yang menjual anak) Nama : Alamat : Umur : Pekerjaan : Pendidikan : Jabatan dalam gereja/masyarakat :

PARTISIPAN : (Yang menjual anak) Nama : Alamat : Umur : Pekerjaan : Pendidikan : Jabatan dalam gereja/masyarakat : PARTISIPAN : (Yang menjual anak) Nama : Alamat : Umur : Pekerjaan : Pendidikan : Jabatan dalam gereja/masyarakat : Pertanyaan-pertanyaan : 1. Aspek manusia : penjual, pembeli dan si anak (Pada saat wawancara,

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Pendampingan dan konseling pastoral adalah alat-alat berharga yang melaluinya gereja tetap relevan kepada kebutuhan manusia. 1 Keduanya, merupakan cara

Lebih terperinci

BAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus

BAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus BAB V Penutup 5.1 Kesimpulan dan Refleksi Upacara slametan sebagai salah satu tradisi yang dilaksanakan jemaat GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus sebagai juruslamat

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN 1.1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) adalah Gereja mandiri bagian dari Gereja Protestan Indonesia (GPI) sekaligus anggota Persekutuan Gereja-Gereja

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat. I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara kepulauan, yang memiliki berbagai macam suku bangsa yang kaya akan kebudayaan serta adat istiadat, bahasa, kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tana Toraja merupakan salah satu daerah yang memiliki penduduk mayoritas beragama Kristen. Oleh karena itu bukan hal yang mengherankan lagi jikalau kita menjumpai

Lebih terperinci

GEREJA KRISTEN NAZARENE PASAL-PASAL TENTANG IMAN

GEREJA KRISTEN NAZARENE PASAL-PASAL TENTANG IMAN GEREJA KRISTEN NAZARENE PASAL-PASAL TENTANG IMAN I Allah Tritunggal Kami percaya kepada satu Allah yang tidak terbatas, yang keberadaan-nya kekal, Pencipta dan Penopang alam semesta yang berdaulat; bahwa

Lebih terperinci

10. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunalaras (SMPLB E)

10. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunalaras (SMPLB E) 10. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunalaras (SMPLB E) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi

Lebih terperinci

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS Dalam gereja ditemukan berbagai kepentingan yang berbeda. Sebagai akibat, perbedaan itu dapat memunculkan konflik yang selanjutnya dinilai sebagai sesuatu yang wajar. 1 Ketika

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. penting yang menjadi pokok atau inti dari tulisan ini, yaitu sebagai berikut :

BAB V PENUTUP. penting yang menjadi pokok atau inti dari tulisan ini, yaitu sebagai berikut : BAB V PENUTUP Pada bagian V ini, penulis akan memaparkan tentang kesimpulan dan saran. 5. 1. Kesimpulan Dari pemaparan pada bab-bab sebelumnya, penulis menyimpulkan beberapa hal penting yang menjadi pokok

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. menghargai orang yang menderita itu. Salah satunya dengan memanfaatkan metodemetode konseling dari ilmu psikologi.

BAB I P E N D A H U L U A N. menghargai orang yang menderita itu. Salah satunya dengan memanfaatkan metodemetode konseling dari ilmu psikologi. BAB I P E N D A H U L U A N 1. LATAR BELAKANG Konseling pastoral adalah salah satu bentuk pertolongan dalam pendampingan pastoral yang hingga kini mengalami perkembangan. Munculnya golongan kapitalis baru

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN 1. Latar Belakang Masalah a) Gambaran GKP Dan Konteksnya Secara Umum Gereja Kristen Pasundan atau disingkat GKP melaksanakan panggilan dan pelayanannya di wilayah Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, tarian dan adat istiadat yang dimiliki oleh setiap suku bangsa juga sangat beragam. Keanekaragaman

Lebih terperinci

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Masalah. Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Masalah. Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah satunya karena Indonesia berdasar pada Pancasila, dan butir sila pertamanya adalah Ketuhanan

Lebih terperinci

6. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Dasar (SD)

6. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Dasar (SD) 6. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Dasar (SD) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB II GEREJA DAN PASTORAL

BAB II GEREJA DAN PASTORAL BAB II GEREJA DAN PASTORAL 2.1. Pengertian Gereja Persekutuan di dalam Yesus Kristus dipahami berada ditengah-tengah dunia untuk dapat memberikan kekuatan sendiri kepada orang-orang percaya untuk dapat

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara akan persoalan Perjamuan Kudus maka ada banyak sekali pemahaman antar jemaat, bahkan antar pendeta pun kadang memiliki dasar pemahaman berbeda walau serupa.

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH Kehidupan bergereja (berjemaat) tidak dapat dilepaskan dari realita persekutuan yang terjalin di dalamnya. Dalam relasi persekutuan tersebut, maka setiap anggota

Lebih terperinci

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar (SD)

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar (SD) 11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar (SD) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan

Lebih terperinci

1 Wawancara dengan bpk sumarsono dan remaja di panti asuhan Yakobus

1 Wawancara dengan bpk sumarsono dan remaja di panti asuhan Yakobus BAGIAN IV TINJAUAN KRITIS ATAS UPAYA PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN BAGI REMAJA YANG BERAGAMA KRISTEN DAN NON KRISTEN DIPANTI ASUHAN YAKOBUS YANG SESUAI DENGAN PENDIDIKAN MULTIKULTURAL. 4.1 Pendidikan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN REFLEKSI TEOLOGIS. Di dalam pasal 1 Undang-Undang No.1, 1974 menyebutkan bahwa Perkawinan ialah ikatan

BAB IV ANALISIS DATA DAN REFLEKSI TEOLOGIS. Di dalam pasal 1 Undang-Undang No.1, 1974 menyebutkan bahwa Perkawinan ialah ikatan BAB IV ANALISIS DATA DAN REFLEKSI TEOLOGIS A. Kaus Nono dalam Perkawinan Meto Di dalam pasal 1 Undang-Undang No.1, 1974 menyebutkan bahwa Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Totok S. Wiryasaputra, Pendampingan Pastoral Orang Sakit, Seri Pastoral 245, Pusat Pastoral Yogyakarta,

BAB I PENDAHULUAN. 1 Totok S. Wiryasaputra, Pendampingan Pastoral Orang Sakit, Seri Pastoral 245, Pusat Pastoral Yogyakarta, BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Setiap orang tentunya pernah merasakan dan berada dalam keadaan sakit, baik itu sakit yang sifatnya hanya ringan-ringan saja seperti flu, batuk, pusing

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Keluarga adalah institusi pertama yang dibangun, ditetapkan dan diberkati Allah. Di dalam institusi keluarga itulah ada suatu persekutuan yang hidup yang

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN KRITIS. budaya menjadi identitasnya. Apabila manusia dicabut dari budayanya, ia bukan lagi orang

BAB IV TINJAUAN KRITIS. budaya menjadi identitasnya. Apabila manusia dicabut dari budayanya, ia bukan lagi orang BAB IV TINJAUAN KRITIS Dari pemaparan pada bab-bab sebelumnya kita dapat melihat bahwa manusia selalu menyatu dengan kebudayaannya dan budaya itu pun menyatu dalam diri manusia. Karena itu budaya menjadi

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia tak dapat dilepaskan dari spiritualitas. Spiritualitas melekat dalam diri setiap manusia dan merupakan ekspresi iman kepada Sang Ilahi. Sisi spiritualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin BAB I PENDAHULUAN Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin Gereja dengan Suatu Kajian Pastoral terhadap dampak Psikologis bagi orang-orang yang dikenakan Disiplin

Lebih terperinci

SPIRITUALITAS EKARISTI

SPIRITUALITAS EKARISTI SPIRITUALITAS EKARISTI SUSUNAN PERAYAAN EKARISTI RITUS PEMBUKA LITURGI SABDA LITURGI EKARISTI RITUS PENUTUP RITUS PEMBUKA Tanda Salib Salam Doa Tobat Madah Kemuliaan Doa Pembuka LITURGI SABDA Bacaan I

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin modern dan maju secara tidak langsung menuntut setiap orang untuk mampu bersaing dalam mewujudkan tujuan

Lebih terperinci

7. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

7. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 7. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Katolik, Hindu, dan Budha. Negara menjamin kebebasan bagi setiap umat bergama untuk

BAB I PENDAHULUAN. Katolik, Hindu, dan Budha. Negara menjamin kebebasan bagi setiap umat bergama untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam UUD 1945, disebutkan bahwa Indonesia sebagai Negara yang berlandaskan pada Pancasila mengakui adanya lima agama di dalamnya, antara lain: Islam, Kristen,

Lebih terperinci

K2 KEMAMPUAN KUESIONER KARUNIA-KARUNIA ROH

K2 KEMAMPUAN KUESIONER KARUNIA-KARUNIA ROH K2 KEMAMPUAN KUESIONER KARUNIA-KARUNIA ROH Wagner-Modified Houts Questionnaire (WMHQ-Ed7) by C. Peter Wagner Charles E. Fuller Institute of Evangelism and Church Growth English offline version: http://bit.ly/spiritualgiftspdf

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS Salah satu adat perkawinan di Paperu adalah adat meja gandong. Gandong menjadi penekanan utama. Artinya bahwa nilai kebersamaan atau persekutuan atau persaudaraan antar keluarga/gandong

Lebih terperinci

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 234 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Perkawinan merupakan rentetan daur kehidupan manusia sejak zaman leluhur. Setiap insan pada waktunya merasa terpanggil untuk membentuk satu kehidupan baru, hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus. Roh Kudus adalah pribadi Tuhan dalam konsep Tritunggal.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus. Roh Kudus adalah pribadi Tuhan dalam konsep Tritunggal. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak di dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, Tuhan Allah menyatakan diri sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus. Roh Kudus adalah pribadi Tuhan dalam konsep Tritunggal.

Lebih terperinci

03. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia.

03. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. 03. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan pemahaman pada Bab I-IV, maka pada bagian akhir tesis ini terdapat

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan pemahaman pada Bab I-IV, maka pada bagian akhir tesis ini terdapat BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan pemahaman pada Bab I-IV, maka pada bagian akhir tesis ini terdapat beberapa hal pokok yang akan ditegaskan sebagai inti pemahaman masyarakat Tunua tentang fakta

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Tradisi penjualan anak adalah suatu tradisi masyarakat di pulau Timor dengan tujuan

BAB V PENUTUP. Tradisi penjualan anak adalah suatu tradisi masyarakat di pulau Timor dengan tujuan BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Tradisi penjualan anak adalah suatu tradisi masyarakat di pulau Timor dengan tujuan memperoleh kesehatan dan keselamatan bagi anak dan orang tua yang memiliki kemiripan wajah

Lebih terperinci

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik Sekolah Menengah Pertama (SMP) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik Sekolah Menengah Pertama (SMP) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan 11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik Sekolah Menengah Pertama (SMP) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan

Lebih terperinci

BAB IV PENTINGNYA KONSELING PASTORAL ANTARBUDAYA DI JEMAAT GMI WESLEY JAKARTA. A. Realitas Konseling Pastoral Antarbudaya di GMI Wesley

BAB IV PENTINGNYA KONSELING PASTORAL ANTARBUDAYA DI JEMAAT GMI WESLEY JAKARTA. A. Realitas Konseling Pastoral Antarbudaya di GMI Wesley BAB IV PENTINGNYA KONSELING PASTORAL ANTARBUDAYA DI JEMAAT GMI WESLEY JAKARTA A. Realitas Konseling Pastoral Antarbudaya di GMI Wesley Jakarta Dalam kehidupan bergereja, keutuhan jemaat baik individu maupun

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Katekisasi merupakan salah satu bentuk pelayanan pendidikan kristiani yang dilakukan oleh gereja. Istilah katekisasi berasal dari kerja bahasa Yunani: katekhein yang

Lebih terperinci

BAB IV CAWAN DAN SLOKI DALAM PERJAMUAN KUDUS. istilah orang Jawa wong jowo iku nggoning semu artinya orang Jawa itu peka

BAB IV CAWAN DAN SLOKI DALAM PERJAMUAN KUDUS. istilah orang Jawa wong jowo iku nggoning semu artinya orang Jawa itu peka BAB IV CAWAN DAN SLOKI DALAM PERJAMUAN KUDUS Dalam bagian ini akan mengemukakan pengaruh perubahan penggunaan cawan menjadi sloki dalam Perjamuan Kudus dalam kehidupan jemaat masa modern dengan melihat

Lebih terperinci

BAB V. Penutup: Refleksi, Kesimpulan dan Saran

BAB V. Penutup: Refleksi, Kesimpulan dan Saran BAB V Penutup: Refleksi, Kesimpulan dan Saran I. Refleksi Kehadiran saksi Yehova di tengah masyarakat Kelurahan Kawua yang merupakan bagian dari wilayah pelayanan GKST, pada akhirnya telah melahirkan tanggapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk religius (homo religious), manusia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk religius (homo religious), manusia memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai mahluk religius (homo religious), manusia memiliki keterbatasan sehingga manusia dapat melakukan ritual - ritual atau kegiatan keagamaan lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang ada di Indonesia dan masih terjaga kelestariannya. Kampung ini merupakan kampung adat yang secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan yang berkembang di daerah-daerah di seluruh Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan yang berkembang di daerah-daerah di seluruh Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebudayaan yang berkembang di daerah-daerah di seluruh Indonesia merupakan buah Pergumulan Kreatif dari penduduk setempat dan telah menjadi warisan untuk genarasi

Lebih terperinci

1. LATAR BELAKANG MASALAH

1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1 1. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia dalam kehidupannya memiliki banyak kebutuhan, antara lain : kebutuhan untuk diperhatikan, mendapatkan bimbingan, pemeliharaan, asuhan, penghiburan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Kematian

BAB 1 PENDAHULUAN Kematian BAB 1 PENDAHULUAN Menurut Vitruvius di dalam bukunya Ten Books of Architecture, arsitektur merupakan gabungan dari ketiga aspek ini: firmity (kekuatan, atau bisa dianggap sebagai struktur), venustas (keindahan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. terhadap permasalahan kekerasan pasangan suami isteri, yakni: 1. Peran Pendeta sebagai Motivator terhadap Permasalahan Ekonomi

BAB V PENUTUP. terhadap permasalahan kekerasan pasangan suami isteri, yakni: 1. Peran Pendeta sebagai Motivator terhadap Permasalahan Ekonomi BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Peran pendeta secara umum dapat dilihat dalam fungsi konseling pastoral, yakni menyembuhkan, menopang, membimbing, memperbaiki hubungan, dan mengasuh. Dari hasil penelitian,

Lebih terperinci

Pertanyaan Alkitab (24-26)

Pertanyaan Alkitab (24-26) Pertanyaan Alkitab (24-26) Bagaimanakah orang Kristen Bisa Menentukan Dia Tidak Jatuh Dari Iman/Berpaling Dari Tuhan? Menurut Alkitab seorang Kristen bisa jatuh dari kasih karunia, imannya bisa hilang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan yang ada di gereja, yang bermula dari panggilan Allah melalui Kristus

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan yang ada di gereja, yang bermula dari panggilan Allah melalui Kristus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Agama Kristen Protestan merupakan salah satu agama yang diakui di Indonesia. Pada Agama Kristen biasanya memiliki suatu organisasi di gereja yang melibatkan

Lebih terperinci

BAHAN SHARING KEMAH. Oktober VISI & MISI GPdI MAHANAIM - TEGAL. Membangun Keluarga Kristen yang mengasihi dan melayani Tuhan dan sesama

BAHAN SHARING KEMAH. Oktober VISI & MISI GPdI MAHANAIM - TEGAL. Membangun Keluarga Kristen yang mengasihi dan melayani Tuhan dan sesama VISI & MISI GPdI MAHANAIM - TEGAL VISI : Membangun Keluarga Kristen yang mengasihi dan melayani Tuhan dan sesama MISI : Menjangkau jiwa dengan Injil, membina hingga dewasa didalam Kristus dan melayani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan bangsa di dunia yang mendiami suatu daerah tertentu memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, setiap bangsa memiliki

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latarbelakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latarbelakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latarbelakang Pluralitas agama merupakan sebuah kenyataan yang tidak dapat lagi dihindari atau disisihkan dari kehidupan masyarakat umat beragama. Kenyataan akan adanya pluralitas

Lebih terperinci

6. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)

6. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) 6. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. budaya Jawa terhadap liturgi GKJ adalah ada kesulitan besar pada tata

BAB V PENUTUP. budaya Jawa terhadap liturgi GKJ adalah ada kesulitan besar pada tata BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Kesimpulan akhir dari penelitian tentang teologi kontekstual berbasis budaya Jawa terhadap liturgi GKJ adalah ada kesulitan besar pada tata peribadahan GKJ di dalam menanamkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Manusia hidup tidak selamanya berada dalam kondisi dimana semuanya berjalan lancar sesuai dengan apa yang direncanakan dan diingininya. Ada saat dimana muncul ketegangan-ketegangan

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 PENJELASAN ISTILAH

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 PENJELASAN ISTILAH BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 PENJELASAN ISTILAH (1) Tata Gereja GKJ adalah seperangkat peraturan yang dibuat berdasarkan Alkitab sesuai dengan yang dirumuskan di dalam Pokok-pokok Ajaran GKJ dengan tujuan

Lebih terperinci

Minggu 10 : Adakah Allah Menyembuhkan Pada Masa Kini?

Minggu 10 : Adakah Allah Menyembuhkan Pada Masa Kini? Minggu 10 : Adakah Allah Menyembuhkan Pada Masa Kini? 1. Tujuan: Pada akhir sesi ini, tamu-tamu akan diminta untuk maju menerima doa kesembuhan. 2. Tidak akan ada diskusi pada sesi ini tetapi fokusnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Sulawesi Utara adalah salah satu provinsi yang dikenal dengan banyaknya tradisi, ritual dan adat istiadat, yang membentuk identitas dari Minahasa. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah mahkluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah mahkluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah mahkluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya. Umumnya manusia sangat peka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku X di Kabupaten Papua yang menganut tradisi potong jari ketika salah seorang anggota

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:

BAB V PENUTUP. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: BAB V PENUTUP Pada bagian ini penulisan akan dibagi menjadi dua bagian yaitu kesimpulan dan saran. 5.1.KESIMPULAN Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: 1. Gereja adalah persekutuan orang percaya

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Di dalam Alkitab, setidaknya terdapat tiga peristiwa duka dimana Yesus

BAB V KESIMPULAN. Di dalam Alkitab, setidaknya terdapat tiga peristiwa duka dimana Yesus BAB V KESIMPULAN 5.1. Refleksi Di dalam Alkitab, setidaknya terdapat tiga peristiwa duka dimana Yesus hadir dalam tiga kesempatan yang berbeda: (1) Yesus membangkitkan anak Yairus (Matius 9:18-26, Markus

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suku bangsa Sabu atau yang biasa disapa Do Hawu (orang Sabu), adalah sekelompok masyarakat yang meyakini diri mereka berasal dari satu leluhur bernama Kika Ga

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Papua terkenal dengan pulau yang memiliki banyak suku, baik suku asli Papua maupun suku-suku yang datang dan hidup di Papua. Beberapa suku-suku asli Papua

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan. Gereja merupakan sebuah wadah yang seharusnya aktif untuk dapat

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan. Gereja merupakan sebuah wadah yang seharusnya aktif untuk dapat BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Gereja merupakan sebuah wadah yang seharusnya aktif untuk dapat menjangkau seluruh jemaatnya agar dapat merasakan kehadiran Allah ditengahtengah kehidupannya. Dengan itu maka,

Lebih terperinci

PENDADARAN. HOSANA : berilah kiranya keselamatan! PERJAMUAN KUDUS PASKAH. Minggu, 5 April 2015 GEREJA KRISTEN JAWA JOGLO

PENDADARAN. HOSANA : berilah kiranya keselamatan! PERJAMUAN KUDUS PASKAH. Minggu, 5 April 2015 GEREJA KRISTEN JAWA JOGLO PENDADARAN PERJAMUAN KUDUS PASKAH Minggu, 5 April 2015 HOSANA : berilah kiranya keselamatan! GEREJA KRISTEN JAWA JOGLO Kompleks Taman Alfa Indah Blok A No. 9 Joglo Jakarta Barat I. PENDAHULUAN Jemaat yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agama-agama asli (agama suku) dengan pemisahan negeri, pulau, adat yang

I. PENDAHULUAN. agama-agama asli (agama suku) dengan pemisahan negeri, pulau, adat yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberagamaan orang Maluku, dapat dipahami melalui penelusuran sejarah yang memberi arti penting bagi kehidupan bersama di Maluku. Interaksiinteraksi keagamaan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia selalu diperhadapkan dengan berbagai keragaman, baik itu agama, sosial, ekonomi dan budaya. Jika diruntut maka banyak sekali keragaman yang

Lebih terperinci

UKDW. Bab I. Pendahuluan

UKDW. Bab I. Pendahuluan Bab I Pendahuluan 1. Latar Belakang Permasalahan Tak dapat dipungkiri bahwa manusia diciptakan sebagai makhluk sosial, maka dari itu kehidupan seorang manusia yang dimulai dari kelahiran dan diakhiri dengan

Lebih terperinci

Alkitab. Persiapan untuk Penelaahan

Alkitab. Persiapan untuk Penelaahan Persiapan untuk Penelaahan Alkitab Sekarang setelah kita membicarakan alasan-alasan untuk penelaahan Alkitab dan dengan singkat menguraikan tentang Alkitab, kita perlu membicarakan bagaimana menelaah Alkitab.

Lebih terperinci

6. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)

6. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) 6. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya

Lebih terperinci

Gal.6:1-5. Ev. Bakti Anugrah, M.A.

Gal.6:1-5. Ev. Bakti Anugrah, M.A. Gal.6:1-5 Ev. Bakti Anugrah, M.A. Kitab Galatia dituliskan oleh Rasul Paulus kepada jemaat-jemaat di Galatia dengan tujuan agar mereka dapat berpegang pada Injil Kristus dan bukan pada hukum yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ritual merupakan suatu proses pelaksanaan tradisi. Meskipun sudah ada ritual tanpa mitos-mitos dalam beberapa periode jaman kuno. Dalam tingkah laku manusia,

Lebih terperinci

A. JEMAAT BERHIMPUN TATA IBADAH MINGGU, 30 JULI 2017 (MINGGU BIASA) POLA HIDUP KERAJAAN ALLAH

A. JEMAAT BERHIMPUN TATA IBADAH MINGGU, 30 JULI 2017 (MINGGU BIASA) POLA HIDUP KERAJAAN ALLAH TATA IBADAH MINGGU, 30 JULI 2017 (MINGGU BIASA) POLA HIDUP KERAJAAN ALLAH Latihan Lagu-Lagu. Penayangan Warta Lisan. Saat Hening A. JEMAAT BERHIMPUN 1. AJAKAN BERIBADAH (JEMAAT DUDUK) Pnt. : Jemaat terkasih,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk kerjasama kehidupan antara pria dan wanita di dalam masyarakat. Perkawinan betujuan untuk mengumumkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kehidupan dan kematian merupakan dua hal yang harus dihadapi oleh setiap manusia termasuk orang Toraja, karena ini merupakan hukum kehidupan menurut adat Toraja. Sebagai

Lebih terperinci

1. Apa yang dipahami pejabat gereja dalam hal ini Pendeta jemaat tentang PASTORAL? 3. Sejak kapan TIM DOA ini hadir ditengah-tengah Gereja?

1. Apa yang dipahami pejabat gereja dalam hal ini Pendeta jemaat tentang PASTORAL? 3. Sejak kapan TIM DOA ini hadir ditengah-tengah Gereja? LAMPIRAN INSTRUMENT PERTANYAAN KEPADA PENDETA JEMAAT 1. Apa yang dipahami pejabat gereja dalam hal ini Pendeta jemaat tentang PASTORAL? 2. Apa itu TIM DOA? 3. Sejak kapan TIM DOA ini hadir ditengah-tengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) memiliki 44 wilayah klasis, 2.504 jemaat, dengan jumlah warga mencapai 1.050.411 jiwa yang dilayani oleh 1.072 pendeta, (Lap. MS-

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan semua kajian dalam bab-bab yang telah dipaparkan di atas, pada bab ini akan dikemukakan beberapa kesimpulan dan rekomendasi. Rekomendasi ini terutama bagi gereja

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI

BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI Dalam bab ini berisi tentang analisa penulis terhadap hasil penelitian pada bab III dengan dibantu oleh teori-teori yang ada pada bab II. Analisa yang dilakukan akan

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP VI.1. Kesimpulan Data.

BAB VI PENUTUP VI.1. Kesimpulan Data. 219 BAB VI PENUTUP Dari hasil analisa terhadap ulos dalam konsep nilai inti berdasarkan konteks sosio-historis dan perkawinan adat Batak bagi orang Batak Toba di Jakarta. Juga analisa terhadap ulos dalam

Lebih terperinci

12. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

12. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 12. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama

Lebih terperinci

UKDW. Bab I Pendahuluan

UKDW. Bab I Pendahuluan Bab I Pendahuluan I. A. Latar Belakang Perbedaan merupakan hal yang selalu dapat kita temukan hampir di setiap aspek kehidupan. Beberapa perbedaan yang seringkali ditemukan misalnya perbedaan suku bangsa,

Lebih terperinci

BAB IV MAKNA ARUH MENURUT DAYAK PITAP. landasan untuk masuk dalam bagian pembahasan yang disajikan dalam Bab IV.

BAB IV MAKNA ARUH MENURUT DAYAK PITAP. landasan untuk masuk dalam bagian pembahasan yang disajikan dalam Bab IV. BAB IV MAKNA ARUH MENURUT DAYAK PITAP 4.1. PENDAHULUAN Bertolak dari uraian tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, dan tujuan penelitian yang terdapat dalam Bab I, yang dilanjutkan dengan pembahasan

Lebih terperinci

Diunduh dari Bab Dampak Modernisasi Bagi Keluargaku Bahan Alkitab: 1 Samuel 1: 1-16, Efesus 5: A.

Diunduh dari Bab Dampak Modernisasi Bagi Keluargaku Bahan Alkitab: 1 Samuel 1: 1-16, Efesus 5: A. Bab IX Dampak Modernisasi Bagi Keluargaku Bahan Alkitab: 1 Samuel 1: 1-16, Efesus 5: 22-33 A. Pengantar Berdoa Kami mengucap syukur pada-mu Tuhan sumber ilmu pengetahuan dan berkat Untuk segala penyertaanmu

Lebih terperinci

TATA IBADAH PENUTUPAN KEGIATAN BULAN PELKES 25 Juni 2017

TATA IBADAH PENUTUPAN KEGIATAN BULAN PELKES 25 Juni 2017 Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Jemaat GIDEON Kelapadua Depok TATA IBADAH PENUTUPAN KEGIATAN BULAN PELKES 25 Juni 2017 h a l, 1 PERSIAPAN Doa pribadi warga jemaat Pengenalan lagu-lagu

Lebih terperinci

Pertanyaan Alkitabiah Pertanyaan Bagaimanakah Orang Yang Percaya Akan Kristus Bisa Bersatu?

Pertanyaan Alkitabiah Pertanyaan Bagaimanakah Orang Yang Percaya Akan Kristus Bisa Bersatu? Pertanyaan Alkitabiah Pertanyaan 21-23 Bagaimanakah Orang Yang Percaya Akan Kristus Bisa Bersatu? Orang-orang yang percaya kepada Kristus terpecah-belah menjadi ratusan gereja. Merek agama Kristen sama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Sakramen berasal dari bahasa Latin; Sacramentum yang memiliki arti perbuatan kudus 1. Dalam bidang hukum dan pengadilan Sacramentum biasanya diartikan sebagai barang

Lebih terperinci