EVALUASI DAN PENATAAN TRAYEK ANGKUTAN AKDP PROVINSI DIY

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EVALUASI DAN PENATAAN TRAYEK ANGKUTAN AKDP PROVINSI DIY"

Transkripsi

1 EVALUASI DAN PENATAAN TRAYEK ANGKUTAN AKDP PROVINSI DIY Eko Marwanto 1, Risdiyanto 2 1 Alumni Teknik Sipil Universitas Janabadra Yogyakarta 2 Staf Pengajar Teknik Sipil Universitas Janabadra Yogyakarta, Jl. T.R. Mataram 57 Yogyakarta dorodasihjogja@yahoo.com 1. ABSTRAK Angkutan Antar Kota Antar Propinsi (AKDP) adalah angkutan dari kota ke kota lain yang melalui antar daerah kabupaten / kota dalam daerah provinsi dengan menggunakan mobil bus umum yang terikat dalam trayek (Kepmen no. 35 Tahun 2003). Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki empat kabupaten dan kota dengan 40 trayek AKDP (SK Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor: 115/KEP/2005). Seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan perekonomian di seluruh wilayah Provinsi DIY serta perbaikan dan penambahan infrastruktur jalan yang baru, diperlukan adanya peninjauan ulang serta penataan ulang atas jaringan trayek AKDP di wilayah Provinsi DIY. Dengan demikian studi ini bertujuan untuk menata dan mengatur jaringan trayek angkutan AKDP baru sehingga mampu mengakomodir perkembangan dan kebutuhan wilayah di Provinsi DIY. Metode penelitian dilakukan dengan survei di dalam angkutan AKDP (on bus survey) dan di terminal / tempat henti AKDP yang ada di Provinsi D.I. Yogyakarta. Variabel yang didapat meliputi jalur trayek, kondisi sosial ekonomi responden, asal tujuan pergerakan penumpang, load factor, tarif angkutan, pendapat pengusaha bus dan penumpang terhadap kondisi AKDP saat ini, serta karakteristik lainnya. Data dianalisis, kemudian didiskusikan dengan wakil pengusaha, organda dan pemerintah untuk mendapatkan solusi terbaik guna peningkatan kinerja angkutan AKDP. Dari hasil survei diperoleh bahwa angkutan AKDP di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berada pada kondisi yang memprihatinkan. Dari 40 trayek angkutan AKDP yang semestinya ada, pada tahun 2010 tinggal 17 trayek yang masih beroperasi. Tingginya harga bahan bakar, adanya overlapping rute di beberapa ruas, serta pertumbuhan kepemilikan sepeda motor yang cepat diduga kuat menjadi penyebab matinya beberapa trayek AKDP. Adapun karakteristik penumpang angkutan AKDP sebagian besar berprofesi sebagai pedagang dan pelajar /mahasiswa. Kinerja load factor angkutan AKDP berkisar antara 14 % - 53 % dengan jumlah penumpang naik antara 13 sampai 76 orang per trip. Menurut para penumpang aktif, kinerja angkutan AKDP cukup baik karena murah dan tiadanya pilihan moda lain. Dari analisis didapat sebanyak tiga trayek angkutan AKDP yakni trayek Jogja Prambanan Tempel, Jogja Tempel, serta Jogja Kenteng (Koperasi Pemuda) perlu penataan ulang trayek dengan memotong ujung rute karena sedikitnya pergerakan penumpang dari dan ke penggal rute ini. Namun demikian, pemotongan rute dengan surat keputusan baru - belum dapat dilakukan karena sesuai aturan ujung rute harus merupakan terminal serta timbulnya keberatan dari pihak pengusaha angkutan yang memimpikan suatu saat penggal rute tersebut dapat menarik jumlah penumpang yang memadai. Kata kunci : AKDP, kinerja angkutan PENDAHULUAN Angkutan umum sebagai salah sarana dalam moda transportasi jalan berperan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi baik skala nasional, wilayah, maupun lokal. Seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan perekonomian di seluruh wilayah Provinsi DIY serta adanya infrastruktur jalan baru, maka penting dilakukan evaluasi serta penataan ulang atas jaringan trayek AKDP di wilayah Provinsi DIY. Dengan latar belakang demikian, studi AKDP ini bertujuan untuk mengetahui kinerja AKDP, persepi penumpang terhadap layanan AKDP serta pengembangan trayek AKDP ke depan. 2. TINJAUAN PUSTAKA Angkutan umum penumpang Warpani (1990) mengemukakan bahwa angkutan umum penumpang adalah angkutan penumpang yang dilakukan dengan sistem sewa atau bayar. Menurut Keputusan Menteri No. 35 Tahun 2003 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Di Jalan Dengan Kendaraan Umum, Angkutan Antar Kota Antar Propinsi (AKDP) adalah angkutan dari kota ke kota lain yang melalui antar daerah kabupaten / kota dalam daerah provinsi dengan menggunakan mobil bus umum yang terikat dalam trayek. SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 T-79

2 Karakteristik pelayanan Menurut NCHRP (1980), kinerja angkutan umum meliputi daerah pelayanan & jangkauan rute, struktur rute & spacing, route directness & simplicity, panjang rute, duplikasi rute, headway & frekuensi, loading standard, serta kecepatan. Kinerja rute Jika suatu rute baru ingin direncanakan ataupun rute lama ingin diperbaharui, maka perlu dilibatkan kepentingan pihak pengguna jasa (masyarakat atau penumpang) dan kepentingan pengelola/pengusaha. Ditinjau dari kepentingan penumpang, maka suatu rute hendaknya adalah sedemikian sehingga penumpang dapat dengan mudah, nyaman dan cepat dalam memenuhi kebutuhan mobilitasnya. Sedangkan ditinjau dari kepentingan pengelola/pengusaha, suatu rute yang baik adalah rute yang akan memperbesar tingkat pendapatan dan memperkecil biaya operasinya. Untuk memenuhi dua kepentingan yang saling berbeda di atas, maka diperlukan adanya kompromi. (LPPM ITB, 1997). 3. METODOLOGI Pelaksanaan studi dilakukan dengan alur sebagai berikut Mulai Survei Pendahuluan Survei Primer Survei asal tujuan pergerakan penumpang Survei persepsi penumpang & operator Survei kinerja angkutan AKDP Survei Sekunder Tidak Data Lengkap Ya Analisis Kesimpulan dan Saran Selesai 4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN Data utama hasil survei Gambar 1. Metode Penelitian Berikut ini adalah perbandingan trayek menurut Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor: 115/KEP/2005 Tanggal 18 Oktober 2005 dengan Trayek Eksisting: No. Kode Trayek Tabel 1. Perbandingan Trayek SK Gubernur dengan Trayek Eksisting SK Gubernur DIY Hasil Survei Eksisting Rute yang dilalui Rute yang dilalui Ket. JOGJA WONOSARI Rute: Term. Giwangan Piyungan Patuk Sambipitu Gading Term. Wonosari JOGJA WONOSARI Rute: Term. Giwangan Piyungan Patuk Sambipitu Gading Term. Wonosari 2 52 JOGJA IMOGIRI PANGGANG 3 Trayek T-80 SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5

3 3. 52.A A A B Rute: Term. Giwangan Karangkajen Jl. Imogiri Barat Ngoto Jetis Imogiri Siluk Nawungan Bibal Term. Panggang. JOGJA PARIS PANGGANG Rute: Term. Giwangan- Karangkajen RR. Selatan Jl. Imogiri Timur Wonokromo Imogiri Siluk Term. Parangtritis Girijati Term. Panggang JOGJA IMOGIRI Term. Giwangan Karangkajen RR. Selatan Jl. Imogiri Timur Wonokromo Term. Imogiri JOGJA PARANGTRITIS Term. Giwangan RR Selatan Karangkajen Jokteng Wetan Sewon Bakulan Patalan Kretek Term. Paris JOGJA IMOGIRI PARIS Term. Giwangan Kr. Kajen Jl. Imogiri Barat Jetis Imogiri Siluk Term. Paris JOGJA BANTUL SAMAS Term. Giwangan RR Selatan Jokteng Wetan/Kulon Dongkelan Bantul Term. Palbapang Celep Samas JOGJA BANTUL PANDANSIMO Term. Giwangan RR Selatan Jokteng Wetan/Kulon Dongkelan Bantul Term. Palbapang Srandakan Pandansimo JOGJA BANTUL SOROBAYAN Term. Giwangan RR Selatan Jokteng Wetan/Kulon Dongkelan Bantul Term. Palbapang Srandakan Sorobayan JOGJA WATES Sedayu Sentolo Term. Wates JOGJA IMOGIRI PANGGANG Term. Giwangan - Jl. Pramuka - Jl. Sisingamangaraja - Jl. Imogiri Barat Jl. Imogiri Timur Imogiri Siluk Panggang JOGJA PARANGTRITIS Term. Giwangan Jl. Imogiri Barat Jokteng Wetan Jl. Parangtritis Term. Parangtritis JOGJA IMOGIRI PARIS TOYAN Term. Giwangan Wonokromo Imogiri Siluk Paris - Toyan JOGJA BANTUL SAMAS Term. Giwangan Jokteng Kulon Jl. Bantul Term. Palbapang Sorobayan Samas JOGJA SRANDAKAN Term. Giwangan RR. Selatan Jokteng Wetan/Kulon Dongkelan Bantul Palbapang - Srandakan JOGJA WATES Term. Giwangan Dongkelan Wirobrajan Gamping Sedayu Term. Wates Berubah 2 trayek 3 trayek A B A B A B A B A B A B JOGJA WATES KUTOGIRI Sedayu Sentolo Wates Clereng Kutogiri JOGJA WATES KALIBIRU Sedayu Sentolo Wates Clereng Kalibiru JOGJA SRANDAKAN WATES Term. Giwangan RR Selatan Jokteng Wetan/Kulon Dongkelan Bantul Pandak Srandakan Brosot Term. Wates JOGJA SRANDAKAN WATES Term. Giwangan Karangkajen Jl. Imogir Barat Jetis Term. Palbapang Srandakan Brosot Term. Wates JOGJA SRANDAKAN WATES Term. Giwangan Karangkajen RR Selatan Jl. Imogiri Timur Wonokromo Karang Semut Barongan Bakulan Term. Palbapang Srandakan Brosot Panjatan Bendungan Glagah Toyan Term. Wates JOGJA SENTOLO BROSOT Term. Giwangan Gamping Sedayu Sentolo Brosot Nyonyol JOGJA BANTUL BROSOT Sedayu Sentolo Wates Toyan Glagah Congot JOGJA WATES CONGOT Sedayu Sentolo Wates Toyan Glagah Congot JOGJA WATES CONGOT Term. Giwangan RR Dongkela Wirobrajan Gamping Sedayu Sentolo Pengasih Term. Wates Siluwok Glagah Congot JOGJA WATES KOKAP Sedayu Sentolo Term. Wates Toyan Demen Kokap JOGJA WATES SANGON Sedayu Sentolo Term. Wates Toyan Demen Pripih Sangon JOGJA WATES TANGKISAN Sedatyu Sentolo Term. Wates Toyan Demen Pripih Tangkisan JOGJA GODEAN GIRIMULYO Term. Giwangan Wirobrajan Pingit Godean Ngapak Term. Kenteng/Nanggulan Pendoworejo/Girimulyo JOGJA GODEAN GIRIMULYO Term. Giwangan Wirobrajan Pingit Godean Ngapak Term. Kenteng/Nanggulan Keji Pendoworejo/Girimulyo JOGJA UGM GODEAN GIRIMULYO Term. Giwangan Janti Term. Concat Gejayan Bunderan UGM Jetis Pingit Godean Ngapak Term. Kenteng/Nanggulan Girimulyo JOGJA SRANDAKAN BROSOT WATES Term. Giwangan RR Selatan - Karangkajen Sewon Banyuroto Palbapang Pandak Srandakan Brosot Galur Lendah Panjatan Bendungan Gadingan Term. Wates JOGJA WATES KOKAP Term. Giwangan Dongkelan Wirobrajan Gamping Sedayu Jl. Wates Term. Kenteng Pripih Sangon JOGJA WATES KOKAP Term. Giwangan Dongkelan Wirobrajan Gamping Sedayu Jl. Wates Term. Kenteng Pripih Sangon JOGJA GODEAN KENTENG Term. Giwangan Janti Jl. Laksda Adisucipto RR Utara Term. Concat Gejayan Colombo UGM Jetis Pingit Jl. Godean Godean Kenteng 3 trayek Berubah 5 trayek SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 T-81

4 B A A B A A B A B 41 JOGJA GODEAN DEKSO Term. Giwangan Wirobrajan Pingit Godean Ngapak Nanggulan Dekso Boro JOGJA GODEAN- DEKSO Term. Giwangan- Janti Term. Concat Gejayan Bunderan UGM Jetis Pingit Godean Ngapak Term. Kenteng/Nanggulan Dekso Boro JOGJA SENTOLO SAMIGALUH Sedayu Sentolo Term. Kenteng/Nanggulan Samigaluh JOGJA SENTOLO SAMIGALUH Term. Giwangan RR Diongkelan Wirobrajan Gamping Sedayu Sentolo Nanggulan Dekso Plono/Samigaluh JOGJA _ SENTOLO KALIBAWANG Term. Giwangan Wirobrajan Pingit Godean Ngapak Nanggulan Dekso Klangon/Kalibawang JOGJA _ SENTOLO KALIBAWANG Term. Giwangan Wirobrajan Gamping Sedayu Sentolo Nanggulan Dekso Kalibawang JOGJA JOMBOR TEMPEL Term. Giwangan Wirobrajan Pingit Term. Jombor Sleman Term. Tempel JOGJA KALIURANG Term. Giwangan RR Selatan Janti RR Utara Kentungan Gentan Besi Pakem Pantiasih Term. Kaliurang KALIURANG UGM CONDONGCATUR Term. Kaliurang Pantiasih Pakem Kentungan Kampus UGM Gejayan Term. Concat JOMBOR UGM CONCAT JOGJA Term. Giwangan Janti Maguwoharjo Term. Concat Colombo Bunderan UGM Jetis Monjali RR Utara Term. Jombor JOMBOR UGM PRAMBANAN Term. Jombor RR Utara Concat Kampus UGM Demangan Janti Maguwoharjo Term. Prambanan Maguwoharjo Janti Demangan Kampus UGM Mirota Kampus Jetis Kentungan RR Utara Term. Jombor LINGKAR 1 JOGJA GAMPING TEMPEL PRAMBANAN JOGJA Term. Giwangan Gamping Sidoarum Cebongan Madari Term. Tempel Turi Pakem Cangkrinagn Ngangkruk Term., Prambanan Piyungan RR Timur Term. Giwangan LINGKAR 1 JOGJA PRAMBANAN TEMPEL GAMPING JOGJA Term. Giwangan RR Timur Piyungan Term. Prambanan Ngangkruk Cankringan Pakem Turi Term. Tempel Medari Cebongan Sidoarum Gamping Term. Giwangan LINGKAR 2 JOGJA GODEAN TEMPEL JANTI JOGJA Term. Giwangan Gamping Pedes Godean Seyegan Gendol Term. Tempel - Turi Pakem Ngemplak Setan Janti Term. Giwangan LINGKAR 2 JOGJA JANTI TEMPEL GODEAN JOGJA Term. Giwangan Janti Setan Ngemplak Pakem Turi Tempel Gendol Seyegan Godean Pedes Gamping Term. Giwangan JOGJA JOMBOR TEMPEL Term. Giwangan Wirobrajan Pingit Term. Jombor Sleman Term. Tempel JOGJA KALIURANG Term. Concat Gejayan Jl. Terban Jl. Kaliurang Term. Kaliurang JOMBOR UGM CONCAT JOGJA Term. Giwangan Janti Maguwoharjo Term. Concat Colombo Bunderan UGM Jetis Monjali RR Utara Term. Jombor JOGJA PRAMBANAN Term. Jombor - Term. Concat Colombo Gejayan Laksda Adisucipto Term. Prambanan JOGJA PRAMBANAN TEMPEL Term. Giwangan RR. Timur Piyungan Prambanan Kalasan Cangkringan Pakem Turi Tempel PP. JOGJA DLINGO Term. Giwangan RR. Selatan Piyungan Patuk Dlingo 2 trayek Berubah 4 trayek Dari tabel di atas tampak bahwa dari 40 trayek berdasarkan SK Gubernur DIY, saat ini tinggal 17 trayek yang beroperasi. Intisari permasalahan angkutan AKDP di semua wilayah Provinsi DIY adalah turunnya jumlah penumpang sehingga berakibat rendahnya pendapatan operator yang pada akhirnya beberapa rute / trayek mati. Dilihat dari para pengguna angkutan, sebagian besar penumpang berprofesi sebagai pedagang atau pelajar / mahasiswa. Dari wawancara asal tujuan diperoleh kesimpulan bahwa sebagian besar trayek telah mampu mengakomodir pergerakan asal tujuan penumpang aktif. Pembahasan Di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dari 40 trayek angkutan AKDP yang ada di dalam SK Gubernur sekarang hanya ada sekitar 17 trayek yang beroperasi. Bila digambarkan dalam peta, 40 trayek menurut SK Gubernur DIY dan kondisi 17 trayek eksisting terlihat pada gambar berikut Baru T-82 SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5

5 Transport Gambar 2. Trayek AKDP Menurut SK Gubernur DIY Gambar 2. Trayek AKDP Kondisi Eksisting Turunnya jumlah penumpang sehingga beberapa trayek mati, diduga disebabkan oleh tingginya harga bahan bakar, terlalu banyaknya trayek AKDP yang hanya berbeda pada ujung trayek (overlapping route) sebagaimana terjadi pada jalur Yogya - Wates, serta tingginya laju kenaikan kepemilikan sepeda motor. Jika masyarakat telah memiliki dana yang cukup, maka masyarakat cenderung untuk membeli sepeda motor dan mulai meninggalkan angkutan umum. Kemudahan membeli sepeda motor diakibatkan oleh peningkatan ekonomi masyarakat serta kemudahan kredit sepeda motor. SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 T-83

6 Pengembangan Trayek AKDP Hasil survei menunjukkan bahwa jumlah pergerakan orang / penumpang angkutan AKDP yang cukup besar adalah pergerakan menuju Piyungan, Godean, Bantul, Depok, dan Pakem. Sementara bangkitan yang cukup besar adalah pergerakan dari Piyungan, Jetis, Mantrijeron, Wirobrajan, Godean,Imogiri, Umbulharjo, Jetis, Bantul, dan Sewon. Sementara itu jika ditinjau dari pola jaringan rute akan tampak bahwa trayek-trayek yang telah ada cukup baik walaupun ada diantaranya yang buruk seperti pada trayek Jogja Prambanan Tempel, trayek ini terlalu memutar sehingga bisa disebut juga rute pedesaan karena penumpang yang bergerak dari dan menuju ke kota sangat sedikit. Dari hasil wawancara didapat bahwa jenis, jumlah, dan kondisi armada yang beroperasi dirasa masih mencukupi meskipun dari sisi usia telah berumur. Adapun kondisi armada yang ada sudah tidak bagus lagi, karena para penumpang menyatakan bahwa pelayanan angkutan (termasuk di dalamnya armada) kondisi eksisting dirasa kurang baik dan tidak layak jalan. Dalam kuesioner juga banyak tertulis bahwa para penumpang memilih menggunakan angkutan AKDP karena tidak ada pilihan moda lain, cepat, serta ongkos AKDP yang murah, yang berarti bahwa dengan biaya tertentu, para penumpang merasa bahwa angkutan AKDP cukup bermanfaat meskipun jika dilihat dari kondisi ideal tidak demikian. Secara lebih lengkap, kinerja AKDP tampak dalam tabel berikut No. Trayek Prosentase rute perkotaan (thd panjang total) Tabel 2. Kinerja AKDP Jumlah penumpang dari & ke perkotaan Jumlah penumpang maksimum per rit LF (%) Jumlah armada Pendapatan bersih sopir Layanan rute menurut penumpang * 1 Yogya - Dlingo ribu tidak baik Yogya - Kenteng 2 (via concat) 20 banyak ribu cukup baik 3 Yogya - Kenteng 25 banyak ribu baik Yogya - Prambanan - 95 % rute ribu Baik (76,31%) 4 Tempel 'pedesaan' sedikit Yogya - Parangtritis 7 banyak ribu cukup baik 6 Yogya - Tempel 50 banyak ribu cukup baik 7 Yogya - Imogiri - Panggang 8 sedikit ribu cukup baik 8 Yogya - Imogiri - Srenggo - sedikit ribu baik 9 Yogya - Samas 10 sedang ribu baik 10 Yogya - Imogiri - Petolan - sedang ribu baik Yogya (Concat) 11 Kaliurang 98 banyak ribu kurang baik 12 Yogya - Wates 10 banyak ribu baik Yogya (Jombor) - 13 Prambanan 35 sedang ribu cukup baik 14 Yogya - Wonosari ribu baik Yogya - Brosot - 15 Wates - sedang ribu kurang baik 16 Yogya - Srandakan 7 banyak ribu Baik (60%) Yogya (Jombor) 17 Giwangan 10 sedang n.a. 20 ribu baik Catatan * : Pelayanan rute dikatakan : Baik : dari wawancara, tidak ada pun penumpang yang mengatakan kurang baik atau sangat kurang baik Cukup baik : dari wawancara, sebanyak < 10 % penumpang mengatakan kurang baik dan sangat kurang baik Kurang baik : dari wawancara, sebanyak < 20 % penumpang mengatakan kurang baik dan sangat kurang baik Tidak baik : dari wawancara, sebanyak > 20 % penumpang mengatakan kurang baik dan sangat kurang baik Dari tabel di atas, tiga trayek yang disarankan untuk diperbaiki adalah trayek Yogya Prambanan Tempel, trayek Yogya Tempel, dan trayek Yogya Kenteng (6b). Trayek Yogya Prambanan diperbaiki dengan memotong ujung rute menjadi di Piyungan, trayek Yogya Tempel diperbaiki dengan memotong ujung rute di Pojok Beteng Kulon, dan trayek Yogya Kenteng (6B) diperbaiki dengan penjadwalan dan konektivitas dengan angkutan perkotaan. Namun demikian, menurut aturan, ujung rute / trayek harus merupakan terminal dan bukan hanya sekedar tempat hentian memutar, sehingga secara legal, pemotongan rute juga masih sulit dilakukan. Selain itu, T-84 SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5

7 pemotongan ujung rute ternyata tidak diminati oleh pihak pengusaha angkutan karena para pengusaha termasuk sopir dan kondektor masih berharap jika suatu saat ujung rute yang sepi itu kembali ramai sehingga pengusaha tidak perlu mengurus ijin trayek lagi. 5. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari pembahasan yang ada di atas, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : a. Dari 40 trayek angkutan AKDP sesuai dengan SK Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor: 115/KEP/2005 Tanggal 18 Oktober 2005 saat ini hanya tinggal 17 trayek angkutan AKDP yang beroperasi. Dengan melihat fenomena ini, berarti telah terjadi penurunan jumlah penumpang angkutan AKDP yang cukup signifikan b. Karakteristik penumpang angkutan AKDP di Provinsi DIY sebagian besar didominasi oleh para pedagang dan pelajar/mahasiswa c. Pergerakan asal tujuan penumpang di tiap lokasi studi sebagian besar mampu diakomodir oleh angkutan AKDP d. Kinerja umum angkutan AKDP di semua wilayah memiliki Load Factor berkisar antara 14 % - 53 % dengan jumlah penumpang naik berkisar antara 13 sampai 76 orang per putaran. e. Menurut para penumpang aktif, kinerja angkutan AKDP cukup baik karena biaya murah dan tidak adanya pilihan lain Saran Dari kesimpulan di atas, disarankan beberapa langkah berikut dilakukan : a. Melanjutkan trayek AKDP yang telah ada yang meliputi trayek berikut : Trayek Jogja Dlingo, Trayek Jogja Imogiri Petoyan, Trayek Jogja Samas, Trayek Jogja Imogiri Srenggo, Trayek Jogja Panggang, Trayek Jogja Tempel, Trayek Jogja Prambanan, Trayek Jogja Kenteng (6B), Trayek Jogja Kenteng (Prayogo), Trayek Jogja Kaliurang, Trayek Jogja Wates, Trayek Jogja Brosot Wates, Trayek Jogja Srandakan, Trayek Jogja - Wonosari, Trayek Jogja Prambanan Tempel, Trayek jogja Parangtritis. b. Angkutan AKDP trayek Jogja Prambanan Tempel dan Jogja Jombor perlu penataan ulang trayek. Trayek Jogja Prambanan Tempel rutenya terlalu memutar dan panjang, penumpangnya pun paling banyak berada di luar jalur trayek tersebut. Pergerakan trayek Jogja Tempel ditata hanya sampai di Jokteng Kulon, sedangkan ujung trayek Jogja Kenteng (Pemuda) hanya sampai di Rejowinangun. Namun demikian, berdasarkan KM 35 tahun 2003, penataan ulang trayek ini baru bisa dilaksanakan jika ujung ujung trayek/rute merupakan terminal sehingga penataan dan penempatan terminal merupakan langkah awal dari perbaikan kualitas trayek angkutan umum AKDP. Selain itu, para pengusaha angkutan AKDP juga masih keberatan dilakukan pemotongan ujung rute karena masih mengharapkan suatu saat ujung rute yang sekarang sepi penumpang, akan kembali meningkat jumlah penumpangnya pada masa masa mendatang. c. Peningkatan hubungan konektivitas dan integrasi antar jenis angkutan (pedesaan, perbatasan, AKDP, AKAP, dan perkotaan) di tiap kabupaten di DIY agar tercapai efektivitas kinerja sehingga angkutan umum makin menarik. d. Perlu dipikirkan adanya skema subsidi pemerintah kepada koperasi angkutan dengan mempertimbangkan besarnya pendapatan dan pengeluaran pengusaha angkutan. Subsidi dirasa perlu ditempuh, karena pemerataan pelayanan transportasi (aksesibilitas) merupakan hal yang semestinya diterima oleh seluruh warga masyarakat. DAFTAR PUSTAKA -----, (1980), Bus Route and Schedule Planning Guide, NCHRP Vol. 69, TRB, Washington D.C , (1997), Perencanaan Sistem Angkutan Umum (Public Transport System Planning). Modul Pelatihan Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat Institut Teknologi Bandung kerja sama dengan Kelompok Bidang Keahlian Rekayasa Transportasi Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan ITB. Bandung , (2003), Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum, Keputusan Menteri Perhubungan KM 35 Tahun 2003, Jakarta Addenbroke, P, (1981), Urban Planning And Design For Road Public Transportation Conferation Of British Road Passenger Transport, London Risdiyanto (2010), Studi Angkutan Perbatasan DIY Jateng, Prosiding KoNTekS IV, Bali 2 3 Juni 2010, ISBN No Warpani, S. (1990), Merencanakan Sistem Perangkutan, Penerbit ITB, Bandung SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 T-85

8 T-86 SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5

STUDI ANGKUTAN PERBATASAN DIY JATENG

STUDI ANGKUTAN PERBATASAN DIY JATENG Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4) Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010 STUDI ANGKUTAN PERBATASAN DIY JATENG Risdiyanto 1 1 Program Studi Teknik Sipil Universitas Janabadra Yogyakarta, Jl. T.R. Mataram

Lebih terperinci

KAJIAN TEKNIS KINERJA ANGKUTAN ANTAR KOTA DALAM PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

KAJIAN TEKNIS KINERJA ANGKUTAN ANTAR KOTA DALAM PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KAJIAN TEKNIS KINERJA ANGKUTAN ANTAR KOTA DALAM PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Risdiyanto 1, Yusron Efendi 2, Nindyo Cahyo Kresnanto 3 1 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Janabadra

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 76 TAHUN TENTANG JARINGAN TRAYEK PERKOTAAN REGULER

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 76 TAHUN TENTANG JARINGAN TRAYEK PERKOTAAN REGULER SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 76 TAHUN 2016. TENTANG JARINGAN TRAYEK PERKOTAAN REGULER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH

Lebih terperinci

Lampiran I.34 PENETAPAN DAERAH PEMILIHAN DAN JUMLAH KURSI ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014

Lampiran I.34 PENETAPAN DAERAH PEMILIHAN DAN JUMLAH KURSI ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014 Lampiran I. : Keputusan Komisi Pemilihan Umum : 106/Kpts/KPU/TAHUN 01 : 9 MARET 01 ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 01 No DAERAH PEMILIHAN JUMLAH PENDUDUK JUMLAH

Lebih terperinci

KINERJA TEKNIS DAN ANALISIS ATP WTP ANGKUTAN TRANS JOGJA

KINERJA TEKNIS DAN ANALISIS ATP WTP ANGKUTAN TRANS JOGJA KINERJA TEKNIS DAN ANALISIS ATP WTP ANGKUTAN TRANS JOGJA Risdiyanto 1*, Edo Fasha Nasution 2, Erni Ummi Hasanah 3 1,2 Jurusan Teknik Sipil Universitas Janabadra, 3 Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk dan perkembangan ekonomi yang semakin cepat

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk dan perkembangan ekonomi yang semakin cepat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk dan perkembangan ekonomi yang semakin cepat dewasa ini menjadikan transportasi merupakan suatu sarana dan prasarana yang memegang peranan penting

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 23 TAHUN TENTANG JARINGAN TRAYEK PERKOTAAN REGULER

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 23 TAHUN TENTANG JARINGAN TRAYEK PERKOTAAN REGULER SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 23 TAHUN 2014. TENTANG JARINGAN TRAYEK PERKOTAAN REGULER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH

Lebih terperinci

Bab 5 KEBUTUHAN PENGEMBANGAN TRANSPORTASI JALAN

Bab 5 KEBUTUHAN PENGEMBANGAN TRANSPORTASI JALAN Bab 5 KEBUTUHAN PENGEMBANGAN TRANSPORTASI JALAN 5.1. KONSEP PENGEMBANGAN 5.1.1. Tujuan (Goals) Tujuan pengembangan transportasi jalan di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta meliputi: a. Melayani perkembangan

Lebih terperinci

Nama Penerima 1 UPT Pengelola TK dan SD Wilayah Utara 2 UPT Pengelola TK dan SD Wilayah Barat 3 UPT Pengelola TK dan SD Wilayah Timur 4 UPT Pengelola

Nama Penerima 1 UPT Pengelola TK dan SD Wilayah Utara 2 UPT Pengelola TK dan SD Wilayah Barat 3 UPT Pengelola TK dan SD Wilayah Timur 4 UPT Pengelola DAFTA UNTUK UP No Nama Penerima 1 UPT Pengelola TK dan SD Wilayah Utara 2 UPT Pengelola TK dan SD Wilayah Barat 3 UPT Pengelola TK dan SD Wilayah Timur 4 UPT Pengelola TK dan SD Wilayah Selatan 5 UPT Pelayanan

Lebih terperinci

Bab II GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. A. Sejarah Direktorat Jenderal Pajak DIY

Bab II GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. A. Sejarah Direktorat Jenderal Pajak DIY Bab II GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. Sejarah Direktorat Jenderal Pajak DIY Perjalanan reformasi birokrasi nampaknya tak terasa sudah dimulai sejak tahun 2002 yang dimasinisi oleh departemen keungan

Lebih terperinci

Buletin Edisi September Tahun 2016 KATA PENGANTAR

Buletin Edisi September Tahun 2016 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan Agustus 2016 dan Prakiraan Oktober, November dan Desember 2016 juga memuat informasi hasil Analisis Tingkat Kekeringan tiga bulanan (Juni Agustus 2016) dan Prakiraan Tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. memegang peranan penting dalam aspek kehidupan. Aspek-aspek kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. memegang peranan penting dalam aspek kehidupan. Aspek-aspek kehidupan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dengan berkembangnya zaman yang kian maju, transportasi masih memegang peranan penting dalam aspek kehidupan. Aspek-aspek kehidupan yang dimaksud disini meliputi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, setiap manusia harus melaksanakan

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, setiap manusia harus melaksanakan BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, setiap manusia harus melaksanakan berbagai aktivitas yang tidak selalu berada di satu tempat. Untuk melakukan aktivitas tersebut

Lebih terperinci

Buletin Edisi Januari Tahun 2017 KATA PENGANTAR

Buletin Edisi Januari Tahun 2017 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan Desember 2016 dan Prakiraan Februari, Maret dan April 2017 serta informasi hasil Analisis Tingkat Kekeringan tiga bulanan (Oktober Desember 2016) dan Prakiraan Tingkat Kekeringan

Lebih terperinci

Buletin Edisi Oktober Tahun 2016 KATA PENGANTAR

Buletin Edisi Oktober Tahun 2016 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan September 2016 dan Prakiraan November, Desember 2016 dan Januari 2017 juga memuat informasi hasil Analisis Tingkat Kekeringan tiga bulanan (Juli September 2016) dan Prakiraan

Lebih terperinci

KEPALA, STASIUN KLIMATOLOGI MLATI

KEPALA, STASIUN KLIMATOLOGI MLATI KATA PENGANTAR Buku Buletin Prakiraan dan Analisis memuat pengertian tentang Dinamika Atmosfer, Analisis Hujan Oktober 2017, Prakiraan Desember 2017, Januari dan Februari 2018 serta informasi hasil Analisis

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2005

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2005 PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR

Lebih terperinci

Buletin Edisi November Tahun 2016 KATA PENGANTAR

Buletin Edisi November Tahun 2016 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan Oktober 2016 dan Prakiraan Desember 2016 dan Januari, Februari 2017 juga memuat informasi hasil Analisis Tingkat Kekeringan tiga bulanan (Agustus Oktober 2016) dan Prakiraan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Prakiraan Musim Kemarau 2018

KATA PENGANTAR. Prakiraan Musim Kemarau 2018 KATA PENGANTAR Prakiraan Musim Kemarau 2018 Publikasi Prakiraan Musim Kemarau 2018 Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu bentuk pelayanan jasa klimatologi yang dihasilkan oleh Stasiun Klimatologi

Lebih terperinci

Buletin Edisi Juli Tahun 2016 KATA PENGANTAR

Buletin Edisi Juli Tahun 2016 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan Juni 2016 dan Prakiraan Agustus, September dan Oktober 2016 juga memuat informasi hasil Analisis Tingkat Kekeringan tiga bulanan (April Juni 2016) dan Prakiraan Tingkat Kekeringan

Lebih terperinci

Buletin Edisi Agustustus Tahun 2016 KATA PENGANTAR

Buletin Edisi Agustustus Tahun 2016 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Buletin Edisi Agustustus Tahun 2016 Analisis Hujan Juli 2016 dan Prakiraan September, Oktober dan November 2016 juga memuat informasi hasil Analisis Tingkat Kekeringan tiga bulanan (Mei

Lebih terperinci

KEPALA, STASIUN KLIMATOLOGI MLATI

KEPALA, STASIUN KLIMATOLOGI MLATI KATA PENGANTAR Buku Buletin Prakiraan dan Analisis memuat pengertian tentang Dinamika Atmosfer, Analisis Hujan September 2017, Prakiraan November, Desember 2017 dan Januari 2018 serta informasi hasil Analisis

Lebih terperinci

Buletin Bulan April Tahun 2016 PENGANTAR

Buletin Bulan April Tahun 2016 PENGANTAR PENGANTAR Analisis Maret 2016 dan Prakiraan Mei, Juni, Juli 2016 juga memuat informasi hasil Analisis Tingkat Kekeringan tiga bulanan (Januari Maret 2016) dan Prakiraan Tingkat Kekeringan tiga bulanan

Lebih terperinci

Buletin Bulan Maret Tahun 2016 PENGANTAR

Buletin Bulan Maret Tahun 2016 PENGANTAR PENGANTAR Analisis Februari 2016, Analisis Indeks Kekeringan Tingkat Kekeringan dan Kebasahan periode Desember 2015 Februari 2016, Prakiraan April, Mei, dan Juni 2016 serta Prakiraan Indeks Kekeringan

Lebih terperinci

Jembatan Srandakan. Penurunan Pilar Jembatan akibat Degradasi Dasar Sungai dan Erosi Lokal

Jembatan Srandakan. Penurunan Pilar Jembatan akibat Degradasi Dasar Sungai dan Erosi Lokal Jembatan Srandakan Penurunan Pilar Jembatan akibat Degradasi Dasar Sungai dan Erosi Lokal Foto: Tito Agung Wicaksono (MPBA 2002) Istiarto (2002, 2003, 2005, 2006) Video: Rachmad Jayadi (2002) Naskah: Istiarto

Lebih terperinci

KEPALA, STASIUN KLIMATOLOGI MLATI

KEPALA, STASIUN KLIMATOLOGI MLATI KATA PENGANTAR Buletin Prakiraan Hujan Bulanan memuat pengertian tentang Dinamika Atmosfer, Analisis Hujan Desember 2017, Prakiraan Hujan Februari, Maret, dan April 2018 serta informasi hasil Analisis

Lebih terperinci

Buletin Bulan Mei Tahun 2016 KATA PENGANTAR

Buletin Bulan Mei Tahun 2016 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan April 2016 dan Prakiraan Juni, Juli, Agustus 2016 juga memuat informasi hasil Analisis Tingkat Kekeringan tiga bulanan (Februari April 2016) dan Prakiraan Tingkat Kekeringan

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 127 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil Analisis Review Pengembangan Rute Trans Jogja ini, maka

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil Analisis Review Pengembangan Rute Trans Jogja ini, maka BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Dari hasil Analisis Review Pengembangan Rute Trans Jogja ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. 1. Load factor bus Trans Jogja hanya mengalami fluktuasi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Sleman, Februari 2017 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI MLATI. AGUS SUDARYATNO, S.Kom, MM NIP

KATA PENGANTAR. Sleman, Februari 2017 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI MLATI. AGUS SUDARYATNO, S.Kom, MM NIP KATA PENGANTAR Buku Buletin Prakiraan dan Analisis memuat pengertian tentang Dinamika Atmosfer, Analisis Hujan Januari 2017, Prakiraan Hujan Maret, April, Mei 2017 dan informasi hasil Analisis Tingkat

Lebih terperinci

PENETAPAN SEKOLAH INKLUSI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PENETAPAN SEKOLAH INKLUSI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PENETAPAN SEKOLAH INKLUSI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NO SEKOLAH INKLUSI 1 SMA Staladuce 2 Yogyakarta 1 SD N Gejayan Depok, Sleman 2 SD Muh. Banguntapan Jl WSari Km5 Bantul 3 SMK Muh. 3 Yogyakarta

Lebih terperinci

Buletin Edisi April 2018 KATA PENGANTAR

Buletin Edisi April 2018 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Buletin Prakiraan Hujan Bulanan memuat pengertian tentang Dinamika Atmosfer, Analisis Hujan Maret 2018, Prakiraan Hujan Mei, Juni, dan Juli 2018 serta informasi hasil Analisis Tingkat Kekeringan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Prakiraan Musim Kemarau 2016

KATA PENGANTAR. Prakiraan Musim Kemarau 2016 KATA PENGANTAR Publikasi Prakiraan Musim Kemarau 2016 Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu bentuk pelayanan jasa klimatologi yang dihasilkan oleh Stasiun Geofisika Kelas 1 Yogyakarta / Pos Klimatologi

Lebih terperinci

Buletin Bulan Januari Tahun 2016 PENGANTAR

Buletin Bulan Januari Tahun 2016 PENGANTAR PENGANTAR Analisis Hujan Desember 2015, Analisis Indeks Kekeringan Tingkat Kekeringan dan Kebasahan periode Oktober - Desember 2015 dan Prakiraan Februari, Maret dan April 2016 disusun berdasarkan data

Lebih terperinci

Buletin Bulan Februari Tahun 2016 PENGANTAR

Buletin Bulan Februari Tahun 2016 PENGANTAR PENGANTAR Analisis Januari 2016, Analisis Indeks Kekeringan Tingkat Kekeringan dan Kebasahan periode November 2015 Januari 2016, Prakiraan Maret, April dan Mei 2016 serta Prakiraan Indeks Kekeringan Tingkat

Lebih terperinci

Buletin Bulan Juni Tahun 2016 KATA PENGANTAR

Buletin Bulan Juni Tahun 2016 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan Mei 2016 dan Prakiraan Juli, Agustus, September 2016 juga memuat informasi hasil Analisis Tingkat Kekeringan tiga bulanan (Maret Mei 2016) dan Prakiraan Tingkat Kekeringan

Lebih terperinci

KINERJA LAYANAN BIS KOTA DI KOTA SURABAYA

KINERJA LAYANAN BIS KOTA DI KOTA SURABAYA KINERJA LAYANAN BIS KOTA DI KOTA SURABAYA Dadang Supriyatno Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri Surabaya Gedung A4 Kampus Unesa Ketintang Surabaya dadang_supriyatno@yahoo.co.id Ari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Magelang berada di Provinsi Jawa Tengah dengan total luas 18,120 km 2 yang terdiri atas 3 kecamatan dan 17 kelurahan. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

Bus Sekolah Sebagai Moda Alternatif untuk Mengurangi Volume Lalulintas Harian di Kota Yogyakarta

Bus Sekolah Sebagai Moda Alternatif untuk Mengurangi Volume Lalulintas Harian di Kota Yogyakarta Bus Sekolah Sebagai Moda Alternatif untuk Mengurangi Volume Lalulintas Harian di Kota Yogyakarta J.D.ANSUSANTO 1* dan G.L.GESONG 2 1,2 Program Studi Teknik Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Babarsari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga meningkat bahkan melebihi kapasitas sarana dan prasarana transportasi yang

BAB I PENDAHULUAN. juga meningkat bahkan melebihi kapasitas sarana dan prasarana transportasi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia dituntut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, pemenuhan kebutuhan hidup harus melaksanakan aktivitas yang tidak hanya dalam suatu

Lebih terperinci

JUMLAH PUSKESMAS MENURUT KABUPATEN/KOTA (KEADAAN 31 DESEMBER 2013)

JUMLAH PUSKESMAS MENURUT KABUPATEN/KOTA (KEADAAN 31 DESEMBER 2013) JUMLAH MENURUT KABUPATEN/KOTA (KEADAAN 31 DESEMBER 2013) PROVINSI DI YOGYAKARTA KAB/KOTA RAWAT INAP NON RAWAT INAP JUMLAH 3401 KULON PROGO 5 16 21 3402 BANTUL 16 11 27 3403 GUNUNG KIDUL 14 16 30 3404 SLEMAN

Lebih terperinci

DAFTAR SEKOLAH SMA / MA BERDASARKAN JUMLAH NILAI UJIAN NASIONAL SMA/MA TAHUN PELAJARAN 2016/2017

DAFTAR SEKOLAH SMA / MA BERDASARKAN JUMLAH NILAI UJIAN NASIONAL SMA/MA TAHUN PELAJARAN 2016/2017 UJIAN NASIONAL SMA/MA TAH PELAJARAN 2016/2017 1 01-001 SMA NEGERI 3 YOGYAKARTA N 197 86.38 82.88 78.19 70.86 79.15 80.75 80.95 1 2 01-015 SMA NEGERI 1 YOGYAKARTA N 248 86.78 82.39 79.31 70.51 77.36 77.26

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pengamatan Lapangan. Operasional Bus Damri Trayek Perumnas Banyumanik - Johar. Pengumpulan Data

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pengamatan Lapangan. Operasional Bus Damri Trayek Perumnas Banyumanik - Johar. Pengumpulan Data 25 BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1. Bagan Alir Penelitian Pengamatan Lapangan Studi Pustaka Operasional Bus Damri Trayek Perumnas Banyumanik - Johar Pengumpulan Data Data Primer 1. Load Factor 2. Waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak terjadi di kota-kota besar seperti di Yogyakarta. Untuk mengurangi

BAB I PENDAHULUAN. banyak terjadi di kota-kota besar seperti di Yogyakarta. Untuk mengurangi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penduduk yang semakin meningkat menyebabkan masalah kemacetan banyak terjadi di kota-kota besar seperti di Yogyakarta. Untuk mengurangi kemacetan tersebut, diperlukan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. 1. Cekungan Aitanah Yogyakarta Sleman memiliki kondisi hidrogeologi seperti

BAB V KESIMPULAN. 1. Cekungan Aitanah Yogyakarta Sleman memiliki kondisi hidrogeologi seperti BAB V KESIMPULAN V.1 Kesimpulan 1. Cekungan Aitanah Yogyakarta Sleman memiliki kondisi hidrogeologi seperti berikut : Tipe akuifer pada Cekungan Airtanah Yogyakarta Sleman adalah akuifer bebas, yang meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi darat merupakan salah satu kebutuhan primer bagi masyarakat untuk menunjang kehidupan, apalagi di daerah yang mempunyai mobilitas tinggi seperti Daerah

Lebih terperinci

POTENSI PENERAPAN ANGKUTAN UMUM PERKOTAAN TANPA BAYAR DI YOGYAKARTA

POTENSI PENERAPAN ANGKUTAN UMUM PERKOTAAN TANPA BAYAR DI YOGYAKARTA POTENSI PENERAPAN ANGKUTAN UMUM PERKOTAAN TANPA BAYAR DI YOGYAKARTA Imam Basuki 1 dan Benidiktus Susanto 2 1 Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Jl.Babarsari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sejak Februari 2008

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sejak Februari 2008 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan transportasi merupakan masalah yang selalu dihadapi oleh negara berkembang seperti Indonesia, baik di bidang Transportasi Perkotaan maupun Transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas tersebut memerlukan berbagai sarana transportasi. Pelayanan transportasi

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas tersebut memerlukan berbagai sarana transportasi. Pelayanan transportasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia harus melaksanakan berbagai aktivitas yang tidak selalu berada pada satu tempat. Untuk melakukan aktivitas tersebut memerlukan

Lebih terperinci

Evaluasi Operasional Angkutan Umum Kota Pariaman

Evaluasi Operasional Angkutan Umum Kota Pariaman Evaluasi Operasional Angkutan Umum Kota Pariaman Oleh : Nadra Arsyad, ST, MT 1) ABSTRAK Angkutan kota merupakan fasilitas yang diharapkan mampu meyediakan aksesibilitas yang baik bagi penggunanya, hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hamemayu Hayuning Bawana yang berarti menjaga kelestarian alam adalah slogan Daerah Istimewa Yogyakarta yang merupakan kota pelajar dan budaya. Hal ini dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota dan ketersediaan fasilitas menarik terjadinya pergerakan dari daerah pinggiran (hinterland) ke pusat kota. Ketersediaan fasilitas yang lebih lengkap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kategori utama, yakni angkutan antar kota, angkutan perkotaan, dan angkutan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kategori utama, yakni angkutan antar kota, angkutan perkotaan, dan angkutan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di Indonesia, pelayanan angkutan umum dapat dibedakan dalam tiga kategori utama, yakni angkutan antar kota, angkutan perkotaan, dan angkutan perdesaan. Angkutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebutuhan akan transportasi merupakan kebutuhan turunan yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebutuhan akan transportasi merupakan kebutuhan turunan yang 1 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kebutuhan akan transportasi merupakan kebutuhan turunan yang muncul akibat permintaan atas komoditas lain. Permintaan untuk bekerja, bersekolah, berbelanja atau

Lebih terperinci

BAB III. Landasan Teori Standar Pelayanan Kinerja Angkutan Umum

BAB III. Landasan Teori Standar Pelayanan Kinerja Angkutan Umum BAB III Landasan Teori 3.1. Standar Pelayanan Kinerja Angkutan Umum Untuk mengetahui apakah angkutan umum itu sudah berjalan dengan baik atau belum dapat dievaluasi dengan memakai indikator kendaraan angkutan

Lebih terperinci

PERENCANAAN RUTE ANGKUTAN PEDESAAN SEBAGAI PENGUMPAN (FEEDER) DARI KECAMATAN KALIDAWIR MENUJU KOTA TULUNGAGUNG

PERENCANAAN RUTE ANGKUTAN PEDESAAN SEBAGAI PENGUMPAN (FEEDER) DARI KECAMATAN KALIDAWIR MENUJU KOTA TULUNGAGUNG JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1 PERENCANAAN RUTE ANGKUTAN PEDESAAN SEBAGAI PENGUMPAN (FEEDER) DARI KECAMATAN KALIDAWIR MENUJU KOTA TULUNGAGUNG Rizzal Afandi, Ir. Wahju Herijanto, MT Teknik

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN DATA KAWASAN/WILAYAH SLEMAN, DI YOGYAKARTA

BAB III TINJAUAN DATA KAWASAN/WILAYAH SLEMAN, DI YOGYAKARTA BAB III TINJAUAN DATA KAWASAN/WILAYAH SLEMAN, DI YOGYAKARTA 3.1. Data Kawasan di Terminal Jombor, Kabupaten Sleman. 3.1.1. Gambaran Umum Kabupaten Sleman. 3.1.1.1 Kondisi Administratif. Wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Perencanaan angkutan pemadu moda mencangkup : Kebumen dan Purworejo kemudian NYIA. dan Magelang kemudian NYIA.

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Perencanaan angkutan pemadu moda mencangkup : Kebumen dan Purworejo kemudian NYIA. dan Magelang kemudian NYIA. 6.1. Kesimpulan BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 1. Perencanaan angkutan pemadu moda mencangkup : a. Rute perjalanan dari / menuju ke New Yogyakarta International Airport ialah: 1) 1 : Kebumen NYIA, dengan wilayah

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG RENCANA INDUK PERKERETAAPIAN PROVINSI TAHUN 2017 2036 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Menimbang. bahwa sesuai ketentuan Pasal 17 dan Pasal 24 peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 05 Tahun 2013 tentang Tata Cara

Menimbang. bahwa sesuai ketentuan Pasal 17 dan Pasal 24 peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 05 Tahun 2013 tentang Tata Cara KONiISI PEMILIHAN UMUM KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 706 /KpIs/KPU/TAHUN 2013 TENTANG PENETAPAN DAERAH PEMILIHAN DAN ALOKASI KURSI SETIAP DAEMH PEMILIHAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA -1- SALINAN RAPERDA FINAL PENGUNDANGAN DRAFT AKHIR 15 MARET 2018 JAM 08.41 GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Deskripsi Daerah Daerah hulu dan hilir dalam penelitian ini adalah Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Secara geografis Kabupaten Sleman terletak pada 110 33 00

Lebih terperinci

Evaluasi Kinerja Angkutan Umum (Bis) Patas dan Ekonomi Jurusan Surabaya - Malang

Evaluasi Kinerja Angkutan Umum (Bis) Patas dan Ekonomi Jurusan Surabaya - Malang JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1 Evaluasi Kinerja Angkutan Umum (Bis) Patas dan Ekonomi Jurusan Surabaya - Malang Krishna Varian K, Hera Widyastuti, Ir., M.T.,PhD Teknik Sipil, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi dan sosial politik di suatu tempat dan kota Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi dan sosial politik di suatu tempat dan kota Yogyakarta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Transportasi secara umum mempunyai pengaruh besar terhadap perorangan, pembangunan ekonomi dan sosial politik di suatu tempat dan kota Yogyakarta sebagai ibukota

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Transportasi Transportasi adalah pergerakan orang dan barang bisa dengan kendaraan bermotor, kendaraan tidak bermotor atau jalan kaki, namun di Indonesia sedikit tempat atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan pembangunan disegala bidang yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan pembangunan disegala bidang yang cukup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan daerah yang memiliki laju pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan pembangunan disegala bidang yang cukup besar. Hal ini menimbulkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Peta Rute MPU CN

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Peta Rute MPU CN BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Studi Mobil Penumpang Umum trayek Caruban Ngawi (MPU CN) ini menghubungkan Kota Caruban dan Kota Ngawi. Panjang rute Caruban Ngawi 35 km dan rute arah Ngawi - Caruban 33 km

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil dari analisis yang dilakukan oleh penulis, maka dapat diambil kesimpulan bahwa kinerja bus Transjogja adalah sebagai berikut: 1. Rute perjalanan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KARTU TANDA MAHASISWA UNIVERSITAS GADJAH MADA MENJADI SISTEM TIKET ELEKTRONIK MODA ANGKUTAN UMUM TRANS JOGJA

PENGEMBANGAN KARTU TANDA MAHASISWA UNIVERSITAS GADJAH MADA MENJADI SISTEM TIKET ELEKTRONIK MODA ANGKUTAN UMUM TRANS JOGJA PENGEMBANGAN KARTU TANDA MAHASISWA UNIVERSITAS GADJAH MADA MENJADI SISTEM TIKET ELEKTRONIK MODA ANGKUTAN UMUM TRANS JOGJA Ahmad Munawar Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada Jln.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Kondisi Perempatan Ring Road Condong Catur pada Kabupaten Sleman

BAB I PENDAHULUAN Kondisi Perempatan Ring Road Condong Catur pada Kabupaten Sleman BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Kondisi Perempatan Ring Road Condong Catur pada Kabupaten Sleman Jalan merupakan salah satu ruang publik dalam suatu kawasan yang memiliki peran penting dalam

Lebih terperinci

BAB III. tahapan penelitian yang dilakukan sebagai pendekatan permasalahan yang ada. MULAI SURVEY

BAB III. tahapan penelitian yang dilakukan sebagai pendekatan permasalahan yang ada. MULAI SURVEY BAB III METODOLOGI PENELITIAN 2.1 Bagan Alir Penelitian Agar penelitian lebih sistematis maka pada bab ini dijelaskan mengenai tahapan penelitian yang dilakukan sebagai pendekatan permasalahan yang ada.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Peranan tersebut menjadikan angkutan umum perkotaan sebagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Peranan tersebut menjadikan angkutan umum perkotaan sebagai aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angkutan umum perkotaan merupakan bagian dari sistem transportasi perkotaan yang memegang peranan sangat penting dalam mendukung mobilitas masyarakat. Peranan tersebut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Transportasi. Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut,

TINJAUAN PUSTAKA Transportasi. Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Transportasi Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan suatu objek dari suatu tempat ke tempat lain, dimana di tempat ini objek tersebut

Lebih terperinci

berakhir di Terminal Giwangan. Dalam penelitian ini rute yang dilalui keduanya

berakhir di Terminal Giwangan. Dalam penelitian ini rute yang dilalui keduanya BABV ANALISIS A. Rute Perjalanan Rute perjalanan angkutan umum bus perkotaan yang diteliti ada dua jalur yaitu jalur 7 dan jalur 5 yang beroperasinya diawali dari Terminal Giwangan dan berakhir di Terminal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Dengan berkembangnya kehidupan masyarakat, maka semakin banyak pergerakan yang dilakukan oleh masyarakat.

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan penelitian dan pengamatan di lapangan, serta dari data yang

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan penelitian dan pengamatan di lapangan, serta dari data yang BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan penelitian dan pengamatan di lapangan, serta dari data yang didapat dari Instansi-instansi yang terkait, penulis memperoleh beberapa kesimpulan sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS SUBSIDI ANGKUTAN PERDESAAN MELALUI BIAYA OPERASI KENDARAAN (BOK) DI KABUPATEN SLEMAN

ANALISIS SUBSIDI ANGKUTAN PERDESAAN MELALUI BIAYA OPERASI KENDARAAN (BOK) DI KABUPATEN SLEMAN Volume 13, No. 4, April 2016, 291-300 ANALISIS SUBSIDI ANGKUTAN PERDESAAN MELALUI BIAYA OPERASI KENDARAAN (BOK) DI KABUPATEN SLEMAN Marjanto Dinas Perhubungan Kabupaten Sleman Jln KRT. Pringgodiningrat,

Lebih terperinci

KENAPA TRANSPORTASI PERLU DIRENCANAKAN?

KENAPA TRANSPORTASI PERLU DIRENCANAKAN? Pertemuan Keenam Prodi S1 Teknik Sipil DTSL FT UGM KENAPA TRANSPORTASI PERLU DIRENCANAKAN? Supaya tercipta: - Transportasi yang efisien - Transportasi yang berkualitas - Transportasi untuk siapa saja 1

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA BUS EKONOMI ANGKUTAN KOTA DALAM PROVINSI (AKDP) TRAYEK PADANG BUKITTINGGI

EVALUASI KINERJA BUS EKONOMI ANGKUTAN KOTA DALAM PROVINSI (AKDP) TRAYEK PADANG BUKITTINGGI EVALUASI KINERJA BUS EKONOMI ANGKUTAN KOTA DALAM PROVINSI (AKDP) TRAYEK PADANG BUKITTINGGI Helga Yermadona Dosen Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat ABSTRAK Penelitian mengenai evaluasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan globalisasi yang semakin pesat sangat berpengaruh terhadap perkembangan arus transportasi pada beberapa daerah yang ada di Indonesia. Salah satu daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi merupakan salah satu komponen dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi merupakan salah satu komponen dalam upaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan salah satu komponen dalam upaya pembangunan suatu wilayah. Transportasi menjadi sektor tersier, yaitu sektor yang menyediakan jasa pelayanan

Lebih terperinci

DAFTAR SEKOLAH SMP / MTs / SMPT BERDASARKAN JUMLAH NILAI UJIAN NASIONAL SMP/MTs TAHUN PELAJARAN 2014/2015

DAFTAR SEKOLAH SMP / MTs / SMPT BERDASARKAN JUMLAH NILAI UJIAN NASIONAL SMP/MTs TAHUN PELAJARAN 2014/2015 UJIAN NASIONAL SMP/MTs TAH PELAJARAN 2014/2015 1 04-106 SMP NEGERI 4 PAKEM N 152 92.53 92.76 96.91 89.13 371.33 1 2 01-007 SMP NEGERI 5 YOGYAKARTA N 291 91.55 91.83 96.35 90.50 370.23 2 3 01-001 SMP NEGERI

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Angkutan Umum Penumpang (AUP) Angkutan umum penumpang adalah angkutan penumpang yang dilakukan dengan sistem sewa atau bayar, seperti angkutan kota (bus, mini bus, dsb), kereta

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DATA. 2015) oleh Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah V dalam Bina Marga

BAB V ANALISIS DATA. 2015) oleh Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah V dalam Bina Marga BAB V ANALISIS DATA 5.1. Pola Permintaan Perjalanan 5.1.1 Survey lalu lintas Pada kajian ini telah dilakukan survey lalu lintas kondisi eksisting (tahun 2015) oleh Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Angkutan umum khususnya di provinsi D.I. Yogyakarta dalam sejarah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Angkutan umum khususnya di provinsi D.I. Yogyakarta dalam sejarah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Angkutan umum khususnya di provinsi D.I. Yogyakarta dalam sejarah perkembangannya, mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Hasil dari data Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN LOKASI. 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Kulon Progo sebagai Wilayah Sasaran Proyek

BAB III TINJAUAN LOKASI. 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Kulon Progo sebagai Wilayah Sasaran Proyek BAB III TINJAUAN LOKASI 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Kulon Progo sebagai Wilayah Sasaran Proyek 3.1.1 Kondisi Administratif Kabupaten Kulon Progo Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu kabupaten dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong dan penunjang. dan prasarana yang didukung oleh tata laksana dan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong dan penunjang. dan prasarana yang didukung oleh tata laksana dan sumber daya manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1. Umum Transportasi sebagai urat nadi kehidupan berbangsa dan bernegara, mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong dan penunjang pembangunan. Transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dishubkominfo DIY dalam hal ini UPTD Jogja Trans dalam penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Dishubkominfo DIY dalam hal ini UPTD Jogja Trans dalam penyelenggaraan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian ini mengkaji kerja sama antara PT. Jogja Tugu Trans dan Dishubkominfo DIY dalam hal ini UPTD Jogja Trans dalam penyelenggaraan layanan Trans Jogja. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari lima Kota Besar di Indonesia adalah Kota Medan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari lima Kota Besar di Indonesia adalah Kota Medan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu dari lima Kota Besar di Indonesia adalah Kota Medan dengan luas wilayah 265 km 2 dan jumlah penduduk 2.602.612 pada tahun 2013. Pertumbuhan Kota Medan yang

Lebih terperinci

Perbandingan K-Means dan K-Medoids Clustering terhadap Kelayakan Puskesmas di DIY Tahun 2015

Perbandingan K-Means dan K-Medoids Clustering terhadap Kelayakan Puskesmas di DIY Tahun 2015 Prosiding SI MaNIs (Seminar Nasional Integrasi Matematika dan Nilai Islami) Vol.1, No.1, Juli 2017, Hal. 116-122 p-issn: 2580-4596; e-issn: 2580-460X Halaman 116 Perbandingan dan Clustering terhadap Kelayakan

Lebih terperinci

perusahaan atau organisasi sesuai dengan standar kinerja atau tujuan yang ditetapkan

perusahaan atau organisasi sesuai dengan standar kinerja atau tujuan yang ditetapkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Evaluasi kinerja adalah suatu metode dan proses penilaian pelaksanaan tugas (performance) seseorang atau sekelompok orang atau unit-unit kerja dalam satu perusahaan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian diperoleh dari survei primer dan sekunder terhadap ketersediaan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian diperoleh dari survei primer dan sekunder terhadap ketersediaan 66 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Hasil penelitian diperoleh dari survei primer dan sekunder terhadap ketersediaan dan kebutuhan prasarana dan sarana transportasi perkotaan di empat kelurahan di wilayah

Lebih terperinci

yang sebenarnya dalam setiap harinya. Faktor muat (loadfactor) sangat dipengaruhi

yang sebenarnya dalam setiap harinya. Faktor muat (loadfactor) sangat dipengaruhi BAB III LANDASAN TEORI A. Faktor Muat (loadfactor) Faktor muat adalah merupakan perbandingan antara kapasitas terjual dan kapasitas yang tersedia untuk suatu perjalanan yang dinyatakan dalam persentase.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. transportasi makro perlu dipecahkan menjadi sistem transportasi yang lebih kecil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. transportasi makro perlu dipecahkan menjadi sistem transportasi yang lebih kecil 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Transportasi Angkutan Umum Untuk mendapatkan pengertian yang lebih mendalam serta guna mendapatkan alternatif pemecahan masalah transportasi perkotaan yang baik, maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Letak secara geografis Kabupaten Sleman yang sangat strategis yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Letak secara geografis Kabupaten Sleman yang sangat strategis yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Letak secara geografis Kabupaten Sleman yang sangat strategis yaitu sebagai pintu masuk ke wilayah kota Yogyakarta, menyebabkan pertumbuhan di semua sektor mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari masyarakat kuno sampai pada masyarakat modern saat ini. Aktivitas yang

BAB I PENDAHULUAN. dari masyarakat kuno sampai pada masyarakat modern saat ini. Aktivitas yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Transportasi sudah lama ada dalam perkembangan kehidupan manusia, dari masyarakat kuno sampai pada masyarakat modern saat ini. Aktivitas yang terjadi dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN MULAI STUDI PUSTAKA OBSERVASI AWAL PROPOSAL DI SETUJUI PELAKSANAAN SURVEI DAN PENGUMPULAN DATA

BAB IV METODE PENELITIAN MULAI STUDI PUSTAKA OBSERVASI AWAL PROPOSAL DI SETUJUI PELAKSANAAN SURVEI DAN PENGUMPULAN DATA BAB IV METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian MULAI STUDI PUSTAKA OBSERVASI AWAL PROPOSAL DI SETUJUI PELAKSANAAN SURVEI DAN PENGUMPULAN DATA DATA SEKUNDER : DATA PRIMER : Standar Operasional Pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kota lainnya baik yang berada dalam satu wilayah administrasi propinsi

BAB I PENDAHULUAN. dengan kota lainnya baik yang berada dalam satu wilayah administrasi propinsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angkutan antarkota adalah angkutan yang menghubungkan suatu kota dengan kota lainnya baik yang berada dalam satu wilayah administrasi propinsi (antarkota dalam propinsi)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan suatu objek (manusia atau barang) dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evaluasi Definisi evaluasi adalah kegiatan atau proses untuk mengukur dan selanjutnya menilai sampai dimanakah tujuan yang telah dirumuskan sudah dapat dilaksanakan. Wakhinuddin

Lebih terperinci