BAB II LANDASAN TEORI. Feminisme dalam Novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf. Penelitian tersebut

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. Feminisme dalam Novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf. Penelitian tersebut"

Transkripsi

1 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sejenis yang Relevan Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian dengan judul Feminisme dalam Novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf. Penelitian tersebut dilakukan oleh Arum Rini Asih di Universitas Muhammadiyah pada tahun Penelitian tersebut dimulai dengan menentukan fakta cerita yang meliputi alur, tokoh dan penokohan, kemudian latar atau setting. Setelah menentukan fakta cerita peneliti menganalisis feminisme yaitu tentang penindasan-penindasan dalam novel Tanah Tabu yang meliputi penindasan keluarga, penindasan pendidikan, penindasan politik, dan penindasan pemerintah. Mengacu pada penelitian terdahulu yang dilakukan Arum Rini Asih tersebut, maka peneliti akan melakukan penelitian tentang feminisme dalam novel, yang berjudul Konsep Feminisme Islam dalam Novel Mataraisa karya Abidah El Khalieqy. Penelitian ini memiliki perbedaan dibanding penelitian yang sebelumnya, yaitu terletak pada objek penelitian dan sumber data. Objek dalam penelitian Arum Rini Asih adalah kajian feminisme, sedangkan pada penelitian ini adalah konsep feminisme Islam. Sumber data yang digunakan pada penelitian terdahulu adalah novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf, sedangkan pada penelitian ini adalah novel Mataraisa karya Abidah El Khalieqy. Perbedaan yang lain adalah dalam penelitian ini peneliti mencoba merelevansikan dengan kehidupan nyata sedangkan pada penelitian sebelumnya tidak. Dengan demikian, penelitian ini benar! berbeda dengan penelitian sebelumnya, sehingga perlu dilakukan. 8

2 9 B. Feminisme Islam Secara etimologis feminis berasal dari kata femme (women), berarti perempuan (tunggal) yang berjuang untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan (jamak), sebagai kelas sosial. Dalam hubungan ini perlu dibedakan antara male dan female (sebagai aspek perbedaan genetis, sebagai hakikat alamiah), masculine dan feminine (sebagai aspek perbedaan psikologis dan kultural). Dengan kalimat lain, male-female mengacu pada seks, sedangkan maskulin feminin mengacu pada jenis kelamin atau gender (Ratna, 2011:184). Dalam pengertian yang lebih luas, feminis adalah gerakan kaum wanita untuk menolak segala sesuatu yang dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan direndahkan oleh kebudayaan dominan, baik dalam bidang politik dan ekonomi maupun kehidupan sosial pada umumnya. Kemudian dalam pengertian yang lebih sempit, yaitu feminis dikaitkan dengan cara-cara memahami karya sastra baik dalam kaitannya dengan proses produksi maupun resepsi (Ratna,2011: 184). Tujuan inti dari gerakan feminisme adalah meningkatkan kedudukan dan derajat perempuan agar sama atau sejajar dengan kedudukan atau derajat laki-laki ( Djajanegara, 2000:4). Geofe dalam Sugihastuti dan Suharto (2010:61), mengemukakan feminisme merupakan kegiatan terorganisasi yang memperjuangkan hak-hak dan kepentingan perempuan.kemudian Fakih dkk (2000: 38), menyatakan feminisme adalah suatu gerakan dan kesadaran yang berangkat dari asumsi bahwa kaum perempuan mengalami deskriminasi dan usaha untuk menghentikan deskriminasi tersebut. Perempuan dalam pandangan feminisme mempunyai aktivitas dan inisiatif sendiri untuk memperjuangkan hak dan kepentingan tersebut dalam berbagai gerakan (Sofia dan Sugihastuti, 2003:24).

3 10 Pengertian feminis tersebut masih secara umum. Faham feminis lahir dan mulai berkobar sekitar akhir 1960 di Barat, sedangkan di Indonesia feminisme dikenal sejak awal tahun 1970-an tetapi baru tahun 1990-an istilah feminisme selanjutnya dikaitkan dengan Islam (Fakih dkk, 2000: 201). Secara umum feminisme Islam sama halnya seperti feminisme pada umumnya. Ciri-ciri feminisme Islam adalah prinsip keadilan dan kesederajatan yang ada dalam teks keagamaan seperti Qur an, hadist dan tradisi keagamaan dengan realitas perlakuan terhadap perempuan yang ada dalam masyarakat muslim (Fakih dkk, 2000: 202). Hal yang menjadi ciri khas gerakan feminisme Islam, yaitu (1) Feminisme Islam harus mendasarkan diri kepada agama. Artinya bahwa feminis Islam harus menyadari bahwa agama Islam merupakan sumber nilai dan pendukung terbaik dalam perjuangannya dan yang menjamin akan hak-hak perempuan yang terkandung pada ajaran yang tertulis di dalam QS. Al-Israa : 9 yang artinya sebagai berikut. Sesungguhnya Al-Qur an adalah petunjuk jalan yang lurus dan memberikan kabar gembira kepada orang-orang yang mu min (laki-laki dan perempuan) yang mengerjakan amal sholeh akan mendapat pahala yang besar Ayat tersebut menjelaskan bahwa Al-Qur an merupakan pedoman dasar agama Islam untuk menjalankan kehidupan nyata baik laki-laki atau perempuan sebagai mu min, (2) Feminisme Islam mestinya tidak bersikap chauvinistik. Artinya kaum feminis Islam jangan hanya menekankan kekuatannya kepada perempuan dengan mengabaikan potensi kekuatan laki-laki, bahkan meruntuhkannya. Sebab laki-laki dan perempuan sebenarnya diciptakan Tuhan untuk saling melengkapi dan hidup secara harmonis menegakkan nilai-nilai keadilan dan kebenaran, (3) Feminisme Islam harus

4 11 memandang ajaran Islam secara integral dan menyeluruh. Artinya al-qur an dan tradisi-tradisi Islam yang pernah muncul dalam sejarah, dapat dijadikan pisau bedah analisis dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya (Mustaqim, 2008: ).Prinsip dasar Islam memperlakukan atau meletakkan posisi kaum perempuan(muslimat) secara adil dan secara gender dikaitkan dengan kaum laki-laki. Dalam Al-Qur an sebagai rujukan prinsip dasar masyarakat Islam menunjukkan bahwa pada dasarnya mengakui, bahwa kedudukan laki-laki dan perempuan adalah adil karena mereka diciptakan dari jenis yang sama. Sebagai rujukan Q.s. An-Nisaa:1 berikut ini. Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang menciptakan kamu dari jenis yang sama dan daripada keduanya memperkembangbiakan laki-laki dan perempuan yang banyak Ayat tersebut merupakan penegasan bahwa keduanya diciptakan dari satu nafs (jenis), dimana yang satu tidak memiliki keunggulan terhadap yang lain. Dalam Al- Qur an tidak menjelaskan secara tegas bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk Nabi Adam as, sehingga kedudukan dan statusnya lebih rendah. Atas dasar itu, prinsip Al- Quran terhadap hak kaum laki-laki dan perempuan adalah sama. (Fakih, dkk, 2000: 50-51). Berdasarkan pendapat dari masing-masing sumber dapat disimpulkan bahwa feminisme Islam merupakan sebuah gerakan untuk meningkatkan kesetaraan kedudukan kaum perempuaan agar dapat lebih dihormati dan mendapat porsi yang sama dengan kaum laki-laki.manusia pada dasarnya diciptakan Allah SWT dari jenis yang sama. Kedudukan manusia dihadapan Allah SWT adalah sama. Laki-laki dan perempuan memiliki derajat yang sama, yang membedakan keduanya adalah tingkat ketakwaannya.

5 12 Konsep feminisme Islam erat kaitannya dengan kesetaraan gender dan hak-hak perempuan dalam Islam. Kesetaraan gender telah menjadi persoalan yang melahirkan ketidakadilan baik bagi kaum laki-laki dan terutama untuk kaum perempuan. Persoalan tentang gender dalam perspektif Islam terletak pada skala prioritas dimana unsur-unsur kesadaran pembebasan kaum perempuan di dalam dasar perjuangan Islam (Fakih dkk, 2000:236). Fakih dkk, (2000: ) mengemukakan bahwa,konsep feminisme menurut pandangan Islam, yaitu : Dari segi persamaan kedudukan laki-laki dan perempuan : a) dalam bidang pendidikan Islam tidak membatasi antara laki-laki dan perempuan dalam memperoleh pendidikan. Hal tersebut dijelaskan dalam HR Ibnu Majah dari Anas r.a Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan, b) Dari segi kekurangan dan kelebihan di dalam kehidupan untuk saling mengisi dan melengkapi antara kaum laki-laki dan perempuan sehingga terciptanya keluarga yang harmonis. Dijelaskan dalam QS. Faathir : 11 menerangkan bahwa perempuan dan laki-laki diciptakan Allah dengan derajat yang sama, karena keduanya sama sama diciptakan dari air mani, jadi Allah SWT menciptakan laki-laki dan perempuan itu untuk saling melengkapi dan berpasangan dalam memperoleh keseimbangan kehidupan. Di hadapan Allah SWT, laki-laki dan perempuan adalah sama. Islam bukan hanya agama yang mengutamakan segi-segi ritual saja (hablun minallah), tetapi dimaksudkan juga untuk menegakkan kemaslahatan umat manusia (rahmatan lil alamin). Ketidakadilan gender dalam penafsiran mufassir klasik dinilai oleh para mufassir feminis adalah akibat tidak dipahaminya teks-teks keagamaan tentang perempuan. Menyadari bahwa agama Islam dengan membawa misi menegakkan keadilan-keadilan bagi siapa pun, muslim- non muslim, laki-laki perempuan dan

6 13 seterusnya para mufassir-feminis berupaya untuk menafsirkan kembali teks-teks keagamaan Islam yang secara harfiah mengakui superioritas laki-laki itu dengan perspektif keadilan gender (Mustaqim, 2008:116). Perbedaan gender melahirkan peran gender yang sesungguhnya tidaklah menimbulkan masalah, sehingga tidak perlu digugat, akan tetapi dengan menggunakan analisis gender ternyata ditemukan berbagai manifestasi ketidakadilan yaitu: (1) terjadi marginalisasi (pemiskinan ekonomi) terhadap kaum perempuan disebabkan oleh perbedaan gender. Di dunia ini banyak sekali pekerjaan yang dianggap sebagai pekerjaan perempuan seperti guru Taman Kanak-kanak dan sekretaris. Hal tersebut seringkali berpengaruh terhadap perbedaan gaji antara kedua jenis pekerjaan tersebut, (2) adanya pelabelan negatif (stereotipe) terhadap jenis kelamin tertentu, dan akibatnya terjadi diskriminasi serta berbagai ketidakadilan, sehingga dalam masyarakat stereotipe dilekatkan kepada kaum perempuan yang berakibat membatasi, menyulitkan, dan merugikan, (3) menganggap peran gender perempuan adalah mengelola rumah tangga, maka banyak perempuan menanggung beban kerja domestik lebih banyak dan lebih lama (Fakih, 2012: 72-75). Sebelum agama Islam datang, perempuan sering menjadi bahan perdebatan dalam berbagai forum. Sekarang, perempuan sudah mendapatkan posisi yang terhormat. Perempuan sama dengan laki-laki dalam hal rohnya, hak-haknya, dan kemanusiaannya. Tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, kalaupun ada perbedaan, hal tersebut dikarenakan akibat fungsi dan tugas utama masing-masing jenis kelamin melalui ajarannya dalam Al-Qur an dan As-Sunnah. Perbedaan yang ada tidak mengakibatkan saling memiliki kelebihan atas yang lain, tetapi mereka saling melengkapi satu sama lain.

7 14 Kenyataan secara sosial, perempuan cenderung dinomorduakan dalam berbagai aspek. Bahwa dalam kehidupan sosial kaum perempuan sering mengalami ketertindasan, tidak bisa dilepaskan dari penafsiran agama yang patriarkis. Dalam pendekatan feminis terhadap teks-teks keagamaan ini, kerangka yang dikedepankan adalah soal kesetaraan gender, yakni bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan yang sama di mata agama. Dengan pendekatan tersebut, teks-teks keagamaan yang cenderung hirarkis ditafsirkan sedemikian rupa sehingga menunjukkan bahwa laki-laki dan perempuan adalah setara ( Mustaqim, 2008:119). Kenyataan dalam kehidupan sosial, perempuan sering dinomorduakan dan dianggap memiliki kedudukan yang lebih rendah dari laki-laki, namun perempuan pada dasarnya memiliki hak-hak dalam kehidupannya. Seperti yang dijelaskan pada QS. An-Nisa : 32 yang artinya sebagai berikut. Bagi lelaki hak (bagian) dari apa yang di anugerahkan kepadanya dan bagi perempuan hak (bagian) dari apa yang di anugerahkan kepadanya Dari bunyi ayat tersebut dapat disimpulkan Allah SWT telah menuliskan di Al-Quran bahwa bukan hanya laki laki yang memiliki hak dalam menjalani kehidupan, tetapi perempuan pun memiliki hak tersendiri yang telah di anugerahkan kepadanya. Qardlawi dkk (2004: 33), menyatakan hak-hak perempuan meliputi: (1) dalam bidang politik, artinya perempuan dapat ikut berperan aktif dalam menjalankan kegiatan politik, contohnya perempuan sebagai pemimpin musyawarah (syura) karena tidak tercantum dalam agama bahwa seorang pemimpin harus laki-laki, (2) di bidang pekerjaan, artinya seorang perempuan tidak dibatasi dalam memilih pekerjaan yang berat ataupun ringan selagi pekerjaan tersebut membutuhkannya atau sebaliknya. Contohnya perempuan di zaman nabi banyak sekali yang terlibat di dalam peperangan

8 15 dan bukan hanya laki-laki saja, (3) hak di bidang pendidikan atau kewajiban belajar, artinya perempuan diwajibkan untuk menuntut ilmu sebanyak mungkin, contohnya perempuan juga berhak menyandang gelar sarjana ataupun yang lainnya. Perempuan dapat berfikir, mempelajari dan mengamalkan ilmu yang sudah didapatnya. Berdasarkan pendapat dari masing-masing sumber dapat disimpulkan bahwa konsep feminisme Islam dapat disebutkan seperti: (1) Persamaan kedudukan antara laki-laki dan perempuan yang meliputi persamaan di bidang pendidikan dan keseimbangan laki-laki dan perempuan untuk menjadi keluarga harmonis. Artinya kedudukan laki-laki dan perempuan adalah sama, sama-sama memiliki peran dan beban tanggung jawab masing-masing. Laki-laki dan perempuan dapat bekerjasama dan menjadi rekan kerja yang baik. Artinya perempuan dapat dipimpin dan dapat memimpin laki-laki, karena pada kodratnya mereka saling melengkapi untuk keseimbangan dalam hidup, (2) Hak masing-masing. Artinya laki-laki memiliki hak dan peranan yang kuat, begitu pula dengan perempuan. Hak-hak perempuan dalam Islam seperti bidang pendidikan,, dan bidang pekerjaan untuk berperan dalam masyarakat atau politik. C. Kritik Sastra Feminis Kritik sastra feminis berawal dari hasrat untuk mengkaji karya penulis-penulis wanita di masa silam dan untuk menunjukkan citra wanita dalam karya penulispenulis pria yang menampilkan wanita sebagai makhluk yang dengan berbagai cara ditekan, disalahtafsirkan, serta disepelekan oleh tradisi patriarkal yang dominan(djajanegara, 2000: 27). Menurut Baso (2000: 17), keyakinan masyarakat bahwa posisi perempuan itu untuk melayani mengakibatkan perempuan

9 16 ditempatkan sebagai properti (barang) milik laki-laki untuk diperlakukan apa saja, termasuk dalam tindak kekerasan.pada permulaan tahun 1920-an ada tanda-tanda terang untuk pendekatan baru dan berbeda dalam hubungan penulis perempuan dengan karya sastra, yang menyebabkan lahirnya kritik feminis. Akhir tahun 1960-an kritik feminis ini adalah satu kritik (sastra) yang berusaha mendeskripsikan dan menafsirkan (serta menafsirkan kembali) pengalaman perempuan dalam berbagai karya sastra terutama dalam novel (Pradotokusumo, 2005: 83). Kritik sastra feminis, yaitu studi sastra yang mengarahkan fokus analisisnya pada perempuan. Jika dalam sastra barat dianggap yang mewakili pembaca dan penciptanya adalah laki-laki, kritik sastra feminis menunjukkan bahwa pembaca perempuan membawa persepsi dan harapan ke dalam pengalaman sastranya (Showalter dalam Sugihastuti dan Suharto, 2010:18). Menurut Culler dalam Sugihastuti dan Suharto (2010:19), kritik sastra feminis bukan berarti pengkritik perempuan, atau kritik tentang perempuan, juga bukanlah kritik tentang pengarang perempuan. Arti sederhana yang dikandungnya ialah pengkritik memandang sastra dengan kesadaran khusus. Kesadaran bahwa ada jenis kelamin yang banyak berhubungan dengan budaya, sastra, dan kehidupan. Kritik sastra feminis di dunia Barat sering dimetaforakan sebagai quilt. Quilt yang dijahit dan dibentuk dari potongan-potongan kain persegi itu pada bagian bawahnya dilapisi dengan kain lembut. Jahitan potongan kain itu memakan waktu cukup lama dan biasanya dikerjakan oleh beberapa orang. Metafora ini dapat dikenakan sebagai metafora pengertian kritik sastra feminis. Kritik sastra feminis diibaratkan sebagai alas yang kuat untuk menyatukan pendirian bahwa seorang

10 17 perempuan dapat secara sadar membaca karya sastra sebagai perempuan ( Sugihastuti dan Suharto, 2010: 20). Dominasi laki-laki terhadap wanita, telah mempengaruhi kondisi sastra, antara lain: (1) nilai dan konvensi sastra sering didominasi oleh kekuasaan laki-laki, sehingga wanita selalu berada pada posisi berjuang terus-menerus ke arah kesetaraan gender, (2) penulis laki-laki sering berat sebelah, sehingga menganggap wanita adalah objek fantastis yang menarik. Wanita selalu dijadikan objek kesenangan sepintas oleh lakilaki. Karya-karya demikian selalu memihak, bahwa wanita sekedar orang yang berguna untuk melampiaskan nafsu semata, (3) wanita adalah figur yang menjadi bunga-bunga sastra, sehingga sering terjadi tindak asusila laki-laki, pemerkosaan, dan sejenisnya yang seakan-akan memojokkan wanita pada posisi lemah (Endraswara, 2003:148). Dari uraian-uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa segala macam permasalahan yang dihadapi perempuan dalam dunia nyata juga dapat terjadi dalam dunia karya sastra. Pengarang adalah bagian dari masyarakat dan hidup dalam masyarakat. Pengarang menciptakan suatu karya sastra merupakan cerminan dari masyarakat atau pengalaman pribadi, sehingga untuk menganalisis suatu karya sastra dapat dilakukan dengan kritik sastra feminis. D. Tokoh dalam Karya Sastra Tokoh cerita (character), menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (2007: 165), adalah orang (-orang) yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Menurut

11 18 Sayuti (2000: 74) tokoh merupakan elemen struktural fiksi yang melahirkan suatu peristiwa. Ditinjau dari segi keterlibatannya dalam keseluruhan cerita, tokoh fiksi dibedakan menjadi dua, yakni: (a) Tokoh sentral (tokoh utama) merupakan tokoh yang mengambil bagian terbesar pada peristiwa dalam cerita, (b) Tokoh periferal (tokoh tambahan) merupakan tokoh yang hanya ditampilkan sekali atau beberapa kali dalam sebuah cerita.berdasarkan fungsi penampilan tokoh, tokoh dapat dibedakan menjadi dua yaitu : a. Tokoh Protagonis Menurut Altenberg & Irwis (dalam Nurgiyantoro, 2007: 178), tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi, yang salah satu jenisnya secara populer disebut hero. Tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita. Tokoh protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan kita, harapan-harapan pembaca.tokoh protagonis merupakan tokoh yang dapat dijadikan contoh dalam kehidupan sehari-hari.tokoh tersebut dapat menjadi inspirasi dalam kehidupan. b. Tokoh Antagonis Tokoh antagonis adalah tokoh penyebab terjadinya konflik. Tokoh antagonis selalu beroposisi dengan tokoh protagonis (Nurgiyantoro, 2007:178).Tokoh cerita dalam sebuah fiksi harus bisa dipandang sebagai elemen dalam sebuah keseluruhan artistik yang lebih besar (Sayuti, 2000: 112). Dalam fiksi, motivasi tokoh dibagi menjadi dua, yaitu bersifat umum dan khusus. Motivasi tokoh yang bersifat umum

12 19 mencakup dorongan manusia yang paling mendasar, seperti cinta, kelaparan, keserakahan, dan sejenisnya. Motivasi tokoh bersifat khusus mengikutsertakan penerapan yang bersifat individual dari dorongan mendasar tertentu.dari pendapat tersebut mengenai uraian tokoh dapat disimpulkan bahwa tokoh memiliki peranan penting dalam suatu cerita. Tokoh merupakan bagian utama dalam sebuah karya sastra khususnya dalam karya naratif. Cerita apabila tidak ada tokoh maka suatu peristiwa dalam cerita tidak akan ada, karena tokoh merupakan subjek yang meggerakkan peristiwa-peristiwa dalam cerita. Jadi tokoh dalam karya sastra merupakan unsur pembangun, karena tanpa adanya tokoh suatu cerita tidak akan memiliki jalan cerita. E. Relevansi Sastra dengan Masyarakat Sastra diciptakan untuk dinikmati, dihayati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Sastra adalah lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium, bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial. Sastra menampilkan gambaran kehidupan dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial. Dalam pengertian ini, kehidupan mencakup hubungan antarmasyarakat, antarmasyarakat dengan orangseorang, antarmanusia, dan antarperistiwa yang terjadi dalam batin seseorang (Damono, 2002: 1).Karya sastra yang cenderung memantulkan keadaan masyarakat, mau tidak mau akan menjadi saksi zaman. Dalam kaitan ini, sebenarnya pengarang ingin berupaya untuk mendokumentasikan zaman dan sekaligus sebagai alat komunikasi antara pengarang dan pembacanya. Pengarang sebagai seorang zender (pengirim pesan) akan menyampaikan berita zaman sebagai cerminan dalam teks kepada ontvanger (penerima pesan). Berarti bahwa karya sastra sekaligus merupakan alat komunikasi yang jitu. Hal ini diakui oleh Bert van Heste (dalam Endraswara,

13 : 89), bahwa karya sastra merupakan alat komunikasi kelompok dan juga individu.ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan mengapa sastra memiliki kaitan erat dengan masyarakat sehingga harus diteliti dalam kaitannya dengan masyarakat, sebagai berikut. a. Karya sastra ditulis oleh pengarang, diceritakan oleh tukang cerita, disalin oleh penyalin, sedangkan ketiga subjek tersebut adalah anggota masyarakat. b. Karya sastra hidup dalam masyarakat, menyerap aspek-aspek kehidupan yang terjadi dalam masyarakat, yang pada gilirannya juga difungsikan oleh masyarakat. c. Medium karya sastra, baik lisan maupun tulisan, dipinjam melalui kompetensi masyarakat, yang dengan sendirinya telah mengandung masalah-masalah kemasyarakatan. d. Berbeda dengan ilmu pengetahuan, agama, adat istiadat, dan tradisi yang lain, dalam karya sastra terkandung estetika, etika, bahkan juga logika. Masyarakat jelas sangat berkepentingan terhadap ketiga aspek tersebut. e. Sama dengan masyarakat, karya sastra adalah hakikat intersubjektivitas, masyarakat menemukan citra dirinya dalam suatu karya (Ratna, 2011: ). Menurut Swingewood dalam Damono (2002: 11-12), tentang hubungan antara sosiologi dan sastra ia tidak berpihak pada pandangan yang menganggap sastra sebagai sekedar bahan sampingan saja. Diingatkannya bahwa dalam melakukan analisis sosiologi terhadap karya sastra, kritikus harus berhati-hati mengartikan slogan sastra adalah cermin masyarakat. Simmel dalam Faruk (2010:54) mengemukakan, bahwa sastra tentu saja dapat ditempatkan sebagai salah satu bentuk interaksi sosial yang mikro yang sekaligus merepresentasikan struktur sosial yang makro. Damono (2002:9), menyatakan bahwa sastra berurusan dengan manusia dalam masyarakat: usaha manusia untuk menyesuaikan diri dan usahanya untuk mengubah masyarakat itu. Dari pendapat tersebut intinya bahwa sastra berhubungan dengan kehidupan sosial manusia yang menceritakan kehidupan masyarakat berupa pikiran imajinatif pengarang yang kemudian menghasilkan suatu karya sastra sehingga dapat dinikmati pembaca.

BAB II KAJIAN TEORI. dan Eksploitasi Wanita dalam Novel The Lost Arabian Women karya Qanta A.

BAB II KAJIAN TEORI. dan Eksploitasi Wanita dalam Novel The Lost Arabian Women karya Qanta A. BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Penelitian yang Relevan Sebelumnya Kajian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang telah dilakukan oleh Nikmawati yang berjudul Perlawanan Tokoh Terhadap Diskriminasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Semi, 2008:8).Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreatif penulis yang berisi potret kehidupan manusia yang dituangkan dalam bentuk tulisan, sehingga dapat dinikmati,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan dengan bahasa, baik lisan maupun tulis, yang mengandung keindahan. Karya sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud atau hasil dari daya imajinasi seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan pengalaman pribadi atau dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tercipta sebagai reaksi dinamika sosial dan kultural yang terjadi dalam masyarakat. Terdapat struktur sosial yang melatarbelakangi seorang pengarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk realita dari hasil imajinasi dan pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana ekspresi pengarang saja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun lalu. Penelitian terhadap karya sastra penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan oleh masyarakat kadang-kadang masih dianggap sebagai manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan tidak lebih penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra diciptakan untuk dinikmati, dihayati, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Luxemburg (1989:6) mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Semi,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan bahan acuan yang dipakai dalam penelitian sekaligus sumber ide untuk menggali pemikiran dan gagasan baru. Kajian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan berdasarkan imajinasi dan berlandaskan pada bahasa yang digunakan untuk memperoleh efek makna tertentu guna mencapai efek estetik. Sebuah

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional ( 2005:588), konsep didefenisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti baik dan sastra (dari bahasa Sansekerta) berarti tulisan atau karangan. Dari pengertian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Clarry Sadadalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Clarry Sadadalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nilai-Nilai Kemanusiaan Menurut Clarry Sadadalam http://jhv.sagepub.com&http://www.globalresearch. ca/index.php?contex =view Article)nilai adalah ide atau gagasan, konsep seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi fisik yang lebih lemah dan dikenal lembut sering menjadi alasan untuk menempatkan kaum perempuan dalam posisi yang lebih rendah dari lakilaki. Secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imajinasi yang tinggi, yang terbukti dari karya-karyanya yang menarik dan banyak

BAB I PENDAHULUAN. imajinasi yang tinggi, yang terbukti dari karya-karyanya yang menarik dan banyak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Abidah El Khalieqy (AEK) adalah pengarang yang kreatif, memiliki daya imajinasi yang tinggi, yang terbukti dari karya-karyanya yang menarik dan banyak pembacanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. genre-genre yang lain. Istilah prosa sebenarnya dapat menyaran pada pengertian

BAB I PENDAHULUAN. genre-genre yang lain. Istilah prosa sebenarnya dapat menyaran pada pengertian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia kesastraan mengenal prosa sebagai salah satu genre sastra di samping genre-genre yang lain. Istilah prosa sebenarnya dapat menyaran pada pengertian yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam masyarakat. Kehidupan sosial, kehidupan individu, hingga keadaan psikologi tokoh tergambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengekspresikan perasaan, pikiran dan lain-lain. Cara mengungkapkan ekspresi

BAB I PENDAHULUAN. mengekspresikan perasaan, pikiran dan lain-lain. Cara mengungkapkan ekspresi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk yang ekspresif. Di dunia ini banyak sekali cara mengekspresikan perasaan, pikiran dan lain-lain. Cara mengungkapkan ekspresi ini dapat lewat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. pembanding untuk penelitian kali ini. Beberapa penelitian tersebut dipaparkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. pembanding untuk penelitian kali ini. Beberapa penelitian tersebut dipaparkan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI 1.1 Kajian Pustaka Berdasarkan data yang dikumpulkan baik berupa skripsi, jurnal maupun hasil penelitian lainnya, ditemukan beberapa penelitian yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui berbagai kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai lingkungan fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah penafsiran kebudayaan yang jitu. Sastra bukan sekadar seni

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah penafsiran kebudayaan yang jitu. Sastra bukan sekadar seni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah penafsiran kebudayaan yang jitu. Sastra bukan sekadar seni yang merekam kembali alam kehidupan, akan tetapi yang memperbincangkan kembali lewat suatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah ungkapan pribadi manusia. berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, imajinasi, ide, keyakinan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah ungkapan pribadi manusia. berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, imajinasi, ide, keyakinan dalam BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, imajinasi, ide, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kehidupan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik 68 BAB IV KESIMPULAN Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik (ekonomi) merupakan konsep kesetaraan gender. Perempuan tidak selalu berada dalam urusan-urusan domestik yang menyudutkannya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. terdahulu yang berkaitan dengan emansipasi dalam novel Perempuan Keumala

BAB II LANDASAN TEORI. terdahulu yang berkaitan dengan emansipasi dalam novel Perempuan Keumala 9 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sejenis yang Relevan Berdasarkan penelusuran yang dilakukan oleh peneliti terhadap penelitian terdahulu yang berkaitan dengan emansipasi dalam novel Perempuan Keumala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semua penelitian ilmiah dimulai dengan perencanaan yang seksama, rinci, dan mengikuti logika yang umum, Tan (dalam Koentjaraningrat, 1977: 24). Pada dasarnya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan wadah yang digunakan oleh pengarang dalam menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap berbagai masalah yang diamati

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut.

BAB II LANDASAN TEORI. yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut. BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep. 1. Pengertian Novel. Novel atau sering disebut sebagai roman adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang yang tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada semua masyarakat (Chamamah-Soeratno dalam Jabrohim, 2003:9). Karya sastra merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut (Ratna, 2009, hlm.182-183) Polarisasi laki-laki berada lebih tinggi dari perempuan sudah terbentuk dengan sendirinya sejak awal. Anak laki-laki, lebihlebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan dan keadaan sosial masyarakat baik secara langsung maupun tidak

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan dan keadaan sosial masyarakat baik secara langsung maupun tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan suatu bentuk kreativitas pengarang yang di dalamnya mengandung ungkapan perasaan dan pikiran pengarang yang bersumber dari realitas kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akar perselisihan. Isu dan permasalahan yang berhubungan dengan gender,

BAB I PENDAHULUAN. akar perselisihan. Isu dan permasalahan yang berhubungan dengan gender, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat masih terkungkung oleh tradisi gender, bahkan sejak masih kecil. Gender hadir di dalam pergaulan, percakapan, dan sering juga menjadi akar perselisihan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam masalah kehidupan manusia secara langsung dan sekaligus.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam masalah kehidupan manusia secara langsung dan sekaligus. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra hadir sebagai wujud nyata hasil imajinasi dari seorang penulis. Penciptaan suatu karya sastra bermula dari pengalaman batin pengarang yang dikontruksikan

Lebih terperinci

Sumardjo & Saini (1994: 3) mengungkapkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi

Sumardjo & Saini (1994: 3) mengungkapkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Relasi antara Sastra, Kebudayaan, dan Peradaban Sumardjo & Saini (1994: 3) mengungkapkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. bertumpu pada penelahaan kritis dan mendalam terhadap bahan-bahan pustaka yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. bertumpu pada penelahaan kritis dan mendalam terhadap bahan-bahan pustaka yang BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Telaah yang dilakukan untuk memecahkan suatu masalah pada dasarnya bertumpu pada penelahaan kritis dan mendalam terhadap bahan-bahan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah berhasil dikumpulkan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah berhasil dikumpulkan, BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI 2.1 Kajian Pustaka Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah berhasil dikumpulkan, diketahui bahwa terdapat beberapa penelitian yang dapat dijadikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tergantung dari perubahan sosial yang melatarbelakanginya (Ratna, 2007: 81). Hal

BAB I PENDAHULUAN. tergantung dari perubahan sosial yang melatarbelakanginya (Ratna, 2007: 81). Hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra adalah sistem semiotik terbuka, karya dengan demikian tidak memiliki kualitas estetis intrinsik secara tetap, melainkan selalu berubah tergantung dari

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologis psikologi berasal dari bahasa Yunani Psyche dan logos.

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologis psikologi berasal dari bahasa Yunani Psyche dan logos. 7 BAB II LANDASAN TEORI E. Pengertian Psikologi Secara etimologis psikologi berasal dari bahasa Yunani Psyche dan logos. Psyche artinya jiwa dan logos berarti ilmu. Dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Karya sastra lahir karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat ide, pikiran, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu membedakan karya

Lebih terperinci

BIAS GENDER DAN PERJUANGAN TOKOH UTAMA PEREMPUAN DALAM NOVEL DE WINST KARYA AFIFAH AFRA SEBUAH KAJIAN FEMINISME DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI SMA

BIAS GENDER DAN PERJUANGAN TOKOH UTAMA PEREMPUAN DALAM NOVEL DE WINST KARYA AFIFAH AFRA SEBUAH KAJIAN FEMINISME DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI SMA BIAS GENDER DAN PERJUANGAN TOKOH UTAMA PEREMPUAN DALAM NOVEL DE WINST KARYA AFIFAH AFRA SEBUAH KAJIAN FEMINISME DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI SMA Oleh: Canadian Aditya Saputra NIM 082110088 Pendidikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus informasi dan teknologi yang canggih yang menuntut masyarakat untuk lebih berperan aktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Karya satra merupakan hasil dokumentasi sosial budaya di setiap daerah. Hal ini berdasarkan sebuah pandangan bahwa karya sastra mencatat kenyataan sosial budaya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Relevan Dalam hal ini peneliti mendapatkan beberapa penelitian yang membahas tentang kajian yang sejenis, yaitu feminisme sastra. Penelitian tersebut adalah: 1. Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuat karya sastra berangkat dari fenomena-fenomena sosial, politik, dan

BAB I PENDAHULUAN. membuat karya sastra berangkat dari fenomena-fenomena sosial, politik, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra diciptakan oleh pengarang dalam beberapa alasan yaitu proses berpikir secara imajinatif, fiktif, kontemplasi dan mengenai realita yang terjadi di masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan kesempatan tersebut terjadi baik

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini pada akhirnya menemukan beberapa jawaban atas persoalan yang ditulis dalam rumusan masalah. Jawaban tersebut dapat disimpulkan dalam kalimat-kalimat sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra menurut Wellek dan Warren adalah suatu kegiatan kreatif sebuah karya seni (2013: 3). Hal tersebut dikuatkan dengan pendapat Semi bahwa sastra adalah suatu bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai- nilai ajaran

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. digolongkan dalam beberapa bagian: Pertama, perempuan mempunyai. Ketiga, teks keagamaan sangat menghargai perempuan, sehingga

BAB V PENUTUP. digolongkan dalam beberapa bagian: Pertama, perempuan mempunyai. Ketiga, teks keagamaan sangat menghargai perempuan, sehingga BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Konsep keadilan gender perspekitf Mansour Fakih sebenarnya memiliki cakupan luas, akan tetapi pemikiran Mansour Fakih tersebut dapat di ringkas, yaitu bahwa keadilan gender,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi menyampaikan ide-ide atau gagasan-gagasan seorang penulis

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi menyampaikan ide-ide atau gagasan-gagasan seorang penulis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah karya imajinatif seorang pengarang. Hal ini sesuai dengan ungkapan Wallek dan Austin Warren (1989:3) bahwa karya sastra adalah

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai rancangan penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 318 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan Berdasarkan capaian hasil penelitian dan pembahasan seperti yang tertuang pada bab IV, bahwa penelitian ini telah menghasilkan dua analisis, pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mengarang suatu novel, seorang pengarang menggunakan pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mengarang suatu novel, seorang pengarang menggunakan pengalaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mengarang suatu novel, seorang pengarang menggunakan pengalaman sosialnya dalam karya yang akan dibuat. Secara umum dapat digambarkan bahwa seorang pengarang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai objeknya dan bahasa sebagai mediumnya. Menurut Esten (2000: 9), sastra merupakan pengungkapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diciptakannya kedua maklhuk di dunia ini. Proses penciptaan itu pun dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. diciptakannya kedua maklhuk di dunia ini. Proses penciptaan itu pun dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Polarisasi laki-laki dan perempuan dengan sendirinya sudah ada sejak diciptakannya kedua maklhuk di dunia ini. Proses penciptaan itu pun dilakukan melalui sabda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengetahui pandangan budaya dalam suatu masyarakat, tidak hanya didapatkan dari tulisan-tulisan ilmiah. Tidak juga harus masuk ke dalam masyarakat yang bersangkutan,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan dalam penelitian terhadap perempuan dalam roman Au Bonheur des Dames karya Émile Zola yang diambil sebagai objek penelitian ini memiliki beberapa implikasi.

Lebih terperinci

ANALISIS GENDER DALAM NOVEL MENDHUNG KESAPUT ANGIN KARYA Ag. SUHARTI (KAJIAN SASTRA FEMINIS) SKRIPSI

ANALISIS GENDER DALAM NOVEL MENDHUNG KESAPUT ANGIN KARYA Ag. SUHARTI (KAJIAN SASTRA FEMINIS) SKRIPSI ANALISIS GENDER DALAM NOVEL MENDHUNG KESAPUT ANGIN KARYA Ag. SUHARTI (KAJIAN SASTRA FEMINIS) SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dilihat pada penyajian sampul-sampul buku karya sastra yang hampir selalu menjadikan sketsa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dilihat pada penyajian sampul-sampul buku karya sastra yang hampir selalu menjadikan sketsa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perempuan menjadi salah satu objek pembahasan yang menarik di dalam karya sastra. Perempuan bahkan terkadang menjadi ikon nilai komersil penjualan karya sastra. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. realitas kehidupan sosial. Karya sastra pada umumnya bersifat dinamis, sesuai

BAB I PENDAHULUAN. realitas kehidupan sosial. Karya sastra pada umumnya bersifat dinamis, sesuai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu cipta karya masyarakat, sedangkan masyarakat adalah salah satu elemen penting dalam karya sastra. Keduanya merupakan totalitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia hidup berbudaya dan berkomunikasi. Salah satu cara manusia untuk berkomunikasi yaitu melalui sastra. Sastra merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai-nilai ajaran hidup. Orang

BAB I PENDAHULUAN. sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai-nilai ajaran hidup. Orang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra sebagai hasil cipta manusia selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai-nilai ajaran hidup. Orang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat memberikan tanggapannya dalam membangun karya sastra.

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Shuji dalam Olson (2006: 197) masyarakat Jepang adalah masyarakat patriarkal. Olson (2006: 125) juga menerangkan bahwa sistem patriarkal adalah suatu sistem

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan 5.1.1 Struktur Naskah Pertja Objek penelitian yang digunakan dalam kajian skripsi ini adalah naskah drama yang berjudul Pertja karya Benjon atau Benny Yohanes. Lakon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini. Terjadinya ketidakadilan gender kiranya dapat dipicu oleh masih kuatnya

BAB I PENDAHULUAN. ini. Terjadinya ketidakadilan gender kiranya dapat dipicu oleh masih kuatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan tentang perempuan pada saat ini masih menjadi perbincangan yang aktual dan tidak ada habisnya. Permasalahan berkaitan dengan perempuan seperti yang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. kalangan masyarakat, bahwa perempuan sebagai anggota masyarakat masih

BAB V PENUTUP. kalangan masyarakat, bahwa perempuan sebagai anggota masyarakat masih BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Munculnya feminisme memang tak lepas dari akar persoalan yang ada di kalangan masyarakat, bahwa perempuan sebagai anggota masyarakat masih dianggap sebagai makhluk inferior.

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 27 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Dalam bagian metode penelitian, peneliti memaparkan mengenai (1) metode penelitian, (2) sumber data, (3) teknik penelitian, (4) definisi operasional. 3.1 Metode Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup menggembirakan. Kini setiap saat telah lahir karya-karya baru, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. cukup menggembirakan. Kini setiap saat telah lahir karya-karya baru, baik dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra Bali Modern dari waktu ke waktu menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan. Kini setiap saat telah lahir karya-karya baru, baik dalam bentuk puisi, cerita

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR. A. Studi Terdahulu. Begitu juga dengan analisis terhadap karya Perempuan Berkalung Sorban.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR. A. Studi Terdahulu. Begitu juga dengan analisis terhadap karya Perempuan Berkalung Sorban. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A. Studi Terdahulu Penelitian mengenai resepsi sastra sudah banyak dilakukan sebelumnya. Begitu juga dengan analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan secara luas oleh pengarang melalui pemikiran-pemikiran yang menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan secara luas oleh pengarang melalui pemikiran-pemikiran yang menjadikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan sebuah bentuk dari gambaran realita sosial yang digambarkan secara luas oleh pengarang melalui pemikiran-pemikiran yang menjadikan suatu objek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perempuan adalah tiang negara, artinya tegak runtuhnya suatu negara berada di tangan kaum perempuan. Penerus peradaban lahir dari rahim seorang perempuan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Kajian terdahulu dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menelusuri penelitian-penelitian yang berkaitan terhadap pengkajian feminis dan objek

Lebih terperinci

NOVEL GENI JORA DAN MATARAISA KARYA ABIDAH EL KHALIEQY (KAJIAN KESETARAAN GENDER DAN NILAI PENDIDIKAN)

NOVEL GENI JORA DAN MATARAISA KARYA ABIDAH EL KHALIEQY (KAJIAN KESETARAAN GENDER DAN NILAI PENDIDIKAN) NOVEL GENI JORA DAN MATARAISA KARYA ABIDAH EL KHALIEQY (KAJIAN KESETARAAN GENDER DAN NILAI PENDIDIKAN) SKRIPSI Oleh: ZURNI MASRUROTIN K1209078 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS

Lebih terperinci

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang melahirkan aliran feminisme, yakni: 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik * *Tokoh : Robert Merton & Talcott Parsons. *Teori

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 12 Universitas Indonesia

BAB 2 LANDASAN TEORI. 12 Universitas Indonesia BAB 2 LANDASAN TEORI Kehidupan sosial dapat mendorong lahirnya karya sastra. Pengarang dalam proses kreatif menulis dapat menyampaikan ide yang terinspirasi dari lingkungan sekitarnya. Kedua elemen tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Wacana merupakan salah satu kata yang sering digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Wacana merupakan salah satu kata yang sering digunakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wacana merupakan salah satu kata yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat umumnya memahami wacana sebagai perbincangan terkait topik tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra adalah sebuah karya yang indah yang mempunyai banyak

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra adalah sebuah karya yang indah yang mempunyai banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah sebuah karya yang indah yang mempunyai banyak makna dan banyak aspek didalamnya yang dapat kita gali. Karya sastra lahir karena ada daya

Lebih terperinci

BAB II. Kajian Pustaka. hukum adat. Harta orangtua yang tidak bergerak seperti rumah, tanah dan sejenisnya

BAB II. Kajian Pustaka. hukum adat. Harta orangtua yang tidak bergerak seperti rumah, tanah dan sejenisnya BAB II Kajian Pustaka 2.1. Perempuan Karo Dalam Perspektif Gender Dalam kehidupan masyarakat Batak pada umumnya dan masyarakat Karo pada khususnya bahwa pembagian harta warisan telah diatur secara turun

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok digilib.uns.ac.id BAB V PENUTUP A. Simpulan Fokus kajian dalam penelitian ini adalah menemukan benang merah hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok Sawitri terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan

BAB I PENDAHULUAN. masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Timbulnya anggapan bahwa perempuan merupakan kaum lemah masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan perempuan yang telah di konstruksikan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN RIFFAT HASSAN DAN MANSOUR FAKIH TENTANG KESETARAAN JENDER DALAM ISLAM: SEBUAH PERBANDINGAN

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN RIFFAT HASSAN DAN MANSOUR FAKIH TENTANG KESETARAAN JENDER DALAM ISLAM: SEBUAH PERBANDINGAN BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN RIFFAT HASSAN DAN MANSOUR FAKIH TENTANG KESETARAAN JENDER DALAM ISLAM: SEBUAH PERBANDINGAN A. Persamaan antara Pemikiran Riffat Hassan dan Mansour Fakih tentang Kesetaraan Jender

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya (Iswanto

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya (Iswanto BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya (Iswanto dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN FEMINISME DALAM NOVEL BIDADARI-BIDADARI SURGA KARYA TERE LIYE A. Hakikat Sastra

BAB II KAJIAN FEMINISME DALAM NOVEL BIDADARI-BIDADARI SURGA KARYA TERE LIYE A. Hakikat Sastra BAB II KAJIAN FEMINISME DALAM NOVEL BIDADARI-BIDADARI SURGA KARYA TERE LIYE A. Hakikat Sastra Sastra merupakan bahasa, kata-kata atau kalimat yang digunakan dalam pembelajaran dalam dunia pendidikan, baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ataupun perasaan seseorang dari apa yang dialaminya. Ekspresi kreatif tersebut

BAB I PENDAHULUAN. ataupun perasaan seseorang dari apa yang dialaminya. Ekspresi kreatif tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan ekspresi kreatif untuk menuangkan ide, gagasan, ataupun perasaan seseorang dari apa yang dialaminya. Ekspresi kreatif tersebut akan senantiasa

Lebih terperinci

Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar S-1, Jurusan. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar S-1, Jurusan. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. PERSPEKTIF GENDER DALAM NOVEL CINTA DI DALAM GELAS KARYA ANDREA HIRATA: TINJAUAN SASTRA FEMINIS DAN IMPLEMENTASINYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA DI SMA NASKAH PUBLIKASI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan Kamus Besar

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan Kamus Besar BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah unsur penelitian yang amat mendasar dan menentukan arah pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah salah satu bentuk karya seni yang pada dasarnya merupakan sarana menuangkan ide atau gagasan seorang pengarang. Kehidupan manusia dan pelbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir melalui pengarang-pengarang yang cerdas di kalangan masyarakat.sastra muncul karena pengaruh dari zaman ke zaman, mulai dari sastra lama kemudian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia

I. PENDAHULUAN. Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, dan penuh dengan keberagaman, salah satu istilah tersebut adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat. Karya sastra itu dapat dinikmati dan dipahami oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat. Karya sastra itu dapat dinikmati dan dipahami oleh semua 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra dijadikan sebagai pandangan kehidupan bermasyarakat. Karya sastra itu dapat dinikmati dan dipahami oleh semua orang, khususnya pecinta sastra.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nellasari Mokodenseho dan Dian Rahmasari. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nellasari Mokodenseho dan Dian Rahmasari. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Relevan Sebelumnya Dari beberapa penelusuran, tidak diperoleh kajian yang relevan sebelumnya dengan penelitian ini. Adapun penelitian yang hampir sama adalah penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan kata serapan dari bahasa sanskerta śāstra, yang berarti teks yang

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan kata serapan dari bahasa sanskerta śāstra, yang berarti teks yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan kata serapan dari bahasa sanskerta śāstra, yang berarti teks yang mengandung instruksi atau pedoman, dari kata śās- yang berarti instruksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penulis. Karya sastra memiliki peranan penting di dalam perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. penulis. Karya sastra memiliki peranan penting di dalam perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu hasil imajinasi dari seorang penulis. Karya sastra memiliki peranan penting di dalam perkembangan zaman yang semakin maju,

Lebih terperinci