Halaman Ini sengaja dikosongkan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Halaman Ini sengaja dikosongkan"

Transkripsi

1 Ka jia n Ek o n o m i Re g io n a l Pro v in s i Ja w a Te n g a h Triw u la n I Ta h u n B u k u Ka jia n Ek o n o m i Re g io n a l Pro v in si Ja w a Te n g a h d ip u b lik a sik a n se c a ra triw u la n a n o le h Ka n to r B a n k In d o n e sia S e m a ra n g, u n tu k m e n g a n a lisis p e rk e m b a n g a n e k o n o m i Ja w a Te n g a h se c a ra k o m p re h e n sif. Isi k a jia n d a la m b u k u in i m e n c a k u p p e rk e m b a n g a n e k o n o m i m a k ro, in fla si, m o n e te r, p e rb a n k a n, siste m p e m b a y a ra n, k e u a n g a n d a e ra h, d a n p ro sp e k e k o n o m i Ja w a Te n g a h. Pe n e rb ita n b u k u in i b e rtu ju a n u n tu k : (1 ) m e la p o rk a n k o n d isi p e rk e m b a n g a n e k o n o m i d a n k e u a n g a n d i Ja w a Te n g a h k e p a d a Ka n to r Pu sa t B a n k In d o n e sia se b a g a i m a su k a n p e n g a m b ila n k e b ija k a n, d a n (2 ) m e n y a m p a ik a n in fo rm a si k e p a d a e x te rn a l sta k e h o ld e rs d i d a e ra h m e n g e n a i p e rk e m b a n g a n e k o n o m i d a n k e u a n g a n te rk in i. Ka n to r B a n k In d o n e sia S e m a ra n g M. Z a e n i A b o e A m in M a h d i M a h m u d y H. Y u n n o k u su m o M o h. M. To h a H e rd ia n a A.W. Im a m F a u z y Im a m M u stia n to k o Pe m im p in De p u ti Pe m im p in B id a n g Ek o n o m i M o n e te r De p u ti Pe m im p in B id a n g Pe rb a n k a n De p u ti Pe m im p in B id a n g M a n a je m e n In te rn d a n S iste m Pe m b a y a ra n A n a lis M a d y a S e n io r Tim Ek o n o m i M o n e te r Pe n g a w a s B a n k M a d y a S e n io r Ke p a la B id a n g M a n a je m e n In te rn S o ftc o p y b u k u in i d a p a t d i-d o w n lo a d d a ri DIB I (Da ta d a n In fo rm a si B isn is In d o n e sia ) d i w e b site B a n k In d o n e sia d e n g a n a la m a t h ttp ://w w w.b i.g o.id KA JIA N EKO N O M I REG IO N A L TRIW U L A N I i

2 H a la m a n In i se n g a ja d ik o so n g k a n KA JIA N EKO N O M I REG IO N A L TRIW U L A N I ii

3 Ka ta Pe n g a n ta r Dampak krisis keuangan global semakin terasa dalam triwulan I-2009, indikasi perlambatan pada perekonomian Jawa Tengah sudah terlihat pada beberapa indikator ekonomi makro. Perekonomian Jawa Tengah triwulan I-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 4,29% (yoy), melambat dibandingkan dibandingkan pertumbuhan triwulan walapun sedikit mengalami peningkatan dibandingkan pertumbuhan triwulan IV Sementara itu, laju inflasi Jawa Tengah dalam triwulan I-2009 tercatat sebesar 6,94% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan IV-2008 sebesar 9,55%. Laju inflasi Jawa Tengah tersebut tercatat lebih rendah dibandingkan dengan laju inflasi nasional triwulan I-2009 sebesar 7,92% (yoy). Walaupun masih cukup tinggi, namun laju inflasi di Jawa Tengah sudah mulai menunjukkan tren penurunan. Kinerja perbankan (Bank Umum dan BPR) di Provinsi Jawa Tengah pada triwulan I-2009 mengalami pelambatan, namun secara tahunan tumbuh dengan baik. Hal tersebut tercermin dari perkembangan indikator-indikator utama kinerja perbankan yaitu total aset, dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun, dan kredit yang diberikan, serta Loan to Deposits Ratio (LDR). Sementara itu kualitas kredit yang disalurkan perbankan menunjukkan penurunan kualitas walaupun masih berada dalam standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Perkembangan ekonomi makro regional tersebut di atas menutut kita untuk menyiapkan langkah-langkah antisipasi dampak lanjutan dari krisis keuangan tersebut. Di sisi lain, Bank Indonesia semakin dituntut untuk meningkatkan kualitas kajiannya. Kajian yang dihasilkan oleh Kantor Bank Indonesia Semarang ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi Kantor Pusat Bank Indonesia dalam pengambilan kebijakan moneter dan perbankan secara nasional, dan diharapkan juga menjadi masukan bagi external stakeholders di Jawa Tengah. Akhir kata, kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan buku ini khususnya Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Tengah, kalangan perbankan, akademisi, dan instansi pemerintah lainnya di Jawa Tengah kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya. Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Semarang, Mei 2009 KANTOR BANK INDONESIA SEMARANG Ttd M. Zaeni Aboe Amin Pemimpin KA JIA N EKO N O M I REG IO N A L TRIW U L A N I iii

4 Halaman Ini sengaja dikosongkan KA JIA N EKO N O M I REG IO N A L TRIW U L A N I iv

5 Da fta r Is i KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GRAFIK iii v vii ix RINGKASAN EKSEKUTIF 1 BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO Analisis PDRB dari Sisi Penggunaan Konsumsi Investasi Ekspor Analisis PDRB dari Sisi Penawaran Sektor Pertanian Sektor Industri Pengolahan Sektor Perdagangan Hotel dan Restoran Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Sektor Lainnya 27 BOKS Ringkasan Eksekutif Penelitian Dampak Penerapan Kebijakan 0% Kelebihan Muatan Terhadap Perekonomian Jawa Tengah 51 BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI 35 BOKS 2.1 Inflasi Berdasarkan Kelompok Inflasi Kuartalan Inflasi Tahunan Inflasi Empat Kota di Jawa Tengah Inflasi Kuartalan Inflasi Tahunan 52 Perkembangan Kegiatan Tim Pemantau dan Pengendalian harga (TPPH) Propinsi Jawa Tengah BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN Fungsi Intermediasi Bank Umum Penghimpunan Dana Masyarakat Penyaluran Kredit Risiko Kredit Risiko Likuiditas Risiko Pasar KA JIA N EKO N O M I REG IO N A L TRIW U L A N I v

6 3.5 Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek Perkembangan Bank Umum Yang Berkantor Pusat di Jawa Tengah Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat Perkembangan Bank Syariah Kredit UMKM 75 BOKS Penelitian Potensi Pengembangan STA Soropadan di Jawa Tengah 78 BOKS Program Pengembangan Desa Padurenan Menjadi Klaster Bordir dan Konveksi Terpadu dengan Wisata Religi di Kudus BAB 4 KEUANGAN DAERAH Pendapatan Daerah Belanja Daerah 89 BAB 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai Aliran Uang kartal masuk/ Keluar (Inflow/Outflow) Penyediaan Uang Kartal Layak Edar/ PTTB Penukaran Uang Pecahan Kecil Uang Palsu Transaksi Keuangan Secara Non Tunai Transaksi Kliring Transaksi RTGS 96 BAB 6 KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Ketenagakerjaan Tingkat Kemiskinan Kemiskinan Kesejahteraan Petani 101 BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Sisi Penggunaan Inflasi 108 LAMPIRAN DATA KA JIA N EKO N O M I REG IO N A L TRIW U L A N I vi

7 Da fta r Ta b e l TABEL 1.1 Pertumbuhan PDRB Jawa Tengah Menurut Jenis Penggunaan (yoy, Persen) 10 TABEL 1.2 Perkembangan Realisasi Ekspor Non Migas Menurut Kelompok HS 2 Provinsi Jawa Tengah (USD Ribu) TABEL 1.3 Perkembangan Realisasi Impor Non Migas Menurut Klasifikasi HS 2 Provinsi Jawa Tengah (USD Ribu) TABEL 1.4 Perkembangan PDRB Jawa Tengah Menurut Lapangan Usaha (yoy) 19 TABEL 1.5 Perkembangan Kegiatan Bank (Rp miliar) 26 TABEL 2.1 TABEL 2.2 Inflasi Jawa Tengah Kuartalan Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa (Persen, qtq) Sub Kelompok Barang dan Jasa dengan Kenaikan Harga Kuartalan (qtq) Tertinggi TABEL 2.3 Kondisi Harga Beberapa Komoditas Penting 42 TABEL 2.4 TABEL 2.5 Inflasi Jawa Tengah Tahunan Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa (Persen, yoy) Sub Kelompok Barang dan Jasa dengan Kenaikan Harga Tahunan (yoy) Tertinggi TABEL 2.6 Beberapa Komoditas Penyebab Inflasi Tiap Bulan Pada Triwulan IV TABEL 2.7 TABEL 2.8 TABEL 2.9 TABEL 3.1 Beberapa Komoditas Yang Mengalami Penurunan IHK (Deflasi) Pada Triwulan IV-2008 Inflasi Kuartalan Empat Kota di Jawa Tengah Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa (persen, qtq) Inflasi Tahunan Empat Kota di Jawa Tengah Menurut Kelompok Barang dan Jasa (persen, qtq) Perkembangan Indikator Perbankan Di Provinsi Jawa Tengah (Bank Umum & BPR) TABEL 3.2 Penyaluran Kredit Modal Kerja Bank Umum Per Sektor Ekonomi 65 TABEL 3.3 Rasio NPLs Per Sektor Ekonomi 67 TABEL 3.4 Rasio NPLs Jenis Kredit Modal Kerja Per Sektor Ekonomi 67 TABEL 3.5 Perkembangan Bank Umum Yang Berkantor Pusat Di Jawa Tengah 72 TABEL 3.6 Perkembangan Beberapa Indikator BPR di Jawa Tengah 73 TABEL 3.7 Perkembangan Indikator Perbankan Syariah di Provinsi Jawa Tengah 74 TABEL 4.1 Realisasi Pendapatan Daerah APBD Triwulan I TABEL 4.2 Realisasi Belanja Daerah APBD Triwulan I KA JIA N EKO N O M I REG IO N A L TRIW U L A N I vii

8 TABEL 5.1 Perkembangan Transaksi Kliring Lokal Rata Rata Per Bulan Di Jawa Tengah (Rp Triliun) 96 TABEL 6.1 Penggunaan Tenaga Kerja Sektoral Di Jawa Tengah 100 TABEL 6.2 Nilai Tukar Petani Bulan Januari 2009 Di Jawa Tengah 102 TABEL 7.1 Estimasi Laju Inflasi Jawa Tengah Menurut Kelompok Barang dan Jasa (yoy, Persen) 112 KA JIA N EKO N O M I REG IO N A L TRIW U L A N I viii

9 Da fta r G ra fik GRAFIK 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah dan Nasional Secara Tahunan 9 GRAFIK 1.2 Perkembangan Indeks Kepercayaan Konsumen 11 GRAFIK 1.3 Pertumbuhan Tahunan Indeks Riil Penjualan Kelompok Komoditas 12 Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau GRAFIK 1.4 Perkembangan Kredit Konsumsi, NPL Jenis Kredit Konsumsi dan 13 Pertumbuhan qtq Kredit Konsumsi Bank Umum di Jawa Tengah GRAFIK 1.5 Perkembangan Posisi Giro Milik Pemerintah pada Bank Umum di 13 Wilayah Jawa Tengah GRAFIK 1.6 Penjualan Semen di Jawa Tengah 14 GRAFIK 1.7 Perkembangan Kredit dan NPL Jenis Kredit Investasi Bank Umum di 15 Jawa Tengah GRAFIK 1.8 Perkembangan Ekspor Jawa Tengah Bulanan 16 GRAFIK 1.9 Perkembangan Ekspor Jawa Tengah Triwulanan 16 GRAFIK 1.10 Perkembangan Impor Jawa Tengah 16 GRAFIK 1.11 Perkembangan Nilai dan Volume Ekspor Jawa Tengah Periode Jan- 16 Feb 2008 dan Jan-Feb 2009 GRAFIK 1.12 Perkiraan Produksi Tabama di Jawa Tengah 20 GRAFIK 1.13 Perkembangan Ekspor Kelompok Komoditas Pertanian 20 GRAFIK 1.14 Indeks Produksi Industri Pengolahan Minyak di Jawa Tengah 22 GRAFIK 1.15 Perkembangan Ekspor Hasil Manufaktur Jawa Tengah Berdasarkan 22 Klasifikasi ISIC GRAFIK 1.16 Perkembangan Penyaluran Kredit Sektor Industri oleh Bank Umum 23 di Jawa Tengah GRAFIK 1.17 Hasil SKDU Sektor Industri Pengolahan 24 GRAFIK 1.18 Perkembangan Indeks Riil Penjual Eceran 25 GRAFIK 1.19 Penyaluran Kredit Sektor PHR oleh Bank Umum di Jawa Tengah 26 GRAFIK 1.20 Perkembangan Penyaluran Kredit Sektor Jasa oleh Bank Umum di 27 Jawa Tengah GRAFIK 1.21 Indeks Produksi Air Bersih di Wilayah Jawa Tengah 28 GRAFIK 1.22 Perkembangan Penyaluran Kredit Sektor LGA oleh Bank Umum di 28 Jawa Tengah GRAFIK 2.1. Perkembangan Inflasi Tahunan (yoy) Jawa Tengah dan Nasional 36 GRAFIK 2.2 Perkembangan Inflasi Jawa Tengah Secara Kuartalan (qtq) dan Tahunan (yoy) 36 KA JIA N EKO N O M I REG IO N A L TRIW U L A N I ix

10 GRAFIK 2.3. Beberapa Komoditas Hasil SPH di KBI Semarang 41 GRAFIK 2.4. Perkembangan Harga Beberapa Komoditas Strategis Hasil Survei 48 Pemantauan Harga (SPH) Mingguan di Kota Semarang GRAFIK 2.5. Perkembangan Ekspektasi Inflasi Hasil Survei Konsumen dan Inflasi 49 Tahunan Aktual di Jawa Tengah GRAFIK 2.6. Perkembangan Inflasi Kuartalan Empat Kota di Jawa Tengah 50 GRAFIK 2.7. Perkembangan Inflasi Tahunan Empat Kota di Jawa Tengah 53 GRAFIK 3.1. Perkembangan Aset Bank Umum 61 GRAFIK 3.2. Perkembangan Aset Bank Umum Menurut Kelompok Bank 61 GRAFIK 3.3. Perkembangan Dana Pihak Ketiga Bank Umum 62 GRAFIK 3.4. Perkembangan Dana Pihak Ketiga Bank Umum menurut Kelompok 62 Bank GRAFIK 3.5. Perkembangan Suku Bunga Simpanan Perbankan Bank Umum 62 GRAFIK 3.6. Perkembangan Komposisi Kepemilikan Dana Pihak Ketiga 62 GRAFIK 3.7. Perkembangan Kredit Bank Umum Menurut Jenis Penggunaan 63 GRAFIK 3.8. Perkembangan Kredit Bank Umum Menurut Kelompok Bank 63 GRAFIK 3.9. Perkembangan Kredit Bank Umum dan Rasio NPLs 66 GRAFIK Perkembangan Nominal NPLs Kredit Berdasar Jenis Penggunaan 66 GRAFIK Komposisi DPK Bank Umum Triwulan I GRAFIK Perkembangan Kredit UMKM Berdasarkan Lokasi Proyek 71 GRAFIK Perkembangan Kredit UMKM dan Total Kredit 75 GRAFIK Perkembangan Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan 75 GRAFIK Komposisi Kredit UMKM Berdasarkan Sektor Ekonomi Tw-I GRAFIK Perkembangan Kredit UMKM Berdasarkan Skala Usaha 76 GRAFIK 5.1. Perkembangan Inflow dan Outflow Uang Kartal di Jawa Tengah 92 GRAFIK 5.2. Perkembangan PTTB di Jawa Tengah 93 GRAFIK 5.3. Perkembangan Cash Inflow dan PTTB di Jawa Tengah 94 GRAFIK 5.4. Perkembangan Transaksi RTGS di Jawa Tengah 96 GRAFIK 6.1. Komposisi Perusahaan Tutup Menurut Wilayah di Jawa Tengah 98 GRAFIK 6.2. Komposisi Jenis Perusahaan di Jawa Tengah 98 GRAFIK 6.3. Alasan Perusahaan Tutup di Jawa Tengah Triwulan I GRAFIK 6.4. Penggunaan Tenaga Kerja di Jawa Tengah 99 GRAFIK 7.1. Prakiraan Inflasi Hasil Survei Konsumen dan Laju Inflasi Inflasi IHK Aktual (yoy) 109 KA JIA N EKO N O M I REG IO N A L TRIW U L A N I x

11 GRAFIK 7.2. GRAFIK 7.3. Ekspektasi Masyarakat Enam Bulan Ke Depan Berdasarkan Survei Konsumen Ekspektasi Pedagang untuk Enam Bulan Ke Depan Berdasarkan Survei Penjualan Eceran KA JIA N EKO N O M I REG IO N A L TRIW U L A N I xi

12 Halaman Ini sengaja dikosongkan KA JIA N EKO N O M I REG IO N A L TRIW U L A N I xii

13 Rin g k a sa n Ek s e k u tif A. GAMBARAN UMUM Perekonomian Jawa Tengah triwulan ini mengalami pertumbuhan yang sedikit melambat, di tengah-tengah dampak krisis global yang semakin terasa. Pertumbuhan ekonomi triwulan I-2009 tumbuh 4,29% (yoy) Dampak krisis keuangan global masih terasa dalam triwulan I- 2009, kondisi terlihat dari masih berlanjutnya trend perlambatan pada perekonomian Jawa Tengah, meskipun pada triwulan I-2009 ini angka pertumbuhan sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan IV Tekanan inflasi menunjukkan kecenderungan penurunan yang cukup signifikan, sejalan dengan meredanya imported inflation, serta relative stabilnya pergerakan harga barang dan jasa di dalam negeri. Kinerja perbankan (Bank Umum dan BPR) di Provinsi Jawa Tengah pada triwulan I-2009 mengalami pelambatan, namun secara tahunan tumbuh dengan baik. Hal tersebut tercermin dari perkembangan indikator-indikator utama kinerja perbankan yaitu total aset, dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun, dan kredit yang diberikan, serta Loan to Deposits Ratio (LDR). Sementara itu kualitas kredit yang disalurkan perbankan menunjukkan penurunan kualitas walaupun masih berada dalam standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada triwulan diperkirakan akan mengalami perlambatan dibandingkan tahun 2009, yaitu dalam kisaran 4,0-5,0%. Sedangkan tekanan inflasi Jawa Tengah triwulan diperkirakan mengalami penurunan dari triwulan sebelumnya, dan diproyeksikan akan berada dalam kisaran 5,0% 6,0% (yoy). B. PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH Secara tahunan pada triwulan I-2009, perekonomian Jawa Tengah diperkirakan tumbuh 4,29% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan I-2008 sebesar 5,49% namun sedikit mengalami peningkatan dibandingkan pertumbuhan triwulan IV-2008 yang mengalami perlambatan cukup signifikan sebesar 3,99% (yoy). Dari sisi permintaan, konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah masih menjadi pendorong utama pertumbuhan perekonomian walaupun juga mengalami perlambatan. Investasi tumbuh moderat, sementara itu ekspor dan impor diperkirakan KA JIA N EKO N O M I REG IO N A L TRIW U L A N IV

14 Krisis keuangan global mulai berdampak pada kinerja ekspor dan impor Jawa Tengah menunjukkan trend perlambatan. Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2009 diperkirakan mengalami pertumbuhan sebesar 4,92% dan memberikan kontribusi sebesar 3,11% terhadap pertumbuhan perekonomian Jawa Tengah. Perlambatan konsumsi rumah tangga diperkirakan disebabkan oleh penurunan konsumsi rumah tangga karena faktor musiman serta pengaruh krisis keuangan global yang membuat masyarakat menurunkan pola pembeliannya, Konsumsi pemerintah pada triwulan I-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 7,86% (yoy), melambat dibandingkan posisi triwulan I maupun posisi triwulan IV-2008 diantaranya disebabkan oleh keterlambatan pengesahan APBD 2009 di beberapa kabupaten/kota di Jawa Tengah. Pertumbuhan investasi tercermin dari pembentukan modal tetap bruto (PMTB) yang pada triwulan I-2009 diperkirakan mencapai 5,34% (yoy), mengalami perlambatan apabila dibandingkan posisi triwulan I-2008 sebesar 6,18% maupun pertumbuhan investasi pada triwulan IV-2008 sebesar 7,24%. Perlambatan tersebut diantaranya disebabkan oleh: penundaan rencana investasi karena proyeksi penurunan permintaan akibat krisis keuangan global. Sedangkan bagi perusahaan yang masih melakukan investasi, dilakukan terutama untuk menunjang aktivitas operasional demi tercapainya efisiensi perusahaan Perkembangan ekspor pada PDRB Jawa Tengah triwulan I-2009 mengalami kontraksi sebesar -8,81% (yoy), demikian pula impor mengalami kontraksi sebesar -10,96% (yoy). Sementara itu berdasarkan data dari Direktorat Statistik dan Moneter Bank Indonesia, pada triwulan I-2009, ekspor luar negeri menunjukkan trend perlambatan, baik dari sisi jumlah maupun dari sisi volume, sebagai akibat krisis ekonomi global yang menyebabkan daya beli masyarakat/buyer di LN menurun, serta perubahan selera pasar untuk jenis meubel terutama segment menengah. Namun, untuk jenis meubel menengah ke atas diperkirakan kondisi permintaan masih relatif stabil. Kinerja ekspor non migas Jawa Tengah pada triwulan I-2009 (data sampai dengan posisi Februari 2009) tercatat sebesar USD 416,42 juta. Dibandingkan nilai ekspor pada periode yang sama tahun lalu (Januari-Februari 2008), nilai ekspor Jawa Tengah tersebut mengalami kontraksi sebesar -34,67%. Apabila dilihat di sisi volume juga terlihat adanya trend penurunan yang cukup signifikan, yaitu mengalami KA JIA N EKO N O M I REG IO N A L TRIW U L A N IV

15 Dari sisi penawaran, sektor pertanian dan PHR memberikan kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan Peningkatan Sektor Pertanian terutama didukung oleh faktor cuaca kontraksi sebesar -36,2% (Januari-Februari 2009 dibandingkan Januari- Februari 2008). Sementara nilai impor Jawa Tengah periode Januari-Februari 2009 tercatat sebesar USD 304,29 juta, mengalami kontraksi sebesar 22,30% dibandingkan nilai impor pada periode Januari-Februari Penurunan impor disebabkan oleh depresiasi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, khususnya dollar Amerika Serikat serta adanya penurunan permintaan baik domestik maupun permintaan luar negeri. Dilihat dari sisi penawaran, pada triwulan I-2009 seluruh sektor perekonomian diperkirakan mengalami pertumbuhan positif dibandingkan triwulan I-2009 (year on year) kecuali sektor industri pengolahan yang mengalami kontraksi. Berdasarkan tingkat pertumbuhannya, pertumbuhan tertinggi diperkirakan dialami oleh sektor keuangan sebesar 10,31% (yoy) dan sektor pertanian sebesar 9,96% (yoy). Sementara itu, berdasarkan kontribusi terhadap pertumbuhan, sektor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada triwulan ini adalah sektor pertanian, sektor perdagangan,hotel dan restaurant dan sektor jasa Sektor pertanian dalam triwulan I-2009 diperkirakan mengalami pertumbuhan sebesar 9.96% (yoy), yang disebabkan musim/ cuaca yang lebih baik dibandingkan triwulan I-08. Selain itu, berdasarkan informasi dari Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Jawa Tengah, bencana banjir yang menerjang wilayah Jawa Tengah tidak menimbulkan dampak yang signifikan terhadap produksi pertanian di Jawa Tengah Sektor Industri pengolahan pada triwulan I-2009 diperkirakan mengalami kontraksi sebesar -2,38% (yoy) disebabkan karena penurunan permintaan akibat krisis keuangan global, terutama untuk industri TPT (spinning) dan industri meubel (regular product non high class segment). Karena sektor industri pengolahan merupakan salah satu sektor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan perekonomian di Jawa Tengah, maka kontraksi pada sektor ini menyebabkan perekonomian Jawa Tengah secara keseluruhan mengalami perlambatan. KA JIA N EKO N O M I REG IO N A L TRIW U L A N IV

16 Inflasi (qtq) dan Inflasi (yoy) menurun cukup signifikan C. PERKEMBANGAN INFLASI Berdasarkan perhitungan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Tengah, laju inflasi Jawa Tengah dalam triwulan I-2009 tercatat sebesar 6,94% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan IV-2008 sebesar 9,55%. Laju inflasi Jawa Tengah tersebut tercatat lebih rendah dibandingkan dengan laju inflasi nasional triwulan I-2009 sebesar 7,92% (yoy). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pergerakan harga barang dan jasa di Jawa Tengah dalam triwulan ini relatif stabil. Sumber tekanan inflasi secara tahunan pada triwulan ini berasal dari kelompok perumahan, kelompok makanan jadi dan kelompok bahan makanan. Sementara itu, faktor yang mempengaruhi penurunan laju inflasi tahunan dalam triwulan ini adalah kelompok transpor yang mengalami penurunan IHK cukup signifikan dan stabilnya IHK kelompok pendidikan dan kelompok kesehatan. Penurunan IHK kelompok transpor terutama disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang menurunkan harga BBM, yang diikuti oleh penurunan tarif angkutan umum dalam kota dan angkutan umum luar kota pada triwulan I Selain itu, penurunan harga minyak dunia juga ikut mendorong penurunan harga BBM nonsubsidi, seperti Pertamax dan Pertamax Plus pada triwulan laporan. Sementara itu, stabilnya harga-harga kelompok pendidikan dan kelompok kesehatan antara lain disebabkan oleh turunnya permintaan terhadap kedua kelompok barang dan jasa ini pada triwulan I Sementara itu, apabila dihitung secara kuartalan (qtq), inflasi di Jawa Tengah pada triwulan I-2009 adalah sebesar 0,77% (qtq), sedikit naik dari triwulan sebelumnya sebesar 0,28%. Peningkatan inflasi kuartalan di triwulan laporan disebabkan oleh kenaikan IHK kelompok bahan makanan, kelompok makanan jadi, kelompok sandang dan kelompok perumahan. Adapun kelompok barang dan jasa yang mengalami penurunan IHK secara kuartalan adalah kelompok transpor, kelompok pendidikan dan kelompok kesehatan Kinerja perbankan Jawa Tengah menunjukkan perkembangan positif D. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN Kinerja perbankan (Bank Umum dan BPR) di Provinsi Jawa Tengah pada triwulan I-2009 mengalami pelambatan, namun secara tahunan tumbuh dengan baik. Indikator- indikator utama kinerja perbankan yaitu total aset, dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun, dan kredit yang diberikan, serta Loan to Deposits Ratio (LDR) mengalami peningkatan yang melambat. Sementara itu kualitas kredit KA JIA N EKO N O M I REG IO N A L TRIW U L A N IV

17 yang diberikan menurun, namun masih dalam batas himbauan Bank Indonesia, tercermin dari meningkatnya Non Performing Loans-Gross (NPLs). Secara triwulanan (qtq), aset, DPK, dan kredit pada triwulan I tumbuh melambat masing-masing sebesar 1,29%, 4,64%, dan 0,64%, dibandingkan pertumbuhan pada triwulan IV-2008 yang masing-masing tumbuh 3,87%, 5,75%, dan 2,80%. Pelambatan pertumbuhan kinerja perbankan Jawa Tengah sudah mulai terasa pada triwulan IV-2008 sebagai dampak krisis keuangan global. Di sisi lain DPK yang dihimpun meningkat sebesar 20,54% sehingga menjadi Rp miliar. Sementara itu kredit tumbuh lebih besar yaitu 24,66% dari Rp miliar pada Maret 2008 menjadi Rp miliar pada maret Tingginya pertumbuhan kredit dibanding DPK menjadikan LDR perbankan Jawa Tengah meningkat dari 85,63% menjadi 88,57%. Meskipun secara tahunan LDR meningkat, perbankan tetap mampu memperbaiki kualitas kredit yang diberikan, tercermin dari relatif tetapnya NPLs pada posisi 4,13%. Kredit yang disalurkan bank umum di Jawa Tengah tumbuh cukup baik. Secara tahunan pertumbuhan kredit pada triwulan I-2009 mencapai 25,01%, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan I sebesar 20,43%. Pertumbuhan kredit pada triwulan I-2009 merata di semua jenis penggunaan kredit. Kredit modal kerja, kredit investasi, dan kredit konsumsi masing-masing tumbuh sebesar 27,73%, 21,22%, dan 21,62% Namun, secara triwulanan, kredit pada triwulan I-2009 tumbuh sebesar 0,26%, di bawah pertumbuhan kredit pada triwulan sebelumnya sebesar 3,16%. Pelambatan pertumbuhan kredit tersebut tidak terlepas dari dampak krisis keuangan global, terutama mulai dirasakan kalangan dunia usaha sejak triwulan IV Di samping itu, suku bunga kredit yang masih relatif tinggi dan kondisi perekonomian yang masih belum pulih sepenuhnya, menjadikan sebagian pelaku usaha wait and see. Risiko kredit bank umum di Jawa Tengah cukup rendah meski meningkat. Pada triwulan I-2009 ini risiko kredit bank umum yang salah satunya diukur dari rasio Non Performing Loans (NPLs)-gross mulai meningkat meskipun masih di bawah angka himbauan Bank Indonesia sebesar 5%. BPR di Jawa Tengah terus tumbuh sejalan dengan pertumbuhan bank umum. Total aset BPR pada triwulan I-2009 tercatat sebesar KA JIA N EKO N O M I REG IO N A L TRIW U L A N IV

18 Penyaluran kredit UMKM tetap meningkat walaupun sedikit melambat sebesar 22,03% (yoy) Cash outflow menurun sementara cash inflow mengalami peningkatan Jumlah temuan UPAL menurun dibanding triwulan sebelumnya Rp8.097 miliar, meningkat sebesar 16,93% dibanding dengan triwulan I-2008, atau meningkat 2,64% dibanding triwulan IV Peningkatan tersebut banyak di-support oleh peningkatan DPK, yang pada posisi yang sama meningkat sebesar 16,11% (yoy) dan 4,15% (qtq) sehingga menjadi Rp5.686 miliar. Sementara itu kredit yang diberikan tumbuh sebesar 21,04% (yoy) dan 4,86% (qtq), sehingga pada Maret 2009 menjadi Rp6.736 miliar. Perkembangan perbankan syariah di Jawa Tengah menunjukkan peningkatan yang cukup baik. Aset perbankan syariah dari triwulan ke triwulan selalu menunjukkan peningkatan meskipun sempat sedikit menurun pada triwulan ke I Total aset perbankan syariah pada triwulan I-2009 tercatat sebesar Rp2.346 miliar. Aset tersebut meningkat sebesar 44,45% dibandingkan triwulan I-2008 atau menurun -2,95% dibanding triwulan sebelumnya. DPK yang dihimpun perbankan syariah juga meningkat 28,42% (yoy) menjadi Rp1.654 miliar, dan pembiayaan yang disalurkan naik 53,13% (yoy) menjadi Rp1.997 miliar. Jumlah penyaluran kredit kepada UMKM di Jawa Tengah terus meningkat meski dengan pertumbuhan yang melambat. Penyaluran kredit UMKM pada triwulan I-2009 mengalami peningkatan sebesar 19,09% dibandingkan triwulan I-2008 sehingga menjadi Rp miliar. Peningkatan kredit UMKM tersebut memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap meningkatnya kredit perbankan, mengingat kontribusinya mencapai 77,63% dari total kredit perbankan (bank umum dan BPR) di Jawa Tengah. Pada triwulan I-2009, inflow di KBI di wilayah Jawa Tengah mengalami penurunan sebesar 13,76% dibandingkan posisi triwulan IV-2008 (qtq) menjadi Rp6,532 triliun, sedangkan secara tahunan mengalami peningkatan sebesar 46,41%(yoy). Demikian pula untuk cash outflow di KBI di wilayah Jawa Tengah mengalami penurunan sebesar 69,23% dibandingkan posisi triwulan IV-2008 (qtq) sedangkan secara tahunan mengalami peningkatan yang cukup besar yaitu 166,02% (yoy). Selama triwulan I 2009 ini KBI Semarang telah menemukan uang palsu sebanyak 1517 lembar dengan jumlah nominal Rp96,3 juta. Pecahan yang banyak ditemukan pada triwulan ini adalah pecahan Rp yang mengambil porsi sebesar 44,17% dari seluruh jumlah uang palsu yang ditemukan, sementara pecahan Rp mengambil porsi 32,17% dari seluruh jumlah uang palsu yang ditemukan. KA JIA N EKO N O M I REG IO N A L TRIW U L A N IV

19 Perekonomian pada triwulan diperkirakan akan mengalami perlambatan E. PROSPEK PEREKONOMIAN Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada triwulan diperkirakan akan mengalami perlambatan dibandingkan tahun 2009, yaitu dalam kisaran 4,0-5,0%. Secara sektoral, pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan didorong oleh sektor pertanian, sektor PHR dan sektor bangunan. Di sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan didorong oleh konsumsi rumah tangga (RT) dan Konsumsi Pemerintah. Pemilu legislatif pada April 2009 dan pemilu presiden pada Juli 2009, tahun ajaran baru serta liburan sekolah diperkirakan akan mendorong pula peningkatan konsumsi masyarakat. Perlambatan pertumbuhan diperkirakan karena dipengaruhi oleh daya beli yang masih relatif lemah dan ekspektasi kondisi perekonomian yang masih pesimis. Di sisi eksternal, krisis keuangan global dan perlambatan pertumbuhan perekonomian dunia diperkirakan cukup berdampak pada ekspor Jawa Tengah, khususnya ekspor komoditas mebel dan TPT (tekstil dan produk tekstil). Dampak krisis ini diperkirakan masih akan terjadi sampai dengan triwulan , dan akan membaik mulai triwulan I Perkembangan 3 sektor ekonomi utama, yaitu sektor pertanian, sektor industri dan sektor PHR menunjukkan perkembangan yang memerlukan perhatian semua pihak. Sektor pertanian pada awal triwulan diperkirakan masih berada dalam siklus panen raya, termasuk beberapa daerah di Pantura yang mengalami pergeseran musim tanam akibat bencana banjir. Namun, di beberapa daerah sudah mulai memasuki masa tanam pada akhir triwulan sehingga produksi sektor pertanian triwulan diperkirakan mengalami penurunan dibandingkan triwulan I Sementara itu, sektor industri diperkirakan akan mulai tumbuh positif pada triwulan -2009, meskipun masih dalam level yang relatif rendah dalam kisaran 1-2% (yoy). Peningkatan sektor industri diperkirakan akan didorong terutama oleh peningkatan permintaan domestik. Sedangkan untuk permintaan luar negeri diperkirakan mulai tumbuh, namun masih lebih rendah dibandingkan tahun lalu. Adapun sektor PHR diperkirakan akan tumbuh meningkat dalam kisaran 5%- 6% (yoy) pada triwulan mendatang, lebih tinggi dari triwulan I-2009 sebesar 4,57%. Pelaksanaan pemilu legislatif dan pemilu presiden, musim liburan sekolah serta tahun ajaran baru merupakan faktor stimulus pendorong sektor ini. KA JIA N EKO N O M I REG IO N A L TRIW U L A N IV

20 Tekanan inflasi triwulan I-2009 diperkirakan sedikit menurun Tekanan inflasi Jawa Tengah triwulan diperkirakan mengalami penurunan dari triwulan sebelumnya, dan diproyeksikan akan berada dalam kisaran 5,0% 6,0% (yoy). Perkiraan optimis akan berada dalam angka kisaran 5,0% - 5,5%, sedangkan perkiraan pesimis berada dalam kisaran 5,5% - 6,0%. Tekanan inflasi triwulan diperkirakan akan semakin menurun sejalan dengan meredanya imported inflation, karena mulai stabilnya harga berbagai komoditas internasional, seperti emas, minyak, besi baja, dan harga berbagai komoditas pangan. Selain itu, pasokan bahan makanan seperti beras diperkirakan cukup memadai hingga 6 bulan ke depan. Meskipun tekanan inflasi bulanan (mtm) pada triwulan diperkirakan akan sedikit meningkat pada bulan Juni 2009 seiring dengan masuknya masa liburan dan persiapan tahun ajaran baru, namun angka inflasi tahunan pada triwulan diperkirakan akan berada dalam kisaran sesuai proyeksi di atas. Faktor potensial yang diperkirakan dapat menjadi pemicu tekanan inflasi triwulan adalah kemungkinan terjadinya gangguan pasokan beberapa komoditas karena kurang lancarnya distribusi kebutuhan pokok seperti gas elpiji dan pupuk. Faktor lainnya adalah kurangnya pasokan bahan kebutuhan pokok karena faktor musiman, seperti gula pasir, bawang merah dan cabe merah. Di samping itu, tekanan inflasi dari sisi permintaan (demand pull inflation) berupa tingginya pembuatan berbagai atribut untuk pelaksanaan pemilu Presiden pada bulan Juli 2009, serta masuknya masa liburan panjang pada bulan Juni-Juli 2009 diperkirakan juga akan meningkatkan harga. Berdasarkan Hasil Survei Penjualan Eceran, responden mengekspektasikan bahwa harga di tingkat pedagang pada triwulan mendatang diperkirakan relatif stabil dibandingkan dengan triwulan laporan. Hal tersebut sejalan dengan hasil Survei Konsumen yang sebagian besar mengekspektasikan terjadinya penurunan harga barang dan jasa. Berdasarkan Survei Penjualan Eceran (SPE) yang dilakukan oleh KBI Semarang, mayoritas responden memperkirakan harga secara umum pada 3 bulan dan 6 bulan mendatang akan mengalami penurunan. KA JIA N EKO N O M I REG IO N A L TRIW U L A N IV

21 Perekonomian Jawa Tengah triwulan I-2009 masih mengalami perlambatan sebagai dampak lanjutan dari krisis keuangan internasional. Secara tahunan pada triwulan I , perekonomian Jawa Tengah diperkirakan tumbuh 4,29% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan I-2008 sebesar 5,49% namun sedikit mengalami peningkatan dibandingkan pertumbuhan triwulan IV-2008 yang mengalami perlambatan cukup signifikan sebesar 3,99% (yoy). % 8 Jateng Nasional Sumber: BPS GRAFIK 1.1. PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH DAN NASIONAL SECARA TAHUNAN (YOY) Dari sisi permintaan, sama halnya dengan periode yang lalu, konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah masih menjadi pendorong utama pertumbuhan perekonomian walaupun juga mengalami perlambatan. Investasi tumbuh moderat, sementara itu ekspor dan impor diperkirakan menunjukkan trend perlambatan. Dari sisi penawaran, kontraksi pada sektor industri pengolahan menjadi faktor utama perlambatan perekonomian Jawa Tengah dalam triwulan laporan ini. 1 Berdasarkan PDRB harga konstan 2000 PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

22 Sementara itu, sektor lain yang diperkirakan masih tumbuh cukup signifikan adalah sektor keuangan, sektor pertanian, dan sektor bangunan. Berkurangnya permintaan luar negeri dan relatif tetapnya pertumbuhan sektor Perdagangan, Hotel dan Restaurant (PHR) merupakan penyebab utama perlambatan perekonomian Jawa Tengah. Sedangkan kondisi cuaca yang cukup baik mendorong sektor pertanian tumbuh lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun lalu. 1. Analisis PDRB dari Sisi Penggunaan Perekonomian Jawa Tengah triwulan I-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 4,29%. Konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah masih menjadi penopang utama pertumbuhan walaupun menunjukkan trend perlambatan. TABEL 1.1 PERTUMBUHAN PDRB JAWA TENGAH MENURUT JENIS PENGGUNAAN (YOY, PERSEN) No Lapangan Usaha I I-08 IV-08*) I-09**) Pertumbuhan Year on Year 1 Kons. Rumah Tangga 5.13% 5.11% 6.51% 4.95% 4.92% a. Makanan 2.37% 2.37% 2.97% 2.77% 2.31% b. Non Makanan 9.11% 9.02% 11.54% 7.96% 8.44% 2 Kons. LNP 2.65% 2.12% 6.77% 10.27% 11.89% 3 Kons. Pemerintah 14.71% 9.32% 8.88% 8.23% 7.86% 4 P M T B 6.18% 6.14% 7.16% 7.24% 5.34% 5 Ekspor 2.60% -5.75% 1.52% 2.31% -8.81% 6 Impor 16.06% -6.28% % 13.03% % PDRB 5.49% 5.96% 6.39% 3.94% 4.29% Sumber : KBI Semarang dan BPS Propinsi Jawa Tengah (data PDRB berdasarkan harga konstan tahun 2000) Keterangan : *) angka sementara * *) angka sangat sementara(poyeksi KBI Semarang) 1.1. Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2009 diperkirakan mengalami pertumbuhan sebesar 4,92% dan memberikan kontribusi sebesar 3,11% terhadap pertumbuhan perekonomian Jawa Tengah. Angka pertumbuhan ini mengalami penurunan apabila dibandingkan dengan angka pertumbuhan pada triwulan I-2008 maupun triwulan IV Perlambatan konsumsi rumah tangga diperkirakan disebabkan oleh penurunan konsumsi rumah tangga karena faktor musiman serta pengaruh krisis keuangan global yang membuat masyarakat menurunkan pola pembeliannya, Hasil Survei Konsumen di wilayah Semarang pada triwulan I-2009 PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

23 menunjukkan bahwa keyakinan konsumen masih berada dalam wilayah pesimis (angka indeks di bawah 100) walaupun telah menunjukkan trend peningkatan. (grafik 1.2). Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) masih cenderung fluktuatif pada wilayah pesimis selama 2 triwulan terakhir. Demikian pula halnya dengan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) juga masih mencerminkan hasil pesimis. Kondisi ini diperkirakan merupakan salah satu penyebab masyarakat mengurangi konsumsi rumah tangganya. Krisis keuangan global diperkirakan masih menjadi salah satu pertimbangan responden, sehingga menyebabkan IKK dan IKE berada dalam wilayah pesimis. Namun demikian, hasil survei menunjukkan bahwa ekspektasi masyarakat terhadap kondisi perekonomian enam bulan ke depan cenderung meningkat. Proses menjelang pemilu legislatif yang cukup kondusif diperkirakan merupakan salah satu faktor yang menahan indeks hasil survey tidak kembali menurun, namun cenderung membaik. Kondisi ini harus tetap dipertahankan supaya ke depan perekonomian akan kembali bergerak positif ke arah yang lebih baik (Indeks) Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) Ekspektasi Konsumen (IEK) Sumber : Survey Konsumen, Bank Indonesia Grafik 1.2. Perkembangan Indeks Kepercayaan Konsumen Perlambatan konsumsi rumah tangga diantaranya tercermin pula dari hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) yang dilakukan Kantor Bank Indonesia Semarang, dimana indeks riil penjualan eceran menunjukkan adanya perlambatan selama triwulan I-2009, dibandingkan kondisi pada triwulan I-2008 maupun triwulan IV Perkembangan pertumbuhan indeks riil penjualan untuk beberapa kelompok komoditas, seperti kelompok bahan makanan, makanan jadi, minuman dan tembakau, kelompok komoditas perumahan dan bahan bakar serta kelompok PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

24 sandang menunjukkan adanya trend perlambatan (Grafik 1.3.). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa kegiatan konsumsi masyarakat diperkirakan mengalami penurunan seiring yang ditunjukkan oleh penurunan indeks SPE. Namun, menjelang akhir triwulan I-2009 mulai terlihat adanya tendensi peningkatan indeks SPE. Diharapkan peningkatan indeks penjualan eceran yang merupakan proksi dari konsumsi masyarakat dapat mendorong pertumbuhan perekonomian Jawa Tengah ke arah yang positif. "#$% %$&'($) $* $+) %,) #$&$"#$"% +$-&%.%.'.$% &$! Sumber : SPE Bank Indonesia Semarang Grafik 1.3. Pertumbuhan Tahunan Indeks Riil Penjualan Kelompok Makanan Jadi, Minuman & Tembakau Dari sisi pembiayaan, perlambatan konsumsi rumah tangga antara lain tercermin pula dari perlambatan pertumbuhan kredit secara triwulanan (quarter to quarter, qtq) untuk jenis kredit konsumsi bank umum di Jawa Tengah (Grafik 1.4). Walaupun posisi kredit konsumsi tetap mengalami peningkatan namun apabila dilihat laju pertumbuhan triwulanannya, terlihat adanya trend perlambatan pertumbuhan. Perlambatan pertumbuhan triwulanan kredit konsumsi ini merupakan salah satu prompt indicator perlambatan konsumsi masyarakat. PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

25 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 - Kredit NPL Pertumb.QtQ 14% 12% 10% 8% 6% 4% 2% 0% I-06 IV-06 I I-07 IV-07 I I-08 IV-08 I-09 Sumber : Bank Indonesia Grafik 1.4. Perkembangan Kredit Konsumsi, NPL Jenis Kredit Konsumsi dan Pertumbuhan qtq Kredit Konsumsi Bank Umum di Wilayah Jawa Tengah Konsumsi pemerintah pada triwulan I-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 7,86% (yoy). Pertumbuhan tersebut melambat dibandingkan posisi triwulan I-2008 maupun posisi triwulan IV Perlambatan ini diantaranya disebabkan oleh keterlambatan pengesahan APBD 2009 di beberapa kabupaten/kota di Jawa Tengah. Sebagai implikasinya, banyak program pembangunan di daerah yang belum dapat terealisir, sehingga konsumsi pemerintah relatif masih kecil realisasinya. 6 Perkembangan Giro Milik Pemerintah 5 Rp Trilyun Sumber : Bank Indonesia Grafik 1.5. Perkembangan Posisi Giro Milik Pemerintah pada Bank Umum di Wilayah Jawa Tengah PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

26 Untuk melihat perkembangan konsumsi pemerintah, prompt indicator yang dapat digunakan adalah posisi giro milik pemerintah yang disimpan pada perbankan di Jawa Tengah. Pada Grafik 1.5 terlihat bahwa posisi giro milik pemerintah pada triwulan I-2009 cukup tinggi dibandingkan posisi triwulan IV Jumlah giro yang cukup tinggi tersebut merupakan indikasi bahwa realisasi pengeluaran pemerintah masih relatif belum terlalu besar Investasi Pertumbuhan investasi tercermin dari pembentukan modal tetap bruto (PMTB) yang pada triwulan I-2009 diperkirakan mencapai 5,34% (yoy), mengalami perlambatan apabila dibandingkan posisi triwulan I-2008 sebesar 6,18% maupun pertumbuhan investasi pada triwulan IV-2008 sebesar 7,24%. Penyebab perlambatan investasi di Jawa Tengah berdasarkan hasil liaison yang dilakukan KBI Semarang disebabkan antara lain karena sebagian besar industri menunda rencana investasi karena proyeksi penurunan permintaan akibat krisis keuangan global. Sedangkan bagi perusahaan yang masih melakukan investasi, dilakukan terutama untuk menunjang aktivitas operasional demi tercapainya efisiensi perusahaan. Data jenis kredit investasi berdasarkan Laporan Bank Umum (LBU) juga menunjukkan adanya trend perlambatan yang cukup besar pada jenis kredit investasi. Sumber : Asosiasi Semen Indonesia Grafik 1.6. Penjualan Semen di Jawa Tengah Prompt indicator perlambatan perkembangan investasi tercermin dari perkembangan penjualan semen di wilayah Jawa Tengah yang menunjukkan trend penurunan dibandingkan posisi periode yang sama tahun lalu. PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

27 Perkembangan penjualan semen di Jawa Tengah mulai triwulan I-2008 mulai menunjukkan trend penurunan yang terus berlanjut hingga triwulan I Kondisi ini merupakan salah satu indikasi investasi berupa bangunan baru atau penambahan bangunan relatif berkurang atau melambat. Konsumsi semen untuk kegiatan pembangunan sarana dan prasarana fisik yang dilakukan oleh sektor swasta berkurang karena penundaan investasi seiring dengan krisis keuangan global. Kondisi ini ditambah pula dengan masih kecilnya belanja pemerintah untuk keperluan pembangunan sarana dan prasarana fisik karena masih berada pada awal tahun anggaran. Dari sisi pembiayaan, perlambatan investasi tercermin dari trend perlambatan penyaluran kredit investasi oleh bank umum di wilayah Jawa Tengah. Dari data Laporan Bank Umum di Jawa Tengah, terlihat pertumbuhan triwulanan penyaluran kredit investasi mengalami perlambatan yang cukup signifikan. Selain itu kredit non lancer atau Non Performing Loans (NPLs) jenis kredit investasi ini juga mengalami peningkatan rasio (grafik 1.7). Tentunya kondisi ini merupakan peringatan awal yang harus diwaspadai oleh kita bersama. Kredit NPL Pertumb.QtQ Sumber : LBU Bank Indonesia Grafik 1.7. Perkembangan Kredit dan NPL Jenis Kredit Investasi Bank Umum di Wilayah Jawa Tengah 1.3. Ekspor Perkembangan ekspor 2 pada PDRB Jawa Tengah triwulan I-2009 mengalami kontraksi sebesar -8,81% (yoy), demikian pula impor mengalami kontraksi sebesar 2 Pengertian ekspor dan impor dalam konteks PDRB adalah mencakup perdagangan barang dan jasa antar negara dan antar propinsi PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

28 -10,96% (yoy). Dari konfigurasi data ekspor dalam PDRB, diperkirakan perdagangan luar negeri mempunyai proporsi sebesar 20%-25% dari total angka ekspor PDRB, dan 75%-80% merupakan perdagangan antar provinsi. Sementara itu dari data impor dalam perhitungan PDRB Jawa Tengah, diperkirakan 50%-55% merupakan impor dari luar negeri, sementara sisanya 45%- 50% merupakan impor antar propinsi. Dari konfigurasi tersebut di atas, terlihat bahwa ekspor antar propinsi mempunyai kontribusi yang lebih besar terhadap perkembangan angka ekspor dalam perhitungan PDRB Jawa Tengah dibandingkan ekspor luar negeri. Sementara dari sisi impor, kontribusi impor dari luar negeri maupun dari propinsi lain mempunyai kontribusi yang hampir sama terhadap pembentukan angka impor dalam PDRB Jawa Tengah. $%$(!$' $% #$% # $%$ &'$ $%$(!$'$ + + ) $% #$% * ) # $%$ &'$! " " * * * #* # " Sumber : DSM Bank Indonesia Grafik 1.8. Perkembangan Ekspor Jawa Tengah Bulanan Sumber : DSM Bank Indonesia *Tw I-2009 s.d. posisi Februari 2009 Grafik 1.9. Perkembangan Ekspor Jawa Tengah Triwulanan $%$(!$'$ * ) $, #$, + " * ) # $%$ &'$ (! $' '$ *$ )$ $ $ $ $ $ $% #$% * * * #* # " &$$* &$$ &$$" Grafik Perkembangan Impor Jawa Tengah Grafik Perkembangan Nilai dan Vol Ekspor Jawa Tengah Periode Jan- Nov 2007 dan Jan-Nov 2008 PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

29 Pada triwulan I-2009, ekspor luar negeri diperkirakan menunjukkan trend perlambatan, baik dari sisi jumlah maupun dari sisi volume, sementara ekspor antar propinsi diperkirakan relatif tetap. Hasil liaison yang dilakukan oleh KBI Semarang menunjukkan bahwa sebagian besar contact liaison yang mempunyai pasar luar negeri menyatakan terjadinya penurunan permintaan. Hal ini terjadi terutama untuk industri TPT (spinning) dan industri meubel (regular produk non high class segment). Penyebab penurunan permintaan LN adalah krisis ekonomi global yang menyebabkan daya beli masyarakat/buyer di LN menurun, serta perubahan selera pasar untuk jenis meubel terutama segmen menengah. Namun, untuk jenis meubel menengah ke atas diperkirakan kondisi permintaan masih relatif stabil. TABEL 1.2. PERKEMBANGAN REALISASI EKSPOR NON MIGAS MENURUT KELOMPOK HS 2 PROPINSI JAWA TENGAH (USD RIBU) No Komoditas Tw I-08 Tw -08 Tw I-08 Tw IV-08 Tw I-09* 1 Pakaian Jadi Bukan Rajutan 157, , , , ,568 2 Perabot, Penerangan Rumah 209, , , ,033 72,370 3 Kayu, Barang dari Kayu 101, , , ,846 45,147 4 Serat Stafel Buatan 101,932 96,325 84,749 54,475 30,533 5 Barang-barang Rajutan 49,265 49,989 51,220 58,340 29,394 6 Filamen Buatan 35,007 38,064 41,211 37,381 19,619 7 Kapas 48,042 42,185 41,047 32,766 15,651 8 Ikan dan Udang 22,664 35,486 36,609 23,585 10,309 9 Plastik dan Barang dari Plastik 13,762 13,826 16,191 11,184 7, Bulu Unggas 11,948 12,254 12,750 10,641 6, Mesin / Peralatan Listik 39,680 33,485 43,050 21,906 5, Berbagai Produk Kimia 7,759 10,406 13,801 10,309 5, Tembakau 6,476 7,875 9,762 5,689 5, Kopi, Teh, Rempah-rempah 5,582 8,175 11,806 11,340 5, Kain Perca 19,237 20,934 18,593 17,105 5, Lainnya 139, , , ,788 48,730 Total 970, , , ,935 Sumber : Kantor Bank Indonesia Semarang (diolah dari PPDI DSM Bank Indonesia) 416,424 * angka sementara(s.d November 2008) Sementara itu berdasarkan data ekspor dan impor yang diolah dari Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter (DSM) Bank Indonesia, kinerja ekspor non migas Jawa Tengah pada triwulan I-2009 (data sampai dengan posisi Februari 2009) tercatat sebesar USD 416,42 juta. Dibandingkan nilai ekspor pada periode yang sama tahun lalu (Januari-Februari 2008), nilai ekspor Jawa Tengah mengalami kontraksi sebesar -34,67%. Dari sisi volume juga terlihat adanya trend penurunan yang cukup signifikan, yaitu mengalami kontraksi sebesar -36,2% (Januari-Februari 2009 dibandingkan Januari-Februari 2008). PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

30 Beberapa produk ekspor mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif), diantaranya adalah beberapa produk tekstil dan produk furnitur dan produk kayu, yang merupakan komoditas ekspor utama dari wilayah Jawa Tengah. Sementara nilai impor Jawa Tengah periode Januari-Februari 2009 tercatat sebesar USD 304,29 juta, mengalami kontraksi sebesar 22,30% dibandingkan nilai impor pada periode Januari-Februari Penurunan impor disebabkan oleh depresiasi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, khususnya dollar Amerika Serikat serta adanya penurunan permintaan baik domestik maupun permintaan luar negeri. Berdasarkan klasifikasi Harmonized System (HS), komoditi impor non migas terbesar di Jawa Tengah adalah mesin/ pesawat mekanik, kapas dan mesin/ peralatan listrik. Selengkapnya bisa dilihat pada tabel 1.3. TABEL 1.3. PERKEMBANGAN REALISASI IMPOR NON MIGAS MENURUT KELOMPOK HS 2 PROPINSI JAWA TENGAH (USD RIBU) No Komoditas Tw I-08 Tw -08 Tw I-08 Tw IV-08 Tw I-09* 1 Mesin-mesin / Pesawat Mekanik 68,201 84,919 80,761 76,636 49,899 2 Kapas 133, , , ,040 38,265 3 Mesin / Peralatan Listik 49,592 51,947 66,500 44,559 27,324 4 Kain Rajutan 18,367 26,450 19,273 24,695 19,140 5 Gula dan Kembang Gula 19,270 8,384 30,066 5,683 18,891 6 Gandum-ganduman 78,267 47,986 50,163 22,317 18,165 7 Plastik dan Barang dari Plastik 36,200 40,309 48,888 28,945 13,306 8 Biji-bijian berminyak 24,395 21,558 39,191 35,167 11,551 9 Serat Stafel Buatan 19,903 22,220 21,307 23,927 11, Susu, Mentega, Telur 21,077 28,062 14,633 8,207 8, Binatang Hidup 13, , , Bahan Kimia Organik 11,477 14,547 17,344 12,113 5, Kertas / Karton 8,079 12,279 10,930 8,405 4, Benda-benda dari Besi dan Baja 7,445 6,518 11,690 11,033 4, Filamen Buatan 11,074 12,767 10,719 15,823 4, Lainnya 183, , , ,346 62,478 Total 703, , , , ,291 Sumber : Kantor Bank Indonesia Semarang (diolah dari PPDI DSM Bank Indonesia) * angka sementara(s.d Februari 2009) 2. Analisis PDRB Sisi Penawaran Dilihat dari sisi sektoral, pada triwulan I-2009 seluruh sektor perekonomian diperkirakan mengalami pertumbuhan positif dibandingkan triwulan I-2008 (year on year) kecuali sektor industri pengolahan yang mengalami kontraksi. Berdasarkan tingkat pertumqbuhannya, pertumbuhan tertinggi diperkirakan dialami oleh sektor keuangan sebesar 10,31% (yoy) dan sektor pertanian sebesar 9,96% (yoy). Sementara itu, berdasarkan kontribusi terhadap pertumbuhan, sektor yang PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

31 memberikan kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada triwulan ini adalah sektor pertanian, sektor perdagangan,hotel dan restaurant dan sektor jasa. Sedangkan sektor industri pengolahan merupakan sektor yang terutama menyebabkan terjadinya perlambatan pertumbuhan pada triwulan laporan karena memberikan kontribusi negatif sebesar 0.76% terhadap total pertumbuhan. TABEL 1.4 PERTUMBUHAN PDRB JAWA TENGAH MENURUT LAPANGAN USAHA (YOY) No Lapangan Usaha Pertumbuhan Year on Year I I-08 IV-08*) I-09**) 1 Pertanian -3.43% 5.89% 7.09% 13.36% 9.96% 2 Pertambangan & Penggalian 1.46% 2.03% 5.54% 5.70% 6.51% 3 Industri Pengolahan 9.51% 5.03% 6.39% -2.37% -2.38% 4 Listrik, Gas & Air Bersih 5.35% 4.83% 4.86% 4.04% 3.06% 5 Bangunan 5.45% 6.04% 6.08% 8.44% 7.61% 6 Perdagangan, Hotel & Restaura 5.46% 5.76% 4.95% 4.26% 4.57% 7 Pengangkutan & Komunikasi 7.10% 6.67% 9.65% 6.67% 7.11% 8 Keuangan, Persewaan & Jasa P 11.49% 8.32% 6.77% 4.96% 10.31% 9 Jasa-Jasa 11.20% 8.80% 6.69% 4.46% 7.47% Total PDRB 5.49% 5.96% 6.39% 3.94% 4.29% Kontribusi terhadap Pertumbuhan 1 Pertanian -0.78% 1.25% 1.42% 2.16% 2.06% 2 Pertambangan & Penggalian 0.02% 0.02% 0.06% 0.06% 0.07% 3 Industri Pengolahan 2.91% 1.59% 2.04% -0.80% -0.76% 4 Listrik, Gas & Air Bersih 0.04% 0.04% 0.04% 0.03% 0.02% 5 Bangunan 0.30% 0.33% 0.35% 0.51% 0.42% 6 Perdagangan, Hotel & Restaura 1.15% 1.21% 1.05% 0.93% 0.96% 7 Pengangkutan & Komunikasi 0.35% 0.33% 0.48% 0.35% 0.36% 8 Keuangan, Persewaan & Jasa P 0.40% 0.30% 0.25% 0.19% 0.38% 9 Jasa-Jasa 1.10% 0.89% 0.69% 0.50% 0.77% Total PDRB 5.49% 5.96% 6.39% 3.94% 4.29% Sumber : BI Semarang dan BPS Provinsi Jawa Tengah (data PDRB berdasarkan harga konstan tahun 2000) Keterangan : *) angka sementara **) angka sangat sementara (proyeksi BI Semarang) 2.1. Sektor Pertanian Sektor pertanian dalam triwulan I-2009 diperkirakan mengalami pertumbuhan sebesar 9.96% (yoy). Share of growth atau kontribusi sektor ini terhadap pertumbuhan perekonomian Jawa Tengah secara keseluruhan adalah sebesar 2,06 atau yang terbesar pada triwulan ini. PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

32 Penyebab utama pertumbuhan yang cukup tinggi pada triwulan ini adalah musim/ cuaca yang lebih baik dibandingkan triwulan I-08. Selain itu, berdasarkan informasi dari Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Jawa Tengah, bencana banjir yang menerjang wilayah Jawa Tengah tidak menimbulkan dampak yang signifikan terhadap produksi pertanian di Jawa Tengah. Hal tersebut karena luas lahan yang tergenang banjir, relatif sangat kecil dibandingkan total luas lahan pertanian di Jawa Tengah, sehingga hasil panen pada triwulan ini cukup baik pula Pendorong pertumbuhan sektor ini adalah sub sektor tanaman bahan makanan (tabama), terutama jenis jagung dan ubi kayu di sebagian daerah Jawa Tengah. Selain tabama, produksi sub sektor perkebunan diperkirakan juga cukup baik pada triwulan ini. Prompt indicator dari pertumbuhan sektor pertanian tercermin pada angka perkiraan produksi tanaman bahan makanan Provinsi Jawa Tengah dari Badan Pusat Statistik. Dari data tersebut terlihat adanya produksi tabama khususnya padi dan jagung pada triwulan ini posisinya lebih tinggi dibandingkan posisi triwulan I-2008 dan posisi triwulan IV Pertumbuhan produksi padi dan jagung yang cukup tinggi pada triwulan ini disebabkan oleh masa panen dan musim yang mendukung. Selain itu padi dan jagung memiliki bobot yang cukup besar terhadap sub sektor tabama, sehingga pertumbuhan kedua jenis komoditas tersebut akan mendorong pertumbuhan sub sektor tabama dan sektor pertanian. J u t a a n T o n Perkiraan Produksi Tabama Jawa Tengah!! Sb Kiri- Kedelai Sb Kiri- Kacang Tanah Sb Kiri- Kacang Hijau Sb Kanan- Padi Sb Kanan- Jagung Sb Kanan- Ubi kayu Sumber : BPS, diolah Grafik Perkiraan Produksi Tabama Jawa Tengah R i b u a n T o n (!$'$ /) %$,','$* $,%,'%! Sumber : DSM Bank Indonesia Grafik Perkembangan Ekspor Kelompok Komoditas Pertanian Prompt indicator lain dari peningkatan sektor pertanian adalah data ekspor kelompok komoditas pertanian berdasarkan klasifikasi ISIC (International Standard Industrial Classification). Dari data tersebut terlihat bahwa ekspor jenis kelompok PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

33 komoditas pertanian mengalami peningkatan dibandingkan posisi triwulan I Kondisi tersebut menunjukkan bahwa produksi pada sektor pertanian ini mengalami peningkatan. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi 3 besar penopang perekonomian Jawa Tengah, bersama sektor industri pengolahan serta sektor perdagangan, hotel dan restaurant. Selain hal tersebut, sektor pertanian menyerap tenaga kerja terbesar di wilayah Jawa Tengah. Sehingga pengembangan sektor pertanian menjadi salah satu poin penting dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat di Jawa Tengah. Selama beberapa periode terakhir, perubahan musim/ iklim menjadi salah satu ancaman utama yang menganggu perkembangan sektor ini. Musim kemarau yang panjang maupun sebaliknya curah hujan yang sangat tinggi dan berlangsung dalam jangka waktu yang panjang, menyebabkan gangguan pada produksi pertanian. Guna meningkatkan kembali pertumbuhan sektor pertanian, maka perlu dilakukan upaya revitalisasi sektor pertanian yang komprehensif, meliputi perbaikan kondisi on-farm sektor pertaniannya sendiri serta peningkatan dukungan pada aktifitas off-farm melalui perbaikan peraturan/kebijakan dan meningkatkan dukungan pembiayaan dari perbankan. Selain itu penyediaan sarana produksi pertanian dan distribusi bahan baku maupun output pertanian merupakan upaya vital pula yang mendesak untuk dilakukan Sektor Industri Pengolahan Sektor Industri pengolahan pada triwulan I-2009 diperkirakan mengalami kontraksi sebesar -2,38% (yoy). Angka pertumbuhan ini merupakan angka pertumbuhan terkecil selama tiga tahun terakhir. Karena sektor industri pengolahan merupakan salah satu sektor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah, maka kontraksi pada sektor ini menyebabkan perekonomian Jawa Tengah secara keseluruhan mengalami perlambatan. Perlambatan sektor industri ini terutama diakibatkan oleh dampak krisis keuangan global yang menerpa pula negara kita. Salah satu prompt indikator dari perkembangan sektor industri adalah perkembangan indeks produksi industri pengolahan minyak di Jawa Tengah (Grafik 1.14). Terlihat bahwa indeks mengalami penurunan yang cukup signifikan mulai triwulan IV-2008 dan berlanjut pada triwulan I Perlambatan ini merupakan indikasi perlambatan aktivitas industri di Jawa Tengah. PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

34 Indeks Produksi Industri Pengolahan Minyak di Jawa Tengah I-07 IV-07 I I-08 IV-08 I-09 Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Grafik 1.14 Indeks Produksi Industri Pengolahan Minyak di Jawa Tengah Prompt indicator lain dari perkembangan sektor industri pengolahan adalah Perkembangan Ekspor Hasil Manufaktur Jawa Tengah (Grafik 1.15). Dari data tersebut terlihat bahwa ekspor hasil manufaktur mengalami penurunan dibandingkan triwulan yang lalu maupun triwulan I Tren penurunan terutama terjadi pada hasil industri furnitur, hasil industri tekstil serta hasil industri kayu dan produk kayu. (!$' " * ) /%0$-&.'$1( -&.0$' -&.'$/$* $,&0$/ -&.0,%'$&' -&.0$+%.' -'-'.$(!$'! " " Sumber : DSM Bank Indonesia Grafik 1.15 Perkembangan Ekspor Hasil Manufaktur Jawa Tengah Berdasarkan Klasifikasi ISIC Hal ini selaras dengan hasil liaison (kegiatan survei langsung ke lapangan) yang PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

35 dilakukan oleh Kantor Bank Indonesia Semarang pada triwulan I Dari hasil liaison diperoleh informasi bahwa sebagian besar contact liaison yang mempunyai pasar luar negeri menyatakan terjadinya penurunan permintaan. Hal ini terjadi terutama untuk industri TPT (spinning) dan industri meubel (regular product non high class segment), yang disebabkan penurunan daya beli, serta perubahan selera pasar untuk jenis meubel terutama segment menengah. Dari sisi pembiayaan perbankan, perkembangan sektor industri terlihat dari perlambatan pertumbuhan penyaluran kredit bank umum ke sektor industri. (Grafik 1.16) Secara nominal, posisi baki debet kredit sektor industri yang disalurkan oleh Bank Umum di Jawa Tengah mencapai Rp15,45 trilyun atau mengalami peningkatan dibandingkan posisi triwulan I-2008 sebesar Rp11,07 trilliun atau posisi triwulan IV-2008 sebesar Rp15,54 trilliun. Namun berdasarkan pertumbuhan kredit secara triwulanan, terlihat adanya perlambatan pertumbuhan kredit untuk sektor industri ini (pertumbuhan quarter to quarter, QtQ) pada triwulan I-2009, yang bahkan telah mengalami pertumbuhan negatif. Kondisi ini merupakan salah satu indikasi penurunan kegiatan usaha di sektor industri ini. Kredit - Rp Trilliun Kred.Industri NPL Kred.Industri Pertumb QtQ I-06 IV-06 I I-07 IV-07 I I-08 IV-08 I-09* NPL & Pertumb. QtQ - % Sumber : LBU, Bank Indonesia Grafik Perkembangan Penyaluran Kredit Sektor Industri oleh Bank Umum di Jawa Tengah Prompt indicator lain dari perlambatan sektor industri adalah hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) triwulan I Secara umum hasil survei menunjukkan realisasi kegiatan usaha di sektor industri pengolahan mengalami penurunan pada triwulan ini dibandingkan dengan hasil SKDU Triwulan IV-2008 dan triwulan I-2008 (Grafik 1.17). Namun dari hasil survei menunjukkan pula terdapat PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

36 ekspektasi positif pelaku usaha terhadap perkembangan sektor ini pada triwulan mendatang. SBT (%) Realisasi Kegiatan Usaha Perkiraan Kegiatan Usaha Tw.1-07 Tw.2 Tw.3 Tw.4 Tw.1-08 Tw.2 Tw.3 Tw.4 Tw.1-09 Tw.2 * Sumber : SKDU, KSS Bank Indonesia Grafik Hasil SKDU Sektor Industri Pengolahan 2.3. Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR) Pada triwulan I-2009 sektor PHR diperkirakan tumbuh sebesar 4,57%(yoy), sedikit mengalami perlambatan dibandingkan pertumbuhan pada triwulan I-2008 yang tercatat sebesar 5,46% (yoy) namun meningkat dibandingkan pertumbuhan triwulan IV-2008 yang tercatat sebesar 4,26%. Perlambatan pertumbuhan Hal tersebut disebabkan diantaranya karena pengaruh banjir yang menyebabkan terganggunya transportasi dan distribusi orang dan barang di wilayah Jawa Tengah, berkurangnya konsumsi masyarakat dan juga faktor realisasi anggaran pemerintah yang masih relatif kecil. Perlambatan sektor PHR ini selaras pula dengan hasil Survei Penjualan Eceran Triwulan I-09 yang dilakukan Kantor Bank Indonesia Semarang. Dari hasil survei terlihat bahwa secara umum indeks penjualan eceran mengalami penurunan apabila dibandingkan posisi triwulan I-2008 dan triwulan IV Pertumbuhan bulanan indeks hasil survei pada periode triwulan I-2009 mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif) demikian pula dengan pertumbuhan tahunan indeks. Kondisi tersebut mencerminkan kondisi perdagangan retail mengalami perlambatan dari sisi volume dan aktifitas. Seperti telah dijelaskan di bagian awal, perlambatan konsumsi rumah tangga yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti pengaruh krisis keuangan global yang mengakibatkan penurunan indeks keyakinan PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

37 konsumen, serta relatif masih kecilnya stimulus fiskal dari belanja pemerintah daerah merupakan beberapa penyebab perlambatan ini. Namun dari pergerakan indeks perdagangan riil hasil Survei Penjualan Eceran terlihat bahwa di akhir triwulan I-2009 mulai terlihat adanya trend peningkatan. Diharapkan peningkatan ini akan berlanjut pada triwulan Indeks (%) *) Angka sementara Indeks Riil Penjualan Eceran Perubahan Tahunan (% y-o-y) Sumber : SPE Bank Indonesia Semarang * Perubahan Bulanan (% m-t-m) Grafik Perkembangan Indeks Riil Penjualan Eceran Prompt indicator lain dari perlambatan sektor PHR adalah melambatnya pertumbuhan penyaluran kredit oleh bank umum di Jawa Tengah untuk sektor ini (Grafik 1.18). Secara nominal, posisi kredit sektor PHR masih menunjukkan peningkatan, demikian pula kualitas kredit yang tercermin dari rasio NPLs juga memperlihatkan perbaikan. Namun pertumbuhan triwulanan (qtq) untuk jenis kredit ini menunjukkan adanya perlambatan. PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

38 Kredit - Rp Trilliun Kredit PHR NPL Kredit PHR Pertumb QtQ " " " NPL & Pertumb. QtQ - % Sumber : LBU Bank Indonesia Grafik Penyaluran Kredit Sektor PHR oleh Bank Umum di Jawa Tengah 2.4. Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan pada triwulan I-2009 diperkirakan mencapai pertumbuhan sebesar 10,31% (yoy). Pertumbuhan ini sedikit melambat dibandingkan pertumbuhan pada triwulan I-2008 yang tercatat sebesar 11,49%, namun mengalami peningkatan apabila dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan IV Secara umum, sektor ini masih tumbuh cukup baik dan stabil. Beberapa indikator yang menggambarkan cukup baiknya kondisi sektor keuangan, khususnya dapat dilihat dari indikator kinerja perbankan, seperti dana pihak ketiga, outstanding kredit, LDR (loan to deposit ratio) serta kualitas kredit yang tercermin dari rasio NPL (non performing loans) (Tabel 1.5). TABEL 1.5 PERKEMBANGAN KEGIATAN BANK (RP MILIAR) INDIKATOR PERT. MAR-09 (%) USAHA MAR JUN SEP DES MAR yoy qtq 1. Total Aset ,05 1,29 2. DPK ,54 4,64 a.giro ,89 14,14 b.tabungan ,30-2,43 c.deposito ,71 9,59 3. Kredit ,66 0,64 4. LDR (%) 85,63 90,65 94,98 92,10 88, NPLs (%) 4,13 2,80 3,24 2,95 4, Sumber : LBU dan LBPR, Bank Indonesia Keterangan: data BPR posisi Maret 2009 masih bersifat sementara 2.5. Sektor Lainnya PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

39 Sektor jasa-jasa pada triwulan ini diperkirakan tumbuh sebesar 7,47% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan pada triwulan I-2008 namun meningkat apabila dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan IV Perlambatan ini diperkirakan disebabkan oleh pertumbuhan sub sektor jasa pemerintah yang sedikit melambat, karena belum banyak dilaksanakan proyek-proyek pemerintah di awal tahun anggaran ini. Sementara itu, perkembangan sub sektor jasa swasta terutama didorong oleh belanja partai politik untuk kepentingan pemilu legislatif. Dari sisi pembiayaan perbankan, pertumbuhan penyaluran kredit sektor jasa-jasa secara triwulanan oleh bank umum di Jawa Tengah mengalami perlambatan. Perlambatan pertumbuhan kredit sektor jasa merupakan salah satu indikator melambatnya perkembangan sektor ini. Krisis keuangan global diperkirakan memberikan dampak pula terhadap perkembangan sektor jasa. Hal tersebut terlihat dari meningkatnya rasio NPLs sektor ini, yaitu sebesar 6,18% pada akhir triwulan I-2009 yang disebabkan oleh meningkatnya NPLs di sub sektor jasa dunia usaha (Grafik 1.20). Kondisi ini tentunya memerlukan perhatian bagi kita semua. Diperlukan stimulus-stimulus regional yang dapat mendorong perkembangan usaha di daerah, sehingga dampak krisis keuangan global dapat diminimalisir. Kredit - Rp Trilliun Kred Jasa NPL Kred Jasa Pertumb QtQ NPL & Pertumb. QtQ - % -06 I-06 IV-06 I I-07 IV-07 I I-08 IV-08 I-09* Grafik 1.20 Perkembangan Penyaluran Kredit Sektor Jasa oleh Bank Umum di Jawa Tengah Sektor pengangkutan dan komunikasi pada triwulan I-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 7,11% (yoy), merupakan salah satu sektor yang tetap mengalami peningkatan dibandingkan pertumbuhan pada triwulan I dan triwulan IV Peningkatan ini diperkirakan disebabkan oleh berbagai program promosi dari berbagai provider telekomunikasi, terutama telekomunikasi PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

40 seluler. Selain itu, masa kampanye pemilu legislatif diperkirakan memberikan dampak positif terhadap perkembangan sektor ini. Pada periode triwulan I-2009, sektor bangunan diperkirakan mengalami pertumbuhan sebesar 7,61% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan pada triwulan I-2008 namun mengalami perlambatan dibandingkan pertumbuhan triwulan IV Pertumbuhan pada sektor bangunan ini diperkirakan berasal dari beberapa proyek infrastruktur yang masih berjalan, seperti pemeliharaan jalan yang rusak terkena banjir serta beberapa proyek infrastruktur swasta seperti pemasangan kabel serat optik oleh beberapa provider telekomunikasi swasta yang marak dilakukan di beberapa wilayah di Semarang. Sektor listrik,gas dan air (LGA) diperkirakan mengalami pertumbuhan sebesar 3,06% (yoy). Angka pertumbuhan ini melambat apabila dibandingkan angka pertumbuhan triwulan I-2008 maupun pertumbuhan triwulan IV Sub sektor air bersih diperkirakan masih mengalami peningkatan sebesar 7,92% (yoy), sementara sub sektor listrik diperkirakan tumbuh melambat sebesar 2,44% (yoy). Prompt indicator dari pertumbuhan sub sektor air bersih terlihat dari indeks produksi air bersih dan penjualan listrik di wilayah Jawa Tengah yang menunjukkan peningkatan. (Grafik 1.21 dan 1.22) Indeks Produksi Air Bersih I I-07 IV-07 I I-08 IV-08 I-09 $ % & ' # # # # # # # #" Perkiraan Penjualan Listrik Sumber : BPS, diolah Grafik 1.20 Indeks Produksi Air Bersih Wilayah Jawa Tengah Sumber : BPS. diolah Grafik 1.21 Penyaluran Kredit Sektor LGA oleh Bank Umum di Jawa Tengah PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

41 B O KS RIN G KA S A N EKS EKU TIF PEN EL ITIA N DA M PA K PEN ERA PA N KEB IJA KA N 0 % KEL EB IH A N M U A TA N TERH A DA P PEREKO N O M IA N JA W A TEN G A H Sektor transportasi merupakan sektor vital dalam perekonomian kaitannya dengan arus distribusi barang. Gangguan di sektor transportasi akan berdampak pada kelancaran arus distribusi barang, yang ujungnya akan menyebabkan kenaikan hargaharga barang karena dorongan biaya (cost push inflation). Di sisi lain persoalan di sektor transportasi dengan segala kompleksitasnya adalah fenomena yang nampak dan telah menjadi bagian dari keseharian masyarakat. Jalan yang rusak, pelanggaran terhadap rambu-rambu lalu lintas oleh pengguna jalan, muatan barang yang melebihi batas dan persoalan-persoalan lainnya adalah wajah sehari-hari sektor transportasi kita. Belum lagi pungutan-pungutan tidak resmi jalan yang banyak dikeluhkan oleh sebagian kalangan, telah menjadi sebab ekonomi biaya tinggi (high-cost economy) yang ujungnya adalah inefisiensi ekonomi. Di sinilah arti pentingnya penelitian yang dilakukan oleh Bank Indonesia Semarang tentang Dampak Penerapan Kebijakan 0% kelebihan Muatan terhadap Perekonomian Jawa Tengah. Penelitian ini dilaksanakan secara berkolaborasi dengan Laboratorium Studi Kebijakan Ekonomi (LSKE) Fakultas Ekonomi UNDIP. 1. LATAR BELAKANG MASALAH Rencana penerapan kebijakan 0% kelebihan muatan di Jawa Tengah menimbulkan perdebatan di antara pelaku di sektor transportasi. Dari satu sisi kebijakan ini bertujuan untuk menata lalu lintas khususnya muatan barang dan aspek yang terkait dengannya sesuai dengan ketentuan yang mengaturnya. Namun di sisi lain kebijakan ini ditentang, karena muatan lebih selama ini telah menjadi bagian dalam berlalu lintas dengan mempertimbangkan aspek biaya. Oleh karena itu kebijakan 0% kelebihan muatan ditentang karena kekhawatiran dampak ekonomi yang ditimbulkannya, baik dampak biaya maupun kesejahteraan bagi kelompok rumah tangga. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai daerah otonom berkaitan dengan kewenangan di bidang pengendalian muatan angkutan barang di Jembatan Timbang, maka Pemerintah Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2001 menindaklanjuti dengan menerbitkan Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2001 tentang Tertib Pemanfaatan Jalan dan Pengendalian Kelebihan Muatan Angkutan Barang. Penerbitan Perda ini atas dasar pertimbangan bahwa pada saat itu pelanggatan kelebihan muatan tidak dapat dikendalikan secara terarah dan diindikasikan sebagai penyebab kerusakan jalan. PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

42 Dalam perjalanannya, pelaksanaan Perda No. 4/2001 tersebut tidak dapat berjalan dengan baik. Oleh karena itu, pada tahun 2006 Direktorat Jenderal Perhubungan Darat memfasilitasi untuk melakukan rapat teknis Pengendalian Kelebihan Muatan Angkutan Barang di Jalan pada tanggal 26 April 2006 di Bandung dan tanggal 19 Maret 2008 di Solo, yang diikuti oleh Dinas Perhubungan/LLAJ se Lampung, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Rapat teknis itu menghasilkan pentahapan pengendalian kelebihan muatan hingga 0%, dengan disertai sosialisasi dan evaluasi pelaksanaannya dalam setiap kurun waktu tertentu. Proses pelaksanaan pentahapan telah dilakukan mulai tanggal 1 Agustus-30 September 2008, berupa tahap penindakan pelanggatan >30% dengan penilangan, pembongkaran dan pengembalian ke tempat asal. Selanjutnya mulai 1 Oktober-31 Desember 2008 akan dilaksanakan penindakan pelanggaran >20%, dan mulai 1 Januari 2009 akan dilaksanakan penindakan >0% dengan toleransi deviasi kelebihan muatan maksimal 5%. Berdasarkan evaluasi terhadap hasil pentahapan yang telah dilaksanakan, muncullah beberapa hal yang mengemuka, antara lain: 1. Secara normatif, sesuai dengan amanat UU bahwa kelebihan muatan angkutan barang adalah melanggar UU No. 14 /1992 tentang LLAJ Pasal 7 ayat (2), dan PP No. 43/1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Pasal 11. Ketentuan tersebu bertujuan untuk melindungi pengguna jalan dari risiko kecelakaan, serta melindungi dan menjaga jalan agar umur efektif tercapai, sehingga pelanggaran kelebihan muatan harus dilakukan penindakan secara tegas. 2. Secara ekonomi dalam skala mikro, kelebihan muatan angkutan barang oleh pelaku bisnis angkutan barang dianggap sebagai suatu efisiensi dalam manajemen mata rantai distribusi barang (supply chain management), karena dapat menghemat biaya operasional kendaraan meski dengan konsekuensi mempercepat kerusakan kendaraan dan juga jalan raya. 3. Pelaksanaan kebijakan o% kelebihan muatan akan membawa dampak yang memungkinkan dapat merugikan banyak pihak, antara lain: a. Operator angkutan barang, karena peningkatan biaya operasional kendaraan. b. Pemerintah, karena terjadi peningkatan volume penggunaan BBM. c. Masyarakat, karena dapat menyebabkan peningkatan harga barang secara agregat sehingga memicu terjadinya inflasi, peningkatan volume lalu lintas angkutan barang di jalan, dan peningkatan waktu perjalanan karena peningkatan kepadatan lalu lintas. Berdasarkan sudut pandang tersebut, banyak pihak yang berpandangan mengenai faktor penyebab utama kerusakan jalan, apakah karena kelebihan muatan kendaraan angkutan barang, konstruksi jalan yang tidak sesuai dengan seharusnya, PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

43 ataukah desain jalan yang tidak memperhatikan drainase mengingat Indonesia merupakan daerah tropis yang memiliki tingkat kelembaban tanah tinggi. 2. TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan lata belakang masalah di atas, maka penelitian ini memiliku tujuan sebagai berikut: 1. Mengetahui dampak ekonomi dalam skala makro dan mikro, baik bagi pemerintah, operator angkutan barang, dan masyarakat luas, yang mungkin timbul apabila kebijakan 0% kelebihan muatan dilaksanakan mulai tanggal 1 Januari 2009; 2. Menghasilkan alternatif solusi yang dapat memberikan manfaat bagi pemerintah, operator angkutan barang, dan masyarakat luas. Namun demikian, mengingat kompleksitas persoalan di sektor transportasi maka persoalan penerapan kebijakan di sektor transportasi ini tidak menutup pula untuk ditinjau dari berbagai sudut tinjauan. Oleh karena itu, meskipun penelitian ini bertujuan untuk melihat dampak ekonomi, tetapi analisisnya tidak bisa dipisahkan dari aspek hukum, teknis maupun kelembagaan. 3. METODE PENELITIAN 3.1. Metode Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan data primer yang dikumpulkan secara langsung melalui wawancara dengan responden terpilih dan data sekunder yang diperoleh dari instansi terkait. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara secara langsung kepada responden terpilih. Responden terpilih dalam hal ini meliputi; pelaku usaha transportasi (sopir dan pengusaha), jembatan timbang, Dishubkominfo dan masyarakat umum (YLKI, LSM dan lainnya). Lokasi wawancara meliputi 5 Kabupaten/Kota, yaitu Kota Semarang, Kabupaten Semarang, Kabupaten Demak, Kabupaten Kendal dan Kabupaten Batang dengan jumlah sampel yang telah ditetapkan sebelumnya (quoted sampling). Sedangkan informasi dari pihak lain diperoleh dengan melakukan focus group discussion (FGD) Untuk menunjang data primer, data sekunder juga dikumpulkan dari instansi-instansi terkait, antra lain Dishubkominfo, Dinas Bina Marga, Dinas PSDA, Disperindag, dan Biro Perekonomian Provinsi Jawa Tengah. 3.2 Metode Analisis Hasil yang diperoleh dari wawancara kepada responden selanjutnya dilakukan Analisis Deskriptif dan Cluster Analysis. Tujuannya adalah untuk mendapatkan gambaran penyesuaian dan perubahan perilaku yang menonjol/bermakna dari setiap kelompok pelaku ekonomi seandainya kebijakan 0% kelebihan muatan diterapkan. PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

44 Cluster Analysis adalah salah satu teknik multivariate yang tujuan utamanya adalah untuk mengelompokkan objek berdasarkan karakteristik yang dimiliki. Dalam cluster analysis, data dikelompokkan dengan cara menempatkan observasi-observasi yang mirip ke dalam satu kelompok. Kemiripan (similarity) ini diukur dengan dasar jarak objek (distance). Ini berbeda dengan Principal Componen Anaysis yang mengukur kemiripan dengan dasar korelasi antar variabel. Selanjutnya dilakukan analisis dampak, yaitu dengan cara mengkombinaskan hasil dari analisis deskriptif dan cluster analysis dengan informasi lain yang diperoleh, baik melalui wawancara maupun data sekunder dari instansi maupun ahli, untuk mengidentifikasi dampak terhadap variabel ekonomi. 4. TEMUAN HASIL PENELITIAN Berdasarkan survey di lapangan dan kajian yang dilakukan, terdapat beberapa temuan penting yang diperoleh dari penelitian ini, yaitu antara lain: 1. Sebagian besar responden (76 persen) berkerja pada perusahaan (baik sebagai karyawan tetap maupun lainnya, seperti mitra dsb), sedangkan sisanya bekerja secara mandiri (24 persen). Kebanyakan dari kelompok mandiri ini adalah sopir truk kecil dengan JBI (Jumlah Berat yang Diizinkan) rata-rata kg. 2. Sopir yang bekerja pada perusahaan tunduk pada kebijakan perusahaan sehingga tidak akan melakukan penyesuaian secara independen ketika kebijakan ini dijalankan. Sementara itu, sopir yang bekerja mandiri akan melakukan penyesuaian antara lain dengan merubah frekuensi perjalanan. 3. Kecenderungan yang akan dilakukan pengusaha adalah menaikkan tarif, atau dengan tarif nominal yang sama tapi tarif riil naik (dengan harga sama mengangkut jumlah barang yang lebih sedikit). Artinya, ada kenaikan beban ongkos transportasi per satuan barang dibandingkan sebelumnya. Beban ini akan digeser oleh pengusaha ke konsumen dengan menaikkan harga barang. Dengan kata lain konsumen yang akan menanggung beban naiknya biaya. 4. Pengusaha kecil atau sopir mandiri cenderung tidak memiliki kekuatan untuk menggeser kenaikan beban ongkos kepada konsumen. Pada akhirnya, sopir mandiri ini yang akan menanggung dampak dari kebijakan ini. Meskipun jumlah sopir mandiri lebih sedikit dibandingkan sopir yang bekerja pada perusahaan, namun fakta bahwa mereka akan menanggung beban akibat kebijakan nol persen kelebihan muatan harus menjadi perhatian pemerintah. 5. Berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan ini, sebagian besar sopir dan pengusaha mengetahui rencana pelaksanaan kebijakan ini. Pada dasarnya sebagian besar sopir dan pengusaha menilai bahwa kebijakan ini baik untuk meningkatkan kelancaran berlalu lintas. Lebih dari itu, kebijakan ini dinilai akan mempermudah sopir untuk melakukan pekerjaannya dan memperlama umur kendaraan (mobil lebih awet). PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

45 6. Berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan nol persen kelebihan muatan, temuan focused group discussion dengan pengusaha dan sopir menunjukkan mereka cenderung pesimistik dengan efektivitas pelaksanaan kebijakan ini. 7. Pesimisme ini antara lain karena selama ini peraturan pemerintah tidak dijalankan dengan tegas. Hal ini bisa dilihat dari hasil survei dimana 43,69 persen responden menilai bahwa pembayaran retribusi di jembatan timbang bisa dinegosiasikan. Di samping itu 51,65 persen responden menilai bahwa mereka masih harus membayar pungutan lain di luar jembatan timbang untuk kelebihan muatan yang dibawa. 5. KESIMPULAN Dampak hilangnya pendapatan asli daerah dari retribusi izin dispensasi kelebihan muatan tidak menjadi faktor penting untuk dipertimbangkan. Ini karena bukan saja ketidaksesuaian retribusi izin dispensasi kelebihan muatan dengan prinsip retribusi perizinan sebagaimana diatur dalam PP No. 66/2001 tetapi lebih mendasar lagi adalah kesalahan filosofis dalam penetapan target retribusi izin dispensasi kelebihan muatan. Dampak ekonomi yaitu naiknya harga barang yang ditimbulkan dari kebijakan ini adalah harga yang harus dibayar. Pihak yang akan menanggung harga dari kebijakan ini pada akhirnya adalah rumah tangga konsumen. Oleh karena itu, penerapan kebijakan ini harus juga diikuti dengan kebijakan lain untuk untuk mengantisipasi dampak kenaikan harga. Misalnya; peningkatan infrastruktur jalan untuk meningkatkan kelancaran arus transportasi barang. Di samping itu, pungutan-pungutan tidak resmi di jalan harus dihilangkan untuk memangkas high-cost economy (ekonomi biaya tinggi). Berdasarkan tinjauan dari berbagai aspek, kesimpulan penelitian ini adalah bahwa kebijakan nol persen kelebihan muatan tidak ditolak oleh stakeholders karena kebijakan ini; menurut mereka akan menciptakan kondisi berlalu lintas yang lebih baik. Namun, efektifitas kebijakan ini dalam implementasinya tergantung kesiapan faktor faktor pendukungnya baik dari sisi hukum, teknis, maupun petugas pelaksananya. Sepanjang faktor-faktor tersebut belum dibenahi seperti yang ada saat ini, efektivitas kebijakan ini diragukan. Langkah-langkah yang telah dicanangkan dalam Road Map to Zero overloading yang diluncurkan oleh Menteri Perhubungan RI harus dituangkan dalam rencana strategis yang di dalamnya memuat indikator capaian dan time frame yang jelas dan terukur. Dalam implementasinya, sosialisasi dan koordinasi harus dilakukan melibatkan pihak-pihak terkait bukan saja instansi, tetapi juga stakeholders seperti asosiasi sopir dan organisasi angkutan darat serta asosiasi-asosiasi pengusaha lainnya sebagai pengguna jasa transportasi. SK.2752/AJ.402/DRJD/2006 tentang buku uji, tanda uji berkala, dan tanda samping kendaraan bermotor harus dijalankan dulu dengan memberikan smart card dengan bar code untuk kendaraan yang lolos uji. Oleh karena itu, penerapan sistem PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

46 informasi yang on-line di jembatan timbang menjadi sangat penting untuk aplikasi smartcard ini. Perda-perda kabupaten/kota yang mengatur tentang uji kendaraan bermotor perlu untuk direvisi menyesuaikan SK tersebut agar pelaksanaannya seragam. Begitu juga dengan perda-perda provinsi yang menjadi dasar pelaksanaan pengawasan dan pengendalian kelebihan muatan perlu diseragamkan, sehingga tidak ada perlakuan yang berbeda atas kelebihan muatan di setiap provinsi yang dilalui oleh kendaraan, dengan mengakomodasi ketentuan teknis yang diatur dalam surat edaran dirjen perhubungan darat No. SE.01.AJ.307.DRJD/2004 tentang pengawasan dan pengendalian muatan lebih. (Penelitian dilakukan oleh Kantor Bank Indonesia Semarang, bekerjasama dengan Laboratorium Studi Kebijakan Ekonomi (LSKE) Fakultas Ekonomi UNDIP Semarang, Oktober-Desember 2008) PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

47 Secara tahunan (yoy), tekanan terhadap harga-harga di Jawa Tengah pada triwulan I-2009 mengalami penurunan cukup signifikan dibandingkan dengan triwulan IV Inflasi tahunan pada triwulan laporan tercatat sebesar 6,94% (yoy), menurun dibandingkan dengan inflasi triwulan sebelumnya (9,55%). Sementara itu, apabila dihitung secara kuartalan (qtq), inflasi di Jawa Tengah pada triwulan I-2009 adalah sebesar 0,77% (qtq), sedikit naik dari triwulan sebelumnya sebesar 0,28%. Sumber tekanan inflasi secara tahunan pada triwulan laporan berasal dari kelompok perumahan, kelompok makanan jadi dan kelompok bahan makanan. Sementara itu, faktor yang mempengaruhi penurunan laju inflasi tahunan dalam triwulan ini adalah kelompok transpor yang mengalami penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK) cukup signifikan dan stabilnya IHK kelompok pendidikan dan kelompok kesehatan. Sementara itu, naiknya inflasi kuartalan di triwulan laporan disebabkan oleh kenaikan IHK kelompok bahan makanan, kelompok makanan jadi, kelompok sandang dan kelompok perumahan. Adapun kelompok barang dan jasa yang mengalami penurunan IHK secara kuartalan adalah kelompok transpor, kelompok pendidikan dan kelompok kesehatan. Penurunan IHK kelompok transpor terutama disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang menurunkan harga BBM pada bulan Desember 2008, yang diikuti oleh penurunan tarif angkutan umum dalam kota dan angkutan umum luar kota pada triwulan I Selain itu, penurunan harga minyak dunia juga ikut mendorong penurunan harga BBM nonsubsidi, seperti Pertamax dan Pertamax Plus pada triwulan laporan. Sementara itu, stabilnya harga-harga kelompok pendidikan dan kelompok kesehatan antara lain disebabkan oleh turunnya permintaan terhadap kedua kelompok barang dan jasa ini pada triwulan I Dalam triwulan ini, inflasi kuartalan (qtq) di Jawa Tengah tercatat relatif lebih tingi dari angka inflasi nasional (0,68%) setelah dalam triwulan sebelumnya tercatat lebih rendah dari angka inflasi kuartalan nasional. Namun, apabila dilihat inflasi secara tahunan (yoy), inflasi Jawa Tengah tercatat selalu lebih rendah dibandingkan angka inflasi nasional sejak Agustus PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

48 Sebagaimana terlihat dalam Grafik 2.1. yang menggambarkan perbandingan antara inflasi tahunan (yoy) di Jawa Tengah dan nasional, terlihat bahwa inflasi Jawa Tengah selalu cenderung lebih rendah dari inflasi nasional sejak bulan Agustus Perbedaan inflasi Jawa Tengah dengan nasional semakin melebar sejak diterapkannya Survei Biaya Hidup (SBH) 2007 oleh BPS, yaitu sejak bulan Juni Dari pola grafis tersebut, dapat dikatakan bahwa dengan SBH 2007, inflasi tahunan di Jawa Tengah relatif lebih rendah dan stabil dibandingkan nasional. Perkembangan inflasi tahunan Jawa Tengah dan nasional dapat dilihat dalam Grafik 2.1, sedangkan inflasi kuartalan dan tahunan Jawa Tengah dapat dilihat dalam Grafik Jateng Nasional Sumber: BPS, diolah GRAFIK 2.1. PERKEMBANGAN INFLASI TAHUNAN (YOY) JAWA TENGAH DAN NASIONAL qtq (%) yoy (%) qtq yoy Sumber: BPS, diolah GRAFIK 2.2. PERKEMBANGAN INFLASI JAWA TENGAH SECARA KUARTLAN (QTQ) DAN TAHUNAN (YOY) PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

49 2.1. Inflasi Berdasarkan Kelompok Inflasi berdasarkan kelompok barang secara kuartalan menunjukkan kecenderungan yang makin menurun, setelah mencapai puncaknya pada bulan Juli Kelompok bahan makanan, kelompok makanan jadi, kelompok sandang dan kelompok perumahan menjadi sumber utama inflasi kuartalan Jawa Tengah triwulan ini Inflasi Kuartalan (qtq) Kenaikan harga tertinggi pada triwulan ini terjadi pada kelompok sandang (3,34%), diikuti oleh kelompok kesehatan (1,90%), kelompok perumahan (1,83%) dan kelompok makanan jadi (1,80%). Meskipun inflasi kelompok kesehatan tercatat relatif tinggi (1,90%), namun angka tersebut mengalami penurunan dibandingkan triwulan IV-2008 yang tercatat sebesar 2,56%. Sementara itu, kelompok bahan makanan (1,73%) tercatat lebih rendah dari kenaikan IHK kelompok kesehatan, namun angka tersebut naik cukup signifikan dari triwulan sebelumnya sebesar 0,07% (lihat Tabel 2.1). Dilihat dari sumbangan inflasi, kelompok bahan makanan memberikan sumbangan inflasi sebesar 0,37%, sedangkan kelompok kesehatan sebesar 0,09%. Selanjutnya, pembahasan akan diuraikan berdasarkan kelompok barang dan jasa, sesuai dengan kriteria yang digunakan oleh BPS. a. Kelompok Bahan Makanan Kelompok bahan makanan mengalami perubahan IHK yang meningkat pada triwulan ini. Kenaikan IHK kelompok bahan makanan terutama disebabkan oleh kenaikan IHK subkelompok bumbu-bumbuan (5,25%) dan sayur-sayuran (4,81%). Komoditas yang dominan memberikan sumbangan inflasi dalam triwulan ini antara lain adalah bawang merah, telur ayam ras, daging sapi, cabe merah, jagung manis, wortel, labu siam dan kangkung. Sedangkan beberapa komoditas yang memberikan sumbangan deflasi antara lain adalah beras, bayam, daging ayam ras, minyak goreng, kentang, cabe rawit dan cabe hijau. Pasokan beras pada triwulan I-2009 tercatat mengalami kenaikan karena daerah pemasok masih pada periode panen. Berdasarkan data Perum Bulog Divisi Regional (Divre) Jawa Tengah, pengadaan stok pangan khususnya beras oleh Perum Bulog Divre Jateng mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan para petani masih panen raya di sebagian wilayah hingga bulan Maret, dan menjual sebagian hasil panen ke Bulog. Pengadaan gabah kering panen (GKP) yang dilakukan oleh Bulog Divre Jateng tercatat mencapai ,75 ton atau setara beras ,58 ton. Sedangkan total pengadaan beras sudah mencapai ,95 ton, dimana jumlah ini setara beras PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

50 ,53 ton atau gabah ,53 ton. Prognosa pengadaan beras oleh Bulog pada tahun 2009 adalah sekitar ton. Jumlah ini terdiri dari prognosa awal ton dan ditambah stok untuk 3 bulan sekitar ton. b. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau Pada kelompok makanan jadi, kenaikan IHK tertinggi terjadi pada subkelompok minuman yang tidak beralkohol (5,69%) serta tembakau dan minuman beralkohol (1,75%). Kenaikan ini lebih dipicu oleh tingginya kenaikan harga gula pasir dan rokok kretek. Terkait dengan harga gula pasir, selama triwulan I-2009 tercatat mengalami kenaikan sekitar 24% dari Rp6.000,00 per kg pada Januari 2009 menjadi sekitar Rp7.400,00 per kg pada Maret Berdasarkan Rapat Tim Pemantauan dan Pengendalian Harga (TPPH) Provinsi Jawa Tengah pada bulan Maret 2009, kenaikan harga tersebut disebabkan oleh beberapa hal sbb.: a. Kenaikan harga gula di tingkat internasional sekitar 13-14%, yaitu pada bulan Maret 2009 tercatat sekitar Rp9.200/kg di tingkat produsen, sedangkan di tingkat konsumen sekitar Rp11.000/kg. b. Di Jawa Tengah saat ini belum memasuki masa giling tebu sehingga produksi berkurang. c. Kenaikan harga gula pasir yang terjadi saat ini adalah siklus tahunan, di mana pada tahun 2006 juga terjadi kenaikan harga serupa. c. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Inflasi kelompok perumahan terutama disebabkan oleh kenakan IHK subkelompok penyelenggaraan rumah tangga (3,07%) dan biaya tempat tinggal (1,94%). Hal itu terutama disebabkan oleh kenaikan upah pembantu rumah tangga, biaya kontrak rumah dan sewa rumah. Sementara itu, harga gas elpiji mengalami penurunan seiring dengan penurunan harga internasional. d. Kelompok Sandang Kenaikan IHK kuartalan yang tertinggi pada triwulan ini terjadi di kelompok sandang, terutama disebabkan oleh kenaikan IHK subkelompok barang pribadi dan sandang lainnya sebesar 13,59%. Komoditas dalam kelompok ini yang dominan memberikan sumbangan inflasi adalah emas perhiasan, meskipun sudah mengalami trend penurunan sejak awal Maret e. Kelompok Kesehatan Inflasi kelompok kesehatan terutama terjadi pada subkelompok jasa kesehatan yang mengalami kenaikan harga rata-rata sebesar 3,38%. Komoditas yang dominan memberikan sumbangan inflasi dalam kelompok ini adalah tarif rumah sakit (di Purwokerto), dan obat dengan resep. PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

51 f. Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Kelompok pendidikan menjadi kelompok barang dan jasa yang paling stabil pergerakan harganya dalam triwulan ini, terlihat dari inflasi kuartalan yang menurun dari 0,84% pada triwulan IV-2008 menjadi 0,12% pada triwulan ini. Tiga dari lima subkelompok barang dan jasa tidak mengalami perubahan IHK atau stabil, yaitu subkelompok jasa pendidikan, kursus/pelatihan, dan olahraga. Sedangkan dua kelompok lainnya mengalami perubahan yang relatif kecil, yaitu subkelompok rekreasi (0,50%) dan subkelompok perlengkapan/peralatan pendidikan (0,14%). salah terutama terjadi pada subkelompok jasa kesehatan yang mengalami kenaikan harga rata-rata sebesar 3,38%. Komoditas yang dominan memberikan sumbangan inflasi dalam kelompok ini adalah tarif rumah sakit (di Purwokerto), dan obat dengan resep. g. Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan Kelompok transpor menjadi satu-satunya kelompok barang dan jasa yang mengalami mengalami penurunan IHK kuartalan pada triwulan I Penurunan IHK kuartalan atau deflasi tersebut telah terjadi sejak Desember Komoditas yang dominan yang memberikan sumbangan deflasi dalam kelompok transpor adalah bensin, tarif angkutan dalam kota, tarif angkutan antar kota. Penurunan tarif angkutan antar kota dituangkan dalam Peraturan Gubernur No.1/2009, yang menetapkan tarif batas atas sebesar Rp143,00/penumpang/km dan tarif batas bawah Rp88,00/penumpang/km. Penurunan tarif tersebut berkisar antara 2%-12%, dengan penurunan paling banyak adalah tarif bus besar (AKAP). Penurunan tersebut diikuti juga oleh angkutan dalam kota, yaitu dengan penurunan rata-rata sekitar 7%, atau turun dari Rp115,00/penumpang/km menjadi Rp107,00/penumpang/km. TABEL 2.1 INFLASI JAWA TENGAH KUARTALAN BERDASARKAN KELOMPOK BARANG DAN JASA (PERSEN; QTQ) NO KELOMPOK Mar-08 Jun-08 Sep-08 Dec-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09 UMUM 3,68 3,91 2,89 0,28-0,43-0,14 0,77 1 BAHAN MAKANAN 6,60 2,53 3,24 0,07-1,06 1,29 1,73 2 MAKANAN JADI 5,22 1,61 4,63 0,92 0,95 1,63 1,80 3 PERUMAHAN 3,01 4,76 3,32 1,77 1,85 1,58 1,83 4 SANDANG 3,31 0,12 1,71 1,76 1,96 3,55 3,34 5 KESEHATAN 2,57 1,54 0,81 2,56 1,73 0,39 1,90 6 PENDIDIKAN 0,05 1,30 2,66 0,84 0,45 0,19 0,12 7 TRANSPOR 0,33 10,42 0,65-3,92-6,54-8,52-4,56 Sumber : BPS, diolah Keterangan : angka inflasi per kelompok adalah hasil olahan KBI Semarang berdasarkan data IHK yang diperoleh dari BPS PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

52 TABEL 2.2. SUBKELOMPOK BARANG DAN JASA DENGAN KENAIKAN HARGA KUARTALAN (QTQ) TERTINGGI NO KELOMPOK Dec-07 Mar-08 Dec-08 Mar-09 UMUM / TOTAL 1,66 3,68 0,28 0,77 1 BAHAN MAKANAN 3,43 6,60 0,07 1,73 BUMBU-BUMBUAN 21,38 4,55 7,37 5,25 SAYUR-SAYURAN 1,86 8,07 7,98 4,81 2 MAKANAN JADI,MINUMAN,ROKOK & TEMBAKAU 1,16 5,22 0,92 1,80 MINUMAN YANG TIDAK BERALKOHOL 0,13 1,12 0,24 5,69 TEMBAKAU DAN MINUMAN BERALKOHOL 0,98 3,29 2,41 1,75 3 PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BHN BAKAR 1,15 3,01 1,77 1,83 PENYELENGGARAAN RUMAHTANGGA 0,91 3,56 0,34 3,07 BIAYA TEMPAT TINGGAL 1,87 4,10 1,94 1,94 4 SANDANG 3,40 3,31 1,76 3,34 BARANG PRIBADI DAN SANDANG LAINNYA 9,20 11,57 7,34 13,59 SANDANG LAKI-LAKI 2,58 1,19 0,36 1,02 5 KESEHATAN 1,09 2,57 2,56 1,90 JASA KESEHATAN 0,22 1,32 5,86 3,38 OBAT-OBATAN 0,41 10,18 1,06 1,77 6 PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAHRAGA 0,37 0,05 0,84 0,12 REKREASI 0,67 0,10 1,35 0,50 PERLENGKAPAN / PERALATAN PENDIDIKAN 0,01 0,23 1,39 0,14 7 TRANSPOR, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN 0,37 0,33-3,92-4,56 SARANA DAN PENUNJANG TRANSPOR 0,09 0,70 0,14 0,10 JASA KEUANGAN 0,00 9,01 0,11 0,00 Sumber : BPS, diolah Keterangan : angka inflasi per kelompok adalah hasil olahan KBI Semarang berdasarkan data IHK yang diperoleh dari BPS Sementara itu, perkembangan harga beberapa komoditas di pasar tradisional dan pasar modern yang menjadi tempat Survei Pemantauan Harga (SPH) yang dilakukan oleh KBI Semarang pada bulan Januari-Maret 2009 secara umum relatif stabil dengan kecenderungan sedikit meningkat. Berdasarkan SPH pada minggu terakhir bulan Maret 2009, peningkatan harga tertinggi dialami oleh oleh komoditas bawang merah (32,22%), diikuti oleh bayam (10,94%), gula pasir (9,00%), dan emas perhiasan (6,02%). Sementara itu, beberapa komoditas yang mengalami penurunan harga adalah cabe merah (-10,71%), kentang (-7,14%) daging ayam ras (-0,65%), dan minyak goreng (-0,22%). Secara umum, berbagai komoditas penting yang terpantau dalam SPH KBI Semarang menunjukkan perkembangan harga cukup stabil, yaitu seperti komoditas beras, daging ayam, daging sapi, telur ayam, minyak goreng dan sayur-sayuran. Hal itu menunjukkan bahwa laju inflasi triwulan ini relatif stabil. Perkembangan harga beberapa komoditas hasil SPH KBI Semarang dapat dilihat dalam Grafik 2.3. PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

53 Rp/Kg Daging dan Telur Ayam Ras Rp/Ltr Minyak Goreng I I I IV VI I I IV VI I I I I I I IV VI I I I IV VI I I IV VI I I I IV Daging Ayam Ras Telur Ayam Ras I I I IV Jul Agt Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar I I I IV VI I I IV VI I I I I I I IV VI I I I IV VI I I IV VI I I I IV I I I IV Jul Agt Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Rp/Kg Beras Rp/Kg Bawang Merah I I I IV VI I I IV VI I I I I I I IV VI I I I IV VI I I IV VI I I I IV I I I IV Jul Agt Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar I I I IV VI I I IV VI I I I I I I IV VI I I I IV VI I I IV VI I I I IV I I I Jul Agt Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Rp/Kg Cabe Merah Rp/Kg Gula Pasir I I I IV VI I I IV VI I I I I I I IV VI I I I IV VI I I IV VI I I I IV I I I IV Jul Agt Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar I I I IV VI I I IV VI I I I I I I IV VI I I I IV VI I I IV VI I I I IV I I I IV J ul Agt S ep Okt Nop Des J an F eb Mar Apr Mei J un J ul Agt S ep Okt Nov Des J an F eb Mar Sumber : data mingguan SPH KBI Semarang, diolah GRAFIK 2.3. GRAFIK BEBERAPA KOMODITAS HASIL SPH KBI SEMARANG Berdasarkan informasi dari SPH KBI Semarang tersebut, dapat diperoleh informasi terkait dengan kondisi harga beberapa komoditas penting pada triwulan I yang dapat dilihat dalam Tabel 2.3. PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

54 TABEL 2.3. KONDISI HARGA BEBERAPA KOMODITAS PENTING Komoditi Kondisi Harga Faktor Penyebab Keterangan Beras Relatif Stabil - Stok beras cukup - Pasokan beras ke pusat perdagangan beras Pasar Dargo Semarang hingga sekarang masih lancar - Stok beras di gudanggudang Bulog se Jateng mampu memenuhi kebutuhan hingga 6 bulan ke depan Daging sapi, daging ayam & telur ayam Cukup Stabil - Permintaan cenderung stabil Minyak goreng Cukup Stabil - Stok memadai, permintaan relatif stabil Bawang merah Cenderung - Pasokan kurang meningkat memadai Gula pasir Cenderung - Pengaruh harga meningkat internasional Emas perhiasan Mulai menurun setelah meningkat tajam pada bulan sebelumnya - Pengaruh harga internasional - Stok mencukupi Transaksi emas cukup bergairah Inflasi Tahunan (yoy) Secara tahunan, inflasi Jawa Tengah pada triwulan I-2009 tercatat sebesar 6,94% (yoy), atau mengalami penurunan dari triwulan sebelumnya sebesar 9,55% (yoy). Tekanan harga tertinggi terjadi pada kelompok perumahan (12,17%), diikuti oleh kelompok makanan jadi (9,22%), dan kelompok bahan makanan (7,76%). Sementara itu, laju inflasi terendah terjadi pada kelompok transpor (1,92%), diikuti oleh kelompok pendidikan sebesar 4,99% (lihat Tabel 2.4.). Selanjutnya, pembahasan akan dijelaskan berdasarkan kelompok barang dan jasa yang digunakan oleh BPS dalam menghitung inflasi. a. Kelompok Bahan Makanan Kenaikan IHK pada kelompok bahan makanan sebesar 7,76% bersumber dari tingginya kenaikan IHK di subkelompok daging dan hasil-hasilnya (25,38%), serta subkelompok ikan segar sebesar 23,54% (lihat Tabel 2.5). Kenaikan IHK pada subkelompok daging dan hasil-hasilnya disebabkan oleh kenaikan harga daging sapi, yang dipengaruhi oleh kenaikan harga pakan ternak. Sementara itu, kenaikan IHK PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

55 subkelompok ikan segar dipengaruhi oleh turunnya pasokan ikan, karena tingginya curah hujan pada triwulan I-2009 sehingga frekuensi nelayan dalam melaut berkurang. b. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau Kenaikan harga pada kelompok makanan jadi bersumber dari kenaikan harga pada subkelompok tembakau dan minuman beralkohol (16,78%), serta subkelompok minuman tidak beralkohol (7,40%). Kenaikan pada kelompok barang ini disebabkan oleh kenaikan biaya produksi yang ditanggung oleh produsen yang kemudian dibebankan pada harga jual ke konsumen. Tingginya permintaan terhadap kedua subkelompok tembakau dan minuman beralkohol terutama dipicu oleh naiknya harga rokor kretek dan rokok kretek filter, setelah adanya kenaikan tarif cukai rokok sebesar rata-rata 7% per 1 Februari Kenaikan tarif cukai tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan No.203/PMK.011/2008 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau tertanggal 9 Desember 2008 yang berlaku mulai tanggal 1 Februari c. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Kenaikan IHK pada kelompok perumahan bersumber dari kenaikan harga bahan bakar dan biaya tempat tinggal. Kenaikan harga bahan bakar antara lain dipengaruhi oleh telah dilakukannya program konversi minyak tanah ke gas elpiji, sehingga harga minyak tanah yang berlaku adalah harga non subsidi dan di sisi lain permintaan terhadap gas elpiji semakin meningkat. Adapun kenaikan biaya tempat tinggal disebabkan oleh naiknya biaya sewa rumah, kontrak rumah, dan tukang bukan mandor. d. Kelompok Sandang Kenaikan IHK pada kelompok sandang terutama bersumber dari kenaikan harga di subkelompok barang pribadi dan sandang lainnya (16,96%), serta sandang laki-laki sebesar 5,64% (lihat Tabel 2.5). Kenaikan harga barang pribadi dan sandang lainna terutama disebabkan oleh kenaikan harga emas perhiasan pada periode bulan Januari-Februari, sedangkan mulai awal bulan Maret sudah mulai cenderung turun sejalan dengan perkembangan harga emas internasional. Sementara kenaikan harga sandang laki-laki disebabkan oleh kenaikan harga baju kaos, celana panjang dan sepatu. e. Kelompok Kesehatan Kenaikan IHK pada kelompok kesehatan disebabkan oleh kenaikan harga di subkelompok jasa kesehatan (9,22%) dan subkelompok perawatan jasmani dan PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

56 kosmetika (6,19%). Kenaikan IHK subkelompok jasa kesehatan terutama dipengaruhi oleh naiknya IHK subkelompok jasa kesehatan di Purwokerto (42,01%) karena naiknya tarif rumah sakit dan jasa dokter. Sementara kenaikan IHK subkelompok perawatan jasmani dan kosmetika disebabkan oleh kenaikan harga pembersih/penyegar dan shampoo. f. Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Kenaikan IHK kelompok pendidikan terutama bersumber dari kenaikan harga komoditas dalam subkelompok perlengkapan/peralatan pendidikan (36,04%) dan subkelompok rekreasi (9,48%). Kenaikan harga pada subkelompok perlengkapan/peralatan pendidikan disebabkan oleh naiknya harga komoditas personal computer dan buku tulis. Adapun kenaikan subkelompok rekreasi dipengaruhi oleh kenaikan harga televisi berwarna. g. Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan IHK kelompok transpor pada triwulan ini tercatat naik 1,92% (yoy), menurun signifikan dari triwulan sebelumnya sebesar 7,14%. Kenaikan harga kelompok transpor terutama dipengaruhi oleh kenaikan IHK dalam subkelompok jasa keuangan (6,69%) dan subkelompok transpor (3,75%). Kenaikan harga subkelompok jasa keuangan terutama disebabkan oleh naiknya biaya asuransi. Sementara, kenaikan IHK subkelompok transpor disebabkan oleh naiknya bahan pelumas/oli dan bensin non subsidi. Adapun bensin bersubsidi serta tarif angkutan umum (antar kota dan dalam kota) cenderung turun, sehingga mampu mengeram kenaikan IHK subkelompok transpor dalam level yang relatif rendah. TABEL 2.4. INFLASI JAWA TENGAH TAHUNAN BERDASARKAN KELOMPOK BARANG DAN JASA (PERSEN; YOY) NO KELOMPOK Mar-08 Jun-08 Sep-08 Dec-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09 UMUM / TOTAL 7,95 9,01 10,21 9,55 8,20 7,63 6,94 1 BAHAN MAKANAN 13,36 17,33 16,71 12,91 9,89 9,43 7,76 2 MAKANAN JADI 10,69 9,74 13,17 12,90 11,36 9,46 9,22 3 PERUMAHAN 5,34 9,73 12,77 13,46 13,20 12,92 12,17 4 SANDANG 9,69 9,13 8,78 7,06 6,55 7,58 7,08 5 KESEHATAN 5,50 6,40 6,13 7,68 7,55 7,23 6,97 6 PENDIDIKAN 7,31 8,54 4,44 4,93 5,00 4,97 4,99 7 TRANSPOR 1,18 11,20 11,92 7,14 4,32 1,85 1,92 Sumber : BPS, diolah Keterangan : angka inflasi per kelompok adalah hasil olahan KBI Semarang berdasarkan data IHK yang diperoleh dari BPS PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

57 TABEL 2.5. SUBKELOMPOK BARANG DAN JASA DENGAN KENAIKAN HARGA TAHUNAN (YOY) TERTINGGI NO KELOMPOK Dec-07 Mar-08 Dec-08 Mar-09 UMUM / TOTAL 6,24 7,95 9,55 6,94 1 BAHAN MAKANAN 9,87 13,36 12,91 7,76 DAGING-DAN HASIL-HASILNYA 11,18 17,03 27,10 25,38 IKAN SEGAR 4,09 7,79 21,43 23,54 2 MAKANAN JADI,MINUMAN,ROKOK & TEMBAKAU 7,93 10,69 12,90 9,22 TEMBAKAU DAN MINUMAN BERALKOHOL 13,22 11,75 18,55 16,78 MINUMAN YANG TIDAK BERALKOHOL 1,16 0,90 2,76 7,40 3 PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BHN BAKAR 4,72 5,34 13,46 12,17 BAHAN BAKAR, PENERANGAN DAN AIR 0,38 1,51 18,62 18,22 BIAYA TEMPAT TINGGAL 7,15 7,52 13,03 10,69 4 SANDANG 7,11 9,69 7,06 7,08 BARANG PRIBADI DAN SANDANG LAINNYA 18,36 28,28 14,88 16,96 SANDANG LAKI-LAKI 5,10 6,02 5,82 5,64 5 KESEHATAN 3,30 5,50 7,68 6,97 JASA KESEHATAN 0,95 2,23 7,05 9,22 PERAWATAN JASMANI DAN KOSMETIKA 5,05 5,99 7,00 6,19 6 PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAHRAGA 7,42 7,31 4,93 4,99 PERLENGKAPAN / PERALATAN PENDIDIKAN 6,14 4,97 36,17 36,04 REKREASI 0,56 0,56 9,04 9,48 7 TRANSPOR, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN 1,13 1,18 7,14 1,92 JASA KEUANGAN 0,14 9,01 16,30 6,69 TRANSPOR 1,40 1,35 11,55 3,75 Sumber : BPS, diolah Keterangan : angka inflasi per kelompok adalah hasil olahan KBI Semarang berdasarkan data IHK yang diperoleh dari BPS Apabila dilihat komoditas penyebab inflasi setiap bulannya, BPS mencatat beberapa komoditas yang menjadi pemicu utama inflasi triwulan ini. Beberapa komoditas yang tercatat sebagai pemicu inflasi dalam kelompok bahan makanan antara lain adalah daging sapi, cabe merah, bawang merah, sawi hijau, bayam, wortel, udang basah dan bandeng. Dalam kelompok makanan jadi, komoditas yang menjadi pemicu utama inflasi tiriwulan ini di antaranya gula pasir, rokok kretek, rokok kretek filter, soto dan ayam goreng. Sementara itu, komoditas yang menyumbang inflasi dalam kelompok perumahan antara lain bahan bakar rumah tangga, tukang bukan mandor, kontrak rumah, sewa rumah dan upah pembantu rumah tangga. Komoditas yang menyumbang inflasi kelompok kesehatan adalah tarif rumah sakit, oba dengan resep dan pembersih/penyegar. Beberapa komoditas penyebab inflasi Jawa Tengah pada triwulan I-2009 secara lebih lengkap dapat dilihat dalam Tabel 2.6. PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

58 TABEL 2.6. BEBERAPA KOMODITAS PENYEBAB INFLASI TIAP BULAN PADA TRIWULAN I-2009 No Januari Februari Maret 1. Kelompok Bahan Makanan Bayam Tomat sayur Nangka muda Jagung muda Cabe rawit Cabe hijau Daun bawang Tempe Kelapa Daging ayam ras Mujair Daging sapi Udang basah Anggur Beras Bandeng Udang basah Cumi-cumi Bandeng presto Jagung muda Buncis Daun bawang Terong panjang Bawang merah Kacang panjang Kangkung Bayam Tauge/kecambah Labu siam Tomat sayur Nangka muda Cabe rawit Minyak goreng 2. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan tembakau Rokok kretek Gula pasir Ayam goreng Rokok kretek Rokok kretek filter Gula pasir Bubur kacang hijau Martabak Gudeg 3. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar Bahan bakar rumah tangga Bahan bakar rumah tangga Kompor Kontrak rumah Kontrak rumah Tarif air minum Tukang bukan mandor Tukang bukan mandor Bawang merah Telur ayam ras Labu siam Kangkung Nangka muda Pisang Daging sapi Cabe merah Jagung manis Semangka Bandeng presto Tongkol Udang basah Wortel Buncis Petai Gula pasir Rokok kretek Soto Upah pembantu RT Kontrak rumah Sewa rumah Pembasmi nyamuk cair 4. Kelompok Sandang Emas perhiasan Emas perhiasan Emas perhiasan 5. Kelompok Kesehatan Obat sakit kepala Obat gosok Pelembab Sikat gigi Tarif rumah sakit Obat dengan resep Pembersih/penyegar 6. Kelompok Pendidikan, Rekreasi & Olahraga Televisi berwarna 7. Kelompok Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan Mobil Sepeda motor Sumber : BPS, diolah PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

59 Namun demikian, BPS juga mencatat beberapa komoditas yang mengalami penurunan harga atau memberikan andil deflasi pada triwulan ini, antara lain minyak goreng, cabe rawit, daging ayam ras, beras, bensin, tarif angkutan dalam kota, tarif angkutan luar kota dan gas elpiji. Beberapa komoditas yang memberikan andil penurunan harga (deflasi) Jawa Tengah pada triwulan I-2009 secara lebih lengkap dapat dilihat dalam Tabel 2.7. TABEL 2.7. BEBERAPA KOMODITAS YANG MENGALAMI PENURUNAN IHK (DEFLASI) PADA TRIWULAN I-2009 Januari Februari Maret Cabe merah Sawi hijau Kacang panjang Buncis Bawang merah Kangkung Kentang Kol putih/kubis Telur ayam ras Bandeng Minyak goreng Daging ayam ras Telur ayam ras Kentang Bawang putih Cabe merah Cabe hijau Wortel Jeruk Bensin Angkutan dalam kota Angkutan antar kota Beras Bayam Daging ayam ras Bandeng Minyak goreng Kentang Jeruk Cabe rawit Cabe hijau Gula merah Gas elpiji Daging kambing Pepaya Bensin Sumber : BPS, diolah Perkembangan harga beberapa komoditas tersebut sesuai dengan hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) yang dilakukan KBI Semarang setiap minggu di beberapa pasar tradisional dan pasar modern di kota Semarang. SPH KBI Semarang menempatkan komoditas emas perhiasan sebagai komoditas dengan kenaikan harga paling tinggi secara tahunan (yoy), yaitu sebesar 41,08%. Beberapa komoditas lain yang mencatat kenaikan harga cukup tinggi adalah daging sapi (37,10%), bawang merah (25,90%), ayam goreng (21,23%), bayam (20,14%) dan cabe merah (19,77%). Sementara itu, komoditas yang mengalami penurunan harga secara tahunan (yoy) terbesar adalah beras (-14,18%), diikuti oleh kentang (-6,66%) dan telur ayam ras (-1,72%). Perkembangan harga beberapa komoditas strategis hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) yang dilakukan KBI Semarang setiap minggu di beberapa pasar tradisional dan pasar modern di kota Semarang dapat dilihat pada Grafik 2.4. PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

60 Rp/Kg Daging Sapi Rp/Gr Emas Perhiasan I I I IV VI I I IV VI I I I I I I IV VI I I I IV VI I I IV VI I I I IV I I I IV Jul Agt Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar I I I IV VI I I IV VI I I I I I I IV VI I I I IV VI I I IV VI I I I IV I I I IV Jul Agt Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Rp/Kg Kentang Rp/Kg Sawi Hijau I I I IV VI I I IV VI I I I I I I IV VI I I I IV VI I I IV VI I I I IV I I I IV Jul Agt Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar I I I IV VI I I IV VI I I I I I I IV VI I I I IV VI I I IV VI I I I IV I I I IV Jul Agt Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Rp/Kg Ayam Goreng Rp/Kg Tempe I I I IV VI I I IV VI I I I I I I IV VI I I I IV VI I I IV VI I I I IV I I I IV Jul Agt Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar I I I IV VI I I IV VI I I I I I I IV VI I I I IV VI I I IV VI I I I IV I I I IV Jul Agt Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar GRAFIK 2.4 PERKEMBANGAN HARGA BEBERAPA KOMODITAS STRATEGIS HASIL SURVEI PEMANTAUAN HARGA (SPH) MINGGUAN DI KOTA SEMARANG Berdasarkan Survei Konsumen, sebagian besar responden memperkirakan dalam triwulan ini akan terjadi inflasi tahunan yang sedikit menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Menurut responden, kenaikan harga akan diperkirakan akan terjadi pada kelompok perumahan, listrik, gas, dan bahan bakar; kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan; serta kelompok pendidikan, rekreasi, dan olah raga. Adapun ekspektasi terhadap kemungkinan harga cenderung stabil atau menurun terjadi pada kelompok sandang, kelompok kesehatan, dan kelompok bahan PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

61 makanan. Perkembangan ekspektasi inflasi hasil Survei Konsumen dibandingkan dengan inflasi tahunan Jawa Tengah aktual setiap bulan dapat dilihat pada grafik 2.5. Inflas i Aktual (%) E ks pektas i Inflas i Sumber: KBI Semarang dan BPS Keterangan: indeks = (%turun - % naik) E ks pektas i Inflas i (indeks ) Inflas i Aktual (yoy, %) GRAFIK 2.5 PERKEMBANGAN EKSPEKTASI INFLASI HASIL SURVEI KONSUMEN DAN INFLASI TAHUNAN AKTUAL DI JAWA TENGAH 2.2. Inflasi Empat Kota di Jawa Tengah Laju inflasi tahunan (yoy) di 4 kota di Jawa Tengah pada triwulan ini mengalami kecenderungan penurunan di semua kota, sedangkan inflasi kuartalan (qtq) cenderung meningkat. Analisis mengenai inflasi 4 kota tersebut akan diuraikan di bawah ini Inflasi Kuartalan (qtq) Berdasarkan penghitungan BPS, laju inflasi kuartalan (qtq) empat kota di Jawa Tengah yaitu di kota Semarang, Surakarta, Purwokerto, dan Tegal pada triwulan I masing-masing sebesar 0,72%, 0,78%, 0,78% dan 1,05%. Dari Grafik 2.6. terlihat bahwa kota Surakarta cenderung memiliki laju inflasi kuartalan yang paling rendah, sedangkan kota Purwokerto dan kota Tegal dengan laju inflasi kuartalan cenderung tinggi. Kondisi ini tentunya memerlukan penanganan yang berbeda terhadap komoditas-komoditas yang menjadi penyumbang inflasi cukup dominan di setiap kota. Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, BPS mencatat bahwa laju inflasi kuartalan di empat kota tersebut mengalami peningkatan laju inflasi, kecuali di kota PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

62 Purwokerto yang menurun. Perkembangan inflasi kuartalan empat kota di Jawa Tengah setiap triwulan dapat dilihat pada grafik P urwokerto S emarang Tegal S olo Sumber: BPS, diolah GRAFIK 2.6. PERKEMBANGAN INFLASI KUARTALAN EMPAT KOTA DI JAWA TENGAH Berdasarkan kelompok barang dan jasa, BPS mencatat bahwa di kota Semarang, laju inflasi kuartalan pada triwulan I-2009 terutama dipicu oleh kelompok sandang yang mengalami kenaikan IHK sebesar 4,02% (qtq), diikuti oleh kelompok perumahan dan kelompok makanan jadi masing-masing sebesar 2,32% dan 1,76%. Komoditas kelompok sandang yang memberikan sumbangan inflasi cukup nyata adalah yang termasuk dalam subkelompok barang pribadi dan sandang lainnya yang mengalami peningkatan IHK sebesar 17,23% (qtq). Komoditas dalam kelompok perumahan yang mengalami kenaikan harga cukup signifikan terutama yang termasuk dalam subkelompok penyelenggaraan rumah tangga dan subkelompok biaya tempat tinggal, yang masing-masing naik sebesar 5,12% (qtq) dan 2,86%. Adapun kenaikan harga dalam kelompok makanan jadi terutama disumbang oleh komoditas dalam subkelompok minuman tidak beralkohol (4,14%). Sementara itu, laju inflasi kuartalan di Surakarta terutama dipicu oleh kelompok bahan makanan yang mengalami kenaikan IHK sebesar 3,35% (qtq), diikuti oleh kelompok perumahan (1,67%) dan kelompok makanan jadi (1,65%). Kenaikan IHK kelompok bahan makanan dipicu oleh kenaikan harga subkelompok lemak dan minyak (9,91%), serta subkelompok sayur-sayuran (9,97%) dan subkelompok daging dan hasil-haislnya (7,39%). Adapun komoditas dalam kelompok perumahan yang memberikan sumbangan inflasi cukup besar adalah komoditas yang termasuk dalam PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

63 subkelompok bahan bakar, penerangan dan air yang naik 3,85%. Sedangkan kenaikan IHK kelompok makanan jadi dipicu oleh kenaikan IHK subkelompok minuman tidak beralkohol sebesar 6,06%. Di Purwokerto, laju inflasi kuartalan pada triwulan I-2008 terutama dipicu oleh kelompok makanan jadi dan kelompok sandang yang masing-masing mengalami kenaikan IHK sebesar 2,62% dan 2,61%. Kenaikan IHK kelompok makanan jadi terutama dipicu oleh subkelompok barang pribadi dan sandang lainnya yang naik sebesar 7,30%. Sementara kenaikan harga kelompok sandang terutama disumbang oleh kenaikan harga subkelompok minuman tidak beralkohol, yang mengalami peningkatan IHK sebesar 12,49%. Di Tegal, laju inflasi kuartalan pada triwulan I-2009 terutama dipicu oleh kelompok kesehatan yang mengalami kenaikan IHK sebesar 14,60% (qtq), diikuti oleh kelompok sandang yang naik 5,88%. Komoditas kelompok kesehatan yang memberikan sumbangan inflasi cukup nyata antara lain yang termasuk dalam subkelompok jasa kesehatan yang mengalami peningkatan IHK sebesar 42,01%. Kenaikan IHK yang sangat tinggi tersebut terutama dipicu oleh kenaikan tarif rumah sakit dan jasa dokter. Sementara itu, kenaikan IHK kelompok sandang terutama dipicu oleh kenaikan harga barang pribadi dan sandang lainnya sebesar 24,02%. Perkembangan inflasi kuartalan empat kota di Jawa Tengah berdasarkan kelompok barang dan jasa dapat dilihat pada Tabel 2.8. PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

64 TABEL 2.8. INFLASI KUARTALAN EMPAT KOTA DI JAWA TENGAH BERDASARKAN KELOMPOK BARANG DAN JASA (PERSEN; QTQ) No KELOMPOK Mar-08 Jun-08 Sep-08 Dec-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09 SEMARANG UMUM / TOTAL 4,18 4,10 2,83 0,18-0,44-0,37 0,72 1 BAHAN MAKANAN 6,78 1,89 4,25 0,36-0,79 0,83 1,34 2 MAKANAN JADI 6,65 1,93 3,94 0,98 0,91 1,67 1,76 3 PERUMAHAN 3,76 5,72 2,19 1,33 1,58 1,61 2,32 4 SANDANG 3,92 0,37 2,71 1,64 1,82 3,58 4,02 5 KESEHATAN 3,73 1,28 0,71 2,64 2,59 0,27 0,79 6 PENDIDIKAN 0,01 1,81 3,58 0,60 0,51 0,24 0,15 7 TRANSPOR 0,16 9,91 1,02-4,07-6,60-9,02-4,82 SURAKARTA UMUM / TOTAL 2,74 3,70 1,74 0,13-0,70-0,16 0,78 1 BAHAN MAKANAN 5,57 2,35 2,06-0,85-1,75 2,31 3,35 2 MAKANAN JADI 2,64 0,39 0,94 0,29 0,32 1,18 1,65 3 PERUMAHAN 2,11 3,58 3,98 3,34 0,99 1,09 0,76 4 SANDANG 1,76-0,06 0,81 0,93 0,47 0,49 0,67 5 KESEHATAN 1,17 1,54 0,58 3,95 0,00 0,00 0,01 6 PENDIDIKAN 0,20 0,10 1,56 0,03-7,33-8,33-4,70 7 TRANSPOR 0,57 12,87-0,22-4,44-0,70-0,16 0,78 PURWOKERTO UMUM / TOTAL 3,60 4,11 3,53 1,16-0,26 0,35 0,78 1 BAHAN MAKANAN 10,68 5,02 0,81 2,42-0,69 2,91 0,97 2 MAKANAN JADI 2,78 2,11 4,79 2,20 2,35 1,56 1,35 3 PERUMAHAN 0,74 3,41 8,68 1,69 0,88 1,15-0,30 4 SANDANG 1,55-0,22 0,77 1,26 3,11 5,21 5,88 5 KESEHATAN 0,00 1,67 1,21 0,24 0,02 0,10 14,60 6 PENDIDIKAN 0,06 0,39 1,19 2,86 0,10 0,14 0,14 7 TRANSPOR 0,84 10,66 0,77-4,07-6,64-8,58-4,33 TEGAL UMUM / TOTAL 2,72 3,15 5,16 0,45 0,04 0,83 1,05 1 BAHAN MAKANAN 3,98 4,15 1,94-1,52-1,45 0,59 1,31 2 MAKANAN JADI 3,53 1,63 16,53 0,86 1,30 2,25 2,62 3 PERUMAHAN 2,35 2,68 4,55 1,16 0,87 1,43 1,06 4 SANDANG 3,73-0,58-1,58 4,56 3,90 7,06 2,61 5 KESEHATAN 1,37 2,78 1,48 1,08 0,83 1,10 1,09 6 PENDIDIKAN 0,08 0,77 0,82 2,28 1,26 0,28 0,15 7 TRANSPOR 0,42 8,14 0,30-1,84-4,43-6,01-2,99 Sumber : BPS, diolah Keterangan : angka inflasi per kelompok adalah hasil olahan KBI Semarang berdasarkan data IHK yang diperoleh dari BPS Inflasi Tahunan (yoy) Berdasarkan penghitungan BPS, laju inflasi tahunan (yoy) empat kota di Jawa Tengah yaitu di kota Semarang, Surakarta, Purwokerto, dan Tegal pada triwulan I masing-masing sebesar 7,20%, 5,53%, 9,48% dan 6,38%. Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, BPS mencatat bahwa laju inflasi di tiga kota (Semarang, Surakarta dan Tegal) mengalami penurunan laju inflasi yang cukup signifikan. Kecenderungan penurunan laju inflasi di keempat kota tersebut disebabkan oleh relatif stabilnya pergerakan harga kelompok bahan, kelompok makanan jadi dan kelompok transpor. Kebijakan pemerintah yang menurunkan harga BBM bersubsidi pada awal Desember 2008, masih memberikan second round effect pada triwulan I berupa penurunan tarif angkutan umum (dalam kota dan lura kota) sehingga PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

65 IHK kelompok transpor cukup terkendali. Di samping itu, tekanan harga dari beberapa komoditas volatile foods juga cukup stabil pada triwulan ini. Beberapa komoditas volatile foods penyumbang inflasi tahunan dalam triwulan ini terutama berasal dari komoditas daging dan hasil olahannya, serta ikan segar. Perkembangan inflasi tahunan empat kota di Jawa Tengah setiap triwulan dapat dilihat pada grafik P urwokerto S emarang Tegal S olo Sumber: BPS, diolah GRAFIK 2.7. PERKEMBANGAN INFLASI TAHUNAN EMPAT KOTA DI JAWA TENGAH Berdasarkan kelompok barang dan jasa, BPS mencatat bahwa laju inflasi tahunan di Kota Semarang pada triwulan I-2009 terutama dipicu oleh kenaikan IHK kelompok perumahan, kelompok sandang dan kelompok makanan jadi, dengan kenaikan IHK masing-masing sebesar 12,01%, 9,00% dan 8,86% (lihat Tabel 2.10.). Kenaikan IHK kelompok perumahan terutama dipicu oleh kenaikan IHK subkelompok bahan bakar dan subkelompok biaya tempat tinggal. Adapun kenaikan IHK kelompok sandang terutama disumbang oleh kenaikan harga komoditas dalam subkelompok barang pribadi dan sandang lainnya, serta subkelompok sandang laki-laki. Di kota Surakarta, inflasi tahunan triwulan ini terutama dipicu oleh kenaikan IHK kelompok perumahan dan kelompok bahan makanan masing-masing sebesar 13,16% dan 7,04%. Kenaikan IHK kelompok perumahan dipicu oleh kenaikan IHK subkelompok bahan bakar (17,94%) dan biaya tempat tinggal (6,94%). Adapun kenaikan IHK kelompok bahan makanan terutama disumbang oleh kenaikan harga komoditas dalam subkelompok sayur-sayuran (26,00%), daging dan hasil-hasilnya (23,74%) dan ikan segar (23,06%). PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

66 Di kota Purwokerto, BPS mencatat bahwa inflasi di kota ini sebagai yang tertinggi di antara 4 kota lainnya yaitu sebesar 9,48%. Dari ketujuh kelompok komoditas, kelompok kesehatan mengalami kenaikan IHK paling tinggi yaitu mencapai 18,22% (yoy), diikuti oleh kelompok perumahan sebesar 13,93%. Kenaikan harga kelompok kesehatan terutama dipicu oleh kenaikan IHK subkelompok jasa kesehatan (42,01%). Adapun kenaikan harga kelompok perumahan terutama disebabkan oleh kenaikan IHK subkelompok biaya tempat tinggal (16,52%)dan subkelompok bahan bakar (14,27%). Sementara itu inflasi di kota Tegal terutama disebabkan oleh kenaikan IHK pada kelompok makanan jadi sebesar 22,58%, diikuti oleh kelompok perumahan sebesar 9,75%. Kenaikan IHK kelompok makanan jadi terutama disebabkan oleh tingginya kenaikan harga komoditas dalam subkelompok tembakau dan minuman beralkohol (115,95%) dan subkelompok minuman tidak beralkohol (14,46%). Adapun kenaikan IHK kelompok perumahan terutama dipicu oleh tingginya kenaikan harga komoditas dalam subkelompok bahan bakar (15,44%) dan subkelompok perlengkapan rumah tangga (10,48%). Perkembangan laju inflasi tahunan di empat kota di Jawa Tengah terlihat pada tabel 2.9. PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

67 TABEL 2.9. LAJU INFLASI TAHUNAN EMPAT KOTA DI JAWA TENGAH MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA (PERSEN, YOY) No KELOMPOK Mar-08 Jun-08 Sep-08 Dec-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09 SEMARANG UMUM / TOTAL 8,64 12,50 13,43 10,34 9,13 8,10 7,20 1 BAHAN MAKANAN 14,55 17,23 17,33 13,83 11,24 10,06 8,04 2 MAKANAN JADI 11,97 11,48 14,35 14,10 12,42 9,05 8,86 3 PERUMAHAN 6,01 11,67 13,62 13,58 13,28 12,97 12,01 4 SANDANG 12,41 11,96 12,38 8,89 8,47 9,22 9,00 5 KESEHATAN 6,59 7,15 6,85 8,60 8,38 7,87 5,52 6 PENDIDIKAN 7,86 9,78 5,56 6,09 6,21 6,21 6,24 7 TRANSPOR 0,67 10,36 11,46 6,69 4,00 1,14 1,38 SURAKARTA UMUM / TOTAL 4,88 9,13 9,94 6,96 5,54 5,67 5,53 1 BAHAN MAKANAN 8,79 14,50 14,11 9,34 6,13 6,74 7,04 2 MAKANAN JADI 3,52 3,28 3,98 4,30 2,86 3,52 3,29 3 PERUMAHAN 4,08 7,44 11,12 13,65 13,67 13,37 13,16 4 SANDANG 5,17 4,62 4,55 3,47 2,94 2,56 2,45 5 KESEHATAN 3,17 4,28 4,35 7,42 7,40 6,88 6,88 6 PENDIDIKAN 2,39 2,38 1,86 1,89 1,89 1,75 1,70 7 TRANSPOR 2,16 14,04 13,96 8,22 4,87 2,90 2,56 PURWOKERTO UMUM / TOTAL 7,57 10,53 11,96 12,06 10,22 10,07 9,48 1 BAHAN MAKANAN 17,03 21,67 17,01 20,01 14,65 14,87 9,48 2 MAKANAN JADI 8,24 5,20 10,34 12,40 12,18 12,09 10,83 3 PERUMAHAN 2,46 5,70 13,84 15,12 14,49 14,33 13,93 4 SANDANG 0,27 0,25-0,78 3,39 3,09 6,85 7,80 5 KESEHATAN 5,70 7,10 5,32 3,15 3,04 3,42 18,22 6 PENDIDIKAN 8,88 9,15 1,96 4,55 4,66 4,67 4,64 7 TRANSPOR 2,36 12,50 13,40 7,87 4,85 1,99 2,35 TEGAL UMUM / TOTAL 10,04 12,11 14,63 8,52 6,85 7,11 6,38 1 BAHAN MAKANAN 12,75 19,49 17,66 8,72 5,64 6,44 5,92 2 MAKANAN JADI 17,09 14,61 26,71 23,67 21,66 22,30 22,58 3 PERUMAHAN 6,22 6,60 10,66 11,15 10,83 10,55 9,75 4 SANDANG 9,68 8,20 3,92 6,13 5,22 8,57 4,98 5 KESEHATAN 3,98 5,88 6,52 6,87 6,92 7,38 6,58 6 PENDIDIKAN 11,15 10,82 4,70 4,00 3,96 3,87 4,08 7 TRANSPOR 1,04 9,08 9,19 6,92 4,56 3,56 3,29 Sumber: BPS, diolah Keterangan : angka inflasi per kelompok adalah hasil olahan KBI Semarang berdasarkan data IHK yang diperoleh dari BPS PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

68 BOKS Pe rk e m b a n g a n Ke g ia ta n TIM PEM A N TA U DA N PEN G EN DA L IA N H A RG A (TPPH ) PRO PIN S I JA W A TEN G A H Kegiatan koordinasi pemantauan dan pengendalian harga antara Pemerintah Propinsi Jawa Tengah dan Kantor Bank Indonesia Semarang merupakan salah satu wujud tindak lanjut Nota Kesepahaman antara Bank Indonesia dengan Pemerintah Propinsi Jawa No. 077/04440 dan No. 10/DpG/DKM/SKB tentang Kerjasama Pengembangan Ekonomi Jawa Tengah tanggal 19 Maret 2008 yang ditandatangani oleh Deputi Gubernur BI, Hartadi A. Sarwono dan Gubernur Jawa Tengah, Ali Mufiz. Ruang lingkup Nota Kesepahaman meliputi (1) Koordinasi Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dan sektor riil, (2) Koordinasi peningkatan daya saing daerah bidang ekonomi terkait globalisasi dan penguatan fungsi internasional, (3) Koordinasi pemantauan dan pengendalian harga di Jawa Tengah, (3) Pertukaran data, informasi dan kajian/ penelitian perekonomian dan (5) Kegiatan lain dalam pengembangan ekonomi Jawa Tengah. Dalam rangka pelaksanaan butir ketiga atau terkait koordinasi pemantauan dan pengendalian harga di Jawa Tengah, melalui Peraturan Bersama antara Pemimpin Bank Indonesia Semarang dan Sekretaris Daerah Pemerintah Propinsi Jawa Tengah No 500/ dan No 10/13/DKM/Sm tanggal 3 Desember 2008 dibentuklah Forum Koordinasi Pengembangan Ekonomi Jawa Tengah. Forum Koordinasi Pengembangan Ekonomi Jawa Tengah merupakan payung hukum dibentuknya Tim Pemantau dan Pengendali Harga (TPPH). Keanggotaan TPPH terdiri dari pejabat dari dinas/ instansi terkait di lingkungan Pemerintah Propinsi Jawa Tengah serta dari Bank Indonesia Semarang. Sejak dibentuk pada akhir Desembver 2008, telah terlaksana beberapa kali pertemuan koordinasi TPPH yang diselenggarakan secara rutin tiap bulan. TPPH dalam melaksanakan tugasnya terutama berfungsi sebagai media koordinasi dan sharing informasi terkait perkembangan harga komoditas utama pembentuk inflasi di Jawa Tengah. Dari hasil sharing data dan informasi tersebut, selanjutnya dirumuskan berbagai langkah dan rekomendasi yang dapat diambil oleh berbagai pihak terkait dalam rangka pengendalian harga di Jawa Tengah. Selanjutnya rekomendasi tersebut disampaikan secara resmi kepada Gubernur sebagai Kepala Pemerintahan di Propinsi Jawa Tengah, sehingga diharapkan dapat diambil langkahlangkah yang tepat dalam pengambilan kebijakan di tingkat regional, yang dapat mempengaruhi pembentukan harga. PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

69 Selain itu, hasil pertemuan dan rekomendasi yang dihasilkan dalam setiap pertemuan koordinasi, disampaikan pula kepada masyarakat melalui siaran pers kepada media. Diharapkan melalui disseminasi hasil pertemuan TPPH tersebut, masyarakat dapat memperoleh informasi yang jelas tentang kondisi perekonomian dan kebijakan yang diambil oleh pemerintah, baik di pusat maupun di daerah. Sehingga lebih lanjut diharapkan akan terciptasi pemahaman yang benar dan ekpektasi positif tentang kondisi perekonomian ke depan. Karena selama ini sering masyarakat mendapatkan informasi yang kurang tepat tentang kondisi ekonomi, seperti misalnya stok kebutuhan pangan, kebijakan tarif dan lain-lain. Terkait dengan pembentukan harga, informasi yang kurang sesuai tersebut dapat menyebabkan masyarakat meningkatkan kegiatan konsumsi atau melakukan penimbunan stok barang kebutuhan yang justru akan semakin membuat harga meningkat. Bagi pemerintah daerah, masukan dan rekomendasi yang disampaikan oleh TPPH dapat berfungsi sebagai referensi bagi pengambilan kebijakan. Selain itu, dengan adanya TPPH maka koordinasi antar dinas/ instansi terkait dapat berjalan lebih efektif, sehingga dapat membantu proses kerja di masing-masing dinas/ instansi. Sejak dibentuk TPPH, telah terdapat sejumlah rekomendasi TPPH yang mendapatkan respon yang positif dari pemerintah daerah. Diantaranya adalah rekomendasi TPPH terkait dengan penentuan acuan kenaikan tarif angkutan kota pada pertengahan triwulan I Rekomendasi yang telah disampaikan tersebut ditindaklanjuti secara aktif diantaranya oleh Dinas Perhubungan Propinsi Jawa Tengah dengan mengadakan pertemuan dengan pihak terkait guna membahas implementasi kenaikan tarif acuan tersebut. Diharapkan sinergi kerjasama ini akan menjadi pondasi kerjasama yang lebih kuat di masa mendatang. Jika rantai kerjasama berbagai pihak ini telah terbentuk dengan kokoh, pada gilirannya diharapkan dapat mewujudkan pembangunan Jawa Tengah yang semakin maju, sistematis dan berkesinambungan. PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

70 Halaman Ini sengaja dikosongkan PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

71 Kinerja perbankan (Bank Umum dan BPR) di Provinsi Jawa Tengah pada triwulan I-2009 mengalami pelambatan, namun secara tahunan tumbuh dengan baik. Indikator- indikator utama kinerja perbankan yaitu total aset, dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun, dan kredit yang diberikan, serta Loan to Deposits Ratio (LDR) mengalami peningkatan yang melambat. Sementara itu kualitas kredit yang diberikan memburuk, namun masih dalam batas himbauan Bank Indonesia, tercermin dari meningkatnya Non Performing Loans-Gross (NPLs). TABEL 3.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR PERBANKAN (BANK UMUM & BPR) DI PROVINSI JAWA TENGAH (RP MILIAR) INDIKATOR PERT. MAR-09 (%) USAHA MAR JUN SEP DES MAR yoy qtq 1. Total Aset ,05 1,29 2. DPK ,54 4,64 a.giro ,89 14,14 b.tabungan ,30-2,43 c.deposito ,71 9,59 3. Kredit ,66 0,64 4. LDR (%) 85,63 90,65 94,98 92,10 88, NPLs (%) 4,13 2,80 3,24 2,95 4, Sumber : LBU dan LBPR, Bank Indonesia Keterangan: data BPR posisi Maret 2009 masih bersifat sementara Secara triwulanan (qtq), aset, DPK, dan kredit pada triwulan I-2009 tumbuh melambat masing-masing sebesar 1,29%, 4,64%, dan 0,64%, dibandingkan pertumbuhan pada triwulan IV-2008 yang masing-masing tumbuh 3,87%, 5,75%, dan 2,80%. Pelambatan pertumbuhan kinerja perbankan Jawa Tengah sudah mulai terasa pada triwulan IV-2008 sebagai dampak krisis keuangan global. Imbas krisis PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

72 kuangan global ini juga terlihat dari sikap perbankan yang masih wait and see untuk menyalurkan kreditnya ke masyarakat. Hal ini tercermin dari menurunnya LDR dari 92,10% pada triwulan IV-2008 menjadi 88,57% pada triwulan I Krisis global juga mengakibatkan semakin berkurangnya kemampuan debitur dalam mengembalikan angsuran kredit. Hal ini dapat terlihat dari meningkatnya rasio NPLs dari 2,95% menjadi 4,13%. Permasalahan meningkatnya NPLs ini diperkirakan masih terasa pada semester I Secara tahunan, aset perbankan di Jawa Tengah (bank umum dan BPR) pada triwulan I-2009 dibandingkan dengan triwulan I-2008 tumbuh sebesar 20,05%. Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada posisi yang sama pada tahun sebelumnya yaitu sebesar 11,67%. Aset perbankan pada posisi Maret 2009 mencapai Rp miliar, lebih tinggi dibanding Maret tahun sebelumnya sebesar Rp miliar. Di sisi lain DPK yang dihimpun meningkat sebesar 20,54% sehingga menjadi Rp miliar. Sementara itu kredit tumbuh lebih besar yaitu 24,66% dari Rp miliar pada Maret 2008 menjadi Rp miliar pada maret Tingginya pertumbuhan kredit dibanding DPK menjadikan LDR perbankan Jawa Tengah meningkat dari 85,63% menjadi 88,57%. Meskipun secara tahunan LDR meningkat, perbankan tetap mampu memperbaiki kualitas kredit yang diberikan, tercermin dari relatif tetapnya NPLs pada posisi 4,13%. 3.1 Intermediasi Bank Umum Pembahasan fungsi intermediasi perbankan ini lebih difokuskan kepada bank umum mengingat pangsa BPR terhadap perbankan di Jawa Tengah relatif kecil (7,15%). Namun sebelumnya akan diuraikan terlebih dahulu perkembangan aset bank umum di Jawa Tengah. Secara tahunan, aset bank umum di Jawa Tengah pada triwulan I-2009 tumbuh sebesar 20,30% dibandingkan dengan triwulan I-2008 sehingga menjadi Rp miliar. Pertumbuhan aset tersebut lebih besar dari pertumbuhan pada triwulan yang sama pada tahun sebelumnya sebesar 11,15%. Namun, secara triwulanan aset perbankan hanya tumbuh sebesar 1,19%, lebih kecil jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan IV-08 sebesar 3,87%. Pertumbuhan yang menurun pada triwulan I-2009 ini tidak terlepas dari menurunnya kegiatan ekonomi di 2008 akibat krisis keuangan global khususnya sejak triwulan IV Aset pada triwulan I-2009 hanya tumbuh sebesar 3,92%, lebih kecil dari pertumbuhan pada triwulan IV-2009 sebesar 8,89% (Grafik 3.1.). Kompisisi aset terbesar masih disumbang oleh bank pemerintah yaitu sebesar 55,18%. Sedangkan bank swasta nasional dan swasta asing masing-masing memiliki pangsa aset sebesar 41,90% dan 2,92%. Selain faktor jaringan kantor bank PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

73 pemerintah yang jumlahnya relatif lebih banyak dibanding bank swasta nasional dan bank asing, faktor adanya bank lokal yaitu Bank Jateng juga menjadi penyebab besarnya peran bank pemerintah di Jawa Tengah. Selain itu, sampai saat ini bankbank pemerintah khususnya Bank Jateng masih menjadi pilihan utama bagi pemerintah provinsi Jawa Tengah dan 35 pemerintah kabupaten/kota yang ada di Jawa Tengah dalam melakukan transaksi keuangannya. R p T riliu n Total Aset I I I Sumber : LBU, Bank Indonesia Grafik 3.1. Perkembangan Asset Bank Umum Rp Triliun Pemerintah Swasta Asing I I I Sumber : LBU, Bank Indonesia Grafik 3.2. Perkembangan Asset Bank Umum Menurut Kelompok Bank Penghimpunan Dana Masyarakat Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun bank umum di Jawa Tengah tumbuh positif. Secara tahunan, posisi DPK yang berhasil dihimpun bank umum di Jawa Tengah pada triwulan I-2009 mengalami pertumbuhan sebesar 20,84% sehingga menjadi Rp miliar. Namun secara triwulanan, DPK tumbuh sebesar 4,68%, lebih rendah dibanding pertumbuhan DPK pada triwulan IV-2008 sebesar 5,75%. Melambatnya pertumbuhan DPK pada triwulan I ini antara lain disebabkan oleh menurunnya pendapatan masyarakat khususnya kelas menengah ke bawah. Hal ini tercermin dari menurunnya simpanan tabungan pada maret 2009 dibandingkan Desember 2008 yaitu dari Rp miliar menjadi Rp miliar. Hasil survei konsumen yang dilakukan Bank Indonesia pada triwulan I-2009 menunjukkan peningkatan konsumsi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan biaya pendidikan dan kebutuhan rumah tangga lainnya sehingga mereka terpaksa mengambil sebagian tabungannya. Di sisi lain, simpanan deposito tumbuh sebesar 9,88%, sebagai indikasi bahwa sebagian masyarakat khususnya menengah ke atas lebih memilih penempatan PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

74 dananya pada simpanan yang menghasilkan keuntungan lebih besar dibandingkan alternatif lainnya. Komposisi DPK bank umum di Jawa Tengah tidak berubah, simpanan tabungan tetap memiliki porsi terbesar (Grafik 3.3.). Simpanan dalam bentuk tabungan tercatat sebesar Rp miliar (43,54%), diikuti simpanan deposito dan simpanan giro masing-masing sebesar Rp miliar (39,85%) dan Rp miliar (16,61%). Meskipun simpanan tabungan mendominasi seluruh DPK, namun dalam masa krisis keuangan global ini, peran simpanan tabungan mulai menurun, dan bergeser kepada simpanan deposito. Hal ini sebagai indikasi bahwa sebagian masyarakat lebih memilih menempatkan dananya pada produk yang memberikan imbal hasil (yield) yang lebih tinggi, seiring dengan mulai melemahnya pendapatan dan daya beli masyarakat itu sendiri akibat krisis keuangan tersebut. Dilihat dari kepemilikannya, tabungan perorangan mempunyai peranan yang dominan terhadap DPK. Pada posisi Maret 2009, DPK yang dimiliki nasabah perorangan tercatat sebesar Rp miliar atau 76,42%. Dari jumlah tersebut sebanyak Rp miliar (55,49%) merupakan nasabah penabung perorangan. Sisanya adalah deposan perorangan sebesar Rp miliar (38,88%) dan giran perorangan sebesar Rp3.627 miliar (5,63%) (lihat Grafik 3.6). Rp Triliun Giro Tabungan Deposito I I I Rp Triliun Bank Pemerintah Bank Swasta Bank Asing I I I Sumber : LBU, Bank Indonesia Grafik 3.3. Perkembangan Dana Pihak Ketiga Bank Umum Sumber : LBU, Bank Indonesia Grafik 3.4 Perkembangan Dana Pihak Ketiga Bank Umum Menurut Kelompok Bank PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

75 I I I Giro Tabungan Deposito (1 bulan) Sumber : LBU, Bank Indonesia Grafik 3.5. Perkembangan Suku Bunga Simpanan Perbankan Bank Umum 100% 80% 60% 40% 20% 0% I I I Pemda Perush. Swasta Perorangan Lainnya Sumber : LBU, Bank Indonesia Grafik 3.6. Perkembangan Komposisi Kepemilikan Dana Pihak Ketiga Bank Umum Penyaluran Kredit Kredit yang disalurkan bank umum di Jawa Tengah tumbuh cukup baik. Secara tahunan pertumbuhan kredit pada triwulan I-2009 mencapai 25,01%, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan I-2008 sebesar 20,43%. Pertumbuhan kredit pada triwulan I-2009 merata di semua jenis penggunaan kredit. Kredit modal kerja, kredit investasi, dan kredit konsumsi masing-masing tumbuh sebesar 27,73%, 21,22%, dan 21,62% (Grafik 3.7). Namun, secara triwulanan, kredit pada triwulan I-2009 tumbuh sebesar 0,26%, di bawah pertumbuhan kredit pada triwulan sebelumnya sebesar 3,16%. Pelambatan pertumbuhan kredit tersebut tidak terlepas dari dampak krisis keuangan global, terutama mulai dirasakan kalangan dunia usaha sejak triwulan IV Di samping itu, suku bunga kredit yang masih relatif tinggi dan kondisi perekonomian yang masih belum pulih sepenuhnya, menjadikan sebagian pelaku usaha wait and see. Kondisi ini sejalan dengan hasil survei SCO yang menyatakan bahwa realisasi kredit triwulan I-2009 di bawah target yang ditetapkan karena turunnya permintaan kredit terkait dengan meningkatnya tingkat suku bunga kredit dan iklim ekonomi yang belum membaik akibat krisis keuangan global. Hasil survei SCO juga mengindikasikan bahwa naiknya suku bunga pada tiga bulan terakhir, yang disertai dengan kondisi perekonomian yang belum pulih akibat krisis keuangan global, memaksa sebagian perbankan mengetatkan kebijakan persetujuan penyaluran kredit untuk meminimalkan potensi terjadinya NPLs. PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

76 Rp Triliun I I Modal Kerja - axis kiri Investasi - axis kiri Konsumsi - axis kiri Total kredit - axis kanan Rp Triliun Rp Triliun Pemerintah Swasta Nasional Asing I I Sumber : LBU, Bank Indonesia Grafik 3.7 Perkembangan Kredit Bank Umum Menurut Jenis Penggunaan Sumber : LBU, Bank Indonesia Grafik 3.8. Perkembangan Kredit bank Umum Menurut Kelompok Bank Pemerintah, Swasta dan Asing Penyerapan kredit modal kerja masih menjadi tumpuan pertumbuhan kredit di Jawa Tengah. Kredit bank umum di Jawa Tengah pada triwulan I-2009 masih didominasi oleh kredit modal kerja (KMK) yaitu sebesar Rp miliar (57,21%), diikuti kredit konsumsi (KK) sebesar Rp miliar (35,29%). Sementara itu kredit investasi (KI) hanya sebesar Rp5.475 miliar (7,50%). Tingginya kredit modal kerja ini sejalan dengan banyaknya pelaku UMKM dalam perekonomian Jawa Tengah yang membutuhkan pembiayaan dari perbankan. Pada triwulan -2009, realisasi kredit modal kerja ini diperkirakan masih melambat. Hal ini terkait dengan kondisi dunia usaha yang belum merencanakan melakukan ekspansi usaha karena masih menunggu perkembangan ekonomi yang membaik. Porsi terbesar penyaluran kredit bank umum di Jawa Tengah masih didominasi oleh bank pemerintah yaitu sebesar 59,54%, diikuti bank swasta nasional sebesar 38,73% (Grafik 3.8). Sementara itu, bank swasta asing hanya mempunyai pangsa sebesar 1,73%. Bank Pemerintah sampai dengan triwulan ini dan pada triwulan-triwulan mendatang diperkirakan masih mempunyai peranan besar dalam penyaluran kredit di Jawa Tengah. Hal ini tidak terlepas dari banyaknya jaringan kantor yang dimiliki oleh bank-bank pemerintah yang dapat menjangkau UMKM-UMKM di pedesaan/kecamatan. Keberadaan Bank Jateng sebagai bank milik pemerintah daerah melengkapi keunggulan bank pemerintah dalam menguasai pangsa pasar penyaluran kredit kepada masyarakat. Secara sektoral kredit yang disalurkan terkonsentrasi pada sektor lainnya, sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR), dan sektor industri pengolahan. Outstanding kredit pada masing-masing sektor di atas pada triwulan I adalah Rp miliar (36,10%) untuk sektor lainnya, Rp miliar PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

77 (31,93%) untuk sektor PHR, dan Rp miliar (21,13%) untuk sektor industri pengolahan. Pertumbuhan kredit pada ketiga sektor ini pada triwulan I-2009 lebih dari 20%, dengan pertumbuhan tertinggi pada sektor industri pengelohan sebesar 39,59%. Hal ini sejalan dengan hasil survei SCO dimana mayoritas perbankan masih memprioritaskan penyaluran kreditnya pada sektor lainnya (konsumtif), PHR dan sektor industri. Imbal hasil yang relatif tinggi dan tingkat pengembalian yang cukup baik menjadikan ketiga sektor ini menjadi sektor pilihan utama perbankan dalam menyalurkan kreditnya. Penyaluran kredit modal kerja terkonsentrasi pada sektor PHR khususnya perdagangan. Lebih dari 83% KMK tersalur ke dua sektor ekonomi yaitu sektor PHR (51,13%) dan sektor industri (32,84%). Meskipun jumlah kredit non lancar (Non Performing Loans NPLs) pada ke dua sektor terbesar tersebut juga terlihat meningkat yaitu menjadi 3,37% untuk sektor PHR, dan 7,73% untuk sektor perindustrian. Meningkatnya kredit non lancar ini sebagai imbas krisis keuangan global. Dalam upaya mengerem laju bertambahnya kredit non lancar, perbankan harus lebih teliti mencari nasabah-nasabah prima. Selain itu terhadap kredit yang sudah tidak lancar lagi, perbankan juga diharapkan mencari kiat-kiat agar debitur tidak tambah terpuruk, antara lain dengan melakukan program 3R Rescheduling, Reconditioning dan Restructuring. TABEL 3.2. PENYALURAN KREDIT MODAL KERJA BANK UMUM PER SEKTOR EKONOMI (RP MILIAR) Sektor Ekonomi IV-07 I I-08 IV-08 I-09 Pertanian 2,002 1,864 1, Pertambangan Industri 9,439 9,499 10, Listrik, Gas, &Air Konstruksi , PHR 17,186 17,765 19, Pengangkutan Jasa Dunia Usaha 1,725 1,787 1, Jasa Sosial Masy Lainnya Total KMK 32,275 32,745 36, Sumber : LBU, Bank Indonesia Rasio kredit terhadap DPK (Loan to Deposit Ratio LDR) menurun. Pada triwulan I-2009 terjadi pelambatan pertumbuhan kredit sebagai akibat krisis keuangan global. Hal ini tercermin antara lain dari penurunan LDR bank umum dari 90,37% pada triwulan IV-2008 menjadi 86,56% pada triwulan I Namun PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

78 demikian secara tahunan, pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dibandingkan dengan DPK berimplikasi pada pada peningkatan LDR. LDR bank umum pada Maret 2009 meningkat dibandingkan dengan posisi Maret 2008 yaitu dari 83,67% menjadi 86,56%. Hal ini menunjukkan masih baiknya fungsi intermediasi perbankan di Jawa Tengah. Peningkatan kredit yang disalurkan juga mencerminkan masih tingginya kepercayaan perbankan pada kondisi perekonomian Indonesia, khususnya kepercayaan perbankan kepada pelaku usaha/masyarakat sampai dengan parh Risiko Kredit Risiko kredit bank umum di Jawa Tengah cukup rendah meski meningkat. Pada triwulan I-2009 ini risiko kredit bank umum yang salah satunya diukur dari rasio Non Performing Loans (NPLs)-gross mulai meningkat meskipun masih di bawah angka himbauan Bank Indonesia sebesar 5%. Pada Maret 2008 NPLs bank umum berada di angka 3,34%, dan pada akhir 2008 turun menjadi 2,39%, namun pada Maret 2009 meningkat menjadi 3,70%. Faktor krisis keuangan global yang mulai terasa sejak triwulan IV-2008 menjadi pemicu meningkatnya kredit non lancar. Namun demikian upaya-upaya yang telah dilakukan bank umum dalam menahan laju penurunan kualitas aktiva produktif, mampu mengerem tingginya NPLS. Faktor yang mempengaruhi perbaikan diantaranya adalah semakin intensifnya pernagihan kredit bermasalah dan upaya restrukturisasi kredit nasabah-nasabah besar. Di samping itu, perbankan semakin konsisten dalam menerapkan penilaian risiko dalam menyalurkan kredit baru. Praktek-praktek perbankan yang mendasarkan pada azaz kehati-hatian telah dijalankan dengan baik, termasuk didalamnya pembentukan tim manajemen risiko kredit. Kredit investasi menyumbang kredit non lancar terbesar. Apabila dilihat dari jenis penggunaan, kredit investasi memiliki NPLs tertinggi, diikuti kredit modal kerja dan kredit konsumsi. NPLs kredit investasi bank umum di Jawa Tengah pada Maret 2009 sebesar 6,57%, diikuti oleh kredit modal kerja dan kredit konsumsi masing-masing dengan NPLs sebesar 4,88% dan 1,18% (Grafik 3.9). Kredit konsumsi memiliki NPLs terendah mengingat kredit ini diberikan kepada masyarakat dengan sistem potong gaji. Bagi perbankan, pada situasi krisis seperti saat ini, penyaluran kredit konsumsi menjadi pilihan yang menguntungkan karena relatif aman dengan sumber pengembalian yang jelas. PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

79 Total Kredit - Rp Triliun Rasio NPL - persen Persen Modal kerja Investasi Konsumsi 0 I I I I Sumber : LBU, Bank Indonesia Total kredit Rasio NPL (%) Grafik 3.9 Perkembangan Kredit Bank Umum dan Rasio NPLs Sumber : LBU, Bank Indonesia Grafik Perkembangan Rasio NPLs Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan TABEL 3.3. RASIO NPLs PER SEKTOR EKONOMI (PERSEN) Sektor Ekonomi IV-07 I I-08 IV-08 I-09 Pertanian ,96 2,53 2,59 Pertambangan ,65 0,56 19,82 Industri ,72 3,26 7,91 Listrik, Gas, &Air ,64 0,34 0,24 Konstruksi ,42 1,79 2,94 PHR ,69 2,69 3,36 Pengangkutan ,26 2,53 3,02 Jasa Dunia Usaha ,31 7,21 7,40 Jasa Sosial Masy ,91 1,10 1,19 Lainnya ,16 1,09 1,27 Sumber : LBU, Bank Indonesia Kredit kepada sektor pertambangan memiliki NPLs tertinggi (Tabel 3.3.). Sejalan dengan besarnya NPLs menurut jenis penggunaan yang didominasi oleh jenis kredit investasi dan kredit modal kerja, NPLs kredit menurut sektor ekonomi yang dibiayai juga terkait dengan kedua jenis penggunaan di atas. Secara sektoral, NPLs terbesar didominasi oleh sektor pertambangan, yang nilainya sebesar 19,82%. Sektor pertambangan, meskipun memiliki jumlah kredit terkecil yaitu hanya sebesar Rp101 miliar sangat terpengaruh terhadap krisis keuangan global. Terlebih lagi, nasabah sektor ini juga merupakan nasabah besar sehingga apabila terdapat beberapa nasabah yang terganggu kemampuan membayar cicilan bunganya, akan sangat berpengaruh terhadap NPLs. PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

80 Sementara itu, sesuai dengan hasil survei SCO, mayoritas jenis kredit investasi diberikan untuk membeli mesin-mesin produksi, pembangunan gedung, dan renovasi tempat untuk usaha, yang sangat terpengaruh oleh krisis keuangan global. TABEL 3.4. RASIO NPLs JENIS KREDIT MODAL KERJA PER SEKTOR EKONOMI (PERSEN) Sektor Ekonomi IV-07 I I-08 IV-08 I-09 Pertanian ,82 2,41 2,52 Pertambangan ,85 0,71 24,67 Industri ,77 3,22 7,73 Listrik, Gas, &Air ,51 0,35 0,38 Konstruksi ,66 1,94 3,20 PHR ,80 2,71 3,37 Pengangkutan ,29 4,08 3,71 Jasa Dunia Usaha ,69 4,97 4,73 Jasa Sosial Masy ,59 1,44 1,48 Lainnya ,77 2,88 5,32 Total NPLs KMK ,56 2,97 4,87 Sumber : LBU, Bank Indonesia Secara umum risiko kredit perbankan di Jawa Tengah masih cukup rendah meski meningkat. Di tengah-tengah krisis keuangan global yang saat ini melanda Indonesia, NPLs perbankan sampai dengan saat ini masih di bawah level aman menurut Bank Indonesia. Meskipun pada triwulan ini pertumbuhan kredit melambat, yaitu pada kisaran 25,01% (yoy) dan 0,26% (qtq), perbankan tetap mampu mengamankan eksposur kreditnya. Hal ini dikarenakan bank-bank telah menjalankan prudential banking dengan lebih baik. Ke depan, perbankan tetap harus mencermati potensi meningkatnya kredit non lancar. Faktor dampak krisis keuangan global yang saat ini masih belum diketahui kapan berakhirnya, tetap akan menjadi pemicu utama tersendatnya angsuran kredit perbankan. Perusahaan yang bergerak dibidang export dan perusahaan yang import content-nya tinggi, paling merasakan dampak krisis keuangan global ini. Penyaluran kredit kepada sektor konsumtif seperti kredit perumahan dan kendaraan bermotor juga mulai perlu diwaspadai. 3.3 Risiko Likuiditas Risiko likuiditas bank umum di Jawa Tengah masih rendah. Pengelolaan likuiditas yang baik akan terlihat pada kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Bila likuiditas tidak dikelola dengan baik, bank akan dihadapkan pada risiko-risiko yang dapat mempengaruhi kelangsungan usaha bank. Risiko PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

81 likuiditas sendiri didefinisikan sebagai risiko dimana bank tidak akan dapat memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo. Terkait dengan adanya krisis keuangan global yang saat ini masih berlangsung, pengetatan likuiditas yang melanda perbankan nasional tidak begitu terasa di perbankan Jawa Tengah. Indikator likuiditas perbankan masih baik meski cenderung menurun. Hal ini ditandai dengan semakin mengecilnya rasio kas bank (cash ratio) yaitu dari 10,85% (2006), 9,61% (2007), 8,77% (2008), menjadi 8,61% pada Maret Secara sederhana, cash ratio diukur dari penjumlahan kas, giro bank di Bank Indonesia, dan penempatan pada bank lain, dibagi jumlah DPK yang dihimpun. Dilihat dari segi waktu, hampir seluruh DPK bank umum di Jawa Tengah adalah dana jangka pendek. Komposisi DPK secara berurutan dari terbesar adalah simpanan tabungan (43,54%), simpanan deposito (39,83%), dan simpanan giro (16,63%). Bila dirinci lagi, simpanan deposito dengan jangka waktu kurang dari 1 tahun sebesar 39,34% dari total DPK atau 98,75 dari deposito, sehingga secara keseluruhan struktur pendanaan jangka pendek bank umum sebesar 99,51%. Deposito < 1 th 39,3% Deposito > 1 th 0,5% Giro 16,6% Tabungan 43,5% Grafik Komposisi DPK Bank Umum Triwulan I-2009 Melihat struktur pendanaan bank umum di Jawa Tengah, menjadikan perbankan cukup berhati-hati dalam menanamkan dananya dalam earning assets, khususnya kredit yang diberikan. Kehati-hatian perbankan di Jawa Tengah ini tercermin dari dominasi penyaluran kredit oleh kredit modal kerja yang berjangka pendek. Penyaluran kredit konsumsi juga cukup besar, atau terbesar kedua setelah kredit modal kerja, karena dianggap relatif lebih aman. Sementara itu kredit investasi yang porsinya cukup kecil, pertumbuhannya juga relatif lamban, karena sifatnya yang PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

82 jangka panjang dan memiliki risk exposure yang lebih besar, serta berpotensi menimbulkan mismatch. Dengan melihat struktur liabilitis yang didominasi dana jangka pendek, maka struktur aset secara tidak langsung harus menyesuaikan struktur liabilitis, dimana kredit didominasi oleh kredit jangka pendek. Kualitas earning assets juga relatif baik, dan tidak adanya dominasi nasabah inti, maka secara keseluruhan risiko likuiditas perbankan di Jawa Tengah relatif masih terjaga. 3.4 Risiko Pasar Risiko pasar bank umum di Jawa Tengah relatif rendah. Risiko pasar adalah risiko yang berpengaruh terhadap bank yang disebabkan oleh pergerakan arah yang berlawanan dari tingkat bunga atau harga pasar (suku bunga, nilai tukar/kurs, atau harga komoditas/saham). Perbankan lebih diuntungkan dengan relatif fleksibelnya suku bunga DPK, dalam arti lebih cepat menyesuaikan apabila terdapat penurunan suku bunga SBI. Sementara suku bunga kredit relatif lebih sulit untuk turun, tapi sangat fleksibel untuk naik. Kondisi tersebut menjadikan bank relatif lebih aman dalam memelihara spread marginnya, mengingat spread bunga saat ini masih cukup tinggi. Dengan kondisi tersebut maka fluktuasi suku bunga secara keseluruhan masih dapat dihadapi oleh bank. Kemungkinan risiko yang terjadi, hanya berkurangnya margin keuntungan bank. Perbankan di Jawa Tengah relatif jarang memiliki eksposur valuta asing yang besar dan juga belum intensif memasarkan produk-produk derivatif. Transaksi pasar uang yang terjadi biasanya dilakukan di kantor pusat masing-masing bank, yang umumnya berlokasi di Jakarta. Hal ini mengakibatkan risiko yang terkait dengan perubahan kurs, relatif cukup terkendali atau rendah. Dengan kondisi di atas maka risiko pasar perbankan Jawa Tengah relatif rendah Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek Kredit berdasarkan lokasi proyek lebih melihat penyaluran kredit kepada debitur yang ada di wilayah Jawa Tengah, meskipun kreditnya berasal dari bank yang berlokasi di provinsi lain. Secara umum di Jawa Tengah, kredit berdasarkan proyek memiliki outstanding yang lebih besar dari kredit berdasarkan laporan bank. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Jawa Tengah juga menerima kredit dari bank-bank lain yang berlokasi di luar Jawa Tengah. Pada triwulan I-2009 kredit berdasarkan LBU tercatat sebesar Rp miliar, meningkat menjadi Rp miliar pada triwulan I Pada posisi yang sama, kredit berdasarkan proyek masing-masing sebesar Rp miliar dan Rp miliar. Bila dilihat pertumbuhannya, kredit PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

83 berdasarkan proyek pada triwulan ini tumbuh negatif sebesar -0,92%, sedangkan kredit berdasarkan LBU tumbuh tipis sebesar 0,24%. LDR kredit berdasarkan proyek juga lebih tinggi dibandingkan dengan kredit berdasarkan LBU. Pada triwulan I-2009 LDR-proyek tercatat sebesar 103,94%, sedangkan LDR-LBU sebesar 88,44% (Grafik 3.12). Rp Triliun Kredit - Lokasi Proyek DPK - Lokasi Proyek LDR - Lokasi Proyek I LDR (%) Grafik Perkembangan Kredit, DPK dan LDR Berdasarkan Lokasi Proyek 3.6 Perkembangan Bank Umum Yang Berkantor Pusat Di Jawa Tengah Perkembangan bank umum yang berkantor pusat di Jawa Tengah pada triwulan I-2009 meningkat. Terdapat dua bank umum yang berkantor pusat di Jawa Tengah yaitu PT Bank Jateng dan PT Bank Purbadanarta. Total aset kedua bank tersebut tercatat sebesar Rp miliar atau meningkat sebesar 14,36% dibanding triwulan I Apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya meningkat sebesar 9,82%. Kondisi ini menyebabkan share bank umum yang ber kantor pusat di Jawa Tengah terhadap total aset bank umum di Jawa Tengah meningkat dari 13,02% pada triwulan IV-2008 menjadi 14,13% pada triwulan I Secara tahunan DPK yang berhasil dihimpun pada Maret 2009 ini tercatat sebesar Rp miliar, atau meningkat sebesar 15,47% dibanding dengan Maret Namun demikian secara triwulanan, terjadi peningkatan yang cukup signifikan sebesar 33,40%. Peningkatan DPK ini terutama terjadi pada Bank Jateng, disebabkan adanya penempatan dana pemerintah daerah di awal tahun baik pada tingkat I maupun. Kenaikan pada triwulan I ini merupakan siklus tahunan. Sementara itu, kredit yang disalurkan tetap mengalami peningkatan, yaitu sebesar 22,19% (yoy) dan 1,15% (qtq). Pertumbuhan kredit yang cukup kecil khususnya di triwulan I ini (qtq), PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

84 dibandingkan dengan pertumbuhan DPK yang cukup tinggi, menjadikan LDR bank menurun cukup tajam dari 102,84% pada triwulan IV-2008 menjadi 77,98% pada triwulan I TABEL 3.5. PERKEMBANGAN BANK UMUM YANG BERKANTOR PUSAT DI JAWA TENGAH (RP MILIAR) PERT. MAR INDIKATOR USAHA (%) MAR JUN SEP DES MAR yoy qtq 1. a. Total Aset ,36 9,82 b. Share thd BU Jateng (%) 14,86 14,05 14,18 13,02 14, a. Dana Pihak Ketiga ,47 33,40 - Giro ,11 49,26 - Tabungan ,37-20,62 - Deposito ,19 77,0 b. Share thd BU Jateng (%) 15,86 14,49 14,57 11,90 15, a. Penyaluran Kredit ,14 1,15 b. Share thd BU Jateng (%) 13,98 14,09 13,85 13,54 13, LDR (%) 73,72 86,26 88,29 102,84 77, NPL (%) 0,50 0,53 0,47 0,26 0, Sumber : LBU, Bank Indonesia Ke depan, peran bankyang ber kantor pusat di Jawa Tengah ini khususnya Bank Jateng dalam turut serta membangun Jawa Tengah perlu ditingkatkan. Sebagai regional agent of development bank, kontribusi Bank Jateng yang sahamnya dimiliki oleh pemerintah daerah, dalam membangun perekonomian Jawa Tengah sangat mutlak diperlukan. Dukungan pembiayaan Bank Jateng terhadap program-program pembangunan derah khususnya program Bali Deso Mbangun Ndeso juga sangat dibutuhkan Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) BPR di Jawa Tengah terus tumbuh sejalan dengan pertumbuhan bank umum. Meskipun BPR memiliki kegiatan operasional yang sama dengan bank umum, namun BPR memiliki karakteristik yang berbeda dengan bank umum. BPR memiliki prosedur pemberian kredit yang lebih sederhana dan lebih cepat, dan BPR lebih mengutamakan pendekatan personal. Dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Indonesia, BPR di Jawa Tengah memiliki karakteristik yang berbeda. Sebagian BPR di Jawa Tengah dimiliki oleh pemerintah daerah, baik pemerintah kabupaten/kota maupun pemerintah provinsi. PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

85 TABEL 3.6. PERKEMBANGAN BEBERAPA INDIKATOR BPR DI JAWA TENGAH (RP MILIAR) INDIKATOR USAHA PERT. MAR-09 (%) MAR JUN SEP DES MAR yoy qtq 1. Aset ,93 2,64 2. DPK ,11 4,15 a.tabungan ,79 0,68 b.deposito ,64 6,76 3. Kredit ,04 4,86 4. LDR (%) 113,66 118,52 125,64 117,66 118, NPLs (%) 11,52 10,36 9,78 9,26 9, Jumlah BPR ,49-2,68 Sumber : LBPR Bank Indonesia Keterangan: data BPR posisi Maret 2009 masih bersifat sementara Total aset BPR pada triwulan I-2009 tercatat sebesar Rp8.097 miliar, meningkat sebesar 16,93% dibanding dengan triwulan I-2008, atau meningkat 2,64% dibanding triwulan IV Peningkatan tersebut banyak disupport oleh peningkatan DPK, yang pada posisi yang sama meningkat sebesar 16,11% (yoy) dan 4,15% (qtq) sehingga menjadi Rp5.686 miliar. Sementara itu kredit yang diberikan tumbuh sebesar 21,04% (yoy) dan 4,86% (qtq), sehingga pada Maret 2009 menjadi Rp6.736 miliar. Peningkatan kredit yang lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan DPK ini menjadikan LDR BPR meningkat dari 117,66% pada triwulan IV-2008 menjadi 118,46% pada triwulan I Namun LDR BPR tersebut menurun jika dibandingkan dengan triwulan I-2008, mengingat pada triwulan tersebut LDR BPR sebesar 125,64%. NPLs BPR tidak banyak mengalami perubahan dan level-nya masih relatif sama dengan triwulan-triwulan sebelumnya. Pada triwulan I-2008 NPLs BPR sebesar 9,78%, triwulan IV-2008 sebesar 9,26%, dan triwulan I sebesar 9,27%. Dampak krisis keuangan global juga telah dirasakan oleh BPR meskipun tidak terlalu signifikan. Sebagaimana bank umum, BPR saat ini juga lebih berhati-hati dalam menyalurkan kreditnya mengingat kondisi sektor riil yang masih belum pulih sepenuhnya akibat krisis keuangan global Perkembangan Bank Syariah Perkembangan perbankan syariah di Jawa Tengah menunjukkan peningkatan yang cukup baik. Aset perbankan syariah dari triwulan ke triwulan selalu menunjukkan peningkatan meskipun sempat sedikit menurun pada triwulan ke I Total aset perbankan syariah pada triwulan I-2009 tercatat sebesar Rp2.346 miliar. Aset tersebut meningkat sebesar 44,45% dibandingkan triwulan I-2008 atau menurun -2,95% dibanding triwulan sebelumnya. DPK yang dihimpun perbankan PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

86 syariah juga meningkat 28,42% (yoy) menjadi Rp1.654 miliar, dan pembiayaan yang disalurkan naik 53,13% (yoy) menjadi Rp1.997 miliar. Namun demikian kalau dilihat secara triwulanan perkembangan perbankan syariah mengalami penurunan hampir di semua indikator keuangan, baik aset, DPK, maupun pembiayaan. Aset pada triwulan I-2009 dibandingkan triwulan IV turun sebesar -2,95%. Demikian pula dengan DPK dan pembiayaan masing-masing turun sebesar -2,78% dan -1,47%. Kondisi tersebut menggambarkan perkembangan perbankan syariah di Jawa Tengah yang menurun pada triwulan I di 2009 ini. Share aset perbankan syariah terhadap total aset perbankan daerah pada trieulan I-2009 sebesar 2,26%. Porsi aset perbankan syariah terhadap total aset perbankan di Jawa Tengah, dari waktu ke waktu belum menunjukkan peningkatan yang signifikan, bahkan turun pada di triwulan awal tahun ini. Pada triwulan IV-2007 porsi aset perbankan syariah masih tercatat 1,75%, kemudian meningkat menjadi 2,33% pada triwulan IV Perkembangan ini masih cukup jauh bila dibandingkan dengan target Bank Indonesia untuk mencapai share 5% secara nasional. TABEL 3.7. PERKEMBANGAN INDIKATOR PERBANKAN SYARIAH DI PROVINSI JAWA TENGAH (RP MILIAR) INDIKATOR USAHA PERT. MAR-09 (%) MAR JUN SEP DES MAR yoy qtq 1. Total Aset ,45-2,95 Share thd tot.perbankan ,15 2,33 2, DPK ,42-2,78 Share thd tot. perbankan ,90 2,11 2, Pembiayaan ,13-1,47 Share thd tot. Perbankan ,42 2,78 2, FDR (%) ,24 119,12 120, NPLs (%) ,83 2,43 2, Sumber : LBU, Bank Indonesia Sementara itu fungsi intermediasi yang dilakukan perbankan syariah di Jawa Tengah juga berjalan dengan baik. Financing deposits ratio (FDR) perbankan syariah hampir selalu di atas 100%. Hal ini membuktikan bahwa dana masyarakat yang dihimpun dari masyarakat, seluruhnya disalurkan kembali kepada masyarakat. Rasio FDR pada triwulan I-2009 sebesar 120,72%, meningkat dibandingkan triwulan I-2008 sebesar 101,24%. Meskipun cukup ekspansif, kredit rasio Non Performing Financing (NPF) perbankan syariah masih relatif rendah, terlihat dari rasio NPF perbankan syariah pada triwulan I-2009 masih di bawah 5%, yaitu 2,46%. PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

87 3.9. Kredit UMKM Jumlah penyaluran kredit kepada UMKM di Jawa Tengah terus meningkat meski dengan pertumbuhan yang melambat. Penyaluran kredit UMKM pada triwulan I-2009 mengalami peningkatan sebesar 19,09% dibandingkan triwulan I-2008 sehingga menjadi Rp miliar. Peningkatan kredit UMKM tersebut memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap meningkatnya kredit perbankan, mengingat kontribusinya mencapai 77,63% dari total kredit perbankan (bank umum dan BPR) di Jawa Tengah (Grafik 3.12). Dari jumlah tersebut, sebesar Rp miliar atau 48,07% merupakan kredit modal kerja, sisanya sebesar 46,28% dan 5,65% merupakan kredit konsumsi dan investasi (Grafik 3.13) K. Modal Kerja K. Investasi K. Konsumsi Rp Triliun Rp Triliun Total Kredit Kredit UMKM I I Sumber : LBU, Bank Indonesia Grafik 3.13 Perkembangan Kredit UMKM dan Total Kredit Sumber : LBU, Bank Indonesia Grafik 3.14 Perkembangan Kredit UMKM Menurut Jenis Penggunaan PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

88 Lainnya 47% Pertanian 3% Pertambangan 0% Industri 8% Listrik, Gas, & Air 0% Konstruksi 1% Jasa Sosial Masy 1% Jasa Dunia Usaha 5% Pengangkutan 1% PHR 34% Grafik 3.15 Komposisi Kredit UMKM Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan I I Mikro Kecil Menengah Total Kredit UMKM Grafik 3.16 Perkembangan Kredit UMKM Berdasarkan Skala Usaha Sejalan dengan struktur perekonomian Jawa Tengah yang utamanya disumbang oleh tiga sektor utama yaitu sektor PHR, sektor industri, dan sektor pertanian, maka penyaluran kredit UMKM di Jawa Tengah juga didominasi oleh ketiga sektor tersebut. Termasuk sektor lainnya (kredit konsumtif) yang memiliki porsi terbesar. Pada triwulan I-2009, kredit UMKM pada sektor lainnya tercatat sebesar Rp miliar atau 47,43% dari total kredit UMKM. Sementara itu kredit UMKM PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

89 untuk sektor PHR, sektor industri dan sektor pertanian masing-masing sebesar Rp miliar (34,72%), Rp4.269 miliar (6,91%) dan Rp2.099 miliar (3,40%). Pangsa kredit skala mikro masih mendominasi kredit UMKM. Meskipun pertumbuhannya melambat, pangsa kredit untuk skala mikro masih mendominasi pemberian kredit kepada UMKM di Jawa Tengah. Pada triwulan I-2009 ini pangsa kredit skala mikro punya andil sebesar 42,96% terhadap total UMKM, relatif sama dibandingkan dengan triwulan IV-2008 yang memiliki andil sebesar 42,73%. Sedangkan skala usaha kecil dan menengah masing-masing sebesar Rp miliar (32,50%) dan Rp15,147 miliar (24,53%). Sementara itu rasio kredit bermasalah atau NPLs UMKM perbankan di Jawa Tengah pada triwulan I-2009 cukup bagus, yaitu sebesar 3,23%. Dalam rangka mengembangkan sektor riil dan UMKM di wilayah Jawa Tengah, program yang dilakukan Kantor Bank Indonesia Semarang diselaraskan dnegan Program Gubernur Jawa Tengah yaitu Bali Ndeso Mbangun Deso, yang dapat diartikan bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Tengah akan memfokuskan program pembangunannya untuk mengembangkan wilayah pedesaan. Salah satu program yang saat ini sedang dirintis KBI Semarang bekerjasama dengan Program pengembangan Desa Produktif yang dilakukan Balai Pengembangan Produktifitas Tenaga Kerja (BPPTK) Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Tengah, adalah mengembangkan desa Padurenan, kec Gebog, kab Kudus menjadi klaster bordir dan konveksi terintegrasi dengan klaster wisata religi di wilayah Kudus. Tujuan pengembangan desa tersebut adalah peningkatan daya saing bagi industri bordir dan konveksi melalui peningkatan value added sehingga mampu meningkatkan daya saing bagi UMKM di wilayah tersebut (boks terlampir). Disamping itu, dalam rangka menjalankan fungsi advisory bagi Pemerintah Daerah, KBI Semarang telah melaksanakan penelitian Potensi Pengembangan Sub Terminal Agribisnis (STA) Soropadan pada akhir tahun Penelitian ini bertujuan untuk (1) menggambarkan peta rantai nilai tiga komoditas/produk yang paling banyak diperdagangkan di STA Soropadan, (2) mengidentifikasi kinerja STA Soropadan dan (3) mengetahui dampak yang ditimbulkan dari berdirinya Terminal Agribisnis Soropadan bagi para pelaku, antara lain bagi petani, kepastian pasokan produk, penciptaan daya tarik bagi bank, serta identifikasi tingkat kemajuan perkembangan STA dan Sistem Resi Gudang (boks terlampir). PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

90 BOKS PENELITIAN POTENSI PENGEMBANGAN STA SOROPADAN DI JAWA TENGAH LATAR BELAKANG Dalam rangka mengidentifikasi potensi Sub Terminal Agro (STA)Soropadan yang berlokasi di Temanggung, Jawa Tengah, sebagai well-functioning commodity exchange, pada akhir tahun 2008 Kantor Bank Indonesia Semarang bekerjasama dengan Center For Micro And Small Enterprises Dynamics (CEMSED)- Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Salatiga, untuk melakukan penelitian potensi pengembangan STA Soropadan di Jawa Tengah. Penelitian ini bertujuan (1) menggambarkan peta rantai nilai tiga komoditas/produk yang paling banyak diperdagangkan di STA Soropadan, untuk mengidentifikasi para pelaku di seluruh rantai nilai komoditas/produk, kontribusi penciptaan nilai tambah dan alur rantai permintaan (pasar) dari produk/komoditas tersebut, (2) mengidentifikasi kinerja STA Soropadan, dan (3) mengetahui dampak yang ditimbulkan dari berdirinya Terminal Agribisnis Soropadan bagi berbagai pelaku, antara lain bagi petani, kepastian pasokan produk, penciptaan daya tarik bagi bank, serta identifikasi tingkat kemajuan perkembangan STA dan Sistem Resi Gudang. SIMPULAN Dari hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Potensi STA Soropadan a. STA Soropadan sangat potensial sebagai tempat berlangsungnya transaksi antara pedagang dan pembeli dari berbagai daerah. b. Keberadaan STA Soropadan telah menyebabkan peningkatan kebutuhan jasa perbankan, baik jasa transfer, penyimpanan, maupun pembiayaan, baik bagi pembeli maupun penjual. Namun, jasa perbankan di Jawa Tengah belum berperan aktif untuk secara khusus melayani nasabah pelaku transaksi lelang. c. Keberadaan STA Soropadan sangat potensial untuk mengubah perilaku petani, dari petani yang berorientasi pada produk menjadi petani yang berorientasi pada pasar. PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

91 d. STA Soropadan memiliki karakter yang berbeda dengan STA lainnya, misalnya STA Cigombong, Jawa Barat. STA Cigombong fokus pada pengemasan sayuran (daun, buah dan umbi) dan beroperasi setiap hari untuk memasok supermarket/hypermarket (Carrefour, Giant), sementara STA Soropadan dimanfaatkan untuk ajang promosi, agrowisata dan pasar lelang. 2. Peta rantai nilai Sebagai sampel diambil tiga komoditas untuk melihat rantai nilainya yaitu beras, kopra, dan cabai yang mewakili masing-masing kelompok komoditi padi-padian, perkebunan dan holtikultura. Hasil pemetaan rantai nilai tiga komoditi yang diperdagangkan di STA Soropadan menguatkan alasan pembenaran terhadap tujuan pendirian STA Soropadan yaitu distribusi nilai tambah antar operator rantai di hulu dan di hilir masih sangat timpang. Petani hanya mampu menciptakan nilai tambah sekitar 3% sedang pedagang besar pemain pasar lelang menikmati nilai tambah lebih dari 15 kali lipat. 3. Analisis Dampak Keberadaan STA Soropadan Pada Pelaku Usaha Petani berada jauh di mata rantai nilai sehingga tidak mengetahui peran STA Soropadan. Pada umumnya, dampak yang pasti dirasakan oleh pedagang adalah bertambahnya jaringan dan informasi bisnis yang dibangun melalui forum business gathering. Dari struktur pendapatan, petani menempati posisi yang paling dirugikan, namun paling sentral dalam menentukan jenis, kualitas dan volume produksi. 4. Implementasi STA dan SRG Sistem Resi Gudang belum diimplementasikan dalam optimalisasi pelaksanaan pasar lelang forward di STA Soropadan. 5. Peran perbankan di pasar lelang menghadapi tantangan dan peluang. a. Tantangan utama adalah persoalan risiko ingkar janji (gagal kirim atau gagal bayar) yang masih tinggi yaitu sekitar 20%. Risiko ini mencerminkan kemungkinan risiko kredit macet bila bank menyalurkan kredit. b. Masih adanya yang melakukan short selling atau melakukan transaksi jual atas barang yang belum dimiliki menjadi sumber risiko gagal bayar. Rekomendasi 1. Produce what you market, not market what you produce (Philip Kotler) Perspektif pengelolaan STA Soropadan sebaiknya diubah menjadi Produce what you market, not market what you produce. 2. Mempertinggi frekuensi transaksi PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

92 Karena selama ini transaksi di STA Soropadan hanya dilakukan rata-rata 2 bulan sekali, maka dapat menimbulkan image ketidakpastian pasar, sehingga kurang menarik minat pelaku. Jika kendalanya terletak pada dampak terhadap biaya yang harus dibebankan dari APBN/ APBD, maka solusi swastanisasi STA sebagai pasar lelang diharapkan dapat menjadi jalan keluar. 3. Dukungan infrastruktur Database yang memadai sebagai salah satu syarat infrastruktur yang diperlukan dalam penyelenggaraan pasar lelang yang optimal, sehingga harga yang terbentuk dalam pasar lelang dapat lebih akurat mencerminkan harga pasar di luar pasar lelang, dan pelaku yang didatangkan dengan fasilitasi akomodasi dari Pemda dapat diprioritaskan pada pelaku yang bertransaksi pada komoditas yang sedang masa panen, karena dengan ketersediaan stok pada masa panen akan mengurangi risiko gagal serah. 4. Optimalisasi Sistem Resi Gudang pada transaksi lelang Permasalahan wanprestasi di pasar lelang Soropadan selama ini salah satunya dilatarbelakangi oleh ketiadaan kuantitas suplai komoditas oleh penjual. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, idealnya komoditas yang ditransaksikan di pasar lelang berupa resi gudang karena resi gudang diterbitkan dengan underlying asset yang dijamin keberadaannya dan sudah teruji mutunya oleh Lembaga Penilai Kesesuaian terakreditasi. Namun karena mayoritas komoditas yang dijaminkan dalam resi gudang baru terbatas gabah, untuk sementara penggunaan resi gudang tersebut belum berjalan secara optimal. Hingga variasi komoditas yang dijaminkan melalui resi gudang tersebut meningkat, pengelola STA dapat senantiasa mensosialisasikan Sistem Resi Gudang kepada para pelaku. 5. Dalam rangka exit strategy yaitu berakhirnya pengelola (manajemen) pasar lelang dari pemerintah ke swasta, maka studi kelayakan bisnis (cetak biru atau road map/pathway) sudah saatnya dipersiapkan. Beberapa dimensi (isu-isu) strategis yang perlu mendapat perhatian atau kajian mendalam adalah: Peran pemerintah tetap diperlukan dalam aspek pengawasan dan pembinaan, seperti pola pengelolaan Bursa Berjangka Jakarta dan Bursa Efek Indonesia. Dengan demikian partnership pemerintah dan swasta dapat terwujud. Pencipta pasar yaitu pedagang (broker, trader) sekaligus berperan sebagai pemilik dan anggota pasar lelang. Kajian lebih lanjut mengenai berbagai varian ( model ) pasar lelang perlu dilakukan. STA Soropadan perlu mengupayakan redistribusi nilai tambah kearah hulu. PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

93 Selain syarat-syarat yang harus dipenuhi, terdapat juga syarat-syarat yang mencukupi agar suatu pasar komoditas bisa menjadi pasar komoditas yang ideal, yaitu: - Dukungan pemerintah pusat dan daerah dalam bentuk kebijakan, regulasi, dan stimulus baik finansial maupun non finansial. - Ketersediaan sarana dan prasarana transportasi dan komunikasi serta kelengkapan utilitas yang diperlukan. - Orientasi kepada konsumen dan orientasi komersial melalui peningkatan jaminan jumlah mutu dan ketepatan waktu produksi baik oleh petani kecil dan perusahaan agribisnis. - Dukungan asosiasi pelaku bisnis (asosiasi petani, KADIN, dll.) serta penelitian dan pengembangan institusi pertanian (oleh perguruan tinggi dan lembaga penelitian lainnya). - Potensi perdagangan regional (serta nasional dan internasional). PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

94 BOKS Program Pengembangan Desa Padurenan menjadi Klaster Bordir & Konveksi Terpadu dengan Wisata Religi di Kudus A. Latar Belakang Pada tahun 2008 dengan terpilihnya Bp.Bibit Waluyo sebagai Gubernur Provinsi Jawa Tengah telah dicetuskan suatu gerakan Bali Desa Mbangun Desa yang diprogramkan selama masa jabatannya ( ). Gerakan ini bertujuan mengarahkan kembali orientasi pembangunan ke perdesaan yang bersifat menyeluruh, terkait dengan pengembangan sumberdaya manusia, alam, lingkungan, sosial, budaya, politik dan kewilayahan. Pembangunan perdesaan menjadi isu strategis dan penting, mengingat di Jawa Tengah terdapat desa yang dihuni oleh sekitar 60% dari jumlah penduduk Jawa Tengah yang mencapai 32,3 juta jiwa (pria 49,62% dan perempuan 50,38%). Dengan membangun perdesaan diharapkan ekonomi masyarakat desa semakin meningkat dan pada akhirnya tingkat kesejahteraan rakyat Jawa Tengah semakin membaik. Selanjutnya untuk mengimplementasikan gerakan tersebut diharapkan segenap potensi masyarakat Jawa Tengah yang memiliki pengetahuan, ketrampilan, teknologi dan informasi hendaknya dapat ditularkan kepada masyarakat pedesaan. Demikian pula bagi mereka yang memiliki kekayaan atau modal yang besar dapat memberikan bantuan modal usaha atau bertindak sebagai bapak angkat guna melindungi, memasarkan, dan mengembangkan usaha produktif yang dilakukan masyarakat pedesaan. Adapun gerakan Bali Desa Mbangun Desa didasarkan atas suatu Visi yaitu Terwujudnya Masyarakat Jawa Tengah Yang Semakin Sejahtera, dengan menetapkan 6 butir Misi yang akan dijalankan, meliputi : (1) Mewujudkan pemerintahan yang bersih dan profesional serta sikap responsif aparatur, (2) Pembangunan ekonomi kerakyatan berbasis pertanian, UMKM dan industri padat karya, (3) Memantapkan kondisi sosial budaya yang berbasiskan kearifan lokal, (4) Pengembangan sumberdaya manusia berbasis kompetensi secara berkelanjutan, (5) Peningkatan perwujudan pembangunan fisik dan infrastruktur, (6)Mewujudkan kondisi aman dan rasa aman dalam kehidupan masyarakat. PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

95 Dengan adanya gerakan Bali Desa Mbangun Desa yang diperkenalkan oleh Gubernur, diharapkan pembangunan desa di Jawa Tengah bisa dilaksanakan secara terpadu dan sinergis oleh semua pihak sehingga akan mampu mempercepat pemberdayaan ekonomi perdesaan. Selanjutnya dalam rangka turut berperan serta dalam gerakan Bali Desa Mbangun Desa sekaligus implementasi progran kerja klaster, maka pada tahun 2009 KBI Semarang akan melaksanakan program Pengembangan Desa Padurenan menjadi Klaster Bordir & Konveksi Terpadu dengan Wisata Religi di Kudus B. Gambaran Umum Desa Padurenan Sentra industri konveksi pakaian jadi dan industri kain bordir berada di Desa Padurenan- Kecamatan Gebog, Kabupaten Kudus bagian utara dekat dengan pesisir pantai. Lokasi sentra berjarak sekitar 4 s.d 5 km dari pusat kota Kudus yang banyak dikunjungi oleh wisatawan rohani/peziarah Masjid Menara Sunan Kudus. Desa ini juga berjarak 3 km dari tempat ziarah Gunung Muria. Sentra ini bertumbuh-kembang secara alami dan saat ini terdapat sekitar 200 unit usaha yang menyerap sekitar tenaga kerja. Dari populasi usaha tersebut, diperkirakan sekitar 60% merupakan unit usaha konveksi dan 40% usaha industri kain dan baju bordir. Sebagian besar produk dipasarkan di sekitar Pantura (pantai utara), Semarang, Bali dan daerah lainnya. Dari sisi produksi, tidak terdapat kendala yang berarti baik dari segi pengadaan bahan baku, proses produksi maupun peralatan produksi. Kendala utama yang dihadapi adalah dalam segi pemasaran dan penyediaan modal. Dari segi pemasaran produk, para pengusaha konveksi dan bordir mempunyai bargaining position yang rendah terhadap pedagang di pasar tujuan, sehingga mereka tidak bebas dalam menetapkan harga jual produk. Meskipun demikian mereka mengaku mendapatkan tingkat keuntungan antara 10% s.d 25%, bahkan untuk produk dengan desain baru, tingkat keuntungannya bisa mencapai 100%. Dengan hasil keuntungan tersebut, tingkat ekonomi keluarga dapat dikatakan mapan/sejahtera, hal ini terlihat dari kondisi rumah tinggal mereka yang rata-rata cukup baik. Bahkan ada yang memiliki mobil sebagai sarana angkutan. Dari segi modal atau keuangan, mereka tidak mampu mengumpulkan modal dengan cepat. Karena, mereka harus mengeluarkan biaya secara tunai baik untuk membeli bahan baku (bahkan kadangkala harus membayar uang muka) maupun untuk membayar upah tenaga kerja. Sementara itu hasil penjualan produk, baru dibayar oleh pelanggan/sales mereka setelah 1 bulan PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

96 bahkan dengan kredit yang akan dilunasi menjelang hari raya. Di sisi lain, meskipun usaha tersebut dalam satu sentra namun masih perlu ditingkatkan upaya peningkatan modal sosial dan kebersamaan untuk mengembangkan sentra menjadi sebuah klaster. Pada saat ini peluang untuk mengembangkan sentra ini menjadi suatu klaster yang produktif mendapatkan dukungan yang cukup baik dari beberapa pihak antara lain dari Bupati/Pemkab.Kudus beserta seluruh jajaran Satuan Kerja Perangkat Desa (SKPD) yang berkomitmen untuk mengupgrade klaster di Padurenan baik dari sisi modal sosial, infrastruktur maupun kompetensi UMKM/pelaku usahanya. Disamping itu, komitmen yang kuat juga diperoleh dari aparat maupun masyarakat desa di Padurenan serta stakeholder lain (BPPTK Disnaker Propinsi Jawa Tengah, BUMN dan perbankan). Rencana Program Pengembangan Desa Padurenan menjadi Klaster Bordir & Konveksi Terpadu dengan Wisata Religi di Kudus Koperasi (bahan baku,dana, pemasaran dll) Agen Perjalanan Operator Tour Jasa Parkir Rumah Makan Jasa-Jasa Pemeliharaan Desainer Jasa Pelatihan Industri Bordir & Produk Tekstil Areal Kios Perdagangan Transportasi Lokal ATM Jasa Lain (toilet umum dll) Stakeholders : Pemda Perbankan PKBL(BUMN) masyarakat Lembaga Donor/BDS/LSM,dll PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

97 C. Program Pembangunan Desa Wisata Padurenan Pengembangan desa didasarkan atas potensi sumber daya termasuk komoditas unggulan yang dimiliki perdesaan, dengan model pengembangan Klaster Pariwisata Industri Bordir dan Produk Tekstil terpadu dengan wisata religi (Menara Kudus dan Gunung Muria). Hal tersebut akan dilakukan dengan (1) mendorong peningkatan peran lembaga desa, lembaga pendidikan, institusi terkait, perusahaan swasta, BUMD, BUMN serta masyarakat desa untuk membangun ekonomi perdesaan secara sinergis, (2) memobilisasi sumber-sumber pendanaan (APBN, APBD, Bank, LKBB, CSR dll) sebagai pinjaman atau modal penyertaan dalam pembangunan ekonomi perdesaan. PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

98 Halaman Ini sengaja dikosongkan PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

99 4.1. PENDAPATAN DAERAH Pendapatan daerah adalah total penerimaan dana yang diperoleh oleh daerah pada suatu periode waktu tertentu. Besarnya nilai pendapatan daerah merupakan ukuran besarnya kemampuan fiskal suatu daerah. Semakin besar pendapatan maka semakin besar pula kekuatan fiskal daerah. Untuk itu suatu daerah hendaknya dapat memaksimalkan setiap potensi penerimaan pendapatan daerahnya, sehingga dapat memberikan ruang gerak kebijakan fiskal yang lebih luas. Target pendapatan daerah Propinsi Jawa Tengah pada tahun 2009 sebesar Rp5,22 triliun atau meningkat sebesar 1,73% dibanding tahun Dari komponen pedapatan daerah, Pendapatan Asli daerah (PAD) Jateng pada tahun 2009 ditargetkan sebesar Rp3,63 triliun, mengalami peningkatan 1,05% dari target tahun sebelumnya (tabel 4.1). Sedangkan target dana perimbangan sebesar Rp1,58 triliun atau mengalami peningkatan sebesar 3,35% dari tahun Pajak daerah masih diharapkan sebagai komponen terbesar yang menyumbang pendapatan daerah di tahun 2009, dengan proporsi sebesar 56,60%, yang disusul kemudian oleh dana alokasi umum (20,18%) dan dana bagi hasil pajak/bukan pajak (10,16%). Secara umum, realisasi pendapatan Propinsi Jawa Tengah pada triwulan I-2009 tercatat sebesar 23,31% dari target yang ditetapkan atau mencapai Rp 1,21 triliun. Berdasarkan komponennya, (tabel 4.1) PAD mencatat realisasi sebesar Rp 792 miliar atau 21,79% dari target 2009, yang disumbang oleh penerimaan pajak daerah (Rp733 miliar), retribusi daerah (Rp25 miliar) serta pendapatan lain-lain yang sah (Rp34 miliar). Realisasi dana perimbangan di triwulan I-2009 ini tercatat sebesar Rp424 miliar atau 26,78% dari target realisasi Dari total dana perimbangan tersebut, realisasi DAU merupakan yang terbesar hingga triwulan ini, yaitu mencapai Rp376 PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

100 miliar atau sebesar 35,78% dari target realisasi Dengan demikian terlihat bahwa pajak daerah mempunyai peran sangat dominan dalam menyumbang pendapatan daerah. Hingga triwulan I-2009, pangsa penerimaan pendapatan dari pajak daerah mencapai sekitar 60% dari total pendapatan. Realisasi penerimaan pajak daerah yang cukup besar tersebut dapat lebih memperkuat kemampuan fiskal pemerintah daerah untuk mendorong roda pembangunan. Sedangkan sumber pendapatan lain yang cukup signifikan juga nilainya adalah Dana Alokasi Umum (DAU) yang hingga triwulan ini mempunyai sharenya sekitar 35% dari total pendapatan daerah. Komponen sumber pendapatan ini sangat bergantung pada pemerintah pusat, sehingga sumber pendanaan ini bersifat given. Komponen pendapatan lainnya yang potensial, dan dapat dipacu penerimaannya oleh Pemerintah Propinsi Jawa Tengah adalah retribusi daerah, mengingat sifatnya yang dapat dikontrol oleh pemerintah provinsi. Namun demikian hal penting yang harus diperhatikan adalah intensifikasi pajak daerah dan retribusi daerah tersebut diharapkan tidak bersifat kontraproduktif, yaitu justru memberi disinsentif bagi iklim investasi. Tabel 4.1 Realisasi Pendapatan Daerah APBD Triwulan I-2009 (Rp Juta) NO URAIAN APBD APBD REALISASI TW IV-08 TW I-09* % APBD-09 A PENDAPATAN 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 3,598,520 3,636,425 3,762, , Pendapatan Pajak Daerah 2,952,500 2,954,766 3,068, , Pendapatan Retribusi Daerah 341, , ,651 25, Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekay. Daerah Yg Dipisahkan 131, , , Lain-Lain PAD Yang Sah 172, , ,502 34, DANA PERIMBANGAN 1,532,287 1,583,629 1,504, , Dana Bagi Hsl Pjk/Bukan Pjk 478, , ,692 47, Dana Alokasi Umum 1,053,492 1,053,492 1,053, , Dana Alokasi Dana Khusus Dana Penyes. Tunj. Pendidkan LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH Hibah Dana Penyesuaian & Otonomi Khusus JUMLAH PENDAPATAN 5,131,037 5,220,053 5,267,170 1,216, Sumber : Biro Keuangan, Pemerintah Propinsi Jawa Tengah, diolah Keterangan : *) Data Sementara PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

101 4.2. BELANJA DAERAH Belanja daerah merupakan salah satu instrumen fiskal daerah yang paling signifikan disamping pajak dan retribusi daerah. Besarnya belanja daerah ini akan mencerminkan peranan pemerintah daerah terhadap perekonomian daerah. Sebagai instrumen fiskal, besarnya belanja daerah ini juga dapat mendorong laju pertumbuhan ekonomi daerah. Realisasi belanja daerah yang besar merupakan indikasi stimulus fiskal yang ekspansif, yang diharapkan dapat berpengaruh positif dalam peningkatan output daerah disamping investasi daerah dan ekspor. Tabel 4.2 Realisasi Belanja Daerah APBD Triwulan I-2009 (Rp Juta) NO URAIAN APBD APBD REALISASI TW IV-2008 TW I-2009* % APBD-09 B BELANJA 1 BELANJA TIDAK LANGSUNG 3,672,148 3,294,564 3,360, , Belanja Pegawai 951,389 1,096, , , Belanja Bunga Belanja Subsidi - Belanja Hibah 472,987 87, ,490 15, Belanja Bantuan Sosial 459, , ,423 6, Belanja Bagi Hasil Kpd Kab/Kota 1,108,765 1,133,781 1,058,173 1, Blnj Bant.Keuang. kpd Kab/Kota 659, , ,140 11, Belanja Tidak Terduga 20,000 25,000 1,509 1, BELANJA LANGSUNG 1,988,055 2,026,650 1,790, , Belanja Pegawai 274, , ,331 23, Belanja Barang dan Jasa 1,123,543 1,278,096 1,018,237 97, Belanja Modal 589, , ,025 12, JUMLAH BELANJA SURPLUS/DEFISIT Sumber : Biro Keuangan, Pemerintah Propinsi Jawa Tengah, diolah Keterangan : *) Data Sementara 5,660,203 5,321,214 5,151, , (529,165) (101,161) 116,034 (328,086) - Target belanja pemerintah provinsi Jawa Tengah pada tahun 2009 adalah sebesar Rp5,32 triliun, turun sekitar -6% dibanding target belanja dalam APBD 2008 yang tercatat sebesar Rp 5,66 triliun. Berdasarkan komponen belanja daerah dalam APBD 2009, pengeluaran belanja tidak langsung masih mempunyai pangsa yang dominan yaitu sebesar 61,9% terhadap total anggaran belanja 2009, sedangkan sisanya merupakan belanja langsung. Dalam komponen belanja tak langsung, belanja pegawai dan belanja bagi hasil kab/kota merupakan pos belanja yang terbesar, yaitu masing-masing sebesar 20% dan 21% dari total belanja daerah. Sampai dengan triwulan I-2009, realisasi total belanja daerah pemerintah Propinsi Jawa tengah tercatat sebesar 6,17% atau Rp328 miliar. Angka ini relatif masih kecil dan jauh i dibawah target. Masih relatif kecilnya realisasi PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

102 belanja daerah ini menunjukkan pula masih kecilnya peran kebijakan fiskal (pemerintah) daerah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi daerah pada triwulan I Belanja Tidak Langsung : Realisasi Belanja tidak langsung (BTL) pada triwulan I-2009 ini tercatat senilai Rp194 miliar atau sebesar 5,91%. Masih rendahnya nilai realisasi belanja tidak langsung ini disebabkan oleh realisasi belanja bagi hasil kab/kota yang sangat kecil yaitu sebesar 0,14% dari target tahun Mengingat besarnya kontribusi pos tersebut terhadap total belanja tidak langsung, secara otomatis membuat realisasi BTL menjadi kecil walaupun angka realisasi belanja pegawai sudah relatif besar yaitu 14,4%. 2. Belanja Langsung : Realisasi Belanja Langsung pada triwulan I-2009 tercatat sebesar 6,59% atau senilai Rp133 miliar (tabel 4.2). Berdasarkan komponen penyusunnya, realisasi terbesar terjadi pada komponen belanja pegawai yaitu sebesar 10% dari target 2009, diikuti oleh belanja barang dan jasa sebesar 7,6% dari target 2009 dan belanja modal yang baru mencatat realisasi sebesar 2,4% dari target belanja Kecilnya angka realisasi belanja modal daerah sebesar 2,4% dari target belanja modal tahun 2009 ini merupakan proxy pengeluaran investasi pemerintah yang masih rendah dalam triwulan I-2009 ini. PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

103 Bank Indonesia sebagai bank sentral mempunyai tugas untuk mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran nasional baik tunai maupun non tunai, sehingga Bank Indonesia terus berupaya untuk menyelenggarakan sistem pembayaran yang cepat, aman dan handal. Kantor Bank Indonesia Semarang sebagai representasi Bank Indonesia senantiasa mengupayakan kelancaran sistem pembayaran di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung kelancaran aktivitas perekonomian di Jawa Tengah. Kantor Bank Indonesia Semarang selalu berusaha menjaga kelancaran sistem pembayaran baik tunai maupun non-tunai melalui penyediaan uang kartal untuk memenuhi kebutuhan di masyarakat baik dalam nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu dan dalam kondisi layak edar, serta menjaga kelancaran sistem pembayaran melalui penyelenggaraan kliring dan Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS). Perkembangan sistem pembayaran di Jawa Tengah pada Triwulan I-2009 secara umum mengalami penurunan dibanding triwulan sebelumnya. Jumlah aliran uang masuk (inflow) ke KBI-KBI di wilayah Jawa Tengah, secara total mengalami penurunan, begitu juga dengan aliran keluar (outflow) secara total juga mengalami penurunan. Sementara itu, nilai dan volume transaksi pembayaran melalui Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS), untuk wilayah Jawa Tengah pada triwulan I 2009 ini juga mengalami penurunan. 5.1 Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai Aliran Uang Kartal Masuk/Keluar (Inflow/Outflow) Perkembangan aliran uang kartal pada triwulan I-2009 di wilayah Jawa Tengah (KBI Semarang, KBI Purwokerto dan KBI Solo) mengalami net inflow, yaitu jumlah aliran uang masuk ke Bank Indonesia (inflow) lebih besar dibandingkan jumlah aliran PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

104 uang yang keluar ke masyarakat (outflow). Pada triwulan I-2009, inflow yang terjadi di KBI wilayah Jawa Tengah menurun sebesar 13,76% dibandingkan periode triwulan yang lalu (quarter to quarter, qtq) menjadi Rp6,532 triliun, sedangkan apabila dibandingkan posisi yang sama tahun lalu (year on year) mengalami peningkatan sebesar 46,41%. Sementara itu, outflow yang terjadi pada KBI di wilayah Jawa Tengah pada triwulan I-2009 tercatat sebesar Rp 701 miliar, menurun cukup signifikan, sebesar 69,23% dibandingkan jumlah outflow pada triwulan IV Namun posisi outflow pada triwulan ini peningkatan (yoy) yang cukup besar yaitu 166,02%, apabila dibandingkan dengan posisi outflow pada triwulan I Karena nilai inflow yang jauh lebih besar dibandikan jumlah outflow, pada triwulan I-2009 ini terjadi net inflow sebesar Rp5,831 triliun, atau meningkat sebesar 10,11%(qtq) dibandingkan posisi net inflow triwulan yang lalu. Kondisi ini disebabkan karena faktor musiman, yaitu mengalirnya kembali dana masyarakat ke perbankan pasca periode akhir tahun. Kondisi net inflow ini terjadi di semua KBI di Jawa Tengah, yaitu KBI Semarang, KBI Solo dan KBI Purwokerto. Pada triwulan I-2009, kegiatan transaksi sistem pembayaran tunai di wilayah Jawa Tengah masih didominasi oleh transaksi di KBI Semarang, dengan posisi net inflow sebesar Rp3,630 triliun, diikuti oleh KBI Solo dan KBI Purwokerto dengan posisi net inflow di masing-masing sebesar Rp1,985 triliun dan Rp214 miliar Rp Trilyun (2) (4) TW.I- 07 TW - 07 TW I TW IV- TW.I- 08 TW - 08 TW I- 08 TW IV- 08 TW I- 09 Periode INFLOW OUTFLOW NET INFLOW Sumber: KBI Semarang, KBI Solo, KBI Purwokerto Grafik 5.1. Perkembangan Inflow dan Outflow Uang Kartal di Jawa Tengah PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

105 Penyediaan Uang Kartal Layak Edar / Penyediaan Tanda Tidak Berharga (PTTB) Uang Kartal Kebijakan Bank Indonesia terkait dengan transaksi pembayaran secara tunai bertujuan untuk senantiasa memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap jumlah nominal yang cukup menurut jenis pecahan dan dalam kondisi layak edar (fit for circulation). Bank Indonesia secara berkala atau berkelanjutan melakukan kegiatan Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) atau pemusnahan terhadap uang kartal yang sudah tidak layak edar (lusuh/rusak) sebagai upaya untuk memelihara kualitas uang kartal yang diedarkan di masyarakat (clean money policy). Jumlah uang tidak layak edar di Jawa Tengah yang dimusnahkan pada triwulan I 2009 ini tercatat sebesar Rp 554,64 miliar, menurun sebesar 83,34%(qtq) dibandingkan jumlah PTTB pada triwulan IV Sementara itu apabila dibandingkan dengan PTTB pada triwulan yang sama tahun terjadi penurunan sebesar 80,73% (yoy). Berdasarkan wilayah Kantor Bank Indonesia, hampir semua KBI mengalami penurunan jumlah PTTB dibandingkan posisi triwulan IV-2008 (qtq), yaitu masing-masing sebesar -86, 95% (qtq) untuk KBI Semarang, -81,49% (qtq) untuk KBI Solo dan -66,74% (qtq) untuk KBI Purwokerto(Grafik 5.2) TW-I 07 TW- 07 TW-I 07 TW-IV 07 TW-I 08 Rp Trilyun TW- 08 TW-I 08 TW-IV 08 TW-I 09 Sumber: KBI Semarang, KBI Solo, KBI Purwokerto Grafik 5.2. Perkembangan PTTB di Jawa Tengah Sementara itu, rasio PTTB terhadap cash inflow di Jawa Tengah pada triwulan I-2009 tercatat sebesar 8,30%, mengalami penurunan sebesar 24,61% dibanding rasio pada triwulan IV 2008 yang tercatat sebesar 32,91%. Kondisi ini diantaranya PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

106 disebabkan bahwa kondisi uang yang disetorkan oleh bank umum ke Kantor Bank Indonesia pada periode triwulan l 2009 ini relatif masih layak edar. 8 90% 7 80% Rp Trilyun % 60% 50% 40% 30% 20% 10% % rasio - TW.I-07TW -07 TW I- 07 TW IV- 07 TW.I-08TW -08 TW I- 08 TW IV- 08 TW I-09 0% Periode Sumber: KBI Semarang, KBI Solo, KBI Purwokerto INFLOW PTTB rasio Grafik 5.3. Rasio Cash Inflow Terhadap PTTB Jawa Tengah Penukaran Pecahan Uang Kecil Salah satu misi yang diemban Bank Indonesia dalam manajemen pengedaran uang adalah menyediakan uang kartal dengan jumlah yang cukup dan pecahan yang sesuai. Dalam rangka menjalankan misi tersebut, KBI Semarang menyediakan loket penukaran uang dan menyelenggarakan kegiatan kas keliling. Kegiatan penukaran uang dilaksanakan di Kantor Bank Indonesia, dan melayani masyarakat umum setiap hari Selasa dan Rabu. Sementara kegiatan kas keliling dilaksanakan secara berkala wilayah kerja KBI Semarang. Pada triwulan I 2009, kegiatan penukaran uang di KBI Semarang mencatat nilai penukaran uang sebesar Rp120,9 miliar, dengan komposisi pecahan yang paling banyak ditukar adalah Rp1000 dengan jumlah nominal penukaran Rp 3,5 miliar, diikuti pecahan Rp 5000 dengan jumlah nominal penukaran Rp 16,277 miliar Uang Palsu Pada triwulan I 2009, jumlah uang palsu yang ditemukan dan dilaporkan ke KBI Semarang sebanyak 1517 lembar dengan jumlah nominal Rp96,3 juta. Nominal pecahan uang palsu yang banyak ditemukan adalah pecahan Rp yang PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

107 mengambil porsi sebesar 44,17% dari seluruh jumlah uang palsu yang ditemukan dan pecahan Rp mengambil porsi 32,17% dari seluruh jumlah uang palsu yang ditemukan. Berdasarkan tahun emisi uang yang dipalsukan, pecahan uang yang paling banyak dipalsukan adalah pecahan Rp tahun emisi 2004 yaitu sebanyak 646 lembar, diikuti pecahan Rp tahun emisi 2005 sebanyak 469 lembar Transaksi Keuangan secara Non-Tunai Transaksi Kliring Pada triwulan I 2009, transaksi sistem pembayaran non tunai melalui kliring di wilayah Jawa Tengah melalui KBI Semarang, KBI Solo dan KBI Purwokerto, baik secara volume maupun nominal mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Transaksi kliring di Jawa Tengah secara nominal mengalami penurunan sebesar -1,18% dibandingkan posisi triwulan IV-2008, yaitu dari Rp18,474 triliun menjadi Rp18,256 triliun. Demikian pula halnya apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, mengalami penurunan sebesar -4,41%(yoy), yaitu dari Rp19,09 triliun menjadi Rp18,26 triliun. Berdasarkan volume lembar warkat yang dikliringkan, mengalami pula penurunan baik secara triwulanan maupun secara tahunan. Pertumbuhan volume transaksi pada triwulan I 2009 secara triwulanan mengalami kontraksi sebesar -3,16% (qtq) dari 720,773 warkat menjadi 697,990 warkat. Sedangkan secara tahunan mengalami kontraksi sebesar -6,04% (yoy) dari 755,478 warkat menjadi 697,990 warkat. Berdasarkan wilayah kerja, pertumbuhan kliring di wilayah KBI Semarang dan KBI Solo mengalami kontraksi, baik secara triwulanan maupun secara tahunan. Sementara itu, wilayah Purwokerto mencatat pertumbuhan positif nilai transaksi kliring secara triwulanan maupun secara tahunan. Secara umum, sama halnya dengan perkembangan pengedaran uang tunai, perlambatan nilai transaksi kliring ini disebabkan karena faktor musiman. PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

108 Tabel 5.1. Perkembangan Transaksi Kliring Lokal di Jawa Tengah Wilayah Pertumbuhan TW I TW TW I TW IV TW I qtq yoy Jawa Tengah Nominal 19,098,327 19,935,913 22,273,812 18,474,710 18,256, % -4.41% Volume 742, , , , , % -6.04% Semarang Nominal 11,000,074 11,474,884 12,862,377 10,220,912 9,623, % % Volume 460, , , , , % % Solo Nominal 6,811,320 7,136,413 7,901,354 6,800,955 6,474, % -4.94% Volume 223, , , , , % % Purwokerto Nominal 1,286,933 1,324,615 1,510,081 1,452,843 2,159, % 67.77% Volume 58,441 58,655 58,475 58, , % % Sumber: KBI Semarang, KBI Solo, KBI Purwokerto dan website BI Transaksi RTGS Pada triwulan I-2009, transaksi non-tunai melalui BI-RTGS menurun baik secara nilai maupun volume dibanding triwulan sebelumnya (Tabel 5.3). Tercatat ratarata nilai transaksi triwulan I 2009 sebesar Rp18,609 miliar, turun sebesar 6,15% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya. Volume Nilai Rp Trilyun! " Sumber: Bank Indonesia Grafik 5.4. Perkembangan Transaksi RTGS Jawa Tengah Demikian pula dengan rata-rata volume transaksi RTGS yang menurun sebesar 6,68%(qtq) dari rata-rata triwulan IV 2008 sebesar ribu transaksi menjadi ribu transaksi pada triwulan I Total nominal dan volume transaksi RTGS pada triwulan I 2009 masing-masing sebesar Rp55,827 miliar dengan volume 55,737 transaksi. PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

109 Dampak krisis global yang menerpa perekonomian Indonesia mulai berimbas terhadap perkembangan kondisi ekonomi di Jawa Tengah terutama pada Tw-I 2009 yang diukur dari perkembangan ketenagakerjaan dan tingkat kesejahteraan. Hal tersebut tercermin dari tingginya jumlah perusahaan yang terpaksa menutup usahanya, yang berdampak pada meningkatnya tingkat pemutusan hubungan kerja selama triwulan I Ketenagakerjaan Perkembangan ketenagakerjaan Jawa Tengah pada Tw-I 2009 diwarnai oleh terhentinya kegiatan operasional beberapa perusahaan serta tingginya tingkat PHK yang dilakukan beberapa perusahaan. Berdasarkan data dari Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Kependudukan Propinsi Jawa Tengah, hingga Maret 2009, jumlah perusahaan yang tercatat beroperasi di wilayah Jawa Tengah sebanyak perusahaan, berkurang sebanyak 16 perusahaan dari Tw-IV 2008 lalu. Dari ke-16 perusahaan yang menutup usahanya, sebagian besar berada di wilayah Kabupaten Boyolali (24%), kota Semarang (18%), dan Kabupaten Jepara, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Magelang dengan besar sumbangan yang sama sebesar 13%. Sedangkan untuk jenis perusahaan yang mengalami kebangkrutan sebagian besar adalah perusahaan dengan bidang usaha Tekstil dan Kayu (19%) serta perusahaan Mebel (13%). PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

110 2''$ 3/$'($ /$,%($ /0$,'4 5 /$) 5 2 /0$ 5 /0$/ 5 /0$ 5 /0$"' 5 # $ $ %& ' ( ) " $* +$, + - ( ( &. / ' * +$ & 0. 1 & * 3 + 4, 5 ( * +$ Sumber: Disnakertransduk, diolah Sumber: Disnakertransduk, diolah Grafik 6.1. Komposisi Perusahaan Tutup Menurut Wilayah di Jawa Tengah Grafik 6.2. Komposisi Jenis Perusahaan di Jawa Tengah Dari sisi tenaga kerja, dampak krisis yang terjadi di wilayah Jawa Tengah cukup signifikan. Data dari Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan (Disnakertransduk) Propinsi Jawa Tengah menyebutkan bahwa hingga Maret 2009, jumlah tenaga kerja yang dirumahkan meningkat sebesar 74% menjadi orang dari orang pada Januari Sedangkan jumlah pekerja yang mengalami PHK juga mengalami peningkatan hingga mencapai 121%, yaitu dari orang pada awal januari 2009 menjadi orang hingga akhir bulan Maret Berdasarkan pendataan yang dilakukan oleh Disnakertransduk Propinsi Jawa Tengah, turunnya permintaan pasar menjadi faktor terbesar (47%) bagi perusahaan dalam mengambil keputusan untuk melakukan PHK pekerja. Faktor lain yang menjadi alasan dilakukannya PHK adalah perusahaan yang tutup / bangkrut (24%), kemudian 9% perusahaan melakukan PHK untuk efisiensi perusahaan dan 4% PHK yang terjadi dikarenakan kerugian yang dialami perusahaan dan pemasaran yang sepi. Sedangkan 12% PHK disebabkan oleh berbagai alasan diantaranya perubahan kepemilikan, kesulitan bahan baku, omset perusahaan yang turun, salah estimasi biaya, penurunan produktivitas, serta alasan perorangan. PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

111 Perusahaan Tutup 24% Lain-lain 12% Efisiensi 9% Kerugian 4% Pemasaran Sepi 4% Sumber: Disnakertransduk, diolah Permintaan Pasar Turun 47% Grafik 6.3. Alasan Perusahaan Tutup di Jawa Tengah Tw I-2009 Berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan Kantor Bank Indonesia Semarang pada triwulan I-2009, diketahui bahwa jumlah penyerapan tenaga kerja pada triwulan I-2009 mengalami penurunan nilai SBTsebesar -173% jika dibandingkan triwulan IV Hal tersebut terlihat dari penurunan nilai indeks SBT pada triwulan IV-2008 sebesar -1,02% dan pada triwulan I-2009 menjadi -2,78%. Namun penurunan jumlah penyerapan tenaga kerja tersebut masih berada diatas nilai perkiraan pada triwulan yang lalu yang tercatat sebesar -3,89%. % SBT 12,0 10,0 8,0 6,0 4,0 2,0 0,0-2,0-4,0-6,0-8,0 Tw.2 Tw.3 Tw.4 Tw.1-07 Tw.2 Tw.3 Tw.4 Tw.1-08 Tw.2 Realisasi penggunaan TK Tw.3 Tw.4-08 Tw.1-09 Tw.2-09* Perkiraan penggunaan TK Sumber: SKDU KBI Semarang, diolah Grafik 6.4. Penggunaan Tenaga Kerja di Jawa Tengah PERKEM B A N G A N PEREKO N O M IA N DA ERA H JA W A TEN G A H TRIW U L A N I

Halaman ini sengaja dikosongkan

Halaman ini sengaja dikosongkan Ka jia n Ek o n o m i Re gio n a l Pro v in s i Ja w a Te n ga h Triw u la n II Ta h u n 2 0 0 9 B u k u Ka jia n Ek o n o m i Re gio n a l Pro v in si Ja w a Te n ga h d ip u b lik a sik a n se c a ra

Lebih terperinci

(This page is intentionally blank)

(This page is intentionally blank) Ka jia n Ek o n o m i Re g io n a l Pro v in s i Ja w a Te n g a h Triw u la n IV Ta h u n 2 0 0 8 B u k u Ka jia n Ek o n o m i Re g io n a l Pro v in si Ja w a Te n g a h d ip u b lik a sik a n se c

Lebih terperinci

(This page is intentionally blank)

(This page is intentionally blank) Ka jia n Ek o n o m i Re g io n a l Pro v in s i Ja w a Te n g a h Triw u la n Ta h u n 2 0 0 8 Bu k u Ka jia n Ek o n o m i Re g io n a l Pro v in si Ja w a Te n g a h d ip u b lik a sik a n se c a ra

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan

Halaman ini sengaja dikosongkan Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Tengah Triwulan III Tahun 2009 Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Tengah dipublikasikan secara triwulanan oleh Kantor Bank Indonesia Semarang, untuk menganalisis

Lebih terperinci

(This page is intentionally blank)

(This page is intentionally blank) Ka jia n Ek o n o m i Re g io n a l P ro v in s i Ja w a Te n g a h Triw u la n I Ta h u n 2 0 0 8 Bu k u Ka jia n Ek o n o m i Re g io n a l P ro v in si Ja w a Te n g a h d ip u b lik a sik a n se c

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan

Halaman ini sengaja dikosongkan Ka jia n Ek o n o m i Re g io n a l Pro v in si Ja w a Te n g a h Triw u la n I Ta h u n 2 010 B u k u Ka jia n Ek o n o m i Re g io n a l Pro v in si Ja w a Te n g a h d ip u b lik a sik a n se c a ra

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan

Halaman ini sengaja dikosongkan Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Tengah Triwulan IV Tahun 2009 Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Tengah dipublikasikan secara triwulanan oleh Kantor Bank Indonesia Semarang, untuk menganalisis

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan V2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA AGUSTUS 2017 Vol. 3 No. 2 Triwulanan April - Jun 2017 (terbit Agustus 2017) Triwulan II 2017 ISSN 2460-490257 e-issn 2460-598212 KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara RINGKASAN EKSEKUTIF Asesmen Ekonomi Krisis finansial global semakin berpengaruh terhadap pertumbuhan industri dan ekspor Kepulauan Riau di triwulan IV-2008. Laju pertumbuhan ekonomi (y-o-y) kembali terkoreksi

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI

BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI BAB 7 OUTLOOK EKONOMI BAB 7 : OUTLOOK EKONOMI Perekonomian Gorontalo pada triwulan II- diperkirakan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan I-. Kondisi ini diperkirakan didorong oleh proyeksi kenaikan

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan IV 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-2009 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan I2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya sehingga Laporan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH Perbankan Aceh PERKEMBANGAN PERBANKAN DI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 4-2012 45 Perkembangan Perbankan Aceh Kinerja perbankan (Bank

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Visi, Misi Bank Indonesia KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Lampung Triwulan IV - 2008 Kantor Bank Indonesia Bandar Lampung i Visi, Misi Bank Indonesia Visi, Misi Bank Indonesia Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-28 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 18 BANDUNG Telp : 22 423223 Fax : 22 4214326 Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Propinsi Lampung Triwulan IV - 2007 Kantor Bank Indonesia Bandar Lampung Visi, Misi Bank Indonesia Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara nasional

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Banten

Kajian Ekonomi Regional Banten Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan I - 2009 i Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan segala rahmat-nya sehingga penyusunan buku Kajian Ekonomi Regional

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens dan diperkirakan tumbuh 2,47% (yoy). Angka pertumbuhan berakselerasi

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil Misi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Lampung Triwulan IV - 2009 Kantor Bank Indonesia Bandar Lampung Visi dan Misi Bank Indonesia Visi, Misi Bank Indonesia Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral

Lebih terperinci

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL

L A M P I R A N. Kantor Bank Indonesia Ambon 1 PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL PERTUMBUHAN TAHUNAN (Y.O.Y) PDRB SEKTORAL No. Sektor 2006 2007 2008. 1 Pertanian 3.90% 4.01% 3.77% 0.31% 2.43% 3.29% 2.57% 8.18% 5.37% 4.23% 2.69% -0.49% 2 Pertambangan dan Penggalian -3.24% 77.11% 8.98%

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil Misi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau. *)angka sementara **)angka sangat sementara RINGKASAN EKSEKUTIF Asesmen Ekonomi Laju perekonomian provinsi Kepulauan Riau di triwulan III-2008 mengalami koreksi yang cukup signifikan dibanding triwulan II-2008. Pertumbuhan ekonomi tercatat berkontraksi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2010 Penyusun : Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Bayu Martanto Peneliti Ekonomi Muda Senior 2. Jimmy Kathon Peneliti

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH VISI Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. MISI Mendukung

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN xxx-xxxx e-issn xxx-xxxx KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 DAFTAR ISI 2 3 DAFTAR

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan I - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan IV2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan III - 2008 Kantor Bank Indonesia Banjarmasin Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan II2009 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatnya sehingga Laporan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan II - 2009 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2011 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2011 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil Misi

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Kondisi perekonomian provinsi Kepulauan Riau triwulan II- 2008 relatif menurun dibanding triwulan sebelumnya. Data perubahan terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN II-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 4230223 Fax : 022 4214326 Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan I - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Neva Andina Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2010 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017 FEBRUARI 217 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 217 dapat dipublikasikan.

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Jawa Barat Triwulan IV-211 Kantor Bank Indonesia Bandung KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia- Nya, buku

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017 1 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 SISTEM PEMBAYARAN BAB 5 : SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai di Gorontalo pada triwulan I-2011 diwarnai oleh net inflow dan peningkatan persediaan uang layak edar. Sementara itu,

Lebih terperinci

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR)

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Papua Barat (Pabar) periode triwulan IV-2014 ini dapat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Nusa Tenggara Timur Triwulan IV - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Lampung Triwulan III - 2011 Kantor Bank Indonesia Bandar Lampung Visi dan Misi Bank Indonesia Visi, Misi Bank Indonesia Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III-2008

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III-2008 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III-2008 YOGYAKARTA VISI BANK INDONESIA Menjadi KBI yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN I-29 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 18 BANDUNG Telp : 22 423223 Fax : 22 4214326 Visi Bank Indonesia Menjadi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III - 2011 cxççâáâç M Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik dan Survei : 1. Muhammad Jon Analis Muda Senior 2. Asnawati Peneliti Ekonomi Muda

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Triwulan IV - 2008 PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAERAH PROVINSI BENGKULU Penerbit : Bank Indonesia Bengkulu Tim Ekonomi Moneter Kelompok Kajian, Statistik

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan I2010 Kantor Bank Indonesia Palangka Raya KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya sehingga Kajian

Lebih terperinci

ii Triwulan I 2012

ii Triwulan I 2012 ii Triwulan I 2012 iii iv Triwulan I 2012 v vi Triwulan I 2012 vii viii Triwulan I 2012 ix Indikator 2010 2011 Total I II III IV Total I 2012 Ekonomi Makro Regional Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Lampung Triwulan I - 213 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung Visi dan Misi Bank Indonesia Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Triwulan III 2004 185 PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004 Tim Penulis Laporan Triwulanan III 2004, Bank Indonesia

Lebih terperinci

KER Jawa Tengah TW II Kantor Bank Indonesia Semarang

KER Jawa Tengah TW II Kantor Bank Indonesia Semarang KER Jawa Tengah TW II-21 Kantor Bank Indonesia Semarang Jl. Imam Bardjo SH No.4 Semarang, Telp. (24) 831246, Fax. (24) 8417791 http://www.bi.go.id Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Tengah Triwulan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I 2016 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia- Ekonomi Regional Provinsi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan III - 2011 Kantor Bank Indonesia Banjarmasin Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau pada triwulan II-2010 diestimasi sedikit melambat dibanding triwulan sebelumnya. Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Visi Bank Indonesia. Misi Bank Indonesia Dasar Hukum Bank Indonesia Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia

Lebih terperinci

No. Sektor No. Sektor No. Jenis Penggunaan

No. Sektor No. Sektor No. Jenis Penggunaan PDRB SEKTORAL Berdasarkan Harga Berlaku (Rp Miliar) No. Sektor 2006 2007 1 Pertanian 431.31 447.38 465.09 459.18 462.01 491.83 511.76 547.49 521.88 537.38 2 Pertambangan dan Penggalian 11.48 11.44 11.80

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 2 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 2-2009 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 1-2009 3 4 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN 2-2009 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2014 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Barat Triwulan I - 29 Kantor Triwulan I-29 BANK INDONESIA PADANG KELOMPOK KAJIAN EKONOMI Jl. Jend. Sudirman No. 22 Padang Telp. 751-317 Fax. 751-27313 Penerbit

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I - 2009 Kantor Bank Indonesia Palembang Daftar Isi KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA MEI 2017 Vol. 3 No. 1 Triwulanan Januari - Maret 2017 (terbit Mei 2017) Triwulan I 2017 ISSN 2460-490165 e-issn 2460-598144 - KATA PENGANTAR RINGKASAN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Triwulan I-9 Secara tahunan (yoy) perekonomian Indonesia triwulan I-9 tumbuh 4,37%, lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya (5,18%). Sementara secara triwulanan

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan II-2013 KATA PENGANTAR

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan II-2013 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii ... 48... 49... 56... 57... 59... 59... 60 iii iv DAFTAR TABEL v DAFTAR GRAFIK vi vii viii RINGKASAN UU ix x xi xii BAB 1 EKONOI AKRO REGIONAL Pada triwulan II-2013, ekonomi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Lampung Triwulan IV - 212 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung Visi dan Misi Bank Indonesia Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014

Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Triwulan III 2014 Kajian Ekonomi & Keuangan Regional Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Tenggara KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL (www.bi.go.id) KATA PENGANTAR Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional

Lebih terperinci

SURVEI KONSUMEN. Juli Indeks optimis pesimis periode krisis ekonomi global 0.00

SURVEI KONSUMEN. Juli Indeks optimis pesimis periode krisis ekonomi global 0.00 SURVEI KONSUMEN Juli - 2010 Indeks 150.00 125.00 100.00 75.00 optimis pesimis 50.00 25.00 0.00 periode krisis ekonomi global 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 1 2 3 4 5 6 7 2007 2008 2009 2010 Indeks Keyakinan

Lebih terperinci

KANTOR BANK INDONESIA SOLO

KANTOR BANK INDONESIA SOLO KAJIAN EKONOMI REGIONAL WILAYAH EKS KARESIDENAN SURAKARTA Semester II Tahun 29 Buku Kajian Ekonomi Regional Eks Karesidenan Surakarta di publikasikan secara semesteran oleh Kantor Bank Indonesia Solo untuk

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Triwulan II-29 Perekonomian Indonesia secara tahunan (yoy) pada triwulan II- 29 tumbuh 4,%, lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya (4,4%). Sementara itu, perekonomian

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan rutin

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kendari, 9 Agustus 2011 BANK INDONESIA KENDARI. Sabil Deputi Pemimpin

KATA PENGANTAR. Kendari, 9 Agustus 2011 BANK INDONESIA KENDARI. Sabil Deputi Pemimpin KATA PENGANTAR Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Tenggara menyajikan kajian mengenai perkembangan ekonomi Sulawesi Tenggara yang meliputi perkembangan ekonomi makro, perkembangan inflasi daerah,

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Lampung Triwulan IV - 2010 Kantor Bank Indonesia Bandar Lampung Visi dan Misi Bank Indonesia Visi, Misi Bank Indonesia Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDIKATOR SEKTOR RIIL TERPILIH

PERKEMBANGAN INDIKATOR SEKTOR RIIL TERPILIH Mei 2015 PERKEMBANGAN INDIKATOR SEKTOR RIIL TERPILIH Survei Konsumen Mei 2015 (hal. 1) Survei Penjualan Eceran April 2015 (hal. 13) PERKEMBANGAN INDIKATOR SEKTOR RIIL TERPILIH Mei 2015 Alamat Redaksi :

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan II - 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah II Kalimantan Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH Ekonomi Aceh dengan migas pada triwulan II tahun 2013 tumbuh sebesar 3,89% (yoy), mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 4,79% (yoy). Pertumbuhan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Lampung Triwulan III - 2012 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung Visi dan Misi Bank Indonesia Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

Kajian Ekonomi Regional Jawa Tengah

Kajian Ekonomi Regional Jawa Tengah Kajian Ekonomi Regional Jawa Tengah Triwulan III-21 Kantor Bank Indonesia Semarang Jl. Imam Bardjo SH No.4 Semarang, Telp. (24) 831246, Fax. (24) 8417791 http://www.bi.go.id Kajian Ekonomi Regional Provinsi

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Lampung Triwulan II - 2012 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung Visi dan Misi Bank Indonesia Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia Visi Bank Indonesia

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2014 No. 32/05/35/Th. XIV, 5 Mei 2014 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2014 (y-on-y) mencapai 6,40

Lebih terperinci