BAB 1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Direktorat Jenderal Hortikultura, sebagai salah satu institusi lingkup Kementerian Pertanian, telah berperan sebagai pendukung pembangunan pertanian di Indonesia melalui program peningkatan produksi, produktivitas dan mutu produk hortikultura berkelanjutan. Program ini mencakup pengembangan untuk komoditas buah, florikultura, sayuran dan tanaman obat dari segi budidaya, pascapanen, serta pengembangan sistem perbenihan dan perlindungan hortikultura. Pelaksanaan pengembangan hortikultura dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Hortikultura melalui dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan, dimana pada tahun 2014 dilakukan pada 201 Satker meliputi 1 Satker Pusat, 34 Satker Provinsi (33 Dekonsentrasi dan 1 Tugas Pembantuan Provinsi), dan 166 Satker Kabupaten/Kota. Dana dari pemerintah dalam hal ini berperan sebagai stimulan pelaksanaan kegiatan, dengan tidak mengesampingkan peran serta atau keterlibatan masyarakat dan pihak swasta untuk lebih mensukseskan pencapaian target pengembangan hortikultura di Indonesia. Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun

2 Sebagai pelaksana kegiatan dengan sumber dana dari pemerintah, maka Direktorat Jenderal Hortikultura berkewajiban untuk dapat menyampaikan hasil kinerjanya kepada publik dan stakeholder terkait. Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura ini mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah serta Peraturan Menteri Keuangan No 249/PMK.02/2011 tentang Laporan Pengukuran dan Evaluasi Kinerja atas Pelaksanaan Rencana Kerja dan Anggaran. Penyusunan Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura ini berdasarkan pada hasil monitoring dan evaluasi di lapangan. Melalui kegiatan monitoring yang dilakukan secara terencana dan sistematis maka dapat dilihat apakah suatu proses kegiatan telah dilaksanakan atau berjalan sesuai dengan yang direncanakan. Sehingga dapat diketahui faktor penyebab masalah dan tindakan koreksi yang harus dilakukan agar proses kegiatan berjalan dengan baik sesuai dengan rencana aawal dan mencapai target sasaran. Hasil evaluasi kinerja ini diharapkan dapat memberikan gambaran pencapaian pengembangan hortikultura pada tahun 2014 secara baik, sehingga dapat dijadikan bahan masukan dan pertimbangan bagi Pimpinan untuk menentukan kebijakan pembangunan hortikutura kedepan. 2 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014

3 1.2 Tujuan dan Sasaran Tujuan penyusunan Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014 ini adalah untuk mengetahui kinerja pengembangan hortikultura baik terhadap perkembangan ekonomi makro maupun capaian kinerja kegiatan pengembangan hortikultura. Adapun sasaran dari kegiatan ini adalah hasil evaluasi kinerja pengembangan hortikultura tahun 2014 dapat digunakan sebagai acuan dalam perencanaan pengembangan agribisnis hortikultura tahun yang akan datang. Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun

4 BAB II. KINERJA MAKRO SUB SEKTOR HORTIKULTURA TAHUN Produksi Pemerintah telah melakukan berbagai upaya dalam rangka meningkatkan produksi, produktivitas, dan mutu produk hortikultura Indonesia. Salah satunya melalui peran aktif Direktorat Jenderal Hortikultura, Kementerian Pertanian serta alokasi dukungan dana APBN untuk pengembangan hortikultura di provinsi/kabupaten/kota sentra hortikultura. Untuk mencapai peningkatan produksi hortikultura dilakukan kegiatan meliputi pengembangan kawasan terintegrasi dan utuh, pelaksanaan sekolah lapang penerapan teknologi budidaya yang sesuai Standard Operating Procedure (SOP) dan Good Agricultural Practices (GAP) serta penanganan pasca panen sesuai Good Handling Practices (GHP) dan penerapan hama terpadu (PHT), registrasi kebun/lahan usaha dan fasilitasi sarana prasarana budidaya dan pascapanen bagi kelompok tani dan atau pelaku usaha hortikultura di Indonesia. Dampak yang diharapkan melalui fasilitasi kegiatan pengembangan hortikultura tersebut adalah terjadinya perluasan dan atau penguatan kawasan hortikultura, meningkatnya pengetahuan dan ketrampilan petani dalam hal teknologi budidaya, pascapanen dan manajemen usaha, sehingga berdampak pada peningkatan produksi dan pendapatan petani. Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun

5 Perkembangan produksi komoditas hortikultura tahun 2014 yang telah dikembangkan menunjukkan adanya peningkatan produksi untuk semua komoditas. Namun, peningkatan produksi pada tanaman obat cukup signifikan dan lebih tinggi dibandingkan dengan komoditas lainnya. Secara rinci perkembangan produksi hortikultura dapat dilihat pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Perkembangan Produksi Komoditas Hortikultura Tahun No Kelompok Komoditas Produksi Peningkatan/ Penurunan (%) 1. Buah (Ton) ,30 2. Sayuran (Ton) 3. Florikultura (tangkai) , ,30 4. Tan. Obat (ton) Sumber: Biro Pusat Statistik (BPS), ,97 Berdasarkan data tersebut, secara umum produksi komoditas hortikultura mengalami peningkatan. Pencapaian produksi tertinggi berasal dari tanaman obat sebesar 9,97% yang disebabkan oleh semakin intensifnya petani dalam membudidayakan tanamannya, terdapat peningkatan minat bertanam biofarmaka sebagai sumber pendapatan atau kesejahteraan anggota kelompok. Selain itu kesadaran masyarakat terhadap khasiat tanaman obat asli Indonesia dalam rangka menjaga kesehatan dan 6 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014

6 kebugaran tubuh semakin meningkat dan dirasakan berdampak positif terhadap kualitas kesehatan untuk jangka panjang, yang berakibat terdongkraknya permintaan tanaman obat sebagai bahan baku obat herbal. Gambar 1. Perkembangan Produksi Tanaman Obat Tahun Sedangkan komoditas florikultura meningkat sebesar 8,30% disebabkan oleh peningkatan produktivitas, membaiknya pasar dalam negeri untuk permintaan florikultura, berkembangnya gaya hidup, semaraknya ajang promosi, meningkatnya pembangunan hotel dan tempat pariwisata, dengan semakin membaiknya perekonomian mendorong penambahan investasi pada pelaku usaha menengah dan besar untuk pengembangan florikultura. Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun

7 Gambar 2. Perkembangan Produksi Florikultura Tahun Sementara itu, komoditas buah mengalami peningkatan produksi sebesar 8,30%. Peningkatan yang cukup baik ini disebabkan adanya dukungan keberhasilan pengembangan kawasan buah mulai dari tahun 2007 yang sudah berproduksi, pengelolaan kebun yang semakin baik oleh petani, dukungan dana dalam rangka perbaikan kawasan, adanya registrasi kebun, alih teknologi melalui SL-GAP dan SL-PHT, gerakan pengendalian OPT dan peningkatan kelembagaan petani semakin baik. Dukungan ketersediaan benih bermutu dan dukungan penanganan pengelolaan OPT Hortikultura secara terpadu juga menjadi faktor penentu dalam peningkatan pencapaian produksi. 8 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014

8 Pada komoditas sayuran meningkat sebesar 3,12%, pencapaian peningkatan produksi sayuran didukung oleh pengembangan kawasan sayuran, pelaksanaan registrasi lahan, SL-GAP, SL-GHP, dukungan sarana budidaya dan pascapanen dan pembinaan ke lokasi kawasan sayuran serta fasilitasi kegiatan dari Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat (LM3). Gambar 3. Perkembangan Produksi Buah dan Sayuran Tahun 2014 A. Capaian Produksi Buah Pada komoditas buah, seluruh komoditas mengalami peningkatan produksi. Rata-rata persentase kenaikan produksi tertinggi terjadi pada tanaman buah semusim seperti blewah (45,94%), semangka (41,97%). Selain itu, Jeruk besar juga mengalami peningkatan cukup baik di tahun 2014 dibandingkan tahun sebelumnya Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun

9 mencapai 32,87%. Meningkatnya produksi komoditas buah disebabkan adanya pengembangan kawasan, perbaikan teknologi budidaya melalui penerapan GAP/SOP dan penanaman baru untuk permintaan ekspor. Secara rinci produksi buah dapat dilihat pada Tabel 2 berikut. Tabel 2. Produksi Buah Tahun No Komoditas Produksi (Ton)/Tahun Peningkatan/ Penurunan (%) 1 Alpukat ,01 2 Belimbing ,53 3 Duku (10,59) 4 Durian ,18 5 Jambu biji ,18 6 Jambu air ,76 7 Jeruk Siam ,30 8 Jeruk Besar ,87 9 Mangga ,87 10 Manggis (17,80) 11 Nangka ,88 12 Nenas (2,51) 13 Pepaya (7,66) 14 Pisang ,29 15 Rambutan ,57 16 Salak ,59 17 Sawo ,24 18 Markisa (23,40) 19 Sirsak ,88 20 Sukun (3,23) 21 Apel (4,83) 22 Anggur ,62 23 Melon ,08 10 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014

10 No Komoditas Produksi (Ton)/Tahun Peningkatan/ Penurunan (%) 24 Semangka ,97 25 Blewah ,94 26 Stroberi (34,83) Jumlah ,30 Sumber : BPS Berikut adalah gambaran perkembangan produksi dan luas panen untuk komoditas buah di tahun 2014 Gambar 4. Perkembangan Produksi dan Luas Panen Buah Tahun 2014 Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun

11 B. Capaian Produksi Florikultura Florikultura sebagai salah satu produk hortikultura yang mengalami peningkatan cukup signifikan di tahun Peningkatan produksi florikultura untuk tanaman pot mencapai 31,88%, daun potong mencapai 22,13%, lansekap 26,32% dan bunga potong mencapai 8,30%. Peningkatan produksi akan produk florikultura dikarenakan semakin tingginya pemintaan akan produk florikultura, berkembangnya gaya hidup dan selera masyarakat, maraknya pembangunan taman kota, hotel dan tempat pariwisata. Secara rinci perkembangan produksi florikultura dapat dilihat pada Tabel 3 berikut. Tabel 3. Perkembangan Produksi Florikultura Indonesia Tahun Produksi (Tangkai) Peningkatan/ No Komoditi Penurunan (%) Bunga Potong 1 Anggrek (2,65) 2 Anthurium Bunga (30,62) 3 Anyelir (7,28) 4 Gerbera (Herbras) (3,64) 5 Gladiol (26,98) 6 Heliconia (45,08) 7 Krisan ,34 8 Mawar ,82 9 Sedap Malam (0,33) Total Bunga Potong ,30 Daun Potong 10 Dracaena ,70 11 Monstera (9,99) 12 Cordyline ,13 12 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014

12 Produksi (Tangkai) Peningkatan/ No Komoditi Penurunan (%) Total Daun Potong ,13 Tanaman Pot - Rumpun 13 Xansifera (pedangpedangan) (36,33) - Pohon 14 Aglonema (20,09) 15 Adenium (Kamboja (23,43) Jepang) 16 Euphorbia (29,86) 17 Phylodendron (20,70) 18 Pakis ,03 19 Diffenbachia ,21 20 Anthurium daun ,48 21 Caladium ,87 Total Tanaman Pot (Pohon) ,88 Bunga Tabur 14 Melati (Kg) ,51 Lansekap (Pohon) 22 Palem ,31 24 Soka (Ixora) (13,66) Total Lansekap ,32 (Pohon) Sumber : BPS Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun

13 Berikut disajikan gambaran perkembangan produksi florikultura untuk bunga potong, dan tanaman pot. Gambar 5. Perkembangan Produksi dan Luas Panen Bunga Potong Tahun 2014 Gambar 6. Perkembangan Produksi dan Luas Panen Tanaman Pot Tahun Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014

14 C. Capaian Produksi Sayuran Produksi komoditas sayuran pada tahun 2014 dibandingkan tahun 2013 peningkatan produksi baru mencapai 3,12%. Peningkatan produksi ini terjadi pada komoditas sayuran strategis seperti bawang merah (22,08%), kentang (19,88%), cabai rawit (12,19%), petai (11,30%), bawang putih (7,15%) dan cabai besar (6,09%). Peningkatan produksi sayuran disebabkan oleh optimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan, pengembangan kawasan, dan peningkatan kemampuan petani melalui SL-GAP, SL- GHP dan SL-PHT. Sedangkan untuk komoditas lainnya dengan kecenderungan penurunan produksi terjadi pada komoditas sayuran jamur yaitu menurun 16,06%, jengkol menurun 12,24%, melinjo menurun 10,50%, kembang kol menurun 9,77%, dan labu siam menurun 7,76%. Penurunan produksi disebabkan oleh terjadinya persaingan pemanfaatan lahan, gangguan hama dan penyakit tanaman serta kekeringan yang menurunkan produktivitas pertanaman. Secara rinci produksi sayuran utama dapat dilihat pada Tabel 4 berikut. Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun

15 Tabel 4. Perkembangan Produksi Sayuran Tahun Produksi (Ton)/ Tahun Peningkatan/ No Komoditi Penurunan (%) 1 Bawang Merah ,08 2 Bawang Putih ,15 3 Bawang Daun ,80 4 Kentang ,88 5 Kol/Kubis (3,03) 6 Kembang Kol (9,77) 7 Petsai/Sawi (5,23) 8 Wortel (3,19) 9 Lobak (1,58) 10 Kacang Merah (2,96) 11 Kacang Panjang (0,03) 12 Cabe Besar ,09 13 Cabe Rawit ,19 14 Paprika ,90 15 Jamur (16,06) 16 Tomat (7,74) 17 Terung ,09 18 Buncis (2,80) 19 Ketimun (2,78) 20 Labu Siam (7,76) 21 Kangkung ,61 22 Bayam (4,84) 23 Melinjo (10,50) 24 Petai ,30 25 Jengkol (12,24) Jumlah ,12 Sumber : BPS 16 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014

16 Gambar 7. Perkembangan Produksi dan Luas Panen Sayuran Tahun 2014 D. Produksi Tanaman Obat Produksi tanaman obat pada tahun 2014 dibandingkan dengan produksi tahun 2013 meningkat sebesar 9,97%. Peningkatan ini dicapai oleh beberapa komoditas tanaman obat seperti jahe (45,61%), lidah buaya (43,32%), kapulaga (34,31%), dan mahkota dewa (10,98%). Trend positif akan peningkatan produksi tanaman obat seiring dengan meningkatnya permintaan pasar dan industri jamu. Hal tersebut mendorong petani untuk membudidayakan tanaman obat secara intensif dan berdampak pula pada Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun

17 meningkatnya produksi tanaman obat. Sedangkan, beberapa komoditas mengalami penurunan produksi diantaranya sambiloto menurun 51,65 %, lempuyang menurun 35,52%, temuireng menurun 32,30% dan temukunci menurun 32,05%. Secara rinci perkembangan produksi tanaman obat dapat dilihat pada Tabel 5 berikut. Tabel 5. Produksi Tanaman Obat Tahun Produksi (Ton)/Tahun Peningkatan/ No Komoditi Penurunan (%) Rimpang 1 Jahe ,61 2 Laos (10,34) 3 Kencur (8,77) 4 Kunyit (7,15) 5 Lempuyang (35,52) 6 Temulawak (29,54) 7 Temuireng (32,30) 8 Temukunci (32,05) 9 Dlingo/Dringo (5,21) Total Rimpang ,80 10 Kapulaga ,31 11 Mengkudu/Pace ,72 12 Mahkota Dewa ,98 13 Kejibeling (27,45) 14 Sambiloto (51,65) 15 Lidah Buaya ,32 Non Rimpang ,29 Jumlah ,97 Sumber: BPS 18 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014

18 Gambar 8. Perkembangan Produksi dan Luas Panen Tanaman Obat (Rimpang) Tahun Luas Panen Pada tahun 2014, kenaikan luas panen terbesar terjadi pada komoditas buah sebesar 5,34% dan tanaman obat rimpang yaitu sebesar 5,12%. Sedangkan, luas panen komoditas sayuran hanya meningkat sebesar 2,29% di tahun Penurunan luas panen terjadi pada komoditas florikultura yaitu menurun sebesar 6,77%. Secara rinci luas panen komoditas hortikultura pada tahun 2014 dibandingkan tahun 2013 dapat dilihat pada Tabel 6 berikut. Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun

19 Tabel 6. Perkembangan Luas Panen Komoditas Hortikultura Tahun No Kelompok Komoditas Luas Panen (Ha) Peningkatan (%) 1. Buah ,34 2. Florikultura (Tanaman hias bunga potong) (6,77) 2. Sayuran ,29 4. Tan. Obat (Rimpang) Sumber : BPS ,12 Luas panen komoditas buah mengalami peningkatan dengan rata-rata kenaikan persentase luas panen terbesar terjadi pada tanaman buah semusim seperti: blewah (50,07%), anggur (31,93%), melon (15,80%), sawo (9.90%), Alpukat (8,94%), semangka (11,15%) dan stroberi (5,64%). Peningkatan luas panen secara rinci dapat dilihat pada Tabel 7 berikut. 20 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014

20 No Tabel 7. Perkembangan Luas Panen Buah Tahun Komoditi Luas Panen (Ha) Tahun Peningkatan/ Penurunan (%) 1 Alpukat ,94 2 Belimbing (1,64) 3 Duku (12,60) 4 Durian ,67 5 Jambu biji (6,48) 6 Jambu air ,46 7 Jeruk Siam ,11 8 Jeruk Besar ,65 9 Mangga ,42 10 Manggis (16,50) 11 Nangka ,65 12 Nenas (1,20) 13 Pepaya (9,61) 14 Pisang (2,75) 15 Rambutan ,13 16 Salak (3,82) 17 Sawo ,90 18 Markisa (23,01) 19 Sirsak ,30 20 Sukun (0,22) 21 Apel (25,74) 22 Anggur ,02 23 Melon ,80 24 Semangka ,15 25 Blewah ,07 26 Stroberi ,64 Jumlah ,34 Sumber : BPS Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun

21 Gambar 9. Kawasan Jeruk Siam Kintamani di Kabupaten Bangli, Provinsi Bali Gambar 10. Kawasan Mangga di Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat 22 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014

22 Luas panen komoditas sayuran pada tahun 2014 meningkat sebesar 2,29% dibandingkan dengan tahun Peningkatan luas panen tertinggi terjadi pada komoditas bawang merah (22,00%), paprika (11,27%), petai (10,55%), kentang (8,70%), cabe rawit (7,80%), Peningkatan dan penurunan luas panen secara rinci dapat dilihat pada Tabel 8 berikut. Tabel 8. Luas Panen Sayuran Tahun Luas Panen (Ha)/Tahun Peningkatan/ No Komoditi Penurunan (%) 1 Bawang Merah ,00 2 Bawang Putih (22,83) 3 Bawang Daun ,92 4 Kentang ,70 5 Kol/Kubis (3,27) 6 Kembang Kol (9,01) 7 Petsai/Sawi (3,41) 8 Wortel (4,08) 9 Lobak (0,92) 10 Kacang Merah (14,36) 11 Kacang Panjang (4,94) 12 Cabe Besar ,73 13 Cabe Rawit ,80 14 Paprika ,27 15 Jamur ,34 16 Tomat (1,26) 17 Terung ,31 18 Buncis (4,86) 19 Ketimun (1,46) 20 Labu Siam (13,13) 21 Kangkung (2,92) 22 Bayam ,07 23 Melinjo (8,11) Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun

23 Luas Panen (Ha)/Tahun Peningkatan/ No Komoditi Penurunan (%) 24 Petai ,55 25 Jengkol (2,34) Jumlah ,29 Sumber : BPS Gambar 11. Pertanaman Kentang di Dieng, Jawa Tengah Provinsi Gambar 12. Pengembangan Sayuran Daun 24 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014

24 Secara umum luas panen florikultura dihitung dalam satuan m 2. namun ada juga yang dihitung dalam satuan pohon seperti jenis palem. Perkembangan luas panen florikultura yang merupakan jenis bunga potong menurun sebesar -6,77 %. Banyaknya pengalihan komoditas menjadi penyebab terbesar menurunnya luas panen tanaman florikultura. Peningkatan dan penurunan luas panen florikultura secara rinci dapat dilihat pada Tabel 9 berikut. Tabel 9. Luas Panen Florikultura Tahun Luas Panen (M 2 )/Tahun Peningkatan/ No Komoditi Penurunan (%) Bunga Potong 1 Anggrek (25,68) 2 Anthurium Bunga (50,16) 3 Anyelir (19,85) 4 Gerbera (5,40) 5 Gladiol (22,82) 6 Heliconia (19,50) 7 Krisan ,25 8 Mawar ,91 9 Sedap Malam (31,44) Total Bunga Potong (6,77) Daun Potong 10 Dracaena ,09 11 Monstera (5,91) 12 Cordyline (13,61) Total Daun Potong ,64 Tanaman Pot Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun

25 No 13 Komoditi - Rumpun Sansivera (pedang - pedangan) - Pohon Luas Panen (M 2 )/Tahun Peningkatan/ Penurunan (%) (11,43) 14 Aglonema (25,03) 15 Adenium (Kamboja (28,53) Jepang) 16 Euphorbia (26,04) 17 Phylodendron (5,39) 18 Pakis ,20 19 Diffenbahia (10,59) 20 Anthurium daun (22,48) 21 Caladium ,01 Total Tanaman Pot (Pohon) ,97 Bunga Tabur 22 Melati ,29 Lansekap 23 Palem*) ,98 24 Soka (Ixora) ,49 Keterangan : *) satuan luas panen dalam pohon Sumber : BPS 26 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014

26 Gambar 13. Pengembangan Anggrek Gambar 14. Pengembangan Bunga Tabur (Melati) di Kabupaten Bangkalan Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun

27 Luas panen tanaman obat rimpang rata-rata meningkat sebesar 5,12%. Sebagian besar komoditas rimpang mengalami penurunan luas panen kecuali jahe yang mengalami peningkatan. Untuk komoditas non rimpang sebagian besar luas panennya menurun kecuali mahkota dewa, dan kapulaga yang luas panennya meningkat. Peningkatan dan penurunan luas panen Tanaman Obat secara rinci dapat dilihat pada Tabel 10 berikut. Tabel 10. Luas Panen Tanaman Obat Tahun Luas Panen (M 2 )/Tahun No Komoditi Peningkatan/ Penurunan (%) Rimpang 1 Jahe ,50 2 Laos (4,50) 3 Kencur (9,15) 4 Kunyit (7,04) 5 Lempuyang (35,74) 6 Temulawak (30,90) 7 Temuireng (32,85) 8 Temukunci (44,07) 9 Dlingo/Dringo (7,59) Total Rimpang ,12 10 Kapulaga ,02 11 Mengkudu/Pace*) (2,39) 12 Mahkota Dewa*) ,26 13 Kejibeling (26,99) 14 Sambiloto (49,92) 15 Lidah Buaya (5,17) Keterangan : *) Luas panen dalam satuan pohon Sumber : Badan Pusat Statistik 28 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014

28 Gambar 15. Pertanaman Temulawak di Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat 2.3. Produk Domestik Bruto (PDB) Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan salah satu indikator ekonomi makro untuk mengetahui peranan dan kontribusi hortikultura terhadap pendapatan nasional. Sejauh ini kontribusi hortikultura pada PDB cenderung meningkat. Pada tahun 2013 PDB hortikultura sebesar Rp 118,21 trilliun, tahun 2014 menjadi Rp 123,16 trilliun, dengan demikian terjadi peningkatan sebesar 4,18%. Peningkatan PDB ini tercapai karena terjadinya peningkatan produksi di berbagai sentra dan kawasan, peningkatan luas areal produksi dan areal panen. Di samping itu, nilai ekonomi dan nilai tambah produk hortikultura yang cukup tinggi sehingga berpengaruh positif pada meningkatnya PDB. Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun

29 2.4. Tenaga Kerja Bekerja di subsektor hortikultura adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan. paling sedikit 1 jam (tidak terputus) dalam seminggu yang lalu. Kegiatan tersebut termasuk pula kegiatan pekerja tak dibayar yang membantu dalam suatu usaha/kegiatan ekonomi subsektor hortikultura. Penyerapan tenaga kerja hortikultura secara total tahun 2014 sebesar orang meningkat dibandingkan dengan tahun 2013 sebesar orang (1,09%). Peningkatan ini disebabkan oleh banyaknya dukungan dari Ditjen Hortikultura baik dalam bentuk bantuan sosial berupa uang maupun dalam bentuk sarana produksi pertanian Ekspor dan Impor Komoditas Utama Hortikultura Kebijakan memacu laju pertumbuhan ekspor dan mengendalikan impor produk pertanian termasuk produk hortikultura masih diberlakukan secara umum terhadap beberapa kelompok komoditas. Di samping untuk meningkatkan dan menghemat devisa, pembatasan impor terhadap komoditas yang dapat diproduksi sendiri di dalam negeri dilakukan untuk melindungi produk petani. Peningkatan ekspor dilakukan untuk meningkatkan pemasaran ke luar negeri dalam rangka mendapatkan nilai tambah dan mengurangi kejenuhan pasar domestik. Kinerja ekspor komoditi hortikultura masih lemah dan fluktuatif disebabkan oleh sistem produksi dan mutu produk yang belum memenuhi persyaratan, nilai tukar 30 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014

30 rupiah yang melemah, biaya kargo yang mahal dan belum dikuasainya pasar. Dalam perdagangan internasional, impor produk tidak dapat dihindari. Hal penting adalah mengupayakan agar neraca ekspor impor bernilai positif (baik volume maupun nilai), artinya dapat mendorong pasar luar negeri dan meningkatkan devisa. Secara umum dalam tiga tahun terakhir terjadi peningkatan ekspor hortikultura meskipun tidak berkorelasi langsung dengan peningkatan nilai ekspor. Pada periode yang sama jumlah impor juga mengalami peningkatan baik dari volume maupun nilainya. Hal tersebut salah satunya disebabkan oleh permintaan produk impor untuk memenuhi pasar-pasar modern seperti pasar swalayan, supermarket, hypermarket serta hotel dan restoran. Dewasa ini telah berkembang pesat pasar modern dalam negeri sebagai pilihan tempat belanja oleh sebagian masyarakat perkotaan dan masyarakat golongan ekonomi menengah ke atas. Pasar modern ini menghendaki persyaratan standar mutu tertentu, misalnya bentuk, warna cerah, ukuran, rasa, kematangan yang seragam, dan tak kalah pentingnya adalah kesinambungan pasokan. Di mana persyaratanpersyaratan tersebut belum dapat dipenuhi secara optimal oleh petani produsen produk hortikultura di Indonesia. Penjelasan mengenai volume produksi, impor dan ekspor hortikultura dapat dilihat pada Tabel 15. Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun

31 Tabel 11. Neraca Perdagangan Ekspor Impor Hortikultura Tahun No Uraian *) % Pertumbuhan 1 Volume (Ton) Ekspor ,12 Impor ( ) ( ) 7,44 Neraca 2 Nilai (000 US$) Ekspor ,40 Impor ,58 Neraca ( ) ( ) Sumber : BPS diolah oleh Direktorat Jenderal Hortikultura Keterangan: *) Angka sementara sampai dengan September 2014 Gambar 16. Perkembangan Volume Ekspor dan Impor Produk Hortikultura Tahun (Ton) 32 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014

32 Gambar 17. Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Produk Hortikultura Tahun (Ribu US$) Berdasarkan tabel di atas secara agregat, volume ekspor hortikultura pada tahun 2014 meningkat 21,12% dibandingkan dengan tahun Sedangkan, volume impor meningkat hanya 7,44%. Dengan demikian, peluang pasar komoditas hortikultura cukup baik untuk dapat terus meningkatkan ekspor. Peluang pasar ini dapat terus ditingkatkan melalui upaya peningkatan daya saing produk antara lain dengan penanganan yang baik mulai dari tingkat on farm sampai off farm. Perkembangan ekspor komoditas hortikultura dapat dilihat pada Tabel 12 dan 13. Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun

33 Tabel 12. Volume Ekspor Hortikultura Tahun No Kelompok Volume (Ton) % Pertumbuhan Komoditas *) 1 Sayuran ,15 2 Buah ,03 3 Florikultura ,94 4 Tanaman ,99 Obat Total ,12 Sumber : BPS diolah oleh Direktorat Jenderal Hortikultura Keterangan: *) Angka sementara s.d September 2014 Tabel 13. Nilai Ekspor Hortikultura Tahun Kelompok Nilai (000 US$) No Komoditas % Pertumbuhan *) 1 Sayuran ,02 2 Buah ,83 3 Florikultura ,74 4 Tanaman Obat ,58 Total ,40 Sumber : BPS diolah oleh Direktorat Jenderal Hortikultura Keterangan: *) Angka sementara s.d September Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014

34 Kelompok komoditas buah merupakan komoditas yang memiliki volume dan nilai ekspor tertinggi pada tahun 2015 dengan volume sebesar ton ( U$) atau meningkat 21,03% dibandingkan dengan volume ekspor buah pada tahun 2014 sebesar ton ( US$). Sedangkan untuk volume dan nilai impor tertinggi dicapai oleh kelompok komoditas sayuran yaitu sebesar ton ( US$) atau meningkat 7,2% dibandingkan volume ekspor tahun 2014 sebesar ton ( US$). Meningkatnya konsumsi masyarakat terhadap komoditas sayuran, buah dan tanaman buah impor dan tumbuhnya industri jamu dan pengolahan hortikultura menjadikan kecenderungan naiknya volume dan nilai impor dari tahun sebelumnya. Untuk komoditas tertentu Indonesia merupakan net importer untuk produk hortikultura. Beberapa hal yang mempengaruhi kinerja perdagangan produk hortikultura diluar aspek budidaya adalah elastisitas demand/permintaan produk, pergeseran preferensi konsumen, dan pemberlakuan Free Trade Area. Perkembangan impor hortikultura dapat dilihat pada Tabel 14 dan Tabel 15 Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun

35 Tabel 14. Volume Impor Hortikultura Tahun No Kelompok Volume (Ton) % Pertumbuhan Komoditas *) 1 Sayuran ,20 2 Buah ,83 3 Florikultura ,95 4 Tanaman ,30 Obat Total ,44 Sumber : BPS diolah oleh Direktorat Jenderal Hortikultura Keterangan: *) Angka sementara s.d September 2014 Tabel 15. Nilai Impor Hortikultura Tahun Kelompok Nilai (000 US$) No Komoditas % Pertumbuhan *) 1 Sayuran ,77 2 Buah ,83 3 Florikultura ,71 4 Tanaman ,51 Obat Total ,58 Sumber : BPS diolah oleh Direktorat Jenderal Hortikultura Keterangan: *) Angka sementara s.d September Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014

36 2.6 Nilai Tukar Petani (NTP) Nilai Tukar Petani (NTP) sampai saat ini masih merupakan salah satu indikator untuk mengukur kesejahteraan petani. Oleh karena itu, NTP disebut sebagai salah satu indikator relatif yang menunjukan tingkat kesejahteraan petani. NTP dihitung dengan cara membandingkan antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani. Pada periode bersumber data yang dikeluarkan oleh BPS-RI, angka NTP sektor pertanian berada di atas 100, yaitu tahun 2013 sebesar 104,95 dan di tahun 2014 sebesar 101,93. Angka NTP di atas, menunjukkan bahwa petani sejahtera dikarenakan hasil yang didapatkan oleh petani lebih besar dari yang dibelanjakan. Sementara itu, angka NTP sub sektor Hortikultura masih berfluktuasi dengan kecenderungan meningkat selama beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2013 nilai NTP hortikultura sebesar 99,35 dan tahun 2014 meningkat menjadi 109,05. Kecenderungan peningkatan NTP ini menunjukan bahwa petani sub sektor hortikultura cenderung semakin sejahtera dalam 2 tahun terakhir. Ratarata perkembangan NTP hortikultura dalam 2 tahun terakhir sebesar 9,76%. Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun

37 BAB III. CAPAIAN KEGIATAN PENDUKUNG DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA TAHUN 2014 Keberhasilan pelaksanaan kegiatan Pengembangan Hortikultura Tahun 2014 dapat dilihat melalui output kegiatan yang dihasilkan dari masing-masing kegiatan utama yang terdiri dari: a. Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Produk Tanaman Buah Berkelanjutan; b. Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Produk Tanaman Florikultura Berkelanjutan; c. Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Produk Tanaman Sayuran dan Tanaman Obat Berkelanjutan; d. Pengembangan Sistem Perbenihan Hortikultura; e. Pengembangan Sistem Perlindungan Hortikultura; f. Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya; Secara rinci capaian output kegiatan pengembangan hortikultura tahun 2014 dapat dilihat pada tabel berikut. Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun

38 Tabel 16. Realisasi Output Fisik Kegiatan Pengembangan Hortikultura Tahun 2014 No Sub Kegiatan/Output Output Satuan Target Realisasi % 1 Peningkatan produksi, produktivitas dan mutu produk tanaman buah berkelanjutan Comment [S1]: BEBRBEDA TARGET DAN FISIK: PENGEMBANGAN KAWASAN, SLGAP, a. Pengembangan Ha ,26 REGISTRASI, PEMBINAAN, SAPRAS kawasan buah PASCAPANEN, SEDANGKAN YANG BERBEDA b. SLGAP Kelompok REALISASINYA: SLGHP, SAPRAS BUDIDAYA c. Pedoman-pedoman judul d. Registrasi kebun buah e. Pembinaan pengembangan produksi tanaman buah Kebun ,82 Kab/kota f. SLGHP kelompok g. Sarana prasarana budidaya h. Sarana prasarana pascapanen i. Pemberdayaan kelembagaan usaha j. Layanan perkantoran Unit ,81 Unit ,42 Lembaga bulan Peningkatan produksi, produktivitas dan mutu produk tanaman florikultura berkelanjutan a. Pengembangan kawasan tanaman florikultura PASCAPANEN b. SLGAP kelompok c. Pedoman-pedoman Judul d. Registrasi lahan usaha Comment [S2]: TARGET DAN FISIK BERBEDA: PENGEMBANGAN KAWASAN M FLORI, SLGAP, SLGHP, SAPRAS BUDIDAYA, SEDANGKAN YANG BERBEDA REALISASI FISIK:REGISTRASI LAHAN USAHA, SAPRAS Lahan Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014

39 No Sub Kegiatan/Output e. Pembinaan pengembangan tanaman florikultura Output Satuan Target Realisasi % Kab/kota f. SLGHP Kelompok g. Sarana prasarana budidaya h. Sarana prasarana pascapanen i. Layanan perkantoran Unit Unit Bulan Peningkatan produksi, produktivitas dan mutu produk tanaman sayuran dan tanaman obat berkelanjutan a. SLGAP Kelompok ,82 b. Pedomanpedoman c. Registrasi lahan usaha d. Pembinaan pengembangan produksi tanaman sayuran dan tanaman obat Judul Lahan ,50 Kab/kota ,68 e. SLGHP Kelompok ,76 f. Sarana prasarana budidaya g. Sarana prasarana pascapanen sayuran dan tanaman obat h. Pengembangan kawasan tanaman sayuran Unit ,44 Unit ,06 Ha ,6 94,03 Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun

40 No Sub Kegiatan/Output i. Pengembangan kawasan tanaman obat j. Layanan perkantoran 4 Pengembangan sistem perbenihan hortikultura a. Ketersediaan benih tanaman sayuran b. Ketersediaan benih tanaman florikultura c. Ketersediaan benih tanaman obat d. Ketersediaan benih tanaman buah e. Penguatan kelembagaan f. Pembinaan sertifikasi dan pengawasan mutu benih g. Pemasyarakatan benih bermutu Output Satuan Target Realisasi % Ha ,5 97,27 Bulan Kg Kg Kg Btg Lembaga Kali ,06 Kali h. Sarana prasarana Unit i. Pedomanpedoman j. Layanan perkantoran Judul Bln Layanan Pengembangan sistem perlindungan hortikultura Comment [S3]: MOHON DICEK DATANYA SOALNYA ADA PERBEDAAN DATA DENGAN a. Adaptasi dan rekomendasi ,11 SEBELUMNYA MUNGKIN MBAK TRI PUNYA mitigasi DATA FINALNYA perubahan iklim 42 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014

41 No 6 Sub Kegiatan/Output b. Pengendalian OPT hortikultura c. Sinergisme sistem perlindungan hortikultura dengan sistem SPS-WTO d. Pengembangan lab. PHP/ lab. agensia hayati/ lab. pestisida/klinik PHT e. SLPHT dan pengembangan kelembagaan perlindungan hortikultura Output Satuan Target Realisasi % Kali ,05 Draft Unit ,16 Kelompok ,85 f. Laporan OPT Laporan g. Pedomanpedoman h. Layanan perkantoran Judul Bln Layanan Dukungan manajemen dan teknis lainnya pada Direktorat Jenderal Hortikultura Comment [S4]: ADA PERBEDAAN DATA TARGET DAN REALISASI LM3, LAPORAN, 1) LM3 Lembaga ,67 DOKUMEN, 2) PMD Kelompok ) Penataan dan pengelolaan laporan pelaksanaan kegiatan pengembangan hortikultura Laporan ,09 Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun

42 No Sub Kegiatan/Output 4) Penataan dan pengelolaan perencanaan, keuangan dan perlengkapan, kepegawaian pengembangan hortikultura 5) Layanan perkantoran 6) Perangkat pengolah data dan komunikasi 7) Peralatan dan fasilitas perkantoran Output Satuan Target Realisasi % Dokumen ,06 Bulan Unit Unit ,92 8) Gedung/bangunan M Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Produk Tanaman Buah Berkelanjutan A. Pengembangan Kawasan Buah Program pengembangan kawasan buah bertujuan untuk menjamin kesinambungan pasokan buah ke pasar, baik dalam dan luar negeri serta mencapai skala usaha ekonomi dengan menekan biaya produksi, meningkatkan produktivitas dan meningkatkan luas tanam sehingga usaha agribisnis yang dilakukan dapat mendatangkan keuntungan yang lebih besar bagi petani. 44 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014

43 Pengembangan kawasan buah (intensif dan inisiasi) tahun 2014 terdapat di 31 provinsi, 122 kabupaten/kota dengan sasaran output seluas ha dan terealisasi seluas ha (94,26 %). Belum optimalnya pencapaian pengembangan kawasan buah sesuai dengan target yang ditetapkan disebabkan adanya permasalahan diantaranya; 1. Adanya perubahan sistem penyaluran bantuan dari bantuan sosial pola transfer uang menjadi pola transfer barang yang diproses secara kontraktual. Pola kontraktual tersebut menyebabkan tidak terlaksananya pengadaan benih atau sarana budidaya dan pascapanen buah sampai batas berakhirnya tahun anggaran 2014 di beberapa kabupaten/kota, 2. Gagal lelang karena dokumen tidak memenuhi syarat, terjadi di Kabupaten Kendal (pisang Raj Bulu), OKU (Jeruk Trigas) dan Bulungan (Jeruk), 3. Benih yang tersedia tidak memenuhi spesifikasi teknis (ukuran tinggi benih masih kurang), benih yang tidak memenuhi persyaratan teknis seperti pengembangan kawasan buah jeruk di Kabupaten Lebong, dan Kabupaten Lima Puluh Kota, 4. Terbatas/ tidak ada lahan yang tersedia untuk pengembangan jeruk seperti Kota Banjar Baru dan Bojonegoro, 5. Adanya revisi DIPA karena pemotongan anggaran 50 % pada petengahan tahun, sehingga dilelang, Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun

44 ketika DIPA baru keluar sekitar bulan September pemotongan tidak sampai 50 % sehingga ada kawasan tidak terealisasi. Hal ini terjadi di Kabupaten Dairi dan Kaur, 6. Adanya pemotongan anggaran yang menyebabkan pagar tanaman untuk pisang dihilangkan sedangkan petani tidak sanggup jika kebunnya tidak dipagar karena serangan hama babi. Hal nini terjadi di Kabupaten OKU, 7. Terbatasnya kebun Jeruk Kalamansi yang memenuhi syarat untuk direhabilitasi (intensifikasi). Hal ini terjadi di Kota Bengkulu. Untuk tanaman buah, komoditas yang menjadi prioritas utama untuk dikembangkan meliputi: jeruk, jambu kristal, mangga, manggis, srikaya, pisang, durian. melon, salak, nenas, pepaya, alpukat. Rincian sentra produksi untuk komoditas tersebut sebagai berikut : 1. Jeruk: Aceh Tengah, Bener Meriah, Simalungun, Tapanuli Utara, Karo, Tobasa, Tapanuli Selatan, Dairi, Agam, Lima Puluh Kota, Solok Selatan, Kerinci, Lebong, Bengkulu Selatan, Bengkulu Utara, Kota Bengkulu, Kampar, OKU, Musi Rawas, Bandung Barat, Garut, Indramayu, Bandung, Purbalingga, Sragen, Banjarnegara, Malang, Tuban, Magetan, Banyuwangi, Jember, Bojonegoro, Situbondo, Lamongan, Pacitan, Sambas, Berau, Paser, Kutai Timur, Penajam Paser Utara, Tapin, Barito Kuala, Kota Banjar Baru, Kota Palangkaraya, Nunukan, Bulungan, 46 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014

45 Bangli, Badung, Bantaeng, Mamuju Utara, Mamuju, Konawe Selatan, Nabire, Lombok Timur, Sumbawa, TTS, Sorong, Tambrauw 2. Jambu Kristal: Bogor, Kuningan, Majalengka, Bandung, Kendal, Gresik, Pacitan, Lampung Selatan, Pesawaran, Kubu Raya, Kota Pontianak, Melawi, Bengkulu Utara, Kaur, Bantaeng, Pinrang, Maluku Tengah, Kota AMbon, Lombok Timur, Sumbawa, Kupang, Lembata, Pandeglang, Mimika, Kota Jayapura, Merauke, Bangka Tengah, Belitung, Kota Tidore Kepulauan, Kota Sorong 3. Mangga: Indramayu, Cirebon, Majalengka, Sumedang, Batang, Gresik, Situbondo, Banyuwangi, Lamongan, Bengkulu Utara, Kupang, Lembata, Jeneponto, Pinrang, Lombok Timur, Bima, Sumbawa, Seram Bagaian Barat, Merauke, Mimika, Kota Jayapura, Tambrauw, Kota Tidore Kepulauan 4. Manggis: Ciamis, Tasikmalaya, Sukabumi, Ponorogo, Tapanuli Selatan, Pesisir Selatan, Tabanan, Lebak 5. Srikaya: Sumbawa, Lombok Timur, Belu, Kupang, Lembata, Gunung Kidul, Bangka Tengah, Mimika, Kota Jayapura, Merauke 6. Pisang: Purbalingga, Kendal, Kebumen, Lumajang, Mojokerto, OKU, Biak Numfor, Merauke, Mimika Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun

46 7. Durian: Gunung Kidul, Blitar, Ponorogo, Deli Serdang, Nunukan, Mamuju, Nabire, Belitung 8. Melon: Sragen, Karanganyar, Pekalongan, Ngawi, Kota Cilegon 9. Salak: Magelang, Karangasem, Deli Serdang 10. Nenas: Pemalang, Blitar, Kediri 11. Pepaya: Kebumen, Lampung Tengah 12. Alpukat: Semarang, Probolinggo 13. Sukun: Belu, Lembata 14. Sawo: Kuningan, Kaur 15. Buah Naga: Kepahiang B. Sekolah Lapang Good Agricultural Practices (SL- GAP) Sekolah Lapangan GAP merupakan praktek lapang penerapan GAP dalam rangka menghasilkan produk yang bermutu, aman konsumsi sesuai dengan permintaan pasar. SL-GAP juga merupakan wahana bagi para petani untuk saling belajar, transfer teknologi, bertukar pengalaman antar anggota dan interaksi antara petani dan pemandu lapang tentang budidaya yang baik dan benar terhadap suatu komoditas yang diusahakan oleh petani. SL-GAP tahun 2014 dengan sasaran output sebanyak 260 kelompok dan terealisasi sebanyak 247 kelompok (95,00 %). 48 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014

47 C. Registrasi Kebun Buah Penerapan GAP buah telah dilaksanakan di berbagai kawasan utama pengembangan buah. GAP mengatur berbagai aspek mulai dari aspek lahan, penggunaan benih, budidaya, pengendalian OPT hingga penanganan pascapanen segar. Perwujudan penerapan GAP ini dibuktikan dengan penerbitan nomor registrasi kebun yang diberikan melalui kegiatan registrasi yang mengacu pada Pedoman Penilaian Kebun Buah dan Peraturan Menteri Pertanian No. 62/Permentan/OT.140/10/2011. Tujuan kegiatan registrasi kebun buah adalah meningkatkan jumlah kebun buah yang dibudidayakan dengan menerapkan GAP dan meningkatkan produksi, produktivitas dan mutu hasil buah-buahan melalui penerapan GAP. Target registrasi kebun buah tahun 2014 sebanyak 850 kebun, dan terealisasi sebanyak kebun ( 126,82 %). Pada Tahun 2014 provinsi yang melakukan kegiatan registrasi kebun yaitu Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumsel, Lampung, Banten, Bengkulu, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Barat. D. Sekolah Lapang Good Handling Practices (SL-GHP) Sekolah Lapangan GHP merupakan praktek lapang penerapan GHP dalam rangka menciptakan pengelolaan pascapanen buah yang baik dan benar sesuai dengan Permentan No. 73 tahun 2013 untuk memenuhi Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun

48 permintaan pasar terhadap buah bermutu dan aman konsumsi. SL-GHP juga merupakan wahana bagi para petani untuk saling belajar dan bertukar pengalaman antar anggota dan interaksi antara petani dan pemandu lapang tentang pengelolaan pascapanen yang baik dan benar terhadap suatu komoditas yang diusahakan oleh petani. Tahun 2014 sasaran output SL-GHP sebanyak 53 kelompok, dan terealisasi sebanyak 53 kelompok (100 %). E. Dukungan Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Produk Tanaman Buah Berkelanjutan. 1. Sarana Prasarana Pengadaan sarana dan prasarana yang bertujuan untuk meningkatkan mutu produksi dan pengelolaan pascapanen buah melalui penyediaan sarana dan prasarana buah, meningkatkan kemampuan penanganan pascapanen di tingkat petani/poktan/gapoktan dan menyediakan sarana dan prasarana pascapanen buah. Kegiatan ini dilaksanakan dalam bentuk pengadaan sarana prasarana pascapanen di tingkat pusat dan tingkat daerah. Pada tahun 2014 target pengadaan ini sebanyak unit dan terealisasi sebanyak unit (95,81 %). Pengadaan sarana pascapanen di tingkat pusat berupa keranjang panen sedangkan di tingkat daerah berupa diantaranya alat angkut bermotor, keranjang panen, gerobak dorong, bangsal kemasan, packing house dan traktor mini pascapanen. Pengadaan sarana dan prasarana tahun 2014 sasaran outputnya sebanyak unit dan terealisasi sebanyak unit Comment [S5]: Sarana prasarana budidaya apa saja belum dimasukin 50 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014

49 (89,42%). Tidak tercapainya sasaran/target sarana dan prasarana karena: a. Gagal lelang karena sampai waktu yang ditentukan (akhir 2014) pihak ke III tidak merealisasikan pengadaan sarana terjadi di Kabupaten Bantaeng, b. Komoditas yang dikembangkan baru ditanam belum perlu saran pascapanen terjadi di Kabupaten Lamongan (Mangga Garifta), Kabupaten Pesawaran (Jambu Kristal) c. Pengembangan kawasan pisangnya tidak terealisasi terjadi di Kabupaten Ogan Komering Ulu. d. Hanya sebagian kecil yang membutuhkan sarana pascapanen (keranjang panen) karena hasil panen langsung diangkut ke truk terjadi di Kabupaten Tapin (jeruk) 2. Pedoman-pedoman Pedoman-pedoman yang mendukung pengembangan kawasan buah diantaranya; Pedoman Teknologi Budidaya Tanaman Pohon dan Perdu, Pedoman Teknologi Budidaya Tanaman Terna dan Merambat, Pedoman Penanganan Pasca Panen Tanaman Pohon dan Perdu, Pedoman Penanganan Pasca Panen Tanaman Terna dan Merambat, Pedoman Penyusunan Profil Sentra Tanaman Terna, Fasilitasi SOP Tanaman Terna dan Merambat, dan lain-lain. Target penerbitan pedoman-pedoman pada tahun 2014 adalah berjumlah 34 judul dan terealisasi sebanyak 34 judul (100 %). 3. Pembinaan pengembangan tanaman buah Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun

50 Salah satu tugas pokok dan fungsi Direktorat Budidaya dan Pascanen Buah adalah memberikan pembinaan/ bimbingan teknis dan evaluasi di bidang budidaya dan pascapanen tanaman buah. Kegiatan tersebut dimaksudkan agar pelaksanaan kegiatan di lapang sejalan dan sesuai dengan kebijakan, tujuan, sasaran dan pedoman pengembangan buah yang telah ditetapkan. Pembinaan/bimbingan teknis dapat dilakukan melalui kunjungan lapang, konsultasi, koordinasi maupun pertemuan untuk mengatasi permasalahan di lapangan serta melakukan evaluasi pelaksanaan kegiatan pengembangan buah-buahan. Kegiatan tersebut terdiri dari pembinaan produksi/budidaya dan pascapanen tanaman buah dengan target sebanyak 122 kab/kota dan terealisasi atau telah dibina sebanyak 122 kab/kota (100 %) Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Produk Tanaman Florikultura Berkelanjutan A. Pengembangan Kawasan Florikultura Kawasan tanaman florikultura yang dikembangkan dalam rangka pengutuhan kawasan dimana para pelaku usaha tanaman florikultura diharapkan bergabung dalam suatu kawasan usaha agribisnis, sehingga kuantitas dan kualitas dari produksinya seragam karena dikelola dalam satu manajemen. Selain itu manfaat yang didapat adalah terbentuknya kawasan florikultura yang menuju skala usaha ekonomis dengan menerapkan rantai pasok yang baik dan teknologi maju berbasis GAP/SOP. 52 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014

51 Pengutuhan kawasan tanaman florikultura berupa pengembangan kawasan florikultura tahun 2014 ditargetkan sebanyak 53 kabupaten/kota pada 20 provinsi sentra tanaman florikultura pada kawasan seluas m 2 dan terealisasi seluas m 2 (100%). Pengembangan tanaman florikultura dilaksanakan berdasarkan kawasan inisiasi dan intensif. Meskipun terdapat pengembangan kawasan yang tidak terealisasi antara lain pengembangan kawasan krisan di Solok (3.500 m 2 ), kawasan raphis di Batam (3.500 m 2 ) dan Bintan (3.500 m 2 ), kawasan pot dan lansekap di Medan (5.000 m 2 ), di Kota Batu terealisasi melebihi targetnya. Realisasi pengembangan kawasan krisan di Batu adalah m 2 dari target m 2, sedangkan realisasi pengembangan kawasan Mawar di Batu seluas m 2 dari target m 2. Kawasan florikultura yang dikembangkan terdiri dari krisan, anggrek, leatherleaf, melati, raphis excelsa, heliconia, dracaena, tanaman hias pot dan lansekap. Komoditas florikultura yang menjadi prioritas utama adalah krisan, anggrek, melati, raphis excelsa, heliconia, mawar, dan tanaman hias lansekap dan tanaman pot. B. Sekolah Lapangan Good Agricultural Practices (SL-GAP) Sekolah Lapangan GAP Florikultura merupakan metode belajar bagi para petani/petugas untuk saling memahami kondisi nyata lahan usaha dan di lapangan mereka saling bertukar pengalaman serta Evaluasi Kinerja Pembangunan Hortikultura Tahun

52 informasi dalam berbudidaya tanaman florikultura. Untuk mempercepat penerapan GAP/SOP pada lahan usaha/kebun florikultura dilakukan dengan pendekatan Sekolah Lapangan GAP florikultura. Dengan kegiatan ini diharapkan petani menjadi paham secara detail dalam mengelola usahanya serta menjadi manager di lahan usahanya sendiri sehingga mampu mengatasi segala permasalahan yang dihadapinya secara mandiri. Pada Tahun 2014 SL GAP ditargetkan sebanyak 45 kelompok dan terealisasi sebanyak 45 kelompok (100%). C. Pengembangan Registrasi Lahan Usaha Tanaman Florikultura Manfaat registrasi unit usaha tanaman florikultura antara lain untuk menilai tingkat penerapan pelaksanaan GAP/SOP, menyiapkan sistem jaminan mutu, mempermudah telusur balik (traceability) serta mendorong percepatan akses pasar. Registrasi tidak hanya tercatat secara manual di daerah, tetapi data registrasi kebun/lahan usaha tersebut harus terintegrasi menjadi satu sistem data nasional. Kegiatan Pengembangan Registrasi Unit Usaha Tanaman Florikultura ini dibiayai dengan dana APBN yang dialokasikan sebagai dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan pada DIPA Satker Dinas Pertanian yang membidangi pengembangan hortikultura. 54 Evaluasi Kinerja Pengembangan Hortikultura Tahun 2014

BAB VI SASARAN PEMBANGUNAN HORTIKULTURA

BAB VI SASARAN PEMBANGUNAN HORTIKULTURA BAB VI SASARAN PEMBANGUNAN HORTIKULTURA A. Sasaran Umum Selama 5 (lima) tahun ke depan (2015 2019) Kementerian Pertanian mencanangkan 4 (empat) sasaran utama, yaitu: 1. Peningkatan ketahanan pangan, 2.

Lebih terperinci

Pedoman Pengumpulan Data Hortikultura L-5

Pedoman Pengumpulan Data Hortikultura L-5 Lampiran 2. Konversi Hortikultura 1. Konversi Jarak Tanam, Populasi dan Umur Panen Sayuran dan Buahbuahan Semusim (SBS). a. Sayuran Semusim Jarak Populasi Umur Mulai No Tan / ha Tanam / cm Panen (Hari)

Lebih terperinci

LUAS TAMBAH TANAM SAYUR BUAH SEMUSIM (SBS) TAHUN 2015 LUAS PANEN SAYUR BUAH SEMUSIM (SBS) TAHUN 2015

LUAS TAMBAH TANAM SAYUR BUAH SEMUSIM (SBS) TAHUN 2015 LUAS PANEN SAYUR BUAH SEMUSIM (SBS) TAHUN 2015 LUAS TAMBAH TANAM SAYUR BUAH SEMUSIM (SBS) TAHUN 2015 Komoditas Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agus Sept Okt Nov Des TOTAL 1 Kacang Panjang 1 2-1 - - 1 5 2 Cabe Besar 1 2 - - - 1-4 3 Cabe Rawit - 1 1-1

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR DIPA-.04-0/2013 DS 0052-6200-1000-7068 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004

Lebih terperinci

PETA POTENSI DAN PROGRAM PENGEMBANGAN HORTIKULTURA UNGGULAN JAWA TIMUR DALAM MENINGKATKAN KETERSEDIAAN PRODUK NASIONAL DAN PASAR EKSPOR

PETA POTENSI DAN PROGRAM PENGEMBANGAN HORTIKULTURA UNGGULAN JAWA TIMUR DALAM MENINGKATKAN KETERSEDIAAN PRODUK NASIONAL DAN PASAR EKSPOR PETA POTENSI DAN PROGRAM PENGEMBANGAN HORTIKULTURA UNGGULAN JAWA TIMUR DALAM MENINGKATKAN KETERSEDIAAN PRODUK NASIONAL DAN PASAR EKSPOR Universitas Brawijaya, 5 November 2014 DINAS PERTANIAN PROVINSI JAWA

Lebih terperinci

Tabel Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Sayuran Tahun

Tabel Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Sayuran Tahun 9 2.1 Tanaman Sayuran Tabel 2.1.1 Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Sayuran Tahun 20112015 Uraian A. 1 Bawang Merah Tahun * Luas Panen (Ha) 2,00 7,00 * Produktivitas (Ku/Ha) 45,00 90,00 * Produksi

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN HORTIKULTURA 2016

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN HORTIKULTURA 2016 RENCANA KERJA PEMBANGUNAN HORTIKULTURA 2016 Disampaikan pada acara : Pramusrenbangtannas Tahun 2016 Auditorium Kementerian Pertanian Ragunan - Tanggal, 12 Mei 201 KEBIJAKAN OPERASIONAL DIREKTORATJENDERALHORTIKULTURA

Lebih terperinci

Kode Lap. Tanggal Halaman Prog.Id. : 09 Maret 2015 KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA : 018 KEMENTERIAN PERTANIAN ESELON I : 04 DITJEN HORTIKULTURA

Kode Lap. Tanggal Halaman Prog.Id. : 09 Maret 2015 KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA : 018 KEMENTERIAN PERTANIAN ESELON I : 04 DITJEN HORTIKULTURA BELANJA MELALUI KPPN DAN BUN UNTUK BULAN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 212 KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA : 18 KEMENTERIAN PERTANIAN : 4 DITJEN HORTIKULTURA : LRBEB 1b : 9 Maret 215 : 1 1 IKHTISAR MENURUT SATKER

Lebih terperinci

Kode Lap. Tanggal Halaman Prog.Id. : 09 Maret 2015 KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA : 018 KEMENTERIAN PERTANIAN ESELON I : 04 DITJEN HORTIKULTURA

Kode Lap. Tanggal Halaman Prog.Id. : 09 Maret 2015 KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA : 018 KEMENTERIAN PERTANIAN ESELON I : 04 DITJEN HORTIKULTURA BELANJA MELALUI KPPN DAN BUN UNTUK BULAN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 213 KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA : 18 KEMENTERIAN PERTANIAN : 4 DITJEN HORTIKULTURA : LRBEB 1b : 9 Maret 215 : 1 1 IKHTISAR MENURUT SATKER

Lebih terperinci

REVISI RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA KEMENTERIAN PERTANIAN

REVISI RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA KEMENTERIAN PERTANIAN REVISI RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA KEMENTERIAN PERTANIAN 2015-2019 DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA KEMENTERIAN PERTANIAN 2016 REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT

Lebih terperinci

Republik Indonesia. SURVEI HARGA PEDESAAN Subsektor Tanaman Hortikultura (Metode NP)

Republik Indonesia. SURVEI HARGA PEDESAAN Subsektor Tanaman Hortikultura (Metode NP) RAHASIA Republik Indonesia SURVEI HARGA PEDESAAN Subsektor Tanaman Hortikultura (Metode NP) PERHATIAN 1. Tujuan pencacahan NP-2 adalah untuk mencatat/mengetahui nilai & volume produksi yang dijual petani

Lebih terperinci

Badan Pusat Statistik Kota Palu i STATISTIK PERTANIAN KOTA PALU 2015/2016 Katalog : 5101006.7271 ISSN : 2502-2563 No. Publikasi : 72710.1619 Ukuran Buku : 21 x 29,7 cm Jumlah Halaman : x + 39 halaman Naskah

Lebih terperinci

Bab 5 H O R T I K U L T U R A

Bab 5 H O R T I K U L T U R A Bab 5 H O R T I K U L T U R A Komoditas hortikultura yang terdiri dari buah-buahan, sayuran, tanaman hias, dan tanaman obat mempunyai potensi besar untuk dikembangkan sebagai usaha agribisnis. Pengelolaan

Lebih terperinci

Katalog BPS:

Katalog BPS: Katalog BPS: 5205.003.32 PRODUKSI HORTIKULTURA JAWA BARAT 2014 KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT, BPS Provinsi Jawa Barat tahun ini kembali mempublikasikan data statistik

Lebih terperinci

LEMBAR KATALOG Statistik Sayur-Sayuran Dan Buah-Buahan Kabupaten Penajam Paser Utara 2016 Katalog BPS : 5216.6409 Ukuran Buku : 14,8 x 21 cm Jumlah Halaman : ix + 79 Naskah : BPS Kabupaten Penajam Paser

Lebih terperinci

RENCANA KERJA dan EVALUASI e-proposal DITJEN HORTIKULTURA TAHUN 2015

RENCANA KERJA dan EVALUASI e-proposal DITJEN HORTIKULTURA TAHUN 2015 RENCANA KERJA dan EVALUASI e-proposal DITJEN HORTIKULTURA TAHUN 2015 Disampaikan oleh Dr. Ir. YulH. Bahar Sekretaris Direktorat Jenderal Hortikultura Pada Acara Pramusrenbang Pertanian Bogor, 7 9 Mei2014

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini

Lebih terperinci

LAKIP Direktorat Jenderal Hortikultura TA.2012 BAB I PENDAHULUAN

LAKIP Direktorat Jenderal Hortikultura TA.2012 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Dalam tahun 2012, Direktorat Jenderal Hortikultura telah diberi amanat untuk melaksanakan program peningkatan produksi, produktivitas dan mutu produk hortikultura berkelanjutan, mencakup

Lebih terperinci

Revisi ke 06 Tanggal : 11 Oktober 2013

Revisi ke 06 Tanggal : 11 Oktober 2013 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN : Satu set DIPA Petikan A. Dasar : 1. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. 2. UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan Negara. 3. UU No. 19 Tahun

Lebih terperinci

Revisi ke : 04 Tanggal : 29 Oktober 2014

Revisi ke : 04 Tanggal : 29 Oktober 2014 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN : SATU SET DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN A. DASAR HUKUM : 1. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. 2. UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan

Lebih terperinci

RANCANGAN PROGRAM DAN KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA TAHUN 2016

RANCANGAN PROGRAM DAN KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA TAHUN 2016 RANCANGAN PROGRAM DAN KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA TAHUN 2016 Oleh : Direktur Jenderal Hortikultura Disampaikan pada acara : Musrenbangtan Nasional Tahun 2016 Di Auditorium Kementerian Pertanian

Lebih terperinci

Kegiatan Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Produk Tanaman Buah Tahun 2014

Kegiatan Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Produk Tanaman Buah Tahun 2014 Kegiatan Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Produk Tanaman Buah Tahun 2014 DIREKTORAT JENDERAL HOLTIKULTURA KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 KATA PENGANTAR Dalam rangka meningkatkan ketersediaan buah

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 39. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Bawang Merah Menurut Propinsi

Tabel Lampiran 39. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Bawang Merah Menurut Propinsi Tabel 39., dan Bawang Merah Menurut 6.325 7.884 854.064 7,4 7,4 2 Sumatera 25.43 9.70 3.39 2.628 7,50 7,50 3 Sumatera Barat 8.57 3.873.238.757 6,59 7,90 4 Riau - - - - - - 5 Jambi.466.80 79 89 8,9 6,24

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret 2013 Direktur Jenderal Hortikultura, Dr. Ir. Hasanuddin Ibrahim, Sp.I. NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret 2013 Direktur Jenderal Hortikultura, Dr. Ir. Hasanuddin Ibrahim, Sp.I. NIP KATA PENGANTAR Mengacu kepada Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 29 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Akuntabilitas Kinerja Instansi

Lebih terperinci

KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA BELANJA MELALUI KPPN DAN BUN UNTUK BULAN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 211 KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA : 18 DEPARTEMEN PERTANIAN : 4 DITJEN HORTIKULTURA : LRBEB 1b : 9 Maret 215 : 1 SEMULA SETELAH 1 IKHTISAR

Lebih terperinci

Direktorat Jenderal Hortikultura I. PENDAHULUAN

Direktorat Jenderal Hortikultura I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan hortikultura telah memberikan sumbangan yang berarti bagi sektor pertanian maupun perekonomian nasional, yang dapat dilihat dari nilai Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Hortikultura TA BAB I PENDAHULUAN

Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Hortikultura TA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Pada Tahun Anggaran 2014, Direktorat Jenderal Hortikultura telah diberi amanat untuk melaksanakan Program Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Produk Hortikultura Berkelanjutan,

Lebih terperinci

LAKIP Direktorat Jenderal Hortikultura TA BAB I PENDAHULUAN

LAKIP Direktorat Jenderal Hortikultura TA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Pada Tahun Anggaran 2013, Direktorat Jenderal Hortikultura telah diberi amanat untuk melaksanakan program peningkatan produksi, produktivitas dan mutu produk hortikultura berkelanjutan,

Lebih terperinci

Direktorat Jenderal Hortikultura I. PENDAHULUAN

Direktorat Jenderal Hortikultura I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan hortikultura telah memberikan sumbangan yang berarti bagi sektor pertanian maupun perekonomian nasional, yang dapat dilihat dari nilai Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

2. TANAMAN PANGAN 2.1. Luas Tanam (Ha) Komoditi Tanaman Pangan Kabupaten Luwu, tahun

2. TANAMAN PANGAN 2.1. Luas Tanam (Ha) Komoditi Tanaman Pangan Kabupaten Luwu, tahun 2. TANAMAN PANGAN 2.1. Luas Tanam (Ha) Komoditi Tanaman Pangan Kabupaten Luwu, tahun 2009-2012 PADI LADANG PADI SAWAH JAGUNG 2009 2010 2011 2012 2009 2010 2011 2012 2009 2010 2011 2012 LAROMPONG - - 4

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, 2016 Direktur Jenderal Hortikultura. Rencana Strategis Direktorat Jenderal Hortikultura Kementrian Pertanian / 1

KATA PENGANTAR. Jakarta, 2016 Direktur Jenderal Hortikultura. Rencana Strategis Direktorat Jenderal Hortikultura Kementrian Pertanian / 1 KATA PENGANTAR Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Jenderal Hortikultura 2015 2019 ini bertujuan untuk memberikan panduan dalam rangka penyusunan dan pelaksanaan Rencana Kinerja Tahunan, Rencana Kinerja,

Lebih terperinci

STATISTIK TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN GUNUNG MAS 2017

STATISTIK TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN GUNUNG MAS 2017 STATISTIK TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN GUNUNG MAS 2017 STATISTIK TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN GUNUNG MAS 2017 ISBN : Ukuran Buku : 21 cm x 16,5 cm Jumlah Halaman : viii + 55 halaman

Lebih terperinci

KOMODITAS HORTIKULTURA UNGGULAN DI KABUPATEN SEMARANG (PENDEKATAN LQ DAN SURPLUS PRODUKSI)

KOMODITAS HORTIKULTURA UNGGULAN DI KABUPATEN SEMARANG (PENDEKATAN LQ DAN SURPLUS PRODUKSI) KOMODITAS HORTIKULTURA UNGGULAN DI KABUPATEN SEMARANG (PENDEKATAN DAN SURPLUS PRODUKSI) Eka Dewi Nurjayanti, Endah Subekti Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Wahid Hasyim Jl. Menoreh

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA TA. 2014

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA TA. 2014 LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA TA. 2014 KEMENTERIANN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA Jl. AUP No.3 Pasar Minggu-Jakarta Selatan 12520

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA TA. 2012

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA TA. 2012 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA TA. 2012 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA TAHUN 2012 LAKIP Direktorat Jenderal Hortikultura TA.

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA

DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA MANUAL IKSP DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA (2016) Nama IKSP Jumlah Produksi Aneka Cabai (Ton) Direktur Jenderal Hortikultura Jumlah produksi aneka cabai besar, cabai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. akan tetapi juga berperan bagi pembangunan sektor agrowisata di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. akan tetapi juga berperan bagi pembangunan sektor agrowisata di Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Usaha agribisnis tanaman hias saat ini sedang berkembang cukup pesat. Tanaman hias tidak hanya berperan dalam pembangunan sektor pertanian, akan tetapi juga

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

Lapangan Usaha. Sumber : Badan Pusat Statistik (2012) 1

Lapangan Usaha. Sumber : Badan Pusat Statistik (2012) 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor strategis yang memberikan kontribusi dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

Pedoman Pengumpulan Data Hortikultura

Pedoman Pengumpulan Data Hortikultura IV. KONSEP DAN DEFINISI 4.1. Tanaman Sayuran Semusim Tanaman Sayuran Semusim adalah tanaman sumber vitamin, mineral dan lainlain yang dikonsumsi dari bagian tanaman yang berupa daun, bunga, buah dan umbinya,

Lebih terperinci

Perkembangan Ekonomi Makro

Perkembangan Ekonomi Makro Boks 1.2. Pemetaan Sektor Pertanian di Jawa Barat* Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB (harga berlaku) tahun 2006 sebesar sekitar 11,5%, sementara pada tahun 2000 sebesar 14,7% atau dalam kurun waktu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman hayati yang melimpah dan kondisi alam yang subur untuk pertanian. Sebagai negara tropis, Indonesia mempunyai

Lebih terperinci

NO. JUMLAH PENCA BERAT NO. JUMLAH PENCA BERAT PROVINSI/KABUPATEN/KOTA POPULASI PENCA PROVINSI/KABUPATEN/KOTA POPULASI PENCA

NO. JUMLAH PENCA BERAT NO. JUMLAH PENCA BERAT PROVINSI/KABUPATEN/KOTA POPULASI PENCA PROVINSI/KABUPATEN/KOTA POPULASI PENCA LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 31/HUK/2010 TANGGAL : 26 APRIL 2010 TENTANG : PENETAPAN NAMA-NAMA PENYANDANG CACAT BERAT PENERIMA BANTUAN DANA JAMINAN SOSIAL TAHUN 2010 NO.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya perubahan secara terencana seluruh dimensi kehidupan menuju tatanan kehidupan yang lebih baik di masa mendatang. Sebagai perubahan yang terencana,

Lebih terperinci

Laporan Kinerja Direktorat Budidaya dan Pascapanen Florikultura T.A 2014

Laporan Kinerja Direktorat Budidaya dan Pascapanen Florikultura T.A 2014 I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tanaman florikultura merupakan komoditas yang memiliki nilai ekonomi, bahkan memberikan kontribusi yang besar dalam perdagangan dunia sekitar US $ 80 milyar. Beberapa negara

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masyarakat Ekonomi ASEAN yang telah diberlakukan pada akhir 2015 lalu tidak hanya menghadirkan peluang yang sangat luas untuk memperbesar cakupan bisnis bagi para pelaku dunia

Lebih terperinci

KAWASAN PERKEBUNAN. di sampaikan pada roundtable pengembangan kawasan Makasar, 27 Februari 2014

KAWASAN PERKEBUNAN. di sampaikan pada roundtable pengembangan kawasan Makasar, 27 Februari 2014 KAWASAN PERKEBUNAN di sampaikan pada roundtable pengembangan kawasan Makasar, 27 Februari 2014 FOKUS KOMODITI 1. Tebu 2. Karet 3. Kakao 4. Kopi (Arabika dan Robusta) 5. Lada 6. Pala 7. Sagu KAWASAN TEBU

Lebih terperinci

Daftar Instansi Pemerintah Daerah Yang Mendapatkan Formasi Khusus Tenaga Dokter PTT 2014 Keadaan sampai dengan 12 Agustus 2014

Daftar Instansi Pemerintah Daerah Yang Mendapatkan Formasi Khusus Tenaga Dokter PTT 2014 Keadaan sampai dengan 12 Agustus 2014 Daftar Instansi Pemerintah Daerah Yang Mendapatkan Formasi Khusus Tenaga Dokter PTT 2014 Keadaan sampai dengan 12 Agustus 2014 NO WILAYAH KERJA KANTOR REGIONAL I YOGYAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH Pemerintah

Lebih terperinci

BAB III KERAGAAN PEMBANGUNAN HORTIKULTURA

BAB III KERAGAAN PEMBANGUNAN HORTIKULTURA BAB III KERAGAAN PEMBANGUNAN HORTIKULTURA Dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2009-2013), subsektor hortikultura telah tumbuh menjadi salah satu sumber pertumbuhan kekuatan ekonomi baru sebagai penggerak

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari Direktur, Dr. Sarwo Edhy, SP, MM

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari Direktur, Dr. Sarwo Edhy, SP, MM KATA PENGANTAR Laporan Kinerja (LAKIN) Direktorat Buah dan Florikultura Tahun Anggaran Tahun 2016 merupakan wujud pertanggungjawaban atas pelaksanaan kegiatan dan penggunaan Anggaran Negara TA. 2016 sebagaimana

Lebih terperinci

SURVEI USAHA HORTIKULTURA LAINNYA (NRT) TAHUN 2016

SURVEI USAHA HORTIKULTURA LAINNYA (NRT) TAHUN 2016 BADAN PUSAT STATISTIK REPUBLIK INDONESIA SURVEI USAHA HORTIKULTURA LAINNYA (NRT) TAHUN 2016 RAHASIA KIN : (Kode diisi BPS) VN-HORTI NRT I. KETERANGAN TEMPAT 101. Nama NRT Hortikultura a. Alamat Lengkap

Lebih terperinci

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011 I. PENDAHULUAN Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) merupakan salah satu bentuk pertanggungjawaban yang harus dilaporkan secara berjenjang dan menjadi kewajiban sebuah instansi pengelola

Lebih terperinci

Laporan Kinerja Direktorat Budidaya dan Pascapanen Florikultura T.A 2015

Laporan Kinerja Direktorat Budidaya dan Pascapanen Florikultura T.A 2015 I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tanaman florikultura merupakan komoditas yang memiliki nilai ekonomi, bahkan memberikan kontribusi yang besar dalam perdagangan dunia sekitar US $ 125 milyar. Beberapa

Lebih terperinci

DAFTAR KUOTA PELATIHAN KURIKULUM 2013 PAI PADA MGMP PAI SMK KABUPATEN/KOTA

DAFTAR KUOTA PELATIHAN KURIKULUM 2013 PAI PADA MGMP PAI SMK KABUPATEN/KOTA NO PROVINSI DK KABUPATEN JUMLAH PESERTA JML PESERTA PROVINSI 1 A C E H 1 Kab. Aceh Besar 30 180 2 Kab. Aceh Jaya 30 3 Kab. Bireuen 30 4 Kab. Pidie 30 5 Kota Banda Aceh 30 6 6 Kota Lhokseumawe 30 2 BANGKA

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA (LKJ)

LAPORAN KINERJA (LKJ) PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR LAPORAN KINERJA (LKJ) DINAS PERTANIAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2017 PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR LAPORAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian yang berpotensi untuk dikembangkan. Pengembangan hortikuktura diharapkan mampu menambah pangsa pasar serta berdaya

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS A. Latar Belakang

PETUNJUK TEKNIS A. Latar Belakang Direktorat Buah dan Florikultura BAB I PENDAHULUAN PETUNJUK TEKNIS A. Latar Belakang KEGIATAN PENINGKATAN PRODUKSI BUAH Produk buah merupakan salah satu komoditas hortikultura DAN FLORIKULTURA TAHUN 2017

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam kesejahteraan dan pembangunan nasional. Selain sebagai penyumbang devisa negara, sektor ini juga

Lebih terperinci

RENCANA KERJA DAN STRATEGI PEMBANGUNAN HORTIKULTURA TAHUN 2015

RENCANA KERJA DAN STRATEGI PEMBANGUNAN HORTIKULTURA TAHUN 2015 RENCANA KERJA DAN STRATEGI PEMBANGUNAN HORTIKULTURA TAHUN 2015 Disampaikan oleh: Direktur Jenderal Hortikultura Musrenbangtan Jakarta, 13 Mei 2014 Amanah UU 13 tahun 2010 tentang Hortikultura 1. Fasilitasi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN SATKER LINGKUP BKP PER 11 NOVEMBER 2013

PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN SATKER LINGKUP BKP PER 11 NOVEMBER 2013 PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN SATKER LINGKUP BKP PER 11 NOVEMBER 2013 SATKER PAGU REALISASI % DINAS KELAUTAN DAN PERTANIAN PROVINSI DKI JAKARTA 3,025,650,000 2,207,781,900 72.97 BADAN KETAHANAN PANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sayuran merupakan salah satu komoditas unggulan karena memiliki nilai

BAB I PENDAHULUAN. Sayuran merupakan salah satu komoditas unggulan karena memiliki nilai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sayuran merupakan salah satu komoditas unggulan karena memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Selain memiliki masa panen yang cukup pendek, permintaan

Lebih terperinci

LAKIP DITJEN HORTIKULTURA TAHUN 2013

LAKIP DITJEN HORTIKULTURA TAHUN 2013 LAKIP DITJEN HORTIKULTURA TAHUN 2013 RINGKASAN EKSEKUTIF Laporan Akuntabilitas Instansi Kinerja Pemerintah (LAKIP) Direktorat Budidaya dan Pascapanen Buah Tahun 2013 berisi tentang Peningkatan Produksi,

Lebih terperinci

Tahun Bawang

Tahun Bawang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas yang sangat prospektif untuk dikembangkan melalui usaha agribisnis, mengingat potensi serapan pasar di dalam negeri dan pasar

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR KEP.32/MEN/2010 TENTANG PENETAPAN KAWASAN MINAPOLITAN

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR KEP.32/MEN/2010 TENTANG PENETAPAN KAWASAN MINAPOLITAN KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.32/MEN/2010 TENTANG PENETAPAN KAWASAN MINAPOLITAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa guna mendukung

Lebih terperinci

INFORMASI UPAH MINIMUM REGIONAL (UMR) TAHUN 2010, 2011, 2012

INFORMASI UPAH MINIMUM REGIONAL (UMR) TAHUN 2010, 2011, 2012 INFORMASI UPAH MINIMUM REGIONAL (UMR) TAHUN 2010, 2011, 2012 Berikut Informasi Upah Minimum Regional (UMR) atau Upah Minimum Kabupaten (UMK) yang telah dikeluarkan masing-masing Regional atau Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber pertumbuhan ekonomi yang sangat potensial dalam pembangunan sektor pertanian adalah hortikultura. Seperti yang tersaji pada Tabel 1, dimana hortikultura yang termasuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. daerahnya masing-masing. Oleh karena itu tiap daerah sudah lebih bebas dalam

TINJAUAN PUSTAKA. daerahnya masing-masing. Oleh karena itu tiap daerah sudah lebih bebas dalam TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Seiring dengan kebijakan otonomi daerah yang telah diterapkan sejak tahun 1999, masing-masing daerah harus bekerja keras untuk meningkatkan pendapatan daerahnya masing-masing.

Lebih terperinci

(Isian dalam Bilangan Bulat) KAB./KOTA : LEBAK 0 2 Tahun 2017 Luas Luas Luas Luas

(Isian dalam Bilangan Bulat) KAB./KOTA : LEBAK 0 2 Tahun 2017 Luas Luas Luas Luas BA PUSAT STATISTIK DEPARTEMEN PERTANIAN LAPORAN TANAMAN SAYURAN BUAH-BUAHAN SEMUSIM RKSPH-SBS (Isian dalam Bilangan Bulat) PROPINSI : BANTEN 3 6 Bulan JANUARI 1 KAB./KOTA : LEBAK 2 Tahun 217 1 7 Luas Luas

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA Tahun Visi : " Jawa Timur sebagai Pusat Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura untuk Kesejahteraan Petani "

INDIKATOR KINERJA UTAMA Tahun Visi :  Jawa Timur sebagai Pusat Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura untuk Kesejahteraan Petani INDIKATOR KINERJA UTAMA Tahun 2015 Instansi : DINAS PERTANIAN PROVINSI JAWA TIMUR Visi : " Jawa Timur sebagai Pusat Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura untuk Kesejahteraan Petani " Misi : 1. Mewujudkan

Lebih terperinci

A. Realisasi Keuangan

A. Realisasi Keuangan BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2008 A. Realisasi Keuangan 1. Belanja Pendapatan Realisasi belanja pendapatan (Pendapatan Asli Daerah) Tahun 2008 Dinas Pertanian Kabupaten Majalengka mencapai 100%

Lebih terperinci

FORMULIR 3 RENCANA KERJA KEMENTRIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 2016

FORMULIR 3 RENCANA KERJA KEMENTRIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 2016 FORMULIR 3 RENCANA KERJA KEMENTRIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 2016 1. Kementrian/Lembaga : KEMENTERIAN PERTANIAN 2. Program : Program Peningkatan Produksi Komoditas Perkebunan Berkelanjutan 3.

Lebih terperinci

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2012

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2012 I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Industri florikultura dengan nilai ekonomi yang cukup tinggi semakin berkembang, baik di dalam maupun di luar negeri. Nilai perdagangan florikultura global tahun 2010 mencapai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian unggulan yang memiliki beberapa peranan penting yaitu dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, peningkatan pendapatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sampai saat ini masih memegang peranan penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber mata pencarian mayoritas penduduknya. Dengan demikian,

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber mata pencarian mayoritas penduduknya. Dengan demikian, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris artinya pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya penduduk

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 216 MOR SP DIPA-18.5-/216 DS995-2521-7677-169 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No.

Lebih terperinci

KABUPATEN - KOTA YANG MENGIRIM BUKU SLHD 2011 SESUAI JADWAL PENGIRIMAN 6 APRIL REGIONAL PROVINSI KABUPATEN/KOTA JUMLAH Bali Nusa Tenggara

KABUPATEN - KOTA YANG MENGIRIM BUKU SLHD 2011 SESUAI JADWAL PENGIRIMAN 6 APRIL REGIONAL PROVINSI KABUPATEN/KOTA JUMLAH Bali Nusa Tenggara KABUPATEN - KOTA YANG MENGIRIM BUKU SLHD 2011 SESUAI JADWAL PENGIRIMAN 6 APRIL 2012 REGIONAL PROVINSI KABUPATEN/KOTA JUMLAH Bali Nusa Tenggara 2 Bali Kabupaten Badung 1 Kabupaten Bangli 1 Kabupaten Buleleng

Lebih terperinci

Pertanian dan Kehutanan yang Maju serta Berkelanjutan, yang selanjutnya

Pertanian dan Kehutanan yang Maju serta Berkelanjutan, yang selanjutnya UPAYA PENGEMBANGAN PEMASARAN PRODUK HORTIKULTURA DI KABUPATEN BOGOR Ir. Siti Nurianty, MM Kadistanhut Kab.Bogor Dalam rangka mencapai visi dan misi Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor dalam RPJMD

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.39/MEN/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR KEP.32/MEN/2010 TENTANG PENETAPAN KAWASAN MINAPOLITAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu subsektor unggulan dalam sektor pertanian di Indonesia. Perkembangan hortikultura di Indonesia dapat dilihat dari perkembangan produksi

Lebih terperinci

DAFTAR KUOTA PELATIHAN KURIKULUM 2013 PAI MGMP PAI SMP KABUPATEN/KOTA TAHUN NO Kabupaten/Kota Propinsi Kuota

DAFTAR KUOTA PELATIHAN KURIKULUM 2013 PAI MGMP PAI SMP KABUPATEN/KOTA TAHUN NO Kabupaten/Kota Propinsi Kuota DAFTAR KUOTA PELATIHAN KURIKULUM 2013 PAI MGMP PAI SMP KABUPATEN/KOTA TAHUN 2013 NO Kabupaten/Kota Propinsi Kuota 1 2 3 4 1. Aceh 12 5 1 Kabupaten Aceh Barat Aceh 2 Kabupaten Nagan Raya Aceh 3 Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional.hal ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional.hal ini dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang diartikan pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional.hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya

Lebih terperinci

DAFTAR KUOTA PELATIHAN KURIKULUM 2013 PAI KKG PAI KABUPATEN/KOTA TAHUN 2013

DAFTAR KUOTA PELATIHAN KURIKULUM 2013 PAI KKG PAI KABUPATEN/KOTA TAHUN 2013 DAFTAR KUOTA PELATIHAN KURIKULUM 2013 PAI KKG PAI KABUPATEN/KOTA TAHUN 2013 NO 1 DKI JAKARTA 6 630 1 Jakarta Pusat 110 2 Jakarta Utara 110 3 Jakarta Barat 110 4 Jakarta Selatan 135 5 Jakarta Timur 135

Lebih terperinci

KABUPATEN KOTA YANG SUDAH MENGIRIM BUKU SLHD 2011 PER 20 APRIL 2012

KABUPATEN KOTA YANG SUDAH MENGIRIM BUKU SLHD 2011 PER 20 APRIL 2012 KABUPATEN KOTA YANG SUDAH MENGIRIM BUKU SLHD 2011 PER 20 APRIL 2012 NAMA DAERAH Kabupaten Kota Total Bali NT 19 2 21 Bali 7 1 8 Kabupaten Badung 1 1 Kabupaten Bangli 1 1 Kabupaten Buleleng 1 1 Kabupaten

Lebih terperinci

RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2015

RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2015 RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2015 DIREKTORAT BUDIDAYA DAN PASCAPANEN FLORIKULTURA DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 KATA PENGANTAR Sesuai dengan INPRES Nomor 7 tahun 1999

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN, AGUS D.W. MARTOWARDOJO.

MENTERI KEUANGAN, AGUS D.W. MARTOWARDOJO. LAMPIRAN VI PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR /PMK.07/2011 TENTANG ALOKASI KURANG BAYAR DAN BAGI HASIL PAJAK DAN DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU TAHUN ANGGARAN 2009 DAN TAHUN ANGGARAN 2010 YANG DIALOKASIKAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan adalah kebutuhan pokok manusia yang selalu dikonsumsi sehingga semua orang akan berusaha untuk memenuhi kebutuhannya itu. Kebutuhan akan pangan akan semakin meningkat

Lebih terperinci

PENGAJUAN INSTANSI VERTIKAL BADAN NARKOTIKA NASIONAL KABUPATEN/KOTA TAHUN 2016

PENGAJUAN INSTANSI VERTIKAL BADAN NARKOTIKA NASIONAL KABUPATEN/KOTA TAHUN 2016 PENGAJUAN INSTANSI VERTIKAL BADAN NARKOTIKA NASIONAL KABUPATEN/KOTA TAHUN 2016 NO 1 1 BNN Kab. Aceh Tamiang 2 2 BNN Kab. Pidie 3 3 BNN Kab. Aceh Besar 4 4 BNN Kab. Aceh Barat 5 Aceh 5 BNN Kab. Subulussalam

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. bujur timur. Wilayahnya sangat strategis karena dilewati Jalur Pantai Utara yang

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. bujur timur. Wilayahnya sangat strategis karena dilewati Jalur Pantai Utara yang IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kondisi Geografis Kabupaten Batang adalah salah satu kabupaten yang tercatat pada wilayah administrasi Provinsi Jawa Tengah. Letak wilayah berada diantara koordinat

Lebih terperinci

2. Semua bilangan di belakang koma yang nilainya lebih dari setengah dibulatkan ke atas.

2. Semua bilangan di belakang koma yang nilainya lebih dari setengah dibulatkan ke atas. V. CARA PENGISIAN DAFTAR Semua isian daftar SPH-SBS, SPH-BST, SPH-TBF, SPH-TH, SPH-ALSIN dan SPH-BN adalah dalam bilangan bulat (dibulatkan) dan ditulis dengan pensil hitam, untuk memudahkan pengisian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Hal ini yang membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. Kabupaten yang berada di wilayah Jawa dan Bali. Proses pembentukan klaster dari

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. Kabupaten yang berada di wilayah Jawa dan Bali. Proses pembentukan klaster dari BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Penelitian ini mengembangkan model pengklasteran Pemerintah Daerah di Indonesia dengan mengambil sampel pada 30 Pemerintah Kota dan 91 Pemerintah Kabupaten

Lebih terperinci

BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA

BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA 2015-2019 Dalam penyusunan Rencana strategis hortikultura 2015 2019, beberapa dokumen yang digunakan sebagai rujukan yaitu Undang-Undang Hortikultura Nomor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pangan, tanaman hias, hortikultura, perkebunan dan kehutanan. Potensi ekonomi

I. PENDAHULUAN. pangan, tanaman hias, hortikultura, perkebunan dan kehutanan. Potensi ekonomi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan. Sebagian besar penduduk Indonesia bermata pencaharian sebagai petani. Peningkatan

Lebih terperinci

penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang budidaya dan pascapanen tanaman buah.

penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang budidaya dan pascapanen tanaman buah. BAB I PENDAHULUAN Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Budidaya dan Pascapanen Buah merupakan salah satu kewajiban bersama seluruh jajaran pemerintah sebagai

Lebih terperinci

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan Juli 1997 mempunyai dampak yang besar terhadap perekonomian negara. Sektor pertanian di lndonesia dalam

Lebih terperinci