STRATEGI PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA BERBASIS TRADISI LISAN (PBSI-BETIS)
|
|
- Sucianty Budiman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 156 STRATEGI PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA BERBASIS TRADISI LISAN (PBSI-BETIS) FKIP Universitas Sembilanbelas November Kolaka ABSTRACT In Indonesian language and literary learning in school, oral tradition content relatively lack of attention. In the middle of globalization, oral tradition should become Indonesian language and literary learning. The aim of this study are (1) describe forms of oral tradition which contain lofty values, and (2) how the implementation strategy of oral tradition in Indonesian language and literary. This study use qualitative method by using structural approach and culture anthropology approach. Based on data analysis result, it can be concluded that oral tradition pogau toba in custom ceremony katoba contain religious tenet (Islam) and custom tenet which contain lofty values. It is need an effort to integrate lofty values of this oral tradition in Indonesian language and literary learning. As for strategy which can be used in Indonesian Language and Literary Learning Based on Oral Tradition, namely:1) identification of culture elements, 2) identification of culture problem, 3) culture exploration, 4) interpretation and analysis of culture form and value, 5) evaluation, and 6) culture recreation. Keywords:Strategy, Indonesian Language and Literary Learning, Oral Tradition. A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia di era globalisasi sekarang ini sudah mengarah pada krisis multidimensi. Permasalahan yang terjadi tidak saja menyentuh lingkungan fisik semata, tetapi juga berkaitan dengan perubahan dan pergeseran budaya dan tata perilaku sosial masyarakat. Perubahan pada hakikatnya mengarah kepada dua arah, yakni ke arah positif dan ke arah yang negatif. Adakalanya perubahan cenderung menimbulkan masalah. Salah satu masalah yang sedang dialami oleh bangsa ini adalah masalah moral. Beberapa kalangan beranggapan bahwa merosot dan rendahnya moral generasi muda disebabkan lunturnya apresiasi dan kecintaan terhadap nilai-nilai budaya dan kearifan lokal.
2 157 Tradisi lisan merupakan wujud budaya dan kearifan lokalsuatu masyarakat tertentu, di dalamnya mengandung nilai-nilai yang luhur. Begitupun dengan globalisasi juga merupakan wujud budaya, yakni budaya masyarakat modern. Akan tetapi, perubahan pola kehidupan masyarakat oleh karena tawaran globalisasi semestinya tidak membuat kita terkejut. Mengedepankan sikap fleksibel menerima modernitas tanpa melepas kekuatan lokal akan membawa masyarakat ke dalam konteks kehidupan yang lebih maju. Pada prinsipnya, harus ada upaya mensinergikan antara lokal dan global agar kebutuhan masyarakat di tengah zaman yang terus bergulir terakomodasi.bangsa Indonesia sepatutnya memandang dan menyikapi, serta memilah antara budaya bangsa dan globalisasi secara cerdas dengan melihat nilai-nilai substansi setiap fenomena sosialbudaya yang patut dicontohi dan dilaksanakan. Dunia pendidikan dapat menjadi media untuk menanamkan dan membelajarkan nilai-nilai luhur budaya kepada peserta didik. Di pihak lain, pendidikan kita sekarang ini kurang memiliki kekuatan untukdapat menyokong tujuan pendidikan nasionaltersebut.lebih ekstrim dikatakan tidak berdaya memfasilitasi kebutuhan esensi pendidikan. Kurikulum pendidikan di Indonesia belum mandiri untuk mengakomodasi tuntutan zaman. Akibatnya arah tujuan pendidikan nasional belum dipahami dan dijabarkan sebagai suatu usaha untuk memanusiakan manusia Indonesia seutuhnya. Oleh karena itu, kiranya penting pendidikan nasional dirancang dengan menerapkan kurikulum, strategi, dan model pembelajaran, serta komponen belajar lainnya yang berbasis pada nilai-nilai tradisi lisan. Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia berbasis tradisi lisan akan menjadi titik tolak dari wacana yang dihembuskan di atas. Perlu usaha pelestarian, pemertahanan, dan revitalisasi kebudayaan bangsa dengan berbagai bentuk kegiatan, termasuk dalam konteks pendidikan. Diharapkan implementasi kebijakan dengan cara inovasi
3 158 pendidikanberbasis tradisi lisan akan membawa pembelajaranbahasadan sastra Indonesia menjadi pembelajaran yang bermakna. Dalam aplikasinya, basis tradisi lisanakan disesuaikan dengan konteks budaya di tiap-tiap daerah. Hal ini dapat dioperasionalkan dalam Kurikulum Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini pernah dilakukan oleh La Niampe (2008) yang dipresentasikan dalam Seminar Internasional Lisan VI Wakatobi dengan judul Tuturan Tentang Katoba dalam Tradisi Lisan Muna: Deskripsi Nilai dan Fungsi. (2011) dalam skripsi dengan judul Makna Tuturan dalam Upacara Adat Katoba pada Masyarakat Muna. Kemudian La Tanampe (2012) dalam tesis dengan judul Katoba Kajian Nilai-Nilai Budaya dan Pembentukan Karakter Anak pada Suku Muna. Masingmasing penelitian tersebut lebih menitikberatkan dan fokus pada makna, fungsi dan nilai-nilai pendidikan dalam Tuturan Katoba. Dalam artian bahwa kajiannya belum signifikan menyentuh aspek implikasi dalam pendidikan pada tataran teoretis maupun praktis. Selain itu, dari aspek pendekatan analisis penelitian masing-masing juga berbeda. Dalam penelitian ini untuk analisis teks peneliti menggunakan pendekatan struktural yang dikemukakan oleh van Dijk (Sibarani, 2012). Melalui penelitian ini, diharapkan dapat berkontribusi untuk memperkuat dan mengembangkan beragam model pembelajaran, media, sumber belajar, dan/atau perangkat pembelajaran berbasiskan budaya dan kearifan lokal dalam konstruksi kultur ipteks yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat bangsa Indonesia. Argumen yang dikemukakan di atas memungkinkan bahwa saat ini diperlukan penelitian dan kajian terhadap tradisi lisan yang kelak dapat digunakan untuk membuka wawasan kebangsaan, mendongkrak identitas kebudayaan, kesadaran berbangsa, dan pendidikan karakter, serta perekat bangsa. Oleh karena itu, peneliti memformulasikan judul Strategi Pembelajaran Bahasa dan
4 159 Sastra Indonesia BerbasisTradisi Lisan (PBSI-Betis). 2. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Bagaimanakah hakikat, proses, dan tuturan pogau toba dalam pelaksanaan upacara adat katoba pada masyarakat Muna? 2) Bagaimanakah nilai-nilai luhur tuturanpogau toba dalam upacara adat katoba pada masyarakat Muna? 3) Bagaimanakah strategi implementasi tradisi lisan (ungkapan tradisional poga toba)dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia? 3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Mendeskripsikan hakikat, proses, dan tuturan pogau toba dalam pelaksanaan upacara adat katoba pada masyarakat Muna? 2) Mendeskripsikan nilai-nilai luhur tuturanpogau toba dalam upacara adat katoba pada masyarakat Muna? 3) Mendeskripsikan strategi implementasi tradisi lisan (ungkapan tradisional poga toba)dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia? 4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi khalayak pembaca. Secara lebih spesifik manfaat tersebut adalah sebagai berikut. 1) Manfaat Teoretis Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut. a. Merefleksikan jejak-jejak budaya yang pernah diukir oleh nenek moyang tentang pola hidup dan eksistensi mereka dalam kehidupan di zamannya. b. Memberikan wawasan kepada semua pihak, khususnya penggiat ilmu budaya atau
5 160 tradisi lisan tentang khazanah budaya dan tradisi lisan Nusantara. c. Mengenalkan kepada khalayak pembaca bahwa tradisi lisan upacara adat katoba sarat dengan nilai-nilai kultural sehingga perlu dilestarikan di tengah-tengah kehidupan masyarakat pendukungnya. d. Mengembangkan dan mempublikasikan nilai-nilai positif, kebenaran moral, nilai edukatif, sikap sosial, kearifan lokal kepada generasi kini dan generasi masa depan. 2) Manfaat Praktis Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut. a. Bagi masyarakat hasil penelitian ini dapat menumbuhkan motivasi dan sikap kepemilikan budaya, serta memberikan identitas kultural masyarakat pendukungnya. b. Bagi pendidikan formal hasil penelitian ini dapat menjadi inspirasi model pembelajaran di sekolah. Dalam perkataan lain, hasil penelitian ini akan diimplementasikan dalam pengajaran bahasa dan sastra Indonesia berbasis tradisi lisan, khususnya apresiasi sastra lama. c. Bagi masa depan budaya hasil penelitian ini dapat menjadi usaha revitalisasi dalam mencegah item-item budaya yang terancam punah di tengah kehidupan zaman yang terus bergulir. d. Bagi peneliti selanjutnya hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan dan referensi untuk meneliti objekobjek yang relevan dengan penelitian ini. B. KAJIAN TEORI Anthony Giddens mengemukakan bahwa globalisasi adalah intensifikasi hubungan sosial world-wide, yang saling menghubungkan lokalitas yang jauh. Akibatnya, sesuatu yang bersifat lokal selalu dipengaruhi apa yang terjadi di
6 161 dunia luar. Sementara Wallerstein menyebut globalisasi sebagai proses integrasi tiada akhir.bahkan diyakini proses ini telah bergerak bebas menjangkau batas fisik dan imajiner negara-bangsa. Hal ini sejalan dengan apa yang dinyatakan oleh Benedict Anderson tentang nationalism and imagined community (Giddens, 1990: 64-65). Globalisasi menciptakan suatu kondisi budaya baru yang dianggap sebagai budaya modern dengan berbagai standar yang telah dikonstruksi dan dicitrakanseolaholah menjadi kebutuhan dasar masyarakat. Globalisasi beserta dampaknya merupakan tantangan bagi dunia pendidikan dan menciptakan peluang baru lahirnya inovasi-inovasi pendidikan. Kesadaran dan pemahaman terhadap globalisasi dengan segala aspeknya merupakan langkah strategis untuk memperbaiki aspek pendidikan. Sebaliknya pendidikan juga memiliki peran penting dalam menciptakan pemahaman seseorang. Gardner (2004: ) menyatakan bahwa tantangan globalisasi terhadap pendidikan adalah ditandai adanya ketegangan antara laju perubahan kelembagaan pendidikan dan organisasi sosial, ekonomi dengan transformasi budaya yang cenderung cepat. Pendidikan mengalami perubahan karena adanya pergeseran nilai-nilai dan temuan ilmiah, sehingga berimplikasi terhadap pemahaman kerangka pikir manusia. Sebagaimana dijelaskan Harvey (1996: ) bahwa salah satu wacana dominan era globalisasi adalah hipotesis tentang homogenitas budaya. Prediksi ini didasarkan asumsi bahwa proses perubahan global yang didukung perkembangan pengetahuan dan media teknologi akan melahirkan budaya dunia yang homogen. Pada akhirnya, perubahan tersebut akan mengakibatkan hilangnya pengalaman, pemahaman, dan kepercayaan generasi muda terhadap keragaman budaya. Kuatnya arus globalisasi yang dapat melemahkan nilai-nilai dan tradisi masyarakat lokal, mendorong manusia untuk berkreasi dan berkarya
7 162 secara kreatif dengan berlandaskan pada moral dan nilai yang diyakini kebenarannya, serta keterujiannya. Upaya menggali, menemukan, membangun, mengembangkan, dan mentranforisikan moral dan nilai berasal dari keunggulan lokal karena kearifannya menjadi suatu kebutuhan (Maryani, 2011: 45). Nilai-nilai budaya lokal yang unggul harus dipandang sebagai warisan sosial. Manakala budaya tersebut diyakini memiliki nilai yang berharga bagi kebanggaan dan kebesaran martabat bangsa, maka transmisi nilai budaya kepada generasi penerus merupakan suatu keniscayaan. Namun pada kenyataan saat ini budaya lokal yang lebih sesuai dengan karakter bangsa semakin sulit diwujudkan, sementara itu budaya global lebih mudah merusak kehidupan masyarakat (Judistira, 2008: 35-37). Freire (2002: 82) mengemukakan bahwa konsep pendidikan harus terbuka pada pengenalan realitas diri, atau praktik pendidikan harus mengimplikasikan konsep tentang manusia dan dunianya, agar manusia menjadi subyek bagi dirinya sendiri. Perlu adanya model pendidikan dan pembelajaran yang tepat, agar siswa tidak terasing dari akar budayanya. Upaya mengintegrasikan nilai-nilai budaya dalam proses pembelajaran untuk menumbuhkan apresiasi budaya sejak dini melalui pendidikan telah menjadi keinginan semua pihak. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Kusmahidaya (2010: 12) bahwa budaya dan seni perlu dijadikan bagian penting dalam proses pendidikan di sekolah. Namun demikian dalam mengelola nilai-nilai tradisi lokal perlu daya kreatifitas sehingga nilai-nilai tersebut dapat diaplikasikan secara efektif. Nilai-nilai tradisi lokal tersirat dalam berbagai tradisi lisan. Tradisi lisan menurut rumusan UNESCO (Hutomo, 1991: 11) bahwa yang dinamakan tradisi lisan itu adalah those traditions which have been transmitted in time and space by the word and act, yang artinya kurang lebih bahwa tradisi yang ditransmisi dalam waktu dan ruang dengan ujaran dan tindakan.
8 163 Dalam kerangka besar korpus tradisi lisan terdapat filsafat, sejarah, nilai-nilai moral, etika, religius, hukum adat, struktur dan organisasi sosial, sastra, dan estetika (Djuweng, 2008: 169). Tradisi lisan secara langsung maupun tidak langsung dapat menghubungkan generasi masa lalu, masa sekarang, dan masa depan. Tradisi lisan tertentu menjadi pedoman berpikir, bersikap, dan berperilaku dalam konteks kehidupan kolektif masyarakat pemiliknya. Jika hal itu dilakukan sebagai sesuatu yang positif, maka fungsi tradisi lisan sudah menjadi konkrit sebagai suatu kearifan lokal. C. METODOLOGI PENELITIAN Ada beberapa hal yang sepertinya menjadi spesifikasi dari ranah kajian tradisi lisan bahwa kajian ini merupakan kajian yang cukup kompleks. Kekompleksan kajian tradisi lisan dapat disebabkan oleh nuansa tuturan verbal, simbol tertentu, gerakan, dan makna yang terintegrasi dalam sebuahbentuk kegiatan sakral. Dapat dikatakan jika penelitian tradisi lisan merupakan perpaduan antara kajian sastra dan kajianantropologi. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan strukturaldan pendekatanantropologi budaya.pendekatan struktural adalah kajian tentang teks sastra untuk menggali makna teks dan keseluruhan komponen yang membangun sistem (bentuk dan isi), baik yang tersurat maupun yang tersirat, sedangkan pendekatan antropologi budaya sebagaimana pada umumnya adalah kajian tentang manusia ditinjau dari sudut sejarah kebudayaannya (konteks budaya masyarakat) untuk menggali makna estetik dan filosofis suatu kebudayaan masyarakat tertentu. Penelitian ini berada di wilayah Kota Kendari di mana peneliti menetapkan simpul-simpul komunitas orang Muna. Adapun data terdiri atas dua macam, yakni data primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini adalah data-data uraian mengenai unsurunsur tradisi lisan (upacara adat katoba). Adapunpemerolehan
9 164 datanyadilakukan melalui observasi partisipan, dokumentasi dan wawancara dengan para informan (data lisan). Data sekunder adalah berasal dari referensi buku, makalah, jurnal, atau bahan bacaan lainnya (data tertulis) yang relevan dengan penelitian. Setelah seluruh data dari bentuk tradisi lisan dikumpulkan, tahap selanjutnya adalah tahap analisis data. Pada tahap ini dilakukan beberapa kegiatan yakni: (1) pemilihan data, baik data lisan maupun data tertulis, (2) reduksi data, (3) interpretasi data, (4) pendeskripsian data, dan (5) penulisan hasil penelitian dan pembahasan. Setelah penulisan hasilpenelitian dan pembahasan, akan dilanjutkan dengan uraian implikasinya terhadap dunia pendidikan. Implikasi tersebut akan dirancang sedemikian rupa untuk dimanfaatkan pada pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia dalam kurikulum D. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hakikat, Proses, dan Tuturan Pogau Toba dalam Pelaksanaan Upacara Adat Katobapada Masyarakat Muna Dalam tradisi masyarakat suku Muna, katoba merupakan bagian dari prosesi pengislaman bagi anakanak (laki-laki maupun perempuan) yang baru beranjak usia dewasa (7 10 tahun). Menurut riwayatnya, tradisi ini telah dimulai sejak zaman pemerintahan raja Muna ke-16 bernama La Ode Abdul Rahman gelar Sangia Latugho ( ). Diperkirakan La Ode Abdul Rahman menerima tradisi ini dari salah seorang sufi keturunan Arab bernama Syarif Muhammad yang biasa dikenal pula dengan nama Saidhi Raba (La Niampe, 2008: 1). Prosesi katoba didahului dengan tahap penyunatan atau pengkhitanan. Menurut pandangan adat Muna, penyunatan yang dirangkaikan dengan katoba adalah wajib bagi setiap anak yang menjelang dewasa. Setelah melalui prosesi ini barulah dinyatakan sah memeluk agama Islam terutama belajar membaca kitab suci Al-Qur an dan belajar melaksanakan sholat wajib, serta belajar adat terutama
10 165 diawali dengan mendengarkan nasihat atau ajaran dari kedua orang tua (La Niampe, 2008: 1). Upacara katoba dapat dilaksanakan secara perseorangan dan dapat pula dilaksanakan secara berkelompok (antarkeluarga dalam satu rumpun), tergantung hasil kesepakatan dan kemampuan ekonomi orang tua atau rumpun keluarga tersebut. Upacara katoba dapat dilaksanakan semeriah mungkin, namun dapat pula dilaksanakan sesederhana mungkin. Terpenting adalah hadirnya empat unsur pokok; tokoh agama merangkap tokoh adat (penutur katoba), anak yang ditoba (objek tuturan), kerabat terdekat yang memangku sang anak pada waktu ditoba, dan keluarga terdekat yang bertindak sebagai saksi pelaksanaan prosesi katoba (La Niampe, 2008: 1). Katoba pada masyarakat suku Muna merupakan perwujudan dari kegiatan-kegiatan kehidupan dari para warga masyarakat Muna yang bersumber dari warisan kebudayaan suku bangsa itu. Dalam pelaksanaannya, katobamenggunakan media bahasa lisan/tuturan yang pokok ajarannya adalah pesan kemanusiaan untuk memahami dan mengimplementasikan hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan menurut ajaran agama (Islam) dan ajaran adat yang diakui secara kolektif. Tradisi katoba adalah persiapan mental seorang anak yang akan memasuki usia menjelang dewasa. Kepadanya diberikan bekal pengetahuan bagaimana memperlakukan orang tua, saudarasaudaranya, serta perilaku dalam lingkungannya sebagai manifestasi dari pengamalan ajaran agama. Di samping itu, juga diberikan petuahpetuah bagaimana menjauhi hal-hal terlarang menurut adat dan agama. Semua itu dilakukan dalam upaya menjadikan anak menjadi manusia yang berguna, dan tidak menjadi manusia yang sia-sia (Magara, 2010: 16-17). Upacara adat katoba sebagai bagian dari budaya masyarakat Muna memiliki muatan ajaran agama dan nasihat karakter atau ajaran moral. Semua prosesi dan tuturan dari
11 166 upacara adat ini merupakan suatu konvensi yang dipegang teguh oleh masyarakat pendukungnya yang diharapkan memberikan rahmat dan petunjuk hidup bagi yang melaksanakannya.seperti pada upacara-upacara adat lainnya, upacara adat katoba masyarakat suku Muna dalam pelaksanaannya bersifat tradisional. Dalam hal ini, segala bentuk properti upacara dan tata cara pelaksanaannya masih mempertahankan nuansa tradisional. Tentunya, karena adanya pengaruh Islam, jadi segala sesuatu yang ada di dalamnya dibungkus oleh syariat Islam. Istilah katoba pada masyarakat suku Muna juga populer disebut dengan istilah pengislaman Dengan demikian, upacara adat katoba pada masyarakat Muna merupakan upacara yang bernuansa Islam dan bersifat tradisional yang pelaksanaannya diyakini memiliki nilai kesakralan, berisi pesan kemanusiaan, mengandung nilai-nilai luhur, dan dianggap penting sebagai landasan seseorang dalam mengarungi bahtera kehidupan. Adapun isi tuturan pogau toba dalam upacara adatkatoba adalah sebagai berikut. a. Kata Pembuka Pada bagian ini, imam menyampaikan kepada hadirin (orang tua atau wali anak yang ditoba, kerabat dekat dan pemangku anak) perihal menyampaikan kata-kata tobat kepada anak yang akan ditoba. Adapun isi tuturannya debagai berikut: Imam: Datumobadamo anahi ini (kolektif) Akan ditoba anak-anak ini Hadirin : Umbe (serentak) Imam : atumobaemo anahi ini (tunggal) Akan ditoba anak-anak ini Hadirin : Umbe (serentak) Imam : Atumobakoomo ini (kolektif) Akan saya toba kalian ini Anak-anak : Umbe (serentak) Imam : atumobakomo ini (tunggal) Akan saya toba kalian ini Anak-anak : Umbe (tunggal) b. Mengucapkan Kalimat Istigfar Setelah mengucapkan katakata pembukaan, baik yang ditujukan
12 167 kepada hadirin maupun kepada anak yang akan ditoba, kemudian mengucapkan kalimat istighfar yang ditujukan kepada anak-anak yang ditoba. Kalimat ini disampaikan sampai tiga kali, setiap kali diulangi atau ditirukan oleh anak-anak yang ditoba. Adapun isi tuturannya sebagi berikut: Imam : astagfirullahul Adzim Anak : astagfirullahul Adzim Imam : astagfirullahul Adzim Anak : astagfirullahul Adzim Imam : astagfirullahul Adzim Anak : astagfirullahul Adzim c. Mengucapkan Dua Kalimat Syahadat Pengucapan lafal dua kalimat syahadat oleh imam sama dengan pengucapkan pada lafal kalimat istighfar, yaitu diucapkan selama tiga kali, kemudian setiap kali diulangi atau ditirukan oleh anak-anak yang ditoba. perbedaannya adalah kalimat istighfar diucapkan satu kesatuan sedangkan pengucapnya dua kalimat syahadat tidak dilakukan dalam satu kesatuan, akan tetapi terdapat satu kali penghentian seperti berikut ini: Imam : Asyhadu Allah ilaha Ilallah Anak : Asyhadu Allah ilaha Ilallah Imam : wa ashadu anna Muhammadar Rasulullah Anak : wa ashadu anna Muhammadar Rasulullah Imam : Asyhadu Allah ilaha Ilallah Anak : Asyhadu Allah ilaha Ilallah Imam : wa ashadu anna Muhammadar Rasulullah Anak : wa ashadu anna Muhammadar Rasulullah Imam : Asyhadu Allah ilaha Ilallah Anak : Asyhadu Allah ilaha Ilallah Imam : wa ashadu anna Muhammadar Rasulullah Anak : wa ashadu anna Muhammadar Rasulullah d. Mengucapkan Arti Kalimat dalam Bahasa Muna Setelah mengucapkan dua kalimat syahadatdalam bahasa Arab kemudian imam mengucapkan artinya dalam bahasa Muna. pengucapan ini tidak lagi ditirukan atau diulangi oleh anak-anak yang ditoba sebagaimana pengucapkan pada kalimat istighfar dan dua kalimat syahadat seperti tersebut di atas, akan tetapi anak-anak menjawab dengan jawaban umbe atau ya. Adapun isi tuturan adalah sebagai berikut: Imam : Asumakusiimo, sakotukotughuno mina bhe ompu soni somba sapaeno ompu Allah Taala Aku bersaksi sebenarbenarnya tidak ada Tuhan yang disembah selain Allah Taala Anak : Umbe
13 168 Imam : Maka asumakusiigho tora, sakotu-kotughuno mina bhe omputo anabi Muhammadi kantudu-ntuduno Allah Taala soni. Kemudian aku bersaksi pula, sebenar-benarnya Nabi Muhammad adalah suruh-suruhan Allah Taala Anak : Umbe e. Menyampaikan Nasihat tentang Ajaran Adat dan Agama Secara Terintegrasi Nasihat ini disampaikan oleh imam kepada anak yang ditoba, anak menjawab Umbe sebagai pertanda pengakuan atau keyakinan. adapun isi tuturannya adalah sebagai berikut: Imam Anak : Motehie amamu, kapae amamu itu lansaringino kabolosino ompu Allah Taala. Takutilah ayahmu, karena ayahmu itu ibarat penggati Allah Taala : Umbe Imam : Motehie inamu, kapae inamu itu lansaringino kabolosino anabi Muhammadi. Takutilah ibumu, karena ibumu itu ibarat penggati Nabi Muhammad Anak : Umbe Imam : Motehie isamu, kapae isamu itu lansaringino kabolosino malaekati Anak Imam Anak Takutilah kakakmu, karena kakakmu itu ibarat penggati malaikat : Umbe : Moasiane aimu, kapae aimu itu lansaringino kabolosino muumini Sayangilah adikmu, karena adikmu itu ibarat penggati mukminin : Umbe Kemudian imam melanjutkan dengan penjelasannya secara singkat seperti tuturan berikut: Imam : Omoghondohi Ompu Allah Taala omaiane nehamai; amamu itu kabolosino Ompu Allah Taala mentaleano. Nikondando ama maitu suano kaawu amamuoomu sakotu-kotughuno, taaka lahaelahae membalino kamokula moghane amamuo itu tabeano dotehie itu. Mencari Tuhan Allah Taala akan didapat di mana, ayahmu itu perumpamaan penggantinya yang nyata, yang disebut ayah itu bukan saja ayah yang sesungguhnya, akan tetapi siapa saja laki-laki yang sudah tua, melainkan ditakuti itu Anak : Umbe Imam : Omoghondohi omputo anabi Muhammadi omaiane nehamai; inamuo itu kabolosino Omputo anabi mentaleano. Nikonando inandomo itu suano kaawu ina mentobusaangko ne dunia ini, taaka lahae-lahae membalino kamokula
14 169 robhine, inamuo dua itu, tabeano dotehie itu. Mencari nabi Muhammad, dimana akan didapat, ibumu itulah penganti nabi Muhammad yang nyata. yang disebut oerang tua perempuan itu bukan hanya ibu yang melahirkan kita di dunia ini, akan tetapi siapasiapa perempuan yang telah tua, ibumu juga itu, melainkan ditakuti juga. Anak : Umbe Imam : Omoghondohi malaikati omaiane nehamai; isamuo itu kabolosino malaikati mentaleano. Nikonando isando itu suano kaawu kapokakutahando ghule, taaka lahae-lahae foliuno umuru isamuo dua itu, tabeano dotehie itu. Mencari malaikat akan didapat di mana, kakakmu itulah penggati malaikat yang nyata. yang disebut kakak itu, bukan saja kakak saudara kandung kita, akan tetapi siapa saja yang melebihi umurmu kakakmu juga itu, melainkan ditkuti juga. Anak : Umbe Imam : Okoasigho o ne ai maitu bea dapotooane be kaasigho ne mie bhari. Nikonando ai maitu suano kaawu ai kapokakutaha ghule, taaka lahae-lahae niliumu umuru, aimuo itu, tabeano doasiane itu. Kasihsayang kepada adik-adik itu disamakan dengan kasih sayang dengan orang banyak. Yang disebut adik itu, bukan saja adik kandungmu, akan tetapi siapa saja di bawah umurmu, sudah adikmu itu, melainkan disayangi itu. 2. Nilai-Nilai Luhur TuturanPogau Toba dalam Upacara Adat Katoba pada Masyarakat Muna Tuturan katoba yang disampaikan secara lisan oleh imam (penutur) kepada anak-anak (objek tuturan) yang beranjak dewasa (7-10 tahun) pada hakikatnya merupakan bagian dari tradisi pengislaman di Muna yang telah berlangsung secara turun-temurun. Pertama-tama imam mengajarkan kalimat istighfar dengan menggunakan metode penyampaian secara lisan. Agar menjadi jelas, imam mengucapkan sampai tiga kali dan anak pun menirukan ucapan imam sampai tiga kali pula. Setelah itu imam mengajarkan dua kalimat syahadat dengan menggunakan metode penyampaian secara lisan pula, diucapkan sebanyak tiga kali dan anak pun menirukan ucapan imam sebanyak tiga kali pula. Setelah mengikrarkan dua kalimat syahadat ini, kemudian dilanjutkan dengan tuturan katoba yang mengandung ajaran budi pekerti yang bersifat
15 170 Islami. Imam mengajarkan agar takut kepada Tuhan, takut kepada nabi Muhammad, takut kepada malaikat dan menyayangi sesama umat manusia. Agar hal-hal tersebut menjadi lebih dekat dan nyata dalam kehidupan sang anak, imam menggunakan pendekatan tassawuf, filsafati, atau yang dalam dunia pengajaran modern dikenal dengan pendekatan kontekstual, yaitu hal-hal yang bersifat abstrak diwujudkan dalam bentuk yang konkret sehingga anak mudah memahaminya. Takut kepada Tuhan ditamsilkan takut kepada orang tua laki-laki, takut kepada nabi Muhammad ditamsilkan takut kepada orang tua perempuan, takut kepada malaikat ditamsilkan takut kepada yang lebih kakak dan menyayangi sesama manusia ditamsilkan menyayangi yang lebih muda usia. Setelah melalui prosesi katoba, kemudian anak-anak itu diwajibkan belajar membersihkan tinja (alano oe), belajar membaca kitab suci Al-Qur an, belajar sholat yang wajib, serta wajib mendengarkan nasihat orang tua, tokoh-tokoh agama serta orang-orang tua adat dalam kampung. Sebelum melalui prosesi katoba, dan memahami cara membersihkan tinja sebagaimana ajaran guru tinja (alano oe) maka anak-anak belum diwajibkan membaca Al-Qur an, melaksanakan sholat wajib serta mendengarkan nasihat tentang ajaran agama dan ajaran adat. Menurut pandangan tokohtokoh adat di Muna, sejauh mana keberhasilan seorang anak memahami tuturan tentang katoba akan diketahui melalui tingkah laku, perbuatan, dan tutur kata keseharian anak itu setelah menunjukkan usia dewasa. Dalam usia yang sudah dewasa itu, ternyata ia memperlihatkan sopan-santun yang baik, perbuatan terpuji, bertutur kata yang baik yang berwujud pada sifat takut kepada orang yang memiliki kelebihan taat menjalankan ajaran agama Islam, maka tokoh-tokoh agama dan para tokoh adat akan mengatakan bahwa orang itulah yang memahami makna tuturan katobanya. Akan tetapi apabila anak itu memperlihatkan sifat yang tidak terpuji, tutur kata dan perbuatan yang
16 171 tidak baik, seperti memperlihatkan sifat tidak takut kepada orang yang lebih tua, tidak memelihara hati orang sesama usianya, tidak menyayangi orang yang lebih muda usianya, iri kepada orang yang memiliki kelebihan, apabila telah kawin sering menyakiti hati dan fisik istrinya, menceraikan istrinya, sering kawin cerai, dan lain-lain, maka para tokoh agama dan tokoh adat akan mengatakan bahwa orang itu tidak memahami lagi makna tuturan katobanya. 3. Strategi Implementasi Tradisi Lisan dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Pannen (2013) mengemukakan bahwa pembelajaran berbasis budaya merupakan salah satu pembelajaran yang saat ini sedang dikembangkan di berbagai negara. Pembelajaran berbasis budaya ini membawa budaya lokal ke dalam proses pembelajaran beragam mata pelajaran di sekolah secara terpadu. Ini berarti juga bahwa konten tradisi lisan (sastra) sulit dilepaskan dari pendidikan secara umum. Terjadinya proses internalisasi nilai-nilai luhur tradisi lisan dalam diri peserta didikakan berdampak positif cukup luas, bahkan menyentuh segenap aspek kehidupan peserta didik. Rahmanto (1988: 16) bahwa pengajaran sastra dapat membantu pendidikan secara utuh apabila cakupannya meliputi empat manfaat, yaitu membantu keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa, dan menunjang pembentukan watak. Dalam tradisi lisan banyak hal yang ditampilkan, seperti bahasa suatu komunitas, pola hidup, kebiasaan, sikap individual, sikap kelompok, ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya. Pembelajaran tradisi lisan pada lembaga pendidikan seharusnya mampu menjadi guiding light yang berfungsi untuk menuntun manusia berbudi pekerti luhur (Khisbiyah, 2003). Rahmanto (1988: 16) bahwa pengajaran sastra dapat membantu pendidikan secara utuh apabila cakupannya meliputi empat manfaat, yaitu membantu keterampilan berbahasa, meningkatkan
17 172 pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa, dan menunjang pembentukan watak. Dalam pembelajaran bahasa dan sastra berbasis tradisi lisan, kaitan dengan mempertajam kepekaan, minat, dan perhatiannya terhadap kehidupan faktual maka terdapat beberapa strategi dan langkah yang dapat dilakukan yaitu: (1) identifikasiunsur-unsur budaya; pada tahap ini peserta didik diarahkan untuk mengidentifikasi produkproduk budaya yang ada di dalam masyarakat.budaya yang masih dilaksanakan ataupun yang sudah punah diidentifikasi. Seperti, cerita rakyat, mantra, dongeng, legenda, mite, upacara adat, nyanyian rakyat, makanan tradisional, arsitektur tradisional, dan lainnya; (2) identifikasi masalah budaya; pada tahap inipeserta didik ditantang untuk dapat memilih bentuk dan konten budaya yang seperti apa yang akan dipelajarinya. Dari sekian contoh yang dipaparkan pada poin (1) di atas, peserta didik dapat memilih salah satunya, serta mendiagnosis masalah apa yang terjadi dalam produk budaya yang dipilihnya; (3) penjelajahan budaya; pada tahap ini guru harus memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menyaksikan langsung (terjun ke lapangan), bahkan berpartisipasi langsung pada penyelenggaraan budaya; (4) interpretasi dan analisis; dari hasil penjelajahan yang telah mereka lakukan, peserta didik ditantang untuk melakukan interpretasi dan analisis budaya. Kemudian guru memberikan pertanyan-pertanyaan mengenai temuan dan kesan mereka terhadap budaya yang dipelajarinya; (5) evaluasi; pada tahap ini guru berdiskusi dengan peserta didik perihal temuan-temuan yang mereka dapatkan selama proses pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia berbasis tradisi lisan ini. Hasil diskusi diarahkan pada rekomendasi tentang usaha yang akan dilakukan untuk melestarikan atau merevitalisasi kebudayaan tersebut; dan (6) rekreasi budaya; guru mengajak peserta didik melakukan wisata budaya ke daerah tertentu untuk merasakan keunikan dan keanekaragaman budaya bangsa.
18 173 Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia berbasis tradisi lisan pada dasarnya berbicara tentang dua hal pokok, yakni bentuk dan isi dari tradisi lisan. Argumen ini dapat dirangkum pada bagan sebagai berikut. TRADISI LISAN BENTUK TEKS, KO-TEKS, DAN KONTEKS (STRUKTUR, ELEMEN, DAN KONDISI) FORMULA ISI NILAI DAN NORMA (FUNGSI DAN MAKNA) KEARIFAN LOKAL REFITALISASI PENGHIDUPAN KEMBALI, PENGELOLAAN, PEWARISAN PEMBANGUNAN KARAKTER-IDENTITAS KEDAMAIAN-KESEJAHTERAAN BANGSA Bagan: Objek kajian tradisi lisan (Sibarani, 2012: 244) Belajar tentang bentuk tradisi lisan, peserta didikakan memahami teks, ko-teks, dan konteks budaya yang dipelajarinya. Sedangkan isi tradisi lisan, akan mempertinggi pengertian peserta didik tentang makna, fungsi, nilai, dan kearifan lokal yang terkandung di dalamnya. Sibarani (2012:244) menyatakan bahwa penelitian (termasuk pembelajaran) tradisi lisan harus mampu menjelaskan tiga komponen besar tradisi lisan, yakni bentuk, isi, dan model revitalisasi. Bentuk mencakup teks, ko-teks, dan konteks. Isi mencakup makna atau fungsi, nilai atau norma budaya, dan kearifan lokal. Model revitalisasi mencakup penghidupan/pengaktifan kembali, pengelolaan, dan proses pewarisan tradisi lisan, serta kearifan lokal kepada komunitas pendukungnya. Bagian dari model revitalisasi dapat dilaksanakan melalui jalur pendidikan. Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia berbasis tradisi lisan paling tidak harus menunjukan tiga landasan keilmuan yaitu: (1) landasan ilmu kebahasaan; artinya bahwa aspek-aspek kebahasaan dalam proses pembelajaran memberikan ruang bagi diskusi dan dialog aspek kebahasaan, seperti frasa, kata, klausa, kalimat, paragraf, wacana, dan lainnya; (2) landasan ilmu sastra; artinya bahwa aspek-aspek sastra dalam proses pembelajaran memfasilitasi keperluan
19 174 peserta didik untuk belajar ilmu sastra, yaitu teori sastra, kritik sastra, sejarah sastra, dan ekspresi sastra, dan (3) landasan ilmu budaya (tradisi lisan); artinya bahwa dalam pembelajaran mengintegrasikan karakter budaya dan kearifan lokal yang bernilai positif. Suatu pembelajaran selayaknya dapat menunjang potensi dan bakat tertentu yang dimiliki peserta didik. Peserta didik didorong untuk menggunakan akalnya, berpikir kritis, inovatif dan kreatif, serta motivasinya. Strategi yang dibuat dapat menjadi media pengekspresian pengalaman, pemahaman, dan pengetahuan peserta didik tentang ihwal tradisi lisan. Perlu pula dicatat di sini, bahwa sebuah strategi diusahakan memuat karakteristik keilmuan pembelajaran bahasa dan sastra itu sendiri. Dampak yang diharapkan dari upaya pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia berbasis tradisi lisan yaitu: (1) peserta didik lebih mengenali dan menghargai tradisi lisan sebagai karya sastra daerahnya yang mengandung nilai-nilai luhur. Hal ini merupakan bagian penting dari apresiasi budaya, (2) peserta didik dapat memperoleh pengetahuan tambahan tentang puisi lama, (3) para guru bahasa dan sastra Indonesia dapat memanfaatkan tuturan pogau tobasebagai alternatif bahan ajar untuk pengajaran sastra lama atau muatan lokal di sekolah. E. SIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa tuturan katoba mengandung makna yang luhur yang berisi tentang ajaran agama (Islam) serta ajaran adat yang menyertainya. Ajaran-ajaran ini sangat penting untuk diikuti sebagai penyeimbang kehidupan bermasyarakat sekaligus mencegah kemerosotan moral yang melanda bangsa Indonesia. Adapun empat aspek pokok yang saling berhubungan mengenai keseimbangan kehidupan bermasyarakat dalam konsep katoba pada masyarakat Muna adalah sebagai berikut:1) Pengakuan ucapan dua kalimat syahadat Asyhadu Allah ilaha Ilallah wa ashadu anna Muhammadar Rasulullah yang berarti bahwa masyarakat Muna
20 175 mengakui bahwa tidak ada Tuhan yang disembah selain Allah dan mengakui pula bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah,2) Melaksanakan segala perintahperintah Allah dan menjauhi segala larangan-nya, 3) Pomoa moasigho (saling menyayangi), poangkaangkata (saling menghormati), poadha adhati (saling menghargai) dan pobini-binikuli (saling menjaga perasaan), serta 4) tidak mengambil hak milik orang lain. Tradisi lisan pogau toba dalam upacara katoba mengandung ajaran agama (Islam) dan ajaran adat yang mengandung nilai-nilai luhur. Upaya mengintegrasikan nilai-nilai luhur tradisi lisan tersebut dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia menjadi penting. Adapun strategi yang dapat ditempuh dalam pembelajaran ini yaitu: 1) identifikasi unsur-unsur budaya, 2) identifikasi masalah budaya, 3)penjelajahan budaya, 4)interpretasi dan analisis bentuk dan nilai budaya, 5)evaluasi, dan 6) rekreasi budaya. Upaya ini diharapkan dapat: 1) menyelamatkan tradisi lisan dari ancaman kepunahan, 2) menumbuhkan sikap kepemilikan budaya dan tradisi daerah, 3) menumbuhkan pada diri peserta didik rasa bangga dan optimis terhadap budaya daerahnya sendiri, 4) mengakrabkan warisan budaya atau tradisi lisan kepada peserta didik, dan 5) sebagai media untuk mendidik dan mengajarkan nilai-nilai luhur kepada peserta didik. Nilai-nilai luhur yang dipaparkan tersebut sangat sesuai untuk diterapkan dalam konteks pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia karena dapat memberikan pemahaman dan penghayatan kepada peserta didik tentang perilaku yang patut diteladani dan yang harus dijauhi.dampak yang diharapkan dari upaya pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia berbasis tradisi lisan yaitu: (1) peserta didik lebih mengenali dan menghargai tradisi lisan yang digunakannya sebagai karya sastra daerahnya yang mengandung nilainilai luhur. Hal ini merupakan bagian dari apresiasi budaya, (2) peserta didik dapat memperoleh pengetahuan tambahan tentang puisi lama, (3) para guru bahasa dan sastra Indonesia dapat memanfaatkan tuturan pogau
21 176 tobasebagai alternatif bahan ajar untuk pengajaran sastra lama atau muatan lokal di sekolah. DAFTAR PUSTAKA Freire, Paulo Education for Critical Consciosness. New York: Continum Publishing Company. Khisbiyah, Yayah Pendidikan Apresiasi Seni untuk Multikulturalisme. Makalah disajikan dalam seminar Planning Meeting dalam rangka Mendesain Program PAS, STSI Surakarta, 13 Desember Kusmahidaya, Y Agama dalam Transformasi Budaya Nusantara. Bandung: Bintang Wali Atika. Gardner How Education Changes: Considerations of History, Science, and Values, (Edited). Marcelo M. Suarez-Orozco and Disiree Baolian Qin- Hilliar. Giddens, Anthony The Nation States and Violence: Volume Two of a Contemporary. Harvey, D The Condition of Postmodernity, Cambridge. MA & London, UK: Blackwell. La Niampe Tuturan Tentang Katoba dalam Tradisi Lisan Muna: Deskripsi Nilai dan Fungsi.Makalah disajikan dalam Seminar Internasional Lisan VIWakatobi Sulawesi Tenggara, 1 3 Desember Magara, Irma Nilai-Nilai Pendidikan dalam Tuturan Katoba pada Masyarakat Mawasangka. Skripsi tidak diterbitkan. Kendari: FKIP Universitas Haluoleo. Maryani, Enok Pengembangan Program Pembelajaran IPS Untuk Peningkatan Keterampilan Sosial. Bandung: Alfabeta. Pannen, Paulina Pembelajaran Berbasis Budaya FKIP-UT. Makalah disajikan dalam Seminar di Yogyakarta, Mei Rahmanto Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius Makna Tuturan dalam Upacara Adat Katobapada Masyarakat Muna. Skripsi tidak diterbitkan. Kendari: FKIP Universitas Haluoleo. Sibarani, Robert Kearifan Lokal: Hakikat, Peran, dan Metode Tradisi Lisan. Jakarta: Asosiasi Tradisi Lisan.
TUTURAN TENTANG KATOBA DALAM TRADISI LISAN MUNA DISERTAI KOMENTAR
TUTURAN TENTANG KATOBA DALAM TRADISI LISAN MUNA DISERTAI KOMENTAR OLEH : LA NIAMPE UNIVERSITAS HALUOLEO Disajikan dalam Seminar Internasional LISAN VI Wakatobi, 1-3 Desember 2008 Sulawesi Tenggara 1 TUTURAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia di era globalisasi sekarang ini sudah mengarah pada krisis multidimensi. Permasalahan yang terjadi tidak saja
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
64 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian tradisi lisan merupakan obyek kajian yang cukup kompleks. Kompleksitas kajian tradisi lisan, semisal upacara adat dapat disebabkan oleh
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Atik Rahmaniyar, 2015
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pendidikan karakter secara eksplisit maupun implisit telah terbentuk dalam berbagai mata pelajaran yang diajarkan. Melalui pendidikan karakter diharapkan
Lebih terperinci- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA
- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA DAN SASTRA, SERTA PENINGKATAN FUNGSI BAHASA INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kemajuan teknologi komunikasi menyebabkan generasi mudah kita terjebak dalam koptasi budaya luar. Salah kapra dalam memanfaatkan teknologi membuat generasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, perasaan, dan pendapat
Lebih terperinci- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA
SALINAN - 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA DAN SASTRA, SERTA PENINGKATAN FUNGSI BAHASA INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA DAN SASTRA, SERTA PENINGKATAN FUNGSI BAHASA INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tradisi merupakan kebiasaan dalam suatu masyarakat yang diwariskan secara turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam suatu masyarakat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. objeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan kreatif yang objeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai medianya (Semi,1989:8).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut tersebar di daerah-daerah sehingga setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.
Lebih terperinciPENYELENGGARAAN PENGELOLAAN PENGETAHUAN TRADISIONAL & EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL. Dra. Dewi Indrawati MA 1
Subdit PEBT PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN PENGETAHUAN TRADISIONAL & EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL Dra. Dewi Indrawati MA 1 PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara dengan kekayaan dan keragaman budaya serta
Lebih terperinci2015 PENGAKUAN KEESAAN TUHAN DALAM MANTRA SAHADAT SUNDA DI KECAMATAN CIKARANG TIMUR KABUPATEN BEKASI
1 A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pengakuan keesaan Tuhan dalam mantra Sahadat Sunda pengakuan keislaman sebagai mana dari kata Sahadat itu sendiri. Sahadat diucapkan dengan lisan dan di yakini dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah pembelajaran sangat ditentukan keberhasilannya oleh masingmasing guru di kelas. Guru yang profesional dapat ditandai dari sejauh mana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menghawatirkan, baik dari segi penyajian, maupun kesempatan waktu dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena saat ini, keberadaan seni tradisi yang terdapat di daerah mulai menghawatirkan, baik dari segi penyajian, maupun kesempatan waktu dalam penyajian.
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.157, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEBUDAYAAN. Bahasa. Sastra. Pengembangan. Pembinaan. Perlindungan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5554) PERATURAN PEMERINTAH
Lebih terperincikeunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada (Yamin, 2010:64). Tetapi terkadang dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia terdiri dari pulau-pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Berbagai keragaman di setiap wilayahnya membuat Indonesia disebut sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tradisi lisan merupakan warisan budaya nenek moyang yang merefleksikan karakter masyarakat pendukung tradisi tersebut. Signifikansi tradisi lisan dalam kehidupan manusia
Lebih terperinciPada bab ini dipaparkan (1) latar belakang penelitian (2) rumusan penelitian (3) tujuan
BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini dipaparkan (1) latar belakang penelitian (2) rumusan penelitian (3) tujuan penelitian (4) mamfaat penelitian. A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan suatu bentuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau dan memiliki berbagai macam suku bangsa, bahasa, adat istiadat atau sering disebut kebudayaan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Buton dalam kehidupannya terikat kuat oleh tradisi lisan.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Buton dalam kehidupannya terikat kuat oleh tradisi lisan. Tradisi lisan tersebut berupa tuturan yang memberi ciri khas terhadap individu atau kelompok
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki berbagai kebudayaan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya, kebudayaan ini tersebar
Lebih terperinciKERANGKA DASAR DAN STRUKTUR PROGRAM KURIKULUM 2013 MUATAN LOKAL BAHASA JAWA
KERANGKA DASAR DAN STRUKTUR PROGRAM KURIKULUM 2013 MUATAN LOKAL BAHASA JAWA I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan seloka. Sedangkan novel, cerpen, puisi, dan drama adalah termasuk jenis sastra
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra pada umumnya terdiri atas dua bentuk yaitu bentuk lisan dan bentuk tulisan. Sastra yang berbentuk lisan seperti mantra, bidal, pantun, gurindam, syair,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rezki Puteri Syahrani Nurul Fatimah, 2015
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Adat adalah aturan, kebiasaan-kebiasaan yang tumbuh dan terbentuk dari suatu masyarakat atau daerah yang dianggap memiliki nilai dan dijunjung serta dipatuhi
Lebih terperinciBAB V MODEL PELESTARIAN NYANYIAN MBUE-BUE PADA MASYARAKAT MUNA SULAWESI TENGGARA
BAB V MODEL PELESTARIAN NYANYIAN MBUE-BUE PADA MASYARAKAT MUNA SULAWESI TENGGARA Sebagaimana yang telah dideskripsikan pada bagian hasil analisis data, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai alternatif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Manusia pada hakikatnya adalah sebagai makhluk individu dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Manusia pada hakikatnya adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk individu dimana manusia mempunyai perasaan, jiwa, hati dan pikiran masing-masing
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan anak-anak supaya memiliki visi dan masa depan sangat penting
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan generasi penerus bangsa. Di pundaknya teremban amanat guna melangsungkan cita-cita luhur bangsa. Oleh karena itu, penyiapan kader bangsa yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Bayu Dwi Nurwicaksono, 2013
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Tradisi sedekah bumi dengan berbagai macam istilah memang banyak diadakan di berbagai tempat di pulau Jawa. Namun, tradisi ini sudah tidak banyak
Lebih terperinci2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keanekaragaman budaya, hal ini dikarenakan Indonesia terdiri dari berbagai suku dan adat budaya. Setiap suku
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Budi Utomo, 2014
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pulau Bangka merupakan pulau kecil di sebelah selatan Sumatra. Pulau ini sudah terkenal sejak abad ke-6. Hal ini dibuktikan dengan adanya peninggalan prasasti
Lebih terperinciBAB V BAHAN AJAR PENGAYAAN PENGETAHUAN UNTUK TINGKAT SMA MENGENAI MANTRA
114 BAB V BAHAN AJAR PENGAYAAN PENGETAHUAN UNTUK TINGKAT SMA MENGENAI MANTRA Tradisi kasambu merupakan sebuah tradisi yang hidup dan berkembang pada masyarakat di kabupaten Muna Barat dan kabupaten Muna.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya mencapai kedewasaan subjek didik yang mencakup segi intelektual, jasmani dan rohani, sosial maupun emosional. Undang-Undang Sisdiknas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem pendidikan di Indonesia sedang gencar-gencarnya dibenahi. Salah satunya yaitu pembaharuan sistem kurikulum guna meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunita, 2014
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesenian merupakan hasil dari kebudayaan manusia yang dapat didokumentasikan atau dilestarikan, dipublikasikan dan dikembangkan sebagai salah salah satu upaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkup sosio-kultural yang lebih sempit, salah satu manfaat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Friedman (2000) mengatakan, dalam perspektif global saat ini tidak banyak dipertentangkan tentang fakta bahwa homogenisasi dunia barat, tetapi kebanyakan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan tradisi yang beragam yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Kekayaan budaya dan tradisi
Lebih terperinciD. Antropologi Materi Pembelajaran. Alokasi Waktu. Kegiatan Pembelajaran. Sumber Belajar
D. Antropologi Satuan Pendidikan : SMA/MA Kelas : X (sepuluh) Kompetensi Inti KI 1 : Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. KI 2 : Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pandangan sosiolinguistik menyebutkan bahwa bahasa lahir di dalam masyarakat. Melalui media bahasa, sebuah kebiasaan lisan terbentuk secara turun temurun di dalam masyarakat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu hasil karya seni yang sekaligus menjadi bagian dari kebudayaan. Sebagai salah satu hasil kesenian, karya sastra mengandung
Lebih terperinciBAB V PEMANFAATAN DALAM PEMBELAJARAN APRESIASI SASTRA LAMA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)
186 BAB V PEMANFAATAN DALAM PEMBELAJARAN APRESIASI SASTRA LAMA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) Bab V dalam tulisan ini adalah konsep bagaimana hasil penelitian dapat ditularkan dalam konteks pendidikan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah negara kepulauan terbesar di dunia dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Latar Belakang Obyek Indonesia adalah sebuah negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17.500 pulau dan dihuni 931 kelompok etnik, mulai dari Aceh di Sumatera
Lebih terperinciMENDONGENG DI SEKOLAH Oleh: Eko Santosa
MENDONGENG DI SEKOLAH Oleh: Eko Santosa Keith Johnstone (1999) menjelaskan bahwa mendongeng atau bercerita (storytelling) merupakan produk seni budaya kuno. Hampir semua suku bangsa di dunia memiliki tradisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas tentang : Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah,
BAB I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas tentang : Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Fokus Penelitian, Penegasan Istilah. A. Latar Belakang Di era globalisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebudayaan masa lampau, karena naskah-naskah tersebut merupakan satu dari berbagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Khasanah budaya bangsa Indonesia yang berupa naskah klasik, merupakan peninggalan nenek moyang yang masih dapat dijumpai hingga sekarang. Naskah-naskah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terkenal sebagai salah satu negeri terbesar penghasil kain tenun tradisional yang
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang kaya budaya dan keberagaman etnis, bahasa, tradisi, adat istiadat, dan cara berpakaian. Indonesia terkenal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sastra adalah salah satu saluran kreativitas yang penting dalam kehidupan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra adalah salah satu saluran kreativitas yang penting dalam kehidupan manusia. Hal inilah kemudian yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Sastra
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati dan dipahami serta dimanfaatkan oleh masyarakat pembaca. Karya sastra memberikan kesenangan dan pemahaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah memiliki keanekaragaman budaya yang tak terhitung banyaknya. Kebudayaan lokal dari seluruh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji sastra maka kita akan dapat menggali berbagai kebudayaan yang ada. Di Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bima itu. Namun saat adat istiadat tersebut perlahan-lahan mulai memudar, dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Bima merupakan perpaduan dari berbagai suku, etnis dan budaya yang hampir menyebar di seluruh pelosok tanah air.akan tetapi pembentukan masyarakat Bima yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 pada Pasal 3 menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berpikir dan berupaya para pemerhati pendidikan merupakan hal yang bersifat. tantangan zaman dalam era globalisasi ini.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perihal karakter dan implementasi kurikulum, membuat para pemerhati pendidikan berpikir serta berupaya memberikan konstribusi yang diharapkan dapat bermakna
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk budaya, berbicara mengenai makhluk budaya tentu saja kita akan kembali membahas tentang asal muasal manusia atau hakikat dari manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai. Budaya dan nilai-nilai yang dipandang baik dan dijunjung tinggi oleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan pada hakikatnya merupakan upaya transformasi budaya dan nilai-nilai. Budaya dan nilai-nilai yang dipandang baik dan dijunjung tinggi oleh generasi terdahulu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri atas beberapa suku bangsa, masing-masing suku
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri atas beberapa suku bangsa, masing-masing suku memiliki etnis yang mereka kembangkan sesuai dengan tradisi dan sistem budaya masing-masing.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tadut merupakan salah satu nama kesenian etnik Besemah yang berupa sastra tutur/ sastra lisan yang isinya pengajaran agama Islam di daerah provinsi Sumatera Selatan.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Folklor merupakan sebuah elemen penting yang ada dalam suatu sistem tatanan budaya dan sosial suatu masyarakat. Folklor merupakan sebuah refleksi sosial akan suatu
Lebih terperinci2015 KONTRIBUSI PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL TERHADAP KEPEDULIAN SOSIAL DI KALANGAN SISWA SMA.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bertujuan agar pendidikan tidak hanya membentuk insan manusia yang pintar namun juga berkepribadian,
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI
189 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI A. Simpulan Umum Kampung Kuta yang berada di wilayah Kabupaten Ciamis, merupakan komunitas masyarakat adat yang masih teguh memegang dan menjalankan tradisi nenek
Lebih terperinci2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk yang memiliki keinginan untuk menyatu dengan sesamanya serta alam lingkungan di sekitarnya. Dengan menggunakan pikiran, naluri,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan termasuk salah satu dasar pengembangan karakter seseorang. Karakter merupakan sifat alami jiwa manusia yang telah melekat sejak lahir (Wibowo, 2013:
Lebih terperinciPEMBELAJARAN UNGGAH-UNGGUHING BAHASA JAWA SEBAGAI PENDIDIKAN KARAKTER PADA SISWA KELAS 5 SD MUHAMMADIYAH PK BOYOLALI
PEMBELAJARAN UNGGAH-UNGGUHING BAHASA JAWA SEBAGAI PENDIDIKAN KARAKTER PADA SISWA KELAS 5 SD MUHAMMADIYAH PK BOYOLALI Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan
Lebih terperinciA. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap
A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap maupun keterampilan. Untuk mencapai ketiga aspek tersebut
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KEBUDAYAAN. Bahasa. Sastra. Pengembangan. Pembinaan. Perlindungan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 157) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia. Dalam konteks kebangsaan, pendidikan berperan untuk menyiapkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses yang berorientasi pada terbentuknya individu yang mampu memahami realitas dirinya dan masyarakat serta bertujuan untuk menciptakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sulawesi Tenggara merupakan salah satu Propinsi yang kebudayaannya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sulawesi Tenggara merupakan salah satu Propinsi yang kebudayaannya sangat beragam. Keragaman kebudayaan Sulawesi Tenggara terbentuk dari banyaknya kebudayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Papua seperti seekor burung raksasa, Kabupaten Teluk Wondama ini terletak di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Teluk Wondama merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Papua Barat, yang baru berdiri pada 12 April 2003. Jika dilihat di peta pulau Papua seperti seekor
Lebih terperinci- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA DAN
- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA DAN SASTRA, SERTA PENINGKATAN FUNGSI BAHASA INDONESIA I. UMUM Dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 34, disebutkan pada ayat 1 bahwa Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara bertahap, organisasi Muhammadiyah di Purwokerto tumbuh dan berkembang, terutama skala amal usahanya. Amal usaha Muhammadiyah di daerah Banyumas meliputi
Lebih terperinciSambutan Presiden RI pd Penganugerahan Gelar Kehormatan Adat Budaya Banjar tgl. 24 Okt 2013 Kamis, 24 Oktober 2013
Sambutan Presiden RI pd Penganugerahan Gelar Kehormatan Adat Budaya Banjar tgl. 24 Okt 2013 Kamis, 24 Oktober 2013 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PENGANUGERAHAN GELAR KEHORMATAN ADAT BUDAYA
Lebih terperinciBELAJAR DI ERA DIGITAL: BAHASA INGGRIS BERBASIS LOKALITAS MELALUI MEDIA SOSIAL SEBAGAI LANGKAH ANTISIPATIF MENYONGSONG 0 KM JAWA
BELAJAR DI ERA DIGITAL: BAHASA INGGRIS BERBASIS LOKALITAS MELALUI MEDIA SOSIAL SEBAGAI LANGKAH ANTISIPATIF MENYONGSONG 0 KM JAWA Winda Candra Hantari, Ali Imron Abstrak Perubahan kecil dalam sebuah konteks
Lebih terperinciPEMBELAJARAN SASTRA YANG KONTEKSTUAL DENGAN MENGADOPSI CERITA RAKYAT AIR TERJUN SEDUDO DI KABUPATEN NGANJUK
PEMBELAJARAN SASTRA YANG KONTEKSTUAL DENGAN MENGADOPSI CERITA RAKYAT AIR TERJUN SEDUDO DI KABUPATEN NGANJUK Ermi Adriani Meikayanti 1) 1) Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, IKIP PGRI Madiun Email: 1)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta :
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan karakter saat ini memang menjadi isu utama pendidikan, selain menjadi bagian dari proses pembentukan akhlak anak bangsa. Dalam UU No 20 Tahun 2003
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Apriani Yulianti, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembelajaran bahasa Jawa antara lain untuk melestarikan budaya Jawa dan membentuk budi pekerti generasi bangsa. Hal tersebut tertuang dalam standar isi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan bangsanya. Sebagai bangsa yang heterogen, Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut sejarah, sesudah Kerajaan Pajajaran pecah, mahkota birokrasi
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Menurut sejarah, sesudah Kerajaan Pajajaran pecah, mahkota birokrasi dialihkan oleh Kerajaan Sunda/Pajajaran kepada Kerajaan Sumedanglarang. Artinya, Kerajaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. informal dalam keluarga, komunitas suatu suku, atau suatu wilayah.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajemukan yang dimiliki oleh bangsa Indonsia adalah suatu kekayaan yang tak ternilai harganya, oleh karenanya perlu mendapat dukungan serta kepedulian bersama dari
Lebih terperinciVISI DAN STRATEGI PENDIDIKAN KEBANGSAAN DI ERA GLOBAL
RETHINKING & RESHAPING VISI DAN STRATEGI PENDIDIKAN KEBANGSAAN DI ERA GLOBAL OLEH : DR. MUHADJIR EFFENDY, M.AP. Disampaikan dalam Acara Tanwir Muhammadiyah 2009 di Bandar Lampung, 5 8 Maret 2009 1 Lingkup
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. itu wajib bagi generasi muda untuk melestarikan dan menjaganya agar tidak. hilang terkena arus globalisasi dan modernisasi.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keanekaragaman kebudayaannya dari sabang sampai merauke dan setiap kebudayaannya memiliki ciri khas dan karakter yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kebudayaan dapat diartikan sebagai suatu nilai dan pikiran yang hidup pada sebuah masyarakat, dan dalam suatu nilai, dan pikiran ini berkembang sejumlah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm. 6. 2
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan karakter saat ini memang menjadi isu utama pendidikan, selain menjadi bagian dari proses pembentukan akhlak anak bangsa. Dalam UU No 20 Tahun 2003
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki keanekaragaman seni, budaya dan suku bangsa. Keberagaman ini menjadi aset yang sangat penting
Lebih terperinciPENDIDIKAN KEPRAMUKAAN SEBAGAI PEMBENTUKKAN KARAKTER SISWA KELAS V SDN NGLETH 1 KOTA KEDIRI
PENDIDIKAN KEPRAMUKAAN SEBAGAI PEMBENTUKKAN KARAKTER SISWA KELAS V SDN NGLETH 1 KOTA KEDIRI Wahyu Nur Aida Universitas Negeri Malang E-mail: Dandira_z@yahoo.com Abstrak Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
Lebih terperinci2015 PENANAMAN NILAI-NILAI KESUND AAN MELALUI PROGRAM TUJUH POE ATIKAN ISTIMEWA D I LINGKUNGAN SEKOLAH KABUPATEN PURWAKARTA
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan sesuatu bersifat abstrak yang mempengaruhi tingkat pengetahuan dengan gagasan atau sistem ide yang di dalamnya terdapat sebuah pikiran manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Kemajemukan itu dapat dikenali dari keanekaragaman budaya, adat, suku, ras, bahasa, maupun agama. Kemajemukan budaya menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun lalu. Penelitian terhadap karya sastra penting
Lebih terperinciMETODE PEMBELAJARAN BAHASA SASTRA Prosedur dan Kultur. Meyridah SMAN Tambang Ulang, Tanah Laut
METODE PEMBELAJARAN BAHASA SASTRA Prosedur dan Kultur Meyridah SMAN Tambang Ulang, Tanah Laut merydah76@gmail.com ABSTRAK Tulisan ini bertujuan memberikan kontribusi pemikiran terhadap implementasi pembelajaran
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI. Bab ini menyajikan sejumlah kesimpulan yang meliputi kesimpulan
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI Bab ini menyajikan sejumlah kesimpulan yang meliputi kesimpulan umum dan khusus, implikasi, dan rekomendasi penelitian. Kesimpulan, implikasi, dan rekomendasi
Lebih terperinciTRADISI KATOBA SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI TRADISIONAL DALAM MASYARAKAT MUNA
TRADISI KATOBA SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI TRADISIONAL DALAM MASYARAKAT MUNA KATOBA TRADITION AS TRADITIONAL MEDIA COMMUNICATIONS IN THE COMMUNITY MUNA Hadirman Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Manado Jl.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sehingga kita dapat memberikan arti atau makna terhadap tindakan-tindakan
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah adalah peristiwa yang terjadi di masa lampau. Untuk mengetahui kejadian di masa lampau itu kita dapat dipelajari dari buktibukti yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud dari pengabdian perasaan dan pikiran pengarang yang muncul ketika ia berhubungan dengan lingkungan sekitar. Sastra dianggap sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada abad ini gerak perubahan zaman terasa semakin cepat sekaligus semakin padat. Perubahan demi perubahan terus-menerus terjadi seiring gejolak globalisasi yang kian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan ungkapan kehidupan manusia yang memiliki nilai dan disajikan melalui bahasa yang menarik. Karya sastra bersifat imajinatif dan kreatif
Lebih terperincicommit to user 1 BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tradisi tabut di Bengkulu semula merupakan ritual yang sakral penuh dengan religius-magis yaitu merupakan suatu perayaan tradisional yang diperingati pada tanggal 1
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Saat ini di kalangan para pelajar marak terjadinya peristiwa tawuran, kekerasan antar pelajar, penggunaan narkoba, dan seks bebas. Hal ini sangatlah memprihatinkan
Lebih terperinci