BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Pungutan Dana Pengelolaan Kelapa Sawit (CPO Supporting Fund) Pemerintah membentuk Badan Pengelola Kelapa Sawit yang akan mengumpulkan dan mengelola dana pungutan atas ekspor produk kelapa sawit untuk mendorong pengembangan bahan bakar nabati (BBN) dan program pengembangan sawit berkelanjutan. Badan Pengelola Dana Kelapa Sawit resmi mejadi Badan Layanan Umum dan penetapan organisasi dan tata kerja Badan tersebut melalui Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 113/PMK.01/2015 tanggal 11 Juni 2015 dengan salah satu maksud melaksanakan amanat pasal 93 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan yakni menghimpun dana dari pelaku usaha perkebunan atau lebih dikenal dengan CPO Supporting Fund (CSF) yang akan digunakan sebagai pendukung program pengembangan kelapa sawit yang berkelanjutan. Pengembangan kelapa sawit berkelanjutan memiliki beberapa tujuan, yakni: mendorong penelitian dan pengembangan perkebunan kelapa sawit, mendorong promosi usaha perkebunan sawit, pengembangan biodiesel, mendorong proses peremajaan replanting kelapa sawit, mendorong peningkatan jumlah mitra usaha dan penambahan jumlah penyaluran dalam bentuk ekspor, serta melakukan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan dan sumber daya masyarakat mengenai perkebunan kelapa sawit (Direktorat Pembinaan PK BLU, 2015). 31

2 10 CSF mendorong berbagai tujuan tersebut dengan cara menyalurkan dana yang terkumpul dari pungutan CSF tersebut kepada pihak-pihak terkait baik itu peneliti, pengusaha kelapa sawit, maupun petani. Diharapkan dengan dana tersebut tujuan yang ingin dicapai oleh BPDPKS dapat terpenuhi sehingga mewujudkan pengembangan kelapa sawit yang berkelanjutan. Proses pemungutan dana dan tarif akan mulai berlaku per 1 Juli Pungutan CSF nantinya tidak akan tercatat dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) sebagai bea keluar, melainkan akan masuk ke rekening tersendiri untuk dikembalikan ke produsen dalam bentuk subsidi bahan bakar nabati (BBN) sekaligus sebagai kompensasi peningkatan mandatory biodiesel dari 10% menjadi 15% yang telah diterapkan Pemerintah melalui kebijakan B15. Alasan pengalokasian dalam bentuk subsidi BBN untuk biodiesel karena harga biodiesel lebih mahal dibandingkan dengan harga solar. Selisih harga antara keduanya mencapai Rp 1.000/liter, dan untuk menutup selisih tersebut diambil dari dana pungutan CSF. Untuk mendukung lancarnya pemenuhan tujuan dibentuknya Badan Pengelola Dana Kelapa Sawit maka di dalam struktur organisasi yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan yakni berjumlah 5 (lima) Direktorat dengan 13 (tiga belas) Divisi yang masing-masing memiliki fungsi dan peran untuk membesarkan dan mensukseskan program pengembangan kelapa sawit berkelanjutan. Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro menunjuk lima orang untuk mendampingi Bayu Krisnamurthi di dewan direksi Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit. Penunjukan kelima direksi tersebut tertuang

3 11 dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 754 Tahun 2015 yang terbit pada 13 Juli Sebagai informasi, Bayu Krisnamurthi telah ditetapkan sebagai Direktur Utama BPDP sejak badan tersebut dibentuk. Untuk menemani Mantan Wakil Menteri Perdagangan tersebut, Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro menunjuk anak buahnya di Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara, Yuniar Yanuar Rasyid sebagai salah satu Direktur BPDP. Lalu empat jabatan direktur lainnya diserahkan kepada Dadan Kusdiana, Witjaksana Darmosarkoro, Eko Budiyanto, dan Agustinus Antonius. Dadan sebelum ditunjuk sebagai Direktur BPDP menjabat sebagai Kepala Pusat Komunikasi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Sedangkan Witjaksana Darmosarkor berasal dari kalangan profesional, seorang peneliti sawit yang sudah 10 tahun memimpin Pusat Penelitian Kelapa Sawit di Medan. Selanjutnya, Eko Budiyanto tercatat pernah menjabat di Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Terakhir, Agustinus Antoniu merupakan pemilik kebun dan pabrik kelapa sawit (Anonimus, 2015). Struktur organisasi Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit bisa dilihat seperti pada gambar 1.

4 12 Gambar 1. Struktur Organisasi Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit

5 13 Tarif pungutan atas ekspor produk kelapa sawit adalah 50 dolar AS per ton untuk crude palm oil (CPO) dan dolar AS per ton untuk produk turunan dari kelapa sawit, sebagaimana diuraikan dalam tabel 3. Tabel 3. Tarif Pungutan Dana Perkebunan Atas Ekspor Kelapa Sawit, Crude Palm Oil (CPO), Dan/Atau Produk Turunannya. No. Uraian Produk Satuan Tarif (US$) 1. Tandan Buah Segar Per Ton 0 2. Buah Sawit, Biji Sawit, dan Kernel Per Ton 20 Kelapa 3. Bungkil (Oil Cake) dan residu padat Per Ton Tandan Kosong Sawit Per Ton Cangkang Kernel Sawit dalam bentuk Per Ton 10 serpih; dan bubuk dengan ukuran partikel 50 mesh 6. Crude Palm Oil (CPO) Per Ton Crude Palm Kernel Oil (CPKO) Per Ton Crude Palm Olein Per Ton Crude Palm Stearin Per Ton Crude Palm Kernel Olein Per Ton Crude Palm Kernel Stearin Per Ton Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) Per Ton Palm Kernel Fatty Acid Distillate (P KFAD) Per Ton Split Fatty Acid dari Crude Palm Oil, Crude Per Ton 30 Palm Kernel Oil, dan/ atau fraksi mentahnya dengan kandungan asam lemak bebas 2% 15. Split Palm Fatty Acid Distillate (SPFAD} Per Ton 30 dengan kandungan asam lemak bebas 70% 16. Split Palm Kernel Fatty Acid Distillate Per Ton 30 (SPKFAD) dengan kandungan asam lemak bebas 70% 17. Refined, Bleached, and Deodorized ( RBD) Per Ton 30 Palm Olein 18. RBD Palm Oil Per Ton RBD Palm Stearin Per Ton RBD Palm Kernel Oil Per Ton RBD Palm Kernel Olein Per Ton RBD Palm Kernel Stearin Per Ton RBD Palm Olein dalam kemasan bermerk Per Ton 20 dan dikemas dengan berat netto 25 Kg 24 Biodiesel dari Minyak Sawit dengan Kandungan Metil Ester lebih dari 96, 5% volume Per Ton 20 Sumber: Kementerian Keuangan Republik Indonesia

6 Kelapa Sawit dan Turunannya Kelapa sawit termasuk tumbuhan pohon. Tingginya dapat mencapai 24 meter. Bunga dan buahnya berupa tandan, serta bercabang banyak. Buahnya kecil dan apabila masak, berwarna merah kehitaman. Daging buahnya padat (Adi, 2012). Taksonomi tanaman kelapa sawit dalam buku Andoko (2013) secara umum dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae : Monocotyledonae : Palmales : Palmaceae : Elaeis : Elaeis guineesis, Elaeis odora, Elaesis melanococca. Tanaman kelapa sawit mempunyai akar serabut, perakaran sangat kuat yang keluar dari pangkal batang, tumbuh ke bawah dan ke samping. Tanaman kelapa sawit juga mempunyai batang yang tumbuh tegak lurus ke atas berbentuk silinder dengan diameter antara cm, tetapi pangkal batang bisa lebih besar lagi pada tanaman tua. Daun pada tanaman kelapa sawit terdiri atas pangkal pelepah daun, yaitu bagian daun yang mendukung atau tempat duduknya helain daun, tangkai daun, duri-duri, helaian anak daun, ujung daun, lidi, tepi daun dan daging daun (Tim Bina Karya Tani, 2009).

7 15 Tanaman kelapa sawit memiliki seluruh bagian yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri, mulai dari batang, daun, buah hingga biji. Namun demikian hingga saat ini di Indonesia pemanfaatan kelapa sawit terbesar adalah bagian buahnya yang dapat menghasilkan minyak sawit. Jumlah produksi minyak sawit diperkirakan akan terus mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya jumlah industri atau usaha yang mengolah tandan buah segar (TBS) menjadi CPO dan ditunjang dengan peningkatan luas areal dan produksi TBS. Hingga saat ini jumlah unit pengolahan TBS di Indonesia mencapai 320 unit dengan kapasitas olah ton TBS perjam. Kemungkinan terwujudnya peningkatan produksi minyak sawit Indonesia ditunjang pula oleh adanya daya dukung seperti kesesuaian dan ketersediaan lahan, teknologi, dan kebijakan Pemerintah (Kajian Komoditas Unggulan, 2008). Pada proses produksi usaha perkebunan, terdiri atas dua tahap yakni proses produksi perkebunan yang menghasilkan Tandan Buah Segar (TBS) dan dilanjutkan dengan produk produksi pada Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yakni mengolah TBS menjadi minyak sawit mentah (Crude Palm Oil atau CPO), minyak inti sawit (Palm Kernel Oil atau PKO) dan produk sampingan (byproduct). Pada umumnya usaha perkebunan kelapa sawit terintegrasi dengan PKS dalam suatu usaha perkebunan kelapa sawit, baik karena pertimbangan teknis biologis maupun pertimbangan ekonomi (ekonomi lokasi) (Sipayung, 2012). Pengepresan buah kelapa sawit akan menghasilkan CPO (Crude Palm Oil) dan CPKO (Crude Palm Kernel Oil). Di dalam buku Semangun (2005), CPO berasal dari buah kelapa sawit yang didapatkan dengan cara mengekstrak buah sawit tersebut. Selain berupa minyak sawit sebagai produk utama, proses ini pula

8 16 menghasilkan produk sampingan berupa tandan kosong yang biasanya diolah menjadi kompos, serat perasan, lumpur sawit/solid, dan bungkir kelapa sawit. Buah sawit di bagian sabut (daging buah atau mesocarp) menghasilkan minyak sawit kasar (crude palm oil atau CPO) 20-24%. Sementara itu, bagian inti sawit menghasilkan minyak inti sawit (palm kernel oil atau PKO) 3-4% (Sunarko, 2012). Minyak kelapa sawit mengandung asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh dalam jumlah yang seimbang, dan komposisi asam lemaknya menyerupai komposisi asam lemak yang terdapat pada susu. Banyak penelitian menunjukkan kandungan asam lemak tak jenuh pada minyak kelapa sawit dapat menurunkan kandungan kolesterol jahat (LDL) dalam darah. CPO dan CPKO memiliki karakteristik yang berbeda. Pada CPO, komposisi terbesar asam lemak penyusunnya adalah asam lemak palmitat sehingga sering disebut sebagai minyak palmitat. Sedangkan pada CPKO, komponen terbesar adalah asam lemak laurat, sehingga sering pula dinamakan minyak laurat. Karena perbedaan komposisi asam lemak ini produk-produk turunan yang dihasilkannya pun berbeda. Produk-produk turunan yang dihasilkan dari pengolahan lebih lanjut CPO dan CPKO dimanfaatkan secara luas, di antaranya dalam industri pangan (berupa minyak goreng cair, minyak goreng padat, margarin, shortening, specialty fat - seperti cocoa butter substitute, cocoa butter equivalent, cocoa butter replacer, butter oil substitute, creamer, non dairy whipping cream), industri oleokimia (sabun, kosmetik), hingga industri biofuel (bahan bakar nabati / biodiesel).

9 17 Minyak kelapa sawit (CPO) merupakan salah satu minyak nabati yang dikonsumsi oleh masyarakat dunia selain minyak kelapa, minyak kedelai, minyak zaitun, minyak biji lobak, minyak biji kapas, minyak biji bunga matahari, minyak jagung, minyak wijen dan minyak kacang tanah. Berdasarkan kegunaannya, minyak kelapa sawit digunakan sebagai bahan utama untuk produk produk kebutuhan pokok masyarakat, seperti minyak goreng, margarin, detergen, sabun, kosmetik dan obat-obatan. Keunggulan CPO dibandingkan dengan jenis minyak nabati lainnya adalah produk olekimia berbahan baku minyak sawit lebih aman, karena sifat dasarnya yang dapat dimakan dan ramah terhadap lingkungan dan mudah diuraikan. Selain itu, ditinjau dari kesehatan, minyak kelapa sawit mempunyai keunggulan jika dibandingkan dengan minyak nabati lainnya karena terbukti tidak meningkatkan kadar kolesterol, bahkan mengandung beta karoten sebagai pro-vitamin A dan vitamin E. Persentase kebutuhan minyak kelapa sawit menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun dibandingkan dengan minyak nabati jenis lain. Pada tahun , konsumsi minyak nabati dunia sebesar 34,15 juta ton dan 4% dari konsumsi tersebut merupakan pangsa konsumsi minyak sawit. Jumlah konsumsi minyak kelapa sawit meningkat menjadi 14,9% dari konsumsi minyak nabati dunia sebesar 92,03 juta ton pada tahun Kemudian meningkat lagi menjadi 18% dari konsumsi minyak nabati dunia yang sebesar 117,88 juta ton pada tahun Pada tahun 2020 mendatang, kebutuhan minyak nabati dunia diproyeksikan melonjak menjadi 180 juta ton, dimana 68 juta ton atau 38% dari jumlah itu adalah minyak kelapa sawit.

10 18 Jika semula minyak kelapa sawit hanya untuk memenuhi kebutuhan pangan, farmasi dan obat-obatan, belakangan muncul kecenderungan minyak nabati ini digunakan untuk biodiesel sebagai pengganti minyak bumi yang cadangannya kian menipis dan harganya kian membubung. Permintaan jangka panjang untuk minyak sawit dari negara maju diperkirakan akan terus berlanjut karena didorong oleh kebutuhan industri produk berbahan baku minyak kelapa sawit seperti biodiesel dan oleo chemicals. Minyak nabati yang berfungsi sebagai substitusi minyak mentah untuk bahan bakar mendorong kebutuhan biodiesel hingga mencakup 13% dari seluruh konsumsi minyak nabati pada tahun Produksi global minyak sawit telah meningkat dua kali lipat dalam 10 tahun terakhir. Dalam hal ini, Indonesia dapat memanfaatkan peluang atas permintaan yang ada karena memiliki iklim yang cocok untuk perkebunan sawit. Setidaknya, juta hektar lahan dapat digunakan untuk perkebunan kelapa sawit di masa depan (Andoko dan Widodoro, 2013). Selain menjadi CPO dan CPKO, tandan buah segar dapat menghasilkan produk turunan lainnya seperti yang terlihat pada Gambar 2.

11 19 Gambar 2. Pohon Industri Tandan Buah Segar Kelapa Sawit (Departemen Perindustrian, 2007)

12 Pengertian Simulasi Pengertian simulasi menurut KBBI online (2016) adalah metode pelatihan yang meragakan sesuatu dalam bentuk tiruan yang mirip dengan keadaan yang sesungguhnya. Simulasi juga bisa merupakan penggambaran suatu sistem atau proses dengan peragaan berupa model statistik atau pemeranan Pengertian Dampak Pengertian dampak menurut menurut KBBI online (2016) adalah pengaruh yang mendatangkan akibat baik positif maupun negatif. Pengaruh adalah suatu keadaan dimana ada hubungan timbal balik atau hubungan sebab akibat antara apa yang mempengaruhi dengan apa yang dipengaruhi Harga TBS di Tingkat Petani Tandan buah segar (TBS) adalah suatu bagian dari produksi kelapa sawit yang merupakan produk awal yang kelak akan diolah menjadi minyak kasar CPO (Crude Palm Oil) dan inti sawit (karnel) sebagai produk utama disamping produk lainnya. Lamanya proses pembentukan tandan buah segar (TBS), dari suatu saat ini terjadinya penyerbukan sampai dengan matangnya tergantung pada keadaan iklim dan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan. Lamanya proses pemasakan buah di beberapa daerah berbeda-beda. Menurut data Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara, harga TBS tingkat petani di Provinsi Sumatera Utara pada bulan Januari tahun 2015 mencapai Rp 1.640/kg dan pada bulan Desember tahun 2015 mengalami penurunan mencapai Rp 1.294/kg.

13 Perkembangan Ekspor Minyak Sawit Selama periode , produksi CPO nasional meningkat dari 9,3 juta ton menjadi 19,3 juta ton, atau meningkat rata-rata 12,8% pertahun. Provinsi penyumbang terbesar produksi CPO nasional adalah Sumatera Utara dan Riau, yang menyumbang lebih dari 50% (Sipayung, 2012). Total ekspor minyak kelapa sawit Indonesia tujuh tahun terakhir cenderung mengalami peningkatan berkisar 0,08 sampai dengan 18,44 persen, hanya pada tahun 2007 mengalami penurunan sebesar 1,22 persen dan pada tahun 2010 sebesar 3,61 persen. Pada tahun 2007 total volume ekspor mencapai 13,21 juta ton dengan total nilai ekspor sebesar US$ 8,87 milyar, meningkat menjadi 22,22 juta ton pada tahun 2013 dengan total nilai ekspor sebesar US$ 17,14 milyar (Statistik Kelapa Sawit Indonesia, 2013). Berdasarkan tabel 4 dapat kita lihat bahwa ekspor CPO Sumatera Utara sedang mengalami penurunan volume ekspor dimulai dari tahun 2010 sampai Volume ekspor CPO secara drastis mengalami penurunan pada tahun Tabel 4. Ekspor Crude Palm Oil (CPO) Provinsi Sumatera Utara Tahun Berat Bersih Nilai Ekspor (kg) (US$) Sumber: Statistik Perdagangan Luar Negeri Ekspor Impor Sumatera Utara

14 22 Tabel 4 menjelaskan bahwa harga CPO ekspor pada tahun 2007 berkisar Rp 6.540/kg. Tahun 2008 harga CPO ekspor berkisar sebesar Rp 8.455/kg. Tahun 2009 harga CPO ekspor berkisar sebesar Rp 6.581/kg. Tahun 2010 harga CPO ekspor berkisar sebesar Rp 7.804/kg. Tahun 2011 harga CPO ekspor berkisar sebesar Rp 9.504/kg. Tahun 2012 harga CPO ekspor berkisar sebesar Rp 9.004/kg. Tahun 2013 harga CPO ekspor berkisar sebesar Rp 8.344/kg dan tahun 2014 harga CPO ekspor berkisar sebesar Rp 9.160/kg. Volume ekspor pada tahun 2013 dan 2014 terlihat mengalami penurunan yang cukup siginifikan. Ini bisa saja disebabkan dari berbagai faktor, salah satunya adalah harga CPO di pasar global yang semakin melemah, isu global dan permintaan dari pihak importir yang sedang menurun. 2.2 Landasan Teori Teori Perdagangan Internasional Perdagangan internasional adalah pertukaran barang dan jasa maupun faktorfaktor lain yang melewati perbatasan suatu negara, dan memberikan dampak terhadap perekonomian domestik maupun global (Markusen, 1995). Dalam melakukan perdagangan internasional, suatu negara memiliki dua alasan: pertama, tiap negara memiliki keunggulan yang berbeda dalam menghasilkan suatu barang atau jasa. Karenanya, akan lebih menguntungkan apabila masing-masing negara berspesialisasi pada keunggulan yang secara relatif adalah lebih baik dibandingkan negara lain. Kedua, melalui perdagangan maka mereka dapat mencapai skala ekonomi dalam berproduksi. Apabila setiap negara memproduksi barang dalam jumlah yang lebih besar (tidak hanya untuk mencukupi kebutuhan domestiknya, tetapi juga untuk diperdagangkan ke luar negeri) maka biaya yang

15 23 dikeluarkan dalam berproduksi pun akan relatif lebih rendah. Dengan perdagangan itu pula, akan lebih efisien bagi suatu negara dibandingkan jika harus memproduksi semua barang sendiri. Salah satu kebijakan perdagangan internasional adalah pajak ekspor atau yang di dikenal sebagai pungutan ekspor. Pungutan ekspor (PE) sebagai pengganti istilah pajak ekspor adalah pungutan yang dibebankan pada komoditas ekspor. Pungutan ekspor akan melindungi konsumen dalam negeri terhadap persaingan dengan konsumen internasional dengan menjadikan komoditas ekspor lebih murah di pasar domestik. Pungutan ekspor juga berfungsi sebagai sumber penerimaaan negara. Dampak pungutan ekspor diuraikan secara jelas oleh ahli kebijakan perdagangan diantaranya Houck (1987) dan Suranovic (2004). Pada sisi ekspor ini, keduanya menguraikan dampak penerapan pungutan ekspor terhadap harga suatu komoditas ekspor oleh negara pengekspor besar dan kecil. Berbeda dengan pungutan/pajak impor, penerapan pungutan ekspor mengakibatkan harga domestik lebih rendah dari harga Internasional. Dua alasan utama pemerintah menerapkan pungutan ekspor adalah (1) untuk melindungi pembeli atau konsumen domestik dari komoditas ekspor dari harga internasional yang lebih tinggi dan (2) untuk menghasilkan penerimaan pemerintah dari pungutan ekspor. Secara teoritis, pungutan ekspor ini diperkirakan mempengaruhi alokasi produksi untuk keperluan ekspor dan konsumsi domestik (Just, Huetz dan Schmitz, 1982).

16 24 Indonesia Harga S 1 D 1 Sisa Dunia Harga Dunia ES Harga S ROW FP ED D ROW O A D Jumlah O F Jumlah O G J Jumlah Gambar 3. Ekspor CPO Tanpa PE Indonesia Harga S 1 D 1 Sisa Dunia Harga Dunia ES ES Harga S ROW FP PROW AP PROW ED D ROW O AB CD Jumlah O E F Jumlah O GH I J Jumlah Gambar 4. Ekspor CPO dengan PE Secara grafis, mekanisme penerapan PE CPO di Indonesia dapat dilihat pada beberapa gambar sebagai berikut. Gambar 3 menunjukkan kondisi tanpa PE; harga ekspor sesuai dengan harga di internasional sebesar FP dan volume ekspor CPO Indonesia AD. Gambar 4 menunjukkan penerapan PE akan menyebabkan kurva ekses supply CPO Indonesia berputar dari ES ke ES. Harga di Sisa Dunia

17 25 naik menjadi PROW dan harga di Indonesia turun menjadi AP dan tarif pungutan adalah sebesar PROW-AP. Dampak lain adalah produksi CPO di Indonesia turun dari OD ke OC dan konsumsi meningkat dari OA ke OB dan jumlah yang dieskpor turun dari OF ke OE. Produksi di Sisa Dunia akan meningkat dari OJ ke OI. Penerimaan PE CPO oleh pemerintah Indonesia sebesar (PROW-AP)*OE. Dari sisi efisiensi, Gambar 4 diatas menunjukkan bahwa penerapan PE CPO berpotensi merugikan petani kelapa sawit Indonesia. Potensi masalah timbul karena harga, jumlah penjualan dan pendapatan petani turun. Dalam jangka pendek konsumen CPO dunia akan merasakan kenaikan harga. Dampak selanjutnya adalah terjadinya pergeseran arus perdagangan. Negara-negara penghasil CPO, seperti Malaysia, Papua Nugini dan negara kecil lainnya, akan mengisi sebagian CPO yang ditinggalkan Indonesia di beberapa negara Rantai Pemasaran Kohl dan Uhl (1980) mendefinisikan pemasaran sebagai tampilan aktivitas bisnis yang terlibat dalam arus barang dan jasa dari pintu gerbang usaha tani sampai ke tangan konsumen. Pemasaran merupakan aktivitas yang berkaitan dengan bergeraknya barang dan jasa dari produsen ke konsumen. Berdasarkan defenisi tersebut, maka tujuan daripada pemasaran adalah adalah agar barang dan jasa yang dihasilkan oleh petani maupun perusahaan sebagai produsen sampai ke konsumen. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan agar barang dan jasa dapat berpindah dari sektor produksi ke sektor konsumsi disebut sebagai fungsi pemasaran.

18 Marjin Harga Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran (pedagang) dalam menyalurkan hasil pertanian dari produsen ke konsumen. Lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses bisa lebih dari satu. Produsen yang langsung bertindak sebagai penjual produknya maka biaya pemasaran bisa dieliminasi. Besarnya biaya pemasaran berbeda satu sama lainnya, tergantung pada macam komoditas yang dipasarkan lokasi atau daerah produsen dan macam serta peranan lembaga tataniaga (Daniel, 2002). Biaya pemasaran suatu produk biasanya diukur secara kasar dengan margin dan spread. Margin adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan perbedaan harga yang dibayar kepada penjual pertama dan harga yang dibayar oleh pembeli terakhir. Sedangkan price spread untuk menyatakan perbedaan dua tingkat harga dan menunjukkan jumlah uang yang diperlukan untuk menutupi biaya barangbarang di dua tingkat pasar (Hanafiah, 1986). Menurut Daniel (2002), margin tataniaga adalah selisih antara harga yang dibayarkan oleh konsumen dengan harga yang diterima produsen. Margin ini akan diterima oleh lembaga niaga yang terlibat dalam proses pemasaran tersebut. Makin panjang tataniaga (semakin banyak lembaga yang terlibat) maka semakin besar margin tataniaga. Marketing Margin = Harga Konsumen (Pr) Harga Produsen (Pf)

19 Kerangka Pemikiran Pemerintah telah menetapkan kebijakan B15 yang mewajibkan (mandatory) produsen kelapa sawit dalam negeri untuk mengalokasikan 15% dari total produksinya ke pasar domestik bagi sektor biodiesel. Pemerintah mengambil kebijakan dalam pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (BBN) biodiesel untuk mengantisipasi besarnya impor minyak fosil dan meningkatkan daya saing ekspor biodiesel. Bahan bakar nabati (biofuel) adalah bahan bakar nabati yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, salah satunya berasal minyak kelapa sawit. Bahan bakar nabati ini memiliki banyak kelebihan seperti dapat diperbaharui (renewable) dan energi ini bersifat ramah lingkungan. Karena berbagai alasan diatas, Pemerintah membentuk Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit. Badan ini yang melaksanakan amanat pasal 93 Undang Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan yakni menghimpun dana dari pelaku usaha perkebunan atau lebih dikenal dengan CPO Supporting Fund (CSF) yang akan digunakan sebagai pendukung program pengembangan kelapa sawit yang berkelanjutan dan mendorong pengembangan bahan bakar nabati (BBN). Pengembangan kelapa sawit berkelanjutan mencakup kelestarian alam, kelangsungan usaha sawit dan pendapatan petani. Pungutan CSF merupakan pungutan yang dikenakan kepada eksportir produk kelapa sawit dengan tarif yang ditetapkan Pemerintah dalam denominasi dolar AS namun disetorkan dalam bentuk rupiah kepada Bank Pengelola. Pemerintah mengenakan pungutan CSF sebesar 50 dolar AS/ton untuk CPO dan 30 dolar AS/ton untuk produk turunannya.

20 28 Pungutan CPO Supporting Fund secara teori memungkinkan dapat mengakibatkan penurunan volume ekspor CPO. Penurunan ini akan berimbas kepada persediaan CPO domestik. Hal ini mengakibatkan persediaan CPO domestik mengalami peningkatan. Persediaan CPO domestik yang melimpah akan menurunkan harga CPO domestik. Ketika harga CPO domestik turun maka harga CPO yang akan dijual PKS juga ikut turun. Harga CPO yang turun mengakibatkan pihak PKS akan membeli TBS dengan harga rendah baik dari pihak pedagang pengumpul maupun petani. Harga TBS yang ditetapkan PKS memungkinkan akan memberikan dampak kepada marjin harga yang didapat oleh pedagang pengumpul dan petani. Penurunan volume ekspor yang disebabkan oleh adanya kebijakan CSF tersebut akan mengakibatkan persediaan CPO dunia mengalami penurunan pula. Ketika persediaan CPO dunia berkurang maka harga CPO dunia akan mengalami peningkatan. Meningkatnya harga CPO dunia akan berimbas kepada harga ekspor CPO yang ikut meningkat pula. Harga CPO dunia yang ditetapkan memungkinkan akan memberikan dampak kepada marjin harga yang diterima pihak eksportir dan PKS. Maka ingin dilihat apakah ada perbedaan yang nyata pada saat sebelum dan sesudah pungutan CSF tersebut dijalankan terhadap harga TBS di tingkat petani, harga ekspor CPO dan margin harga TBS dan CPO baik itu harga yang terlihat menurun ataupun meningkat ketika pungutan CSF tersebut dijalankan. Secara sistematik kerangka pemikiran digambarkan seperti yang tertera pada Gambar 5. sebagai berikut :

21 29 Kebijakan B15 Badan Pengelola Dana Kelapa Sawit (BPDKS) Pungutan CSF Volume CPO Ekspor Menurun Persediaan CPO Dunia Menurun Persediaan CPO Domestik Meningkat Harga CPO Domestik Menurun Harga CPO PKS Menurun Harga CPO Dunia Meningkat Harga CPO Ekspor Meningkat Marjin Harga CPO Meningkat Marjin Harga CPO Meningkat Harga TBS Tingkat PKS Menurun Harga TBS Tingkat Pedagang Pengumpul Menurun Marjin Harga TBS Meningkat Harga TBS Petani Menurun Keterangan: : Menyatakan Pengaruh : Menyatakan Hubungan : Menyatakan Selisih Gambar 5. Skema Kerangka Pemikiran

22 Hipotesis Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah, tinjauan pustaka, dan kerangka pemikiran maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Harga TBS petani sesudah adanya kebijakan CPO Supporting Fund lebih rendah dibanding harga TBS petani sebelum adanya kebijakan CPO Supporting Fund. 2. Harga ekspor CPO sesudah adanya kebijakan CPO Supporting Fund lebih tinggi dibanding harga ekspor CPO sebelum adanya kebijakan CPO Supporting Fund. 3. Marjin harga TBS sesudah adanya kebijakan CPO Supporting Fund lebih tinggi dibanding marjin harga TBS sebelum adanya kebijakan CPO Supporting Fund. 4. a. Marjin harga CPO (PKS-Ekspor) sesudah adanya kebijakan CPO Supporting Fund lebih tinggi dibanding marjin harga CPO (PKS-Ekspor) sebelum adanya kebijakan CPO Supporting Fund. b. Marjin harga CPO (Ekspor-Dunia) sesudah adanya kebijakan CPO Supporting Fund lebih tinggi dibanding marjin harga CPO (Ekspor-Dunia) sebelum adanya kebijakan CPO Supporting Fund

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.893, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Badan Layanan Umum. Pengelola Dana Kelapa Sawit. Tarif. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 114/PMK.05/2015 TENTANG TARIF LAYANAN

Lebih terperinci

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESJA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 30/PMK.05/2016 TENTANG

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESJA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 30/PMK.05/2016 TENTANG MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESJA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PMK.05/16 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTER! KEUANGAN NOMOR 133/PMK.05/15 TENTANG TARIF LAYANAN BADAN

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

oleh nilai tukar rupiah terhadap US dollar dan besarnya inflansi.

oleh nilai tukar rupiah terhadap US dollar dan besarnya inflansi. HMGRIN Harga Margarin (rupiah/kg) 12393.5 13346.3 7.688 VII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Dari hasil pendugaan model pengembangan biodiesel terhadap produk turunan kelapa sawit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang didukung oleh sektor pertanian. Salah satu sektor pertanian tersebut adalah perkebunan. Perkebunan memiliki peranan yang besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan perusahaan besar adalah kelapa sawit. Industri kelapa sawit telah tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan perusahaan besar adalah kelapa sawit. Industri kelapa sawit telah tumbuh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persaingan antar perusahaan semakin ketat dalam suatu industri termasuk pada agroindustri. Salah satu produk komoditi yang saat ini sangat digemari oleh perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan.

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Minyak kelapa sawit merupakan minyak nabati yang berasal dari buah kelapa sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan. Minyak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN UMUM MINYAK NABATI DUNIA DAN MINYAK KELAPA SAWIT INDONESIA

II. TINJAUAN UMUM MINYAK NABATI DUNIA DAN MINYAK KELAPA SAWIT INDONESIA II. TINJAUAN UMUM MINYAK NABATI DUNIA DAN MINYAK KELAPA SAWIT INDONESIA 2.1. Tinjauan Umum Minyak Nabati Dunia Minyak nabati (vegetable oils) dan minyak hewani (oil and fats) merupakan bagian dari minyak

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak nabati merupakan salah satu komoditas penting dalam perdagangan minyak pangan dunia. Tahun 2008 minyak nabati menguasai pangsa 84.8% dari konsumsi minyak pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian nasional, karena selain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, sektor ini juga menyumbang devisa, menyediakan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1205, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN Perdagangan. Harga Patokan. Ekspor. Produk Pertanian. Kehutanan. Penetapan. Tata Cara. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. integral pembangunan nasional. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas

PENDAHULUAN. integral pembangunan nasional. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan sub sektor perkebunan khususnya kelapa sawit merupakan salah satu bagian penting dalam pembangunan pertanian serta merupakan bagian integral pembangunan nasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prospek industri kelapa sawit Indonesia semakin cerah di pasar minyak

BAB I PENDAHULUAN. Prospek industri kelapa sawit Indonesia semakin cerah di pasar minyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prospek industri kelapa sawit Indonesia semakin cerah di pasar minyak nabati dunia. Prestasi yang membanggakan sebagai negara perintis budidaya kelapa sawit, Indonesia

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT, BAHAN BAKAR DIESEL DAN PRODUK TURUNAN KELAPA SAWIT

GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT, BAHAN BAKAR DIESEL DAN PRODUK TURUNAN KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT, BAHAN BAKAR DIESEL DAN PRODUK TURUNAN KELAPA SAWIT 5.1. Perkebunan Kelapa Sawit Luas Area Kelapa Sawit di Indonesia senantiasa meningkat dari waktu ke waktu. Perk

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KELAPA SAWIT INDONESIA

V. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KELAPA SAWIT INDONESIA 55 V. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KELAPA SAWIT INDONESIA 5.1 Pemanfaatan Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan yang multi guna, karena seluruh bagian tanaman tersebut dapat dimanfaatkan dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien dan tangguh.

I. PENDAHULUAN. diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien dan tangguh. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam GBHN 1993, disebutkan bahwa pembangunan pertanian yang mencakup tanaman pangan, tanaman perkebunan dan tanaman lainnya diarahkan pada berkembangnya pertanian yang

Lebih terperinci

PROSPEK INDUSTRI DAN SUMBER POTENSIAL MINYAK/LEMAK (INDUSTRIAL PROSPECT AND POTENCIAL SOURCES OF FAT AND OIL)

PROSPEK INDUSTRI DAN SUMBER POTENSIAL MINYAK/LEMAK (INDUSTRIAL PROSPECT AND POTENCIAL SOURCES OF FAT AND OIL) PROSPEK INDUSTRI DAN SUMBER POTENSIAL MINYAK/LEMAK (INDUSTRIAL PROSPECT AND POTENCIAL SOURCES OF FAT AND OIL) 2 nd Lecture of Fat and Oil Technology By Dr. Krishna P. Candra PS Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Profil Kelapa Sawit Kelapa sawit memainkan peranan penting bagi pembangunan sub sektor perkebunan. Pengembangan kelapa sawit memberikan manfaat dalam peningkatan pendapatan petani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Melihat cadangan sumber minyak bumi nasional semakin menipis, sementara konsumsi energi untuk bahan bakar semakin meningkat. Maka kami melakukan penelitian-penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Crude palm oil (CPO) berasal dari buah kelapa sawit yang didapatkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Crude palm oil (CPO) berasal dari buah kelapa sawit yang didapatkan dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Crude palm oil (CPO) berasal dari buah kelapa sawit yang didapatkan dengan cara mengekstark buah sawit tersebut. Selain berupa minyak sawit sebagai produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemudahan ini melahirkan sisi negatif pada perkembangan komoditas pangan

BAB I PENDAHULUAN. Kemudahan ini melahirkan sisi negatif pada perkembangan komoditas pangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pasar bebas dipandang sebagai peluang sekaligus ancaman bagi sektor pertanian Indonesia, ditambah dengan lahirnya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015 yang diwanti-wanti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perkebunan menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan, adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/atau

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Perkembangan Harga Minyak Bumi Minyak bumi merupakan salah satu sumber energi dunia. Oleh karenanya harga minyak bumi merupakan salah satu faktor penentu kinerja ekonomi global.

Lebih terperinci

KELAPA SAWIT dan MANFAATNYA

KELAPA SAWIT dan MANFAATNYA KELAPA SAWIT dan MANFAATNYA Oleh : BENNY RIO FERNANDEZ 2015 KELAPA SAWIT dan MANFAATNYA Tanaman kelapa sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) merupakan tanaman yang berasal dari Afrika Barat, terutama disekitar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI,KERANGKA PEMIKIRAN,DAN HIPOTESA PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI,KERANGKA PEMIKIRAN,DAN HIPOTESA PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI,KERANGKA PEMIKIRAN,DAN HIPOTESA PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Agribisnis minyak goreng berbahan baku kelapa dulunya merupakan satu satunya minyak goreng yang digunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai penghasil produk-produk hulu pertanian yang mencakup sektor perkebunan, hortikultura dan perikanan. Potensi alam di Indonesia memungkinkan pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk 114 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk perekonomian bagi masyarakat Indonesia. Salah satu sektor agroindustri yang cendrung berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Penetapan Harga Pada dasarnya, ada 2 kekuatan besar yang berpengaruh pada pembentukan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Luas lahan, produksi dan produktivitas TBS kelapa sawit tahun Tahun Luas lahan (Juta Ha)

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Luas lahan, produksi dan produktivitas TBS kelapa sawit tahun Tahun Luas lahan (Juta Ha) 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara penghasil kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) terbesar di dunia. Tanaman kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan unggulan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan antar negara akan menciptakan pasar yang lebih kompetitif dan mendorong pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Kondisi sumber daya alam Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Estimasi Produksi Komoditas Indonesia Tahun Produksi / Cadangan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Estimasi Produksi Komoditas Indonesia Tahun Produksi / Cadangan Indonesia BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang penelitian, posisi penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan-batasan serta sistematika penulisan laporan yang digunakan dalam penelitian.

Lebih terperinci

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG 67 VI. PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG Harga komoditas pertanian pada umumnya sangat mudah berubah karena perubahan penawaran dan permintaan dari waktu ke waktu. Demikian pula yang terjadi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri strategis sektor pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting sebagai suatu sumber minyak nabati. Kelapa sawit tumbuh sepanjang pantai barat Afrika dari Gambia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam pengembangan sektor pertanian sehingga sektor pertanian memiliki fungsi strategis dalam penyediaan pangan

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT

5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT 27 5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT Perkembangan Luas Areal dan Produksi Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit yang menjadi salah satu tanaman unggulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. krisis tersebut adalah industri agro bisnis dan sampai akhir tahun 2010 industri agrobisnis

BAB I PENDAHULUAN. krisis tersebut adalah industri agro bisnis dan sampai akhir tahun 2010 industri agrobisnis BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Krisis moneter yang menimpa Indonesia di tahun 1998 menyebabkan terpuruknya beberapa sektor industri di Indonesia. Salah satu industri yang dapat bertahan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.675, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Harga Ekspor. Pertanian. Kehutanan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/M-DAG/PER/5/2012 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat diunggulkan, baik di pasar dalam negeri maupun di pasar ekspor. Kelapa

BAB I PENDAHULUAN. sangat diunggulkan, baik di pasar dalam negeri maupun di pasar ekspor. Kelapa BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu sektor yang cukup berkembang dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan sejak krisis ekonomi dan moneter melanda semua sektor

Lebih terperinci

Sumber (diolah dari) ; 1. Bank Indonesia, Sipuk-Siabe (2003). 2. Departermen Perindustrian, (2007).

Sumber (diolah dari) ; 1. Bank Indonesia, Sipuk-Siabe (2003). 2. Departermen Perindustrian, (2007). Lampiran 1. Diagram Pemerosesan Buah Sawit. Particle Board, Serat kertas Sabut Sawit (Palm Fibre ) Refined, Bleached and Deodorised Crude Palm oil ( RBD CPO ) Mentega (Margarine) Buah Sawit Segar ( Fresh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kelestarian sumber daya alam (Mubyarto, 1994).

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kelestarian sumber daya alam (Mubyarto, 1994). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum sektor pertanian dapat memperluas kesempatan kerja, pemerataan kesempatan berusaha, mendukung pembangunan daerah dan tetap memperhatikan kelestarian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perkebunan : Ekofisiologi Kelapa Sawit. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta, IPB (tidak dipublikasikan).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perkebunan : Ekofisiologi Kelapa Sawit. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta, IPB (tidak dipublikasikan). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Industri Minyak Sawit dan Turunannya Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tanaman keras (tahunan) berasal dari Afrika yang bisa tumbuh dan berbuah hingga ketinggian

Lebih terperinci

Tinjauan Pasar Minyak Goreng

Tinjauan Pasar Minyak Goreng (Rp/kg) (US$/ton) Edisi : 01/MGR/01/2011 Tinjauan Pasar Minyak Goreng Informasi Utama : Tingkat harga minyak goreng curah dalam negeri pada bulan Januari 2011 mengalami peningkatan sebesar 1.3% dibandingkan

Lebih terperinci

-. ' PERATURAN MENTER! PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54/M-DAG/PER/7 /2015 TENTANG

-. ' PERATURAN MENTER! PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54/M-DAG/PER/7 /2015 TENTANG -. ' MENTER! PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTER! PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54/M-DAG/PER/7 /2015 TENTANG VERIFIKASI ATAU PENELUSURAN TEKNIS TERHADAP EKSPOR KELAPA SA WIT, CRUDE PALM

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perkebunan memegang peranan penting dalam meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perkebunan memegang peranan penting dalam meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor perkebunan memegang peranan penting dalam meningkatkan pertumbuhan Produk Domestik Nasional Bruto (PDNB) sektor Pertanian, salah satunya adalah kelapa sawit.

Lebih terperinci

Harga Minyak Mentah Dunia 1. PENDAHULUAN

Harga Minyak Mentah Dunia 1. PENDAHULUAN 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir ini Indonesia mulai mengalami perubahan, dari yang semula sebagai negara pengekspor bahan bakar minyak (BBM) menjadi negara pengimpor minyak.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam perekonomian Indonesia melalui peningkatan nilai tambah, ekspor, pengurangan kemiskinan, dan penciptaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan Nilai Ekspor Minyak Sawit Indonesia CPO Turunan CPO Jumlah. Miliar)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan Nilai Ekspor Minyak Sawit Indonesia CPO Turunan CPO Jumlah. Miliar) 1 I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Komoditas kelapa sawit Indonesia merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peranan sangat penting dalam penerimaan devisa negara, pengembangan perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Sejarah Perusahaan PT. Batara Elok Semesta Terpadu merupakan salah satu perusahaan di Gresik yang bergerak di bidang pengolahan dan pemasaran minyak goreng kelapa sawit. Perusahaan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN KEBIJAKAN FISKAL PUSAT KEBIJAKAN PENDAPATAN NEGARA

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN KEBIJAKAN FISKAL PUSAT KEBIJAKAN PENDAPATAN NEGARA thanks KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN KEBIJAKAN FISKAL PUSAT KEBIJAKAN PENDAPATAN NEGARA GEDUNG R. M. NOTOHAMIPRODJO LANTAI 6, JALAN DR. WAHIDIN NOMOR 1, JAKARTA 10710 Telepon (021) 3840151,3842542;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tanaman

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tanaman perkebunan utama di Indonesia. Kelapa sawit menjadi komoditas penting dikarenakan mampu memiliki rendemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah penelitian, dan sistematika penulisan laporan dari penelitian yang dilakukan. 1. 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap perusahaan memiliki rencana pengembangan. bisnis perusahaan untuk jangka waktu yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap perusahaan memiliki rencana pengembangan. bisnis perusahaan untuk jangka waktu yang akan datang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Business Assignment Pada dasarnya setiap perusahaan memiliki rencana pengembangan bisnis perusahaan untuk jangka waktu yang akan datang. Pengembangan bisnis ini diharapkan dapat memberikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010.

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum dan sesudah krisis ekonomi tahun 1998, harga minyak sawit (Crude Palm Oil=CPO) dunia rata-rata berkisar US$ 341 hingga US$ 358 per ton. Namun sejak tahun 2007

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Bio Oil Dengan Bahan Baku Tandan Kosong Kelapa Sawit Melalui Proses Pirolisis Cepat

BAB I PENDAHULUAN. Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Bio Oil Dengan Bahan Baku Tandan Kosong Kelapa Sawit Melalui Proses Pirolisis Cepat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Selama ini Indonesia menggunakan BBM (Bahan Bakar Minyak) sebagai sumber daya energi primer secara dominan dalam perekonomian nasional.pada saat ini bahan bakar minyak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. nabati yang bermanfaat dan memiliki keunggulan dibanding minyak nabati

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. nabati yang bermanfaat dan memiliki keunggulan dibanding minyak nabati II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Minyak goreng kelapa sawit berasal dari kelapa sawit yaitu sejenis tanaman keras yang digunakan sebagai salah satu sumber penghasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditanam di hampir seluruh wilayah Indonesia. Bagian utama dari kelapa sawit yang diolah adalah

BAB I PENDAHULUAN. ditanam di hampir seluruh wilayah Indonesia. Bagian utama dari kelapa sawit yang diolah adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membuat perekonomian di Indonesia semakin tumbuh pesat. Salah satu sektor agro industri yang cenderung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/M-DAG/PER/9/2011/M-DAG/PER/3/2010 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN NOMOR 17/M-DAG/PER/5/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran strategis dalam menunjang perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan sebagai penyedia bahan pangan, pakan ternak, sumber bahan baku

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.105, 2015 SUMBER DAYA ALAM. Perkebunan. Kelapa Sawit. Dana. Penghimpunan. Penggunaan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan.

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan kemajuan teknologi dan industri telah memacu pertumbuhan konsumsi enerji yang cukup tinggi selama beberapa dasawarsa terakhir di dunia, sehingga mempengaruhi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1.tE,"P...F.3...1!..7. INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan harga BBM membawa pengaruh besar bagi perekonomian bangsa. digunakan semua orang baik langsung maupun tidak langsung dan

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan harga BBM membawa pengaruh besar bagi perekonomian bangsa. digunakan semua orang baik langsung maupun tidak langsung dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) yang berimbas pada kenaikan harga BBM membawa pengaruh besar bagi perekonomian bangsa Indonesia. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

Tabel 1. Standar Mutu Minyak Goreng, SII. Sumber : Departemen Perindustrian. dalam SII tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Indikator.

Tabel 1. Standar Mutu Minyak Goreng, SII. Sumber : Departemen Perindustrian. dalam SII tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Indikator. 1.1. Latar belakang Minyak goreng merupakan salah satu komoditi strategis Indonesia karena minyak goreng merupakan salah satu dari 9 bahan kebutuhan pokok masyarakat. Oleh karena itu pengadaannya selalu

Lebih terperinci

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model Boks 1 Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model I. Latar Belakang Perkembangan ekonomi Riau selama beberapa kurun waktu terakhir telah mengalami transformasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan sumber pembiayaan yang sangat penting adalah devisa. Devisa diperlukan untuk membiayai impor dan membayar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah energi yang dimiliki Indonesia pada umumnya dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan energi di sektor industri (47,9%), transportasi (40,6%), dan rumah tangga (11,4%)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa sawit yang ada. Tahun 2012 luas areal kelapa sawit Indonesia mencapai 9.074.621 hektar (Direktorat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memberikan kontribusi yang besar sebagai. sumber devisa negara melalui produk-produk primer perkebunan maupun

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memberikan kontribusi yang besar sebagai. sumber devisa negara melalui produk-produk primer perkebunan maupun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memberikan kontribusi yang besar sebagai sumber devisa negara melalui produk-produk primer perkebunan maupun produk hasil olahannya. Berdasarkan data triwulan

Lebih terperinci

Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Kelapa Sawit

Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Kelapa Sawit Fitur Pemeringkatan ICRA Indonesia April 2015 Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Kelapa Sawit Pendahuluan Sektor perkebunan terutama kelapa sawit memiliki peran penting bagi perekonomian Indonesia karena

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.51, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SUMBER DAYA ALAM. Perkebunan. Kelapa Sawit. Dana. Penghimpunan. Penggunaan.Perubahan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas penting di Malaysia

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas penting di Malaysia 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas penting di Malaysia sehingga industri kelapa sawit diusahakan secara besar-besaran. Pesatnya perkembangan industri kelapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat yang dihasilkan dari produk CPO, diolah menjadi Stearin Oil

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat yang dihasilkan dari produk CPO, diolah menjadi Stearin Oil BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak Goreng adalah salah satu komoditi dari sembilan bahan pokok kebutuhan masyarakat yang dihasilkan dari produk CPO, diolah menjadi Stearin Oil sebagai bahan dasar

Lebih terperinci

PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA. NOMOR 30 /KPPU Pat /X/2017 TENTANG PENILAIAN

PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA. NOMOR 30 /KPPU Pat /X/2017 TENTANG PENILAIAN PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 30 /KPPU Pat /X/2017 TENTANG PENILAIAN PEMBERITAHUAN ATAS PENGAMBILALIHAN (AKUISISI) SAHAM PERUSAHAAN PT ANUGERAH PALM INDONESIA OLEH PT USAHA AGRO INDONESIA

Lebih terperinci

1 UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.

1 UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Sebagai Negara penghasil minyak bumi yang cukup besar, masa keemasan ekspor minyak Indonesia telah lewat. Dilihat dari kebutuhan bahan bakar minyak (BBM)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Theobroma cacao) dan biasa digunakan sebagai komponen utama dari coklat

BAB I PENDAHULUAN. (Theobroma cacao) dan biasa digunakan sebagai komponen utama dari coklat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Lemak kakao merupakan lemak yang diekstraksi dari biji kakao (Theobroma cacao) dan biasa digunakan sebagai komponen utama dari coklat batang karena dapat mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia, peran tersebut antara lain adalah bahwa sektor pertanian masih menyumbang sekitar

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 11/M-DAG/PER/4/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 11/M-DAG/PER/4/2008 TENTANG PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 11/M-DAG/PER/4/2008 TENTANG VERIFIKASI PENGANGKUTAN ANTAR PULAU KOMODITAS KELAPA SAWIT DAN PRODUK TURUNANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. ekonomis pada tahun 1910 (di Pulau Raja), Asahan dan sungai Liput (dekat perbatasan Aceh).

TINJAUAN PUSTAKA. ekonomis pada tahun 1910 (di Pulau Raja), Asahan dan sungai Liput (dekat perbatasan Aceh). II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sejarah perkembangan Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia Tanaman sawit telah diperkenalkan sejak tahun 1848, baru diusahakan dalam skala ekonomis pada tahun 1910 (di Pulau Raja),

Lebih terperinci

ANALISIS OIL LOSSES PADA FIBER DAN BROKEN NUT DI UNIT SCREW PRESS DENGAN VARIASI TEKANAN

ANALISIS OIL LOSSES PADA FIBER DAN BROKEN NUT DI UNIT SCREW PRESS DENGAN VARIASI TEKANAN ANALISIS OIL LOSSES PADA FIBER DAN BROKEN NUT DI UNIT SCREW PRESS DENGAN VARIASI TEKANAN Joto Wahyudi 1), Rengga Arnalis Renjani 1), Hermantoro 2) Jurusan Teknik Pertanian, Progam Khusus Sarjana Teknik

Lebih terperinci

Sektor pertanian memberikan kontribusi yang besar sebagai. produk hasil olahannya. Berdasarkan data triwulan yang dikeluarkan

Sektor pertanian memberikan kontribusi yang besar sebagai. produk hasil olahannya. Berdasarkan data triwulan yang dikeluarkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memberikan kontribusi yang besar sebagai sumber devisa negara melalui produk-produk primer perkebunan maupun produk hasil olahannya. Berdasarkan data triwulan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Setyamidjaja (2006) menjelasakan taksonomi tanaman kelapa sawit (palm oil) sebagai berikut. Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae Ordo : Monocotyledonae Famili

Lebih terperinci

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

VII. KESIMPULAN DAN SARAN VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan 1. Pengaruh harga dunia minyak bumi dan minyak nabati pesaing terhadap satu jenis minyak nabati ditransmisikan melalui konsumsi (ket: efek subsitusi) yang selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditas perkebunan unggulan

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditas perkebunan unggulan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditas perkebunan unggulan dan utama Indonesia. Tanaman yang produk utamanya terdiri dari minyak sawit (CPO) dan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1589/KM.4/2014 TENTANG PENETAPAN HARGA EKSPOR UNTUK PENGHITUNGAN BEA KELUAR MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Taksonomi kelapa sawit yang dikutip dari Pahan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Embryophyta Siphonagama Kelas : Angiospermeae Ordo : Monocotyledonae

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. kerja seluas-luasnya sekaligus pemerataan pembangunan. Data kontribusi sub

BAB I. PENDAHULUAN. kerja seluas-luasnya sekaligus pemerataan pembangunan. Data kontribusi sub BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agroindustri akan berdampak pada penciptaan kesempatan kerja seluas-luasnya sekaligus pemerataan pembangunan. Data kontribusi sub sektor agroindustri

Lebih terperinci

KAJIAN PENGEMBANGAN KONTRAK BERJANGKA CPO

KAJIAN PENGEMBANGAN KONTRAK BERJANGKA CPO KAJIAN PENGEMBANGAN KONTRAK BERJANGKA CPO Widiastuti *) Kepala Bagian Pengembangan Pasar, BAPPEBTI Pengantar redaksi: Tahun 2010, lalu, Biro Analisa Pasar, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi

Lebih terperinci

2015 PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMANFAATAN LIMBAH PADAT PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

2015 PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMANFAATAN LIMBAH PADAT PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara terbesar pertama sebagai penghasil Crude Palm Oil (minyak kelapa sawit mentah) mengungguli Malaysia, Riau adalah salah satu provinsi penghasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keuangan setiap negara. Bank antara lain berperan sebagai tempat. penyimpanan dana, membantu pembiayaan dalam bentuk kredit, serta

I. PENDAHULUAN. keuangan setiap negara. Bank antara lain berperan sebagai tempat. penyimpanan dana, membantu pembiayaan dalam bentuk kredit, serta I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Industri perbankan, khususnya bank umum, merupakan pusat dari sistem keuangan setiap negara. Bank antara lain berperan sebagai tempat penyimpanan dana, membantu pembiayaan

Lebih terperinci

PENELAAHAN BESARAN SUBSIDI BIODIESEL. Agus Nurhudoyo

PENELAAHAN BESARAN SUBSIDI BIODIESEL. Agus Nurhudoyo PENELAAHAN BESARAN SUBSIDI BIODIESEL Agus Nurhudoyo Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi Baru Terbarukan, dan Konservasi Energi agusn@p3tkebt.esdm.go.id, agusnurhudoyo@ymail.com

Lebih terperinci

PT AUSTINDO NUSANTARA JAYA Tbk. TANYA JAWAB PUBLIC EXPOSE Senin, 14 Mei Bagaimana target produksi dan penjualan Perseroan pada tahun 2018?

PT AUSTINDO NUSANTARA JAYA Tbk. TANYA JAWAB PUBLIC EXPOSE Senin, 14 Mei Bagaimana target produksi dan penjualan Perseroan pada tahun 2018? PT AUSTINDO NUSANTARA JAYA Tbk. TANYA JAWAB PUBLIC EXPOSE Senin, 14 Mei 2018 1. Bagaimana target produksi dan penjualan Perseroan pada tahun 2018? Target produksi Perseroan untuk tahun 2018 adalah 219.000

Lebih terperinci