ANALISIS KOMPARATIF DAYA SAING EKSPOR KOMODITI KAKAO ANTARNEGARA ASEAN. Didi Saputra Suhel. Fakultas Ekonomi UNSRI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS KOMPARATIF DAYA SAING EKSPOR KOMODITI KAKAO ANTARNEGARA ASEAN. Didi Saputra Suhel. Fakultas Ekonomi UNSRI"

Transkripsi

1 ANALISIS KOMPARATIF DAYA SAING EKSPOR KOMODITI KAKAO ANTARNEGARA ASEAN Didi Saputra Suhel Fakultas Ekonomi UNSRI ABSTRACT This research is aimed to analyzing a competitiveness of cocoa producers among ASEANcountries: Indonesia, Malaysia, Singapore, the Philippines, and Thailand, and identifying their intra-industy trade indices (IIT). The data was taken from those in serial periods 2001 to In other words, the five ASEAN countries revealed comparative advantage analysis IIT s were analyzed. The research results show that indonesia ranked the first with a RCA of Malaysia, Singapore, Thailand, and the Philippines showed their respective RCA s of 1.88, 0.66, 0.17, Furthermore, Indonesia and Singapore showed a high IIT, that is pointing to 20.64%. The degree of integration between Malaysia and Singapore was indicated by an index of 44.78%, and conversely that Singapore and Malaysia was 87.67%. The degree of integration between the Philippines and Thailand was 45.88% whereas the Philippines and Singapore was 50.91%. Keywords: cocoa, competitiveness, trade integration I. PENDAHULUAN Liberalisasi perdagangan dunia ditandai dengan semakin cepatnya aliran barang dan jasa antarnegara serta semakin berkembangnya sistem inovasi teknologi informasi, perdagangan, reformasi politik, transnasionalisasi sistem keuangan dan investasi. Indonesia mengikuti arus perdagangan bebas internasional dengan menandatangani General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) yang menghasilkan pembentukan World Trade Organization (WTO) dan deklarasi Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) tentang sistem perdagangan bebas dan investasi yang berlaku penuh pada tahun 2010 untuk negara maju dan tahun 2020 untuk negara berkembang. Pada tingkat hubungan regional, ada rencana integrasi ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community-AEC) yang merupakan kebakan ekonomi regional utama untuk meningkatkan akses pasar barang, jasa, investasi, modal dan tenaga kerja antar sesama anggota ASEAN, di mana tujuan akhirnya adalah integrasi ekonomi ASEAN sebagai persiapan menuju satu kesatuan masyarakat ekonomi (Arianti d an Lubis, 2011). Produk atau kelompok produk pertanian yang mempunyai daya saing tinggi akan mampu eksis dan terus berkembang sehingga ekspor negara-negara ASEAN kekawasan ASEAN sendiri akan makin besar yang selanjutnya akan dapat mendorong produksi dalam negeri serta meningkatkan pendapatan petani, kesempatan kerja dan devisa negara. Agroindustri yang mengolah produk ekspor diperkirakan juga akan berkembang makin pesat. Bagi Indonesia, manfaat positif yang diharapkan dari liberalisasi perdagangan AFTA ini adalah kontribusinya bagi proses pemulihan ekonomi nasional. Sebaliknya, produk atau kelompok produk pertanian yang daya saingnya rendah akan terancam eksistensinya sehingga produksi dalam negeri dan pendapatan petani negara-negara ASEAN akan menurun (Hadi dan Mardianto, 2004). Salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peranan penting dalam peningkatan daya saing Indonesia adalah kakao. Studi Nugroho (2008) menunjukkan bahwa selama periode rata-rata nilai indeks RCTA bi kakao Indonesia adalah sebesar 18,83. Bi kakao Indonesia mempunyai daya saing kuat disebabkan Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN

2 oleh produksi kakao Indonesia meningkat. Konsumsi coklat yang semakin meningkat dari tahun ketahun di dunia, menjadikan bi kakao Indonesia banyak dipakai untuk memenuhi kebutuhan konsumsi tersebut. Tabel 1.1 Jumlah Produksi Bi Kakao Negara ASEAN-5 (Dalam Ton) Tahun Negara Indonesia Malaysia Filipina Thailand Sumber: fao.org Ket: Data untuksingapura tidak tersedia Indonesia masih menjadi produsen utama kakao di kawasan ASEAN selama periode 2001 hingga 2012 dengan jumlah produksi sebesar 8,9 juta ton dan pangsa produksi sebesar 95,5 persen, kemudian diikuti oleh Malaysia (340 ribu ton atau 3,7 persen), Filipina (64,9 ribu ton atau 0,7 persen), dan Thailand (11,9 ribu ton atau 0,1 persen).sementara itu, rata-rata pertumbuhan produksi bi kakao dari keempat negara di atas selama periode per tahunnya adalah sebesar 5,80 persen untuk Indonesia, sedangkan ketiga negara lain justru mencatatkan pertumbuhan yang negatif, yaitu -18,35 persen untuk Malaysia, -2,65 persen untuk Filipina dan -4,40 persen untuk Thailand. Selama periode 2001 sampai dengan 2012, perkembangan nilai ekspor komoditi kakao menunjukkan tren yang fluktuatif. Indonesia masih menjadi pemimpin dalam ekspor komoditi kakao negara ASEAN dengan total USD 11,4 Milyar, kemudian diikuti oleh Malaysia dengan total ekspor USD 8,8 Milyar, Singapura (USD 4,9 Milyar), Thailand (USD 6 56,8 Juta), dan Filipina (USD 88,5 Juta). Sementara itu, rata-rata pertumbuhan ekspor kakao dari kelima negara di atas selama periode per tahunnya adalah sebesar 12,65 persen untuk Indonesia, 20,71 persen untuk Malaysia, 15,29 persen untuk Singapura, dan 19,39 persen untuk Thailand. Sedangkan Filipina justru mencatatkan pertumbuhan yang negatif, yaitu -1,86 persen. Untuk pengembangan dan peningkatan daya saing produk kakao, pemerintah telah mengeluarkan serangkaian kebakan produksi dan perdagangan produk olahan kakao. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa Indonesia memiliki potensi untuk meningkatkan daya saing dengan meningkatkan produk olahan kakao. Namun, industri pengolahan kakao di Indonesia hingga saat ini belum berkembang, bahkan tertinggal dibandingkan negara-negara produsen olahan kakao yang tidak didukung ketersediaan bahan baku yang memadai, seperti Malaysia. Pengembangan daya saing diperlukan untuk meningkatkan kemampuan penetrasi kakao dan produk kakao Indonesia di pasar ekspor, baik dalam kaitan pendalaman maupun perluasan pasar. Peningkatan daya saing dapat dilakukan dengan melakukan efisiensi biaya produksi dan pemasaran, peningkatan mutu dan konsistensi standar mutu (Purba dalam Ragimun, 2012). Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN

3 Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka makalah ini akan membahas analisis perbandingan daya saing ekspor komoditi kakao antar negara ASEAN (Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand) selama periode Sistematika penulisannya terdiri atas, pendahuluan, studi kepustakaan, metode, hasil dan pembahasan, kesimpulan dan saran. II. STUDI PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Perdaagangan Internasonal A. Teori Keunggulan Absolut Menurut Adam Smith, perdagangan antara dua negara didasarkan pada keunggulan absolut (absolute advantage). Jika sebuah negara lebih efisien daripada (atau memiliki keunggulan absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi sebuah komoditi, namun kurang efisien dibanding (atau memiliki kerugian absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi komoditi lainnya, maka kedua negara tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masing-masing melakukan spesialisasi dalam memproduksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut, dan menukarkannya dengan komoditi lain yang memiliki kerugian absolut. Melalui proses ini, sumber daya di kedua negara dapat digunakan dalam cara yang paling efisien. Output kedua komoditi yang diproduksi pun akan meningkat. Peningkatan dalam output ini akan mengukur keuntungan dari spesialisasi produksi untuk kedua negara yang melakukan perdagangan (Salvatore, 1997: 25). B. Teori Keunggulan Komparatif Teori David Ricardo didasarkan pada nilai tenaga kerja atau theory of labor value yang menyatakan bahwa nilai atau harga suatu produk ditentukan oleh jumlah waktu atau jam kerja yang diperlukan untuk memproduksinya (Hady, 2001: 32). Menurut teori cost comparative advantage (labor efficiency), suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih efisien serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relatif kurang atau tidak efisien. Menurut Sukirno (2010: 363) yang dimaksud dengan keunggulan mutlak adalah keuntungan yang diperoleh oleh suatu negara dari mengkhususkan kegiatannya kepada memproduksi barang-barang dengan efisiensi yang lebih tinggi dari negara-negara lain, sedangkan keunggulan komparatif atau berbanding adalah keunggulan yang dimiliki suatu negara dari mengkhususkan kegiatannya (melakukan spesialisasi) dalam memproduksikan barang -barang yang mempunyai harga relatif lebih rendah dari negara lain. C. Teori H-O Teori Heckser dan Ohlin (H-O) mempunyai dua kondisi penting sebagai dasar dari munculnya perdagangan internasional, yaitu ketersediaan faktor produksi dan intensitas dalam pemakaian faktor produksi atau proporsi faktor produksi. Oleh karena itu, teori H-O sering juga disebut teori proporsi atau ketersediaan faktor produksi. Produk yang berbeda membutuhkan jumlah atau proporsi yang berbeda dari faktorfaktor produksi. Perbedaan tersebut disebabkan oleh teknologi yang menentukan cara mengkombinasikan faktor-faktor produksi yang berbeda untuk membuat suatu produk. Dalam teori H-O, keunggulan komparatif delaskan oleh perbedaan kondisi penawaran dalam negeri antarnegara. Dasar dari pemikiran teori ini adalah sebagai berikut. Negara-negara mempunyai cita rasa dan preferensi yang sama, menggunakan teknologi yang sama, kualitas dari faktor-faktor produksi sama, menghadapi skala tambahan hasil yang konstan (constant return to scale), tetapi sangat berbeda dalam kekayaan alam atau ketersediaan faktor-faktor produksi. Perbedaan ini akan mengakibatkan perbedaan dalam harga relatif dari faktor-faktor produksi antarnegara. Selanjutnya, perbedaan tersebut membuat perbedaan dalam biaya alternatif dari barang yang dibuat antarnegara yang menjadi alasan terjadinya perdagangan Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN

4 antarnegara. Menurut teori H-O, tiap negara akan berspesialisasi pada jenis barang tertentu dan mengekspornya, yang bahan baku atau faktor produksi utamanya berlimpah atau harganya murah di negara tersebut dan mengimpor barang-barang yang bahan baku atau faktor produksi utamanya langka atau mahal. 2.2 Konsep Pengukuran Daya Saing A. Revealed Comparative Advantage Revealed Comparative Advantage (RCA) adalah indeks yang mengukur kinerja ekspor suatu komoditas dari satu negara dengan mengevaluasi peranan ekspor suatu komoditas dalam ekspor total negara tersebut, dibandingkan dengan pangsa komoditas tersebut dalam perdagangan dunia (Basri, 2002: 293). Nilai indeks yang lebih dari satu menunjukkan pangsa pasar komoditas yang diekspor di dalam total ekspor suatu negara lebih besar daripada pangsa rata-rata dari komoditas yang bersangkutan dalam ekspor seluruh negara (dunia). Rumus indeks RCA adalah sebagai berikut: i RCA = wj w... (1) di mana: i wj w = Nilai ekspor negara i untuk komoditas j = Nilai total ekspor negara i = Nilai ekspor komoditas j dunia = Nilai total ekspor dunia B. Intra-Industry Trade index Untuk mengukur besarnya perdagangan intra-industri pada suatu komoditi, digunakan Intra-Industry Trade index (IIT). Dasar pengukuran IIT ini adalah Grubel-Lloyd index (GL). GL mengukur proporsi perdagangan intraindustri sebagai persentase dari total perdagangan. Rumus penghitungan GL adalah sebagai berikut. p M p GL p 1 x100 p M = + p...(2) Tanda mutlak pada rumus di atas berarti bahwa tanda dari ketidakseimbangan perdagangan diabaikan. GL berkisar antara 0 (nol) sampai dengan 100 (seratus). Semakin dekat GL ke angka 100, semakin besar perdagangan intraindustri. Sedangkan semakin dekat GL ke angka nol, semakin besar perdagangan interindustri. Tabel 2.1 Klasifikasi Nilai IIT IIT Klasifikasi * No intra-asean trade reported 0,00 No integration (one-way trade) > Weak integration Mild integration Moderately strong integration Strong integration 2.3 Penelitian Sebelumnya Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN

5 Penelitian mengenai Komparasi Daya Saing Produk Ekspor Pertanian Antarnegara ASEAN dalam Era Perdagangan Bebas AFTA yang dilakukan oleh Hadi dan Mardianto (2004) dengan menggunakan metode analisis Constant Market Share menyatakan bahwa ekspor produk pertanian lndonesia ke kawasan ASEAN selama mengalami pertumbuhan positif dan lebih cepat disbanding ekspor dunia ke kawasan yang sama. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya daya saing komoditas pertanian lndonesia terutama karena depresiasi rupiah. Namun selama terjadi sebaliknya, yaitu pertumbuhan ekspor lndonesia turun dan lebih lambat disbanding ekspor dunia ke kawasan yang sama, yang mungkin disebabkan oleh apresiasi rupiah. Nugroho (2008) melakukan penelitian untuk melihat Daya Saing Bi Kakao Indonesia di Pasar Dunia melalui metode analisis Indeks Spesialisasi Perdagangan, Rasio Akselerasi dan Revealed Comparative Trade Advantage menyatakan bahwa Indonesia di periode berspesialisasi sebagai negara pengekspor kakao. Posisi daya saing Indonesia di tahun 1999, 2000, 2002, 2003, 2004, dan 2005 berada pada tahap kedewasaan, sedangkan pada tahun 1996, 1997, 1998, 2001, dan 2006 berada pada tahap ekspor. Bi kakao Indonesia mempunyai nilai ISP lebih rendah dibandingkan dengan ISP bi kakao Pantai gading, Ghana, Ekuador, Kamerun, dan Nigeria. Rasio akselerasi bi kakao Indonesia di pasar dunia pada periode menunjukkan bahwa pangsa pasar bi kakao Indonesia dapat direbut oleh negara lain. Bi kakao Indonesia mempunyai daya saing akan tetapi jika dibandingkan dengan Pantai Gading, Ghana, Ekuador, Kamerun, dan Nigeria nilai RCTA Indonesia masih lebih rendah. Penelitian yang dilakukan oleh Lubis dan Nuryanti (2011) meng enai Dampak ACFTA dan Kebakan Perdagangan Kakao di Pasar Domestik dan China dengan alat analisis Revealed Comparative Advantage menyatakan bahwa daya saing Indonesia terhadap Malaysia di pasar China hanya unggul untuk bi kakao. Sementara itu, untuk produk olahan kakao, yaitu kakao bubuk, lemak dan pasta kakao, dan coklat konsumsi Malaysia lebih unggul dibandingkan Indonesia. Sejak 2009 Malaysia menghentikan ekspor bi kakao ke China dan berkonsentrasi pada produk olahan. Kalaba (2012) menganalisis Daya Saing Kakao Indonesia melalui metode Revealed Comparative Advantage, Indeks Spesialisasi Perdagangan dan Rasio Akselerasi menyatakan bahwa seluruh produk kakao baik bi, pasta, lemak, maupun bubuk kakao mempunyai keunggulan komparatif di pasar internasional. Dalam kurun waktu 1991 sampai dengan 2010 Indonesia berada dalam tahap spesialisasi ekspor untuk komoditi bi kakao dan lemak kakao. Sedangkan untuk pasta kakao dan bubuk kakao cenderung menjadi negara pengimpor. Selain itu, dalam kurun waktu tersebut, Indonesia memiliki pangsa pasar yang ekspor yang kuat atau dapat merebut pasar ekspor untuk bi, pasta, lemak, maupun bubuk kakao. Ragimun (2012) dalam penelitiannya tentang Analisis Daya Saing Komoditas Kakao Indonesia melalui metode analisis Revealed Comparative Advantage, Indeks Spesialisasi Perdagangan dan Indeks Konsentrasi Pasar menyatakan bahwa daya saing komoditas kakao Indonesia cukup tinggi. Sepuluh tahun terakhir dari 2002 sampai dengan 2011 rata-rata RCA nya di atas 4. Tahun 2011 RCA terjadi penurunan menjadi sebesar 2,75, namun tetap masih di atas 1. Penurunan tersebut disebabkan nilai ekspor tahun 2011 juga terjadi penurunan. Penelitian Rifin (2013) mengenai Competitiveness of Indonesia s Cocoa Beans Export in the World Market dengan menggunakan metode analisis Revealed Comparative Advantage menyatakan bahwa hingga tahun 1982 Indonesia tidak memiliki keunggulan komparatif dalam memproduksi bi kakao tapi setelah itu keunggulan komparatif ditunjukkan oleh nilai RCA lebih dari 1. Nilai tertinggi dicapai pada tahun 2006 dengan indeks RCA dari 16,96 sedangkan pada 2011 menurun secara signifikan menjadi 5,54 yang disebabkan oleh penurunan dalam bi kakao ekspor secara signifikan. Selama yang Indeks RCA rata-rata adalah 6.14.Bandingkan dengan tiga negara lainnya yang memproduksi bi kakao, RCA di Indonesia jauh lebih kecil. Selama periode , nilai RCA Pantai Gading, Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN

6 Ghana dan Nigeria mencapai 339,66, 528,92 dan 24,00. RCA yang tinggi untuk tiga negara tersebut disebabkan oleh fakta bahwa bi kakao adalah ekspor utama komoditas dari negara-negara tersebut. Untuk Pantai Gading, bi kakao ekspor ratarata dari memberikan kontribusi 24,52 persen ekspor total, sementara Ghana 45,89 persen dan Nigeria 3,74 persen. Di sisi lain, kontribusi bi kakao terhadap total ekspor Indonesia rata-rata adalah 0,34 persen selama periode yang sama. III. METODE PENELITIAN Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada komoditi kakao negara ASEAN-5. Fokus pada penelitian ini adalah bi kakao dan produk olahan kakao. Penelitian ini akan membahas tentang daya saing dan derajat integrasi perdagangan komoditi kakao Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Daya saing tersebut diukur menggunakan indeks Revealed Comparative Advantage, sedangkan untuk mengukur besarnya derajat integrasi digunakan indeks perdagangan intraindustri (Intra-Industry Trade index). Periode waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah dari tahun 2001 sampai dengan tahun Data yang digunakan adalah data sekunder berupa data produksi bi kakao yang diperoleh dari situs Food and Agriculture Organization ( data ekspor dan impor komoditi kakao diperoleh dari situs International Trade Centre ( dan UN Comtrade ( Untuk menganalisis permasalahan dalam penelitian ini digunakan teknik analisis yang bersifat deskriptif kualitatif terhadap variabel-variabel yang relevan dengan masalah yang akan diteliti. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah indeks Revealed Comparative Advantage dan indeks perdagangan intraindustri (Intra-Industry Trade Index). Revealed Comparative Advantage i RCA =... (3) wj w di mana: = Nilai ekspor negara i untuk komoditas j i wj w = Nilai total ekspor negara i = Nilai ekspor komoditas j dunia = Nilai total ekspor dunia Nilai indeks RCA lebih besar dari 1 (satu) berarti negara itu mempunyai keunggulan komparatif (di atas rata -rata dunia) dalam komoditi tersebut. Sebaliknya jika nilainya lebih kecil dari satu berarti keunggulan komparatif untuk komoditas tersebut rendah atau di bawah rata-rata dunia. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Daya Saing Komoditi Kakao Negara ASEAN-5 Daya saing kakao negara ASEAN dapat dilihat dari keunggulan komparatif yang diukur menggunakan indeks Revealed Comparative Advantage (RCA). Negara yang memiliki keunggulan komparatif dan berdaya saing kuat ditunjukkan dengan semakin tingginya nilai indeks RCA atau komoditi dengan nilai indeks RCA di atas satu dapat dikatakan memiliki keunggulan komparatif. Sebaliknya jika nilai indeks RCA lebih kecil dari satu berarti negara tersebut tidak memiliki keunggulan komparatif. Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN

7 ber: comtrade.un.org, diolah Gambar 4.1 RCA Komoditi Kakao Negara ASEAN-5 Sum Indonesia Nilai indeks RCA komoditi kakao Indonesia selama periode adalah yang tertinggi dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya, dalam artian Indonesia memiliki keunggulan komparatif pada komoditi kakao. Hal ini mengindikasikan bahwa kakao merupakan komoditas unggulan bagi Indonesia karena memiliki daya saing yang cukup bagus yang dibuktikan dengan indeks RCA lebih besar dari satu (RCA > 1). Berdasarkan gambar 4.1 dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan daya saing pada komoditi kakao Indonesia pada tahun Hal ini disebabkan terjadi peningkatan permintaan terhadap produk olahan kakao pada tahun tersebut. Akan tetapi memasuki tahun 2003 hingga 2004 terjadi penurunan daya saing. Penelitian Rahmanu (2009: 45) menyatakan bahwa pada tahun tersebut terjadi persaingan di pasar internasional yang menyebabkan nilai ekspor kakao olahan Indonesia mengalami penurunan, sedangkan nilai ekspor kakao olahan dunia meningkat. Selain itu pada tahun 2004 hama perusak kebun kakao yaitu hama pengerek buah kakao (PBK) dan hama vascular streak dieback (VSD) kembali menyerang ribuan hektar lahan perkebunan di Sulawesi Selatan menyebabkan turunnya nilai produksi bi kakao nasional. Hal ini berakibat pada menurunnya nilai ekspor Indonesia dalam bentuk kakao olahan. Nilai indeks RCA komoditi kakao Indonesia mulai mengalami kenaikan pada tahun 2005 dan sejak tahun 2006 konsisten berada di level 4 (empat), hingga akhirnya turun sebesar 1,38 poin pada tahun 2011 dan 0,48 poin pada tahun Turunnya indeks RCA tersebut dipicu oleh Kebakan Bea Keluar atas ekspor bi kakao sebesar persen dari harga rata-rata dunia yang berlaku sejak tahun Meskipun demikian, ada sisi positif yang ditimbulkan oleh pemberlakuan Kebakan Bea Keluar ini. Studi Syadullah (2012: 12) menyatakan bahwa sejak pemberlakuan BK untuk ekspor bi kakao pada April 2010, industri pengolahan kakao di dalam negeri menunjukkan pertumbuhan. Produksi pengolahan kakao di Indonesia tumbuh rata-rata per tahun ( compounded annual growth rate/cagr) sebesar 20 persen sepanjang periode , dengan produksi pada 2005 sebesar 115 ribu ton dan mencapai 285 ribu ton pada Permintaan kakao olahan, seperti kakao bubuk, kakao lemak, hingga konsentrat datang dari industri pengolahan makanan, minuman, hingga obatobatan. Meningkatnya produksi industri makanan, minuman, serta industri farmasi Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN

8 Indonesia dan dunia, ikut mendorong permintaan kakao olahan. Selain itu, terjadi perubahan struktur dalam produksi kakao Indonesia di mana peranan produksi kakao olahan di Indonesia meningkat hingga mencapai 41 persen dari produksi bi kakao secara keseluruhan. Angka ini meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, ketika produksi kakao olahan di Indonesia hanya mencakup persen dari total produksi bi kakao, sementara sekitar 75 persen bi kakao diekspor. Nilai indeks RCA tertinggi tercatat pada tahun 2002 dengan nilai sebesar 5,27, sedangkan nilai indeks RCA terendah tercatat pada tahun 2012 dengan nilai sebesar 2,26. Secara rata-rata nilai indeks RCA Indonesia selama periode adalah sebesar 3, Malaysia Malaysia memiliki keunggulan komparatif atas Singapura, Filipina dan Thailand pada komoditi kakao. Akan tetapi tidak memiliki keunggulan komparatif atas Indonesia. Hal ini karena rasio nilai ekspor kakao terhadap total nilai ekspor Malaysia yang lebih kecil dari Indonesia. Dalam enam tahun terakhir nilai indeks RCA komoditi kakao Malaysia berada di kisaran angka 2 (dua). Sejak tahun 2009 nilai ekspor kakao Malaysia telah menyentuh angka USD 1 Milyar, meskipun sempat turun pada tahun 2010 menjadi USD 917,6 Juta (Comtrade, 2013). Bahkan pada tahun 2011 dan 2012 nilai ekspor kakao Malaysia berhasil melampaui nilai ekspor kakao Indonesia sebagai eksportir terbesar komoditi kakao di kawasan ASEAN. Hal ini diduga karena semakin berkembangnya agroindustri yang dimiliki Malaysia sehingga kapasitas produksi dapat meningkat setiap tahunnya. Pada periode indeks RCA komoditi kakao Malaysia berkisar antara 1-1,8. Setelah itu terjadi kenaikan menjadi 2 poin dan terus bergerak konsisten pada angka tersebut hingga tahun Nilai indeks RCA tertinggi tercatat pada tahun 2010 dengan nilai sebesar 2,59, sedangkan nilai indeks RCA terendah tercatat pada tahun 2002 dengan nilai sebesar 1 (satu). Secara rata-rata nilai indeks RCA Malaysia selama periode adalah sebesar 1, Singapura Singapura adalah negara yang tidak memiliki perkebunan kakao bila dibandingkan empat negara lainnya, tetapi mampu menghasilkan produk olahan kakao. Ini tidak lepas dari kemajuan agroindustri Singapura yang berhasil mengolah bahan mentah menjadi barang jadi yang berorientasi ekspor, meskipun harus mengimpor bi kakao dari negara lain. Selama periode penelitian diketahui bahwa nilai indeks RCA komoditi kakao Singapura kurang dari satu (RCA < 1). Hal ini mengindikasikan bahwa komoditi kakao Singapura tidak memiliki daya saing yang kuat, tetapi nilainya masih lebih tinggi dibanding Thailand dan Filipina. Pada periode indeks RCA komoditi kakao Singapura berkisar antara 0,5-0,6. Setelah itu terjadi kenaikan menjadi 0,7 dan terus bergerak konsisten pada angka tersebut sampai tahun Nilai indeks RCA tertinggi tercatat pada tahun 2011 dengan nilai sebesar 0,76, sedangkan nilai indeks RCA terendah tercatat pada tahun 2005 dengan nilai sebesar 0,53. Secara rata-rata nilai indeks RCA Singapura selama periode adalah sebesar 0, Filipina Gambar 4.2 memperlihatkan bahwa posisi daya saing Filipina adalah yang terlemah bila dibandingkan dengan keempat negara lainnya, atau dengan kata lain tidak memiliki keunggulan komparatif. Selama ini Filipina lebih dikenal sebagai negara yang menjadikan padi dan jagung sebagai komoditas perkebunan utamanya, sehingga ekspor kakao Filipina sebagai indikator penentu daya saing tidak terlalu besar dan indeks RCA-nya pun rendah. Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN

9 Nilai indeks RCA komoditi kakao Filipina dari tahun cenderung fluktuatif, namun lebih mengarah pada penurunan nilai indeks RCA. Nilai RCA yang selalu kurang dari satu menggambarkan bahwa komoditi kakao Filipina memiliki daya saing yang rendah di pasar internasional. Pada periode indeks RCA komoditi kakao Filipina berada di angka 0,1. Setelah itu terjadi penurunan menjadi 0,04-0,07 selama periode Nilai indeks RCA tertinggi tercatat pada tahun 2001 dengan nilai sebesar 0,16, sedangkan nilai indeks RCA terendah tercatat pada tahun 2009 dan 2012 dengan nilai sebesar 0,046. Secara rata-rata nilai indeks RCA Filipina selama periode adalah sebesar 0, Thailand Selama periode nilai indeks RCA komoditi kakao Thailand selalu di bawah 1 (satu). Hal ini menunjukkan bahwa Thailand tidak memiliki kemampuan daya saing pada komoditi kakao, tetapi nilai indeksnya masih lebih tinggi daripada Filipina. Rendahnya daya saing komoditi kakao Thailand diduga karena lahan perkebunan negara ini lebih didominasi oleh padi, karet, tebu, kelapa, dan tembakau sehingga nilai ekspornya relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan Indonesia, Malaysia dan Singapura. Pada periode indeks RCA komoditi kakao Thailand berada di angka 0,1. Pada tahun 2003 terjadi kenaikan menjadi 0,24 dan pada tahun 2004 turun menjadi 0,19. Pada tahun 2005 nilai indeks RCA kembali menyentuh angka 0,2. Setelah itu nilai indeks RCA menunjukkan tren penurunan selama periode Hal ini diduga berkaitan dengan penguatan nilai tukar (apresiasi) Baht terhadap Dollar AS yang berada di kisaran per USD, lebih kuat dibanding periode yang berada di kisaran per USD. Nilai indeks RCA tertinggi tercatat pada tahun 2003 dengan nilai sebesar 0,24, sedangkan nilai indeks RCA terendah tercatat pada tahun 2001 dengan nilai sebesar 0,12. Secara rata-rata nilai indeks RCA Thailand selama periode adalah sebesar 0,17. V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Daya saing komoditi kakao Indonesia adalah yang tertinggi dibanding empat negara pesaing lainnya. Dalam dua belas tahun terakhir, yakni dari 2001 sampai dengan 2012 rata-rata indeks RCA Indonesia sebesar 3,89. Malaysia menempati urutan kedua dengan rata-rata indeks RCA sebesar 1,88, kemudian Singapura dengan rata-rata indeks RCA sebesar 0,66, Thailand dengan rata-rata indeks RCA sebesar 0,17, dan Filipinadengan rata-rata indeks RCA sebesar 0, Saran 1. Meskipun daya saing kakao Indonesia adalah yang tertinggi dibandingkan negara ASEAN-5 lainnya, tetapi Indonesia masih memiliki kendala dalam hal memproduksi produk olahan kakao. Oleh karena itu perlunya pengembangan agroindustri sehingga dapat menciptakan nilai tambah yang lebih besar dibandingkan jika hanya mengekspor bi kakao. 2. Pada penelitian ini karena keterbatasan data, nilai tambah pada komoditi kakao yang dihasilkan oleh negara ASEAN-5 belum dapat dihitung. Oleh sebab itu diharapkan bagi peneliti selanjutnya untuk meneliti besarnya nilai tambah komoditi kakao dari masing-masing negara ASEAN-5. Selain itu perlu diteliti tentang perbandingan daya saing komoditi kakao antar Negara produsen kakao terbesar di dunia. Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN

10 VI. DAFTAR PUSTAKA Anggit, Rashid, Ni Made Suyastiri dan Antik Suprihanti Analisis Daya Saing Crude Palm Oil (CPO) Indonesia di Pasar Internasional. SEPA. Vol. 9, No. 1, September 2012, hlm Aprilianda, Windy Dian Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intraindustry Trade Index (IIT) pada Sektor Elektronik Intra ASEAN -5. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Arianti, Reni K dan Adrian D Lubis Analisis Daya Saing dan Kesiapan Indonesia dalam Rangka Integrasi ASEAN: Studi Kasus Automotives, Rubber Based dan Agrobased Products. Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan. Vol. 5, No. 1, Juli Asmara, Rosihan dan Nesia Artdiyasa Analisis Tingkat Daya Saing Ekspor Komoditi Perkebunan Indonesia. AGRISE. Vol. 8, No. 2, Mei 2008, hlm Basri, Faisal Perekonomian Indonesia: Tantangan dan Harapan bagi Kebangkitan Indonesia. Jakarta: Erlangga. Boansi, David Competitiveness and Determinants of Cocoa Exports from Ghana. International Journal of Agricultural Policy and Research.Vol. 1, No. 9, November 2013, hlm Bustami, Budi Ramanda dan Paidi Hidayat Analisis Daya Saing Produk Ekspor Provinsi Sumatera Utara.Jurnal Ekonomi dan Keuangan. Vol. 1, No. 2, Januari 2013, hlm Daryanto, Arief Posisi Daya Saing Pertanian Indonesia Dan Upaya Peningkatannya. Seminar Nasional tentang Peningkatan Daya Saing Agribisnis Berorientasi Kesejahteraan Petani. Bogor: Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebakan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Hlm Ekaputri, Nurani Pertiwi Analisis Perdagangan Intra Industri di Sektor Manufaktur ASEAN-5 Periode Jurnal Mini Economica. Edisi 42, Juli 2013, hlm Hadi, Prajogo U dan Sudi Mardianto Analisis Komparasi Daya Saing Produk Ekspor Pertanian antar Negara ASEAN dalam Era Perdagangan Bebas AFTA. Agro Ekonomi. Vol. 22, No. 1, Mei 2004, hlm Hady, Hamdy Ekonomi Internasional: Teori dan Kebakan Perdagangan Internasional. Jakarta: Ghalia Indonesia. Hagi, Syaiful Hadi dan Ermi Tety Analisis Daya Saing Ekspor Minyak Sawit Indonesia dan Malaysia di Pasar Internasional. Fakultas Pertanian Universitas Riau. Haryono, Dede, Soetriono, Rudi Hartadi, dan Joni Murti Mulyo Aji Analisis Daya Saing dan Dampak Kebakan Pemerintah terhadap Produksi Kakao di Jawa Timur. J-SEP. Vol. 5, No.2, Juli 2011, hlm Kalaba, Yulianti Analisis Daya Saing Kakao Indonesia. Disertasi. Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Klobor, Pius Lima Tingkatkan Devisa, Industri Kakao Indonesia Bisa Geser Pantai Gading. Diambil pada tanggal 19 Desember 2013 darihttp://blog.indotrading.com/tingkatkan-devisa-industri-kakao-indonesia-bisageser-pantai-gading/ Krugman, Paul R dan Maurice Obstfeld Ekonomi Internasional: Teori dan Kebakan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Lubis, Adrian Darmawan dan Sri Nuryanti Analisis Dampak ACFTA dan Kebakan Perdagangan Kakao di Pasar Domestik dan China. Analisis Kebakan Pertanian. Vol. 9, No. 2, Juni 2011, hlm Mankiw, N Gregory Makroekonomi. Jakarta: Erlangga. Marsa, Nurwinda Dwiva Analisis Daya Saing Industri Kertas di Indonesia Periode Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Sriwaya. Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN

11 Nazir, Mohammad Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia. Nihayah, Dyah Maya Kinerja Daya Saing Komoditas Sektor Agroindustri Indonesia. Jurnal Bisnis dan Ekonomi. Vol. 19, No. 1, Maret 2012, hlm Nugroho, Nurtamtomo Hadi Analisis Daya Saing Bi Kakao Indonesia di Pasar Dunia. J-SEP. Vol. 2, No.3, November 2008, hlm Ragimun Analisis Daya Saing Komoditas Kakao Indonesia. Pusat Kebakan Ekonomi Makro Badan Kebakan Fiskal Kemenkeu. Rahmanu, Riza Analisis Daya Saing Industri Pengolahan dan Hasil Olahan Kakao Indonesia. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Rifin, Amzul Competitiveness of Indonesia s Cocoa Beans Export in the World Market. International Journal of Trade, Economics and Finance.Vol. 4, No. 5, Oktober Salvatore, Dominick Ekonomi Internasional. Jakarta: Erlangga. Saptana Tinjauan Konsptual Mikro-Makro Daya Saing dan Strategi Pembangunan Pertanian. Forum Penelitian Agro Ekonomi. Vol. 28, No. 1, Juli 2010, hlm Sukirno, Sadono Makroekonomi Teori Pengantar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Suprihatini, Rohayati Daya Saing Ekspor Teh Indonesia di Pasar Teh Dunia. Jurnal Agro Ekonomi. Vol. 23, No. 1, Mei 2005, hlm Syadullah, Makmun Dampak Kebakan Bea Keluar terhadap Ekspor dan Industri Pengolahan Kakao. Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan. Vol. 6, No. 1, Juli 2012, hlm Tambunan, Tulus Globalisasi dan Perdagangan Internasional. Bogor: Ghalia Indonesia. Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING EKSPOR KOMODITAS KAKAO INDONESIA ANDRI VENO UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

ANALISIS DAYA SAING EKSPOR KOMODITAS KAKAO INDONESIA ANDRI VENO UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 74 ANALISIS DAYA SAING EKSPOR KOMODITAS KAKAO INDONESIA ANDRI VENO UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA ABSTRAK Komoditas kakao merupakan salah satu penyumbang devisa negara. Tanaman kakao sangat cocok dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggota ASEAN pada ASEAN Summit di Singapura pada Juni Pertemuan tersebut mendeklarasikan pembentukan Asian Free Trade Area

BAB I PENDAHULUAN. anggota ASEAN pada ASEAN Summit di Singapura pada Juni Pertemuan tersebut mendeklarasikan pembentukan Asian Free Trade Area BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi dan transportasi dewasa ini semakin mempermudah akses dalam perdagangan, terutama perdagangan internasional. Perkembangan inilah yang

Lebih terperinci

Analisis Daya Saing Biji Kakao (Cocoa beans) Indonesia di Pasar Internasional

Analisis Daya Saing Biji Kakao (Cocoa beans) Indonesia di Pasar Internasional Analisis Daya Saing Biji Kakao (Cocoa beans) Indonesia di Pasar Internasional COMPETITIVENESS ANALYSIS OF COCOA BEANS (Cocoa beans) INDONESIA IN THE INTERNATIONAL MARKET Nurul Fitriana, Suardi Tarumun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan dan penawaran pada dasarnya merupakan penyebab terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan dan penawaran pada dasarnya merupakan penyebab terjadinya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Permintaan dan penawaran pada dasarnya merupakan penyebab terjadinya perdagangan antar negara. Sobri (2001) menyatakan bahwa perdagangan internasional adalah

Lebih terperinci

VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM. hanya merujuk pada ketidakmampuan individu dalam menghasilkan setiap barang

VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM. hanya merujuk pada ketidakmampuan individu dalam menghasilkan setiap barang VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM Dalam rangka memenuhi kebutuhan ekonomi, penting artinya pembahasan mengenai perdagangan, mengingat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia memerlukan orang lain untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN TERDAHULU. Perdagangan luar negeri adalah perdagangan barang-barang suatu negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN TERDAHULU. Perdagangan luar negeri adalah perdagangan barang-barang suatu negara BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN TERDAHULU 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Teori perdagangan internasional Perdagangan luar negeri adalah perdagangan barang-barang suatu negara dengan negara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan antar negara akan menciptakan pasar yang lebih kompetitif dan mendorong pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Kondisi sumber daya alam Indonesia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu pendorong peningkatan perekonomian suatu negara. Perdagangan internasional, melalui kegiatan ekspor impor memberikan keuntungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercermin dari kegiatan perdagangan antar negara. Perdagangan antar negara

BAB I PENDAHULUAN. tercermin dari kegiatan perdagangan antar negara. Perdagangan antar negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini interaksi antar negara merupakan hal yang tidak bisa dihindari dan hampir dilakukan oleh setiap negara di dunia, interaksi tersebut biasanya tercermin dari

Lebih terperinci

PENINGKATAN DAYA SAING EKSPOR PRODUK OLAHAN KAKAO INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL (Studi pada Ekspor Produk Olahan Kakao Indonesia tahun )

PENINGKATAN DAYA SAING EKSPOR PRODUK OLAHAN KAKAO INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL (Studi pada Ekspor Produk Olahan Kakao Indonesia tahun ) PENINGKATAN DAYA SAING EKSPOR PRODUK OLAHAN KAKAO INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL (Studi pa Ekspor Produk Olahan Kakao Indonesia tahun 2009-2014) Della Andini Edy Yulianto Dahlan Fanani Fakultas Ilmu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha perkebunan merupakan usaha yang berperan penting bagi perekonomian nasional, antara lain sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi petani, sumber

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb 13 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Definisi Karet Remah (crumb rubber) Karet remah (crumb rubber) adalah karet alam yang dibuat secara khusus sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING EKSPOR KOMODITI CRUDE PALM OIL (CPO) PROVINSI RIAU. Eriyati Rosyetti. Abstraksi

ANALISIS DAYA SAING EKSPOR KOMODITI CRUDE PALM OIL (CPO) PROVINSI RIAU. Eriyati Rosyetti. Abstraksi 1 ANALISIS DAYA SAING EKSPOR KOMODITI CRUDE PALM OIL (CPO) PROVINSI RIAU Eriyati Rosyetti Abstraksi Perkembangan komoditi Crude Palm Oil (CPO) Riau menghadapi berbagai saingan, untuk itu studi analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi ini, perdagangan internasional sudah menjadi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi ini, perdagangan internasional sudah menjadi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era globalisasi ini, perdagangan internasional sudah menjadi kebutuhan bagi setiap bangsa dan negara yang ingin maju khususnya dalam bidang ekonomi. Dimana

Lebih terperinci

Jl. Prof. A. Sofyan No.3 Medan Hp ,

Jl. Prof. A. Sofyan No.3 Medan Hp , ANALISIS TINGKAT DAYA SAING KARET INDONESIA Riezki Rakhmadina 1), Tavi Supriana ), dan Satia Negara Lubis 3) 1) Alumni Fakultas Pertanian USU ) dan 3) Staf Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, dalam kata lain cadangan migas Indonesia akan semakin menipis.

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, dalam kata lain cadangan migas Indonesia akan semakin menipis. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian masih menjadi salah satu primadona Indonesia untuk jenis ekspor non-migas. Indonesia tidak bisa menggantungkan ekspornya kepada sektor migas saja sebab

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang mengandalkan sektor migas dan non migas sebagai penghasil devisa. Salah satu sektor non migas yang mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. struktur perekonomian suatu negara (Nopirin, 2012: 2). Perdagangan internasional

BAB II KAJIAN PUSTAKA. struktur perekonomian suatu negara (Nopirin, 2012: 2). Perdagangan internasional BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Perdagangan Internasional Teori perdagangan internasional membantu menjelaskan arah serta komposisi perdagangan antara beberapa negara serta bagaimana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF LADA INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF LADA INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL Analisis Keunggulan Kompetitif Lada Indonesia di Pasar Internasional ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF LADA INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL Agung Hardiansyah, Djaimi Bakce & Ermi Tety Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

DAYA SAING KARET INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL. Nuhfil Hanani dan Fahriyah. Abstrak

DAYA SAING KARET INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL. Nuhfil Hanani dan Fahriyah. Abstrak 1 DAYA SAING KARET INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL Nuhfil Hanani dan Fahriyah Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk melihat dan menganalisis kinerja ekonomi karet Indonesia dan menganalisis daya karet

Lebih terperinci

BAB V ALIRAN PERDAGANGAN, KONDISI TARIF DAN PERFORMA EKSPOR INDONESIA DI PASAR ASEAN PLUS THREE

BAB V ALIRAN PERDAGANGAN, KONDISI TARIF DAN PERFORMA EKSPOR INDONESIA DI PASAR ASEAN PLUS THREE BAB V ALIRAN PERDAGANGAN, KONDISI TARIF DAN PERFORMA EKSPOR INDONESIA DI PASAR ASEAN PLUS THREE 5.1. Aliran Perdagangan dan Kondisi Tarif Antar Negara ASEAN Plus Three Sebelum menganalisis kinerja ekspor

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya yang dihasilkan dari industri agro perlu dianalisis, dipahami

I. PENDAHULUAN. khususnya yang dihasilkan dari industri agro perlu dianalisis, dipahami I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin liberalnya perdagangan dunia akan menuntut peningkatan daya saing produk Indonesia di pasar global. Kemampuan bersaing produk Indonesia khususnya yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan internasional. Dalam situasi globalisasi ekonomi, tidak ada satupun

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan internasional. Dalam situasi globalisasi ekonomi, tidak ada satupun 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu aspek penting dalam perekonomian suatu negara adalah perdagangan internasional. Dalam situasi globalisasi ekonomi, tidak ada satupun negara yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING CRUDE PALM OIL (CPO) INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL

ANALISIS DAYA SAING CRUDE PALM OIL (CPO) INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL SEPA : Vol. 9 No.1 September 2012 : 125 133 ISSN : 1829-9946 ANALISIS DAYA SAING CRUDE PALM OIL (CPO) INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL RASHID ANGGIT Y.A.D 1, NI MADE SUYASTIRI Y.P 2, ANTIK SUPRIHANTI 2

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian sangat berpengaruh bagi perkembangan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. ekonomi internasional (ekspor dan impor) yang meliputi perdagangan dan

III. KERANGKA PEMIKIRAN. ekonomi internasional (ekspor dan impor) yang meliputi perdagangan dan III. KERANGKA PEMIKIRAN Ekonomi Internasional pada umumnya diartikan sebagai bagian dari ilmu ekonomi yang mempelajari dan menganalisis transaksi dan permasalahan ekonomi internasional (ekspor dan impor)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam dunia modern sekarang suatu negara sulit untuk dapat memenuhi seluruh kebutuhannya sendiri tanpa kerjasama dengan negara lain. Dengan kemajuan teknologi yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki sumberdaya alam yang melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang tepat untuk

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING EKSPOR TOMAT INDONESIA DALAM MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) PENDAHULUAN

ANALISIS DAYA SAING EKSPOR TOMAT INDONESIA DALAM MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) PENDAHULUAN P R O S I D I N G 134 ANALISIS DAYA SAING EKSPOR TOMAT INDONESIA DALAM MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) Tartila Fitri 1) Suhartini 1) 1) Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang PENDAHULUAN

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPARASI DAYA SAING PRODUK EKSPOR PERTANIAN ANTAR NEGARA ASEAN DALAM ERA PERDAGANGAN BEBAS AFTA

ANALISIS KOMPARASI DAYA SAING PRODUK EKSPOR PERTANIAN ANTAR NEGARA ASEAN DALAM ERA PERDAGANGAN BEBAS AFTA ANALISIS KOMPARASI DAYA SAING PRODUK EKSPOR PERTANIAN ANTAR NEGARA ASEAN DALAM ERA PERDAGANGAN BEBAS AFTA Prajogo U. Hadi dan Sudi Mardianto Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Jl.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan suatu negara dan diyakini merupakan lokomotif penggerak dalam

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan suatu negara dan diyakini merupakan lokomotif penggerak dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi seperti sekarang ini setiap negara melakukan perdagangan internasional. Salah satu kegiatan perdagangan internasional yang sangat penting bagi keberlangsungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran barang dan jasa antara penduduk dari negara yang berbeda dengan

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran barang dan jasa antara penduduk dari negara yang berbeda dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan pesat globalisasi dalam beberapa dasawarsa terakhir mendorong terjadinya perdagangan internasional yang semakin aktif dan kompetitif. Perdagangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. Teori ini dikenal dengan sebutan teori Heksher-Ohlin (H-O). Nama teori ini

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. Teori ini dikenal dengan sebutan teori Heksher-Ohlin (H-O). Nama teori ini BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1. Landasan Teori 2.1.1 Teori Modern (H-O) Teori ini dikenal dengan sebutan teori Heksher-Ohlin (H-O). Nama teori ini diambil dari kedua pencetusnya yang berasal dari

Lebih terperinci

DAYA SAING KAKAO INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL ABSTRACT ABSTRAK

DAYA SAING KAKAO INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL ABSTRACT ABSTRAK DAYA SAING KAKAO INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL Anggita Tresliyana *)1, Anna Fariyanti **), dan Amzul Rifin **) *) Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Badan Litbang Pertanian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Globalisasi ekonomi telah menambahkan banyak tantangan baru bagi agribisnis di seluruh dunia. Agribisnis tidak hanya bersaing di pasar domestik, tetapi juga untuk bersaing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk 114 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk perekonomian bagi masyarakat Indonesia. Salah satu sektor agroindustri yang cendrung berkembang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara yang saling membutuhkan satu sama lain. Kegiatan ini diperlukan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. negara yang saling membutuhkan satu sama lain. Kegiatan ini diperlukan oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan kegiatan transaksi jual beli antar negara yang saling membutuhkan satu sama lain. Kegiatan ini diperlukan oleh setiap negara untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk kemudian didatangkan ke negara tersebut dengan tujuan untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. untuk kemudian didatangkan ke negara tersebut dengan tujuan untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu kegiatan yang berperan penting dalam perekonomian suatu negara adalah kegiatan perdagangan internasional. Sehingga perdagangan internasional harus

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Dayasaing Dayasaing merupakan kemampuan usaha suatu industri untuk menghadapi berbagai lingkungan kompetitif. Dayasaing dapat diartikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi suatu negara ke dalam kawasan integrasi ekonomi telah menarik perhatian banyak negara, terutama setelah Perang Dunia II dan menjadi semakin penting sejak tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional memiliki peranan penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu negara terhadap arus

Lebih terperinci

Muhammad Firdaus dan Bayu Geo Sandy Silalahi

Muhammad Firdaus dan Bayu Geo Sandy Silalahi Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 1. No 2 Desember 2007) 23 POSISI BERSAING NENAS DAN PISANG INDONESIA DI PASAR DUNIA Muhammad Firdaus 1 dan Bayu Geo Sandy Silalahi 2 1 Departemen Ilmu Ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan perekonomian nasional dan menjadi sektor andalan serta mesin penggerak pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Subsektor perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Subsektor perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Subsektor perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Pada saat

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT DAYA SAING EKSPOR BUAH-BUAHAN INDONESIA ANALYSIS COMPETITIVENES LEVEL EXPORT FRUIT INDONESIA

ANALISIS TINGKAT DAYA SAING EKSPOR BUAH-BUAHAN INDONESIA ANALYSIS COMPETITIVENES LEVEL EXPORT FRUIT INDONESIA AGRISE Volume IX No. 1 Bulan Januari 2009 ISSN: 1412-1425 ANALISIS TINGKAT DAYA SAING EKSPOR BUAH-BUAHAN INDONESIA ANALYSIS COMPETITIVENES LEVEL EXPORT FRUIT INDONESIA Nuhfil Hanani 1, Rachman Hartono

Lebih terperinci

Disusun Oleh : DIAN AYU PURNAMASARI B

Disusun Oleh : DIAN AYU PURNAMASARI B ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR KELAPA SAWIT INDONESIA Disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar strara I pada Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING INDUSTRI PENGOLAHAN DAN HASIL OLAHAN KAKAO INDONESIA OLEH : RIZA RAHMANU H

ANALISIS DAYA SAING INDUSTRI PENGOLAHAN DAN HASIL OLAHAN KAKAO INDONESIA OLEH : RIZA RAHMANU H ANALISIS DAYA SAING INDUSTRI PENGOLAHAN DAN HASIL OLAHAN KAKAO INDONESIA OLEH : RIZA RAHMANU H14052235 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN RIZA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perdagangan Antarnegara Tingkat perekonomian yang paling maju ialah perekonomian terbuka, di mana dalam perekonomian terbuka ini selain sektor rumah tangga, sektor perusahaan,

Lebih terperinci

SILABUS. : Perdagangan Pertanian Nomor Kode/SKS : ESL 314 / 3(3-0)2

SILABUS. : Perdagangan Pertanian Nomor Kode/SKS : ESL 314 / 3(3-0)2 SILABUS Matakuliah : Pertanian Nomor Kode/SKS : ESL 314 / 3(3-0)2 Semester : 6 (enam) Deskripsi Singkat : Mata kuliah ini membahas konsep, teori, kebijakan dan kajian empiris perdagangan pertanian dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia pada periode 24 28 mulai menunjukkan perkembangan yang pesat. Kondisi ini sangat memengaruhi perekonomian dunia. Tabel 1 menunjukkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam pengembangan sektor pertanian sehingga sektor pertanian memiliki fungsi strategis dalam penyediaan pangan

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pertanian, BPS, Gapkindo, ITS (International Trade Statistics), statistik FAO,

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pertanian, BPS, Gapkindo, ITS (International Trade Statistics), statistik FAO, IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari beberapa sumber seperti Departemen Perdagangan, Departemen Pertanian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

Keunggulan Komparatif Produk Alas Kaki Indonesia ke Negara ASEAN Tahun 2013

Keunggulan Komparatif Produk Alas Kaki Indonesia ke Negara ASEAN Tahun 2013 JEKT 8 [2] : 172-178 ISSN : 2301-8968 Keunggulan Komparatif Produk Alas Kaki Indonesia ke Negara ASEAN Tahun 2013 Kadek Mega Silvia Andriani *) Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas

Lebih terperinci

Analisis Daya Saing Komoditi Crude Palm Oil (CPO) Indonesia Tahun Ni Nyoman Ayu Puri Astrini

Analisis Daya Saing Komoditi Crude Palm Oil (CPO) Indonesia Tahun Ni Nyoman Ayu Puri Astrini E-Jurnal EP Unud, 4 [1] : 12-20 ISSN: 2303-0178 Analisis Daya Saing Komoditi Crude Palm Oil (CPO) Indonesia Tahun 2001-2012 Ni Nyoman Ayu Puri Astrini Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari aktivitas perdagangan international yaitu ekspor dan impor. Di Indonesia sendiri saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri kerajinan rotan di Kabupaten Cirebon merupakan sentra dari

BAB I PENDAHULUAN. Industri kerajinan rotan di Kabupaten Cirebon merupakan sentra dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri kerajinan rotan di Kabupaten Cirebon merupakan sentra dari industri kerajinan rotan nasional. Industri tersebut ada sejak tahun 1930-an, dan pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara adalah perdagangan internasional. Perdagangan internasional

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara adalah perdagangan internasional. Perdagangan internasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kegiatan yang terpenting dalam meningkatkan perekonomian suatu negara adalah perdagangan internasional. Perdagangan internasional adalah kegiatan untuk memperdagangkan

Lebih terperinci

ERD GANGAN INTERNA INTERN SIONA SION L

ERD GANGAN INTERNA INTERN SIONA SION L PERDAGANGAN INTERNASIONAL PIEw13 1 KEY QUESTIONS 1. Barang-barang apakah yang hendak dijual dan hendak dibeli oleh suatu negara dalam perdagangan internasional? 2. Atas dasar apakah barang-barang tersebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan Nilai Ekspor Minyak Sawit Indonesia CPO Turunan CPO Jumlah. Miliar)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan Nilai Ekspor Minyak Sawit Indonesia CPO Turunan CPO Jumlah. Miliar) 1 I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Komoditas kelapa sawit Indonesia merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peranan sangat penting dalam penerimaan devisa negara, pengembangan perekonomian

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3 4.1.1 Produk Domestik Bruto (PDB) Selama kurun waktu tahun 2001-2010, PDB negara-negara ASEAN+3 terus menunjukkan tren yang meningkat

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING BIJI KAKAO INDONESIA DI PASAR DUNIA. Nurtamtomo Hadi Nugroho*) ABSTRACT

ANALISIS DAYA SAING BIJI KAKAO INDONESIA DI PASAR DUNIA. Nurtamtomo Hadi Nugroho*) ABSTRACT ANALISIS DAYA SAING BIJI KAKAO INDONESIA DI PASAR DUNIA Nurtamtomo Hadi Nugroho*) *) Mahasiswa Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian-Universitas Jember ABSTRACT is represents as the producing country of cocoa

Lebih terperinci

: Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan

: Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan Judul Nama : Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan NIM : 1306105127 Abstrak Integrasi ekonomi merupakan hal penting yang perlu

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Permintaan Permintaan adalah jumlah barang atau jasa yang rela dan mampu dibeli oleh konsumen selama periode tertentu (Pappas & Hirschey

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perikanan. Luas wilayah laut Indonesia sangat luas yaitu sekitar 7,9 juta km 2 dan

BAB I PENDAHULUAN. perikanan. Luas wilayah laut Indonesia sangat luas yaitu sekitar 7,9 juta km 2 dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai Negara kepulauan, Indonesia memiliki potensi yang besar di sektor perikanan. Luas wilayah laut Indonesia sangat luas yaitu sekitar 7,9 juta km 2 dan memiliki

Lebih terperinci

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR BERAS DI INDONESIA TAHUN (Pendekatan Error Correction Model) Erikson Manurung

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR BERAS DI INDONESIA TAHUN (Pendekatan Error Correction Model) Erikson Manurung FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR BERAS DI INDONESIA TAHUN 1991 2011 (Pendekatan Error Correction Model) Erikson Manurung Nurcahyaningtyas Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur perekonomian internasional yang lebih bebas dengan jalan menghapuskan semua hambatanhambatan

Lebih terperinci

DAYA SAING KARET ALAM INDONESIA DI PASAR DUNIA COMPETITIVENESS OF INDONESIAN NATURAL RUBBER AT WORLD MARKET

DAYA SAING KARET ALAM INDONESIA DI PASAR DUNIA COMPETITIVENESS OF INDONESIAN NATURAL RUBBER AT WORLD MARKET Habitat Volume XXV, No. 3, Bulan Desember 2014 ISSN: 0853-5167 DAYA SAING KARET ALAM INDONESIA DI PASAR DUNIA COMPETITIVENESS OF INDONESIAN NATURAL RUBBER AT WORLD MARKET Satriyo Ihsan Radityo 1), Rini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan negara karena setiap negara membutuhkan negara lain untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya hubungan saling ketergantungan (interdependence) antara

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya hubungan saling ketergantungan (interdependence) antara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian setiap negara di dunia. Hal ini didorong oleh semakin meningkatnya hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadikan Asean sebagai basis produksi pasar dunia. Dilanjutkan dengan WTO ( World Trade Organization ) yaitu organisasi

BAB I PENDAHULUAN. menjadikan Asean sebagai basis produksi pasar dunia. Dilanjutkan dengan WTO ( World Trade Organization ) yaitu organisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada era globalisasi ini telah menjadikan setiap negara melakukan perdagangan secara bebas, sehingga tingkat persaingan di berbagai sektor perdagangan semakin

Lebih terperinci

JIIA, VOLUME 2, No. 1, JANUARI 2014

JIIA, VOLUME 2, No. 1, JANUARI 2014 ANALISIS POSISI DAN TINGKAT KETERGANTUNGAN IMPOR GULA KRISTAL PUTIH DAN GULA KRISTAL RAFINASI INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL (Analysis of the Position and Level of Dependency on Imported White Sugar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bakat, dan IPTEK beserta barang dan jasa yang dihasilkannya dapat dengan mudah

BAB I PENDAHULUAN. bakat, dan IPTEK beserta barang dan jasa yang dihasilkannya dapat dengan mudah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi dan perdagangan bebas sekarang ini, manusia dengan ide, bakat, dan IPTEK beserta barang dan jasa yang dihasilkannya dapat dengan mudah melewati

Lebih terperinci

Analisis ekspor karet dan pengaruhnya terhadap PDRB di Provinsi Jambi

Analisis ekspor karet dan pengaruhnya terhadap PDRB di Provinsi Jambi Analisis ekspor karet dan pengaruhnya terhadap PDRB di Provinsi Jambi Paula Naibaho Mahasiswa Prodi Ekonomi Pembangunan Fak. Ekonomi dan Bisnis Universitas Jambi Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara agraris sudah tidak diragukan lagi hasil buminya, baik dari sisi buah-buahan maupun sayur-sayurannya. Salah satu yang menjadi andalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perdagangan internasional berawal dari adanya perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perdagangan internasional berawal dari adanya perbedaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan perdagangan internasional berawal dari adanya perbedaan sumber daya yang dimiliki setiap negara dan keterbukaan untuk melakukan hubungan internasional

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KOPI INDONESIA DAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAYA SAING KOMODITAS KOPI INDONESIA TAHUN JURNAL

ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KOPI INDONESIA DAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAYA SAING KOMODITAS KOPI INDONESIA TAHUN JURNAL ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KOPI INDONESIA DAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAYA SAING KOMODITAS KOPI INDONESIA TAHUN 2001 2015 JURNAL Oleh: Nama : Ilham Rahman Nomor Mahasiswa : 13313012 Jurusan

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA EKSPOR 5 KOMODITAS PERKEBUNAN UNGGULAN INDONESIA TAHUN

ANALISIS KINERJA EKSPOR 5 KOMODITAS PERKEBUNAN UNGGULAN INDONESIA TAHUN ANALISIS KINERJA EKSPOR 5 KOMODITAS PERKEBUNAN UNGGULAN INDONESIA TAHUN 2012-2016 Murjoko Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret email: murjoko@outlook.com Abstrak Indonesia merupakan negara yang

Lebih terperinci

Kinerja Ekspor Nonmigas November 2010 Memperkuat Optimisme Pencapaian Target Ekspor 2010

Kinerja Ekspor Nonmigas November 2010 Memperkuat Optimisme Pencapaian Target Ekspor 2010 SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 111 Telp: 21-386371/Fax: 21-358711 www.kemendag.go.id Kinerja Ekspor Nonmigas November 21 Memperkuat Optimisme

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional bukan hal baru bagi Indonesia, perdangangan internasional menjadi salah satu jalan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Pada

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITI KAKAO

OUTLOOK KOMODITI KAKAO ISSN 1907-1507 OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2014 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i

Lebih terperinci

PENGARUH EKSPOR, IMPOR DAN KURS TERHADAP CADANGAN DEVISA NASIONAL PERIODE

PENGARUH EKSPOR, IMPOR DAN KURS TERHADAP CADANGAN DEVISA NASIONAL PERIODE PENGARUH EKSPOR, IMPOR DAN KURS TERHADAP CADANGAN DEVISA NASIONAL PERIODE 1999-2010 I Putu Kusuma Juniantara Made Kembar Sri Budhi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Udayana Abstrak

Lebih terperinci

Arif Maulana a,, Fitri Kartiasih b. [diterima: 1 Oktober 2016 disetujui: 29 Mei 2017 terbit daring: 16 Oktober 2017]

Arif Maulana a,, Fitri Kartiasih b. [diterima: 1 Oktober 2016 disetujui: 29 Mei 2017 terbit daring: 16 Oktober 2017] Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 17 No. 2 Januari 2017: 103 117 p-issn 1411-5212; e-issn 2406-9280 DOI: http://dx.doi.org/10.21002/jepi.v17i2.664 103 Analisis Ekspor Kakao Olahan Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era globalisasi seperti sekarang ini setiap negara melakukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era globalisasi seperti sekarang ini setiap negara melakukan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi seperti sekarang ini setiap negara melakukan perdagangan internasional. Salah satu kegiatan perdagangan internasional yang sangat penting

Lebih terperinci

BAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN

BAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN BAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN Disepakatinya suatu kesepakatan liberalisasi perdagangan, sesungguhnya bukan hanya bertujuan untuk mempermudah kegiatan perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian di dalam negeri maupun di dunia internasional. Dampak yang

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tekstil terutama bagi para pengusaha industri kecil dan menengah yang lebih mengalami

BAB I PENDAHULUAN. tekstil terutama bagi para pengusaha industri kecil dan menengah yang lebih mengalami BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Persaingan global merupakan masalah besar bagi industri tekstil dan produk tekstil terutama bagi para pengusaha industri kecil dan menengah yang lebih mengalami masa

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen dan pengekspor terbesar minyak kelapa sawit di dunia. Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan mengenai daya saing ekspor komoditas kopi di Indonesia dan faktor-faktor pendorong dan penghambatnya, maka dapat

Lebih terperinci