BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan kota-kota besar dan metropolitan saat ini masih sangat terpusat di Pulau Jawa dan Bali, sedangkan pertumbuhan kota-kota menengah dan kecil, terutama di luar Pulau Jawa berjalan lambat dan tertinggal. Jumlah penduduk Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 1930, jumlah penduduk Indonesia adalah 60,7 juta jiwa. Pada tahun 1980 meningkat menjadi 147,5 juta jiwa dan pada tahun 2000 jumlah penduduk Indonesia meningkat menjadi 206,2 juta jiwa (Ervianto, 2012). Kecenderungan perkembangan semacam itu berdampak negatif terhadap kota-kota besar dan metropolitan itu sendiri maupun kota-kota menengah dan kecil di wilayah lain. Dampak negatif yang ditimbulkan di kota-kota besar dan metropolitan, antara lain: (a) terjadinya eksploitasi yang berlebihan terhadap sumber daya alam di sekitar kota-kota besar dan metropolitan untuk mendukung dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi; (b) terjadinya konversi lahan pertanian produktif menjadi kawasan pemukiman, perdagangan, dan industri; (c) menurunnya kualitas lingkungan fisik kawasan perkotaan akibat terjadinya kerusakan lingkungan; dan (d) menurunnya kualitas hidup masyarakat di perkotaan karena permasalahan sosial ekonomi, serta penurunan kualitas layanan kebutuhan dasar perkotaan (Soegijoko, 2011). Kota Surabaya sebagai ibukota Provinsi Jawa Timur dan pusat kegiatan serta pesatnya pembangunan di berbagai sektor selain meningkatkan kesejahteraan masyarakat juga dapat menambah beban pada lingkungan terutama akibat meningkatnya limbat padat, cair, gas hasil dari kegiatan aktivitas kegiatan

2 usaha telah memberikan dampak pada semakin berkurangnya daya dukung lahan dan lingkungan (Pemkot Surabaya, 2012). Kota Surabaya sebagai salah satu kota yang memiliki tingkat pertumbuhan yang cepat, yang ditandai dengan tersedianya aktivitas ekonomi yang memadai, tersedianya sarana komunikasi dan transportasi yang lengkap, serta sarana pendidikan dan kesehatan yang lengkap telah menjadikan Kota Surabaya sebagai salah satu tujuan migrasi penduduk. Kondisi ini mengakibatkan pertumbuhan Kota Surabaya menjadi pesat, namun kondisi ini juga berkontribusi terhadap tercipta dan berlangsungnya permukiman padat di perkotaan (Dyah, 2010). Fungsi dominan Kota Surabaya adalah sebagai pusat kegiatan komersial, finansial, perdagangan, informasi, administrasi, sosial, dan kesehatan. Dari fungsi dominan sektor bisnis di Kota Surabaya ini, maka bentuk penggunaan lahan banyak mengalami perubahan dimana nilai lahan yang berawal dari lahan pertanian berubah menjadi penggunaan dengan nilai ekonomis lebih besar seperti permukiman, perdagangan, perkantoran, dan lain-lain (Pemkot Surabaya, 2012). Tren perubahan dan pemanfaatan lahan Kota Surabaya dari tahun ke tahun bersifat komersial, untuk itu bentuk perkembangannya harus selalu dipantau sesuai dengan rencana tata ruang wilayah agar pemanfaatannya sesuai dan berkelanjutan baik bagi manusia serta lingkungan. Adapun kawasan-kawasan yang harus selalu dalam pengawasan serta penjagaan adalah Ruang Terbuka Hijau (RTH), lindung dan pesisir, serta Perlindungan Setempat karena fungsi dan manfaatnya yang penting seperti mengurangi masalah pencemaran udara akibat kegiatan perkotaan, menjaga tata air, melestarikan plasma nutfah, dan sebagainya (Pemkot Surabaya, 2012). Konsep pembangunan di Kota Surabaya didasari oleh kesadaran bahwa pembangunan ekonomi sosial, dan budaya tidak dapat dilepaskan dari lingkungan hidup. Pembangunan di Kota Surabaya juga tidak dapat dilepaskan dari kesepakatan semua pihak, baik itu antar pemerintah daerah maupun hubungan kerja sama yang baik dengan pemerintah pusat. Hal tersebut menyebabkan perkembangan pembangunan Kota Surabaya dilandasi juga dengan kebijakan 2

3 kebijakan yang telah disepakati bersama untuk dapat mengelola daerah berbasis lingkungan hidup. Secara makro menggambarkan bahwa pembangunan yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidak dapat terhindarkan dari penggunaan sumber daya alam, namun eksploitasi sumber daya alam yang tidak mengindahkan kemampuan dan daya dukung lingkungan mengakibatkan merosotnya kualitas lingkungan (Pemkot Surabaya, 2012). Banyak faktor yang menyebabkan kemerosotan kualitas lingkungan serta kerusakan lingkungan di Kota Surabaya yang dapat diidentifikasi dari pengamatan di lapangan seperti pencemaran udara dari emisi kendaraan, aktivitas industri dan timbulan sampah, pencemaran tanah dari limbah dan sampah, pencemaran sungai (badan air) akibat limbah cair. Bilamana dilihat dari ketiga isu lingkungan di atas maka isu pencemaran udara merupakan isu yang memiliki tekanan yang paling besar dan mendesak untuk dicari solusi yang tepat dalam menanganinya (Pemkot Surabaya, 2011). Maraknya pembangunan di Kota Surabaya telah mengubah beberapa fungsi lahan di berbagai wilayah Kota Surabaya. Sebagai contoh, pembangunan Jalan Lingkar Luar Timur yang melintasi enam kecamatan dan tiga belas kelurahan telah mengubah fungsi lahan dari yang semula sebagai perumahan, tambak, maupun fungsi lahan lainnya menjadi fungsi jalan. Begitu pula dengan pembangunan salah satu perumahan di Kota Surabaya telah mengubah lahan yang sebelumnya berupa tambak menjadi perumahan. Perubahan fungsi lahan ini menimbulkan berbagai dampak, antara lain berkurangnya lahan kosong atau Ruang Terbuka Hijau di Kota Surabaya. Pesatnya laju pembangunan Kota Surabaya membawa implikasi dalam bidang transportasi berupa peningkatan jumlah kendaraan dimana emisi yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor akan mempengaruhi kualitas udara ambien. Secara rinci, sektor pembangunan di Kota Surabaya dan potensi dampak negatifnya terhadap lingkungan dijabarkan pada Tabel 1.1 di bawah ini, 3

4 Tabel 1.1. Lima Sektor Pembangunan Kota Surabaya No. Sektor Potensi Dampak Negatif Keterangan 1 Perdagangan, hotel, dan restoran a. Kerusakan ekosistem b. Berkurangnya keanekaragaman hayati c. Mengurangi daerah resapan d. Potensi pencemaran lingkungan 2 Industri pengolahan Pencemaran lingkungan (air, udara, dan tanah) 3 Pengangkutan dan a. Polusi udara komunikasi b. Kebisingan 4 Jasa a. Polusi udara b. Kebisingan 5 Konstruksi a. Kebisingan b. Limbah kegiatan konstruksi c. Gangguan terhadap habitat ekosistem Sumber: Surabaya, 2012 Memungkinkan adanya pembangunan secara besarbesaran yang menggunakan lahan ekosistem lahan alami Umumnya pembuangan limbah industri tanpa pengolahan yang baik dan dilakukan ke badan air Karena moda pengangkutan selalu mengeluarkan emisi Jasa dalam hal perdagangan di pabrik dapat membuat kebisingan menjadi meningkat dan polusi udara terhadap arus kegiatan transportasi a. Kebisingan terjadi karena adanya proses konstruksi gedung-gedung bertingkat b. Limbah kegiatan konstruksi disebabkan oleh adanya MCK dari karyawan c. Kegiatan konstruksi dapat juga mempersempit penggunaan lahan, sehingga keanekaragaman ekosistem menjadi berkurang Tunjungan merupakan kawasan CBD (Central Business Disctric) yang dibatasi Jalan Blauran, Jalan Praban, Jalan Embong Malang, dan Jalan Tunjungan di pusat Kota Surabaya. Tunjungan dan sekitarnya telah mengalami pemanfaatan lahan yang sangat tinggi, sehingga selain jalan sebagai aksesibilitas dari dan menuju kawasan, semua permukaan lahan telah tertutup oleh dasar bangunan hampir 100%, dimana kawasan ini memiliki fungsi sebagai kawasan permukiman, perdagangan, dan jasa. Hal ini tidak sesuai dengan ketentuan 30% kawasan yang seharusnya menjadi Ruang Terbuka Hijau (Dyah dkk, 2010). Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 12 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Surabaya Tahun , disebutkan bahwa Tunjungan direncanakan untuk dikembangkan menjadi daerah perdagangan dan jasa skala internasional dan nasional. Upaya pengembangan kawasan perdagangan dan jasa dilakukan dengan mengembangkan 4

5 pusat perbelanjaan yang terpadu dengan pusat jasa melalui konsep wisata belanja, melakukan pengembangan dan revitalisasi pasar tradisional, mengembangkan kawasan perdagangan dan jasa dengan konsep super block dan/atau multi fungsi, mengembangkan kawasan perdagangan dan jasa yang terpadu yang dilengkapi dengan prasarana, sarana dan utilitas umum yang penyediaannya menjadi kewajiban pengembang (Pemerintah Kota Surabaya, 2014). Salah satu keunikan Tunjungan antara lain kawasan ini terletak di pusat Kota Surabaya dan menjadi landmark Kota Surabaya. Tunjungan telah berkembang menjadi daerah permukiman, perdagangan dan jasa sejak tahun 1900-an. Keistimewaan lain dari Tunjungan adalah Pemerintah Kota Surabaya berencana untuk menjadikan Tunjungan sebagai cagar budaya (Ernawati, 2016). Meskipun Tunjungan memiliki berbagai keistimewaan, Tunjungan juga memiliki berbagai persoalan. Salah satu persoalan yang cukup menonjol adalah mengenai lalu lintas dan padatnya pemukiman dan bangunan di Tunjungan. Kedua hal ini menjadi sumber bagi berbagai permasalahan lain seperti berkurangnya area hijau (RTH), kualitas udara yang tidak baik, serta penurunan kesehatan masyarakat Perumusan Masalah Secara umum permasalahan pencemaran udara di Kota Surabaya diakibatkan oleh transportasi, asap industri dan gas metana yang dihasilkan oleh timbulan sampah di Kota Surabaya. Berdasarkan Data Carbon Footprint Kota Surabaya, jumlah kendaraan bermotor berbagai jenis di Kota Surabaya mencapai unit pada tahun 2010 sedangkan pertambahan kendaraan bermotor tiap tahunnya mencapai 30%. Sepeda motor mendominasi komposisi kendaraan bermotor di Kota Surabaya yaitu sebesar 80% dari total seluruh kendaraan bermotor di Kota Surabaya. Tingginya volume kendaraan menyebabkan pencemaran udara di Kota Surabaya harus mendapatkan perhatian serius dari Pemerintah Kota Surabaya. Hal ini dikarenakan emisi karbon dioksida yang dihasilkan akibat dari kendaraan bermotor juga akan semakin besar seiring dengan 5

6 terus meningkatnya volume kendaraan bermotor setiap tahunnya. Hasil perhitungan emisi di Kota Surabaya menunjukkan jumlah total emisi CO 2 dari sektor transportasi di Kota Surabaya mencapai ton CO 2 /tahun. Emisi terbesar pertama dihasilkan oleh mobil solar karena jumlah mobil solar di Kota Surabaya terdata lebih banyak dan lebih diminati masyarakat karena hemat bahan bakar. Emisi terbesar kedua dihasilkan oleh sepeda motor karena jumlahnya juga banyak dan diminati masyarakat serta lebih irit bahan bakar dibanding mobil. Truck, mobil bensin dan kendaraan umum menjadi penghasil emisi terbesar selanjutnya (Pemkot Surabaya, 2012). Selain hal-hal di atas, tingginya bangkitan lalu lintas di sepanjang Jalan Blauran, Jalan Praban, Jalan Embong Malang, dan Jalan Tunjungan telah mempengaruhi kualitas udara ambien akibat emisi kendaraan, baik kendaraan roda dua maupun kendaraan roda empat. Hal ini dibuktikan dengan hasil survey Dinas Perhubungan Kota Surabaya pada tahun 2009 mengenai tingkat pelayanan (DS) beberapa ruas jalan di Kota Surabaya. Derajat Kejenuhan / Degree of Saturation (DS) adalah perbandingan antara volume kendaraan dan kapasitas jalan, atau V/C ratio. Besaran ini adalah digunakan untuk mengukur kinerja baik buruknya pelayanan segmen jalan. Berdasarkan pada dua hasil kajian berbeda yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Surabaya dan PT. Pakuwon Jati, diketahui bahwa tingkat pelayanan jalan yang terburuk adalah Jalan Tunjungan dan Jalan Blauran, sedangkan tingkat pelayanan jalan yang terbaik di Tunjungan adalah Jalan Praban, dimana tingkat pelayanan jalan Jalan Tunjungan dan Jalan Blauran telah melebihi nilai ideal pelayanan jalan untuk jalan perkotaan. Hal ini berarti jumlah kendaraan yang melintas di Jalan Tunjungan dan Jalan Blauran tergolong banyak sehingga emisi yang dihasilkan dari kendaraan, baik kendaraan roda dua maupun kendaraan roda empat telah mempengaruhi kualitas udara ambien di Tunjungan. Inventarisasi data kualitas lingkungan Kota Surabaya selama ini dilakukan dalam bentuk tabulasi. Inventarisasi data secara spasial akan memudahkan pembaca dalam mengetahui kondisi lingkungan tiap daerah. 6

7 Terbatasnya data spasial terkait kualitas komponen lingkungan abiotik, biotik dan kultural sehingga diperlukan inventarisasi data secara spasial. Berkaitan dengan hal tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian berikut ini. (1) bagaimanakah kondisi kerusakan lingkungan dari komponen abiotik (udara), biotik (RTH) dan kultural (ekonomi dan kesehatan masyarakat) di Tunjungan? (2) bagaimanakah nilai kerusakan lingkungan di Tunjungan ditinjau dari komponen abiotik (udara), biotik (RTH) dan kultural (ekonomi dan kesehatan masyarakat)? (3) bagaimanakah strategi pengelolaan lingkungan Tunjungan? Untuk mengungkap permasalahan seperti telah dirumuskan diatas, maka penting untuk dilakukan penelitian secara mendetail tentang: Kajian Kerusakan Lingkungan pada Kegiatan Permukiman, Perdagangan dan Jasa dalam Rangka Pelestarian Tunjungan, Kota Surabaya, Jawa Timur. Lokasi penelitian adalah di Tunjungan yang dibatasi oleh Jalan Blauran, Jalan Praban, Jalan Embong Malang, dan Jalan Tunjungan di pusat Kota Surabaya seperti dalam Gambar 1.1. Beberapa argumen penting sebagai batasan permasalahan, objek, dan lingkup kajian dalam penelitian ini, dapat diuraikan seperti berikut ini. (1) Penelitian ini merupakan kajian kualitas lingkungan yang melingkupi komponen abiotik berupa kualitas udara ambien dan konsentrasi polutan kendaraan yang melintas di Tunjungan dengan parameter SO, NO 2, CO, dan debu. (2) Penelitian ini merupakan kajian kualitas lingkungan yang melingkupi komponen biotik berupa indeks diversitas serta serapan polutan udara oleh tanaman di Tunjungan. (3) Penelitian ini merupakan kajian kualitas lingkungan yang melingkupi komponen kultural berupa kondisi ekonomi dan kesehatan masyarakat di Tunjungan. 7

8 (4) Strategi pengelolaan lingkungan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah strategi pengelolaan terhadap lingkungan yang berada pada kondisi sedang sampai sangat jelek berdasarkan skala kualitas lingkungan. 8

9 Peta Lokasi Penelitian Skala 275 m Arah U Legenda Jalan Keterangan Tunjungan (lokasi penelitian) Sumber: Google Earth, 2016 Dibuat oleh Tushy Octafadiola, 2016 Gambar 1.1. Gambar Lokasi Penelitian (Sumber: Google Earth, 2016)

10 1.3. Keaslian Penelitian Penelitian tentang tema ini untuk Tunjungan, Kota Surabaya belum pernah ada yang meneliti, sedangkan penelitian-penelitian terdahulu yang membahas dan berkaitan dengan tema ini ada beberapa perbedaan pada daerah penelitian, tujuan, metode, dan hasil yang dicapai. Ada empat penelitian terdahulu yang membahas tema serupa dengan penelitian Kajian Kerusakan Lingkungan pada Kegiatan Permukiman, Perdagangan dan Jasa dalam Rangka Pelestarian Tunjungan, Kota Surabaya, Jawa Timur, antara lain penelitian Sudiro, 2010 yang berjudul Pengaruh Lalu Lintas terhadap Pencemaran Udara di Kecamatan Gubeng Surabaya, penelitian Ismail, 2013 yang berjudul Kajian Pencemaran Udara akibat Kegiatan Industri dan Pengaruhnya terhadap Kesehatan Lingkungan (Studi Kasus Industri Tanjung Uncang Kota Batam Propinsi Kepulauan Riau), penelitian Srifitrian, 2011 yang berjudul Kajian Kerusakan Lingkungan Akibat Perubahan Penggunaan Lahan di Cagar Alam Danau Dusun Besar Kota Bengkulu, serta penelitian Dyah, 2010 yang berjudul Penataan Permukiman di Segiempat Tunjungan Kota Surabaya. Penelitian Sudiro, 2010 yang berjudul Pengaruh Lalu Lintas terhadap Pencemaran Udara di Kecamatan Gubeng Surabaya dilakukan untuk mengetahui besarnya pengaruh lalu lintas terhadap pencemaran udara di Kecamatan Gubeng Surabaya dan menganalisis apakah pengaruh kemacetan sebagai penyumbang polusi udara dapat dikurangi dengan pengaturan lalu lintas dan penataan ruang di Kecamatan Gubeng Surabaya. Metode yang digunakan untuk penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah penggunaan lahan pada Kecamatan Gubeng memiliki pengaruh pada tingkat pencemaran udara, terlihat dengan empat dari sepuluh titik penelitian yang memiliki kadar pencemar (CO) diatas ambang batas mempunyai karakteristik fasilitas umum yang dominan dan kondisi jalan dengan simpang bersinyal memiliki kecenderungan lebih untuk menghasilkan kemacetan, dimana nantinya berimbas pada pencemaran udara. Hal ini ditunjukkan dengan semua titik penelitian yang melebihi ambang batas pencemar udara, merupakan jalan dengan

11 simpang bersinyal. Persamaan dengan penelitian Octafadiola, 2016 adalah daerah penelitian sama-sama di Kota Surabaya tetapi berbeda kecamatan. Persamaan selanjutnya yaitu sama-sama mengkaji mengenai pengaruh lalu lintas terhadap kualitas udara. Perbedaan signifikan antara penelitian Sudiro, 2010 dengan penelitian Octafadiola, 2016 adalah metode analisa yang digunakan. Penelitian Sudiro, 2010 menggunakan metode deskriptif kualitatif, sedangkan penelitian Octafadiola, 2016 menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Penelitian Ismail, 2013 yang berjudul Kajian Pencemaran Udara akibat Kegiatan Industri dan Pengaruhnya terhadap Kesehatan Lingkungan (Studi Kasus Industri Tanjung Uncang Kota Batam Propinsi Kepulauan Riau) dilakukan untuk mengetahui mengkaji konsentrasi debu dan Pb di udara dan dalam darah masyarakat (Pb) akibat emisi kegiatan industri yang ada di kawasan Industri Tanjung Uncang, mengkaji persepsi masyarakat sekitar tentang pengaruh emisi yang ditimbulkan dari kegiatan industri pada kawasan Industri Tanjung Uncang terhadap kualitas lingkungan di sekitarnya dan mengkaji strategi pengelolaan lingkungan di lingkungan kawasan Industri Tanjung Uncang. Metode yang digunakan untuk penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah konsentrasi timbal (Pb) di pemukiman Pulau Buluh belum melampaui ambang batas baku mutu udara ambien yang telah ditetapkan pemerintah melalui PP No. 41 Tahun 1999 tetapi konsentrasi debu telah melampaui baku mutu. Persamaan penelitian Ismail, 2013 dengan penelitian Octafadiola, 2016 adalah sama-sama mengkaji mengenai pengaruh kualitas udara terhadap kesehatan. Perbedaannya adalah penelitian Ismail, 2013 mengkaji mengenai pencemaran udara akibat kegiatan industri, sedangkan penelitian Octafadiola, 2016 mengkaji tentang pencemaran udara akibat kegiatan lalu lintas. Metode yang digunakan juga berbeda, jika penelitian Ismail, 2013 menggunakan metode deskriptif kualitatif, maka penelitian Octafadiola, 2016 menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Perbedaan selanjutnya yaitu terdapat pada lokasi penelitian, dimana lokasi penelitian Ismail, 2013 terletak di Industri Tanjung Uncang Kota Batam dan lokasi penelitian Octafadiola, 2016 terletak di Tunjungan, Kota Surabaya. 11

12 Penelitian Srifitrian, 2011 yang berjudul Kajian Kerusakan Lingkungan Akibat Perubahan Penggunaan Lahan di Cagar Alam Danau Dusun Besar Kota Bengkulu dilakukan untuk mengkaji perubahan bentuk dan luas penggunaan lahan, mengkaji bentuk-bentuk kerusakan lingkungan dan menyusun strategi pengelolaan yang tepat guna pada kawasan Cagar Alam Danau Dusun Besar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif. Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah arahan fungsi pemanfaatan lahan kawasan cagar alam Danau Dusun Besar dan strategi pengelolaan lingkungan kawasan Cagar Alam Danau Dusun Besar. Persamaan antara penelitian Srifitrian, 2011 dengan penelitian Octafadiola, 2016 terletak pada pengaruh kegiatan di suatu wilayah terhadap kerusakan lingkungan serta menyusun strategi pengelolaan lingkungan. Perbedaan kedua penelitian ini salah satunya terletak pada metode yang digunakan. Penelitian Srifitrian, 2011 menggunakan metode deskriptif kualitatif, maka penelitian Octafadiola, 2016 menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Penelitian Dyah, 2010 yang berjudul Penataan Permukiman di Segiempat Tunjungan Kota Surabaya dilakukan untuk mengidentifikasi karakteristik permukiman di Segiempat Tunjungan, mengkaji faktorfaktor apa saja yang mempengaruhi arahan penataan permukiman di Segiempat Tunjungan, dan menyusun arahan penataan permukiman di Segiempat Tunjungan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yang digunakan untuk menggambarkan karakteristik permukiman Segiempat Tunjungan. Metode evaluatif yang digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh pada arahan penataan permukiman di Segiempat Tunjungan. Metode evaluatif yang akan digunakan di dalam penelitian ini yaitu analisis faktor. Metode development dengan menggunakan Analisis SWOT dan Analisis IFAS/EFAS bertujuan untuk menentukan arahan penataan permukiman Segiempat Tunjungan. Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah karakteristik Segiempat Tunjungan antara lain hampir tidak ada RTH, banyak dijumpai parkir on street pada titik-titik perdagangan, tidak lancarnya distribusi air bersih, masyarakat 12

13 bermata pencaharian sebagai pedagang dan swasta, faktor-faktor yang mempengaruhi arahan penataan permukiman Segiempat Tunjungan adalah faktor sarana prasarana permukiman, faktor kondisi bangunan, faktor sosial kemasyarakatan, dan terakhir adalah faktor ekonomi masyarakat dan kelembagaan dan konsep dan arahan pengembangannya difokuskan pada penanganan permasalahan internal dengan mengoptimalkan peluang yang dimiliki Segiempat Tunjungan. Berdasarkan data penelitian Dyah, 2010 yang dijabarkan diatas, penelitian Octafadiola, 2016 memiliki beberapa variabel perbedaan dengan penelitian terdahulu antara lain terdapat pada tujuan yang semakin khusus yaitu menginventarisasi dan menganalisis kualitas lingkungan dari komponen abiotik (udara), biotik (RTH) dan kultural (ekonomi dan kesehatan masyarakat) serta merumuskan strategi pengelolaan lingkungan, dimana peneliti sebelumnya tidak mengkaji komponen abiotik dan lebih menekankan pada penataan permukiman di Tunjungan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini juga berbeda dengan metode penelitian sebelumnya. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif untuk analisis data, sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Persamaan penelitain Dyah, 2010 dan penelitian Octafadiola, 2016 terletak pada lokasi penelitian, yaitu di Tunjungan, Kota Surabaya. Penelitian-penelitian terdahulu yang dapat dijadikan referensi sekaligus sebagai perbandingan untuk menunjukkan keaslian penelitian selengkapnya disajikan dalam Tabel 1.2. Tabel 1.2. Perbandingan Penelitian dengan Penelitian Terdahulu No Peneliti, Tahun, Judul Tujuan Metode Hasil 1 Sudiro, 2010 Pengaruh Lalu Lintas terhadap Pencemaran Udara di Kecamatan Gubeng Surabaya 1. Mengetahui besarnya pengaruh lalu lintas terhadap pencemaran udara di Kecamatan Gubeng Surabaya 2. Menganalisis apakah pengaruh kemacetan sebagai 13 Metode kualitatif deskriptif dimana metode deskriptif ini menjelaskan, menggambarkan, dan menguraikan data berdasarkan informasi yang didapat selama penelitian dan untuk 1. Penggunaan lahan pada Kecamatan Gubeng memiliki pengaruh pada tingkat pencemaran udara, terlihat dengan empat dari sepuluh titik penelitian yang memiliki kadar pencemar (CO) diatas ambang batas mempunyai karakteristik fasilitas umum yang dominan. 2. Kondisi jalan dengan simpang bersinyal memiliki kecenderungan lebih untuk,

14 Lanjutan Tabel 1.2. Perbandingan Penelitian dengan Penelitian Terdahulu No Peneliti, Tahun, Judul Tujuan Metode Hasil penyumbang polusi udara dapat dikurangi dengan pengaturan lalu lintas dan penataan ruang di Kecamatan Gubeng Surabaya memberikan landasan teoritis terhadap penjelasan fenomenafenomena yang ditemukan. Pengolahan data.menggunak an pendekatan menghasilkan kemacetan, dimana nantinya berimbas pada pencemaran udara. Hal ini ditunjukkan dengan semua titik penelitian yang melebihi ambang batas pencemar udara, merupakan jalan dengan simpang bersinyal 2 Ismail, 2013 Kajian Pencemaran Udara akibat Kegiatan Industri dan Pengaruhnya terhadap Kesehatan Lingkungan (Studi Kasus Industri Tanjung Uncang Kota Batam Propinsi Kepulauan Riau) 3 Srifitriani, 2011 Kajian Kerusakan Lingkungan Akibat Perubahan Penggunaan Lahan di Cagar Alam Danau 1. Mengkaji konsentrasi debu dan Pb di udara dan dalam darah masyarakat (Pb) akibat emisi kegiatan industri yang ada di kawasan Industri Tanjung Uncang 2. Mengkaji persepsi masyarakat sekitar tentang pengaruh emisi yang ditimbulkan dari kegiatan industri pada kawasan Industri Tanjung Uncang terhadap kualitas lingkungan di sekitarnya 3. Mengkaji strategi pengelolaan lingkungan di lingkungan kawasan Industri Tanjung Uncang 1. Mengkaji perubahan penggunaan lahan pada kawasan Cagar Alam Danau 14 peta Pengumpulan data dilakukan menggunakan metode survey dengan pengukuran langsung di lapangan, analisis laboratorium, dan wawancara dengan media kuesioner. Analisis data dilakukan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Metode analisis menggunakan analisis deskriptif kuantitatif. Metode. 1. Konsentrasi timbal (Pb) di pemukiman Pulau Buluh tertinggi dari 14 titik pengukuran sebesar 0, mg/m 3 berarti belum melampaui ambang batas baku mutu udara ambien yang telah ditetapkan pemerintah melalui PP No. 41 Tahun 1999 yakni sebesar 2 µg/m 3, tetapi hal ini perlu diwaspadai dalam kaitannya dengan dampak kesehatan masyarakat yang mungkin dapat terjadi. 2. Rata-rata konsentrasi debu di pemukiman Pulau Buluh dari 14 titik pengukuran sebesar 244,786 µg/m 3 berarti telah melewati ambang batas baku mutu udara ambien yang tekah ditetapkan pemerintah melalui PP No 41 Tahun 1999 yaitu sebesar 230 µg/m Sembilan puluh persen (90%) responden di Pulau Buluh berpendapat bahwa pencemaran yang dihasilkan dari industri shipyard di kawasan industri Tanjung Uncang adalah mencemari, berbahaya dan mengganggu masyarakat. 4. Diperlukan pendekatan pengelolaan lingkungan secara terpadu menggunakan pendekatan teknologi, regulasi, penataan hukum dan pemantauan. 1. Aktivitas yang dijumpai dalam kawasan cagar alam adalah kegiatan penebangan liar, pembukaan kawasan untuk tujuan budidaya pertanian, ekonomi dan

15 Lanjutan Tabel 1.2. Perbandingan Penelitian dengan Penelitian Terdahulu No Peneliti, Tahun, Judul Tujuan Metode Hasil Dusun Besar Kota Bengkulu 4 Dyah, 2010 Penataan Permukiman di Segiempat Tunjungan Kota Surabaya Dusun Besar 2. Mengkaji bentuk-bentuk kerusakan lingkungan yang terjadi di kawasan Cagar Alam Danau Dusun Besar 3. Menyusun strategi pengelolaan lingkungan yang tepat guna pada kawasan Cagar Alam Danau Dusun Besar 1. Mengidentifikas i karakteristik permukiman di Segiempat Tunjungan Mengkaji faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi arahan penataan permukiman di Segiempat Tunjungan 2. Menyusun arahan penataan permukiman di Segiempat Tunjungan 15 deskriptif merupakan penjabaran atau penggambaran hasil analisis peta penggunaan lahan hasil interpretasi dari foto udara hitam putih tahun 2003 dan citra satelit quickbird tahun 2008 Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Metode deskriptif yang digunakan untuk menggambarkan karakteristik permukiman Segiempat Tunjungan. Metode evaluatif yang digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh pada arahan penataan permukiman di Segiempat Tunjungan. Metode evaluatif yang akan digunakan di dalam penelitian ini yaitu analisis faktor. Metode development dengan menggunakan Analisis SWOT dan Analisis IFAS/EFAS bertujuan untuk pemukiman. 2. Bentuk-bentuk kerusakan lingkungan akibat penggunaan lahan pada kawasan Cagar Alam Danau Dusun Besar adalah berkurangnya jenis pohon dan berbagai flora fauna endemik, terdegradasinya luas areal kawasn hutan menjadi pemukiman, budidaya pertanian, industri batu bata, dan kolam pemancingan 1. Karakteristik Segiempat Tunjungan antara lain hampir tidak ada RTH, banyak dijumpai parkir on street pada titik-titik perdagangan, tidak lancarnya distribusi air bersih, masyarakat bermata pencaharian sebagai pedagang dan swasta. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi arahan penataan permukiman Segiempat Tunjungan adalah faktor sarana prasarana permukiman, faktor kondisi bangunan, faktor sosial kemasyarakatan, dan terakhir adalah faktor ekonomi masyarakat dan kelembagaan. 3. Konsep dan arahan pengembangannya difokuskan pada penanganan permasalahan internal dengan mengoptimalkan peluang yang dimiliki Segiempat Tunjungan

16 Lanjutan Tabel 1.2. Perbandingan Penelitian dengan Penelitian Terdahulu No Peneliti, Tahun, Judul Tujuan Metode Hasil menentukan arahan penataan permukiman Segiempat Tunjungan 5 Octafadiola, 2017 Kajian Kerusakan Lingkungan pada Kegiatan Permukiman, Perdagangan dan Jasa dalam Rangka Pelestarian Tunjungan, Kota Surabaya, Jawa Timur Sumber: Telaah Pustaka dan Perumusan, Menginventaris asi kualitas lingkungan dari komponen abiotik (udara), biotik (RTH) dan kultural (ekonomi dan kesehatan masyarakat) secara spasial di Tunjungan 2. Menganalisis kualitas lingkungan (jenis dan tingkat kerusakan lingkungan) dari komponen abiotik (udara), biotik (RTH) dan kultural (ekonomi dan kesehatan masyarakat) pada kegiatan permukiman, perdagangan dan jasa dalam rangka pelestarian Tunjungan Merumuskan strategi pengelolaan lingkungan pada kegiatan permukiman, perdagangan dan jasa dalam rangka pelestarian Tunjungan Teknik pengumpulan data yang digunakan terkait dengan karakter objek adalah dengan metode survei. Survei dilakukan untuk mendapatkan data mengenai indeks diversitas vegetasi yang ada di Tunjungan serta data mengenai kualitas udara. Data yang telah didapatkan, baik data mengenai komponen abiotik, komponen biotik dan komponen kultural selanjutnya dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif sehingga didapatkan angka yang menunjukkan besaran kualitas lingkungan dan penjabaran kualitas kondisi lingkungan dari angka tersebut 1. Diketahui kualitas lingkungan dari komponen abiotik (udara), biotik (vegetasi) dan kultural (ekonomi dan kesehatan masyarakat) di Tunjungan. 2. Diketahui jenis dan tingkat kerusakan lingkungan pada kegiatan permukiman, perdagangan dan jasa di Tunjungan. 3. Didapatkan strategi pengelolaan lingkungan untuk mengatasi kerusakan lingkungan yang terjadi. 16

17 1.4. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah dan batasan objek maupun lingkup kajian penelitian yang didukung oleh konsep teori yang ada, maka tujuan penelitian ini adalah: (1) mengkaji kerusakan lingkungan dari komponen abiotik (udara), biotik (RTH) dan kultural (ekonomi dan kesehatan masyarakat) akibat kegiatan pengembangan kota; (2) menilai tingkat kerusakan lingkungan dari komponen abiotik (udara), biotik (RTH) dan kultural (ekonomi dan kesehatan masyarakat) pada kegiatan permukiman, perdagangan dan jasa dalam rangka pelestarian Tunjungan; dan (3) merumuskan strategi pengelolaan lingkungan pada kegiatan permukiman, perdagangan dan jasa dalam rangka pelestarian lingkungan Tunjungan Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini, diharapkan mampu memberikan berbagai manfaat, baik manfaat akademik maupun praktis, antara lain: (1) penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi, referensi, dan kajian dalam penelitian mengenai kualitas lingkungan pada pengaruh kegiatan permukiman, perdagangan dan jasa di Tunjungan dan diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi upaya pengelolaan lingkungan di Kota Surabaya; dan (2) manfaat dari tinjauan akademik adalah sebagai salah satu acuan bagi penelitian selanjutnya mengenai hubungan antara kualitas lingkungan dan kegiatan permukiman, perdagangan dan jasa. 17

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini dalam mendukung perkembangan kemajuan kota-kota besar di dunia, namun

BAB I PENDAHULUAN. ini dalam mendukung perkembangan kemajuan kota-kota besar di dunia, namun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan bagian yang sangat bernilai dan diperlukan saat ini dalam mendukung perkembangan kemajuan kota-kota besar di dunia, namun pada sisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara menyeluruh. Pembangunan daerah telah berlangsung

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan unsur yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan semuanya membutuhkan udara untuk mempertahankan hidupnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas transportasi khususnya kendaraan bermotor merupakan sumber utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan kendaraan yang digerakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jaringan jalan memiliki fungsi yang sangat penting yaitu sebagai prasarana untuk memindahkan/transportasi orang dan barang, dan merupakan urat nadi untuk mendorong

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi Lampung, Indonesia. Berdasarkan Profil Penataan Ruang Kabupaten dan Kota Provinsi Lampung Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konstan meningkat sebesar 5,64 % (BPS, 2012). Perkembangan pada suatu wilayah

BAB I PENDAHULUAN. konstan meningkat sebesar 5,64 % (BPS, 2012). Perkembangan pada suatu wilayah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Yogyakarta merupakan salah satu daerah tujuan wisata, budaya, dan pendidikan. Hal ini menjadikan perkembangan kota ini menjadi pesat, salah satunya ditunjukkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya merupakan suatu proses yang wajar dan terlaksana sejak manusia itu dilahirkan sampai ia meninggal dunia. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan dunia era sekarang ini begitu cepat, ditandai dengan banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang sebelumnya kota telah berkembang menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan pembangunan di berbagai bidang yang semakin meningkat apabila tidak disertai oleh upaya pengelolaan lingkungan yang baik, maka dapat mengakibatkan terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.508 pulau dan panjang garis pantai lebih dari 81.000

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan sektor transportasi berjalan sangat cepat. Perkembangan di bidang industri

BAB I PENDAHULUAN. dan sektor transportasi berjalan sangat cepat. Perkembangan di bidang industri 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan di Indonesia khususnya pembangunan di bidang industri dan sektor transportasi berjalan sangat cepat. Perkembangan di bidang industri dan transportasi

Lebih terperinci

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011 4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011 Pada pengujian periode I nilai NO 2 lebih tinggi dibandingkan dengan periode II dan III (Gambar 4.1). Tinggi atau rendahnya konsentrasi NO 2 sangat dipengaruhi oleh berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan ekosistem buatan yang terjadi karena campur tangan manusia dengan merubah struktur di dalam ekosistem alam sesuai dengan yang dikehendaki (Rohaini, 1990).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara yang berada di bumi merupakan komponen yang tak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Penggunaannya akan tidak terbatas selama udara mengandung unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Studi ini menyajikan analisis mengenai kualitas udara di Kota Tangerang pada beberapa periode analisis dengan pengembangan skenario sistem jaringan jalan dan variasi penerapan

Lebih terperinci

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM SALINAN WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 410 Desember 2011 (Lampiran 2), bertempat di wilayah Kota Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan berwawasan lingkungan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat dengan sesedikit mungkin memberikan dampak negatif pada lingkungan

Lebih terperinci

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2.1. Tujuan Penataan Ruang Kota Bengkulu Tujuan penataan ruang wilayah kota dirumuskan berdasarkan: 1) visi dan misi pembangunan wilayah kota; 2) karakteristik wilayah kota;

Lebih terperinci

Kriteria angka kelahian adalah sebagai berikut.

Kriteria angka kelahian adalah sebagai berikut. PERKEMBANGAN PENDUDUK DAN DAMPAKNYA BAGI LINGKUNGAN A. PENYEBAB PERKEMBANGAN PENDUDUK Pernahkah kamu menghitung jumlah orang-orang yang ada di lingkunganmu? Populasi manusia yang menempati areal atau wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan fisik kota yang ditentukan oleh pembangunan sarana dan prasarana. Lahan yang seharusnya untuk penghijauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam usaha di bidang kesehatan seperti di jelaskan dalam Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. dalam usaha di bidang kesehatan seperti di jelaskan dalam Undang-Undang Nomor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional di bidang kesehatan yang tercantum dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yaitu terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua potensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan dari hasil survei, perhitungan dan pembahasan dapat diperoleh

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan dari hasil survei, perhitungan dan pembahasan dapat diperoleh V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan dari hasil survei, perhitungan dan pembahasan dapat diperoleh beberapa kesimpulan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Kemacetan lalu lintas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh Negara Negara yang telah maju maupun oleh Negara yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. oleh Negara Negara yang telah maju maupun oleh Negara yang sedang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Transportasi merupakan masalah yang selalu dihadapi baik oleh Negara Negara yang telah maju maupun oleh Negara yang sedang berkembang seperti Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sosial dan budaya dengan sendirinya juga mempunyai warna

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sosial dan budaya dengan sendirinya juga mempunyai warna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota merupakan daerah yang memiliki mobilitas yang tinggi. Daerah perkotaan menjadi pusat dalam setiap daerah. Ketersediaan akses sangat mudah didapatkan di

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 DAFTAR ISI A. SUMBER DAYA ALAM Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 Tabel SD-3 Luas Kawasan Lindung berdasarkan RTRW dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peningkatan jumlah penduduk di perkotaan akan menyebabkan kualitas lingkungan menurun karena tingginya aktivitas manusia. Perkembangan kota seringkali diikuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor transportasi merupakan salah satu mata rantai jaringan distribusi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor transportasi merupakan salah satu mata rantai jaringan distribusi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor transportasi merupakan salah satu mata rantai jaringan distribusi barang dan penumpang yang telah berkembang sangat dinamis serta berperan di dalam menunjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi. Udara mempunyai fungsi yang sangat penting bagi makhluk hidup terutama manusia. Di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati atau biodiversitas adalah keanekaragaman organisme yang menunjukkan keseluruhan atau totalitas variasi gen, jenis, dan ekosistem pada suatu daerah,

Lebih terperinci

VI. DAMPAK PENINGKATAN VOLUME LALU LINTAS TERHADAP LINGKUNGAN. Volume lalu lintas pada dasarnya merupakan proses perhitungan yang

VI. DAMPAK PENINGKATAN VOLUME LALU LINTAS TERHADAP LINGKUNGAN. Volume lalu lintas pada dasarnya merupakan proses perhitungan yang VI. DAMPAK PENINGKATAN VOLUME LALU LINTAS TERHADAP LINGKUNGAN 6.1 Peningkatan Volume Lalu Lintas Volume lalu lintas pada dasarnya merupakan proses perhitungan yang berhubungan dengan jumlah gerakan per

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udara merupakan sumber daya alam milik bersama yang besar pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk bernafas umumnya tidak atau kurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Udara merupakan zat yang penting dalam memberikan kehidupan di permukaan bumi. Selain memberikan oksigen, udara juga berfungsi sebagai alat penghantar suara dan bunyi-bunyian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesatnya kemajuan dan kestabilan pembangunan nasional menempatkan Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai kota metropolitan dengan kondisi perekonomian yang selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan

BAB I PENDAHULUAN. Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara telah mengalami perubahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemar kendaraan bermotor di kota besar makin terasa. Pembakaran bensin dalam kendaraan bermotor merupakan lebih dari separuh penyebab polusi udara. Disamping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. Bagi masyarakat, transportasi merupakan urat nadi kehidupan sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. Bagi masyarakat, transportasi merupakan urat nadi kehidupan sehari-hari BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Bagi masyarakat, transportasi merupakan urat nadi kehidupan sehari-hari dan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting dan strategis. Seiring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah 17.506 pulau besar dan kecil, dengan total garis pantai yang diperkirakan mencapai 81.000 Km, Indonesia

Lebih terperinci

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO SUMMARY ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO Oleh : Yuliana Dauhi Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Dan Keolahragaan Universitas

Lebih terperinci

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL DAFTAR TABEL Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah Menurut Penggunaan lahan Utama Tahun 2009 2011... 2 Tabel SD-1B. Topografi Kota Surabaya...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat dijelaskan di dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat dijelaskan di dalam Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat dijelaskan di dalam Undang-Undang Kesehatan Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 yaitu melalui upaya kesehatan lingkungan

Lebih terperinci

POLA PERSEBARAN KUALITAS UDARA AMBIENT KAWASAN PERMUKIMAN DI SEKITAR INDUSTRI CILEGON SEBAGAI ACUAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA CILEGON TUGAS AKHIR

POLA PERSEBARAN KUALITAS UDARA AMBIENT KAWASAN PERMUKIMAN DI SEKITAR INDUSTRI CILEGON SEBAGAI ACUAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA CILEGON TUGAS AKHIR POLA PERSEBARAN KUALITAS UDARA AMBIENT KAWASAN PERMUKIMAN DI SEKITAR INDUSTRI CILEGON SEBAGAI ACUAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA CILEGON TUGAS AKHIR Oleh : WAHYU WARDANI L2D 098 471 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sarana dan prasarana fisik seperti pusat-pusat industri merupakan salah satu penunjang aktivitas dan simbol kemajuan peradaban kota. Di sisi lain, pembangunan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN DAERAH SAMPANG NOMOR : 11 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMPANG, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya. Hal ini penting sebab tingkat pertambahan penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kendaraan bermotor sudah menjadi kebutuhan mutlak pada saat ini. Kendaraan yang berfungsi sebagai sarana transportasi masyarakat adalah salah satu faktor penting

Lebih terperinci

Oleh Yuliana Suryani Dosen Pembimbing Alia Damayanti S.T., M.T., Ph.D

Oleh Yuliana Suryani Dosen Pembimbing Alia Damayanti S.T., M.T., Ph.D PERENCANAAN VEGETASI PADA JALUR HIJAU JALAN SEBAGAI RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK (RTH) UNTUK MENYERAP EMISI KARBON MONOKSIDA (CO) DARI KENDARAAN BERMOTOR DI KECAMATAN GENTENG Oleh Yuliana Suryani 3310100088

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) D216 Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Untuk Menyerap Emisi CO 2 Kendaraan Bermotor Di Surabaya (Studi Kasus: Koridor Jalan Tandes Hingga Benowo) Afrizal Ma arif dan Rulli Pratiwi Setiawan Perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. stabilitator lingkungan perkotaan. Kota Depok, Jawa Barat saat ini juga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. stabilitator lingkungan perkotaan. Kota Depok, Jawa Barat saat ini juga BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Lingkungan perkotaan identik dengan pembangunan fisik yang sangat pesat. Pengembangan menjadi kota metropolitan menjadikan lahan di kota menjadi semakin berkurang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penduduk kota kota di Indonesia baik sebagai akibat pertumbuhan penduduk maupun akibat urbanisasi telah memberikan indikasi adanya masalah perkotaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi

BAB I PENDAHULUAN. Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi dengan alam sekelilingnya atau lingkungannya. Seiring dengan perkembangan zaman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup lainnya (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41. Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara).

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup lainnya (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41. Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara sebagai sumber daya alam yang mempengaruhi kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya harus dijaga dan dipelihara kelestarian fungsinya untuk pemeliharaan

Lebih terperinci

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR ISI Kata Pengantar... i Daftar Isi... iii Daftar Tabel... vi Daftar Gambar... ix Daftar Grafik... xi BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN... Bab I 1 A.1. SUMBER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Udara di perkotaan tak pernah terbebas dari pencemaran asap beracun yang dimuntahkan oleh jutaan knalpot kendaraan bermotor. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara sudah menjadi masalah yang serius di kota-kota besar di dunia. Polusi udara perkotaan yang berdampak pada kesehatan manusia dan lingkungan telah dikenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mengalami proses pembangunan perkotaan yang pesat antara tahun 1990 dan 1999, dengan pertumbuhan wilayah perkotaan mencapai 4,4 persen per tahun. Pulau Jawa

Lebih terperinci

DAMPAK AKTIVITAS PELABUHAN DAN SEBARAN PENCEMARAN LINGKUNGAN PELABUHAN TANJUNG EMAS SEMARANG DAN KAWASAN SEKITARNYA

DAMPAK AKTIVITAS PELABUHAN DAN SEBARAN PENCEMARAN LINGKUNGAN PELABUHAN TANJUNG EMAS SEMARANG DAN KAWASAN SEKITARNYA DAMPAK AKTIVITAS PELABUHAN DAN SEBARAN PENCEMARAN LINGKUNGAN PELABUHAN TANJUNG EMAS SEMARANG DAN KAWASAN SEKITARNYA Oleh : BOBY REYNOLD HUTAGALUNG L2D 098 415 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kian meningkat dalam aktivitas sehari-harinya. Pertumbuhan sektor politik,

BAB 1 PENDAHULUAN. kian meningkat dalam aktivitas sehari-harinya. Pertumbuhan sektor politik, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Ambon merupakan ibu kota Provinsi Maluku di Negara Republik Indonesia yang semakin berkembang, dikarenakan pertumbuhan penduduk di kota Ambon semakin hari semakin

Lebih terperinci

TENTANG BUPATI NGANJUK, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

TENTANG BUPATI NGANJUK, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi t'r - PEMERINTAH KABUPATEN NGANJUK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 09 TAHUN 2OO5 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

Analisis Kebutuhan Parkir dan Kajian Dampak Lalu Lintas Gedung Pusat Perbelanjaan Ramayana Makassar

Analisis Kebutuhan Parkir dan Kajian Dampak Lalu Lintas Gedung Pusat Perbelanjaan Ramayana Makassar 1.1. Latar Belakang Makassar merupakan kota yang strategis dimana terletak ditengah-tengah wilayah Republik Indonesia atau sebagai Center Point of Indonesia. Hal ini mendukung posisi Makassar sebagai barometer

Lebih terperinci

KERUSAKAN LINGKUNGAN

KERUSAKAN LINGKUNGAN bab i KERUSAKAN LINGKUNGAN A. KONSEP KERUSAKAN LINGKUNGAN Kerusakan lingkungan sangat berdampak pada kehidupan manusia yang mendatangkan bencana saat ini maupun masa yang akan datang, bahkan sampai beberapa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Penjelasan PP Nomor 63 Tahun 2002 Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di

BAB I. PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Dengan luas wilayah 32,50 km 2, sekitar 1,02% luas DIY, jumlah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... xviii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lalu lintas kendaraan bermotor di suatu kawasan perkotaan dan kawasan lalu lintas padat lainnya seperti di kawasan pelabuhan barang akan memberikan pengaruh dan dampak

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MELAWI, Menimbang : a. bahwa dalam upaya menciptakan wilayah

Lebih terperinci

ESTIMASI SEBARAN KERUANGAN EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA SEMARANG LAPORAN TUGAS AKHIR

ESTIMASI SEBARAN KERUANGAN EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA SEMARANG LAPORAN TUGAS AKHIR ESTIMASI SEBARAN KERUANGAN EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA SEMARANG LAPORAN TUGAS AKHIR Oleh : AMBAR YULIASTUTI L2D 004 294 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan kota-kota seluruh dunia.

I. PENDAHULUAN. merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan kota-kota seluruh dunia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak kota di dunia dilanda oleh permasalahan lingkungan, paling tidak adalah semakin memburuknya kualitas udara. Terpapar oleh polusi udara saat ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pemukiman. Sebagaimana kota menurut pengertian Bintarto (1977:9)

BAB I PENDAHULUAN. dan pemukiman. Sebagaimana kota menurut pengertian Bintarto (1977:9) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota merupakan suatu tempat yang menjadi pusat dari berbagai kegiatan manusia. Saat ini kota menjadi pusat pemerintahan, perdagangan, pendidikan, dan pemukiman.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya

BAB I PENDAHULUAN. intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan kehidupan paling signifikan saat ini adalah meningkatnya intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya lapisan atmosfer.

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini. Ekonomi kota yang tumbuh ditandai dengan laju urbanisasi yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini. Ekonomi kota yang tumbuh ditandai dengan laju urbanisasi yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas udara perkotaan di Indonesia menunjukkan kecenderungan menurun dalam beberapa tahun terakhir ini. Ekonomi kota yang tumbuh ditandai dengan laju urbanisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkembangnya sektor industri dan pemanfaatan teknologinya tercipta produk-produk untuk dapat mencapai sasaran peningkatan kualitas lingkungan hidup. Dengan peralatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sampah merupakan masalah yang dihadapi hampir di seluruh negara dan

BAB I PENDAHULUAN. Sampah merupakan masalah yang dihadapi hampir di seluruh negara dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampah merupakan masalah yang dihadapi hampir di seluruh negara dan dunia. Indonesia adalah salah satu negara yang mempunyai masalah persampahan dikarenakan jumlah penduduk

Lebih terperinci

RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH PEMERINTAH KOTA CIMAHI TAHUN ANGGARAN 2015

RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH PEMERINTAH KOTA CIMAHI TAHUN ANGGARAN 2015 Hal 1 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH PEMERINTAH KOTA CIMAHI Formulir RKA SKPD 2.2 TAHUN ANGGARAN 2015 URUSAN PEMERINTAHAN : 1.0. LINGKUNGAN HIDUP ORGANISASI : 1.0.01. KANTOR LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Angkutan umum memiliki peranan penting dalam pembangunan perekonomian, untuk menuju keberlajutan angkutan umum memerlukan penanganan serius. Angkutan merupakan elemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya merupakan modal dasar pembangunan yang perlu digali dan dimanfaatkan dengan memperhatikan karakteristiknya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Antrian adalah suatu proses kegiatan manusia yang memerlukan waktu, tempat dan tujuan yang bersamaan, dimana kegiatan tersebut tidak adanya keseimbangan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan yang terjadi di wilayah perkotaan sedang mengalami perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan yang terjadi lebih banyak

Lebih terperinci

ABSTRAKSI DOKUMEN AMDAL

ABSTRAKSI DOKUMEN AMDAL ABSTRAKSI DOKUMEN AMDAL PEMRAKARSA NAMA DOKUMEN PT. ASIATIC PERSADA Kegiatan Perkebunan Kelapa Sawit dan Pabrik Pengolahannya NO. PERSETUJUAN & TANGGAL Komisi Penilai AMDAL Propinsi Jambi Nomor:274/2003,

Lebih terperinci

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D 300 377 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan 29 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan ekosistem laut. Mangrove diketahui mempunyai fungsi ganda

Lebih terperinci

Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA

Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA Disusun oleh: Mirza Zalfandy X IPA G SMAN 78 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, Menimbang : a. bahwa guna menciptakan kesinambungan dan keserasian lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan hidup. Oleh karena adanya pengaruh laut dan daratan, dikawasan mangrove terjadi interaksi kompleks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk di Indonesia terus bertambah setiap tahun. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia tidak menunjukkan peningkatan, justru sebaliknya laju pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.71, 2012 LINGKUNGAN HIDUP. Bandar Udara. Pembangunan. Pelestarian. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5295) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA SALINAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa pencemaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 3.1 IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TENGAH Dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM Pembangunan di segala bidang yang dilaksanakan pemerintah Republik Indonesia merupakan usaha untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan terutama di bidang ekonomi. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, yaitu masuknya zat pencemar yang berbentuk gas, partikel kecil atau aerosol ke dalam udara (Soedomo,

Lebih terperinci