BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Matematika dan Pembelajaran Matematika Pengertian Matematika Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan berargumentasi, memberikan konstribusi dalam penyelesaian masalah sehari-hari dan dalam dunia kerja, serta memberikan dukungan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Susanto, 2015: 185). Sejalan dengan Permendiknas No 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi menyatakan matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Ruseffendi (Heruman, 2013: 1) mengemukakan bahwa matematika adalah bahasa simbol ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara deduktif; ilmu tentang keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil. Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan sebuah ilmu yang menjadi dasar dari ilmu-ilmu lainnya dan dapat berfungsi untuk menyelesaikan masalah sehari-hari dalam dunia kerja serta dapat memberikan dukungan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi Fungsi Matematika Matematika berfungsi sebagai media atau sarana siswa dalam mencapai kompetensi. Dengan mempelajari materi matematika diharapkan siswa akan dapat menguasai seperangkat kompetensi yang telah ditetapkan. Permendiknas No 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi mata pelajaran matematika untuk SD/MI menyatakan bahwa matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan menggunakan matematika dalam pemecahan masalah dan mengkomunikasikan 10

2 11 ide atau gagasan dengan menggunakan simbol, tabel, diagram, dan media lain. Oleh karena itu, penguasaan materi matematika bukanlah tujuan akhir dari pembelajaran matematika, akan tetapi penguasaan materi matematika hanyalah jalan mencapai penguasaan kompetensi. Keseluruhan fungsi matematika tersebut hendaknya dijadikan acuan dalam pembelajaran matematika Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatu sistem atau proses membelajarkan siswa yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar siswa dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien (Komalasari, 2013: 3). Menurut Wragg (Susanto, 2015: 188) pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang memudahkan siswa untuk mempelajari sesuatu yang bermanfaat, seperti fakta, keterampilan, nilai, konsep, dan bagaimana hidup serasi dengan sesama, atau suatu hasil belajar yang diinginkan. Pembelajaran matematika adalah proses pemberian belajar kepada peserta didik melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga peserta didik memperoleh kompetensi tentang bahan matematika yang dipelajari Muhsetyo (Susanti, 2012: 13). Sedangkan Susanto (2015: 186) mendefinisikan pembelajaran metematika adalah suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir siswa yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi matematika. Menurut Heruman (2013: 4) dalam pembelajaran matematika harus terdapat keterkaitan antara pengalaman belajar siswa sebelumnya dengan konsep yang akan diajarkan. Beliau juga menambahkan bahwa siswa harus dapat menghubungkan apa yang telah dimiliki dalam struktur berpikirnya yang berupa konsep matematika, dengan permasalahan yang ia hadapi. Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran matematika bukan sekedar transfer ilmu dari guru ke siswa, melainkan suatu proses kegiatan, yaitu terjadi interaksi antara guru dengan siswa

3 12 serta antara siswa dengan siswa, dan antara siswa dengan lingkungannya. Sehingga dalam proses pembelajaran matematika, baik guru maupun siswa harus saling bekerjasama demi terlaksananya tujuan pembelajaran yang hendak dicapai Tujuan Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Permendiknas No 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi menyatakan bahwa pembelajaran matematika di Sekolah Dasar bertujuan agar siswa memiliki kemampuan-kemampuan, sebagai berikut: 1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau logaritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah; 2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; 3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; 4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; 5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, sifat-sifat ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Selain tujuan umum yang menekankan pada penataan nalar dan pembentukan sikap siswa serta memberikan tekanan pada keterampilan dalam penerapan, matematika SD juga memuat tujuan khusus yaitu: 1) menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan berhitung sebagai latihan dalam kehidupan sehari-hari; 2) menumbuhkan kemampuan siswa, yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan matematika; 3) mengembangkan kemampuan dasar matematika sebagai bekal belajar lebih lanjut dan; 4) membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif dan disiplin. Untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika tersebut, seorang guru hendaknya dapat menciptakan kondisi dan situasi pembelajaran yang memungkinkan siswa aktif membentuk, menemukan dan mengembangkan pengetahuannya. Kemudian siswa dapat membentuk makna dari bahan-bahan pelajaran melalui suatu proses belajar dan mengkonstruksinya dalam ingatan yang

4 13 sewaktu-waktu dapat diproses dan dikembangkan lebih lanjut. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Jean Piaget, bahwa pengetahuan atau pemahaman siswa itu ditemukan, dibentuk, dan dikembangkan oleh siswa itu sendiri (Susanto, 2013: ). Sehingga dapat disimpulkan bahwa inti dari tujuan pembelajaran matematika di SD adalah memberi bekal kepada siswa untuk mampu dan terampil dalam menggunakan penalarannya guna menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari Karakteristik Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Menurut Piaget (Heruman, 2013: 1) siswa Sekolah Dasar berada pada fase operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah kemampuan dalam proses berpikir untuk mengoprasikan kaidah-kaidah logika, meskipun masih terikat dengan objek yang bersifat konkret. Oleh karena itu, proses belajar mengajar perlu memperhatikan beberapa sifat atau karakteristik pembelajaran matematika di Sekolah Dasar. Wigar (Wibowo, 2015: 8-9) menyatakan bahwa pembelajaran matematika memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Pembelajaran matematika berjenjang (bertahap) dimulai dari konsep yang sederhana ke konsep yang lebih sukar. 2. Pembelajaran matematika mengikuti metode spiral. Dalam setiap memperkenalkan konsep atau bahan yang baru perlu memperkenalkan konsep atau bahan yang telah dipelajari sebelumnya. Bahan yang baru selalu dikaitkan dengan bahan yang telah dipelajari dan sekaligus untuk mengingatkannya kembali. 3. Pembelajaran matematika menekankan pada pola pendekatan induktif. Matematika adalah ilmu deduktif. Matematika tersusun secara deduktif aksiomatik. Namun, sesuai dengan perkembangan intelktual di SD. Maka dalam pembelajaran matematika perlu ditempuh dengan pola pikir atau pendekatan induktif. 4. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsisten. Kebenaran matematika sesuai dengan struktur deduktif aksiomatiknya. Kebenaran-

5 14 kebenran dalam matematika pada dasarnya merupakan kebenaran konsistensi, tidak ada pertentangan antara konsep yang satu dengan konsep yang lainnya. Dalam pembelajaran matematika di SD kebenaran konsistensi tersebut mempunyai nilai didik yang sangat tinggi dan amat penting untuk pembinaan sumber daya manusia dalam kehidupan sehari-hari. Secara garis besar beberapa hal yang perlu dipahami oleh para guru SD dalam rangka mempersiapkan pembelajaran matematika sudah pasti berkenaan dengan konsep-konsep dasar matematika, analisis substansi materi matematika dalam kurikulum SD dan proses pembelajarannya. Hal pertama yang perlu dipahami berkenaan dengan pengkajian terhadap konsep-konsep dasar matematika tersebut adalah dengan penalaran karena penalaran merupakan landasan untuk mempelajari konsep-konsep matematika selanjtnya (Wahyudi, 2012: 21). Menurut Hamzah (2014: 49) menguasai matematika tidak hanya dilihat pada unitnya saja seperti aritmatika, akan tetapi ada yang lebih luas yaitu menguasai dan terampil menyelesaikan masalah dengan tahapan-tahapan tertentu. Paling sederhana siswa dapat menguraikan langkah-langkah menyelesaikan masalah sekurang-kurangnya tiga langkah penyelesaian soal. Penguasaan langkah-langkah penyelesaian masalah inilah akhirnya menjadi target berhasil atau tidaknya seorang guru mengajar matematika Pengertian Belajar dan Hasil Belajar Pengertian Belajar Burton (Susanto, 2015: 3) mendefinisikan belajar sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu lain dan individu dengan lingkungannya sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan Suprihatiningrum (2013: 14) menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan individu secara sadar untuk memperoleh perubahan tingkah laku tertentu, baik yang diamati secara langsung maupun yang tidak dapat diamati secara langsung sebagai pengalaman (latihan) dalam interaksinya dengan lingkungan. Demikian halnya dengan Budiningsih (Suprihatiningrum, 2013: 15) menyatakan bahwa belajar

6 15 merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan, yang mana siswa aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep, dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Susanto (2015: 4) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang dilakukan seseorang dengan sengaja dalam keadaan sadar untuk memperoleh suatu konsep, pemahaman, atau pengetahuan baru sehingga memungkinkan seseorang terjadinya perubahan perilaku yang relatif tetap baik dalam berpikir, merasa, maupun dalam bertindak. Lain halnya dengan W.S. Wingkel (Susanto, 2015: 4) menyatakan bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental yang berlangsung dalam interaksi aktif antara seseorang dengan lingkungan, dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap yang bersifat relatif konstan dan berbekas. Dari beberapa pengertian belajar di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar merupakan usaha sadar manusia untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang melibatkan aktivitas mental dan interaksi aktif antara individu dengan individu, individu dengan kelompok dan individu dengan lingkungan sehingga dapat menghasilkan perubahan salah satunya adalah perubahan dalam hal pengetahuan yang dapat diukur dengan hasil belajar Hasil Belajar Hasil belajar merupakan tolok ukur yang utama untuk mengetahui keberhasilan belajar seseorang. Seseorang yang hasil belajarnya tinggi dapat dikatakan, bahwa dia telah berhasil dalam belajar, demikian pula sebaliknya. Hasil belajar menurut Gagne & Briggs (Suprihatiningrum, 2013: 37) adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa sebagai akibat perbuatan belajar dan dapat diamati melalui penampilan siswa (leaner s performance). Reigeluth (Suprihatiningrum, 2013: 37) juga berpendapat bahwa hasil belajar atau pembelajaran dapat dipakai sebagai pengaruh yang memberikan suatu ukuran nilai dari metode (strategi) alternative dalam kondisi yang berbeda. Ia juga mengatakan secara spesifik bahwa hasil belajar adalah suatu kinerja (performance) yang

7 16 diindikasikan sebagai suatu kapabilitas (kemampuan) yang telah diperoleh. Hasil belajar selalu dinyatakan dalam bentuk tujuan (khusus) perilaku (unjuk kerja). Secara sederhana, Susanto (2015: 5) mendefinisikan bahwa yang dimaksud dengan hasil belajar siswa adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Karena belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap. Pengertian tentang hasil belajar sebagaimana diuraikan di atas dipertegas lagi oleh Nawawi (Susanto, 2015: 5) yang menyatakan bahwa hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah meteri pelajaran tertentu. Dari beberapa pengertian mengenai hasil belajar di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan tolak ukur yang dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa setelah mengikuti proses pembelajaran. Kemampuan tersebut dapat dilihat dari kecakapan siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan melalui skor atau nilai yang diperoleh siswa setelah mengikuti tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu yang sudah dipelajari Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar Demi mencapai hasil belajar sebagaimana yang diharapkan, maka perlu diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar. Pertama adalah faktor yang terdapat dalam diri siswa (faktor intern) di antaranya kecerdasan, bakat, minat dan tingkat motivasi siswa. Kedua adalah faktor dari luar siswa (faktor ekstern), di antaranya adalah keadaan keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakatnya. Wasliman (Susanto, 2013: 12) mengungkapkan bahwa hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang memengaruhi, baik faktor internal maupun eksternal. Secara perinci, uraian mengenai faktor internal dan eksternal, sebagai berikut: 1. Faktor internal, faktor internal merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri peserta didik, yang memengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor

8 17 internal ini meliputi; kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap, kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan kesehatan. 2. Faktor eksternal, faktor yang berasal dari luar diri peserta didik yang memengaruhi hasil belajar yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat. Keadaan keluarga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Keluarga yang morat-marit keadaan ekonominya, pertengkaran suami istri, perhatian orang tua yang kurang terhadap anaknya, serta kebiasaan sehari-hari berperilaku yang kurang baik dari orang tua dalam kehidupan sehari-hari berpengaruh dalam hasil belajar peserta didik. Selanjutnya, dikemukakan oleh Wasliman (Susanto, 2013: 13) bahwa sekolah merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan hasil belajar siswa. Semakin tinggi kemampuan belajar siswa dan kualitas pengajaran di sekolah, maka semakin tinggi pula hasil belajar siswa. Kualitas pengajaran di sekolah sangat ditentukan oleh guru, sebagaimana dikemukakan oleh Wina Sanjaya (Susanto, 2013: 13), bahwa guru adalah komponen yang sangat menentuan dalam implementasi suatu strategi pembelajaran. Berdasarkan pendapat ini dapat ditegaskan bahwa salah satu faktor eksternal yang sangat berperan memengaruhi hasil belajar adalah guru. Guru dalam proses pembelajaran memegang peranan yang sangat penting. Peran guru, apalagi untuk siswa pada usia sekolah dasar, tak mungkin dapat digantikan oleh perangkat lain, seperti, televisi, radio, dan komputer. Sebab, siswa adalah organisme yang sedang berkembang yang memerlukan bimbingan dan bantuan orang dewasa. Mengacu pada pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa ada dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Namun, penelitian ini hanya memilih salah satu dalam faktor eksternal yaitu guru seperti yang telah dipaparkan oleh Wina Sanjaya. Agar lebih spesifik dan sesuai dengan penelitian ini, maka diambil kualitas pengajaran di kelas yaitu model pembelajaran yang digunakan oleh guru.

9 Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Teams Games Tournaments (TGT) dan Student Teams Achievement Division (STAD) Pengertian Model Pembelajaran Model pembelajaran menurut Joyce & Well (Inus, 2012: 12) adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. Sedangkan menurut Komalasari (2013: 57) model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Dari beberapa pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan model pembelajaran adalah suatu rencana yang susun oleh guru mengenai pembelajaran dari awal sampai akhir. Selain memiliki tujuan dan asumsi, Joyce et al. (Rustaman, hlm. 2) mengatakan bahwa sebuah model pembelajaran juga memiliki lima unsur karakteristik model, yaitu sintaks, sistem sosial, prinsip reaksi, sistem pendukung, dampak instruksional dan dampak pengiring. Sintaks mencakup tahap-tahap kegiatan dari suatu model. Sistem sosial mencakup situasi atau suasana dan norma yang berlaku dalam model tersebut. Prinsip reaksi menggambarkan pola kegiatan bagaimana seharusnya pendidik melihat dan memperlakukan peserta didiknya, termasuk bagaimana caranya memberikan respon. Sistem pendukung meliputi segala sarana, bahan dan alat yang diperlukan untuk melaksanakan model tersebut. Dampak instruksional adalah hasil belajar yang dicapai langsung dengan cara mengarahkan peserta didik pada tujuan yang diharapkan. Adapun dampak pengiring merupakan hasil belajar lainnya yang dihasilkan dalam interaksi belajar mengajar sebagai akibat terciptanya suasana belajar yang dialami langsung oleh peserta didik tanpa arahan langsung dari pendidik (Rustaman, hlm. 2)

10 Pengertian Pembelajaran Cooperative Learning Pembelajaran kooperatif sering disebut sebagai pembelajaran secara berkelompok. Slavin (Tukiran, 2011: 55) mengemukakan bahwa cooperative learning adalah suatu model pembelajaran di mana dalam sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4 6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar. Pada dasarnya cooperative learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih di mana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri. Cooperative learning juga dapat diartikan sebagai suatu struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan di antara sesama anggota kelompok. Solihatin (Tukiran, 2011: 56) Lie (Tukiran, 2011: 56) mengatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran cooperative learning yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan prosedur model cooperative learning dengan benar-benar akan memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan lebih efektif. Senada dengan penjelasan tersebut Roger dan David (Tukiran, 2011: 58) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong-royong harus diterapkan, yang meliputi: 1) saling ketergantungan positif, artinya bahwa keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya; 2) tanggung jawab perseorangan, artinya setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik; 3) tatap muka, maksudnya bahwa setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi: 4) komunikasi antar anggota, artinya agar para pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi dan; 5) evaluasi proses kelompok, pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerjasama mereka agar selanjutnya dapat bekerjasama lebih efektif.

11 20 Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keberagaman, dan pengembangan keterampilan sosial. Untuk mencapai hasil belajar itu model pembelajaran kooperatif menuntut kerjasama dan interdependensi peserta didik dalam struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur reward-nya. Struktur tugas berhubungan bagaimana tugas diorganisir. Struktur tujuan dan reward mengacu pada derajat kerjasama atau kompetensi yang dibutuhkan untuk tujuan mencapai tujuan maupun reward. (Suprijono, 2011: 61). Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah suatu model pembelajaran yang banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan oleh guru secara terstruktur. Dalam hal ini guru tidak lagi bertugas sebagai transfer pengetahuan melainkan menjadi fasilitator dan mediator di mana siswa lebih banyak diberikan kesempatan melalui interaksi yang aktif dan positif antar sesama siswa untuk memecahkan soal-soal dalam materi yang diberikan, baik melalui membaca, mendengar, analisis maupun refleksi terkait dengan materi pelajaran tersebut. Agar pembelajaran terlaksana dengan baik, maka guru harus memperhatikan langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif Langkah-Langkah dalam Pembelajaran Cooperative Learning Pembagian kerja yang kurang adil tidak perlu terjadi jika guru benar-benar menerapkan prosedur model pembelajaran kooperatif. Banyak guru hanya membagi peserta didik dalam kelompok kemudian memberi tugas untuk menyelesaikan sesuatu tanpa pedoman mengenai hal yang dikerjakan. Akhirnya, peserta didik merasa ditelantarkan. Karena mereka belum berpengalaman, mereka merasa bingung dan tidak tahu bagaimana harus bekerja sama menyelesaikan tugas tersebut. Akibatnya kelas gaduh. Supaya hal ini tidak terjadi, kita sebagai guru wajib memahami sintak model pembelajaran kooperatif (Suprijono, 2011: 64). Sintak tersebut dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini:

12 21 Tabel 1 Sintak model pembelajaran kooperatif terdiri dari 6 (enam) fase. Fase-Fase Fase 1: Present goals and set Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik. Fase 2: Present information Menyampaikan informasi Fase 3: Organize students into learning teams Mengorganisir peserta didik ke dalam tim-tim belajar Fase 4: Assist team work and study Membantu kerja tim dan belajar Fase 5: Test on the materials Mengevaluasi Fase 6: Provide recognition Memberikan pengakuan atau penghargaan Perilaku Guru Menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan peserta didik siap belajar Mempresentasikan informasi kepada peserta didik secara verbal Memberikan penjelasan kepada peserta didik tentang tata cara pembentukan tim belajar dan membantu kelompok melakukan transisi yang efesien Membantu tim-tim belajar selama peserta didik mengerjakan tugasnya. Menguji pengetahuan peserta didik mengenai berbagai meteri pembelajaran atau kelompokkelompok mempresentasikan hasil kerjanya Mempersiapkan cara untuk mengakui usaha dan presentasi individu maupun kelompok Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Cooperative Learning Karli dan Yuliariatiningsih (artikelbagus.com) mengemukakan kelebihan model pembelajaran kooperatif, yaitu: 1) dapat melibatkan siswa secara aktif dalam mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilannya dalam suasana belajar mengajar yang bersifat terbuka dan demokratis; 2) dapat mengembangkan aktualisasi berbagai potensi diri yang telah dimiliki oleh siswa; 3) dapat mengembangkan dan melatih berbagai sikap, nilai, dan keterampilan-keterampilan sosial untuk diterapkan dalam kehidupan di masyarakat; 4) siswa tidak hanya sebagai objek belajar melainkan juga sebagai subjek belajar karena siswa dapat menjadi tutor sebaya bagi siswa lainnya; 5) siswa dilatih untuk bekerjasama, karena bukan materi saja yang dipelajari tetapi juga tuntutan untuk mengembangkan potensi dirinya secara optimal bagi kesuksesan kelompoknya; 6) memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar memperoleh dan memahami pengetahuan yang dibutuhkan secara langsung, sehingga apa yang dipelajarinya lebih bermakna bagi dirinya. Selain memiliki kelebihan, model pembelajaran kooperatif juga memiliki kelemahan, seperti yang telah di kemukakan oleh Thabrany (artikelbagus.com) sebagai berikut: 1) bisa menjadi tempat mengobrol

13 22 atau gosip; 2) sering terjadi debat sepele di dalam kelompok; 3) bisa terjadi kesalahan kelompok. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya kelemahan tersebut maka guru diharapkan untuk membagi kelompok yang beranggotakan 3, 5 atau 7 orang siswa, jangan lebih dari 7 dan sebaiknya tidak genap karena dapat terjadi beberapa blok yang saling mengobrol, dan guru juga harus memberikan nasehat kepada siswa yang memiliki kemampuan tinggi supaya jangan pelit membagi ilmunya kepada temannya yang membutuhkan Macam-Macam Model Pembelajaran Cooperative Learning Terdapat beberapa variasi jenis model dalam pembelajaran kooperatif, walaupun prinsip dasar dari pembelajaran kooperatif ini tidak berubah. Menurut Rusman (2013: ) jenis-jenis model pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut: 1) model Student Teams Achievement Division (STAD) merupakan variasi pembelajaran kooperatif di mana siswa dibagi menjadi kelompok beranggotakan empat orang yang beragam kemampuan, jenis kelamin, dan sukunya; 2) model Jigsaw merupakan model pembelajaran yang pola kerjanya seperti sebuah gergaji, yaitu siswa melakukan suatu kegiatan belajar dengan cara bekerja sama dengan siswa lain untuk mencapai tujuan bersama; 3) Group Investigation merupakan model pembelajaran kooperatif di mana siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5 6 siswa yang heterogen, selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki dan melakukan penyelidikan yang mendalam atas topik yang dipilih kemudian mempresentasikan hasilnya tersebut; 4) model Make a Match (mencari pasangan) merupakan salah satu jenis model pembelajaran kooperatif di mana siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban atau soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin; 5) model TGT (Teams Games Tournaments) merupakan salah satu tipe pembelajaran koopereatif yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5 6 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku kata atau ras yang berbeda untuk berturnamen antar kelompok; 6) model Struktural merupakan model pembelajaran kooperatif yang memiliki enam komponen utama dalam pembelajaran yaitu struktur dan konstruk yang berkaitan, prinsip-prinsip dasar, pembentukan

14 23 kelompok dan pembentukan kelas, kelompok, tata kelola dan keterampilan sosial. Dari beberapa model pembelajaran kooperatif tersebut hanya diambil dua model pembelajaran saja untuk diteliti yaitu model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournaments (TGT) dan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) karena kedua model pembelajaran tersebut memiliki karakteristik yang hampir sama Pengertian Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Teams Games Tournaments (TGT) Teams Games Tournaments (TGT) adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang di desain dan dikembangkan oleh Slavin dan De Vries pada tahun Hal yang sama juga dikemukakan oleh Rusman (2013: 224) bahwa TGT adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku kata atau ras yang berbeda. Menurut Slavin (2010: 166) model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) memiliki lima komponen utama yaitu presentasi kelas, bekerja dalam tim, game, turnamen, dan rekognisi tim. Sementara Saco (Rusman, 2013: 224) mengatakan bahwa dalam TGT siswa memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh skor bagi tim mereka masingmasing. Permainan dapat disusun guru dalam bentuk kuis berupa pertanyaanpertanyaan yang berkaitan dengan materi pelajaran. Kadang-kadang dapat juga diselingi dengan pertanyaan yang berkaitan dengan kelompok (identitas kelompok mereka). Pendapat Saco tersebut didukung oleh Trianto (2013: 83) yang juga mengatakan bahwa pada model pembelajaran kooperatif tipe TGT ini siswa memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh tambahan poin untuk skor tim meraka. Permainan dalam TGT dapat berupa pertanyaan-pertanyaan yang ditulis pada kartu-kartu yang diberi angka. Tiap siswa, misalnya, akan mengambil sebuah kartu yang diberi angka tadi dan berusaha untuk menjawab pertanyaan yang sesuai dengan angka tersebut. Turnamen harus memungkinkan semua siswa dari

15 24 semua tingkat kemampuan (kepandaian) untuk menyumbangkan poin bagi kelompoknya. Prinsipnya, soal sulit untuk anak pintar dan soal yang lebih mudah untuk anak yang kurang pintar. Hal ini dimaksudkan agar semua anak mempunyai kemungkinan memberi skor bagi kelompoknya. Permainan yang dikemas dalam bentuk turnamen ini dapat berperan sebagai penilaian alternative atau dapat pula sebagai review materi pembelajaran (Rusman, 2013: 224). Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran TGT merupakan model pembelajaran yang menitikberatkan belajar dengan kelompok dan mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru secara bersama-sama. Dalam pembelajaran ini siswa akan lebih aktif karena masing-masing siswa dalam setiap kelompok akan dituntut tanggungjawabnya ketika mengikuti turnamen pada akhir pokok bahasan pembelajaran. Dengan demikian akan terjadi suatu kompetisi atau pertarungan dalam hal akademik. Setiap siswa yang tergabung dalam suatu kelompok tersebut akan berlomba-lomba untuk memperoleh hasil yang optimal. Diharapkan dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournaments (TGT) ini siswa lebih termotivasi dalam mengikuti pembelajaran, lebih bisa bekerjasama dengan teman-teman lain, lebih bertanggungjawab dan membuat suasana pembelajaran lebih menyenangkan. Oleh karena itu, agar pembelajaran efektif dan menyenangkan maka baik guru maupun siswa harus memperhatikan langkah-langkah dalam setiap pembelajaran kooperatif tipe TGT Langkah-Langkah Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Teams Games Tournaments (TGT) Menurut Robert E. Slavin (2010: ) komponen-komponen dalam TGT adalah presentasi kelas, belajar dalam tim, game, turnamen dan rekognisi tim. Berikut adalah sintak dalam model pembelajaran kooperatif tipe TGT. Tabel 2 Sintak Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Sintaks dalam Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Fase 1 Presentasi Kelas Fase 2 Perilaku Guru Guru memberikan presentasi materi kepada siswa dengan cara demonstrasi lewat bahan bacaan atau LKS (Lembar Kegiatan Siswa) Guru membagi siswa ke dalam kelompok belajar secara

16 25 Belajar Tim heterogen, masing-masing kelompok terdiri dari 5 6 orang siswa. Siswa menyelesaikan tugas atau masalah yang terdapat dalam LKS secara berkelompok Fase 3 Game Fase 4 Turnamen Fase 5 Rekognisi Tim Guru menyiapkan meja turnamen, kartu undian, kartu soal, dan kartu jawaban Guru membagi siswa ke dalam beberapa meja turnamen Guru memberikan informasi kepada masing-masing kelompok tentang skor yang telah mereka peroleh Guru memberikan penghargaan atau hadiah kepada kelompok yang memiliki poin tertinggi Berdasarkan tabel 2 di atas, berikut adalah penjelasan lebih lanjut mengenai sintak dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT. 1. Presentasi Kelas Presentasi kelas dalam Pembelajaran Kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) tidak berbeda dengan pengajaran biasa atau pengajaran klasikal oleh guru, hanya pengajaran lebih difokuskan pada materi yang sedang dibahas saja. Ketika penyajian kelas berlangsung mereka sudah berada dalam kelompoknya. Dengan demikian mereka akan memperhatikan dengan serius selama pengajaran penyajian kelas berlangsung sebab setelah ini mereka harus mengerjakan games akademik dengan sebaik-baiknya dengan skor mereka akan menentukan skor kelompok mereka. 2. Belajar Tim Kelompok disusun dengan beranggotakan 5 6 orang siswa yang mewakili pencampuran dari berbagai keragaman dalam kelas seperti kemampuan akademik, jenis kelamin ras atau etnik. Fungsi utama mereka dikelompokkan adalah anggota-anggota kelompok saling menyakinkan bahwa mereka dapat bekerja sama dalam belajar dan mengerjakan game atau lembar kerja dan lebih khusus lagi untuk menyiapkan semua anggota dalam menghadapi kompetisi. 3. Game Gamenya terdiri dari atas pertanyaan-pertanyaan yang kontennya relevan yang dirancang untuk menguji pengetahuan siswa yang diperolehnya dari presentasi di kelas dan pelaksanaan kerja tim. Game tersebut dimainkan di atas meja dengan tiga orang siswa, yang mewakili tim yang berbeda. Kebanyakan game hanya berupa nomor-nomor pertanyaan yang ditulis pada lembar yang

17 26 sama. Seorang siswa mengambil sebuah kartu bernomor dan harus menjawab pertanyaan sesuai nomor yang tertera pada kartu tersebut. Sebuah aturan tentang penantang memperbolehkan para pemain saling menantang jawaban masingmasing. 4. Turnamen Turnamen adalah sebuah struktur dimana game berlangsung. Biasanya berlangsung pada akhir minggu atau akhir unit, setelah guru memberikan presentasi di kelas dan tim telah melaksanakan kerja kelompok terhadap lembar kegiatan. Pada turnamen pertama, guru menunjuk siswa untuk berada pada meja turnamen, tiga siswa berprestasi tinggi sebelumnya pada meja 1, tiga berikutnya pada meja 2, dan seterusnya. Kompetisi yang seimbang ini, seperti halnya sistem skor kemajuan individual dalam STAD, memungkinkan para siswa dari semua tingkat kinerja sebelumnya berkonstribusi secara maksimal terhadap skor tim mereka jika mereka melakukan yang terbaik. 5. Rekognisi Tim Pengakuan kelompok dilakukan dengan memberi penghargaan berupa hadiah atau sertifikat atas usaha yang telah dilakukan kelompok selama belajar sehingga mencapai kriteria yang telah disepakati bersama. Ada tiga penghargaan yang dapat diberikan dalam penghargaan tim. Penghargaan tim dapat dilihat pada tabel 3 di bawah ini. Tabel 3 Penghargaan Tim Kriteria (Rata-rata Tim) Penghargaan 40 Tim Baik (Good Teams) 45 Tim Sangat Baik (Great Teams) 50 Tim Super (Super Teams) Teams Games Tournaments (TGT) terdiri dari siklus regular dari aktivitas pengajaran, sebagai berikut: 1. Pengajaran Guru menyampaikan pelajaran seperti yang telah dijelaskan pada komponen pertama yaitu presentasi di kelas.

18 27 2. Belajar Tim Para siswa diminta untuk memahami dan menyelesaikan permasalaan yang terdapat dalam Lembar Kegiatan Siswa (LKS). Mereka harus saling membantu dan bekerja sama dalam menyelesaikan permasalahan tersebut. Karena tim adalah fitur yang paling penting dalam TGT, maka pada tiap poinnya, yang ditekankan adalah membuat anggota tim melakukan yang terbaik untuk tim, dan tim pun harus melakukan yang terbaik untuk membantu tiap anggotanya. Berikut akan diuraikan langkah-langkah untuk membagi para siswa ke dalam tim: a. Membuat Lembar Rangkuman Tim Membuat sebuah kopian dari lembar rangkuman tim untuk setiap lima siswa (sudah terdapat dalam LKS masing-masing kelompok). Tabel 4 Lembar Rangkuman Tim Nama Tim: Anggota Tim Total Total Skor Tim Rata-rata Tim Penghargaan Tim Rata-rata Tim = Total Skor Tim : Jumlah Anggota Tim b. Susun Peringkat Siswa Pada selembar kertas, buatlah urutan peringkat siswa atau nilai rata-rata (mata pelajaran) dari yang tertinggi sampai yang terendah kinerjanya. c. Tentukan Berdasarkan Jumlah Tim Tiap tim harus terdiri dari lima anggota jika memungkinkan. Untuk menentukan berapa tim yang akan dibentuk, maka jumlah siswa di kelas tersebut dibagi lima, hasil bagi tersebut tentunya merupakan jumlah tim beranggotakan lima orang yang akan terbentuk. Jika pembagaian tersebut tidak genap, maka sisa dari pembagian tersebut ditambahkan pada tim yang telah terbentuk empat orang, sehingga akan terdapat satu atau dua, atau tiga tim yang beranggotakan enam orang.

19 28 d. Pembagian Siswa ke dalam Tim Dalam membagi siswa ke dalam tim, seimbangkan timnya supaya (a) tiap tim terdiri atas level yang kinerjanya berkisar dari yang rendah, sedang dan tinggi, dan (b) level kerja yang sedang dari semua tim yang ada di kelas hendaknya setara. Berikut contoh format membagi siswa ke dalam tim. Siswa Berprestasi Tinggi Tabel 5 Membagi Siswa ke dalam Tim Kategori Peringkat/Nilai Rata-rata Nama Tim 89 A 85 B 82 C 81 D 78 E 77 F Siswa Berprestasi Sedang Siswa Berpengetahuan Rendah F E D C B A A B C D E F A B C D E F F E D C B A e. Isilah Lembar Rangkuman Tim Isilah nama-nama siswa dari tiap tim dalam lembar rangkuman tim. 3. Turnamen Para siswa memainkan game akademik dalam kemampuan yang homogen, dengan meja turnamen empat peserta. Perhatikan gambar di bawah ini:

20 29 Gambar 1 Penempatan Siswa pada Meja Turnamen TEAM A A-1 A-2 A-3 A-4 Tinggi Sedang Sedang Rendah MT 1 MT 2 MT 3 MT 4 B-1 B-2 B-3 B-4 Tinggi Sedang Sedang Rendah C-1 C-2 C-3 C-4 Tinggi Sedang Sedang Rendah TEAM B TEAM C Keterangan: MT 1, MT 2, MT 3, MT 4 A-1, B-1, C-1 A-2, B-2, C-2 A-3, B-3, C-3 A-4, B-4, C-4 : Meja Turnamen : Siswa berkemampuan akademik tinggi : Siswa berkemampuan akademik sedang : Siswa berkemampuan akademik sedang : Siswa berkemampuan akademik rendah Untuk memulai permainan, para siswa menarik kartu untuk menentukan pembaca yang pertama yaitu siswa yang menarik nomor tertinggi. Permainan berlangsung sesuai waktu di mulai pembaca pertama. Pembaca pertama mengocok kartu dan mengambil kartu yang teratas. Dia lalu membacakan dengan keras soal yang berhubungan dengan nomor yang ada pada kartu, termasuk pilihan jawabannya jika soalnya adalah pilihan pilihan berganda. Misalnya, seorang siswa yang mengambil kartu nomor 21 membaca dan menjawab soal nomor 21. Pembaca yang tidak yakin akan jawabannya diperbolehkan menebak tanpa dikenai sanksi. Jika konten dari permainan tersebut melibatkan permasalahan, semua siswa (bukan hanya si pembaca) harus mengerjakan permasalahan tersebut supaya mereka siap untuk ditantang. Setelah si pembaca memberikan jawaban, siswa yang di sebelah kiri atau kananya

21 30 (penantang pertama) punya opsi untuk menantang dan memberikan jawaban yang berbeda. Jika dia ingin melewatinya, atau bila penantang kedua mempunyai jawaban yang berbeda dengan dua peserta pertama, maka penantang kedua boleh menantang. Akan tetapi, penantang harus hati-hati karena mereka harus mengembalikan kartu yang telah dimenagkan sebelumnya kedalam kotak (jika ada) apabila jawaban yang mereka berikan salah. Apabila semua peserta punya jawaban, ditantang, atau melewati pertanyaan, penantang kedua (atau peserta yang ada di sebelah kanan pembaca) memeriksa jawaban dan membacakan jawaban yang benar dengan keras. Si pemain yang memberikan jawaban yang benar akan menyimpan kartunya. Jika kedua penantang memberikan jawaban salah, dia harus mengembalikan kartu yang telah dimenangkan (jika ada) ke dalam boks. (Slavin, 2010: ) Pemain 1 1. Ambil kartu bernomor dan carilah soal yang berhubungan dengan nomor tersebut pada lembar permainan. 2. Bacalah pertanyaan dengan keras. 3. Cobalah untuk menjawab soal. Pemain 2 Menantang jika dia mau (dan memberikan jawaban yang berbeda) atau boleh melewainya. Pemain 3 Boleh menantang jika pemain 2 melewati, dan jika dia memang mau. Apabila semua pemain sudah menantang atau melewati pemain 3 memeriksa jawaban. Siapapun yang menjawab benar berhak menyimpan kartunya. Jika si pembaca salah, tidak ada sanksi, tetapi jika kedua pemain 2 dan 3 salah, maka dia harus mengembalikan kartu yang dimenangkan ke dalam kotak, jika ada. Gambar 2 Aturan Permainan (Slavin, 2008: 173) 4. Rekognisi Tim Skor tim dihitung berdasarkan skor turnamen anggota tim, dan tim tersebut akan direkognisi atau diberi penghargaan (hadiah) apabila mereka berhasil melampaui kriteria yang telah ditetapkan.

22 31 Tabel 6 Pemetaan Sintak Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT dalam Standar Proses pada Permendiknas No 41 Tahun 2006 Model Teams Games Tournaments (TGT) Langkah Dalam Standar Proses Sintak Pendahuluan Kegiatan Inti Eksplorasi Elaborasi Konfirmasi 1. Presentasi Kelas 2. Belajar Tim 3. Games 4. Tournaments 5. Rekognisi Team Penutup Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Teams Games Tournaments (TGT) Setiap model pembelajaran pasti memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, demikian juga dengan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournaments (TGT). Menurut Shoimin (2014: ), kelebihan dari model pembelajaran kooepetif tipe TGT adalah sebagai berikut: 1) model TGT tidak hanya membuat peserta didik yang cerdas (berkemampuan akademis tinggi) lebih menonjol dalam pembelajaran, tetapi peserta didik yang berkemampuan akademi lebih rendah juga ikut aktif dan mempunyai peranan penting dalam kelompoknya; 2) dengan model pembelajaran ini, akan menumbuhkan rasa kebersamaan dan saling menghargai sesama anggota kelompoknya; 3) dalam model pembelajaran ini, membuat peserta didik lebih bersemangat dalam mengikuti pembelajaran. Karena dalam pembelajaran ini, guru menjanjikan sebuah penghargaan pada peserta didik atau kelompok terbaik; 4) dalam pembelajaran peserta didik ini, membuat peserta didik menjadi lebih senang dalam mngikuti pembelajaran karena ada kegiatan permainan berupa turnamen dalam model ini. Sedangkan kekurangan dari model pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah sebagai berikut: 1) membutuhkan waktu yang lama; 2) guru dituntut untuk pandai memilih materi pelajaran yang cocok untuk model ini; 3) guru harus mempersiapkan model ini dengan baik sebelum diterapkan. Misalnya, membuat soal untuk setiap meja turnamen atau lomba, dan guru harus tahu urutan akademis

23 32 peserta didik dari yang tertinggi hingga terendah. Oleh karena itu, untuk mengatasi kelemahan tersebut maka seorang guru harus pandai dalam memilih materi pembelajaran yang akan digunakan untuk turnamen, selain itu guru juga harus mempelajari terlebih dahulu model pembelajaran yang akan digunakan agar tidak terjadi kerancauan ketika diterapkan di kelas Pengertian Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) Model pembelajaran kooperetaif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin. Menurut Slavin (Rusman, 2013: 213) model STAD (Student Teams Achievement Division) merupakan variasi pembelajaran kooperatif yang paling banyak diteliti, model ini juga sangat mudah diadaptasi, telah digunakan dalam matematika, IPA, IPS, bahasa Inggris, teknik dan banyak subjek lainnya, dan pada tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Sedangkan Trianto (2013: 68) mendefinisikan pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu tipe model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompoknya 4 5 orang siswa secara heterogen. Diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok. Isjoni (Susanti, 2012: 18) medeskripsikan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Division) merupakan salah satu dari model pembelajaran kooperatif yang menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai hasil yang maksimal. Pendapat tersebut dipertegas lagi oleh Slavin (Trianto, 2013: 68-69) menyatakan bahwa pada STAD siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan 4 5 orang yang merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku. Guru menyajikan pelajaran, dan kemudian siswa bekerja dalam tim mereka memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Kemudian, seluruh siswa diberikan tes tentang materi tersebut, pada saat tes ini mereka tidak

24 33 diperbolehkan saling membantu. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli mengenai model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat ditarik kesimpulan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif di mana siswa dibagi menjadi beberapa kelompok secara heterogen untuk bekerjasama menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru dan saling memberikan motivasi agar tujuan kelompok dapat tercapai. Strategi pelaksanaan/siklus aktivitas model STAD adalah sebagai berikut: 1) siswa dibagi menjadi kelompok beranggotakan empat orang yang beragam kemampuan jenis kelamin dan sukunya; 2) guru memberikan pelajaran; 3) siswasiswa di dalam kelompok itu memastikan bahwa semua anggota kelompok itu bisa menguasai pelajaran tersebut; 4) semua siswa menjalani kuis perseorangan tentang materi tersebut. Mereka tidak dapat membantu satu sama lain; 5) nilainilai hasil kuis siswa diperbandingkan dengan nilai rata-rata mereka sendiri yang sebelumnya; 6) nilai-nilai itu diberi hadiah berdasarkan pada seberapa tinggi peningkatan yang bisa mereka capai atau seberapa tinggi nilai itu melampaui nilai mereka yang sebelumnya; 7) nilai-nilai dijumlah untuk mendapatkan nilai kelompok; 8) kelompok yang bisa mencapai kriteria tertentu bisa mendapatkan sertifikat atau hadiah-hadiah lainnya. Sharan (Tukiran, 2011: 64-65) Persiapan yang harus dilakukan oleh guru sebelum memulai pembelajaran STAD adalah menyiapkan materi yang akan digunakan dalam pembelajaran, materi bisa diadaptasi dari buku teks atau sumber-sumber terbitan lainnya atau bisa juga dengan materi yang dibuat oleh guru. Selain materi guru juga mempersiapkan lembar kegiatan, lembar jawaban dan kuis serta kunci jawaban untuk setiap kegiatan pembelajaran yang telah direncanakan. Selanjutnya, guru mengelompokkan siswa dalam tim secara heterogen. Setelah itu, guru harus menentukan skor awal pertama. Skor awal mewakili skor rata-rata siswa pada kuis-kuis sebelumnya. Apabila guru memulai menggunakan STAD setelah tiga kali atau lebih kuis, gunakan rata-rata skor siswa sebagai skor awal atau jika tidak, gunakan hasil nilai terakhir siswa pada tahun lalu. Terakhir adalah membangun tim, sebelum memulai menggunakan pembelajaran kooperatif akan lebih baik jika memulai dengan satu atau lebih latihan pembentukan tim sekedar untuk memberi

25 34 kesempatan kepada anggota tim untuk melakukan sesuatu yang mengasyikkan dan untuk saling mengenal satu dengan yang lainnya. Slavin (Tri, 2013: 13) Langkah-Langkah dalam Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) Langkah-langkah atau tahapan pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut Slavin (2010: ) ada lima yaitu presentasi kelas, belajar dalam tim, kuis, skor kemajuan individual, dan rekognisi tim. Tabel 7 Sintak Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Sintak dalam Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Fase 1 Presentasi Kelas Fase 2 Belajar Tim Fase 3 Kuis Fase 4 Skor Kemajuan Individual Fase 5 Rekognisi Tim Perilaku Guru Guru memberikan presentasi materi kepada siswa dengan cara demonstrasi lewat bahan bacaan atau LKS (Lembar Kegiatan Siswa) Guru membagi siswa ke dalam kelompok belajar secara heterogen, masing-masing kelompok terdiri dari 4 5 orang siswa. Siswa menyelesaikan tugas atau masalah yang terdapat dalam LKS secara berkelompok Guru memberikan kuis kepada siswa secara individu tentang materi yang telah dipelajari Guru memberikan informasi kepada siswa tentang skor yang telah mereka peroleh Guru memberikan penghargaan atau hadiah kepada kelompok yang memperoleh poin tertinggi Berdasarkan tabel di atas, berikut akan dijelaskan mengenai sintak model pembelajaran kooperatif tipe STAD. 1. Presentasi Kelas Materi dalam STAD pertama-tama diperkenalkan dalam presentasi di dalam kelas. Ini merupakan pengajaran langsung seperti yang sering kali dilakukan atau diskusi pelajaran yang dipimpin oleh guru, tetapi bisa juga memasukkan presentasi audiovisual. Bedanya presentasi kelas dengan pengajaran biasa hanyalah bahwa presentasi tersebut haruslah benar-benar berfokus pada unit STAD. Dengan cara ini, para siswa akan menyadari bahwa mereka harus benarbenar memberi perhatian penuh selama presentasi kelas, karena dengan demikian akan sangat membantu mereka mengerjakan kuis-kuis, dan skor kuis mereka menentukan skor tim mereka.

26 35 2. Belajar Tim Tim terdiri dari empat atau lima siswa yang mewakili seluruh bagian dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras dan etnisitas. Fungsi utama dari tim ini adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar, dan lebih khususnya lagi adalah untuk mempersiapkan anggotanya untuk bisa mengerjakan kuis dengan baik. Setelah guru menyampaikan materinya, tim berkumpul untuk mempelajari lembar kegiatan atau materi lainnya. Yang paling sering terjadi, pembelajaran itu melibatkan pembahasan permasalah bersama, membandingkan jawaban, dan mengoreksi tiap kesalahan pemahaman apabila anggota tim ada yang membuat kesalahan. Tim adalah fitur yang paling penting dalam STAD. Pada tiap poinnya, yang ditekankan adalah membuat anggota tim melakukan yang terbaik untuk tim, dan tim pun harus melakukan yang terbaik untuk membantu tiap anggotanya. Tim ini memberikan dukungan kelompok bagi kinerja akademik penting dalam pembelajaran, dan itu adalah untuk memberikan perhatian dan respek yang mutual yang penting untuk akibat yang dihasilkan seperti hubungan antar kelompok, rasa harga diri, penerimaan terhadap siswa-siswa mainstream. 3. Kuis Setelah sekitar satu atau dua periode setelah guru memberikan presentasi dan sekitar satu atau dua periode praktik tim, para siswa akan mengerjakan kuis individual. Para siswa tidak diperbolehkan untuk saling membantu dalam mengerjakan kuis. Sehingga, tiap siswa bertanggungjawab secara individual untuk memahami materinya. 4. Skor Kemajuan Individual Gagasan dibalik skor kemajuan individual adalah untuk memberikan kepada tiap siswa tujuan kinerja yang akan dapat dicapai apabila mereka bekerja lebih giat dan memberikan kinerja yang lebih baik daripada sebelumnya. Tiap siswa dapat memberikan konstribusi poin yang maksimal kepada timnya dalam sistem skor ini, tetapi tak ada siswa yang dapat melakukannya tanpa memberikan usaha mereka yang terbaik. Tiap siswa diberikan skor awal, yang diperoleh dari ratarata kinerja siswa tersebut sebelumnya dalam mengerjakan kuis yang sama.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning) Cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah suatu model

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning) Cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah suatu model II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning) Cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran 1. Pengertian Model Pembelajaran Model pembelajaran merupakan salah satu faktor penting dalam pembelajaran yang digunakan oleh guru demi tercapainya keberhasilan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Game Tournament (TGT)

BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Game Tournament (TGT) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Game Tournament (TGT) Pembelajaran kooperatif tipe Team Game Tournament (TGT), pada mulanya dikembangkan oleh David De Vries

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 4 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Model Pembelajaran TGT Ismail (2002:12) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran mengutamakan adanya kerja sama, yakni

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Sehubungan dengan keberhasilan belajar, Slameto (1991: 62) berpendapat. bahwa ada 2 faktor yang mempengaruhi belajar siswa.

BAB II KAJIAN TEORI. Sehubungan dengan keberhasilan belajar, Slameto (1991: 62) berpendapat. bahwa ada 2 faktor yang mempengaruhi belajar siswa. BAB II KAJIAN TEORI A. Landasan Teori 1. Pengertian Belajar Belajar adalah suatu proses yang ditandai adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning) Menurut Nurhadi (2004: 112), pembelajaran kooperatif adalah pendekatan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning) Menurut Nurhadi (2004: 112), pembelajaran kooperatif adalah pendekatan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning) Menurut Nurhadi (2004: 112), pembelajaran kooperatif adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Belajar dan Pembelajaran a. Pengertian Belajar Belajar merupakan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, sejak lahir manusia telah memulai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Kajian teori ini merupakan uraian dari pendapat beberapa ahli yang mendukung penelitian. Dari beberapa teori para ahli tersebut mengkaji objek yang sama yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hasil Belajar

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hasil Belajar BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hasil Belajar Hasil belajar merupakan perubahan yang diperoleh siswa setelah mengalami aktivitas belajar. Perubahan yang diperoleh tersebut tergantung pada apa yang dipelajari oleh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Matematika di SD Pengertian matematika menurut Glover (2006) yaitu Matematika merupakan suatu pelajaran mengenai angka-angka, pola-pola, dan bangun.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri,

BAB I PENDAHULUAN. dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Menurut UU No. 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat IPA Pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk, proses, sikap dan aplikasi. Secara sederhana IPA didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Prestasi Belajar Pengertian prestasi belajar menurut Slameto (2003: 10) yaitu sebagai suatu perubahan yang dicapai seseorang setelah mengikuti proses belajar. Perubahan ini meliputi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. hasil penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh orang-orang yang lebih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. hasil penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh orang-orang yang lebih 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan Pustaka Berkaitan dengan penelitian ini, peneliti akan menunjukkan beberapa hasil penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh orang-orang yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivisme. mencoba merumuskan dan membuat tafsirannya tentang belajar.

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivisme. mencoba merumuskan dan membuat tafsirannya tentang belajar. BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivisme Definisi belajar ada beraneka ragam karena hampir semua ahli telah mencoba merumuskan dan membuat tafsirannya tentang belajar.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kerjasama a. Definisi Kerjasama Kerjasama adalah sebuah sikap mau melakukan suatu pekerjaan secara bersama-sama tanpa melihat latar belakang orang yang diajak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1 Model Pembelajaran Kooperatif Menurut Rusman (2011:201) Teori yang melandasi pembelajaran kooperatif adalah teori kontruktivisme. Soejadi dalam Teti Sobari,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Model Pembelajaran Kooperatif Menurut Suprijono, (2012:46) model pembelajaran yaitu pola yang digunakan untuk penyusunan kurikulum, mengatur materi, dan memberi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori. 1. Aktivitas Belajar. Anak senantiasa berinteraksi dengan sekitarnya dan selalu berusaha

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori. 1. Aktivitas Belajar. Anak senantiasa berinteraksi dengan sekitarnya dan selalu berusaha 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Aktivitas Belajar Anak senantiasa berinteraksi dengan sekitarnya dan selalu berusaha mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya di lingkungan itu" (Piaget dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. satunya model pembelajaran kooperatif. Secara bahasa kooperatif berasal dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. satunya model pembelajaran kooperatif. Secara bahasa kooperatif berasal dari 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Model Pembelajaran Kooperatif Pada masa sekarang banyak model pembelajaran yang sering digunakan, salah satunya model pembelajaran kooperatif. Secara bahasa kooperatif

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Kajian Teori 2.1.1 Mata Pelajaran Matematika di SD 2.1.1.1 Hakikat Matematika Permendiknas nomor 22 tahun 2006 mengemukakan: Matematika merupakan ilmu yang mendasari perkembangan

Lebih terperinci

KAJIAN PUSTAKA. Dalam kegiatan belajar mengajar siswa melakukan aktivitas. Pengajaran yang

KAJIAN PUSTAKA. Dalam kegiatan belajar mengajar siswa melakukan aktivitas. Pengajaran yang II. KAJIAN PUSTAKA A. Aktivitas Belajar Dalam kegiatan belajar mengajar siswa melakukan aktivitas. Pengajaran yang efektif adalah pengajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. aktivitas merupakan prinsip yang sangat penting di dalam interaksi belajar. aktivitas tersebut. Beberapa diantaranya ialah:

BAB II KAJIAN PUSTAKA. aktivitas merupakan prinsip yang sangat penting di dalam interaksi belajar. aktivitas tersebut. Beberapa diantaranya ialah: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Aktivitas Belajar Belajar adalah berbuat, berbuat untuk mengubah tingkah laku jadi melakukan kegiatan. Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas. Itulah sebabnya aktivitas merupakan

Lebih terperinci

II. KAJIAN TEORI. 2.1 Belajar dan Pembelajaran Pengertian Belajar dan Pembelajaran. Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui

II. KAJIAN TEORI. 2.1 Belajar dan Pembelajaran Pengertian Belajar dan Pembelajaran. Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui II. KAJIAN TEORI 2.1 Belajar dan Pembelajaran 2.1.1 Pengertian Belajar dan Pembelajaran Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Matematika

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Matematika 21 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pembelajaran Matematika a. Pengertian Matematika Russefendi ET (Suwangsih dan Tiurlina, 2006: 3), menjelaskan bahwa kata matematika berasal dari perkataan

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEAM GAMES TOURNAMENT UNTUK MENINGKATKAN TINGKAT PEMAHAMAN SISWA DALAM PELAJARAN EKONOMI SMA PADA ERA MEA

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEAM GAMES TOURNAMENT UNTUK MENINGKATKAN TINGKAT PEMAHAMAN SISWA DALAM PELAJARAN EKONOMI SMA PADA ERA MEA PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEAM GAMES TOURNAMENT UNTUK MENINGKATKAN TINGKAT PEMAHAMAN SISWA DALAM PELAJARAN EKONOMI SMA PADA ERA MEA Widyo Pramono Universitas Negeri Surabaya widyo@rocketmail.com

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada prinsipnya proses belajar yang dialami manusia berlangsung sepanjang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada prinsipnya proses belajar yang dialami manusia berlangsung sepanjang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Makna Belajar Pada prinsipnya proses belajar yang dialami manusia berlangsung sepanjang hayat, artinya belajar adalah proses yang terus-menerus, yang tidak pernah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) Belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif memungkinkan siswa dapat belajar lebih santai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. kearah yang lebih baik. Menurut Hamalik (2004:37) belajar merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. kearah yang lebih baik. Menurut Hamalik (2004:37) belajar merupakan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Makna Belajar Belajar merupakan proses perkembangan yang dialami oleh siswa menuju kearah yang lebih baik. Menurut Hamalik (2004:37) belajar merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI Belajar Menurut Pendekatan Konstruktivisme. gambaran serta inisiatif peserta didik. 6 Pendekatan

BAB II KAJIAN TEORI Belajar Menurut Pendekatan Konstruktivisme. gambaran serta inisiatif peserta didik. 6 Pendekatan 8 BAB II KAJIAN TEORI 2.2. Belajar Menurut Pendekatan Konstruktivisme Brooks and Brooks menyatakan, konstruktivis adalah suatu pendekatan dalam belajar mengajar yang mengarahkan pada penemuan suatu konsep

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. subjek dengan lingkungannya dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. subjek dengan lingkungannya dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Belajar Belajar adalah suatu proses psikis yang berlangsung dalam interaksi antara subjek dengan lingkungannya dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengatahuan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Model Cooperative Learning Tipe Make A Match 2.1.1 Model Pembelajaran Model pembelajaran merupakan salah satu pendekatan yang digunakan oleh guru untuk mencapai keberhasilan dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang tinggi dalam proses belajar, tidak sekedar aktivitas fisik semata. Siswa

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang tinggi dalam proses belajar, tidak sekedar aktivitas fisik semata. Siswa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori Belajar aktif, ditunjukkan dengan adanya keterlibatan intelektual dan emosional yang tinggi dalam proses belajar, tidak sekedar aktivitas fisik semata. Siswa diberi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Menurut NCTM (2000) pemecahan masalah adalah suatu penyelesaian yang belum diketahui sebelumnya dengan cara penugasan sehingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) tanggung jawab, kejujuran, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) tanggung jawab, kejujuran, persaingan sehat dan keterlibatan belajar. 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. KAJIAN TEORI 2.1.1. Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) Belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif memungkinkan siswa dapat belajar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Kooperatif Menurut E. Slavin (2008), pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok, siswa dalam suatu kelas dijadikan

Lebih terperinci

Charlina Ribut Dwi Anggraini

Charlina Ribut Dwi Anggraini METODE PEMBELAJARAN TGT MELALUI PERMAINAN ULAR TANGGA SEBAGAI ALTERNATIF MENINGKATKAN PEMAHAMAN DAN MINAT BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS III SD NEGERI BEDIWETAN KECAMATAN BUNGKAL KABUPATEN PONOROGO Charlina

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hamalik (2001, 37) belajar adalah memperoleh. pengetahuan melalui alat indra yang disampaikan dalam bentuk perangsang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hamalik (2001, 37) belajar adalah memperoleh. pengetahuan melalui alat indra yang disampaikan dalam bentuk perangsang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pembelajaran Matematika Belajar merupakan proses perkembangan yang dialami oleh siswa menuju ke arah yang lebih baik. Menurut Hamalik (2001, 37) belajar adalah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil

BAB II KAJIAN PUSTAKA. perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Belajar Banyak pengertian belajar yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan, salah satunya pengertian belajar menurut Syah (2007: 92). Belajar adalah tahapan perubahan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) 1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) Dalam lampiran Permendiknas No 22 tahun 2006 di kemukakan bahwa mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Bruner beranggapan bahwa belajar dengan menggunakan metode penemuan (discovery) memberikan hasil yang baik sebab anak dituntut untuk berusaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan subyek, karena masing-masing memiliki kesadaran dan kebebasan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan subyek, karena masing-masing memiliki kesadaran dan kebebasan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembelajaran adalah proses pendidikan dalam lingkup persekolahan. Di dalamnya terjadi proses sosialisasi individu siswa dengan lingkungan sekolah, seperti guru,

Lebih terperinci

COOPERATIVE LEARNING. (Pembelajaran. Kooperatif) Yuni Wibowo

COOPERATIVE LEARNING. (Pembelajaran. Kooperatif) Yuni Wibowo COOPERATIVE LEARNING (Pembelajaran Kooperatif) Yuni Wibowo Pendahuluan Refleksi praktik-praktik pembelajaran disekolah Bersifat kompetisi Bersifat individual Bersifat kooperatif KOMPETISI MENGAPA TIDAK

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Efektivitas Pembelajaran Efektivitas berasal dari bahasa inggris yaitu Effective yang berarti berhasil, tepat atau manjur. Eggen dan Kauchak (dalam Artanti,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Model Cooperative Learning

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Model Cooperative Learning 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Model Cooperative Learning 2.1.1 Pengertian Model Cooperative Learning Cooperative learning dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan nama pembelajaran kooperatif. Cooperative

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pembelajaran Matematika Menurut isjoni (2010:11), pembelajaran adalah sesuatu yang dilakukan oleh siswa, bukan dibuat untuk siswa. Pembelajaran pada dasarnya

Lebih terperinci

Oleh. Sarlin K. Dai Meyko Panigoro La Ode Rasuli Pendidikan Ekonomi

Oleh. Sarlin K. Dai Meyko Panigoro La Ode Rasuli Pendidikan Ekonomi MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DENGAN MENGGUNAKAN LKS PADA MATA PELAJARAN AKUNTANSI DI KELAS XI IPS 3 SMA NEGERI 1 TILAMUTA

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian teori 1. Efektivitas Efektivitas merupakan landasan untuk mencapai sukses dan efek tersebut berkenaan dengan derajat pencapain tujuan. Efektivitas merupakan suatu ukuran

Lebih terperinci

KAJIAN PUSTAKA. Aktivitas mengikuti proses pembelajaran meliputi mendengarkan

KAJIAN PUSTAKA. Aktivitas mengikuti proses pembelajaran meliputi mendengarkan 7 B A B II KAJIAN PUSTAKA A. Aktivitas Belajar Aktivitas mengikuti proses pembelajaran meliputi mendengarkan keterangan guru, berpikir, berpendapat, berbuat, bertanya, dan berbagai aktifitas baik fisik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 5 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Matematika 2.1.1.1 Pembelajaran Matematika di SD BAB II KAJIAN PUSTAKA Pembelajaran adalah proses, cara, menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Sedangkan belajar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori 1. Kajian Tentang Model Pembelajaran Cooperative Learning a. Pengertian Model Pembelajaran Menurut Agus Suprijono (2009: 46) mengatakan bahwa model pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengalaman dan latihan terjadi melalui interaksi antara individual dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengalaman dan latihan terjadi melalui interaksi antara individual dan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar Belajar merupakan perkembangan yang dialami seorang menuju kearah yang lebih baik. Menurut Azis Wahab ( 2009: 2 ) belajar merupakan proses perubahan tingkah laku pada diri

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORITIS. 2.1 Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) yang efektif untuk kelompok kecil. Model ini menunjukkan efektivitas untuk

II. KERANGKA TEORITIS. 2.1 Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) yang efektif untuk kelompok kecil. Model ini menunjukkan efektivitas untuk II. KERANGKA TEORITIS A. Tinjauan Pustaka 2.1 Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang efektif untuk kelompok kecil. Model

Lebih terperinci

KAJIAN PUSTAKAN. yang mereka dapat dan kegiatan yang mereka lakukan. Menurut Hamalik (2001:

KAJIAN PUSTAKAN. yang mereka dapat dan kegiatan yang mereka lakukan. Menurut Hamalik (2001: II. KAJIAN PUSTAKAN 2.1 Pengertian Aktivitas Belajar Belajar merupakan suatu proses perubahan menjadi lebih baik. Pada proses belajar siswa melakukan perubahan ke arah kebaikan berdasarkan segala pengetahuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Pengertian Kemampuan Pemahaman Konsep. konsep. Menurut Sudjiono (2013) pemahaman atau comprehension dapat

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Pengertian Kemampuan Pemahaman Konsep. konsep. Menurut Sudjiono (2013) pemahaman atau comprehension dapat 6 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Kemampuan Pemahaman Konsep 1. Pengertian Kemampuan Pemahaman Konsep Pemahaman konsep terdiri dari dua kata yaitu pemahaman dan konsep. Menurut Sudjiono (2013) pemahaman atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam suatu pembelajaran terdapat dua aktivitas inti yaitu belajar dan mengajar. Menurut Hermawan, dkk. (2007: 22), Belajar merupakan proses perubahan perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu ilmu yang universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, dan matematika mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran koperatif adalah rangkaian kegiatan belajar siswa dalam kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang dirumuskan. Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS. yang maksimal. Menurut Slavin (2015:4), pembelajaran kooperatif merujuk pada

BAB II KAJIAN TEORETIS. yang maksimal. Menurut Slavin (2015:4), pembelajaran kooperatif merujuk pada BAB II KAJIAN TEORETIS A. Kajian Teori 1. Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif merupakan suatu pembelajaran kelompok dengan jumlah peserta didik 2-5 orang dengan gagasan untuk saling memotivasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUATAKA. tujuan (Mc. Donald dalam Sardiman A.M, 2001:73-74). Menurut Mc. Donald. motivasi mengandung 3 elemen penting, yaitu:

BAB II KAJIAN PUATAKA. tujuan (Mc. Donald dalam Sardiman A.M, 2001:73-74). Menurut Mc. Donald. motivasi mengandung 3 elemen penting, yaitu: 7 BAB II KAJIAN PUATAKA A. Motivasi 1. Pengertian Motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya feeling dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan (Mc.

Lebih terperinci

PENINGKATAN MINAT DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT PADA SISWA KELAS V SDN 07 SUMBERPUCUNG MALANG

PENINGKATAN MINAT DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT PADA SISWA KELAS V SDN 07 SUMBERPUCUNG MALANG JURNAL ILMIAH MATEMATIKA DAN PEMBELAJARANNYA Volume 1 Nomor 1 (2015) ISSN: 2460-3481 PENINGKATAN MINAT DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT PADA SISWA KELAS V SDN 07 SUMBERPUCUNG

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku siswa akibat adanya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku siswa akibat adanya II. TINJAUAN PUSTAKA A. Belajar Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku siswa akibat adanya peningkatan pengetahuan, keterampilan, kemauan, minat, sikap, kemampuan untuk berpikir logis, praktis,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu teori belajar yang cukup dikenal dan banyak implementasinya dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu teori belajar yang cukup dikenal dan banyak implementasinya dalam II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Belajar dan Pembelajaran Matematika Salah satu teori belajar yang cukup dikenal dan banyak implementasinya dalam proses pembelajaran adalah teori belajar konstruktivisme.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. merupakan interpretasi terhadap hasil observasi dan pengukuran yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. merupakan interpretasi terhadap hasil observasi dan pengukuran yang BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Menurut Mills (dalam Suprijono, 2009: 45) model adalah bentuk representasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Model Pembelajaran Kooperatif 2.1.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran merupakan suatu proses yang sistematis yang mengisyaratkan adanya orang yang mengajar dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Belajar dan Pembelajaran Belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku manusia dari segala sesuatu yang diperkirakan dan dikerjakan. Belajar juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembukaan UUD 1945 dijelaskan bahwa salah satu tujuan dari

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembukaan UUD 1945 dijelaskan bahwa salah satu tujuan dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pembukaan UUD 1945 dijelaskan bahwa salah satu tujuan dari pembentukan Negara RI adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini tentunya menuntut adanya penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Model Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada dalam kelompok

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. hasil belajar. Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku

LANDASAN TEORI. hasil belajar. Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku LANDASAN TEORI A. Hasil Belajar Bahasa Indonesia 1. Definisi Hasil belajar Belajar dan mengajar sebagai suatu proses mengandung tiga unsur, yaitu: tujuan pengajaran (instruksional), pengalaman (proses)

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran digunakan guru sebagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran digunakan guru sebagai BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran 1. Pengertian Model Pembelajaran Model pembelajaran adalah unsur penting dalam kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Matematika Menurut Dimyati (dalam Heruman 2007:186) Matematika merupakan salah satu bidang studi yang ada pada semua jenjang pendidikan, mulai dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS. menawarkan cara dan prosedur baru untuk memperbaiki dan meningkatkan

BAB III METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS. menawarkan cara dan prosedur baru untuk memperbaiki dan meningkatkan 34 BAB III METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS A. Metode Penelitian Penelitian ini adalah jenis penelitian tindakan kelas (PTK) merupakan bentuk kajian reflektif yang dilakukan peneliti untuk tujuan perbaikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan bagi setiap bangsa merupakan kebutuhan mutlak yang harus

I. PENDAHULUAN. Pendidikan bagi setiap bangsa merupakan kebutuhan mutlak yang harus I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi setiap bangsa merupakan kebutuhan mutlak yang harus dikembangkan sejalan dengan tuntutan kemajuan zaman, tidak terkecuali bangsa Indonesia. Demikian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keberhasilan belajar tidak akan tercapai begitu saja jika pembelajaran tidak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keberhasilan belajar tidak akan tercapai begitu saja jika pembelajaran tidak II. TINJAUAN PUSTAKA A. Aktivitas Belajar Keberhasilan belajar tidak akan tercapai begitu saja jika pembelajaran tidak didukung dengan aktivitas belajar. Aktivitas belajar merupakan rangkaian kegiatan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Belajar Aunurrahman ( 2012 : 35 ) belajar adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. lemah menjadi kuat, dari tidak bisa menjadi bisa. Seperti diakatakan oleh Slameto

II. TINJAUAN PUSTAKA. lemah menjadi kuat, dari tidak bisa menjadi bisa. Seperti diakatakan oleh Slameto II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hakekat Belajar Matematika Belajar merupakan proses berpikir seseorang dalam rangka menuju kesuksesan hidup, perubahan aspek kehidupan dari taraf tidak mengetahui

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menjalankan pembelajaran di kelas. Ngalimun (2013: 28) mengatakan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. menjalankan pembelajaran di kelas. Ngalimun (2013: 28) mengatakan bahwa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Model Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran dapat di artikan sebagai pedoman atau acuan dalam menjalankan pembelajaran di kelas. Ngalimun (2013: 28) mengatakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Tinjauan Pustaka 1.1.1 Hakekat Pembelajaran IPA 1.1.1.1 Pengertian Pembelajaran Pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Maksudnya bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan suatu peristiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. Maksudnya bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan suatu peristiwa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dan pengajaran adalah suatu proses yang sadar tujuan. Maksudnya bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan suatu peristiwa yang terikat dan terarah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan pengalamannya kepada siswa pada setiap mata pelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan pengalamannya kepada siswa pada setiap mata pelajaran. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang SMK Negeri 1 Salatiga merupakan salah satu sekolah kejuruan di Salatiga yang mempunyai banyak prestasi. Prestasi siswa tentu tidak mungkin diperoleh begitu saja

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 KajianTeori 2.1.1 Hasil Belajar Hasil belajar menurut Anni ( 2004:4 ) merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar Hasil belajar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mendorong terjadinya belajar. Pembelajaran dikatakan berhasil apabila tujuantujuan

I. PENDAHULUAN. mendorong terjadinya belajar. Pembelajaran dikatakan berhasil apabila tujuantujuan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran merupakan suatu proses interaksi yang mempengaruhi siswa dalam mendorong terjadinya belajar. Pembelajaran dikatakan berhasil apabila tujuantujuan yang diharapkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Kajian Teori Model Pembelajaran Kooperatif

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Kajian Teori Model Pembelajaran Kooperatif 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model Pembelajaran Kooperatif BAB II KAJIAN TEORI Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pendidikan bangsa, mulai dari pembangunan gedung-gedung,

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pendidikan bangsa, mulai dari pembangunan gedung-gedung, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan mutu pendidikan di Indonesia terus dilakukan sampai saat ini secara berkesinambungan. Berbagai upaya dilakukan demi meningkatkan kualitas pendidikan bangsa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menguasai pengetahuan, fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses

BAB I PENDAHULUAN. menguasai pengetahuan, fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang IPA merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis untuk menguasai pengetahuan, fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan ilmiah. Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang berdasarkan faham konstruktivis. 1 Menurut Hamid Hasan, kooperatif

BAB II LANDASAN TEORI. yang berdasarkan faham konstruktivis. 1 Menurut Hamid Hasan, kooperatif BAB II LANDASAN TEORI A. Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. 1 Menurut Hamid Hasan, kooperatif mengandung pengertian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. yang terjadi baik fisik manpun non fisik, merupakan suatu aktifitas.

BAB II KAJIAN TEORI. yang terjadi baik fisik manpun non fisik, merupakan suatu aktifitas. BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakekat Aktifitas Belajar 2.1.1 Pengertian Aktifitas Aktivitass pada prinsipnya ialah semua kegiatan siswa yang dilakukan demi mencapai tujuan. Menurut Anton M. Mulyono (2005: 56),

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe GI Model pembelajaran kooperatif tipe GI merupakan salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif yang menekankan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. motivasi yang lemah, akan malas bahkan tidak mau mengerjakan tugas-tugas. yang berhubungan dengan pelajaran tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. motivasi yang lemah, akan malas bahkan tidak mau mengerjakan tugas-tugas. yang berhubungan dengan pelajaran tersebut. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pelaksanaan proses pembelajaran terkadang terdapat kendalakendala. Salah satu permasalahan dalam proses pembelajaran adalah motivasi siswa untuk belajar.

Lebih terperinci

Harini SMPN 17 Surakarta

Harini SMPN 17 Surakarta UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT DI KELAS IX D SMP NEGERI 17 SURAKARTA SEMESTER GASAL TAHUN AJARAN 2014/2015

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. memeriksa informasi dengan aturan yang ada dan merevisinya bila perlu. 1

BAB II KAJIAN TEORI. memeriksa informasi dengan aturan yang ada dan merevisinya bila perlu. 1 9 BAB II KAJIAN TEORI A. Kerangka Teoritis 1. Pembelajaran Kooperatif Teori yang melandasi pembelajaran kooperatif adalah teori konstruktivisme. Pada dasarnya pendekatan teori konstruktivisme dalam belajar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA Dalam menyusun sebuah laporan Penelitian Tindakan Kelas, tentunya penulis tidak dapat hanya mengandalkan pengetahuan pribadi yang dimiliki tanpa bantuan sumber-sumber yang relevan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran IPA di SD Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar dengan menggunakan sumber belajar dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran IPA di SD Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar dengan menggunakan sumber belajar dapat BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran IPA di SD Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar dengan menggunakan sumber belajar dapat membantu pencapaian keberhasialn pembelajaran. Ditegaskan oleh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Pengertian Belajar Menurut Nasution (1982 : 2) belajar adalah perubahan tingkah laku akibat pengalaman

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Pengertian Belajar Menurut Nasution (1982 : 2) belajar adalah perubahan tingkah laku akibat pengalaman 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian Belajar Menurut Nasution (1982 : 2) belajar adalah perubahan tingkah laku akibat pengalaman sendiri. Dengan belajar seseorang akan mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik agar peserta didik mendapatkan pengalaman belajar dari kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik agar peserta didik mendapatkan pengalaman belajar dari kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran merupakan proses interaksi yang terjadi antara guru dengan peserta didik agar peserta didik mendapatkan pengalaman belajar dari kegiatan tersebut. Menurut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. pengetahuan yang terbentuk ter internalisasi dalam diri peserta pembelajaran

BAB II KAJIAN TEORI. pengetahuan yang terbentuk ter internalisasi dalam diri peserta pembelajaran 13 BAB II KAJIAN TEORI A. Kerangka Teoretis Proses pembelajaran adalah sebuah upaya bersama antara guru (pendidik) dan peserta didik untuk berbagi dan mengolah informasi dengan tujuan agar pengetahuan

Lebih terperinci

Keywords: Teams Games Tournament (TGT), visual media, social science

Keywords: Teams Games Tournament (TGT), visual media, social science PENERAPAN MODEL KOOPERATIF TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) DENGAN MEDIA VISUAL DALAM PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPS PADA SISWA KELAS IV SDN 1 BRECONG TAHUN AJARAN 2015/2016 Nurul Hidayati¹, Suripto²,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar Kegiatan pembelajaran meliputi belajar dan mengajar yang keduanya saling berhubungan. Kegiatan belajar merupakan kegiatan aktif siswa untuk membangun makna atau pemahaman

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. penelitian. Kajian teori ini membuat tentang motivasi belajar, model pembelajaran

BAB II KAJIAN TEORI. penelitian. Kajian teori ini membuat tentang motivasi belajar, model pembelajaran BAB II KAJIAN TEORI A. Kerangka Teoretis Pembahasan dalam kajian teori ini mencakup teori yang mendukung variabel penelitian. Kajian teori ini membuat tentang motivasi belajar, model pembelajaran kooperatif

Lebih terperinci