BAB I PENDAHULUAN. Manajemen kas atau manajemen likuiditas secara teoretis dan empiris merupakan
|
|
- Surya Darmali
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 1 BAB I PENDAHULUAN Manajemen kas atau manajemen likuiditas secara teoretis dan empiris merupakan kebijakan perusahaan yang penting. Manajemen selaku agen dari pemegang saham harus mengalokasikan cash holdings berdasarkan pada prinsip bahwa cash holdings tersebut dapat memaksimumkan kesejahteraan pemegang saham (shareholder s wealth), dengan mengalokasikan cash holdings yang mengacu pada level cash holdings normal (Opler, et al., 1999). Mengalokasikan cash holdings melebihi cash holdings yang normal memiliki konsekuensi ganda. Pada satu sisi, excess cash holdings memberikan fleksibilitas untuk menghindari biaya yang timbul dari investasi-kurang (underinvestment). Pada sisi lain, excess cash holdings yaitu kas yang tidak terikat kepada operasi dan investasi, akan menjadi kandidat yang paling kuat untuk dialokasikan secara tidak efisien, diboroskan dan disalahgunakan (Frésard dan Salva, 2010) karena excess cash holdings merupakan sumber daya perusahaan yang mudah untuk dialihkan penggunaannya untuk tujuan yang tidak sesuai dengan kepentingan pemegang saham, sehingga excess cash holdings memiliki peluang untuk diinvestasikan oleh pengendali perusahaan pada proyek-proyek yang menurunkan nilai perusahaan untuk mendapatkan keuntungan pribadi (Jensen, 1986, Stulz, 1990). Penelitian ini mempertegas pandangan dengan memfokuskan pada penyediaan bukti empiris keberadaan masalah keagenan yang ditimbulkan oleh excess cash holdings dengan mengaitkan excess cash holdings dengan beberapa karakteristik perusahaan. Penelitian ini meneliti efek tidak terkendala pendanaan (financially
2 2 unconstrained), efek struktur kepemilikan sangat terkonsentrasi, efek struktur kepemilikan sangat tersebar dan efek sangat kesulitan keuangan untuk memperkuat pengaruh negatif excess cash holdings terhadap nilai perusahaan. Faktor-faktor pemoderasi tersebut membantu dalam pembentukan tanda dan intensitas hubungan excess cash holdings dengan nilai perusahaan untuk menunjukkan keberadaan masalah keagenan. Menurut teori keagenan, penurunan nilai perusahaan tidak hanya ditentukan oleh faktor keberadaan excess cash holdings. Faktor lainnya yang dapat menentukan nilai perusahaan adalah peran corporate governance untuk membatasi potensi pengendali perusahaan mengekstraksi sumber daya (Frésard dan Salva, 2010). Corporate governance yang efisien dan efektif dapat mengendalikan masalah keagenan yang ditimbulkan oleh excess cash holdings. Sebaliknya jika corporate governance lemah, maka excess cash holdings sangat berpotensi untuk dialihkan demi kepentingan selain kepentingan pemegang sahan luar (outside investors). Riset-riset corporate governance terdahulu memfokuskan dampak corporate governance perusahaan terhadap keseluruhan nilai perusahaan, sedangkan penelitian ini menggunakan excess cash holdings sebagai saluran berfungsinya corporate governance tersebut. Dengan kata lain, fokus riset corporate governance ini lebih komprehensif karena akan menginvestigasi dampak corporate governance terhadap nilai perusahaan melalui efek peran corporate governance dalam mengawasi penggunaan excess cash holdings. Peran corporate governance dalam penelitian ini akan difokuskan pada corporate governance yang memiliki peran mengawasi penggunaan aset-aset perusahaan. Bentuk-bentuk corporate governance yang dimaksud dijelaskan berikut ini. Pertama, struktur dewan komisaris yang berperan menjalankan fungsi pengawasan internal.
3 3 Kedua, pemegang saham besar majemuk yang berperan meningkatkan peran internal monitoring terhadap pemegang saham utama dan manajemen (Attig, et al., 2011). Ketiga, struktur keuangan, melalui pilihan penggunaan sumber dana utang sebagai suatu alat bonding dan alat komitmen manajemen. Utang dapat mendisiplinkan manajemen dalam mengelola sumber daya perusahaan. Nilai perusahaan ditentukan dari ekspektasi investor atas penggunaan excess cash holdings dengan melihat bagaimana peran corporate governance tersebut dalam melakukan pengawasan. 1.1 Latar Belakang Hasil-hasil riset terdahulu menunjukkan bahwa rata-rata rasio cash holdings terhadap aset perusahaan yang relatif besar, seperti perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat tahun 2006 sebesar 23,2% (Bates, et al., 2009), di negara-negara anggota Economy and Monetary Union tahun sebesar 14,08% (Ferreira dan Vilela, 2004) dan di Cina tahun sebesar 16,9% (Alles, et al., 2012). Rasio cash holdings terhadap aset relatif lebih rendah pada perusahaan-perusahaan di negara-negara ASEAN, seperti di Singapura dan Malaysia tahun sebesar 12% (Kusnadi, 2011) dan di lima negara ASEAN (Malaysia, Filipina, Indonesia, Singapura dan Thailand) pada tahun sebesar 12% (Lee dan Lee, 2009). Perkembangan rasio cash holdings perusahaan-perusahaan publik non keuangan di Indonesia sejak tahun ditunjukkan oleh Gambar 1.1 berikut ini.
4 Cash holdings Short term investment Cash Gambar ini menyajikan grafik cash holdings rata-rata per tahun. Cash holdings dihitung dengan rumus (cash t +short term investment t )/total aset t Gambar 1.1 Grafik Cash Holdings Rata-rata Perusahaan Publik Non Keuangan di Indonesia Tahun Gambar 1.1 menunjukkan bahwa cash holdings perusahaan publik non keuangan di Indonesia selama tahun bergerak pada kisaran 9,8% -13,1% sejajar dengan rata-rata rasio cash holdings perusahaan-perusahaan di negara anggota ASEAN. Manajemen perusahaan selaku agen yang berusaha memaksimumkan kesejahteraan pemegang saham secara teoretis harus mengacu pada strategi alokasi cash holdings yang menyeimbangkan biaya dan manfaat marjinal cash holdings (Opler, et al., 1999). Dengan demikian, besar kecilnya cash holdings tidak relevan, melainkan isu yang penting adalah apakah cash holdings yang ditahan oleh perusahaan berlebihan atau tidak. Excess cash holdings, yaitu kas yang tidak terikat kepada operasi dan investasi, akan menjadi kandidat yang paling kuat untuk dialokasikan secara tidak efisien, diboroskan dan disalahgunakan (Frésard dan Salva, 2010). Argumen ini sesuai dengan pendapat Simutin (2012) dan Khieu dan Pyles (2012) yang menyatakan bahwa masalah keagenan cenderung paling kuat ditemukan pada excess cash holdings. Teori determinan cash holdings yang fokus pada trade-off antara biaya dan manfaat cash holdings dapat mengidentifikasi apakah perusahaan menahan cash
5 5 holdings terlalu banyak atau tidak dari sudut pandang kemakmuran pemegang saham. Dengan demikian, penelitian untuk mengestimasi cash holdings normal pada perusahaan-perusahaan di Indonesia dan penelitian untuk mengidentifikasi implikasi excess cash holdings terhadap nilai perusahaan menjadi penting untuk dilakukan di Indonesia. Istilah excess cash holdings diartikan sebagai cadangan kas yang dialokasikan melebihi tingkat kebutuhan untuk mendanai operasi perusahaan sehari-hari dan kebutuhan untuk meraih peluang investasi (Attig, et al., 2011). Excess cash holdings merupakan suatu discretionary cash holdings yang diturunkan dari model-model yang menggunakan motif transaksi dan motif berjaga-jaga dalam menentukan cash holdings (Bates, et al., 2009). Excess dalam cash holdings merupakan suatu excess (kelebihan) level cash holdings yang diprediksi oleh karakteristik perusahaan (Simutin, 2012). Model estimasi dan peramalan permintaan cash holdings normal dibentuk dari variabel-variabel yang secara konsep dan rasional menentukan tingkat cash holdings normal perusahaan. Simutin (2012) menggunakan temuan Opler, et al. (1999) sebagai pedoman untuk menentukan excess cash. Begitu pula Lee dan Lee (2009) mengembangkan model baseline yang sama dengan model Opler, et al. (1999), kemudian menggunakannya untuk mengidentifikasi perusahaan-perusahaan yang mengalami excess cash holdings. Babak baru riset cash holdings dalam bidang ilmu keuangan dipelopori oleh riset Opler, et al. (1999). Riset cash holdings babak baru tercermin dari perbedaan yang sangat nyata dari fokus riset-riset cash holdings yang dilakukan. Pandangan yang lama, cash holdings tidak memiliki manfaat strategis bagi nilai perusahaan. Cash holdings dianggap hanya merupakan bagian dari modal kerja perusahaan yang fokusnya digunakan untuk mendanai operasional perusahaan dan untuk membayar
6 6 kewajiban jangka pendek. Dahulu, fokus riset motif cash holdings lebih mengutamakan pada motif biaya transaksi serta mencari model untuk menentukan level kas yang optimal. Model klasik keuangan yang dihasilkan pada saat itu adalah model persediaan (Baumoll, 1952) yang mengajukan konsep pemesanan persediaan yang paling ekonomis (Economic Order Quantity, selanjutnya disingkat EOQ). Model EOQ bertujuan untuk meminimumkan biaya persediaan (biaya simpan dan biaya pesan). Model manajemen kas Miller dan Orr (1966, 1968) menentukan batas pengendalian atas dan batas pengendalian bawah serta saldo kas yang ditargetkan. Riset lainnya yang dibangun menggunakan keangka motif ini adalah Tobin (1956), Meltzer (1963) dan Karni (1973). Mulligan (1997) menguji skala ekonomi dalam cash holdings. Kini, cash holdings dalam pandangan yang baru memiliki nilai strategis dan penting bagi perusahaan (Powell dan Baker, 2010). Keputusan seberapa banyak menahan cash holdings dapat memengaruhi nilai perusahaan karena adanya potensi terjadinya penyalahgunaaan sumber daya tersebut oleh pihak insiders 1 untuk keuntungan pribadinya. Sejak riset Opler, et al. (1999) riset ekonomi dan keuangan berhasil mengembangkan motif perusahaan menahan cash holdings, yaitu motif transaksi (the transaction motive), motif berjaga-jaga (the precautionary motive), motif pajak (the tax motive) dan motif keagenan (the agency motive) (Bates, et al., 1 Insiders adalah pemegang saham yang memiliki atau mengontrol 10% atau lebih berbagai jenis sekuritas yang beredar, duduk sebagai anggota dewan komisaris, pegawai perusahaan, mempunyai pengaruh yang signifikan untuk memengaruhi kebijakan operasional perusahaan dan mempunyai hubungan yang dekat dengan perusahaan sebingga mampu mengakses informasi non publik (Born, 1988). Insiders adalah kelompok yang mengendalikan perusahaan, mencakup blockholders, manajer atau kolaborasi blockholders dan manajer (Hwang, 2004). Undang-undang RI No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, menjelaskan yang dimaksud insiders (orang dalam) adalah komisaris, direktur atau pegawai emiten, pemegang saham utama, individu yang karena kedudukannya atau karena hubungannya dengan emiten serta pihak yang dalam kurun waktu enam bulan tidak lagi menjadi komisaris, direktur atau pegawai emiten.
7 7 2009). Riset determinan cash holdings yang berkembang pada umumnya memfokuskan pada motif murni perusahaan dalam menahan cash holdings, yaitu motif transaksi dan motif berjaga-jaga. Motif transaksi (the transaction-motive) muncul dari biaya mengkonversi substitusi kas menjadi kas. Menurut model ini, terdapat skala ekonomi dalam motif transaksi, sehingga perusahaan besar akan menahan kas lebih sedikit dibandingkan perusahaan kecil. Riset Mulligan (1997) mendukung keberadaan skala ekonomi tersebut. Motif berjaga-jaga (the precautionary-motive) meningkat ketika asimetri informasi dan biaya keagenan utang menjadikan perusahaan kesulitan memperoleh dana eksternal sehingga memerlukan cash holdings untuk menghindari biaya investasi-kurang (underinvestment). Peneliti yang memfokuskan pada motif-motif ini adalah riset yang dilakukan oleh Opler, et al. (1999), Fereira dan Vilela (2004), Ferrira, et al.(2005), Bates, et al. (2009), Shah (2011), Lee dan Powell (2012), Alles, et al. (2012) serta Ogundipe, et al.(2012) dan lain-lain. Riset determinan cash holdings yang menggunakan motif pajak (the tax motive) dilakukan oleh Fritz Foley, et al. (2007). Motif pajak ditemukan pada perusahaan-perusahaan multinasional yang menghindari pajak atas laba asing dari anak perusahaan di luar negeri, sehingga perusahaan multinasional ini tetap menahan labanya di luar negeri dalam bentuk kas. Motif terakhir adalah motif keagenan (the agency motive) yang akan menjadi fokus dalam penelitian ini dan dijelaskan secara rinci berikut ini. Motif keagenan menggunakan dasar teori keagenan untuk menjelaskan mengapa insiders cenderung ingin mempertahankan cash holdings hingga melebihi kebutuhan cash holdings normal perusahaan. Tujuan insiders mempertahankan cash holdings yang berlebihan adalah insiders ingin menggunakan cash holdings tersebut untuk mendapatkan manfaat yang menguntungkan pribadi mereka sendiri dengan terlibat
8 8 dalam kegiatan-kegiatan yang dapat mengurangi nilai perusahaan, seperti melakukan kegiatan pengambilalihan perusahaan (takeover) yang buruk (Harford, 1999), membelanjakan kas secara tidak efisien (Blanchard, et al., 1994) atau pengendali perusahaan dapat menggunakan cadangan kas untuk terlibat dalam perilaku dalam rangka memberikan keuntungan (manfaat) langsung bagi diri pribadi dan membiayai kemewahan secara berlebihan (Jensen, 1986). Pemegang saham pengendali memanfaatkan posisinya yang dominan untuk mengakumulasi kas dengan biaya pemegang saham yang lain. Motivasi pemegang saham pengendali menumpuk cash karena ingin menjaga kendali perusahaan dan memanfaatkan sumber daya perusahaan untuk mendapatkan manfaat pribadi akibat kendali yang dimilikinya (Morck, et al., 1988; Shleifer dan Vishny, 1997). Riset Ozkan dan Ozkan (2004) dan Kalcheva dan Lins (2007) serta Liu (2011) mendukung bahwa pemegang saham pengendali mengakumulasi cash holdings untuk dimanfaatkan dalam mendanai proyek-proyek keluarga, seperti diversifikasi merjer dan akuisisi yang dapat mengurangi risiko portofolio, namun merugikan investor. Adanya potensi bahwa pihak pengendali perusahaan (insiders) akan mengeksploitasi sumber daya perusahaan dengan mengabaikan kepentingan pemegang saham minoritas, maka perusahaan akan dinilai lebih rendah oleh investor. Riset-riset yang mendukung bahwa nilai marjinal cash holdings menurun seiring dengan meningkatnya cash holdings adalah Faulkender dan Wang (2006), Lee dan Powell (2011), Chen, et al.,(2012). Konsisten dengan hasil temuan tersebut adalah riset Pinkowitz dan Williamson (2004) yang menunjukkan bahwa kas sebanyak 1 satuan mata uang secara signifikan menghasilkan kontribusi terhadap return kurang dari 1 satuan mata uang. Argumennya investor memiliki ekspektasi bahwa excess cash dapat mendorong pihak pengendali perusahaan melakukan investasi pada proyek-proyek
9 9 yang tidak menguntungkan. Terjadinya pengurangan nilai pasar mengindikasikan adanya masalah keagenan. Excess cash holdings selain memberikan petunjuk masalah keagenan, juga dapat memberikan petunjuk fleksibilitas pendanaan (Ammann, et al., 2011; Simutin, 2012; Khieu dan Pyles, 2012). Fleksibilitas pendanaan menunjukkan kemampuan perusahaan untuk mengkases dan merestrukturisasi kegiataan pendanaannya dengan biaya yang rendah. Perusahaan yang pendanaannya fleksible, ketika menghadapi kejutan (shocks) negatif mampu menghindari kesulitan keuangan dan mampu menyediakan dana bagi kebutuhan investasi ketika terdapat peluang investasi. Memiliki cash holdings yang besar dapat memberikan fleksibilitas bagi perusahaan untuk menghindari biaya yang berasal dari permasalahan investasi-kurang (underinvestment) pada proyek-proyek yang memiliki NPV positif akibat perusahaan kekurangan sumber dana. Cash holdings dipandang sebagai bentuk akumulasi kas untuk mengantisipasi peluang investasi di masa yang akan datang sehingga cash holdings bernilai lebih tinggi atau positif. Hasil riset Mikkelson dan Partch (2003) dan Simutin (2012) dan riset Faulkender dan Wang (2006) konsisten dengan hipotesis fleksibilitas pendanaan. Temuannya adalah nilai marjinal likuiditas lebih tinggi pada perusahaan yang likuiditasnya lebih rendah, peluang investasinya lebih tinggi, dan kendala pendanaan eksternalnya lebih tinggi. Livdan, et al. (2009) meneliti efek kendala pendanaan terhadap risiko dan return ekspektasi. Hasil risetnya menunjukkan bahwa perusahaan yang lebih terkendala pendanaan memiliki risiko yang lebih tinggi dan memberikan return ekspektasi yang lebih tinggi, dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang kurang terkendala pendanaan. Adanya implikasi excess cash holdings sebagai pentunjuk masalah keagenan dan sebagai petunjuk fleksibilitas pendanaan tersebut, menjadikan efek excess cash
10 10 holdings terhadap nilai perusahaan tidak memiliki arah yang jelas. Penelitian ini akan memasukkan efek tidak terkendala pendanaan (financially unconstrained) untuk menentang argumen fleksibilitas pendanaan, sehingga arah dan intensitas menjadi tegas untuk mendukung argumen keagenan. Perusahaan dikategorikan tidak terkendala jika perusahaan memiliki kapasitas keuangan yang cukup untuk melakukan investasi normal, sehingga suatu kebijakan keuangan yang normal dapat diganti dengan seluruh kebijakan keuangan lainnya yang berbeda (Han dan Qiu, 2007). Implikasi excess cash holdings menggunakan argumen keagenan dijelaskan berikut ini. Menahan cash holdings yang berlebihan dengan maksud untuk motif berjaga-jaga (precautionary motive) tidak relevan pada perusahaan yang tidak terkendala pendanaan, sehingga patut diduga ada motif lain. Bagi perusahaan yang tidak terkendala pendanaan seharusnya tidak mempertahankan excess cash holdings karena perusahaan akan rugi akibat biaya menahan excess cash holdings akan melebihi manfaatnya. Biaya-biaya yang harus ditanggung adalah biaya transaksi yang tinggi dan biaya keagenan, sehingga pemegang saham akan menilai negatif excess cash holdings atau menilai excess cash holdings sebanyak 1 satuan mata uang akan memberi kontribusi nilai kepada perusahaan kurang dari 1 satuan mata uang. Jadi terdapat penurunan nilai perusahaan yang diakibatkan oleh excess cash holdings yang ada di dalam perusahaan. Penelitian terdahulu meneliti nilai cash holdings menggunakan kriteria kendala pendanaan dari Almeida, et al. (2004), yang terdiri dari rasio devidend payout, ukuran perusahaan, peringkat obligasi dan peringkat surat berharga (Faulkender dan Wang, 2006, Denis dan Sibilkov, 2010, Chen, et al., 2012). Hasilnya mendukung bahwa nilai marjinal kas lebih rendah pada perusahaan yang tidak terkendala pendanaan dibandingkan pada perusahaan yang terkendala pendanaan. Dengan demikian,
11 11 penelitian ini memfokuskan pada penyediaan bukti empiris pengaruh excess cash holdings terhadap nilai perusahaan-perusahaan publik di Indonesia menggunakan kerangka teori keagenan dengan memasukkan efek tidak terkendala pendanaan dalam kerangka teori penelitian. Selanjutnya, penelitian ini mengaitkan excess cash holdings dengan nilai perusahaan dengan memasukkan efek karakteristik perusahaan sebagai faktor pemoderasi yang secara teoretis dapat memperkuat masalah keagenan. Argumen entrenchment menjelaskan bahwa konflik keagenan lebih banyak terjadi pada perusahaan yang kepemilikan saham oleh pemegang saham utamanya sangat besar. Pemegang saham utama ini dapat menggunakan hak kendalinya yang sangat besar untuk me-redistribusikan kesejahteraan dari pihak lain kepada mereka. Investor kecil, yaitu pemegang saham minoritas mengalami kerugian akibat perilaku pemegang saham pengendali melalui cara-cara ekspropriasi terus menerus kepada pemegang saham minoritas. Gunarsih (2003) dan Mahadwartha (2004) menunjukkan bahwa kepemilikan perusahaan publik di Indonesia sangat terkonsentrasi. Hasil penelitian terdahulu baik penelitian di Indonesia maupun antarnegara (termasuk Indonesia) menemukan terjadinya penurunan kinerja dan nilai perusahaan pada perusahaan dengan kepemilikan insiders yang tinggi (Mitton, 2002, Lemons dan Lins, 2003, Suranta dan Midiastuty, 2003, Gunarsih, 2003). Shleifer dan Vishny (1997) menyatakan bahwa pemegang saham pengendali merepresentasikan kepentingan mereka sendiri yang tidak sejalan dengan kepentingan investor lainnya. Hasil studi empiris tersebut akan menjadi landasan untuk menduga bahwa kepemilikan sangat terkonsentrasi memiliki insentif yang lebih tinggi untuk mengeskpropriasi sumber daya perusahaan (excess cash holdings) bagi kepentingan pribadi pemegang saham pengendali.
12 12 Karakteristik perusahaan lainnya yang secara teoretis memiliki efek memperkuat masalah keagenan adalah kepemilikan sangat tersebar. Pada perusahaan dengan struktur kepemilikan sangat tersebar mengakibatkan pemegang saham memiliki insentif yang rendah atau tidak memiliki insentif sama sekali untuk mengawasi manajemen karena biaya monitoring sangat mahal. Biaya monitoring yang mahal ini menjadikan setiap pemegang saham akan free ride dengan harapan pemegang saham lainnya akan melakukan monitoring. Kurangnya pengawasan mengakibatkan manajer bebas mengakumulasi cash holdings bagi kepentingan mereka sendiri (Jensen,1986). Tindakan mengakumulasi kas dilakukan oleh manajer untuk mengurangi risiko perusahaan yang pada akhirnya dapat menyelamatkan kedudukan manajer dalam perusahaan. Pada sisi lain, kepentingan pemegang saham tidak dapat dipenuhi, bahkan pemegang saham tidak dapat mendorong manajemen untuk membagikan excess cash holdings tersebut dalam bentuk dividen. Oleh karena itu, kepemilikan perusahaan yang sangat tersebar meningkatkan efek negatif excess cash holdings terhadap nilai perusahaan. Karakteristik perusahaan berikutnya yang secara teoretis memiliki efek memperkuat masalah keagenan adalah kesulitan keuangan. Kesulitan keuangan adalah suatu kondisi perusahaan tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada para kreditur. Menurut sudut pandang teoretis, kesulitan keuangan dapat menimbulkan masalah keagenan antara pemegang utang (debtholders) dan pemegang saham. Ketika perusahaan mengalami kesulitan keuangan, maka akan memengaruhi nilai excess cash holdings di mata investor. Ketika kesulitan keuangan, excess cash holdings akan dialokasikan pada investasi-investasi yang risikonya paling minimal, yang tidak sesuai dengan kepentingan pemegang saham. Artinya ketika kesulitan keuangan tidak mungkin pemegang saham menikmati manfaat excess cash holdings yang
13 13 dialokasikan untuk investasi-investasi yang beresiko tinggi guna memperoleh return yang tinggi dengan biaya kerugian ditanggung oleh debtholder. Oleh karena itu, pemegang saham akan menilai excess cash holdings lebih negatif ketika perusahaan sangat kesulitan keuangan. Dengan demikian, masalah keagenan yang berkaitan dengan excess cash holdings dalam penelitian ini adalah (1) masalah keagenan antara pemegang saham mayoritas dengan pemegang saham minoritas ketika struktur kepemilikan sangat terkonsentrasi (2) masalah keagenan antara manajemen dengan pemegang saham ketika struktur kepemilikan perusahaan sangat tersebar (3) masalah keagenan antara pemegang saham dengan debtholders ketika perusahaan sangat kesulitan keuangan. Sebagaimana telah dijelaskan pada bab pendahuluan, teori keagenan menegaskan bahwa excess cash holdings bukan satu-satunya faktor yang menurunkan nilai perusahaan. Peran corporate governance menentukan dalam membatasi potensi pengendali perusahaan mengekstraksi sumber daya (Frésard dan Salva (2010). Jika corporate governance berperan dengan baik, maka dapat mengendalikan masalah keagenan yang ditimbulkan oleh excess cash holdings. Sebaliknya, jika peran corporate governance lemah, maka akan terjadi pembiaran atau tidak adanya pengawasan sehingga pengendali perusahaan tidak memiliki hambatan sama sekali untuk melakukan tindakan yang menyimpang. Bentuk antisipasi dari pemegang saham minoritas atas potensi dari pengendali perusahaan (insiders) akan mengeksploitasi excess cash holdings tersebut, maka mereka akan menurunkan nilai perusahaan (Frésard dan Salva, 2010, Dittmar dan Mahrt-Smith, 2007). Hal ini merupakan simpulan singkat dari literatur yang meneliti keterkaitan antara nilai perusahaan dan corporate governance (La Porta, et al., 2002, Durnev dan Kim, 2005). Pertanyaan yang muncul adalah apakah corporate governance perusahaan berperan dalam
14 14 mengawasi pihak pemegang saham pengendali dan manajemen agar tidak melakukan pengalihan alokasi excess cash holdings bagi kepentingan di luar kepentingan pemegang saham. Terdapat tiga instrumen corporate governance yang diajukan dalam penelitian ini yaitu dewan komisaris, pemegang saham besar majemuk dan utang. Corporate governance yang dajukan tersebut memfokuskan pada aspek pengawasan pengelolaan excess cash holdings dan pengikatan. Pertama adalah peran governance oleh dewan komisaris. Struktur dewan dua papan yang diterapkan di negara Indonesia memiliki dewan komisaris dan dewan direksi. Dewan Komisaris perusahaan di Indonesia telah diatur dalam kerangka peraturan era kebangkitan sesudah krisis keuangan di Asia (Nam dan Nam, 2004). Aspek dewan komisaris yang diatur antara lain adalah jumlah minimal komisaris dua orang, jumlah minimal komisaris independen 30%, usia minimal 21 tahun dan pelarangan komisaris berwarganegara asing. Hasil telaah literatur menunjukkan bahwa terjadi hubungan yang terbalik antara ukuran dewan komisaris dengan beragam ukuran kinerja perusahaan (Gillan, 2006, Yermack, 1996, Eisenberg et al., 1998, Conyon dan Peck, 1998 serta Cheng, 2008). Kunci keefektifan dewan komisaris dapat juga diukur dari keterwakilan pemegang saham minoritas yang berasal dari pihak luar dalam bentuk komisaris independen dalam jajaran dewan komisaris. Studi yang dilakukan oleh Byrd dan Hickman (1992), Rosenstein dan Wyatt (1990) dan Coles et al. (2001) mendukung bahwa semakin besar keterwakilan komisaris independen akan meningkatkan fungsi kendali strategi dari komisaris. Melalui pengawasan yang ketat, maka komisaris independen dapat mengurangi risiko yang berlebihan yang diambil oleh para komisaris independen. Penelitian oleh Beasley (1996), Black et al. (2006), Andersen, et al. (2004) serta Ho (2005) juga memperlihatkan adanya hubungan positif antara komisaris
15 15 independen dengan kinerja perusahaan. Studi antarnegara termasuk Indonesia oleh Ramdani dan Witteloostuijn (2010) berhasil menunjukkan secara empiris bahwa proporsi komisaris independen berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan. Keberadaan struktur dewan komisaris yang baik, diharapkan dapat memitigasi (mencegah) pihak pengendali perusahaan untuk menumpuk kas yang akan dimanfaatkan bagi kepentingan diri mereka sendiri dan mengabaikan kepentingan pemegang saham dan perusahaan. Lee dan Lee (2009) dan Kusnadi (2011) mendukung bahwa peran corporate governance melalui struktur dewan dapat digunakan dalam mengendalikan masalah keagenan yang ditimbulkan oleh excess cash holdings pada perusahaan di negara-negara ASEAN. Kedua adalah peran pemegang saham besar majemuk (multiple large shareholders). Mekanisme pengawasan ini dilakukan melalui keberadan pemegang saham besar yang jumlahnya sama dengan dua atau lebih dari dua. Kriteria pemegang saham besar menggunakan cutoff persentase kepemilikan saham tertentu. Teori multiple blockholders menjelaskan bahwa pemegang saham besar melakukan fungsi governance melalui dua saluran. Pertama, melalui insentif yang cukup dari saham yang dimiliki oleh para pemegang saham besar non pengendali (pemegang saham besar kedua, ketiga dan seterusnya) untuk memonitor kegiatan manajer dalam rangka mencegah intervensi pemegang saham utama untuk melalukan ekspropriasi sumber daya perusahaan yang akan menurunkan nilai perusahaan. Kedua, melalui mekanisme trading untuk mendisiplinkan manajer dalam bentuk ancaman exit. Pemegang saham besar sebagai pelaku perdagangan saham yang memiliki informasi yang akan mengendalikan manajemen melalui tindakan exit, yaitu dengan menjual saham perusahaan berbasis informasi internal (Admati dan Pfleiderer 2009, Edmans 2009, Edmans dan Manso, 2011). Menurut model ini, terjadinya penjualan saham oleh
16 16 pemegang saham besar menyebabkan harga saham terdorong turun, yang akan merugikan manajemen yang berkepentingan atas ekuitas dalam perusahaan. Keberadaan pemegang saham besar majemuk dapat mencegah terjadinya ekspropriasi oleh pemegang saham pengendali terhadap pemegang saham non pengendali terdukung secara empiris (Bethel et al., 1998, Zwiebel, 1995, Faccio, et al., 2001, Gugler dan Yurtoglu, 2003, Harada dan Nguyen, 2006, Bena dan Hanosek, 2008; dan Heugens, et al., 2009, Maury dan Pajuste, 2005; Laeven dan Levine 2008, Attig, et al. 2009). Ketiga adalah peran governance utang. Riset-riset corporate governance menyatakan bahwa utang dapat berperan sebagai mekanisme corporate governance yang sifatnya memaksa perusahaan sendiri (Gillan, 2006). Penerbitan utang akan memaksa manajer untuk menghasilkan kas untuk menutup kewajiban pembayaran bunga dan pokok utang. Bagi pemegang saham yang tidak memiliki kemampuan untuk memengaruhi keputusan pengendali perusahaan, serta sebagai investor di negara yang perlindungan investornya masih lemah, maka peran corporate governance yang baik dipandang tepat dan menguntungkan bagi investor dalam mengawasi penggunaan sumber daya perusahaan, termasuk excess cash holdings (Claessens dan Yurtoglu, 2012). 1.2 Permasalahan Excess cash holdings merupakan cadangan kas yang melebihi kebutuhan untuk kegiatan operasi dan investasi (Dittmar dan Mahrt-Smith, 2007). Temuan empiris masalah keagenan excess cash holdings yang tersedia masih belum jelas karena riset Mikkelson dan Partch (2003) tidak menemukan masalah keagenan pada perusahaan yang cash holdings-nya tinggi, sedangkan studi-studi empiris yang dilaporkan oleh
17 17 Harford, et al. (2008), Pinkowitz, et al. (2006), Pinkowitz dan Williamson (2004), Faulkender dan Wang (2006) dan Dittmar dan Mahrt-Smith (2007), Lee dan Powell (2011) serta Chen, et al.(2012) menunjukkan hasil penelitian yang konsisten dengan pandangan bahwa cash holdings yang berlebihan memunculkan masalah keagenan. Perbedaan pendangan dalam pengujian pengaruh excess cash holdings terhadap nilai perusahaan memunculkan pemikiran untuk menguji secara empiris pengaruh excess cash holdings terhadap nilai perusahaan tanpa mengaitkan dengan karakteristik perusahaan terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan menguji secara empiris pengaruh excess cash holdings terhadap nilai perusahaan menggunakan efek tidak terkendala pendanaan (financially unconstrained), efek kepemilikan sangat terkonsentrasi, efek kepemilikan sangat tersebar dan efek sangat kesulitan keuangan. Riset-riset terdahulu tersebut umumnya dilakukan pada sampel emiten di Amerika Serikat dan menggunakan cash holdings, bukan menggunakan excess cash holdings untuk mengujinya. Hingga kini riset yang menguji secara empiris sampel perusahaan di Indonesia dan menggunakan excess cash holdings sebagai sumber daya masih terbatas. Selanjutnya, penelitian ini akan menguji secara empiris apakah persepsi investor berubah dalam menanggapi potensi pengurangan nilai sebagai dampak dari adanya excess cash holdings ketika perusahaan mengambil tindakan yang membatasi risiko ketidakefisienan tersebut melalui corporate governance perusahaan. Penelitian akan mengkaji corporate governance berbasis pengawasan (monitoring) yaitu dewan komisaris (pengawasan internal), pemegang saham besar majemuk (pengawasan dari pasar modal) dan utang (sebagai tindakan bonding). Rumusan permasalahan dikelompokkan menjadi empat, yaitu:
18 18 A. Pertanyaan permasalahan terkait dengan pengaruh excess cash holdings terhadap nilai perusahaan 1. Apakah excess cash holdings berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan? B. Pertanyaan permasalahan berikut terkait dengan dugaan potensi masalah keagenan yang ditimbulkan oleh excess cash holdings pada perusahaan yang tidak mengalami kendala pendanaan 2. Apakah pengaruh negatif excess cash holdings terhadap nilai perusahaan lebih kuat pada perusahaan yang tidak terkendala pendanaan (financially unconstrained)? C. Pertanyaan permasalahan terkait masalah keagenan yang ditimbulkan oleh excess cash holdings dengan memasukkan efek struktur kepemilikan dan kesulitan keuangan 3. Apakah pengaruh negatif excess cash holdings terhadap nilai perusahaan lebih kuat pengaruh negatifnya ketika struktur kepemilikan perusahaan sangat terkonsentrasi? 4. Apakah pengaruh negatif excess cash holdings terhadap nilai perusahaan lebih kuat pengaruh negatifnya ketika struktur kepemilikan perusahaan sangat tersebar? 5. Apakah pengaruh negatif excess cash holdings terhadap nilai perusahaan lebih kuat pengaruh negatifnya ketika perusahaan sangat kesulitan keuangan?
19 19 D. Pertanyaan permasalahan selanjutnya untuk menguji peran corporate governance dalam mengendalikan masalah keagenan yang ditimbulkan oleh excess cash holdings. 6a. Apakah dewan komisaris berperan dalam memperlemah pengaruh negatif excess cash holdings terhadap nilai perusahaan? 6b Apakah pemegang saham besar majemuk berperan dalam memperlemah pengaruh negatif excess cash holdings terhadap nilai perusahaan? 6c. Apakah utang perusahaan yang tinggi berperan dalam memperlemah pengaruh negatif excess cash holdings terhadap nilai perusahaan? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah, maka penelitian ini diarahkan pada beberapa tujuan berikut ini. 1. Menguji secara empiris pengaruh excess cash holdings terhadap nilai perusahaan. 2. Menguji secara empiris pengaruh excess cash holdings terhadap nilai perusahaan dengan memasukkan efek tidak terkendala pendanaan untuk menentang hipotesis fleksibilitas pendanaan sehingga lebih menegaskan masalah keagenan yang ditimbulkan oleh excess cash holdings. 3. Menguji secara empiris masalah keagenan antara pemegang saham mayoritas dengan pemegang saham minoritas dengan memasukkan efek kepemilikan sangat terkonsentrasi untuk memperkuat efek negatif excess cash holdings terhadap nilai perusahaan untuk membuktikan teori keagenan.
20 20 4. Menguji secara empiris masalah keagenan antara pemegang saham dengan manajer dengan memasukkan efek kepemilikan sangat tersebar untuk memperkuat efek negatif excess cash holdings terhadap nilai perusahaan. 5. Menguji secara empiris masalah keagenan antara pemegang saham dan pemegang utang (debtholders) dengan memasukkan efek kesulitan keuangan untuk memperkuat efek negatif excess cash holdings terhadap nilai perusahaan. 6. Menguji secara empiris peran corporate governance dalam mengendalikan masalah keagenan yang ditimbulkan oleh excess cash holdings 6a. Menguji secara empiris peran dewan komisaris dalam mengendalikan masalah keagenan yang ditimbulkan oleh excess cash holdings 6b. Menguji secara empiris peran pemegang saham besar majemuk (multiple large shareholders) dalam mengendalikan masalah keagenan yang ditimbulkan oleh excess cash holdings. 6c. Menguji secara empiris peran utang dalam mengendalikan masalah keagenan yang ditimbulkan oleh excess cash holdings. 1.4 Motivasi Penelitian Penelitian ini dimotivasi oleh pemikiran dan hasil identifikasi trend akumulasi cash holdings pada perusahaan-perusahaan publik di Indonesia (Gambar 1.1, h.4), sehingga mendorong peneliti untuk meneliti faktor-faktor yang menentukan cash holdings normal pada perusahaan-perusahaan publik di Indonesia secara lebih komprehensif. Hasil telaah literatur aliran riset determinan cash holdings normal perusahaan-perusahaan publik di Indonesia masih terbatas, yaitu hanya dilakukan oleh
21 21 Kuncoro dan Beta (2012) yang meneliti secara empiris faktor makroekonomi dalam memengaruhi pemegangan likuiditas. Penelitian ini juga dimotivasi oleh keinginan untuk menjelaskan implikasi alokasi cash holdings yang melebihi cash holdings normalnya terhadap nilai perusahaan. Pengujian implikasi excess cash holdings terhadap nilai perusahaan dilakukan menggunakan kerangka teori keagenan dengan memasukkan efek pemoderasi struktur kepemilikan dan karakteristik struktur keuangan untuk mengidentifikasi tiga masalah keagenan, yaitu: (1) Masalah keagenan antara pemegang saham mayoritas dengan pemegang saham minoritas ketika struktur kepemilikan sangat terkonsentrasi (2) Masalah keagenan antara manajemen dengan pemegang saham ketika struktur kepemilikan perusahaan sangat tersebar (3) Masalah keagenan antara pemegang saham dengan debtholders ketika perusahaan sangat kesulitan keuangan. Motivasi penelitian berikutnya adalah mengidentifikasi peran corporate governance dalam mengendalikan masalah keagenan yang ditimbulkan oleh excess cash holdings pada perusahaan publik di Indonesia tersebut. Motivasi ini muncul dilatarbelakagi oleh kenyataan bahwa Indonesia termasuk negara yang menganut civil law yang memberikan perlindungan investor yang lemah kepada pemegang saham minoritas (Porta, et al. (1999). Lingkungan institusional yang lemah mengakibatkan pemegang saham minoritas tidak dapat memaksa pengendali perusahaan untuk mendistribusikan excess cash holdings (Jani, et al., 2004), sehingga investor akan mengandalkan corporate governance level perusahaan. Sejumlah corporate governance dapat diimplementasikan secara sukarela oleh perusahaan (Claessens dan Yurtoglu, 2012). Melalui peran corporate governance tersebut, investor meyakini kesungguhan perusahaan untuk menghormati hak-hak mereka selaku pemegang saham minoritas, sehingga corporate governance yang lebih baik akan berdampak
22 22 pada kenaikan nilai perusahaan (Gompers, et al., 2003; Bauer, et al., 2003). Penelitian ini memilih peran dewan komisaris (boards), peran pemegang saham besar majemuk (multiple large shareholders) dan peran utang untuk merepresentasikan upaya corporate governance dalam melakukan pengawasan dan pembatasan atas penggunaan sumber daya perusahaan termasuk excess cash holdings agar penggunaanya sesuai dengan tujuan perusahaan. 1.5 Kontribusi Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa kontribusi yang bermanfaat yaitu kontribusi teoretis, kontribusi metodologi dan kontribusi kebijakan dalam dunia praktik di korporasi. Kontribusi penelitian ini secara rinci diuraikan berikut ini. 1. Kontribusi Teoretis Riset ini dapat berkontribusi secara teoretis pada literatur cash holdings. 1) Riset ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada model baseline cash holdings normal dengan menggunakan karakteristik spesifik perusahaan yang lebih luas dari model determinan cash holdings dari Opler, et al (1999). 2) Melengkapi literatur aliran riset implikasi excess cash holdings terhadap nilai perusahaan. Riset-riset terdahulu terfokus pada implikasi cash holdings bukan implikasi excess cash holdings. Riset ini secara teoretis akan memperkuat teori keagenan dengan menguji ekspropriasi excess cash holdings oleh pemegang saham mayoritas, menguji ekspropriasi excess cash holdings oleh manajer dan menguji nilai excess cash holdings pada situasi sangat kesulitan keuangan dengan mengaitkannya dengan masalah keagenan antara pemegang saham dengan debtholders. Riset ini juga berkontribusi pada aliran riset teori corporate
23 23 governance dengan menguji peran corporate governance struktur dewan komisaris, peran pemegang saham besar majemuk (multiple large shareholders) dan peran utang dalam mengendalikan masalah keagenan secara menyeluruh maupun masalah keagenan secara spesifik. 2. Kontribusi Manajerial Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada otoritas pasar keuangan dalam memberlakukan biaya transaksi likuiditas. Biaya transaksi likuiditas yang murah dapat menurunkan kebutuhan likuiditas perusahaan, sehingga mengurangi risiko penyimpangan penggunaan cadangan kas yang berlebihan. Riset ini diharapkan juga memberikan masukan kepada perusahaan untuk mengalokasikan excess cash holdings lebih produktif dan menciptakan nilai bagi perusaahan. Berikutnya adalah hasil dan implikasi penelitian ini diharapkan juga dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada investor dalam menilai excess cash holdings. Investor menilainya dengan terlebih dahulu mengidentifikasi status kendala pendanaan, struktur kepemilikan perusahaan dan sejauhmana peran corporate governance dalam mengawasi excess cash holdings tersebut. 3. Kontribusi Metodologi a. Penelitian ini menerapkan metodologi model regresi panel statis (static panel models), model regresi panel dinamis (dynamic panel models) dan model regresi Estimated atau Feasible Generalized Least Square (EGLS/FGLS) untuk mengestimasi cash holdings normal. Pada riset-riset terdahulu estimasi cash holdings normal umumnya menggunakan model
24 24 statis dengan asumsi bahwa cash holdings normal dicapai oleh perusahaan tanpa perlu melakukan proses penyesuaian dan tanpa biaya. b. Penelitian ini menggunakan model spesifikasi dengan pendekatan modern berbasis nilai (modern value-based approach), sedangkan hasil telaah literatur cash holding terkait penilaian cash holding umumnya mengacu pada metodologi Fama dan French (1998). Pendekatan modern berbasis nilai (modern value-based approach) mengukur nilai perusahaan menggunakan abnormal return yang berbasis penciptaan nilai bagi pemegang saham dan menggunakan variabel karakteristik perusahaan yang konsisten dan selaras dengan tujuan maksimisasi kemakmuran pemegang saham, yaitu economic value added (EVA), ukuran perusahaan dan risiko tidak sistimatis perusahaan. Model spesifikasi ini digunakan oleh Ramezani, et al. (2002) dan Bacidore, et al. (1997). Metodologi Fama dan French (1998) mengestimasi nilai perusahaan dengan mengaitkannya dengan karakteristik-karakteristik perusahaan yang diperkirakan memengaruhi nilai cashflow di masa yang akan datang, dengan memfokuskan pada variasi nilai market-to-book-ratio (MTBA). 1.6 Keaslian Penelitian Perbedaan penelitian disertasi ini dengan penelitian sebelumnya dijelaskan berikut ini. a. Penelitian ini memperluas model baseline cash holdings dari Opler, et al. (1999) dengan memasukkan seluruh variabel determinan cash holdings yang berasal
25 25 dari karakteristik spesifik perusahaan secara komprehensif berdasarkan seluruh hasil telaah literatur determinan cash holdings. b. Penelitian menggunakan metodologi yang berbeda dalam menilai pengaruh excess cash holdings terhadap nilai perusahaan. Metodologi terdahulu yang umumnya menggunakan metodologi milik Fama dan French (1998). Penelitian ini menggunakan model spesifikasi modern berbasis penciptaan nilai yang berasal dari model dasar yang sama seperti yang digunakan oleh Ramezani, et al. (2002) dan Bacidore, et al. (1997) terdiri dari variabel EVA, risiko sistimatis dan ukuran perusahaan disertai penambahan variabel excess cash holdings. Metodologi ini mengukur nilai perusahaan menggunakan basis penciptaan nilai bagi pemegang saham (yaitu abnormal return), bukan menggunakan basis yang mengutamakan pertumbuhan (yaitu market-to-book to asset ratio) seperti yang digunakan oleh Fama dan French (1998). c. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu ditunjukkan oleh penggunaan sumber daya excess cash holdings untuk mengidentifikasi masalah keagenan. Penelitian ini juga menambahkan faktor pemoderasi tidak terkendala pendanaan (financially uconstrained), faktor pemoderasi kepemilikan sangat terkonsentrasi, faktor pemoderasi kepemilikan sangat tersebar, dan faktor pemoderasi sangat kesulitan keuangan untuk memperkuat efek negatif excess cash holdings terhadap nilai perusahaan. Tujuannya untuk menguji teori keagenan sebagai teori yang paling sesuai untuk menjelaskan implikasi excess cash holdings terhadap nilai perusahaan.
BAB I PENDAHULUAN. dan manfaat penelitian secara empiris dan praktis. penggunaan dana, perolehan dana, dan pengelolaan aktiva (Brigham dan Houston,
1 BAB I PENDAHULUAN Bab I berisi beberapa sub bab yang menjelaskan mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Latar belakang
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN DAN SARAN. 5.1.Simpulan. Penelitian ini didisain untuk menguji pengaruh excess cash holdings terhadap nilai
154 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN DAN SARAN 5.1.Simpulan Penelitian ini didisain untuk menguji pengaruh excess cash holdings terhadap nilai perusahaan dan menguji peran corporate governance dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Untuk menjalankan proses bisnis, setiap perusahaan memerlukan berbagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Untuk menjalankan proses bisnis, setiap perusahaan memerlukan berbagai macam aset yang terdiri dari aset berwujud maupun tidak berwujud. Investasi aset diharapkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tingkat kas tertentu sebagai sebuah syarat ketika perusahaan melakukan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kas dan setara kas merupakan komponen yang penting dalam sebuah perusahaan (Kusnadi, 2011). Perusahaan biasanya diminta untuk memiliki tingkat kas tertentu sebagai
Lebih terperinci1 Universitas Indonesia
1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Pemisahan antara kepemilikan saham dan manajemen di perusahaanperusahaan besar sangat diperlukan. Sebagian besar perusahaan itu memiliki ratusan atau ribuan pemegang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dipicu oleh fenomena gagal bayar subprime mortgage bertransformasi menjadi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis finansial tercatat banyak terjadi hingga tahun 2013. Krisis tersebut menimpa perusahaan, baik di negara berkembang maupun negara maju. Kegagalan menjaga likuiditas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. persaingan bisnis yang semakin ketat. Kinerja perusahaan, terutama perusahaan yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kinerja perusahaan merupakan issue yang penting terutama di era globalisasi ini. Perusahaan dituntut untuk terus meningkatkan kinerjanya tidak hanya agar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam mengurangi konflik keganenan dapat melalui kebijakan dividen.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Salah satu tujuan manajemen keuangan terkait dengan keputusan untuk memaksimalkan kekayaan pemegang saham, namun seringkali terjadi konfik antara pemegang
Lebih terperinciMagister Manajemen Univ. Muhammadiyah Yogyakarta
I. Pendahuluan 1. Fungsi Manajemen Keuangan 1.1. Keputusan Alokasi Dana Keputusan alokasi dana meliputi: investasi jangka pendek (kas, piutang, persediaan dan efek atau short term investment) maupun keputusan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja operasional perusahaan dilihat dari kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Baik kreditur maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Argumentasi mengenai pengaruh diversifikasi pada nilai perusahaan masih
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Argumentasi mengenai pengaruh diversifikasi pada nilai perusahaan masih bergulir dan menjadi perdebatan sampai saat ini. Beberapa penelitian terdahulu belum sampai
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. (pemilik modal) dan agen (pihak yang mengelola perusahaan) dalam bentuk
9 BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Teori Keagenan Teori keagenan merupakan dasar teori yang mendasari praktik bisnis perusahaan. Teori ini memberikan penjelasan hubungan kontrak antara
Lebih terperinciBAB II KERANGKA TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
BAB II KERANGKA TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Model Penelitian Terdahulu Ozkan et al. (2004) menyebutkan bahwa beberapa penelitian telah mencoba memberikan penjelasan mengenai alasan perusahaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW. Tata kelola perusahaan (Good Corporate Governance/GCG) merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menghadapi tren global dan ketatnya persaingan bisnis sekarang ini, para pimpinan dan manajer dituntut untuk lebih lagi memperhatikan aspek dimensi sosial, ekonomi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perusahaan dipandang sebagai sekumpulan kontrak antara manajer perusahaan dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan dipandang sebagai sekumpulan kontrak antara manajer perusahaan dan pemegang saham. Penunjukan manajer oleh pemegang saham untuk mengelola perusahaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan melalui
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatkan kemakmuran pemilik atau para pemegang saham (Brigham, 1996). Akan tetapi, di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yaitu mengenai struktur kepemilikan, struktur modal, corporate
BAB I PENDAHULUAN Bab Iberisi penjelasan latar belakang penelitian yang dilakukan, yaitu mengenai struktur kepemilikan, struktur modal, corporate governance, dan agency cost. Selanjutnya, dalam bab ini
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Penelitian terkait hubungan antara struktur kepemilikan dengan kinerja
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian terkait hubungan antara struktur kepemilikan dengan kinerja perusahaan merupakan pembahasan yang luas tentang tatakelola perusahaan. Isu ini masih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama dari perusahaan adalah memaksimalkan kesejahteraan pemilik
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama dari perusahaan adalah memaksimalkan kesejahteraan pemilik (shareholder) melalui kebijakan investasi, pendanaan dan dividen yang tercermin dalam harga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemegang saham. Manajer mempunyai kewajiban untuk memaksimumkan. kepentingan untuk memaksimumkan kesejahteraan mereka.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam perusahaan go public sering terjadi masalah keagenan yang ditunjukkan dari adanya perbedaan kepentingan antara manajemen (agen) dan pemegang saham. Manajer
Lebih terperinciShella Febri Priatama ABSTRAKSI
ANALISIS PENGARUH KEPEMILIKAN MANAJERIAL, KEBIJAKAN HUTANG, UKURAN PERUSAHAAN, PROFIBILITAS TERHADAP KEBIJAKAN DIVIDEN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG LISTING DI BURSA EFEK INDONESIA Shella Febri Priatama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh pihak manajemen dengan penentuan membagikan laba yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan dividen merupakan salah satu kebijakan yang penting yang dilakukan oleh pihak manajemen dengan penentuan membagikan laba yang diperoleh dari perusahan atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. karena bagi para investor dividen merupakan return (tingkat pengembalian) atas
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu daya tarik berinvestasi bagi investor dalam pasar primer maupun pasar sekunder adalah dividen. Dividen merupakan salah satu faktor yang akan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masalah keagenan menjadi isu sentral dalam berbagai literatur keuangan karena adanya keterbatasan dari pemilik yang tidak dapat mengelola sendiri perusahaannya
Lebih terperinciBAB II. LANDASAN TEORITIS
BAB II. LANDASAN TEORITIS 1.1. Corporate Cash Holding Cash holding merupakan salah satu bentuk aset likuid yang berbentuk sejumlah uang kartal yang dimiliki oleh perusahaan dimana ia disimpan dalam kas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Djemat, dan Soembodo (2003) juga menemukan bahwa rata-rata sebanyak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Indonesia, sebagian besar perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia masih dimiliki secara mayoritas atau dominan oleh keluarga pendiri perusahaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manajer (agen). Manajemen ditunjuk sebagai pengelola perusahaan oleh pihak
BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penelitiaan. Bagian 1.1 menjelaskan mengenai latar
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Struktur Modal a. Agency Theory Pearce dan Robinson (2009), mendefinisikan bahwa teori keagenan merupakan sekelompok gagasan mengenai pengendalian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW. besarnya, meningkatkan nilai perusahaan, serta memakmurkan pemilik perusahaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan adalah sebuah organisasi atau lembaga ekonomi yang didirikan dengan tujuan yang jelas yaitu mendapatkan keuntungan atau laba sebesar besarnya, meningkatkan
Lebih terperinciyang diangkat oleh pemegang saham bertindak atas kepentingan pemegang saham.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama perusahaan adalah untuk menaikkan nilai perusahaan dengan cara memaksimalkan kemakmuran pemegang saham. Karena itu diharapkan manajer yang diangkat oleh
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. tagihan, cicilan hutang berikut bunganya, pajak, dan juga belanja modal (capital
BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Free Cash Flow (Aliran kas Bebas) Arti sederhana dari free cash flow atau arus kas bebas adalah sisa perhitungan arus kas yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempunyai konsekuensi finansial yang berbeda-beda (Christianti, 2006).
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar keputusan keuangan yang dibuat oleh perusahaan dalam rangka memaksimalkan nilai perusahaan dan kesejahteraan pemegang saham. Keputusan keuangan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. beberapa tujuan didirikan perusahaan, yang pertama adalah untuk UKDW
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya, perusahaan didirikan dengan tujuan yang jelas. Ada beberapa tujuan didirikan perusahaan, yang pertama adalah untuk mempertahankan kelangsungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perusahaan, sehingga dapat memberikan kemakmuran bagi pemilik atau. yang tercermin pada harga saham (Martono & Harjito, 2005).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya setiap perusahaan yang didirikan memiliki tujuan yang jelas. Ada beberapa hal didirikannya suatu perusahaan, yang pertama adalah untuk mencapai laba yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Profitabilitas Kinerja keuangan diukur dengan profitabilitas, menurut Warsono (2003) Profitabilitas merupakan hasil bersih dari sejumlah kebijakan dan keputusan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Lebih dari 40% di BEI adalah industri manufaktur.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri manufaktur merupakan industri yang mendominasi perusahaan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Lebih dari 40% perusahaan yang listed di
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. manajemen perusahaan dalam rangka mendanai operasional perusahaan
13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kebijakan Hutang Pada dasarnya kebijakan hutang perusahaan merupakan tindakan manajemen perusahaan dalam rangka mendanai operasional perusahaan dengan menggunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk mempertahankan ekspansi dan pertumbuhan operasi yang berkelanjutan.
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Perusahaan membutuhkan sejumlah modal untuk pembiayaan kegiatan operasional dan investasi. Modal dalam jumlah yang besar merupakan hal yang vital bagi perusahaan
Lebih terperinciBAB II TELAAH PUSTAKA
BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1. Dividen Dividen merupakan pembayaran kepada para pemegang saham oleh pihak perusahaan atas keuntungan yang diperolehnya. Kebijakan pembayaran dividen menurut Titman (2002) merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan didirikan telah memiliki tujuan yang jelas. Menurut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap perusahaan didirikan telah memiliki tujuan yang jelas. Menurut Husnan dan Pudjastuti (2006: 5) pada umumnya semua perusahaan memiliki dua tujuan yaitu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tujuan perusahaan dalam jangka panjang adalah memaksimalkan nilai
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan perusahaan dalam jangka panjang adalah memaksimalkan nilai perusahaan melalui implementasi keputusan keuangan yang terdiri dari keputusan pendanaan, investasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat mempengaruhi persepsi investor terhadap perusahaan. berdampak terhadap nilai perusahaan (Fama dan French, 1998).
1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Banyaknya perusahaan dalam industri, serta kondisi perekonomian saat ini telah menciptakan suatu persaingan yang ketat antar perusahaan manufaktur. Persaingan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. orang atau lebih (pihak), dimana salah satu pihak disebut sebagai agent dan pihak
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan Teori keagenan dapat dipandang sebagai suatu model kontraktual antara dua orang atau lebih (pihak), dimana salah satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kebijakan dividen merupakan salah satu keputusan penting perusahaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan dividen merupakan salah satu keputusan penting perusahaan dan merupakan bagian integral dari keputusan pembelanjaan perusahaan. Terdapat dua alasan mengenai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Saham adalah suatu nilai dalam berbagai instrumen finansial yang mengacu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saham adalah suatu nilai dalam berbagai instrumen finansial yang mengacu pada bagian kepemilikan sebuah perusahaan yang berfungsi sebagai pendanaan perusahaan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengantisipasi persaingan yang semakin tajam. Akan tetapi, dalam praktiknya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya, perusahaan melakukan pengembangan usaha untuk mengantisipasi persaingan yang semakin tajam. Akan tetapi, dalam praktiknya dunia usaha mengalami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW. macam resiko dan ketidakpastian yang seringkali sulit diprediksikan oleh para
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas investasi merupakan aktivitas yang dihadapkan pada berbagai macam resiko dan ketidakpastian yang seringkali sulit diprediksikan oleh para investor. Untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berarti juga memaksimalkan kemakmuran pemegang saham yang merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Persaingan usaha yang semakin keras menuntut perusahaan untuk semakin meningkatkan nilai perusahaannya. Memaksimalkan nilai perusahaan sangat penting bagi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengalami pemulihan salah satu di bidang industri manufaktur asing. Pasar modal
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan Sejak krisis ekonomi tahun 1997 hingga saat ini, perekonomian indonesia terus mengalami pemulihan salah satu di bidang industri manufaktur asing. Pasar modal mencatat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perusahaan perlu mempertimbangkan berbagai faktor dalam menentukan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembayaran dividen merupakan salah satu hal krusial yang menjadi perhatian manajemen perusahaan dan pemegang saham. Manajemen perusahaan perlu mempertimbangkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang mempengaruhi kebijakan hutang perusahaan, antara Lain : Rizka Putri Indahningrum dan Ratih Handayani, (2009)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu yang mendasari tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan hutang perusahaan, antara Lain : 2.1.1 Rizka Putri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di era globalisasi ini perkembangan perusahaan semakin lama semakin pesat.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di era globalisasi ini perkembangan perusahaan semakin lama semakin pesat. Banyaknya perusahaan yang bersaing untuk dapat berkembang di masing-masing usaha yang mereka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. et al, 2010). Argumen yang dikembangkan Jensen (1986) mengemukakan bahwa
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Memegang aset likuid seperti kas bagaikan pedang bermata dua (Ammann et al, 2010). Argumen yang dikembangkan Jensen (1986) mengemukakan bahwa memegang kas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menentukan keputusan-keputusan yang akan membantu mencapai tujuan tersebut. Secara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk menentukan tujuan yang harus dicapai, pihak manajemen perusahaan perlu menentukan keputusan-keputusan yang akan membantu mencapai tujuan tersebut. Secara normatif,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan hidup suatu perusahaan di era globalisasi sekarang ini.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendanaan merupakan salah satu komponen penting dalam keberlangsungan hidup suatu perusahaan di era globalisasi sekarang ini. Keputusan pendanaan akan berkaitan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. tinggi kepemilikan saham manajerial maka financial distress semakin rendah. Jensen
BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis data dan pembahasan hasil penelitian pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa: Pertama, kepemilikan saham manajerial berpengaruh negatif terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Struktur pendanaan merupakan indikasi bagaimana perusahaan membiayai
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendanaan adalah fondasi utama dalam dunia usaha dan perekonomian. Struktur pendanaan merupakan indikasi bagaimana perusahaan membiayai kegiatan operasionalnya atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. era globalisasi ini, dibutuhkan manajemen perusahaan yang kompetitif untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam persaingan bisnis yang sangat ketat seperti saat ini, aset perusahaan yang tinggi saja tidak cukup menjamin sebuah perusahaan untuk tetap bertahan. Pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Menurut teori keagenan (agency theory), adanya pemisahan antara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut teori keagenan (agency theory), adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan suatu perusahaan dapat menimbulkan masalah keagenan (agency problem) yaitu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Free cash flow adalah bentuk lain ukuran arus kas. Pengertian free cash
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Free Cash Flow Free cash flow adalah bentuk lain ukuran arus kas. Pengertian free cash flow bisa bermacam macam. Menurut Ross et al ( 2000 ), free cash flow adalah kas lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perusahaan sebagai entitas ekonomi lazimnya memiliki tujuan jangka panjang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan sebagai entitas ekonomi lazimnya memiliki tujuan jangka panjang dan jangka pendek, dalam jangka panjang perusahaan bertujuan mengoptimalkan nilai
Lebih terperinciBAB 1 PENGANTAR. Perusahaan yang mempunyai tujuan untuk memaksimumkan kemakmuran. pemegang saham seringkali mengalami hambatan.
BAB 1 PENGANTAR Perusahaan yang mempunyai tujuan untuk memaksimumkan kemakmuran pemegang saham seringkali mengalami hambatan. Hambatan-hambatan pencapaian tujuan ini disebabkan oleh faktor-faktor internal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perusahaan dan menjadi pusat perhatian stakeholders. Keputusan finansial
BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Keputusan finansial merupakan hal yang sangat penting bagi suatu perusahaan dan menjadi pusat perhatian stakeholders. Keputusan finansial yang diambil oleh manajer
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tujuan utama sebagian besar perusahaan, terutama perusahaan yang berorientasi bisnis, adalah mengoptimalkan nilai perusahaan. Nilai perusahaan yang meningkat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Struktur Modal Teori struktur modal berkaitan dengan bagaimana modal dialokasikan dalam aktivitas investasi aktiva riil perusahaan, yaitu dengan cara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keputusan (corporate action) dengan membagikan dividen atau menahan laba.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kebijakan dividen merupakan bagian yang menyatu dengan keputusan pendanaan perusahaan yang menyangkut pembelanjaan internal perusahaan sehingga dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemakmuran pemegang saham, maka terjadi peningkatan pada nilai pemegang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan perusahaan adalah memaksimumkan kekayaan/nilai perusahaan bagi pemegang saham/pemilik. Peningkatan nilai perusahaan dapat melalui peningkatan kemakmuran para
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terlepas dari perusahaan dewasa ini. Perusahaan terus berusaha untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persaingan perusahaan merupakan aspek yang tidak dapat terlepas dari perusahaan dewasa ini. Perusahaan terus berusaha untuk memaksimalkan keuangannya demi mensejahterahkan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Teori Keagenan Seperti yang diungkapkan oleh Gilson dan Gordon (2003), masalah keagenan mempunyai dua sisi, yaitu masalah keagenan klasik antara prinsipal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkembang untuk menunjukan performa yang lebih baik. Seperti halnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persaingan secara global menuntut banyak perusahaan di negara berkembang untuk menunjukan performa yang lebih baik. Seperti halnya Indonesia, yang harus dapat mencapai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. karena adanya konflik kepentingan antara shareholder dan manajer, karena
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah agensi telah menarik perhatian yang sangat besar dari para peneliti di bidang akuntansi keuangan (Fuad, 2005). Masalah agensi timbul karena adanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu perusahaan meskipun mereka memiliki kepemilikan saham di perusahaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Para pemegang saham (investor) akan sangat membutuhkan jasa manajer sebagai pengambil keputusan ketika mereka tidak memiliki hak suara terhadap suatu perusahaan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Manajemen keuangan dalam sebuah perusahaan bertujuan untuk
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya perlu mengetahui perkembangan sejauh mana perusahaan itu mencapai tujuan perusahaannya. Setiap perusahaan mempunyai sistem
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perusahaan go public merupakan istilah yang tidak asing lagi di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan go public merupakan istilah yang tidak asing lagi di masyarakat. Perusahaan ini menggambarkan perusahaan yang menawarkan sahamnya kepada masyarakat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. (principal) yang mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori Agensi Hubungan keagenan merupakan sebuah kontrak antara satu orang atau lebih (principal) yang mempekerjakan orang lain
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. lain yang belum terpenuhi, dimana hutang ini merupakan sumber dana
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Hutang Hutang adalah semua kewajiban keuangan perusahaan kepada pihakpihak lain yang belum terpenuhi, dimana hutang ini merupakan sumber dana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penanaman modal, sebagai sarana untuk mematuhi peraturan pemerintah dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan menghasilkan informasi keuangan untuk keperluan berbagai stakeholder, seperti kreditor untuk keputusan pemberian hutang, investor untuk penanaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Jensen dan Mekling, 1976). Asumsi dasar dalam teori keagenan (agency
1 BAB I PENDAHULUAN Teori keagenan menyatakan bahwa perusahaan yang memisahkan fungsi pengelolaan dengan fungsi kepemilikan akan rentan terhadap konflik keagenan (Jensen dan Mekling, 1976). Asumsi dasar
Lebih terperinciA. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manajemen keuangan merupakan salah satu bidang manajemen fungsional dalam suatu perusahaan, yang mempelajari tentang penggunaan dana, memperoleh dana dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sahamnya yang di-publish dalam situs resmi baik itu laporan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) merupakan perusahaan go public yang menjual sahamnya kepada masyarakat luas. Perusahaan ini wajib melaporkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Dalam suatu organisasi, pemilik perusahaan (principal) memberikan kepercayaan kepada manajer (agen) untuk mengambil keputusan-keputusan finansial dan keputusan
Lebih terperinciBAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh good corporate governance,
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh good corporate governance, kinerja keuangan serta ukuran perusahaan terhadap nilai perusahaan. Berdasarkan hasil analisis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemisahan kepemilikan dan kontrol dalam perusahaan merupakan hal
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemisahan kepemilikan dan kontrol dalam perusahaan merupakan hal yang biasa pada lingkungan bisnis modern saat ini, dengan semakin banyak perusahaan yang terdaftar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manajemen dan pengelolaan perusahaan Pemisahan ini sejalan dengan teori
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Perekonomian modern menekankan pemisahan kepemilikan perusahaan dari manajemen dan pengelolaan perusahaan Pemisahan ini sejalan dengan teori keagenan (agency theory) yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. kerja atau investasi pada aset. Kas tersebut biasanya menimbulkan konflik
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Free Cash Flow Free cash flow merupakan kas perusahaan yang dapat didistribusikan kepada kreditur atau pemegang saham yang tidak diperlukan untuk modal kerja atau investasi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menjadi perusahaan yang besar, sehingga sistem pengelolaan perusahaan yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Banyak perusahaan kecil di Indonesia berkembang menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dampak yang sangat penting baik bagi para investor maupun bagi. perusahaan yang akan membayarkan devidendnya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah dalam kebijakan dan pembayaran dividend mempunyai dampak yang sangat penting baik bagi para investor maupun bagi perusahaan yang akan membayarkan devidendnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (principal) dan manajemen (agent). Kondisi ini menimbulkan potensi terjadinya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Teori keagenan yang dikemukakan oleh Jensen dan Meckling (1976) mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan kepentingan antara pemilik perusahaan (principal)
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. memaksimumkan kemakmuran pemegang saham atau stockholder (Brigham. karena pemilik modal memiliki banyak keterbatasan.
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konsep manajerial pada perusahaan publik memiliki tujuan untuk memaksimumkan kemakmuran pemegang saham atau stockholder (Brigham dan Gapenski, 1996, dalam Wahidahwati,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menggunakan debt to equity ratio. Rasio ini merupakan rasio hutang yang digunakan untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pasar modal atau bursa efek merupakan suatu obyek penelitian yang menarik untuk diteliti. Hal ini dikarenakan bahwa pasar modal memiliki daya tarik. Pertama,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. saham (Brigham dan Gapenski 1996). Semakin tinggi nilai perusahaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan dengan melalui peningkatan kemakmuran bagi pemilik atau para pemegang saham (Brigham dan Gapenski
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. antara manajer ( agent) sebagai pengelola dengan pemegang saham ( principal)
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Peningkatan kekayaan pemegang saham melalui peningkatan nilai perusahaan sebagai tujuan utama perusahaan kadang tidak sejalan dengan tujuan pihak manajemen perusahaan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkembang ditengah-tengah persaingan yang semakin ketat di era globalisasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap perusahaan memerlukan dana yang besar untuk tumbuh dan berkembang ditengah-tengah persaingan yang semakin ketat di era globalisasi dewasa ini. Dana tersebut
Lebih terperinciBAB II TEORI AGENSI, PERATURAN BAPEPAM VIII G.7, KEPEMILIKAN MANAJERIAL, KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL, NILAI PERUSAHAAN DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
14 BAB II TEORI AGENSI, PERATURAN BAPEPAM VIII G.7, KEPEMILIKAN MANAJERIAL, KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL, NILAI PERUSAHAAN DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Teori Agensi (Agency Theory) Jensen dan Meckling
Lebih terperincikepentingan pemegang saham mungkin bertentangan. Hal tersebut disebabkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalan teori keagenan dijelaskan bahwa kepentingan manajemen dan kepentingan pemegang saham mungkin bertentangan. Hal tersebut disebabkan manajer mengutamakan kepentingan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan kemakmuran pemilik atau pemegang saham (Brigham dan Gapenski, 1996),
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengetahuan membuat persaingan di dunia usaha semakin ketat. Pada era
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan sistem teknologi informasi dan bertambah luasnya ilmu pengetahuan membuat persaingan di dunia usaha semakin ketat. Pada era globalisasi seperti
Lebih terperinciBAB II KERANGKA TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
BAB II KERANGKA TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Model Penelitian Terdahulu Sudah banyak penelitian yang dilakukan mengenai penahanan dana sebelumnya. Ogundipe, Ogundipe, dan Ajao (2012) melakukan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang saat ini memasuki era pembangunan yang diharapkan nantinya mampu menunjukkan eksistensinya pada masyarakat dunia. Agar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Jensen & Smith 1984 ; Fama and French 1998).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu tulang punggung perekonomian di Indonesia dalam rangka untuk membangun sistem perekonomian yang baik adalah perusahaan. Semakin banyak perusahaan
Lebih terperinci