Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum"

Transkripsi

1 Pelaksanaan Tugas Dan Wewenang Jaksa Sebagai Pengacara Negara Dalam Perkara Gugatan Uang Pengganti Tindak Pidana Korupsi Melalui Surat Kuasa Khusus Di Pengadilan Negeri Kelas 1b Pariaman ARTIKEL Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Oleh: MALDIAN OPERA Reg. No. 106/Pdt/02/VI-2015 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BUNG HATTA PADANG

2 1

3 Pelaksanaan Tugas Dan Wewenang Jaksa Sebagai Pengacara Negara Dalam Perkara Gugatan Uang Pengganti Tindak Pidana Korupsi Melalui Surat Kuasa Khusus Di Pengadilan Negeri Kelas 1b Pariaman Maldian Opera 1, As Suhaiti Arief 1, Syafridatati 1 1) Progam Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Bung Hatta maldian91@gmail.com ABSTRAK Insurance is a form of risk transfer. In addition to the bond itself, the insurance may also be made to third parties, as was done by the diaspora Padang which insure visitors as a third party insurance company PT. Prog Son Branch Padang. The formulation of the problem are: 1) How is the implementation of the insurance agreement between the diaspora with PT. Prog Son Branch Padang? 2) How is the implementation of an accident insurance claim filing visitors? 3) What constraints faced in the implementation of the agreement?. This type of research is juridical sociological research using primary data and secondary data in the form of interviews and document study and data analysis technique is qualitative descriptive analysis technique. From the results it can be concluded (1) insurance agreements held since 2014, as long as there is agreement 4 (four) cases of accidents visitors who get compensation by PT. Prog Son. (2) For filing a claim, the manager who submitted to the insurance company. (3) Constraints encountered is the manager forgot to pay a premium, so the insurer late pay claims Keywords: state attorney, lawsuit, money substitutes, corruption PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia melalui lembaga penegak hukum ingin menciptakan negara hukum yang terhindar dari segala bentuk tindak kejahatan dan perbuatan kriminal. Dalam ketentuan hukum positif Indonesia saat ini ada beberapa lembaga yang melakukan penangan terhadap tindak pidana korupsi baik dalam kapasitasnya sebagai penyidik, penyelidik, penuntutan dan pemeriksaan sidang di pengadilan (Kepolisian, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan Pengadilan). Kejaksaan merupakan lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara terutama dalam bidang penuntutan. Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-undang No. 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut dengan Undang-undang Kejaksaan, Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undangundang. 2

4 Pada umumnya masyarakat hanya mengetahui Jaksa bertindak dalam bidang hukum pidana sebagai Jaksa Penuntut Umum yang mengajukan dakwaan terhadap terdakwa yang melakukan pebuatan kriminal dan melanggar hukum untuk dibawa ke persidangan di pengadilan. Namun Jaksa juga mempunyai tugas khusus yang diatur dalam Pasal 30 ayat (2) Undangundang Kejaksaan berbunyi : Di bidang perdata dan tata usaha negara, Kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah. Dalam hal ini negara memberikan kuasa kepada Kejaksaan berdasarkan kuasa khusus. Penerima kuasa dapat memberikan kekuasannya kepada orang lain untuk melaksanakan kewenangan yang diberikan kepadanya kecuali bila hal tersebut dilarang secara tegas dalam pemberian kuasa. Pemberian kuasa dapat dilakukan secara khusus, yaitu mengenai satu kepentingan tertentu atau lebih atau secara umum yaitu meliputi segala kepentingan pemberi kuasa. Seperti Jaksa sebagai pengacara negara bertanggung jawab langsung atas limpahan kuasa yang diberikan oleh KAJARI, KAJATI dan JAM DATUN secara berjenjang. Tugas dan wewenang Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara dalam Pasal 24 ayat (2) Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 38 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Rpublik Indonesia yang menyebutkan : lingkup bidang perdata dan tata usaha negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penegakan hukum, bantuan hukum, pertimbangan hukum dan tindakan hukum lain kepada negara atau pemerintah, meliputi lembaga/badan negara, lembaga/instansi pemerintah pusat dan daerah, Bada Usaha Milik Negara/Daerah dibidang perdata dan tata usaha negara untuk menyelamatkan, memulihkan kekayaan negara, menegakkan kewibawaan pemerintah dan negara serta memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat. Di bidang perdata dan tata usaha negara kejaksaan diberikan kuasa khusus oleh instansi Pemerintah yang memerlukan bantuan hukum dalam rangka membela kepentingan instansi yang bersangkutan, dalam rangka mempertahankan hak-hak dan kepentingan negara atau Pemerintah. Pasal 1792 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyebutkan : pemberian kuasa adalah suatu persetujuan yang berisikan 3

5 pemberian kekuasaan kepada orang lain yang menerimanya untuk melaksanakan sesuatu untuk atas nama pemberi kuasa. Apabila gugatan ditujukan kepada Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Indonesia mengajukan gugatan kepada seseorang atau badan hukum, dalam hal ini yang mewakili Pemerintah Republik Indonesia adalah Jaksa Pengacara Negara melalui surat kuasa khusus. Dari surat kuasa khusus Kejaksaan dapat mengajukan gugatan perdata dengan dasar hukum Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Perbuatan Melawan Hukum) seperti permohonan perwalian anak, permohonan pembubaran PT, permohonan kepailitan dan gugatan uang pengganti dalam tindak pidana korupsi untuk menyelamatkan uang negara. Sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman, Kejaksaan sudah seharusnya mampu melaksanakan pembaruan dalam berbagai bidang kehidupan, terutama dalam bidang penegakan hukum untuk mewujudkan jati diri Kejaksaan Republik Indonesia yang lebih profesional dan lebih dinamis guna menghadapi perkembangan masyarakat dan tuntutan zaman ini. Berdasarkan informasi yang penulis peroleh di Pengadilan Negeri Kelas 1B Pariaman dalam perkara perdata No.26/PDT.G/2013/PN.PRM yaitu gugatan uang pengganti oleh Pemerintah melalui Jaksa Pengacara Negara dalam perkara tindak pidana korupsi oleh mantan Bupati Padang Pariaman Nasrul Syahrun dan Wakil Bupati Masri Kasim pada periode Maka dari itu penulis merasa tertarik meneliti tentang masalah di atas dengan judul Pelaksanaan Tugas Dan Wewenang Jaksa Sebagai Pengacara Negara Dalam Perkara Gugatan Uang Pengganti Tindak Pidana Korupsi Di Pengadilan Negeri Kelas 1B Pariaman. B. Rumusan Masalah Dari latar belakang yang telah dibahas di atas maka rumusan masalah yang dibahas antara lain : 1. Bagaimanakah pelaksanaan tugas dan wewenang Jaksa sebagai pengacara negara dalam perkara gugatan uang pengganti dalam tindak pidana korupsi di Pengadilan Negeri Kelas 1B Pariaman? 2. Apakah kendala-kendala yang ditemui Jaksa sebagai pengacara negara dalam perkara gugatan uang pengganti dalam tindak pidana korupsi di Pengadilan Negeri Kelas 1B Pariaman? 3. Bagaimanakah upaya Jaksa pengacara negara dalam mengatasi kendala yang ditemui dalam menangani perkara gugatan uang pengganti dalam tindak 4

6 pidana korupsi di Pengadilan Negeri Kelas 1B Pariaman? C. Metode Penelitian Penelitian adalah salah satu upaya manusia untuk mencari jawaban masalah yang dialami, sehingga kesulitan yang dihadapi manusia tersebut dapat diatasi. Dalam penelitian yang dicari adalah pengetahuan yang benar mengenai sesuatu hal atau suatu fenomena. Dalam penulisan ini penulis menggunakan metode sebagai berikut : 1. Jenis penlitian Penulis menggunakan jenis penelitian Yuridis Sosiologis yaitu penelitian hukum yang dilakukan untuk mendapatkan data primer yang diperoleh langsung dari lapangan melalui wawancara dengan informan. Di samping itu penulis juga menggunakan data yang diperoleh dari perpustakaan hukum untuk mendapatkan data sekunder. Dalam melakukan penelitian penulis melihat penerapan yang ada di lapangan tentang pelaksanaan dari ketentuanketentuan hukum yang ada dengan melakukan analisa terhadap persoalan yang muncul secara realita di lapangan. 2. Sumber Data a. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh melalui penelitian langsung dilapangan dengan melakukan wawancara dengan dua orang Jaksa di Kejaksaan Negeri Pariaman dan dua orang Hakim Pengadilan Negeri Kelas 1B Pariaman sebagai informan. b. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang dipublikasikan oleh suatu badan atau orang yang bukan mengumpul data tersebut. Data penulis ambil dari perpustakaan hukum yang berkaitan dengan tulisan ini yaitu : 1. Bahan Hukum Primer adalah bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum mengikat yaitu peraturan baik tertulis maupun tidak, antara lain: a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). b) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) c) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) d) Undang-Undang No. 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. e) Undang-Undang No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- 5

7 Undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. f) Undang-undang No. 16 tahun 2001 tentang Paten. g) Undang-undang No. 15 tahun 2001 tentang Merek. h) Undang-undang No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan. i) Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan j) Undang-undang No. 40 tahun 2007 tentang Pereroan Terbatas. k) Undang-undang No. 31 tahun 1999 diubah dengan Undang-undang No. tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. l) Undang-undang No. 18 tahun 2001 diubah dengan Undang-undang No. 28 tahun 2004 tentang Yayasan m) Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 38 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Rpublik Indonesia. n) Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia No. 040/A/J.A/12/2010 tentang Standart Operating Prosedur (SOP) Pelaksanaan Tugas, Fungsi dan Wewenang Perdata dan Tata Usaha Negara. o) Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia : Kep- 115/J.A/10/1999 tentang Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia menyebutkan bahwa Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara. 2. Bahan Hukum Sekunder adalah berupa Bahan Hukum yang erat hubungannya dengan bahan Hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer yaitu: a) Putusan Hakim Pengadilan. b) Buku yang berkaitan dengan tulisan ini. c) Artikel Hukum dan Jurnal Hukum. d) Dokumen-dokumen yang berhubungan dengan tulisan ini. 3. Teknik pengumpulan data Untuk melengkapi data dalam penulisan ini penulis juga melakukan penelitian lapangan yang mendukung penulisan ini, dilakukan dengan : 6

8 a. Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh data dengan cara mengajukan pertanyaan secara langsung kepada informan, dalam melakukan wawancara tersebut penulis terlebih dahulu menyiapkan daftar pertanyaan dalam bentuk terbuka sebagai alat pengumpul data. b. Studi dokumen adalah Untuk mendapatkan bahan bacaan yang berhubungan dengan penulisan ini, penulis mengumpulkan data dari bahan seperti undangundang, buku bacaan, artikelartikel dan jurnal-jurnal yang berhubungan dengan tugas Jaksa sebagai pengacara negara dan yang berhubungan dengan tulisan ini. 4. Analisis data Dari data primer dan sekunder yang diperoleh, dianalisis dengan teknik analisis data kualitatif yaitu data yang diperoleh dikelompokkan dan disesuaikan dengan permasalahan yang diteliti kemudian di ambil suatu kesimpulan sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Tugas Dan Wewenang Jaksa Sebagai Pengacara Negara Dalam Perkara Gugatan Uang Pengganti Dalam Tindak Pidana Korupsi Di Pengadilan Negeri Kelas 1B Pariaman Tugas dan wewenang Jaksa dijelaskan dalam berbagai peraturan dari Undang-undang, Peraturan Presiden, Peraturan Pemerintah dan Peraturan Jaksa Agung. Jaksa tidak hanya bertindak dalam bidang Pidana saja sebagai Jaksa Penuntut Umum tapi juga dibidang Perdata dan TUN sebagai Jaksa Pengacara Negara. Tugas dan wewenang JPN ada dalam Pasal 30 ayat (2) Undang-undang Kejaksaan dikaitkan dengan Pasal 24 ayat (2) Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 38 tahun 2010 dan Pasal 3 Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia No. 040/A/J.A/12/2010. Untuk dapat menggunakan jasa Jaksa sebagai Pengacara Negara, pemerintah atau negara lebih dulu membuat perjanjian kerjasama yang berupa Memorandum of Understanding (MoU) dengan Kejaksaan dan jangka waktu yang bisa diperpanjang dengan persetujuan kedua belah pihak. Tugas dan wewenang Jaksa Pengacara Negara harus berdasarkan Surat Kuasa Khusus yang diberikan oleh pemerintah atau 7

9 negara baik sebagai penggugat maupun tergugat di Pengadilan maupun di luar Pengadilan. Pertentangan akan terjadi apabila penggugat adalah masyarakat (untuk kepentingan umum) dan tergugat adalah negara, maka di sini masyarakat dan negara dapat menggunakan jasa Jaksa Pengacara Negara. Jaksa Pengacara Negara telah nyata memberikan manfaat yang begitu besar karena penyelamatan, pengembalian dan pemulihan kekayaan negara. Kejaksaan Agung mengklaim mengembalikan uang negara mencapai 274,8 miliar dari perkara korupsi selama Januari-November Berdasarkan wawancara penulis dengan Ibu Elvia Yulia S.H sebagai Jaksa Pengacara Negara di Kejaksaan Negeri Pariaman mengatakan bahwa surat kuasa yang diterima oleh Jaksa Pengacara Negara berupa Surat Kuasa Substitusi dari Kepala Kejaksaan Negeri Pariaman karena Surat Kuasa Khusus yang diberikan oleh pemerintah kepada Kepala Kejaksaan Negeri Pariaman dengan klausula dapat dilimpahkan dan dijelaskan dalam Surat Kuasa itu untuk bertindak misalnya dalam hal sebagai kuasa mengajukan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Kelas 1B Pariaman. Dengan Surat Kuasa Khusus itu Jaksa Pengacara Negara telah mengajukan surat gugatan kepada Ir. H. Nasrul Syahrun, S.H. dan Masri Kasim, B.E selanjutnya disebut tergugat, pada tanggal 7 Juni 2013 dan telah terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Kelas 1B Pariaman tanggal 13 Juni 2013 dengan register Nomor 26/PDT.G/2013/PN.PRM dengan dasar hukum tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum karena tergugat adalah terpidana dalam perkara Tindak Pidana Korupsi Terminal Jati Pariaman. Dengan rincian perkara pada tingkat pertama di Pengadilan Negeri Kelas 1B Pariaman dengan amar putusan No.39/Pid/B/1999/PN.PRM tergugat terbukti bersalah melakukan Tindak Pidan Korupsi secara bersamasama dengan hukuman masing-masing : 1. Pidana penjara selama 1 tahun. 2. Pidana denda sebesar Rp ,- (lima belas juta rupiah) dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan masing-masing selama 3 (tiga) bulan. 3. Membayar uang pengganti sebesar Rp ,- 8

10 (seratus lima puluh juta rupiah) 4. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. 5. Membayar biaya perkara sebesar Rp, 5.000,- (lima ribu rupiah) Pada Tingkat Banding Pengadilan Tinggi Sumatera Barat dengan putusannya Nomor 34/Pid/2000.PT.Pdg tanggal 31 juli 2000 dengan amar putusan : 1. Menerima permintaan banding terdakwa 2. Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Kelas 1B Pariaman Nomor 39/Pid/B/1999/PN.PRM tanggal 7 Februari Membebankan terdakwa untuk membayar biaya perkara Tingkat Banding Dan Putusan Mahkamah agung RI No.1831 K/Pid/2000 tanggal 14 Mei 2002 dengan amar putusan : 1. Menolak permohonan Kasasi dari para pemohon Kasasi. 2. Menghukum untuk membayar biaya perkara dalam tingkat Kasasi ini sebesar Rp ,- (dua ribu lima ratus rupiah). Untuk itu sebagai eksekutor, jaksa harus melaksanakan eksekusi terpidana korupsi, Kejaksaan Negeri Pariaman telah melaksanakan putusan pidana badan tehadap terpidana 1 dan terpidana 2 yang disebut tergugat 1 dan tergugat 2 dalam perkara aquo yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap setelah melalui proses peradilan pada tingkat pertama, tingkat banding dan tingkat kasasi. Dan membayar denda masing-masing Rp ,- (lima belas juta rupiah) tetapi untuk membayar uang pengganti sebesar Rp ,- (seratus lima puluh juta rupiah) belum dilaksanakan. Berdasarkan wawancara penulis dengan Ibu Elvia Yulia S.H sebagai Jaksa Pengacara Negara di Kejaksaan Negeri Pariaman mengatakan bahwa terhadap uang pengganti Kejaksaan Pariaman mengalami kerugian Immateril karena mendapat teguran dari Kejaksaan Agung Republik Indonesia maupun Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat dan Kerugian Materiil uang pengganti yang harus dibayar kepada negara berdasarkan amar putusan MA RI No K/Pid/2000 tanggal 14 Mei 2002 sebesar Rp ,- (seratus lima puluh juta rupiah). Melalui Surat Kuasa Khusus dari Kepala Kejaksaan Pariaman, Jaksa 9

11 Pengacara Negara memasukkan surat gugatan ke Pengadilan Negeri Kelas 1B Pariaman pada 7 Juni 2013 dan mempunyai kekuatan hukum tetap diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum pada hari selasa tanggal 18 Maret Untuk menjamin pembayaran gugatan uang pengganti Pengadilan Negeri Kelas 1B Pariaman melakukan sita jaminan terhadap benda bergerak dan benda tidak bergerak milik tergugat. Jaksa Pengacara Negara berada di bawah naungan JAM DATUN, KAJATI dan KAJARI secara berjenjang. Tugas dan wewenang jaksa di bidang perdata dan tata usaha negara dalam gugatan uang pengganti tindak pidana korupsi Jaksa Pengacara Negara harus menunggu dan mengikuti proses persidangan pidananya dan mengumpulkan bukti untuk melengkapi surat gugatan. Mantan Bupati dan Wakil Bupati Padang Pariaman dengan dakwaan pidananya No.39/Pid/B/1999/PN.PRM bahwa keduanya secara bersama-sama telah melakukan penyelewengan dana pembuatan Terminal Jati Pariaman yang dianggap sebagai korupsi, yang mana putusan pidananya telah dijalankan. Mantan Bupati dan Wakil Bupati berkerjasama dengan PT Maura Kanalu Prima Megah untuk membuat terminal Jati. Tetapi secara kualitas tidak sesuai dengan gambar, sebagian pekerjaan tidak dikerjakan dan sebagian tata letak tidak sesuai dengan gambar. Dengan begitu PT Maura Kanalu Prima Megah juga terlibat dan dituntut secara terpisah di Pengadilan Niaga karena PT Maura Kanalu Prima Megah merupakan badan hokum. B. Kendala-Kendala Yang Ditemui Jaksa Sebagai Pengacara Negara Dalam Perkara Gugatan Uang Pengganti Dalam Tindak Pidana Korupsi Di Pengadilan Negeri Kelas 1B Pariaman Keinginan untuk menjadikan Indonesia Negara Hukum dalam ketimpangan yang terjadi sekarang ini membuat setiap lembaga penegak hukum Indonesia ingin memberikan yang terbaik. Dibutuhkan kerjasama antar lembaga penegak hukum Indonesia untuk menciptakan Indonesia sebagai negara hukum. Kejaksaan berperan penting dalam penegakan hukum di Indonesia baik dalam bidang pidana maupun perdata. Penyelamatan dan pengembalian uang negara seperti : tunggakan pembayaran listrik kepada 10

12 Perusahaan Listrik Negara (PLN), tunggakan pembayaran kredit nasabah bank dan gugatan uang pengganti dalam tindak pidana korupsi. Berdasarkan penelitian penulis lakukan di Pengadilan Negeri Kelas 1B Pariaman tentang perkara gugatan uang pengganti oleh Jaksa Pengacara Negara kepada mantan Bupati dan Wakil Bupati Padang Pariaman tahun penulis kemukakan kendalakendala yang ditemui dalam menjalankan tugas dan wewenangnya 1. Untuk mengajukan gugatan uang pengganti Jaksa harus menunggu putusan pidana (Tindak Pidana Korupsi). Korupsi yang dilakukan oleh mantan Bupati dan Wakil bupati Padang Pariaman periode dengan hasil putusan MA RI No K/Pid/2000 tanggal 14 Mei 2002 menyatakan keduanya untuk membayar uang pengganti masing-masing Rp (seratus lima puluh juta rupiah). Setelah itu Jaksa Pengacara Negara dapat memasukkan gugatan perdata dengan perkara Nomor 26/PDT/.G/2013/PN.PRM. PT Maura Kanalu Prima Megah yang mengerjakan Terminal Jati Pariaman juga akan digugat secara terpisah di Pengadilan Niaga yang berwenang karena : a. Secara kualitas pelaksanaan tidak sesuai gambar b. Secara kualitas volume komponen tidak sesuai gambar c. Sebagian pekerjaan tidak dikerjakan d. Sebagian tata letak tidak sesuai gambar. (hasil penelitian /TW/LROP 16 Nopember 1998) 2. Sulit untuk mengumpulkan aset tergugat yang akan dijadikan sebagai sita jaminan di pengadilan. Penyitaan dilakukan untuk menjamin dapat dilaksanakan putusan perdata. Kalau permohonan sita jaminan itu dikabulkan, maka kalau dinyatakan sah dan berharga (van waardeverklaard) dalam putusan, sesudah mana penyitaan itu mempunyai titel eksekutorial, sehingga berubah menjadi sita eksekutirial, yang 11

13 berarti bahwa tuntutan penggugat dapat dilaksanakan. 3. Adanya pilihan lain pemerintah dan negara untuk menggunakan jasa pengacara swasta karena kurangnya informasi yang diterima pemerintah dan negara. 4. Adanya pihak tertentu yang ingin menghapuskan Jaksa Pengacara Negara dari stuktur organisasi Kejaksaan, bagi sebagian pihak yang merasa dirugikan dengan kehadiran jaksa sebagai pengacara negara sehingga dianggap tidak perlu lagi dipertahankan dalam struktur organisasi Kejaksaan. C. Upaya Jaksa Pengacara Negara Dalam Mengatasi Kendala Yang Ditemui Dalam Menangani Perkara Gugatan Uang Pengganti Dalam Tindak Pidana Korupsi Di Pengadilan Negeri Kelas 1B Pariaman Upaya yang dilakukan Jaksa Pengacara Negara dalam menjalankan tugas dan wewenangnya 1. Mengajukan gugatan uang pengganti jaksa harus menunggu putusan pidana (Tindak Pidana Korupsi) upaya yang dialakukan oleh unit pelaksana yakni selalu mengontrol dan mengikuti proses persidangan dan mengumpulkan bukti. Proses persidangnya sama dengan persidangan perdata pada umumnya, bedanya hanya pada surat karena setiap surat yang dimasukkan Jakasa Pengacara Negara memiliki kode. 2. Mengumpulkan aset tergugat yang akan dijadikan sebagai sita jaminan di pengadilan dengan upaya mencari aset tergugat di Badan Pemeriksa Keuangan dan mencari informasi di masyarakat tentang aset milik tergugat. Selalu melakukan koordinasi dengan orang Badan Pemeriksa Keuangan seperti menanyakan apakah rumah milik tergugat yang akan dijadikan sita jaminan masih hak miliknya. Mencari informasi di masyarakat dengan menanyakan apakah rumah yang akan dijadikan sebagai sita jaminan itu masih ditempati oleh penggugat maupun keluarga penggugat. 3. Pilihan lain pemerintah dan negara untuk menggunakan jasa pengacara swasta, karena kurangnya informasi yang diterima pemerintah dan negara upaya yang dialakukan adalah dengan setiap tahunnya kasi intel melakukan sosialisasi kepada pemerintah dan 12

14 masyarakat mengenai tugas dan wewenang jaksa yang terdapat dalam undang-undang. Bahwa tugas dan wewenang jaksa tidak hanya sebagai Jaksa Penuntut Umum (JPU) tetapi juga sebagai Jaksa Pengacara Negara (JPN) di bidang perdata dan tata usaha negara. 4. Pihak tertentu yang ingin menghapuskan Jaksa Pengacara Negara dari stuktur organisasi Kejaksaan dengan upaya memperlihatkan kinerja yang baik dalam menjalankan tugas dan wewenang di bidang perdata dan tata usaha negara yaitu dengan penyelamatan dan pengembalian keuangan negara sehingga lembaga legislatif akan mempertimbangkan keberadaan Jaksa Pegacara Negara. PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Pelaksanaan Tugas Dan Wewenang Jaksa dari berbagai peraturan yang ada penulis dapat menyimpulkan beberapa tugas pokok Jaksa Pengacara Negara yaitu memberikan Bantuan Hukum, Pertimbangan Hukum, Pelayanan Hukum, Penegakan Hukum dan Tindakan Hukum Lain. 2. Kendala-Kendala Yang Ditemui Jaksa Sebagai Pengacara Negara Untuk mengajukan gugatan uang pengganti jaksa harus menunggu putusan pidana (tindak pidana korupsi). Sulit untuk mengumpulkan aset tergugat yang akan dijadikan sebagai sita jaminan di pengadilan. Adanya pilihan lain pemerintah untuk menggunakan jasa pengacara swasta karena kurangnya informasi yang diterima pemerintah dan negara. Adanya pihak tertentu yang ingin menghapuskan Jaksa Pengacara Negara dari stuktur organisasi Kejaksaan. 3. Upaya yang dilakukan Jaksa Pengacara Negara Dalam Mengatasi Kendala Yang Ditemui yakni unit pelaksana selalu mengontrol dan mengikuti proses persidangan dan mengumpulkan bukti, mencari aset tergugat di Badan Pemeriksa Keuanagn dan mencari informasi di masyarakat tentang aset milik tergugat. setiap tahunnya kasi intel melakukan sosialisasi mengenai tugas dan wewenang jaksa yang terdapat dalam undang-undang, Bahwa tugas dan wewenang jaksa tidak hanya sebagai Jaksa Penuntut 13

15 Umum (JPU) tetapi juga sebagai Jaksa Pengacara Negara (JPN) di bidang perdata dan tata usaha negara, memperlihatkan kinerja yang baik dalam menjalankan tugas dan wewenang dibidang perdata dan tata usaha negara yaitu dengan penyelamatan dan pengembalian keuangan negara sehingga lembaga legislatif akan mempertimbangkan keberadaan Jaksa Pegacara Negara. B. Saran Penegakan hukum di Indonesia masih belum efektif, lihat saja masalah yang menimpa lembaga hukum Indonesia sekarang, untuk itu masalah penegakan hukum merupakan hal yang penting untuk di perbaiki maka diperlukannya kerjasama lembaga penegak hukum Indonesia satu sama lain untuk terciptanya Indonesia sebagai negara hukum. Saran penulis melalui tulisan ini kinerja Kejaksaan yang perlu ditingkatkan lagi di bidang perdata terutama dalam penyelamatan dan pengembalian keuangan negara. Karena tidak semua masyarakat itu mengetahui tugas dan wewenang jaksa maka diperlukannya sosialisasi baik melalui media sosial, media cetak dan melakukan seminar-seminar. Ucapan Terima Kasih Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada pihak-pihak yang sudah membantu penulis selama menyelesaikan skripsi. Pihak-pihak yang dengan sabar membimbing dan selalu memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi. Pihak tersebut adalah: (1) Ibu As Suaiti Arief, S.H., M.H, selaku Pembimbing I (2) Ibu Syaridatati, S.H., M.H, selaku Pembimbing II., (3) Bapak Adri, S.H., M.H, Ketua Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum dan selaku Penguji II (4) Yoviza Media, S.H., M.H, selaku Penguji I, (5) Bapak Syafril, S.H., M.H, selaku Penguji III, (6) Keluarga tercinta yang selalu memberi dukungan moril maupun materi. (7) serta temanteman seperjuangan. Daftar Pustaka A. Buku-buku Adri, 2012, Hukum Acara Perdata, Bung Hatta University Press, Padang. As Suhaiti Arief, 2008, Hukum Acara Perdata, Bung Hatta University Press, Padang. Evi Hartanti, 2007,Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta. Hotman Pardomuan Sibuea, dan Heryberthus Sukartono, 2009, 14

16 Metode Penelitian Hukum, Krakatau Book, Jakarta. Ilham Gunawan, 1993, Penegak Hukum dan Penegakan Hukum, Angkasa, Bandung. Andi Hamzah, 2005, pemberantasan tindak pidana korupsi melalui hukum pidana nasional dan internasional, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Marwan Effendy, 2005, Kejaksaan RI Posisi dan fungsinya dari perspektif hukum, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. R.Soeroso, 2006, Tata Cara Persidangan dan Proses Persidangan, Sinar Grafika, Jakarta. Salim H.S, 2006, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Bandung. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2011, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, cet.13, Rajawali Press, Jakarta. B. Peraturaran Per Undang-Undangan Undang-undang No. 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Undang-undang No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 No. 23. Undang-uindang No. 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Undang-undang No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undangundang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Undang-undang No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Indonesia. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 38 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Rpublik Indonesia. Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia No. 040/A/J.A/12/2010 tentang Standart Operating Prosedur (SOP) Pelaksanaan Tugas, Fungsi dan Wewenang Perdata dan Tata Usaha Negara. Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia : Kep-115/J.A/10/1999 tentang Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia menyebutkan bahwa Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara. 15

17 C. Sumber Lain Harian Singgalang, 6 April 2014, WIB, hariansinggalang.co.id/darikasus-tindak-pidana-khusus-kejatiselamatkan-miliaran-rupiah/. Padang.Dadang Sukandar, 5 Januari 2012, WIB, 05/16/217/ Syofyardi, makalah, 2005, Teknik Pengumpulan Data Yang Diasampaikan Pada Lokakarya Teknik Penulisan Proposal Penelitian Untuk Staf Pengajar Kelompok Sosial Di Lingkungan Universitas Bung Hatta, tanggal Desember 16

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum PELAKSANAAN PERJANJIAN ASURANSI KECELAKAAN DIRI UNTUK KEPENTINGAN PIHAK KETIGA ANTARA PT. JASA RAHARJA PUTERA CABANG PADANG DENGAN DINAS PEMUDA DAN OLAH RAGA (DISPORA) SEBAGAI PENGELOLA KOLAM RENANG TERATAI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Petikan Putusan Nomor 1361 K/Pid.Sus/2012 Berdasarkan pemeriksaan perkara pidana khusus dalam tingkat kasasi Mahkamah Agung telah memutuskan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] BAB II TINDAK PIDANA KORUPSI Pasal 2 (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kehidupan manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijalani oleh setiap manusia berdasarkan aturan kehidupan yang lazim disebut norma. Norma

Lebih terperinci

MENGENAL JAKSA PENGACARA NEGARA

MENGENAL JAKSA PENGACARA NEGARA MENGENAL JAKSA PENGACARA NEGARA Sumber gambar: twicsy.com I. PENDAHULUAN Profesi jaksa sering diidentikan dengan perkara pidana. Hal ini bisa jadi disebabkan melekatnya fungsi Penuntutan 1 oleh jaksa,

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP KESIMPULAN. Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana

BAB III PENUTUP KESIMPULAN. Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana 43 BAB III PENUTUP KESIMPULAN Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, memberikan ancaman kepada

Lebih terperinci

ARTIKEL. EKSEKUSI PENGEMBALIAN KERUGIAN NEGARA PADA PUTUSAN PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Perkara Pada Kejaksaan Negeri Kota Padang)

ARTIKEL. EKSEKUSI PENGEMBALIAN KERUGIAN NEGARA PADA PUTUSAN PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Perkara Pada Kejaksaan Negeri Kota Padang) ARTIKEL EKSEKUSI PENGEMBALIAN KERUGIAN NEGARA PADA PUTUSAN PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Perkara Pada Kejaksaan Negeri Kota Padang) Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Syarat Mencapai Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena korupsi yang terjadi di Indonesia selalu menjadi persoalan yang hangat untuk dibicarakan. Salah satu hal yang selalu menjadi topik utama sehubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, dan bahkan negara. Kenyataan telah membuktikan,

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. pada bab-bab sebelumnya maka dapat dijabarkan kesimpulan sebagai berikut:

BAB III PENUTUP. pada bab-bab sebelumnya maka dapat dijabarkan kesimpulan sebagai berikut: 50 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian dan analisi yang dilaksanakan, sebagaimana diuraikan pada bab-bab sebelumnya maka dapat dijabarkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Kewenangan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jaksa pada setiap kejaksaan mempunyai tugas pelaksanaan eksekusi putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. (Berita Acara Pelaksanaan Putusan Hakim) yang isinya. dalam amar putusan Hakim.

BAB III PENUTUP. (Berita Acara Pelaksanaan Putusan Hakim) yang isinya. dalam amar putusan Hakim. 70 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. Proses eksekusi putusan Hakim oleh Jaksa dalam perkara pidana korupsi: Sebelum melakukan eksekusi, Jaksa akan mengeluarkan Surat P- 48 (Surat Perintah Pelaksanaan Putusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur bahwa dalam beracara pidana, terdapat alat bukti yang sah yakni: keterangan Saksi,

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017 PENAHANAN TERDAKWA OLEH HAKIM BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM ACARA PIDANA 1 Oleh : Brando Longkutoy 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. evaluasi hukum. Penegakan hukum pada hakikatnya merupakan interaksi antara

BAB I PENDAHULUAN. evaluasi hukum. Penegakan hukum pada hakikatnya merupakan interaksi antara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan pusat dari seluruh aktivitas kehidupan hukum yang dimulai dari perencanaan hukum, pembentukan hukum, penegakan hukum dan evaluasi hukum.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi diartikan sebagai penyelenggaraan atau penyalahgunaan uang negara untuk kepentingan pribadi atau orang lain atau suatu korporasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan

BAB I PENDAHULUAN. ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembukaan Undang - Undang Dasar 1945 alinea ke- IV terkandung sejumlah tujuan negara yang dirumuskan oleh para pendiri negara Indonesia, diantaranya membentuk

Lebih terperinci

BAB III PENELITIAN PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN (EKSEKUSI) YANG TELAH BERKEKUATAN HUKUM TETAP TERHADAP TINDAK PIDANA UMUM BERUPA PEMIDANAAN PENJARA

BAB III PENELITIAN PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN (EKSEKUSI) YANG TELAH BERKEKUATAN HUKUM TETAP TERHADAP TINDAK PIDANA UMUM BERUPA PEMIDANAAN PENJARA BAB III PENELITIAN PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN (EKSEKUSI) YANG TELAH BERKEKUATAN HUKUM TETAP TERHADAP TINDAK PIDANA UMUM BERUPA PEMIDANAAN PENJARA OLEH KEJAKSAAN A. Hasil Penelitian 1. Prosedur Jaksa

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. menyimpulkan hal-hal sebagai berikut : Jaksa Agung Muda, peraturan perihal Jaksa Agung Muda Pengawasan

BAB III PENUTUP. menyimpulkan hal-hal sebagai berikut : Jaksa Agung Muda, peraturan perihal Jaksa Agung Muda Pengawasan BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian-uraian pada bab-bab sebelumnya, penulis dapat menyimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1. Pengawasan di lingkungan Kejaksaan Republik Indonesia dilakukan

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. bencana terhadap kehidupan perekonomian nasional. Pemberantasan korupsi

BAB III PENUTUP. bencana terhadap kehidupan perekonomian nasional. Pemberantasan korupsi BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. Umum Tindak pidana korupsi di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana terhadap kehidupan

Lebih terperinci

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) 1. Dany Try Hutama Hutabarat, S.H.,M.H, 2. Suriani, S.H.,M.H Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat. disimpulkan sebagai berikut:

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat. disimpulkan sebagai berikut: BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Eksekusi putusan pengadilan tentang pembayaran uang pengganti dalam tindak

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017 KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA DI BIDANG PAJAK BERDASARKAN KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PERPAJAKAN 1 Oleh: Seshylia Howan 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

GUGATAN PELAKU USAHA DI PENGADILAN NEGERI KLAS IA PADANG YANG KEBERATAN TERHADAP PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) ARTIKEL

GUGATAN PELAKU USAHA DI PENGADILAN NEGERI KLAS IA PADANG YANG KEBERATAN TERHADAP PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) ARTIKEL GUGATAN PELAKU USAHA DI PENGADILAN NEGERI KLAS IA PADANG YANG KEBERATAN TERHADAP PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) ARTIKEL Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Persyaratan Untuk Mencapai

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 29/PUU-XV/2017 Perintah Penahanan yang Termuat dalam Amar Putusan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 29/PUU-XV/2017 Perintah Penahanan yang Termuat dalam Amar Putusan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 29/PUU-XV/2017 Perintah Penahanan yang Termuat dalam Amar Putusan I. PEMOHON 1. Elisa Manurung, SH 2. Paingot Sinambela, SH, MH II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Pasal 1

Lebih terperinci

IMPLEMENTATION OF PROVISION OF LEGAL ASSISTANCE FREE OF CHARGE TO DEFENDANT IN COURT KLAS IA PADANG.

IMPLEMENTATION OF PROVISION OF LEGAL ASSISTANCE FREE OF CHARGE TO DEFENDANT IN COURT KLAS IA PADANG. IMPLEMENTATION OF PROVISION OF LEGAL ASSISTANCE FREE OF CHARGE TO DEFENDANT IN COURT KLAS IA PADANG Mila Artika 1, Syafridatati 1, Yetisma Saini 1 1 Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Bung

Lebih terperinci

MANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN.

MANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN. MANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN www.kompasiana.com Mantan Kepala Divisi Konstruksi VII PT Adhi Karya Wilayah Bali, NTB, NTT, dan Maluku, Imam Wijaya Santosa, kembali mendapat pengurangan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH

PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH 1 PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * I. PENDAHULUAN Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH Hukum itu akal, tetapi juga pengalaman. Tetapi pengalaman yang diperkembangkan oleh akal, dan akal

Lebih terperinci

MENTERI TIDAK BERWENANG UNTUK MEMBERHENTIKAN PEJABAT FUNGSIONAL WIDYAISWARA UTAMA GOLONGAN IV/e DARI DAN DALAM JABATANNYA

MENTERI TIDAK BERWENANG UNTUK MEMBERHENTIKAN PEJABAT FUNGSIONAL WIDYAISWARA UTAMA GOLONGAN IV/e DARI DAN DALAM JABATANNYA MENTERI TIDAK BERWENANG UNTUK MEMBERHENTIKAN PEJABAT FUNGSIONAL WIDYAISWARA UTAMA GOLONGAN IV/e DARI DAN DALAM JABATANNYA 216/K/TUN/2010 KASUS POSISI 1. Bahwa Penggugat adalah pemangku Jabatan Fungsional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya teknologi dan masuknya modernisasi membawa dampak yang cukup serius bagi moral masyarakat. Sadar atau tidak, kemajuan zaman telah mendorong terjadinya

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS. A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam

BAB V ANALISIS. A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam BAB V ANALISIS A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam Perkara No. 97/PID.PRAP/PN.JKT.SEL Setelah keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014, maka penetapan

Lebih terperinci

BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI. A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang

BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI. A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang Pengganti Masalah penetapan sanksi pidana dan tindakan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu lembaga negara yang ada di Indonesia adalah Badan Pemeriksa

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu lembaga negara yang ada di Indonesia adalah Badan Pemeriksa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu lembaga negara yang ada di Indonesia adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dasar hukumnya adalah Pasal 23E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

FUNGSI MAHKAMAH AGUNG DALAM MENERIMA PENINJAUAN KEMBALI SUATU PERKARA PIDANA 1 Oleh: Eunike Lumi 2

FUNGSI MAHKAMAH AGUNG DALAM MENERIMA PENINJAUAN KEMBALI SUATU PERKARA PIDANA 1 Oleh: Eunike Lumi 2 FUNGSI MAHKAMAH AGUNG DALAM MENERIMA PENINJAUAN KEMBALI SUATU PERKARA PIDANA 1 Oleh: Eunike Lumi 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah utnuk mengetahui bagaimana prosedur pengajuan Peninjauan

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR : 8TAHUN 2010 TANGGAL : 6 SEPTEMBER 2010 TENTANG : TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR : 8TAHUN 2010 TANGGAL : 6 SEPTEMBER 2010 TENTANG : TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR : 8TAHUN 2010 TANGGAL : 6 SEPTEMBER 2010 TENTANG : TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH SISTEMATIKA TEKNIK PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DAN KERANGKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan Undang-undang No. 8 tahun 1981 yang disebut dengan Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana (KUHAP), menjelaskan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk menentukan

I. PENDAHULUAN. disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk menentukan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum acara pidana merupakan bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk menentukan perbuatan yang tidak

Lebih terperinci

WEWENANG KEPOLISIAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI POLDA BALI

WEWENANG KEPOLISIAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI POLDA BALI WEWENANG KEPOLISIAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI POLDA BALI IMade Widiasa Pembimbing : I ketut Rai Setiabudhi A.A Ngurah Wirasila Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA

JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 040 / A/J.A/ 12 /2010 TENTANG STANDAR OPERATING PROSEDUR (SOP) PELAKSANAAN TUGAS, FUNGSI DAN WEWENANG PERDATA DAN TATA USAHA

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HAMBATAN PENEGAKAN HUKUM PERSAINGAN USAHA OLEH KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HAMBATAN PENEGAKAN HUKUM PERSAINGAN USAHA OLEH KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HAMBATAN PENEGAKAN HUKUM PERSAINGAN USAHA OLEH KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) Oleh : Candra Puspita Dewi I Ketut Sudantra Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

2017, No kementerian/lembaga tanpa pernyataan dirampas, serta relevansi harga wajar benda sitaan Rp300,00 (tiga ratus rupiah) yang dapat dijual

2017, No kementerian/lembaga tanpa pernyataan dirampas, serta relevansi harga wajar benda sitaan Rp300,00 (tiga ratus rupiah) yang dapat dijual BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.751, 2017 KEJAKSAAN. Benda Sitaan atau Barang Rampasan Negara atau Sita Eksekusi. Pelelangan atau Penjualan Langsung. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR:

Lebih terperinci

HUKUM ACARA PERSAINGAN USAHA

HUKUM ACARA PERSAINGAN USAHA HUKUM ACARA PERSAINGAN USAHA Ditha Wiradiputra Bahan Mengajar Mata Kuliah Hukum Persaingan Usaha Fakultas Hukum Universitas indonesia 2008 Agenda Pendahuluan Dasar Hukum Komisi Pengawas Persaingan Usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya

BAB I PENDAHULUAN. karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan manusia tidak terlepas dengan hukum yang mengaturnya, karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya sebuah hukum. Manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum, Atas dasar pasal tersebut berarti bahwa

BAB I PENDAHULUAN. bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum, Atas dasar pasal tersebut berarti bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang - Undang Dasar Tahun 1945 ditegaskan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum, Atas dasar pasal tersebut berarti bahwa Republik Indonesia

Lebih terperinci

Kasus PDAM Makassar, Eks Wali Kota Didakwa Rugikan Negara Rp 45,8 Miliar

Kasus PDAM Makassar, Eks Wali Kota Didakwa Rugikan Negara Rp 45,8 Miliar Kasus PDAM Makassar, Eks Wali Kota Didakwa Rugikan Negara Rp 45,8 Miliar www.kompas.com Mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin didakwa menyalahgunakan wewenangnya dalam proses kerja sama rehabilitasi,

Lebih terperinci

RINGKASAN PUTUSAN. Darmawan, M.M Perkara Nomor 13/PUU-VIII/2010: Muhammad Chozin Amirullah, S.Pi., MAIA Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI), dkk

RINGKASAN PUTUSAN. Darmawan, M.M Perkara Nomor 13/PUU-VIII/2010: Muhammad Chozin Amirullah, S.Pi., MAIA Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI), dkk RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 6-13-20/PUU-VIII/2010 tanggal 13 Oktober 2010 atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.711, 2013 MAHKAMAH AGUNG. Penyelesaian. Harta. Kekayaan. Tindak Pidana. Pencucian Uang. Lainnya PERATURAN MAHKAMAH AGUNG

BERITA NEGARA. No.711, 2013 MAHKAMAH AGUNG. Penyelesaian. Harta. Kekayaan. Tindak Pidana. Pencucian Uang. Lainnya PERATURAN MAHKAMAH AGUNG BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.711, 2013 MAHKAMAH AGUNG. Penyelesaian. Harta. Kekayaan. Tindak Pidana. Pencucian Uang. Lainnya PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Tidak pidana korupsi di Indonesia saat ini menjadi kejahatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tindak pidana korupsi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1492, 2014 KEJAKSAAN AGUNG. Pidana. Penanganan. Korporasi. Subjek Hukum. Pedoman. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-028/A/JA/10/2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pidana korupsi. Dampak yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. pidana korupsi. Dampak yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana korupsi selalu mendapat perhatian yang lebih dibandingkan dengan tindak pidana lain di berbagai belahan dunia. Fenomena ini dapat dimaklumi mengingat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia seutuhmya yang adil, makmur, sejahtera dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

2011, No b. bahwa Tindak Pidana Korupsi adalah suatu tindak pidana yang pemberantasannya perlu dilakukan secara luar biasa, namun dalam pelaksan

2011, No b. bahwa Tindak Pidana Korupsi adalah suatu tindak pidana yang pemberantasannya perlu dilakukan secara luar biasa, namun dalam pelaksan No.655, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BERSAMA. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Koordinasi. Aparat Penegak Hukum. PERATURAN BERSAMA KETUA MAHKAMAH AGUNG MENTERI HUKUM DAN HAM JAKSA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan salah satu Negara Hukum. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan salah satu Negara Hukum. Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan salah satu Negara Hukum. Hal ini ditegaskan dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. Norma ini bermakna bahwa di dalam Negara

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA 16 BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA A. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pidana korupsi yang dikategorikan sebagai kejahatan extra ordinary crime.

BAB I PENDAHULUAN. pidana korupsi yang dikategorikan sebagai kejahatan extra ordinary crime. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan yang sangat marak terjadi dalam birokrasi pemerintahan mempunyai dampak negatif dalam kehidupan sosial masyarakat, salah satunya tindak pidana korupsi

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. IV/No. 4/Juni/2015

Lex Crimen Vol. IV/No. 4/Juni/2015 PROSES PELAKSANAAN PRAPENUNTUTAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI MENURUT KUHAP 1 Oleh: Rajiv Budianto Achmad 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses pelaksanaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dan Anak Nakal Pengertian masyarakat pada umumnya tentang anak adalah merupakan titipan dari Sang Pencipta yang akan meneruskan keturunan dari kedua orang tuanya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan stabilitas politik suatu negara. 1 Korupsi juga dapat diindikasikan

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan stabilitas politik suatu negara. 1 Korupsi juga dapat diindikasikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana, tidak saja terhadap kehidupan perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan

Lebih terperinci

permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan

permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan A. Latar Belakang Korupsi merupakan permasalahan yang dapat dikatakan sebagai sumber utama dari permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan telah masuk sampai

Lebih terperinci

JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA

JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER-025/A/JA/11/2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENEGAKAN HUKUM, BANTUAN HUKUM, PERTIMBANGAN HUKUM, TINDAKAN HUKUM LAIN

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Hukum tertulis yang berlaku di Indonesia mendapat pengaruh dari hukum Barat, khususnya hukum Belanda. 1 Pada tanggal 1 Mei 1848 di negeri Belanda berlaku perundang-undangan

Lebih terperinci

HAK MENUNTUT KERUGIAN KEUANGAN NEGARA SETELAH PUTUSAN BEBAS DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI 1 Oleh: Jekson Kasehung 2

HAK MENUNTUT KERUGIAN KEUANGAN NEGARA SETELAH PUTUSAN BEBAS DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI 1 Oleh: Jekson Kasehung 2 HAK MENUNTUT KERUGIAN KEUANGAN NEGARA SETELAH PUTUSAN BEBAS DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI 1 Oleh: Jekson Kasehung 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana hak negara

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sistem dan mekanisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materil. Kebenaran materil merupakan kebenaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Tentang Kejaksaan a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan Undang-undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia,

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Adami Chazawi, 2008, Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi, Bandung, Alumni,

DAFTAR PUSTAKA. Adami Chazawi, 2008, Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi, Bandung, Alumni, DAFTAR PUSTAKA A. BUKU Adami Chazawi, 2008, Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi, Bandung, Alumni, Amiruddin & Zainal Asikim, 2003, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,

Lebih terperinci

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan apa yang tertuang dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana bahwa wewenang penghentian penuntutan ditujukan kepada

Lebih terperinci

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK Materi yang Diatur KUHAP RUU KUHAP Undang TPK Undang KPK Catatan Penyelidikan Pasal 1 angka 5, - Pasal 43 ayat (2), Komisi Dalam RUU KUHAP, Penyelidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, oleh karenanya manusia itu cenderung untuk hidup bermasyarakat. Dalam hidup bermasyarakat ini

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI SURAKARTA

PELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI SURAKARTA PELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI SURAKARTA Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Pada Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing

Lebih terperinci

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n 2 000 Tentang Desain Industri DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu

Lebih terperinci

Perkembangan Kasus Perjadin Mantan Bupati Jembrana: Terdakwa Bantah Tudingan Jaksa

Perkembangan Kasus Perjadin Mantan Bupati Jembrana: Terdakwa Bantah Tudingan Jaksa Perkembangan Kasus Perjadin Mantan Bupati Jembrana: Terdakwa Bantah Tudingan Jaksa balinewsnetwork.com Mantan Bupati Jembrana, I Gede Winasa membantah tudingan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menyebut dirinya

Lebih terperinci

KENDALA JAKSA DALAM PENERAPAN PIDANA TAMBAHAN UANG PENGGANTI PADA PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI

KENDALA JAKSA DALAM PENERAPAN PIDANA TAMBAHAN UANG PENGGANTI PADA PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI KENDALA JAKSA DALAM PENERAPAN PIDANA TAMBAHAN UANG PENGGANTI PADA PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI Oleh: Ni Nyoman Santiari I Gusti Agung Ayu DikeWidhiyaastuti Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PENGATURAN JAKSA PENGACARA NEGARA DALAM PENANGANAN PERKARA KEPAILITAN DI KEJAKSAAN NEGERI BANJARMASIN. Abstrak

IMPLEMENTASI PENGATURAN JAKSA PENGACARA NEGARA DALAM PENANGANAN PERKARA KEPAILITAN DI KEJAKSAAN NEGERI BANJARMASIN. Abstrak IMPLEMENTASI PENGATURAN JAKSA PENGACARA NEGARA DALAM PENANGANAN PERKARA KEPAILITAN DI KEJAKSAAN NEGERI BANJARMASIN Riska Wijayanti 1, Siti Malikhatun Bariyah 2 Abstrak Penelitian ini bertujuan mengkaji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum diserahkan kepada aparat penegak hukum yang meliputi: kepolisian, kejaksaan, pengadilan, lembaga pemasyarakatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai extra ordinary crime karena merupakan tindak pidana yang

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai extra ordinary crime karena merupakan tindak pidana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 menegaskan bahwa perekonomian nasional disusun berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan,

Lebih terperinci

JURNAL KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI INFORMASI ATAU DOKUMEN ELEKTRONIK DALAM PERADILAN PERKARA PIDANA KORUPSI

JURNAL KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI INFORMASI ATAU DOKUMEN ELEKTRONIK DALAM PERADILAN PERKARA PIDANA KORUPSI JURNAL KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI INFORMASI ATAU DOKUMEN ELEKTRONIK DALAM PERADILAN PERKARA PIDANA KORUPSI Disusun Oleh : MICHAEL JACKSON NAKAMNANU NPM : 120510851 Program Studi : Ilmu Hukum Program

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

NOMOR : M.HH-11.HM.03.02.th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

NOMOR : M.HH-11.HM.03.02.th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG PERATURAN BERSAMA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA KETUA

Lebih terperinci

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil. 12 A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang 1. Hukum pidana sebagai peraturan-peraturan yang bersifat abstrak merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Korupsi merupakan tindakan yang dapat menimbulkan kerugian bagi keuangan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Korupsi merupakan tindakan yang dapat menimbulkan kerugian bagi keuangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Korupsi merupakan tindakan yang dapat menimbulkan kerugian bagi keuangan Negara, Tindak pidana ini tidak hanya dilakukan oleh pemerintahan pusat melainkan telah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa Negara Kesatuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PEMBERHENTIAN DENGAN HORMAT, PEMBERHENTIAN TIDAK DENGAN HORMAT, DAN PEMBERHENTIAN SEMENTARA, SERTA HAK JABATAN FUNGSIONAL JAKSA

Lebih terperinci

P U T U S A N NOMOR 74/PDT/2015/PT.BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N NOMOR 74/PDT/2015/PT.BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N NOMOR 74/PDT/2015/PT.BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Bandung, yang memeriksa dan mengadili perkaraperkara perdata dalam tingkat banding, telah menjatuhkan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan telah diratifikasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN Diajukan Oleh : Nama : Yohanes Pandu Asa Nugraha NPM : 8813 Prodi : Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara atau perekonomian negara yang akibatnya menghambat

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara atau perekonomian negara yang akibatnya menghambat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana korupsi merupakan tindak pidana yang sangat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yang akibatnya menghambat pertumbuhan dan kelangsungan

Lebih terperinci