PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa sebagai suatu alat komunikasi dalam kehidupan sehari-hari tidak dapat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa sebagai suatu alat komunikasi dalam kehidupan sehari-hari tidak dapat"

Transkripsi

1 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa sebagai suatu alat komunikasi dalam kehidupan sehari-hari tidak dapat dipisahkan dengan manusia, karena manusia menggunakan bahasa untuk berkomunikasi atau berinteraksi dengan sesama dalam sehari-hari sehingga bahasa memiliki peranan sangat penting bagi suatu masyarakat baik secara individu maupun kelompok. Bahasa dapat digunakan untuk menjalankan semua aktivitas atau kegiatan baik individu maupun kelompok. Bahasa itu merupakan alat komunikasi yang mutlak dan perlu. Bahasa memiliki fungsi sosial untuk berkomunikasi dengan sesama, dengan menggunakan bahasa maka komunikasi antar sesama dapat terjadi dengan baik. Penggunaan bahasa di masyarakat dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial seperti tingkat pendidikan, umur, jabatan, status sosial, dan jenis kelamin. Faktor situasional tentu saja juga dapat memengaruhi penggunaan dan cara manusia menggunakan bahasa. Seseorang yang sedang berbincang dengan teman dekatanya dalam situasi informal tentu akan menggunakan bahasa yang santai dan bisa berbeda dengan jika seseorang itu berada di kantor dalam situasi formal maka dia akan menggunakan bahasa yang baku. Oleh karena itu, faktor situasional yang dapat memengaruhi penggunaan bahasa yaitu seperti yang dirumuskan oleh pakar sosiolinguistik bahwa faktor situasional meliputi who speaks, what language, to whom and when yaitu siapa 1

2 2 yang berbicara, dengan bahasa apa, kapan, dimana, dan mengenai masalah apa (Fishman dalam Suwito, 1983:2). Pola perkembangan bahasa yang terus terjadi mengakibatkan bahasa menjadi tidak tetap atau mengalami perubahan. Perubahan bahasa terjadi karena manusia merupakan makhluk sosial yang selalu melakukan aktivitas, antara aktivitas yang satu dengan yang lain tidak sama atau berbeda antara satu dengan yang lainnya, dalam aktivitas tersebut penggunaan bahasa sangat berperan penting karena bahasa digunakan sebagai alat untuk berkomuikasi dengan sesama. Bahasa dan masyarakat tidak dapat dilepaskan karena dalam melakukan sesuatu masyarakat selalu menggunakan bahasa. Disiplin ilmu sosiolinguistik yang mempelajari hubungan antar bahasa dan penggunaanya di dalam suatu masyarakat. Sosiolinguistik mengkaji pemakaian bahasa dalam masyarakat, sosiolinguistik menempatkan kedudukan bahasa dalam hubunganya dengan penggunaanya di dalam masyarakat, ini berarti bahwa sosilinguistik memandang bahasa pertamatama sebagai sistem sosial dan sistem komunikasi, serta merupakan bagian dari masyarakat dan kebudayaan tertentu (Suwito, 1983: 2). Sebagai masyarakat multilingual penggunaan satu bahasa mungkin sulit dilakukan. Seseorang menggunakan lebih dari satu bahasa yaitu bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional negara Indonesia dan bahasa daerah sebagai bahasa ibu atau bahasa yang sering digunakan oleh seseorang yang menempati suatu daerah tertentu. Oleh karena itu, dalam penggunaan bahasa tidak bisa terlepas dari peristiwa kontak bahasa. Kontak bahasa merupakan peristiwa saling pengaruh antara bahasa satu dengan bahasa yang lainnya. Dalam peristiwa kontak maka masyarakat multilingual akan dihadapkan pada pemilihan kode sehingga muncul 2

3 3 peralihan kode yang merupakan peralihan dari satu bahasa ke bahasa yang lain yang disebut dengan alih kode dan campur kode. Alih kode dan campur kode tersebut dapat ditemukan pada komunikasi antara penjual dan pembeli di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Pasar hewan di dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali ini diadakan setiap sepasar (lima hari) sekali yaitu setiap pasaran Wage. Di pasar hewan ini hewan yang banyak dijual adalah hewan sapi. Berbagai jenis sapi dijual di pasar ini seperti sapi betina, sapi jantan, sapi metal, sapi perah serta masih banyak jenis sapi yang lain. Letaknya yang strategis berada dipinggir jalan sehingga merupakan tempat yang sangat cocok untuk dijadikan sebagai pasar hewan. Setiap Wage banyak para penjual dan pembeli sapi mengunjungi pasar ini bahkan banyak pula yang dari luar kota Boyolali seperti penjual dan pembeli dari Sragen, Karanganyar, Klaten, Sukoharjo, Surakarta dan kota-kota yang lainnya, banyaknya para pembeli lebih memilih membeli sapi di pasar ini karena sudah terkenal dengan harganya yang lebih murah dibandingkan dengan pasar hewan yang lainnya. Dalam penelitian ini akan membahas mengenai alih kode dan campur kode dalam komunikasi penjual dan pembeli di pasar hewan dusun Purworejo desan Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Berikut adalah contoh penggunaan alih kode dalam komunikasi penjual dan pembeli di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali yang dapat ditemukan dari observasi. 3

4 4 Data 1 Pembeli (O2) : Sapimu sing etan karo sing kulon regane pas?, daknyang oleh ora?, sing oleh dinyang sing ndi? Sapimu yang timur dan yang barat harganya pas?, saya tawar boleh tidak?, yang boleh ditawar yang mana? Penjual (O1) : Lha nek nganyang niku angsal mawon Mbah. Kalau menawar itu boleh saja Kek Pembeli (O2) : Sing etan pa sing kulon? Yang timur atau yang barat? Penjual (O1) : Nek sing etan aja, ning nek sing kulon dakwenehke. Kalau yang timur jangan, tapi kalau yang barat saya berikan Pembeli (O2) : Aja larang-larang ngono lho. Jangan mahal-mahal begitu Peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Senin 21 Desember Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai penjual dan (O2) sebagai pembeli. Pada data (1) tersebut terjadi peristiwa alih kode intern. Alih kode dari bahasa Jawa ragam Krama ke dalam ragam bahasa Jawa Ngoko yang dilakukan oleh penjual (O1). Pada awalnya (O1) menggunakan bahasa Jawa Krama kepada pembeli yaitu, nganyang niku angsal mawon Mbah menawar itu boleh saja Kek kemudian beralih kode ke bahasa Jawa ragam Ngoko yaitu, nek sing etan aja, ning nek sing kolon tak wenehi kalau yang timur jangan, tapi kalau yang barat saya berikan. Data 1 tersebut memiliki bentuk alih kode intern yaitu alih kode bahasa Jawa ragam krama ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko. Fungsi peralihan kode dalam data 1 tersebut adalah lebih argumentatif meyakinkan mitra tutur bahwa boleh menawar dengan harga yang dikehendaki mitra tutur asalkan untuk sapi yang disebelah barat dan bukan sapi yang sebelah timur. Sedangkan faktor yang melatarbelakangi penggunakan alih kode pada data 1 tersebut adalah lawan tutur (O2). Yaitu penjual (O2) mulanya menggunakan bahasa Jawa ragam krama saat berbicara dengan pembeli (O2) karena menghormati dan belum akrab dengan (O2) sebagai pembeli. Komunikasi (O1) beralih kode ke bahasa Jawa ragam 4

5 5 ngoko karena lawan tutur pembeli (O2) menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko, sehingga (O1) ingin mengimbangi bahasa yang digunakan oleh lawan tutur. Bagaimanakah bentuk alih kode, fungsi alih kode, dan faktor yang melatarbelakangi terjadinya alih kode dalam komunikasi penjual dan pembeli di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali pada data selanjutnya?. Ditemukan bentuk, fungsi, dan faktor yang melatarbelakangi terjadinya alih kode yang sama dengan data 1 di depan atau ditemukan bentuk, fungsi, dan faktor yang melatarbelakangi terjadinya alih kode yang berbeda dengan data 1 di depan?. Data selanjutnya yaitu contoh penggunaan campur kode dalam komunikasikomunikasi penjual dan pembeli di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Data 2 Penjual (O1) : Piye nek pilih sing tipe iki, luwih apik tinimbang tipe sing kuwi ngarepmu kuwi mas. Bagaimana kalau pilih yang jenis ini, lebih bagus daripada jenis yang itu depan Anda itu Mas Peristiwa tutur pada data 2 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Senin 21 Desember 2015 pukul 09:30 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai penjual yang menjelaskan tentang jenis-jenis sapi yang dia jual kepada pembeli agar pembeli tertarik membeli sapinya, situasi komunikasi yang terjadi santai. Dalam komunikasi tersebut terdapat peristiwa campur kode berupa penggunaan kata dari bahasa lain yang dilakukan oleh pembeli (O2). Pada kalimat berbahasa Jawa ragam ngoko yaitu, piye nek pilih sing 5

6 6 tipe iki, luwih apik tinimbang tipe sing kuwi ngarepmu kuwi Mas Bagaimana kalau pilih yang jenis ini, lebih bagus daripada jenis yang itu depan Anda itu Mas. Campur kode ini disebut campur kode intern yaitu terdapat penggunaan kata dari bahasa Indonesia yaitu kata tipe yang disisipkan ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko yang tidak menunjukan adanya fungsi. Beban makna penggunaan campur kode pada data 2 di depan adalah bahasa yang digunakan lebih bervariasi. O2 menunjukan bahwa dirinya menguasai bahasa Indonesia sehingga memasukan kata tipe dalam tuturannya kepada pembeli yang memilih sapi. Latar belakang yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan, penutur O1 ingin menjelaskan berbagai jenis sapinya kepada pembeli sehingga dia memasukan kata dari bahasa lain agar lebih nyaman untuk menjelaskan. Latar belakang penggunaan campur kode ini disebut dengan faktor praktikal, karena penutur lebih nyaman menggunakan bahasa lain untuk menjelaskan atau menafsirkan. Bagaimanakah bentuk campur kode, fungsi campur kode, dan faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode dalam komunikasi penjual dan pembeli di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali pada data selanjutnya?. Ditemukan bentuk, fungsi, dan faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode yang sama dengan data 2 di depan atau ditemukan bentuk, fungsi, dan faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode yang berbeda dengan data 2 di depan?. Kedua data tersebut terjadi pada komunikasi penjual dan pembeli di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Penelitian sosiolinguistik yang pernah dilakukan terkait dengan alih kode campur kode sebelumnya adalah sebagai berikut. 6

7 7 1. Penggunaan Bahasa Jawa Etnis Cina di Pasar Gede Surakarta dalam Ranah Jual Beli (Suatu Kajian Sosiolinguistik), skripsi oleh Ayu Margawati Pamungkas, Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta (2009). Penelitian ini mengkaji bentuk alih kode, campur kode, dan interferensi dalam penggunaan Bahasa Jawa etnis Cina di Pasar Gede Surakara. Alih kode yang ditemukan berupa alih kode bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa dan alih kode bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia. Campur kode yang diemukan berupa campur kode kata, campur kode reduplikasi, dan campur kode frasa. terdapat interferensi leksikal BC dan interferensi morfologi dalam penggunaan bahasa Jawa etnis Cina di Pasar Gede Surakarta. 2. Pemakaian Alih Kode dan Campur Kode Bahasa Jawa di Pasar Elpabes Proliman Balapan Surakara (Sebuah Tinjauan Sosioinguisik), Skripsi oleh Sukmawan Wisnu Pradanta, (2013). Penelitian ini mengkaji bentuk alih kode dan campur kode, fungsi alih kode dan campur kode, fakor yang melatarbelakangi terjadinya alih kode dan campur kode yang terjadi di Pasar Elpabes Proliman Balapan Surakarta. 3. Alih kode dan Campur Kode Bahasa Jawa dalam Rapat Ibu-ibu PKK Kepatihan Kulon Surakarta, Skripsi oleh Mundianita Rosita Vinansis, (2011). Penelitian ini mengkaji bentuk alih kode dan campur kode, fungsi penggunaan alih kode dan campur kode, dan faktor yang melatarbelakangi terjadinya alih kode dan campur kode dalam rapat ibu-ibu PKK di Kepatihan Kulon Surakarta. 7

8 8 Dari beberapa penelitian sebelumnya, ternyata belum ada yang meneliti alih kode dan campur kode dalam komunikasi penjual dan pembeli di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Fokus kajian dalam penelitian ini merupakan fokus kajian yang baru meningat objek kajiannya adalah baru. Oleh karena itu, penelitian ini diposisikan sebagai penelitian baru, bukan merupakan penelitian lanjutan atau pemantapan dari penelitian sebelumnya. Pertimbangan lain tertarik untuk mengkaji peristwa alih kode dan campur kode dalam komunikasi penjual dan pembeli di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali adalah sebagai berikut. Pertama, pasar hewan di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali selalu banyak penjual dan pembeli dari berbagai kota dari dalam maupun luar kota Boyolali sehingga di area tersebut terjadi proses komunikasi yang besar. Kedua, mayoritas masyarakat yang mengunjungi pasar hewan di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali menggunakan bahasa Jawa, tetapi juga menguasi bahasa Indonesia dan sedikit bahasa asing. Ketiga, penjual dan pembeli di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali berasal dari wilayah yang berbeda-beda, usia, pendidikan, jabatan yang berbedabeda sehingga memiliki latar belakang sosial yang berbeda-beda pula. Keempat, area komunikasi yang strategis yang mencerminkan adanya kedwibahasaan dan penggunaan dua bahasa yang selalu berganti yang terjadi dalam peristiwa tutur. Kelima, penelitian mengenai alih kode dan campur kode dalam komunikasi penjual dan pembeli di pasar hewan di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron 8

9 9 kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali belum pernah diteliti. Dari alasan tersebut maka penulis mengambil judul Alih Kode dan Campur Kode dalam Komunikasi penjual dan pembeli di pasar hewan di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. B. Pembatasan Masalah Untuk memudahkan pembahasan masalah agar sesuai dengan tujuan penelitian, maka permasalahan dalam penelitian ini membatasi pada bentuk alih kode dan campur kode, fungsi alih kode dan campur kode, dan faktor yang melatarbelakangi terjadinya alih kode dan campur kode dalam komunikasi penjual dengan pembeli di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. C. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang tertulis di atas, maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan masalah sebagai berikut. 1. Bagaimanakah bentuk alih kode dan campur kode dalam komunikasi penjual dan pembeli di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali? 2. Bagaimanakah fungsi alih kode dan campur kode dalam komunikasi penjual dan pembeli di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali? 3. Bagaimanakah faktor yang melatarbelakangi penggunaan alih kode dan campur kode dalam komunikasi penjual dan pembeli di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali? 9

10 10 D. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mendeskripsikan bentuk alih kode dan campur kode dalam komunikasi penjual dan pembeli di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. 2. Mendeskripsikan fungsi alih kode dan campur kode dalam komunikasi penjual dan pembeli di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. 3. Mendeskripsikan faktor yang melatarbelakangi penggunaan alih kode dan campur kode dalam komunikasi penjual dan pembeli di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. E. Manfaat Penelitian Manfaat teoritis dan praktis dalam penelitian ini sebagai berikut. 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini dapat menambah khazanah teori sosiolinguistik, khususnya mengenai alih kode dan campur kode Bahasa Jawa. 2. Manfaat Praktis Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat: a. Dapat menambah informasi hasil penelitian dengan kajian sosiolinguistik. b. Dapat memberi informasi tentang bahasa yang digunakan oleh penjual dan pembeli sapi di pasar hewan dusun Purworejo deso Jeron 10

11 11 kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali tentang penggunaan dua bahasa dan satu bahasa dengan variasinya dalam komunikasi antara penjual dan pembeli di pasar hewan dusun Purworejo deso Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali yang mencerminkan adanya masalah sosial dan situasional. c. Penelitian ini bisa menjadi bahan acuan bagi penelitian sosiolinguistik selanjutnya. F. Landasan Teori 1. Sosiolinguistik Sosiolinguistik merupakan teori-teori tentang hubungan masyarakat dengan bahasa, sosiolinguistik juga mempelajari dan membahas aspek-aspek kemasyarakatan bahasa khususnya perbedaanperbedaan yang terdapat dalam bahasa yang berkaitan dengan faktorfaktor kemasyarakatan (Nababan 1993:2). Sosiolinguistik merupakan antardisiplin antara sosiologi dan linguistik. Sosiologi merupakan kajian yang objektif dan ilmiah mengenai manusia di dalam masyarakat, dan mengenai lembaga-lembaga, dan proses sosial yang ada di dalam masyarakat. Sedangkan linguistik adalah bidang ilmu yang mempelajari bahasa, atau bidang ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya. Dengan demikian, sosiolinguistik adalah bidang ilmu antardisiplin yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa didalam masyarakat (Abdul Chaer dan Leonie Agustina, 2004:2). 11

12 12 Menurut Harimurti sosiolinguistik adalah cabang linguistik yang mempelajari hubungan dan saling pengaruh antara perilaku bahasa dan perilaku sosial (Kridalaksana, 2008:225) Selanjutnya dapat disimpulkan bahwa sosiolinguistik adalah ilmu interdispliner gabungan antara kebahasaan dan masalah sosial, sosiolinguistik mempelajari penggunaan bahasa yang digunakan dalam masyarakat yang menuturkannya. 2. Masyarakat Tutur Suatu masyarakat atau sekelompok orang yang mempunyai verbal repertoire yang relatif sama dan mempunyai penilaian yang sama terhadap norma-norma pemakaian bahasa yang dipergunakan di dalam masyarakat itu disebut dengan masyarakat tutur. Sifat masyarakat tutur yang besar dan beragam antara lain ialah bahwa variasi dalam verbal repertoirenya diperoleh terutama karena pengalaman dan diperkuat dengan interaksi verbal langsung di dalam kegiatan tertentu (Suwito, 1983:20). Pengertian ini diperkuat oleh para ahli bahasa lainnya yang menyebutkan bahwa masyarakat tutur bukanlah hanya sekelompok orang yang menggunakan bahasa yang sama, melainkan kelompok orang yang mempunyai norma yang dalam menggunakan bentuk-bentuk bahasa. Selain itu, untuk dapat disebut masyarakat tutur adalah adanya perasaan di antara para penuturnya, bahwa mereka merasa menggunakan tutur yang sama (Abdul Chaer dan Leonie Agustina, 2004: 38). Dari beberapa pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa masyarakat tutur adalah sekelompok masyarakat yang menggunakan 12

13 13 bahwa yang sama dalam kelompok tersebut dan mempunyai norma yang sama menggunakan bentuk-bentuk bahasa. 3. Hakikat Kedwibahasaan, Bilingualisme, dan Diglosia Hakikat kedwibahasaan, bilingualisme, dan diglosia merupakan kesanggupan atau kemampuan seseorang berdwibahasa yaitu memakai dua bahasa, disebut bilingualitas (dari bahasa Inggris bilinguality). Jadi orang yang berdwibahasa mencakup pengertian kebiasaan menggunakan dua bahasa. Dapat dibedakan pengertian ini dengan kedibahasaan (untuk kebiasaan) dan kedwibahasawan (untuk kemampuan) (Nababan, 1993:27). Kedwibahasaan maupun diglosia pada hakikatnya ialah peristiwa menyangkut pemakaian dua bahasa yang dipergunakan oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu masyarakat, maka antara kedua peristiwa itu Nampak adanya hubungan timbal-balik yang mewarnai sifat masyarakat tuturnya (Suwito, 1983:47). Untuk menngunakan dua bahasa tentunya seseorang harus menguasai kedua bahasa itu. Kedua bahasa tersebut berupa bahasa pertama atau bahasa ibu dan bahasa kedua. Orang yang dapat menggunakan dua bahasa itu disebut dengan dwibahasawan, sedangkan kemampuan untuk menggunakan dua bahasa itu disebut kedwibahasaaan. Pengertian diglosia diperinci oleh Harimurti Kridalaksana, diglosia adalah situasi bahasa dengan pembagian fungsional atas variasi-variasi bahasa yang ada. Satu variasi diberi status tinggi dan pakai untuk penggunaan resmi atau penggunaan publik dan mempunyai status 13

14 14 rendah dan dipergunakan untuk komunikasi tak resmi dan strukturnya disesuaikan dengan sluran komunikasi lisan (2008: 50). Dapat disimpulkan bahwa kedwibahasaan, bilingualisme, dan diglosia adalah seseorang atau sekelompok orang yang menggunakan lebih dari dua bahasa atau menguasai dua bahasa. Orang yang menggunakan dua bahasa disebut dwibahasawan dan kemampuan menggunakan dua bahasa disebut kedwibahsaaan. 4. Pembagian Tingkat Tutur Bahasa Jawa (Undha-usuk) Terdapat dua teori pembagian tingkat tutur yaitu pembagian tingkat tutur tradisional dan pembagian tingkat tutur baru. Pembagian tingkat tutur tradisional dikemukakan oleh Ki Padmasusastra yang secara sistematis dapat dipaparkan sebagai berikut: a. Basa Ngoko: c. Basa Madya 1). Ngoko Lugu 1). madya-ngoko 2). Ngoko andhap (a). antya-basa 2). madya-krama (b). basa-antya 3). madyantara b. Basa Krama: d. Krama Desa 1). wredha-krama e. Krama Inggil 2). wudha-krama f. Basa Kedhaton 3). kramantara g. Basa Kasar Ciri pokok pembagian tingkat tutur tersebut terletak pada bentuk katanya dimana satu jenis dengan jenis lainya saling berbeda (Ki Padmasusastra dalam Sudaryanto, 1989: 98-99). Namun menurut para 14

15 15 pakar, pembagian tingkat tutur sebagaimana yang dipaparkan di depan terlalu dikemas, teoretis dan agak artifisial untuk bahasa Jawa sekarang. Hal tersebut menjadi hambatan untuk generasi muda dalam memahami tingkat tutur bahasa Jawa saat ini, sehingga muncul pendapat teori tingkat tutur yang baru. Teori tingkat tutur yang baru telah diungkapkan oleh beberapa pakar salah satunya adalah Sudaryanto. Menurutnya, pembagian tingkat tutur bahasa Jawa secara relistis hanyalah ada empat yaitu ngoko, ngoko alus, krama, krama alus. Pembagian empat dengan penyebutan atau penamaan semacam itu menyarankan adanya konsep unsur tingkat halus yang hadir bersama dan di dalam bentuk ngoko dan krama ( ). Dari uraian di atas, dapat diambil kesimpulan yaitu tingkat tutur atau unggah-ungguh bahasa Jawa menurut teori tradisional sudah tidak relevan lagi digunakan di era sekarang ini sehingga digunakan teori tingkat tutur yang baru. Penelitian ini menggunakan gambaran pembagian tingkat tutur yang dikemukakan oleh Sudaryanto. Dapat disimpulkan bahwa tingkat tutur atau unggah-ungguh dibagi menjadi empat bentuk yaitu ragam ngoko, ngoko alus, krama, krama alus. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan tingkat tutur ngoko dan krama. 5. Kode Sebelum membicarakan mengenai alih kode dan campur kode perlu diketahui terlebih dahulu mengenai pengertian kode. Kode adalah suatu sistem tutur yang penerapannya serta unsur kebahasaannya mempunyai ciri khas sesuai dengan latarbelakang penutur, relasi penutur 15

16 16 dengan lawan tuturnya dalam situasi tutur yang ada (Soepomo Poedjosoedarmo, 1986: 30). Kode merupakan lambang atau sistem ungkapan yang dipakai untuk menggambarkan makna tertentu. Bahasa manusia adalah sejenis kode. Kode juga dapat disebut sebagai sistem bahasa dalam suatu masyarakat, dan kode merupakan variasi tertentu dalam suatu bahasa (Kridalaksana, 2008:127). Kode merupakan bagian dari bahasa. Istilah kode dimaksudkan untuk menyebut suatu varian hierarki kebahasaan seperti variasi resional, variasi khas sosial, ragam, gaya, kegunaaan, dan sebagainya (Suwito, 1983:67). Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kode adalah unsur kebahasaan yang berupa variasi-variasi bahasa yang digunakan masyarakat dalam berkomunikasi. Variasi-variasi bahasa bisa berwujud ragam bahasa, gaya, dialek, dan lain sebagainya sehingga kode berbeda dengan satuan lingual bahasa. 6. Alih Kode Menurut Suwito alih kode adalah peristiwa peralihan dari kode yang satu ke kode yang lain. Apabila yang terjadi adalah antar bahasa asli dengan bahasa asing, maka disebut alih kode ekstern (1983:68-69). Menurut Harimurti Kridalaksana mengungkapkan bahwa alih kode adalah penggunaan variasi bahasa lain atau bahasa lain dalam satu peristiwa bahasa sebagai strategi menyesuaikan diri dengan peran atau situasi lain, atau karena adanya partisipan lain (2008: 9). 16

17 17 Penggunaan dua bahasa atau lebih, atau dua varian dari sebuah bahasa dalam suatu masyarakat tutur disebut dengan alih kode. Bahasa atau ragam yang digunakan tersebut masih memiliki fungsi otonomi masing-masing dilakukan dengan sadar, dan sengaja dengan sebab-sebab tertentu (Abdul Chaer dan Leonie Agustina, 2004: 114). Menurut salah seorang pakar sosiolinguistik bahwa alih kode merupakan pergantian bahasa atau ragam bahasa tergantung pada keadaan atau keperluan berbahasa itu. Konsep alih kode ini juga mencakup kejadian dimana terjadi peralihandari satu ragam fungsiolek ke ragam lain, atau dari satu dialek ke dialek yang lain, dan sebagainya(nababan, 1993:31). Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa alih kode adalah peralihan dari satu kode ke kode yang lain. Perubahan kode tersebt tidak semata-mata terjadi begit saja, akan tetapi setiap kode itu masih memiliki fungsi-fungsi tersendiri sesuai dengan konteks dan fungsi masing-masing bahasa disesuaikan dengan situasi yang relevan dengan perubahan konteks. Contoh alih kode adalah sebagai berikut Data 3 Pembeli (O1) : Bu, nasi rames dua ya. Bu, nasi rames dua ya Penjual (O2) : Paringi endhog boten Mbak?. Diberi telur tidak Mbak? Pembeli (O1) : Setunggal paringi, setunggal boten Bu Satu diberi, satu tidak Bu. 17

18 18 Peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Senin 21 Desember Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai pembeli dan (O2) sebagai penjual. Pada data (3) diatas terjadi peristiwa alih kode intern. Alih kode dari bahasa Indonesia ke dalam ragam bahasa Jawa krama yang dilakukan oleh pembeli (O1). Pada awalnya (O1) menggunakan bahasa Jawa Indonesia kepada penjual yaitu, Bu, nasi rames dua ya Bu, nasi rames dua ya, kemudian beralih kode ke bahasa Jawa ragam krama yaitu, setunggal paringi, setunggal boten Bu. satu diberi, satu tidak Bu. Fungsi peralihan kode dalam komunikasi tersebut adalah lebih komunikatif menjawab pertanyaan dari lawan tutur penjual (O2) menjelaskan pesanan makanan yang O1 inginkan. Sedangkan faktor yang melatarbelakangi menggunakan alih kode adalah lawan tutur (O2). Yaitu pembeli (O1) mulanya menggunakan bahasa Jawa ragam Indonesia saat memesan makanan kepada penjual (O2). Komunikasi (O1) beralih kode ke bahasa Jawa ragam krama karena lawan tutur pembeli (O2) menggunakan bahasa Jawa ragam krama, sehingga (O1) ingin mengimbangi bahasa yang digunakan oleh lawan tutur. a. Bentuk Alih Kode Alih kode mungkin berwujud alih kode varian, alih ragam, alih gaya atau alih register. Ciri-ciri alih kode adalah penggunaan dua bahasa atau lebih ditandai oleh (a) masing-masing bahasa masih mendukung fungsi-fungsi tersendiri sesuai dengan konteksnya. (b) fungsi masingmasing bahasa disesuaikan dengan situasi yangrelevan dengan perubahan konteks (Suwito, 1983: 68-69). Dapat dikatakan bahwa alih kode 18

19 19 menunjukkan suatu gejala adanya saling ketergantungan antara fungsi kontekstual dan situasi relevensial di dalam pemakaian dua bahasa atau lebih. Dapat disimpulkan bahwa bentuk alih kode adalah varian, alih ragam, alih gaya dan alih register. Alih kode dapat dapat dilihat dari alih bahasa dan alih ragam dalam dua konteks yang berbeda, alih kode ditandai dengan dialihkannya satu bahasa ke bahasa lain sesuai dengan konteks situasi yang berbeda. kode terjadi apabila penuturnya merasa bahwa situasinya relevan dengan peralihan kodenya. Dengan demikian alih kode menunjukkan suatu gejala saling ketergantungan antara fungsi kontektual dan relevensial di dalam pemakaian suatu bahasa atau lebih (Suwito, 1983: 69). Pendapat lain memberikan gambaran tentang fungsi alih kode yaitu (1) memenuhi kebutuhan yang bersifat linguistik memilih kata, frasa, kalimat, wacana yang tepat, (2) menyambung pembicaran sesuai dengan bahasa yang digunakan terakhir (trigerring), (3) mengutip kalimat orang lain, (4) menyebutkan orang yang dimaksud dalam pembicaraan, (5) mempertegas pesan pembicaraan, menyangkut atau menekan argumen (topper) mempertegas keterlibatan pembicaraan (mempersonifikasikan pesan ), (7) menandai dan menegaskan identitas kelomok (solidaritas), (8) menyampaikan hal-hal rahasia, kemarahan, dan kejengkelan, (9) membuat orang lain yang tak dikehendaki tidak bisa memahami pebbicaraan, dan (10) mengubah peran pembicaraan, menaikan status, menegaskan otoritas, memperlihatkan kepandaian (Grosjean dalam Prysta Widyana, 2012:20). 19

20 20 Dari acuan di atas fungsi alih kode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, (1) lebih argumentatif untuk meyakinkan kepada mitra tutur, (2) lebih komunikatif, (3) memberikan penghormatan, (4) mempertegas pembicaraan. b. Faktor yang Melatarbelakangi Pemakaian Alih Kode Alih kode adalah peristiwa kebahasaan yang disebabkan oleh faktor-faktor diluar bahasa, terutama faktor-faktor yang siftnya sosiosituasional. Beberapa faktor-faktor tersebut yakni sebagai berikut. 1) Penutur (O1) Seorang penutur kadang-kadang dengan sadar berusaha beralih kode terhadap lawan tuturnya karena suatu maksud. Biasanya usaha tersebut dilakukan untuk mengubah situasi, misalnya situasi resmi menjadi tidak resmi dan sebaliknya. 2) Lawan tutur (O2) Setiap penutur pada umumya ingin mengimbangi bahasa yang ingin dipergunakan oleh lawan tuturnya. Di dalam masyarakat multilingual itu berarti bahwa sesorang penutur mungkin harus beralih kode sebanyak kali lawan tutur yang dihadapinya. 3) Hadirnya penutur ketiga (O3) Dua orang yang berasal dari kelompok etnik yang sama pada umumnya saling berinteraksi dengan bahasa kelompok etniknya. Tetapi apabila hadir orang ketiga dalam pembicaraaan itu. Dan orang itu berada berbeda latar 20

21 21 kebahasaannya, biasanya dua orang yang pertama beralih kode ke bahasa yang dikuasai oleh ketiganya. 4) Pokok pembicaraan (topik) Pokok pembicaraan atau topik merupakan faktor yang termasuk dominan dalam menentukan terjadinya alih kode. Pokok pembicaraan pada dasarnya dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu pokok pembicaraan yang bersifat formal (baku) dan pokok pembicaraan yang bersifat informal (santai) Apabila seseorang penutur mula-mula berbicara tentang hal-hal yang sifatnya formal, dan kemudian beralih ke masalah-masalah informal, maka akan dibarengi pula dengan peralihan kode dari bahasa baku ke bahasa takbaku atau santai 5) Untuk membangkitkan rasa humor Alih kode dimanfaatkan oleh guru, pemimpin rapat, atau pelawak untuk membangkitkan rasa humor. 6) Untuk sekedar bergengsi Sebagai penutur ada yang beralih kode sekedar untuk bergengsi. Hal itu seiring terjadi apabila baik faktor situasi, lawan bicara, topik, dan faktor-faktor sosio-situasional yang lainnya sebenarnya tidak mengharuskan dia untuk beralih kode. Atau dengan kata lain, baik fungsi kontekstual maupun situasi releveninya tidak mendukung peralihan kodenya (Suwito, 1983: 72-74). 21

22 22 Dari beberapa acuan di atas, faktor yang melatarbelakani alih kode yang digunakan dalam penelitian ini adalah faktor sosio-situasional, yaitu (1) penutur (O1), (2) Lawan tutur (O2), (3) Hadirnya penutur ketiga (O3), (4) topik yang dibicarakan, dan (5) untuk membangkitkan rasa humor. 7. Campur Kode Menurut Harimurti Kridalaksana, campur kode yaitu penggunaan satuan bahasa dari bahasa satu ke dalam bahasa lain untuk memperluas gaya bahasa atau ragam bahasa, termasuk di dalamnya pemakain kata, klausa, idiom, dan sapaan (2008:40). Menurut Suwito terjadinya campur kode merupakan ketergantungan bahasa dalam masyarakat multilingual. Di dalam campur kode ciri-ciri ketergantungan ditandai oleh hubungan timbal balik antara peranan dan fungsi kebahasaan. Peranan yang dimaksudkan adalah siapa yang menggunakan bahasa itu, sedangkan fungsi kebahasaan berarti apa yang hendak dicapai oleh penutur dengan tuturannya. Ciri lain dari gejala dari campur kode adalah bahwa unsur-unsur bahasa atau varian-variannya yang menyisip di dalam bahasa lain tidak lagi memiliki fungsi-fungsi tersendiri (1983: 75). Pendapat lain bahwa di dalam campur kode ada sebuah kode utama atau kode dasar yang digunakan dan memiliki fungsi dan keotonomiannya, sedangkan kode-kode yang terlontar dalam peristiwa tutur itu hanyalah 22

23 23 sebuah serpihan-serpihan (pieces) saja, tanpa fungsi atau keotonomiannya sebagai sebuah kode (Abdul Chaer dan Leonie Agustina, 2004:114). Ciri yang menonjol dalam campur kode adalah kesantaian atau situasi informal. Dalam situas berbahasa formal, jarang terjadi campur kode, kalau terjadi campur kode dalam keadaan itu karena tidak ada kata atau ungkapan yang tepat untuk menggantikan bahasa yang sedang dipakai sehingga perlu memakai kata atau bahasa daerah atau bahasa asing (Nababan, 1993:32). Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa campur kode adalah penyisipan suatu bahasa ke dalam bahasa lain atau bahasa inti yang berupa kata, klausa, idiom, dan sapaan. Penyisipan suatu bahasa ke dalam bahasa lain tidak memiliki fungsi tersendiri sehingga berbeda dengan alih kode. Contoh campur kode adalah sebagai berikut. Data 4 Pembeli (O1) : Pit onthel cilikmu kuwi regane pira Mas?. Sepeda onthel kecilmu itu harganya berapas Mas? Penjual (O2) : Kuwi durung rampung lehku ndandani Mas. Itu belum selesai saya perbaiki Mas Pembeli (O1) : Rampungana sik saknu, tak tukune, second ta kuwi? Selesaikan dulu saja, saya beli, second kan itu? Peristiwa tutur pada data 4 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Sabtu 26 Desember 2015 pukul 12:30 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai pembeli yang menanyakan 23

24 24 harga sepeda kepada penjual (O2), situasi komunikasi yang terjadi santai. Dalam komunikasi tersebut terdapat peristiwa campur kode berupa penggunaan kata dari bahasa lain yang dilakukan oleh pembeli (O1). Pada kalimat berbahasa Jawa ragam ngoko yaitu, rampungana sik saknu, tak tukune, second ta kuwi? selesaikan dulu saja, saya beli, second kan itu?. Campur kode ini disebut campur kode ekstern yaitu terdapat penggunaan kata dari bahasa Inggris yaitu kata second yang disisipkan ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko. Beban makna penggunaan campur kode pada data 4 tersebut adalah lebih mudah dipahami. Latar belakang yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah faktor lingual, karena tidak ada padanannya dalam bahasa yang digunakan. a. Bentuk Campur Kode Campur kode itu dapat berupa pencampuran serpihan kata, frasa, dan klausa suatu bahasa itu di dalam bahasa lain yang digunakan (Abdul Chaer dan Leonie Agustina, 2004: 154). Pendapat ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh salah seorang pakar sosiolinguistik bahwa berdasarkan unsur-unsur kebahasaan yang terlibat di dalamnya campur kode dibedakan menjadi: 1) Penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata. 2) Penyisipan unsur-unsur yang berwujud frasa. 3) Penyisipan unsur-unsur yang berwujud baster (gabungan pembentukan kata asli dan asing). 4) Penyisipan unsur-unsur yang berwujud pengulangan kata 5) Penyisipan unsur-unsur yang berwujud ungkapan atau idiom. 24

25 25 6) Penyisipan unsur-unsur yang berwujud klausa (Suwito, 1983:78-80). Dari acuan di atas bentuk campur kode yang digunakan dalam penelitian ini adalah campur kode penggunaan unsur bahasa lain berwujud (1) kata, (2) frasa, (3) perulangan kata. b. Fungsi Campur Kode Menurut Suwito (dalam Dwi Sutana, 20: 17) dalam campur kode ciri-ciri ketergantungan ditandai dengan adanya hubungan timbal balik antar peranan dan fungsi kebahsaan. Peranan maksud siapa yang menggunakan bahasa itu, sedangkan fungsi kebahasaan berarti apa yang hendak dicapai penutur dengan tuturannya. Berdasarkan pendapat Suwito tersebut, Dwi Sutana ( ) membagi beberapa fungsi campur kode adalah (1) sebagai penghormatan, (2) menegaskan suatu maksud tertentu, (3) menunjukan identitas diri, (4) pengaruh materi pembicaraan. Selanjutnya dipaparkan bahwa tujuan penutur (penceramah) melakukan campur kode pada kegiatan penceramah kegiatan kegunaan adalah untuk (1) bergengsi, (2) bertindak sopan, (3) melucu, dan (4) menjelaskan. Kemudian dijelaskan lagi faktor eksternal ditentukan oleh ketepatan rasa (makna) dan kurangnya kosakata ( I Nengah Budiasa, 2008: 136). Dari beberapa acuan di atas, fungsi campur kode yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) bahasa yang digunakan 25

26 26 lebih bervariasi, (2) lebih mudah dipahami, (3) menegaskan penekanan atau maksud, (4) menunjukkan identitas diri. c. Faktor yang melatarbelakangi Campur Kode Campur kode terjadi karena hubungan timbal balik antara peranan (penutur), bentuk bahasa, dan fungsi bahasa. Artinya penutur yang mempunyai latarbelakang sosial tertentu. Pemilihan bentuk campur kode demikian dimaksudkan untuk menunjukkan status sosial dan identitas pribadinya di dalam masyarakat (Suwito, 1983: 78). Mengenai latarbelakang terjadinya campur kode pada dasarnya dapat dikategorikan menjadi dua tipe yaitu tipe yang melatarbelakangi pada sikap (attitudinal type) dan tipe yang melatarbelakangi kebahasaan (linguistic type). Kedua tipe itu saling bergantung dan tidak jarang bertumpang tindih. Atas dasar tersebut penyebab terjadinya campur kode dapat diidentifikasikan sebagai beberapa alas an yaitu sebagai berikut. 1) Identifikasi peran sosial (sosial, register edukasional). 2) Identifikasi ragam (ditentukan oleh bahasa dimana penutur melakukan campur kode yang menempatkan dia pada hierarki status sosialnya). 3) Keinginan untuk menjelaskan dan menafsirkan (campur kode menandai sikap dan hubungan terhadap orang lain atau sebaliknya) (Suwito, 1983:77). 26

27 27 Kemudian faktor penyebab terjadinya campur kode juga dibedakan atas dua aspek, yaitu eksternal dan aspek internal. Aspek eksternal merupakan potensi di luar bahasa, yaitu mengungkapkan potensi kebahasaan penutur. Sedangkan aspek internal merupakan kebalikannya, yaitu terikat dengan potensi bahasa itu sendiri dalam keberadaannya di masyarakat (I Nengah Budiasa, 2008:134). Dari beberapa acuan di atas, faktor yang melatarbelakangi campur kode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, (1) identifikasi peran sosial penutur, (2) tidak ada padanannya dalam bahasa yang digunakan, dan (3) keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan. 8. Komponen Tutur Peristiwa tutur adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat, situasi tertentu (Chaer dan Agustina, 2004: 46) Sebuah percakapan baru dapat disebut sebagai sebuah peristiwa tutur harus memenuhi syarat delapan komponen, yang bila huruf-huruf pertamanya dirangkaikan sebagai akronim SPEAKING (Del Heymes dalam Chaer Agustina, 2004:47). Singkatan SPEAKING ini merupakan fonem awal dari faktor-faktor yang terjadinya peristiwa tutur, berikut penjelasan akronim tersebut. S : Setting dan scene yaitu tempat bicara dan suasana bicara (misalnya ruang diskusi dan suasana diskusi). 27

28 28 P : Participant adalah pembicara, lawan bicara dan pendengar. Dalam diskusi adalah seluruh peserta diskusi. E A : End atau tujuan adalah tujuan akhir diskusi. : Act adalah suatu peristiwa di mana seorang pembicara sedang mempergunakan kesempatan bicaranya. K : Key adalah nada suara dan ragam bahasa yang digunakan dalam menyampaikan pendapatnya, dan cara mengemukakan pendapatnya. I : Instrument adalah alat untuk menyampaikan pendapat. Misalnya secara lisan, tertulis, lewat telpon dan sebagainya. N : Norma adalah aturan permainan yang harus ditaati oleh setiap peserta diskusi. G : Genre adalah jenis kegiatan diskusi yang mempunyai sifat-sifat lain dari jenis kegiatan yang lain (Suwito, 1983: 32-33). Disimpulkan bahwa syarat peristiwa tutur harus memenuhi komponen tutur SPEAKING. Komponen tutur tersebut merupakan faktor yang melatarbelakangi tuturan beserta fungsi yang merupakan pengaruh bentuk tutur. Dalam penelitian ini menggunakan komponen tutur SPEAKING untuk mengkaji bentuk alih kode dan campur kode, fungsi penggunaan alih kode dan campur kode, serta faktor yang melatarbelakangi terjadinya alih kode dan campur kode dalam komunikasi penjual dan pembeli di Pasar Hewan Dusun Purworejo Desa Jeron Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali. 28

29 29 9. Konsepsi Jual Beli dalam Masyarakat Jawa. Masyarakat Jawa tentu sudah tidak asing lagi dengan sistem penanggalan Jawa yang dipakai untuk hari pasaran pancawara (siklus pekan) yang terdiri dari Legi, Pahing, Pon, Wage, Kiwon. Masyarakat Jawa sering menggunakan penanggalan dengan sistem siklus pekan tersebut untuk mengadakan pasar yang hanya di adakan setiap satu pekan sekali. Pasar hewan di Dusun Purworejo Desa Jeron Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali ini diadakan setiap sepasar (lima hari) sekali yaitu setiap pasaran hari Wage. Di pasar hewan ini hewan yang banyak dijual ialah hewan sapi. Berbagai jenis sapi dijual di pasar ini seperti sapi betina, sapi jantan, dan sapi perah. Letaknya yang strategis berada di pinggir jalan sehingga merupakan tempat yang cocok untuk dijadikan sebagai pasar hewan. Setiap wage banyak para penjual dan pembeli sapi mengunjungi pasar ini bahkan banyak pula yang dari luar kota Boyolali seperti penjual dan pembeli dari Sragen, Karanganyar, Klaten, Sukoharjo, Surakarta dan kota-kota yang lainnya, banyaknya para pembeli lebih memilih membeli sapi di pasar ini karena sudah terkenal dengan harganya yang lebih murah dibandingkan dengan pasar hewan lainnya. Selain penjual dan pembeli sapi di pasar ini juga banyak penjual barang-barang lain yang masih ada hubungannya dengan peternakan sapi, seperti penjual obat lain, penjual tali tambang yang biasa digunakan untuk mengikat sapi, dan masih banyak lagi. 29

30 30 G. Metode Penelitian Istilah metode dalam penelitian linguistik ditafsirkan sebagai strategi kerja berdasarkan rancangan tertentu. Dengan demikian, rancangan tersebut merupakan kerangka berpikir untuk menentukan metode sekaligus teknik penelitian. Istilah teknik dapat diartikan sebagai langkah dalam kegiatan yang terdapat pada kerangka srategi kerja tertentu. Secara lebih khusus teknik adalah pengumpulan data dan teknik analisis data (Edi Subroto, 1992: 32). 1. Tingkatan Penelitian Penelitian ini deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif artinya studi kasusnya mengarah pada pendeskripsian secara rinci, mendalam, dan benar-benar potret kondisi tentang apa yang sebenarnya terjadi menurut apa adanya di lapangan (Sutopo, 2002: 111). Sedangkan penelitian kualitatif artinya teknik penentuan sampelnya dengan cuplikan (nukilan) yang lazim juga disebut purposive sampling. Teknik nukilan maksudnya sampel ditentukan secara selektif berdasarkan teori yang dipakai, tujuan penelitian, dan permasalahan penelitian. Sumber datanya diarahkan pada sumber data yang memiliki data penting, produktif, sesuai dengan permasalahan penelitian teori dan tujuan penelitian. (Sutopo, 2002: 36). Oleh karena itu penelitian ini mendeskripsikan dan menggambarkan fenomena kebahasaan serta sosial secara rinci dan mendalam sesuai dengan fakta di lapangan. Data yang terkumpul adalah bahasa komunikasi yang berupa kata-kata dan atau kalimat 30

31 31 yang dianggap penting sesuai permasalahan yang akan diteliti, tujuan penelitian, dan teori yang digunakan. 2. Alat Penelitiaan Alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat utama dan alat bantu. Alat utama merupakan paling dominan dalam penelitian, sedangkan alat bantu berguna untuk membantu jalannya penelitian. Alat utama merupakan peneliti sendiri artinya kelenturan sikap peneliti mampu menggapai makna dari berbagai interaksi (Sutopo, 2002: 35-36). Selain itu, dengan ketajaman intuisi kebahasaan (lingual) peneliti mampu membagi data secara baik menjadi beberapa unsur (Sudaryanto, ). Peneliti sendiri dengan instuisi lingual (kebahasaan) peneliti bisa bekerja secara serta merta menghayati terhadap bahasa yang diteliti secara utuh (Edi Subroto, 1992: 23). Alat bantu dalam penelitian ini meliputi alat elektronik dan alat tulis-menulis, alat elektonik berupa laptop, handphone (alat perekam), dan flashdisk. Alat tulis berupa pensil, bolpoin, stabile, kertas dan buku tulis. 3. Data dan sumber Data Data dapat dijadikan sebagai bahan penelitian, dan bahan penelitian yang dimaksud adalah bukan bahan mentah melainkan bahan jadi (Sudaryanto, 1990: 3). Data dalam penelitian ini adalah data lisan yang berwujud tuturan yang digunakan dalam komunikasi di 31

32 32 Pasar Hewan Dusun Purworejo Desa Jeron Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali yang mengandung alih kode dan campur kode. Tuturan yang diambil adalah tuturan yang alami wajar. Alami atau wajar maksudnya bahasa yang digunakan tidak direkayasa, tetapi peristiwa dan bahasa yang berlangsung secara wajar atau alami dalam komunikasi sehari-hari secara lisan. Sumber data adalah si penghasil atau pencipta bahasa sekaligus tentu saja si penghasil atau pencipta data yang dimaksud biasanya dinamakan narasumber (Sudaryanto, 1993: 35). Sumber data secara menyeluruh dapat dikelompokkan menjadi beberapa yaitu narasumber (informan), peristiwa atau aktivitas, tempat atau lokasi, beragam gambar, dan rekaman, serta dokumen atau arsip (Sutopo,2002: 50-54). Sumber data pertama, berasal dari informan sebagai pengguna bahasa dalam penelitian ini. Informan yang dimaksud adalah penjual dan pembeli di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Sumber data yang kedua, adalah tempat sasaran penelitian, yaitu pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Sumber data yang ketiga, adalah kegiatan komunikasi oleh pedagang dan pembeli di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Pasar hewan ini dipilih karena sebagai tempat sarana jual beli hewan yang terdapat banyak penjual dan pembeli sapi dari berbagai kota dan dengan latar belakang yang berbeda-beda. Oleh karena itu 32

33 33 bahasa yang digunakan pun beragam dan memungkinkan terjadinya alih kode dan campur kode. 4. Sampel Sampel penelitian adalah data yang berasal dari sumber data yang disahkan untuk dikaji dan dijadikan objek penelitian sesuai dengan teori dan rumusan masalah yang digunakan dan tujuan penelitian. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Pada teknik purposive sampling pilihan sampel ditentukan secara selektif berdasarkan teori yang dipakai, tujuan penelitian, dan permasalahan penelitian. Sumber datanya diarahkan pada sumber data yang memiliki data penting, produktif, sesuai dengan permasalahan penelitian. (Sutopo, 2002: 36). Adapun sampel dalam penelitian ini adalah tuturan dalam komunikasi penjual dan pembeli di Pasar Hewan Dusun Purworejo Desa Jeron Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali. 5. Metode dan Teknik Pengumpulan Data Metode merupakan cara mendekati, menganalisis, dan menjelaskan suatu fenomena (Harimurti Kridalaksana, 2008:36). Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode simak. Metode simak adalah menyimak penggunaan bahasa. Ini dapat disejajarkan dengan pengamatan atau observasi dalam ilmu sosial (Sudaryanto, 1993: 133). Metode simak dilakukan dengan menyimak pengguaan bahasa penjual dan pembeli di Pasar Hewan Dusun 33

34 34 Purworejo Desa Jeron Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali. Teknik yang digunakan dalam metode ini berupa teknik dasar dan teknik lanjutan.teknik dasar yang dipakai adalah teknik sadap yaitu menyadap penggunan bahasa dalam pembicaraan atau tuturan informan. Setelah itu dilanjutkan dengan teknik lanjutan berupa teknik simak bebas libat cakap (SBLC), rekam, dan catat. Teknik simak bebas libat cakap (SBLC) adalah teknik untuk memperoleh data di mana peneliti hanya berperan sebagai pengamat pemakaian bahasa pada tuturan informan (Sudaryanto, 1993: 134). Pada teknik ini peneliti hanya menyimak pembicaraan dari informan yang dipilih. Peneliti tidak ikut campur dalam pembicaraan yang dipilih. Peneliti tidak ikut campur dalam pembicaraan baik sebagai pembicara maupun lawan bicara. Teknik rekam yaitu teknik untuk memperoleh data dengan menggunakan alat perekam yaitu handphone untuk merek am semua tuturan informan. Perekaman dalam penelitian ini dilakukan tanpa sepengetahuan penutur sumber data atau pembicara, sehingga data yang diperoleh merupakan tuturan yang wajar atau alami. Teknik catat yaitu mencatat data relevan yang sesuai dengan sasaran atau tujuan penelitian. Teknik catat digunakan untuk mencatat hasil observasi yang telah dilakukan peneliti. Selain itu, teknik catat dilakukan untuk mentranskripsikan data yang berbentuk rekaman suara ke dalam data yang berbentuk tulisan agar memudahkan penelitian. 34

35 35 Adapun langkah-langkah pengumpulan data adalah pertama, peneliti menyimak penggunaan bahasa dalam peristiwa tutur lalu merekam semua data lisan. Kemudian peneliti mencatat hal-hal yang dianggap penting dalam peristiwa tutur antara lainidentitas penutur, waktu, tempat, suasana tutur, topik pembicaraan. Data rekaman adalah sumber data primer. Hasil rekaman berupa komunikasi antara penjual dan pembeli di Pasar Hewan Dusun Purworejo Desa Jeron Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali. Kemudian semua hasil rekaman ditranskripsi dan selanjutnya data yang dikumpulkan dipilih dan dipilah berdasarkan permasalahan dengan cara menggunakan stabilo. Kemudian yang terakhir menganalisis data sesuai rumusan yang diajukan yaitu, bentuk alih kode dan campur kode, fungsi alih kode dan campur kode, serta factkr yang melatarbelakangi alih kode dn campur kode menggunakan metode distribusional dan metode padan. 6. Metode dan Teknik Analisis Data Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu distribusional dan padan untuk menganalisis data. Metode distribusional yaitu metode analisis data yang alat penentunya unsur dari bahasa yang bersangkutan itu sendiri (Sudaryanto, 1993: 15). Metode distribusional dalam penelitian ini menggunakan teknik BUL. (Bagi Unsur Langsung). Teknik ini digunakan untuk membagi satuan lingual data, menjadi unsur-unsur yang lebih kecil. Unsur unsur yang lebih kecil itu merupakan ruas-ruas data atau jeda-jeda data. Metode distribusional dengan teknik BUL utamanya digunakan untuk mengkaji bentuk 35

36 36 campur kode. Dari setiap ruas data itu dapat dikaji berdasar atas SPEAKING. Selanjutnya untuk menganalisis lebih luas dan mendalam menggunakan metode padan. Metode padan adalah metode analisis data yang alat penentunya di luar, terlepas dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan (Sudaryanto, 1993: 13). Teknik dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik Pilah Unsur Penentu (PUP). Ada lima subjenis berdasarkan pada alat penentunya yaitu alat penentunya berupa referent, alat ucap/organ wicara, bahasa lain, bahasa tulisan, dan lawan bicara (Edi Subroto, 2007: 56-69). Dalam penelitian ini menggunakan teknik dasar PUP. Dengan alat penentunya berupa referen. Metode padan dengan alat penentunya referen yaitu kenyataan yang ditunjuk bahasa (benda, barang, objek, tindakan, peristiwa, perbuatan, kejadian, sifat, kualitas, keadaan, derajat, jumlah, dan sebagainya). (Edi Subroto, 2007:59). Dalam penelitian ini pendekatannya menggunakan SPEAKING. Pendekatan dengan SPEAKING digunakan untuk mengkaji alih kode serta fungsi dan faktor yang melatarbelakangi terjadinya alih kode, karena di dalamnya mengandung fenomena sosial dan situasional penggunaan bahasa. Contoh penerapan metode distribusional dan metode padan pada penggunaan alih kode dalam komunikasi penjual dan pembeli di Pasar Hewan Dusun Purworejo Desa Jeron Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali. 36

37 37 Data 1 Pembeli (O2) :Sapimu sing etan karo sing kulon regane pas?, daknyang oleh ora?, sing oleh dinyang sing ndi?. Sapimu yang timur dan yang barat harganya pas?, saya tawar boleh tidak?, yang boleh ditawar yang mana? Penjual (O1) :Lha nek nganyang niku angsal mawon Mbah. kalau menawar itu boleh saja Kek Pembeli (O2) :Sing etan pa singkulon?. yang timur apa yang barat Penjual (O1) : Nek sing etan aja, ning nek sing kulon dakwenehke. Kalau yang timur jangan, tapi kalau yang barat saya berikan Pembeli(O2) : Aja larang-larang ngono hlo. Jangan mahal-mahal begitu Penerapan analisis menggunakan SPEAKING dapat menjawab bentuk, fungsi, dan faktor yang melatarbelakangi terjadinya peristiwa alih kode di atas adalah sebagai berikut. Peristiwa tutur pada data (1) terjadi di Pasar Hewan Dusun Purworejo Desa Jeron Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Senin 21 Desember 2015 pikul 11:13 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai penjual dan (O2) sebagai pembeli yang sedang berkomunikasi membicarakan tentang kesepakatan harga sapi. Keduanya belum saling mengenal, situasi komunikasi yang terjadi adalah santai. Dalam komununikasi tersebut terdapat alih kode intern, alih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko yang dilakukan oleh penjual (O1). Pada awalnya (O1) menggunakan bahasa Jawa ragam krama kepada pembeli yaitu, nganyang niku angsal mawon Mbah menawar itu boleh saja Kek kemudian beralih kode ke bahasa Jawa ragam ngoko yaitu, nek sing etan aja, ning nek sing kulon dak wenehi kalau yang timur 37

38 38 jangan, tapi kalau yang barat saya berikan. Alih kode ini disebut alih kode intern yaitu alih kode dari bahasa Jawa ragam krama ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko yang menimbulkan fungsi baru. Fungsi penggunaan kode pertama penjual (O1) menggunakan bahasa Jawa ragam krama kepada pembeli (O2) adalah untuk memberikan penghormatan kepada pembeli (O2) karena baru mengenal. Kemudian O1 beralih kode kedua menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada O2. Fungsi peralihan kode tersebut adalah lebih argumentatif meyakinkan mitra tutur (O2) bahwa boleh menawar dengan harga yang dikehendaki mitra tutur asalkan untuk sapi yang di sebelah barat dan bukan sapi yang sebelah timur. Masing-masing masih mempertahankan fungsi. Faktor yang melatarbelakangi penggunaan alih kode adalah lawan tutur (O2) yaitu penjual (O2) pada mulanya menggunakan bahasa Jawa ragam krama saat berbicara dengan pembeli (O2) karena menghormati (O2) sebagai pembeli. Kemudian (O1) beralih kode ke bahasa Jawa ragam ngoko karena lawan tutur pembeli (O2) menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko, sehingga (O1) ingin mengimbangi bahasa yang dipergunakan oleh (O2). Latar belakang alih kode ini disebut dengan faktor situasional, karena mengimbangi bahasa yang digunakan oleh lawan tutur. Contoh penerapan metode distribusional dan metode padan pada penggunaan campur kode dalam komunikasi penjual dengan pembeli 38

39 39 di Pasar Hewan Dusun Purworejo Desa Jeron Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali. Data 2 Penjual (O1) : Piye nek pilih sing tipe iki, luwih apik tinimbang tipe sing kuwi ngarepmu kuwi mas. Bagimana kalau pilih yang jenis ini, lebih bagus daripada jenis yang itu depan Anda itu mas Peristiwa tutur pada data 2 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Senin 21 Desember 2015 pukul 09:30 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai penjual yang menjelaskan tentang jenis-jenis sapi yang dia jual kepada pembeli agar pembeli tertarik membeli sapinya, situasi komunikasi yang terjadi santai. Dalam komunikasi tersebut terdapat peristiwa campur kode berupa penggunaan kata dari bahasa lain yang dilakukan oleh pembeli (O2). Pada kalimat berbahasa Jawa ragam ngoko yaitu, piye nek pilih sing tipe iki, luwih apik tinimbang tipe sing kui ngarepmu kui mas gimana kalau pilih yang jenis ini, lebih bagus daripada jenis yang itu depan Anda itu mas, terdapat penggunaan kata dari bahasa Indonesia yaitu kata tipe dalam tuturan bahasa Jawa ragam ngoko yaitu piye nek pilih sing tipe iki bagaimana kalau pilih yang ini. Campur kode ini disebut campur kode ekstern yaitu disisipknnya kata dari bahasa Indonesia ke dalam tuturan berbahasa Jawa ragam ngoko. Beban makna penggunaan campur kode pada data 2 di depan adalah bahasa yang digunakan lebih bervariasi. O2 menunjukan bahwa 39

40 40 dirinya menguasai bahasa Indonesia sehingga memasukan kata tipe dalam tuturannya kepada pembeli yang memilih sapi. Latar belakang yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan, penutur O1 ingin menjelaskan berbagai jenis sapinya kepada pembeli sehingga dia memasukan kata dari bahasa lain agar lebih nyaman untuk menjelaskan. Masuknya kata itu tidak menimbulkan fungsi baru. Latar belakang penggunaan campur kode ini disebut dengan faktor praktikal, karena penutur lebih nyaman menggunakan bahasa lain untuk menjelaskan atau menafsirkan. 7. Metode Penyajian Hasil Analisis Data Metode penyajian hasil analisis data pada penelitian ini adalah metode deskriptif, formal dan informal. Istilah deskriptif itu meyarankan bahwa penelitian yang dilakukan semata-mata hanya berdasarkan pada fakta-fakta yang ada atau fenomena-fenomena secara empiris hidup pada penutu-penuturnya (Sudaryanto, 1992: 62). Penelitian ini cocok menggunakan penyajian hasil analisis data metode deskrptif karena penelitian ini berdasarkan fakta-fakta yang hidup pada penuturnya, sepeti yang dikemukakan oleh Sudaryanto tersebut. Metode penyajian formal adalah perumusan dengan tanda dan lambing-lambang. Khusus mengenai penggunaan tanda dan lambang dalam metode penyajian formal itu, dapat disebut teknik dasar (Sudaryanto. 1993: 145). Metode penyajian informal adalah perumusan dengan kata-kata biasa, walaupun dengan terminologi yang teknis sifatnya (Sudaryanto, 1993: 145). Dengan kata lain metode ini 40

41 41 menggunakan kata-kata sederhana agar mudah dipahami. Analisis metode informal dalam penelitian ini agar dapat mempermudah pemahaman terhadap setiap hasil penelitian. Hasil analisis data dalam penelitian ini adalah tuturan-tuturan dalam komunikasi penjual dan pembeli di Pasar Hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali yang berupa bahasa Jawa berdasar pada bentuk alih kode dan campur kode. Selain itu juga fungsi dan faktor yang melatarbelakangi terjadinya alih kode dan campur kode. 41

42 42 BAB II ANALISIS DATA Bab II analisis data membahas mengenai tiga hal yaitu, (1) bentuk alih kode dan campur kode dalam komunikasi penjual dengan pembeli di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali, (2) fungsi alih kode dan campur kode dalam komunikasi penjual dengan pembeli di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali, (3) faktor yang melatarbelakangi penggunaan alih kode dan campur kode dalam komunikasi penjual dengan pembeli di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. A. Bentuk alih kode dan campur kode dalam komunikasi penjual dan pembeli di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. 1. Bentuk Alih Kode Bentuk alih kode dan campur kode dalam komunikasi penjual dan pembeli di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali, ditemukan alih kode bahasa atau alih kode variasi bahasa yang dapat dibedakan menjadi 4 macam yaitu, (1) alih kode dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia, (2) alih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko ke dalam bahasa Jawa ragam Krama, dan (3) alih kode bahasa Jawa ragam krama ke 42

43 43 dalam bahasa Jawa ragam ngoko. Berikut ini bentuk pengunaan alih kode dan campur kode dalam komunikasi penjual dan pembeli di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Data 5 a. Alih kode dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia Pembeli (O1) : Golek sapi, Mas. kandhange wis padha reget ya. Nyari sapi, Mas?. Kandangnya semua kotor ya Penjual (O2) : jarene mulai pembangunan Pak? Katanya mulai pembangunan Pak? Pembeli (O1) :Kata pak Lurah, kemarin juga sudah maju kok proposalnya. Katanya pak Lurah, kemarin juga sudah maju kok proposalnya Penjual (O2) : Wah berarti ya segera itu. Wah berarti ya segera itu Pembeli (O1) : lha kudune ya ngono ya Mas, delok wae engko. Harusnya ya gitu ya Mas, lihat aja nanti Peristiwa tutur pada data 5 terjadi di di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Senin 21 Desember 2015 pukul 10:15 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai pembeli dan (O2) sebagai penjual yang sedang membicarakan tentang keadaan kandang di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali yang sudah mulai kotor dan jelek keduanya sudah saling mengenal, pembeli yang ingin membeli sapi sekaligus sebagai carik di dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali, situasi komunikasi yang terjadi adalah santai. Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode intern, alih kode dari bahasa Jawa yang dilakukan oleh 43

44 44 pembeli (O1). Pada awalnya (O1) menggunakan bahasa Jawa kepada (O2) yaitu golek sapi, Mas. kandhange wis padha reget ya nyari sapi, Mas?. Kandangnya semua kotor ya kemudian beralih kode ke bahasa Indonesia yaitu kata pak Lurah, kemarin juga sudah maju lho proposale Katanya pak Lurah, kemarin juga sudah maju lho proposalnya. Alih kode tersebut disebut alih kode intern yaitu alih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko ke bahasa Indonesia yang menimbulkan fungsi baru. Fungsi peralihan kode tersebut adalah lebih komunikatif memberitahu kepada mitra tutur bahwa proposal pembangunan pasar hewan sudah diurus oleh Pak lurah dan sudah diterima oleh pemerintah. Faktor yang melatarbelakangi penggunaan alih kode adalah lawan tutur (O2) yaitu penjual menggunakan bahasa Indonesia untuk menjawab pertanyaan dari pembeli (O1) yang sebagai pembeli sekaligus seorang Pak carik di desa Jeron. Kemudian pembeli (O1) yang pada mulanya menggunakan bahasa Jawa kemudian beralih kode ke dalam bahasa Indonesia, sehingga (O1) ingin mengimbangi bahasa yang digunakan oleh (O2). Latar belakang alih kode ini disebut dengan faktor situasional, karena mengimbangi bahasa yang digunakan oleh lawan tutur. Data 6 Penjual (O1) : Anu ki Mas, jinise lho anakan apa rodo gedhe Mas? Gini Mas, jenisnya itu yang kecil apa agak besar Mas? Pembeli (O2) : Punya Bapak dari kanan ini? Punya Bapak dari kanan ini? Penjual (O1) : Iya kanan ini, ini lho Mas satu baris. Iya kanan ini, ini lho Mas satu baris Pembeli (O2) : Besar-besar nggih. Besar-besar ya Penjual (O1) : Pak Paidi sing rada anakan kecil Mas. 44

45 45 Pak Paidi yang agak anakan kecil Mas Pembeli (O2) : Pak Paidi udah satu tadi. Pak Paidi sudah satu tadi Peristiwa tutur pada data 6 terjadi di di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Senin 21 Desember 2015 pukul 09:38 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O2) sebagai penjual yang sedang membicarakan tentang sapi yang kemarin sudah dibicarakan yang ingin dibeli oleh (O1) dan ditanyakan kembali oleh (O2) kepada (O1) lalu (O1) memberikan beberapa pilihan, situasi komunikasi yang terjadi adalah santai. Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode intern, alih kode dari bahasa Jawa yang dilakukan oleh penjual (O1). Pada awalnya (O1) menggunakan bahasa Jawa kepada (O2) yaitu anu ki Mas, jinise lho anakan apa rada gedhe Mas? Gini Mas, jenisnya itu lho kecil apa agak besar Mas? kemudian beralih kode ke bahasa Indonesia yaitu iya kanan ini, ini lho Mas satu baris iya kanan ini, ini lho Mas satu baris. Alih kode tersebut disebut alih kode intern, yaitu alih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko ke bahasa Indonesia yang menimbulkan fungsi baru. Fungsi peralihan kode tersebut adalah mempertegas pembicaraan yaitu memberitahu kepada mitra tutur bahwa sapi yang dia jual berada satu baris dari kanan. Karena berasal dari Jakarta dan sedkit mengetahui tentang bahasa Jawa maka lebih sering menggunakan bahasa Indonesia kemudian penjual mempertegas pembicaraan menggunakan bahasa Indonesia agar pembeli jelas dengan apa yang dia bicarakan. 45

46 46 Faktor yang melatarbelakangi penggunaan alih kode adalah lawan tutur (O2) yaitu penjual (O1) pada mulanya menggunakan bahasa Jawa karena dia penduduk asli, kemudian saat menjawab pertanyaan pembeli (O2) menggunakan bahasa Indonesia karena ingin mengimbangi bahasa yang digunakan oleh (O2) dan agar bahasa yang digunakan lebih dimengerti karena pembeli (O2) berasal dari Jakarta. Latar belakang alih kode ini disebut dengan faktor situasional, karena mengimbangi bahasa yang digunakan oleh lawan tutur. Data 7 Penjual (O1) : Pesen apa wae mau Dhik? Pesen apa saja tadi Dek? Pembeli (O2) : Mie ayam satu, mieso satu Buk. Mie ayam satu, mieso satu Buk Penjual (O1) : Minumnya apa aja Dhik. Minumnya apa saja Dek? Pembeli (O2) : Es teh manis sama es teh tawar Buk. Es teh manis sama es teh tawar Buk Peristiwa tutur pada data 7 terjadi di di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Selasa 11 Oktober 2016 pukul 13:00 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai penjual dan (O2) sebagai pembeli, pemjual menanyakan pesanan kepada pembeli, komunikasi yang terjadi adalah santai. Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode intern, alih kode dari bahasa Jawa yang dilakukan oleh penjual (O1). Pada awalnya (O1) menggunakan bahasa Jawa kepada (O2) yaitu pesen apa wae mau Dhik? Pesen apa saja tadi Dek?, kemudian beralih kode ke bahasa Indonesia yaitu minumnya apa aja Dhik? Minumnya 46

47 47 apa saja Dek?. Alih kode tersebut disebut alih kode intern, yaitu alih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko ke bahasa Indonesia yang menimbulkan fungsi baru. Fungsi peralihan kode tersebut adalah lebih kominukatif menanyakan pesanan makanan kepada pembeli (O2) karena (O2) menggunakan bahasa Indonesia saat menjawab pertanyaan, kemudian penjual (O1) juga menggunakan bahasa Indonesia saat menanyakan kembali kepada (O2). Faktor yang melatarbelakangi penggunaan alih kode adalah lawan tutur (O2) yaitu penjual (O1) pada mulanya menggunakan bahasa Jawa karena penjual (O1) sudah terbiasa menggunakan bahasa Jawa, kemudian saat menjawab pertanyaan pembeli (O2) menggunakan bahasa Indonesia karena ingin mengimbangi bahasa yang digunakan oleh (O2). (O2) yang merupakan seorang pelajar sekolah menengah atas yang biasa menggunakan bahasa Indonesia. Latar belakang alih kode ini disebut dengan faktor situasional, karena mengimbangi bahasa yang digunakan oleh lawan tutur. Data 8 b. Alih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko ke dalam bahasa Jawa ragam Krama Penjual (O1) : Dudohi ki urung karuan nek mathuk, mengko bali neh golek neh, nek ketok barange neng kene ngono genah. Memberi tahu itu belum tentu cocok, nanti balik lagi mencari lagi, kalau keliatan barangnya di sini gitu pasti Pembeli (O2) : Lha nganyang boten? Lha menawar tidak? 47

48 48 Penjual (O1) : Jenengan wau rak nika ta nyuwune?. Anda tadi kan yang itu kan mintanya? Pembeli (O2) : Nggih nika sing gagah sanes niki. Iya, itu yang gagah bukan yang ini Penjual (O1) : Lha nggih, nek nika pas boten saget kurang. Lha iya, kalau itu pas tidak bisa kurang Peristiwa tutur pada data 8 terjadi di di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Senin 21 Desember 2015 pukul 08:38 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai penjual yang menawarkan dan membeli pilihan sapi kepada pembeli (O2), situasi komunikasi yang terjadi adalah penuh dengan keseriusan. Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode intern, alih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko yang dilakukan oleh penjual (O1). Pada awalnya (O1) menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada (O2) yaitu dudohi ki urung karuan nek mathuk, mengko bali neh golek neh, nek ketok barange neng kene ngono genah memberi tahu itu belum tentu cocok, nanti kembali lagi mencari lagi, kalau kelihatan barangnya di sini gitu pasti kemudian beralih kode ke bahasa Jawa ragam krama yaitu jenengan wau rak nika ta nyuwune? anda tadi kan yang itu kan mintanya?. Alih kode tersebut disebut alih kode intern yaitu alih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko ke bahasa Jawa ragam krama yang menimbulkan fungsi baru. Fungsi peralihan kode tersebut adalah untuk mempertegas pembicaraan menanyakan pilihan sapi yang semula dipilih oleh pembeli (O2) untuk tidak menawar karena harga sapinya bagus dan pas tidak boleh ditawar lagi. 48

49 49 Faktor yang melatarbelakangi penggunaan alih kode adalah lawan tutur (O2), penutur (O1) sengaja beralih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko ke dalam bahasa Jawa ragam krama karena ingin mengimbangi bahasa yang digunakan pembeli (O2) yang menggunakan bahasa Jawa ragam krama untuk menanyakan tentang tawar menawar, kemudian penjual (O1) beralih kode ke dalam bahasa Jawa ragam krama. Latar belakang alih kode ini disebut dengan faktor situasional, karena penutur dengan sengaja beralih kode karena ingin mengimbangi bahasa yang digunakan oleh mitra tutur. Data 9 Penjual (O1) : Iki suk mbok dol meneh bathi genah, tenan ora kok aku gawe-gawe. Ini besok kalau Anda jual lagi pasti untung, bener tidak kok saya bikin-bikin Pembeli (O2) : Pama ora sapi perah, ning sapi kepu ngene ki lho Mas. Seumpama bukan perah, tapi sapi kepu gini ini lho Mas Penjual (O1) : Wis gede, pancene boten kok semi-semi ngeten niki. sudah besar, memang bukan semi-semi seperti ini Pembeli (O2) : Nek sing lor kae?. Kalau yang utara itu? Penjual (O1) : Nggih sae, napa putih niki? Iya bagus, apa putih ini? Pembeli (O2) : Iki? Ini? Penjual (O1) : Lha niku, iki selak mulih masalahe Mas. Iya itu, ini segera akan pulang masalahnya Mas Peristiwa tutur pada data 9 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari sabtu 29 Desember 2015 pukul 11:14 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai penjual yang menjelaskan 49

50 50 tentang sapi yang dia jual besar dan bagus kepada pembeli (O2). Komunikasi yang terjadi adalah penuh dengan keseriusan. Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode intern, alih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko yang dilakukan oleh penjual (O1). Pada awalnya (O1) menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada (O2) yaitu Iki suk mbok dol meneh bathi genah, tenan ora kok aku gawe-gawe Ini besok kalau Anda jual lagi pasti untung, bener tidak kok saya bikin-bikin kemudian beralih kode ke bahasa Jawa ragam krama pancene boten kok semi-semi ngeten niki sudah besar, memang bukan semi-semi kaya gini.alih kode tersebut disebut alih kode intern yaitu alih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko ke bahasa Jawa ragam krama yang menimbulkan fungsi baru. Fungsi peralihan kode tersebut adalah untuk mempertegas pembicaraan menjelaskan tentang sapi yang dijual oleh penjual (O1) bahwa sapinya dijamin bagus dan akan menghasilkan keuntungan jika dipelihara sampai besar nanti kepada pembeli (O2). Faktor yang melatarbelakangi penggunaan alih kode adalah penutur (O1), penutur (O1) sengaja beralih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko ke dalam bahasa Jawa ragam krama karena ingin menghargai pembeli (O2) karena sudah menanyakan sapi yang dijual oleh penjual (O1) dan agar pembeli (O2) segera memilih sapi karena penjual (O1) akan segera pulang, kemudian penjual (O1) beralih kode ke dalam bahasa Jawa ragam krama. Latar belakang alih kode ini disebut dengan faktor situasional, karena penutur ingin bersikap sopan kepada mitra tutur. 50

51 51 Data 10 Penjual (O1) : Sing endi ta Mbah? Yang mana Kek? Pembeli (O2) : Kae lho kae, ayo rana sik. Itu lho itu, ayo kesana dulu Penjual (O1) : Ayo jajal, endi jal sing kaya ngapa penasaran aku. Ayo coba, mana coba yang seperti apa penasaran saya Pembeli (O2) : Iki lho karepku ki, karo dodolane dhewe kok lali. Ini maksud saya, dengan dagangannya sendiri mengapa lupa Penjual (O1) : alah, niki ta Mbah?, lha nek sing niki ya regine nambah niku, Pripun?. Ini ya Kek?, kalau yang ini harganya nambah, bagaimana? Peristiwa tutur pada data 10 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Kamis 6 Oktober 2016 pukul 12:10 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai penjual dan (O2) sebagai pembeli, keduanya sedang berbincang-bincang tentang jenis sepeda yang diinginkan oleh pembeli (O2), karena O2 ingin membeli sepeda kepada O1. Komunikasi yang terjadi adalah penuh dengan keseriusan. Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode intern, alih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko yang dilakukan oleh penjual (O1). Pada awalnya (O1) menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada (O2) yaitu ayo jajal, endi jal sing kaya ngapa penasaran aku ayo coba, mana coba yang seperti apa penasaran saya kemudian beralih kode ke bahasa Jawa ragam krama oalah, niki ta Mbah?, lha nek sing niki ya regine nambah niku, Pripun? ini ya Kek?, kalau yang ini harganya nambah, bagaimana?. Alih kode tersebut disebut alih kode intern yaitu alih kode 51

52 52 dari bahasa Jawa ragam ngoko ke bahasa Jawa ragam krama yang menimbulkan fungsi baru. Fungsi peralihan kode tersebut adalah untuk memberikan penghormatan, O1 beralih kode menggunakan bahasa Jawa ragam krama karena agar lebih sopan menanyakan harga kepada O2 sebagai pembeli. Faktor yang melatarbelakangi penggunaan alih kode adalah penutur (O1), penutur (O1) sengaja beralih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko ke dalam bahasa Jawa ragam krama karena ingin menghargai pembeli (O2) agar bersedia menambah harga untuk membeli sepeda dagangannya. Latar belakang alih kode ini disebut dengan faktor situasional, karena penutur ingin bersikap sopan kepada mitra tutur. c. Alih kode dari bahasa Jawa ragam krama ke dalam bahasa Jawa Data 11 ragam ngoko Pembeli (O1) : Wong itungan kok kabeh ngroyok, sing genah ning pasar ya ning pasar wae Mbah. Orang lagi hitungan kok semua merubung, yang bener di pasar ya di pasar aja Kek Penjual (O2) : Niki lho kleru dhuite sampeyan mengke. Ini lho salah uang Anda nanti Pembeli (O1) : Sik wae Mbah, sik wong duwite ya jik digawa anakku. Nanti aja Kek, uangnya juga masih dibawa anak saya Penjual (O2) : gene wae, nek mathuk karo mbahe ndang wehana kana raketang satus rongatus. Gini saja, kalau setuju sama kakek buruan kasihkan sana sekitar seratus duaratus Pembeli (O1) : Sik Mbah, ngenteni anakku wae. Nanti Kek, nunggu anak saya saja 52

53 53 Peristiwa tutur pada data 11 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Sabtu 29 Desember 2015 pukul 09:15 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O2) sebagai pembeli yang mengeluhkan tentang ramainya para penjual yang mengeroyok pembeli (O2) karena banyaknya tawaran harga dari para penjual sapi. Komunikasi yang terjadi adalah santai tetapi serius. Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode intern, alih kode dari bahasa Jawa ragam krama yang dilakukan oleh penjual (O2). Pada awalnya (O2) menggunakan bahasa Jawa ragam krama kepada (O1) yaitu niki lho kleru dhuite sampeyan mengke Ini lho salah uang Anda nanti kemudian beralih kode ke bahasa Jawa ragam ngoko ngene wae, nek mathuk karo mbahe ndang wehana kana raketang satus rongatus gini saja, kalau setuju sama kakek buruan kasihkan sana sekitar seratus duaratus. Alih kode tersebut disebut alih kode intern yaitu alih kode dari bahasa Jawa ragam krama ke bahasa Jawa ragan ngoko yang menimbulkan fungsi baru. Fungsi peralihan kode tersebut adalah lebih komunikatif merayu pembeli (O1) untuk memberikan uang muka agar membeli sapi yang ditawarkan oleh penjual (O1) karena pembeli (O2) tidak segera memberi keputusan. Faktor yang melatarbelakangi penggunaan alih kode adalah bergantinya topik awalnya penutur (O1) menggunakan bahasa Jawa ragam krama agar lebih sopan karena pembeli (O2) sedikit jengkel, kemudian penutur (O1) sengaja beralih kode ke bahasa Jawa ragam ngoko karena 53

54 54 topik yang dibicarakan berbeda dan agar lebih santai berbicara dengan pembeli (O2). Latar belakang alih kode ini disebut dengan faktor situasional, karena topik yang dibicarakan berbeda dan (O2) ingin mengubah situasi tutur dari situasi yang sopan dan serius ke situasi santai. Data 12 Penjual (O1) : Wo, yawis nek selak kanggo ning nyuwun sewu menawi enten rembuk kula sing boten mranani, kula nyuwun ngapura. Ow, yauda kalau keburu dipakai tapi minta maaf kalau ada pembicaraan saya yang tidak enak, saya minta maaf Pembeli (O2) : Nggih. Iya Penjual (O1) : Aku wong tuwa pada wong tuwa nek di ulek-ulek wong mesakne aku tak lunga. Saya orang tua sama orang tua kalau dikerubuti orang banyak saya akan pergi Pembeli (O2) : Nggih kula matur nuwun. Iya saya berterimakasih Penjual (O1) : Nuwun sewu, kula boten kok ngajak rame Minta maaf, sata tidak mau mengajak ramai Peristiwa tutur pada data 12 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Senin 21 Desember 2015 pukul 10:09 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai penjual yang ingin meminta maaf jika sikapnya kurang berkenan untuk pembeli (O2) karena terlalu memaksa dan mengerubung pembeli (O2). Komunikasi yang terjadi adalah santai dan penuh penyesalan. Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode intern, alih kode dari bahasa Jawa ragam krama yang dilakukan oleh penjual (O1). Pada awalnya (O1) menggunakan bahasa Jawa ragam krama kepada (O2) yaitu nuwun sewu menawi enten 54

55 55 rembuk kula sing boten mranani, kula nyuwun ngapura minta maaf kalau ada pembicaraan saya yang tidak enak, saya minta maaf kemudian beralih kode ke bahasa Jawa ragam ngoko aku wong tuwa pada wong tuwa nek di ulek-ulek wong mesakne aku tak lunga saya orang tua sama orang tua kalau dikerubuti orang banyak saya akan pergi. Alih kode tersebut disebut alih kode intern yaitu alih kode dari bahasa Jawa ragam krama ke bahasa Jawa ragam ngoko yang menimbulkan fungsi baru. Fungsi peralihan kode tersebut adalah lebih mempertegas pembicaraan bahwa penjual (O1) benar-benar ingin meminta maaf karena sikapnya dan agar (O2) memaafkan dan mengerti tentang pembicaraan yang dijelaskan oleh (O1). Latarbelakangi penggunaan alih kode adalah penutur (O1) awalnya penutur (O1) menggunakan bahasa Jawa ragam krama untuk mengatakan permintaan maafnya kepada (O2) karena rasa penyesalanya kemudian penutur (O1) sengaja beralih kode ke bahasa Jawa ragam ngoko untuk menjelaskan perasaanya ketika dalam keadaan yang sama dan agar lebih akrab dengan (O2). Latar belakang alih kode ini disebut dengan faktor situasional, karena penutur (O1) dengan sengaja beralih kode karena ingin mengubah situasi tutur untuk lebih akrab dengan mitra tutur. Data 13 Penjual (O1) : Dipendhet piyambak napa enten rencange, Pak? Di bawa sendiri atau ada temannya Pak? Pembeli (O2) : Kae enek koncone kok Mas, nek dhewe aku ya ora wani ta. Itu ada temannya Mas, kalau semdiri saya tdak berani Penjual (O1) : Lha iya ta, wis umur tuwa kok ya, ndi konen rene, Pak. Lha iya, sudah umur tua kok ya, mana disuruh kesini Pak 55

56 56 Peristiwa tutur pada data 13 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Kamis 6 Oktober 2016 pukul 10:30 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai penjual menanyakan pembeli (O2) sapinya mau di bawa pulang sendiri atau ada temannya, lalu (O2) menjawab dengan temannya. Komunikasi yang terjadi adalah santai dan sedikit bercanda. Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode intern, alih kode dari bahasa Jawa ragam krama yang dilakukan oleh penjual (O1). Pada awalnya (O1) menggunakan bahasa Jawa ragam krama kepada (O2) yaitu dipendhet piyambak napa enten rencange, Pak? di bawa sendiri atau ada temannya Pak? kemudian beralih kode ke bahasa Jawa ragam ngoko lha iya ta, wis umur tuwa kok ya, ndi konen rene, Pak lha iya, sudah umur tua kok ya, mana disuruh kesini Pak. Alih kode tersebut disebut alih kode intern yaitu alih kode dari bahasa Jawa ragam krama ke bahasa Jawa ragam ngoko yang menimbulkan fungsi baru. Fungsi peralihan kode tersebut adalah lebih lebih komunikatif untuk berkomunikasi dengan pembeli (O2), dan O1 ingin lebih santai sambil bercanda dengan O2. Latarbelakangi penggunaan alih kode adalah untuk membangkitkan rasa humor, awalnya penjual (O1) menggunakan bahasa Jawa ragam krama untuk bertanya kepada pembeli (O2) kemudian beralih kode menggunakan baasa Jawa ragam ngoko karena agar terliat lebih akrab dengan sedikit bercanda membahasa tentang umur yang sudah semakin 56

57 57 bertambah. Latar belakang alih kode ini disebut dengan faktor situasional, karena penutur (O1) dengan sengaja beralih kode karena ingin mengubah situasi tutur untuk lebih akrab dengan bercanda. 2. Bentuk Campur Kode Bentuk alih kode dan campur kode dalam komunikasi penjual dan pembeli di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali, ditemukan campur kode bahasa atau alih kode variasi bahasa yang dapat dibedakan menjadi 4 macam yaitu (1) campur kode penggunaan kata dari bahasa lain, (2) campur kode penggunaan frasa dari bahasa lain, (3) campur kode penggunaan perulangan kata dari bahasa lain. Berikut ini bentuk pengunaan campur kode dalam komunikasi penjual dan pembeli di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. a. Campur kode penggunaan kata dari bahasa lain. Data 14 Pembeli (O1) :Mbak, mie ayam loro. Mbak, mie ayam dua Penjual (O2) :O nggih, minume napa? O iya, minumnya apa? Pembeli (O1) :Es teh siji, es jeruk siji, cepakna, tak tinggal bayar sapi sik. Es teh siji, es jeruk siji, siapkan dulu, saya tinggal membayar sapi dulu Peristiwa tutur pada data 14 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Sabtu 26 Desember 57

58 pukul 12:30 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai pembeli yang memesan makanan kepada penjual (O2) kemudian (O2) bertanya minuman yang akan dipesan pembeli (O1). Situasi komunikasi yang terjadi santai. Dalam komunikasi tersebut terdapat peristiwa campur kode berupa penggunaan kata dari bahasa lain yang dilakukan oleh penjual (O2). Pada kalimat berbahasa Jawa ragam krama yaitu, O nggih, minume napa? O iya, minumnya apa?, terdapat penggunaan kata dari bahasa Indonesia yaitu kata minume yang terdapat dalam tuturan kedua di bagian kedua. Campur kode dalam tuturan di atas disebut campur kode intern yaitu disisipkannya kata dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa ragam krama. Salah satu komponen tutur disini menyatakan beban makna dalam tuturan adalah lebih mudah dipahami, sehingga lawan tutur paham dengan maksud penutur, hal ini terlihat dari jawaban pembeli yang menjawab pertanyaan penjual sehingga komunikasi menjadi lancar. Masuknya kata itu tidak menimbulkan fungsi baru. Latarbelakang yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan O2 memasukan kata dari bahasa lain karena untuk menjelaskan aau menafsirkan pertanyaan tentang minuman yang akan pembeli (O1) pesan. Latar belakang penggunaan campur kode ini disebut dengan faktor praktikal, karena lebih nyaman menegaskan maksud tuturan. 58

59 59 Data 15 Pembeli (O1) :Warung nek masakane enak, amba ora umpel-umpelan, tur bersih sisan, wis mesthi akeh sing padha mara jajan. Warung kalau masakannya enak, luas tidak desak-desakan, dan bersih juga, sudah pasti banyak yang datang untuk jajan Peristiwa tutur pada data 15 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Selasa 11 Oktober 2016 pukul 08:49 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai pembeli yang menjelaskan tentang keadaan warung yang baik agar pembeli berdatangan,situasi komunikasi yang terjadi santai. Dalam komunikasi tersebut terdapat peristiwa campur kode berupa penggunaan kata dari bahasa lain yang dilakukan oleh pembeli (O1). Pada kalimat berbahasa Jawa ragam ngoko yaitu, warung nek masakane enak, amba ora umpel-umpelan, tur bersih sisan, wis mesthi akeh sing padha mara jajan warung kalau masakannya enak, luas tidak desak-desakan, dan bersih juga, sudah pasti banyak yang datang untuk jajan, terdapat penggunaan kata dari bahasa Indonesia yaitu kata bersih yang terdapat dalam tuturan di atas di bagian ketiga. Campur kode dalam tuturan di atas disebut campur kode intern yaitu disisipkannya kata dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko. Salah satu komponen tutur disini menyatakan beban makna dalam tuturan adalah menegaskan penekanan atau maksud. Kata bersih memberikan penekanan atau maksud bahwa warung yang bersih akan banyak pembeli yang berdatangan. Masuknya kata itu tidak menimbulkan 59

60 60 fungsi baru. Latar belakang yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan O1 memasukan kata dari bahasa Indonesia untuk menjelaskan atau menafsirkan bahwa warung yang bersih akan banyak pembeli yang berdatangan. Latar belakang penggunaan campur kode ini disebut dengan faktor praktikal, karena digunakan untuk menegaskan maksud tuturan. Data 16 Pembeli (O1) : Mbak, sega ya, lawuhe kaya biasane. Mbak, nasi ya, lauknya seperti biasanya Pembeli (O2) : Iwake isih digoreng ki Mas, nunggu sik ya? Ayamnya masih digreng ini Mas, nunggu dulu ya? Penjual (O1) : Siap, tak sambine nonton tipi sik, iki endi remote tipine? Siap, sambil saya menonton televisi dulu, ini mana remote televisinya? Peristiwa tutur pada data 16 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Sabtu 26 Desember 2015 pukul 08:00 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai pembeli yang memesan makanan kepada penjual (O2) dan penjual meminta pembeli untuk menunggu karena makanan sedang dimasak, situasi komunikasi yang terjadi santai. Dalam komunikasi tersebut terdapat peristiwa campur kode berupa penggunaan kata dari bahasa lain yang dilakukan oleh pembeli (O1). Pada kalimat berbahasa Jawa ragam ngoko yaitu, siap, tak sambine nonton tivi sik, iki endi remote tipine? siap, sambil saya menonton televisi dulu, ini mana remote televisinya?, terdapat penggunaan kata dari bahasa Inggris yaitu kata remote yang 60

61 61 terdapat dalam tuturan pertama di bagian ketiga. Campur kode dalam tuturan di atas disebut campur kode ekstern yaitu disisipkannya kata dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko. Salah satu komponen tutur disini menyatakan beban makna dalam tuturan adalah lebih mudah dipahami. O1 menyisipkan kata dari bahasa yang lazim digunakan karena agar mudah dipahami oleh lawan tutur (O2) dengan benda yang dia maksud. Masuknya kata itu tidak menimbulkan fungsi baru. Latar belakang yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah tidak ada padanannya dalam bahasa yang digunakan. O1 memasukkan kata dari bahasa Indonesia ke dalam tuturannya karena tidak adanya padanan yang sesuai dalam bahasa asli penutur yaitu bahasa Jawa. Latar belakang penggunaan campur kode ini disebut dengan faktor lingual, karena tidak adanya kosa kata yang tepat dalam bahasa Jawa. Data 17 Pembeli (O1) : Wah edan, Lik Nano saiki tambah gantheng wae, piye kabare suwe ora kepethuk. Wah astaga, Paman Nano sekarang semakin ganteng saja, bagaimana kabarnya sudah lama tidak bertemu Pembeli (O2) : Gantheng apane, wong tambah tuwa ngene, tur aku saiki gawa kathok jeans senantiku wis ora penak blas, apik-apik wae aku, lha kowe piye? ganteng apanya, sudah semuakin tua seperti ini dan saya sekarang memakai celana jeans sudah merasa tidak nyaman, saya baik-baik saja, kamu bagaimana? Peristiwa tutur pada data 17 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Kamis 6 Oktober 2016 pukul 11:15 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai pembeli dan 61

62 62 (O2) yang juga sebagai pembeli berbincang-bincang mananyakan keadaan karena sudah lama tidak bertemu. Dalam komunikasi tersebut terdapat peristiwa campur kode berupa penggunaan kata dari bahasa lain yang dilakukan oleh pembeli (O2). Pada kalimat berbahasa Jawa ragam ngoko yaitu, gantheng apane, wong tambah tuwa ngene, tur aku saiki gawa kathok jeans senantiku wis ora penak blas, apik-apik wae aku, lha kowe piye?, ganteng apanya, sudah semuakin tua seperti ini dan saya sekarang memakai celana jeans sudah terasa tidak nyaman, saya baik-baik saja, kamu bagaimana?, terdapat penggunaan kata dari bahasa Inggris yaitu kata jeans yang terdapat dalam tuturan kedua di bagian ketiga. Campur kode dalam tuturan di depan disebut campur kode ekstern yaitu disisipkannya kata dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko. Salah satu komponen tutur disini menyatakan beban makna dalam tuturan agar mudah dipahami. O2 memasukkan kata dari bahasa Inggris yang sudah lazim digunakan untuk sebagian besar masyarakat Jawa jadi mudah memahami. Masuknya kata itu tidak menimbulkan fungsi baru. Latar belakang yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah tidak ada padanannya dalam bahasa yang digunakan. O2 memasukkan kata dari bahasa Inggris ke dalam tuturannya karena tidak adanya padanan yang sesuai dalam bahasa asli penutur yaitu bahasa Jawa. Latar belakang penggunaan campur kode ini disebut dengan faktor lingual, karena tidak adanya kosa kata yang tepat dalam bahasa Jawa. 62

63 63 b. Campur kode penggunaan frasa dari bahasa lain. Data 18 Penjual (O1) : Jare dinyang sanga seprapat. Katanya ditawar sembilan seperempat Pembeli (O2) : Bathi nuw, halah malah gawe omah wong bathi og, golekne wong panggung hiburan loro kana. Untung dong, halah nanti dibuat rumah bisa untung kok, dicarikan orang panggung hiburan dua sana Penjual (O1) : Woo, lha ya nuw. Oh, lha iya dong Pembeli (O2) : Haha, yawis nek ngono matur nuwun ya. Haha, yaudah kalau begitu terimakasih ya Peristiwa tutur pada data 18 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Kamis 31 Desember 2015 pukul 09:15 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai penjual dan (O2) sebagai pembeli yang membahas tentang keuntungan hasil penjualan sapi kemudian menjadi pembahasan humor, situasi komunikasi yang terjadi santai. Dalam komunikasi tersebut terdapat peristiwa campur kode berupa penggunaan frasa dari bahasa lain yang dilakukan oleh pembeli (O2). Pada kalimat berbahasa Jawa ragam ngoko yaitu, bathi nuw, halah malah gawe omah wong bathi og, golekne wong panggung hiburan loro kana untung dong, halah malah buat rumah orang untung kok, dicarikan orang panggung hiburan dua sana, terdapat penggunaan frasa yaitu unsur kalimat yang terdiri dari dua kata yang berkedudukan sebagai obyek, dari bahasa Indonesia yaitu kata panggung hiburan yang terdapat dalam tuturan kedua di bagian ketiga. Campur kode dalam tuturan di atas 63

64 64 disebut campur kode intern yaitu disisipkannya frasa dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko. Salah satu komponen tutur disini menyatakan beban makna dalam tuturan adalah bahasa yang digunakan lebih bervariasi. O2 menunjukan bahwa dirinya menguasai bahasa Indonesia sehingga memasukan frasa panggung hiburan dalam tuturannya dan sedikit ingin melucu dengan O1. Masuknya kata itu tidak menimbulkan fungsi baru. Latar belakang yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah identifikasi peran sosial penutur O2 memasukan frasa dari bahasa Indonesia karena O2 merupakan seorang pegawai kecamatan yang sering menggunakan bahasa Indonesia dengan rekan-rekan di kecamatan.. Latar belakang penggunaan campur kode ini disebut dengan faktor status sosial, karena penutur merupakan seorang pegawai kecamatan. Data 19 Penjual (O1) : Arep nuku ya hurung wani nek saiki, dhuitku entek bar bayar study tour anakku ning Bali. Akan membeli ya tidak berani kalau sekarang, uang saya habis untuk membayar perjalanan belajar anak saya ke Bali. Peristiwa tutur pada data 19 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Kamis 9 Oktober 2016 pukul 08:45 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai penjual memberitahu kepada mitra tutur, situasi komunikasi yang terjadi santai. Dalam komunikasi tersebut terdapat peristiwa campur kode berupa 64

65 65 penggunaan frasa dari bahasa lain yang dilakukan oleh penjual (O1). Pada kalimat berbahasa Jawa ragam ngoko yaitu, Arep nuku ya hurung wani nek saiki, dhuitku entek bar bayar study tour anakku ning Bali, akan membeli ya tidak berani kalau sekarang, uang saya habis untuk membayar perjalanan belajar anak saya ke Bali, kata isrtimu kemarin, terdapat penggunaan frasa yaitu unsur kalimat yang terdiri dari dua kata yang berkedudukan sebagai predikat, dari bahasa Inggris yaitu kata study tour yang terletak pada tuturan didepan di bagian kedua. Campur kode ini disebut campur kode intern yaitu disisipkannya frasa dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko yang tidak menimbulkan fungsi baru. Salah satu komponen tutur disini menyatakan beban makna dalam tuturan adalah bahasa yang digunakan lebih bervariasi. O1 menunjukan bahwa dirinya menguasai sedikit bahasa Inggris sehingga memasukan frasa study tour pada tuturan didepan di bagian kedua dalam tuturannya. Latar belakang yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan. O1 memasukan frasa dari bahasa Indonesia karena ingin mejelaskan bahwa kata rumah akan merupakan tempat makan yang lebih besar dari warung makan. Latar belakang penggunaan campur kode ini disebut dengan faktor status sosial, karena penutur ingin menjelaskan atau menafsirkan tuturan yang dia tuturkan kepada mitra tuturnya. 65

66 66 c. Campur kode penggunaan pengulangan kata dari bahasa lain. Data 20 Pembeli (O1) : Pit-pit mini-mini ngeteniki nek anyar pintenan kira-kira?, sejutanan nganti boten nggih?, dienggo anak wedok, nangis wae jaluk pit, mumet aku. Sepeda-sepeda mini-mini seperti ini kalau baru berapa kira-kira?, satu jutaan sampai tidak ya?, dipakai anak perempuan, nangis terus minta sepeda, pusing saya Peristiwa tutur pada data 20 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Kamis 31 Desember 2015 pukul 13:00 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai pembeli yang menanyakan harga sepeda kecil unuk anak-anak, situasi komunikasi yang terjadi santai. Dalam komunikasi tersebut terdapat peristiwa campur kode berupa penggunaan perulangan kata dari bahasa lain yang dilakukan oleh pembeli (O1). Pada kalimat berbahasa Jawa ragam krama yaitu, pitpit mini-mini ngeteniki nek anyar pintenan kira-kira?, sejutanan nganti boten nggih?, di enggo anak wedok nangis wae jaluk pit, mumet aku Sepeda-sepeda mini-mini seperti ini kalau baru berapa kira-kira?, satu jutaan sampai tidak ya?, dipakai anak perempuan, nangis terus minta sepeda, pusing saya, terdapat penggunaan perulangan kata utuh dari bahasa Indonesia yaitu kata mini-mini yang terdapat dalam tuturan di atas di bagian pertama. Campur kode dalam tuturan di depan disebut campur kode intern yaitu disisipkannya pengulangan kata utuh dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa ragam krama. 66

67 67 Salah satu komponen tutur disini menyatakan beban makna dalam tuturan adalah lebih mudah dipahami, O1 memasukan perulangan kata dari bahasa Indonesia agar pertanyaan tentang jenis sepeda yang dia inginkan lebih mudah dipahami oleh lawan tuturnya karena kebanyakan orang Jawa menyebut jenis sepeda kecil dengan kata tersebut. Masuknya kata itu tidak menimbulkan fungsi baru. Latar belakang yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan, kata tersebut digunakan oleh penutur agar lebih mudah dipahami dalam menyampaikan maksud pembicaraannya. Latar belakang penggunaan campur kode ini disebut dengan faktor praktikal, karena penutur lebih nyaman menggunakan bahasa lain untuk menjelaskan atau menafsirkan. Data 21 Penjual (O1) : Mandhek kene wae, lha kene hop stop stop, kene wae lak gampang ngunggahne sapine, ora ngganggu dalan yoan. Berhenti disini saja, iya sini berhenti berhenti, sini saja supaya gampang menaikkan sapinya, tidak mengganggu jalan juga Peristiwa tutur pada data 21 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Selasa 11 Oktober 2016 pukul 11:00 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai penjual sapi yang sedang memerintah temannya supaya memberhentikan mobil untuk mengangkut sapi, situasi komunikasi yang terjadi santai. Dalam komunikasi tersebut terdapat peristiwa campur kode berupa penggunaan pengulangan kata dari bahasa lain yang dilakukan oleh penjual (O1). Pada 67

68 68 kalimat berbahasa Jawa ragam ngoko yaitu, mandhek kene wae, lha kene hop stop stop, kene wae lak gampang ngunggahne sapine, ora ngganggu dalan yoan berhenti disini saja, iya sini berhenti berhenti, sini saja supaya gampang menaikkan sapinya, tidak mengganggu jalan juga, terdapat penggunaan perulangan kata utuh dari bahasa Inggris yaitu kata stop-stop yang terdapat dalam tuturan di depan di bagian kedua. Campur kode di depan disebut campur kode ekstern yaitu disisipkannya pengulangan kata utuh dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko. Salah satu komponen tutur disini menyatakan beban makna dalam tuturan adalah bahasa yang digunakan lebih bervariasi, O1 memasukan perulangan kata dari bahasa Inggris menunjukan bahwa dirinya menguasai bahasa lain yaitu bahasa Inggris. Latar belakang yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan, kata tersebut digunakan oleh penutur agar lebih mudah dipahami dalam menyampaikan maksud pembicaraannya. Masuknya kata itu tidak menimbulkan fungsi baru. Latar belakang penggunaan campur kode ini disebut dengan faktor praktikal, karena penutur lebih nyaman menggunakan bahasa lain untuk menjelaskan atau menafsirkan. 68

69 69 B. Fungsi alih kode dan campur kode dalam komunikasi penjual dan pembeli di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. 1. Fungsi Alih Kode Fungsi alih kode yang ditemukan dalam komunikasi penjual dan pembeli di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali yaitu, (1) lebih argumentatif untuk meyakinkan kepada mitra tutur, (2) lebih komunikatif, (3) memberikan penghormatan, (4) mempertegas pembicaraan. a. Lebih Argumentatif untuk Meyakinkan Kepada Mitra Tutur Data 22 Penjual (O1) : Raurung balik mriki melih ngaten Mbah?, pripun? Pada akhirnya balik kesini lagi gitu Kek?, bagaimana? Pembeli (O2) : Aku wis mubeng nganti sikilku kemeng kabeh iki ora entuk apa-apa blas. Saya sudah keliling sampai kaki saya pegal semua ini tidak dapat apa-apa Penjual (O1) : Kandhani gugua aku wae Mbah, ora patia akeh hambok pilih iki suk riyaya kurban sedheng wis gedhe wayah dibeleh kok. Dibilangin nurut saya saja Kek, tidak terlalu banyak mending pilih ini besok hari raya kurban sudah besar waktunya disembelih kok Pembeli (O2) : Karepku jane yo arep tak nggo kurban suk, wis timbang kesel kacek sitik wis ben wae, angger mbok terne mengko. Kepinginnya saya juga akan saya berikan buat kurban besok, yasudah daripada capek selisih sedikit tidak apa-apa, asalkan anda antarkan nanti Penjual (O1) : Yo iki nek wis bar langsung dakterne Mbah, rausah mikir wisan. Ya ini kalau sudah selesai langsung saya antar Kek, tidak usah mikir lagi 69

70 70 Peristiwa tutur pada data 22 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Sabtu 26 Desember 2015 pukul 12:05 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai penjual yang meyakinkan pembeli (O2) untuk membeli sapinya saja agar tidak lelah mencari sapi yang sesuai kemudian (O2) menyetujuinya. Komunikasi yang terjadi adalah santai. Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode intern, alih kode dari bahasa Jawa ragam krama yang dilakukan oleh penjual (O1). Pada awalnya (O1) menggunakan bahasa Jawa ragam krama kepada (O2) yaitu raurung balik mriki melih ngoten Mbah?, pripun? pada akhirnya balik kesini lagi gitu Kek?, bagaimana? kemudian beralih kode ke bahasa Jawa ragam ngoko kandhani gugua aku wae Mbah, ora patia akeh hambok pilih iki suk riyaya kurban sedheng wis gedhe wayah dibeleh kok dibilangin nurut saya saja Kek, tidak terlalu banyak mending pilih ini besok hari raya kurban sudah besar waktunya disembelih kok. Alih kode tersebut disebut alih kode intern yaitu alih kode dari bahasa Jawa ragam krama ke bahasa Jawa ragam ngoko, yang menimbulkan fungsi baru. Fungsi penggunaan kode pertama penjual (O1) menggunakan bahasa Jawa ragam krama kepada O2 adalah untuk memberikan penghormatan, karena baru mengenal O2. Kemudian O1 beralih kode kedua menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada O2. Fungsi peralihan kode tersebut adalah lebih argumentatif untuk meyakinkan mitra tutur bahwa sapi O1 sesuai jika ingin dipakai untuk hari raya idul adha maka O1 70

71 71 meyakinkan O2 untuk membeli sapinya agar tidak lelah mencari sapi keliling pasar hewan. Masing-masing tuturan masih mempertahankan fungsi. Latarbelakangi penggunaan alih kode adalah penutur (O1) awalnya penutur (O1) menggunakan bahasa Jawa ragam krama untuk menanyakan karena pembeli (O2) datang kembali ke tempat penjual (O1), kemudian O1 sebisa mungkin beralih kode menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko dengan maksud untuk mengubah situasi tutur menjadi lebih santai dan lebih akrab sehingga mitra tutur percaya bahwa apa yang dikatakannya benar. Latar belakang alih kode ini disebut dengan faktor situasional, karena penutur (O1) dengan sengaja mengubah situasi tutur untuk lebih akrab dengan mitra tutur. Data 23 Pembeli (O1) : Landhep tenan ora iki? Tajam beneran tidak ini? Penjual (O2) : Niki mang cobi riyen pripun? Ini silahkan anda coba dulu bagaimana? Pembeli (O1) : Sing wingi kae apa landhep sedina, sesuke wis gowang kabeh. Yang kemarin apa tajam sehari, besoknya sudah tumpul semua Penjual (O2) : Mosok neh?, nera ya landhep, nek ora landhep apa ya dak dol ngono lho, koe kui kok yo senengane ki, nek aritku ki genahe landhep nyatane ya awet-awet kok angger saka kene, glo..glo.. iki glo, empan tenan to dienggo ngarit mathuk thok iki. Masa sih?, pasti ya tajam, kalau tidak tajam apa ya saya jual gitu lho, kamu itu kok ya sukanya gitu, kalau sabit saya ini pasti tajam kenyataanya ya pada awet-awet kok asal dari siji, ni..ni.. ini ni, tajam beneran kan buat cari rumput cocok sekali ini Pembeli (O1) : Kene siji, sik rada cilik kuwi sik wae. Mana satu, yang gak kecil dulu saja 71

72 72 Peristiwa tutur pada data 23 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Senin 21 Desember 2015 pukul 09:00 WIB. Komunikasi dilakukan oleh pembeli (O1) dan penjual (O2) yang sedang membicarakan tentang golok yang dijual oleh penjual golok (O2). Komunikasi yang terjadi adalah santai. Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode intern, alih kode dari bahasa Jawa ragam krama yang dilakukan oleh penjual (O2). Pada awalnya (O2) menggunakan bahasa Jawa ragam krama kepada (O1) yaitu niki mang cobi riyen pripun? ini silahkan anda coba dulu bagaimana? kemudian beralih kode ke bahasa Jawa ragam ngoko mosok neh?, nera ya landhep, nek ora landhep apa ya dak dol ngono lho, koe kui kok yo senengane ki, nek aritku ki genahe landep nyatane ya do awet-awet kok angger saka kene, glo..glo.. iki glo, empan tenan to dienggo ngarit mathuk thok iki. masa sih?, pasti ya tajam, kalau tidak tajam apa ya saya jual gitu lho, kamu itu kok ya sukanya gitu, kalau sabit saya ini pasti tajam kenyataanya ya pada awet-awet kok asal dari siji, ni..ni.. ini ni, tajam beneran kan buat cari rumput cocok sekali ini. Alih kode tersebut disebut alih kode intern yaitu alih kode dari bahasa Jawa ragam krama ke bahasa Jawa ragam ngoko yang menimbulkan fungsi baru. Fungsi penggunaan kode pertama penjual (O2) menggunakan bahasa Jawa ragam krama kepada pembeli (O1) adalah memberikan penghormatan, karena baru mengenal O1. Kemudian O2 beralih kode kedua menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada O1. Fungsi 72

73 73 peralihan kode tersebut adalah lebih argumentatif untuk meyakinkan mitra tutur bahwa golok yang O2 jual benar-benar tajam dan terbukti setiap orang yang membeli di tempat O2 jual selalu mengeluh awet dan tahan lama. Masing-masing tuturan masih mempertahankan fungsi. Latarbelakangi penggunaan alih kode adalah bergantinya topik pembicaraan awalnya O2 menggunakan bahasa Jawa ragam krama agar lebih sopan menyuruh O1 mencoba dan membuktikan sendiri bahwa golok yang dia jual benar-benar tajam dan awet, kemudian O2 beralih kode menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko untuk menjelaskan karena O1 tetap tidak percaya dan O2 berusaha mengubah situasi tutur dengan maksud agar lebih akrab dan O1 percaya dengan apa yang dia katakan. Latar belakang alih kode ini disebut dengan faktor situasional, karena bergantinya topik yang dibicarakan. Data 24 Penjual (O1) : Padhos napa Mas? Cari apa Mas? Pembeli (O2) : Dadung loro Mbak. Tali dadung dua Mbak Penjual (O1) : Sing ageng napa sing alit? Yang besar atau yang kecil? Pembeli (O2) : Cilik wae, mung dienggo mbakohi sapi kok, ben ora polah. Kecil saja, hanya dipakai untuk engencangkan sapi, supaya tidak gerak Penjual (O1) : Cilik?, telu sisan wae Mas, regane malah luwih murah nek telu, tambah siji sisan ya. Kecil?, tiga sekalian saja Mas, harganya lebih murah kalau tiga, tambah satu sekalian ya Pembeli (O2) : Dengah-dengah kono Mbak. Terserah saja Mbak 73

74 74 Peristiwa tutur pada data 24 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Kamis 6 Oktober 2016 pukul 08:30 WIB. Komunikasi dilakukan oleh penjual (O1) menanyakan ingin membeli apa kepada pembeli (O2). Komunikasi yang terjadi adalah santai. Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode intern, alih kode dari bahasa Jawa ragam krama yang dilakukan oleh penjual (O1). Pada awalnya (O1) menggunakan bahasa Jawa ragam krama kepada (O2) yaitu sing ageng napa sing alit yang besar atau yang kecil? kemudian beralih kode ke bahasa Jawa ragam ngoko cilik?, telu sisan wae Mas, regane malah luwih murah nek telu3, tambah siji sisan ya kecil?, tiga sekalian saja Mas, harganya lebih murah kalau tiga, tambah satu sekalian ya. Alih kode tersebut disebut alih kode intern yaitu alih kode dari bahasa Jawa ragam krama ke bahasa Jawa ragam ngoko yang menimbulkan fungsi baru. Fungsi penggunaan kode pertama penjual (O1) menggunakan bahasa Jawa ragam krama kepada pembeli (O2) adalah untuk memberikan penghoramatan karena baru mengenal O2. Kemudian O1 beralih kode kedua menggunakn bahasa Jawa ragam ngoko kepada O2. Fungsi peralihan kode tersebut adalah lebih argumentatif untuk meyakinkan mitra tutur untuk membeli tali dengan jumlah tiga sekalian karena harganya akan lebih murah jika membeli tiga tali. Masing-masing tuturan masih mepertahankan fungsi. 74

75 75 Latarbelakangi penggunaan alih kode adalah penutur (O1). Awalnya O1 menggunakan bahasa Jawa ragam krama agar lebih sopan bertanya kepada pembeli (O2) yang baru saja dia kenal, kemudian O1 beralih kode menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko untuk menjelaskan dan supaya lebih akrab bahwa harga tali yang akan dibeli oleh O2 akan lebih murah jika membeli dengan jumlah 3 sekaligus. Latar belakang alih kode ini disebut dengan faktor situasional, karena penutur (O1) dengan sengaja mengubah situasi tutur untuk menjaleskan dan supaya lebih akrab dengan mitra tutur b. Lebih Komunikatif Data 25 Penjual (O1) : Itungan neng kantor wae mengko, aja neng kene. Hitungannya di kantor saja nanti, jangan disini Pembeli (O2) : Saiki wae ya, sisan dhuite pas apa orane iki. Sekarang saja ayo, sekalian uangnya cukup apa tidak ini Penjual (O1) : Mau lak mathuk wolulas setengah ta, Dhi?, wau lak ngoten nggih Pak? Tadi kan setuju delapanbelas setengah kan, Di? Tadi itu begitu ya Pak? Penjual (O3) : Iya wolulas setengah wis dibayar rongewu, kurang enembelas setengah. Iya delapanbelas setengah sudah dibayar duaribu, kurang enambelas setengah Peristiwa tutur pada data 25 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Kamis 31 Desember 2015 pukul 10:00 WIB. Komunikasi dilakukan oleh penjual (O1) dan pembeli (O2) membicarakan transaksi pembayaran hewan yang akan dibeli oleh pembeli (O2) kemudian hadir penjual (O3). Komunikasi yang 75

76 76 terjadi adalah santai tetapi serius. Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode intern, alih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko yang dilakukan oleh penjual (O1). Pada awalnya (O1) menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada (O2) yaitu mau lak mathuk wolulas setengah ta, Dhi? tadi kan setuju delapanbelas setengah kan, Di?, kemudian beralih kode ke bahasa Jawa ragam krama wau lak ngoten nggih Pak?. tadi itu begitu ya Pak?. Alih kode tersebut disebut alih kode intern yaitu alih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko ke bahasa Jawa ragam krama yang menimbulkan fungsi baru. Fungsi penggunaan kode pertama penjual (O1) menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada pembeli (O2) adalah untuk mengaskan maksud terentu, dan O1 mengunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada O2 karena sudah mengenal akrab. Kemudian O1 beralih kode kedua menggunakan bahasa Jawa ragam krama kepada penjual (O3) yang merupakan atasanya, peralihan kode tersebut adalah lebih komunikatif menanyakan kekurangan harga kepada penjual (O3) karena O3 merupakan juragan atau atasan dari O1, maka O1 beralih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko untuk berbicara dengan pembeli karena sudah mengenal kemudian beralih kode ke bahasa Jawa ragam krama untuk menghormati O3 yang merupakan atasannya. Masing-masing tuturan masih mepertahankan fungsi. Latarbelakangi penggunaan alih kode adalah hadirnya penutur ketiga (O3) awalnya O1 menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada pembeli (O2) karena sudah saling mengenal, kemudian O2 beralih kode menggunakan bahasa Jawa ragam krama kepada O3 agar lebih 76

77 77 menghormati O3 yang merupakan atasannya. Latar belakang alih kode ini disebut dengan faktor situasional, karena hadirnya penutur ketiga. Data 26 Pembeli (O1) : Nyo, tak genepi sisan nyo. Nih, saya lunasi sekalian nih Penjual (O2) : Walah susuke kok akehmen iki, sik. Dhe gadhah pecah satus ewu? Walah kembaliannya kok banyak sekali ini, sebentar. Pak punya pecahan seratus ribu? Penjual (O3) : Wah ora, ora nduwe aku nek satus. Wah tidak, tidak punya saya kalau seratus Peristiwa tutur pada data 26 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Sabtu 26 Desember 2015 pukul 11:20 WIB. Komunikasi dilakukan oleh pembeli (O1) dan penjual (O2) tentang uang pembayaran dari O2 yang tidak ada kembaliannya kemudia O2 bermaksud untuk menukar uang tersebut kepada penjual yang lain (O3). Komunikasi yang terjadi adalah sedikit tergesa-gesa. Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode intern, alih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko yang dilakukan oleh penjual (O2). Pada awalnya (O2) menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada (O1) yaitu walah susuke kok akehmen iki, sik walah kembaliannya kok banyak sekali ini, sebentar. kemudian beralih kode ke bahasa Jawa ragam krama Dhe gadhah pecah satus ewu? Pak punya pecahan seratus ribu?. Alih kode tersebut disebut alih kode intern yaitu alih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko ke bahasa Jawa ragam krama yang menimbulkan fungsi baru. 77

78 78 Fungsi penggunaan kode pertama penjual (O2) menggunakan bahasa jawa ragam ngoko kepada pembeli (O1) adalah untuk menegaskan suatu maksud tertentu dan karena sudah mengenal akrab dengan pembeli (O1). Kemudian O2 beralih kode kedua menggunakan bahasa Jawa ragam krama kepada penjual (O3). Fungsi peralihan kode tersebut adalah lebih komunikatif menanyakan pecahan uang seratus ribu rupiah kepada penjual (O3) untuk mengembalikan uang kembalian untuk pembeli (O1) karena O3 lebih tua dari O2. Masing-masing tuturan masih mepertahankan fungsi. Latarbelakangi penggunaan alih kode adalah hadirnya penutur ketiga (O3) awalnya O2 gunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada pembeli (O1) karena O1 menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko maka O2 juga menjawab menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko, kemudian beralih kode ke dalam bahasa Jawa ragam krama kepada penjual yang lain (O3) untuk menghormati karena usia 03 jauh lebih tua dari O2. Latar belakang alih kode ini disebut dengan faktor situasional, karena hadirnya penutur ketiga. Masing-masing tuturan masih memperthankan fungsi. Data 27 Pembeli (O1) : Dawet kalih Pak, pinten? Dawet dua Pak, berapa? Penjual (O2) : O.. Nggih niki Mbak, gangsal ewu. O.. iya ini Mbak, lima ribu Pembeli (O1) : Niki. Ini Penjual (O2) : Susuk gangsal ewu nggih Mbak, kae dolono sik Le, tak nyusuki Mbake iki sik. Kembali lima ribu ya Mbak, itu layani dulu Nak, saya akan memberi kembalian kepada Mbak ini dulu Penjual (O3) : Pinten? Berapa? 78

79 79 Peristiwa tutur pada data 27 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Selasa 11 Oktober 2015 pukul 11:15 WIB. Komunikasi dilakukan oleh pembeli memesan kepada penjual (O2) kemudian hadir penjual (O3) lalu penjual (O2) meminta O3 untuk membantu melayani pelanggan lain yang datang untuk membeli. Komunikasi yang terjadi adalah santai. Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode intern, alih kode dari bahasa Jawa ragam krama yang dilakukan oleh penjual (O2). Pada awalnya (O2) menggunakan bahasa Jawa ragam krama kepada (O1) yaitu susuk gangsal ewu nggih Mbak kembali lima ribu ya Mbak, kemudian beralih kode ke bahasa Jawa ragam ngoko, kae dolono sik Le, tak nyusuki Mbake iki sik itu layani dulu Nak, saya akan memberi kembalian kepada Mbak ini dulu. Alih kode tersebut disebut alih kode intern yaitu alih kode dari bahasa Jawa ragam krama ke bahasa Jawa ragam ngoko yang menimbulkan fungsi baru. Fungsi penggunaan kode pertama penjual (O2) menggunakan bahasa Jawa ragam krama kepada pembeli (O1) adalah untuk memberikan penghormatan kepada pembeli (O1) untuk menanyakan pesanan. Kemudian O2 beralih kode kedua menggunakan bahasa Jawa ragam krama kepada penjual (O3). Fungsi peralihan kode tersebut adalah lebih komunikatif menyuruh penjual (O3) untuk membantu melayani pembeli lain. O3 merupakan anak dari O2, maka O2 beralih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko untuk berbicara kepada O3 dan karena sudah terbiasa 79

80 80 menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada O3. Masing-masing tuturan masih mempertahankan fungsi. Latarbelakangi penggunaan alih kode adalah hadirnya penutur ketiga (O3) awalnya O2 menggunakan bahasa Jawa ragam krama kepada pembeli (O1) karena sudah belum saling mengenal dan lebih menghormati, kemudian O2 beralih kode menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada O3 karena sudah terbiasa dan O3 yang merupakan anak dari O2. Latar belakang alih kode ini disebut dengan faktor situasional, karena hadirnya penutur ketiga. c. Memberikan Penghormatan Data 28 Penjual (O1) : Bar niliki gone Samidi, sapine telu lemu-lemu. Habis melihat milik Samidi, sapinya tiga gemuk-gemuk Penjual (O2) : Wingi dinyang jagal lor ora oleh kok. Kemarin ditawar jagal utara tidak boleh Pembeli (O3) : Mas enek perah ora? Mas, ada sapi perah tidak? Penjual (O1) : Niki kalih mas Muji mawon, nggen kula sampun telas niku. Itu sama mas Muji saja, punya saya sudah habis ini Peristiwa tutur pada data 28 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Kamis 31 Desember 2015 pukul 13:00 WIB. Komunikasi dilakukan oleh penjual (O1) dan penjual (O2) berbincang-bincang tentang sapi milik teman mereka yang bagus kemudian datang pembeli (O3) yang menanyakan sapi karena ingin membeli. Komunikasi yang terjadi adalah santai dan penuh rasa hormat. 80

81 81 Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode intern, alih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko yang dilakukan oleh penjual (O1). Pada awalnya (O1) menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada (O2) yaitu bar niliki gone Samidi, sapine telu lemu-lemu habis melihat miliknya Samidi, sapinya tiga gemuk-gemuk. Kemudian beralih kode ke bahasa Jawa ragam krama Niki kalih mas Muji mawon, nggen kula sampun telas niku itu sama mas Muji saja, punya saya sudah habis ini. Alih kode tersebut disebut alih kode intern yaitu alih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko ke bahasa Jawa ragam krama yang menimbulkan fungsi baru. Fungsi penggunaan kode pertama penjual (O1) menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada penjual (O2) adalah untuk lebih komunikatif berbicara dengan O2 karena mereka sudah saling mengenal dan sudah terbiasa menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko untuk berkomunikasi. Kemudian O1 beralih kode kedua menggunakan bahasa Jawa ragam krama kepada pembeli (O3). Fungsi peralihan kode tersebut tersebut adalah untuk memberikan penghormatan. O1 menunjukan kesopanan bahasanya kepada O3 yang merupakan pembeli dengan cara beralih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko beralih menggunakan bahasa Jawa ragam krama agar sopan terhadap pembeli. Masing-masing tuturan masih mempertahankan fungsi. Latarbelakangi penggunaan alih kode adalah hadirnya penutur ketiga (O3). Awalnya O1 gunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada penjual (O2) yang berbincang-bincang tentang sapi milik temannya karena O2 merupakan teman dari O1 yang memiliki profesi sama sebagai penjual 81

82 82 sapi di pasar hewan, kemudian beralih kode ke dalam bahasa Jawa ragam krama kepada pembeli (O3) untuk menghormati karena O3 merupakan pembeli agar lebih menghormati kemudian O1 beralih kode menggunakan bahasa yang lebih sopan. Latar belakang alih kode ini disebut dengan faktor situasional, karena hadirnya penutur ketiga dan agar lebih sopan. Data 29 Pembeli (O1) : Iki alamate, terna saiki ditunggu bocahku mengko ning kandhang kana. Ini alamatnya, antarkan sekarang ditunggu orang saya nanti di kandang sana Penjual (O2) : Iya, bar iki tak nali siji iki gek budhal rana. Iya, setelah ini menali satu ini terus brangkat kesana Penjual (O3) : Ndang saiki wae Min, mumpung dalan sepi, engko nek wayah bubaran malah rame, tak taline kene. Cepat sekarang saja Min, mumpung jalanan sepi, nanti kalau waktu pulang pasti rame, saya talikan saja sini Penjual (O2) : Ngoten? Oo.. Nggih kula budhal sakniki. Begitu? Oo.. Iya saya berangkat sekarang Peristiwa tutur pada data 29 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Kamis 31 Desember 2015 pukul 10:45 WIB. Komunikasi dilakukan oleh pembeli (O1) menyuruh penjual (O2) agar segera mengantar sapi yang O1 beli kerumah. Komunikasi yang terjadi adalah tergesa-gesa dan penuh rasa hormat. Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode intern, alih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko yang dilakukan oleh penjual (O2). Pada awalnya (O2) menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada (O1) yaitu iya, bar iki tak nali siji iki gek budhal rana iya, setelah ini menali satu ini terus brangkat 82

83 83 kesana. Kemudian beralih kode ke bahasa Jawa ragam krama ngoten? Oo.. Nggih kula budhal sakniki begitu? Oo.. Iya saya berangkat sekarang. Alih kode tersebut disebut alih kode intern yaitu alih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko ke bahasa Jawa ragam krama yang menimbulkan fungsi baru. Fungsi penggunaan kode pertama penjual (O2) menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada pembeli (O1) adalah untuk lebih komunikatif berbicara dengan O2 karena mereka sudah saling mengenal dan sudah terbiasa menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko untuk berkomunikasi. Kemudian O2 beralih kode kedua menggunakan bahasa Jawa ragam krama kepada penjual (O3). Fungsi peralihan kode kedua tersebut adalah untuk memberikan penghormatan. O2 menunjukan kesopanan bahasanya kepada O3 yang merupakan atasan dari O2 maka O2 menggunakan bahasa Jawa ragam krama karena menghormati dan sudah biasa menggunakan bahasa Jawa ragam krama untuk berkomunikasi dengan pimpinannya. Masing-masing tuturan masih mempertahankan fungsi. Latarbelakangi penggunaan alih kode adalah hadirnya penutur ketiga (O3). Awalnya O2 gunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada pembeli (O1) yang yang menyuruh agar segera mengantar sapinya kerumah karena O1 merupakan pembeli yang sudah langganan maka O1 dan O2 sudah sering bertemu dan akrab, kemudian beralih kode ke dalam bahasa Jawa ragam krama kepada penjual (O3) untuk menghormati karena O3 merupakan atasan atau pimpinan dari O2 karena sudah biasa menggunakan bahasa Jawa ragam krama dalam berkomunikasi sehari-sahi maka O2 83

84 84 menjawab perintah dari O3 dengan menggunakan bahasa Jawa ragam krama juga karena agar lebih sopan. Latar belakang alih kode ini disebut dengan faktor situasional, karena hadirnya penutur ketiga dan agar lebih sopan. Data 30 Penjual (O1) : Yahmene rek arek mulih, lha apa wis kepayon? Jam segini kok mau pulang, apa sudah laku? Penjual (O2) : Hurung eg, dibel bojoku kon mulih, dijak tilik wong loro neng Jebres. Belum, ditelfon istri saya disuruh pulang, diajak menjenguk orang sakit di Jebres Penjual (O3) : To, kowe mau ngerti Lilik ora? To, kamu tadi melihat Lilik tidak? Penjual (O2) : Wau turene ajeng wangsul niku Pak, napa dereng pamit jenengan? Tadi katanya akan pulang gitu Pak, apa belum berpamitan dengan Anda? Penjual (O3) : Owalah mulih jebule, yawis nek ngono. Owalah pulang ternyata, yasudah kalau begitu Peristiwa tutur pada data 30 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Kamis 6 Oktober 2016 pukul 09:30 WIB. Komunikasi dilakukan oleh penjual (O1) bertanya kepada penjual (O2) karena O2 akan pulang lebih awal dari biasanya., kemudian hadir penjual (O3) sebagai penutur ketiga yang datang menanyakan rekan kerjanya kepada O2. Komunikasi yang terjadi adalah santai. Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode intern, alih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko yang dilakukan oleh penjual (O2). Pada awalnya (O2) menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada (O1) yaitu hurung eg, dibel bojoku kon mulih, dijak tilik wong loro neng Jebres 84

85 85 belum, ditelfon istri saya disuruh pulang, diajak menjenguk orang sakit di Jebres. Kemudian beralih kode ke bahasa Jawa ragam krama kepada penjual (O3) wau turene ajeng wangsul niku Pak, napa dereng pamit jenengan?, tadi katanya akan pulang gitu Pak, apa belum berpamitan dengan Anda?. Alih kode tersebut disebut alih kode intern yaitu alih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko ke bahasa Jawa ragam krama yang menimbulkan fungsi baru. Fungsi penggunaan kode pertama penjual (O2) menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada penjual (O1) adalah untuk lebih komunikatif berbicara dengan O2 karena mereka sudah saling mengenal dan sudah terbiasa menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko untuk berkomunikasi. Kemudian O2 beralih kode kedua menggunakan bahasa Jawa ragam krama kepada penjual (O3). Fungsi peralihan kode kedua tersebut adalah memberikan penghormatan. O2 menunjukan kesopanan bahasanya kepada O3 karena O3 lebih tua dari O2, maka O2 menggunakan bahasa Jawa ragam krama karena menghormati dan sudah biasa menggunakan bahasa Jawa ragam krama untuk berkomunikasi dengan O3. Masing-masing tuturan masih mempertahankan fungsi. Latarbelakangi penggunaan alih kode adalah hadirnya penutur ketiga (O3). Awalnya O2 gunakan bahasa Jawa ragam ngoko untuk menjawab pertanyaan dari penjual (O1) karena O1 merupakan teman yang sudah lama dikenal, kemudian beralih kode ke dalam bahasa Jawa ragam krama kepada penjual (O3) untuk menghormati karena O3 lebih tua darinya dan sudah biasa menggunakan bahasa Jawa ragam krama dalam 85

86 86 berkomunikasi sehari-sahi maka O2 menjawab pertanyaan dari O3 dengan menggunakan bahasa Jawa ragam krama karena agar lebih sopan. Latar belakang alih kode ini disebut dengan faktor situasional, karena hadirnya penutur ketiga dan agar lebih sopan. d. Mempertegas Pembicaraan Data 31 Penjual (O1) : Sapi eloke kaya ngene kok jik kurang piye horok?,karepmu lak sing gelem mangan suket tur ora nolak damen ta? tenang saja nanti tak ambile lagi kalau nolak damen, jangan khawatir ngono lho. Sapi bagusnya kaya gini kok masih kurang gimana coba?, kamu meminta yang doyan makan ruput dan tidak menolak jerami kan?, tenang saja nanti saya ambil lagi kalau nolak jerami, jangan khawatir gitu lho Pembeli (O2) : Hahaha.. Ngono cocok, tenan lho ya. Hahaha.. seperti itu cocok, beneran ya Peristiwa tutur pada data 31 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Sabtu 31 Desember 2015 pukul 10:45 WIB. Komunikasi dilakukan oleh penjual (O1) dan pembeli (O2) tentang sapi jika sapinya tidak sesuai yang dharapkan pembeli (O2) maka akan diambil kembali oleh (O1). Komunikasi yang terjadi adalah santai. Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode intern, alih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko yang dilakukan oleh penjual (O1). Pada awalnya (O1) menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada (O2) yaitu sapi elok e kaya ngene kok jik kurang piye horok? karepmu lak sing ora nolak damen ta? sapi bagusnya kaya gini kok masih kurang gimana coba?, kamu meminta yang tidak menolak jerami kan?. Kemudian 86

87 87 beralih kode ke bahasa Indonesia tenang saja nanti tak ambile lagi kalau nolak damen, jangan khawatir tenang saja nanti saya ambil lagi kalau menolak jerami, jangan khawatir. Alih kode tersebut disebut alih kode intern yaitu alih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko ke bahasa Indonesia yang menimbulkan fungsi baru. Fungsi penggunaan kode pertama penjual (O1) menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada pembeli (O2) adalah untuk menegaskan suatu maksud. Kemudian O1 beralih kode kedua menggunakan bahasa Indonesia kepada O2. Fungsi peralihan kode tersebut adalah mempertegas pembicaraan. O1 mempertegas pembicaraannya dengan akan mengambil kembali sapi yang sudah dibeli oleh pembeli jika sapi tersebut tidak sesuai yang diharpkan oleh pembeli (O2), dan menyuruh agar O2 tidak khawatir. Masing-masing masih mempertahankan fungsi. Latarbelakangi penggunaan alih kode adalah membangkitkan rasa humor. Awalnya O1 gunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada pembeli (O2), kemudian beralih kode ke dalam bahasa Indonesia karena O1 sengaja mengubah suasana tutur ingin melucu mempertegas pembicaraannya serta meyakinkan agar pembeli yakin dengan apa yang O1 katakan. Latar belakang alih kode ini disebut dengan faktor situasional, karena ingin membangkitkan rasa humor dan mengubah situasi tutur. Data 32 Penjual (O1) : Dudohi ki urung karuan nek mathuk, mengko bali neh golek neh, nek kethok barange neng kene ngono genah. Memberi tahu itu belum tentu cocok, nanti kembali lagi mencari lagi, kalau kelihatan barangnya di sini gitu pasti Pembeli (O2) : Lha nganyang boten? 87

88 88 Lha menawar tidak? Penjual (O1) : Jenengan wau rak nika ta rembuge? Anda tadi yang itu kan bilangnya? Pembeli (O2) : Nggih nika sing gagah sanes niki. Iya, itu yang gagah bukan yang ini Peristiwa tutur pada data 32 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Senin 21 Desember 2015 pukul 12:00 WIB. Komunikasi dilakukan oleh penjual (O1) dan pembeli (O2) berdepat memilih sapi dengan harga yang sesuai dengan pembeli. Komunikasi yang terjadi adalah penuh dengan keseriusan. Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode intern, alih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko yang dilakukan oleh penjual (O1). Pada awalnya (O1) menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada (O2) yaitu dudohi ki urung karuan nek mathuk, mengko bali neh golek neh, nek kethok barange neng kene ngono genah memberi tahu itu belum tentu cocok, nanti kembali lagi mencari lagi, kalau kelihatan barangnya di sini gitu pasti. Kemudian beralih kode ke bahasa Jawa ragam krama jenengan wau rak nika ta rembuke? anda tadi yang itu kan bilangnya. Alih kode tersebut disebut alih kode intern yaitu alih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko ke bahasa Jawa ragam krama yang menimbulkan fungsi baru. Fungsi penggunaan kode pertama penjual (O1) menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada pembeli (O2) adalah agar lebih komunikatif dalam berkomunikasi dengan O2. Kemudian O1 beralih kode kedua menggunakan bahasa Jawa ragam krama kepada O2. Fungsi peralihan kode tersebut adalah mempertegas pembicaraan. O1 mempertegas 88

89 89 pembicaraannya dengan memberikan pertanyaan kepada O2 dengan pilihan sapinya yang pertama. Masing-masing tuturan masih mempertahankan fungsinya. Latarbelakangi penggunaan alih kode adalah bergantinya topik yang dibicarakan. Awalnya O1 gunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada pembeli (O2), kemudian beralih kode ke dalam bahasa Jawa ragam krama karena topik yang dibicarakan berbeda O1 sengaja mengubah suasana tutur ingin menjadi lebih serius karena awalnya santai dan agar lebih sopan memberikan pertanyaan kepada O2. Latar belakang alih kode ini disebut dengan faktor situasional, karena bergantinya topik yang dibicarakan. Data 33 Penjual (O1) : Dhahar napa wau Mas? rames kok nggih? Makan apa tadi Mas? nasi rames ya? Pembeli (O2) : Iya Bu, siji, biasa ora usah gawa endhog. Iya Bu, satu, biasa tidak pakai telur Penjual (O1) : Ngeneki? biasa sayur thok ora gawa endhog ngene?,tempene iya pa rak? Seperti ini? Biasa sayur saja tidak pakai telur begini? tempenya iya apa tidak? Pembeli (O2) : Iya uwis ngono thok. Iya sudah begitu saja Peristiwa tutur pada data 33 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Kamis 6 Oktober 2015 pukul 09:15 WIB. Komunikasi dilakukan oleh penjual (O1) dan pembeli (O2) saling tanya jawab menanyakan pesanan makanan. Komunikasi yang terjadi adalah santai. Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode intern, alih kode dari bahasa Jawa ragam krama yang dilakukan oleh penjual 89

90 90 (O1). Pada awalnya (O1) menggunakan bahasa Jawa ragam krama kepada (O2) yaitu dhahar napa wau Mas? rames kok nggih? Makan apa tadi Mas? nasi rames ya?. Kemudian beralih kode ke bahasa Jawa ragam ngoko ngeneki? biasa sayur thok ora gawa endhog ngene? tempene iya pa rak? seperti ini? Biasa sayur saja tidak pakai telur begini?, tempenya iya apa tidak?. Alih kode tersebut disebut alih kode intern yaitu alih kode dari bahasa Jawa ragam krama ke bahasa Jawa ragam ngoko yang menimbulkan fungsi baru. Fungsi penggunaan kode pertama penjual (O1) menggunakan bahasa Jawa ragam krama kepada pembeli (O2) adalah untuk memberikan penghormatan karena O2 merupakan serang pembeli dan agar terlihat sopan. Kemudian O1 beralih kode menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada O2. Fungsi peralihan kode tersebut adalah mempertegas pembicaraan. O1 mempertegas pembicaraannya untuk menanyakan kejelasan makanan yang dipesan oleh pembeli (O2) dan agar terlihat lebih akrab. Masing-masing tuturan masih mempertahankan fungsinya. Latarbelakangi penggunaan alih kode adalah bergantinya topik yang dibicarakan. Awalnya O1 gunakan bahasa Jawa ragam krama kepada pembeli (O2), kemudian beralih kode ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko karena topik yang dibicarakan berbeda O1 sengaja sengaja mengubah beralih kode menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko karena agar lebih nyaman memperjelas pertanyaan kepada pembeli (O2). Latar belakang alih kode ini disebut dengan faktor situasional, karena bergantinya topik yang dibicarakan. 90

91 91 2. Fungsi Campur Kode Fungsi campur kode yang ditemukan dalam komunikasi penjual dan pembeli di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali yaitu, (1) bahasa yang digunakan lebih bervariasi, (2) lebih mudah dipahami, (3) menegaskan penekanan atau maksud, (4) menunjukkan identitas diri. a. Bahasa yang digunakan Lebih Bervariasi Data 34 Penjual (O1) : Tunggunen sapi iki sedilit, tak jupuk anakku sik. Tungguin sapi ini sebentar, saya jemput anak saya dulu. Penjual (O2) : Kuwi anakmu ngono kok. Itu anakmu kan Penjual (O1) : Apa iya? Endi? Apa iya? Mana? Penjual (O2) : Lha kuwi wis dijemput ngono kok Itu sudah dijemput begitu. Penjual (O1) : Woalah iya. Walah iya. Peristiwa tutur pada data 34 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Kamis 31 Desember 2015 pukul 11:00 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai penjual dan (O2) yang juga sebagai penjual, O1 yang meminta tolong agar O2 menjaga sapinya karena O1 ingin menjemput anaknya yang sudah pulang sekolah tetapi ternyata sudah dijemput, situasi komunikasi yang terjadi santai. Dalam komunikasi tersebut terdapat peristiwa campur kode berupa penggunaan kata dari bahasa lain yang dilakukan oleh penjual (O2). Pada 91

92 92 kalimat berbahasa Jawa ragam ngoko yaitu, lha kuwi wis dijemput ngono kok Itu sudah dijemput begitu, terdapat campur kode dari bahasa Indonesia yaitu kata dijemput yang terdapat dalam tuturan kedua di bagian kedua. Campur kode ini disebut campur kode intern yaitu disisipkannya kata dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko. Fungsi penggunaan campur kode pada data 34 di atas adalah bahasa yang digunakan lebih bervariasi. O2 menunjukan bahwa dirinya juga menguasai bahasa lain sehingga dia memasukan frasa dari bahasa Indonesia dalam tuturannya. Latar belakang yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan, kata tersebut digunakan oleh O2 karena ingin mejelaskan kepada O1 bahwa anaknya sudah dijemput jadi O2 tidak perlu menunggu sapinya. Masuknya kata itu tidak menimbulkan fungsi baru. Latar belakang penggunaan campur kode ini disebut dengan faktor praktikal, karena penutur menggunakan bahasa lain untuk menjelaskan atau menafsirkan. Data 35 Penjual (O1) : Iki? O.. ya tidak, kadohan. Kae suk riyoyo mesthi uwis ndaging, cepet kae timbang iki, ngandela. Ini? O.. ya tidak, jauh. Itu besok hari raya pasti sudah banyak dagingnya, cepat itu daripada ini, percaya saja Peristiwa tutur pada data 35 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Kamis 31 Desember 2015 pukul 09:00 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai penjual 92

93 93 yang menjelaskan tentang perbandingan sapi yang lebih besar dan O1 juga berusaha meyakinkan mitra tuturnya untuk percaya dengan pendapatnya, situasi komunikasi yang terjadi santai. Dalam komunikasi tersebut terdapat peristiwa campur kode berupa penggunaan kata dari bahasa Indonesia yang dilakukan oleh penjual (O1). Pada kalimat berbahasa Jawa ragam ngoko yaitu, iki? O.. ya tidak, kadohan. Kae suk riyoyo mesthi uwis ndaging, cepet kae timbang iki, ngandela ini? O.. ya tidak, jauh. Itu besok hari raya pasti sudah banyak dagingnya, cepat itu daripada ini, percaya saja, terdapat penggunaan kata dari bahasa Indonesia yaitu kata tidak yang terdapat dalam tuturan di depan di bagian kedua. Campur kode ini disebut campur kode intern yaitu disisipkannya kata dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko. Fungsi penggunaan campur kode pada data 35 di atas adalah bahasa yang digunakan lebih bervariasi. O1 menunjukan bahwa dirinya sangat tidak setuju dengan pendapat mitra tuturnya sehingga dia memasukan kata dari bahasa Indonesia dalam tuturannya. Latar belakang yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan, kata tersebut digunakan oleh O1 karena ingin mejelaskan bahwa O1 sangat tidak setuju dan lebih meyakini bahwa sapi pilihannya lebih siap dipakai untuk hari raya Kurban daripada sapi yang ditunjukan oleh mitra tuturnya. Masuknya kata itu tidak menimbulkan fungsi baru. Latar belakang penggunaan campur kode ini disebut dengan faktor praktikal, karena penutur menggunakan bahasa lain untuk menjelaskan bahwa penutur sangat tidak setuju. 93

94 94 Data 36 Pembeli (O1) : Nyoh tak bayar separo sik, mengko nek uwis tekan omah tak bayar cash ya. Nih saya bayar setengah dulu, nanti kalau sudah sampai rumah saya bayar lunas ya Peristiwa tutur pada data 36 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Selasa 11 Oktober 2015 pukul 11:45 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai pembeli yang menjelaskan tentang pembayaran sapi yang dibelinya, situasi komunikasi yang terjadi santai. Dalam komunikasi tersebut terdapat peristiwa campur kode berupa penggunaan kata dari bahasa Inggris yang dilakukan oleh penjual (O1). Pada kalimat berbahasa Jawa ragam ngoko yaitu, nyoh tak bayar separo sik, mengko nek wis tekan omah tak bayar cash ya, Nih saya bayar setengah dulu, nanti kalau sudah sampai rumah saya bayar lunas ya, terdapat penggunaan kata dari bahasa Indonesia yaitu kata cash yang terdapat dalam tuturan di atas di bagian kedua. Campur kode ini disebut campur kode intern yaitu disisipkannya kata dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko. Fungsi penggunaan campur kode pada data 36 di atas adalah bahasa yang digunakan lebih bervariasi. O1 menunjukan bahwa dirinya menguasai bahasa lain yaitu bahasa Inggris sehingga dia memasukan kata dari bahasa Inggris dalam tuturannya. Masuknya kata itu tidak menimbulkan fungsi baru. Latar belakang yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan, kata 94

95 95 tersebut digunakan oleh O1 karena ingin mejelaskan cara pembayaran yang akan dilakukannya yaitu membayar setengah harga dulu setelah sapi diantar sampai rumah maka akan dibayar lunas. Latar belakang penggunaan campur kode ini disebut dengan faktor praktikal, karena penutur menggunakan bahasa lain untuk menjelaskan cara pembayaran. b. Lebih Mudah Dipahami Data 37 Penjual (O1) : Aku mau critane mubeng-mubeng, gara-gara enek razia ning pertelon Kaliwuni, kok dengaren ngono lho yahmene, biasane rada awan ngono kae. Aku tadi ceritanya keliling, karena ada razia di pertigaan Kaliwuni, kok tumben gitu jam segini, biasanya agak siang gitu Penjual (O2) : Kecekel kowe? apa ora gableg SIM? Tertangkap kamu? apa tidak punya SIM? Peristiwa tutur pada data 37 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Sabtu 1 Oktober 2015 pukul 09:30 Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai penjual yang menceritakan bahwa ada polisi di pertigaan Kaliwuni dalam perjalanannya menuju ke pasar hewan, situasi komunikasi yang terjadi santai. Dalam komunikasi tersebut terdapat peristiwa campur kode berupa penggunaan kata dari bahasa lain yang dilakukan oleh penjual (O1). Pada kalimat berbahasa Jawa ragam ngoko yaitu, aku mau critane keliling, karena enek razia ning pertelon Kaliwuni, kok dengaren ngono lho yahmene, biasane rada awan ngono kae aku tadi ceritanya muter-muter, gara-gara ada razia di pertigaan Kaliwuni, kok tumben gitu jam segini, biasanya agak siang 95

96 96 gitu, terdapat penggunaan kata dari bahasa Indonesia yaitu kata razia yang terdapat dalam tuturan pertama di bagian kedua. Campur kode ini disebut campur kode intern yaitu disisipkannya kata dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko. Fungsi penggunaan campur kode pada data 37 di atas adalah agar mudah dipahami. O1 memasukkan kata dari bahasa Indonesia untuk menjelaskan tentang adanya razia polisi dalam perjalanan menuju ke pasar. Masuknya kata itu tidak menimbulkan fungsi baru. Latar belakang yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan O1 memasukkan kata dari bahasa Indonesia ke dalam tuturannya dengan maksud menjelaskan bahwa sedang ada razia polisi di pertigaan Kaliwuni dan secara tidak langsung ingin memberitahu bagi para pengendara yang belum memiliki surat-surat agar berhati-hati. Latar belakang penggunaan campur kode ini disebut dengan faktor praktikal, karena penutur menggunakan bahasa lain untuk menjelaskan atau mempertegas. Data 38 Penjual (O1) : Dek ben ndhek Besar dak batheni, ngarepe hari raya dak batheni rong atus. Dulu waktu besar saya beri untung, sebelum hari raya saya beri untung dua ratus Penjual (O2) : Nyat dodolan ki penere ben bathi kok. Memang jualan itu harusnya biar untung kok Peristiwa tutur pada data 38 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Kamis 31 Desember 96

97 pukul 11:23 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai penjual dan (O2) yang juga sebagai penjual, keduanya berbincang-bincang membicarakan tentang keuntungan penjualan, situasi komunikasi yang terjadi santai. Dalam komunikasi tersebut terdapat peristiwa campur kode berupa penggunaan kata dari bahasa lain yang dilakukan oleh penjual (O1). Pada kalimat berbahasa Jawa ragam ngoko yaitu, dek ben dhek Besar dak batheni, ngarepe hari raya dak batheni rong atus dulu waktu besar saya beri untung, sebelum hari raya saya beri untung dua ratus, terdapat penggunaan kata dari bahasa Indonesia yaitu kata Besar yang terdapat dalam tuturan pertama di bagian pertama dan kata hari raya yang terdapat dalam tuturan pertama di bagian kedua. Campur kode ini disebut campur kode intern yaitu disisipkannya kata dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko. Fungsi penggunaan campur kode pada data 38 di atas adalah agar mudah dipahami. O1 awalnya memasukkan kata dari bahasa Indonesia yaitu kata Besar kemudian memasukkan kata dari bahasa Indonesia yaitu kata hari raya maksudnya kata besar merupakan hari raya idul adha yang biasanya orang Jawa lebih sering menggunakan kata besar untuk sebutan hari raya idul adha. Masuknya kata itu tidak menimbulkan fungsi baru. Latar belakang yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan. Disisipkannya kata dari bahasa Indonesia ke dalam tuturan agar mitra tutur lebih mengerti maksud dari waktu yang dibicarakan oleh penutur. Latar belakang penggunaan 97

98 98 campur kode ini disebut dengan faktor praktikal, karena penutur menggunakan bahasa lain untuk menjelaskan atau menafsirkan. Data 39 Pembeli (O1) : Susuke pas ya Dhe. Kembaliannya pas ya Dhe Penjual (O2) : Ho o, mengko nek ora sesuai balekna aku. Iya, nanti kalai tidak sesuai kembalikan ke saya Peristiwa tutur pada data 39 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Kamis 6 Oktober 2015 pukul 10:15 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai pembeli dan (O2) yang juga sebagai penjual, situasi komunikasi yang terjadi santai. Dalam komunikasi tersebut terdapat peristiwa campur kode berupa penggunaan kata dari bahasa lain yang dilakukan oleh penjual (O1). Pada kalimat berbahasa Jawa ragam ngoko yaitu, ho o, mengko nek ora sesuai balekna aku iya, nanti kalai tidak sesuai kembalikan ke saya, terdapat penggunaan kata dari bahasa Indonesia yaitu kata sesuai yang terdapat dalam tuturan kedua di bagian kedua. Campur kode ini disebut campur kode intern yaitu disisipkannya kata dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko. Fungsi penggunaan campur kode pada data 39 di atas adalah agar mudah dipahami. O2 memasukan kata sesuai ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko agar lebih mudah dipahami oleh pembeli (O1) jika barang yang O1 beli tidak seperti yang di inginkan maka bisa dikembalikan ke O2. Latar belakang yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah keinginan 98

99 99 untuk menjelaskan atau menafsirkan. Disisipkannya kata dari bahasa Indonesia ke dalam tuturan agar mitra tutur lebih mengerti maksud dari kesepakatan yang dibicarakan oleh O2. Masuknya kata itu tidak menimbulkan fungsi baru. Latar belakang penggunaan campur kode ini disebut dengan faktor praktikal, karena penutur menggunakan bahasa lain untuk menjelaskan atau menafsirkan. c. Menegaskan Penekanan atau Maksud. Data 40 Penjual (O1) : Goreng endhog apik nek gawa iki. Menggoreng telur bagus kalau pakai ini. Penjual (O2) : Daknyang dek wingi larang ki. Saya tawar kemarin mahal itu Penjual (O1) : Pancene iki rada mahal, ning teflon ki nek di nggo goreng endhog penak, iso apik warnane barang. Memang ini agak mahal, tapi teflon ini kalau dipakai menggoren telur enak, bisa bagus warnanya juga Peristiwa tutur pada data 40 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Sabtu 1 Oktober 2016 pukul 11:30 WIB. Komunikasi dilakukan oleh para penjual makanan yang berbincang-bincang tentang penggunaan alat masak untuk memasak telur. situasi komunikasi yang terjadi santai. Dalam komunikasi tersebut terdapat peristiwa campur kode berupa penggunaan kata dari bahasa lain yang dilakukan oleh penjual (O1). Pada kalimat berbahasa Jawa ragam ngoko yaitu, Pancene iki rada mahal, ning teflon ki nek di nggo goreng endhog penak, iso apik warnane barang, Memang ini agak mahal, tapi teflon ini kalau dipakai menggoren telur enak, bisa bagus warnanya juga. Campur 99

100 100 kode ini disebut campur kode intern yaitu disisipkannya kata dari bahasa Indonesia yang terdapat dalam tuturan pertama di bagian pertama dan di bagian kedua ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko. Fungsi penggunaan campur kode pada data 40 di atas adalah menegaskan penekanan atau maksud. Kata mahal memberi penekanan bahwa yang dimaksud dengan harga mahal adalah teflon alat dapur yang digunakan untuk menggoreng telur yang digunakan oleh penjual (O1). Latar belakang yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan. Masuknya kata itu tidak menimbulkan fungsi baru. Dengan memasukan kata dari bahasa Indonesia ke dalam tuturannya O1 ingin menjelaskan atau menafsirkan bahwa meskipun teflon harganya mahal tetapi ada juga manfaatnya. Latar belakang penggunaan campur kode ini disebut dengan faktor praktikal, karena penutur menggunakan bahasa lain untuk menjelaskan atau menafsirkan. Data 41 Pembeli (O1) : Es teh setunggal Bu, anak wedok niki. Es teh satu Bu, anak perempuan ini Penjual (O2) : E..e..e anak wedok cantike neh..neh, gelas napa plastik Pak. E..e..e anak perempuan cantiknya, gelas apa plastik Pak?. Pembeli (O1) : Plastik mawon Bu. Plastik mawon Bu Peristiwa tutur pada data 41 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Sabtu 21 Desember 100

101 pukul 11:35 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai pembeli yang memesan es untuk anak perempuannya. situasi komunikasi yang terjadi santai. Dalam komunikasi tersebut terdapat peristiwa campur kode berupa penggunaan kata dari bahasa lain yang dilakukan oleh penjual (O2). Pada kalimat berbahasa Jawa ragam krama yaitu ee..e anak wedok cantike neh..neh, gelas napa plastik Pak, e.e..e anak perempuan cantiknya, gelas apa plastik Pak?, terdapat penggunaan kata dari bahasa Indonesia yaitu kata cantike yang terdapat dalam tuturan kedua di bagian pertama. Campur kode ini disebut campur kode intern yaitu disisipkannya kata dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa ragam krama. Fungsi penggunaan campur kode pada data 41 di atas adalah menegaskan penekanan atau maksud. Kata cantik memberikan penekanan bahwa anak perempuan dari pembeli itu memiliki wajah yang cantik. Masuknya kata itu tidak menimbulkan fungsi baru. Latar belakang yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan. Dengan memasukan kata dari bahasa Indonesia ke dalam tuturannya O2 ingin menjelaskan atau menafsirkan bahwa anak dari pembeli yang memesan minuman kepada penjual (O2) itu memiliki wajah yang cantik. Latar belakang penggunaan campur kode ini disebut dengan faktor praktikal, karena penutur menggunakan bahasa lain untuk menjelaskan atau menafsirkan. 101

102 102 Data 42 Pembeli (O1) : Nika Mbak, aqua dingin setunggal, pinten? Itu Mbak, aqua dingin satu, berapa? Penjual (O2) : Nggih, tigangewu Mas. Iya, tiga ribu Mas Peristiwa tutur pada data 42 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Selasa 11 Oktober 2016 pukul 12:30 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai pembeli yang bertanya harga minuman dingin kepada penjual (O2). situasi komunikasi yang terjadi santai. Dalam komunikasi tersebut terdapat peristiwa campur kode berupa penggunaan kata dari bahasa lain yang dilakukan oleh pembeli (O1). Pada kalimat berbahasa Jawa ragam krama yaitu nika Mbak, aqua dingin setunggal, pinten?, itu Mbak, aqua dingin satu, berapa?, terdapat penggunaan kata dari bahasa Indonesia yaitu kata dingin yang terdapat dalam tuturan pertama di bagian kedua. Campur kode ini disebut campur kode intern yaitu disisipkannya kata dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa ragam krama. Fungsi penggunaan campur kode pada data 42 di atas adalah menegaskan penekanan atau maksud. Kata dingin memberikan penekanan atau maksud minuman yang sudah dingin karna diambil di dalam lemari es pendingin. Masuknya kata itu tidak menimbulkan fungsi baru. Latar belakang yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan. Dengan memasukan kata dari bahasa Indonesia ke dalam tuturannya O1 ingin menjelaskan atau menafsirkan 102

103 103 bahwa yang di maksud adalah harga minuman yang sudah dingin. Latar belakang penggunaan campur kode ini disebut dengan faktor praktikal, karena penutur menggunakan bahasa lain untuk menjelaskan atau menafsirkan. d. Menunjukkan Identitas Diri Data 43 Penjual (O1) : Undhakne sithik isa jane. Tambahin sedikit bisa sebenarnya Penjual (O2) : Halah, uwis bathi lak ya wis Alhamdulillah ta. Halah, sudah untung gitu ya sudah Alhamdulillah kan Penjual (O1) : Nggur satus seket rek. Hanya seratus limapuluh saja Penjual (O2) : Lah-lah angger bathi ngono neh. Asalkan untung kan ya sudah Peristiwa tutur pada data 43 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Senin 21 Desember 2015 pukul 09:10 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai pembeli dan (O2) yang juga sebagai pembeli keduanya membicarakan tentang keuntungan yang didapatkan oleh (O2), situasi komunikasi yang terjadi santai. Dalam komunikasi tersebut terdapat peristiwa campur kode berupa penggunaan frasa dari bahasa lain yang dilakukan oleh penjual (O2). Pada kalimat berbahasa Jawa ragam ngoko yaitu halah, uwis bathi lak ya wis Alhamdulillah ta halah, sudah untung gitu ya sudah Alhamdulillah kan, terdapat penggunaan frasa dari bahasa Arab yaitu kata Alhamdulillah yang terdapat dalam tuturan kedua di bagian kedua. Campur kode ini 103

104 104 disebut campur kode ekstern yaitu disisipkannya frasa dari bahasa Arab ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko. Fungsi penggunaan campur kode pada data 43 di atas adalah menunjukan identitas diri. Dengan memasukan bahasa Arab O1 menunjukan bahwa dirinya merupakan seorang muslim yang bersyukur atas keuntungan yang didapatkan walaupun hanya sedikit. Masuknya kata itu tidak menimbulkan fungsi baru. Latar belakang yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah identifikasi peran sosial penutur O1 menunjukan bahwa dirinya seorang muslim karena memasukan frasa dari bahasa Arab kedalam tuturannya. Latar belakang penggunaan campur kode ini disebut dengan faktor sosial, karena status sosial penutur adalah seorang muslim. Data 44 Penjual (O1) : Dodolan ki pancene sok kepayon akeh, sok ya mulih blas ra kelong, kuwi uwis biasa, angger bismillah wae mugamuga ya sabendina kepayon lumayan. Jualan itu memang kadang laku banyak, kadang juga pulang sama sekali tidak kurang, itu sudah biasa, asalkan bismillah saja semoga ya setiap hari laku lumayan Peristiwa tutur pada data 44 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Kamis 31 Desember 2015 pukul 12:00 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai penjual membicarakan resiko dan keuntungan sebagai seorang yang berprofesi sebagai pedagang, situasi komunikasi yang terjadi santai. Dalam komunikasi tersebut terdapat peristiwa campur kode berupa penggunaan 104

105 105 frasa dari bahasa lain yang dilakukan oleh penjual (O1). Pada kalimat berbahasa Jawa ragam ngoko yaitu dodolan ki pancene sok kepayon akeh, sok ya mulih blas ra kelong, kuwi uwis biasa, angger bismillah wae mugamuga ya sabendina kepayon lumayan, jualan itu memang kadang laku banyak, kadang juga pulang sama sekali tidak kurang, itu sudah biasa, asalkan bismillah saja semoga ya setiap hari laku lumayan, terdapat penggunaan frasa dari bahasa Arab yaitu frasa bismillah yang terletak dalam tuturan di atas di bagian keempat. Campur kode ini disebut campur kode ekstern yaitu disisipkannya frasa dari bahasa Arab ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko. Fungsi penggunaan campur kode pada data 44 di atas adalah menunjukan identitas diri. Dengan memasukan bahasa Arab O1 menunjukan bahwa dirinya merupakan seorang muslim yang memulai suatu kegiatan dengan niat dan tekat yang kuat serta yakin. Masuknya kata itu tidak menimbulkan fungsi baru. Latar belakang yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah identifikasi peran sosial penutur O1 menunjukan bahwa dirinya seorang muslim karena memasukan frasa dari bahasa Arab kedalam tuturannya. Latar belakang penggunaan campur kode ini disebut dengan faktor sosial, karena status sosial penutur adalah seorang muslim. 105

106 106 C. Faktor yang melatarbelakangi alih kode dan campur kode dalam komunikasi penjual dan pembeli di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. 1. Faktor yang Melatarbelakangi Alih Kode Faktor yang melatarbelakangi alih kode yang ditemukan dalam komunikasi penjual dan pembeli di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali yaitu, (1) penutur (O1), (2) Lawan tutur (O2), (3) Hadirnya penutur ketiga (O3), (4) topik yang dibicarakan, dan (5) untuk membangkitkan rasa humor. a. Penutur (O1) Data 45 Pembeli (O1) : Ampun kados wingi nika lhe Mbah, sing benten. Kaya gone Paimo kae kira-kira umur pira ta jane, sakmana kae pas jane Mbah. Jangan yang kaya kemarin itu lho Kek, yang beda. Seperti miliknya Paimo itu kira-kira umur berapa sih, segitu itu pas sebenarnya Kek Penjual (O2) : Kae jik anakan pedhet paling pirang sasi ngono kok. Itu masih anak sapi paling baru berapa bulan gitu kok Peristiwa tutur pada data 45 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Sabtu 26 Desember 2015 pukul 09:00 WIB. Komunikasi dilakukan oleh pembeli (O1) dan penjual (O2) berbincang-bincang memilih sapi karena O1 ingin membeli sapi yang beda dari yang kemarin. Komunikasi yang terjadi adalah santai. 106

107 107 Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode intern, alih kode dari bahasa Jawa ragam krama yang dilakukan oleh pembeli (O1). Pada awalnya (O1) menggunakan bahasa Jawa ragam krama kepada (O2) yaitu ampun kados wingi nika lhe Mbah, sing benten jangan yang kaya kemarin itu lho Kek, yang beda. Kemudian beralih kode ke bahasa Jawa ragam ngoko kaya gone Paimo kae kira-kira umur piro to jane, sakmana kae pas jane Mbah seperti miliknya Paimo itu kira-kira umur berapa sih, segitu itu pas sebenarnya Kek. Alih kode tersebut disebut alih kode intern yaitu alih kode dari bahasa Jawa ragam krama ke bahasa Jawa ragam ngoko yang menimbulkan fungsi baru. Salah satu komponen tutur disini menyatakan beban makna dalam tuturan lebih komunikatif berkomunikasi dengan penjual agar terlihat lebih akrab. Latarbelakangi penggunaan alih kode adalah penutur (O1). Awalnya O1 gunakan bahasa Jawa ragam krama kepada pembeli (O2), kemudian beralih kode ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko karena O1 sengaja mengubah suasana tutur ingin menjadi lebih santai dan lebih akrab agar lebih nyaman merbincang-bincang dengan lawan tuturnya. Latar belakang alih kode ini disebut dengan faktor situasional, karena penutur (O1) berusaha mengubah situasi tutur. Data 46 Penjual (O1) : Lha kuwi lak ngene ta mas Banjar, wong aku ki mung mernahne aku ngomong Jenengan gadhah penyakit ngoten mang ati-ati aku lak mung ngono, itungan karo tangga desa kuwi lak padha karo itungan karo tunggal dewe, sing genah wong tangga dewe aku ngandhani ngono. 107

108 108 kan gini kan mas Banjar, orang saya ini hanya meluruskan saya bicara Anda punya penyakir seperti itu harap hati-ati saya kan hanya bilang begitu, hitungan sama tetangga desa itu kan sama saja hitungan dengan sodara sendiri, yang jelas tetangga desa saya memberi tahu begitu Penjual (O2) : Kene ya mung ngandhani perkara kana tanggap apa ora ya wis karepe kana wae. Sini ya hanya memberitahu masalah itu dia mengerti apa tidak yasudah terserah dia saja Peristiwa tutur pada data 46 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Senin 21 Desember 2015 pukul 11:00 WIB. Komunikasi dilakukan oleh penjual (O1) menceritakan suatu kejadian kepada penjual (O2). Komunikasi yang terjadi adalah penuh dengan keseriusan. Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode intern, alih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko yang dilakukan oleh pembeli (O1). Pada awalnya (O1) menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada (O2) yaitu lha kui lak ngene ta mas Banjar, wong aku ki mung mernahne aku ngomong kan gini kan mas Banjar, orang saya ini hanya meluruskan saya bicara. Kemudian beralih kode ke bahasa Jawa ragam krama Jenengan gadhah penyakit ngoten mang atiati anda punya penyakit seperti itu harap hati-ati. Alih kode tersebut disebut alih kode intern yaitu alih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko ke bahasa Jawa ragam krama yang menimbulkan fungsi baru. Salah satu komponen tutur disini menyatakan beban makna dalam tuturan mempertegas pembicaraan. O1 mempertegas pembicaraan memberitahu kepada O2 kalimat yang dia bicarakan kepada lawan tutur yang sebelumnya.. 108

109 109 Latarbelakangi penggunaan alih kode adalah penutur (O1). Awalnya O1 gunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada penjual (O2), kemudian beralih kode ke dalam bahasa Jawa ragam krama karena O1 sengaja beralih kode menggunakan bahasa Jawa ragam krama memberitahukan bahwa dia berkomunikasi dengan lawan tutur sebelumnya menanyakan pertanyaan tersebut dengan menggunakan bahasa Jawa krama karena O1 menghormati. Latar belakang alih kode ini disebut dengan faktor situasional, karena penutur (O1) dengan sengaja beralih kode. Data 47 Penjual (O1) : Rega semene jane aku uwis mepet banget. Harga segini sebenarnya saya sudah mepet sekali Pembeli (O2) : Dhuwite kurang nek semono. Uangnya kurang kalau segitu Penjual (O1) : Iki nek ora mergo kandhangku arep dakbangun ora dakdol Mbah. Ini kalau tidak karena kandang saya akan saya bangun juga tidak saya jual Kek Pembeli (O2) : Regane dukna, dak bayare. Harganya turunkan, saya bayar Penjual (O1) : Boten saget Mbah, lha pripun sios boten? Tidak bisa Kek, bagaimana jadi atau tidak? Pembeli (O2) : Yawis kene sida, ning dak rembukan sik, entenano. Yaudah jadi sini, tapi saya bicara dulu, tunggulah Peristiwa tutur pada data 47 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Kamis 6 Oktober 2015 pukul 10:45 WIB. Komunikasi dilakukan oleh penjual (O1) dan pembeli (O2) membicarakan tentang kesepakan harga sapi. Komunikasi yang terjadi adalah serius. Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode intern, alih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko yang dilakukan oleh penjual 109

110 110 (O1). Pada awalnya (O1) menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada (O2) yaitu iki nek ora mergo kandhangku arep dakbangun ora dakdol Mbah ini kalau tidak karena kandang saya akan saya bangun juga tidak saya jual Kek. Kemudian beralih kode ke bahasa Jawa ragam krama boten saget Mbah, lha pripun sios boten?, tidak bisa Kek, bagaimana jadi atau tidak?. Alih kode tersebut disebut alih kode intern yaitu alih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko ke bahasa Jawa ragam krama yang menimbulkan fungsi baru. Salah satu komponen tutur disini menyatakan beban makna dalam tuturan memberikan penghormatan. O1 menggunakan bahasa Jawa ragam krama karena ingin memberikan penghormatan menanyakan tentang jadi atau tidaknya membeli sapi dengan harga yang sudah tidak bisa dikurangi lagi. Latarbelakangi penggunaan alih kode adalah penutur (O1). Awalnya O1 gunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada penjual (O2), kemudian beralih kode ke dalam bahasa Jawa ragam krama karena O1 sengaja beralih kode menggunakan bahasa Jawa ragam krama karena O1 menghormati O2 dengan menanyakan pertanyaan tentang jadi atau tidaknya membeli sapi dengan harga yang sudah tidak bisa dikurangi lagi. Latar belakang alih kode ini disebut dengan faktor situasional, karena penutur (O1) dengan sengaja beralih kode karena ingin menghormati lawan tutur (O2). 110

111 111 b. Lawan Tutur (O2) Data 48 Penjual (O1) : Saking etan mengulon niki benten. Dari timur ke barat ini beda Pembeli (O2) : Iki? Lha iki mosok beda regane? Ini? Lha ini masa beda harganya?. Penjual (O1) : Mang milih riyin, mengke kula itung kula ajeng ijol arta riyin, jujul niki. Silahkan milih dulu, nanti saya hitung saya mau tukar uang dulu, kembalian ini Pembeli (O2) : Suwe ora? Aku selak kesusu iki ditunggu kae. Lama tidak? Saya terburu-buru ini ditungguin itu Penjual (O1) : Ora-ora, sedilit iki lho ngarepan iki ijole. Tidak-tidak, sebentar ini lho depan ini tukarnya Peristiwa tutur pada data 48 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Sabtu 26 Desember 2015 pukul 12:30 WIB. Komunikasi dilakukan oleh penjual (O1) yang mempersilahkan pembeli (O2) memilih golok yang dijual terlebih dahulu karena akan ditinggal menukar uang, namun pembeli (O2) tidak sabar. Komunikasi yang terjadi adalah santai tetapi terburu-buru. Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode intern, alih kode dari bahasa Jawa ragam krama yang dilakukan oleh penjual (O1). Pada awalnya (O1) menggunakan bahasa Jawa ragam krama kepada (O2) yaitu mang milih riyen, mengke kula itung kula ajeng ijol arta riyin, jujul niki Silahkan milih dulu, nanti saya hitung saya mau tukar uang dulu, kembalian ini. Kemudian beralih kode ke bahasa Jawa ragam ngoko ora-ora, sedilit iki lho ngarepan iki ijole tdak-tidak, sebentar ini lho depan ini tukarnya. Alih kode tersebut disebut alih kode intern yaitu alih kode dari bahasa 111

112 112 Jawa ragam krama ke bahasa Jawa ragam ngoko yang menimbulkan fungsi baru. Salah satu komponen tutur disini menyatakan beban makna dalam tuturan mempertegs pembicaraan. O1 mempertegas pembicaraan kepada O2 bahwa tidak lama dia akan segera kembali setelah menukaran uang. Latarbelakangi penggunaan alih kode adalah lawan tutur (O2). Awalnya O1 gunakan bahasa Jawa ragam krama kepada pembeli (O2), kemudian beralih kode ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko karena lawan tutur menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko sehingga ingin mengimbangi bahasa yang digunakan oleh O2. Latar belakang alih kode ini disebut dengan faktor situasional, karena mengimbangi bahasa yang digunakan oleh lawan tutur (O2). Data 49 Penjual (O1) : Sapi napa pedhet nika wau? Sapi apa anak sapi itu tadi? Pembeli (O2) : Durung genah. Belum pasti Penjual (O1) : Piye kok, gage ta selak dakcatet Gimana sih, buruan keburu mau saya catat Pembeli (O2) : Woo ya anu sapi siji pedhet loro. Ohh ya itu sapi satu anak sapi dua Penjual (O1) : Lha ngono, wong tuku barang. Ya gitu dong, orang beli juga Peristiwa tutur pada data 49 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Kamis 31 Desember 2015 pukul 12:47 WIB. Komunikasi dilakukan oleh penjual (O1) menanyakan jenis sapi kepada pembeli (O2) kemudian O2 menjawab 112

113 113 belum pasti dan O1 menanggapi dengan sedikit kesal karena ketidakjelasan O2. Komunikasi yang terjadi adalah penuh dengan keseriusan dan sedikit kesal. Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode intern, alih kode dari bahasa Jawa ragam krama yang dilakukan oleh penjual (O1). Pada awalnya (O1) menggunakan bahasa Jawa ragam krama kepada (O2) yaitu sapi napa pedhet nika wau? sapi apa anak sapi itu tadi?.kemudian beralih kode ke bahasa Jawa ragam ngoko piye kok, gage ta selak dakcatet Gimana sih, buruan keburu mau saya catat.alih kode tersebut disebut alih kode intern yaitu alih kode dari bahasa Jawa ragam krama ke bahasa Jawa ragam ngoko yang menimbulkan fungsi baru. Salah satu komponen tutur disini menyatakan beban makna dalam tuturan mempertegas pembicaraan. O1 mempertegas pembicaraan kepada O2 menanyakan kejelasan sapi yang telah dipilih O2 karena O2 memberi jawaban yang belum jelas kepada O1 yang sedang terburu-buru. Latarbelakangi penggunaan alih kode adalah lawan tutur (O2). Awalnya O1 gunakan bahasa Jawa ragam krama kepada pembeli (O2), kemudian beralih kode ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko karena lawan tutur menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko sehingga ingin mengimbangi bahasa yang digunakan oleh O2. Latar belakang alih kode ini disebut dengan faktor situasional, karena mengimbangi bahasa yang digunakan oleh lawan tutur (O2). Data 50 Pembeli (O1) : Janganan dibungkus gangsalewu Buk, kalih gorengan tigangewu, mang dadekne setunggal mengke kula pendhete. 113

114 114 Sayur dibungkus lima ribu Buk, dan gorengan tiga ribu, jadikan satu nanti saya ambil Penjual (O2) : Jangan apa Mbak?, sing ndi miliha sik. Sayur apa Mbak?, silahkan memilih dulu Pembeli (O1) : Apa ya Buk, iki wae Buk jangan gori iki wae, dak tinggal sik ya.. Apa ya Bu, ini saja Bu sayur nangka ini saja, saya tingga dulu ya Penjual (O2) : ho o Mbak. Iya Mbak. Peristiwa tutur pada data 50 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Selasa 11 Oktober 2016 pukul WIB. Komunikasi dilakukan oleh pembeli (O1) yang memesan makanan kepada penjual (O2) dan O2 menanyakan tentang jenis sayuran yang diinginkan O1. Komunikasi yang terjadi adalah santai. Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode intern, alih kode dari bahasa Jawa ragam krama yang dilakukan oleh penjual (O1). Pada awalnya (O1) menggunakan bahasa Jawa ragam krama kepada (O2) yaitu janganan dibungkus gangsalewu Buk, kalih gorengan tigangewu, mang dadekne setunggal mengke kula pendhete sayur dibungkus lima ribu Buk, dan gorengan tiga ribu, jadikan satu nanti saya ambil. Kemudian beralih kode ke bahasa Jawa ragam ngoko apa ya Buk, iki wae Buk jangan gori iki wae, dak tinggal sik ya apa ya Bu, ini saja Bu sayur nangka ini saja, saya tingga dulu ya. Alih kode tersebut disebut alih kode intern yaitu alih kode dari bahasa Jawa ragam krama ke bahasa Jawa ragam ngoko yang menimbulkan fungsi baru. Salah satu komponen tutur disini menyatakan beban makna dalam tuturanlebih komunikatif. O1 beralih kode dari bahasa Jawa ragam krama 114

115 115 ke bahasa Jawa ragam ngoko agar lebih komunikatif berkomunikasi dengan penjual (O2) dan untuk menjawab pertanyaan dari O2 karena O2 menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko. Latarbelakang penggunaan alih kode adalah lawan tutur (O2). Awalnya O1 gunakan bahasa Jawa ragam krama kepada penjual (O2), kemudian beralih kode ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko karena lawan tutur menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko sehingga O1 ingin mengimbangi bahasa yang digunakan oleh O2. Latar belakang alih kode ini disebut dengan faktor situasional, karena O1 ingin mengimbangi bahasa yang digunakan oleh lawan tutur (O2). c. Hadirnya Penutur Ketiga (O3) Data 51 Penjual (O1) : Wani rawani aku Mas, iki pesenan ning sida apa ora ya durung genah jane. Berani tidak berani saya Mas, itu pesanan tapi jadi apa tidakny juga belum pasti sebenarnya. Pembeli (O2) : Iki dak bayar siji mbok terne saiki, ning sijine dak bayar neng omah terno bareng dhuwite salok jik nok ngomah. Rak ngoten nggih Pak sekeca kalih kula ta? Ini saya bayar satu kamu antarkan sekarang, tapi satunya saya bayar di rumah anterin barengan uangnya sebagian masih di rumah. Begitu kan Pak setuju dengan saya kan? Pembeli (O3) : Iyo Mas, siji dhuwite isih neng omah, gagasanku arep jimuk siji tok jane. Iya Mas, satu uangnya masih di rumah, pikir saya mau mengambil satu saja sebenarnya Peristiwa tutur pada data 51 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Kamis 31 Desember 2015 pukul 10:00 WIB. Komunikasi dilakukan oleh penjual (O1) dan pembeli (O2) serta pembeli (O3) yang berbincang-bincang tentang 115

116 116 kesepakatan pembelian sapi dan pembayaran yang akan dilakukan oleh pembeli. Komunikasi yang terjadi adalah santai tetapi serius. Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode intern, alih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko yang dilakukan oleh pembeli (O2). Pada awalnya (O2) menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada (O1) yaitu iki dak bayar siji mbok terne saiki, ning sijine dak bayar neng omah terno bareng dhuwite salok jik nok ngomah ini saya bayar satu kamu antarkan sekarang, tapi satunya saya bayar di rumah anterin barengan uangnya sebagian masih di rumah.. Kemudian beralih kode ke bahasa Jawa ragam krama rak ngoten nggih Pak sekeca kalih kula ta? begitu kan Pak setuju dengan saya kan? kepada pembeli (O3). Alih kode tersebut disebut alih kode intern yaitu alih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko ke bahasa Jawa ragam krama yang menimbulkan fungsi baru. Salah satu komponen tutur disini menyatakan beban makna dalam tuturan lebih komunikatif menanyakan kepada pembeli untuk menyetujui atau sepakat dengan yang diinginkan oleh O2. Latarbelakangi penggunaan alih kode adalah hadirnya penutur ketiga (O3). Awalnya O2 gunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada penjual (O2) karen keduanya sudah saling mengenal dan akrab karena berlangganan, kemudian beralih kode ke dalam bahasa Jawa ragam krama ke pembeli (O3) karena O3 merupakan teman sesama pembelinya tetapi sangat dihormati karena umurnya yang berbeda dan lebih tua. lawan tutur. Latar belakang alih kode ini disebut dengan faktor situasional, karena melihat siapa lawan tuturnya yang diajak bicara. 116

117 117 Data 52 Pembeli (O1) : Iki alamate, terno saiki ditunggu bocahku mengko ning kandhang kana. Ini alamatnya, antarkan sekarang ditunggu orang saya nanti di kandang sana Penjual (O2) : Iya, bar iki daknali siji iki gek budhal rana. Iya, setelah ini menali satu ini terus brangkat kesana Penjual (O3) : Ndang saiki wae Min, mumpung dalan sepi, mengko nek wayah bubaran malah rame, daktaline kene. Buruan sekarang saja Min, mumpung jalanan sepi, nanti kalau waktu pulang pasti rame, saya talikan saja sini Penjual (O2) : Ngoten? Oo.. Nggih kula budhal sakniki. Begitu? Oo.. Iya saya berangkat sekarang. Peristiwa tutur pada data 52 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Kamis 31 Desember 2015 pukul 10:45 WIB. Komunikasi dilakukan oleh pembeli (O1) menyuruh penjual (O2) agar segera mengantar sapi yang O1 beli kerumah. Komunikasi yang terjadi adalah tergesa-gesa dan penuh rasa hormat. Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode intern, alih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko yang dilakukan oleh penjual (O2). Pada awalnya (O2) menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada (O1) yaitu iyo, bar iki daknali siji iki gek budhal rana iya, setelah ini menali satu ini terus brangkat kesana. Kemudian beralih kode ke bahasa Jawa ragam krama ngoten? Oo.. Nggih kula budhal saknik begitu? Oo.. Iya saya berangkat sekarang. Alih kode tersebut disebut alih kode intern yaitu alih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko ke bahasa Jawa ragam krama yang menimbulkan fungsi baru. Salah satu komponen tutur disini menyatakan beban makna dalam tuturan memberikan penghormatan. O2 menunjukan kesopanan bahasanya 117

118 118 kepada O3 yang merupakan atasan atau pimpinan daro O2 maka O2 menggunakan bahasa Jawa ragam krama karena menghormati dan sudah biasa menggunakan bahasa Jawa ragam krama untuk berkomunikasi dengan pimpinannya. Latarbelakangi penggunaan alih kode adalah hadirnya penutur ketiga (O3). Awalnya O2 gunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada pembeli (O1) yang yang menyuruh agar segera mengantar sapinya kerumah karena O1 merupakan pembeli yang sudah langganan maka O1 dan O2 sudah sering bertemu dan akrab, kemudian beralih kode ke dalam bahasa Jawa ragam krama kepada penjual (O3) untuk menghormati karena O3 merupakan atasan atau pimpinan dari O2 karena sudah biasa menggunakan bahasa Jawa ragam krama dalam berkomunikasi sehari-sahi maka O2 menjawab perintah dari O3 dengan menggunakan bahasa Jawa ragam krama juga karena agar lebih sopan. Latar belakang alih kode ini disebut dengan faktor situasional, karena hadirnya penutur ketiga dan agar lebih sopan. Data 53 Penjual (O1) : Model ngeneki sepuluh ewunan, nek sing ngeneki limalas ewunan. Model seperti ini sepuluh ribuan, kalau yang seperti ini limabelas ribuan Pembeli (O2) : Wolongewu mawon nggih?, daktumbas kalih nek angsal wolongewu. Delapan ribu saja ya?, Saya beli dua kalau boleh delapan ribu Penjual (O1) : Tambahi limangatus rapapa wis. Tambahin limaratus tidak apa-apa Pembeli (O3) : Iya wolongewu wae, aku dak ya tuku. Iya delapanribu saja, saya juga akan beli Pembeli (O2) : Glo, enek sing arep tuku meneh malahan. 118

119 119 Tuh, ada yang akan beli juga Penjual (O1) : Yawis-yawis enggo penglaris. Yasudah-yasuda buat penglaris Peristiwa tutur pada data 56 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Selasa 11 Oktober 2015 pukul 12:00 WIB. Komunikasi dilakukan oleh penjual (O1) dan pembeli (O2) membicarakan kesepakatan harga lalu hadir peutur ketiga yang juga seorang pembeli. Komunikasi yang terjadi adalah santai. Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode intern, alih kode dari bahasa Jawa ragam krama yang dilakukan oleh pembeli (O2). Pada awalnya (O2) menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada (O1) yaitu wolongewu mawon nggih?, daktumbas kalih nek angsal wolongewu delapan ribu saja ya?, Saya beli dua kalau boleh delapan ribu. Kemudian beralih kode ke bahasa Jawa ragam ngoko glo, enek sing arep tuku neh malahan, tuh, ada yang akan beli juga. Alih kode tersebut disebut alih kode intern yaitu alih kode dari bahasa Jawa ragam krama ke bahasa Jawa ragam ngoko yang menimbulkan fungsi baru. Salah satu komponen tutur disini menyatakan beban makna dalam tuturanmempertegas pembicaraan. O2 menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko setelah hadirnya penutur ketiga karena ingin mempertegas pembicaraan kalau penjual (O1) memberi harga delapan ribu maka akan ada pembeli lain yang akan beli. Latarbelakangi penggunaan alih kode adalah hadirnya penutur ketiga (O3). Awalnya O2 menggunakan bahasa Jawa ragam krama kepada penjual (O1) karena ingin memberikan 119

120 120 penghormatan kepada penjual yang belum dikenal, kemudian beralih kode ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko kepada penjual (O1) setelah hadirnya penutur ketiga (O3) yang juga seorang pembeli dan menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada penjual (O1). Latar belakang alih kode ini disebut dengan faktor situasional, karena bearlihnya kode setelah hadirnya penutur ketiga. d. Topik yang Dibicarakan Data 54 Pembeli (O1) : Apa sida mbok tuku Mas mau?, larang kanggoku. Apa jadi Anda beli Mas tadi?, mahal menurut saya. Pembeli (O2) : Sios Mas, rencang kula senenge kalih niku thok, kula nggih manut. Jadi Mas, teman saya sukanya sama itu saja, saya ya menuruti. Pembeli (O1) : Jane pama aku mau tak wedeni rasida tuku ngono genah kana mundur kok. Sebenarnya kalau saya tadi menakuti jika tidak jadi beli gitu pasti dia mundur kok. Pembeli (O2) : Halah wis kebacut Mas, timbang mulih gela wis ben idhep-idhep sodakoh ngono wae nek pancen kana kakehan. Halah sudah terlanjur Mas, daripada pulang menyesal sudah tidak apa-apa anggap saja sedekah gitu saja kalau memang sana kebanyakan Peristiwa tutur pada data 54 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Sabtu 26 Desember 2015 pukul 13:00 WIB. Komunikasi dilakukan oleh pembeli (O1) dan (O2) yang juga seorang pembeli berbincang-bincang menanyakan sapi yang jadi dibeli oleh pembeli O1. Komunikasi yang terjadi adalah santai. 120

121 121 Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode intern, alih kode dari bahasa Jawa ragam krama yang dilakukan oleh pembeli (O2). Pada awalnya (O2) menggunakan bahasa Jawa ragam krama kepada (O1) yaitu sios Mas, rencang kula senenge kalih niku thok, kula nggih manut jadi Mas, teman saya sukanya sama itu saja, saya ya menuruti. Kemudian beralih kode ke bahasa Jawa ragam ngoko halah wis kebacut Mas, timbang mulih gela wis ben idhep-idhep sodakoh ngono wae nek pancen kana kakean halah sudah terlanjur Mas, daripada pulang menyesal sudah tidak apa-apa anggap saja sedekah gitu saja kalau memang sana kebanyakan. Alih kode tersebut disebut alih kode intern yaitu alih kode dari bahasa Jawa ragam krama ke bahasa Jawa ragam ngoko yang menimbulkan fungsi baru. Salah satu komponen tutur disini menyatakan beban makna dalam tuturan mempertegas pembicaraan. O2 mempertegas tidak menyesal membeli seekor sapi dengan harga yang menurut O1 lumayan mahal. Latarbelakangi penggunaan alih kode adalah bergantinya topik pembicaraan. Awalnya O2 gunakan bahasa Jawa ragam krama kepada penjual (O1) karena belum saling mengenal, kemudian beralih kode ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko kepada penjual (O2) saat membicarakan bahwa O2 tidak menyesal dengan harga yang menurut O2 lumayan mahal dan beranggapan bahwa O2 bersedekah jika memang harganya lebih dari harga pada umumnya. Latar belakang alih kode ini disebut dengan faktor situasional, karena bergantinya topik pembicaraan. 121

122 122 Data 55 Penjual (O1) :Pripun kabare anak?, mpun mantuk saking puskesmas? Bagaimana kabarnya anak?, sudah pulang dari puskesmas? Penjual (O2) : Uwis Mas, ndek wingi sore, gegeri ngajak mulih wae kok. Ayo sarapan Mas. Sudah Mas, kemarin sore, bingung ngajak pulang saja kok. Ayo sarapan Mas Penjual (O1) : Ya syukur nek ngono Mas, sarapan apa? serku rica-rica, ning dengaren malah tutup, engko wae. ya syukurlah kalau begitu Mas, sarapan apa? Pengennya rica-rica, tapi tumben tutup, nanti saja Penjual (O2) : Ya apa kono neh, tak disik, luwe aku. Ya apa sana deh, saya duluan, laper saya Peristiwa tutur pada data 55 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Kamis 6 Oktober 2016 pukul WIB. Komunikasi dilakukan oleh penjual (O1) yang menanyakan kabar anak dari penjual (O2), lalu O2 mengajak O1 untuk sarapan. Komunikasi yang terjadi adalah santai. Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode intern, alih kode dari bahasa Jawa ragam krama yang dilakukan oleh penjual (O1). Pada awalnya (O1) menggunakan bahasa Jawa ragam krama kepada (O2) yaitu pripun kabare anak?, mpun mantuk saking puskesmas? bagaimana kabarnya anak?, sudah pulang dari puskesmas?. Kemudian beralih kode ke bahasa Jawa ragam ngoko ya syukur nek ngono Mas, sarapan apa? serku rica-rica, ning dengaren malah tutup, engko wae ya syukurlah kalau begitu Mas, sarapan apa? Pengennya rica-rica, tapi tumben tutup, nanti saja. Alih kode tersebut 122

123 123 disebut alih kode intern yaitu alih kode dari bahasa Jawa ragam krama ke bahasa Jawa ragam ngoko yang menimbulkan fungsi baru. Salah satu komponen tutur disini menyatakan beban makna dalam tuturan lebih komunikatif. O1 menjawab ajakan dari O2 dengan bahasa Jawa ragam ngoko karena O2 juga menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko jadi agar lebih komunikatif dalam berkomunikasi. Latarbelakangi penggunaan alih kode adalah bergantinya topik pembicaraan. Awalnya O1 menggunakan bahasa Jawa ragam krama kepada penjual (O2) karena agar lebih sopan menanyakan tentang keadaan anak dari penjual (O2), kemudian beralih kode ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko kepada penjual (O2) agar lebih nyaman saat menjawab ajakan untuk sarapan dengan O2. Latar belakang alih kode ini disebut dengan faktor situasional, karena bergantinya topik pembicaraan. e. Untuk Membangkitkan Rasa Humor Data 56 Penjual (O1) : Baru-baru semua ini Pak, dari Boyolali, pilih yang mana? Baru-baru semua ini Pak, dari Boyolali, pilih yang mana?. Pembeli (O2) : Alah apa ta Mas, tak nonton sik coba. Padahal ora nggawa duit. Halah apa ta Mas, saya melihat dulu coba. Padahal tidak membawa uang Penjual (O1) : Utang-utang yarapapa Pak, angger bar sejam dibayar hahaha. Hutang-hutang juga tidak apa-apa Pak, asalkan setelah satu jam dibayar, hahaha Pembeli (O2) : Hahaha.. Mas Pardi ki kok ya senengane ngrayu wong ben nduwe utang ngono pa piye. Hahaha.. Mas Paridi ini kok ya sukanya merayu orang supaya punya hutang gitu apa gimana 123

124 124 Peristiwa tutur pada data 56 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Kamis 31 Desember 2015 pukul 10:45 WIB. Komunikasi dilakukan oleh penjual (O1) dan pembeli (O2) menawarkan dan merayu pembeli (O2) agar membeli sapisapinya yang baru dan didatangkan dari Boyolali. Komunikasi yang terjadi adalah santai. Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode intern, alih kode dari bahasa Indonesia yang yang dilakukan oleh penjual (O1). Pada awalnya (O1) menggunakan bahasa Indonesia kepada (O2) yaitu barubaru semua ini Pak, dari Boyolali, pilih yang mana? baru-baru semua ini Pak, dari Boyolali, pilih yang mana?. Kemudian beralih kode ke bahasa Jawa ragam ngoko utang-utang yorapapa Pak, angger bar sejam dibayar hahaha hutang-hutang juga tidak apa-apa Pak, asalkan setelah satu jam dibayar, hahaha. Alih kode tersebut disebut alih kode intern yaitu alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa ragam ngoko yang menimbulkan fungsi baru. Salah satu komponen tutur disini menyatakan beban makna dalam tuturan lebih argumentatif untuk meyakinkan kepada mitra tutur. O1 meyakinkan O2 agar membeli seekor sapinya dengan dibayar hutang tapi segera dilunasi setelahnya. Latarbelakangi penggunaan alih kode adalah membangkitkan rasa humor. Awalnya O1 menggunakan bahasa Indonesia kepada pembeli (O2) karena O2 merupakan pegawai kelurahan, kemudian beralih kode ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko karena O1 sengaja mengubah suasana 124

125 125 tutur dan ingin melucu. Latar belakang alih kode ini disebut dengan faktor situasional, karena ingin membangkitkan rasa humor. Data 57 Penjual (O1) : Lhadalah, nawar kok terus ora nganggo mandhek. Lhadalah, menawar kok terus tidak pakai berhenti Pembeli (O2) : Iki wis mandek iki, semono oke? Ini sudah berhenti ini, segitu oke? Penjual (O1) : Gini gini, pitulas, tambah satu tambah dua jadi duapuluh, cocok, hahaha... Gini-gini, tujuhbelas, tambah satu tambah dua jadi duapuluh, cocok, hahaha.. Pembeli (O2) : Lha kuwi rek kaya guru matematika ngulang muride malahan, wa wis. Lha kok kaya guru matematika sedang mengajar muridnya malah, wah gimana Peristiwa tutur pada data 57 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Kamis 31 Desember 2015 pukul 09:25 WIB. Komunikasi dilakukan oleh penjual (O1) dan pembeli (O2) berbincang-bincang saling tawar-menawar mencari kesepakatan harga. Komunikasi yang terjadi adalah santai. Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode intern, alih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko yang yang dilakukan oleh penjual (O1). Pada awalnya (O1) menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada (O2) yaitu lhadalah, nawar kok terus ora nganggo mandhek lhadalah, menawar kok terus tidak pakai berhenti. Kemudian beralih kode ke bahasa Indonesia gini gini, pitulas, tambah satu tambah dua jadi duapuluh, cocok, hahaha.. gini-gini, tujuhbelas, tambah satu tambah dua jadi duapuluh, cocok, 125

126 126 hahaha... Alih kode tersebut disebut alih kode intern yaitu alih kode dari bahasa Jawa ragam ngoko ke bahasa Indonesia yang menimbulkan fungsi baru. Salah satu komponen tutur disini menyatakan beban makna dalam tuturan mempertegas pembicaraan. O1 mempertegas jumlah harga yang akan dia berikan untuk pembeli (O2). Latar belakang penggunaan alih kode adalah membangkitkan rasa humor. Awalnya O1 menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko kepada pembeli (O2) karena keduanya sudah saling mengenal, kemudian beralih kode ke dalam bahasa Indonesia karena O1 sengaja mengubah suasana tutur dan ingin melucu. Latar belakang alih kode ini disebut dengan faktor situasional, karena ingin membangkitkan rasa humor. 2. Faktor yang Melatarbelakangi Campur Kode Faktor yang melatarbelakangi campur kode yang ditemukan dalam komunikasi penjual dan pembeli di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali yaitu, (1) identifikasi peran sosial penutur, (2) tidak ada padanannya dalam bahasa yang digunakan, dan (3) keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan. a. Identifikasi Peran Sosial Penutur Data 58 Penjual (O1) : Lerena sik kana, daktunggune genti wong ya aku wis mulih saka sekolahan e lho, makan siang kana wis jam semene, rarung ora enek sing tuku paling wong wis jam semene. Istirahatlah dulu sana, gantian saya yang tunggu orang saya juga sudah pulang dari sekolah, makan siang sana 126

127 127 sudah jam segini, paling juga tidak ada yang beli orang sudah jam segini Peristiwa tutur pada data 58 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Sabtu 26 Desember 2015 pukul 12:15 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai penjual yang menyuruh pegawainya untuk makan siang karena waktu sudah siang. Dalam komunikasi tersebut terdapat peristiwa campur kode berupa penggunaan bahasa lain yang dilakukan oleh penjual (O1). Pada kalimat berbahasa Jawa ragam ngoko yaitu, lerena sik kana, daktunggune genti wong ya aku wis mulih saka sekolahan e lho, makan siang kana wis jam semene, rarung ora enek sing tuku paling wong wis jam semene istirahatlah dulu sana, gantian saya yang tunggu orang saya juga sudah pulang dari sekolah, makan siang sana sudah jam segini, paling juga tidak ada yang beli orang sudah jam segini. terdapat penggunaan bahasa Indonesia yaitu makan siang yang terdapat dalam tuturan di atas di bagian ketiga. Campur kode ini disebut campur kode intern yaitu disisipkannya bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko. Salah satu komponen tutur disini menyatakan beban makna dalam tuturan bahasa yang digunakan lebih bervariasi. O1 menunjukan bahwa dirinya menguasai bahasa Indonesia makan memasukkan frasa dari bahasa Indonesia ke dalam tuturannya. Latar belakang yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah identifikasi peran sosial penutur. O1 merupakan seorang pengajar sehingga dia lebih terbiasa menggunakan 127

128 128 frasa makan siang dari pada dalam bahasa Jawa mangan awan. Latar belakang penggunaan campur kode ini disebut dengan faktor sosial, karena penutur merupakan seorang pengajar. Data 59 Pembeli (O1) : Wong dodol perabotan rumah tangga sing biasane mandhek ning kene kae kok dengaren ora enek ya? Orang jualan perabotan rumah tangga yang biasanya berhenti di sini itu kok tumben tidak ada ya? Penjual (O2) : Yahketen pun lunga Bu, nika mandhek nek esuk thok biasane. Jam segini sudah pulang Bu, itu berhenti kalau pagi saja biasanya. Peristiwa tutur pada data 59 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Selasa 11 Oktober 2016 pukul 11:15 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai pembeli yang yang bertanya kepada penjual makanan (O2), situasi yag terjadi santai. Dalam komunikasi tersebut terdapat peristiwa campur kode berupa penggunaan bahasa lain yang dilakukan oleh pembeli (O1). Pada kalimat berbahasa Jawa ragam ngoko yaitu, wong dodol perabotan rumah tangga sing biasane mandhek ning kene kae kok dengaren ora enek ya? Orang jualan perabotan rumah tangga yang biasanya berhenti di sini itu kok tumben tidak ada ya?. terdapat penggunaan bahasa Indonesia yaitu perabotan rumah tangga yang terdapat dalam tuturan pertama di bagian pertama. Campur kode ini disebut campur kode intern yaitu disisipkannya bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko. 128

129 129 Salah satu komponen tutur disini menyatakan beban makna dalam tuturan bahasa lebih mudah dipahami. O1 menyisipkan bahasa Indonesia ke dalam tuturannya agar pedagang yang dia maksud lebih mudah dipahami oleh lawan tuturnya. Latar belakang yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah identifikasi peran sosial penutur. O1 merupakan seorang pegawai negeri sipil sehingga dia lebih nyaman dengan menyebut perabotan rumah tangga dan terbiasa menggunakan bahasa Indonesia ketika sedang dinas. Latar belakang penggunaan campur kode ini disebut dengan faktor sosial, karena penutur merupakan seorang pegawai negeri sipil. b. Tidak Ada Padanannya dalam Bahasa yang Digunakan Data 60 Pembeli (O1) : Tetep nganggo garansi lho ya kudune. Tetap pakai garansi lho ya harusnya Penjual (O2) : Niku sampun, mengke nek sulaya balekne lak sampun ta Bu. Itu sudah, nanti kalau bermasalah dikembalikan kan sudah kan Bu Peristiwa tutur pada data 60 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Senin 21 Desember 2015 pukul 12:30 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai pembeli yang memohon kepada penjual (O2) untuk memberi garansi, situasi komunikasi yang terjadi santai tetapi serius. Dalam komunikasi tersebut terdapat peristiwa campur kode berupa penggunaan kata dari bahasa lain 129

130 130 yang dilakukan oleh penjual (O1). Pada kalimat berbahasa Jawa ragam ngoko yaitu, tetep nganggo garansi lho ya kudune tetap pakai garansi lho ya harusnya, terdapat penggunaan kata dari bahasa Indonesia yaitu kata garansi yang terdapat dalam tuturan pertama di bagian pertama. Campur kode ini disebut campur kode intern yaitu disisipkannya kata dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko. Salah satu komponen tutur disini menyatakan beban makna dalam tuturan agar mudah dipahami. O1 memasukkan kata dari bahasa Indonesia untuk memohon kepada penjual (O2) agar penjual (O2) mudah memahami tuturannya. Latar belakang yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah tidak ada padanannya dalam bahasa yang digunakan. O1 memasukkan kata dari bahasa Indonesia ke dalam tuturannya karena tidak adanya padanan yang sesuai dalam bahasa asli penutur yaitu bahasa Jawa. Latar belakang penggunaan campur kode ini disebut dengan faktor lingual, karena tidak adanya kosa kata yang tepat dalam bahasa Jawa. Data 61 Pembeli (O1) : Nek nyedaki dealer pinggir dalan aku kabarana Mas, dakpapak, bene ora kangelan golekimu. Kalau mendekati dealer pinggir jalan kabarin saya Mas, saya jemput, biar Anda tidak kesusahan mencarinya Peristiwa tutur pada data 61 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Kamis 31 Desember 2015 pukul 13:13 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai pembeli 130

131 131 yang memberi saran kepada mitra tuturnya. Dalam komunikasi tersebut terdapat peristiwa campur kode berupa penggunaan kata dari bahasa lain yang dilakukan oleh penjual (O1). Pada kalimat berbahasa Jawa ragam ngoko yaitu, nek nyedaki dealer pinggir dalan aku kabarana Mas, tak papak, bene ora kangelan golekimu kalau mendekati dealer pinggir jalan kabarin saya Mas, saya jemput, biar Anda tidak kesusahan mencarinya, terdapat penggunaan kata dari bahasa Inggris yaitu kata dealer yang terdapat dalam tuturan di depan di bagian pertama. Campur kode ini disebut campur kode ekstern yaitu disisipkannya kata dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko. Salah satu komponen tutur disini menyatakan beban makna dalam tuturan agar mudah dipahami. O1 memasukkan kata dari bahasa Inggris yang sudah lazim digunakan untuk sebagian besar masyarakat Jawa jadi mudah memahami. Latar belakang yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah tidak ada padanannya dalam bahasa yang digunakan. O1 memasukkan kata dari bahasa Inggris ke dalam tuturannya karena tidak adanya padanan yang sesuai dalam bahasa asli penutur yaitu bahasa Jawa. Latar belakang penggunaan campur kode ini disebut dengan faktor lingual, karena tidak adanya kosa kata yang tepat dalam bahasa Jawa. Data 62 Penjual (O1) : Tulisana kene kabeh jinis-jinise sapi sing kepayon dina iki mau, karo jeneng-jenenge sing dodol sing tuku, di enggo bukti transaksi laporan ning kelurahan. Tuliskan disini semua jenis-jenis sapi yang terjual hari ini tadi, dan nama-nama yang menjual yang membeli, untuk bukti transaksi laporan di kelurahan 131

132 132 Peristiwa tutur pada data 62 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Kamis 6 Oktober 2016 pukul 09:15 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) sebagai penjual yang meminta rekan kerjanya mencatat semua sapi yang terjual untuk bukti laporan ke kelurahan Jeron. Dalam komunikasi tersebut terdapat peristiwa campur kode berupa penggunaan bahasa lain yang dilakukan oleh penjual (O1). Pada kalimat berbahasa Jawa ragam ngoko yaitu, tulisana kene kabeh jinis-jinise sapi sing kepayon dina iki mau, karo jeneng-jenenge sing dodol sing tuku, di enggo bukti transaksi laporan ning kelurahan tuliskan disini semua jenis-jenis sapi yang terjual hari ini tadi, dan namanama yang menjual yang membeli, untuk bukti transaksi laporan di kelurahan, terdapat penggunaan bahasa Indonesia yaitu transaksi laporan yang terdapat dalam tuturan di depan di bagian ketiga. Campur kode ini disebut campur kode intern yaitu disisipkannya kata dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko. Salah satu komponen tutur di sini menyatakan beban makna dalam tuturan agar mudah dipahami. O1 memasukkan kata dari bahasa Indonesia yang sudah lazim digunakan untuk sebagian besar masyarakat Jawa jadi mudah memahami. Latar belakang yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah tidak ada padanannya dalam bahasa yang digunakan. O1 memasukkan kata dari bahasa Indonesia ke dalam tuturannya karena tidak adanya padanan yang sesuai dalam bahasa asli penutur yaitu bahasa Jawa. 132

133 133 Latar belakang penggunaan campur kode ini disebut dengan faktor lingual, karena tidak adanya kosa kata yang tepat dalam bahasa Jawa. c. Keinginan untuk Menjelaskan atau Menafsirkan Data 63 Penjual (O1) : Toko kidul masjid kae apa ora adol ta?, Kayae adol kok, anakku biyen tuku kana enek, alah cedak simpang tiga cilik kae pokoke. Toko selatan masjid itu apa tidak jual? Sepertinya jual kok anak saya dulu pernah beli di sana ada, yang dekat simpang tiga kecil itu pokoknya Peristiwa tutur pada data 63 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Kamis 31 Desember 2015 pukul 10:15 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) yang merupakan seorang penjual menjelaskan tempat yang menjual tali. Dalam komunikasi tersebut terdapat peristiwa campur kode berupa penggunaan bahasa lain yang dilakukan oleh penjual (O1). Pada kalimat berbahasa Jawa ragam ngoko yaitu toko kidul masjid kae apa ora adol ta?, Koyoe adol kok, anakku biyen tuku kana enek, alah cedak simpang tiga cilik kae pokoke toko selatan masjid itu apa tidak jual? Sepertinya jual kok anak saya dulu pernah beli di sana ada, yang dekat simpang tiga kecil itu pokoknya, terdapat penggunaan kata dari bahasa Indonesia yaitu simpang tiga yang terdapat dalam tuturan di atas di bagian keempat. Campur kode ini disebut campur kode intern yaitu disisipkannya bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko. 133

134 134 Salah satu komponen tutur disini menyatakan beban makna dalam tuturan bahasa yang digunakan lebih bervariasi. O1 memasukkan bahasa Indonesia menunjukan bahwa dirinya menguasai bahasa lain. Latar belakang yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan. O1 memasukkan bahasa Indonesia ke dalam tuturannya karena ingin menjelaskan lokasi kepada lawan tuturnya agar lebih mudah dipahami. Latar belakang penggunaan campur kode ini disebut dengan faktor praktikal karena lebih mudah dimengerti. Data 64 Penjual (O1) : Aku rada lali omahe, pama dalane mengko jik iso dielingeling. Saya agak lupa rumahnya, seumpama jalannya nanti masih bisa diingat-ingat Penjual (O2) : Jagal Ngumbul Banaran mosok lali?, omahe kiri jalan nek saka kene, cat iso, kandhange ketok saka ngarepan. Penjagal Ngumbul Banaran masa lupa?, rumahnya kiri jalan kalau dari sini, cat hijau, kandangnya kelihatan dari depan Peristiwa tutur pada data 64 terjadi di pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung terjadi pada hari Selasa 11 Oktober 2015 pukul 11:10 WIB. Komunikasi dilakukan oleh (O1) yang bertanya kepada penjual (O2) denah lokasi rumah untuk mengantar sapi kepada pembeli. Dalam komunikasi tersebut terdapat peristiwa campur kode berupa penggunaan frasa dari bahasa lain yang dilakukan oleh penjual (O2). Pada kalimat berbahasa Jawa ragam ngoko yaitu jagal Ngumbul Banaran mosok lali?, omahe kiri jalan nek saka kene, cat iso, kandhange ketok saka ngarepan penjagal Ngumbul Banaran masa lupa?, rumahnya kiri 134

135 135 jalan kalau dari sini, cat hijau, kandangnya kelihatan dari depan, terdapat penggunaan bahasa Indonesia yaitu simpang tiga yang terdapat dalam tuturan kedua di bagian kedua. Campur kode ini disebut campur kode intern yaitu disisipkannya bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko. Salah satu komponen tutur disini menyatakan beban makna dalam tuturan bahasa yang digunakan menegaskan penekanan atau maksud. O1 memasukkan bahasa Indonesia untuk memberikan maksud denah rumah yang ingin dia jelaskan kepada O1. Latar belakang yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan. O1 memasukkan bahasa Indonesia ke dalam tuturannya karena ingin menjelaskan lokasi kepada lawan tuturnya agar lebih mudah dipahami. Latar belakang penggunaan campur kode ini disebut dengan faktor praktikal karena lebih mudah dimengerti. 135

136 136 BAB III PENUTUP A. SIMPULAN Brdasarkan analisis data yang diperoleh dalam AK dan CK dalam komunikasi penjual dan pembeli di Pasar Hewan Dusun Purworejo Desa Jeron Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali adalah sebagai berikut: 1. Bentuk AK dalam komunikasi penjual dan pembeli di Pasar Hewan Dusun Purworejo Desa Jeron Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali ditemukan AK bahasa dan atau alih variasi yang dapat dibedakan menjadi 3 yaitu: (1) AK dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia, (2) AK bahasa Jawa ragam ngoko ke dalam bahasa Jawa ragam krama, dan (3) AK bahasa Jawa ragam krama ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko. Masing-masing bentuk AK tersebut ditandai dengan satuan lingual berupa kalimat. AK yang dominan terjadi adalah AK dari bahasa Jawa ragam krama ke bahasa Jawa ragam ngoko dan AK dari bahasa Jawa ragam ngoko ke bahasa Jawa ragam krama, karena sebagian besar penjual dan pembeli di Pasar Hewan Dusun Purworejo Desa Jeron Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali adalah asli masyarakat Jawa, maka lebih sering menggunakan bahasa Jawa dengan ragamnya seperti Bahasa Jawa ragam ngoko dan bahasa Jawa ragam krama daripada bahasa lain Selanjutnya bentuk CK dalam komunikasi penjual dan pembeli di Pasar Hewan Dusun Purworejo 136

137 137 Desa Jeron Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali dibagi menjadi 4 macam yaitu: (1) CK penggunaan kata dari bahasa lain, (2) CK penggunaan frasa dari bahasa lain, (3) CK penggunaan perulangan kata dari bahasa lain. Masing-masing bentuk CK tersebut ditandai dengan satuan lingual berupa kata dan frasa. Bentuk CK yang dominan adalah bentuk CK penggunaan kata dari bahasa lain, karena para penjual dan pembeli Pasar Hewan Dusun Purworejo Desa Jeron Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali memasukan kata dan frasa dari bahasa lain untuk menjelaskan atau menafsirkan maksud dan tidak ada padanannya dalam bahasa asli yaitu bahasa Jawa. 2. Fungsi AK yang ditemukan dalam komunikasi penjual dan pembeli di Pasar Hewan Dusun Purworejo Desa Jeron Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali adalah: (1) lebih argumentatif untuk meyakinkan kepada mitra tutur, (2) lebih komunikatif, (3) memberikan penghormatan, (4) mempertegas pembicaraan. Fungsi AK ditandai dalam perubahan situasi tutur, misalnya dari situasi santai, situasi yang mempertimbangkan ketegangan atau keseriusan, situasi yang mempertimbangkan kesopanan. Fungsi AK yang dominan adalah lebih argumentatif meyakinkan mitra tutur dan fungsi AK memberikan penghormatan Selanjutnya fungsi CK yang ditemukan dalam komunikasi penjual dan pembeli di Pasar Hewan Dusun Purworejo Desa Jeron Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali adalah: (1) bahasa yang digunakan lebih bervariasi, (2) lebih mudah dipahami, (3) menegaskan penekanan atau maksud, (4) menunjukkan identitas diri. 137

138 138 Fungsi CK juga ditandai dalam perubahan situasi tutur. Fungsi CK yang dominan adalah bahasa yang digunakan lebih bervariasi dan lebih mudah dipahami. 3. Faktor yang melatarbelakangi penggunaan AK dan CK dalam komunikasi penjual dan pembeli di Pasar Hewan Dusun Purworejo Desa Jeron Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali adalah: (1) faktor sosial, (2) faktor situasional. Faktor yang melatarbelakangi penggunaan CK adalah: (1) faktor lingual, (2) faktor praktikal. Penggunaan AK dan CK yang dominan terjadi karena dilatarbelakangi oleh faktor praktikal dan faktor situasional. Penggunaan CK yang terjadi adalah masuknya bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan bahasa Arab. B. SARAN Penelitian alih kode dan campur kode dalam komunikasi penjual dan pembeli di Pasar Hewan Dusun Purworejo Desa Jeron Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali ini merupakan penelitian baru dan awal, kiranya perlu diadakan penelitian lanjutan karena bahasa selalu mengalami perubahan dan perkembangan, sehingga diperoleh penelitian yang lebih komprehensi. Penelitian ini membahas mengenai alih kode dan campur kode dalam komunikasi penjual dan pembeli di Pasar Hewan Dusun Purworejo Desa Jeron Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali yang ditinjau dari segi sosiolinguistik. Oleh karena itu perlu penelitian di area lain yang 138

139 139 komponen tuturnya lebih bervariasi, sehingga mungkin ditemukan alih kode dan campur kode yang berbeda. Selain itu bahasa tuturan campur kode dalam penelitian ditemukan kata, frasa, perulangan kata. Hal tersebut sangat memungkinkan adanya campur kode yang berupa diolek, juga sangat mungkin terjadi integrasi maupun interferensi (penyimpangan). Maka kiranya perlu penelitian lebih lanjut dalam ungkapan sosiolinguistik dengan fokus kajian integrasi dan interferensi. 139

140 140 DAFTAR PUSTAKA Chaer, Abdul dan Leoni Agustina Sosiolinguistik: Perkenalan Awal.Jakarta: Rineka Cipta. I Nengah Budiasa Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Alih Kode dalam Dharma Wacana Agama Hindu di Kota Denpasar (Bunga Rampai: Jurnal). Denpasar: Balai Bahasa Denpasar. Kridalaksana, Harimurti Kamus Linguistik Edisi Keempat: Cetakan Pertama. Jakarta: Gramedia Pustaka Umum. Nababan, P.W.J Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta:GramediaPustaka Umum. Pamungkas, Ayu Margawati SKRIPSI. Penggunaan Bahasa Jawa Etnis Cina di Pasar Gede Surakarta dalam Ranah Jual Beli (Suatu Kajian Sosiolinguistik). Surakarta. Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret. Poedjosoedarma, Soepomo Kode dan Alih Kode. Yogyakarta: Balai Penelitian Bahasa Pradanta, Wisnu SKRIPSI. Pemakaian Alih Kode dan Campur Kode Bahasa Jawa di Pasar Elpabes Proliman Balapan Surakarta (Sebuah Tinjauan Sosiolinguistik). Surakarta. Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret. Subroto, D. Edi Pengantar Metode Penelitian Linguistik Struktural. Surakarta: Sebelas Maret University Press. Suwito Sosiolinguistik & Teori dan Problema. Surakarta. Henary Offset Solo. Sudaryanto. 1989, Pemanfaatan Potensi Bahasa. Yogyakarta: Kanisius. Sudaryanto. 1990, Aneka Konsep Kedataan Lingual dalam Linguistik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press , Metode Linguistik. Yogyakarta: Gatjah Mada University Press Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa (Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistik). Yogyakarta: Duta Wacana University Press. Sutana, Dwi Alih Kode dan Campur Kode dalam Majalah Djaka Lodang (Suatu Studi Kasus).Yogyakarta: Balai Bahasa Yogyakarta. Sutopo Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press 140

141 141 Tim Penyusun Pedoman Penulisan Skripsi/Tugas Akhir Pedoman Penulisan Skripsi/ T ugas Akhir. Surakarta: Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret. Vinansis, Mundianita Rosita SKRIPSI. Alih Kode dan Campur Kode Bahasa Jawa dalam Rapat Ibu-ibu PKK di Kepatihan Kulon Surakarta. Surakarta. Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret. Widyana, Prista SKRIPSI. Pemakaian Bahasa Jawa Etnik Arab di Kecamatan Pasar Kliwon Surakarta. Surakarta. Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret. 141

142 142 LAMPIRAN DATA Data 1 Pembeli (O2) : Sapimu sing etan karo sing kulon regane pas?, daknyang oleh ora?, sing oleh dinyang sing ndi? Sapimu yang timur dan yang barat harganya pas?, saya tawar boleh tidak?, yang boleh ditawar yang mana? Penjual (O1) : Lha nek nganyang niku angsal mawon Mbah. Kalau menawar itu boleh saja Kek Pembeli (O2) : Sing etan pa sing kulon? Yang timur atau yang barat? Penjual (O1) : Nek sing etan aja, ning nek sing kulon dakwenehke. Kalau yang timur jangan, tapi kalau yang barat saya berikan Pembeli (O2) : Aja larang-larang ngono lho. Jangan mahal-mahal begitu Data 2 Penjual (O1) : Piye nek pilih sing tipe iki, luwih apik tinimbang tipe sing kuwi ngarepmu kuwi mas. Bagaimana kalau pilih yang jenis ini, lebih bagus daripada jenis yang itu depan Anda itu Mas Data 3 Pembeli (O1) : Bu, nasi rames dua ya. Bu, nasi rames dua ya Penjual (O2) : Paringi endhog boten Mbak? Diberi telur tidak Mbak? Pembeli (O1) : Setunggal paringi, setunggal boten Bu. Satu diberi, satu tidak Bu Data 4 Pembeli (O1) : Pit onthel cilikmu kuwi regane pira Mas? Sepeda onthel kecilmu itu harganya berapas Mas? Penjual (O2) : Kuwi durung rampung lehku ndandani Mas. Itu belum selesai saya perbaiki Mas Pembeli (O1) : Rampungana sik saknu, tak tukune, second ta kuwi? Selesaikan dulu saja, saya beli, second kan itu? 142

143 143 Data 5 Pembeli (O1) : Golek sapi, Mas. kandhange wis padha reget ya. Nyari sapi, Mas?. Kandangnya semua kotor ya Penjual (O2) : jarene mulai pembangunan Pak? Katanya mulai pembangunan Pak? Pembeli (O1) :Kata pak Lurah, kemarin juga sudah maju kok proposalnya. Katanya pak Lurah, kemarin juga sudah maju kok proposalnya Penjual (O2) : Wah berarti ya segera itu. Wah berarti ya segera itu Pembeli (O1) : lha kudune ya ngono ya Mas, delok wae engko. Harusnya ya gitu ya Mas, lihat aja nanti Data 6 Penjual (O1) : Anu ki Mas, jinise lho anakan apa rodo gedhe Mas? Gini Mas, jenisnya itu yang kecil apa agak besar Mas? Pembeli (O2) : Punya Bapak dari kanan ini? Punya Bapak dari kanan ini? Penjual (O1) : Iya kanan ini, ini lho Mas satu baris. Iya kanan ini, ini lho Mas satu baris Pembeli (O2) : Besar-besar nggih. Besar-besar ya Penjual (O1) : Pak Paidi sing rada anakan kecil Mas. Pak Paidi yang agak anakan kecil Mas Pembeli (O2) : Pak Paidi udah satu tadi. Pak Paidi sudah satu tadi Data 7 Penjual (O1) : Pesen apa wae mau Dhik? Pesen apa saja tadi Dek? Pembeli (O2) : Mie ayam satu, mieso satu Buk. Mie ayam satu, mieso satu Buk Penjual (O1) : Minumnya apa aja Dhik. Minumnya apa saja Dek? Pembeli (O2) : Es teh manis sama es teh tawar Buk. Es teh manis sama es teh tawar Buk Data 8 Penjual (O1) : Dudohi ki urung karuan nek mathuk, mengko bali neh golek neh, nek ketok barange neng kene ngono genah. Memberi tahu itu belum tentu cocok, nanti balik lagi mencari lagi, kalau keliatan barangnya di sini gitu pasti Pembeli (O2) : Lha nganyang boten? Lha menawar tidak? 143

144 144 Penjual (O1) : Jenengan wau rak nika ta nyuwune? Anda tadi kan yang itu kan mintanya? Pembeli (O2) : Nggih nika sing gagah sanes niki. Iya, itu yang gagah bukan yang ini Penjual (O1) : Lha nggih, nek nika pas boten saget kurang. Lha iya, kalau itu pas tidak bisa kurang Data 9 Penjual (O1) : Iki suk mbok dol meneh bathi genah, tenan ora kok aku gawegawe. Ini besok kalau Anda jual lagi pasti untung, bener tidak kok saya bikin-bikin Pembeli (O2) : Pama ora sapi perah, ning sapi kepu ngene ki lho Mas. Seumpama bukan perah, tapi sapi kepu gini ini lho Mas Penjual (O1) : Wis gede, pancene boten kok semi-semi ngeten niki. sudah besar, memang bukan semi-semi seperti ini Pembeli (O2) : Nek sing lor kae? Kalau yang utara itu? Penjual (O1) : Nggih sae, napa putih niki? Iya bagus, apa putih ini? Pembeli (O2) : Iki? Ini? Penjual (O1) : Lha niku, iki selak mulih masalahe Mas. Iya itu, ini segera akan pulang masalahnya Mas Data 10 Penjual (O1) : Sing endi ta Mbah? Yang mana Kek? Pembeli (O2) : Kae lho kae, ayo rana sik. Itu lho itu, ayo kesana dulu Penjual (O1) : Ayo jajal, endi jal sing kaya ngapa penasaran aku Ayo coba, mana coba yang seperti apa penasaran saya Pembeli (O2) : Iki lho karepku ki, karo dodolane dhewe kok lali. Ini maksud saya, dengan dagangannya sendiri mengapa lupa Penjual (O1) : Oalah, niki ta Mbah?, lha nek sing niki ya regine nambah niku, Pripun? Ini ya Kek?, kalau yang ini harganya nambah, bagaimana? Data 11 Pembeli (O1) : Wong itungan kok kabeh ngroyok, sing genah ning pasar ya ning pasar wae Mbah. 144

145 145 Orang lagi hitungan kok semua merubung, yang bener di pasar ya di pasar aja Kek Penjual (O2) : Niki lho kleru dhuite sampeyan mengke. Ini lho salah uang Anda nanti Pembeli (O1) : Sik wae Mbah, sik wong duwite ya jik digawa anakku. Nanti aja Kek, uangnya juga masih dibawa anak saya Penjual (O2) : Ngene wae, nek mathuk karo mbahe ndang wehana kana raketang satus rongatus. Gini saja, kalau setuju sama kakek buruan kasihkan sana sekitar seratus duaratus Pembeli (O1) : Sik Mbah, ngenteni anakku wae. Nanti Kek, nunggu anak saya saja Data 12 Penjual (O1) : Wo, yawis nek selak kanggo ning nyuwun sewu menawi enten rembuk kula sing boten mranani, kula nyuwun ngapura. Ow, yauda kalau keburu dipakai tapi minta maaf kalau ada pembicaraan saya yang tidak enak, saya minta maaf Pembeli (O2) : Nggih. Iya Penjual (O1) : Aku wong tuwa pada wong tuwa nek di ulek-ulek wong mesakne aku tak lunga. Saya orang tua sama orang tua kalau dikerubuti orang banyak saya akan pergi Pembeli (O2) : Nggih kula matur nuwun. Iya saya berterimakasih Penjual (O1) : Nuwun sewu, kula boten kok ngajak rame. Minta maaf, sata tidak mau mengajak ramai Data 13 Penjual (O1) : Dipendhet piyambak napa enten rencange, Pak? Di bawa sendiri atau ada temannya Pak? Pembeli (O2) : Kae enek koncone kok Mas, nek dhewe aku ya ora wani ta. Itu ada temannya Mas, kalau semdiri saya tdak berani Penjual (O1) : Lha iya ta, wis umur tuwa kok ya, ndi konen rene, Pak. Lha iya, sudah umur tua kok ya, mana disuruh kesini Pak Data 14 Pembeli (O1) :Mbak, mie ayam loro. Mbak, mie ayam dua Penjual (O2) :O nggih, minume napa? 145

146 146 O iya, minumnya apa? Pembeli (O1) :Es teh siji, es jeruk siji, cepakna, tak tinggal bayar sapi sik. Es teh siji, es jeruk siji, siapkan dulu, saya tinggal membayar sapi dulu Data 15 Pembeli (O1) : Warung nek masakane enak, amba ora umpel-umpelan, tur bersih sisan, wis mesthi akeh sing padha mara jajan. Warung kalau masakannya enak, luas tidak desak-desakan, dan bersih juga, sudah pasti banyak yang datang untuk jajan Data 16 Pembeli (O1) : Mbak, sega ya, lawuhe kaya biasane. Mbak, nasi ya, lauknya seperti biasanya Pembeli (O2) : Iwake isih digoreng ki Mas, nunggu sik ya? Ayamnya masih digreng ini Mas, nunggu dulu ya? Penjual (O1) : Siap, tak sambine nonton tipi sik, iki endi remote tipine? Siap, sambil saya menonton televisi dulu, ini mana remote televisinya? Data 17 Pembeli (O1) : Wah edan, Lik Nano saiki tambah gantheng wae, piye kabare suwe ora kepethuk. Wah astaga, Paman Nano sekarang semakin ganteng saja, bagaimana kabarnya sudah lama tidak bertemu Pembeli (O2) : Gantheng apane, wong tambah tuwa ngene, tur aku saiki gawa kathok jeans senantiku wis ora penak blas, apik-apik wae aku, lha kowe piye? ganteng apanya, sudah semuakin tua seperti ini dan saya sekarang memakai celana jeans sudah merasa tidak nyaman, saya baik-baik saja, kamu bagaimana? Data 18 Penjual (O1) : Jare dinyang sanga seprapat. Katanya ditawar sembilan seperempat Pembeli (O2) : Bathi nuw, halah malah gawe omah wong bathiog, golekne wong panggung hiburan loro kana. Untung dong, halah nanti dibuat rumah bisa untung kok, dicarikan orang panggung hiburan dua sana Penjual (O1) :Woo, lha ya nuw. Oh, lha iya dong Pembeli (O2) : Haha, yawis nek ngono matur nuwun ya. Haha, yaudah kalau begitu terimakasih ya 146

147 147 Data 19 Penjual (O1) :Arep nuku ya hurung wani nek saiki, dhuitku entek bar bayar study tour anakku ning Bali. Akan membeli ya tidak berani kalau sekarang, uang saya habis untuk membayar perjalanan belajar anak saya ke Bali. Data 20 Pembeli (O1) : Pit-pit mini-mini ngeteniki nek anyar pintenan kira-kira?, sejutanan nganti boten nggih?, dienggo anak wedok, nangis wae jaluk pit, mumet aku. Sepeda-sepeda mini-mini seperti ini kalau baru berapa kira-kira?, satu jutaan sampai tidak ya?, dipakai anak perempuan, nangis terus minta sepeda, pusing saya Data 21 Penjual (O1) : Mandhek kene wae, lha kene hop stop stop, kene wae lak gampang ngunggahne sapine, ora ngganggu dalan yoan. Berhenti disini saja, iya sini berhenti berhenti, sini saja supaya gampang menaikkan sapinya, tidak mengganggu jalan juga Data 22 Penjual (O1) : Raurung balik mriki melih ngaten Mbah?, pripun? Pada akhirnya balik kesini lagi gitu Kek?, bagaimana? Pembeli (O2) : Aku wis mubeng nganti sikilku kemeng kabeh iki ora entuk apaapa blas. Saya sudah keliling sampai kaki saya pegal semua ini tidak dapat apa-apa Penjual (O1) : Kandhani gugua aku wae Mbah, ora patia akeh hambok pilih iki suk riyaya kurban sedheng wis gedhe wayah dibeleh kok. Dibilangin nurut saya saja Kek, tidak terlalu banyak mending pilih ini besok hari raya kurban sudah besar waktunya disembelih kok Pembeli (O2) : Karepku jane yo arep tak nggo kurban suk, wis timbang kesel kacek sitik wis ben wae, angger mbok terne mengko. Kepinginnya saya juga akan saya berikan buat kurban besok, yasudah daripada capek selisih sedikit tidak apa-apa, asalkan anda antarkan nanti Penjual (O1) : Yo iki nek wis bar langsung dakterne Mbah, rausah mikir wisan. Ya ini kalau sudah selesai langsung saya antar Kek, tidak usah mikir lagi 147

148 148 Data 23 Pembeli (O1) : Landhep tenan ora iki? Tajam beneran tidak ini? Penjual (O2) : Niki mang cobi riyen pripun? Ini silahkan anda coba dulu bagaimana? Pembeli (O1) : Sing wingi kae apa landhep sedina, sesuke wis gowang kabeh. Yang kemarin apa tajam sehari, besoknya sudah tumpul semua Penjual (O2) : Mosok neh?, nera ya landhep, nek ora landhep apa ya dak dol ngono lho, koe kui kok yo senengane ki, nek aritku ki genahe landhep nyatane ya awet-awet kok angger saka kene, glo..glo.. iki glo, empan tenan to dienggo ngarit mathuk thok iki. Masa sih?, pasti ya tajam, kalau tidak tajam apa ya saya jual gitu lho, kamu itu kok ya sukanya gitu, kalau sabit saya ini pasti tajam kenyataanya ya pada awet-awet kok asal dari siji, ni..ni.. ini ni, tajam beneran kan buat cari rumput cocok sekali ini Pembeli (O1) : Kene siji, sik rada cilik kuwi sik wae. Mana satu, yang gak kecil dulu saja Data 24 Penjual (O1) : Padhos napa Mas? Cari apa Mas? Pembeli (O2) : Dadung loro Mbak. Tali dadung dua Mbak Penjual (O1) : Sing ageng napa sing alit? Yang besar atau yang kecil? Pembeli (O2) : Cilik wae, mung dienggo mbakohi sapi kok, ben ora polah. Kecil saja, hanya dipakai untuk engencangkan sapi, supaya tidak gerak Penjual (O1) : Cilik?, telu sisan wae Mas, regane malah luwih murah nek telu, tambah siji sisan ya. Kecil?, tiga sekalian saja Mas, harganya lebih murah kalau tiga, tambah satu sekalian ya Pembeli (O2) : Dengah-dengah kono Mbak. Terserah saja Mbak Data 25 Penjual (O1) : Itungan neng kantor wae mengko, aja neng kene. Hitungannya di kantor saja nanti, jangan disini Pembeli (O2) : Saiki wae ya, sisan dhuite pas apa orane iki. Sekarang saja ayo, sekalian uangnya cukup apa tidak ini Penjual (O1) : Mau lak mathuk wolulas setengah ta, Dhi?, wau lak ngoten nggih Pak? 148

149 149 Tadi kan setuju delapanbelas setengah kan, Di? Tadi itu begitu ya Pak? Penjual (O3) : Iya wolulas setengah wis dibayar rongewu, kurang enembelas setengah. Iya delapanbelas setengah sudah dibayar duaribu, kurang enambelas setengah Data 26 Pembeli (O1) : Nyo, tak genepi sisan nyo. Nih, saya lunasi sekalian nih Penjual (O2) : Walah susuke kok akehmen iki, sik. Dhe gadhah pecah satus ewu? Walah kembaliannya kok banyak sekali ini, sebentar. Pak punya pecahan seratus ribu? Penjual (O3) : Wah ora, ora nduwe aku nek satus. Wah tidak, tidak punya saya kalau seratus Data 27 Pembeli (O1) : Dawet kalih Pak, pinten? Dawet dua Pak, berapa? Penjual (O2) : O.. Nggih niki Mbak, gangsal ewu. O.. iya ini Mbak, lima ribu Pembeli (O1) : Niki Ini Penjual (O2) : Susuk gangsal ewu nggih Mbak, kae dolono sik Le, tak nyusuki Mbake iki sik. Kembali lima ribu ya Mbak, itu layani dulu Nak, saya akan memberi kembalian kepada Mbak ini dulu Penjual (O3) : Pinten? Berapa? Data 28 Penjual (O1) : Bar niliki gone Samidi, sapine telu lemu-lemu. Habis melihat milik Samidi, sapinya tiga gemuk-gemuk Penjual (O2) : Wingi dinyang jagal lor ora oleh kok. Kemarin ditawar jagal utara tidak boleh Pembeli (O3) : Mas enek perah ora? Mas, ada sapi perah tidak? Penjual (O1) : Niki kalih mas Muji mawon, nggen kula sampun telas niku. Itu sama mas Muji saja, punya saya sudah habis ini 149

150 150 Data 29 Pembeli (O1) : Iki alamate, terna saiki ditunggu bocahku mengko ning kandhang kana. Ini alamatnya, antarkan sekarang ditunggu orang saya nanti di kandang sana Penjual (O2) : Iya, bar iki tak nali siji iki gek budhal rana. Iya, setelah ini menali satu ini terus brangkat kesana Penjual (O3) : Ndang saiki wae Min, mumpung dalan sepi, engko nek wayah bubaran malah rame, tak taline kene. Cepat sekarang saja Min, mumpung jalanan sepi, nanti kalau waktu pulang pasti rame, saya talikan saja sini Penjual (O2) : Ngoten? Oo.. Nggih kula budhal sakniki. Begitu? Oo.. Iya saya berangkat sekarang Data 30 Penjual (O1) : Yahmene rek arek mulih, lha apa wis kepayon? Jam segini kok mau pulang, apa sudah laku? Penjual (O2) : Hurung eg, dibel bojoku kon mulih, dijak tilik wong loro neng Jebres. Belum, ditelfon istri saya disuruh pulang, diajak menjenguk orang sakit di Jebres Penjual (O3) : To, kowe mau ngerti Lilik ora? To, kamu tadi melihat Lilik tidak? Penjual (O2) : Wau turene ajeng wangsul niku Pak, napa dereng pamit jenengan? Tadi katanya akan pulang gitu Pak, apa belum berpamitan dengan Anda? Penjual (O3) : Owalah mulih jebule, yawis nek ngono. Owalah pulang ternyata, yasudah kalau begitu Data 31 Penjual (O1) : Sapi eloke kaya ngene kok jik kurang piye horok?,karepmu lak sing gelem mangan suket tur ora nolak damen ta? tenang saja nanti tak ambile lagi kalau nolak damen, jangan khawatir ngono lho. Sapi bagusnya kaya gini kok masih kurang gimana coba?, kamu meminta yang doyan makan ruput dan tidak menolak jerami kan?, tenang saja nanti saya ambil lagi kalau nolak jerami, jangan khawatir gitu lho Pembeli (O2) : Hahaha.. Ngono cocok, tenan lho ya. Hahaha.. seperti itu cocok, beneran ya 150

151 151 Data 32 Penjual (O1) : Dudohi ki urung karuan nek mathuk, mengko bali neh golek neh, nek kethok barange neng kene ngono genah. Memberi tahu itu belum tentu cocok, nanti kembali lagi mencari lagi, kalau kelihatan barangnya di sini gitu pasti Pembeli (O2) : Lha nganyang boten? Lha menawar tidak? Penjual (O1) : Jenengan wau rak nika ta rembuge? Anda tadi yang itu kan bilangnya? Pembeli (O2) : Nggih nika sing gagah sanes niki. Iya, itu yang gagah bukan yang ini Data 33 Penjual (O1) : Dhahar napa wau Mas? rames kok nggih? Makan apa tadi Mas? nasi rames ya? Pembeli (O2) : Iya Bu, siji, biasa ora usah gawa endhog Iya Bu, satu, biasa tidak pakai telur Penjual (O1) : Ngeneki? biasa sayur thok ora gawa endhog ngene?,tempene iya pa rak? Seperti ini? Biasa sayur saja tidak pakai telur begini? tempenya iya apa tidak? Pembeli (O2) : Iya uwis ngono thok. Iya sudah begitu saja Data 34 Penjual (O1) : Tunggunen sapi iki sedilit, tak jupuk anakku sik. Tungguin sapi ini sebentar, saya jemput anak saya dulu. Penjual (O2) : Kuwi anakmu ngono kok. Itu anakmu kan Penjual (O1) : Apa iya? Endi? Apa iya? Mana? Penjual (O2) : Lha kuwi wis dijemput ngono kok. Itu sudah dijemput begitu. Penjual (O1) : Woalah iya. Walah iya. Data 35 Penjual (O1) : Iki? O.. ya tidak, kadohan. Kae suk riyoyo mesthi uwis ndaging, cepet kae timbang iki, ngandela. Ini? O.. ya tidak, jauh. Itu besok hari raya pasti sudah banyak dagingnya, cepat itu daripada ini, percaya saja 151

152 152 Data 36 Pembeli (O1) : Nyoh tak bayar separo sik, mengko nek uwis tekan omah tak bayar cash ya. Nih saya bayar setengah dulu, nanti kalau sudah sampai rumah saya bayar lunas ya Data 37 Penjual (O1) : Aku mau critane mubeng-mubeng, gara-gara enek razia ning pertelon Kaliwuni, kok dengaren ngono lho yahmene, biasane rada awan ngono kae. Aku tadi ceritanya keliling, karena ada razia di pertigaan Kaliwuni, kok tumben gitu jam segini, biasanya agak siang gitu Penjual (O2) : Kecekel kowe? apa ora gableg SIM? Tertangkap kamu? apa tidak punya SIM? Data 38 Penjual (O1) : Dek ben ndhek Besar dak batheni, ngarepe hari raya dak batheni rong atus. Dulu waktu besar saya beri untung, sebelum hari raya saya beri untung dua ratus Penjual (O2) : Nyat dodolan ki penere ben bathi kok Memang jualan itu harusnya biar untung kok Data 39 Pembeli (O1) : Susuke pas ya Dhe. Kembaliannya pas ya Dhe Penjual (O2) : Ho o, mengko nek ora sesuai balekna aku. Iya, nanti kalai tidak sesuai kembalikan ke saya Data 40 Penjual (O1) : Goreng endhog apik nek gawa iki. Menggoreng telur bagus kalau pakai ini. Penjual (O2) : Daknyang dek wingi larang ki. Saya tawar kemarin mahal itu Penjual (O1) : Pancene iki rada mahal, ning teflon ki nek di nggo goreng endhog penak, iso apik warnane barang. Memang ini agak mahal, tapi teflon ini kalau dipakai menggoren telur enak, bisa bagus warnanya juga 152

153 153 Data 41 Pembeli (O1) : Es teh setunggal Bu, anak wedok niki. Es teh satu Bu, anak perempuan ini Penjual (O2) : E..e..e anak wedok cantike neh..neh, gelas napa plastik Pak. E..e..e anak perempuan cantiknya, gelas apa plastik Pak?. Pembeli (O1) : Plastik mawon Bu. Plastik mawon Bu Data 42 Pembeli (O1) : Nika Mbak, aqua dingin setunggal, pinten? Itu Mbak, aqua dingin satu, berapa? Penjual (O2) : Nggih, tigangewu Mas. Iya, tiga ribu Mas Data 43 Penjual (O1) : Undhakne sithik isa jane. Tambahin sedikit bisa sebenarnya Penjual (O2) : Halah, uwis bathi lak ya wis Alhamdulillah ta. Halah, sudah untung gitu ya sudah Alhamdulillah kan Penjual (O1) : Nggur satus seket rek. Hanya seratus limapuluh saja Penjual (O2) : Lah-lah angger bathi ngono neh. Asalkan untung kan ya sudah Data 44 Penjual (O1) : Dodolan ki pancene sok kepayon akeh, sok ya mulih blas ra kelong, kuwi uwis biasa, angger bismillah wae muga-muga ya sabendina kepayon lumayan. Jualan itu memang kadang laku banyak, kadang juga pulang sama sekali tidak kurang, itu sudah biasa, asalkan bismillah saja semoga ya setiap hari laku lumayan Data 45 Pembeli (O1) : Ampun kados wingi nika lhe Mbah, sing benten. Kaya gone Paimo kae kira-kira umur pira ta jane, sakmana kae pas jane Mbah. Jangan yang kaya kemarin itu lho Kek, yang beda. Seperti miliknya Paimo itu kira-kira umur berapa sih, segitu itu pas sebenarnya Kek 153

154 154 Penjual (O2) : Kae jik anakan pedhet paling pirang sasi ngono kok. Itu masih anak sapi paling baru berapa bulan gitu kok Data 46 Penjual (O1) : Lha kuwi lak ngene ta mas Banjar, wong aku ki mung mernahne aku ngomong Jenengan gadhah penyakit ngoten mang ati-ati aku lak mung ngono, itungan karo tangga desa kuwi lak padha karo itungan karo tunggal dewe, sing genah wong tangga dewe aku ngandhani ngono. kan gini kan mas Banjar, orang saya ini hanya meluruskan saya bicara Anda punya penyakir seperti itu harap hati-ati saya kan hanya bilang begitu, hitungan sama tetangga desa itu kan sama saja hitungan dengan sodara sendiri, yang jelas tetangga desa saya memberi tahu begitu Penjual (O2) : Kene ya mung ngandhani perkara kana tanggap apa ora ya wis karepe kana wae. Sini ya hanya memberitahu masalah itu dia mengerti apa tidak yasudah terserah dia saja Data 47 Penjual (O1) : Rega semene jane aku uwis mepet banget. Harga segini sebenarnya saya sudah mepet sekali Pembeli (O2) : Dhuwite kurang nek semono. Uangnya kurang kalau segitu Penjual (O1) : Iki nek ora mergo kandhangku arep dakbangun ora dakdol Mbah. Ini kalau tidak karena kandang saya akan saya bangun juga tidak saya jual Kek Pembeli (O2) : Regane dukna, dak bayare. Harganya turunkan, saya bayar Penjual (O1) : Boten saget Mbah, lha pripun sios boten? Tidak bisa Kek, bagaimana jadi atau tidak? Pembeli (O2) : Yawis kene sida, ning dak rembukan sik, entenano. Yaudah jadi sini, tapi saya bicara dulu, tunggulah Data 48 Penjual (O1) : Saking etan mengulon niki benten. Dari timur ke barat ini beda Pembeli (O2) : Iki? Lha iki mosok beda regane? Ini? Lha ini masa beda harganya? Penjual (O1) : Mang milih riyin, mengke kula itung kula ajeng ijol arta riyin, jujul niki. 154

155 155 Silahkan milih dulu, nanti saya hitung saya mau tukar uang dulu, kembalian ini Pembeli (O2) : Suwe ora? Aku selak kesusu iki ditunggu kae. Lama tidak? Saya terburu-buru ini ditungguin itu Penjual (O1) : Ora-ora, sedilit iki lho ngarepan iki ijole. Tidak-tidak, sebentar ini lho depan ini tukarnya Data 49 Penjual (O1) : Sapi napa pedhet nika wau? Sapi apa anak sapi itu tadi? Pembeli (O2) : Durung genah. Belum pasti Penjual (O1) : Piye kok, gage ta selak dakcatet. Gimana sih, buruan keburu mau saya catat Pembeli (O2) : Woo ya anu sapi siji pedhet loro. Ohh ya itu sapi satu anak sapi dua Penjual (O1) : Lha ngono, wong tuku barang. Ya gitu dong, orang beli juga Data 50 Pembeli (O1) : Janganan dibungkus gangsalewu Buk, kalih gorengan tigangewu, mang dadekne setunggal mengke kula pendhete. Sayur dibungkus lima ribu Buk, dan gorengan tiga ribu, jadikan satu nanti saya ambil Penjual (O2) : Jangan apa Mbak?, sing ndi miliha sik. Sayur apa Mbak?, silahkan memilih dulu Pembeli (O1) : Apa ya Buk, iki wae Buk jangan gori iki wae, dak tinggal sik ya. Apa ya Bu, ini saja Bu sayur nangka ini saja, saya tingga dulu ya Penjual (O2) : Ho o Mbak. Iya Mbak. Data 51 Penjual (O1) : Wani rawani aku Mas, iki pesenan ning sida apa ora ya durung genah jane. Berani tidak berani saya Mas, itu pesanan tapi jadi apa tidaknya juga belum pasti sebenarnya. Pembeli (O2) : Iki dak bayar siji mbok terne saiki, ning sijine dak bayar neng omah terno bareng dhuwite salok jik nok ngomah. Rak ngoten nggih Pak sekeca kalih kula ta? Ini saya bayar satu kamu antarkan sekarang, tapi satunya saya bayar di rumah anterin barengan uangnya sebagian masih di rumah. Begitu kan Pak setuju dengan saya kan? 155

156 156 Pembeli (O3) : Iyo Mas, siji dhuwite isih neng omah, gagasanku arep jimuk siji tok jane. Iya Mas, satu uangnya masih di rumah, pikir saya mau mengambil satu saja sebenarnya Data 52 Pembeli (O1) : Iki alamate, terno saiki ditunggu bocahku mengko ning kandhang kana. Ini alamatnya, antarkan sekarang ditunggu orang saya nanti di kandang sana Penjua l (O2) : Iya, bar iki daknali siji iki gek budhal rana. Iya, setelah ini menali satu ini terus brangkat kesana Penjual (O3) : Ndang saiki wae Min, mumpung dalan sepi, mengko nek wayah bubaran malah rame, daktaline kene. Buruan sekarang saja Min, mumpung jalanan sepi, nanti kalau waktu pulang pasti rame, saya talikan saja sini Penjual (O2) : Ngoten? Oo.. Nggih kula budhal sakniki. Begitu? Oo.. Iya saya berangkat sekarang. Data 53 Penjual (O1) : Model ngeneki sepuluh ewunan, nek sing ngeneki limalas ewunan. Model seperti ini sepuluh ribuan, kalau yang seperti ini limabelas ribuan Pembeli (O2) : Wolongewu mawon nggih?, daktumbas kalih nek angsal wolongewu. Delapan ribu saja ya?, Saya beli dua kalau boleh delapan ribu Penjual (O1) : Tambahi limangatus rapapa wis. Tambahin limaratus tidak apa-apa Pembeli (O3) : Iya wolongewu wae, aku dak ya tuku. Iya delapanribu saja, saya juga akan beli Pembeli (O2) : Glo, enek sing arep tuku meneh malahan. Tuh, ada yang akan beli juga Penjual (O1) : Yawis-yawis enggo penglaris. Yasudah-yasuda buat penglaris Data 54 Pembeli (O1) : Apa sida mbok tuku Mas mau?, larang kanggoku. Apa jadi Anda beli Mas tadi?, mahal menurut saya. Pembeli (O2) : Sios Mas, rencang kula senenge kalih niku thok, kula nggih manut. Jadi Mas, teman saya sukanya sama itu saja, saya ya menuruti. 156

157 157 Pembeli (O1) : Jane pama aku mau tak wedeni rasida tuku ngono genah kana mundur kok. Sebenarnya kalau saya tadi menakuti jika tidak jadi beli gitu pasti dia mundur kok. Pembeli (O2) : Halah wis kebacut Mas, timbang mulih gela wis ben idhepidhep sodakoh ngono wae nek pancen kana kakean. Halah sudah terlanjur Mas, daripada pulang menyesal sudah tidak apa-apa anggap saja sedekah gitu saja kalau memang sana kebanyakan Data 55 Penjual (O1) : Pripun kabare anak?, mpun mantuk saking puskesmas? Bagaimana kabarnya anak?, sudah pulang dari puskesmas? Penjual (O2) : Uwis Mas, ndek wingi sore, gegeri ngajak mulih wae kok. Ayo sarapan Mas. Sudah Mas, kemarin sore, bingung ngajak pulang saja kok. Ayo sarapan Mas Penjual (O1) : Ya syukur nek ngono Mas, sarapan apa? serku rica-rica, ning dengaren malah tutup, engko wae. ya syukurlah kalau begitu Mas, sarapan apa? Pengennya rica-rica, tapi tumben tutup, nanti saja Penjual (O2) : Ya apa kono neh, tak disik, luwe aku. Ya apa sana deh, saya duluan, laper saya Data 56 Penjual (O1) : Baru-baru semua ini Pak, dari Boyolali, pilih yang mana? Baru-baru semua ini Pak, dari Boyolali, pilih yang mana?. Pembeli (O2) : Alah apa ta Mas, tak nonton sik coba. Padahal ora nggawa dhuit. Halah apa ta Mas, saya melihat dulu coba. Padahal tidak membawa uang Penjual (O1) : Utang-utang yarapapa Pak, angger bar sejam dibayar hahaha. Hutang-hutang juga tidak apa-apa Pak, asalkan setelah satu jam dibayar, hahaha Pembeli (O2) : Hahaha.. Mas Pardi ki kok ya senengane ngrayu wong ben nduwe utang ngono pa piye. Hahaha.. Mas Paridi ini kok ya sukanya merayu orang supaya punya hutang gitu apa gimana Data 57 Penjual (O1) : Lhadalah, nawar kok terus ora nganggo mandhek. Lhadalah, menawar kok terus tidak pakai berhenti Pembeli (O2) : Iki wis mandek iki, semono oke? 157

158 158 Ini sudah berhenti ini, segitu oke? Penjual (O1) : Gini gini, pitulas, tambah satu tambah dua jadi duapuluh, cocok, hahaha... Gini-gini, tujuhbelas, tambah satu tambah dua jadi duapuluh, cocok, hahaha.. Pembeli (O2) : Lha kuwi rek kaya guru matematika ngulang muride malahan, wa wis. Lha kok kaya guru matematika sedang mengajar muridnya malah, wah gimana Data 58 Penjual (O1) : Lerena sik kana, daktunggune genti wong ya aku wis mulih saka sekolahan e lho, makan siang kana wis jam semene, rarung ora enek sing tuku paling wong wis jam semene Istirahatlah dulu sana, gantian saya yang tunggu orang saya juga sudah pulang dari sekolah, makan siang sana sudah jam segini, paling juga tidak ada yang beli orang sudah jam segini Data 59 Pembeli (O1) : Wong dodol perabotan rumah tangga sing biasane mandhek ning kene kae kok dengaren ora enek ya? Orang jualan perabotan rumah tangga yang biasanya berhenti di sini itu kok tumben tidak ada ya? Penjual (O2) : Yahketen pun lunga Bu, nika mandhek nek esuk thok biasane. Jam segini sudah pulang Bu, itu berhenti kalau pagi saja biasanya. Data 60 Pembeli (O1) : Tetep nganggo garansi lho ya kudune. Tetap pakai garansi lho ya harusnya Penjual (O2) : Niku sampun, mengke nek sulaya balekne lak sampun ta Bu. Itu sudah, nanti kalau bermasalah dikembalikan kan sudah kan Bu Data 61 Pembeli (O1) : Nek nyedaki dealer pinggir dalan aku kabarana Mas, dakpapak, bene ora kangelan golekimu. Kalau mendekati dealer pinggir jalan kabarin saya Mas, saya jemput, biar Anda tidak kesusahan mencarinya 158

159 159 Data 62 Penjual (O1) : Tulisana kene kabeh jinis-jinise sapi sing kepayon dina iki mau, karo jeneng-jenenge sing dodol sing tuku, di enggo bukti transaksi lapora n ning kelurahan. Tuliskan disini semua jenis-jenis sapi yang terjual hari ini tadi, dan nama-nama yang menjual yang membeli, untuk bukti transaksi laporan di kelurahan Data 63 Penjual (O1) : Toko kidul masjid kae apa ora adol ta?, Kayae adol kok, anakku biyen tuku kana enek, alah cedak simpang tiga cilik kae pokoke. Toko selatan masjid itu apa tidak jual? Sepertinya jual kok anak saya dulu pernah beli di sana ada, yang dekat simpang tiga kecil itu pokoknya Data 64 Penjual (O1) : Aku rada lali omahe, pama dalane mengko jik iso dieling- eling. Saya agak lupa rumahnya, seumpama jalannya nanti masih bisa diingat-ingat Penjual (O2) : Jagal Ngumbul Banaran mosok lali?, omahe kiri jalan nek saka kene, cat iso, kandhange ketok saka ngarepan. Penjagal Ngumbul Banaran masa lupa?, rumahnya kiri jalan kalau dari sini, cat hijau, kandangnya kelihatan dari depan 159

160 160 Gambar 1. Papan nama pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Nogosari. Gambar 2. Daftar Buku tamu pasar hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. 160

161 161 Gambar 3. Suasana pasar hewan saat pagi hari. Gambar 4. Para penjual dan pembeli yang sedang tawar menawar harga. Gambar 5. Suasana pasar hewan saat transaksi jual beli. 161

162 162 Gambar 5. Aktifitas Pasar Hewan dusun Purworejo desa Jeron kecamatan Nogosari kabupaten Boyolali. Gambar 6. Suasana pasar hewan saat para pembeli akan membawa sapi yang telah mereka beli 162

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia bersosialisasi melalui bahasa. Dengan bahasa manusia dapat mendeskripsikan apa yang terdapat di dalam pikirannya baik itu ide, gagasan ataupun perasaanya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Biau. Kabupaten Buol. Adapun penelitian sejenis yang pernah diteliti antara lain:

BAB II LANDASAN TEORI. Biau. Kabupaten Buol. Adapun penelitian sejenis yang pernah diteliti antara lain: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya Penelitian tentang alih kode dan campur kode, sudah banyak diteliti oleh para peneliti sebelumnya. Namun sejauh ini belum ada yang melakukan penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengantar Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah menjadi suatu wilayah yang kompleks masyarakatnya. Keadaan ini terjadi karena sekarang semakin

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep yang digunakan dalam penelitian ini ada empat, yaitu tuturan, alih kode, campur kode dan bilingualisme. 2.1.1 Tuturan Tuturan atau

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo, 1985:46). Untuk

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo, 1985:46). Untuk BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah ide-ide, penggambaran, hal-hal, atau benda-benda ataupun gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo, 1985:46).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dua bahasa atau lebih (multilingual), yaitu bahasa Indonesia (BI) sebagai bahasa

BAB I PENDAHULUAN. dua bahasa atau lebih (multilingual), yaitu bahasa Indonesia (BI) sebagai bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia pada umumnya memiliki keterampilan menggunakan dua bahasa atau lebih (multilingual), yaitu bahasa Indonesia (BI) sebagai bahasa nasional dan bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istilah. Berikut diuraikan penjelasan yang berkaitan dengan pendahuluan.

BAB I PENDAHULUAN. istilah. Berikut diuraikan penjelasan yang berkaitan dengan pendahuluan. BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini diuraikan mengenai: (1) latar belakang, (2) fokus penelitian, (3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, dan (5) penegasan istilah. Berikut diuraikan penjelasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi, dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana, 2001: 21). Sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi, dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana, 2001: 21). Sebagai alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa (language) merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi

Lebih terperinci

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE SERTA PENGGUNAANNYA DALAM RANAH SOSIOLINGUISTIK

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE SERTA PENGGUNAANNYA DALAM RANAH SOSIOLINGUISTIK ALIH KODE DAN CAMPUR KODE SERTA PENGGUNAANNYA DALAM RANAH SOSIOLINGUISTIK Sungkono Dekan FKIP Universitas Borneo Tarakan E-mail: sungkono_ubt@yahoo.com ABSTRAK: Manusia mengungkapkan maksud yang ingin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia bermasyarakat. Bahasa berfungsi sebagai alat untuk berinteraksi atau alat

BAB I PENDAHULUAN. manusia bermasyarakat. Bahasa berfungsi sebagai alat untuk berinteraksi atau alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan fenomena yang tidak dapat dilepaskan dari segala kegiatan manusia bermasyarakat. Bahasa berfungsi sebagai alat untuk berinteraksi atau alat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. sosiolinguistik. Penelitian kualitatif di sini menggunakan jenis penelitian yang

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. sosiolinguistik. Penelitian kualitatif di sini menggunakan jenis penelitian yang BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan sosiolinguistik. Penelitian kualitatif di sini menggunakan jenis penelitian yang bersifat

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep merupakan abstraksi mengenai fenomena yang dirumuskan atas

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep merupakan abstraksi mengenai fenomena yang dirumuskan atas BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan abstraksi mengenai fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian keadaan kelompok

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi dan interaksi yang dimiliki oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi dan interaksi yang dimiliki oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa memiliki fungsi yang sangat penting bagi manusia, terutama fungsi komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi dan interaksi yang dimiliki oleh manusia dan menjadi

Lebih terperinci

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE PERCAKAPAN STAF FKIP UNIVERSITAS AL ASYARIAH MANDAR

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE PERCAKAPAN STAF FKIP UNIVERSITAS AL ASYARIAH MANDAR Prosiding Seminar Nasional Volume 03, Nomor 1 ISSN 2443-1109 ALIH KODE DAN CAMPUR KODE PERCAKAPAN STAF FKIP UNIVERSITAS AL ASYARIAH MANDAR Nur Hafsah Yunus MS 1, Chuduriah Sahabuddin 2, Muh. Syaeba 3 Universitas

Lebih terperinci

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMBELAJARAN SAINS DI SD DOREMI EXCELLENT SCHOOL. oleh: Ni Made Yethi suneli

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMBELAJARAN SAINS DI SD DOREMI EXCELLENT SCHOOL. oleh: Ni Made Yethi suneli ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMBELAJARAN SAINS DI SD DOREMI EXCELLENT SCHOOL oleh: Ni Made Yethi suneli Abstrak: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk menganalisis

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI, BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia lain dalam kehidupan sehari-harinya. Untuk melakukan interaksi

BAB I PENDAHULUAN. manusia lain dalam kehidupan sehari-harinya. Untuk melakukan interaksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang memerlukan interaksi dengan manusia lain dalam kehidupan sehari-harinya. Untuk melakukan interaksi tersebut, manusia memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun kelompok. Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pikiran, perasaan, dan pengalaman manusia disampaikan melalui bahasa.

BAB I PENDAHULUAN. Pikiran, perasaan, dan pengalaman manusia disampaikan melalui bahasa. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pikiran, perasaan, dan pengalaman manusia disampaikan melalui bahasa. Chaer dan Leonie (2010:14 15) mengungkapkan bahwa dalam komunikasi, bahasa berfungsi sebagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. kaitannya dengan penelitian yang dilakukan. Kajian pustaka adalah langkah yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. kaitannya dengan penelitian yang dilakukan. Kajian pustaka adalah langkah yang BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka berisi beberapa hasil-hasil penelitian terdahulu yang ada kaitannya dengan penelitian yang dilakukan. Kajian pustaka

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep dapat mendukung proses berjalannya suatu penelitian.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep dapat mendukung proses berjalannya suatu penelitian. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Alih Kode Konsep dapat mendukung proses berjalannya suatu penelitian. Menurut KBBI konsep adalah rancangan dasar, ide, pengertian, dan gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh anggota masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri (Kridalaksana, 1982:17). Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi dengan sesamanya. Bahasa juga merupakan ekspresi kebudayaan,

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi dengan sesamanya. Bahasa juga merupakan ekspresi kebudayaan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat yang digunakan oleh sekelompok manusia untuk berkomunikasi dengan sesamanya. Bahasa juga merupakan ekspresi kebudayaan, karena bahasa mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam menyampaikan ide, gagasan, atau perasaan kepada orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam menyampaikan ide, gagasan, atau perasaan kepada orang lain. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa digunakan oleh manusia dalam bidang kehidupannya. Mempelajari bahasa dan mengkaji bahasa merupakan hal yang penting dilakukan oleh manusia karena secara langsung

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. alih kode dan campur kode di lingkungan sekolah khususnya di Sekolah

METODE PENELITIAN. alih kode dan campur kode di lingkungan sekolah khususnya di Sekolah 71 III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini mengunakan desain deskriptif kualitatif karena mendeskripsikan alih kode dan campur kode di lingkungan sekolah khususnya di Sekolah Menengah

Lebih terperinci

CAMPUR KODE DALAM BAHASA ANAK TK DHARMA WANITA VIII KECAMATAN COLOMADU KABUPATEN KARANGANYAR. NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan

CAMPUR KODE DALAM BAHASA ANAK TK DHARMA WANITA VIII KECAMATAN COLOMADU KABUPATEN KARANGANYAR. NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan CAMPUR KODE DALAM BAHASA ANAK TK DHARMA WANITA VIII KECAMATAN COLOMADU KABUPATEN KARANGANYAR NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya sekedar memenuhi kebutuhan hiburan masyarakat dan kedua hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. hanya sekedar memenuhi kebutuhan hiburan masyarakat dan kedua hal tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Televisi adalah sesuatu yang sudah sangat familiar dalam beberapa dekade terakhir ini. Banyak acara dibuat untuk memenuhi kebutuhan informasi atau hanya sekedar

Lebih terperinci

Campur Kode dalam Percakapandi LingkunganHome IndustriDesa Bugel Kecamatan Bagelen Kabupaten Purworejo Jawa Tengah

Campur Kode dalam Percakapandi LingkunganHome IndustriDesa Bugel Kecamatan Bagelen Kabupaten Purworejo Jawa Tengah Campur Kode dalam Percakapandi LingkunganHome IndustriDesa Bugel Kecamatan Bagelen Kabupaten Purworejo Jawa Tengah Oleh: Dina Kurniawati Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa dinakurniawati131@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan bagian dari kebudayaan. Sibarani, (2004:62)

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan bagian dari kebudayaan. Sibarani, (2004:62) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan bagian dari kebudayaan. Sibarani, (2004:62) mengemukakan bahwa sebagai suatu sistem komunikasi yang memungkinkan terjadinya interaksi manusia

Lebih terperinci

CAMPUR KODE BAHASA INGGRIS DALAM PERCAKAPAN DI FACEBOOK

CAMPUR KODE BAHASA INGGRIS DALAM PERCAKAPAN DI FACEBOOK CAMPUR KODE BAHASA INGGRIS DALAM PERCAKAPAN DI FACEBOOK 1 Sujana 2 Sri Hartati Universitas Gunadarma 1 Sujana@staff.gunadarma.ac.id 2 sri_hartati@staff.gunadarma.ac.id ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah

Lebih terperinci

: Ortografis dalam Register Seabreg SMS Gaul

: Ortografis dalam Register Seabreg SMS Gaul Judul Skripsi : Ortografis dalam Register Seabreg SMS Gaul Nama : Eli Rahmat Tahun : 2013 Latar Belakang Menurut Keraf bahasa memiliki empat fungsi, yaitu (1) sebagai alat untuk mengekpresikan diri, (2)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau kelompok individu terutama kelompok minoritas atau kelompok yang

BAB I PENDAHULUAN. atau kelompok individu terutama kelompok minoritas atau kelompok yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seseorang dapat bertutur dengan bahasa tertentu secara tiba-tiba dalam situasi penuturan baik bersifat formal maupun yang bersifat informal. Mengganti bahasa diartikan

Lebih terperinci

PEMAKAIAN BAHASA JAWA OLEH SANTRI PONDOK PESANTREN HADZIQIYYAH KABUPATEN JEPARA

PEMAKAIAN BAHASA JAWA OLEH SANTRI PONDOK PESANTREN HADZIQIYYAH KABUPATEN JEPARA PEMAKAIAN BAHASA JAWA OLEH SANTRI PONDOK PESANTREN HADZIQIYYAH KABUPATEN JEPARA Himawatul Azmi Nur dan Prembayun Miji Lestari Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa, FBS, Universitas Negeri Semarang ABSTRAK Tujuan

Lebih terperinci

PEMAKAIAN ISTILAH-ISTILAH DALAM BAHASA JAWA DIALEK SURABAYA PADA BERITA POJOK KAMPUNG JTV YANG MELANGGAR KESOPAN-SANTUNAN BERBAHASA SKRIPSI

PEMAKAIAN ISTILAH-ISTILAH DALAM BAHASA JAWA DIALEK SURABAYA PADA BERITA POJOK KAMPUNG JTV YANG MELANGGAR KESOPAN-SANTUNAN BERBAHASA SKRIPSI PEMAKAIAN ISTILAH-ISTILAH DALAM BAHASA JAWA DIALEK SURABAYA PADA BERITA POJOK KAMPUNG JTV YANG MELANGGAR KESOPAN-SANTUNAN BERBAHASA SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif. Metode kualitatif yaitu metode

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif. Metode kualitatif yaitu metode BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Penelitian ini terkait dengan konteks situasi yang terjadi dalam sebuah kelompok. Metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat manusia tidak lagi sebagai individu, tetapi sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat manusia tidak lagi sebagai individu, tetapi sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sosiolinguistik sebagai cabang linguistik memandang atau menempatkan kedudukan bahasa di dalam masyarakat, karena dalam kehidupan bermasyarakat manusia tidak lagi sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan dua budaya, atau disebut juga dwibahasawan tentulah tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. dengan dua budaya, atau disebut juga dwibahasawan tentulah tidak terlepas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam masyarakat multilingual, fenomena kebahasaan dapat terjadi karena adanya kontak bahasa. Kontak bahasa terjadi dalam diri penutur secara individual. Chaer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh suku, daerah dan bangsa dalam bersosial. Tanpa adanya bahasa, komunikasi antar manusia akan terhambat. Manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa memiliki peranan penting bagi manusia. (Keraf, 1971:1) bahasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa memiliki peranan penting bagi manusia. (Keraf, 1971:1) bahasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peranan penting bagi manusia. (Keraf, 1971:1) bahasa merupakan alat komunikasi yang dipergunakan sebagai alat untuk berinteraksi dalam menyampaikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Deskriptif yaitu penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Deskriptif yaitu penelitian 61 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Deskriptif yaitu penelitian yang mendeskripsikan apa saja yang saat ini berlaku, khususnya dalam bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masyarakat Indonesia terdiri dari bermacam macam suku bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masyarakat Indonesia terdiri dari bermacam macam suku bangsa dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia terdiri dari bermacam macam suku bangsa dan bahasa bahasa. Selain dari suku bangsa asli Indonesia, terdapat suku bangsa asing yang berdiam di Indonesia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. merupakan cara untuk mendapatkan apa yang menjadi tujuan semula suatu

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. merupakan cara untuk mendapatkan apa yang menjadi tujuan semula suatu digilib.uns.ac.id 35 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Sebuah penelitian diperlukan adanya metode, karena metode merupakan cara untuk mendapatkan apa yang menjadi tujuan semula suatu penelitian.

Lebih terperinci

Alih Kode dan Campur Kode dalam Roman Kadurakan Ing Kidul Dringu Karya Suparto Brata

Alih Kode dan Campur Kode dalam Roman Kadurakan Ing Kidul Dringu Karya Suparto Brata Alih Kode dan Campur Kode dalam Roman Kadurakan Ing Kidul Dringu Karya Suparto Brata Oleh: Yuliana Wardani program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa y.adinda@ymail.com Abstrak: Penelitian ini bertujuan:

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tentang pemertahanan bahasa Bali di Universitas Airlangga, dan pemertahanan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tentang pemertahanan bahasa Bali di Universitas Airlangga, dan pemertahanan 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang Relevan Sebelumnya Penelitian yang mengangkat masalah Pemertahanan Bahasa Bali belum ada yang melakukan di daerah Gorontalo, namun peneliti menemukan di internet

Lebih terperinci

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE PADA PROSES PEMBELAJARAN BAHASA JAWA KELAS X SMA ANGKASA ADISUTJIPTO YOGYAKARTA SKRIPSI

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE PADA PROSES PEMBELAJARAN BAHASA JAWA KELAS X SMA ANGKASA ADISUTJIPTO YOGYAKARTA SKRIPSI ALIH KODE DAN CAMPUR KODE PADA PROSES PEMBELAJARAN BAHASA JAWA KELAS X SMA ANGKASA ADISUTJIPTO YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta Untuk memenuhi sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lisan. Secara tertulis merupakan hubungan tidak langsung, sedangkan secara. sebuah percakapan antar individual atau kelompok.

BAB I PENDAHULUAN. lisan. Secara tertulis merupakan hubungan tidak langsung, sedangkan secara. sebuah percakapan antar individual atau kelompok. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam kehidupannya memerlukan komunikasai untuk dapat menjalin hubungan dengan manusia lain dalam lingkungan masyarakat. Ada dua cara untuk dapat melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi menggunakan simbol-simbol vokal

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi menggunakan simbol-simbol vokal 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sarana komunikasi yang paling penting sesama masyarakat adalah bahasa. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan manusia lain. Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dwi Wahyuni, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dwi Wahyuni, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepeda motor mulai mendominasi jalan-jalan di kota besar, contohnya kota Bandung. Hal menarik yang dapat dilihat dari sepeda motor adalah kegemaran pengendaranya menempelkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Alih kode..., Dewi Nuryanti, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Alih kode..., Dewi Nuryanti, FIB UI, Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemahaman berbahasa setiap orang berbeda di setiap budaya. Berkumpulnya berbagai budaya di suatu tempat, seperti ibukota negara, menyebabkan bertemunya berbagai budaya

Lebih terperinci

PEMILIHAN BAHASA DALAM MASYARAKAT PEDESAAN DI KABUPATEN TEGAL DAN IMPLIKASINYA SEBAGAI ALTERATIF BAHAN AJAR MATA KULIAH SOSIOLINGUISTIK.

PEMILIHAN BAHASA DALAM MASYARAKAT PEDESAAN DI KABUPATEN TEGAL DAN IMPLIKASINYA SEBAGAI ALTERATIF BAHAN AJAR MATA KULIAH SOSIOLINGUISTIK. PEMILIHAN BAHASA DALAM MASYARAKAT PEDESAAN DI KABUPATEN TEGAL DAN IMPLIKASINYA SEBAGAI ALTERATIF BAHAN AJAR MATA KULIAH SOSIOLINGUISTIK Leli Triana ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi

Lebih terperinci

CAMPUR KODE TUTURAN GURU BAHASA INDONESIA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR: Studi Kasus di Kelas VII SMP Negeri 20 Padang

CAMPUR KODE TUTURAN GURU BAHASA INDONESIA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR: Studi Kasus di Kelas VII SMP Negeri 20 Padang CAMPUR KODE TUTURAN GURU BAHASA INDONESIA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR: Studi Kasus di Kelas VII SMP Negeri 20 Padang Oleh: Murliaty 1, Erizal Gani 2, Andria Catri Tamsin 3 Program Studi Pendidikan Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu sama lain. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat komunikasi sosial.

BAB I PENDAHULUAN. satu sama lain. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat komunikasi sosial. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam komunikasi, hubungan antara bahasa dan masyarakat tidak dapat dipisahkan karena bahasa merupakan wahana bagi masyarakat untuk berinteraksi satu sama lain. Fungsi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif karena desain ini merupakan penelitian yang berusaha menggambarkan

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif karena desain ini merupakan penelitian yang berusaha menggambarkan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Desain ini memadukan antara desain deskrptif dengan desain kualitatif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat menggunakan bahasa sebagai sarana komunikasi di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat menggunakan bahasa sebagai sarana komunikasi di berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat menggunakan bahasa sebagai sarana komunikasi di berbagai aktivitas. Penggunaan bahasa sebagai sarana komunikasi tersebut ditentukan oleh faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ustaz Maulana pada acara Islam Itu Indah. Satu episode pada tanggal 5

BAB 1 PENDAHULUAN. ustaz Maulana pada acara Islam Itu Indah. Satu episode pada tanggal 5 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alasan peneliti memilih judul Penggunaan Campur Kode ceramah ustaz Maulana pada acara Islam Itu Indah. Satu episode pada tanggal 5 November 2013. Peneliti ingin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap individu manusia tidak akan pernah luput dari berkomunikasi

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap individu manusia tidak akan pernah luput dari berkomunikasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap individu manusia tidak akan pernah luput dari berkomunikasi antar sesama, baik dalam kehidupan sehari-hari di keluarga maupun di lingkungan masyarakat tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai manusia kalau tidak hidup di tengah-tengah manusia. Makhluk sosial

BAB I PENDAHULUAN. sebagai manusia kalau tidak hidup di tengah-tengah manusia. Makhluk sosial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial, yaitu mahluk yang berkelompok dengan spesiesnya, untuk berinteraksi dengan sesamanya. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial,

Lebih terperinci

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM INTERAKSI PEMBELAJARAN PADA KELAS VII A SMP NEGERI 1 JAWAI

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM INTERAKSI PEMBELAJARAN PADA KELAS VII A SMP NEGERI 1 JAWAI ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM INTERAKSI PEMBELAJARAN PADA KELAS VII A SMP NEGERI 1 JAWAI DESAIN PENELITIAN OLEH NELA CHRISTINA KITU 511100147 INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PERSATUAN GURU REPUBLIK

Lebih terperinci

KAJIAN PEMAKAIAN DEIKSIS SOSIAL DALAM TAJUK RENCANA HARIAN SOLOPOS EDISI JANUARI-FEBRUARI 2010 SKRIPSI

KAJIAN PEMAKAIAN DEIKSIS SOSIAL DALAM TAJUK RENCANA HARIAN SOLOPOS EDISI JANUARI-FEBRUARI 2010 SKRIPSI KAJIAN PEMAKAIAN DEIKSIS SOSIAL DALAM TAJUK RENCANA HARIAN SOLOPOS EDISI JANUARI-FEBRUARI 2010 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. individu lain dalam kehidupan sehari-hari. Dalam berinteraksi itulah manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. individu lain dalam kehidupan sehari-hari. Dalam berinteraksi itulah manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial memerlukan sebuah interaksi dengan individu lain dalam kehidupan sehari-hari. Dalam berinteraksi itulah manusia membutuhkan media bahasa

Lebih terperinci

Campur Kode pada Tuturan Siswa dalam Proses Pembelajaran Bahasa Jawa Kelas XI di SMK Batik Sakti 1 Kebumen

Campur Kode pada Tuturan Siswa dalam Proses Pembelajaran Bahasa Jawa Kelas XI di SMK Batik Sakti 1 Kebumen Campur Kode pada Tuturan Siswa dalam Proses Pembelajaran Bahasa Jawa Kelas XI di SMK Batik Sakti 1 Kebumen Oleh: Siyam Thohiroh Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa siyam_thohiroh@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia lebih banyak melakukan komunikasi lisan daripada

BAB I PENDAHULUAN. Manusia lebih banyak melakukan komunikasi lisan daripada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia lebih banyak melakukan komunikasi lisan daripada komunikasi tulisan oleh sebab itu, komunikasi lisan dianggap lebih penting dibandingkan komunikasi dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilakukan secara lisan maupun tertulis. Melalui bahasa, manusia berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilakukan secara lisan maupun tertulis. Melalui bahasa, manusia berinteraksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi utama bagi manusia. Manusia menggunakan bahasa sebagai media untuk mengungkapkan pikirannya, baik yang dilakukan secara lisan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KESANTUNAN DI PASAR TRADISIONAL DAN PASAR MODERN (Sebuah Strategi Kesantunan antara Penjual kepada Pembeli)

PERBANDINGAN KESANTUNAN DI PASAR TRADISIONAL DAN PASAR MODERN (Sebuah Strategi Kesantunan antara Penjual kepada Pembeli) PERBANDINGAN KESANTUNAN DI PASAR TRADISIONAL DAN PASAR MODERN (Sebuah Strategi Kesantunan antara Penjual kepada Pembeli) Oleh Latifah Dwi Wahyuni dan Nisa Afifah Abstrak Pada proses jual beli, baik di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peneliti di Indonesia. Penelitian-penelitian itu yang dilakukan oleh: Susi Yuliawati

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peneliti di Indonesia. Penelitian-penelitian itu yang dilakukan oleh: Susi Yuliawati BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relavan Penelitian mengenai multilingualisme telah banyak dilakukan oleh para peneliti di Indonesia. Penelitian-penelitian itu yang dilakukan oleh: Susi Yuliawati

Lebih terperinci

ALIH KODE DALAM INTERAKSI PEDAGANG DAN PEMBELI DI KAWASAN KAKI LIMA MALIOBORO YOGYAKARTA SKRIPSI

ALIH KODE DALAM INTERAKSI PEDAGANG DAN PEMBELI DI KAWASAN KAKI LIMA MALIOBORO YOGYAKARTA SKRIPSI ALIH KODE DALAM INTERAKSI PEDAGANG DAN PEMBELI DI KAWASAN KAKI LIMA MALIOBORO YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

TINDAK TUTUR DAN KESANTUNAN BERBAHASA DI KANTIN INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI

TINDAK TUTUR DAN KESANTUNAN BERBAHASA DI KANTIN INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI TINDAK TUTUR DAN KESANTUNAN BERBAHASA DI KANTIN INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI Oleh: Latifah Dwi Wahyuni Program Pascasarjana Linguistik Deskriptif UNS Surakarta Abstrak Komunikasi dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan baik antarsesama. (Keraf, 1971:1), bahasa merupakan alat

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan baik antarsesama. (Keraf, 1971:1), bahasa merupakan alat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peranan penting bagi manusia. Bahasa merupakan alat komunikasi dalam lisan maupun tulisan. Tanpa bahasa, seseorang tidak dapat berinteraksi dengan

Lebih terperinci

Ragam Bahasa Jawa dalam Komunitas Pecinta Musik Reggae di Alun-alun Kebumen

Ragam Bahasa Jawa dalam Komunitas Pecinta Musik Reggae di Alun-alun Kebumen Ragam Bahasa Jawa dalam Komunitas Pecinta Musik Reggae di Alun-alun Kebumen Oleh: Marlina Werdiati Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa marlinawerdiati89@gmail.com Abstrak: Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian diperlukan dalam pencapaian sasaran penelitian, seperti yang ditegaskan oleh Sudaryanto (1992:25) bahwa metode dalam penelitian sangat dibutuhkan karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat tutur adalah sekelompok orang yang berinteraksi dengan perantara bahasa dengan sekurang-kurangnya memiliki satu variasi bahasa dan terikat dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi masyarakat. Bahasa merupakan ciri yang paling khas dari manusia

BAB I PENDAHULUAN. bagi masyarakat. Bahasa merupakan ciri yang paling khas dari manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan salah satu sarana komunikasi sangat penting bagi masyarakat. Bahasa merupakan ciri yang paling khas dari manusia yang mampu membedakan dari

Lebih terperinci

PEMAKAIAN BAHASA GAUL PENYIAR RADIO JPI FM DALAM ACARA POPIKU PADA BULAN FEBRUARI MINGGU PERTAMA

PEMAKAIAN BAHASA GAUL PENYIAR RADIO JPI FM DALAM ACARA POPIKU PADA BULAN FEBRUARI MINGGU PERTAMA PEMAKAIAN BAHASA GAUL PENYIAR RADIO JPI FM DALAM ACARA POPIKU PADA BULAN FEBRUARI MINGGU PERTAMA NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi dan keotonomiannya sendiri, sedangkan kode-kode lain yang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi dan keotonomiannya sendiri, sedangkan kode-kode lain yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat dalam kehidupan sosialnya berinteraksi satu sama lain dengan menggunakan bahasa. Dalam sosiolinguistik, masyarakat tersebut kemudian disebut sebagai masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. haruslah digunakan ragam bahasa baku atau ragam bahasa resmi. Tetapi

BAB 1 PENDAHULUAN. haruslah digunakan ragam bahasa baku atau ragam bahasa resmi. Tetapi BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Berbahasa yang baik dan benar seperti dianjurkan pemerintah bukanlah berarti harus selalu menggunakan bahasa baku atau resmi dalam setiap kesempatan, waktu dan tempat

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BAHASA KATA TIDAK BAKU DAN CAMPUR KODE DALAM NASKAH DRAMA DI SMP MUHAMMADIYAH 1 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2011/2012. Naskah Publikasi Ilmiah

PENGGUNAAN BAHASA KATA TIDAK BAKU DAN CAMPUR KODE DALAM NASKAH DRAMA DI SMP MUHAMMADIYAH 1 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2011/2012. Naskah Publikasi Ilmiah 1 PENGGUNAAN BAHASA KATA TIDAK BAKU DAN CAMPUR KODE DALAM NASKAH DRAMA DI SMP MUHAMMADIYAH 1 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2011/2012 Naskah Publikasi Ilmiah Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki dialek oleh karena seperti

BAB I PENDAHULUAN. dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki dialek oleh karena seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah salah satu identitas sebuah bangsa demikian juga halnya dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki dialek oleh karena seperti bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan beberapa bangsa asing yang membawa bahasa dan kebudayaannya masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. dengan beberapa bangsa asing yang membawa bahasa dan kebudayaannya masing-masing. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, bangsa Indonesia mengalami kontak dengan beberapa bangsa asing yang membawa bahasa dan kebudayaannya masing-masing.

Lebih terperinci

Upaya Bahasa Jawa Mengakomodasi Tulisan Ilmiah: Tanda-Tanda Impotensi atau Komplikasi?

Upaya Bahasa Jawa Mengakomodasi Tulisan Ilmiah: Tanda-Tanda Impotensi atau Komplikasi? Upaya Bahasa Jawa Mengakomodasi Tulisan Ilmiah: Tanda-Tanda Impotensi atau Komplikasi? Oleh: Djatmika Universitas Sebelas Maret Surakarta Abstrak Makalah ini membahas kemampuan bahasa Jawa sebagai media

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Akibatnya, banyak masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Akibatnya, banyak masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia memiliki kedudukan sangat penting, yaitu sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Di samping bahasa Indonesia, terdapat juga bahasa daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa dapat digunakan manusia dalam menyampaikan ide, gagasan,

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa dapat digunakan manusia dalam menyampaikan ide, gagasan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa dapat digunakan manusia dalam menyampaikan ide, gagasan, keinginan, perasaan serta pengalamannya kepada orang lain. Tanpa bahasa manusia akan lumpuh dalam berkomunikasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa bidang-bidang tertentu. Karakteristik masing-masing komunitas

BAB I PENDAHULUAN. bahasa bidang-bidang tertentu. Karakteristik masing-masing komunitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Register salah satu cabang kajian sosiolinguistik yang mempelajari bahasa bidang-bidang tertentu. Karakteristik masing-masing komunitas maupun bidang-bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersifat produktif dan dinamis. Selain itu perkembangan bahasa juga dipengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. bersifat produktif dan dinamis. Selain itu perkembangan bahasa juga dipengaruhi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa selalu mengalami perkembangan dan perubahan dalam kurun waktu tertentu. Perkembangan dan perubahan bahasa terjadi karena bahasa yang bersifat produktif dan dinamis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan manusia untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan manusia untuk berinteraksi dengan sesamanya, dan dalam pemakainnya dimungkinkan dapat memakai lebih dari satu bahasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sarana komunikasi yang paling penting pada manusia adalah bahasa. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. Sarana komunikasi yang paling penting pada manusia adalah bahasa. Oleh karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sarana komunikasi yang paling penting pada manusia adalah bahasa. Oleh karena kedudukannya yang sangat penting, maka membuat bahasa tidak pernah lepas dari kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini akan diuraikan mengenai: (1) latar belakang; (2)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini akan diuraikan mengenai: (1) latar belakang; (2) BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini akan diuraikan mengenai: (1) latar belakang; (2) fokus masalah; (3) rumusan masalah; (4) tujuan penelitian; (5) manfaat penelitian; dan (6) definisi operasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa-bahasa tersebut mendapat tempat tersendiri di dalam khasanah kebudayaan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa-bahasa tersebut mendapat tempat tersendiri di dalam khasanah kebudayaan Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Bahasa Indonesia dan bahasa daerah merupakan unsur budaya Indonesia yang hidup. Bahasa-bahasa tersebut mendapat tempat tersendiri di dalam khasanah kebudayaan Indonesia

Lebih terperinci

PEMILIHAN KODE MASYARAKAT PESANTREN DI PESANTREN AL-AZIZ BANJARPATOMAN DAMPIT

PEMILIHAN KODE MASYARAKAT PESANTREN DI PESANTREN AL-AZIZ BANJARPATOMAN DAMPIT PEMILIHAN KODE MASYARAKAT PESANTREN DI PESANTREN AL-AZIZ BANJARPATOMAN DAMPIT Oleh Abdul Hamid 1 Anang Santoso 2 Roekhan² E-mail: hiliyahhamid@gmail.com Universitas Negeri Malang Jalan Semarang Nomor 5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sikap terhadap apa yang dituturkannya. kegiatan di dalam masyarakat. Bahasa tidak hanya dipandang sebagai gejala

BAB I PENDAHULUAN. sikap terhadap apa yang dituturkannya. kegiatan di dalam masyarakat. Bahasa tidak hanya dipandang sebagai gejala BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Sebagai alat komunikasi bahasa digunakan sebagai alat penyampaian pesan dari diri seseorang kepada orang lain,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alat berkomunikasi antara anggota masyarakat yang berupa lambang bunyi yang

BAB I PENDAHULUAN. alat berkomunikasi antara anggota masyarakat yang berupa lambang bunyi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa sebagai wahana komunikasi digunakan setiap saat. Bahasa merupakan alat berkomunikasi antara anggota masyarakat yang berupa lambang bunyi yang dihasilkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahasa merupakan salah satu unsur kebudayaan suatu bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahasa merupakan salah satu unsur kebudayaan suatu bangsa dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan salah satu unsur kebudayaan suatu bangsa dan peranannya sangat penting sehingga melalui bahasa dapat dilihat tinggi rendahnya kebudayaan bangsa tersebut.

Lebih terperinci

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM CERBUNG DOLANAN GENI KARYA SUWARDI ENDRASWARA. (Analisis Sosiolinguistik)

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM CERBUNG DOLANAN GENI KARYA SUWARDI ENDRASWARA. (Analisis Sosiolinguistik) digilib.uns.ac.id ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM CERBUNG DOLANAN GENI KARYA SUWARDI ENDRASWARA (Analisis Sosiolinguistik) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Mencapai Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. realitas, dan sebagainya. Sarana yang paling utama dan vital untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. realitas, dan sebagainya. Sarana yang paling utama dan vital untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir-hampir tidak pernah dapat terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam berkomunikasi manusia memerlukan sarana untuk

Lebih terperinci

RAGAM BAHASA PEDAGANG KAKI LIMA DI TERMINAL PURABAYA SURABAYA: KAJIAN SOSIOLINGUISTIK. Ratna Dewi Kartikasari Universitas Muhammadiyah Jakarta

RAGAM BAHASA PEDAGANG KAKI LIMA DI TERMINAL PURABAYA SURABAYA: KAJIAN SOSIOLINGUISTIK. Ratna Dewi Kartikasari Universitas Muhammadiyah Jakarta RAGAM BAHASA PEDAGANG KAKI LIMA DI TERMINAL PURABAYA SURABAYA: KAJIAN SOSIOLINGUISTIK Ratna Dewi Kartikasari Universitas Muhammadiyah Jakarta ABSTRAK Penelitian ini mengaji tentang ragam bahasa Pedagang

Lebih terperinci

SKRIPSI. oleh Laura Is Rhosyantina

SKRIPSI. oleh Laura Is Rhosyantina ALIH KODE, CAMPUR KODE, DAN INTERFERENSI DALAM PERISTIWA TUTUR PENJUAL DAN PEMBELI DI RANAH PASAR TRADISIONAL CISANGGARUNG LOSARI KABUPATEN BREBES (KAJIAN SOSIOLINGUISTIK) SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas

Lebih terperinci

Realisasi Tuturan dalam Wacana Pembuka Proses Belajar- Mengajar di Kalangan Guru Bahasa Indonesia yang Berlatar Belakang Budaya Jawa

Realisasi Tuturan dalam Wacana Pembuka Proses Belajar- Mengajar di Kalangan Guru Bahasa Indonesia yang Berlatar Belakang Budaya Jawa REALISASI TUTURAN DALAM WACANA PEMBUKA PROSES BELAJARMENGAJAR DI KALANGAN GURU BAHASA INDONESIA YANG BERLATAR BELAKANG BUDAYA JAWA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai

Lebih terperinci

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE BAHASA JAWA DALAM RAPAT IBU-IBU PKK DI KEPATIHAN KULON. (Suatu Kajian Sosiolinguistik)

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE BAHASA JAWA DALAM RAPAT IBU-IBU PKK DI KEPATIHAN KULON. (Suatu Kajian Sosiolinguistik) ALIH KODE DAN CAMPUR KODE BAHASA JAWA DALAM RAPAT IBU-IBU PKK DI KEPATIHAN KULON SURAKARTA (Suatu Kajian Sosiolinguistik) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci