II. TINJAUAN PUSTAKA
|
|
- Hengki Sanjaya
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Kayu Lapis Menurut Tsoumis (1991), kayu lapis adalah produk panel yang terbuat dengan merekatkan sejumlah lembaran vinir. Arah serat pada lembaran vinir untuk face dan core adalah saling tegak lurus, sedangkan antar lembaran vinir untuk face saling sejajar. Massijaya (2006) mengemukakan bahwa urutan proses dalam pembuatan kayu lapis terdiri dari : (1) seleksi log mulai dari ukuran, bentuk, dan kondisi log, (2) perlakuan awal log dengan pemanasan sehingga memudahkan pengupasan log dan meningkatkan rendemen 3-5%, (3) pengupasan log, (4) penyortiran vinir untuk memisahkan vinir rusak, (5) pengeringan vinir untuk mengurangi kadar air vinir, (6) perekatan, (7) pengempaan, (8) pengkondisian untuk mengurangi sisa tegangan akibat pengempaan selama 1-2 minggu. Kayu lapis telah menjadi primadona produk industri kayu olahan Indonesia selama beberapa tahun. Angka ekspor tertinggi yang pernah dicapai adalah pada tahun 1992 sebesar 9.7 juta m 3 (FAO, 2009a dalam Dwiprabowo, 2009a). Indonesia dapat digolongkan memiliki peranan dominan dalam pasar kayu lapis tropis dunia dengan tingkat volume ekspor tersebut. Kurang lebih 80% produksi kayu lapis Indonesia selama ini dijual untuk tujuan ekspor (Dwiprabowo, 2009a). Gambar 1. Volume produksi dan ekspor kayu lapis Indonesia (FAO, 2009b dalam Dwiprabowo, 2009b) Pada Gambar 1 menggambarkan grafik penurunan produksi, ekspor, dan penjualan domestik kayu lapis dari tahun 1999 sampai Penurunan volume produksi kayu lapis dan vinir Indonesia secara cukup tajam dan konsisten selama periode tahun Pada grafik dapat dilihat bahwa selama periode , volume penjualan untuk pasar dalam negeri tidak pernah konstan (sangat fluktuatif), hal ini memberikan indikasi bahwa industri memprioritaskan untuk memenuhi permintaan pasar internasional. Berdasarkan proyeksi FAO konsumsi kayu lapis Indonesia tahun 2010 adalah sebesar juta m 3. Pada tahun 2008 dan 2009 tingkat penggunaan kapasitas industri kayu lapis di Indonesia berturut-turut 30% dan 20% akibat kelangkaan bahan baku. Hal ini berarti produksi kayu lapis Indonesia hanya mencapai 3 juta m 3 (2008) dan 2 juta m 3 (2009) mengingat kapasitas produksi kayu lapis Indonesia adalah sebesar 10 juta m 3 /tahun (Dwiprabowo, 2009b). 3
2 Berdasarkan penggunaannya, kayu lapis dikelompokkan menjadi dua yaitu interior dan eksterior plywood. Youngquis (1999) dalam Iswanto (2008) mengelompokkan kayu lapis menjadi dua bagian, yaitu : 1. Kayu lapis konstruksi dan industrial. 2. Kayu lapis hardwood dan dekoratif. Berdasarkan jenis perekat yang dipergunakan, pengelompokan kayu lapis dibedakan menjadi dua: 1. Kayu lapis interior yaitu kayu lapis yang penggunaannya didalam ruangan. 2. Kayu lapis eksterior yaitu kayu lapis yang penggunaannya diluar ruangan. Berdasarkan vinir mukanya, kayu lapis dikelompokkan menjadi : 1. Ordinary plywood yaitu kayu lapis dimana vinir mukanya dihasilkan dari proses rotary cutting. 2. Fancy plywood yaitu kayu lapis dimana vinir mukanya terbuat dari kayu-kayu indah dan dihasilkan dari proses slice cutting atau half rotary cutting (Iswanto, 2008). 2.2 Limbah Industri Kayu Lapis Hampir seluruh bagian dari proses produksi kayu lapis berkontribusi terhadap produksi limbah dengan jumlah dan karakteristik yang berbeda. Jenis dan sumber limbah di industri kayu lapis dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Jenis dan sumber limbah industri kayu lapis No Jenis limbah Sumber limbah 1 Limbah cair Air pencucian glue spreader, air pencucian mesin, dan peralatan produksi 2 Limbah padat Log afkir, sisa potongan (log end), serbuk gergaji, kulit kayu, inti kayu, potongan tepi log (edging), sisa potongan log, sisa kupasan, sisa potongan vinir, vinir yang tidak standar, sisa potongan core, core reject, padatan glue, ceceran glue, sisa potongan sisi panel, sebetan, serbuk hasil pengemplasan, kemasan kertas, film face, polyester coating 3 Limbah gas Dust, kebisingan, gas buang 4 Limbah B3 Oli bekas, ceceran minyak atau oli, aki bekas Sumber : Indrasti et al. (2007) Limbah cair yang dihasilkan dalam proses produksi kayu lapis secara umum hanya dihasilkan dari proses pencucian mesin glue spreader dan proses pencucian mesin produksi lainnya. Hal ini menyebabkan komposisi yang terkandung dalam limbah cair yang dihasilkan adalah air dan bahanbahan yang digunakan dalam pembuatan perekat. Namun pada umumnya dari tiap tipe perekat yang dibuat, kandungan atau komposisi terbesar adalah resin yang digunakan, mencapai 70-80% dari campuran perekat, sedangkan sisanya adalah bahan-bahan tambahan yang komposisinya berbeda-beda untuk tiap perekat. Baku mutu limbah cair industri kayu lapis dapat dilihat pada Tabel 2. Besarnya presentase limbah padat dalam proses produksi kayu lapis mengharuskan setiap perusahaan kayu lapis dalam memanfaatkan limbah padat tersebut secara optimal. Parameter limbah gas industri kayu lapis adalah NO x, SO 2, opasitas, debu, kebisingan (Indrasti et al., 2007). 4
3 Tabel 2. Baku mutu limbah cair industri kayu lapis No Parameter Kadar Maksimum (mg/l) Beban Pencemaran Maksimum (g/m 3 ) 1 BOD COD TSS Amonia total (sebagian N) Fenol ph Debit Maksimum (m 3 /M 3 produk) Sumber : Perda Jateng No.10/ Produksi Bersih Produksi bersih adalah strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat pencegahan dan terpadu yang diterapkan pada seluruh siklus produksi untuk meningkatkan produktivitas dengan memberikan tingkat efisiensi yang lebih baik pada penggunaan bahan mentah, energi, dan air, mendorong performansi lingkungan yang lebih baik melalui pengurangan sumber-sumber pembangkit limbah dan emisi serta mereduksi dampak produk terhadap lingkungan dari siklus hidup produk dengan rancangan yang ramah lingkungan, namun efektif dari segi biaya (Osuna, 2007 dalam Akhida, 2007). Manfaat yang dapat diambil dari penerapan produksi bersih ini adalah (1) Pengurangan biaya operasi, (2) Peningkatan mutu produk, (3) Penghematan bahan baku, (4) Peningkatan keselamatan kerja, (5) Perbaikan kesehatan umum dan lingkungan hidup, (6) Penilaian konsumen menjadi positif, dan (7) Pengurangan biaya penanganan limbah (USAID, 1997 dalam Purnama, 2006). Produksi bersih Pengurangan sumber pencemar Modifikasi produk Daur ulang Tata cara operasi Perubahan proses On-site recycle Memanfaatkan produk samping Kontrol proses yang baik Modifikasi peralatan Perubahan teknologi Perubahan material input Gambar 2. Teknik pengendalian lingkungan secara preventif (El-Haggar, 2002) Gambar 2 diatas menjelaskan bahwa produksi bersih dapat dilakukan dengan mengurangi sumber pencemar, modifikasi produk, dan daur ulang. Daur ulang dapat dilakukan dengan cara on site recycle dan pemanfaatan produk samping. Pengurangan sumber pencemar dengan tata cara 5
4 operasi yang baik dan perubahan proses seperti pengontrolan proses, modifikasi peralatan, perubahan teknologi, dan perubahan material input (El-Haggar, 2002). Pemilihan penerapan produksi bersih dapat dikelompokkan menjadi lima bagian, yaitu : 1. Good house-keeping Mencakup tindakan prosedural, administratif maupun institutional yang dapat digunakan perusahaan untuk mengurangi terbentuknya limbah dan emisi. Konsep ini telah banyak diterapkan oleh kalangan industri agar dapat meningkatkan efisiensi dengan cara good operating practice yang mencakup: pengembangan program cleaner production (CP), pengembangan sumberdaya manusia, tatacara penanganan dan investasi bahan, pencegahan kehilangan bahan atau material, pemisahan limbah menurut jenisnya, tatacara perhitungan biaya, penjadwalan produksi. 2. Perubahan material input Bertujuan mengurangi atau menghilangkan bahan berbahaya dan beracun yang masuk atau yang digunakan dalam proses produksi, sehingga dapat juga menghindari terbentuknya limbah B3 dalam proses produksi. Perubahan material input termasuk pemurnian bahan dan substitusi bahan. 3. Perubahan teknologis Mencakup modifikasi proses dan peralatan yang dilakukan untuk mengurangi limbah dan emisi, perubahan teknologi dapat dimulai dari yang sederhana dalam waktu yang singkat dan biaya murah sampai dengan perubahan yang memerlukan investasi tinggi, seperti perubahan peralatan, tata letak pabrik, penggunaan peralatan otomatis dan perubahan kondisi proses. 4. Perubahan produk Meliputi substitusi produk, konservasi produk, dan perubahan komposisi produk. 5. On-site reuse Merupakan upaya penggunaan kembali bahan-bahan yang terkandung dalam limbah, baik untuk digunakan kembali pada proses awal atau sebagai material input dalam proses yang lain (Indrasti dan Fauzi, 2009). Menurut Purwanto (2005), penerapan produksi bersih di industri dilakukan dalam beberapa langkah sebagai berikut. 1. Perencanaan dan organisasi Pada langkah ini industri menyiapkan perencanaan, visi, misi, dan strategi produksi bersih. Sasaran peluang produksi bersih yang dikaitkan dengan bisnis dan adanya komitmen dari manajemen puncak. 2. Kajian dan identifikasi peluang Melakukan pemetaan proses atau membuat diagram alir proses sebagai alat untuk memahami aliran bahan, energi dan sumber timbulan limbah. Identifikasi peluang-peluang produksi bersih didasarkan pada temuan hasil kajian dan tinjauan lapangan berupa kemungkinan peningkatan efisiensi dan produktivitas, pencegahan dan pengurangan timbulan limbah langsung dari sumbernya. 3. Analisis kelayakan dan penentuan prioritas Menentukan pilihan produksi bersih, berdasarkan keuntungan (biaya yang dikeluarkan dan pendapatan atau penghematan yang diperoleh), resiko yang dihadapi, tingkat komitmen. Melakukan analisis kelayakan lingkungan, teknologi, dan ekonomi. 6
5 4. Implementasi Membuat perencanaan waktu pelaksanaan secara konket, rencana tindakan yang dilakukan. Menentukan penanggung jawab program pelaksanaan, dan mengalokasikan sumberdaya yang diperlukan. 5. Pemantauan, umpan balik, modifikasi Mengumpulkan dan membandingkan data sebelum dan sesudah tindakan produksi bersih digunakan untuk mengukur kinerja yang telah dicapai. Pada saat pemantauan dilakukan pendokumentasian program dan melakukan tinjauan ulang secara periodik pelaksanaan produksi bersih, dan kaitkan dengan sasaran bisnis. 6. Perbaikan berkelanjutan Produksi bersih pada dasarnya adalah bagian dari pekerjaan dan bukan suatu program sehingga industri akan melakukan perbaikan berkelanjutan. 2.4 Pembangunan Berkelanjutan Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. Konsep pembangunan berkelanjutan memberikan implikasi adanya batas yang ditentukan oleh tingkat masyarakat dan organisasi sosial mengenai sumber daya alam, serta kemampuan biosfer dalam menyerap berbagai pengaruh aktivitas manusia. Proses pembangunan berlangsung secara berlanjut dan didukung sumber daya alam yang ada dengan kualitas lingkungan dan manusia yang semakin berkembang dalam batas daya dukung lingkupannya. Pembangunan akan memungkinkan generasi sekarang meningkatkan kesejahteraannya, tanpa mengurangi kemungkinan bagi generasi masa depan untuk meningkatkan kesejahteraannya (Sugandhy dan Hakim, 2007). Selama 25 tahun yang akan datang, permintaan kayu naik 25%, sedangkan persediaan kayu hanya 15%. Industri pengolahan kayu harus membuktikan daya cipta yang bagus untuk mendapatkan lebih banyak produk dari pepohonan yang sedikit sampai daur ulang produk, menggunakan sedikit spesies dan hasil samping yang sudah dibuang untuk menghasilkan uang dari tempat sampah dan menyatukan keturunan terdahulu dengan rencana penanaman yang menciptakan hutan baru dengan produktivitas tinggi. Peningkatan kapasitas produksi hutan merupakan terbukanya kebutuhan minimum industri dalam rangka memperoleh keuntungan keberlanjutan untuk masa depan (Polak, 1997). Gambar 3. Kriteria dalam pembangunan yang berkelanjutan (Setiadi, 2005) 7
6 Gambar 3 diatas menjelaskan kriteria yang digunakan dalam pembangunan berkelanjutan yaitu 3-P. Arti dari 3-P adalah planet, profits, dan person. Hal ini berarti keberlanjutan tersebut harus mempertimbangkan keberlanjutan dari sisi lingkungan, ekonomi, dan sosial. Pada Gambar 3 menunjukkan bagaimana integrasi dari nilai lingkungan, nilai ekonomi, dan nilai sosial menghasilkan kehidupan yang sejahtera bagi manusia. Nilai lingkungan diaplikasikan dengan menjaga keutuhan ekosistem, daya dukung alam, dan keanekaragaman hayati. Nilai ekonomi diaplikasikan melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi, produktivitas, dan pemerataan ekonomi. Nilai sosial diaplikasikan dengan menjaga identitas budaya, pemberdayaan, kemudahan akses, keseimbangan, dan keadilan. Tiga elemen tersebut harus berjalan simultan. Ketimpangan pembangunan akan terjadi apabila perkembangan aspek yang satu lebih tinggi dari aspek yang lain. Selain itu, peranan teknologi dalam pembangunan berkelanjutan tidaklah dapat diabaikan dan dikesampingkan (Setiadi, 2005). Berikut ini disampaikan tiga buah contoh inovasi sistem yang lebih rinci dalam rangka teknologi untuk pembangunan yang berkelanjutan (Mulder, 2006). 1. Mengubah penggunaan sumber energi primer dan peningkatan efisiensi energi dalam sistem produksi. 2. Mengubah sumber bahan baku dan penggunaan kembali produk yang tidak termanfaatkan. 3. Menghindari terjadinya produk samping (by-product) dan emisi. Produksi bersih merupakan strategi baru yang inovatif dengan memanfaatkan teknologi ramah lingkungan dalam menunjang pembangunan yang berkelanjutan (Susanto, 2007). 2.5 Penelitian Terdahulu ICIP (1998) telah melakukan penelitian tentang penggunaan teknologi produksi bersih di industri kayu lapis. Beberapa peluang telah teridentifikasi dan dapat direkomendasikan menggunakan pangkalan data ICIP tersebut. Peluang-peluang yang direkomendasikan kepada perusahaan memberikan manfaat bagi peningkatan nilai tambah kayu dan biaya implementasinya. Rekomendasi yang pernah diberikan ICIP, termasuk daur ulang limbah cair dan penghematan energi. ICIP (2001) melakukan kajian produksi bersih pada industri kayu lapis. Kajian ini adalah hasil evaluasi di beberapa industri kayu lapis di Indonesia. Tujuan kajian untuk mengusulkan suatu program produksi bersih yang akan : (1) mengurangi jumlah bahan beracun, bahan baku, dan energi yang dipakai dalam proses pengolahan, (2) mendemonstrasikan nilai ekonomi dan manfaat bagi lingkungan dari metode produksi bersih pada industri kayu lapis, dan (3) meningkatkan efisiensi operasi dan kualitas produk. Tim pengkaji terdiri dari seorang tenaga ahli pada industri kayu lapis dan seorang tenaga ahli produksi bersih serta empat orang konsultan lokal. Secara keseluruhan, kajian mengidentifikasi dua puluh satu peluang produksi bersih. Tergantung pada pilihannya, biaya implementasi berkisar antara Rp 679,500,000 sampai Rp 2,929,000,000 dengan penghematan tahunan berkisar antara Rp 2,849,000,000 sampai dengan Rp 5,956,000,000 per tahun. Bilamana diimplementasikan, perubahan-perubahan ini dapat mengurangi pemakaian kayu gelondongan, mengurangi pemakaian lem sekitar 130 ton sampai 1600 ton per tahun, mengurangi biaya pengolahan air limbah karena berkurangnya lem yang menjadi limbah sekitar 5 ton sampai 36 ton pertahun, mengurangi pemakaian energi, serta meningkatkan kualitas produk. Nurendah (2006) melakukan penelitian tentang strategi peningkatan kinerja industri kayu lapis melalui pendekatan ekoefisiensi. Hasil analisis dari matrik IFE-EFE memberikan gambaran bahwa perusahaan kayu lapis menempati posisi kuadran II, yaitu pada posisi tumbuh dan membangun. Analisis juga dilakukan menggunakan LCA (life cycle analysis) yang memberikan gambaran bahwa perusahaan kayu lapis memberikan kontribusi dampak potensi pengasaman lingkungan, potensi penipisan sumber energi, dan potensi nutrifikasi. Hasil analisis produksi bersih menunjukkan bahwa 8
7 perusahaan kayu lapis hanya menerapkan satu dari 32 rekomendasi ICIP (Indonesian Cleaner Industrial Production Program). Indrasti et al. (2007) telah melakukan penelitian dengan studi kasus 3 industri kayu lapis, yaitu PT. Wijaya Tri Utama Plywood Indonesia, PT. Sumalindo Lestari Jaya, dan PT. Kayu Lapis Indonesia. Penelitian ini difokuskan pada proses produksi kayu lapis, penggunaan bahan baku dan energi, serta jenis limbah yang dihasilkan dari proses produksi kayu lapis. Dari data yang didapat bahwa terdapat empat jenis limbah, yaitu limbah cair, padat, gas, dan B3. Seluruh jenis limbah yang dihasilkan akan sangat membahayakan bagi lingkungan jika pembuangannya tanpa melalui pengolahan. Dalam penelitian ini dijelaskan berbagai sistem pengelolaan lingkungan industri kayu lapis, yaitu dengan pendekatan proaktif (preventive approache) dan pendekatan kuratif (end of pipe approache). Sistem pendekatan proaktif menggunakan strategi produksi bersih. Penelitian ini menjelaskan banyak informasi tentang produksi bersih seperti keuntungan, opsi, dan peningkatan efisiensi melalui produksi bersih. Kementerian Negara Lingkungan Hidup (2008) melakukan penelitian tentang panduan penerapan ekoefisiensi industri kayu lapis. Panduan ini memuat tentang proses produksi kayu lapis dan tahapan yang harus dilalui jika industri kayu lapis akan menerapkan prinsip ekoefisiensi. Keberhasilan penerapan ekoefisiensi pada industri kayu lapis ditentukan oleh banyak pihak khususnya departemen yang terkait langsung dengan produksi dan pihak manajemen pengambil keputusan karena industri kayu lapis umumnya adalah industri besar yang membutuhkan investasi cukup besar. Panduan ini juga memberikan informasi penerapan ekoefisiensi melalui perangkat good housekeeping. Melalui penerapan perangkat, industri kayu lapis dapat melakukan orientasi, perencanaan, pelaksanaan ekoefisiensi secara bertahap, konsisten, dan berkelanjutan. 9
KAJIAN POTENSI PENERAPAN STRATEGI PRODUKSI BERSIH PADA INDUSTRI KAYU LAPIS : STUDI KASUS DI CV. MEKAR ABADI, WONOSOBO, JAWA TENGAH SKRIPSI
KAJIAN POTENSI PENERAPAN STRATEGI PRODUKSI BERSIH PADA INDUSTRI KAYU LAPIS : STUDI KASUS DI CV. MEKAR ABADI, WONOSOBO, JAWA TENGAH SKRIPSI LUTVIA ROSALIANA F 34070090 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan industri dianggap memberikan dampak buruk bagi lingkungan yaitu meningkatkan pencemaran air dan udara, penurunan kualitas tanah, dampak dalam skala global
Lebih terperinciPARADIGMA PENGELOLAAN USAHA
PENDEKATAN ECO-EFFISIENSI DALAM PENGELOLAAN USAHA PARADIGMA PENGELOLAAN USAHA SEBUAH PENDEKATAN PENGELOLAAN USAHA BERUPA UPAYA MENINGKATKAN EFISIENSI UNTUK MENINGKATKAN MANFAAT, BAIK DARI ASPEK EKONOMI,
Lebih terperinci24/05/2013. Produksi Bersih (sebuah pengantar) PENDAHULUAN. Produksi Bersih (PB) PB Merupakan pendekatan yang cost-effective
Produksi Bersih (sebuah pengantar) PENDAHULUAN Produksi Bersih (PB) United Nation Environmental Programme (UNEP) mendefinisikan produksi bersih sebagai penerapan yang kontinyu dari sebuah strategi pencegahan
Lebih terperinciPengertian, Konsep Dasar serta Perkembangan. Teknologi Bersih. (Clean Technology)
Pengertian, Konsep Dasar serta Perkembangan Teknologi Bersih (Clean Technology) Pada awalnya Hanya tertuju pada bahan buangannya Daur ulang bahan buangan Penggabungan 3 aspek: Industrialisasi Lingkungan
Lebih terperinciPRODUKSI BERSIH (Cleaner Production) HA Latief Burhan Universitas Airlangga
PRODUKSI BERSIH (Cleaner Production) HA Latief Burhan Universitas Airlangga Tujuan Produksi Bersih Mengurangi dan peningkatan efisiensi penggunaan energi & bahan baku, serta meminimalisasi terbentuknya
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Penelitian Industri kayu lapis menghasilkan limbah berupa limbah cair, padat, gas, dan B3, jika limbah tersebut dibuang secara terus-menerus akan terjadi akumulasi limbah
Lebih terperinciPENDEKATAN ECO-EFFISIENSI DALAM PENGELOLAAN USAHA
PENDEKATAN ECO-EFFISIENSI DALAM PENGELOLAAN USAHA SEBUAH PENDEKATAN PENGELOLAAN USAHA BERUPA UPAYA MENINGKATKAN EFISIENSI UNTUK MENINGKATKAN MANFAAT, BAIK DARI ASPEK EKONOMI, ORGANISASI MAUPUN LINGKUNGAN
Lebih terperinciCLEANER PRODUCTION (PRODUKSI BERSIH)
L/O/G/O CLEANER PRODUCTION (PRODUKSI BERSIH) Week 8 Khamdi Mubarok, S.T, M.Eng Teknik Industri - UTM Latar Belakang Industri menghadapi permasalahan pengolahan limbah yang kadangkala dirasa sangat memberatkan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. industri yang mampu bersaing di dunia internasional. Industri batik juga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi ini, Industri yang survive dan kompetitif adalah industri yang mampu bersaing di dunia internasional. Industri batik juga mampu menjadi industri
Lebih terperinciEFEKTIFITAS PENGELOLAAN LIMBAH CAIR PADA INDUSTRI KAYU LAPIS DI KALIMANTAN SELATAN
Buana Sains Vol 12 No 1: 99-108, 2012 99 EFEKTIFITAS PENGELOLAAN LIMBAH CAIR PADA INDUSTRI KAYU LAPIS DI KALIMANTAN SELATAN D. Subari 1, Udiansyah 1), B. Yanuwiyadi 2) dan B. Setiawan 2) 1) Fakultas Kehutanan,
Lebih terperinciSTUDI PENGELOLAAN LIMBAH PADAT & CAIR PT X - PASURUAN SEBAGAI UPAYA PENERAPAN PROSES PRODUKSI BERSIH
Laporan Tugas Akhir STUDI PENGELOLAAN LIMBAH PADAT & CAIR PT X - PASURUAN SEBAGAI UPAYA PENERAPAN PROSES PRODUKSI BERSIH Oleh: Didit Fitriawan 3305.100.042 Dosen Pembimbing : Ir. Ati Hartati, M.Sc JURUSAN
Lebih terperinciISO untuk meminimalkan limbah, by Sentral Sistem Consulting
Pemakaian Bahan Baku Exploitasi dan Explorasi Sumber Daya Alam 100% Sumber Daya Alam Tidak Dapat Diperbaharui 10-15% Polutan Udara Pencemaran Udara Emisi Gas (CO, CO2, Sox, NOx) Penipisan Lapisan Ozon
Lebih terperinciPengelolaan Lingkungan
Pengelolaan Lingkungan Nur Hidayat Proses Produksi Energi dsb Bahan Baku Aktivitas Produksi produk limbah 1 Limbah Bagaimana penanganan limbah? Energi Apakah digunakan dari sumber terbarukan? Apakah ramah
Lebih terperinciPRAKTEK PENCAPAIAN EKO-EFISIENSI DI KLASTER INDUSTRI TAPIOKA DESA SIDOMUKTI KABUPATEN PATI TUGAS AKHIR. Oleh: SAIFILLAILI NUR ROCHMAH L2D
PRAKTEK PENCAPAIAN EKO-EFISIENSI DI KLASTER INDUSTRI TAPIOKA DESA SIDOMUKTI KABUPATEN PATI TUGAS AKHIR Oleh: SAIFILLAILI NUR ROCHMAH L2D 004 349 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, Indonesia sedang berkembang menjadi sebuah negara industri. Sebagai suatu negara industri, tentunya Indonesia membutuhkan sumber energi yang besar. Dan saat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negatif terhadap lingkungan diantaranya pencemaran lingkungan yang disebabkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi industri pangan mendukung munculnya dampak negatif terhadap lingkungan diantaranya pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh sisa hasil proses
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Produksi Kayu Gergajian dan Perkiraan Jumlah Limbah. Produksi Limbah, 50 %
TINJAUAN PUSTAKA Limbah Penggergajian Eko (2007) menyatakan bahwa limbah utama dari industri kayu adalah potongan - potongan kecil dan serpihan kayu dari hasil penggergajian serta debu dan serbuk gergaji.
Lebih terperinciLEMBAR PERTAMA UNTUK PERUSAHAAN
LAMPIRAN 1 LEMBAR PERTAMA UNTUK PERUSAHAAN KEPADA: SEKRETARIAT PENGHARGAAN INDUSTRI HIJAU d/a : PUSAT PENGKAJIAN INDUSTRI HIJAU DAN LINGKUNGAN HIDUP Gedung Kementerian Perindustrian Lantai 20 Jl. Jenderal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap sejumlah produk barang dan jasa mendorong tumbuhnya berbagai kegiatan industri yang memproduksi barang dan jasa untuk memenuhi
Lebih terperinciSTRATEGI TEKNOLOGI PRODUKSI BERSIH MELALUI TATA KELOLA YANG APIK (GHK)
J. Tek. Ling Edisi Khusus Hal. 15-19 Jakarta Juli 2008 ISSN 1441-318X STRATEGI TEKNOLOGI PRODUKSI BERSIH MELALUI TATA KELOLA YANG APIK (GHK) Indriyati Peneliti di Pusat Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan dan penerapan perangkat-perangkat pengelolaan lingkungan diarahkan untuk mendorong seluruh pihak di dunia ini untuk melakukan tanggung jawab terhadap
Lebih terperinciAgro Industri Ramah Lingkungan Dede Sulaeman
Agro Industri Ramah Lingkungan Dede Sulaeman Agro-industri Ramah Lingkungan Nopember 2007 Penulis: Dede Sulaeman, ST, M.Si Subdit Pengelolaan Lingkungan, Dit. Pengolahan Hasil Pertanian, Ditjen PPHP-Deptan
Lebih terperinciMata Ajaran : Manajemen Lingkungan Rumah Sakit Topik : Lingkungan Hidup & Sistem Manajemen Lingkungan RS Minggu Ke : II
Mata Ajaran : Manajemen Lingkungan Rumah Sakit Topik : Lingkungan Hidup & Sistem Manajemen Lingkungan RS Minggu Ke : II Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proyek Konstruksi 2.1.1 Pengertian Proyek Konstruksi Proyek konstruksi adalah usaha yang kompleks dan tidak memiliki kesamaan persis dengan proyek manapun sebelumnya sehingga
Lebih terperinciPenerapan Produksi Bersih Pada Industri Sebagai Upaya Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup
Penerapan Produksi Bersih Pada Industri Sebagai Upaya Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup Industri di Indonesia saat ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Jumlah penduduk yang tinggi dan tenaga
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap produk barang dan jasa mendorong tumbuhnya berbagai kegiatan industri yang memproduksi barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan industri khususnya industri tesktil diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat. Namun bila dalam perumusan kebijakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendapatan negara dalam hal menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. penting dilakukan untuk menekan penggunaan energi.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor industri merupakan sektor yang berperan dalam meningkatkan pendapatan negara dalam hal menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Namun demikian
Lebih terperinciBahan Baku. Aktivitas Produksi. Limbah
Konsep Dasar Bahan Baku Produk Aktivitas Produksi Energi Limbah Bagaimana Penanganan Limbah? Energi Apakah dari sumber terbarukan? Apakah ramah lingkungan? Apakah sudah efisien penggunaannya? Bahan Baku
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan aktivitas industri dan pola hidup masyarakat modern memberikan dampak terhadap meningkatnya kebutuhan masyarakat dalam konsumsi produk barang dan jasa.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap material bangunan mempunyai siklus hidup, dimulai dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap material bangunan mempunyai siklus hidup, dimulai dari pengambilan bahan baku di tempat asal dan berakhir di tempat pembuangan. Namun, pemanfaatan berbagai
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Indonesia menyebabkan industri kehutanan mengalami krisis bahan baku.
PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan akan kayu semakin meningkat dengan semakin berkembangnya pembangunan di Indonesia. Fakta menunjukkan, besarnya laju kerusakan hutan di Indonesia menyebabkan industri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sub sektor perkebunan merupakan salah satu sub sektor dari sektor
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor perkebunan merupakan salah satu sub sektor dari sektor pertanian yang dapat meningkatkan devisa negara dan menyerap tenaga kerja. Pemerintah mengutamakan
Lebih terperinciPELAKSANAAN PROGRAM PEMANTAUAN LINGKUNGAN H M M C J WIRTJES IV ( YANCE ) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
PELAKSANAAN PROGRAM PEMANTAUAN LINGKUNGAN H M M C J WIRTJES IV ( YANCE ) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara A. Dasar Pemikiran Sejak satu dasawarsa terakhir masyarakat semakin
Lebih terperinciPRODUKSI BERSIH. Definisi PB berdasarkan UNEP (1992)
PRODUKSI BERSIH Definisi PB berdasarkan UNEP (1992) Aplikasi secara kontinyu dari suatu strategi pencegahan lingkungan terhadap proses dan produk untuk mengurangi resiko terhadap manusia dan lingkungan
Lebih terperinciTHE VIET TRI PAPER DESKRIPSI PERUSAHAAN DESKRIPSI PROSES
THE VIET TRI PAPER DESKRIPSI PERUSAHAAN THE VIET TRI PAPER, sebuah perusahaan negara, didirikan pada tahun 1961 dan berlokasi di propinsi Phu Tho. Viet Tri berada pada peringkat empat dalam hal kapasitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. produk atau jasa. Melalui produktivitas, perusahaan dapat pula mengetahui. melakukan peningkatan produktivitas.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Produktivitas telah menjadi hal yang sangat penting bagi perusahaanperusahaan dikarenakan sebagai suatu sarana untuk mempromosikan sebuah produk atau jasa.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan tanaman penghasil kayu yang banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, baik untuk keperluan industri besar, industri
Lebih terperinciUPAYA MINIMASI LIMBAH PADAT RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DOKTER KARIADI SEMARANG DENGAN PENERAPAN STRATEGI CLEANER PRODUCTION
UPAYA MINIMASI LIMBAH PADAT RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DOKTER KARIADI SEMARANG DENGAN PENERAPAN STRATEGI CLEANER PRODUCTION Yanti Martina Waruwu 1, Haryo Santoso 2 Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN
METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Industri karet remah di Indonesia sebagian besar merupakan industri yang melibatkan petani karet sebagai penghasil bahan baku berupa bokar dan pabrik karet sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hampir seluruh aspek kehidupan membutuhkan energi. Kebutuhan energi saat ini
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Energi merupakan kebutuhan mendasar selain pangan dan air karena hampir seluruh aspek kehidupan membutuhkan energi. Kebutuhan energi saat ini cukup besar, salah satunya
Lebih terperinciPEMANFAATAN LIMBAH KAYU (BIOMASSA) UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK. PT. Harjohn Timber. Penerima Penghargaan Energi Pratama Tahun 2011 S A R I
PEMANFAATAN LIMBAH KAYU (BIOMASSA) UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK PT. Harjohn Timber Penerima Penghargaan Energi Pratama Tahun 2011 S A R I PT. Harjhon Timber adalah salah satu Penerima Penghargaan Energi Pratama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya sektor industri pertanian meningkatkan kesejahteraan dan mempermudah manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI HIJAU. Disampaikan pada : Workshop Efisiensi Energi di IKM Jakarta, 27 Maret 2012
KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI HIJAU Disampaikan pada : Workshop Efisiensi Energi di IKM Jakarta, 27 Maret 2012 1. Kondisi Industri I. LATAR BELAKANG Pembangunan sektor industri di Indonesia yang telah
Lebih terperinciC. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN
C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Pengendalian Dampak 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 2. Analisis Mengenai Dampak (AMDAL) 3. Pengelolaan Kualitas
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sebagai salah satu cara untuk memantau kinerja produksinya. Pengukuran
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Produktivitas merupakan satu hal yang sangat penting bagi perusahaan sebagai salah satu cara untuk memantau kinerja produksinya. Pengukuran produktivitas dilakukan
Lebih terperinciecofirm ANALISIS KELAYAKAN LINGKUNGAN DALAM INDUSTRI PERTANIAN ELIDA NOVITA
ecofirm ANALISIS KELAYAKAN LINGKUNGAN DALAM INDUSTRI PERTANIAN ELIDA NOVITA ENV. CONTROLLING TECHNIQUE & CONSERVATION LABORATORY DEPARTMENT OF AGRICULTURAL ENGINEERING FACULTY OF AGRICULTURAL TECHNOLOGY
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ( Jamilah, 2009 ). Menurut Direktorat Bina Produksi Kehutanan (2006) bahwa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan manusia terhadap kayu sebagai konstruksi, bangunan atau furniture terus meningkat seiring dengan meningkatnya pertambahan jumlah penduduk, sementara ketersediaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memberikan kontribusi yang besar sebagai. sumber devisa negara melalui produk-produk primer perkebunan maupun
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memberikan kontribusi yang besar sebagai sumber devisa negara melalui produk-produk primer perkebunan maupun produk hasil olahannya. Berdasarkan data triwulan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. bahan baku industri terus meningkat jumlahnya, akan tetapi rata-rata pertumbuhan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan sebagai salah satu sumber daya alam penghasil kayu menjadi modal dasar bagi pertumbuhan industri sektor pengolahan kayu. Penggunaan kayu sebagai bahan baku industri
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan negara ini. Industri merupakan salah satu pilar pokok dalam
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri dan perkembangannya merupakan hal yang sangat penting bagi kemajuan negara ini. Industri merupakan salah satu pilar pokok dalam pembangunan di negara ini,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri disamping berdampak positif juga memiliki dampak negatif diantaranya berupa keluaran bukan produk berupa bahan, energi dan air yang ikut digunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri selain memiliki dampak positif juga memiliki dampak negatif yaitu keluaran bukan produk yang berupa bahan, energi dan air yang digunakan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan dunia industri merupakan salah satu indikator yang memberikan penggambaran untuk menilai perkembangan ekonomi suatu Negara. Kemajuan industri di Indonesia
Lebih terperinciBAB III. METODE PENELITIAN
BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian tentang penerapan produksi bersih pada agroindustri nata de coco ini dilakukan dengan pendekatan penelitian kualitatif dan kuantitatif. Metode
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tandan Kosong Sawit Jumlah produksi kelapa sawit di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, pada tahun 2010 mencapai 21.958.120 ton dan pada tahun 2011 mencapai
Lebih terperinciOleh: Ridzky Nanda Seminar Tugas Akhir
Seminar Tugas Akhir STUDI PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI SEBAGAI UPAYA PENERAPAN PRODUKSI BERSIH DI PABRIK KELAPA SAWIT AEK NABARA SELATAN PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III STUDY OF WASTE INDUSTRIAL MANAGEMENT
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Karet dan Lateks Menurut Nazaruddin dan Paimin (2004), dalam dunia tumbuhan tanaman karet tersusun dalam sistematika sebagai berikut : Devisi : Spermatophyta Subdivisi :
Lebih terperinciSIH Standar Industri Hijau
SIH Standar Industri INDUSTRI SEMEN PORTLAND Daftar isi Daftar isi... 1 Prakata... 2 1 Ruang Lingkup... 3 2 Acuan Normatif... 3 3 Definisi... 3 4 Simbol dan Singkatan Istilah... 4 5 Persyaratan Teknis...
Lebih terperinciMENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,
SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 03 TAHUN 2009 TENTANG SERTIFIKASI KOMPETENSI DAN STANDAR KOMPETENSI MANAJER PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Industri merupakan sebuah usaha yang mengubah bahan mentah menjadi
BAB I 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Industri merupakan sebuah usaha yang mengubah bahan mentah menjadi barang yang siap dimanfaatkan oleh konsumen, yang dalam setiap kegiatannya membutuhkan sumber energi
Lebih terperinciPERAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DALAM MENDORONG INOVASI PRODUK DI INDUSTRI PULP DAN KERTAS
PERAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DALAM MENDORONG INOVASI PRODUK DI INDUSTRI PULP DAN KERTAS Jakarta, 27 Mei 2015 Pendahuluan Tujuan Kebijakan Industri Nasional : 1 2 Meningkatkan produksi nasional. Meningkatkan
Lebih terperinciPapan partikel SNI Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI
Standar Nasional Indonesia Papan partikel ICS 79.060.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi... 1 4 Klasifikasi...
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara penghasil kakao terbesar ketiga di dunia, namun kakao
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara penghasil kakao terbesar ketiga di dunia, namun kakao yang dihasilkan sebanyak 70% diekspor dalam bentuk biji kakao (raw product). Hal ini
Lebih terperinciGeografi LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN II. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013
xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1.
Lebih terperinciSeminar Nasional IENACO 2016 ISSN: PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DENGAN METODE GREEN PRODUCTIVITY PADA INDUSTRI PENGOLAHAN TEMPE
PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DENGAN METODE GREEN PRODUCTIVITY PADA INDUSTRI PENGOLAHAN TEMPE Muhammad Yusuf Jurusan Teknik Industri Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta Jl. Kalisahak 28 Kompleks
Lebih terperinciPERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II
Bab II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah, setiap satuan kerja perangkat Daerah, SKPD harus menyusun Rencana
Lebih terperinciSektor pertanian memberikan kontribusi yang besar sebagai. produk hasil olahannya. Berdasarkan data triwulan yang dikeluarkan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memberikan kontribusi yang besar sebagai sumber devisa negara melalui produk-produk primer perkebunan maupun produk hasil olahannya. Berdasarkan data triwulan
Lebih terperinciPROFIL DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN WONOGIRI
PROFIL DINAS KABUPATEN WONOGIRI Alamat : Jln. Diponegoro Km 3,5 Bulusari, Bulusulur, Wonogiri Telp : (0273) 321929 Fax : (0273) 323947 Email : dinaslhwonogiri@gmail.com Visi Visi Dinas Lingkungan Hidup
Lebih terperinciPENDAHULUAN. diperbahurui makin menipis dan akan habis pada suatu saat nanti, karena itu
PENDAHULUAN Latar Belakang Energi merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dan saat ini konsumsi meningkat. Namun cadangan bahan bakar konvesional yang tidak dapat diperbahurui makin menipis dan akan
Lebih terperincitermasuk manusia dan prilakunya
Pasal 1 UUPLH Menjelaskan: Pengertian-pengertian dalam UUPLH Lingkungan Hidup Kesatuan Ruang dg semua: - benda - daya dan makhluk hidup termasuk manusia dan prilakunya mempengaruhi - kelangsungan prikehidupan
Lebih terperinciANALISA JENIS LIMBAH KAYU PADA INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI KALIMANTAN SELATAN
ANALISA JENIS LIMBAH KAYU PADA INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI KALIMANTAN SELATAN THE ANALYSIS OF VARIETY OF WOOD WASTE MATERIAL FROM WOOD INDUSTRY IN SOUTH BORNEO Djoko Purwanto *) *) Peneliti Baristand Industri
Lebih terperinciMODUL TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI KULIT. Oleh : Dr. Muhammad Irfan Said, S.Pt, M.P
MODUL TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI KULIT Oleh : Dr. Muhammad Irfan Said, S.Pt, M.P Program Studi Teknologi Hasil Ternak Fak.Peternakan Universitas Hasanuddin TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI
Lebih terperinciBAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI
BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 3.1 IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TENGAH Dalam penyelenggaraan pemerintahan
Lebih terperinciH. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP
- 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan kebijakan mengenai pengelolaan Limbah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan pasokan energi dalam negeri. Menurut Pusat Data dan Informasi Energi dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan energi di Indonesia terus meningkat namun belum sebanding dengan pasokan energi dalam negeri. Menurut Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral
Lebih terperinci- 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP
- 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAH 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. wilayahnya merupakan perairan dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang tiga per empat luas wilayahnya merupakan perairan dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Panjang garis
Lebih terperinciUJI KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BRIKET BIO-COAL CAMPURAN BATUBARA DENGAN SERBUK GERGAJI DENGAN KOMPOSISI 100%, 70%, 50%, 30%
TUGAS AKHIR UJI KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BRIKET BIO-COAL CAMPURAN BATUBARA DENGAN SERBUK GERGAJI DENGAN KOMPOSISI 100%, 70%, 50%, 30% Diajukan Guna Memenuhi Syarat Untuk Mencapai Derajat Sarjana Strata
Lebih terperinciH. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP
- 216 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan kebijakan mengenai pengelolaan Limbah
Lebih terperinciDepartemen Administrasi & Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
KMA 43026 Departemen Administrasi & Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Prof. Drh. Wiku Adisasmito, M.Sc., Ph.D. UU RI No. 32 Tahun 2009 Perlindungan dan Pengelolaan
Lebih terperinciKERANGKA ACUAN KEGIATAN (KAK) PENGEMBANGAN PRODUK IKM LIMBAH HASIL LAUT NON KONSUMSI JAWA TENGAH
KERANGKA ACUAN KEGIATAN (KAK) PENGEMBANGAN PRODUK IKM LIMBAH HASIL LAUT NON KONSUMSI JAWA TENGAH KEGIATAN PEMBINAAN LINGKUNGAN SOSIAL DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI DI WILAYAH IHT BIDANG IATEA TAHUN ANGGARAN
Lebih terperinciDepartemen Administrasi & Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
KMA 43026 Departemen Administrasi & Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Prof. Drh. Wiku Adisasmito, M.Sc., Ph.D. United State Environmental Protection Agency DEFINISI
Lebih terperinciPENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN
PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN 1 (satu) bulan ~ paling lama Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di bidang Industri sebagaimana
Lebih terperinciMANAJEMEN BIAYA LINGKUNGAN
Pert 8 MANAJEMEN BIAYA LINGKUNGAN HARIRI, SE., M.Ak Universitas Islam Malang 2017 Biaya lingkungan mendapatkan perhatian yang semakin besar dalam manajemen perusahaan. Peraturan mengenai lingkungan menjadi
Lebih terperinciPENERAPAN KONSEP SUSTAINABLE PADA RUMAH TINGGAL DARI SEGI MATERIAL
PENERAPAN KONSEP SUSTAINABLE PADA RUMAH TINGGAL DARI SEGI MATERIAL Allan Subrata Ottong 1, Felix Yuwono 2, Ratna S. Alifen 3, Paulus Nugraha 4 ABSTRAK : Pembangunan rumah tinggal di Indonesia adalah salah
Lebih terperinciPELATIHAN DOSEN-DOSEN PTN DAN PTS SE JAWA-BALI DALAM BIDANG AUDIT LINGKUNGAN Bogor, September 2006
PELATIHAN DOSEN-DOSEN PTN DAN PTS SE JAWA-BALI DALAM BIDANG AUDIT LINGKUNGAN Bogor, 11 20 September 2006 Materi yang terdapat dalam halaman ini adalah materi yang disampaikan dalam Pelatihan Audit Lingkungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lingkungan. Orang-orang mulai khawatir akan dampak global warming pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sejak beberapa dekade terakhir kesadaran masyarakat dunia akan pentingnya pelestarian lingkungan semakin meningkat, peningkatan ini dicetuskan oleh adanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai macam kegiatan seperti mandi, mencuci, dan minum. Tingkat. dimana saja karena bersih, praktis, dan aman.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan suatu unsur penting dalam kehidupan manusia untuk berbagai macam kegiatan seperti mandi, mencuci, dan minum. Tingkat konsumsi air minum dalam kemasan semakin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. meningkat. Hampir setiap produk menggunakan plastik sebagai kemasan atau
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi plastik membuat aktivitas produksi plastik terus meningkat. Hampir setiap produk menggunakan plastik sebagai kemasan atau bahan dasar. Material plastik
Lebih terperinciSIH Standar Industri Hijau
SIH Standar Industri Hijau INDUSTRI UBIN KERAMIK Daftar isi Daftar isi... 1 Prakata... 2 1 Ruang Lingkup... 3 2 Acuan Normatif... 3 3 Definisi... 3 4 Simbol dan Singkatan Istilah... 4 5 Persyaratan Teknis...
Lebih terperinciBUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN BONDOWOSO
BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN BONDOWOSO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BONDOWOSO, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pengaruh penerapan..., Furqan Usman, FT UI, Universitas Indonesia
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan, yang merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada zaman sekarang ini perkembangan dunia bisnis di Indonesia sudah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada zaman sekarang ini perkembangan dunia bisnis di Indonesia sudah sangat berkembang dan terus semakin berkembang. Segala macam produk dan jasa yang disediakan oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. alam dalam prosesnya menjadi produk. Kegiatan tersebut dapat menimbulkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan kebutuhan manusia terhadap makanan ringan menjadikan semakin berkembangnya industri baik industri skala besar maupun industri skala kecil dan menengah yang
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MALANG
1 PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Industri Kayu Lapis 4.1.1 Gambaran Umum Industri Kayu Lapis CV Mekar Abadi merupakan industri yang bergerak dibidang kayu olahan yang masih berupa produk setengah jadi.
Lebih terperinciBAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN
BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN 5.. Rencana Program dan Kegiatan Program adalah Instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kerusakan lingkungan merupakan suatu kegiatan yang disebabkan oleh
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerusakan lingkungan merupakan suatu kegiatan yang disebabkan oleh aktivitas alam (bencana alam) atau aktivitas manusia, yang menyebabkan rusaknya keseimbangan ekosistem
Lebih terperinci