BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
|
|
- Dewi Darmadi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 A. Tinjauan Penelitian Terdahulu BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Jamzani dan Dedi (2007) yang menganalisis aglomerasi dan pertumbuhan ekonomi: peran karakteristik regional di Indonesia, memiliki kesimpulan yang selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Ardyan dan Mulyo (2012) tentang analisis pengaruh aglomerasi, tenaga kerja, jumlah penduduk dan modal terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kendal. Dalam penelitian Jamzani dan Dedi (2007) ditemukan bahwa adanya bukti kuat bahwa dengan adanya aglomerasi secara positif berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah daerah tersebut. Aglomerasi memberikan kontribusi yang cukup besar dalam mendukung meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi daerah, menurut Jamzani dan Dedi (2007) dalam penelitiannya disebabkan oleh beberapa faktor. Dalam penelitiannya, faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi perekonomian adalah berasal dari tenaga kerja, modal, inflasi. Menurut Astari dan Paidi (2014), dalam penelitiannya tentang analisis disparitas pembangunan ekonomi antar kecamatan di Kota Medan memiliki kesimpulan bahwa dari hasil analisis ketimpangan pembangunan dengan menggunakan indeks wiliamson menunjukkan bahwa terdapat tujuh kecamatan dengan dengan nilai IW yang menurun dan 14 kecamatan dengan nilai IW yang meningkat. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa ketimpangan pembangunan 10
2 ekonomi antar kecamatan akan terus meningkat. Hal ini dikarenakan nilai IW yang relatif naik. B. Landasan Teori Dalam menganalisis aglomerasi industri dan disparitas regional di Propinsi Kalimantan Timur dalam penelitian ini didasarkan pada teori-teori yang relevan sehingga mampu mendukung tercapainya penelitian yang ilmiah. Teori-teori yang disajikan dalam landasan teori ini merupakan teori-teori tentang aglomerasi industri seperti Teori Neo-klasik, Teori Eksternalitas Dinamis, Teori Ekonomi Geografi Baru Dan teori-teori tentang disparitas regional serta teori-teori pendukung lainnya seperti teori pembangunan ekonomi. Dari dasar teori tersebut, maka teori-teori tersebut yang cantumkan akan dijadikan dasar pijakan dalam melakukan penelitian. Agar dapat dihubungkan secara empiris dengan hasil-hasil penelitian yang sejenis atau topiknya sama, maka akan dilengkapi dengan beberapa penelitian terdahulu yang juga akan dijadikan acuan dalam melengkapi sekaligus menjadi dasar acuan dalam melakukan penelitian. C. Aglomerasi Industri 1. Definisi Aglomerasi Industri dalam konsep teori lokasi Montgomery (1988) mendefinisikan aglomerasi industri sebagai konsentrasi spasial dari aktivitas ekonomi di kawasan perkotaan karena penghematan akibat lokasi yang berdekatan (economies of proximity) yang diasosiasikan dengan klutser spasial dari perusahaan, para pekerja dan konsumen (Kuncoro:2012:19) 11
3 Markusen (1996) juga menyatakan bahwa aglomerasi industri merupakan suatu lokasi yang tidak mudah berubah akibat adanya penghematan eksternal (pengurangan biaya yang terjadi akibat aktivitas di luar lingkup perusahaan atau pabrik) yang terbuka bagi semua perusahaan yang letaknya berdekatan dengan perusahaan lain dan penyedia jasa-jasa; dan bukan akibat kalkulasi perusahaan atau para pekerja secara individual. (Kuncoro:2002:24). Sjahfrizal (2014:28-29) mengatakan bahwa secara umum teori lokasi dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu: a. Bid Rent Theories yaitu kelompok teori lokasi yang mendasarkan analisis pemilihan lokasi kegiatan ekonomi pada kemampuan membayar sewa tanah (bid rent) yang berbeda dengan harga pasar sewa tanah (land rent). Sehingga, lokasi kegiatan ekonomi detentukan oleh nilai bid rent yang tinggi yang dapat dibayarkan oleh pengguna tanah. b. Least Cost Theories yaitu kelompok teori lokasi yang mendasarkan analisisnya pada pemilihan lokasi kegiatan industry yang didasarkan pada perinsip biaya minimum (least cost). Dalam hal ini, lokasi optimum adalah pada tempat dimana biaya produksi dan ongkos angkut paling kecil. c. Market Area Theories yaitu kelompok teori lokasi yang mendasarkan analisis pemilihan lokasi kegiatan ekonomi berperinsip pada luas pasar (market area) terbesar yang dapat dikuasai oleh perusahaan. Luas pasar tersebut adalah mulai dari lokasi pabrik sampai ke lokasi konsumen yang membeli produk perusahaan bersangkutan. 12
4 Pengertian ekonomi aglomerasi industri juga berkaitan dengan eksternalitas kedekatan geografis dari kegiatan-kegiatan ekonomi, bahwa ekonomi aglomerasi industri merupakan suatu bentuk dari eksternalitas positif dalam produksi yang menyebabkan terjadinya pertumbuhan kota (Bradley and Gans (1996)). Ekonomi aglomerasi industri juga diartikan sebagai penghematan biaya produksi akibat dari kegiatan-kegiatan ekonomi yang berlokasi pada tempat yang sama. Gagasan ini merupakan sumbangan pemikiran Alfred Marshall yang menggunakan istilah Localized Industry sebagai pengganti dari istilah ekonomi aglomerasi industri. Menurut ahli ekonomi Hoover, aglomerasi industri diklasifikasikan menjadi 3 jenis yaitu; a. Large Scale merupakan keuntungan yang diperoleh perusahaan Karena membesarnya skala produksi perusahaan tersebut pada suatu lokasi. b. Localization Economies merupakan keuntungan yang diperoleh bagi semua perusahaan dalam industri yang sama dalam suatu lokasi. c. Urbanization Economies yang merupakan keuntungan bagi semua industry pada suatu lokasi yang sama sebagai konsekuensi membesarnya skala ekonomi (penduduk, Pendapatan, output atau kemakmuran) dari lokasi tersebut. Sedangkan menurut pendapat ahli ekonomi O Sulivan (1996) membagi aglomerasi industri menjadi 2 jenis, yaitu ekonomi lokalisasi dan ekonomi urbanisasi. Dalam hal ini yang dimaksud dengan ekonomi aglomerasi industri adalah eksternalitas positif dalam produksi sebagian besar perusahaan sebagai 13
5 akibat dari produksi yaitu menurunnya biaya produksi sebagian besar perusahaan sebagai akibat dari produksi perusahaan lain meningkat. 2. Teori Aglomerasi Berdasarkan Bebagai Aliran a. Teori Neo Klasik Sumbangan terbesar teori Neo-Klasik adalah pengenalan terhadap ekonomi aglomerasi dengan argumentasi bahwa aglomerasi industri muncul dari perilaku para pelaku ekonomi dalam mencari keuntungan aglomerasi industri berupa ekonomi lokalisasi dan ekonomi urbanisasi (Kuncoro (2002)). Alfred Weber dikenal sebagai pendiri teori lokasi modern yang berkenaan dengan tempat, lokasi dan geografis dari segi kegiatan ekonomi. Beliau menjelaskan minimisasi biaya yang dikombinasikan dengan bobot input-input yang berbeda dari perusahaan dan industry menentukan lokasi optimal bagi suatu perusahaan. Weber secara eksplisit memperkenalkan konsep ekonomi aglomerasi, skala efisien minimum, dan keterkaitan ke depan dan ke belakang. Dalam sistem teori neo klasik mengasumsikan adanya persaingan sempurna sehingga kekuatan sentripental aglomerasi industri disebut sebagai ekonomi eksternal murni (Krugman (1998)). Kekuatan sentripental muncul dari kebutuhan untuk pulang-pergi (commute) ke pusat bisnis utama dalam masing-masing kota yang menyebabkan suatu gradien sewa tanah dalam masing-masing kota. Menurut Krugman (1998), keterbatasan teori neo klasik diantaranya melihat bahwa ekonomi eksternal dianggap sebagi misteri. Disamping itu system perkotaan neoklasik adalah 14
6 non spasial yang hanya menggambarkan jumlah dan tipe kota tetapi tidak menunjukan lokasinya. b. Teori Eksternalitas Dinamis Teori-teori eksternalitas dinamis percaya bahwa kedekatan geografis memudahkan transmisi ide, maka transfer teknologi merupakan hal penting bagi kota (Glaeser, et.al (1992)). Teori eksternalitas dinamis didasarkan pada teori yang dikemukakan oleh Marshall-Arrow-Romer (MAR), Porter dan Jacob. Teori-teori ini mencoba menjelaskan secara simultan bagaimana membentuk kota dan mengapa kota tumbuh. Eksternalitas MAR menekankan pada transfer pengetahuan antarperusahaan dalam suatu industri. Menurut MAR monopoli lokal merupakan hal yang lebih baik dibandingkan dengan kompetisi lokal sebab lokal monopoli menghambat aliran ide dari industri lain dan eksternalitas diinternalisasi oleh inovator. Seperti halnya MAR, Porter mengatakan bahwa dengan transfer pengetahuan tertentu, konsentrasi industri secara geografis akan mendorong pertumbuhan. Berbeda dengan MAR, Porter menyatakan bahwa kompetisi lokal lebih penting untuk mempercepat adopsi inovasi. Tidak seperti MAR dan Porter, Jacob percaya bahwa transfer pengetahuan paling penting adalah berasal datang dari industriindustri inti. Variasi dan keberagaman industri yang berdekatan secara geografis akan mendukung inovasi dan pertumbuhan dibandingkan dengan spesialisasi secara geografis. 15
7 c. Teori Ekonomi Geografis Baru Teori ekonomi geografi baru berupaya untuk menurunkan efek-efek aglomerasi dari interaksi antara besarnya pasar, biaya transportasi dan increasing return dari perusahaan. Dalam hal ini ekonomi aglomerasi industri tidak diasumsikan tetapi diturunkan dari interaksi ekonomi skala pada tingkat perusahaan, biaya transportasi dan mobilitas faktor produksi. Teori ekonomi geografi baru menekankan pada adanya mekanisme kausalitas sirkular untuk menjelaskan konsentrasi spasial dari kegiatan ekonomi (Krugman dan Venables dalam Martin & Ottavianno (2001)). Dalam model tersebut kekuatan sentripetal berasal dari adanya variasi konsumsi atau beragamnya intermediate good pada sisi produksi. Kekuatan sentrifugal berasal dari tekanan yang dimiliki oleh konsentrasi geografis dari pasar input lokal yang menawarkan harga lebih tinggi dan menyebarnya permintaan. Jika biaya transportasi cukup rendah maka akan terjadi aglomerasi. Dalam model eksternalitas teknologi, transfer pengetahuan antarperusahaan memberikan insentif bagi aglomerasi kegiatan ekonomi. Informasi diperlakukan sebagai barang publik dengan kata lain tidak ada persaingan dalam memperolehnya. Difusi informasi ini kemudian menghasilkan manfaat bagi masing-masing perusahaan. Dengan mengasumsikan bahwa masingmasing perusahaan menghasilkan informasi yang berbeda-beda, manfaat interaksi meningkat seiring dengan jumlah perusahaan. Karena interaksi ini informal, perluasan pertukaran informasi menurun dengan meningkatnya jarak. Hal ini memberikan insentif bagi 16
8 pengusaha untuk berlokasi dekat dengan perusahaan lain sehingga menghasilkan aglomerasi. d. Teori Pusat Pinggiran 1) Myrdal, Hirscman Hirscman adalah seorang penganjur teori pertumbuhan tidak seimbang. Secara geografis, pertumbuhan ekonomi pasti tidak seimbang. Dalam proses pertumbuhan tidak seimbang selalu dapat dilihat bahwa kemajuan disuatu tempat dapat menimbulkan tekanan-tekanan, ketegangan-ketegangan, dan dorongandorongan kearah perkembangan pada tempat-tempat berikutnya. (Hirscman (1958) di dalam Arsyad, Lincoln (1999)), menyadari bahwa fungsi-fungsi ekonomi berbeda tingkat intensitasnya pada tempat yang berbeda. Pertumbuhan ekonomi diutamakan pada titik originalnya sebelum disebarkan ke berbagai tempat lainnya. Ia menggunakan istilah Titik Pertumbuhan (Growing Point) atau Pusat Pertumbuhan (Growing Centre). Di suatu negara terdapat beberapa titik pertumbuhan, dimana industri berkelompok ditempat itu, karena diperoleh beberapa manfaat dalam bentuk penghematan-penghematan dan kemudahan-kemudahan. Kesempatan investasi, lapangan kerja dan upah buruh relatif tinggi lebih banyak terdapat di pusat- pusat pertumbuhan dari pada daerah belakang. Antara pusat dan daerah belakang terdapat ketergantungan dalam suplai barang dan tenaga kerja. Pengaruh yang paling hebat adalah migrasi penduduk ke kota-kota besar (urbanisasi) akan dapat mengabsorsikan tenaga kerja yang trampil dan pihak lain akan mengurangi 17
9 pengangguran tidak kentara di daerah belakang. Hal ini tergantung pada tingkat koplementaritas antara dua tempat tersebut. Jika komplementaritas kuat akan terjadi proses penyebaran pembangunan kedaerah-daerah belakang dan sebaliknya jika komplementaritas lemah akan terjadi pengaruh polarisasi (Keban (1995)). Jika pengeruh polarisasi lebih kuat dari pengeruh penyebaran pembangunan maka akan timbul masyarakat dualistik, yaitu selain memiliki ciri-ciri daerah perkotaan modern juga memiliki daerah perdesaan terbelakang (Hammand (1985) dan Indra Catri (1993)). Walaupun terlihat suatu kecenderungan yang suram namun Hirschman optimis dan percaya bahwa pengaruh trikling-down akan mengatasi pengaruh polarisasi. Misalnya bila daerah perkotaan berspesialisasi pada industri dan daerah perdesaan berspesialisasi pada produksi primer, maka meluasnya permintaan daerah perkotaan harus mendorong perkembangan daerah perdesaan, tetapi apa yang terjadi tidak seperti yang diharapkan. Pada khususnya ada kemungkinan besar bahwa elastisitas penawaran jangka pendek di daerah perdesaan adalah sedimikian rendah sehingga dasar pertukaran akan berubah merugikan daerah perkotaan. Dalam jangka panjang penghematan-penghematan ekstrnal dan tersedianya komplementaritas di pusatpusat akan menjamin penyebaran pembangunan ke daerah-daerah disekitarnya. Pada pihak lain, berdasarkan konseptual yang serupa mengenai struktur titiktitik pertumbuhan dan daerah-daerah belakang. (Myrdal (1957) di dalam Arsyad, Lincolin (1988)) menggunakan istilah Backwash effect dan spread effect yang artinya persis serupa dengan polarisasi dan pengaruh trikling down. Namun 18
10 demikian, dalam penekanan pembahasan dan kesimpulan-kesimpulan terdapat perbedaan yang cukup besar. Analisa Myrdal memberikan kesan pesimistis, ia berpendapat bahwa polarisasi muncul lebih kuat dari pada penyebaran pembangunan, permintaan faktor-faktor produksi akan menumpuk di daerahdaerah perkotaan yang memberikan manfaat kepadanya, dan sebaliknya di daerah perdesaan yang tidak menguntungkan akan menipis. Pesimisme tersebut dapat dimaklumi karena Myrdal tidak memaklumi bahwa timbulnya titik pertumbuhan adalah suatu hal yang tidak terelakkan dan merupakan syarat bagi perkembangan selanjutnya dimana-mana. Pusat pemikiran Myrdal pada kausasi komulatif menyebabkan ia tidak dapat melihat dengan titik balik apabila perkembangan kearah polarisasi di suatu wilayah sudah berlangsung untuk beberapa waktu. Kausasi sirkuler komulatif selalu meghasilkan penyebaran pembangunan yang lemah dan tidak kemerataan, atau dapat dikatakan bahwa mobilitas akan memperbesar ketimpangan pendapatan dan migrasi akan memperbesar ketimpangan regional. Berdasarkan pada perbedaan pandangan diatas, maka kebijaksanaan perspektif yang dianjurkan oleh Hirschman dan Myrdal berbeda pula. Hirschman menyarankan agar membentuk lebih banyak titik-titik pertumbuhan supaya dapat menciptakan pengaruh-pengaruh penyebaran pembengunan yang efektif, sedangkan Myrdal menekankan pada langkah-langkah kebijaksanaan unmtuk melemahkan backwash effect dan meperkuat sread effect agar proses kausasi sirkuler kumulatif 19
11 mengarah keatas, dengan demikian semakin memperkecil ketimpangan regional (Murtomo (1988), Indra Catri (1993) dan Keban (1995)). Gunnar Myrdal (1957) dan Hischman (1958) di dalam Arsyad, Lincolin (1988). menolak pengertian equilibrium dalam teori ekonomi dan mengemukakan ide-ide dasar tentang polarisasi pembangunan. Menurut pandangan Myrdal, daerahdaerah inti dari perekonomian adalah magnit penguat dari kemajuan. Myrdal mengemukakan bahwa setelah pertumbuhan dimulai pada lokasi yang dipilih pada perekonomian bebas, arus masuk tenaga kerja, ketrampilan, modal dan komoditi berkembang secara spontan untuk mendukungnya. Tetapi arus ini meliputi efek backwash, ketidak samaan antara daerah-daerah yang berkembang dengan daerahdaerah lain. Daerah-daerah yang sedang tumbuh mempengruhi daerah-daerah lain melalui dua kekuatan yang berlawanan, menurut model Myrdal disebut Effect backwash dan efek penyebaran (Spread effect dan backwash effect). Efek penyebaran menunjukkan dampak yang menguntungkan dari daerah-daerah yang makmur terhadap daerahdaerah yang kurang makmur, hal ini meliputi: meningkatnya permintaan komoditi primer, investasi dan difusi ide serta tehnologi. Dalam banyak negara-negara terbelakang, efek penyebaran terbatas pada daerah-daerah disekitar pusat-pusat herarkhi perkotaan (Murtomo (1988) dan Keban (1995)). Hirschman membantah bahwa memilih dan memusatkan aktivitasnya pada titiktitik pertumbuhan adalah alami bagi para pengusaha. Pembangunan lama kelamaan tidak berimbang, pertumbuhan daerah yang sedang berkembang 20
12 membatasi kapasitas pertumbuhan dimana-mana. Utara (North) menarik tenaga trampil dan tabungan dari selatan (south). Elastisitas permintaan income lebih besar untuk barang-barang buatan north, dan oleh karena itu syarat-syarat perdagangn melawan produsen south akan komoditi primernya (Jhingan, M.L (1993) dan Arsyad (1988)). Ide pokok dari model Hirschman adalah bahwa efek polaritas disebabkan oleh effect trickling down, ekuivalen dengan efek penyebaran dari Myrdal. Effect trickling down meliputi tujuan komoditi North yang diproduksi di South dan gerakan modal keselatan, disamping North dapat menarik tenaga selatan yang cukup untuk menjamin meningkatnya produktivitas tenaga kerja marjinal dan tingkat konsomsi perkapirta South. Hischman bersikeras bahwa effect trickling down hanya bisa terjadi bila di North membutuhkan South untuk ekspansinya sendiri. 2) Friedman John Friedman, Weaver (1979) menganalisa tentang aspek tata ruang, lokasi serta persoalan-persoalan kebijaksanaan dan perencanaan pengembangan wilayah dalam ruang lingkup yang lebih general. Friedman telah menampilkan teori daerah inti. Disekitar daerah inti terdapat daerah-daerah pinggiran atau periphery region. Daerah pinggiran ini sering disebut pula daerah pedalaman atau daerah-daerah sekitanya. Pembangunan dipandang sebagai proses inovasi yang diskontinu tetapi komulaitif yang berasal dari sejumlah kecil pusat-pusat perubahan, yang terletak pada titik-titik interaksi yang mempunyai potensi tertinggi. Pembangunan inovatif cenderung menyebar kebawah dan keluar dar pusat-pusat tersebut ke daerah yang 21
13 mempunyai potensi interaksi yang lebih rendah. Pusat-pusat besar pada umumnya berbentuk kota-kota besar, metropolis atau megapolis, dikategorikan sebagai daerah inti, dan daerah-daerah yang relatif statis sisanya merupakan daerah pinggiran. Wilayah pusat merupakan subsistem dari kemajuan pembangunan yang ditentukan oleh lembaga di daerah inti dalam arti bahwa daerah pinggiran berada dalam suatu hubungan ketergantungan yang substansial. Daerah inti dan wilayah pinggiran bersama-sama membentuk sistem spatial yang lengkap (Indra Catri (1993) dan Murtomo (1988)). Proses daerah inti mengkonsolidasikan dominasinya terhadap daerah pinggiran dilaksanakan melalui pengaruh-pengaruh umpan balik pertumbuhan daerah inti, yang terdiri dari pengaruh dominasi (melemahnya ekonomi daerah pinggiran sebagai akibat dari mengalirnya sumberdaya alam, manusia dan modal ke wilayah inti), pengaruh informasi (peningkatan dalam interaksi potensial untuk menunjang pembangunan inovatif), pengaruh psikilogis (penciptaan kondisi yang menggairahkan untuk melajutkan kegiatan-kegiatan inovatif secara lebih nyata), pengaruh mata rantai (kecenderungan inovasi untuk menghasilkan inovasi lainnya), dan pengaruh produksi. Jadi menurut Friedman tingkat urbanisasi sebagai indikator tingkatan kemajuan suatau wilayah; makin maju tingkat ekonomi suatu kota, semakin tinggi tingkatan urbanisasi, sehingga makin terintegrasi keruangan ekonomi keruangannya, dan akhirnya makin berkurang perbedaannya dalam pembangunan. 22
14 3. Disparitas wilayah Pada dasarnya pembangunan merupakan proses multidimensial yang meliputi perubahan struktur sosial, perubahan sikap hidup masyarakat dan perubahan kelembagaan nasional. Pembangunan juga meliputi tingkat perubahan pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketimpangan pendapatan dan pemberantasan kemiskinan. Agar dalam pembangunan sasaran dapat tercapai, maka pembangunan suatu negara dapat diarahkan kedalam 3 hal pokok yang mencakup peningkatan ketersediaan dan kebutuhan pokok bagi masyarakat, meningkatkan standar hidup masyarakat dan meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengakses berbagai kegiatan, baik kegiatan ekonomi dan sosial dalam hidupnya (Todaro, 2004:21) Pada hakikatnya selain memberikan kemajuan bagi daerah baik dibidang ekonomi maupun sosial, pembangunan juga sering mengalami berbagi masalah. Salah satunya adalah masalah disparitas regional. Disparitas regional ini sendiri tidak dapat dihindari karena akibat tidak terjadinya efek perembesan ke bawah (trickle down effect) yang berasal dari output secara nasional terhadap masyarakat mayoritas bahkan sampai sekarang. Sehingga akibatnya hasil output hanya dapat dinikmati oleh beberapa orang saja.sehingga hal ini pila yang menyebabkan jurang perbedaan antara si kaya dan si miskin menjadi lebar yang menyebabkan terjadinya kemiskinan absolut. Myrdal menjelaskan dalam teorinya bahwa ketimpangan pembangunan antar daerah selalu muncul akibat adanya Back-wash effect (dampak yang merugikan) lebih besar daripada Spread effect (dampak yang menguntungkan). Sehingga 23
15 apabila tingkat pembangunan diberbagai daerah dibandingkan dengan daerah yang lebih maju, maka daerah yang maju lebih cepat pembangunannya daripada daerah lain. Sehingga hal ini dalam jangka-panjang dapat menyebabkan tingkat ketimpangan yang cukup lebar (Sukirno, 1985:24). Beberapa teori menyatakan bahwa kesenjangan pertumbuhan antar daerah dapat terjadi oleh beberapa faktor. di dalam teori klasik, pertumbuhan antar daerah sendiri terjadi karena 3 alasan, menurut (Amstrong dan Taylor, 1993:64) yaitu; a. Kemajuan teknologi yang berbeda antardaerah b. Pertumbuhan persediaan modal yang berbeda antar daerah c. Pertumbuhan angkatan kerja antar daerah yang berbeda antar daerah Menurut Wiliamson (1965) dalam penelitiannya yang meneliti disparitas regional dengan tingkat pembangunan ekonomi yang menggunakan data perekonomian yang telah maju dengan perekonomian yang belum berkembang, ditemukan bahwa selama tahap awal pembangunan, disparitas regional menjadi lebih besar dan pembangunan terkonsentrasi didaerah-daerah tertentu. Pada tahap yang lebih matang dari pertumbuhan ekonomi tampak adanya keseimbangan antardaerah dan disparitas berkurang secara signifikan (Brojonegoro, 1999:3). Dilihat dari pergerakan suberdaya antardaerah, proses akumulasi sumbersumber berupa akumulasi modal, keterampilan tenaga kerja dan sumberdaya alam yang dimiliki oleh suatu daerah merupakan salah satu penentu maju tidaknya pertumbuhan suatu daerah. Dengan adanya keberagaman karakteristik suatu 24
16 wilayah cenderung dapat menyebabkan terjadinya ketimpangan antardaerah dan antar sektor ekonomi suatu daerah. Dijelaskan lagi oleh Wiliamson (Brojonegoro, 1999:5-9), bahwa kesenjangan antardaerah yang semakin membesar disebabkan oleh adanya efek crowding-out yang dalam betuk migrasi tenaga kerja antar daerah yang bersifat selektif yang dimana tenaga kerja tersebut lebih terdidik dan memiliki keterampilan yang tinggi dan masih produktif. Dan disebabkan oleh adanya migrasi kapital antardaerah karena sebab adanya aglomerasi pada daerah yang relatif kaya dan merupakan daya tarik tersendiri bagi investor. Faktor selanjutnya disebabkan oleh adanya pembangunan sarana publik pada daerah yang lebih padat dan potensial berakibat mendorong terjadinya ketimpangan antar daerah yang lebih besar. Dan penyebab terakhir adalah kurangnya keterkaitan antardaerah yang dapat menyebabkan terhambatnya proses efek sebar pembangunan yang berdampak pada semakin besarnya kesenjangan yang terjadi. Menurut Myrdal di dalam Sukirno (2007:126) menilai bahwa keterbelakangan negara-negara sedang berkembang (NSB) dapat dijelaskan dengan model sebab akibat komulatif. Model sebab akibat komulatif merupakan pembangunan di daerah yang lebih maju akan menyebabkan beberapa masalah dan kendala yang menimbulkan adanya hambatan yang lebih besar atau tinggi bagi derah-daerah yang masih berkembang atau terbelakang. Ketimpangan pembangunan memiliki beberapa dampak yang bisa dikelompokkan menjadi Backwash Effect dan spread effect. 25
17 a. Backwash Effect Dalam konsep backwash effect, pembangunan pada daerah yang maju akan menyebabkan hambatan yang jauh lebih besar daripada daerah yang masih terbelakang. Hal ini yang pertama disebabkan karena adanya corak perpindahan penduduk yang terdidik dan produktif yang berpindah ke daerah yang lebih maju. Kedua disebabkan karena adanya corak aliran modal yang lebih terjamin di daerah yang lebih maju sehingga semakin berkurangnya aliran dan permintaan modal di daerah yang berkembang atau miskin. Dan yang terakhir disebabkan oleh adanya jaringan transportasi yang lebih baik di daerah atau wilayah yang lebih maju daripada daerah yang masih berkembang. b. Spread Effect Dalam konsep spread effect, perkembangan pembangunan daerah-daerah yang lebih maju mampu mendorong perkembangan pembangunan di daerah-daerah yang miskin atau berkembang. Dengan adanya permintaan dari daerah yang lebih maju terhadap bahan-bahan hasil produksi pada daerah yang miskin atau berkembang. Permintaan-permintaan yang dibutuhkan daerah maju tersebut mencakup barang hasil pertanian, hasil industri barang konsumsi dan barang industri rumah. Dari kedua teori di atas jika laju spread effect dikatakan lebih rendah daripada laju backwash effectnya, maka akan menyebabkan jurang kesejahteraan daerah yang kaya deangan daerah yang berkembang atau miskin. Jurang pembangunan dapat mengcil kembali jika daerah kaya semakin berkembang sehingga menimbulkan disekonomi eksternal pada berbagai perusahaan dan industri yang 26
18 timbul akibat adanya kongesti-kongesti yang terjadi pada daerah-daerah yang maju. Kondisi disekonomi eksternal menimbulkan pengurangan arus perpindahan penduduk dan aliran modal yang mampu menghapuskan perbedaan tingkat pembangunan antar daerah yaitu daerah yang maju dan daerah yang berkembang. 4. Hubungan Antar Variabel Menurut teori pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, aglomerasi berhubungan dengan disparitas regional yang didasarkan teori Marshall dalam Kuncoro (2004), aglomerasi muncul akibat ketika sebuah industri memilih lokasi untuk kegiatan produksinya yang memungkinkan dapat berlangsung dalam jangka waktu yang panjang, sehingga masyarakat akan banyak memperoleh keuntungan apabila mengikuti tindakan mendirikan usaha disekitar lokasi tersebut. Hubungan tersebut menjelaskan hubungan antara tingkat perbedaan aglomerasi pada wilayah Provinsi Kalimantan Timur dengan perbedaan tingkat kemakmuran suatu daerah. Pada tahap awal suatu pembangunan, tingkat kemakmuran antar wilayah menjadi tinggi (divergen) dan akan berjalan seiring dengan proses pembangunan dalam jangka panjang menyebabkan tingkat kemakmuran menjadi menurun (konvergen). Berdasarkan teori aglomerasi, dengan adanya aglomerasi industri akan menyebabkan pembangunan di daerah yang maju akan semakin maju dan yang miskin akan semakin tertinggal. Oleh sebab itu, dari dasar teori tersebut dapat dijabarkan bahwa dengan adanya aglomerasi industri akan menyebabkan terjadinya ketimpangan wilayah di daerah tersebut yang ditandai dengan semakin majunya pembangunan di daerah yang beraglomerasi tersebut dan semakin tertinggalnya 27
19 daerah-daerah yang dinilai masih miskin dan berkembang. Menurut Tarigan (2007) menyatakan bahwa keuntungan akan terkonsentrasi atau terjadinya aglomerasi akibat adanya faktor skala ekonomi dan aglomerasi ekonomi. Sehingga, dengan adanya konsentrasi kegiatan industri atau ekonomi akan menyebabkan tingkat pembangunan di daerah-daerah yang jauh lebih maju akan mendorong pembangunan yang semakin cepat atau maju sedangkan daerah yang relatif masih berkembang atau miskin akan mengalami tingkat pembangunan yang relatif lambat. Menurut Sjahfrizal (2008) bahwa akibat ketidakmerataan pembangunan wilayah tersebut di atas akan menimbulkan tingkat ketimpangan pembangunan antar wilayah. Oleh sebab itu dengan adanya aglomerasi tersebut akan menyebabkan tingkat pertumbuhan ekonomi wilayah yang teraglomerasi akan cenderung mengalami tingkat pertumbuhan ekonomi yang cepat. Sehingga akan mendorong peningkatan pembangunan serta dapat meningkatkan lapangan kerja dan pendapatan masyarakatnya. Namun sebaliknya, jika tingkat konsentrasi aglomerasi atau ekonomi di daerah tersebut rendah akan menyebabkan terjadinya tingkat pengangguran dan tingkat pendapatan masayarakat yang rendah. 28
20 5. Kerangka Pemikiran Aglomerasi Propinsi Kalimantan Timur Indeks Balassa Indeks Wiliamson Metode LQ Tipologi Klasen Disparitas Regional PDRB ADHK, Jumlah Penduduk, Tenaga Kerja Sektor, PDRB Kab/kota di Propinsi Kaltim Gambar 2.1. Bagan Kerangka Pemikiran 29
KONSEP TEORI PEMBANGUNAN PUSAT PINGGIRAN DALAM KAJIAN GEOGRAFI
KONSEP TEORI PEMBANGUNAN PUSAT PINGGIRAN DALAM KAJIAN GEOGRAFI Oleh: Nurhadi Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta Abstrak Pembangunan Nasional bertujuan untuk
Lebih terperinciTEORI PUSAT PERTUMBUHAN (GROWTH POLE THEORY)
TEORI PUSAT PERTUMBUHAN (GROWTH POLE THEORY) A. Latar Belakang Teori Pusat Pertumbuhan Teori ini dipelopori oleh Francois Perroux Ahli ekonomi regional bekebangsaan Perancis pada sekitar tahun 1955. Teori
Lebih terperinciBAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. wilayah telah dilaksanakan oleh beberapa peneliti yaitu :
BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai pertumbuhan ekonomi dan disparitas pendapatan antar wilayah telah dilaksanakan oleh beberapa peneliti yaitu : Penelitian
Lebih terperinci2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tinjauan Teori Pengertian Konsentrasi Spasial
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Pengertian Konsentrasi Spasial Konsentrasi aktivitas ekonomi secara spasial menunjukkan bahwa industrialisasi merupakan suatu proses yang selektif dan hanya
Lebih terperinciTeori Pertumbuhan dan Pembangunan Daerah. Saat ini tidak ada satu teori pun yang mampu menjelaskan pembangunan ekonomi daerah secara komprehensif.
A Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Daerah. Saat ini tidak ada satu teori pun yang mampu menjelaskan pembangunan ekonomi daerah secara komprehensif. Namun demikian, ada beberapa teori yang secara parsial
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. (self balance), ketidakseimbangan regional (disequilibrium), ketergantungan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesenjangan Antar Daerah Menurul Cornelis Lay dalam Lia (1995), keterbelakangan dan kesenjangan daerah ini dapat dibagi atas empat pemikiran utama yaitu keseimbangan regional
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara ketimpangan dan pertumbuhan ekonomi. pembangunan ekonomi yang terjadi dalam suatu negara adalah pertumbuhan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori yang menjadi dasar dari pokok permasalahan yang diamati. Teori yang dibahas dalam bab ini terdiri dari pengertian pertumbuhan ekonomi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan ekonomi nasional yang dapat dicapai melalui pembenahan taraf hidup masyarakat, perluasan lapangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan wilayah memiliki konsep yang bertujuan untuk meningkatkan fungsi dan perannya dalam menata kehidupan masyarakat dalam aspek sosial, ekonomi, budaya, pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Industrialisasi telah menjadi kekuatan utama (driving force) di balik
A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Industrialisasi telah menjadi kekuatan utama (driving force) di balik urbanisasi yang cepat di kawasan Asia sejak dasawarsa 1980an. Berbeda dalam kasus industri berbasis
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung mengambarkan tingkat. keberhasilan pembangunan dimasa yang akan datang.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai dampak kebijaksanaan pemerintah yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. modal manusia merupakan salah satu faktor penting untuk mencapai pertumbuhan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Modal manusia memiliki peran sentral dalam pembangunan ekonomi. Pembangunan berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara maka peran modal manusia merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tahap awal pembangunan, disparitas regional menjadi lebih besar dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi pada dasarnya merupakan usaha masyarakat secara keseluruhan dalam upaya untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan mempertinggi tingkat kesejahteraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dinantikan serta diinginkan oleh rakyat Indonesia. Harapan dan cita-cita yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerataan pembangunan ekonomi bagi bangsa Indonesia sudah lama dinantikan serta diinginkan oleh rakyat Indonesia. Harapan dan cita-cita yang ingin dijadikan kenyataan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. transformasi struktur ekonomi di banyak Negara. Sebagai obat, industrialisasi. ketimpangan dan pengangguran (Kuncoro, 2007).
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sektor Industri merupakan sektor yang menjadi mesin pertumbuhan bagi sebuah perekonomian. Industiralisasi dianggap sebagai strategi sekaligus obat bagi banyak Negara.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Semakin maju perekonomian suatu negara, semakin kuat sector industri modern
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap negara akan mengalami perubahan struktur perekonomian. Semakin maju perekonomian suatu negara, semakin kuat sector industri modern menggeser sektor pertanian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. arti yang seluas-luasnya. Akan tetapi untuk mewujudkan tujuan dari pembangunan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dalam arti yang seluas-luasnya. Akan tetapi untuk mewujudkan tujuan dari pembangunan nasional
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
Studi Sosiaf'Elipiiomi Masyara^l Lingfiungan %iimufi di%pta (Peli^nbaru - BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sasaran pokok dalam kebijaksanaan pembangunan adalah mewujudkan perubahan struktural dibidang ekonomis-sosiologis
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2004-2009 di Sektor Industri Manufaktur, Pemerintah Pusat memprioritaskan pengembangan agroindustri. Prioritas
Lebih terperinciBAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP. pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka
BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP 2.1.Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang (Sukirno
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Fenomena ketimpangan distribusi pendapatan memang dapat terjadi di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomena ketimpangan distribusi pendapatan memang dapat terjadi di negara maju maupun negara yang sedang berkembang. Hubungan antara ketimpangan dan pembangunan sejatinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu daerah dalam jangka panjang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang mengakibatkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu daerah dalam jangka panjang yang diikuti oleh
Lebih terperinciBAB II STUDI PUSTAKA
BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Konsep Pembangunan Pedesaan Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah
16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Ekonomi Pembangunan Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah perekonomian nasional yang kondisi-kondisi ekonomi awalnya kurang lebih bersifat
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. banyak belum menjamin bahwa akan tersedia lapangan pekerjaan yang memadai
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Penduduk merupakan faktor penting dalam proses pembangunan yakni sebagai penyedia tenaga kerja. Namun dengan kondisi tenaga kerja dalam jumlah banyak belum menjamin bahwa
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN
II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Konsep Pertumbuhan Ekonomi Menurut Hicks dalam kutipan Azulaidin (2003), menarik kesimpulan dari perbedaan yang
Lebih terperinci2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah
7 2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah Dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait
Lebih terperinciBAB II STUDI LITERATUR
BAB II STUDI LITERATUR II.1 Landasan Teori II.1.1 Pertumbuhan Ekonomi Menurut Boediono (1999), pertumbuhan ekonomi adalah proses peningkatan output perkapita dalam jangka panjang. Penekanannya pada tiga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Permasalahan umum yang sering dihadapi oleh negara-negara sedang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan umum yang sering dihadapi oleh negara-negara sedang berkembang termasuk Indonesia adalah kesenjangan ekonomi atau ketimpangan distribusi pendapatan antara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang melimpah. Sumber daya alam nantinya dapat digunakan sebagai pendukung
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang mempunyai sumber daya alam yang melimpah. Sumber daya alam nantinya dapat digunakan sebagai pendukung kegiatan industri serta
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi,
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembangunan Ekonomi Daerah Pembangunan ekonomi daerah merupakan fungsi dari potensi sumberdaya alam, tenaga kerja dan sumberdaya manusia, investasi modal, prasarana dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia adalah suatu negara yang mempunyai latar belakang perbedaan antar
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah suatu negara yang mempunyai latar belakang perbedaan antar daerah, dimana perbedaan antar daerah merupakan konsekuensi logis dari perbedaan karakteristik
Lebih terperinciMakalah Ekonomi Pembangunan. Disusun oleh: Reno ( ) Piawati ( )
Makalah Ekonomi Pembangunan Disusun oleh: Reno (11.22.13071) Piawati (11.22.13252) UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA Tahun 2012 DAFTAR ISI Bab I Pendahuluan 1 A. Latar Belakang 1 B. Identifikasi Masalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan nasional merupakan gambaran umum yang memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies) dalam rangka menyeimbangkan pembangunan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya, pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini ditujukkan melalui memperluas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Pembangunan di bidang ekonomi ini sangat penting karena dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap Negara mempunyai tujuan dalam pembangunan ekonomi termasuk Indonesia. Pembangunan di bidang ekonomi ini sangat penting karena dengan meningkatnya pembangunan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Pemilihan lokasi usaha oleh suatu organisasi (perusahaan) akan mempengaruhi risiko (risk) dan keuntungan (profit) perusahaan tersebut secara keseluruhan. Kondisi ini
Lebih terperinciSTUDI PUSTAKA. ekonomi. Schumpeter dan Ursula (dalam Jhingan, 1992) mengemukakan. Masalah negara berkembang menyangkut pengembangan sumber-sumber yang
II. STUDI PUSTAKA A. Teori Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Istilah pembangunan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi sering digunakan secara bergantian. Akan tetapi beberapa ahli ekonomi tertentu telah menarik
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional
Lebih terperinciI.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan
I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan ekonomi, hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi. Pembangunan di bidang ekonomi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan serangkaian usaha dalam suatu perekonomian untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak tersedia, perusahaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata
Lebih terperinciANALISIS TINGKAT PERTUMBUHAN DAN DISPARITAS ANTAR DAERAH PADA ERA OTONOMI DAERAH. Adrian Sutawijaya Universitas Terbuka.
1 ANALISIS TINGKAT PERTUMBUHAN DAN DISPARITAS ANTAR DAERAH PADA ERA OTONOMI DAERAH Adrian Sutawijaya Universitas Terbuka adrian@ut.ac.id ABSTRAK Semenjak bergulirnya gelombang reformasi, otonomi daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional merupakan upaya dari pemerintah untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan upaya dari pemerintah untuk menciptakan kesinambungan seluruh komponen masyarakat sehingga secara bersama-sama mampu membawa pembangunan
Lebih terperinciBAB II STUDI KEPUSTAKAAN. Dalam bab ini akan diuraikan mengenai landasan teori yang menjadi dasar
BAB II STUDI KEPUSTAKAAN Dalam bab ini akan diuraikan mengenai landasan teori yang menjadi dasar dari pokok permasalahan yang diamati, studi empiris dari penelitian sebelumnya yang merupakan studi penelitian
Lebih terperinciA. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Ketimpangan pendapatan adalah sebuah realita yang ada di tengah-tengah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketimpangan pendapatan adalah sebuah realita yang ada di tengah-tengah masyarakat dunia ini, dan juga selalu menjadi isu penting untuk ditinjau. Di negara berkembang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu meningkatkan taraf hidup atau mensejahterakan seluruh rakyat melalui pembangunan ekonomi. Dengan kata
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
20 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada awalnya ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita, dengan asumsi pada saat pertumbuhan dan pendapatan perkapita tinggi,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pembangunan dan Pergeseran Paradigma Pembangunan Menurut Rustiadi et al. (2009) proses pembangunan dapat diartikan sebagai upaya yang sistematis dan berkesinambungan untuk
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Landasan Teori Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang bersifat
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang bersifat multidimensional yang melibatkan kepada perubahan besar baik terhadap perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pembangunan di Indonesia diarahkan untuk mewujudkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perencanaan pembangunan di Indonesia diarahkan untuk mewujudkan masyarakat yang semakin sejahtera, makmur dan berkeadilan. Kebijaksanaan pembangunan dilakukan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Ketimpangan Ekonomi Antar Wilayah Ketimpangan ekonomi antar wilayah merupaka ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan Ekonomi Regional Pertumbuhan ekonomi merupakan unsur penting dalam proses pembangunan wilayah yang masih merupakan target utama dalam rencana pembangunan di samping
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama negara berkembang. Pembangunan ekonomi dicapai diantar anya dengan melakukan usaha-usaha untuk meningkatkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sektor utama ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang, mengikuti pertumbuhan pendapatan nasional, akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah sehingga akan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Berdasarkan sisi perekonomian secara makro, Jawa Barat memiliki
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Indeks Williamson b. Shift Share. a. PDRB b. PDRB Perkapita c. Jumlah Penduduk
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu merupakan suatu penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti lain. Penelitian terdahulu berfungsi sebagai acuan penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah salah satu negara yang berkembang, masalah yang sering dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan) distribusi pendapatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Definisi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. serta kesejahteraan penduduk. Kesenjangan laju pertumbuhan ekonomi
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah tidaklah terpisahkan dari pembangunan nasional, karena pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Tujuan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kuznet dalam todaro (2003:99) pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara bersangkutan untuk menyediakan
Lebih terperinciANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA DI JAWA TENGAH PERIODE TAHUN
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA DI JAWA TENGAH PERIODE TAHUN 1985-2007 SKRIPSI Disusun untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar kesarjanaan S-1 pada Universitas Muhammadiyah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. mendorong dan meningkatkan stabilitas, pemerataan, pertumbuhan dan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa diberlakukannya Otonomi Daerah, untuk pelaksanaannya siap atau tidak siap setiap pemerintah di daerah Kabupaten/Kota harus melaksanakannya, sehingga konsep
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi memiliki pengertian yang sangat luas. Menurut akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai suatu fenomena
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi menunjukkan proses pembangunan yang terjadi di suatu daerah. Pengukuran pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat dilihat pada besaran Pendapatan Domestik
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dengan jalan mengolah sumberdaya ekonomi potensial menjadi ekonomi riil
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah usaha meningkatkan pendapatan perkapita dengan jalan mengolah sumberdaya ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui penanaman modal,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Mereka menggantungkan hidupnya dari hasil bercocok tanam atau
Lebih terperinci5 DISPARITAS REGIONAL DAN KONSENTRASI INDUSTRI MANUFAKTUR DI JAWA BARAT
5 DISPARITAS REGIONAL DAN KONSENTRASI INDUSTRI MANUFAKTUR DI JAWA BARAT Ketimpangan pembangunan antar wilayah merupakan sesuatu yang wajar pada awal proses pembangunan baru dimulai terutama di negara berkembang
Lebih terperinciPENGARUH PERGERAKAN PENDUDUK TERHADAP KETERKAITAN DESA-KOTA DI KECAMATAN KARANGAWEN DAN KECAMATAN GROBOGAN TUGAS AKHIR
PENGARUH PERGERAKAN PENDUDUK TERHADAP KETERKAITAN DESA-KOTA DI KECAMATAN KARANGAWEN DAN KECAMATAN GROBOGAN TUGAS AKHIR Oleh : KURNIAWAN DJ L2D 004 330 NOVAR ANANG PANDRIA L2D 004 340 JURUSAN PERENCANAAN
Lebih terperinciVARIASI PERKEMBANGAN EKONOMI WILAYAH DI PERKOTAAN YOGYAKARTA. Arif Karunia Putra Lutfi Muta ali
VARIASI PERKEMBANGAN EKONOMI WILAYAH DI PERKOTAAN YOGYAKARTA Arif Karunia Putra Arif.karunia.putra@gmail.com Lutfi Muta ali luthfimutaali@ugm.ac.id Abstract Yogyakarta city has grown so fast, so its development
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG MASALAH Dinamika yang terjadi pada sektor perekonomian Indonesia pada masa lalu
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dinamika yang terjadi pada sektor perekonomian Indonesia pada masa lalu menunjukkan ketidak berhasilan dan adanya disparitas maupun terjadinya kesenjangan pendapatan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kesenjangan Ekonomi Antar Wilayah Sjafrizal (2008) menyatakan kesenjangan ekonomi antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Jangka Panjang tahun 2005 2025 merupakan kelanjutan perencanaan dari tahap pembangunan sebelumnya untuk mempercepat capaian tujuan pembangunan sebagaimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Cita-cita mulia tersebut dapat diwujudkan melalui pelaksanaan
Lebih terperinciVII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK
VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK Ketidakmerataan pembangunan yang ada di Indonesia merupakan masalah pembangunan regional dan perlu mendapat perhatian lebih. Dalam
Lebih terperinciSTRATEGI PERTUMBUHAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI
STRATEGI PERTUMBUHAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI Oleh : Dhani Kurniawan*) Abstraksi Pembangunan merupakan suatu proses menuju perubahan yang diupayakan secara terus menerus untuk meningkatkan kesejahteraan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi. Menurut Todaro (2011) pembangunan bukan hanya tentang gejala ekonomi, melaikan dalam pengertian yang sebenarnya pembangunan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. ilmu tersendiri yang mempunyai manfaat yang besar dan berarti dalam proses
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Pembangunan Pertanian Dalam memacu pertumbuhan ekonomi sektor pertanian disebutkan sebagai prasyarat bagi pengembangan dan pertumbuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti pertumbuhan pendapatan perkapita, akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Penulisan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah utama dalam distribusi pendapatan adalah terjadinya ketimpangan distribusi pendapatan. Hal ini bisa terjadi akibat perbedaan produktivitas yang dimiliki oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah yang sedang dihadapi (Sandika, 2014). Salah satu usaha untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama pembangunan ekonomi dinegara berkembang adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Keberhasilan pencapaian kesejahteraan tersebut dapat diukur dengan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai dampak kebijaksanaan pemerintah yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. kenaikan dalam produk domestik bruto (PDB) yang dapat didefinisikan sebagai
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Pengertian pembangunan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi adalah sebagai kenaikan dalam produk domestik bruto (PDB) yang dapat
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang desentralisasi membuka peluang bagi daerah untuk dapat secara lebih baik dan bijaksana memanfaatkan potensi yang ada bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas
Lebih terperinciBAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dengan melihat karakteristik Kabupaten Garut bagian selatan dapat dilihat bagaimana sifat ketertinggalan memang melekat pada wilayah ini. Wilayah Garut bagian selatan sesuai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penelitian Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang melibatkan pembentukan institusi baru, pembangunan industri alternatif, perbaikan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian terdahulu yang berkaitan dengan yang akan diteliti.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akandibahas mengenai teori yang menjadi dasar pokok permasalahan. Teori yang akan dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan, Produk Domestik Regional Bruto
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan ekonomi, industrialisasi merupakan salah satu tahap perkembangan yang dianggap penting untuk dapat mempercepat kemajuan ekonomi suatu bangsa.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam arti tingkat hidup yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan seringkali dikaitkan dengan proses industrialisasi. Proses industrialisasi dan pembangunan industri sebenarnya merupakan satu jalur kegiatan untuk
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Investasi a) Definisi Investasi Investasi atau penanaman modal merupakan instrumen penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang ada di suatu negara atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 Pandangan lain, reformasi telah memunculkan sikap keterbukaan dan fleksibilitas sistem
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi Indonesia mengalami kemunduran saat terjadi krisis ekonomi dan politik tahun 1997/1998 yang akhirnya melahirkan gerakan reformasi yang membawa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi dan hubungan antara ketimpangan.
12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori yang menjadi dasar dari pokok permasalahan yang diamati. Teori yang dibahas dalam bab ini terdiri dari pengertian pembangunan, pertumbuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses menuju perubahan yang diupayakan suatu negara secara terus menerus dalam rangka mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan
1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pemerataan pembangunan ekonomi merupakan hasil yang diharapkan oleh seluruh masyarakat bagi sebuah negara. Hal ini mengingat bahwa tujuan dari pembangunan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pembangunan Ekonomi Pengertian pembangunan ekonomi selama tiga dasawarsa yang lalu menurut Lincolin Arsyad (1999) adalah kemampuan ekonomi suatu negara dimana
Lebih terperinci