Draft II Interpretasi Nasional Indonesia untuk Revisi P&C RSPO (Hasil Pertemuan I INA-NITF (20-22 November 2013)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Draft II Interpretasi Nasional Indonesia untuk Revisi P&C RSPO (Hasil Pertemuan I INA-NITF (20-22 November 2013)"

Transkripsi

1 Draft II Interpretasi Nasional Indonesia untuk Revisi P&C RSPO (Hasil Pertemuan I INA-NITF (20-22 November 2013) NO Prinsip 1: Komitmen terhadap transparansi 1.1 Pihak perkebunan dan pabrik kelapa sawit menyediakan informasi yang memadai kepada pemangku kepentingan yang relevan mengenai isu lingkungan, sosial dan hukum yang relevan dengan Kriteria RSPO, dalam bahasa dan bentuk yang sesuai guna menyediakan partisipasi efektif dalam pengambilan keputusan. 1. Menyediakan daftar informasi yang terkait Kriteria RSPO 1.2 yang dapat diakses oleh pemangku kepentingan yang relevan. 2. Rekaman Permintaan informasi. 3. Rekaman tanggapan terhadap permintaan informasi. 4. Rekaman permintaan dan tanggapan informasi disimpan dengan masa simpan yang ditentukan oleh Perusahaan berdasarkan kepentingannya. Panduan Khusus: Untuk 1.1.1: Bukti bahwa informasi diterima dalam bentuk dan bahasa yang sesuai oleh para pemangku kepentingan yang relevan sebaiknya disediakan. Informasi yang dimaksud meliputi informasi mengenai mekanisme RSPO yang melibatkan pemangku kepentingan, termasuk informasi mengenai hak dan kewajiban mereka. Panduan Pihak perkebunan dan pabrik kelapa sawitsebaiknya memiliki suatu Standard Operating Procedure (SOP) untuk memberikan tanggapan konstruktif kepada para pemangku kepentingan, termasuk kerangka waktu spesifik dalam menanggapi permintaan informasi. Pihak perkebunan dan 1. INA NITF akan membuat definisi mengenai relevant stakeholder/pemangku kepentingan yang relevan setelah mendapatkan penjelasan dari P&C Review Taskforce 1

2 pabrik kelapa sawit sebaiknya menanggapi permintaan informasi dari para pemangku kepentingan secara konstruktif dan tepat terhadap pertanyaan dari para pemangku kepentingan. Pihak perkebunan dan pabrik kelapa sawit sebaiknya memastikan ketersediaan bukti objektif yang cukup untuk menunjukkan bahwa tanggapan diberikan secara pantas dan tepat waktu. Lihat Kriteria 1.2 untuk syarat-syarat terkait dengan dokumentasi yang tersedia secara umum. Lihat Kriteria 6.2 mengenai konsultasi. Lihat Kriteria 4.1 mengenai SOP. 1.2 Dokumen perusahaan tersedia secara umum, kecuali jika dokumen tersebut dilindungi oleh kerahasiaan 1. Dokumen yang dibuka untuk publik harus meliputi, tapi tidak terbatas kepada, hal-hal berikut: a. Sertifikat/hak penggunaan tanah (Kriteria 2.2); Panduan Dokumen manajemen yang diperhatikan ini masalah lingkungan, sosial dan hukum yang relevan dengan kepatuhan terhadap Kriteria 2

3 komersial b. Rencana kesehatan dan RSPO. atau bilamana keselamatan kerja (Kriteria 4.7); Dokumen manajemen termasuk laporan- pengungkapan informasi c. Rencana dan penilaian dampak laporan pemantauan. tersebut akan berdampak sosial dan lingkungan (Kriteria Auditor akan mengomentari kecukupann negatif 5.1, 6.1, 7.1 dan 7.8); setiap dokumen yang tercantum dalam terhadap lingkungan atau d. Dokumentasi NKT (Kriteria 5.2 rangkuman laporan penilaian untuk umum sosial. and 7.3); Indikator mengenai rangkuman laporan e. Rencana pengurangan dan penilaian sertifikasi yang disediakan untuk pencegahan polusi (Kriteria 5.6); umum hanya dipersyaratkan bagi pabrik dan f. keluhan dan pengaduan secara kebun yang sudah disertifikasi rinci (Kriteria 6.3); g. Prosedur negosiasi (Kriteria Contoh informasi rahasia komersial 6.4); termasuk data finansial seperti biaya dan h. Rencana perbaikan pendapatan, serta hal-hal rinci mengenai berkelanjutan (Kriteria 8.1); berhubungan dengan pelanggan dan/atau i. Rangkuman laporan penilaian pemasok. Data yang terkait dengan privasi sertifikasi yang disediakan untuk individu sebaiknya juga dirahasiakan. umum; Sengketa yang sedang berlangsung (di dalam j. Kebijakan Hak Asasi Manusia ataupun diluar mekanisme (Kriteria 6.13). leghukum)dapatdianggap sebagai informasi rahasia apabila pembukaan informasi tersebut berpotensi mengakibatkan dampak negatif terhadap seluruh pihak yang terlibat. Namun, para pemangku kepentingan yang 3

4 terkena dampak dan pihak-pihak yang tengah berupaya mencari resolusi sengketa tersebut sebaiknya mendapatkan akses terhadap informasi yang relevan. Contoh-contoh kondisi pembukaan informasi yang berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan atau sosial termasuk: informasi mengenai lokasi spesies-spesies langka, yang apabila dibuka akan meningkatkan risiko perburuan atau penangkapan spesies-spesies tersebut untuk diperdagangkan; atau lokasi tempat-tempat suci yang ingin dirahasiakan dan dilindiungi keberadaannya oleh masyarakat setempat. PIhak perkebunan dan pabrik kelapa sawit sebaiknya memastikan ketersediaan bukti objektif yang cukup untuk menunjukkan bahwa tingkat pengukuran dan pemantauan terhadap rencana manajemen, dan informasi, sudah tepat dan tersedia. 1.3 Pihak perkebunan dan 1. Harus terdapat kebijakan tertulis Yang dimaksud dengan seluruh tingkat pabrik kelapa sawit yang berisi komitmen terhadap operasi meliputi pihak ketiga dalam kontrak berkomitmen pada perilaku kode integritas dan perilaku etis (contoh:, pihak-pihak yang terlibat dalam etis dalam seluruh transaksi dalam seluruh pelaksanaan operasi keamanan). 4

5 dan operasi bisnis. dan transaksi Kebijakan sebaiknya paling tidak 2. Terdapat dokumentasi proses mengandung: sosialisasi kebijakan ke seluruh Kepatuhan terhadap praktik bisnis tingkat pekerja dan operasi. yang wajar); Pelarangan seluruh bentuk korupsi, penyuapan dan penipuan dalam penggunaan dana dan sumber daya; Pembukaan informasi sesuai dengan hukum yang berlaku dan praktikpraktik industry yang sudah diterima. Kebijakan sebaiknya dirancang dalam kerangka Konvensi PBB Melawan Korupsi (UN Convention Against Corruption), khususnya Artikel 12 yang telah di ratifikasi menjadi Undang -Undang No 7 tahun

6 Prinsip 2: Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang relevan 2.1 Adanya kepatuhan terhadap 1. Harus tersedia bukti kepatuhan Panduan Spesifik: 1. Formisbi akan mendata peraturan peraturan semua hukum dan terhadap hukum yang relevan. Untuk 2.1.4: Sistem yang digunakan untuk international yang berhubungan dengan P&C RSPO, peraturan yang berlaku, 2. Sistem yang terdokumentasi, mencatat setiap perubahan dalam hukum yang sudah diratifikasi Indonesia. baik lokal, nasional, yang meliputi informasi tertulis dan regulasi sebaiknya disesuaikan dengan maupuninternasional yang mengenai persyaratan- skala organisasi. telah diratifikasi. persyaratan hukum,harus Panduan: dipelihara. Implementasi seluruh persyarataan hukum 3. Mekanisme untuk memastikan adalah ketentuan mendasar yang paling kepatuhan harus penting untuk seluruh pengusaha diimplementasikan perkebunan, terlepas dari lokasi atau skala 4. Sistem yang mencatat setiap perkebunan. Legislasi yang relevan meliputi, perubahan dalam hukum harus tapi tidak terbatas pada: regulasi yang diimplementasikan mengatur jangka waktu dan hak penggunaan tanah, tenaga kerja, praktik praktik 6

7 pertanian (misalnya penggunaan bahan kimia), lingkungan (contohnya hukum perlindungan margasatwa, polusi, hukum kehutanan dan manajemen lingkungan), penyimpanan, praktik pengolahan dan transportasi. Legislasi yang dimaksud juga meliputi hukum-hukum yang harus dipatuhi dalam negara tersebut sebagai bagian dari tanggung jawab berdasarkan hukum atau konvensi internasional yang berlaku (contohnya Konvensi Keanekaragaman Hayati (Convention on Biological Diversity atau CBD), Konvensi-konvensi inti ILO, dan UN Guiding Principles on Business and Human Rights). Selain itu, di negara-negara yang memiliki ketentuan hukum adat, syaratsyarat dalam hukum adat tersebut juga akan dipatuhi. Konvensi dan hukum-hukum internasional utama dapat dilihat di Lampiran 1. Kontradiksi dan inkonsistensi sebaiknya diidentifikasi, dan disarankan solusinya. 2.2 Hak untuk menggunakan 1. Dokumen yang menunjukkan Panduan Khusus 1. Definisi dokumen penguasaan/pengusahaan yang tanah dapat ditunjukkan penguasaan/ pengusahaan tanah Untuk 2.2.2: Pihak perkebunan sebaiknya legal akan di diskusikan dengan BPN. 7

8 dengan jelas, dan tidak yang sesuai peraturan perundang- menghentikan kegiatan operasional di areal 2. Redaksional masalah metode penyelesaian konflik dituntut secara sah oleh undangan yang berlaku. yang ditanam di luar batas yg telah tanah yang melibatkan tanah individu dan komunal masyarakat lokal yang dapat 2. Bukti legal/tanda-tanda batas areal ditetapkan secara legal. Dan sebaiknya akan didiskusikan pada pertemuan INA-NITF menunjukkan bahwa yang legal didemarkasikan secara tersedia rencana spesifik untuk mengatasi berikutnya. mereka memiliki hak legal, jelas dan pelihara. isu-isu tersebut untuk petani penggarap 3. Untuk : Perlu panduan yang lebih detail untuk hak adat atau hak guna. 3. Apabila terdapat, atau sudah (smallholders) yang terkait. proses pemenuhan prinsip ini dan akan didiskusikan terdapat perselisihan, maka harus Untuk 2.2.6: Perusahaan sebaiknya memiliki pada pertemuan INA-NITF berikutnya tersedia bukti penyelesaian atau kebijakan yang melarang penggunaan 4. Untuk draft indicator point 5 & 6 masih akan progress penyelesaian dengan tentara bayaran dan paramiliter dalam didikusikan kembali pada pertemuan INA-NITF proses penyelesaian konflik yang operasi perusahaan. Perusahaan juga berikutnya. diterima oleh para pihak.. sebaiknya melarang aksi mengganggu dan 4. Tidak boleh terdapat konflik tanah intimidasi di luar hukum (extra-judicial) oleh yang signifikan, kecuali terdapat pasukan keamanan yang telah dikontrak syarat-syarat untuk proses-proses (lihat Kriteria 6.13). resolusi konflik yang dapat diterima (lihat Kriteria 6.3 dan 6.4) telah Panduan diimplementasi dan diterima oleh Apabila terdapat konflik mengenai kondisi pihak-pihak yang terlibat. penggunaan tanah berdasarkan sertifikat 5. Untuk setiap konflik atau tanah, pihak perkebunan sebaiknya perselisihan terkait tanah, area menunjukkan bukti bahwa tindakan-tindakan yang diperselisihkan harus tersedia diperlukan telah diambil untuk bukti hasil kesepakatan untuk menyelesaikan konflik dengan pihak-pihak membuat peta atau hasil penilaian yang relevan. terhadap areal/tanah yang Sebaiknya dibuat mekanisme untuk 8

9 diperselisihkan menyelesaikan konflik yang mungkin terjadi 6. Untuk menghindari eskalasi konflik, (Kriteria 6.3 dan 6.4). tidak boleh terdapat bukti Apabila operasi bersifat tumpang tindih penggunaan kekerasan oleh dengan pemilik hak lainnya, perusahaan operasi perkebunan atau pabrik sebaiknya menyelesaikan isu tersebut minyak sawit dalam menjaga dengan pihak-pihak yang berwenang, yang kedamaian dan ketertiban operasi- konsisten dengan Kriteria 6.3 dan 6.4. operasi yang sedang dijalankan dan/atau yang direncanakan. 2.3 Penggunaan lahan untuk kelapa sawit tidak Materi sosialisasi mencakup: 1. INA NITF akan menentukan defenisi kebun tua mengurangi hak 1. Peta-peta, dengan skala yang a. rencana pembangunan kebun 2. INA-NITF akan menentukan defenisi Penunjukan penggunaan, hak adat atau sesuai, yang menunjukkan luas b. implikasi legal, ekonomi, lingkungan dan perwakilan masyarakat hak legal dari pengguna- hak penggunaan (user rights), sosial dari pengizinan operasi di tanah 3. Perlu definisi yang jelas tentang kebun lama dan pengguna lain tanpa hak adat, atau hak legal para masyarakat termasuk implikasi terhadap kebun baru dalam panduan dan akan dibahas dalam persetujuan mereka pihak yang diakui (Kriteria 2.2, status legal tanah masyarakat dan waktu pertemuan INA-NITF berikutnya (berdasarkan FPIC). 7.5 dan 7.6) harus dibuat berakhirnya hak, konsesi atau masa melalui proses pemetaan yang sewa tanah yang dimiliki perusahaan. melibatkan seluruh pihak yang terkena dampak (termasuk komunitas-komunitas sekitar Panduan Spesifik: apabila memungkinkan, dan Untuk 2.3.4: Bukti-bukti sebaiknya tersedia pihak berwenang yang dari perusahaan, komunitas, atau para relevan). pemangku kepentingan lainnya yang terkait. 9

10 2. Adanya salinan perjanjian- Panduan: perjanjian yang telah Seluruh indikator akan berlaku untuk operasi dinegosiasikan lengkap yang sedang dijalankan, namun terdapat dengan proses-proses pengecualian untuk perkebunan yang telah persetujuannya, termasuk lama didirikan yang tidak memiliki catatan didalamnya: dari saat pembuatan keputusan (secara a. Berita acara sosialisasi khusus berkaitan dengan indicator dan b. Bukti pernyataan 2.3.2). pelepasan hak Apabila terdapat hak legal atau hak adat atas c. Bukti kompensasi tanah, pengusaha perkebunan sebaiknya 3. Tersedianya bentuk dan menunjukkan bahwa hak-hak tersebut telah bahasa yang tepat untuk dipahami dan tidak diancam ataupun informasi yang relevan dikurangi. Kriteria ini sebaiknya termasuk analisis dampak, dipertimbangkan bersamaan dengan Kriteria pembagian keuntungan yang 6.4, 7.5, dan 7.6. Apabila wilayah yang diajukan, dan pengaturan dilindungi oleh hak adat tidak jelas, maka secara hukum. penentuan wilayah ini sebaiknya ditentukan 4. Harus tersedia bukti yang melalui kegiatan pemetaan yang melibatkan menunjukkan bahwa seluruh pihak yang terdampak (termasuk komunitas-komunitas telah komunitas-komunitas tetangga dan pihak- diwakilkan melalui insititusi pihak lokal yang berwenang). atau perwakilan sesuai dengan Kriteria ini memperbolehkan penggunaan pilihan mereka, termasuk penjualan dan perjanjian yang telah 10

11 penasihat hukum. dinegosiasikan sebagai kompensasi untuk pengguna lain yang telah kehilangan keuntungan dan/atau telah menyerahkan hak mereka. Perjanjian-perjanjian yang dinegosiasikan sebaiknya bersifat non-koersif dan disetujui secara sukarela, dan dilakukan sebelum investasi atau operasi baru, dan berdasarkan pembukaan seluruh informasi yang relevan. Perwakilan komunitas sebaiknya bersifat transparan dan dikomunikasikan secara terbuka dengan anggota komunitas lainnya. Sebaiknya diberikan cukup waktu untuk pembuatan keputusan berdasarkan tradisi adat dan pelaksanaan negosiasi berkali-kali, apabila hal tersebut diminta. Perjanjian-perjanjian yang dinegosiasikan sebaiknya bersifat mengikat untuk seluruh pihak, dan dapat dijalankan di pengadilan. Penentuan kepastian dalam negosiasi tanah akan memberikan keuntungan jangka panjang untuk seluruh pihak yang terlibat. Perusahaan-perusahaan sebaiknya berhatihati apabila ditawarkan tanah yang diperoleh 11

12 dari pemerintah dengan alasan kepentingan nasional (yang juga dikenal sebagai domain eminen ). Pihak perkebunan dan pabrik kelapa sawit sebaiknya mengacu kepada pedoman FPIC yang telah diakui oleh RSPO ( FPIC and the RSPO: A Guide for Companies, Oktober 2008) Prinsip 3: Komitmen terhadap viabilitas keuangan dan ekonomis jangka panjang 3.1 Terdapat rencana manajemen yang terimplementasi, yang bertujuan mencapai keamanan ekonomi dan finansial jangka panjang. 1. Dokumen rencana kerja perusahaan untuk jangka waktu minimum 3 tahun, termasuk rencana pengembangan petani plasma (scheme smallholders), jika ada. 2. Rencana program replanting tahunan, untuk proyeksi minimum 5 tahun ke depan yang setiap tahun dilakukan kaji ulang. (namun apabila diperlukan, dapat berjalan Untuk 3.1.1: Rencana manajemen atau bisnis yang dimaksud sebaiknya mencakup: Perhatian terhadap kualitas bahan-bahan penanaman; Proyeksi panen = tren hasil Tandan Buah Segar (TBS); Tingkat ekstraksi pabrik minyak sawit = tren Tingkat Ekstraksi Minyak atau Oil Extraction Rate (OER); Biaya Produksi = biaya per ton dari tren Minyak Sawit Mentah atau Crude Palm Oil (CPO); Perlu didiskusikan lebih lanjut penggunaan kata smallholder didalamnya (pada indicator 1)

13 lebih lama sesuai dengan Perikraan harga (forecast tingkat manajemen tanah prices); marjinal yang dibutuhkan, Indikator finansial. lihat Kriteria 4.3), dengan Perhitungan yang disarankan: tinjauan tahunan, harus kecenderungan rata-rata 3-tahun selama tersedia. dekade terakhir (kecenderungan FBB perlu mengalokasikan hasil yang rendah selama program penanaman ulang besar). Panduan: Meskipun diakui bahwa profitabilitas jangka panjang juga dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar kontrol perusahaan, manajemen puncak sebaiknya dapat menunjukkan bahwa perhatian terhadap viabilitas ekonomi dan finansial melalui perencanaan manajemen jangka panjang. Sebaiknya, terdapat juga perencanaan dengan jangka lebih panjang untuk perkebunan-perkebunan di atas lahan gambut, terutama berkaitan dengan masalah kebanjiran dan penurunan muka tanah (subsidence) (lihat Indikator 4.3.5). Pertimbangan terhadap petani penggarap (smallhoders) sebaiknya melekat pada 13

14 seluruh perencanaan manajemen, apabila berlaku (lihat juga Kriteria 6.10 dan 6.11). Untuk petani penggarap skema (scheme smallholders), isi perencanaan manajemen akan bervariasi dari yang telah disarankan (perusahaan dapat mengacu pada RSPO Guidance On Scheme Smallholders, Juli 2009). Pihak perkebunan sebaiknya memiliki sistem untuk meningkatkan kualitas praktik kerja sesuai dengan informasi dan teknik terbaru. Untuk skema petani penggarap, manajemen skema diharapkan dapat memberikan anggotanya informasi peningkatanpeningkatan yang signifikan. Kriteria ini tidak berlaku untuk petani penggarap independen (lihat RSPO Guidance for Independent Smallholders under Group Certification, Juni 2010). 14

15 Prinsip 4: Penggunaan praktik-praktik terbaik oleh pengusaha perkebunan dan pabrik kelapa sawit 4.1 Prosedur operasi didokumentasikan secara tepat dan diimplementasikan dan dipantau secara konsisten. 1. SOP Kebun mulai dari LC (Land Clearing) sampai dengan panen harus tersedia. 2. SOP Pabrik mulai dari penerimaan TBS sampai dispatch CPO & PKO harus tersedia. 3. Harus terdapat kegiatan pemeriksaan atau pemantauan kegiatan operasional minimal satu kali setahun. 4. Rekaman hasil kegiatan operasional harus tersedia. Panduan Khusus: Untuk dan 4.1.4: SOP dan dokumentasi untuk pabrik minyak sawit sebaiknya mencakup syarat-syarat rantai pasok yang relevan (lihat RSPO Supply Chain Certification Standard, Nov 2011). Mekanisme-mekanisme untuk memeriksa pengimplementasian prosedur dapat mencakup sistem manajemen dokumentasi dan prosedur kontrol internal. 15

16 Rekaman sumber TBS dari pihak ketiga (pengumpul, penghantar, Koperasi, Asosiasi Petani dan mitra perusahaan/ outgrower). 4.2 Praktek-praktek 1. Terdapat SOP yang terdokumentasi Kesuburan jangka panjang tergantung pada mempertahankan kesuburan untuk praktek mempertahankan upaya mempertahankan struktur, kandungan tanah, atau apabila kesuburan tanah. senyawa organik, status nutrisi dan memungkinkan 2. Rekaman kegiatan analisa tanah, kesehatan mikrobiologis tanah. Pihak meningkatkan kesuburan daun dan visual secara berkala. perkebunan perlu memastikan bahwa tanah, sampai pada tingkat 3. Rekaman kegiatan untuk mereka mengikuti praktek-praktek terbaik. yang memberikan hasil mempertahankan dan Efisiensi nutrisi harus mempertimbangkan optimal dan berkelanjutan. meningkatkan kesuburan tanah usia tanaman dan kondisi tanah. (melalui pemupukan, tanaman kacangan, aplikasi janjang kosong, land aplikasi) berdasarkan hasil analisa (2). 4.3 Praktek-Praktek 1. Peta tanah marjinal harus tersedia. meminimalisasi dan 2. Strategi pengelolaan untuk Teknik-teknik yang dapat meminimalisir erosi 1. Pada panduan akan dijelaskan bahwa kemiringan mengendalikan erosi dan penanaman pada areal dengan tanah haruslah teknik-teknik yang sudah tertentu mengacu kepada Panduan teknis pembangunan degradasi tanah. kemiringan tertentu (dengan cukup dikenal dan harus diterapkan jika kebun kelapa sawit dari Ditjenbun. 16

17 mempertimbangkan kondisi tanah memungkinkan. 2. Redaksional dari panduan dua siklus tanam (crop cycle), dan iklim setempat) harus tersedia. Hal ini dapat meliputi praktek-praktek seperti akan dipertimbangkan ulang. 3. Tersedianya program pemeliharaan pengelolaan tanaman penutup tanah, daur jalan. ulang biomassa, pembuatan teras dan 4. Program pengelolaan tinggi muka regenrasi alami atau restorasi sebagai air pada lahan gambut untuk pengganti replanting. meminimalkan penurunan Untuk tanaman yang sudah ada di lahan permukaan tanah gambut harus gambut, tinggi muka air harus dipertahankan tersedia. pada batas rata-rata 60 cm dari permukaan 5. Penilaian kemampuan pengaliran tanah (kisaran cm) melalui suatu (drainability assessment) pada jaringan struktur pengendalian air seperti; lahan gambut sebelum penanaman tanggul air, kantong pasir, dll di lapangan dan ulang dilakukan guna menentukan pintu air untuk titik pembuangan dari saluran viabilitas jangka panjang dari utama (lihat kriteria 4.4 dan 7.4) tingkat drainase yang dibutuhkan untuk penanaman kelapa sawit. Untuk 4.3.5: Apabila dalam laporan penilaian 6. Strategi pengelolaan tanah marjinal kemampuan pengaliran (drainability dan tanah kritis lainnya (tanah assessment) ditemukan area yang tidak berpasir, tanah mengandung sulfat cocok untuk penanaman ulang kelapa sawit, masam, kandungan bahan organik sebaiknya terdapat rencana untuk rendah) tersedia. rehabilitasi atau alternatif penggunaan area tersebut. Apabila penilaian menunjukkan adanya risiko tinggi kebanjiran dan/atau intrusi air garam dalam dua siklus tanam 17

18 (crop cycle), Pihak perkebunan dan pabrik kelapa sawit perlu mempertimbangkan penghentian proses penanaman ulang dan mulai mengimplementasikan program rehabilitasi. Penanaman di atas lahan gambut sebaiknya dikelola berdasarkan standar minimal yang telah dipaparkan dalam RSPO Manual on Best Management Practices (BMPs) for existing oil palm cultivation on peat, Juni 2012 (terutama terkait manajemen air, penghindaran kebakaran, penggunaan pupuk, penutupan vegetasi dan pengelolaan muka tanah). 4.4 Praktek-praktek 1. Harus tersedia sebuah rencana Untuk 4.4.1: Rencana tata kelola air akan: mempertahankan kualitas dan ketersediaan air permukaan dan air tanah. manajemen air yang diimplementasikan. 2. Perlindungan aliran air dan lahan basah, termasuk menjaga dan memelihara daerah sempadan sungai pada saat atau sebelum Memperhitungkan efisiensi penggunaan dan tingkat pembaruan sumber; Menjamin bahwa penggunaan dan manajemen air dalam operasi tidak akan berdampak negatif pada pengguna lain dalam area penangkapan air (catchment Peraturan nasional yang berkaitan dengan sempadan sungai: 1. PP 26/2008 tentang Tata Ruang Wilayah Nasional, Pasal 56 (2) sempadan sungai ditetapkan dengan kriteria daratan sepanjang tepian sungai bertanggul Replanting. area) yang sama, termasuk komunitas dengan lebar paling sedikit 5 (lima) meter dari kaki 3. Rekaman pemantauan BOD limbah lokal dan pengguna air secara umum; tanggul sebelah luar, daratan sepanjang tepian 18

19 cair Pabrik. Bertujuan menjamin akses komunitas sungai besar tidak bertanggul di luar kawasan 4. Rekaman pemantauan penggunaan air untuk pabrik per ton TBS. lokal, pekerja dan keluarga mereka terhadap air bersih dan cukup untuk fungsi minuman, memasak, mandi, dan membersihkan; Menghindari kontaminasi air tanah dan air permukaan dari tanah, nutrien atau bahan kimia akibat pembuangan limbah yang permukiman dengan lebar paling sedikit 100 (seratus) meter dari tepi sungai, dan daratan sepanjang tepian anak sungai tidak bertanggul di luar kawasan permukiman dengan lebar paling sedikit 50 (lima puluh) meter dari tepi sungai 2. Kepres 32/1990, Pasal 16 ttg Kriteria sempadan sungai tidak layak, termasuk limbah bekas pabrik adalah : minyak sawit atau Palm Oil Mill Effluent (POME), sesuai dengan peraturan yang berlaku. Untuk 4.4.2: Mengacu pada RSPO Manual On Best Management Practices (BMP) for management and rehabilitation of natural vegetation associated with oil palm cultivation on peat, Juli Pihak perkebunan dan pabrik kelapa sawit a. Sekurang-kurangnya 100 meter di kiri kanan sungai besar dan 50 meter di kiri kanan sungai anak sungai yang berada di luar pemukiman. b. Untuk sungai di kawasan permukiman berupa sempadan sungai yang diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi antara meter 2. PermenPU No. 63 ttg Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, daerah Penguasaan Sungai, kriteria garis sempadan sungai: sebaiknya memperhatikan dampak-dampak dari penggunaan air dan dampak kegiatan operasional kebun dan pabrik terhadap sumber daya air lokal. 19

20 4.5 Hama, penyakit, gulma dan spesies introduksi yang berkembang cepat (invasif) dikendalikan secara efektif dengan menerapkan teknik Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang memadai. 1. Tersedia hasil pemantauan dari implementasi rencana Pengendalian Hama Terpadu (PHT). 2. Tersedia bukti rekaman pelatihan Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Pihak perkebunan sebaiknya menerapkan tehnik PHT yang diakui, yang menggunakan teknik budidaya, biologis, mekanis atau fisik untuk meminimalisir penggunaan bahanbahan kimia. Sedapat mungkin spesies asli digunakan dalam kontrol biologis. 20

21 Bukti-bukti dokumentasi bahwa Panduan Khusus: Penggunaan pestisida tidak penggunaan pestisida sesuai Untuk 4.6.1: Langkah-langkah untuk mengancam kesehatan atau peraturan berlaku dan sesuai menghindari timbulnya kekebalan (seperti lingkungan. dengan target spesies, dosis yang penggiliran penggunaan pestisida) sebaiknya sesuai. diaplikasikan. Kebijakan tersebut sebaiknya 2. Rekaman penggunaan pestisida dijustifikasi dengan mempertimbangkan (termasuk bahan aktif yang alternatif-alternatif yang relatif kurang digunakan dan LD 50 bahan aktif berbahaya dan IPM. tersebut, jumlah penggunaan per ha dan jumlah berapa kali aplikasi) Panduan Khusus 4.6.3: Justifikasi harus tersedia. penggunaan pestisida tersebut harus 3. Setiap penggunaan pestisida harus dimasukkan ke dalam laporan rangkuman diminiminalkan sebagai bagian dari publik. rencana, dan sesuai dengan Panduan Spesifikuntuk 4.6.6: Praktik-praktik rencana Pengendalian Hama terbaik yang diakui termasuk: Penyimpanan Terpadu (PHT). Tidak boleh seluruh pestisida sebagaimana ditentukan terdapat penggunaan pestisida dalam FAO International Code of Conduct on secara preventif untuk mencegah the distribution and use of pesticides dan penyakit (prophylactic use), kecuali pedomannya, dan didukung dengan dalam situasi-situasi spesifik pedoman-pedoman industri yang relevan seperti yang telah diidentifikasi (lihat Lampiran 1). dalam pedoman Praktik-Praktik Terbaik di Indonesia. Panduan: 4. Bukti-bukti dokumentasi yang RSPO telah mengidentifikasi beberapa 21

22 menunjukkan bahwa bahan-bahan contoh alternatif penggunaan pestisida, kimia yang dikategorikan sebagai antara lain yang tercantum dalam Research Tipe 1A atau 1B WHO atau bahan- project on Integrated Weed Management bahan yang termasuk dalam daftar Strategies for Oil Palm; CABI, April Konvensi Stockholm dan Akibat dari adanya masalah-masalah dalam Rotterdam, serta paraquat ketepatan pengukuran, pemonitoran tingkat dikurangi atau dihilangkan kadar racun (toxicity) tidak berlaku untuk penggunaannya kecuali dalam pentani penggarap independen (mengacu kondisi Spesifik telah diidentifikasi pada Guidelines for Independent dalam pedoman praktik terbaik Smallholders under Group Certification, Juni nasional. 2010). 5. Bukti aplikasi pestisida oleh tenaga terlatih dan sesuai dengan petunjuk penggunaan pada label produk dan petunjuk penyimpanan. 6. Pestisida disimpan dengan praktek terbaik. 7. Pengaplikasian pestisida harus melalui metode-metode yang sudah terbukti akan meminimalkan risiko dan dampak negatif. 8. Pestisida hanya boleh diaplikasikan dari udara apabila terdapat 22

23 justifikasi yang terdokumentasi. Dalam rentang waktu yang layak sebelum pengaplikasian pestisida dari udara, komunitas-komunitas sekitar harus diinformasikan mengenai rencana pengaplikasian pestisida tersebut beserta dengan seluruh informasi yang relevan. 9. Bukti pelatihan penanganan pestisida terhadap pekerja dan petani plasma (jika ada) harus tersedia. 10. Limbah kemasan pestisida ditangani sesuai peraturan perundangan yang berlaku. 11. Rekaman hasil pemeriksaan kesehatan bagi operator dan bukti tindak lanjut hasil pemeriksaan. 12. Rekaman tidak ada tenaga penyemprot wanita yang sedang hamil atau menyusui. 4.7 Rencana keselamatan dan kesehatan kerja 1. Bukti adanya kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja Panduan Spesifik untuk 4.7.7: Perhitungan LTA berdasarkan peraturan di Indonesia akan dibahas dalam pertemuan INA-NITF berikutnya.

24 didokumentasikan, harus terdokumentasi. Rencana Panduan: dikomunikasikan secara keselamatan dan kesehatan yang Pihak perkebunan dan pabrik kelapa sawit efektif, dan mencakup seluruh kegiatan harus sebaiknya menjamin bahwa tempat kerja, diimplementasikan didokumentasikan dan mesin, peralatan, transportasi dan proses- diimplementasikan, serta tingkat proses yang di bawah kontrol mereka selalu efektivitasnya dimonitor. aman dan tidak membahayakan kesehatan 2. Penilaian resiko harus tersedia, secara eksesif. Pengusaha perkebunan dan terdokumentasi dan terdapat pengusaha pabrik minyak sawit sebaiknya catatan pelaksanaan. menjamin bahwa substansi kimiawi, fisik, dan 3. Rekaman pelatihan program biologis serta hal-hal yang berada di bawah Keselamatan dan Kesehatan Kerja kontrol mereka tidak membahayakan (K3) dan tersedia Alat Pelindung kesehatan secara eksesif, dan mengambil Diri yang sesuai dan memadai. tindakan apabila diperlukan. Seluruh 4. Orang yang bertanggung jawab indikator ini berlaku untuk seluruh pekerja, dalam program kesehatan dan terlepas dari status mereka. keselamatan kerja harus Rencana keselamatan dan keamanan diidentifikasi dan tersedia sebaiknya juga mengacu pada pedoman rekaman pertemuan berkala dalam Konvensi ILO 184 ( untuk membicarakan masalah kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan pekerja. 5. Tersedia prosedur kesiapsiagaan, tanggap darurat dan kecelakaan kerja. 24

25 6. Bukti terdapat fasilitas kesehatan dan asuransi kecelakaan kerja bagi tenaga kerja. 7. Rekaman tentang kecelakaan kerja yang menggunakan Lost Time Accident (LTA) Rekaman program pelatihan Pekerja sebaiknya diberikan pelatihan cukup 1. Kualifikasi pelatihan kerja yang sesuai akan Seluruh staf, pekerja, petani terkait aspek-aspek yang mengenai: risiko kesehatan dan lingkungan didiskusikan pada pertemuan NITF berikutnya. penggarap dan pekerja tercakup dalam Prinsip dan yang dapat dialami akibat terpapar (exposure kontrak telah diberikan Kriteria RSPO harus tersedia. of) pestisida; pengidentifikasian gejala-gejala pelatihan yang layak. 2. Rekaman pelatihan untuk tiap yang dialami akibat paparan jangka panjang pekerja harus dipelihara. dan akut termasuk untuk kelompokkelompok yang paling rentan (misalnya pekerja muda, wanita hamil); cara-cara untuk meminimalkan paparan pestisida ke pekerja dan keluarga mereka; dan instrumen atau regulasi internasional dan nasional yang melindungi kesehatan pekerja. Program pelatihan sebaiknya mencakup pelatihan mengenai produktivitas dan praktik manajemen terbaik, dan dirancang sesuai dengan skala organisasi. Pihak perkebunan dan pabrik kelapa sawit sebaiknya memberikan pelatihan ke seluruh 25

26 staf dan pekerja agar mereka dapan melaksanakan pekerjaan dan tanggung jawab secara efektif sesuai dengan prosedur yang terdokumentasi, dan dalam kepatuhan terhadap persyaratan Prinsip, Kriteria, Indikator and Pedoman yang ada. Pekerja kontrak sebaiknya dipilih berdasarkan kemampuannya untuk memenuhi tuntutan pekerjaan dan tanggung jawab sesuai dengan prosedur yang terdokumentasi, dan dalam kepatuhan terhadap persyaratan Prinsip, Kriteria, Indikator and Pedoman ini. Pihak perkebunan dan pabrik kelapa sawit sebaiknya mendemonstrasikan kegiatan pelatihan untuk petani penggarap skema yang menyediakan Tandan Buah Segar (TBS) berdasarkan kontrak. Pekerja yang beroperasi di kavling petani penggarap juga membutuhkan pelatihan dan keahlian yang cukup, yang dapat dicapai melalui kegiatan ekstensi pihak perkebunan dan pabrik kelapa sawit yang membeli buah dari mereka, melalui organisasi petani 26

27 penggarap, atau melalui kolaborasi dengan institusi dan organisasi lainnya (lihat Guidelines for Independent Smallholders under Group Certification, Juni 2010, dan Guidelines on Scheme Smallholders, Juli 2009) Untuk operasi petani penggarap individu, catatan pelatihan tidak disyaratkan untuk pekerja di lahan mereka, tetapi siapapun yang bekerja di perkebunan tersebut sebaiknya diberikan pelatihan yang cukup untuk pekerjaan yang mereka jalankan (lihat Guidelines for Independent Smallholders under Group Certification, Juni 2010 dan, Guidelines on Scheme Smallholders, Juli 2009). 27

28 Prinsip 5: Tanggung jawab lingkungan dan konservasi sumber daya alam dan keanekaragaman hayati 5.1 Aspek-aspek manajemen Indikator: Dokumentasi analisis dampak lingkungan Cek ulang tautan antar prinsip perkebunan dan pabrik 1. Dokumen analisis dampak adalah dokumen lingkungan hidup sesuai 1. Perlu pengecheckan lanjutan berkenaan dgn: minyak sawit, termasuk lingkungan harus tersedia. dengan peraturan yang berlaku seperti: a. Pembuangan limbah pabrik (lihat kriteria 4.4); penanaman ulang, yang 2. Tersedianya dokumen AMDAL (perkebunan dengan luas > 3000 b Manajemen hama dan pohon-pohon kelapa berdampak terhadap Rencana Pengelolaan Ha) sawit yang terkena penyakit melalui lingkungan diidentifikasi, Lingkungan (management UKL-UPL (perkebunan dengan luas < pembakaran terkontrol (Kriteria 5.5 dan 7.7) dan rencana untuk lingkungan) dan revisinya jika 3000 Ha). c. Dokumen analisa dampak lingkungan dapat mengurangi dampak ada perubahan dalam hal DPLH (Dokumen Pengelolaan Lingkungan diidentifikasi pada sumber-sumber air tanah, negatif dan meningkatkan areal operasional ataupun Hidup) kualitas udara (lihat kriteria 5.6) dampak positif dibuat, kegiatan perusahaan DELH (Dokumen Evaluasi Lingkungan 2. Formisbi akan mengecheck dasar mengapa diimplementasi dan termasuk penanggungjawab Hidup) dokumen RPL perlu direview minimal setiap 2 tahun dipantau, untuk menunjukkan perbaikan secara terus menerus. kegiatan. 3. Tersedianya dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan yang dikaji minimal setiap 2 tahun sekali. PIL (Penyajian Informasi Lingkungan) PEL (Penyajian Evaluasi Lingkungan) SEL (Studi Evaluasi Lingkungan) DPPL (Dokumen Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup) SPPL (Susrat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup) Dan dokumen lain yang diakui oleh peraturan yang berlaku. (disandingkan dgn peraturan yang berlaku) 3. Formisbi akan mengecheck peraturan2 yang berkenaan dgn dokumen lingkungan (misalnya: AMDAL PP 27/2012; UKL-UPL PermenLH 13/2010 & PermenLH 5/2012; DELH PermenLH 14/2010; DPPL PermenLH 12/2007; SPKL PermenLH 13/ Dalam PermenLH No 14 tahun 2010, dokumen lingkungan hidup adalah: dokumen yang memuat pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup 28

29 yang terdiri atas analisis mengenai dampak Untuk aspek lingkungan yang belum diatur lingkungan hidup (amdal), upaya pengelolaan didalam Analisa Dampak Lingkungan yang lingkungan hidup dan upaya pemantauan diatur pemerintah, seperti: Gas Rumah Kaca, lingkungan hidup (UKL-UPL), surat pernyataan Nilai Konservasi Tinggi, kajian dapat dilakukan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan secara terpisah dan sesuai persyaratan yang lingkungan hidup (SPPL), dokumen pengelolaan dan berlaku. pemantauan lingkungan hidup (DPPL), studi evaluasi Mengingat kegiatan-kegiatan pembangunan mengenai dampak lingkungan hidup (SEMDAL), pada umumnya mengubah lingkungan hidup, studi evaluasi lingkungan hidup (SEL), penyajian maka menjadi penting memperhatikan informasi lingkungan (PIL), penyajian evaluasi komponen-komponen lingkungan hidup yang lingkungan (PEL), dokumen pengelolaan lingkungan berciri: hidup (DPL), rencana pengelolaan lingkungan dan Komponen lingkungan hidup yang ingin rencana pemantauan lingkungan (RKL-RPL), dipertahankan dan dijaga serta dokumen evaluasi lingkungan hidup (DELH), dilestarikan fungsinya seperti; dokumen pengelolaan lingkungan hidup (DPLH), dan Hutan Lindung, Hutan Konservasi, dan Audit Lingkungan Cagar Biosfer; Sumber daya air; Keanekaragaman hayati; Kualitas udara; Warisan alam dan warisan budaya; Kenyamanan lingkungan hidup; Nilai-nilai budaya yang berorientasi selaras dengan lingkungan hidup. 29

30 Komponen lingkungan hidup yang akan berubah secara mendasar dan perubahan tersebut dianggap penting oleh masyarakat di sekitar lokasi kegiatan, seperti antara lain: Fungsi ekosistem; Pemilikan dan penguasaan lahan; Kesempatan kerja dan usaha; Taraf hidup masyarakat; Kesehatan masyarakat. Perusahaan diwajibkan menyampaikan laporan secara periodik kepada instansi terkait mengenai pelaksanaan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan. Adalah merupakan tanggung jawab perusahaan untuk menyediakan bukti-bukti objektif yang cukup kepada tim audit bahwa seluruh persyaratan dalam Analisis dampak lingkungan telah dipenuhi untuk semua aspek dalam kegiatan perkebunan dan pabrik serta mencakup perubahan-perubahan seiring perjalanan waktu. Analisa dampak lingkungan seharusnya dilakukan pada kegiatan-kegiatan berikut, 30

31 apabila dikerjakan: Membangun jalan-jalan, pabrik pengolahan atau infrastruktur baru. Menerapkan sistem drainase atau irigasi. Melakukan penanaman kembali atau perluasan daerah tanam. Pembuangan limbah pabrik (lihat kriteria 4.4);. Pembersihan vegetasi alam yang tersisa. Manajemen hama dan pohon-pohon kelapa sawit yang terkena penyakit melalui pembakaran terkontrol (Kriteria 5.5 dan 7.7) Dokumen analisa dampak lingkungan dapat diidentifikasi pada sumber-sumber air tanah, kualitas udara (lihat kriteria 5.6), analisa perhitungan Gas Rumah Kaca, keanekaragaman hayati dan ekosistem, dan fasilitas publik (lihat kriteria 6.1 untuk Pembakaran terkontrol mengacu pada penjelasan Pasal 11 PP No 4 tahun 2001 dampak sosial), baik yang berada di dalam maupun di luar lokasi kerja. Konsultasi dengan pemangku memiliki peran kunci dalam proses identifikasi Analisa dampak lingkungan. Adanya konsultasi 31

32 haruslah menghasilkan proses-proses yang lebih baik untuk mengidentifikasi dampak dan untuk mengembangkan langkah-langkah pencegahan yang dibutuhkan. Adalah penting jika aktivitas teknis atau operasional berubah seiring perjalanan waktu, maka identifikasi dampak, dan upaya pencegahan yang diperlukan, diperbarui. Untuk skema petani plasma (scheme smallholder) perusahaan memiliki tanggung jawab untuk menjalankan analisis dampak, serta merancang operasi dan menjalankan operasi sesuai dengan hasil dari analisis dampak tersebut (lihat Pedoman for Independent Smallholders under Group Certification, Juni 2010, dan Pedoman on Scheme Smallholders, Juli 2009). 5.2 Status spesies langka, 1. Rekaman hasil identifikasi NKT Untuk 5.2.1: Informasi ini akan mencakup: Berdasarkan identifikasi Formisbi, peraturan nasional yang terancam, atau terancam tersedia. Keberadaan area-area lindung yang berkenaan dengan perlindungan species dan habitat adalah punah dan habitat ber- 2. Jika terdapat NKT, rencana dapat terpengaruh secara signifikan sbb: Nilai Konservasi Tinggi (NKT) lainnya, apabila ada, yang terdapat dalam pengelolaan NKT harus tersedia. 3. Rekaman program sosialisasi oleh kegiatan perkebunan atau pabrik minyak sawit; Status konservasi (misalnya status 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya 32

33 perkebunan atau yang kepada semua tenaga kerja IUCN), perlindungan legal, status 2. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang dapat terpengaruh oleh dan pemberian sanksi kepada populasi dan kebutuhan habitat RTE Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan manajemen perkebunan setiap individu yang bekerja yang dapat terpengaruh secara 3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang atau pabrik minyak sawit, untuk perusahaan apabila signifikan oleh kegiatan perkebunan Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa harus diidentifikasi dan terbukti menangkap, atau pabrik minyak sawit; Mengenai Keanekaragaman Hayati operasi-operasi harus menyakiti, mengoleksi atau Identifikasi habitat NKT, seperti 4. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1994 dikelola sedemikian rupa membunuh spesies langka, eksosistem langka dan terancam, tentang Perburuan Satwa Buru untuk menjamin bahwa terancam dan terancam yang dapat terpengaruh secara 5. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 spesies dan habitat punah (RTE). signifikan oleh kegiatan perkebunan tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan tersebut terjaga dan/atau 4. Jika terdapat NKT, rencana atau pabrik minyak sawit; Pelestarian Alam terlindungi dengan baik. dan hasil pemantauan NKT Untuk 5.2.2: Langkah-langkah ini akan 6. PP No 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis harus tersedia. termasuk: Tumbuhan dan Satwa (dimana pada lampirannya 5. Adanya rekaman proses Menjamin bahwa seluruh terdapat daftar jenis tumbuhan dan satwa yang negosiasi untuk membangun persyaratan legal yang berkaitan dilindungi) kesepakatan dengan dengan perlindungan spesies atau 7. Keppres No. 43 tahun 1978 tentang ratifikasi CITES masyarakat lokal yang habitat telah dipenuhi; lahannya teridentifikasi Menghindari kerusakan terhadap sebagai Kawasan Bernilai dan deteriorasi habitat NKT dengan Konservasi Tinggi (KBKT). cara menjamin bahwa KBKT terhubung, koridor dilindungi, dan zona penyanggah di sekitar KBKT telah dibuat; Mengontrol kegiatan-kegiatan perburuan, pemancingan, atau 33

34 pengoleksian yang illegal atau tidak tepat; dan mengembangkan langkah-langkah yang bertanggung jawab dalam menyelesaikan konflik manusia-satwa (misalnya serbuan gajah). Untuk 5.2.5: Apabila kesepakatan negosiasi tidak dapat dihasilkan, sebaiknya terdapat bukti bahwa telah ada usaha terus-menerus untuk mencapai kesepakatan tersebut. Bukti tersebut antara lain dapat berupa arbitrasi pihak ketiga (lihat Kriteria 2.3, 6.3 dan 6.4). Pedoman: Pengumpulan informasi ini sebaiknya mencakup pemeriksaan catatan-catatan biologis yang tersedia dan konsultasi dengan departemen pemerintah yang relevan, institusi penelitian dan LSM-LSM pemerhati, apabila tersedia. Berdasarkan nilai keanekaragaman yang ada, dan informasi yang tersedia, survei lapangan tambahan mungkin juga dibutuhkan. Apabila keuntungan-keuntungan NKT dapat 34

35 direalisasikan di luar unit manajemen, maka kolaborasi dan kerjasama antara pihak perkebunan, pemerintah dan organisasi sebaiknya dipertimbangkan. 5.3 Limbah dikurangi, didaur 1. Harus tersedia identifikasi Pedoman: Hasil Identifikasi Formisbi berkenaan dengan peraturan ulang, dipakai kembali, dan sumber-sumber limbah dan Rencana pengelolaan dan pembuangan nasional yang berhubungan dengan pengelolaan limbah dibuang dengan cara-cara pencemaran yang limbah sebaiknya meliputi langkah-langkah adalah sebagai berikut: yang dapat dipertanggungjawabkan secara lingkungan dan sosial didokumentasi. 2. Harus tersedia bukti bahwa semua limbah bahan kimia dan wadahnya dibuang secara bertanggung jawab. 3. Harus tersedia rencana pengelolaan limbah yang didokumentasikan dan diimplementasikan untuk menghindari dan mengurangi pencemaran. untuk: Identifikasi dan pemantauan sumber-sumber limbah dan pencemaran. Peningkatan efisiensi penggunaan sumber daya dan daur ulang limbah-limbah potensial menjadi nutrient, atau mengubahnya menjadi produk bernilai tambah (misalnya melalui program pembuatan makanan hewan). Pengelolaan dan pembuangan bahan kimia berbahaya dan wadahnya secara tepat. Surplus wadah bahan kimia sebaiknya digunakan ulang, didaur ulang, 1. PP 18/1999 ttg Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun 2. PP 85/1999 ttg Perubahan atas PP 18/1999 ttg Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun ((dimana di dalam lampirannya terdapat daftar sumber Limbah B3 dari sumber spesifik, tidak spesifik, bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, sisa kemasan atau buangan produk yan tidak memenuhi spesifikasi) 3. PP 82/2001 ttg Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (dimana didalamnya tercantum kriteria mutu air dan persyaratan pemanfaatan dan pembuangan air limbah) 4. PP 81/2012 ttg Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga 5. KepMenLH 51/1995 ttg Baku Mutu Limbah Cair Bagi 35

36 atau dibuang dengan cara yang Kegiatan Industri bertanggung jawab secara sosial 6. KepMen LH Nomor 28 Tahun 2003 Tentang dan lingkungan, berdasarkan Pedoman Teknis Pengkajian Pemanfaatan Air praktik-praktik terbaik yang ada Limbah Dari Industri Minyak Sawit Pada Tanah di (misalnya: mengembalikan wadah Perkebunan Kelapa Sawit tersebut ke vendor atau 7. KepMen LH Nomor 29 Tahun 2003 Tentang membersihkannya dengan Pedoman Syarat dan Tata Cara Perizinan metode pembilasan tiga kali); Pemanfaatan Air Limbah Industri Minyak Sawit Pada sehingga tidak ada risiko Tanah di Perkebunan Kelapa Sawit kontaminasi sumber-sumber air 8. KepMen LH Nomor 112 Tahun 2003 Tentang Baku atau risiko terhadap kesehatan Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan Kegiatan Domestik manusia. Instruksi pembuangan 9. Kep Ka Bapedal No. 255/Bapedal/08/1996 ttg Tata yang terdapat di label pabrik Cara dan Persyaratan Penyimpanan dan sebaiknya diikuti. Pengumpulan Minyak Pelumas Bekas Penghancuran limbah melalui pembakaran terbuka sebaiknya dihindari. 5.4 Efisiensi penggunaan bahan bakar fosil dan penggunaan energi terbarukan dioptimalkan. 1. Rencana peningkatan efesiensi bahan bakar fosil dan optimalisasi energy terbarukan harus ditempatkan dan dipantau. Pedoman: Penggunaan energi terbarukan per ton Minyak Kelapa Sawit Mentah (Crude Palm Oil atau CPO) atau produk kelapa sawit lain dalam pabrik sebaiknya dipantau. Penggunaan langsung bahan bakar fosil per ton COP atau Fresh Fruit Bunches (FFB) 36

37 sebaiknya dipantau. Efisiensi energi sebaiknya diperhitungkan dalam konstruksi atau upgrade seluruh operasi. Pihak perkebunan dan pengusaha pabrik minyak sawit sebaiknya menilai penggunaan energi langsung dalam operasi mereka, termasuk bahan bakar dan listrik, dan tingkat efisiensi energi operasi mereka. Hal tersebut mencakup estimasi penggunaan bahan bakar oleh pekerja kontrak di lokasi (on-site), termasuk seluruh operasi mesin dan transportasi. Apabila memungkinkan, kelayakan dari pengumpulan dan penggunaan biogas sebaiknya juga dipelajari. 5.5 Penggunaan api untuk 1. Rekaman pelaksanaan Pedoman: Catatan Dari Formisbi: pembukaan lahan atau pembukaan lahan tanpa Pada PP No. 4 tahun 2001 tentang Apakah indicator pada NI 2008 seperti penanaman ulang bakar. Pengendalian Kerusakan dan atau Prosedur dan rekaman Tanggap Darurat Kebakaran dihindari, kecuali dalam kondisi khusus seperti yang diidentifikasikan di dalam pedoman ASEAN atau praktik terbaik regional 2. Pengggunaan api sebaiknya hanya dilakukan apabila dinilai sebagai cara yang paling efektif (berdasarkan penilaian yang dapat Pencemaran Lingkungan Hidup yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan atau Lahan bagian penjelasan pasal 11 dinyatakan bahwa Kegiatan yang menimbulkan kebakaran hutan dan atau lahan adalah Lahan Dan Sarana dan prasaranapenanggulangan kebakaran lahan sesuai tingkat kerawanannya akan tetap dimasukkan dalam indikator? 37

38 lainnya. dipertanggungjawabkan) antara lain kegiatan penyiapan latihan untuk dengan tingkat kerusakan usaha di bidang kehutanan, perkebunan, lingkungan yang paling sedikit pertanian, transmigrasi, untuk meminimalkan risiko pertambangan,pariwisata yang dilakukan serangan hama dan dengan cara membakar. Oleh karena itu penyebaran penyakit, dan dalam melakukan usaha tersebut di larang tingkat kehati-hatian yang dilakukan dengan cara pembakaran, kecuali sangat tinggi disyaratkan untuk tujuan khusus atau kondisi yang tidak untuk pembakaran lahan dapat dielakkan, antara lain pengendalian gambut (peat). Hal tersebut kebakaran hutan, pembasmian hama dan sebaiknya juga disesuaikan penyakit, serta pembinaan habitat tumbuhan dengan ketetapan peraturan dan satwa. Pelaksanaan pembakaran secara dalam perundang-undangan terbatas tersebut harus mendapat izin dan lingkungan nasional yang pejabat yang berwenang berlaku. 5.6 Mukadimah Pihak perkebunan dan pabrik minyak sawit berkomitmen untuk melaporkan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh operasional.. Namun, tetap disadari bahwa emisi-emisi yang signifikan tersebut tidak dapat dipantaur seluruhnya atau diukur dengan tepat dengan tingkat 38

39 pengetahuan dan metodologi yang dimiliki sekarang. Disadari pula bahwa upaya untuk mengurangi atau meminimalkan emisi tidak selalu layak atau dapat dipraktekans. Pihak perkebunan perkebunan dan pabrik minyak sawit berkomitmen terhadap suatu periode implementasi hingga akhir Desember 2016 untuk mempromosikan praktik-praktik terbaik dalam laporan ke RSPO, dan selanjutnya dalam laporan publik. Pihak perkebunan dan pabrik minyak sawit membuat komitmen ini dengan dukungan dari seluruh kelompok pemangku kepentingan lain dari RSPO. 5.6 Rencana untuk mengurangi pencemarani dan emisi, termasuk gas rumah kaca, dikembangkan, diimplementasi dan dipantau. 1. Bukti identifikasi sumber polusi dan emisi dalam bentuk gas, partikel, jelaga dan limbah cair harus tersedia. 2. Rekaman upaya dan rencana pengurangan polusi dan emisi termasuk Gas Rumah Kaca Pedoman Spesifik: Untuk 5.6.2: Rencana yang dimaksud meliputi tujuan, target, dan jadwal pelaksanaan. Komponen-komponen tersebut sebaiknya bersifat responsif terhadap konteks dan perubahan yang terjadi sebaiknya dapat dijustifikasi. 39

40 harus tersedia. Untuk dan 5.6.3: Metodologi perlakuan 3. Rencana pemantauan dan untuk limbah cair minyak sawit (POME) akan hasil pemantauan terhadap dicatat. emisi dan polutan harus Untuk (GRK): Untuk periode tersedia dengan implementasi hingga 31 Desember 2016, versi menggunakan metode yang PalmGHG yang telah dimodifikasi dan tepat. disahkan oleh RSPO yang hanya mencakup emisi dari operasi (termasuk praktik penggunaan tanah) dapat digunakan sebagai alat pemantauan. Untuk 5.6.3: Sebagai tambahan, selama periode implementasi, pihak perkebunan akan mulai menilai, memantau dan melaporkan emisi yang dihasilkan dari perubahan stok karbon dalam operasi mereka, dengan berbasis dasar tata guna lahan pada November Periode implementasi untuk Indikator adalah periode implementasi yang sama dengan Kriteria 7.8. Selama periode implementasi, laporan GRK akan diberikan pada kelompok kerja RSPO yang relevan (terdiri dari seluruh kategori anggota) yang akan menggunakan informasi 40

41 tersebut untuk meninjau dan memperbaiki alat ukur, metodologi dan faktor emisi, sekaligus menghasilkan panduan tambahan dalam proses tersebut. Laporan untuk publik tentu diharapkan dapat dibuat, namun tidak diwajibkan selama periode implementasi. Selama periode implementasi, kelompok kerja RSPO akan berusaha untuk terus meningkatkan kualitas PalmGHG, serta mengidentifikasi tantangan-tantangan yang dihadapi saat mengukur gas rumah kaca dan stok karbon. PalmGHG atau program lain yang sejenis yang telah disahkan oleh RSPO akan digunakan untuk menilai, memantau dan melaporkan emisi gas rumah kaca (GHG). Pihak-pihak yang ingin menggunakan metode alternatif selain PalmGHG harus menunjukkan kesamaan program tersebut ke RSPO untuk mendapatkan pengesahan. Pedoman: Apabila dimungkinkan secara praktek, operasi-operasi sebaiknya mengikuti praktik 41

INA-NITF ( ) 1 4 INDIKATOR PANDUAN CATATAN

INA-NITF ( ) 1 4 INDIKATOR PANDUAN CATATAN Draft I Interpretasi Nasional Indonesia untuk Revisi P&C RSPO (Hasil Pertemuan I INA-NITF (16-18 Oktober 2013) Prinsip 1 s/d 4 NO Prinsip 1: Komitmen terhadap transparansi 1.1 Pihak perkebunan dan pabrik

Lebih terperinci

Draft III Interpretasi Nasional Indonesia untuk Revisi P&C RSPO Hasil Pertemuan IIII INA-NITF (11-13 Desember 2013)

Draft III Interpretasi Nasional Indonesia untuk Revisi P&C RSPO Hasil Pertemuan IIII INA-NITF (11-13 Desember 2013) Draft III Interpretasi Nasional Indonesia untuk Revisi P&C RSPO Hasil Pertemuan IIII INA-NITF (11-13 Desember 2013) NO Major Minor Prinsip 1: Komitmen terhadap transparansi 1.1 Pihak perkebunan dan pabrik

Lebih terperinci

Draft IV Interpretasi Nasional Indonesia untuk Revisi P&C RSPO Hasil Pertemuan IV INA-NITF (8-9 Januari 2014)

Draft IV Interpretasi Nasional Indonesia untuk Revisi P&C RSPO Hasil Pertemuan IV INA-NITF (8-9 Januari 2014) Draft IV Interpretasi Nasional Indonesia untuk Revisi P&C RSPO Hasil Pertemuan IV INA-NITF (8-9 Januari 2014) NO Major Minor Prinsip 1: Komitmen terhadap transparansi 1.1 Pihak perkebunan dan pabrik kelapa

Lebih terperinci

Catatan Pertemuan Periode I (16-18 Oktober 2013) INDONESIAN NATIONAL INTERPRETATION TASK FORCE (INA-NITF)

Catatan Pertemuan Periode I (16-18 Oktober 2013) INDONESIAN NATIONAL INTERPRETATION TASK FORCE (INA-NITF) Hari/Tanggal : Jumat, 18 Oktober 2013 Peserta : 23 Tempat : Kantor First Resources, Jakarta Jam Pembahasan Oleh 08.53 Pembukaan Rapat Prinsip 4 Prinsip 4 tidak mengalami perubahan, tetap digunakan kalimat

Lebih terperinci

Draft V Interpretasi Nasional Indonesia untuk Revisi P&C RSPO Hasil Pertemuan V INA-NITF (16 Januari 2014)

Draft V Interpretasi Nasional Indonesia untuk Revisi P&C RSPO Hasil Pertemuan V INA-NITF (16 Januari 2014) Draft V Interpretasi Nasional Indonesia untuk Revisi P&C RSPO Hasil Pertemuan V INA-NITF (16 Januari 2014) NO Prinsip 1: Komitmen terhadap transparansi 1.1 Pihak perkebunan dan 1.1.2. Tersedia rekaman

Lebih terperinci

Catatan Pertemuan I (16-18 Oktober 2013) INDONESIAN NATIONAL INTERPRETATION TASK FORCE (INA-NITF)

Catatan Pertemuan I (16-18 Oktober 2013) INDONESIAN NATIONAL INTERPRETATION TASK FORCE (INA-NITF) Hari/Tanggal : Selasa, 17 Oktober 2013 Peserta : 23 Tempat : Kantor First Resources, Jakarta Jam Pembahasan Oleh 09.10 Rapat dibuka Lanjutan Prinsip 1. Prinsip 1.3 Pihak perkebunan dan pabrik kelapa sawit

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kajian Persamaan dan Perbedaan Prinsip, Kriteria dan Indikator ISPO Terhadap RSPO

Lampiran 1. Kajian Persamaan dan Perbedaan Prinsip, Kriteria dan Indikator ISPO Terhadap RSPO Lampiran 1 Kajian Persamaan dan Perbedaan Prinsip, Kriteria dan Indikator ISPO Terhadap RSPO PRINSIP 1 LEGALITAS USAHA PERKEBUNAN Kriteria 1.1 Izin Lokasi Perusahaan Perkebunan harus memperoleh Izin Lokasi

Lebih terperinci

RSPO Prinsip, Kriteria and Indikator

RSPO Prinsip, Kriteria and Indikator RSPO Prinsip, Kriteria and Indikator Draft untuk Konsultasi Publik September Oktober 2017 Prinsip dan Kriteria RSPO (P&C) 2013 saat ini sedang menjalani peninjauan ulang (review), sebagai bagian dari Prosedur

Lebih terperinci

Prinsip dan Kriteria

Prinsip dan Kriteria Prinsip dan Kriteria Untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan 2013 1 Prinsip dan Kriteria Untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan 2013 Didukung oleh Badan Eksekutif RSPO dan Disepakati oleh Anggota

Lebih terperinci

Lampiran 1. Penggunaan praktik terbaik dan tepat oleh perkebunan dan pabrik

Lampiran 1. Penggunaan praktik terbaik dan tepat oleh perkebunan dan pabrik Lampiran 1. Penggunaan praktik terbaik dan tepat oleh perkebunan dan pabrik Indikator Pasal Biaya (Rp) Dolok Ilir Pabatu Pulu Raja SOP Kebun mulai dari LC (Land Clearing) sampai dengan panen tersedia 4.1

Lebih terperinci

Interpretasi Nasional Prinsip & Kriteria RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan. Untuk Petani Kelapa Sawit Republik Indonesia.

Interpretasi Nasional Prinsip & Kriteria RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan. Untuk Petani Kelapa Sawit Republik Indonesia. Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Untuk Petani Kelapa Sawit Republik Indonesia Draft 3 Oktober 2007 Prinsip 1 : Komitmen terhadap transparansi Nasional 1.1.Pihak

Lebih terperinci

PRINSIP DAN KRITERIA ISPO

PRINSIP DAN KRITERIA ISPO Hal. 1 NO. PRINSIP DAN KRITERIA INDIKATOR 1. SISTEM PERIZINAN DAN MANAJEMEN PERKEBUNAN 1.1 Perizinan dan sertifikat. 1. Telah memiliki izin lokasi dari pejabat yang Pengelola perkebunan harus memperoleh

Lebih terperinci

Lampiran 2 Persamaan dan Perbedaan Prinsip, Kriteria dan Indikator RSPO terhadap ISPO

Lampiran 2 Persamaan dan Perbedaan Prinsip, Kriteria dan Indikator RSPO terhadap ISPO Lampiran 2 Persamaan dan Perbedaan Prinsip, Kriteria dan Indikator RSPO terhadap ISPO PRINSIP 1 KOMITMEN TERHADAP TRANSPARASI Kriteria I Pihak perkebunan dan pabrik kelapa sawit menyediakan informasi yang

Lebih terperinci

PRINSIP DAN KRITERIA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) UNTUK USAHA KEBUN SWADAYA

PRINSIP DAN KRITERIA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) UNTUK USAHA KEBUN SWADAYA LAMPIRAN VI PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TANGGAL : PRINSIP DAN KRITERIA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) UNTUK USAHA KEBUN

Lebih terperinci

Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas

Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas I. Ruang Lingkup: Seluruh ketentuan Sustainability Framework ini berlaku tanpa pengecualian bagi: Seluruh

Lebih terperinci

Prinsip dan Kriteria Untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan 2013

Prinsip dan Kriteria Untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan 2013 Prinsip dan Kriteria Untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan 2013 Didukung oleh Badan Eksekutif RSPO dan Disepakati oleh Anggota RSPO pada Sidang Umum Luar Biasa (Extraordinary General Assembly) 25 April

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. RSPO merupakan inisiatif dari multi stakeholder dari banyak negara tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. RSPO merupakan inisiatif dari multi stakeholder dari banyak negara tentang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi RSPO RSPO merupakan inisiatif dari multi stakeholder dari banyak negara tentang kebun sawit yang berkelanjutan. Diinisiasi oleh WWF, Aarhus, Golden Hope, MPOA, Migros,

Lebih terperinci

Konsultasi Publik Prosedur Remediasi & Kompensasi RSPO

Konsultasi Publik Prosedur Remediasi & Kompensasi RSPO Konsultasi Publik Prosedur Remediasi & Kompensasi RSPO 14 th Sept 2015 Sari Pan Pacific Hotel, Jakarta PREPARED BY: kompensasi Task Force Prosedur Remediasi and Kompensasi RSPO terkait Pembukaan Lahan

Lebih terperinci

Menerapkan Filosofi 4C APRIL di Lahan Gambut

Menerapkan Filosofi 4C APRIL di Lahan Gambut Menerapkan Filosofi 4C APRIL di Lahan Gambut Peta Jalan Lahan Gambut APRIL-IPEWG Versi 3.2, Juni 2017 Kelompok Ahli Gambut Independen (Independent Peatland Expert Working Group/IPEWG) dibentuk untuk membantu

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Kode Etik C&A untuk Pasokan Barang Dagangan

Kode Etik C&A untuk Pasokan Barang Dagangan Kode Etik C&A untuk Pasokan Barang Dagangan Perhatian: ini adalah terjemahan dari teks bahasa Inggris. Versi asli bahasa Inggrislah yang dianggap sebagai dokumen yang mengikat secara hukum. - April 2015

Lebih terperinci

Pedoman Pemasok Olam. Dokumen terakhir diperbarui. April Pedoman Pemasok Olam April

Pedoman Pemasok Olam. Dokumen terakhir diperbarui. April Pedoman Pemasok Olam April Pedoman Pemasok Olam Dokumen terakhir diperbarui April 2018 Pedoman Pemasok Olam April 2018 1 Daftar Isi Pendahuluan 3 Prinsip Pedoman Pemasok 4 Pernyataan Pemasok 6 Lampiran 1 7 Pendahuluan Olam berusaha

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Pedoman untuk Petani Independen yang berada di bawah naungan Sertifikasi Grup

Pedoman untuk Petani Independen yang berada di bawah naungan Sertifikasi Grup Pedoman untuk Petani Independen yang berada di bawah naungan Sertifikasi Grup Dipersiapkan oleh Taskforce untuk Petani Tanggal: 19 Juni 2010 Pendahuluan: Dokumen ini menetapkan Pedoman Umum RSPO untuk

Lebih terperinci

Termasuk Indikator dan Panduan. Oktober RSPO will transform markets to make sustainable palm oil the norm

Termasuk Indikator dan Panduan. Oktober RSPO will transform markets to make sustainable palm oil the norm Termasuk Indikator dan Panduan Oktober 2007 RSPO will transform markets to make sustainable palm oil the norm Principle & Criteria untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Pembukaan Produksi minyak sawit

Lebih terperinci

Interpretasi Nasional Prinsip dan Kriteria Untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Republik Indonesia

Interpretasi Nasional Prinsip dan Kriteria Untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Republik Indonesia Indonesian National Interpretation Working Group (INA-NIWG) Interpretasi Nasional Prinsip dan Untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Republik Indonesia Dokumen Draft Final Sinkronisasi RSPO P&C Oktober

Lebih terperinci

LAMPIRAN 2 : ITEM ITEM PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PERUSAHAAN

LAMPIRAN 2 : ITEM ITEM PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PERUSAHAAN LAMPIRAN 2 : ITEM ITEM PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PERUSAHAAN No Aspek Indikator Indikator Ekonomi 1 Kinerja Ekonomi Perolehan dan distribusi nilai ekonomi langsung, meliputi pendapatan,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Document finalpedoman Petani Plasma: Dipersiapkan oleh Gugus Kerja Petani. Tanggal: 2 Juli 2009

Document finalpedoman Petani Plasma: Dipersiapkan oleh Gugus Kerja Petani. Tanggal: 2 Juli 2009 Document final Plasma: Dipersiapkan oleh Gugus Kerja Petani Tanggal: 2 Juli 2009 Page 1 1/11/2012 Pendahuluan: Dokumen ini menampilkan versi akhir pedoman Generik RSPO untuk Petani Plasma. Dokumen ini

Lebih terperinci

BERSEDIA? SIAP! RSPO! LENCANA KARTU PENGETAHUAN KARTU KEMAMPUAN KHUSUS PERMAINAN PAPAN (SEMUANYA DAPAT DICETAK)

BERSEDIA? SIAP! RSPO! LENCANA KARTU PENGETAHUAN KARTU KEMAMPUAN KHUSUS PERMAINAN PAPAN (SEMUANYA DAPAT DICETAK) BERSEDIA? SIAP! RSPO! LENCANA KARTU PENGETAHUAN KARTU KEMAMPUAN KHUSUS PERMAINAN PAPAN (SEMUANYA DAPAT DICETAK) Catatan khusus Disarankan mencetak di atas hard card paper (250 gsm), dua sisi Saat mencetak,

Lebih terperinci

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PELINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PELINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PELINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang

Lebih terperinci

HELP A B C. PRINSIP CRITERIA INDIKATOR Prinsip 1. Kepatuhan hukum dan konsistensi dengan program kehutanan nasional

HELP A B C. PRINSIP CRITERIA INDIKATOR Prinsip 1. Kepatuhan hukum dan konsistensi dengan program kehutanan nasional 1 2 5 6 Prinsip 1. Kepatuhan hukum dan konsistensi dengan program kehutanan nasional mengikuti peraturan pemerintah dan konvensi/persetujuan internasional yang diratifikasi secara nasional mengikuti, dan

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.180, 2013 SDA. Rawa. Pengelolaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5460) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Prakarsa Karet Alam Berkesinambungan Sukarela (SNR) Kriteria dan Indikator Kinerja

Prakarsa Karet Alam Berkesinambungan Sukarela (SNR) Kriteria dan Indikator Kinerja Prakarsa Karet Alam Berkesinambungan Sukarela (SNR) Kriteria dan Indikator Kinerja Kriteria, Indikator dan KPI Karet Alam Berkesinambungan 1. Referensi Kriteria, Indikator dan KPI SNR mengikuti sejumlah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman LEMBAR PENGESAHAN... i KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI. Halaman LEMBAR PENGESAHAN... i KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... i KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 7 1.3 Tujuan

Lebih terperinci

Pertanyaan Umum (FAQ):

Pertanyaan Umum (FAQ): Pertanyaan Umum (FAQ): Persyaratan dan Panduan Sistem Manajemen RSPO untuk Kelompok Produksi TBS (Versi AKHIR, Maret 2016) Untuk diperhatikan: dokumen FAQ ini akan diperbaharui secara berkala setelah menerima

Lebih terperinci

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut.

Lebih terperinci

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP - 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan kebijakan mengenai pengelolaan Limbah

Lebih terperinci

- 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

- 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP - 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAH 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan

Lebih terperinci

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP - 216 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan kebijakan mengenai pengelolaan Limbah

Lebih terperinci

Bumitama Agri Ltd. Excellence Through Discipline. Sustainability Policy (Kebijakan Berkelanjutan)

Bumitama Agri Ltd. Excellence Through Discipline. Sustainability Policy (Kebijakan Berkelanjutan) Bumitama Agri Ltd. Excellence Through Discipline Sustainability Policy (Kebijakan Berkelanjutan) 13 Agustus 2015 Pengantar Bumitama Agri Ltd. adalah kelompok perusahaan perkebunan kelapa sawit Indonesia

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN, UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II Bab II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah, setiap satuan kerja perangkat Daerah, SKPD harus menyusun Rencana

Lebih terperinci

-1- DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

-1- DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, -1- -1- PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.102/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2016 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DOKUMEN LINGKUNGAN HIDUP BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN YANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.17/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN NOMOR P.12/MENLHK-II/2015

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM,

Lebih terperinci

Prinsip Kriteria Indikator APPS (Dokumen/ Bukti Pelaksanaan) ya/ tidak 1) Jika tidak/belum, apa alasannya 3) Keterangan 2)

Prinsip Kriteria Indikator APPS (Dokumen/ Bukti Pelaksanaan) ya/ tidak 1) Jika tidak/belum, apa alasannya 3) Keterangan 2) PTabel Cara Penilaian Pelaksanaan Safeguards dengan menggunakan Alat Penilai Pelaksanaan Safeguards (APPS) berdasar Keputusan COP-16 dalam Sistem Informasi Safeguards (SIS) REDD+ di Indonesia Prinsip Kriteria

Lebih terperinci

Indikator Verifikasi. Maret Palm Oil Innovation Group. Foto oleh: DAABON. Foto oleh: Paul Hilton / Rainforest Action Network

Indikator Verifikasi. Maret Palm Oil Innovation Group. Foto oleh: DAABON. Foto oleh: Paul Hilton / Rainforest Action Network Indikator Verifikasi Maret 2016 Foto oleh: DAABON Foto oleh: Paul Hilton / Rainforest Action Network Palm Oil Innovation Group Foto oleh: DAABON **Catatan: Indikator utama untuk setiap bagian ditandai

Lebih terperinci

No. Prinsip dan Kriteria Indikator Panduan

No. Prinsip dan Kriteria Indikator Panduan LAMPIRAN IV PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TANGGAL : PRINSIP DAN KRITERIA KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) UNTUK PERUSAHAAN PERKEBUNAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

Dasar Hukum yang Digunakan dalam Penyusunan Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)

Dasar Hukum yang Digunakan dalam Penyusunan Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) Dasar Hukum yang Digunakan dalam Penyusunan Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) Beberapa peraturan yang berhubungan dengan penyusunan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).

Lebih terperinci

ABSTRAKSI DOKUMEN AMDAL

ABSTRAKSI DOKUMEN AMDAL ABSTRAKSI DOKUMEN AMDAL PEMRAKARSA NAMA DOKUMEN PT. ASIATIC PERSADA Kegiatan Perkebunan Kelapa Sawit dan Pabrik Pengolahannya NO. PERSETUJUAN & TANGGAL Komisi Penilai AMDAL Propinsi Jambi Nomor:274/2003,

Lebih terperinci

PENERAPAN SERTIFIKASI PERKEBUNAN LESTARI

PENERAPAN SERTIFIKASI PERKEBUNAN LESTARI PENERAPAN SERTIFIKASI PERKEBUNAN LESTARI OLEH DIREKTUR TANAMAN TAHUNAN HOTEL SANTIKA, JAKARTA 29 JULI 2011 1 KRONOLOGIS FAKTA HISTORIS Sejak 1960-an dikalangan masyarakat internasional mulai berkembang

Lebih terperinci

Interpretasi Nasional Prinsip & Kriteria RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan

Interpretasi Nasional Prinsip & Kriteria RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Untuk Petani Kemitraan Kelapa Sawit Republik Indonesia Final Document (Terharmonisasi dengan 4th Draft Generic Guidance on

Lebih terperinci

PIAGAM PEMBELIAN BERKELANJUTAN

PIAGAM PEMBELIAN BERKELANJUTAN PIAGAM PEMBELIAN BERKELANJUTAN PENGANTAR AptarGroup mengembangkan solusi sesuai dengan kesepakatan-kesepakatan usaha yang wajar dan hukum ketenagakerjaan, dengan menghargai lingkungan dan sumber daya alamnya.

Lebih terperinci

Interpretasi Nasional Prinsip & Kriteria RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan

Interpretasi Nasional Prinsip & Kriteria RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Indonesian Smallholder Working Group (INA-SWG) Dok: 01/INA-SWG/2009 Interpretasi Nasional Prinsip & RSPO untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Petani Kemitraan Republik Indonesia Dokumen akhir Interpretasi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai Studi Kelayakan Hutan Rakyat Dalam Skema Perdagangan Karbon dilaksanakan di Hutan Rakyat Kampung Calobak Desa Tamansari, Kecamatan

Lebih terperinci

Golden Agri-Resources Ltd

Golden Agri-Resources Ltd Golden Agri-Resources Ltd Intisari Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report) 2015 Agus Purnomo Managing Director Sustainability and Strategic Stakeholder Engagement Bambang Chriswanto Head of National

Lebih terperinci

Interpretasi Nasional Prinsip dan Kriteria Untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Republik Indonesia

Interpretasi Nasional Prinsip dan Kriteria Untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Republik Indonesia Indonesian National Interpretation Working Group (INA-NIWG) Interpretasi Nasional Prinsip dan Untuk Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan Republik Indonesia Dokumen Final Roundtable on Sustainable Palm Oil

Lebih terperinci

C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN

C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Pengendalian Dampak 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 2. Analisis Mengenai Dampak (AMDAL) 3. Pengelolaan Kualitas

Lebih terperinci

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU 1 GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Persyaratan ISPO Untuk Bahan Baku Energi Terbarukan (Bioenergi)

Persyaratan ISPO Untuk Bahan Baku Energi Terbarukan (Bioenergi) 1 Persyaratan ISPO Untuk Bahan Baku Energi Terbarukan (Bioenergi) DR. ROSEDIANA SUHARTO SEKRETARIAT KOMISI ISPO Workshop Skema ISPO (P&C) untuk Minyak Sawit (CPO) sebagai Bahan Baku Energi Terbarukan (Bioenergy)

Lebih terperinci

-2- saling melengkapi dan saling mendukung, sedangkan peran KLHS pada perencanaan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup bersifat menguatkan. K

-2- saling melengkapi dan saling mendukung, sedangkan peran KLHS pada perencanaan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup bersifat menguatkan. K TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I LINGKUNGAN HIDUP. Strategis. Penyelenggaraan. Tata Cara. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 228) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PARTICIPATORY MAPPING (PM) ATAU PEMETAAN PARTISIPATIF

PELAKSANAAN PARTICIPATORY MAPPING (PM) ATAU PEMETAAN PARTISIPATIF Halaman: 1 dari 7 MAPPING (PM) ATAU Dibuat Oleh Direview Oleh Disahkan Oleh 1 Halaman: 2 dari 7 Riwayat Perubahan Dokumen Revisi Tanggal Revisi Uraian Oleh 2 Halaman: 3 dari 7 Daftar Isi 1. Tujuan... 4

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

PRINSIP DAN KRITERIA KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) UNTUK USAHA KEBUN PLASMA

PRINSIP DAN KRITERIA KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) UNTUK USAHA KEBUN PLASMA LAMPIRAN V PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TANGGAL : PRINSIP DAN KRITERIA KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) UNTUK USAHA KEBUN PLASMA No

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

H. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

H. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP LAMPIRAN VIII PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR : Tahun 2010 TANGGAL : Juli 2010 H. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URUSAN 1. Pengendalian Dampak 1. Pengelolaan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN. HIDUP. Sumber Daya Alam. Perkebunan. Pengembangan. Pengolahan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 308) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 TATA CARA PENYUSUNAN SMK3 KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN UMUM

LAMPIRAN 1 TATA CARA PENYUSUNAN SMK3 KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN UMUM LAMPIRAN 1 TATA CARA PENYUSUNAN SMK3 KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN UMUM LAMPIRAN 1 TATA CARA PENYUSUNAN SMK3 KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN UMUM BAGI PENYEDIA JASA Elemen-elemen yang harus dilaksanakan oleh

Lebih terperinci

Mata Ajaran : Manajemen Lingkungan Rumah Sakit Topik : Lingkungan Hidup & Sistem Manajemen Lingkungan RS Minggu Ke : II

Mata Ajaran : Manajemen Lingkungan Rumah Sakit Topik : Lingkungan Hidup & Sistem Manajemen Lingkungan RS Minggu Ke : II Mata Ajaran : Manajemen Lingkungan Rumah Sakit Topik : Lingkungan Hidup & Sistem Manajemen Lingkungan RS Minggu Ke : II Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lebih terperinci

Komite Penasihat Pemangku Kepentingan (SAC) terhadap Kebijakan Pengelolaan Hutan Keberlanjutan (SFMP 2.0) APRIL

Komite Penasihat Pemangku Kepentingan (SAC) terhadap Kebijakan Pengelolaan Hutan Keberlanjutan (SFMP 2.0) APRIL Komite Penasihat Pemangku Kepentingan (SAC) terhadap Kebijakan Pengelolaan Hutan Keberlanjutan (SFMP 2.0) APRIL Rapat SAC ke-10 di Pangkalan Kerinci, Riau - Indonesia, 23-25 Mei 2017 ANGGOTA SAC TURUT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2013 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2013 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2013 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka Konservasi Rawa, Pengembangan Rawa,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tumbuhan dan satwa adalah bagian dari sumber daya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2013 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2013 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2013 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa dalam rangka Konservasi Rawa,

Lebih terperinci

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang :

Lebih terperinci

Departemen Administrasi & Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

Departemen Administrasi & Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia KMA 43026 Departemen Administrasi & Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Prof. Drh. Wiku Adisasmito, M.Sc., Ph.D. UU RI No. 32 Tahun 2009 Perlindungan dan Pengelolaan

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO, Menimbang : a. bahwa irigasi sebagai salah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa Industri Minyak Sawit berpotensi menghasilkan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11/Permentan/OT.140/3/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11/Permentan/OT.140/3/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11/Permentan/OT.140/3/2015 TENTANG SISTEM SERTIFIKASI KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL CERTIFICATION SYSTEM /ISPO)

Lebih terperinci

Kode Etik Pemasok 1/11

Kode Etik Pemasok 1/11 1/11 Kami akan memimpin sebuah gerakan yang akan menjadikan cokelat berkelanjutan sebagai norma, sehingga cokelat yang kita semua cintai akan selalu hadir untuk generasi yang akan datang. Pengantar Sebagai

Lebih terperinci

Kebijakan tentang rantai pasokan yang berkelanjutan

Kebijakan tentang rantai pasokan yang berkelanjutan 1/5 Keberlanjutan merupakan inti dari strategi dan kegiatan operasional usaha Valmet. Valmet mendorong pelaksanaan pembangunan yang dan berupaya menangani masalah keberlanjutan di seluruh rantai nilainya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 87 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 87 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 87 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN KEBUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT LD. 5 2013 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 54 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH DAN ZAT KIMIA PENGOPERASIAN PESAWAT UDARA DAN BANDAR UDARA DENGAN

Lebih terperinci

Pertanyaan Yang Sering Ditanyakan (FAQ) Prosedur Penilaian GHG untuk Penanaman Baru

Pertanyaan Yang Sering Ditanyakan (FAQ) Prosedur Penilaian GHG untuk Penanaman Baru Pertanyaan Yang Sering Ditanyakan (FAQ) Prosedur Penilaian GHG untuk Penanaman Baru 1 November 2016 Judul Dokumen: Kode Dokumen: Lingkup: Jenis Dokumen: FAQ Prosedur Penilaian GHG untuk Penanaman Baru

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

DAFTAR PERATURAN PERUNDANGAN LINGKUNGAN HIDUP

DAFTAR PERATURAN PERUNDANGAN LINGKUNGAN HIDUP DAFTAR PERATURAN PERUNDANGAN LINGKUNGAN HIDUP #5 tgl. 21 Aug 2003 Arie Pujiwati PT. BENEFITA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA 1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup ANALISIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun terakhir, produk kelapa sawit merupakan produk perkebunan yang. hampir mencakup seluruh daerah tropis (RSPO, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. tahun terakhir, produk kelapa sawit merupakan produk perkebunan yang. hampir mencakup seluruh daerah tropis (RSPO, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit bukan tanaman asli Indonesia, namun keberadaan tanaman ini telah masuk hampir ke semua sektor kehidupan. Kondisi ini telah mendorong semakin meluasnya

Lebih terperinci

LAMPIRAN I Cara. Indikator. Kualitas (esensi) Ada/Tidak

LAMPIRAN I Cara. Indikator. Kualitas (esensi) Ada/Tidak LAMPIRAN I Indikator INDIKATOR KINERJA EKONOMI Kinerja Ekonomi Perolehan dan distribusi nilai ekonomi langsung yang meliputi pendapatan, biaya operasional, imbal jasa EC1 (kompensasi) karyawan, donasi,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR : 03 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG,

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PROGRAM PEMANTAUAN LINGKUNGAN H M M C J WIRTJES IV ( YANCE ) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

PELAKSANAAN PROGRAM PEMANTAUAN LINGKUNGAN H M M C J WIRTJES IV ( YANCE ) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara PELAKSANAAN PROGRAM PEMANTAUAN LINGKUNGAN H M M C J WIRTJES IV ( YANCE ) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara A. Dasar Pemikiran Sejak satu dasawarsa terakhir masyarakat semakin

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: BAB I KETENTUAN UMUM

MEMUTUSKAN: BAB I KETENTUAN UMUM SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG DOKUMEN LINGKUNGAN HIDUP BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN YANG TELAH MEMILIKI IZIN USAHA DAN/ATAU KEGIATAN TETAPI BELUM MEMILIKI

Lebih terperinci

No. Prinsip dan Kriteria Indikator Panduan. 1. Tersedia izin lokasi dari pejabat berwenang sesuai peraturan perundangundangan.

No. Prinsip dan Kriteria Indikator Panduan. 1. Tersedia izin lokasi dari pejabat berwenang sesuai peraturan perundangundangan. LAMPIRAN III PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TANGGAL : PRINSIP DAN KRITERIA KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) UNTUK PERUSAHAAN PERKEBUNAN

Lebih terperinci