BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Serangga dan Keragamannya Serangga secara umum merupakan kelompok hewan yang memiliki kaki enam (hexapoda), dimana badannya tersusun atas tiga bagian yaitu kepala, dada, dan perut. Purwatiningsih (2012) menjelaskan bahwa serangga adalah kelompok hewan dengan ciri memiliki jumlah kaki enam (heksapoda). Hal ini didukung pula oleh Star (2009), serangga merupakan arthropoda yang tubuhnya terbagi atas kepala, dada dan perut. Kepala mempunyai satu pasang antena dan dada dengan 3 pasang kaki biasanya terdapat 1 atau 2 pasang sayap pada tingkat dewasa. Serangga memiliki jumlah keanekaragaman yang tinggi dibanding dengan jenis lainnya. Star (2009) menyatakan serangga merupakan hewan paling besar jumlahnya dibanding dengan hewan-hewan lainnya. Menurut Suheriyanto (2008), Jumlah jenis tumbuhan dan hewan yang telah diidentifikasi mencapai 1,82 juta dan serangga merupakan kelompok yang paling besar, yaitu mencapai 60% dari jenis tersebut atau lebih kurang ada jenis serangga. Jumlah seluruh serangga baik yang sudah diidentifikasi maupun yang belum sangat sulit untuk diketahui secara pasti. Ade (2013) menyatakan bahwa lebih dari jenis serangga sudah ditemukan, dan sekitar jenis terdapat di Indonesia. Terdapat jenis ordo capung (Odonata), jenis ordo belalang (Orthoptera), jenis ordo kupu-kupu dan ngengat (Lepidoptera), ordo lalat dan kerabatnya (Diptera) jenis ordo kepik (Hemiptera), jenis ordo kumbang (Coleoptera), dan jenis ordo semut dan lebah

2 10 (Hymenoptera). Jumlah ini menjadikan serangga kelompok utama dari hewan beruas Arthropoda. Secara umum serangga dapat dibedakan berdasarkan habitatnya yaitu di air, tanah, dan udara. Serangga permukaan tanah merupakan serangga yang hidup di tanah. Menurut Ruslan (2009), Serangga permukaan tanah merupakan kelompok serangga yang sebagian hidupnya berada di permukaan tanah, dalam proses kehidupannya tentu memiliki syarat. Keberadaan serangga permukaan tanah dalam tanah sangat tergantung pada ketersediaan energi dan sumber makanan untuk melangsungkan hidupnya. Borror (1992) menyatakan banyak macam serangga tanah meluangkan sebagian atau seluruh hidup didalam tanah. Tanah tersebut memberikan serangga suatu pemukiman atau sarang, pertahanan, dan seringkali makanan. Tanah diterobos oleh serangga tanah menjadi lebih mengandung udara, dan tanah tersebut diperkaya oleh ekskresi dan tubuh-tubuh serangga yang mati. Serangga tanah memperbaiki sifat-sifat fisik tanah dan menambahkan kandungan bahan organiknya Morfologi Serangga Serangga memiliki bagian tubuh yang berfungsi untuk melindungi tubuhnya dalam beraktifitas. Menurut Suheriyanto (2008), tubuh serangga dilindungi oleh rangka luar (eksoskeleton) yang berfungsi untuk perlindungan (mencegah kehilangan air) dan untuk kekuatan (bentuknya silindris). Rangka luar serangga sangat kuat, tetapi tidak menghalangi pergerakannya. Kelemahan dari rangka tersebut adalah berisi masa jaringan, ukuran tubuh serangga terbatas oleh rangka dan berat rangka lebih dari 10% dari total berat tubuh.

3 11 Menurrut Suheriyanto (2008), tubuh serangga terbagi menjadi 3 bagian, yaitu kepala, toraks, dan abdomen. Berikut merupakan penjelasan dari masing-masing bagian tubuh serangga: a. Kepala Kepala terdiri dari 3 sampai 7 ruas. Kepala berfungsi sebagai alat untuk pengumpulan makanan, penerima rangsangan dan memproses informasi di otak. Kepala serangga keras karena mengalami sklerolisasi. Kepala merupakan bagian anterior dari tubuh serangga yang memperlihatkan adanya sepasang mata, sepasang sungut dan mulut (Bland dan Jaques, 1978). Mata merupakan organ penglihatan, pada serangga terdapat mata majemuk dan mata tunggal. Serangga dewasa mempunyai mata besar yang disebut mata majemuk atau mata faset yang terdiri dari beberapa ribu ommatidia, sehingga bayangan yang terlihat oleh serangga adalah mozaik. Mata tunggal mempunyai lensa kornea tunggal, dibawahnya terdapat sel komeagen dan retina. Mata tunggal tidak membentuk bayangan dan lebih berperan dalam membedakan intensitas cahaya (Borror, et al., 1996). Sungut adalah sepasang embelan beruas yang terletak di kepala, biasanya diantara atau dibawah mata majemuk. Sungut digunakan oleh serangga untuk menerima rangsangan dari lingkungan, fungsi utama sungut adalah untuk perasa dan bertindak sebagai organ pengecap, organ pembau, dan organ pendengar (Suheriyanto, 2008). Sungut dapat ditemukan pada semua serangga, baik pterigota maupun apterigota (Gillot, 2005). Borror, el al (1996), Meyer (2003), dan Gillot (2005) membagi sungut menjadi tiga bagian, yaitu:

4 12 1. Skape (batang dasar), yaitu ruas dasar sungut. 2. Pedikel (gantilan), yaitu ruas kedua. 3. Flagelum, yaitu ruas sisanya. Borror., et al (1996) dan Meyer (2003) menyatakan bahwa sungut serangga mempunyai bentuk dan ukuran yang sangat bervariasi sehingga dapat digunakan dalam identifikasi, yaitu : 1. Setaseus Berbentuk seperti duri, pada bagian distal ruasnya menjadi langsing. Contoh pada capung, capung jarum dan peloncat daun. 2. Filiform Bentuk seperti benang, ruas-ruas hampir seragam dalam ukuran dan biasanya silindris, misalnya pada kumbang tanah dan kumbang harimau. 3. Moniliform Sungut seperti satu untaian merjan, ruas-ruas sama dalam ukuran dan kurang lebih berbentuk bulat. Contohnya kumbang keriput kayu. 4. Serrata Seperti gergaji, ruas-ruas terutama yang ada di distal separuh atau dua pertiga sungut kurang lebih segi tiga, misalnya, kumbang loncat balik.. 5. Pektinat Sungut berbentuk seperti sisir, kebanyakan ruas-ruas dengan juluran lateral, langsing dan panjang, misalnya kumbang warna api. 6. Klavat Berbentuk seperti gada, ruas-ruas meningkat garis tengahnya disebelah distal, contoh pada kumbang hitam dan kumbang lady bird. Bila ruas-ruas ujung meluas

5 13 ke lateral membentuk gelambir oval disebut lamelat, misalnya pada kumbang juni. 7. Genikulat Berbentuk siku, dengan ruas pertama panjang dan ruas-ruas berikutnya kecil dan membelok pada satu sudut dengan yang pertama. Misalnya pada kumbang rusa dan semut calsid. 8. Plumosa Sungut berbentuk seperti bulu, kebanyakan ruas-ruas dengan gerombolan rambut-rambut panjang, misalnya nyamuk jantan. 9. Aristat Ruas terakhir dari sungut biasanya membesar dan mengandung bulu-bulu dorsal yang banyak, disebut arista. Contoh pada lalat rumah dan lalat syrphid. 10. Stilat Pada ruas terakhir sungut mengandung juluran yang berbentuk seperti stili. Misalnya sungut pada lalat perompak dan lalat penyelinap. Ezlinga (2004) dalam Suheriyanto (2008), membagi mulut serangga berdasarkan sumber pakan di alam, yaitu : 1. Tipe Pengunyah (Chewing) Tipe pengunyah merupakan tipe mulut yang banyak dijumpai pada serangga dewasa dan serangga muda. Mandibula serangga tipe ini mengalami sklerotisasi, bergerak secara transversal sehingga dapat digunakan untuk memotong seperti pisau. Serangga biasanya mampu untuk menggigit dan mengunyah makanannya.

6 14 2. Tipe Pemotong-penyerap (Cutting-sponging) Tipe pemotong-penyerap dapat ditemukan pada lalat hitam dan lalat kuda. Serangga tipe ini mempunyai mandibular dan maksila yang memanjang dan berfungsi sebagai stilet untuk menusuk kulit. 3. Tipe Spon (Sponging) Pada lalat rumah dewasa tipe mulutnya termodifikasi seperti spon. Lalat ini terlebih dahulu membasahi makanan dengan sekresi air liurnya, kemudian menjilati makanan tersebut. 4. Tipe Sifon (Siphoning) Kupu-kupu dan ngengat memiliki tipe mulut sifon. Serangga tersebut mengisap cairan melalui proboscis. Probosis pada lalat dewasa biasanya panjang dan melingkar, terbentuk dari dua galea maksila dan saluran makanan ada diantara kedua galea tersebut. 5. Tipe Penusuk-penghisap (Piercing-sucking) Tipe mulut penusuk-penghisap termodifikasi untuk mempenetrasi penghalang luar dari inang dan cairan dikeluarkan dari tubuh untuk mempermudah proses penyerapan makanan. Serangga yang mempunyai tipe mulut ini biasanya berperan sebagai vector penyakit, seperti serangga herbivor (cicada), parasit (kutu dan nyamuk) dan karnivor (kutu pembunuh). Ada tiga tipe mulut penusuk-penghisap, yaitu tipe yang sangat umum dijumpai pada nyamuk (terdiri dari stilet yang panjang dan bergerigi), tipe yang hanya ditemukan pada thrips (tipe ini merupakan peralihan antara pengunyah dan penusuk penghisap) dan tipe yang ditemukan pada kutu penghisap (tersusun oleh tiga stilet yang tersimpan dalam tubuh ketika tidak digunakan).

7 15 6. Tipe Pengunyah-peminum (Chewing-lapping) Lebah madu dewasa mempunyai tipe mulut yang termodifikasi menjadi bentuk lain yang dapat digunakan untuk makanan cair, seperti nectar dan madu. Mandibula dapat digunakan untuk memotong, pertahanan, dan membentuk sarang. b. Toraks Toraks terbagi menjadi tiga segmen dan tiap segmen mempunyai sepasang kaki, sehingga jumlah kaki serangga enam (heksapoda). Hal tersebut merupakan alasan mengapa serangga dimasukkan kedalam kelas heksapoda, yaitu kelompok hewan yang mempunyai kaki enam. Toraks terdiri atas tiga ruas, pada setiap ruas terdapat sepasang tungkai dan jika terdapat sayap terletak pada ruas kedua dan ketiga, masing-masing sepasang sayap. Bentuk tungkai bervariasi menurut fungsinya seperti untuk menggali (jangkrik, Gryllidae), menangkap (walang sembah, Mantidae), untuk berjalan (semut, Formicidae) dan sebagainya. Tungkai serangga bersklerotisasi dan terbagi menjadi enam ruas, yaitu : 1. Koksa, yaitu ruas dasar 2. Trokanter, yaitu ruas sesudah koksa 3. Femur, biasanya ruas pertama yang panjang dari tungkai 4. Tibia, yaitu ruas kedua yang panjang 5. Tarsus, biasanya berupa sederet ruas-ruas kecil dibelakang tibia 6. Pretarsus, terdiri dari kuku-kuku atau serupa seta di ujung tarsus. Sayap serangga tumbuh dari dinding tubuh yang terletak dorso-lateral antara nota dan pleura. Pada umumnya serangga mempunyai dua pasang sayap yang

8 16 terletak pada ruas mesotoraks dan metatoraks. Pada sayap terdapat rangka dengan pola tertentu dan sangat berguna dalam identifikasi. Rangka sayap merupakan struktur yang berongga yang mengandung syaraf, trakea, dan hemolimf (Borror., et al, 1996 dalam Suheriyanto, 2008). Sistem rangka sayap yang banyak dipakai adalah sistem yang dibuat oleh John Comstock dan George Needham sehingga terkenal dengan sistem Comstock- Needham (Meyer, 2003 dalam Suheriyanto, 2008). Ada dua macam rangka sayap, yaitu rangka sayap longitudinal dan rangka sayap menyilang. Rangka sayap longitudinal terdiri dari: Kosta (C), Sub Kosta (Sc), Radius (R), Media (M), Kubitus (Cu), dan Anal (A). Rangka sayap menyilang menghubungkan rangkarangka sayap longitudinal yang utama dan biasanya diberi nama sesuai dengan yang bersangkutan, misalnya: rangka sayap Humeral (H), Radio-medial (R-m), medial (m), dan medio-cubital (m-cu). c. Abdomen Abdomen serangga terdiri dari 11 ruas. Abdomen berfungsi untuk menampung sistem pencernaan, ekskretori, dan reproduksi (Borror., et al, 1996 dalam Suheriyanto, 2008). Anatomi internal serangga dicirikan oleh adanya sistem peredaran darah terbuka, saluran pernapasan, dan tiga bagian saluran pencernaan. Pada serangga dewasa terdapat spirakel dekat membrane pleural pada tiap segmen dikedua sisi abdomen. Spirakel adalah bagian terbuka yang menghubungkan sistem respirasi dengan luar tubuh. Pada bagian paling ujung abdomen terdapat anus, yang merupakan saluran keluar dari sistem pencernaan. Pada serangga betina men abdomen ke delapan dan Sembilan bersatu membentuk

9 17 ovipositor sebagai organ yang membantu peletakan telur (Meyer, 2003 dalam Suheriyanto, 2008) Klasifikasi Serangga Serangga dipelajari secara khusus pada cabang biologi yang disebut entomologi. Serangga termasuk dalam filum arthropoda. Arthropoda berasal dari bahasa Yunani arthro yang artinya ruas dan poda yang berarti kaki, jadi arthropoda adalah kelompok hewan yang mempunyai ciri utama kaki beruas-ruas (Borror., et al, 1996 dalam Suheriyanto, 2008). Meyer (2003) membagi filum arthropoda menjadi tiga sub filum, yaitu : a. Sub filum Trilobita Trilobita merupakan arthropoda yang hidup di laut, yang ada sekitar 245 juta tahun yang lalu. Anggota sub filum trilobite sangat sedikit yang diketahui, karena pada umumnya ditemukan dalam bentuk fosil. b. Sub filum Chelicerata Anggota sub filum chelicerata merupakan hewan predator yang mempunyai selicerae dengan kelenjar racun. Serangga yang termasuk dalam kelompok ini adalah laba-laba, tungau, kalajengking, dan kepiting. c. Sub filum Mandibulata Kelompok ini mempunyai mandible dan maksila di bagian mulutnya. Kelompok hewan yang termasuk dalam sub filum ini adalah crustacean, myriapoda, dan insekta (serangga). Salah satu kelompok mandibulata, yaitu kelas crustacea telah beradaptasi dengan kehidupan laut dan populasinya tersebar di seluruh lautan. Anggota kelas Myriapoda adalah milipedes dan centipedes yang beradaptasi dengan kehidupan daratan.

10 18 Serangga mempunyai ciri khas, yaitu jumlah kakinya enam (heksapoda), sehingga kelompok hewan dengan ciri tersebut dimasukkan ke dalam kelas heksapoda. Selain itu, serangga mempunyai ciri-ciri : a. Tubuh terbagi menjadi 3 bagian, yaitu kepala, toraks, dan abdomen. b. Tubuh simetri bilateral. c. Mempunyai sepasang sungut. d. Sayap 1-2 pasang. e. Mempunyai rangka luar (eksoskeleton). f. Bernapas dengan insang, trakea, dan spirakel. g. Sistem peredaran darah terbuka. h. Ekskresi dengan buluh malphigi. Serangga disebut juga insekta, insekta berasal dari bahasa Yunani, yaitu in artinya dalam dan sect berarti potongan, jadi insekta dapat diartikan potongan tubuh atau segmentasi (Bland dan Jaques, 1978 dalam Suheriyanto, 2008). Meyer (2003) membagi serangga menjadi beberapa kelompok, yaitu : serangga primitif adalah Protura, Diplura, Collembola, Archeognatha, dan Thysanura. Serangga ini sampai dewasa tidak mempunyai syap (apterigota) dan dalam perkembangannya tidak mengalami metamorphosis (ametabolous development), yang sayapnya tumbuh menjelang dewasa (eksopterigota) tetapi sayap tidak dapat dilipat sejajar tubuh (paleoptera). Serangga yang sayapnya dapat dilipat sejajar tubuhnya ketika beristirahat disebut neoptera, yang paling primitif adalah Plecoptera dan Embioptera. Pada awal zaman karbon kelompok ini terbagi menjadi tiga kelompokj, yaitu :

11 19 a. Orthoperiod Serangga yang termasuk kelompok ini mempunyai bagian mulut yang tidak terspesialisasi. Sebagian besar dari kelompok ini (kecuali Mantodea dan Mantophasmatodea) berperan sebagai herbivore dan pengurai (scavengers). 1) Blattodea kecoak 2) Isoptera rayap 3) Mantodea belalang sembah 4) Dermaptera serangga ekor capit 5) Orthoptera belalang, jangkrik 6) Phasmatodea serangga tongkat 7) Grylloblattodea perayap karang 8) Mantophasmatodea 9) Zoraptera zorapteran b. Hemipteroid Ordo yang masuk dalam kelompok ini mempunyai bagian mulut yang terspesialisasi untuk memarut atau menusuk/mengisap. Sebagian besar berperan sebagai herbivore, tetapi ada yang menjadi predator atau parasit. Psocoptera psocid 1) Thysanoptera thrips 2) Phthiraptera kutu parasite 3) Hemiptera a. sub ordo Heteroptera kutu busuk b. sub ordo Homoptera wereng, aphids

12 20 c. Endopterigota Semua serangga yang mempunyai metamorfosis sempurna (holometabolous development) masuk dalam kelompok ini. Serangga mempunyai empat tahap dalam daur hidupnya, yaitu telur larva pupa dewasa. Bentuk larva sangat berbeda dengan dewasa. Sayap dan struktur dewasa lainnya berkembang pada saat pupa. Endopterigota terdiri atas 9 ordo yang merupakan 4/5 dari seluruh jenis serangga. Kelompok ini mempunyai peranan yang sangat banyak di ekosistem, yaitu sebagai pengurai (scavenger), herbivor, predator, dan parasit. 1) Mecoptera lalat, kalajengking 2) Diptera lalat rumah 3) Siphonaptera pinjal 4) Trichoptera lalat caddis 5) Lepidoptera kupu, ngengat 6) Neuroptera undur-undur 7) Coleoptera kumbang 8) Strepsiptera parasit bersayap terpuntir 9) Hymenoptera semut, lebah.

13 21 Phylum Arthropoda Subphylum Trilobita (fossil) Mandibulata Chelicerata Kelas Insekta Arachnida Subkelas Apterygota Pterygota Protura Diplura Thysanura Collembola Exopterygota Ephemeroptera Odonata Orthoptera Isoptera Plecoptera Dermaptera Embioptera Mallophaga Anoplura Thysanoptera Hemiptera Homoptera Neuroptera Endopterygota Coleoptera Mecoptera Trichoptera Lepidoptera Diptera Siphonaptera Hymenoptera Skema 1. Klasifikasi Serangga

14 Ekologi Serangga Aktivitas keberadaan serangga di alam dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Serangga beraktivitas pada kondisi lingkungan yang optimal, sedangkan kondisi yang kurang optimal di alam menyebabkan aktivitas serangga menjadi rendah (Aditama & Kurniawan, 2013). Menurut Arofah (2013), kehidupan serangga sangat erat hubungannya dengan keadaan lingkungan hidupnya. Selanjutnya dikatakan juga bahwa faktor lingkungan yang juga turut mempengaruhi kehidupan serangga adalah faktor fisis, biotik dan makanan. Data yang diperoleh juga menunjukkan terjadi perbedaan jumlah serangga pada saat pengambilan sampel. Hal ini disebabkan faktor keadaan cuaca, yang menyatakan bahwa cuaca sangat berpengaruh terhadap diversitas serangga, seperti halnya juga suhu. Selain faktor abiotik yang mempengaruhi kehidupan serangga, terdapat faktor biotik yang dapat berinteraksi dengan serangga. Faktor biotik itu sendiri terjadi antar serangga maupun dengan jenis lain. Menurut Smith (2006) dalam Suheriyanto (2008), sekumpulan populasi yang saling berinteraksi secara langsung maupun tidak langsung disebut dengan komunitas. Sedangkan Odum (1998) dalam Suheriyanto (2008) menyatakan bahwa komunitas biotik merupakan sekumpulan populasi yang hidup di suatu daerah. Komunitas tidak hanya mempunyai kesatuan fungsional tertentu dengan struktur trofik dan pola arus energi yang khas, tetapi juga mempunyai kesatuan komposisional dimana terdapat peluang jenis tertentu akan tetap ada atau hidup berdampingan. Menurut Mukhtasor (2008), struktur trofik merupakan fenomena interaksi antara rantai makanan dan hubungan metabolism dengan ukuran organisme pada suatu komunitas.

15 23 Rantai makanan adalah pemindahan energi dari sumbernya melalui serangkaian organisme yang memakan dan dimakan (Odum, 1998). Sumber energi bumi berasal dari matahari, tumbuhana menangkap energi tersebut untuk melakukan fotosintesis sehingga disebut produsen. Hasil fotosintesis tersebut menghasilkan metabolit primer dan sekunder yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan sendiri dan sebagian merupakan sumber daya yang dapat dimanfaatkan oleh herbivor sebagai konsumen primer. Herbivor selanjutnya dimakan oleh karnivor yang berperan sebagai konsumen sekunder, dan karnivor dimakan oleh karnivor yang lain disebut dengan konsumen tersier (Suheriyanto, 2008). Pada kenyataannya tidak semua energi disimpan, tetapi digunakan untuk proses internal dalam tubuh, respirasi atau digunakan oleh organisme pemakan selanjutnya. Produk sisa dan materi organik dari organisme yang mati juga dimanfaatkan oleh organisme yang lain, yaitu decomposer sehingga diubah menjadi materi anorganik yang diperlukan oleh tumbuhan (Jarvis, 2000). Produsen dan dekomposer diperlukan dalam mempertahankan keberlanjutan komunitas. Tanpa adanya produsen tidak aka nada herbivor, karnivor, dan decomposer. Sama halnya dengan produsen, tanpa dekomposer tumbuhan dan hewan yang mati akan terakumulasi, terawetkan, dan dipencarkan oleh angin. Sehingga tanpa dekomposer bumi akan kehilangan gas yang sangat penting untuk kehidupan (Suheriyanto, 2008). Berdasarkan hal tersebut peranan serangga diperlukan untuk membentuk suatu rantai makanan.

16 Peranan Serangga Serangga permukaan tanah pada umumnya memakan tumbuh-tumbuhan yang hidup maupun yang telah mati, sehingga serangga berperan pada proses dekomposisi. Ruslan (2009) menyatakan serangga permukaan tanah berperan dalam proses dekomposisi. Proses dekomposisi dalam tanah tidak akan mampu berjalan cepat bila tidak ditunjang oleh kegiatan serangga permukaan tanah. Keberadaan serangga permukaan tanah dalam tanah sangat tergantung pada ketersediaan energi dan sumber makanan untuk melangsungkan hidupnya, seperti bahan organik dan biomassa hidup yang semuanya berkaitan dengan aliran siklus karbon dalam tanah. Dengan ketersediaan energi dan hara bagi serangga permukaan tanah tersebut, maka perkembangan dan aktivitas serangga permukaan tanah akan berlangsung baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tatang (2010), serangga tanah dikenal berperan sebagai perombak bahan organik yang memegang peranan penting dalam daur hara. Kelompok ini sangat erat hubungannya dengan keadaan lingkungan dimana serangga hidup dan mempunyai potensi yang tidak ternilai terutama dalam membentu perombahakan bahan organik tanah, juga menjadi salah satu makhluk penyeimbang lingkungan. Beberapa diantaranya bahkan dapat digunakan sebagai indikator tingkat kesuburan tanah atau keadaan tanah Serangga sebagai bagian Ekosistem Tumbuhan berperan sebagai produsen dalam ekosistem dan menempati tingkat trofik pertama. Serangga pemakan tumbuhan berada pada tingkat trofik kedua. Serangga yang masuk pada kelompok ini berperan sebagai konsumen pertama dan disebut herbivor. Serangga herbivor banyak menghabiskan hidupnya

17 25 dengan berada disekitar tumbuhan. Serangga juga dapat berada pada tingkat trofik ketiga, kelompok serangga ini berperan sebagai konsumen kedua yang memakan hewan, sehingga disebut karnivor. Karnivor yang memakan karnivor pertama atar sebagai konsumen ketiga berada pada tingkat trofik keempat. Kelompok serangga ini berupa predator atau hiperparasitoid (Suheriyanto, 2008). Serangga yang berperan sebagai musuh alami dapat berupa predator dan parasitoid. Serangga disebut predator jika serangga tersebut memangsa herbivor dan disebut parasitoid jika serangga tersebut hidup diluar atau didalam inang dalam jangka waktu tertentu Serangga yang Bermanfaat Bagi Manusia Manfaat serangga bagi manusia sangat banyak, diantaranya adalah serangga sebagai musuh alami hama, pengendali gulma, serangga penyerbuk, penghasil produk, bahan pangan, dan pengurai sampah (Borror, et al., 1996 dalam Suheriyanto, 2008). Serangga ada yang berperan sebagai predator dan parasitoid yang dapat membantu manusia dalam mengendalikan serangan hama di pertanaman. Selain membantu dalam mengendalikan hama, serangga juga memiliki peranan lain yaitu sebagai pengendali gulma. Serangga herbivor yang bermanfaat bagi manusia akan memakan tumbuhan yang tidak dikehendaki keberadaannya (gulma). Gulma merupakan tumbuhan liar dan mempunyai pertumbuhan yang sangat pesat (Suheriyanto, 2008). Serangga-serangga tersebut akan berperan dalam bidang pertanian atau perkebunan. Peranan serangga yang bermanfaat bagi manusia lainnya adalah serangga penyerbuk dan pengurai. Serangga-serangga ini akan berperan dalam setiap

18 26 wilayah termasuk dalam ekosistem hutan. Menurut Suheriyanto (2008), serangga penyerbuk dapat membantu dalam penyerbukan tumbuhan dengan bantuan angin dan serangga yang mempunyai nektar. Peranan serangga dalam proses penyerbukan besar sekali, jika tidak ada serangga polinator atau serangga penyerbuk maka dapat dipastikan pertumbuhan tanaman hanya akan dapat dilakukan oleh manusia sehingga kemungkinan tingkat keberadaan suatu tanaman rendah. Selain itu, peranan serangga yang lain adalah serangga sebagai pengurai. Menurut Suheriyanto (2008), serangga pengurai mempunyai peranan yang besar dalam menguraikan zat organik menjadi zat anorganik, sehingga dengan adanya serangga pengurai maka sampah akan cepat terurai dan kembali menjadi materi di alam. Peranan serangga yang bermanfaat bagi manusia lainnya adalah sebagai serangga penghasil produk dan bahan pangan. Serangga penghasil produk yang dimaksudkan adalah serangga yang dapat menghasilkan produk dimana produk tersebut dapat dimanfaatkan oleh manusia. Menurut Suheriyantom (2008), serangga dapat menghasilkan produk berupa madu, royal jelly, propolis, malam, dan juga polen. Menurut Elzinga (2004), selain produk tersebut terdapat produk lain yaitu serangga penghasil produk benang sutera yang dihasilkan oleh ulat sutera (Bombyx mori). Selain menghasilkan produk yang dapat dikonsumsi oleh manusia, serangga juga dapat berperan untuk bahan pangan, beberapa jenis serangga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan atau campuran produk makanan manusia, diantaranya adalah laron, cengkerik, belalang, dan beberapa jenis larva serangga.

19 Serangga yang Merugikan Manusia Selain memiliki peran yang bermanfaat bagi manusia, serangga juga dapat merugikan manusia. Elzingga (2004) menjelaskan bahwa terdapat beberapa ordo serangga yang berpotensi menyebabkan kerusakan serta mengganggu aktifitas manusia, yaitu: a. Thysanura-serangga perak Serangga ini dapat ditemukan disela-sela buku, hidup dan makan di buku tersebut sehingga buku menjadi rusak. b. Blattaria-kecoak Kecoak sering ditemukan di rumah-rumah pada tempat yang gelap. Kecoak mengeluarkan kotoran dan bau yang tidak sedap, diduga serangga ini dapat menyebabkan asma dan berperan sebagai pembawa salmonella. c. Isoptera-rayap Rayap merupakan serangga yang memanfaatkan bahan yang terbuat dari kayu sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada tempat tinggal manusia. d. Psocoptera-kutu buku Kutu ini dapat ditemukan dibeberapa lokasi, terutama pada buku yang tersimpan lama dan pada hiasan dinding yang terbuat dari kertas. e. Coleoptera-kumbang beras Beberapa jenis kumpang dapat ditemukan pada bahan pangan yang tersimpan, biji-bijian, kain wol, dan jaket kulit. Sehingga keberadaan serangga ini dapat menyebabkan kerusakan pada bahan yang ditempati.

20 28 f. Hymenoptera-beberapa jenis semut Beberapa jenis semut ditemukan di lingkungan rumah khususnya di dinding dan di lantai. Pada umumnya serangga yang hidup dirumah bersifat omnivore yang memakan semua bahan yang dijumpai. g. Siphonaptera-kutu kucing Kutu kucing bersifat parasite pada mamalia dan burun, dan dapat berperan sebagai vector cacing pita anjing. Kutu kucing menghisap darah pada inangnya dan juga pada manusia. Gigitan kutu kucing dapat menyebabkan dermatitis. h. Lepidoptera-Ngengat baju Ngengat rumah banyak ditemukan di permadani, makanan, dan pakaian yang disimpan, Pada fase larva, serangga ini memakan bahan-bahan tersebut sehingga dapat menimbulkan kerusakan. Selain serangga-serangga tersebut terdapat serangga lain yang dapat menyebabkan kerugian bagi manusia. Menurut Suheriyanto (2008), banyak serangga mengganggu manusia karena mengeluarkan bau atau sekresi yang tidak sedap, dapat masuk ke mata atau telinga seseorang dan dapat menimbulkan ketakutan (entomophobia). Beberapa serangga dapat menghasilkan racun yang dapat berbahaya bagi manusia, seperti pada lebah, tabuhan, dan kutu busuk. Serangga ada yang hidup dalam atau pada tubuh manusia sebagai parasite yang menyebabkan rangsangan yang hebat. Serangga juga dapat berperan sebagai vector dari beberapa penyakit, contohnya penyakit malaria. Serangga dapat merusak tanaman budidaya karena serangga memanfaatkan tanaman tersebut sebagai pakan, tempat meletakkan telur, dan secara tidak

21 29 langsung serangga berperan sebagai vector penyakit pada tanaman. Banyak sekali pathogen yang dapat dipindahkan oleh serangga, baik dari kelompok virus, jamur, atau bakteri Penyebaran Serangga Keberadaan serangga disuatu wilayah bergantung pada kondisi wilayah yang ditempatinya, serta bagaimana serangga beradaptasi dihabitatnya. Ruslan (2009), dalam penelitiannya menyatakan bahwa hutan homogen dan hutan heterogen terdapat perbedaan signifikan dari keanekaragaman family. Pada hutan homogen keanekaragam lebih tingi dibanding hutan heterogen. Tingginya indeks keanekaragaman pada hutan homogen hal ini disebabkan pada hutan homogen vegetasi herba yang merupakan tempat hidup dan sumber makanan bagi serangga permukaan tanah, lebih beragam dan rimbun bila dibandingankan dengan vegetasi heterogen. Pada hutan heterogen tutupan kanopi dari vegetasi kurang rapat sehinga penetrasi sinar matahari lebih banyak, sehingga vegetasi herba atau rumput yang membutuhkan sinar matahari untuk kehidupan dapat dipenuhi. Sedangkan pada hutan heterogen tutupan kanopi lebih rapat, penetrasi sinar matahari lebih kurang. Hal ini yang menyebabkan indeks keanekaragaman lebih tinggi. Keberadaan serangga dalam alam dipengaruhi oleh keberadaan faktor abiotik atau unsur iklim sebagai komponen suatu ekosistem. Pengamatan yang diamati meliputi suhu, intensitas cahaya, kelembaban udara dan curah hujan. Karakteristik biologis dari serangga dipengaruhi terutama oleh suhu dan kelembaban relatif. Intensitas cahaya juga mempengaruhi keberadaan serangga dalam alam. Cahaya yang diukur berasal dari penggunaan metode Light trap dalam menangkap

22 30 serangga yang ada dalam areal pertanian organik, berbeda dengan kelompok serangga diurnal yang memanfaatkan cahaya matahari. Organ penglihatan serangga dipengaruhi oleh keberadaan intensitas cahaya disekitar. Cahaya tersebut masuk dalam mata faset yang dimiliki oleh suatu serangga dan diterima oleh reseptor (Aditama & Kurniawan, 2013) Keanekaragaman Serangga Keanekaragaman serangga di ekosistem satu dengan ekosistem lainnya akan berbeda sesuai dengan faktor biotik maupun abiotik yang mempengaruhinya. Menurut Riyanto (2015), tingkat keanekaragaman dan kelimpahan serangga dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan ketersediaan makanan. Perubahan kondisi lingkungan menyebabkan perubahan ekosistem yang berpengaruh terhadap keanekaragaman dan kelimpahan serangga yang terdapat didalamnya. Lingkungan rawa alami memiliki keanekaragaman serangga yang tinggi dan kelimpahan serangga yang rendah, kemudian dilakukan penimbunan lahan sehingga vegetasi tumbuhan berkurang. Berkurangnya keanekaragaman vegetasi tumbuhan berpengaruh terhadap turunnya keanekaragaman serangga dan meningkatnya kelimpahan serangga jenis tertentu. Vegetasi tumbuhan relatif homogen, musuh alami berkurang, tempat berlindung serangga dari serangan predator kurang dan kondisi lingkungan yang tidak mendukung sepert aktivitas manusia dan polusi kendaraan sehingga serangga tertentu saja yang mampu bertahan hidup dan menyesuaikan diri dengan lingkungan tersebutlah yang memiliki Kelimpahanyang lebih tinggi.

23 31 Menurut Suheriyanto (2008), Faktor-faktor yang berinteraksi dalam menghasilkan keanekaragaman jenis pada binatang dan tumbuhan di daerah tropis ditentukan oleh enam faktor fisik lingkungan, yaitu : 1. Suhu udara yang tinggi 2. Kelembaban udara yang tinggi 3. Intensitas cahaya yang tinggi 4. Lingkungan yang stabil 5. Area yang cukup luas 6. Gradien altitude yang cukup panjang. Faktor fisik lingkungan di daerah tropis tidak bekerja sendiri-sendiri tetapi berinteraksi dalam mendukung tingginya tingkat keanekaragaman tumbuhan dan hewan di daerah tropis. Menurut Sarjan (2008), serangga adalah hewan berdarah dingin, sehingga pertumbuhannya banyak dipengaruhi oleh lingkungannya. Serangga yang hidup di daerah beriklim dingin pertumbuhannya lambat sedangkan daerah tropik seperti Indonesia pertumbuhan serangga relatif cepat. Adanya sifat seperti ini serangga berhasil mempertahankan keberlangsungan hidupnya pada habitat yang bervariasi, kapasitas reproduksi yang tinggi, kemampuan memakan jenis makanan yang berbeda serta kemampuan menyelamatkan diri dari musuhnya. Berdasarkan penelitian Kartikasari (2015) yang berjudul Analisis Biodiversitas Serangga di Hutan Kota Malabar Sebagai Urban Ecosystem Services Kota Malang pada Musim Pancaroba, diperoleh hasil penelitian dengan pengambilan sampel dan identifikasi serangga yang dilakukan pada Hutan Kota Malabar diperoleh 10 ordo dan 26 family dengan dominasi serangga pada masing-

24 32 masing kuadran didominasi oleh ordo Hymenoptera dan Collembola. Nilai indeks keanekaragaman tertinggi ada pada kuadran 3 dengan nilai yang berkisar 1,27-1,96 dan termasuk pada kriteria keanekaragaman sedang pada setiap pengamatannya. Suhu dalam hutan lebih rendah dari pada suhu di luar lokasi yang lebih tinggi, rata-rata 24,75 C dan kelembaban 79,14% membuat serangga cukup nyaman didalam lingkungan hutan kota, hal ini ditunjukkan dari hasil perhitungan indeks keanekaragaman dari masing-masing kuadran yang mempunyai indeks keanekaragaman yang sedang/kondisi lingkungan sedang, dan banyaknya vegetasi pada hutan kota Malabar sebanyak 1145 vegetasi juga menjadi habitat yang nyaman untuk serangga. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang akan dilaksanakan di hutan hujan tropis Ranu Pani dengan melihat faktor lingkungan seperti suhu dan kelembaban akan berpengaruh terhadap keberadaan serangga. Pada penelitian yang dilakukan oleh Tambunan (2013), yang berjudul Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga pada Pertanaman Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) di Kebun Helvetia Pt. Perkebunan Nusantara II, dari hasil penelitian diperoleh pada areal TM diperoleh nilai KR tertinggi adalah 16,1073% dari ordo Hymenoptera (Formicidae) dan terendah sebesar 0,3355% dari ordo Coleoptera (Psephenidae). Sedangkan pada areal TBM diperoleh nilai KR tertinggi adalah 14,4414% dari ordo Hymenoptera (Siricidae) dan terendah sebesar 0,2724% dari ordo Coleoptera (Chrysomellidae) dan Diptera (Pyrgotidae). Pada areal TM diperoleh nilai FR tertinggi adalah 5,1020% dari ordo Arachnida (Lycosidae), Coleoptera (Ciidae),Hymenoptera (Formnicidae, Repronidae, dan Siricidae), Lepidoptera (Psycidae), Odonata (Cordulegastridae) dan Lepidoptera (Gryllacrididae) dan terendah sebesar 1,0204% dari ordo Coleoptera (Mordellidae

25 33 dan Psephenidae). Sedangkan pada areal TBM diperoleh nilai FR tertinggi adalah 4,3859% dari ordo Coleoptera (Scarabidae), Homoptera (Cicadidae), Hymenoptera (Formicidae, Repronidae dan Siricidae), Odonata (Aeshnidae) dan Orthoptera (Gryllacrididae) dan terendah sebesar 0,8771 % dari ordo Coleoptera (Chrysomellidae dan Rhipiphoridae) dan ordo Diptera (Pyrgotidae). Nilai indeks keanekaragaman (H ) pada kedua areal tergolong sedang, yaitu TM sebesar 2,9276 dan TBM sebesar 2,9858. Sedangkan nilai kesamaan (Q/s) kedua areal sebesar 79,365%. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang akan dilaksanakan di hutan hujan tropis Ranu Pani dan dapat dijadikan sebagai acuan dalam melakukan perhitungan indeks keanekaragaman dan indeks nilai penting dari hasil identifikasi serangga yang dilakukan di hutan hujan tropis. Ruslan (2009), pada penelitian yang berjudul Komposisi dan Keanekaragaman Serangga Permukaan Tanah pada Habitat Hutan Homogen dan Heterogen di Pusat Pendidikan Konservasi Alam (Ppka) Bodogol, Sukabumi, Jawa Barat. Hasil penelitian yang telah dilakukan sebagai berikut: 1. Serangga permukaan tanah pada hutan homogen didapatkan 8 ordo dengan 18 Family (409 individu), pada lokasi hutan heterogen didapatkan 7 ordo dengan 16 Family (992 individu). 2. Keanekaragaman serangga pada hutan homogen (0,842) lebih tinggi dibandingkan hutan heterogen. (0,224) Dari hasil uji statistik Hutchinson pada kedua habitat terdapat perbedaan indeks keanekaragaman signifikan. 3. Indeks kesamaan Sorrensen pada hutan homogen dan hutan heterogen sebesar 58%.

26 34 Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang akan dilaksanakan di hutan hujan tropis Ranu Pani dengan melihat faktor lingkungan yang menyusun suatu ekosistem akan berpengaruh terhadap keanekaragaman serangga di suatu daerah. Sehingga dapat dijadikan acuan dalam menganalisis faktor yang berpengaruh terhadap keberadaan serangga suatu daerah. 2.2 Teori Keanekaragaman Keanekaragaman Hayati Keanekaragaman hayati atau biodiversitas adalah keanekaragaman pada kehidupan organisme, termasuk keanekaragaman dalam satu jenis dan atau antar jenis dalam satu ekosistem. Keanekaragaman hayati merupakan istilah yang merujuk pada keanekaragaman dari semua jenis tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme, serta proses ekosistem dan ekologis dimana mereka menjadi bagiannya (Mukhtasor, 2008). Keanekaragaman genetik mencakup keseluruhan informasi genetik sebagai pembawa berbagai sifat keturunan dari semua makhluk hidup yang ada (Mukhtaor, 2008). Sedangkan, Keanekaragaman jenis atau jenis dapat digunakan untuk menyatakan struktur komunitas. Ukuran keanekaragaman dan penyebabnya nmencakup sebagian besar pemikiran tentang ekologi. Hal itu terutama karena keanekaragaman dapat menghasilkan kestabilan dan dengan demikian berhubungan dengan pemikiran sentral ekologi, yaitu tentang keseimbangan suatu sistem (Price, 1997) dalam Suheriyanto (2008). Komunitas di dalam lingkungan yang mantap seperti pada hutan tropis, mempunyai keanekaragaman jenis yang lebih tinggi daripada komunitas-

27 35 komunitas yang dipengaruhi oleh gangguan-gangguan musiman atau secara periodik. Keanekaragaman cenderung jadi tinggi didalam komunitas yang lebih tua dan rendah dalam komunitas yang baru terbentuk (Odum,1996). Definisi yang paling sederhana dari stabilitas adalah tidak adanya perubahan. Sebagian besar ahli ekologi mendefinisikan stabilitas sebagai persistensi komunitas dalam menghadapi gangguan. Stabilitas mungkin merupakan hasil dari resistensi dan resiliensi. Resistensi (ketahanan) adalah kemampuan dari komunitas untuk menjaga struktur dan/atau fungsi dalam menghadapi potensi gangguan. Stabilitas mungkin juga merupakan hasil dari kemampuan komunitas untuk kembali ke struktur semula setelah adanya gangguan. Kemampuan untuk kembali lagi setelah gangguan disebut resiliensi (kelentingan) (Molles (2005) dalam Suheriyanto (2008)) Indeks Keanekaragaman Nilai indeks keanekaragaman jenis tergantung dari kekayaan jenis dan kemerataan jenis. Nilai minimum H. Nilai minimum H adalah 0, yaitu nilai indeks keanekaragaman untuk komunitas dengan satu jenis tunggal dan akan meningkat sesuai peningkatan kekayaan jenis dan kemerataan jenis (Molles, 2005). Kemerataan jenis adalah komponen utama kedua dari keanekaragaman jenis. Kemerataan jenis menurut Odum (1998) adalah pembagian individu yang merata diantara jenis. Jadi, apabila satu jenis ditambahkan, maka keanekaragamannya akan meningkat dan apabila jenis-jenis mempunyai distribusi kepadatan yang sama maka keanekaragaman juga akan meningkat (Suheriyanto, 2008).

28 36 Keanekaragaman β atau keanekaragaman antar komunitas dapat dihitung dengan menggunakan beberapa teknik, yaitu kesamaan komunitas dan indeks keanekaragaman (Smith, 1992 dalam Suheriyanto, 2008). Sedangkan Price (1997) menyatakan bahwa keanekaragaman lebih mudah didefinisikan dengan menggunakan suatu indeks keanekaragaman yang sudah umum digunakan yaitu indeks keanekatagaman Shannon-Weaver (H ). Dimana pi adalah proporsi jenis ke i didalam sampel total Indeks Nilai Penting Indeks nilai penting (INP) adalah penjumlahan nilai relatif (RDi), Frekuensi relatif (RFi), dan penutupan relatif (RCi) dari vegetasi (Bengen, 2000). INP = RDi + RFi + RCi Dengan INP : Indeks nilai penting RDi : Kelimpahan relatif RFi : Frekuensi relatif RCi : Penutupan relatif Indeks nilai penting suatu jenis berkisar antara 0 300, nilai penting ini menggambarkan gambaran tentang pernanan suatu jenis vegetasi dalam ekosistem dan dapat juga digunakan untuk mengetahui dominansi suatu jenis dalam ekosistem (Romadhon, 2008).

29 Hutan Hujan Tropis Hutan hujan tropis Indonesia dikenal sebagai hutan yang paling kaya akan jenis tumbuhan dan memiliki ekosistem paling kompleks di dunia (Whitmore, 1984 dalam Sidiyasa., et al, 2006). Selain itu, menurut Groobridge (1992) dalam Suryana (2009) keanekaragaman hayati Indonesia merupakan terbesar kedua di dunia (Efendi, 2013). Hutan hujan tropis memiliki keanekaragaman hayati sangat tinggi, dimana antara fauna dan floranya saling berinteraksi satu dengan lain. Diantara hubungan interaksi yang ada adalah hubungan saling menguntungkan diantara sesama. Desmukh (1992) menjelaskan bahwa interaksi saling menguntungkan antar tumbuh-tumbuhan dan hewan yang sifatnya herbivor umumnya terjadi di hutan hujan tropis. Tumbuhan merupakan sumber pakan bagi hewan dan sebaliknya hewan sangat bermanfaat bagi tumbuhan. Diantaranya adalah hewan bermanfaat dalam pemencaran biji (Setia, 2012) Deskripsi Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) ditetapkan menjadi kawasan taman nasional sejak Oktober 1982 berdasarkan Surat Pernyataan Menteri Pertanian Nomor 736/Mentan/X/1982. Kawasan ini ditetapkan sebagai taman nasional karena memiliki potensi kekayaan alam yang tidak saja besar namun juga unik. Secara geografis, kawasan TNBTS terletak antara LS dan BT (Hidayat, 2007). Berdasarkan SK Dirjen PHPA No. 68/Kpts/DJ-VI/1998 tanggal 4 Mei 1998 menyatakan bahwa pembagian zona di TNBTS meliputi Zona inti ( ha), zona rimba (23.485,20 ha), zona pemanfaatan intensif (425 ha), zona pemanfaatan tradisional (2.360 ha0, dan zona

30 38 rehabilitasi (2.000 ha). Namun, perubahan potensi pada lokasi zona tertentu (pembagian zona yang ada sudah tidak sesuai dengan kondisi pengelolaan), maka dilakukan review zonasi dengan hasil yaitu zona inti (17.713,68 ha), zona rimba (26.544,06 ha), zona pemanfaatan intensif (687,68 ha), zona pemanfaatan tradisional (5.196,62 ha), zona rehabilitasi 0 ha (diubah menjadi zona rimba), zona religi seluas 99,81 ha, dan zona khusus seluas 34,35 ha (Profil BB-TNBTS, 2009). Ditinjau dari ekosistemnya, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru memiliki tiga tipe ekosistem, yaitu ekosistem submontana, montana dan subalpine, dengan rentang ketinggian antara m diatas permukaan laut. Rentang ketinggian yang begitu lebar ini memungkinkan kawasan konservasi tersebut memiliki keragaman hayati yang cukup tinggi dengan karakter vegetasi yang khas dataran tinggi basah seperti edelweiss (Anaphalis javanica), cemara gunung (Casuarina junghuhniana.) dan adas (Foeniculum vulgare) (Hidayat, 2007). Taman Nasional Bromo Tengger Semeru mempunyai tugas pokok dan fungsi melakukan penyelenggaraan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistem. Pelestarian sumber daya alam merupakan fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis flora dan fauna serta pemanfaatan secara lestari ekosistem hutan tersebut, di antaranya juga sebagai pengatur tata air, hidrologi, flora dan fauna serta penunjang budidaya (Anggraeni, 2010)

31 Kondisi Umum Ranu Pani Ranu Pani merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Senduro Kabupaten Lumajang dengan luas kecamatan mencapai ha yang termasuk ke dalam Seksi Pengelolaan Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BBTNBTS). Desa Ranu Pani terletak pada ketinggian 2200 mdpl. Desa Ranu Pani menjadi desa pada tanggal 19 Desember 2005 oleh pemerintah Kabupaten Lumajang dan termasuk dalam wilayah administratif Kecamatan Senduro. Desa Ranu Pani memiliki luas 35,79 km 2 yang terbagi menjadi dua dukuh yaitu, Mbedog Asu dan Besaran. Batas utara Ranu Pani adalah Resort Pengelolaan Taman Nasional (RPTN) Tengger Laut Pasir, sebelah selatan berbatasan dengan RPTN Darungan, sebelah selatan berbatasan dengan RPTN Patok Picis, RPTN Kunci, RPTN Taman Satriyan dan sebelah timur berbatasan dengan RPTN Seroja, RPTN Candipuro (BBTNBTS 2010) dalam (Pertiwi, 2009). Berdasarkan klasifikasi tipe iklim oleh Schmidt dan Ferguson (1951) dalam (Pertiwi), kawasan Ranu Pani termasuk dalam iklim C. Suhu udara rata-rata mencapai 100 o C, curah hujan di Ranu Pani cukup tinggi yaitu, dengan nilai Q=33,3-60%. Ranu Pani dapat dicapai melalui dua jalur yaitu dari arah Lumajang melalui Senduro (±50 km) dan dari arah Tumpang - Malang (±53 km). Daerah Ranu Pani memperolah air tanah dari air hujan yang merembes melalui sebaran batu gunung, bergerak masuk ke dalam lapisan batuan di bawah batu lempung yang kedap air. Untuk keperluan sehari-hari masyarakat Family Tengger Desa Ranu Pani diperoleh dari bukit, yaitu dari sumber air Amprong dekat Gunung Ayek-ayek yang berjarak kurang lebih 4-5 km dari Ranu Pani. Jenis tanah daerah

32 40 ini termasuk jenis regosol dan latosol dengan kelas tanah 5, artinya bahwa tanah di daerah ini sangat peka terhadap erosi. 2.4 Tinjauan Sumber Belajar Pengertian Sumber Belajar Sumber belajar merupakan sesuatu yang dapat digunakan untuk membantu siswa dalam memahami materi pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pernyataan Abdullah (2012), sumber belajar adalah segala sesuatu atau daya yang dapat dimanfaatkan oleh tenaga pengajar dan peserta didik, baik secara terpisah maupun dalam bentuk gabungan untuk kepentingan kegiatan pembelajaran dengan tujuan untuk meningkatkan efektivitas, efisiensi, mudah dan menyenangkan untuk kelangsungan pembelajaran. Sumber belajar diklasifikasikan ada yang berbasis manusia, sumber belajar berbasis cetakan, sumber belajar berbasis visual, sumber belajar berbasis audio-visual, dan sumber belajar berbasis komputer Fungsi Sumber Belajar Sumber belajar dapat difungsikan dan dimanfaatkan dalam pembelajaran. Berikut fungsi dari sumber belajar menurut Morrison (2004), 1. Meningkatkan produktivitas pembelajaran, melalui: percepatan laju belajar dan membantu pengajar untuk menggunakan waktu secara lebih baik dan pengurangan beban guru/dosen dalam menyajikan informasi, sehingga dapat lebih banyak membina dan mengembangkan gairah belajar murid/mahasiswa. 2. Memberikan kemungkinan pembelajaran yang sifatnya lebih individual, melalui: pengurangan kontrol guru/dosen yang kaku dan tradisional serta

33 41 pemberian kesempatan kepada murid/mahasiswa untuk belajar sesuai dengan kemampuannya. 3. Memberikan dasar yang lebih ilmiah terhadap pengajaran, melalui: perencanaan program pembelajaran yang lebih sistematis dan pengembangan bahan pembelajaran berbasis penelitian. 4. Lebih memantapkan pembelajaran, melalui: peningkatkan kemampuan manusia dalam penggunaan berbagai media komunikasi serta penyajian data dan informasi secara lebih konkrit. 5. Memungkinkan belajar secara seketika, melalui: pengurangan jurang pemisah antara pelajaran yang bersifat verbal dan abstrak dengan realitas yang sifatnya konkrit dan memberikan pengetahuan yang bersifat langsung. 6. Memungkinkan penyajian pembelajaran yang lebih luas, terutama dengan adanya media massa, melalui: pemanfaatan secara bersama yang lebih oleh luas tenaga tentang kejadiankejadian yang langka, dan penyajian informasi yang mampu menembus batas geografis Kriteria Sumber Belajar Sumber belajar yang digunakan untuk peserta didik harus sesuai dengan materi dan tujuan pembelajaran. Terkait dengan pemilihan sumber belajar Dick (2005) mengatakan bahwa kriteria pemilihan sumber belajar, yaitu: (1) Kesesuaian dengan tujuan pembelajaran, (2) Ketersediaan sumber setempat, artinya bila sumber belajar yang bersangkutan tidak terdapat pada sumber-sumber yang ada maka sebaiknya dibeli atau dirancang atau dibuat sendiri, (3) Apakah tersedia dana, tenaga, dan fasilitas yang cukup untuk mengadakan sumber belajar tersebut, (4) Faktor yang menyangkut keluwesan, kepraktisan, dan ketahanan

34 42 sumber belajar yang bersangkutan untuk jangka waktu yang relatif lama, dan (5) Efektifitas biaya dalam jangka waktu yang relatif lama. Selain memperhatikan kriteria dalam pemilihan sumber belajar terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan sumber belajar seperti yang ditetapkan Romiszowski (1988) yaitu, (1) Metode pembelajaran yang digunakan, (2) Tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, (3) Karakteristik pebelajar, (4) Aspek kepraktisan dalam hal biaya dan waktu, dan (5) Faktor terkait dalam penggunaannya. Pada dasarnya suatu informasi atau hasil penelitian dapat dijadikan sebagai sumber belajar dan ilmu pengetahuan jika informasi tersebut memenuhi syarat untuk dijadikan sebagai ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang dimaksud merupakan ilmu pengetahuan ilmiah yaitu ilmu yang merupakan hasil pemahaman manusia dengan menggunakan metode ilmiah. Menurut Hidayat (2013), syarat pengetahuan dapat dijadikan sebagai ilmu meliputi: 1. Rasional, ilmu pengetahuan didasarkan atas kegiatan berpikir secara logis dengan menggunakan rasa (nalar) dan hasilnya dapat diterima oleh nalar manusia. 2. Objektif, kebenaran yang dihasilkan suatu ilmu merupakan kebenaran pengetahuan yang jujur, apa adanya sesuai dengan kenyataan objeknya. Kebenaran itu dapat diselidiki dan dibenarkan oleh ahli lain dalam bidang ilmu tersebut melalui pengujian secara terbuka yang dilakukan dari pengamatan dan penalaran fenomena. 3. Akumulatif, ilmu dibentuk dengan dasar teori lama yang disempurnakan, ditambah, dan diperbaiki sehingga semakin sempurna. Ilmu yang dikenal sekarang merupakan kelanjutan dari ilmu yang dikembangkan sebelumnya.

35 43 Oleh karenanya, ilmu pengetahuan bersifat relatif dan temporal, tidak pernah mutlak dan final. Dengan demikian, ilmu pengetahuan bersifat dinamis dan terbuka. 4. Empiris, kesimpulan yang diambil harus dapat dibuktikan melalui pemeriksaan dan pembuktian pancaindra, serta dapat diuji kebenarannya dengan fakta. 5. Andal dan dirancang, ilmu pengetahuan dapat diuji kembali secara terbuka menurut persyaratan dengan hasil yang dapat diandalkan. Selain itu, ilmu pengetahuan dikembangkan menurut suatu rancangan yang menerapkan metode ilmiah Jenis Sumber Belajar Jenis sumber belajar yang cenderung digunakan pada satuan pendidikan menurut Stronge (2006) ada enam jenis yaitu, (1) Orang, bentuk sumber belajar: tenaga pengajar mata pelajaran, teman sejawat, dan laboran, (2) Pesan bentuk sumber belajar: Ide, fakta, makna yang terkait dengan isi bidang studi atau mata kuliah, (3) Bahan bentuk sumber belajar: buku, hasil pekerjaan mahasiswa, papan, peta, globe, film (non TV), gambar-gambar, diagram, majalah, jurnal, dan surat surat kabar, (4) Latar bentuk sumber belajar: perpustakaan, laboratorium, dan taman kampus, (5) Teknik bentuk sumber belajar: ceramah bervariasi, diskusi, pembelajaran terprogram, pembelajaran individual, pembelajaran kelompok, simulasi, permainan, studi eksplorasi, studi lapangan, tanya jawab, pemberian tugas, dan (6) Alat bentuk sumber belajar: komputer, LCD, radio, tape recordo, televisi, OHP dan kamera.

36 Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) Lembar kerja peserta didik merupakan sarana pembelajaran yang dapat digunakan guru dalam meningkatkan keterlibatan atau aktivitas peserta didik dalam proses belajar-mengajar. Pada umumnya, lembar kerja peserta didik berisi petunjuk praktikum, percobaan yang bisa dilakukan di rumah, materi untuk diskusi, teka teki silang, tugas portofolio, dan soal-soal latihan, maupun segala bentuk petunjuk yang mampu mengajak peserta didik beraktivitas dalam proses pembelajaran (Kaligis dalam Ango, 2013). Menurut Achmadi (1996), tujuan penggunaan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) dalam proses belajar mengajar adalah sebagai berikut : a. Memberi pengetahuan, sikap dan keterampilan yang perlu dimiliki oleh peserta didik. b. Mengecek tingkat pemahaman peserta didik terhadap materi yang telah disajikan. c. Mengembangkan dan menerapkan materi pelajaran yang sulit disampaikan secara lisan. d. Membantu peserta didik dalam memperoleh catatan materi yang dipelajari melalui kegiatan pembelajaran. Komponen-komponen penyusun Lembar Kerja Peserta Didik menurut Rufaida (2009), terdiri atas : a. Judul Lembar Kerja Peserta Didik. b. Tujuan Pembelajara/kompetensi. c. Ringkasan Materi.

KLASIFIKASI APTERYGOTA SUHARA JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI UPI

KLASIFIKASI APTERYGOTA SUHARA JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI UPI KLASIFIKASI APTERYGOTA SUHARA JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI UPI Classis : Insecta KLASIFIKASI Subclassis : Apterygota dan Pterygota Subclassis Apterygota terdiri dari 4 Ordo: 1. Ordo Protura 2. Ordo Collembola

Lebih terperinci

biologi SET 23 ANIMALIA 3 DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL A. FILUM ARTHROPODA a. Ciri Ciri b. Klasifikasi

biologi SET 23 ANIMALIA 3 DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL A. FILUM ARTHROPODA a. Ciri Ciri b. Klasifikasi 23 MATERI DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL biologi A. FILUM ARTHROPODA a. Ciri Ciri SET 23 ANIMALIA 3 1. Bersegmen metameri 2. Peredaran darah terbuka 3. Tidak punya Hb, tetapi memiliki haemocyanin

Lebih terperinci

KLASIFIKASI & JENIS ORDO SERANGGA

KLASIFIKASI & JENIS ORDO SERANGGA KLASIFIKASI & JENIS ORDO SERANGGA KLASIFIKASI SERANGGA Insekta terbagi 2 ordo: 1. Apterygota: tanpa sayap Protura, collembola, Diplura, Thysanura, Microcoryphia 2. Pterygota: bersayap Pterygota: bersayap

Lebih terperinci

Individu Populasi Komunitas Ekosistem Biosfer

Individu Populasi Komunitas Ekosistem Biosfer Ekosistem adalah kesatuan interaksi antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem juga dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik yang komplek antara organisme dengan lingkungannya. Ilmu yang

Lebih terperinci

BIOLOGI INSEKTA (ENTOMOLOGI) : H. Mochamad Hadi Udi Tarwotjo Rully Rahadian. Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2009

BIOLOGI INSEKTA (ENTOMOLOGI) : H. Mochamad Hadi Udi Tarwotjo Rully Rahadian. Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2009 BIOLOGI INSEKTA (ENTOMOLOGI) Oleh : H. Mochamad Hadi Udi Tarwotjo Rully Rahadian Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2009 Hak Cipta 2009 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak

Lebih terperinci

BIOLOGI SERANGGA PENGENALAN ARTHROPODA DAN. Upik Kesumawati Hadi Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan Fakultas Kedokteran Hewan IPB

BIOLOGI SERANGGA PENGENALAN ARTHROPODA DAN. Upik Kesumawati Hadi Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan Fakultas Kedokteran Hewan IPB PENGENALAN ARTHROPODA DAN BIOLOGI SERANGGA Upik Kesumawati Hadi Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan Fakultas Kedokteran Hewan IPB Bila dibandingkan dengan banyaknya jenis hewan di dunia ini, ternyata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Biodiversitas Biodiversitas mencakup keseluruhan ekosistem. Konsep tersebut mencoba untuk menekan variasi habitat yang diterapkan pada suatu area. Biodiversitas meliputi

Lebih terperinci

FILUM ARTHROPODA NAMA KELOMPOK 13 : APRILIA WIDIATAMA ERNI ASLINDA RINA SUSANTI

FILUM ARTHROPODA NAMA KELOMPOK 13 : APRILIA WIDIATAMA ERNI ASLINDA RINA SUSANTI FILUM ARTHROPODA NAMA KELOMPOK 13 : APRILIA WIDIATAMA ERNI ASLINDA RINA SUSANTI Kata Arthropoda berasal dari bahasa Yunani yaitu Arthros berarti sendi (ruas) dan Podos berarti kaki. Jadi arthropoda adalah

Lebih terperinci

Praktikum Biologi Fapet Unpad: Bagian Insecta IIa. 1

Praktikum Biologi Fapet Unpad: Bagian Insecta IIa. 1 CLASSIS : ARTHROPODA (SERANGGA) Kode MPB2a Fapet I. TUJUAN PRAKTIKUM Setelah menyelesaikan praktikum mahasiswa praktikan dapat: a. Menyebutkan dan mengetahui karakteristik Apis sp b. Mengetahui serangga-serangga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis-Jenis Predator Pada Tanaman Jagung Jenis-jenis predator yang tertangkap pada tanaman jagung dengan sistem pola tanam monokultur dan tumpangsari adalah sama yakni sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. I. Ekologi Tanaman Kelapa Sawit (Elais guinensis Jacq.) baik di daerah tropis (15 LU - 15 LS). Tanaman ini tumbuh sempurna di

TINJAUAN PUSTAKA. I. Ekologi Tanaman Kelapa Sawit (Elais guinensis Jacq.) baik di daerah tropis (15 LU - 15 LS). Tanaman ini tumbuh sempurna di TINJAUAN PUSTAKA I. Ekologi Tanaman Kelapa Sawit (Elais guinensis Jacq.) Habitat aslinya adalah daerah semak belukar. Sawit dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis (15 LU - 15 LS). Tanaman ini tumbuh

Lebih terperinci

SUHARA JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI UPI

SUHARA JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI UPI SUHARA JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI UPI BAGIAN-BAGIAN KAKI SERANGGA MODIFIKASI BENTUK KAKI TipeNatatorial, terdapatpadaseranggaperenang. Pada tipe ini pasangan kaki tengah dan belakang bentuknya pipih dan

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

Petunjuk Praktikum. Entomologi Dasar. ditulis oleh: Nugroho Susetya Putra Suputa Witjaksono

Petunjuk Praktikum. Entomologi Dasar. ditulis oleh: Nugroho Susetya Putra Suputa Witjaksono Petunjuk Praktikum Entomologi Dasar ditulis oleh: Nugroho Susetya Putra Suputa Witjaksono Laboratorium Entomologi Dasar Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelembaban. Perbedaan ph, kelembaban, ukuran pori-pori, dan jenis makanan

BAB I PENDAHULUAN. kelembaban. Perbedaan ph, kelembaban, ukuran pori-pori, dan jenis makanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan habitat yang kompleks untuk organisme. Dibandingkan dengan media kultur murni di laboratorium, tanah sangat berbeda karena dua hal utama yaitu pada

Lebih terperinci

Tinjauan Mata Kuliah. Materi pengembangan bahan ajar mata kuliah ini akan disajikan dalam 9 (sembilan) modul sebagai berikut.

Tinjauan Mata Kuliah. Materi pengembangan bahan ajar mata kuliah ini akan disajikan dalam 9 (sembilan) modul sebagai berikut. ix M Tinjauan Mata Kuliah ata kuliah ini memberikan dasar pengetahuan tentang serangga dan manusia. Selain itu, juga memberikan pengetahuan tentang struktur, anatomi, dan perkembangan serangga, serta siklus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini disebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini disebabkan karena Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian organik dan sistem pertanian intensif (Notarianto, 2011). Salah satu desa

I. PENDAHULUAN. pertanian organik dan sistem pertanian intensif (Notarianto, 2011). Salah satu desa 10 I. PENDAHULUAN Indonesia adalah negara agraris di mana sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Serangga merupakan bagian dari keanekaragaman hayati yang harus dijaga kelestariannya dari kepunahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Serangga merupakan bagian dari keanekaragaman hayati yang harus dijaga kelestariannya dari kepunahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Serangga merupakan bagian dari keanekaragaman hayati yang harus dijaga kelestariannya dari kepunahan maupun penurunan ragam jenisnya. Serangga memiliki beberapa

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung

I PENDAHULUAN. dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung Walet memiliki beberapa ciri khas yang tidak dimiliki oleh burung lain. Ciri khas tersebut diantaranya melakukan hampir segala aktivitasnya di udara seperti makan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 25 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Fauna Tanah 4.1.1. Populasi Total Fauna Tanah Secara umum populasi total fauna tanah yaitu mesofauna dan makrofauna tanah pada petak dengan jarak pematang sempit (4 m)

Lebih terperinci

5. Phylum Brachiopoda Invertebrata 6. Phylum Mollusca 7. Phylum Arthropoda 8. Phylum Echinodermata >>> Vertebrata

5. Phylum Brachiopoda Invertebrata 6. Phylum Mollusca 7. Phylum Arthropoda 8. Phylum Echinodermata >>> Vertebrata POKOK-POKOK BAHASAN PALEONTOLOGI 1. Pendahuluan 2. Phylum Protozoa 3. Phylum Porifera 4. Phylum Coelenterata 5. Phylum Brachiopoda Invertebrata 6. Phylum Mollusca 7. Phylum Arthropoda 8. Phylum Echinodermata

Lebih terperinci

Komponen rantai makanan menurut nicia/jabatan meliputi produsen, konsumen, dan pengurai. Rantai makanan dimulai dari organisme autotrof dengan

Komponen rantai makanan menurut nicia/jabatan meliputi produsen, konsumen, dan pengurai. Rantai makanan dimulai dari organisme autotrof dengan Rantai Makanan Rantai makanan adalah perpindahan materi dan energi dari suatu mahluk hidup ke mahluk hidup lain dalam proses makan dan dimakan dengan satu arah. Tiap tingkatan dari rantai makanan disebut

Lebih terperinci

ASAS- ASAS DAN KONSEP KONSEP TENTANG ORGANISASI PADA TARAF KOMUNITAS

ASAS- ASAS DAN KONSEP KONSEP TENTANG ORGANISASI PADA TARAF KOMUNITAS KOMUNITAS ASAS- ASAS DAN KONSEP KONSEP TENTANG ORGANISASI PADA TARAF KOMUNITAS KONSEP KOMUNITAS BIOTIK Komunitas biotik adalah kumpulan populasi yang menempati suatu habitat dan terorganisasi sedemikian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai TINJAUAN PUSTAKA Pentingnya predasi sebagai strategi eksploitasi dapat diringkas dalam empat kategori utama. Pertama, predator memainkan peran penting dalam aliran energi pada kumunitasnya. Kedua, predator

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembentukan, peruntukan, dan perkembangannya ditujukan untuk memenuhi

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembentukan, peruntukan, dan perkembangannya ditujukan untuk memenuhi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agroekosistem Perkebunan Kopi Agroekosistem perkebunan merupakan ekosistem binaan yang proses pembentukan, peruntukan, dan perkembangannya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan manusia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi Acerophagus papayae merupakan endoparasitoid soliter nimfa kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus. Telur, larva dan pupa parasitoid A. papayae berkembang di dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus Telur Telur parasitoid B. lasus berbentuk agak lonjong dan melengkung seperti bulan sabit dengan ujung-ujung yang tumpul, transparan dan berwarna

Lebih terperinci

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya tarik tinggi baik untuk koleksi maupun objek penelitian adalah serangga

BAB I PENDAHULUAN. daya tarik tinggi baik untuk koleksi maupun objek penelitian adalah serangga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan kekayaan keanekaragaman jenis flora dan fauna yang tinggi. Salah satu kekayaan fauna di Indonesia yang memiliki daya tarik tinggi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kumpulan tanaman pinus. Pinus yang memiliki klasifikasi berupa : Species : Pinus merkusii (van Steenis, et al., 1972).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kumpulan tanaman pinus. Pinus yang memiliki klasifikasi berupa : Species : Pinus merkusii (van Steenis, et al., 1972). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Pinus Hutan pinus (Pinus merkusii L.) merupakan hutan yang terdiri atas kumpulan tanaman pinus. Pinus yang memiliki klasifikasi berupa : Kingdom Divisio Classis Ordo

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 51 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Menurut Sugiyono (2013), metode penelitian kuanitatif merupakan metode penelitian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu keaneragaman hayati tersebut adalah keanekaragaman spesies serangga.

BAB I PENDAHULUAN. satu keaneragaman hayati tersebut adalah keanekaragaman spesies serangga. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman hayati, salah satu keaneragaman hayati tersebut adalah keanekaragaman spesies serangga. Siregar (2009), menyebutkan

Lebih terperinci

2016 PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI MACAM PAKAN ALAMI TERHAD APPERTUMBUHAN D AN PERKEMBANGAN FASE LARVA

2016 PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI MACAM PAKAN ALAMI TERHAD APPERTUMBUHAN D AN PERKEMBANGAN FASE LARVA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kupu-kupu merupakan satwa liar yang menarik untuk diamati karena keindahan warna dan bentuk sayapnya. Sebagai serangga, kelangsungan hidup kupu-kupu sangat

Lebih terperinci

BAB III GANGGUAN OLEH SERANGGA HAMA

BAB III GANGGUAN OLEH SERANGGA HAMA BAB III GANGGUAN OLEH SERANGGA HAMA Serangga merupakan kelompok hama paling banyak yang menyebabkan kerusakan hutan. Hama tanaman hutan pada umumnya baru menimbulkan kerugian bila berada pada tingkat populasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda 4.1.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Burung Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem maupun bagi kepentingan kehidupan manusia dan membantu penyebaran Tumbuhan yang ada disuatu kawasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Sawah organik dan non-organik Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang menghindari penggunaan pupuk buatan, pestisida kimia dan hasil rekayasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia salah satu negara disebut Mega Biodiversity setelah Brazil dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia salah satu negara disebut Mega Biodiversity setelah Brazil dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari bidang pertanian (Warnadi & Nugraheni, 2012). Sektor pertanian meliputi subsektor tanaman

Lebih terperinci

Mata Kuliah Parasit dan Penyakit Ikan. Insects dan Arachnids

Mata Kuliah Parasit dan Penyakit Ikan. Insects dan Arachnids Mata Kuliah Parasit dan Penyakit Ikan Insects dan Arachnids Insekta : Termasuk dalam filum arthropoda. Insecta sering disebut serangga atau heksapoda. Heksapoda berarti hewan berkaki enam. Diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati merupakan jutaan tumbuhan, hewan dan mikroorganisme, termasuk yang mereka miliki, serta ekosistem rumit yang mereka bentuk menjadi lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. Adapun yang membedakannya dengan hutan yang lainnya yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencernaan dan dapat mencegah kanker. Salah satu jenis sayuran daun yang

BAB I PENDAHULUAN. pencernaan dan dapat mencegah kanker. Salah satu jenis sayuran daun yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sayuran daun merupakan salah satu sumber vitamin dan mineral essensial yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia, selain itu sayuran daun banyak mengandung serat. Serat

Lebih terperinci

Kuliah ke-2. R. Soedradjad Lektor Kepala bidang Pengelolaan Sumberdaya Alam

Kuliah ke-2. R. Soedradjad Lektor Kepala bidang Pengelolaan Sumberdaya Alam Kuliah ke-2 R. Soedradjad Lektor Kepala bidang Pengelolaan Sumberdaya Alam Spektrum Biologi: KOMPONEN BIOTIK GEN SEL ORGAN ORGANISME POPULASI KOMUNITAS berinteraksi dengan KOMPONEN ABIOTIK menghasilkan

Lebih terperinci

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa Metamorfosis Kecoa 1. Stadium Telur Proses metamorfosis kecoa diawali dengan stadium telur. Telur kecoa diperoleh dari hasil pembuahan sel telur betina oleh sel spermatozoa kecoa jantan. Induk betina kecoa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Arthropoda merupakan filum terbesar dalam dunia Animalia yang mencakup serangga, laba-laba, udang,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Arthropoda merupakan filum terbesar dalam dunia Animalia yang mencakup serangga, laba-laba, udang, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Arthropoda merupakan filum terbesar dalam dunia Animalia yang mencakup serangga, laba-laba, udang, lipan, kaki seribu dan hewan mirip lainnya. Arthropoda adalah

Lebih terperinci

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suksesi dan Restorasi Hutan Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di dominasi oleh pepohonan. Masyarakat hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang hidup dan tumbuh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. berbeda terdapat 6 familiy dan 9 spesies yakni Family Pyralidae spesies

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. berbeda terdapat 6 familiy dan 9 spesies yakni Family Pyralidae spesies 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Jenis Serangga Hama Berdasarkan hasil identifikasi serangga hama dilokasi Agroekosistem berbeda terdapat 6 familiy dan 9 spesies yakni Family Pyralidae spesies Scripophaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu kawasan yang terletak pada daerah tropis adalah habitat bagi kebanyakan hewan dan tumbuhan untuk hidup dan berkembang biak. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus

TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Serangga predator adalah jenis serangga yang memangsa serangga hama atau serangga lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan serangga predator sudah dikenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 20 mm per hari) begitu pula dengan produksi bijinya. Biji gulma

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 20 mm per hari) begitu pula dengan produksi bijinya. Biji gulma BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Gulma siam (Chromolaena odorata) tercatat sebagai salah satu dari gulma tropis. Gulma tersebut memiliki tingkat pertumbuhan yang sangat cepat (dapat mencapai 20 mm per

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki sebaran jenis serangga yang unik. Selain jenis-jenis yang sebarannya

BAB I PENDAHULUAN. memiliki sebaran jenis serangga yang unik. Selain jenis-jenis yang sebarannya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara tropis yang dilalui garis ekuator terpanjang, Indonesia memiliki sebaran jenis serangga yang unik. Selain jenis-jenis yang sebarannya tersebar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Jumlah spesies dalam komunitas yang sering disebut kekayaan spesies

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Jumlah spesies dalam komunitas yang sering disebut kekayaan spesies TINJAUAN PUSTAKA Keragaman dan Keanekaragaman Serangga Indeks Keanekaragaman dapat digunakan untuk menyatakan hubungan kelimpahan species dalam komunitas. Keanekaragaman species terdiri dari 2 komponen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007)

BAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati nomor dua di dunia yang memiliki keanekaragaman flora, fauna, dan berbagai kekayaan alam lainnnya yang tersebar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Relung Ekologi Relung (niche) menunjukkan peranan fungsional dan posisi suatu organisme dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi juga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional,

I. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional, khususnya pembangunan sektor pertanian. Perkebunan juga berperan dalam membangun perekonomian nasional,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk dibedakan menjadi 2 macam yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk dibedakan menjadi 2 macam yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Pupuk merupakan bahan alami atau buatan yang ditambahkan ke tanah dan dapat meningkatkan kesuburan tanah dengan menambah satu atau lebih hara esensial. Pupuk dibedakan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mereka berukuran kecil, mereka telah menghuni setiap jenis habitat dan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. mereka berukuran kecil, mereka telah menghuni setiap jenis habitat dan jumlah BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Serangga adalah kelompok hewan yang paling sukses sekarang. Meskipun mereka berukuran kecil, mereka telah menghuni setiap jenis habitat dan jumlah mereka lebih banyak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakteristik dan Klasifikasi Kupu-Kupu Klasifikasi kupu-kupu menurut Scobel (1995) adalah sebagai berikut :

TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakteristik dan Klasifikasi Kupu-Kupu Klasifikasi kupu-kupu menurut Scobel (1995) adalah sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA A. Karakteristik dan Klasifikasi Kupu-Kupu Klasifikasi kupu-kupu menurut Scobel (1995) adalah sebagai berikut : Kerajaan Filum Kelas Bangsa : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan I. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu negara yang dikenal memiliki banyak hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan tropis Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. golongan hewan yang dominan di muka bumi sekarang ini. Dalam jumlah,

BAB I PENDAHULUAN. golongan hewan yang dominan di muka bumi sekarang ini. Dalam jumlah, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Insekta atau serangga yang termasuk dalam filum Arthropoda merupakan golongan hewan yang dominan di muka bumi sekarang ini. Dalam jumlah, serangga melebihi semua hewan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU HAMA TANAMAN

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU HAMA TANAMAN LAPORAN PRAKTIKUM ILMU HAMA TANAMAN Gejala dan Kerusakan akibat Serangan Hama Oleh : Nama : Arif Hermanto NIM : 0910480021 Kelompok : Selasa, 15.00 WIB Asisten : Mbak Mia JURUSAN ILMU HAMA DAN PENYAKIT

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jenis-Jenis Predator pada Tanaman Padi Hasil pengamatan predator pada semua agroekosistem yang diamati sebagai berikut: 1. Tetragnatha sp. Klas : Arachnida Ordo : Araneae

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. km. Bentuk karsnya yang khas berupa conical hills yaitu berupa bentukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. km. Bentuk karsnya yang khas berupa conical hills yaitu berupa bentukan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kawasan Gua Karst Kawasan kars Gunung Sewu berupa kawasan kars yang luas dan dicirikan bukit gamping berbentuk kerucut dan kubah yang jumlahnya ribuan. Luasan endapan gampingnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang terletak pada posisi BT dan LS. Purbalingga

I. PENDAHULUAN. yang terletak pada posisi BT dan LS. Purbalingga I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki kekayaan alam melimpah berupa flora dan fauna. Indonesia juga memiliki potensi besar dalam pengembangan usaha peternakan lebah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Herlin Nur Fitri, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Herlin Nur Fitri, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diversitas atau keanekaragaman makhluk hidup termasuk salah satu sumber daya lingkungan dan memberi peranan yang penting dalam kestabilan lingkungan. Semakin tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara Mega Biodiversity yang kaya akan keanekaragaman hayati. Menurut Asti, (2010, hlm. 1) bahwa Diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 2007:454). Keanekaragaman berupa kekayaan sumber daya alam hayati dan

I. PENDAHULUAN. 2007:454). Keanekaragaman berupa kekayaan sumber daya alam hayati dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia tergolong dalam 10 negara megadiversitas dunia yang memiliki keanekaragaman paling tinggi di dunia (Mackinnon dkk dalam Primack dkk, 2007:454). Keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan di daerah tropika yang terdiri dari 17.504 buah pulau (28 pulau besar dan 17.476 pulau kecil) dengan panjang garis pantai sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anggapan ini terbentuk berdasarkan observasi para ahli akan keanekaragamannya

BAB I PENDAHULUAN. Anggapan ini terbentuk berdasarkan observasi para ahli akan keanekaragamannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hutan tropis adalah maha karya kekayaaan species terbesar di dunia. Anggapan ini terbentuk berdasarkan observasi para ahli akan keanekaragamannya flora dan faunanya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai kawasan pesisir yang cukup luas, dan sebagian besar kawasan tersebut ditumbuhi mangrove yang lebarnya dari beberapa

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORITIS

II. LANDASAN TEORITIS SERANGGA I. TUJUAN PRAKTIKUM Setelah menyelesaikan praktikum mahasiswa praktikan dapat: a. Menyebutkan dan mengetahui karakteristik Apis sp b. Mengetahui serangga-serangga lain yang sering terkait dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Meidita Aulia Danus, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Meidita Aulia Danus, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lepidoptera merupakan salah satu ordo dari ClassisInsecta(Hadi et al., 2009). Di alam, lepidoptera terbagi menjadi dua yaitu kupu-kupu (butterfly) dan ngengat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia, termasuk juga keanekaragaman Arthropodanya. 1. Arachnida, Insecta, Crustacea, Diplopoda, Chilopoda dan Onychophora.

BAB I PENDAHULUAN. dunia, termasuk juga keanekaragaman Arthropodanya. 1. Arachnida, Insecta, Crustacea, Diplopoda, Chilopoda dan Onychophora. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis yang dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, termasuk juga keanekaragaman

Lebih terperinci

Keanekaragaman Jenis Serangga Tanah Di Areal Kerja Hutan Kemasyarakatan Sesaot Lombok Barat Nusa Tenggara Barat

Keanekaragaman Jenis Serangga Tanah Di Areal Kerja Hutan Kemasyarakatan Sesaot Lombok Barat Nusa Tenggara Barat Keanekaragaman Jenis Serangga Tanah Di Areal Kerja Hutan Kemasyarakatan Sesaot Lombok Barat Nusa Tenggara Barat Muh. Nasir Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis serangga tanah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan rayap yang paling luas serangannya di Indonesia. Klasifikasi

Lebih terperinci

DISTRIBUSI DAN KERAPATAN EDELWEIS (Anaphalis javanica) DIGUNUNG BATOK TAMAN NASIONAL BROMO TENGGER SEMERU DIDIK WAHYUDI

DISTRIBUSI DAN KERAPATAN EDELWEIS (Anaphalis javanica) DIGUNUNG BATOK TAMAN NASIONAL BROMO TENGGER SEMERU DIDIK WAHYUDI DISTRIBUSI DAN KERAPATAN EDELWEIS (Anaphalis javanica) DIGUNUNG BATOK TAMAN NASIONAL BROMO TENGGER SEMERU DIDIK WAHYUDI ABSTRAK Gunung Batok merupakan satu diantara gunung-gunung di Taman Nasional Bromo

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup S. litura berkisar antara hari (lama stadium telur 2 4

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup S. litura berkisar antara hari (lama stadium telur 2 4 TINJAUAN PUSTAKA Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae) Biologi Siklus hidup S. litura berkisar antara 30 60 hari (lama stadium telur 2 4 hari, larva yang terdiri dari 6 instar : 20 26 hari, pupa 8

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian 1. Letak Geografis dan Topografi 1 Gambar 4.1 Peta TWA Bkit Tangkiling 2 Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling merupakan salah satu kawasan pelestarian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan beberapa kontribusi penting bagi masyarakat Indonesia. sumber daya alam dan dapat dijadikan laboratorium alam.

BAB I PENDAHULUAN. memberikan beberapa kontribusi penting bagi masyarakat Indonesia. sumber daya alam dan dapat dijadikan laboratorium alam. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang secara geografis memiliki daerah pesisir yang sangat panjang. Di sepanjang daerah tersebut hidup beranekaragam biota laut (Jati dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. Ekosistem mangrove

Lebih terperinci

Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem

Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem DAYA DUKUNG LINGKUNGAN JASA EKOSISTEM PADA TUTUPAN HUTAN DI KAWASAN HUTAN EKOREGION KALIMANTAN oleh: Ruhyat Hardansyah (Kasubbid Hutan dan Hasil Hutan pada Bidang Inventarisasi DDDT SDA dan LH) Daya Dukung

Lebih terperinci

HUBUNGAN SALING KETERGANTUNGAN ANTAR MAKHLUK HIDUP

HUBUNGAN SALING KETERGANTUNGAN ANTAR MAKHLUK HIDUP HUBUNGAN SALING KETERGANTUNGAN ANTAR MAKHLUK HIDUP Hubungan Antarmakhluk Hidup Kita sering melihat kupu-kupu hinggap pada bunga atau kambing berkeliaran di padang rumput. Di sawah, kita juga sering melihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan medium atau substrat tempat hidup bagi komunitas

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan medium atau substrat tempat hidup bagi komunitas BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Tanah merupakan medium atau substrat tempat hidup bagi komunitas fauna tanah, bertempat pada habitat yang cocok untuk memperoleh makanan, kondisi fisik dan ruangan

Lebih terperinci

RPP Dunia Hewan Fillum Anthropoda. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

RPP Dunia Hewan Fillum Anthropoda. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) LAMPIRAN 2 RPP Dunia Hewan Fillum Anthropoda Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Nama Sekolah Mata Pelajaran : SMA : Biologi Kelas/Semester : X/2 Materi Pokok Alokasi Waktu : Dunia hewan : 1 x 3 JP

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rukmana (1997), sistematika tanaman jagung (Zea mays L.) adalah sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rukmana (1997), sistematika tanaman jagung (Zea mays L.) adalah sebagai TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Tanaman Jagung berikut : Menurut Rukmana (1997), sistematika tanaman jagung (Zea mays L.) adalah sebagai Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1)

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia terletak di daerah beriklim tropis sehingga memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1) Indonesia menjadi salah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Patogen serangga adalah mikroorganisme infeksius yang membuat luka atau

II. TINJAUAN PUSTAKA. Patogen serangga adalah mikroorganisme infeksius yang membuat luka atau II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Patogen Serangga Patogen serangga adalah mikroorganisme infeksius yang membuat luka atau membunuh inangnya karena menyebabkan penyakit pada serangga. Patogen masuk ke dalam tubuh

Lebih terperinci

EKOLOGI & AZAS-AZAS LINGKUNGAN. Oleh : Amalia, S.T., M.T.

EKOLOGI & AZAS-AZAS LINGKUNGAN. Oleh : Amalia, S.T., M.T. EKOLOGI & AZAS-AZAS LINGKUNGAN Oleh : Amalia, S.T., M.T. DEFINISI EKOLOGI EKOLOGI (Yunani) Oikos = lingkungan tempat tinggal Logos = Pengetahuan / ilmu yang dipelajari EKOLOGI yaitu hubungan antara organisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bogor merupakan kota yang terus berkembang serta mengalami peningkatan jumlah penduduk dan luas lahan terbangun sehingga menyebabkan terjadinya penurunan luas

Lebih terperinci

JMSO Tingkat SD/MI 2015

JMSO Tingkat SD/MI 2015 Pilihlah jawaban yang benar dari soal-soal berikut dengan cara menyilang abjad jawaban yang benar pada lembar jawaban kerja yang disediakan. 1. Jenis gerakan yang dilakukan oleh anggota gerak bawah contohnya

Lebih terperinci

I. MATERI DAN METODE PENELITIAN Letak Giografis Lokasi Penelitian Pekanbaru terletak pada titik koordinat 101 o o 34 BT dan 0 o 25-

I. MATERI DAN METODE PENELITIAN Letak Giografis Lokasi Penelitian Pekanbaru terletak pada titik koordinat 101 o o 34 BT dan 0 o 25- I. MATERI DAN METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Patologi, Entomologi, dan Mikrobiologi (PEM) dan lahan kampus Universitas Islam Negeri Sultan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 11 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 41 Hasil Identifikasi Berdasarkan hasil wawancara terhadap peternak yang memiliki sapi terinfestasi lalat Hippobosca sp menyatakan bahwa sapi tersebut berasal dari Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber daya alam untuk keperluan sesuai kebutuhan hidupnya. 1 Dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber daya alam untuk keperluan sesuai kebutuhan hidupnya. 1 Dalam suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisme atau makhluk hidup apapun dan dimanapun mereka berada tidak akan dapat hidup sendiri. Kelangsungan hidup suatu organisme akan bergantung kepada organisme lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Serangga polinator adalah serangga yang berfungsi sebagai agen menempelnya serbuk sari pada putik (Erniwati, 2009). Menurut Prakash (2008) serangga yang berperan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total 15 TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Penelitian Pulau Sembilan merupakan salah satu pulau yang terdapat di Kabupaten Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total luas

Lebih terperinci