BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Mutakhir Penelitian ini mengacu terhadap referensi-referensi yang terkait dengan penelitian yang telah ada, dimana masing-masing penulis menggunakan metode penelitian yang berbeda tergantung atas permasalahan yang akan dikaji. Penggunaan beberapa referensi ini akan membedakan pembahasan yang dibahas penulis dengan Tugas Akhir yang telah ada sebelumnya. Berikut referensi dari Tugas Akhir yang telah ada. 1. Referensi yang pertama merupakan sebuah penelitian yang berjudul Perencanaan Jaringan HSDPA Outdoor pada Daerah Urban Menggunakan Aplikasi GENEX U-Net oleh Mukhlisin Ali Akhmadi, Pada penelitian ini membuat simulasi dan prediksi tentang kapasitas dan cakupan jaringan HSDPA di daerah perkotaan di Semarang Tengah dan Semarang Selatan dengan menggunakan software GENEX RND sebagai software dimensioning jaringan dan GENEX U-Net sebagai software perencanaan jaringan. Hasil dari simulasi tersebut adalah jumlah koneksi HSDPA yang meningkat dipengaruhi oleh beberapa alasan, yaitu jumlah Node B meningkat dari 14 menjadi 20, jumlah carrier meningkat dari satu menjadi dua, dan jumlah panggilan per jam untuk HSDPA meningkat dari 0,23 menjadi 0,83. Untuk mendapatkan hasil prediksi, harus diputuskan pertama tentang konfigurasi jaringan. Dengan menggunakan 14 Node B, dua carier dan 0,83 panggilan per jam penggunaan layanan HSDPA, maka hasilnya adalah, rata-rata tingkat sinyal cakupan adalah -74,57 dbm, persentase tertinggi dari sinyal pilot adalah 92% pada rentang -15 sampai - 20 DB, persentase tertinggi cakupan saluran HS-SCCH adalah 60% pada kisaran 30 sampai 35 db, persentase tertinggi HS-DSCH cakupan daya saluran adalah 64% pada rentang -5 sampai 0 db, persentase throughput RLC tertinggi adalah 20,2% pada 160 Kbps. 6

2 7 2. Referensi yang kedua merupakan sebuah penelitian yang berjudul Optimalisasi Cakupan Jaringan LTE oleh Yanbo Fu, Pada penelitian ini mengoptimasi coverage area di kota Qingdao Unicom menggunakan software GENEX Probe dan GENEX Assistant. Hasil dari penelitian ini adalah untuk kasus distribusi RSCP terdapat masalah dan terdapat site yang belum dibuka di wilayah tersebut menyebabkan cakupan blankspot yang cukup besar. Area cakupan tersebut menyebabkan dropped calls sehingga kawasan ini menggunakan terminal komunikasi Wu Brigade-2 (PCI151), Jalan Chamshan Fusin Bangunan-3 (PCI319), Dinasti Huaiquan-3 (PCI134) dan Tiantai Stadium-3 (PCI134) untuk jangkauan jaringan. Direkomendasikan pada Jalan Chamshan Fusin membangun 3 site disesuaikan sampai 290 derajat, Terminal komunikasi Wu Brigade 2 site disesuaikan menjadi 190 derajat, dan juga untuk meningkatkan relasi neighbor antara terminal komunikasi Jalan Chamshan Fusin membangun 3 site, Wu Brigade 2 site dan Tiantai Stadium 2 site. Pada kasus distribusi ECIO terdapat masalah cakupan lemah yang relatif jelas karena interferensi sinyal. Dengan mempertimbangkan bahwa sisi selatan daerah tersebut adalah laut, cakupan area yang tidak tertarget, penyesuaian antena tidak akan berpengaruh pada kualitas jaringan di sekitarnya. Untuk itu, disarankan untuk menyesuaikan posisi People s Liberation Army Force-2 (PCI206) dan Stasiun Polisi Badaxia -3 (PCI356) agar terjangkau sepanjang jalan, dan sesuaikan sudut Stasiun Kantor Pos-2 (PCI161) sampai 180 derajat, dan atur sudut kemiringan ke bawah hingga 2 derajat. 3. Referensi yang ketiga merupakan sebuah penelitian yang berjudul Determinasi Path Loss Menggunakan Model Hatta dan Pengaruh Path Loss pada OFDM oleh Tony Thomas, Pada penelitian ini melakukan drive test dan menganalisis hasil drive test yang kemudian membandingkan OFDM dengan dan tanpa path loss menggunakan model propagasi Okumura Hatta untuk memprediksi kekuatan sinyal di Chennai. Pengukuran drive test dilakukan menggunakan software GENEX Probe dan menganalisis data drive test

3 8 dengan software GENEX Assistant dan MapInfo kemudian memplot jarak menggunakan Matlab. Path loss tersebut dapat dihitung dengan persamaan dan hasil dari analisis menunjukkan bahwa path loss yang diukur kurang dari path loss yang diperkirakan. Perbedaan ini karena banyak alasan, salah satu alasannya adalah situasi geografis Chennai berbeda dengan Jepang. Ini berarti Mean Squared Error (MSE) dihitung antara nilai loss yang diukur dan yang diprediksi oleh model Okumura Hatta. MSE didapatkan sekitar 170 db. Oleh karena itu MSE dikurangi dari persamaan Hata. Kemudian kinerja OFDM dengan variabel M-ary QAM ini didapatkan dalam angka Nfft (N titik FFT / ifft) yaitu 64 dan dengan penambahan 25% cyclic prefix yang ditransmisikan. Kinerja OFDM menggunakan model Okumura Hatta ini diplot dengan dan tanpa path loss. Angka diplot dengan titik N FFT / IFFT adalah 64 dan M = 64. Efek dari path loss dipertimbangkan dalam hasil simulasi ini dan Model Okumura Hatta mengalami path loss yang cukup signifikan. Tabel 2.1 Tinjauan Mutakhir (State Of The Art) No. Nama Penulis Judul Metode Hasil 1. Mukhlisin Ali Metode Pembuatan Akhmadi Simulasi Perencanaan Jaringan HSDPA Outdoor pada Daerah Urban Menggunakan Aplikasi GENEX U-Net 2. Yanbo Fu Optimalisasi Cakupan Jaringan LTE Perencanaan Jaringan serta perhitungan Model Propagasi COST 231-HATTA dan Model Propagasi Standar. Metode Pengukuran drive test Menggunakan GENEX Probe dan Jumlah Node B meningkat dari 14 menjadi 20, jumlah carrier meningkat dari satu menjadi dua, dan panggilan per jam meningkat dari 0,23 menjadi 0,83. Proses optimalisasi di kota Qingdao

4 9 3. Tony Thomas Determinasi Path Loss Menggunakan Model Hatta dan Pengaruh Path Loss pada OFDM Melakukan Analisis dengan GENEX Assistant Selanjutnya Melakukan Proses Optimalisasi Metode Pengukuran drive test Menggunakan GENEX Probe, Melakukan Analisis dengan GENEX Assistant serta MapInfo dan perhitungan Path Loss serta Model Propagasi Okumura Hatta Unicom direkomenda sikan dengan menambah new site dan penyesuaian antena. Path loss yang diukur kurang dari path loss yang diperkirakan. Efek dari path loss dipertimbang kan dalam hasil simulasi ini dan model Okumura Hatta mengalami path loss yang cukup signifikan Tinjauan Pustaka Konsep Jaringan Konsep jaringan komunikasi yang direncanakan disini menggunakan konsep jaringan komunikasi seluler. Komponen utama jaringan selular secara umum terdiri dari base station, MTSO (mobile telecommunications switching office), dan perangkat mobile telephone. Base station secara umum berfungsi untuk memberikan jalur hubungan komunikasi radio dengan perangkat-perangkat komunikasi seluler yang ada di dalam wilayah seluler. MTSO berfungsi sebagai pengatur lalu-lintas komunikasi yang menghubungkan jaringan seluler dengan jaringan yang lain, memonitor kualitas sinyal dan komunikasi serta mengontrol perpindahan mobile station dan pengontrol base station yang melayani mobile station. Gambar desain jaringan seluler secara umum ditunjukkan pada gambar 2.1.

5 10 Dalam penggunaan konsep jaringan seluler memiliki karakteristikkarakteristik dasar, diantaranya adalah : 1. Pengalokasian bandwidth kecil. 2. Efisiensi pemakaian frekuensi tinggi, dengan penggunaan Frequency reuse. 3. Modulasi digital. 4. Kapasitas sistem menjadi meningkat. 5. Daerah pelayanan dibagi atas daerah-daerah kecil yang disebut sel. 6. Daya yang digunakan kecil. 7. Mendukung Handover. 8. Efisiensi kanal tinggi karenan menggunakan metode akses jamak. 9. Terhubung ke jaringan lain. Gambar 2.1 Desain jaringan seluler (Pramulia, 2015) Konsep Seluler Seluler merupakan system komunikasi yang memberikan layanan komunikasi data, voice, dan video yang dapat dilakukan dalam keadaan bergerak. Yang mana pada konsep seluler ini pengguna dapat melakukan hubungan komunikasi dengan pengguna lain tanpa bergantung adanya media fisik. Cell merupakan bagian kecil dari cakupan suatu wilayah, Pembagian sel-sel dalam

6 11 sistem seluler dimodelkan dalam bentuk hexagonal dimana tiap sel nya memiliki satu frekuensi, yang mana frekuensi antar sel tidak boleh berdekatan agar tidak terjadi overlapping. (Pramulia, 2015) Gambar 2.2 Konsep Sel (Pramulia, 2015) Terdapat empat jenis sel berdasarkan jari-jari sel, yaitu : 1. Makrosel, yaitu jenis sel yang digunkaan untuk daerah urban. Dimana pada daerah ini merupakan daerah yang padat akan penduduk dan banyak terdapat gedung-gedung tinggi. 2. Mikrosel digunakan untuk ketinggian antena yang tidak lebih dari 25 meter, yang merupakan sel dengan wilayah coverage lebih kecil dibandingkan makrosel. Mikrosel merupakan salah satu solusi yang bisa digunakan apabila makrosel sudah tidak bisa lagi memenuhi kebutuhan pelanggan yang padat. Suatu daerah dengan user yang padat tidak cukup hanya dilayani dengan makrosel dikarenakan pelayanan yang didapat tidak merata. Maka diperlukan adanya pembagian daerah coverage yang lebih kecil untuk mencover daerah yang tidak dijangkau oleh makrosel dan berfungsi sebagai penambah jaringan kapasitas pada daerah yang penggunaan selulernya padat. Penempatan mikrosel ini tidak memerlukan wilayah yang cukup luas seperti hal nya penempatan makrosel dan diletakkan pada gedung-gedung atau diatas bangunan. 3. Piko Sel merupakan penempatan sel yang terdapat di dalam gedung atau ruangan yang berfungsi sebagai penopang trafik yang terjadi di dalam ruangan dan juga berfungsi untuk mengatasi adanya interferensi yang terjadi di dalam gedung akibat pemantulan dinding gedung. 4. Femto Sel merupakan Base Transceiver Station mini yang dipasang pada

7 12 wilayah bersinyal rendah yang mana penempatan femto cell ini dipasang di dalam ruangan dengan ukuran yang kecil sehingga tetap bisa memberikan pelayanan seluler terhadap pelanggan yang berada di dalam ruangan. Fungsi femto cell dapat meningkatkan konektivitas, availabilitas, mobilitas dan juga performansi layanan. Selain itu adanya femto sel ini bertujuan untuk meningkatkan coverage dan kapasitas di dalam ruangan dikarenakan sinyal dari BTS outdoor ke indoor tidak maksimal. (Pramulia, 2015) Gambar 2.3 Makrosel, Mikrosel, Pico Sel dan Femto Sel (Pramulia, 2015) Sel Hexagonal Sel hexagonal dipilih dalam perencanaan dikarenakan dapat menutupi wilayah tanpa celah dan juga tidak terjadi tumpang tindih antara sel satu dengan sel yang lainnya, yang mana bentuk sel hexagonal dapat dilihat pada dibawah. Gambar 2.4 Sel Hexagonal (Pramulia, 2015) Untuk rumusan luas sel hexagonal, dilakukan dengan persamaan :.. (2.1)

8 13 Dimana : Pengenalan LTE Long Term Evolution (LTE) adalah sebuah nama yang diberikan kepada suatu proyek dalam The Third Generation Partnership Project (3GPP) untuk mengembangkan standar komunikasi bergerak Universal Mobile Telecommunication System (UMTS) dalam mengatasi kebutuhan mendatang. Menurut standar, LTE memberikan kecepatan uplink hingga 50 megabit per detik (Mbps) dan kecepatan downlink hingga 100 Mbps. Tidak diragukan lagi, LTE akan membawa banyak manfaat bagi jaringan selular. Perkembangan telekomunikasi menurut standar 3GPP terlihat pada Gambar 2.5. Gambar 2.5 Evolusi 3GPP (Riyansyah, 2010) Berdasarkan Gambar 2.5 dapat dilihat bahwa 3GPP Release 99/4 atau yang biasa disebut dengan WCDMA merupakan awal dari adanya LTE. Kecepatan downlink hanya 384 kbps, dan kecepatan uplinknya 128 kbps. Teknologi ini menggunakan CDMA (+Diversity). Kemudian berkembang menjadi 3GPP Release 5/6 yang biasa disebut HSDPA/HSUPA. Perkembangan terus terjadi hingga 3GPP Release 8, ini yang disebut dengan LTE. Untuk data kecepatan downlink, kecepatan uplink dan teknologi yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 2.5.

9 Orthogonal Frequency Division Multiple Access (OFDMA) Teknologi LTE Menggunakan OFDM-based pada suatu air interface yang sepenuhnya baru, dan merupakan suatu langkah yang radikal dari 3GPP. Merupakan pendekatan evolusiner berdasar pada peningkatan advance dari WCDMA. Teknologi OFDM-based dapat mencapai data rates yang tinggi dengan implementasi yang lebih sederhana menyertakan biaya relatif lebih rendah dan efisiensi konsumsi energi pada perangkat kerasnya. Data rates jaringan WCDMA dibatasi pada lebar saluran 5 MHz. LTE menerobos batasan lebar saluran dengan mengembangkan bandwidth yang mencapai 20 MHz. Sedangkan nilai capaian antena pada bandwidth di bawah 10 MHz, HSPA+ dan LTE memiliki performa yang sama. LTE menghilangkan keterbatasan WCDMA dengan mengembangkan teknologi OFDM yang memisah kanal 20 MHz ke dalam beberapa narrow sub kanal. Masing-Masing narrow sub kanal dapat mencapai kemampuan maksimumnya dan sesudah itu sub kanal mengkombinasikan untuk menghasilkan total data keluarannya. Gambar 2.6 Orthogonal Frequency Division Multiple Access (Riyansyah, 2010) Gambar 2.6. merupakan modulasi OFDMA yang menghindari permasalahan yang disebabkan oleh pemantulan multipath dengan mengirimkan pesan per bits secara perlahan. Beribu-ribu subkanal narrow menyebar untuk mengirimkan banyak pesan dengan kecepatan yang rendah secara serempak kemudian mengkombinasikan pada penerima kemudian tersusun menjadi satu pesan yang dikirim dengan kecepatan tinggi. Metode ini menghindari distorsi yang disebabkan oleh multipath. Subkanal narrow pada OFDMA dialokasikan

10 15 pada basis burst by burst menggunakan suatu algoritma yang memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi RF (Radio Frequency) seperti kualitas saluran, loading dan interferensi. LTE menggunakan OFDMA pada downlink dan single carrier Frequency Division Multiple Access (SC-FDMA) pada uplink nya Single Carrier Frequency Division Multiple Access (SCFDMA) Single Carrier Frequency Division Multiple Access (SCFDMA) merupakan modifikasi dari OFDMA yang digunakan pada teknologi LTE pada sisi uplink. Pada sisi transmitter data yang berupa simbol dibuat dari domain waktu ke domain frekuensi menggunanakan Discrete Fourier Transform (DFT). Setelah dilakukan pemetaaan dari resources didalam frekuensi domain data diubah kembali kedalam domain waktu dengan menggunakan IFFT. Kemudian data ditransmisikan dengan ortoghonal subcarrier seperti pada OFDMA hanya saja yang membedakan disini adalah SCFDMA subcarrier ditransmisikan secara berurutan (sequential) tidak paralel seperti pada OFDMA. Gambar 2.7 Transmitter dan Receiver SCFDMA (Ardyan, 2010) Alasan subcarrier ditransmisikan secara berurutan adalah untuk mengurangi fluktuasi envelope pada bentuk gelombang yang ditransmisikan sehingga memiliki peak-to-average power ratio yang lebih rendah jika dibandingkan OFDMA.

11 Multiple Input Multiple Output (MIMO) LTE mendukung teknik MIMO untuk mengirimkan data pada sinyal path secara terpisah yang menduduki bandwidth RF yang sama pada waktu yang bersamaan, sehingga dapat mendorong pada peningkatan data rates dan throughput. Sistem antena MIMO merupakan metode pada suatu layanan broadband sistem wireless memiliki kapasitas lebih tinggi serta memiliki performa dan keandalan yang lebih baik. MIMO adalah salah satu contoh teknologi dengan kualitas yang baik dari LTE pada kecenderungan teknologi yang berkembang saat ini. Saat ini fokus adalah untuk menciptakan frekuensi yang dapat lebih efisien. Teknologi seperti MIMO dapat menghasilkan frekuensi yang efisien yaitu dengan mengirimkan informasi yang sama dari dua atau lebih pemancar terpisah kepada sejumlah penerima, sehingga mengurangi informasi yang hilang dibanding bila menggunakan system transmisi tunggal. Pendekatan lain yang akan dicapai pada system MIMO adalah teknologi beam forming yaitu mengurangi gangguan interferensi dengan cara mengarahkan radio links pada penggunaan secara spesifik. Fleksibilitas di dalam penggunaan spektrum adalah suatu corak utama pada teknologi LTE, tidak hanya bersifat tahan terhadap interferensi antar sel tetapi juga penyebaran transmisi yang efisien pada spektrum yang tersedia. Hasilnya adalah peningkatan jumlah pengguna per sel bila dibandingkan dengan WCDMA. LTE dirancang untuk mampu ditempatkan di berbagai band frekuensi dengan sedikit perubahan antarmuka radio. Juga dapat digunakan di bandwidth 1.4, 1.6, 3, 3.2, 5, 10, 15 dan 20 MHz Arsitektur Jaringan LTE Arsitektur jaringan LTE lebih sederhana dari pada teknologi jaringan yang telah ada sebelumnya. Seperti yang ditunjukkan gambar 2.8, keseluruhan arsitektur LTE terdiri dari beberapa enode-b yang menyediakan akses dari UE ke E-UTRAN. Sesama enode-b saling berhubungan satu sama lain melalui interface yang disebut X2. MME/SAE gateway menyediakan koneksi antara enode-b dengan EPC (Evolved Packet Core) dengan interface yang disebut S1. X2 dan S1, keduanya mendukung UE dan SAE Gateway. Keduanya juga menyediakan

12 17 dynamic schedulling dari UE. Layanan penting lainnya dari enodeb adalah header compression dan enkripsi dari aliran data pengguna. Gambar 2.8 Arsitektur jaringan LTE (Pramulia, 2015) E-UTRAN Jaringan Evolved UMTS Terrestrial Radio Access Network (EUTRAN) melakukan pemrosesan paket IP dikelola pada core EPC, memungkinkan waktu respons yang lebih cepat untuk penjadwalan dan transmisi ulang dan juga meningkatkan latency dan throughput. RNC (Radio Network Controller) telah sepenuhnya dihapus dan sebagian besar dari fungsionalitas RNC pindah ke enodeb yang terhubung langsung ke evolved packet core. E-UTRAN memiliki beberapa fungsi sebagai berikut, a. Inter-cell Radio Resource Management (RRM) b. Resource Block Control c. Connection Mobility Control d. Radio Admission Control e. enb Measurement Configuration and Provisioning f. Dynamic resource allocation (schedulling)

13 18 Sebuah EPS yang diilustrasikan dalam gambar 2.9 terdiri dari UTRAN yang berevolusi, EPC dan blok IMS. Entitas utama yang bekerja dalam arsitektur jaringan LTE terletak pada jaringan akses radio dan berkembang dalam sebuah evolusi jaringan inti. Dalam E-UTRAN, Node-B yang berevolusi menjadi enodeb digunakan untuk memudahkan hubungan akses radio antara UE dan EPC, dan antarmuka S1 digunakan oleh enode-b agar dapat terhubung dengan EPC. Tidak seperti sistem 3G, LTE terdiri dari suatu elemen jaringan tunggal dalam jaringan akses radio. Sedangkan jaringan inti (EPC) terdiri dari elemen jaringan logic yang memfasilitasi UE agar dapat melakukan komunikasi yang baik. Semua entitas EPC ini saling berhubungan dengan antarmuka yang berbeda. Gambar 2.9 Evolusi E-UTRAN (Ida Anisah, 2012) enode-b Sebuah enode-b adalah bagian radio akses dari LTE. Setiap enode-b setidaknya terdapat sebuah radio pemancar, penerima, bagian kontrol, dan power supply. Di samping radio pemancar, dan penerima, enode-b juga mempunyai resource management dan fungsi pengontrolan yang pada mulanya terdapat pada Base Station Controller (BSC) atau Radio Network Controller (RNC). Hal ini menyebabkan enode-b mempunyai kapabilitas untuk dapat berkomunikasi satu sama lain, yang pada akhirnya dapat mengeliminasi adanya Mobile Switching Center (MSC), BSC/RNC. e-nodeb adalah untuk Radio Resorce Management, yaitu :

14 19 a. Radio Bearer Control : Mengontrol dan mengawasi pengiriman pesan yang dibawa oleh sinyal radio. b. Radio Admission Control : Berperan dalam autentikasi atau mengontrol kelayakan pesan atau data yang akan melewati enode B. c. Connection Mobility Control : Mengontrol atau mengatur pengkoneksian sesuai keinginan User Equipment (UE) EPC (Evolved Packet Core) Untuk arsitektur jaringan LTE terdapat core network yang diusulkan 3GPP rel.8 dan disebut sebagai Evolved Packet Core (EPC). EPC didesain untuk beberapa hal, yaitu : a. Kapasitas tinggi b. All IP c. Mengurangi latency d. Menurunkan biaya e. Men-support aplikasi media dan real time Arsitektur Evolved Packet Core (EPC) terdiri dari beberapa bagian, seperti yang ditunjukkan pada gambar Gambar 2.10 Arsitektur Evolved Packet Core (Ida Anisah, 2012) Evolved Packet Core pada LTE adalah arsitektur jaringan yang telah disederhanakan, dirancang untuk seamless integrasi dengan komunikasi berbasis

15 20 jaringan IP. Tujuan utamanya adalah untuk menangani rangkaian dan panggilan multimedia melalui konvergensi pada inti IMS. EPC memberikan sebuah jaringan all-ip yang memungkinkan untuk konektivitas dan peralihan ke lain akses teknologi, termasuk semua teknologi 3GPP dan 3GPP2 serta WiFi dan fixedline broadband seperti DSL dan GPON Serving Gateway (SGW) Serving Gateway (SGW) terdiri dari 2 bagian, yaitu : a. S-GW S-GW digunakan untuk menghubungkan LTE dengan jaringan LTE. Untuk setiap UE yang terhubung dengan EPC akan terdapat S-GW khusus yang menangani beberapa fungsi seperti mobility anchor point untuk handover, charging, forwarding, packet routing, dan lain-lain. b. PDN-GW PDN-GW (Packet Data Network Gateway) digunakan untuk menghubungkan LTE dengan jaringan non 3GPP. Merupakan bagian yang menyediakan akses dari UE ke Packet Data Network (PDN) dengan menetapkan alamat IP dari PDN kepada UE disertai fungsi-fungsi lain Mobility Management Entity (MME) Mobility Management Entity (MME) terdapat interface yang menghubungkan EPC dengan enb adalah S1-MME interface. MME memiliki beberapa fungsi sebagai berikut : a. Autentikasi pengguna (dengan bantuan HSS). b. Mengontrol fungsi signaling. c. Mengatur mobilitas control plane antara LTE dengan 2G dan 3G access network. d. Memperbarui temporary IP (location update). e. Memilih MME untuk handover dengan MME lain. f. Memilih SGSN untuk handover dengan jaringan akses 2G atau 3G.

16 Policy and Charging Rules Function (PCRF) Kemajuan yang ada pada realease 7 dari 3GPP dalam hal policy dan charging melahirkan definisi baru untuk sebuah aturan dalam konvergensi antar arsitektur jaringan untuk memungkinkan optimalisasi interaksi antara kebijakan (policy) dan aturan (rules). Pada R7 evolusi ini melibatkan node jaringan baru, yang dinamakan dengan PCRF (Policy and Charging Rules Function), yang merupakan gabungan dari Policy Decision Function (PDF) dan Charging Rules Function (CRF). (Alfin, 2014) Sedangkan pada release 8 lebih meningkatkan fungsi PCRF dengan memperluas ruang lingkup Policy and Charging Control (PCC) yaitu sebuah kerangka kerja yang digunakan untuk memfasilitasi akses non-3gpp ke dalam network (Wifi atau IP fix broadband). Dalam proses Control Policy and Charging Enforcement Function (PCEF) yang berperan dalam mendukung pendeteksian aliran layanan data, policy enforcement dan aliran (flow) berbasis charging. Ada juga bagian yang dikenal dengan Application Function (AF) yang berfungsi untuk mengontrol beberapa fungsi fungsi policy dan charging dari jaringan luar yang akan masuk ke EPC. Seperti contoh pada IMS, AF dilaksanakan oleh Proxy Call Session Control Function (P-CSCF). PCRF merupakan bagian dari arsitektur jaringan yang mengumpulkan informasi dari dan ke jaringan, system pendukung operasional, dan sumber lainnya (seperti portal) secara real time, yang mendukung pembentukan aturan dan kemudian secara otomatis membuat keputusan kebijakan untuk setiap pelanggan aktif di jaringan Home Subcription Service (HSS) Home Subcription Service (HSS) merupakan tempat penyimpanan data pelanggan untuk semua data permanen user. HSS juga menyimpan lokasi user pada level yang dikunjungi node pengontrol jaringan, seperti MME. HSS adalah server database yang diperlihara secara terpusat pada premises home operator. (Alfin, 2014) HSS menyimpan copy master profil pelanggan, yang berkisaran informasi pelanggan tentang layanan yang layak untuk user tersebut, termasuk informasi

17 22 tentang diijinkannya koneksi PDN, dan apakah roaming ke jaringan tertentu diijinkan atau tidak. Untuk mendukung antara mobility non 3GPP, HSS juga menyimpan identitas yang digunakan P-GW. Kunci permanen yang digunakan untuk menghitung pada arah Authentication yang dikirim ke jaringan yang dituju untuk authentication user dan memperoleh serangkaian kunci untuk enkripsi dan perlindungan secara integritas, disimpan pada Authentication Center (AuC), yang mana secara khusus bagian dari HSS. HSS melakukan koneksi dengan setiap MME pada semua jaringan, dimana UE diijinkan untuk berpindah. Pada tiap UE, HSS merekam pada MME suatu waktu, dan segera melaporkan MME baru yang melayani UE tersebut, HSS akan membatalkan lokasi dari MME sebelumnya Mobile Station (MS) MS merupakan peralatan komunikasi bergerak yang dipakai oleh pelanggan agar dapat mengakses jaringan baik GSM maupun CDMA. MS terdiri dari dua bagian yaitu Mobile Equipment (ME) dan Subscriber Identity Module (SIM). ME adalah bagian yang paling mudah untuk dikenali yang dapat berupa peralatan seperti handphone dan portable terminal. Sedangkan SIM adalah kartu identitas pelanggan dan sebagai kunci pelanggan untuk dapat mengakses jaringan. SIM dikeluarkan oleh pihak operator yang berfungsi menyimpan informasi pelanggan yang bersangkutan. (Octari, 2013) Gambar 2.11 Mobile Station (Octari, 2013)

18 G LTE Drive Test Pengertian Drive Test Drive test merupakan salah satu bagian pekerjaan dalam optimasi jaringan radio. Drive test bertujuan untuk mengumpulkan informasi jaringan secara real dilapangan. Informasi yang dikumpulkan merupakan kondisi Actual Radio Frekuensi (RF) di suatu enodeb. (Alfin, 2014) Tujuan Drive Test Secara umum tujuan drive test adalah untuk mengumpulkan informasi jaringan radio frekuensi secara real dilapangan. Dimana informasi yang diperoleh dapat digunakan untuk mencapai tujuan tujuan berikut ini : 1. Mengetahui coverage sebenarnya dilapangan apakah sudah sesuai dengan coverage prediksi pada saat perencanaan. 2. Mengetahui parameter jaringan dilapangan apakah sudah sesuai dengan parameter perencanaan. 3. Mengetahui adanya interferensi dari enodeb tetangga. 4. Mengetahui adanya RF issue, sebagai contoh berkaitan dengan adanya drop call atau blocked call. 5. Mengetahui adanya poor coverage. 6. Mengetahui perfomansi jaringan competitor (benchmarking) Prinsip Drive Test Perangkat drive test menggunakan MS untuk mensimulasikan masalah yang dialami pelanggan ketika akan/saat melakukan panggilan. Sistem drive test melakukan pengukuran, menyimpan data dikomputer, dan menampilkan data menurut waktu dan tempat. Sistem drive test diterapkan dalam kendaraan dan dikemudikan sepanjang area cakupan operator. (Kautsar, 2009)

19 24 Gambar 2.12 Proses drive test (Kautsar, 2009) Proses Pengambilan Data Drive Test Dalam proses pengambilan data drive test dapat dilakukan dengan empat cara yaitu antara lain: 1. SSV (Single Site Verification) Merupakan drive test untuk memverifikasi setiap site bagus atau tidak. 2. Cluster Merupakan drive test yang mengukur jaringan setiap cluster atau daerah yang terdiri dari beberapa site namun hanya untuk satu operator jaringan. 3. Benchmark Merupakan drive test yang membandingkan beberapa operator dalam satu cluster atau daerah. 4. Optimasi Merupakan bagian analisa gangguan atau kurangnya service quality pada site yang sudah jadi Mode Pengukuran Drive Test Dalam melakukan drive test terdapat mode yang digunakan untuk mendukung dalam pengambilan data dari drive test tersebut. Dimana mode pengukuran drive test dibagi menjadi tiga jenis yaitu: 1. Idle Mode Mode idle adalah pengukuran kualitas sinyal yang diterima MS dalam keadaan diam atau tidak melakukan aktifitas dan cukup dengan merekam

20 25 perpindahan antar PCI. Biasanya mode ini dilakukan hanya untuk mengetahui kuat sinyal suatu area yang terindikasi low signal/no service. 2. Dedicated Mode Mode dedicated yaitu mengukur kualitas sinyal dengan melakukan aktifitas seperti download/upload/call lalu merekam perpindahan antar PCI. Dedicated mode dilakukan untuk mengukur kualitas suara suatu jaringan. 3. QoS Mode Mode QoS yaitu mengukur kualitas sinyal diikuti dengan pendudukan kanal dengan metode call set up dan call end dengan formula time/ command squence tertentu Major Quality of Service (QoS) KPI pada LTE Berikut dibawah ini merupakan mayoritas Kualitas layanan yang digunakan dalam Teknologi LTE. 1. Accessbility Kemampuan user mengakses jaringan untuk menginisiasi komunikasi. Contoh pada jaringan 4G LTE yang termasuk dalam kategori Accessbility adalah ERAB Success Rate (%), LTE RRC Setup Success (%), Call Setup Success Rate (%) LTE attach Success Rate (%), Service Request (EPS) Success Rate (%). Tabel 2.2. Accessbility pada software drive test Accessbility ERAB Success Rate (%) LTE RRC Setup Success (%) Call Setup Success Rate (%) LTE attach Success Rate (%) - Service Request (EPS) Success Rate (%) (Sumber : Alfin, 2014)

21 26 2. Retainability Bagaimana cara menjaga jaringan pada perfomansi yang bagus. Contoh pada jaringan 4G LTE yang termasuk dalam kategori Retainability adalah Service Drop Rate (%). Tabel 2.3. Retainability pada software drive test KPI Moving DL LTE Retainability Service Drop Rate (%) 0.00 (Sumber : Alfin, 2014) 3. Mobility Bagaimana pengguna dapat bergerak dengan mudah dari suatu tempat ke tempat lain tanpa terjadi pemutusan hubungan. Contoh pada jaringan 4G LTE yang termasuk dalam kategori Mobilty adalah sebagai berikut intra freq HO Attemp Success Rate (%), Intra Freq HO Success Rate (%) dan lain lain. Tabel 2.4. Mobility pada software drive test Mobilty Intra Freq HO Attemp Success Rate (%) Intra Freq HO Success Rate (%) Intra Freq HO Success Rate (%) TA Update Success Rate (%) Inter RAT Handover Success Rate (%) Inter RAT Redirection Success Rate (%) (Sumber : Alfin, 2014)

22 27 4. Integrity Bagaimana trafik besar di dalam jaringan. Contoh pada jaringan 4G LTE yang termasuk dalam kategori Integrity adalah sebagai berikut, MAC, Troughput Uplink dan Downlink Average (Kbit/s) dan lain lain. Tabel 2.5. Integrity pada software drive test Service Integrity MAC Throughput UL Avg (kbit/s) MAC Throughput DL Avg (kbit/s) PHY Throughput UP Avg (kbit/s) PHY Throughput DL Avg (kbit/s) LTE RLC Throughput UL Avg (kbit/s) LTE RLC Throughput DL Avg (kbit/s) (Sumber : Alfin, 2014) Parameter Pada Drive Test 4G LTE Berikut dibawah ini merupakan mayoritas parameter yang digunakan dalam drive test pada teknologi LTE. 1. RSRP (Reference Signal Received Power) Merupakan sinyal LTE power yang diterima oleh user dalam frekuensi tertentu. semakin jauh jarak antara site dan user, maka semakin kecil pula RSRP yang diterima oleh user. RS merupakan Reference Signal atau RSRP di tiap titik jangkauan coverage. user yang berada di luar jangkauan maka tidak akan mendapatkan layanan LTE. Power dari sinyal reference, parameter ini adalah parameter spesifik pada drive test 4G LTE dan digunakan oleh perangkat untuk menentukan titik handover. Pada teknologi 2G parameter ini bisa dianalogikan seperti RxLevel sedangkan pada 3G dianalogikan sebagai RSCP.

23 28 Tabel 2.6. Perbandingan RxLevel, RSCP, dan RSRP Parameter GSM UMTS LTE Daya (e)nodeb per Tx (dbm) Bandwidth Jumlah Resource Block (RB) N/A N/A 100 Daya BCCH/ Daya CPICH/ Daya RS per RE (dbm) * RxLevel/RSCP/RSRP Kuat sinyal RS signal yang diterima (Sumber : Alfin, 2014) RSRP adalah kuat sinyal yang diterima dengan bandiwidth 15 MHz, sedangkan RSCP (UMTS) menggunakan bandwidth 5 MHz. Tabel dibawah ini menunjukkan contoh range RSRP yang digunakan pada suatu operator. Tabel 2.7. Nilai RSRP dan kategorinya untuk parameter analisis drive test Nilai Keterangan -70 dbm to 90 dbm Good -91 dbm to 110 dbm Normal -110 dbm to 130 dbm Bad (Sumber : Alfin, 2014) 2. SINR (S/(I+N) (Signal to Noise Ratio)) SINR adalah merupakan rasio perbandingan antara sinyal utama yang dipancarkan dengan interferensi dan noise yang timbul (tercampur dengan sinyal utama). S = Mengindikasikan daya dari sinyal yang diinginkan. I = Mengindikasikan daya dari sinyal yang diukur atau sinyal interferensi dari cell cell yang lain dan dari cell inter-rat. N = Mengindikasikan noise background, yang bekaitan dengan perhitungan bandwidth dan koefesien noise yang diterima.

24 29 Pada teknologi 2G parameter ini bisa dinalaogikan seperti RxQual, sedangkan pada 3G dinalaogikan sebagai EcNo. Tabel dibawah ini menunjukkan contoh range SINR yang digunakan pada suatu operator sebagai berikut : Table 2.8. SINR dan nilainya untuk parameter analisis drive test Nominal Keterangan 16 db s/d 30 db Good 1 db s/d 15 db Normal -10 db s/d 0 db Bad (Sumber : Alfin, 2014) 3. RSSI (Received Signal Strength Indicator) Merupakan power sinyal yang diterima user dalam rentang frekuensi tertentu termasuk noise dan interferensi (disebut juga wideband power). 4. RSRQ (Reference Signal Received Quality) Merupakan parameter yang menentukan kualitas dari sinyal yang diterima. RSRQ sangat berhubungan dengan RSRP dan RSSI. RSRQ dapat dihitung dengan formula berikut: RSRQ = (RSRP * N) / RSSI Dimana: RSRQ = Reference Signal Received Quality (db). RSRP = Reference Signal Received Power (dbm) merupakan level sinyal yang diterima user. N = Number of Resource block yang digunakan oleh OFDMA. RSSI = Received Signal Strength Indicator merupakan power sinyal yang diterima user dalam rentang frekuensi tertentu termasuk noise dan interferensi (dbm). Berdasarkan formula diatas, semakin besar nilai RSSI maka semakin kecil nilai RSRQ. Selain itu, semakin besar nilai RSRP maka semakin besar pula nilai RSRQ.

25 30 5. CQI (Channel Quality Indicator) Merupakan kualitas dari sebuah channel downlink (dari site ke user) dengan kondisi dedicated mode (pada LTE, user melakukan download data). CQI dapat diperoleh dari user yang melakukan pemberian informasi terhadap site berupa modulasi yang digunakan, code rate, dan efficiency. (Kamalsyah, 2015) 6. PCI (Physical Cell ID) Merupakan kode identitas fisik tiap cell pada jaringan LTE. Pada dasarnya, setiap cell akan melakukan broadcast informasi mengenai cell id yang dimilikinya agar user mengenali site tersebut. PCI memiliki beberapa aturan dalam perancangannya yaitu: a. Kode PCI tiap cell dalam suatu area harus unik. kondisi ini terjadi ketika dua site tetangga memiliki kode PCI yang berbeda / tidak sama. b. Sebuah kode PCI tidak boleh sama atau berdekatan diantara 2 site atau lebih. Sehingga jarak pun perlu dipertimbangkan apabila kita ingin memberikan kode PCI yang serupa. c. Jika kode PCI sama antara site yang berdekatan, maka bisa terjadi failure Handover (perpindahan serving cell). Jumlah physical cell identity pada LTE adalah sejumlah 504 buah, yang terdiri dari 168 SSS ID group dan 3 PSS ID per groupnya. Dalam penggunaannya, PCI digunakan untuk membedakan sinyal radio dari cell yang berbeda, artinya PCI itu memiliki keunikan dalam cell cakupannya. Cell ID dikelompokkan dalam cell search procedure, ID dari kelompok cell ditentukan melalui PSCH (Primary Synchronization Channel). Fungsi keseluruhan dari PCI dalam sistem LTE sama seperti scrambling code di sistem WCDMA, yaitu tiap-tiap user dibedakan berdasarkan kode yang unik. Hanya saja perbedaan antara scrambling code dan PCI yaitu scrambling code kisarannya dari sedangkan PCI dari Selain itu, protocol tersebut tidak memiliki persyaratan khusus dalam perencanaan scrambling code.

26 31 Oleh karena itu, hanya reuse distance yang perlu dipastikan dalam perencanaan scrambling code. Berdasarkan 3GPP, protokol membutuhkan nilai dari PCI/3 haruslah 0, 1, atau 2 pada masing-masing enodeb. Gambar 2.13 Alokasi PCI untuk enodeb (Sumber: Handbook 4G) Sinkronisasi terdiri dari 2 yaitu Primary Synchronization Signal (PSS) dan Secondary Synchronization Signal (SSS), kedua sinkronisasi sinyal dikirim setiap 5 ms, yaitu pada 6 resource block setengah dari semua bandwidth dan pada subframe ke 0 dan ke 5. Gambar 2.14 Resource Blocks (Sumber: Handbook 4G) a. Primary Synchronization Signal (PSS) Primary Synchronization Signal (PSS) digunakan untuk pendeteksi frekuensi carrier dan pendeteksi simbol Synchronization Channal (SCH) timing. PSS ID diidentifikasi dengan nilai 0-2 yang dinamakan physical layer identity. b. Secondary Synchronization Signal (SSS) Secondary Synchronization Signal (SSS) digunakan untuk mendeteksi radio frame timing dengan diidentifikasi SSS group (0-167). SSS ID digunakan untuk mendeteksi MIMO dan CyclicPrefix yang digunakan Physical- LayerCellIdentity grup.

27 32 Gambar 2.15 PCI Group dan PSS ID (Sumber: Handbook 4G) 7. Throughput Throughput adalah laju data aktual dari suatu informasi yang ditransfer. Selain itu, throughput juga dapat diartikan dengan jumlah informasi yang berhasil dikirim per satuan waktu. Terdapat dua tipe throughput yaitu download dan upload. (Kusumo, 2015) Model Propagasi Pemilihan model propagasi didasarkan pada tipe daerah, ketinggian antena, frekuensi yang digunakan dan beberapa parameter lainnya. Maka dari itu, terdapat beberapa model propagasi yaitu model propagasi Okumura-Hatta, model propagasi Cost-231 Hatta, ITU-R P.529 dan Standard Propagation Model. (Putra, T.G.A.S, 2015) Model Propagasi Okumura-Hatta Model propagasi Okumura-Hata digunakan untuk mengetahui radius sel pada PCS (Personal Communication System) pada wilayah urban dan sub urban density yang dalam hal ini digunakan pada frekuensi dengan range frekuensi 150 hingga 1500 MHz. (Putra, T.G.A.S, 2015) Daerah urban merupakan daerah yang memiliki kepadatan penduduk yang cukup tinggi, merupakan daerah pusat perkantoran, niaga, pemerintahan, pendidikan, dan pemukiman penduduk dengan densitas yang cukup banyak. Bangunan di daerah ini pada umumnya memiliki ketinggian di atas 3 meter. Ratarata interval antara jalan dan bangunan sebesar 30 meter dengan memiliki 2 jalan/lajur atau lebih. Sehingga rumus untuk menghitung propagasi di daerah ini yakni sebagai berikut:

28 33 DAERAH KOTA L u =69, ,16log f C 13,83log h b a(h m ) + [ 44,9 6,55 log h b ] log d... (2.2) Dimana : 150 f C 1500 MHz 30 h b 200 m 1 d 20 km a(h m ) adalah faktor koreksi antenna mobile yang nilainya adalah sebagai berikut : Untuk kota kecil dan menengah, a(h m ) = (1,1 log f C 0,7)h m (1,56 log f C 0,8) db... (2.3) Dimana, 1 h m 10 m Untuk kota besar, a(h m ) = 8,29 (log 1,54h m ) 2 1,1 db f C 200 MHz... (2.4) a(h m ) = 3,2 (log 11,75h R ) 2 4,97 db f C 400 MHz... (2.5) Dimana: Lu = Path loss rata-rata (db) f = frekuensi (MHz) hb = tinggi antena Base Station (m) hm = tinggi antena Mobile Station (m) d = jarak antara MS dan BS (km) Daerah sub urban merupakan daerah dengan kepadatan penduduk relatif rendah. Bangunan di daerah ini biasanya memiliki ketinggian di bawah 3 meter. Rata-rata interval antara jalan dan bangunan sebesar 40 meter dengan memiliki 2 jalan dan 1 jalur. Adapun penghitungan propagasi yang terjadi di daerah ini, digunakan rumus seperti ini : Lsu = Lu 2 [ log (fc/28) 2 5,4 ]... (2.6)

29 34 Dimana: Lu = path loss rata-rata di daerah urban (db) Lsu = path loss rata-rata di daerah sub urban (db) DAERAH TERBUKA (OPEN AREA): Lo = Lu 4,78 (log fc) ,33 log fc 40,94... (2.7) Dimana: Lu = path loss rata-rata di daerah urban (db) Lo = path loss rata-rata di daerah rural Model Propagasi Cost-231 Hatta Redaman propagasi pada transmisi radio antara MS dan BTS dapat berpengaruh terhadap besarnya coverage area yang dapat dilayani BTS. Model propagasi COST-231 Hata digunakan untuk mengetahui radius sel pada PCS (Personal Communication System) pada wilayah urban density yang dalam hal ini digunakan pada frekuensi dengan range frekuensi MHz. Adapun persamaan untuk menghitung propagasi yang terjadi di daerah urban adalah sebagai berikut : L = log f c log h b a(h m ) + ( log h b ) log d + C M... (2.8) Dimana faktor koreksi tinggi antena MS, a(h m ) sama dengan Hatta Model dan 0 db for medium sized city and suburban areas CM = 3 db for metropoli tan centers Dimana: 1500 f C 2000 MHz 30 h b 200 m 1m h m 10 m 1 d 20 km

30 35 a(h m ) adalah faktor koreksi antena mobile yang nilainya sebagai berikut: Untuk kota kecil dan menengah: a(h m ) = 3,2 (log 11,75 h m ) 2 4,97 db (2.9) dimana, 1 h m 10 m Untuk kota besar: a(h m ) = 8,29 (log 1,54h m ) 2 1,1 db f C 300 MHz... (2.10) a (h m ) = 3,2 (log 11,75h m ) 2 4,97 db f C 300 MHz... (2.11) Dimana : Lu = Path loss rata-rata (db) f = frekuensi ( MHz) hb = tinggi antena Base Station (m) hm = tinggi antena Mobile Station (m) d = jarak antara MS dan BS (km) Model Propagasi ITU-R P.529 Model propagasi ITU-R P.529 merupakan modifikasi dari model propagasi Hatta yang bertujuan untuk memperbaiki berbagai keterbatasan yang dimiliki oleh model Hatta serta untuk melingkupi jarak yang lebih jauh. Model propagasi ITU-R P.529 bekerja pada rentang frekuensi MHz dengan kisaran jarak km. (Putra, T.G.A.S, 2015) L = 69,82 + 7,37 log f + 13,82 log h b - a(h m ) + ((44,9 6,55 log h b ) log d)... (2.12) Dimana: a(h m ) = (1,1 log(f) 0,7)* h m 1,56 log(f) 0,8)... (2.13) b = 1 untuk d 20 km b = 1 + (0,14 + 1,87*10-4 * 10-3 * h 1 b) * (log(d/20)) 0,8 untuk d > 20km h 1 b = h b /(1+7*10-6 *h 2 b ) 1/2

31 Standard Propagation Model Standard propagation model merupakan model propagasi yang didasarkan dari model propagasi Okumura-Hatta yang mendukung frekuensi yang lebih tinggi dari 1500 MHz. (Putra, T.G.A.S, 2015) Standard propagation model didasari oleh persamaan berikut: L = K1 + K2 log(d) + K3 log(htxeff) + K4 + K5 (log d) * log Htxeff + K6 HRxeff + Kclutter... (2.14) Jika antara transmitter dan receiver terjadi kondisi Line of Sight maka persamaannya adalah sebagai berikut: L LOS = K 1LOS + K 2LOS log(d) + K 3 log(h Txeff ) + K 5 log (H Txeff ) log (d) + K 6 H Rxeff + K clutter * f clutter + K hill LOS... (2.15) Jika antara transmitter dan receiver dalam kondisi No Line of Sight maka persamaannya adalah sebagai berikut: L NLOS = K 1NLOS + K 2NLOS log(d) + K 3 log(h Txeff ) + K 4 * Diffraction loss + K 5 log (H Txeff ) log (d) + K 6 H Rxeff + K clutter * f clutter... (2.16) Dimana : K1 K2 d = Frekuensi konstan (db) = Jarak redaman konstan = jarak antara transmitter dan receiver K 3, K 4 = Koefisien koreksi dari tinggi mobile station Diffraction Loss = loss dari difraksi (db) K 5, K 6 = koefisien koreksi dari tinggi antenna base station K clutter = koefisien koreksi dari redaman clutter H Txeff, H Rxeff = tinggi efektif dari transmitter pada base station dan receiver pada mobile station F clutter = rata-rata loss pada clutter

32 37 Tabel 2.9 K-Parameter Untuk Wilayah Asia (Putra, T.G.A.S, 2015) K Values Dense Urban Urban Sub - Urban Rural Highways K 1 68,02 69,02 69,02 57,02 78,02 K ,9 44, ,1 K3 34,9 34,9 34,9 34,9 34,9 K 4 8,2 8,2 8,2 8,2 8,2 K 5-6,55-6,55-6,55-6,55-6,55 K Kclutter Menganalisa Permasalahan pada 4G LTE Perangkat lunak GENEX Assistant menyediakan fasilitas penyimpanan data hasil drive test yang disebut logfile. Logfile ini merupakan hasil data pada saat drive test. Adanya fasilitas logfile ini memungkinkan pengguna untuk menganalisa permasalahan yang terjadi sesaat setelah melakukan drive test Permasalahan Pada Area Cakupan Daya sinyal yang rendah merupakan salah satu permasalahan yang terbesar pada jaringan telekomunikasi nirkabel. Cakupan yang bisa ditawarkan oleh operator jaringan seluler kepada pelanggan sangat bergantung pada efisiensi perancangan jaringan. Permasalahan ini biasanya terjadi saat membangun jaringan baru atau saat jumlah pelanggan meningkat siring berjalan waktu sehingga menyebabkan kebutuhan area cakupan yang baru. Daya sinyal yang rendah dapat menyebabkan kondisi yang secara langsung dapat menurunkan kualitas jaringan. Area cakupan yang buruk merupakan permasalahan yang sulit untuk diatasi karena tidak mungkin meningkatkan area cakupan dengan mengoptimasi parameter jaringan. Perubahan pada konfigurasi perangkat keras hanya dapat sedikit meningkatkan luas cakupan.

33 38 Beberapa permasalahan yang berhubungan dengan area cakupan adalah sebagai berikut : 1. Daya Sinyal yang Rendah (Weak Coverage) Pada Daerah yang memiliki jumlah situs yang sedikit tetapi memiliki struktur daerah yang bermacam-macam seperti perbukitan atau halangan lainnya yang dapat menghentikan line of sight sinyal yang dipancarkan, makan akan terjadi lubang pada area cakupan atau daerah-daerah dengan kekuatan sinyal yang tidak mencukupi. Penyebab terjadinya permasalahan ini diantaranya adalah : a. Shadowed antena. b. Arah antena. c. Tinggi antena/ down tilt. d. Daya pemancar. e. Missing neighbor. f. Lokasi site. g. Kesalahan perangkat keras. h. Cell tidak berfungsi 2. Tidak Adanya Server yang Dominan (Lack Of Dominant Cell) Pada suatu titik di daerah cakupan jaringan terdapat beberapa sinyal yang melayani. Apabila pada titik tersebut sinyal yang melayani semuanya memiliki daya yang rendah, maka dapat menyebabkan ping pong handover. Permasalahan ini bisa terjadi karena MS berada pada daerah perbatasan antar cell dimana tidak ada server yang dominan yang dapat mempertahankan paket data. 3. Overshoot Overshoot adalah kondisi dimana antena enodeb mengarah terlalu tinggi sehingga coverage enodeb tersebut melebar, hal ini perlu diperhatikan karena akan sangat mengganggu user pada daerah enodeb lain. Jika kita menemukan kondisi seperti pada ilustrasi diatas, maka kita harus segera mensetting tilt antena enodeb atau mengurangi powernya.

34 39 4. Pilot Pollution Pilot pollution merupakan kondisi dimana adanya 3 atau lebih sinyal dengan daya yang hampir sama pada suatu area, yang mana interferensi akan meningkat ketika mobile station menangkap sinyal-sinyal pilot tersebut dalam waktu yang bersamaan sehingga menyebabkan level Ec/No yang terukur oleh pengguna dari base station menjadi menurun. Atau dengan kata lain pilot pollution merupakan kondisi ketika terlalu banyak base station dipancarkan ke area tertentu. 5. Cross Coverage Cross Coverage berarti bahwa ruang lingkup cakupan dari enodeb melebihi yang direncanakan dan menghasilkan daerah dominan yang terputus dalam lingkup cakupan enodeb lainnya. Sebagai contoh, jika ketinggian site jauh lebih tinggi dari rata-rata tinggi bangunan sekitarnya, sinyal transmisi yang merambat jauh sepanjang bukit atau jalan dan membentuk cakupan dominan dalam lingkup cakupan enodeb lainnya. Oleh karena itu, enodeb pada dua sisi coverage harus dirancang secara khusus. 6. Cross Feeders Ada kasus ketika ada ketidakcocokan antara arah cakupan cell dan arah antena sektoral cell. Masalah ini terjadi karena koneksi feeder tidak sesuai dengan sel atau sektor yang seharusnya ditugaskan. Cross feeders sering terjadi di jaringan 2G dan 3G dan kesalahan manusia juga terjadi di LTE. ID fisik-lapisan sel (PCI) dapat digunakan dalam LTE dengan cara yang mirip dengan scramble code di WCDMA. Semua scanner melaporkan PCI sel dan mengukur dengan cara analog sebagaimana hal itu dilakukan di WCDMA agar mudah untuk mengidentifikasi cross feeders di LTE: a. Perbedaan Upload dan Download Throughput Ketika daya pancar UE kurang dari daya pancar enodeb, UE dalam modus siaga dapat menerima sinyal enodeb dan berhasil mendaftar di sel. Namun, enodeb tidak dapat menerima sinyal uplink karena kekuatan terbatas ketika UE melakukan akses random atau meng-upload data. Dalam situasi ini, jarak cakupan uplink kurang dari jarak cakupan downlink.

35 40 7. Solusi Permasalahan Pada Area Cakupan Secara umum permaslahan pada area cakupan dapat diatasi dengan dua cara yaitu dengan merubah parameter jaringan dan melakukan perubahan fisik. Perubahan parameter yang perlu dilakukan untuk mengatasi permasalahan level daya sinyal rendah adalah sebagai berikut : a. Mengubah parameter level daya Base Station. b. Menambah neighbor relation. Perubahan secara fisik yang perlu dilakukan untuk mengatasi permasalahan level daya sinyal rendah adalah sebagai berikut : a. Mengubah arah antenna. b. Mengubah tinggi antena, tilt dan posisi. c. Membuat site baru sebagai pilihan terakhir Metode Mengatasi Permasalahan pada Jaringan 4G LTE Metode mengatasi permasalahan pada jaringan 4G LTE dilakukan untuk meningkatkan performansi jaringan 4G LTE yang bermasalah saat hasil yang didapat saat drive test kurang maksimal. Maka, beberapa hal berikut direkomendasikan untuk dilakukan antara lain: melakukan elektrikal tilt (nilai tilt diatur secara elektronik), melakukan mekanikal tilt (nilai tilt diatur secara manual dengan menggeser antenna sesuai dengan tilt yg diinginkan), mengubah parameter power dan mengajukan penambahan site baru (new site) Metode Elektrikal Tilt Metode elektrikal tilt diperkenalkan pada sistem telekomunikasi generasi kedua (GSM) dimana antena dimiringkan dengan mengubah sinyal pertahapan. Solusi ini menawarkan sebuah data yang tidak terdistorsi, ditambah azimuth berbeda dalam pengembangan antena selular generasi ketiga, yang memiliki "electrical tilt adjustable" yang memungkinkan operator seluler untuk terus mengatur kemiringan antenna untuk memungkinkan optimasi cakupan. (Kautsar, 2009)

36 Metode Mekanikal Tilt Merupakan generasi pertama dalam teknik mengatur kemiringan antena. Mekanisme antenna dimiringkan secara kasar beberapa derajat ke arah vertikal dalam memodifikasi satu layanan area. Namun teknik secara tradisional ini membawa sejumlah masalah, efektifnya hanya dalam mengarahkan ke depan, tapi dapat merusak azimuth. Pengukuran mekanikal tilt dapat mengacu pada gambar dan rumus berikut: Gambar 2.16 Pengukuran Mekanikal Tilt (Kusumo, 2015) Jarak = (Hb Hr)/ tan A (2.17) Tilt = Tan -1 Hb Hr... (2.18) (jarak 1000) Dimana : Hb : Tinggi Antena dari permukaan laut (m) Hr : Tinggi Lokasi yang dituju dari permukaan laut (m). A : Sudut Tilt Antena Sinyal dari antenna memiliki batas dalam dan batas luar dimana antenna tersebut dapat bekerja secara optimal. (Kusumo, 2015) Pengukuran batas dalam dan batas luar anten sinyal dari antena dapat mengacu pada gambar berikut: Gambar 2.17 Batas Inner dan Outer Cell Radius (Kusumo, 2015)

37 42 2 ) Inner Radius Distance = ( H/Tan(A+BW ) Outer Radius Distance = ( H/Tan(A BW 1000 Dimana : H : Tinggi Antena dari permukaan laut (m) BW : Beam Width Antena A : Sudut Tilt Antena )... (2.19) )... (2.20) Mengubah Parameter Power Dalam melakukan optimasi jaringan, hal ini perlu dilakukan dengan mengecek parameter yang berhubungan dengan power biasanya, karena masalah ini menyangkut coverage dan quality signal yang diterima oleh user. Jika dalam melakukan tilt antena tidak dapat membantu dalam mengatasi masalah coverage dan quality signal yang diterima oleh user kurang baik maka dengan mengubah parameter power adalah solusinya Penambahan New Site Penambahan New Site dilakukan untuk menambah cakupan coverage pada suatu jaringan operator selular dan juga untuk mengurangi adanya blankspot yang mempengaruhi kulitas sinyal di suatu jaringan. Untuk daerah-daerah padat (urban area), operator-operator harus menambahkan site supaya mendapatkan kualitas sinyal dan level sinyal yang baik. Hal ini disebabkan karena area optimasi adalah urban area yang memiliki kerapatan bangunan/ketinggian bangunan yang tinggi sehingga adanya obstacle sangat mempengaruhi kualitas RSRP. Maka solusi pada problem ini adalah dengan membuat site baru (new site). (Kusumo, 2015)

38 Aplikasi Penunjang GENEX Probe GENEX Probe adalah software drive test yang digunakan untuk mengumpulkan informasi jaringan Radio Frequency (RF) dilapangan yang dipancarkan suatu enodeb dimana software ini merupakan keluaran dari Huawei Technologies Co. Ltd. GENEX Probe dapat mengumpulkan data uji jaringan GSM / GPRS / EDGE, WCDMA / HSPA / HSPA +, CDMA2000 1x / EV-DO, LTE dan TD-SCDMA. Melalui GENEX Probe, kinerja jaringan dapat dievaluasi, optimalisasi jaringan dapat dipandu, dan kesalahannya bisa diperbaiki. Data uji yang terkumpul dari air interface pada jaringan radio dapat disimpan sebagai uji logfile. Ini memudahkan analisis data setelah logfile diimpor ke perangkat lunak pengolahan lainnya (seperti GENEX Assistant) atau pengulangan data selanjutnya. Gambar 2.18 GENEX Probe V3.17 (Sumber: GENEX Probe) Perangkat yang terhubung ke laptop seperti: Modulator demodulator (Modem), Global Positioning System (GPS) dan User Equipment (UE) diatur pada software ini. Selain itu, penginstalan GENEX Probe juga memerlukan lisensi untuk menjalankannya sehingga penggunaan GENEX Probe tidak banyak kalangan yang dapat menggunakannya dan kebanyakan digunakan oleh vendor jaringan yang bekerja sama dengan operator untuk memelihara jaringan. Lisensi digunakan untuk membatasi cakupan aplikasi Probe.

39 44 Dalam menggunakan GENEX Probe, laptop yang sudah terinstal harus memenuhi spesifikasi sehingga supporting dalam menjalankan GENEX Probe antara lain: Tabel 2.10 Spesifikasi Laptop untuk Support GENEX Probe v.3.17 Laptop Spesification Operating system min : Windows XP SP 3 Minimum Processor Intel Core i3 (Sumber: GENEX Probe) Minimum RAM 2GB GENEX Probe yang seringkali digunakan dalam melaksanakan drive test 4G LTE merupakan bagian dari GENEX Series. GENEX Series dapat digunakan pada beberapa sistem seperti GSM, WCDMA, EDGE, CDMA, LTE, dan WiMAX. Saat ini, GENEX Series telah dikembangkan menjadi V300R017 untuk men-support VoLTE sistem. Dalam menggunakan GENEX Probe terdapat beberapa menu toolbar seperti berikut: Gambar 2.19 Toolbar Standard GENEX Probe (GENEX Probe) Toolbar standard berisi beberapa tombol untuk operasi rutin, seperti yang dijelaskan sebagai berikut: a. : Untuk membuat sebuah project b. : Untuk membuka sebuah project c. : Untuk menyimpan sebuah project d. : Untuk memilih perangkat Catatan : Pastikan perangkat dipilih sebelum memeriksa parameter windows.

40 45 e. : Untuk mencari perangkat Catatan : Sistem mencari perangkat dan menghubungkannya ke port COM berdasarkan konfigurasi perangkat keras project. f. : Untuk memulai tes g. : Untuk mengakhiri tes h. : Untuk jeda atau lanjutkan perekaman i. : Untuk menghentikan sementara atau memulihkan tampilan layar j. : Untuk capture sebuah window k. : About the Probe Selain menu toolbar standard, pada GENEX Probe juga terdapat menu logfile toolbar sebagai berikut: Gambar 2.20 Logfile Toolbar (GENEX Probe) Toolbar logfile berisi beberapa tombol umum selama pemutaran file log, seperti dijelaskan sebagai berikut: a. : Untuk membuka log file b. : Untuk memutar log file c. : Untuk jeda atau melanjutkan memutar log file d. : Untuk menghentikan pemutaran log file

41 46 e. : Untuk mengubah arah pemutaran log file f. : Untuk mengunci posisi g. : Untuk menyesuaikan tingkat pemutaran log file h. : Untuk menyesuaikan progres pemutaran log file i. : Untuk mengatur waktu pemutaran log file GENEX Probe menghasilkan file pengukuran dari drive test jaringan nirkabel yang dinamakan log file yang kemudian akan di reporting pada software GENEX Assistant, yang memungkinkan pemecahan masalah yang cepat dan mudah dianalisis. Gambar 2.21 Tampilan Workspace GENEX Probe (Sumber: GENEX Probe)

42 GENEX Assistant GENEX Assistant adalah software handal untuk menguji data radio dimana digunakan untuk menganalisa dan mengoptimalkan jaringan GSM, WCDMA, CDMA, TD-SCDMA dan LTE. Selain itu, Assistant juga dapat membuat laporan uji jaringan untuk memenuhi persyaratan analisis jaringan pelanggan. Laporan pengujian yang dihasilkan secara efektif mencerminkan status operasi jaringan radio dan memberikan panduan untuk verifikasi jaringan, evaluasi jaringan, optimalisasi jaringan, dan lokasi kesalahan. Oleh karena itu, laporan pengujian membantu para network planning dan network optimization engineering mempelajari kinerja jaringan, dengan cepat menemukan masalah jaringan, dan meningkatkan efisiensi kerja. GENEX Assistant merupakan bagian dari GENEX Series sama halnya dengan GENEX Probe yang juga keluaran dari Huawei Technologies Co. Ltd. Gambar 2.22 GENEX Assistant V3.17 (Sumber: GENEX Assistant) Sama halnya dengan GENEX Probe, dalam penginstalan GENEX Assistant juga memerlukan lisensi untuk menjalankannya dalam melakukan pemeliharaan jaringan dan lisensi digunakan untuk membatasi lingkup aplikasi Assistant. Selain itu ada beberapa hal yang harus diketahui dari GENEX Assistant yaitu versi

43 48 software dan spesifikasi laptop yang harus digunakan dalam menggunakan GENEX Assistant dijelaskan sebagai berikut: Gambar 2.23 Support Software Versions GENEX Assistant (Sumber: GENEX Assistant) Gambar 2.24 Support Hardware, OS dan Database Versions GENEX Assistant (Sumber: GENEX Assistant) Dalam menggunakan GENEX Assistant terdapat beberapa menu toolbar seperti berikut : Gambar 2.25 Map Toolbar (GENEX Assistant)

44 49 Map toolbar berisi beberapa tombol umum, seperti yang dijelaskan sebagai berikut: a. : Untuk importing peta indoor b. : Untuk importing peta outdoor c. : Untuk menyimpan peta d. : Untuk export peta e. : Untuk zoom in peta f. : Untuk zoom out peta g. : Untuk membentangkan peta h. : Untuk memusatkan peta i. : Untuk memilih satu serving cell j. : Untuk memilih serving cell dalam bentuk persegi panjang k. : Untuk memilih radius dari serving cell l. : Untuk memilih serving cell dalam bentuk poligonal m. : Untuk pengukuran jarak n. : Untuk menggunakan layer offset o. : Untuk menambah layer p. : Untuk layer control q. : Untuk melakukan sinkronisasi warna cell r. : Untuk mencari cell s. : Untuk beralih ke Google Earth t. : Untuk mengaktifkan dan nonaktifkan Legenda

45 50 Dalam penggunaan GENEX Assistant, juga menggunakan perangkat lunak pelengkap lainnya seperti MapInfo & Google Earth dalam melakukan pengoptimalan jaringan LTE. (Yanbo Fu, 2017) Tabel 2.11 Software Pelengkap dari GENEX Assistant No. Software Kegunaannya 1. MapInfo Peta digital, membuat peta klasifikasi, divisi regional, deskripsi rute uji, produksi distribusi site. 2. Google Earth Tampilan lokasi base station dan informasi parameter site terkait, tampilan lingkungan sekitarnya, tampilan ketinggian. (Sumber: Yanbo Fu, 2017) Beberapa keuntungan yang didapatkan dari software GENEX Assistant adalah lebih cepat dan efisien menentukan QoS keseluruhan jaringan, mengurangi beban kerja tes yang diperlukan oleh network adjustment, memberikan informasi tentang lokasi permasalahan yang mendalam dan efektif, menyediakan metode analisa yang opensource sehingga tidak diperlukan keahlian khusus untuk mengoperasikannya. Main Menu & Button Bar Navigation Area Workspace Area Worksheet Gambar 2.26 Tampilan Workspace GENEX Assistant (Sumber: GENEX Assistant)

46 Google Earth Google Earth merupakan sebuah program globe virtual yang sebenarnya disebut Earth Viewer dan dibuat oleh Keyhole, Inc. (Vibrado, 2015) Program ini memetakan bumi dari superimposisi gambar yang dikumpulkan dari pemetaan satelit, fotografi udara dan globe GIS 3D. Tersedia dalam tiga lisensi berbeda: Google Earth, sebuah versi gratis dengan kemampuan terbatas; Google Earth Plus ($20), yang memiliki fitur tambahan; dan Google Earth Pro ($400 per tahun), yang digunakan untuk penggunaan komersial FileZilla FileZilla merupakan sebuah perangkat lunak berbasis open source yang biasa digunakan untuk melakukan transfer data dari dan ke akun web hosting dalam melakukan drive test. FileZilla atau juga dikenal dengan sebutan FileZilla Client, adalah salah satu software FTP gratis, open source, cross-platform. Binari tersedia untuk Windows, Linux, dan Mac OS X. Software ini mendukung FTP, SFTP, dan FTPS (FTP di SSL/TLS). FileZilla juga digunakan untuk mendukung proses drive test yang menggunakan software GENEX Probe saat melakukan proses transfer data dimana MS disetting dalam keadaan dedicated mode untuk mengukur kualitas sinyal. Fitur utama dari Filezilla adalah: 1. Site manager (Manajer situs) Mengizinkan pengguna untuk membuat daftar situs FTP beserta data koneksinya, seperti nomor port yang akan digunakan, protokol yang digunakan, dan apakah akan menggunakan log anonim atau normal. 2. Untuk log normal, nama pengguna dan kata sandinya akan disimpan. Penyimpanan kata sandi adalah opsional. 3. Message log (Log pesan) Ditampilkan di bagian atas jendela. Fitur ini menampilkan output berjenis konsol (console-type) yang menunjukkan perintah yang dikirim oleh FileZilla dan respon yang diterima dari server.

47 52 4. File and folder view Ditampilkan di bawah pesan log (Message log), menyediakan sebuah tampilan grafis antarmuka untuk FTP. 5. Pengguna dapat menavigasi folder serta melihat dan mengubah isinya pada komputer lokal dan server dengan menggunakan tampilan antarmuka gaya Explorer. Pengguna dapat men-drag dan drop file antara komputer lokal dan server. 6. Transfer queue (Transfer antrian) Ditampilkan di sepanjang bagian bawah jendela, menunjukkan status realtime setiap antrian atau transfer file yang aktif. Gambar 2.27 Tampilan Workspace FileZilla (Sumber: FileZilla)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengenalan Mobile Internet Internet adalah sekumpulan jaringan yang tersebar di seluruh dunia yang saling terhubung membentuk suatu jaringan komputer besar Secara gambaran

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : LTE, Drive Test, Mekanikal Tilt, GENEX Probe, GENEX Assistant, Model Propagasi Cost-231 Hatta. vii

ABSTRAK. Kata kunci : LTE, Drive Test, Mekanikal Tilt, GENEX Probe, GENEX Assistant, Model Propagasi Cost-231 Hatta. vii ABSTRAK Pengimplementasian LTE di Bali mengalami kendala terutama dalam menjaga performansi jaringan yang diakibatkan oleh lonjakan data yang semakin meningkat dan kualitas coverage yang kurang maksimal.

Lebih terperinci

ANALISA PERFORMANSI INTERNET BROADBAND LONG TERM EVOLUTION INNER CITY DAN RURAL DI KOTA PALEMBANG (STUDY KASUS : PT. TELKOMSEL)

ANALISA PERFORMANSI INTERNET BROADBAND LONG TERM EVOLUTION INNER CITY DAN RURAL DI KOTA PALEMBANG (STUDY KASUS : PT. TELKOMSEL) ANALISA PERFORMANSI INTERNET BROADBAND LONG TERM EVOLUTION INNER CITY DAN RURAL DI KOTA PALEMBANG (STUDY KASUS : PT. TELKOMSEL) ANALYSIS OF INTERNET PERFORMANCE BROADBAND LONG TERM EVOLUTION INNER CITY

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Public Switched Telephone Network (PSTN). Untuk menambah kapasitas daerah

BAB II TEORI DASAR. Public Switched Telephone Network (PSTN). Untuk menambah kapasitas daerah BAB II TEORI DASAR 2.1 Umum Sistem komunikasi seluler merupakan salah satu jenis komunikasi bergerak, yaitu suatu komunikasi antara dua terminal dengan salah satu atau kedua terminal berpindah tempat.

Lebih terperinci

Modul 8 Drive Test Analysis (DTA) 4G LTE Lanjut

Modul 8 Drive Test Analysis (DTA) 4G LTE Lanjut Modul 8 1. TUJUAN a. Mahasiswa mampu mengoperasikan software Genex Assistant untuk menganalisa data logfile Drive Test (DT) b. Mahasiswa mampu menganalisa beberapa parameter KPI (Key Performance Indicators)

Lebih terperinci

Handbook Edisi Bahasa Indonesia

Handbook Edisi Bahasa Indonesia 4G Handbook Edisi Bahasa Indonesia Industry Outlook Overview Data on 2G & 3G Frequency Spectrum on 4G 4G OFDMA & SC-FDMA 4G LTE SAE Heterogeneus Network 4G LTE Planning with Atoll 4G LTE Drivetest Collaborator

Lebih terperinci

BAB II JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE)

BAB II JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) BAB II JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) Pada bab dua ini akan dibahas mengenai evolusi jaringan komunikasi bergerak seluler, jaringan Long Term Evolution (LTE). Lalu penjelasan mengenai dasar Orthogonal

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Model Propagasi dan Perubahan Tilt Antena Terhadap Coverage Area Sistem Long Term Evolution Menggunakan Software Atoll

Analisis Pengaruh Model Propagasi dan Perubahan Tilt Antena Terhadap Coverage Area Sistem Long Term Evolution Menggunakan Software Atoll Analisis Pengaruh Model Propagasi dan Perubahan Tilt Antena Terhadap Coverage Area Sistem Long Term Evolution Menggunakan Software Atoll Putra, T.G.A.S. 1, Sudiarta, P.K. 2, Diafari, I.G.A.K. 3 1,2,3 Jurusan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Sistem standar 3G yang dipakai di Indonesia menggunakan teknologi WCDMA ( Wide Code Division Multiple Access ) dimana dengan teknologi ini memungkinkan kecepatan data mencapai 384

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Mutakhir Penelitian ini mengacu terhadap referensi-referensi yang terkait dengan penelitian yang telah ada, dimana masing-masing penulis menggunakan metode penelitian

Lebih terperinci

Modul 6 Drive Test 4G LTE

Modul 6 Drive Test 4G LTE Modul 6 1. TUJUAN a. Mahasiswa mampu mengoperasikan software Genex Probe dan beberapa tool lainnya untuk melakukan drive test jaringan 4G LTE b. Mahasiswa mampu mengukur beberapa parameter KPI jaringan

Lebih terperinci

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel BAB II PEMODELAN PROPAGASI 2.1 Umum Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel ke sel yang lain. Secara umum terdapat 3 komponen propagasi yang menggambarkan kondisi dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutkahir Penelitian ini mengacu terhadap referensi-referensi yang terkait dengan penelitian yang telah ada, dimana masing-masing penulis menggunakan metode penelitian

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN HASIL PENELITIAN Analisis Hasil Pengukuran di Area Sekitar UMY

BAB IV ANALISIS DAN HASIL PENELITIAN Analisis Hasil Pengukuran di Area Sekitar UMY BAB IV ANALISIS DAN HASIL PENELITIAN 4.1. Analisis Hasil Pengukuran di Area Sekitar UMY Pengukuran dilakukan menggunakan metode drive test jaringan guna mengetahui optimal atau tidaknya jaringan provider

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI LEVEL DAYATERIMA DAN SIGNAL INTERFERENSI RATIO (SIR) UE MENGGUNAKAN RPS 5.3

BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI LEVEL DAYATERIMA DAN SIGNAL INTERFERENSI RATIO (SIR) UE MENGGUNAKAN RPS 5.3 BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI LEVEL DAYATERIMA DAN SIGNAL INTERFERENSI RATIO (SIR) UE MENGGUNAKAN RPS 5.3 3.1 Jaringan 3G UMTS dan HSDPA Jaringan HSDPA diimplementasikan pada beberapa wilayah. Untuk

Lebih terperinci

Agus Setiadi BAB II DASAR TEORI

Agus Setiadi BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Teknologi 3G 3G adalah singkatan dari istilah dalam bahasa Inggris: third-generation technology. Istilah ini umumnya digunakan mengacu kepada perkembangan teknologi telepon nirkabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada zaman globalisasi saat ini salah satu faktor terbesar yang mempengaruhi tingkat kehidupan masyarakat adalah perkembangan teknologi. Berpedoman pada tingkat

Lebih terperinci

BAB II KOMUNIKASI BERGERAK SELULAR GSM

BAB II KOMUNIKASI BERGERAK SELULAR GSM BAB II KOMUNIKASI BERGERAK SELULAR GSM Perkembangan sistem komunikasi GSM (Global System for Mobile communication) dimulai pada awal tahun 1980 di Eropa, dimana saat itu banyak negara di Eropa menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 3G/UMTS. Teknologi WCDMA berbeda dengan teknologi jaringan radio GSM.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 3G/UMTS. Teknologi WCDMA berbeda dengan teknologi jaringan radio GSM. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teknologi 3G (WCDMA / UMTS) Teknologi WCDMA adalah teknologi radio yang digunakan pada sistem 3G/UMTS. Teknologi WCDMA berbeda dengan teknologi jaringan radio GSM. Pada jaringan

Lebih terperinci

HALAMAN PERNYATAAN. : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

HALAMAN PERNYATAAN. : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta HALAMAN PERNYATAAN Yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Danang Yaqinuddin Haq NIM : 20130120051 Program Studi : Teknik Elektro Fakultas Universitas : Teknik : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Menyatakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Mutakhir Penelitian ini mengacu terhadap referensi-referensi yang terkait dengan penelitian yang telah ada sebelumnya, dimana masing-masing penulis menggunakan metode

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH JARAK ANTARA USER EQUIPMENT DENGAN enodeb TERHADAP NILAI RSRP (REFERENCE SIGNAL RECEIVED POWER) PADA TEKNOLOGI LTE 900 MHz

ANALISIS PENGARUH JARAK ANTARA USER EQUIPMENT DENGAN enodeb TERHADAP NILAI RSRP (REFERENCE SIGNAL RECEIVED POWER) PADA TEKNOLOGI LTE 900 MHz SKRIPSI ANALISIS PENGARUH JARAK ANTARA USER EQUIPMENT DENGAN enodeb TERHADAP NILAI RSRP (REFERENCE SIGNAL RECEIVED POWER) PADA TEKNOLOGI LTE 900 MHz Disusun oleh : I PUTU DEDY KRISNA PRAMULIA NIM. 1104405054

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi telekomunikasi yang semakin pesat dan kebutuhan akses data melahirkan salah satu jenis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi telekomunikasi yang semakin pesat dan kebutuhan akses data melahirkan salah satu jenis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi telekomunikasi yang semakin pesat dan kebutuhan akses data melahirkan salah satu jenis teknologi telekomunikasi yang mutakhir saat ini yaitu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Komunikasi Seluler GSM GSM merupakan salah satu teknologi seluler yang banyak digunakan pada saat ini. GSM adalah generasi kedua dalam teknologi seluler yang menggunakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2. 1 Komunikasi Bergerak Perkembangan sistem komunikasi dunia semakin marak dengan teknologiteknologi baru yang memudahkan manusia untuk berkomunikasi dimanapun, dengan siapapun dan

Lebih terperinci

Studi Perencanaan Jaringan Long Term Evolution (LTE) Pada Spektrum 1800 MHz Area Kota Bandung Menggunakan Teknik FDD, Studi Kasus PT.

Studi Perencanaan Jaringan Long Term Evolution (LTE) Pada Spektrum 1800 MHz Area Kota Bandung Menggunakan Teknik FDD, Studi Kasus PT. Studi Perencanaan Jaringan Long Term Evolution (LTE) Pada Spektrum 1800 MHz Area Kota Bandung Menggunakan Teknik FDD, Studi Kasus PT. Telkomsel Yonathan Alfa Halomoan (0822065) Jurusan Teknik Elektro,

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Penggunaan Physical Cell Identity (PCI) Pada Perancangan Jaringan 4G LTE

Analisis Pengaruh Penggunaan Physical Cell Identity (PCI) Pada Perancangan Jaringan 4G LTE JURNAL INFOTEL Informatika - Telekomunikasi - Elektronika Website Jurnal : http://ejournal.st3telkom.ac.id/index.php/infotel ISSN : 2085-3688; e-issn : 2460-0997 Analisis Pengaruh Penggunaan Physical Cell

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS VOICE CALL PADA JARINGAN WCDMA DENGAN DRIVE TEST MENGGUNAKAN TEMS INVESTIGATION

ANALISIS KUALITAS VOICE CALL PADA JARINGAN WCDMA DENGAN DRIVE TEST MENGGUNAKAN TEMS INVESTIGATION ANALISIS KUALITAS VOICE CALL PADA JARINGAN WCDMA DENGAN DRIVE TEST MENGGUNAKAN TEMS INVESTIGATION Sandy Pamungkas 11408025 Pembimbing : Dr. Hamzah Afandi, ST.,MT. Erma Triawati Ch,. ST.,MT. Latar Belakang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Literatur Para penulis di [1] menjelaskan bahwa algoritma self-organization network dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja jaringan secara keseluruhan dan mengurangi

Lebih terperinci

BAB II JARINGAN GSM. telekomunikasi selular untuk seluruh Eropa oleh ETSI (European

BAB II JARINGAN GSM. telekomunikasi selular untuk seluruh Eropa oleh ETSI (European BAB II JARINGAN GSM 2.1 Sejarah Teknologi GSM GSM muncul pada pertengahan 1991 dan akhirnya dijadikan standar telekomunikasi selular untuk seluruh Eropa oleh ETSI (European Telecomunication Standard Institute).

Lebih terperinci

ANDRIAN SULISTYONO LONG TERM EVOLUTION (LTE) MENUJU 4G. Penerbit Telekomunikasikoe

ANDRIAN SULISTYONO LONG TERM EVOLUTION (LTE) MENUJU 4G. Penerbit Telekomunikasikoe ANDRIAN SULISTYONO LONG TERM EVOLUTION (LTE) MENUJU 4G Penerbit Telekomunikasikoe LONG TERM EVOLUTION (LTE) MENUJU 4G Oleh: Andrian Sulistyono Copyright 2012 by Andrian Sulistyono Penerbit Telekomunikasikoe

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perkembangan teknologi yang semakin pesat di berbagai belahan dunia, membuat semua orang ingin berkomunikasi tanpa terbatasi adanya jarak dan kecepatan. Saat ini manusia

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISA KEY PERFORMANCE INDICATOR (KPI) 3RD CARRIER CELL PADA JARINGAN 3G

TUGAS AKHIR ANALISA KEY PERFORMANCE INDICATOR (KPI) 3RD CARRIER CELL PADA JARINGAN 3G TUGAS AKHIR ANALISA KEY PERFORMANCE INDICATOR (KPI) 3RD CARRIER CELL PADA JARINGAN 3G Diajukan guna melengkapi sebagian syarat dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun oleh : Nama : Dyan Tri

Lebih terperinci

BAB 1 I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak pertama kali diperkenalkan hingga tiga puluh tahun perkembangannya, teknologi seluler telah melakukan banyak perubahan besar. Sejarah mencatat perkembangan

Lebih terperinci

DAFTAR ISTILAH. sistem seluler. Bit Error Rate (BER) : peluang besarnnya bit salah yang mungkin terjadi selama proses pengiriman data

DAFTAR ISTILAH. sistem seluler. Bit Error Rate (BER) : peluang besarnnya bit salah yang mungkin terjadi selama proses pengiriman data DAFTAR ISTILAH ACK (acknowledgement ) : Indikasi bahwa sebuah data yang terkirim telah diterima dengan baik Adaptive Modulation and Coding (AMC) Access Grant Channel (AGCH) arrival rate for SMS message

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Semakin tingginya pertumbuhan pengguna telepon seluler/smartphone dewasa ini menyebabkan pertumbuhan pengguna layanan data menjadi semakin tinggi, pertumbuhan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. (proses handover dari macrocell ke femtocell) telah dilakukan secara luas dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. (proses handover dari macrocell ke femtocell) telah dilakukan secara luas dalam II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Literatur Penelitian dan pengembangan teknologi mengenai prosedur hand-in (proses handover dari macrocell ke femtocell) telah dilakukan secara luas dalam beberapa tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi komunikasi seluler tidak lagi terbatas pada layanan suara dan pesan singkat (SMS). Teknologi seluler terus berkembang pesat dari tahun ke tahun. Layanan akses

Lebih terperinci

BAB II ARSITEKTUR SISTEM CDMA. depan. Code Division Multiple Access (CDMA) merupakan salah satu teknik

BAB II ARSITEKTUR SISTEM CDMA. depan. Code Division Multiple Access (CDMA) merupakan salah satu teknik BAB II ARSITEKTUR SISTEM CDMA 2. 1 Code Division Multiple Access (CDMA) Dalam perkembangan teknologi telekomunikasi telepon selular terutama yang berkaitan dengan generasi ke tiga CDMA merupakan teknologi

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN SIMULASI

BAB III PERENCANAAN DAN SIMULASI BAB III PERENCANAAN DAN SIMULASI Pada bab 3 ini menjelaskan planning, kondisi geografis site, drive test dan parameter parameter yang telah di ambil data nya, kemudian akan diolah untuk melakukan proses

Lebih terperinci

PERENCANAAN KEBUTUHAN NODE B PADA SISTEM UNIVERSAL MOBILE TELECOMMUNICATION SYSTEM (UMTS) DI WILAYAH UBUD

PERENCANAAN KEBUTUHAN NODE B PADA SISTEM UNIVERSAL MOBILE TELECOMMUNICATION SYSTEM (UMTS) DI WILAYAH UBUD PERENCANAAN KEBUTUHAN NODE B PADA SISTEM UNIVERSAL MOBILE TELECOMMUNICATION SYSTEM (UMTS) DI WILAYAH UBUD Agastya, A.A.N.I. 1, Sudiarta, P.K 2, Diafari, I.G.A.K. 3 1,2,3 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Teknik Elektro, Jurusan Teknik Elektro, Universitas Lampung. Tabel 3.1. Jadwal kegiatan Penelitian

III. METODE PENELITIAN. Teknik Elektro, Jurusan Teknik Elektro, Universitas Lampung. Tabel 3.1. Jadwal kegiatan Penelitian III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan September 2012 s.d Oktober 2013, bertempat di Laboratorium Teknik Telekomunikasi, Laboratorium Terpadu Teknik Elektro, Jurusan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI SELULER ( GSM )

TEKNOLOGI SELULER ( GSM ) TEKNOLOGI SELULER ( GSM ) GSM (Global System for Mobile communication) adalah suatu teknologi yang digunakan dalam komunikasi mobile dengan teknik digital. Sebagai teknologi yang dapat dikatakan cukup

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Dalam sistem komunikasi seluler, informasi dipertukarkan di antara mobile

BAB II DASAR TEORI. Dalam sistem komunikasi seluler, informasi dipertukarkan di antara mobile BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Sel Dalam sistem komunikasi seluler, informasi dipertukarkan di antara mobile station (MS) dan base transceiver station (BTS) melalui sinyal radio. Setiap BTS hanya dapat

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.2. Arsitektur Jaringan LTE a. User Equipment (UE) merupakan terminal di sisi penerima

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.2. Arsitektur Jaringan LTE a. User Equipment (UE) merupakan terminal di sisi penerima BAB II TEORI DASAR 2.1. Konsep Dasar Femtocell Arsitektur jaringan LTE berdasarkan [5] terdiri dari User Equipment (UE), Evolved UMTS Terestrial Radio Network (E-UTRAN) dan Evolved Packet Core (EPC). Gambar

Lebih terperinci

Analisis Perencanaan Jaringan Long Term Evolution (LTE) Frekuensi 900 MHz Pada Perairan Selat Sunda

Analisis Perencanaan Jaringan Long Term Evolution (LTE) Frekuensi 900 MHz Pada Perairan Selat Sunda Analisis Perencanaan Jaringan Long Term Evolution (LTE) Frekuensi 900 MHz Pada Perairan Selat Sunda Muhammad Haidar 1, *, Uke Kurniawan Usman 1, Linda Meylani 1 1 Prodi S1 Teknik Telekomunikasi, Fakultas

Lebih terperinci

Perkembangan Teknolgi Wireless: Teknologi AMPS Teknologi GSM Teknologi CDMA Teknologi GPRS Teknologi EDGE Teknologi 3G, 3.5G Teknologi HSDPA, HSUPA

Perkembangan Teknolgi Wireless: Teknologi AMPS Teknologi GSM Teknologi CDMA Teknologi GPRS Teknologi EDGE Teknologi 3G, 3.5G Teknologi HSDPA, HSUPA Perkembangan Teknolgi Wireless: Teknologi AMPS Teknologi GSM Teknologi CDMA Teknologi GPRS Teknologi EDGE Teknologi 3G, 3.5G Teknologi HSDPA, HSUPA TEKNOLOGI AMPS Analog mobile phone system(amps) dimulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akhir yang berjudul Discrete Fourier Transform-Spread Orthogonal Frequency Division

BAB I PENDAHULUAN. Akhir yang berjudul Discrete Fourier Transform-Spread Orthogonal Frequency Division BAB I PENDAHULUAN Bab satu ini membahas tujuan, latar belakang masalah, dan sistematika penulisan Tugas Akhir yang berjudul Discrete Fourier Transform-Spread Orthogonal Frequency Division Multiplexing

Lebih terperinci

1.2 Tujuan dan Manfaat Tujuan tugas akhir ini adalah: 1. Melakukan upgrading jaringan 2G/3G menuju jaringan Long Term Evolution (LTE) dengan terlebih

1.2 Tujuan dan Manfaat Tujuan tugas akhir ini adalah: 1. Melakukan upgrading jaringan 2G/3G menuju jaringan Long Term Evolution (LTE) dengan terlebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia telekomunikasi saat ini sangatlah pesat, kebutuhkan jaringan handal yang mampu mengirim data berkecepatan tinggi dan mendukung fitur layanan yang

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 TINJAUAN MUTAKHIR

BAB II DASAR TEORI 2.1 TINJAUAN MUTAKHIR 4 BAB II DASAR TEORI 2.1 TINJAUAN MUTAKHIR Pada tugas akhir ini, penulis mengacu terhadap referensi yang berkaitan dengan tugas akhir yang telah ada sebelumnya yaitu tugas akhir dengan judul penelitian

Lebih terperinci

Jl. Telekomunikasi, Dayeuh Kolot Bandung Indonesia

Jl. Telekomunikasi, Dayeuh Kolot Bandung Indonesia PERENCANAAN COVERAGE dan CAPACITY JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) FREKUENSI 700* MHz PADATOL CIPULARANG (CIKAMPEK-PURWAKARTA-PADALARANG) MENGGUNAKAN METODE PHYSICAL CELL IDENTITY (PCI) Riano Febrianto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan pada sistem komunikasi nirkabel dan bergerak sangatlah kompleks

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan pada sistem komunikasi nirkabel dan bergerak sangatlah kompleks BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan pada sistem komunikasi nirkabel dan bergerak sangatlah kompleks seperti noise, fading, dan interferensi. Permasalahan tersebut merupakan gangguan yang

Lebih terperinci

ANALISIS DROP CALL PADA JARINGAN 3G PADA BEBERAPA BASE STATION DI KOTA MEDAN

ANALISIS DROP CALL PADA JARINGAN 3G PADA BEBERAPA BASE STATION DI KOTA MEDAN ANALISIS DROP CALL PADA JARINGAN 3G PADA BEBERAPA BASE STATION DI KOTA MEDAN Donny Panggabean (1), Naemah Mubarakah (2) Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB 2 PERENCANAAN CAKUPAN

BAB 2 PERENCANAAN CAKUPAN BAB 2 PERENCANAAN CAKUPAN 2.1 Perencanaan Cakupan. Perencanaan cakupan adalah kegiatan dalam mendesain jaringan mobile WiMAX. Faktor utama yang dipertimbangkan dalam menentukan perencanaan jaringan berdasarkan

Lebih terperinci

Multiple Access. Downlink. Handoff. Uplink. Mobile Station Distributed transceivers Cells Different Frequencies or Codes

Multiple Access. Downlink. Handoff. Uplink. Mobile Station Distributed transceivers Cells Different Frequencies or Codes Multiple Access Downlink Uplink Handoff Mobile Station Distributed transceivers Cells Different Frequencies or Codes Base Station Fixed transceiver Frequency TDMA: Time Division Multiple Access CMDA: Code

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini jumlah pelanggan seluler dan trafik pengggunaan data seluler meningkat secara eksponensial terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan,

Lebih terperinci

BAB II CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (CDMA) CDMA merupakan singkatan dari Code Division Multiple Access yaitu teknik

BAB II CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (CDMA) CDMA merupakan singkatan dari Code Division Multiple Access yaitu teknik BAB II CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (CDMA) 2.1 Pengenalan CDMA CDMA merupakan singkatan dari Code Division Multiple Access yaitu teknik akses jamak (multiple access) yang memisahkan percakapan dalam domain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka Pada Penelitian Terkait Tugas akhir ini mengacu pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, dimana beberapa penelitian tersebut membahas manajemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi telekomunikasi berkembang dengan sangat pesat yang disebabkan oleh kebutuhan pelanggan akan layanan komunikasi dan informasi yang meningkat dari waktu ke

Lebih terperinci

PERENCANAAN ANALISIS UNJUK KERJA WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (WCDMA)PADA KANAL MULTIPATH FADING

PERENCANAAN ANALISIS UNJUK KERJA WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (WCDMA)PADA KANAL MULTIPATH FADING Widya Teknika Vol.19 No. 1 Maret 2011 ISSN 1411 0660 : 34 39 PERENCANAAN ANALISIS UNJUK KERJA WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (WCDMA)PADA KANAL MULTIPATH FADING Dedi Usman Effendy 1) Abstrak Dalam

Lebih terperinci

PERHITUNGAN PATHLOSS TEKNOLOGI 4G

PERHITUNGAN PATHLOSS TEKNOLOGI 4G PERHITUNGAN PATHLOSS TEKNOLOGI 4G Maria Ulfah 1*, Nurwahidah Jamal 2 1,2 Jurusan Teknik Elektronika, Politeknik Negeri Balikpapan * e-mail : maria.ulfah@poltekba.ac.id Abstract Wave propagation through

Lebih terperinci

I. Pembahasan. reuse. Inti dari konsep selular adalah konsep frekuensi reuse.

I. Pembahasan. reuse. Inti dari konsep selular adalah konsep frekuensi reuse. I. Pembahasan 1. Frequency Reuse Frequency Reuse adalah penggunaan ulang sebuah frekuensi pada suatu sel, dimana frekuensi tersebut sebelumnya sudah digunakan pada satu atau beberapa sel lainnya. Jarak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Long Term Evolution (LTE) 2.1.1. Pendahuluan LTE merupakan pengembangan standard teknologi 3GPP dengan menggunakan skema multiple access OFDMA pada sisi downlink dan SC-FDMA

Lebih terperinci

ARSITEKTUR DAN KONSEP RADIO ACCESS

ARSITEKTUR DAN KONSEP RADIO ACCESS Makalah Seminar Kerja Praktek ARSITEKTUR DAN KONSEP RADIO ACCESS PADA LONG TERM EVOLUTION (LTE) Oleh : Yunda Kumala Nasution (L2F007081) Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Abstrak

Lebih terperinci

Powered By TeUinSuska2009.Wordpress.com. Upload By - Vj Afive -

Powered By  TeUinSuska2009.Wordpress.com. Upload By - Vj Afive - Powered By http:/ TeUinSuska2009.Wordpress.com Upload By - Vj Afive - Jarlokar Adalah jaringan transmisi yang menghubungkan perangkat terminal pelanggan dengan sentral lokal dengan menggunakan media radio

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi telekomunikasi perangkat seluler berkembang dari tahun ke tahun. Teknologi ini menggeser kebiasaan orang mengakses Internet di komputer desktop ke perangkat

Lebih terperinci

3.6.3 X2 Handover Network Simulator Modul Jaringan LTE Pada Network Simulator BAB IV RANCANGAN PENELITIAN

3.6.3 X2 Handover Network Simulator Modul Jaringan LTE Pada Network Simulator BAB IV RANCANGAN PENELITIAN DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PERSETUJUAN... iii PERNYATAAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xii INTISARI... xiii ABSTRACT... xiv BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

PENGANTAR SISTEM KOMUNIKASI SELULER

PENGANTAR SISTEM KOMUNIKASI SELULER PENGANTAR SISTEM KOMUNIKASI SELULER DASAR TEKNIK TELEKOMUNIKASI YUYUN SITI ROHMAH, ST,.MT //04 OUTLINES A. Pendahuluan B. Frequency Reuse C. Handoff D. Channel Assignment Strategies //04 A. Pendahuluan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011 TUGAS AKHIR EVALUASI KINERJA MIMO-OFDM DENGAN MODULASI ADAPTIF PADA LONG TERM EVOLUTION DALAM ARAH DOWNLINK Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendididikan sarjana (S-1)

Lebih terperinci

DAFTAR SINGKATAN. xiv

DAFTAR SINGKATAN. xiv DAFTAR SINGKATAN 3GPP BHSA BTS DAS DL DSL EUTRAN EPC enodeb FAP FDD HSDPA HSUPA IBC LTE MAC MAPL Mbps MIMO MME PCRF PGW QPSK QAM RSL RPS SGW SINR SIR SPV TDD UE Third Generation Partnership Project Busy

Lebih terperinci

EVALUASI PENGGUNAAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENYELESAIKAN PERSOALAN PENGALOKASIAN RESOURCE BLOCK PADA SISTEM LTE ARAH DOWNLINK

EVALUASI PENGGUNAAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENYELESAIKAN PERSOALAN PENGALOKASIAN RESOURCE BLOCK PADA SISTEM LTE ARAH DOWNLINK EVALUASI PENGGUNAAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENYELESAIKAN PERSOALAN PENGALOKASIAN RESOURCE BLOCK PADA SISTEM LTE ARAH DOWNLINK Josia Ezra1), Arfianto Fahmi2), Linda Meylani3) 1), 2), 3) School of Electrical

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. DFTS-OFDM maupun nilai PAPR pada DFTS-OFDM yang membuat DFTS-OFDM menjadi

BAB II DASAR TEORI. DFTS-OFDM maupun nilai PAPR pada DFTS-OFDM yang membuat DFTS-OFDM menjadi BAB II DASAR TEORI Bab dua ini akan membahas tentang dasar teori. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai perkembangan telekomunikasi yang berupa penjelasan mengenai Jaringan generasi ke-3 (3G), Jaringan

Lebih terperinci

Universal Mobile Telecommunication System

Universal Mobile Telecommunication System Universal Mobile Telecommunication System Disusun Oleh: Fikri Imam Muttaqin Kelas XII Tel 2 2010026 / 23 UMTS merupakan salah satau evolusi generasi ketiga (3G) dari jaringan mobile. Air interface yang

Lebih terperinci

Wireless Communication Systems Modul 9 Manajemen Interferensi Seluler Faculty of Electrical Engineering Bandung 2015

Wireless Communication Systems Modul 9 Manajemen Interferensi Seluler Faculty of Electrical Engineering Bandung 2015 Wireless Communication Systems Modul 9 Manajemen Interferensi Seluler Faculty of Electrical Engineering Bandung 2015 Pengaruh Interferensi Interferensi antar sel merupakan masalah serius yang harus diminimalisasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Power control pada sistem CDMA adalah mekanisme yang dilakukan untuk mengatur daya pancar mobile station (MS) pada kanal uplink, maupun daya pancar base station

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi selular semakin berkembang, diawali dengan munculnya teknologi 1G (AMPS), 2G yang dikenal dengan GSM, dan 3G yang mulai berkembang di Indonesia

Lebih terperinci

KUALITAS LAYANAN DATA PADA JARINGAN CDMA x EVOLUTION-DATA ONLY (EVDO)

KUALITAS LAYANAN DATA PADA JARINGAN CDMA x EVOLUTION-DATA ONLY (EVDO) KUALITAS LAYANAN DATA PADA JARINGAN CDMA 2000 1x EVOLUTION-DATA ONLY (EVDO) Eva Yovita Dwi Utami, Peni Listyaningsih KUALITAS LAYANAN DATA PADA JARINGAN CDMA 2000 1x EVOLUTION-DATA ONLY (EVDO) Eva Yovita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Code Division Multiple Access (CDMA) merupakan metode akses kanal

BAB I PENDAHULUAN. Code Division Multiple Access (CDMA) merupakan metode akses kanal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Code Division Multiple Access (CDMA) merupakan metode akses kanal yang digunakan oleh berbagai macam teknologi komunikasi seluler. Salah satu fasilitas dalam komunikasi

Lebih terperinci

ANALISIS OPTIMASI COVERAGE JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) TDD PADA FREKUENSI 2300 MHZ DI WILAYAH DKI JAKARTA

ANALISIS OPTIMASI COVERAGE JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) TDD PADA FREKUENSI 2300 MHZ DI WILAYAH DKI JAKARTA ANALISIS OPTIMASI COVERAGE JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) TDD PADA FREKUENSI 2300 MHZ DI WILAYAH DKI JAKARTA Andi Chaerunisa Utami Putri 1), Uke Kurniawan Usman 2), Sigit Puspito Wigati Jarot 3) 1),2),3

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada bab 3 ini akan dibahas mengenai metode penelitian yang dilakukan pada BTS-

BAB III METODE PENELITIAN. Pada bab 3 ini akan dibahas mengenai metode penelitian yang dilakukan pada BTS- 23 BAB III METODE PENELITIAN Pada bab 3 ini akan dibahas mengenai metode penelitian yang dilakukan pada BTS- BTS CDMA 20001x EVDO. Seperti yang sudah dijelaskan pada bab 2, BTS merupakan Access Point (AP)

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Definisi Indoor BTS (Base Transceiver Station) BTS (Base Transceiver Station) adalah perangkat seluler yang pertama kali berhubungan langsung dengan handset kita. Beberapa BTS

Lebih terperinci

Optimasi BTS Untuk Peningkatan Kualitas Jaringan CDMA 2000

Optimasi BTS Untuk Peningkatan Kualitas Jaringan CDMA 2000 Optimasi BTS Untuk Peningkatan Kualitas Jaringan CDMA 2000 Sulistyaningsih P2 Elektronika dan Telekomunikasi LIPI sulis@ppet.lipi.go.id Folin Oktafiani P2 Elektronika dan Telekomunikasi LIPI folin@ppet.lipi.go.id

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS TRAFIK DAN PARAMETER INTERFERENSI CO-CHANNEL

BAB III ANALISIS TRAFIK DAN PARAMETER INTERFERENSI CO-CHANNEL BAB III ANALISIS TRAFIK DAN PARAMETER INTERFERENSI CO-CHANNEL Proses pengukuran dan pemantauan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kualitas dari jaringan GSM yang ada, Kemudian ditindak lanjuti dengan

Lebih terperinci

Pengenalan Teknologi 4G

Pengenalan Teknologi 4G Pengenalan Teknologi 4G Trend teknologi komunikasi masa depan adalah teknologi baru yang benar-benar mengadopsi tren yang sedang berkembang, dimana komputer dapat berfungsi sebagai alat telekomunikasi

Lebih terperinci

Teknik Transmisi Seluler (DTG3G3)

Teknik Transmisi Seluler (DTG3G3) Teknik Transmisi Seluler (DTG3G3) Yuyun Siti Rohmah, ST.,MT Dadan Nur Ramadan,S.Pd,MT Trinopiani Damayanti,ST.,MT Suci Aulia,ST.,MT KONSEP DASAR SISTEM SELULER 2 OUTLINES LATAR BELAKANG KONFIGURASI SEL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. telekomunikasi berkisar 300 KHz 30 GHz. Alokasi rentang frekuensi ini disebut

I. PENDAHULUAN. telekomunikasi berkisar 300 KHz 30 GHz. Alokasi rentang frekuensi ini disebut 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Frekuensi merupakan sumber daya yang disediakan oleh alam dan penggunaannya terbatas. Rentang frekuensi yang digunakan dalam dunia telekomunikasi berkisar 300 KHz 30

Lebih terperinci

Teknik Transmisi Seluler (DTG3G3)

Teknik Transmisi Seluler (DTG3G3) Teknik Transmisi Seluler (DTG3G3) Yuyun Siti Rohmah, ST.,MT Dadan Nur Ramadan,S.Pd,MT Trinopiani Damayanti,ST.,MT Suci Aulia,ST.,MT KONSEP DASAR SISTEM SELULER OUTLINES LATAR BELAKANG KONFIGURASI SEL PARAMETER

Lebih terperinci

BAB II ADAPTIVE MULTI-RATE (AMR)

BAB II ADAPTIVE MULTI-RATE (AMR) BAB II ADAPTIVE MULTI-RATE (AMR) 2.1. Sejarah AMR Pada bulan Oktober 1997, ETSI (European Telecommunications Standards Institute) memulai suatu program standarisasi untuk mengembangkan sistem pengkodean

Lebih terperinci

WIRELESS & MOBILE COMMUNICATION ARSITEKTUR JARINGAN SELULER

WIRELESS & MOBILE COMMUNICATION ARSITEKTUR JARINGAN SELULER WIRELESS & MOBILE COMMUNICATION ARSITEKTUR JARINGAN SELULER Arsitektur jaringan seluler dibagi menjadi yaitu: 1. Generasi Kedua terdiri atas: SISTEM DECT (DIGITAL ENHANCED CORDLESS TELECOMMUNICATION) adalah

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. Long Term Evolution (LTE) menjadi fokus utama pengembangan dalam bidang

1 BAB I PENDAHULUAN. Long Term Evolution (LTE) menjadi fokus utama pengembangan dalam bidang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Long Term Evolution (LTE) menjadi fokus utama pengembangan dalam bidang telekomunikasi pada masa kini. Dengan banyak pengembangan dari generasi-generasi sistem jaringan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. LEMBAR PENGESAHAN SURAT PERNYATAAN ABSTRAK. i ABSTRACT.. ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI.. v DAFTAR TABEL.. viii DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI. LEMBAR PENGESAHAN SURAT PERNYATAAN ABSTRAK. i ABSTRACT.. ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI.. v DAFTAR TABEL.. viii DAFTAR GAMBAR... ABSTRAK Perkembangan teknologi komunikasi berupa sistem komunikasi bergerak bukanlah hal yang baru dalam masyarakat di jaman sekarang ini. Kebutuhan akan pertukaran informasi saat ini semakin meningkat,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini merupakan zaman dimana teknologi informasi dan komunikasi mengalami perkembangan yang sangat cepat diiringi dengan jumlah pengguna smartphone yang

Lebih terperinci

ANALISIS LAYANAN VOICE CALL DAN DATA PACKET PADA OPERATOR TELEPON SELULER DI WILAYAH BALI INNER CITY

ANALISIS LAYANAN VOICE CALL DAN DATA PACKET PADA OPERATOR TELEPON SELULER DI WILAYAH BALI INNER CITY ANALISIS LAYANAN VOICE CALL DAN DATA PACKET PADA OPERATOR TELEPON SELULER DI WILAYAH BALI INNER CITY IPH Darmawan, NMAED Wirastuti, IGAK Diafari DH Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

Teknologi Seluler. Pertemuan XIV

Teknologi Seluler. Pertemuan XIV Teknologi Seluler Pertemuan XIV Latar Belakang Teknologi jaringan seluler berevolusi dari analog menjadi sistem digital, dari sirkuit switching menjadi packet switching. Evolusi teknologi seluler terbagi

Lebih terperinci

ANALISIS PERFORMANSI DAN OPTIMALISASI COVERAGE LAYANAN LTE TELKOMSEL DI DENPASAR BALI

ANALISIS PERFORMANSI DAN OPTIMALISASI COVERAGE LAYANAN LTE TELKOMSEL DI DENPASAR BALI SKRIPSI ANALISIS PERFORMANSI DAN OPTIMALISASI COVERAGE LAYANAN LTE TELKOMSEL DI DENPASAR BALI VIBRADO SEGARA KUSUMO JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA JIMBARAN - BALI 2015 ANALISIS

Lebih terperinci

Teknik Multiple Akses FDMA, TDMA, CDMA

Teknik Multiple Akses FDMA, TDMA, CDMA Teknik Multiple Akses FDMA, TDMA, CDMA OVERVIEW Dalam sistem komunikasi wireless, efisiensi pemakaian lebar bidang frekuensi diusahakan diantaranya melalui teknik multiple akses, agar dalam alokasi frekuensi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian merupakan suatu cara berpikir yang di mulai dari menentukan suatu permasalahan, pengumpulan data baik dari buku-buku panduan maupun studi lapangan, melakukan

Lebih terperinci

Evaluasi Performansi Jaringan UMTS di Kota Semarang menggunakan Metode Drive Test

Evaluasi Performansi Jaringan UMTS di Kota Semarang menggunakan Metode Drive Test Jurnal ELKOMIKA Vol. 5 No. 2 Halaman 221-231 ISSN (p): 2338-8323 Juli - Desember 2017 ISSN (e): 2459-9638 Evaluasi Performansi Jaringan UMTS di Kota Semarang menggunakan Metode Drive Test HASANAH PUTRI

Lebih terperinci

ANALISA KINERJA MPEG-4 VIDEO STREAMING PADA JARINGAN HSDPA

ANALISA KINERJA MPEG-4 VIDEO STREAMING PADA JARINGAN HSDPA ANALISA KINERJA MPEG-4 VIDEO STREAMING PADA JARINGAN HSDPA Oleh: Fanny Nurindra P 2203 109 017 Dosen pembimbing : Dr.Ir.Achmad Affandi, DEA Ir.Djoko Suprajitno Rahardjo, MT Latar Belakang 3GPP Release

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Semakin majunya kehidupan manusia di era globalisasi seperti sekarang ini membuat teknologi mengalami kemajuan yang pesat khususnya di teknologi

Lebih terperinci