Cystatin C sebagai parameter alternatif uji fungsi ginjal

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Cystatin C sebagai parameter alternatif uji fungsi ginjal"

Transkripsi

1 April-Juni 2005, Vol.24 No.2 Cystatin C sebagai parameter alternatif uji fungsi ginjal ABSTRAK Pusparini Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Standar baku emas untuk glomerular filtration rate (GFR) adalah klirens inulin, tetapi klirens inulin tidak digunakan secara luas karena kesulitan teknis. Petanda yang paling sering digunakan untuk GFR adalah kreatinin serum saja atau dengan kombinasi pengumpulan urin 24 jam, tetapi petanda ini mempunyai beberapa kelemahan diantaranya adanya pengaruh usia, jenis kelamin, massa otot, asupan makanan dan kesulitan pengumpulan urin 24 jam. Cystatin C adalah suatu petanda baru yang memenuhi kriteria zat yang dapat dipakai untuk petanda endogen GFR. Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari parameter alternatif uji fungsi ginjal. Telah dilakukan penelitian terhadap 56 pasien gagal ginjal kronik dan 53 orang kontrol sehat terhadap kadar kreatinin serum, klirens kreatinin dan kadar cystatin C. Rata-rata usia penderita gagal ginjal kronik berkisar besarnya 64 ± 14,54 tahun, sedangkan kelompok kontrol 37,64 ± 18,72 tahun. Hasil penelitian menunjukkan kreatinin darah dan klirens kreatinin pada kelompok kontrol dipengaruhi umur, jenis kelamin dan indeks massa tubuh (IMT), sedangkan cystatin C tidak. Nilai rujukan cystatin C didapatkan sebesar 0,85 ± 0,13 mg/dl. Pada kelompok gagal ginjal kronik didapatkan korelasi yang bermakna antara kadar cystatin C dengan klirens kreatinin (p = 0,000, r = 0,69). Cystatin C meningkat lebih tinggi dibandingkan kreatinin darah pada pasien dengan klirens kreatinin yang sudah rendah. Pada kelompok kontrol dijumpai klirens kreatinin yang rendah sedangkan kadar kreatinin darah dan cystatin C menunjukkan kadar normal. Kata kunci : Cystatin C, GFR, klirens kreatinin Cystatin C as an alternatif parameter of renal function test ABSTRACT The Gold standard for the evaluation of the glomerular filtration rate (GFR) is inulin clearance, but several technical difficulties were the limitation of this method. The most commonly used marker for GFR is serum creatinine alone or in conjunction with 24 hour urine collection for determination of creatinine clearance. These marker have several limitation include following : age, sex, muscle mass on endogenous creatinine production, dietary intake and the difficulties of 24 hour urine collection. The proposed of this study was to explore an alternatif parameter of renal function test. Fifty six patient with chronic renal failure and 53 control were analyzed for serum creatinine, creatinine clearance and serum cystatin C. The mean age of chronic renal failure patient was 64 ± years and the control group ± years. The result showed that in control group serum creatinine and creatinine clearance were influence with age, sex and body mass index, but serum cystatin C was not. The normal value of cystatin C was 0.85 ± 0.13 mg / dl In chronic renal failure group there were significant correlation between level of cystatin C with creatinin clearance (p = 0.000, r = 0.69). The level of cystatin C increase higher than serum creatinine in patient with low clearance creatinine. In control group we were determined low creatinine clearance in patient with normal serum creatinine and cystatin C. 80 Keywords : Cystatin C, GFR, creatinine clearance

2 Vol.24 No.2 PENDAHULUAN Glomerular filtration rate (GFR) merupakan indeks terbaik untuk menentukan fungsi ginjal. Penurunan GFR atau GFR yang rendah adalah indeks yang digunakan pada penyakit ginjal kronik. Pemantauan perubahan GFR dapat menggambarkan perkembangan penyakit ginjal. Kadar GFR merupakan prediktor waktu onset gagal ginjal juga dapat digunakan untuk memantau risiko komplikasi penyakit ginjal kronik. (1-3) GFR tidak dapat diukur secara langsung. Untuk penentuan GFR seringkali digunakan senyawa eksogen seperti inulin, senyawa bertanda radioaktif (I-Iothalamate, Cr-EDTA) dan Iohexol. (2,4-6) Pengukuran inulin klirens digunakan secara luas sebagai baku emas (gold standard) pengukuran GFR. (7) Pemeriksaan klirens dengan senyawa eksogen tersebut lambat, rumit, memerlukan banyak tenaga dan mahal. Beberapa metode untuk pemeriksaan klirens dengan senyawa eksogen membutuhkan pemaparan radiasi atau dapat menyebabkan reaksi alergi. (8) Untuk mendapatkan metode yang tidak terlalu rumit dan lebih cepat digunakan penanda endogen. Penanda endogen yang saat ini lazim digunakan adalah klirens kreatinin, klirens ureum dan kreatinin serum. (8,9) Pengukuran kreatinin serum merupakan cara yang murah, cepat dan mudah untuk mencari informasi mengenai GFR, tetapi penanda ini mempunyai beberapa keterbatasan diantaranya rendahnya sensitivitas untuk mengukur kerusakan fungsi ginjal dan tidak mampu mendeteksi perubahan GFR yang cepat. Pemeriksaan fungsi ginjal dengan klirens kreatinin memerlukan bahan pemeriksaan berupa serum/plasma, urin yang ditampung selama 12 jam/24 jam, ukuran berat badan dan tinggi badan. Proses penampungan urin selama 12 jam/24 jam memerlukan ketelitian dan kesabaran dari penderita. Diperlukan pengertian yang benar tentang penampungan seperti urin yang terbuang atau tidak seluruhnya tertampung. Hal ini menyebabkan data tidak akurat yang berakibat klirens kreatinin kurang mencerminkan GFR yang sesungguhnya. (8,9) Penanda endogen yang saat ini lazim digunakan tidak memenuhi profil penanda GFR yang ideal maka perlu dicari penanda baru yang akurat, cepat, murah dan dapat memenuhi kriteria substansi yang ideal untuk GFR. Penanda baru yang saat ini mulai diperkenalkan adalah cystatin C. Cystatin C merupakan zat yang diproduksi oleh sel tubuh secara tetap, difiltrasi melalui glomerulus, tidak disekresi oleh tubuli ginjal. Zat ini tidak dipengaruhi oleh makanan, usia, massa otot serta luas permukaan badan, sehingga diperkirakan dapat menjadi alternatif baru sebagai penanda uji fungsi ginjal. (3,7,10) Cystatin C mempunyai karakteristik sebagai zat yang dapat mewakili fungsi ginjal sehingga ingin diketahui apakah pemeriksaan cystatin C dapat menjadi parameter alternatif uji fungsi ginjal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar cystatin C pada berbagai kadar klirens kreatinin baik pada orang dengan fungsi ginjal normal maupun penderita dengan gagal ginjal kronik. METODE Rancangan penelitian Rancangan penelitian potong lintang (cross sectional) digunakan untuk mencapai tujuan penelitian. 81

3 Pusparini Subyek penelitian Subyek penelitian terdiri dari 2 kelompok yaitu kelompok dengan fungsi ginjal normal dan kelompok dengan gagal ginjal kronik. Kelompok gagal ginjal kronik adalah penderita yang berobat di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Swasta X di Jakarta Utara dengan diagnosis gagal ginjal kronik mulai bulan September 2003 sampai dengan Maret Untuk kelompok fungsi ginjal normal diambil dari mahasiswa FK Usakti dan pasien yang memeriksakan diri di Rumah Sakit Swasta X di Jakarta Utara dengan fungsi ginjal normal yang secara sukarela bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini. Kelompok dengan fungsi ginjal normal digunakan untuk menentukan nilai rujukan cystatin C. Kriteria inklusi adalah kelompok dengan fungsi ginjal normal usia tahun (ureum dan kreatinin dalam batas normal) dan kelompok gagal ginjal kronik (pasien dengan diagnosis gagal ginjal kronik), dan bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini. Kriteria eksklusi adalah subyek penelitian yang tidak dapat menampung urin 24 jam. Laboratorium Sebanyak 5 ml darah vena diambil dan dimasukkan ke dalam vacutainer yang tidak mengandung antikoagulan. Darah disentrifugasi dengan kecepatan 3000 RPM selama 10 menit untuk mendapatkan serum guna pemeriksaan kreatinin darah dan cystatin C. Pasien diminta untuk menampung urin 24 jam dalam botol jerigen yang telah diberi formalin sebanyak 2 ml. Setiap kali menampung urin jerigen harus dikocok. Hasil urin tampung diukur volumenya dan digunakan untuk pemeriksaan kreatinin urin. Pemeriksaan kreatinin serum dan kreatinin urin dikerjakan segera sesudah sampel berhasil dikumpulkan dengan metode Jaffe (reagensia dari ST reagensia), sedangkan pemeriksaan cystatin C dikerjakan satu bulan sekali sesudah pengumpulan serum dengan metode imunonefelometer (Dade Behring). Serum untuk pemeriksaan cystatin C dibekukan pada suhu C. Batasan operasional Klirens kreatinin sangat rendah adalah hasil pemeriksaan kurang dari 20 ml/menit. Klirens kreatinin rendah adalah hasil pemeriksaan 20 ml/menit sampai kurang dari 40 ml/menit. Klirens kreatinin dihitung menggunakan urin tampung 24 jam dan berdasarkan rumus Cockcroft dan Gault seperti di bawah ini : ( 140 umur) x berat badan dalam kg 72 x kadar kreatinin darah untuk wanita hasil perhitungan di atas dikoreksi dengan 0,85. Analisis data Uji-t digunakan untuk analisis perbedaan klirens kreatinin dan cystatin C antara kedua kelompok. Koefisien korelasi Pearson digunakan untuk mengukur hubungan antara kadar kreatinin dan cystatin C pada kedua kelompok. Semua analisis statistik dilakukan menggunakan program SPSS for Windows versi 10.0 (SPSS, Chicago Ill, USA). HASIL Cystatin C dan uji fungsi ginjal Karakteristik subyek Pada penelitian ini telah berhasil berpartisipasi sebanyak 56 penderita gagal ginjal kronik dengan umur berkisar 24 sampai 82

4 Vol.24 No.2 95 tahun dengan rata-rata umur 64 ± 14,5 tahun, terdiri dari 28 orang laki-laki dan 28 orang perempuan dengan indeks massa tubuh (IMT) rata-rata 23,9 kg/m 2. Kelompok dengan fungsi ginjal normal sebanyak 53 orang dengan umur berkisar antara tahun. Umur rata-rata pada kelompok ini adalah 62,5 ± 18,7 tahun, terdiri dari 22 orang laki-laki dan 31 orang perempuan dengan IMT rata-rata 23,2 kg/ m 2 (Tabel 1). Pengaruh umur, jenis kelamin, dan Indeks Massa Tubuh Pada kelompok dengan fungsi ginjal normal pemeriksaan kreatinin darah dipengaruhi oleh jenis kelamin (p=0,000), umur (p=0,005) dan IMT (p=0,000) demikian juga pemeriksaan klirens kreatinin dipengaruhi oleh jenis kelamin (p=0,002), umur (p=0,000), dan IMT (p=0,000). Pemeriksaan klirens kreatinin dengan menggunakan rumus Cockcroft dan Gault tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin (p= 0,142), umur (p=0,379) dan IMT (p=0,356) demikian juga pemeriksaan cystatin C tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin (p=0,67), umur (p=0,42) dan IMT (p=0,145). Laki-laki dan perempuan terdapat perbedaan bermakna pada kadar kreatinin (p=0,000) dan klirens kreatinin (p=0,000) sedangkan kadar cystatin C dan klirens menggunakan rumus Cockcroft dan Gault tidak menunjukkan perbedaan bermakna (p=0,142 dan p=0,67). Kadar kreatinin dan klirens kreatinin menunjukkan perbedaan bermakna dengan bertambahnya umur (p=0,005 dan p=0,000), sedangkan klirens kreatinin menggunakan rumus Cockcroft Gault tidak menunjukkan perbedaan bermakna (p=0,379) demikian juga kadar cystatin C tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan bertambahnya umur (p=0,42) (Tabel 2). Kelompok gagal ginjal kronik kadar kreatinin darah tidak terlihat pengaruh jenis kelamin (p=0,519), umur (p= 0,093) dan IMT (p=0,913) demikian juga klirens kreatinin tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin (p=0,185), umur (p=0,789), dan IMT (p=0,765). Pemeriksaan klirens kreatinin dengan menggunakan perhitungan rumus menurut Cockcroft-Gault juga tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin (p=0,101), umur (p=0,271) dan IMT (p=0,099) demikian juga pemeriksaan cystatin C tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin (p=0,376), umur (p=0,161) dan IMT (p=0,854). Laki-laki dan perempuan tidak terdapat perbedaan bermakna pada kadar kreatinin (p=0,55), klirens kreatinin (p=0,12), cystatin C (p=0,386) dan klirens kreatinin menggunakan rumus Cockcroft-Gault (p=0,092). Tidak terlihat pengaruh bertambahnya usia pada kadar kreatinin (p=0,093), klirens kreatinin (p=0,789), klirens kreatinin menggunakan rumus Cockcroft- Gault (p=0,271) dan kadar cystatin C (p=0,161) (Tabel 2). Tabel 1. Distribusi umur, sex dan indeks massa tubuh pada kedua kelompok 83

5 Pusparini Cystatin C dan uji fungsi ginjal Tabel 2. Perbedaan nilai rata-rata kreatinin, klirens kreatinin, klirens kreatinin dengan rumus Cockcroft Gault dan cystatin C antara kedua kelompok menurut jenis kelamin, kelompok umur dan IMT * p < 0,05 menunjukkan perbedaan bermakna Kelompok I : kelompok dengan fungsi ginjal normal Kelompok II : kelompok dengan gagal ginjal kronik ** C-G : Rumus Cockcroft Gault 84

6 Vol.24 No.2 Nilai rujukan cystatin C Hasil pemeriksaan kadar cystatin C pada 53 orang dengan 22 laki-laki dan 31 perempuan menunjukkan distribusi normal. Nilai rata-rata Cystatin C besarnya 0,85 ± 0,13 mg/dl dan rentang nilai rujukan yang diperoleh adalah (0,59-1,11) mg/dl pada confidence interval 5%. Nilai rujukan cystatin C didapat dari kelompok dengan fungsi ginjal normal. Gambar 1. Korelasi kadar cystatin C dengan kadar kreatinin serum pada kelompok fungsi ginjal normal Gambar 2. Korelasi kadar cystatin C dengan klirens kreatinin pada kelompok fungsi ginjal normal 85

7 Pusparini Cystatin C dan uji fungsi ginjal Gambar 3. Korelasi kadar cystatin C dengan klirens kreatinin dengan rumus Cockroft-Gault pada kelompok fungsi ginjal Normal. Gambar 4. Korelasi kadar cystatin C dengan kadar kreatinin serum pada kelompok gagal ginjal kronik Korelasi cystatin C dengan kreatinin, klirens kreatinin dan klirens kreatinin menggunakan rumus Cokroft-Gault Pada kelompok dengan fungsi ginjal normal antara kadar cystatin C dan kadar kreatinin tidak didapatkan korelasi yang bermakna (r=0,034, p=0,345, Gambar 1), juga antara kadar cystatin C dengan klirens kreatinin (r=0,14, p=0,265, Gambar 2) serta antara kadar cystatin C dengan klirens kreatinin menggunakan rumus Cockcroft dan Gault (r=0,14, p=0,313, Gambar 3). 86

8 Vol.24 No.2 Gambar 5. Korelasi kadar Cystatin C dengan klirens kreatinin pada kelompok gagal ginjal kronik. Gambar 6. Korelasi kadar cystatin C dengan klirens kreatinin menggunakan rumus Cockcroft-Gault pada kelompok gagal ginjal kronik. Pada kelompok gagal ginjal kronik didapatkan korelasi yang bermakna antara kadar cystatin C dengan kadar kreatinin (r=0,95, p=0,000, Gambar 4), kadar cystatin C dengan klirens kreatinin (r=0,69, p=0,000, Gambar 5) dan antara kadar cystatin C dengan klirens kreatinin menggunakan rumus Cockcroft dan Gault (r=0,68, p=0,000, Gambar 6). 87

9 Pusparini Cystatin C dan uji fungsi ginjal Tabel 3. Nilai rata-rata dan standar deviasi kadar kreatinin, cystatin C dan klirens kreatinin menggunakan rumus Cockcroft-Gault berdasarkan pengelompokkan klirens kreatinin pada kelompok gagal ginjal. * C-G : Rumus Cockcroft dan Gault Pengelompokkan kadar cystatin C, kreatinin dan klirens kreatinin menggunakan rumus Cockcroft-Gault berdasarkan klirens kreatinin Pada pasien dengan gagal ginjal kronik peningkatan kadar cystatin C lebih tinggi dibandingkan peningkatan kadar kreatinin darah. Kadar kreatinin darah pada pasien dengan klirens kreatinin yang sudah rendah masih menunjukkan hasil normal, kecuali pasien dengan klirens kreatinin yang sangat rendah kadar kreatinin sudah menunjukkan hasil abnormal (Tabel 3). Tabel 4 menunjukkan bahwa pada kelompok kontrol yang tidak mengalami gagal ginjal mempunyai kadar klirens kreatinin yang rendah, namun kadar kreatinin, cystatin C dan klirens tidak menunjukkan adanya perbedaan. PEMBAHASAN Pemeriksaan langsung GFR sudah diketahui dan diterima sebagai pemeriksaan terbaik untuk mengetahui fungsi ginjal. (4,8,18) Di sisi lain metode yang akurat untuk mendeteksi GFR langsung seperti klirens inulin, penggunaan radioisotop atau iohexol terlalu kompleks dan menyulitkan untuk dipakai pada praktek sehari-hari. (7,8,11,12) Pada penggunaan sehari-hari petanda filtrasi endogen merupakan hal yang memungkinkan karena lebih cepat dan mudah untuk menentukan GFR. Petanda endogen untuk GFR harus memenuhi kriteria antara lain zat tersebut harus berada dalam plasma dalam kondisi konstan, difiltrasi di glomerulus, tidak direabsorbsi dan tidak disekresi oleh tubulus Tabel 4. Nilai rata-rata dan deviasi standar kadar kreatinin, cystatin C dan klirens kreatinin dengan rumus Cockcroft-Gault berdasarkan pengelompokkan klirens kreatinin pada kelompok kontrol * C G : rumus Cockcroft dan Gault 88

10 Vol.24 No.2 ginjal dan tidak ada eliminasi ekstra renal. Sampai saat ini belum ditemukan zat endogen yang ideal sebagai petanda GFR. (1,3,4,6) Petanda endogen untuk estimasi GFR yang paling sering dan paling luas penggunaannya adalah pengukuran kreatinin serum saja atau dengan pengumpulan urin 24 jam untuk mendapatkan klirens kreatinin. Pada penelitian ini pada kelompok dengan fungsi ginjal normal didapatkan kadar kreatinin serum dan klirens kreatinin dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur dan IMT (Tabel 2). Hal ini disebabkan karena banyak faktor yang mempengaruhi sensitivitas, spesifisitas dan ketepatan pemeriksaan kreatinin sebagai zat endogen untuk perkiraan GFR. Faktor tersebut antara lain pengaruh massa otot pada produksi kreatinin, sehingga pada orang usia lanjut kadar kreatinin cenderung rendah karena berkurangnya massa otot dan pada perempuan IMT-nya lebih kecil dibandingkan laki-laki sehingga hasil kreatinin pada perempuan juga lebih rendah. GFR akan menurun sesuai dengan peningkatan usia seseorang. Penurunan GFR bervariasi, kira-kira 1 ml/menit/tahun. Penggunaan kreatinin dan klirens kreatinin dapat menyebabkan terjadinya estimasi GFR yang berlebihan karena kadar kreatinin serum yang rendah pada usia lanjut. (8,9) Kadar cystatin C tidak dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin dan IMT (Tabel 2). Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu (3) yang menyebutkan cystatin C sebagai zat endogen di dalam tubuh yang memenuhi syarat sebagai zat endogen yang dapat digunakan untuk estimasi GFR karena produksinya konstan, tidak dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, proses inflamasi, panas dan massa tubuh. Pada kelompok dengan fungsi ginjal normal dapat dilihat bahwa makin tua umur penderita tidak menunjukkan adanya peningkatan kadar cystatin C yang bermakna (Tabel 2). Hal ini sedikit berbeda dengan penelitian yang mengatakan bahwa pada usia di atas 50 tahun cystatin C menunjukkan peningkatan yang bermakna. Pada penelitian ini ternyata kadar cystatin C yang normal tinggi bukan hanya terdapat pada pasien dengan usia di atas 60 tahun tetapi juga terdapat pada usia 30 dan 40 tahun. (1-4,13) Klirens kreatinin menggunakan rumus Cockcroft dan Gault juga tidak dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin dan IMT. Hal ini mungkin disebabkan pada rumus Cokcroft dan Gault ini sudah dimasukkan parameter umur, berat badan dan pada wanita dikoreksi dengan 0,85. (1,6,8,9 Nilai rujukan cystatin C pada penelitian ini berkisar 0,59 1,11 mg/dl. Nilai yang didapat sedikit lebih tinggi daripada nilai rujukan yang selama ini dipakai di negara barat yaitu 0,5 0,96. (14) Pada kelompok dengan fungsi ginjal normal kadar cystatin C, kreatinin dan klirens kreatinin menggunakan rumus Cockcroft- Gault menunjukkan hasil dalam nilai rujukan sedangkan klirens kreatinin menunjukkan hasil yang rendah. Hasil klirens kreatinin yang rendah pada kelompok kontrol menunjukkan bahwa terdapat kesalahan pada proses penampungan urin selama 24 jam, mungkin ada urin yang terbuang, pengumpulan sulit pada wanita karena anatomi saluran genital pada wanita. Pengumpulan urin yang kurang benar walaupun pasien sudah diberitahu mengenai prosedur penampungan yang benar menyebabkan hasil klirens kreatinin tidak mewakili perkiraan GFR. (5,15) Pada pasien yang dirawat inap kemungkinan hasil klirens kreatinin lebih dapat menggambarkan kondisi sebenarnya. Jadi dapat dilihat bahwa pada 89

11 Pusparini kelompok dengan fungsi ginjal normal yang tidak dirawat di rumah sakit kadar cystatin C lebih dapat mewakili fungsi GFR. (5,15) Pada kelompok gagal ginjal kronik tidak terlihat pengaruh jenis kelamin, umur dan IMT pada semua parameter yaitu kreatinin, klirens kreatinin, klirens kreatinin menggunakan rumus Cockroft-Gault dan cystatin C. Hal ini disebabkan karena beratnya penyakit pada masing-masing pasien tidak sama, sehingga tidak terlihat pengaruh jenis kelamin, umur dan IMT seperti pada dkelompok dengan fungsi ginjal normal. Pada Tabel 3 pada pasien gagal ginjal kronik peningkatan cystatin C lebih tinggi dibandingkan peningkatan kreatinin darah. Kadar kreatinin darah pada 38% pasien dengan klirens kreatinin yang sudah rendah masih menunjukkan hasil normal. Hal ini disebabkan karena kreatinin dipengaruhi oleh massa otot dan usia. (5,15) Jadi cystatin C dapat digunakan sebagai parameter alternatif uji fungsi ginjal yang lebih menggambarkan GFR daripada penggunaan klirens kreatinin, kreatinin serum dan penggunaan rumus Cockcroft-Gault untuk menghitung GFR. Penggunaan rumus Cockcroft dan Gault untuk menghitung klirens kreatinin pada pasien dengan fungsi ginjal yang rendah yaitu kurang dari 20 ml/menit dan antara ml/menit hasilnya mendekati nilai klirens kreatinin dengan pengukuran, sedangkan pada pasien dengan fungsi ginjal >40 ml/menit penggunaan rumus Cockcroft dan Gault menunjukkan hasil klirens yang lebih rendah dibandingkan klirens kreatinin hasil pengukuran (Tabel 3). Hal ini menunjukkan klirens kreatinin menggunakan rumus Cockcroft-Gault lebih mendekati hasil klirens kreatinin pada kondisi fungsi ginjal yang sudah sangat rendah. Pada kelompok dengan fungsi ginjal normal, tidak didapat korelasi antara cystatin C dengan kreatinin, klirens kreatinin dan klirens kreatinin menggunakan rumus Cockcroft-Gault, sedangkan pada kelompok gagal ginjal kronik didapat korelasi yang bermakna natara cystatin dan ketiga parameter lainnya. Hal ini menggambarkan bahwa pada populasi gagal ginjal kronik cystatin C baik dan dapat menggantikan pemeriksaan yang lain, sedangkan pada populasi normal cystatin C lebih unggul tidak dipengaruhi oleh faktor umur, jenis kelamin dan IMT serta faktor kesalahan penampungan urin mengingat prosedur preanalitik yang amat mudah. KESIMPULAN Penggunaan kreatinin serum saja atau dengan klirens kreatinin sebagai penanda GFR kurang dapat menggambar fungsi ginjal karena sangat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, IMT. Rumus Cockcroft dan Gault untuk menghitung klirens kreatinin kurang dapat menggambarkan GFR karena walaupun tidak memerlukan penampungan urin 24 jam tetapi masih tetap dipengaruhi oleh kadar kreatinin yang diperiksa. Cystatin C dapat digunakan sebagai parameter alternatif uji fungsi ginjal karena zat ini memenuhi syarat yang dianjurkan sebagai uji baku emas zat endogen. Nilai rujukan cystatin C pada penelitian ini adalah 0,59 1,11 mg/dl. SARAN Cystatin C dan uji fungsi ginjal Perlunya sosialisasi mengenai parameter cystatin C sebagai alternatif uji fungsi ginjal di kalangan klinisi sehingga dapat menghasilkan pemeriksaan yang cepat, tepat dan akurat serta tidak menyulitkan pasien. 90

12 Vol.24 No.2 Daftar Pustaka 1. Goldberg TH, Finkelstein MS. Difficulties in estimating glomerular filtration rate in the elderly. Arch Intern Med 1987; 147: Dharnidharka VR, Kwon C, Stevens G. Serum Cystatin C is superior to serum creatinine as a marker of kidney function: A meta analysis. Am J Kidney Dis 2002; 40: Swa SK. The search continues an ideal marker of GFR. Clin Chem 1997; 43: Bostom AG, Dworkin LD. Cystatin C measurement: improvement detection of mild decrements in glomerular filtration rate versus creatinine based estimates? Am J Kidney Dis 2000; 36: Oddozze C, Morange S, Portugal H, Berland Y, Dussol B. Cystatin C is not more sensitive than creatinine for detecting early renal impairment in patient with diabetes. Am J Kidney Dis 2001; 38: Deinum J, Derkx FHM. Cystatin for estimation of glomerular filtration rate? Lancet 2000; 356: Woitas RP, Wagner BS, Flommersfeld S, Poege U, Schiedermaier P, Klehr HU. Correlation of serum concentration of cystatin C and creatinine to inulin clearence in liver cirrhosis. Clin Chem 2000; 46: Levey AS, Bosch JP, Lewis JB, Greene T, Rogers N, Roth D, et al. A more accurate method to estimate glomerular filtration rate from serum creatinine: a new prediction equation. Ann Intern Med 1999; 130: Coresh J, Astor BC, Quillan G, Kusek J, Greene T, Lente FV, et al. Calibration and random variation of the serum creatinine assay as critical elements of using equations to estimate glomerular filtration rate. Am J Kidney Dis 2002; 39: Keevil BG, Kilpatrick ES, Nichols SP, Maylor PW. Biological variation of cystatin C: implications for the assessment of glomerular filtration rate. Clin Chem 1998; 44: Finney H, Newman DJ, Gruber W, Merle P, Price CP. Initial evaluation of cystatin c measurement by particle enhanced immunonephelometry on the Behring nephelometer systems. Clin Chem 1997; 43: Stabuc B, Vrhovec L, Silih MS, Cizej TE. Improved prediction of decreased creatinine clearence by serum cystatin c: use in cancer patients before and during chemotherapy. Clin Chem 2000; 46: Andersen JK, Schmidt C, Nordin G, Anderson B, Ehle PN, Lindstrom V, et al. Serum cystatin C, determined by a rapid, automated particle enhanced turbidimetric method, is a better than serum creatinine for glomerular filtration rate. Clin Chem 1994; 40: Meier P, Froidevaux C, Dayer E, Blanc E. Cystatin C concentration and glomerular filtration rate. Lancet 2001; 357: Filser D, Ritzz E. Serum cystatin C concentration as a marker of renal dysfunction in the elderly. Am J Kidney Dis 2001; 37:

CLINICAL PATHOLOGY AND MEDICAL LABORATORY

CLINICAL PATHOLOGY AND MEDICAL LABORATORY Vol. 14. No. 1 November 2007 ISSN 0854-4263 INDONESIAN JOURNAL OF CLINICAL PATHOLOGY AND MEDICAL LABORATORY Majalah Patologi Klinik Indonesia dan Laboratorium Medik SUSUNAN PENGELOLA MAJALAH INDONESIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. metabolisme tubuh yang sudah tidak digunakan dan obat-obatan. Laju Filtrasi

I. PENDAHULUAN. metabolisme tubuh yang sudah tidak digunakan dan obat-obatan. Laju Filtrasi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal merupakan suatu organ yang sangat penting untuk mengeluarkan hasil metabolisme tubuh yang sudah tidak digunakan dan obat-obatan. Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) digunakan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Gea Nathali Halim, 2017, Pembimbing 1: Penny Setyawati M, Dr, SpPK, MKes Pembimbing 2: Yenni Limyati, Dr, SSn,SpKFR,MKes

ABSTRAK. Gea Nathali Halim, 2017, Pembimbing 1: Penny Setyawati M, Dr, SpPK, MKes Pembimbing 2: Yenni Limyati, Dr, SSn,SpKFR,MKes ABSTRAK HUBUNGAN MIKROALBUMINURIA (MAU) DAN ESTIMATED GLOMERULAR FILTRATION RATE (egfr) SEBAGAI PREDIKTOR PENURUNAN FUNGSI GINJAL PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 Gea Nathali Halim, 2017, Pembimbing 1:

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik. Metode yang digunakan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik. Metode yang digunakan III. METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji beda untuk membandingkan pemeriksaan glomerulus

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 44 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain uji diagnostik untuk membandingkan sensitivitas dan spesifisitas antara serum NGAL dan serum cystatin C dalam mendiagnosa

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Jurnal Penelitian Vol. 13, No. 2, Mei 2010

1. PENDAHULUAN. Jurnal Penelitian Vol. 13, No. 2, Mei 2010 LAJU FILTRASI GLOMERULUS PADA LANSIA BERDASARKAN TES KLIRENS KREATININ DENGAN FORMULA COCKROFT-GAULT, COCKROFT-GAULT STANDARDISASI, DAN MODIFICATION OF DIET IN RENAL DISEASE Fenty ABSTRACT Background:

Lebih terperinci

Kata kunci: diabetes melitus, diabetic kidney disease, end stage renal disease

Kata kunci: diabetes melitus, diabetic kidney disease, end stage renal disease ABSTRAK GAMBARAN PASIEN RAWAT INAP DIABETIC KIDNEY DISEASE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE OKTOBER 2010 SEPTEMBER 2011 Widyasanti, 2012; Pembimbing I : dr. Sylvia Soeng, M.Kes Pembimbing II : Dra.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar oleh karena insidensinya yang semakin meningkat di seluruh dunia

BAB I PENDAHULUAN. besar oleh karena insidensinya yang semakin meningkat di seluruh dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) tahap akhir merupakan masalah yang besar oleh karena insidensinya yang semakin meningkat di seluruh dunia juga di Indonesia. (1) Penderita

Lebih terperinci

BAB 3. METODE PENELITIAN

BAB 3. METODE PENELITIAN 21 BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian ini merupakan studi analitik observasional dengan metode potong lintang (cross sectional) untuk menilai perbandingan antara cystatin C dan kreatinin sebagai

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Gangguan ginjal akut (GnGA), dahulu disebut dengan gagal ginjal akut,

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Gangguan ginjal akut (GnGA), dahulu disebut dengan gagal ginjal akut, BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Gangguan Ginjal Akut pada Pasien Kritis Gangguan ginjal akut (GnGA), dahulu disebut dengan gagal ginjal akut, merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan peningkatan kadar

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Hipertensi merupakan salah satu kondisi kronis yang sering terjadi di

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Hipertensi merupakan salah satu kondisi kronis yang sering terjadi di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hipertensi merupakan salah satu kondisi kronis yang sering terjadi di masyarakat. Seseorang dapat dikatakan hipertensi ketika tekanan darah sistolik menunjukkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan kasus sebanyak 300 juta penduduk dunia, dengan asumsi 2,3%

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan kasus sebanyak 300 juta penduduk dunia, dengan asumsi 2,3% BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes melitus tipe 2 diperkirakan pada tahun 2025 akan mengalami peningkatan kasus sebanyak 300 juta penduduk dunia, dengan asumsi 2,3% peningkatan prevalensi pertahun.

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 30 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Intensive Cardiovascular Care Unit dan bangsal perawatan departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler RSUD Dr. Moewardi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis didefinisikan sebagai adanya infeksi bersama dengan manifestasi

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis didefinisikan sebagai adanya infeksi bersama dengan manifestasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis didefinisikan sebagai adanya infeksi bersama dengan manifestasi sistemik dikarenakan adanya infeksi. 1 Sepsis merupakan masalah kesehatan dunia karena patogenesisnya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang Penelitian. Diabetes mellitus (DM) adalah suatu penyakit metabolik yang memiliki

PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang Penelitian. Diabetes mellitus (DM) adalah suatu penyakit metabolik yang memiliki 1 BAB I. PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Penelitian Diabetes mellitus (DM) adalah suatu penyakit metabolik yang memiliki karakteristik berupa hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal adalah organ vital yang berperan penting dalam mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal adalah organ vital yang berperan penting dalam mempertahankan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ginjal adalah organ vital yang berperan penting dalam mempertahankan kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur keseimbangan cairan tubuh, elektrolit,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan desain penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan desain penelitian 32 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan desain penelitian cross sectional. Sampel diambil secara consecutive sampling dari data

Lebih terperinci

GAMBARAN BERAT JENIS DAN GLUKOSA PADA URIN PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN PERIODE SEPTEMBER NOVEMBER 2014

GAMBARAN BERAT JENIS DAN GLUKOSA PADA URIN PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN PERIODE SEPTEMBER NOVEMBER 2014 GAMBARAN BERAT JENIS DAN GLUKOSA PADA URIN PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN PERIODE SEPTEMBER NOVEMBER 2014 OLEH: GUNAWAN WIJAYA SETIAWAN 110100246 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KADAR FERITIN DENGAN KREATININ SERUM PADA PASIEN THALASSEMIA DI RSUD DR. MOEWARDI SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan

HUBUNGAN ANTARA KADAR FERITIN DENGAN KREATININ SERUM PADA PASIEN THALASSEMIA DI RSUD DR. MOEWARDI SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan HUBUNGAN ANTARA KADAR FERITIN DENGAN KREATININ SERUM PADA PASIEN THALASSEMIA DI RSUD DR. MOEWARDI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Eko Dewi Ratna Utami G.0010067 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekarang ini hampir semua orang lebih memperhatikan penampilan atau bentuk tubuh, baik untuk menjaga kesehatan ataupun hanya untuk menjaga penampilan agar lebih menarik.

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di SMF Ilmu Kesehatan Anak Sub Bagian Perinatologi dan. Nefrologi RSUP dr.kariadi/fk Undip Semarang.

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di SMF Ilmu Kesehatan Anak Sub Bagian Perinatologi dan. Nefrologi RSUP dr.kariadi/fk Undip Semarang. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan di SMF Ilmu Kesehatan Anak Sub Bagian Perinatologi dan Nefrologi RSUP dr.kariadi/fk Undip Semarang. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian di bidang gizi klinik. Jenis penelitian ini adalah penelitian penjelasan/explanatory research yaitu menjelaskan variabel

Lebih terperinci

ABSTRAK PERBANDINGAN NILAI LOW-DENSITY LIPOPROTEIN CHOLESTEROL

ABSTRAK PERBANDINGAN NILAI LOW-DENSITY LIPOPROTEIN CHOLESTEROL ABSTRAK PERBANDINGAN NILAI LOW-DENSITY LIPOPROTEIN CHOLESTEROL (LDL-C) INDIREK DENGAN DIREK PADA KADAR TRIGLISERIDA

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK PASIEN RAWAT INAP DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2012

ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK PASIEN RAWAT INAP DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2012 ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK PASIEN RAWAT INAP DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI 2012-31 DESEMBER 2012 Erfina Saumiandiani, 2013 : Pembimbing I : dr. Dani,M.Kes.

Lebih terperinci

ABSTRAK HUBUNGAN OBESITAS YANG DINILAI BERDASARKAN BMI DAN WHR DENGAN KADAR KOLESTEROL TOTAL PADA PRIA DEWASA

ABSTRAK HUBUNGAN OBESITAS YANG DINILAI BERDASARKAN BMI DAN WHR DENGAN KADAR KOLESTEROL TOTAL PADA PRIA DEWASA ABSTRAK HUBUNGAN OBESITAS YANG DINILAI BERDASARKAN BMI DAN WHR DENGAN KADAR KOLESTEROL TOTAL PADA PRIA DEWASA Rilla Saeliputri, 2012. Pembimbing: Meilinah Hidayat, dr., MKes., Dr., Felix Kasim, dr., MKes.,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali

BAB 1 PENDAHULUAN. nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan salah satu permasalahan dibidang nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali tanpa keluhan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kreatinin serum pada pasien diabetes melitus tipe 2 telah dilakukan di RS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kreatinin serum pada pasien diabetes melitus tipe 2 telah dilakukan di RS BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Hasil Penelitian Pelaksanaan penelitian tentang korelasi antara kadar asam urat dan kreatinin serum pada pasien diabetes melitus tipe 2 telah

Lebih terperinci

Jumlah nefron yang terbentuk setelah lahir tidak dapat dibentuk lagi sehingga bila ada yang rusak jumlahnya akan menurun. Setelah usia 40 tahun,

Jumlah nefron yang terbentuk setelah lahir tidak dapat dibentuk lagi sehingga bila ada yang rusak jumlahnya akan menurun. Setelah usia 40 tahun, BAB XII FAAL GINJAL Ginjal melakukan banyak fungsi, antara lain faal ekskresi produk sisa metabolik dan bahan kimia asing yang bersifat toksis, regulasi keseimbangan air dan elektrolit, regulasi osmolalitas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan menggunakan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan menggunakan III. METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan menggunakan rancangan penelitian cross sectional. B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat

Lebih terperinci

ABSTRAK PENGARUH DAN HUBUNGAN ANTARA BMI (BODY MASS INDEX) DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA DAN KADAR GLUKOSA DARAH 2 JAM POST PRANDIAL

ABSTRAK PENGARUH DAN HUBUNGAN ANTARA BMI (BODY MASS INDEX) DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA DAN KADAR GLUKOSA DARAH 2 JAM POST PRANDIAL ABSTRAK PENGARUH DAN HUBUNGAN ANTARA BMI (BODY MASS INDEX) DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA DAN KADAR GLUKOSA DARAH 2 JAM POST PRANDIAL Levina Stephanie, 2007. Pembimbing I : dr. Hana Ratnawati, M.Kes.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini digunakan sampel 52 orang yang terbagi menjadi 2

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini digunakan sampel 52 orang yang terbagi menjadi 2 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pada penelitian ini digunakan sampel 52 orang yang terbagi menjadi 2 kelompok. Pada kelompok pertama adalah kelompok pasien yang melakukan Hemodialisa 2 kali/minggu,

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 28 BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian yang telah disebutkan sebelumnya, maka kerangka konsep pada penelitian ini adalah: Variabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan besarnya jumlah penderita kehilangan darah akibat

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan besarnya jumlah penderita kehilangan darah akibat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sehubungan dengan besarnya jumlah penderita kehilangan darah akibat trauma, operasi, syok, dan tidak berfungsinya organ pembentuk sel darah merah maka tranfusi darah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nyeri. Nyeri menjadi penyebab angka kesakitan yang tinggi di seluruh dunia.

BAB I PENDAHULUAN. nyeri. Nyeri menjadi penyebab angka kesakitan yang tinggi di seluruh dunia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Salah satu alasan utama pasien datang ke layanan kesehatan adalah karena nyeri. Nyeri menjadi penyebab angka kesakitan yang tinggi di seluruh dunia. Prevalensi nyeri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasional

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasional BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Desain penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan belah lintang ( cross sectional ). 3.2. Ruang lingkup

Lebih terperinci

PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER

PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER ABSTRAK PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2010 Shiela Stefani, 2011 Pembimbing 1 Pembimbing

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Ginjal-Hipertensi, dan sub bagian Tropik Infeksi. RSUP Dr.Kariadi, Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Dr.

BAB IV METODE PENELITIAN. Ginjal-Hipertensi, dan sub bagian Tropik Infeksi. RSUP Dr.Kariadi, Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Dr. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Dalam, sub bagian Ginjal-Hipertensi, dan sub bagian Tropik Infeksi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian

Lebih terperinci

HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KADAR TRIGLISERIDA PADA DEWASA MUDA OBESITAS DI STIKES INDONESIA PADANG

HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KADAR TRIGLISERIDA PADA DEWASA MUDA OBESITAS DI STIKES INDONESIA PADANG HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KADAR TRIGLISERIDA PADA DEWASA MUDA OBESITAS DI STIKES INDONESIA PADANG Skripsi Diajukan ke Fakultas Kedokteran Universitas Andalas sebagai Pemenuhan Salah Satu Syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari tiga bulan, dikarakteristikan

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari tiga bulan, dikarakteristikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan National Kidney Foundation penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari tiga bulan, dikarakteristikan dengan kelainan

Lebih terperinci

RINGKASAN. Penyakit hati kronis merupakan masalah kesehatan masyarakat, tetapi sering tidak diketahui, karena tidak menunjukkan gejala untuk

RINGKASAN. Penyakit hati kronis merupakan masalah kesehatan masyarakat, tetapi sering tidak diketahui, karena tidak menunjukkan gejala untuk RINGKASAN Penyakit hati kronis merupakan masalah kesehatan masyarakat, tetapi sering tidak diketahui, karena tidak menunjukkan gejala untuk waktu yang sangat lama, dan baru terdeteksi ketika fibrosis telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh manusia terutama dalam sistem urinaria. Pada manusia, ginjal berfungsi untuk mengatur keseimbangan cairan

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN KADAR ASAM URAT SERUM PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2

ABSTRAK GAMBARAN KADAR ASAM URAT SERUM PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 ABSTRAK GAMBARAN KADAR ASAM URAT SERUM PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 Renny Anggraeni, 2011 Pembimbing I : Adrian Suhendra, dr., Sp.PK., M.Kes Pembimbing II : Budi Widyarto,dr.,M.H. Asam urat telah

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup keilmuan : Ilmu Penyakit Dalam 4.2. Tempat dan waktu penelitian Ruang lingkup tempat : Instalasi Rekam Medik untuk pengambilan data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minuman ringan adalah minuman yang tidak mengandung alkohol, merupakan minuman olahan berbentuk cair yang mengandung bahan makanan atau bahan tambahan lainnya baik alami

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERSENTASE LEMAK TUBUH DENGAN TOTAL BODY WATER MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN PERSENTASE LEMAK TUBUH DENGAN TOTAL BODY WATER MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN PERSENTASE LEMAK TUBUH DENGAN TOTAL BODY WATER MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian proposal

Lebih terperinci

Hubungan Kadar Gula Darah dengan Glukosuria pada Pasien Diabetes Mellitus di RSUD Al-Ihsan Periode Januari Desember 2014

Hubungan Kadar Gula Darah dengan Glukosuria pada Pasien Diabetes Mellitus di RSUD Al-Ihsan Periode Januari Desember 2014 Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: 2460-657X Hubungan Kadar Gula Darah dengan Glukosuria pada Pasien Diabetes Mellitus di RSUD Al-Ihsan Periode Januari Desember 2014 1 Arbi Rahmatullah, 2 Ieva B. Akbar,

Lebih terperinci

DETEKSI KEPARAHAN FUNGSI GINJAL MELALUI PERUBAHAN KRITIS LAJU FILTRASI GLOMERULUS PASIEN HEMODIALISA

DETEKSI KEPARAHAN FUNGSI GINJAL MELALUI PERUBAHAN KRITIS LAJU FILTRASI GLOMERULUS PASIEN HEMODIALISA DETEKSI KEPARAHAN FUNGSI GINJAL MELALUI PERUBAHAN KRITIS LAJU FILTRASI GLOMERULUS PASIEN HEMODIALISA (Severity Renal Function Detection through Critical Changes Glomerular Filtration Rate in Hemodialysis

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Ginjal merupakan salah satu organ utama dalam tubuh manusia yang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Ginjal merupakan salah satu organ utama dalam tubuh manusia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ginjal merupakan salah satu organ utama dalam tubuh manusia yang berfungsi dalam proses penyaringan dan pembersihan darah. Ginjal menjalankan fungsi vital sebagai pengatur

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KADAR MIKROALBUMINURIA PADA STROKE INFARK ATEROTROMBOTIK DENGAN FAKTOR RISIKO HIPERTENSI DAN PASIEN HIPERTENSI

PERBANDINGAN KADAR MIKROALBUMINURIA PADA STROKE INFARK ATEROTROMBOTIK DENGAN FAKTOR RISIKO HIPERTENSI DAN PASIEN HIPERTENSI PERBANDINGAN KADAR MIKROALBUMINURIA PADA STROKE INFARK ATEROTROMBOTIK DENGAN FAKTOR RISIKO HIPERTENSI DAN PASIEN HIPERTENSI SA Putri, Nurdjaman Nurimaba, Henny Anggraini Sadeli, Thamrin Syamsudin Bagian

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ DARAH PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ DARAH PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ DARAH PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA Skripsi ini ini Disusun untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

JURNAL KEDOKTERAN DAN KESEHATAN, VOLUME 2, NO. 2, APRIL 2015:

JURNAL KEDOKTERAN DAN KESEHATAN, VOLUME 2, NO. 2, APRIL 2015: JURNAL KEDOKTERAN DAN KESEHATAN, VOLUME 2, NO. 2, APRIL 2015: 223-230 Hubungan Kadar Lipid dengan Kadar & Pasien Penyakit Ginjal Kronik di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Periode 1 Januari-31 Desember

Lebih terperinci

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana S-1. Disusun oleh : ELYOS MEGA PUTRA J FAKULTAS KEDOKTERAN

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana S-1. Disusun oleh : ELYOS MEGA PUTRA J FAKULTAS KEDOKTERAN KESESUAIAN GAMBARAN ULTRASONOGRAFI GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN KADAR KREATININ PLASMA PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI RS PEMBINA KESEJAHTERAAN UMAT MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

Korelasi Kadar Albumin dengan Indeks Massa Tubuh pada Penderita Gagal Ginjal Kronik di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2014

Korelasi Kadar Albumin dengan Indeks Massa Tubuh pada Penderita Gagal Ginjal Kronik di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2014 Korelasi Kadar Albumin dengan Indeks Massa Tubuh pada Penderita Gagal Ginjal Kronik di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2014 Oleh : RUTH DIAN GIOVANNI 120100231 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

HUBUNGAN SKOR APRI DENGAN DERAJAT VARISES ESOFAGUS PASIEN SIROSIS HATI KARENA HEPATITIS B

HUBUNGAN SKOR APRI DENGAN DERAJAT VARISES ESOFAGUS PASIEN SIROSIS HATI KARENA HEPATITIS B HUBUNGAN SKOR APRI DENGAN DERAJAT VARISES ESOFAGUS PASIEN SIROSIS HATI KARENA HEPATITIS B SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran ELSY NASIHA ALKASINA G0014082 FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Desain penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan rancangan kohort prospektif.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Desain penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan rancangan kohort prospektif. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan rancangan kohort prospektif. 3.2 Tempat dan Waktu 3.2.1 Tempat Penelitian dilakukan di unit hemodialisis

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT DIABETES MELITUS PADA ORANG DEWASA YANG DIRAWAT INAP DIRUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT DIABETES MELITUS PADA ORANG DEWASA YANG DIRAWAT INAP DIRUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014 ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT DIABETES MELITUS PADA ORANG DEWASA YANG DIRAWAT INAP DIRUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE Evan Anggalimanto, 2015 Pembimbing 1 : Dani, dr., M.Kes Pembimbing 2 : dr Rokihyati.Sp.P.D

Lebih terperinci

ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA SKOR COPD ASSESSMENT TEST (CAT), INDEKS BRINKMAN DAN FUNGSI PARU

ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA SKOR COPD ASSESSMENT TEST (CAT), INDEKS BRINKMAN DAN FUNGSI PARU ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA SKOR COPD ASSESSMENT TEST (CAT), INDEKS BRINKMAN DAN FUNGSI PARU Putri Ratriviandhani, 2016. Pembimbing I : J. Teguh Widjaja, dr., Sp.P., FCCP Pembimbing II : Jo Suherman, dr.,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2016 di Instalasi Rawat Jalan Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Dr. Moewardi Surakarta. B. Jenis Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Organisasi kesehatan dunia, World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Organisasi kesehatan dunia, World Health Organization (WHO) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Organisasi kesehatan dunia, World Health Organization (WHO) memperkirakan lebih dari 180 juta orang di dunia mengalami diabetes melitus (DM) dan cenderung

Lebih terperinci

ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DARAH KAPILER DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH VENA MENGGUNAKAN GLUKOMETER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS

ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DARAH KAPILER DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH VENA MENGGUNAKAN GLUKOMETER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DARAH KAPILER DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH VENA MENGGUNAKAN GLUKOMETER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS Albert Yap, 2013, Pembimbing I: Christine Sugiarto, dr., Sp.PK Pembimbing

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan Randomized control

BAB 4 METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan Randomized control BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. RANCANGAN PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan Randomized control group pretest posttest design 41 Kelompok penelitian dibagi menjadi 2 kelompok

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Muhammadiyah Yogyakarta Unit Gamping. Data dikumpulkan pada bulan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Muhammadiyah Yogyakarta Unit Gamping. Data dikumpulkan pada bulan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini mengambil data rekam medis yang dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit Gamping. Data dikumpulkan pada bulan Januari 2016, kelompok

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini menggunakan desain potong lintang untuk melihat korelasi antara indeks masa tubuh dengan lama menjalani hemodialisis pada pasien penyakit

Lebih terperinci

HUBUNGAN ASUPAN VITAMIN D, GAYA HIDUP DAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KADAR 25(OH)D SERUM PADA PEREMPUAN USIA TAHUN

HUBUNGAN ASUPAN VITAMIN D, GAYA HIDUP DAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KADAR 25(OH)D SERUM PADA PEREMPUAN USIA TAHUN HUBUNGAN ASUPAN VITAMIN D, GAYA HIDUP DAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KADAR 25(OH)D SERUM PADA PEREMPUAN USIA 20-50 TAHUN OLEH: DELINA SEKAR ARUM 120100144 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya semakin meningkat setiap tahun di negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya semakin meningkat setiap tahun di negara-negara berkembang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal merupakan organ penting dari manusia. Berbagai penyakit yang menyerang fungsi ginjal dapat menyebabkan beberapa masalah pada tubuh manusia, seperti penumpukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. lebih dari 6,0 mg/dl terdapat pada wanita (Ferri, 2017).

BAB I PENDAHULUAN UKDW. lebih dari 6,0 mg/dl terdapat pada wanita (Ferri, 2017). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Serum asam urat adalah produk akhir dari metabolisme purin (Liu et al, 2014). Kadar serum asam urat dapat menjadi tinggi tergantung pada purin makanan, pemecahan purin

Lebih terperinci

ABSTRAK. PERBANDINGAN STABILITAS KADAR GLUKOSA DARAH DALAM SAMPEL SERUM DENGAN PLASMA NATRIUM FLUORIDA (NaF)

ABSTRAK. PERBANDINGAN STABILITAS KADAR GLUKOSA DARAH DALAM SAMPEL SERUM DENGAN PLASMA NATRIUM FLUORIDA (NaF) ABSTRAK PERBANDINGAN STABILITAS KADAR GLUKOSA DARAH DALAM SAMPEL SERUM DENGAN PLASMA NATRIUM FLUORIDA (NaF) Erny Julitania, 2011; Pembimbing I : Penny Setyawati M., dr., Sp.PK., M.Kes. Pembimbing II :

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang banyak dialami oleh

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang banyak dialami oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang banyak dialami oleh orang di seluruh dunia. DM didefinisikan sebagai kumpulan penyakit metabolik kronis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kreatinin Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir metabolisme otot yang dilepaskan dari otot dengan kecepatan yang hampir konstan dan diekskresi dalam

Lebih terperinci

ABSTRAK UJI VALIDITAS HASIL PEMERIKSAAN KADAR HEMOGLOBIN METODE TALLQVIST TERHADAP METODE FLOW CYTOMETRY

ABSTRAK UJI VALIDITAS HASIL PEMERIKSAAN KADAR HEMOGLOBIN METODE TALLQVIST TERHADAP METODE FLOW CYTOMETRY ABSTRAK UJI VALIDITAS HASIL PEMERIKSAAN KADAR HEMOGLOBIN METODE TALLQVIST TERHADAP METODE FLOW CYTOMETRY Rd. Nessya N. K., 2011 Pembimbing I : Adrian S., dr., Sp.PK., M.Kes Pembimbing II : Hartini T.,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. cross sectional pendekatan retrospektif. Studi cross sectional merupakan

BAB III METODE PENELITIAN. cross sectional pendekatan retrospektif. Studi cross sectional merupakan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan ini menggunakan rancangan penelitian cross sectional pendekatan retrospektif. Studi cross sectional merupakan suatu observasional

Lebih terperinci

HUBUNGAN ASUPAN PROTEIN NABATI DAN HEWANI DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN HEMODIALISIS RAWAT JALAN DI RSUP

HUBUNGAN ASUPAN PROTEIN NABATI DAN HEWANI DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN HEMODIALISIS RAWAT JALAN DI RSUP HUBUNGAN ASUPAN PROTEIN NABATI DAN HEWANI DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN HEMODIALISIS RAWAT JALAN DI RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN Skripsi ini Disusun

Lebih terperinci

CIRI-CIRI KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELITUS DENGAN OBESITAS DI POLIKLINIK ENDOKRIN RSUP DR KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

CIRI-CIRI KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELITUS DENGAN OBESITAS DI POLIKLINIK ENDOKRIN RSUP DR KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH CIRI-CIRI KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELITUS DENGAN OBESITAS DI POLIKLINIK ENDOKRIN RSUP DR KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai

Lebih terperinci

kematian sebesar atau 2,99% dari total kematian di Rumah Sakit (Departemen Kesehatan RI, 2008). Data prevalensi di atas menunjukkan bahwa PGK

kematian sebesar atau 2,99% dari total kematian di Rumah Sakit (Departemen Kesehatan RI, 2008). Data prevalensi di atas menunjukkan bahwa PGK BAB 1 PENDAHULUAN Gagal ginjal kronik merupakan salah satu penyakit yang berpotensi fatal dan dapat menyebabkan pasien mengalami penurunan kualitas hidup baik kecacatan maupun kematian. Pada penyakit ginjal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ginjal Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga retroperitonium. Secara anatomi ginjal terletak dibelakang abdomen atas dan di kedua sisi kolumna

Lebih terperinci

ABSTRAK PATOLOGI GAGAL GINJAL KRONIK

ABSTRAK PATOLOGI GAGAL GINJAL KRONIK ABSTRAK PATOLOGI GAGAL GINJAL KRONIK Chrismatovanie Gloria, 2003. Pembimbing Utama: Freddy Tumewu A., dr., MS. Gagal ginjal kronik merupakan suatu penyakit yang berbahaya, dimana akan terjadi kehilangan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitik-observasional dengan desain

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitik-observasional dengan desain 49 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian analitik-observasional dengan desain penelitian cross sectional yang bertujuan untuk menggali apakah terdapat perbedaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Gangguan Ginjal Kronik 2.1.1 Definisi Penyakit ginjal kronik merupakan kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari sama dengan tiga bulan, berdasarkan kelainan

Lebih terperinci

ABSTRAK INSIDEN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN HIPERTENSI YANG DIRAWAT DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2005

ABSTRAK INSIDEN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN HIPERTENSI YANG DIRAWAT DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2005 ABSTRAK INSIDEN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN HIPERTENSI YANG DIRAWAT DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI 2004 31 DESEMBER 2005 Febryani Fransiska, 2007. Pembimbing : Pinandojo Djojosoewarno,dr.,Drs.,AIF

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di negara-negara yang sedang berkembang, penyakit tidak menular seperti penyakit jantung, kanker dan depresi akan menjadi penyebab utama kematian dan disabilitas. Hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kasus terbanyak yaitu 91% dari seluruh kasus DM di dunia, meliputi individu

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kasus terbanyak yaitu 91% dari seluruh kasus DM di dunia, meliputi individu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Diabetes Melitus (DM) merupakan kelainan metabolisme dari karbohidrat, protein dan lemak yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk asalnya atau dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi. Ekskresi di sini merupakan hasil

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO PADA PASIEN GAGAL JANTUNG DI RUMAH SAKIT SANTO BORROMEUS BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2010

ABSTRAK GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO PADA PASIEN GAGAL JANTUNG DI RUMAH SAKIT SANTO BORROMEUS BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2010 ABSTRAK GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO PADA PASIEN GAGAL JANTUNG DI RUMAH SAKIT SANTO BORROMEUS BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2010 Indra Pramana Widya., 2011 Pembimbing I : Freddy T. Andries, dr., M.S

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analitik dengan desain

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analitik dengan desain III. METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analitik dengan desain penelitian Cross Sectional, dimana data antara variabel independen dan dependen akan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Wulan Yuwita, 2007, Pembimbing I : Onkie Kusnadi, dr., Sp.PD. Pembimbing II : Lusiana Darsono, dr., M.Kes.

ABSTRAK. Wulan Yuwita, 2007, Pembimbing I : Onkie Kusnadi, dr., Sp.PD. Pembimbing II : Lusiana Darsono, dr., M.Kes. ABSTRAK POLA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 YANG DIRAWAT- INAP DI BAGIAN/SMF PENYAKIT DALAM RS. IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2005 - DESEMBER 2005 Wulan Yuwita, 2007, Pembimbing I : Onkie Kusnadi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan

BAB I PENDAHULUAN. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. ginjal. Dari data American Heart Association tahun 2013 menyebutkan bahwa di

BAB I PENDAHULUAN UKDW. ginjal. Dari data American Heart Association tahun 2013 menyebutkan bahwa di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Hipertensi masih merupakan masalah kesehatan yang menjadi perhatian utama diberbagai negara karena angka kematian yang ditimbulkan masih sangat tinggi dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Pada penelitian ini, ruang lingkup keilmuan yang digunakan adalah Ilmu Patologi Klinik 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 1) Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

Nura Ma shumah 1, Sufiati Bintanah 2, Erma Handarsari 3. Universitas Muhammadiyah Semarang ABSTRACT

Nura Ma shumah 1, Sufiati Bintanah 2, Erma Handarsari 3. Universitas Muhammadiyah Semarang ABSTRACT 22 Hubungan Asupan Protein Dengan Kadar Ureum, Kreatinin, dan Kadar Hemoglobin Darah pada Penderita Gagal Ginjal Kronik Hemodialisa Rawat Jalan Di RS Tugurejo Semarang ABSTRACT Nura Ma shumah 1, Sufiati

Lebih terperinci

GAMBARAN HEMATOLOGI RUTIN, TES FUNGSI HATI, DAN TES FUNGSI GINJAL PADA PASIEN PREEKLAMPSIA, EKLAMPSIA, DAN HIPERTENSI GESTASIONAL DI RS

GAMBARAN HEMATOLOGI RUTIN, TES FUNGSI HATI, DAN TES FUNGSI GINJAL PADA PASIEN PREEKLAMPSIA, EKLAMPSIA, DAN HIPERTENSI GESTASIONAL DI RS ABSTRAK GAMBARAN HEMATOLOGI RUTIN, TES FUNGSI HATI, DAN TES FUNGSI GINJAL PADA PASIEN PREEKLAMPSIA, EKLAMPSIA, DAN HIPERTENSI GESTASIONAL DI RS. SANTO BORROMEUS BANDUNG PERIODE BULAN JANUARI 2013-DESEMBER

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian belah lintang (Cross Sectional) dimana

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian belah lintang (Cross Sectional) dimana 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian belah lintang (Cross Sectional) dimana dimana antara variabel bebas dan terikat diukur pada waktu yang bersamaan.

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian 4.1.1 Ruang lingkup keilmuan Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah bidang ilmu Mikrobiologi Klinik dan ilmu penyakit infeksi. 4.1.2 Ruang

Lebih terperinci

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERBANDINGAN LAJU FILTRASI GLOMERULUS DENGAN FORMULA COCKCROFT-GAULT STANDARDISASI, MODIFICATION of DIET in RENAL DISEASE, DAN CHRONIC KIDNEY DISEASE EPIDEMIOLOGY PADA STAF WANITA DEWASA SEHAT DI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

ABSTRAK HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH TERHADAP ANGKA KEJADIAN PREEKLAMPSIA PADA RUMAH SAKIT SUMBER KASIH CIREBON PERIODE JANUARI 2015 SEPTEMBER 2016

ABSTRAK HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH TERHADAP ANGKA KEJADIAN PREEKLAMPSIA PADA RUMAH SAKIT SUMBER KASIH CIREBON PERIODE JANUARI 2015 SEPTEMBER 2016 ABSTRAK HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH TERHADAP ANGKA KEJADIAN PREEKLAMPSIA PADA RUMAH SAKIT SUMBER KASIH CIREBON PERIODE JANUARI 2015 SEPTEMBER 2016 Hanifan Nugraha, 2016 ; Pembimbing I Pembimbing II : Wenny

Lebih terperinci

PERUBAHAN KADAR UREUM DAN KREATININ SEBELUM DAN SESUDAH HEMODIALISIS PADA PENDERITA GAGAL GINJAL DI RSUD. DR. PIRNGADI. Oleh: PREVISHA KALIAHPAN

PERUBAHAN KADAR UREUM DAN KREATININ SEBELUM DAN SESUDAH HEMODIALISIS PADA PENDERITA GAGAL GINJAL DI RSUD. DR. PIRNGADI. Oleh: PREVISHA KALIAHPAN PERUBAHAN KADAR UREUM DAN KREATININ SEBELUM DAN SESUDAH HEMODIALISIS PADA PENDERITA GAGAL GINJAL DI RSUD. DR. PIRNGADI Oleh: PREVISHA KALIAHPAN 070100277 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan landasan teori, dibuat kerangka konsep penelitian sebagai berikut: Variabel Independen Variabel Dependen Edukasi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain penelitian cross

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain penelitian cross 43 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain penelitian cross sectional dengan tujuan menentukan kadar ureum serum sebelum dan sesudah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kreatinin Kreatinin adalah produk akhir metabolisme kreatin.keratin sebagai besar dijumpai di otot rangka, tempat zat terlibat dalam penyimpanan energy sebagai keratin fosfat.dalam

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KADAR HBA1C DENGAN KADAR TRIGLISERIDA PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN ANTARA KADAR HBA1C DENGAN KADAR TRIGLISERIDA PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN ANTARA KADAR HBA1C DENGAN KADAR TRIGLISERIDA PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD KABUPATEN KOTABARU ABSTRAK

KARAKTERISTIK PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD KABUPATEN KOTABARU ABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD KABUPATEN KOTABARU Badariah 1), Farida Halis Dyah Kusuma. 2), Novita Dewi 3) 1) Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan

Lebih terperinci